Fikri BAB 2 dan 3.docx

13

Click here to load reader

Transcript of Fikri BAB 2 dan 3.docx

Page 1: Fikri BAB 2 dan 3.docx

BAB 2 di masukin di bagian perumahan nya , jangan di surabayanya

2.2 Kebutuhan Kota akan Perumahan

Menurut John F. C. Turner, rumah memiliki dua arti, yaitu sebagai kata benda

(produk/komoditi) dan sebagai kata kerja (proses/aktivitas). Adanya pengertian tersebut

menimbulkan perbedaan dalam pengukuran rumah. Dalam pengertian rumah sebagai produk

atau komoditi, standar-standar fisik rumah sangat tepat untuk dijadikan kriteria pengukuran.

Sedangkan dalam pengertian rumah sebagai proses atau aktivitas, kriteria pengukuran yang

paling tepat adalah sejauh mana rumah tersebut dapat memuaskan penghuninya (Turner,

1976).Tingkatan kebutuhan manusia terhadap hunian dapat dikategorikan sebagai

berikut(Maslow, 1970 dalam Supardi dan Anwar, 2004):

1. Survival Needs

Pada tingkatan ini hunian merupakan sarana untuk menunjang keselamatan hidup

manusia. Kebutuhan untuk dapat selamat berarti manusia menghuni bangunan rumah

agar dapat selamat dan tetap hidup, terlindung dari gangguan iklim, maupun makhluk

hidup yang lain.

2. Safety and Security Needs

Pada tingkatan ini terkait dengan keselamatan dari kecelakaan, keutuhan anggota

badan serta hak milik hunian merupakan sarana perlindungan untuk keselamatan

anggota badan dan hak milik tersebut.

3. Affiliation Needs

Hunian disini berperan sbagai identitas seseorang untuk diakui dalam golongan masyarakat.

4. Esteem Needs

Hunian merupakan sarana untuk mendapatkan pengakuan atas jati dirinya dari

masyarakat dan lingkungan sekitarnya.

5. Cognitive and Aesthetic Needs

Pada tingkatan ini, pondok hunian tidak hanya sekedar untuk digunakan, tetapi juga

dapat memberi dampak kenikmatan pada lingkungan sekitarnya.

Seiring dengan perkembangan jaman, rumah memiliki fungsi yang berbeda-beda

sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing individu. Terdapat tiga fungsi

utama yang terkandung dalam sebuah rumah sebagai tempat bermukim (Turner, 1976) antara

lain :

Page 2: Fikri BAB 2 dan 3.docx

1. Rumah sebagai penunjang identitas keluarga yang diwujudkan pada kualitas hunian atau

perlindungan yang diberikan rumah. Kebutuhan akan tempat tinggal dimaksudkan

agar penghuni dapat memiliki tempat berlindung guna melindungi keluarganya dari

iklim setempat.

2. Rumah sebagai tempat penunjang kesempatan keluarga untuk berkembang

dalam kehidupan sosial budaya dan ekonomi atau fungsi pengembangan keluarga.

Fungsi ini diwujudkan dalam lokasi tempat rumah itu didirikan. Kebutuhan berupa

akses ini diterjemahkan dalam pemenuhan kebutuhan sosial dan kemudahan ke tempat

kerja.

3. Rumah sebagai penunjang rasa aman dalm arti terjaminnya keadaan keluarga di masa

depan setelah mendapatkan rumah, jaminan keamanan atas lingkungan

perumahan yang ditempati, serta jaminan keamanan berupa kempemilikan rumah dan

lahan.

https://www.academia.edu/9960181/Faktor-

Faktor_Pemilihan_Lokasi_Perumahan_Studi_Kasus_Perumahan_Sukolilo_Dian_Rege

ncy_Surabaya

Page 3: Fikri BAB 2 dan 3.docx

BAB 3

Pembangunan perumahan beserta sarana dan prasarananya perlu mendapatkan prioritas

mengingat tempat tinggal merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) (Maslow). Dalam

lingkup pembangunan, masyarakat merupakan pelaku utama pembangunan tersebut.

Pertumbuhan penduduk perkotaan yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun telah

menimbulkan peningkatan permintaan terhadap kebutuhan akan tempat tinggal atau perumahan

di perkotaan. Di kota – kota besar termasuk Kota Surabaya kebutuhan ini menjadi sebuah

masalah penting karena pertambahan yang disebabkan kelahiran dan urbanisasi tidak sebanding

dengan tersedianya fasilitas perumahan. Dengan semakin meningkatkannya kebutuhan akan

perumahan, maka area perkotaan yang selalu berkembang akan dipadati oleh perumahan

(Hilman, 2004). Kebutuhan akan perumahan meningkat karena kebutuhan perumahan

merupakan kebutuhan primer bagi masyarakat, utamanya masyarakat yang berada di perkotaan.

Fenomena pertumbuhan penduduk dari tahun ke tahun yang semakin meningkat

membuat perkembangan kota Surabaya meningkat pesat. Tingginya laju pertumbuhan ini

membuat perkembangan atau permintaan akan perumahan juga meningkat . Perumahan menjadi

salah satu sektor yang berkembang dari kebutuhan tersebut.

Dari data Kependudukan, utamanya dapat diperoleh melalui Sensus Penduduk, Registrasi

Penduduk, dan Survei Kependudukan.

a. Sensus Penduduk adalah suatu kegiatan pengumpulan data kependudukan terhadap seluruh

penduduk di suatu wilayah dalam suatu waktu tertentu. Kegiatan tersebut di lakukan setiap

sepuluh tahun sekali, pada tahun yang berakhiran angka 0. Pencacahannya dilakukan secara

serentak terhadap seluruh penduduk dan keterangan kependudukan yang dikumpulkan dirinci

selengkap-lengkapnya hingga data yang dihasilkan mampu memberikan gambaran sampai di

wilayah terkecil, yaitu unit pemerintahan terkecil, desa/kelurahan. Hasil sensus penduduk selain

berguna untuk mengetahui jumlah penduduk secara keseluruhan pada waktu tertentu berdasarkan

umur, jenis kelamin, dan sebagainya, juga berguna sebagai data dasar angka proyeksi penduduk.

Page 4: Fikri BAB 2 dan 3.docx

b. Registrasi Penduduk adalah suatu kegiatan pencatatan rutin setiap kejadian yang terjadi pada

seluruh penduduk yaitu kelahiran, kematian dan perpindahan. Dengan registrasi penduduk yang

baik dan benar berarti setiap saat secara langsung dapat segera diketahui jumlah penduduk yang

terdapat dalam suatu wilayah. Angka Registrasi Penduduk biasanya diterbitkan dua kali dalam

setahun, yaitu Registrasi Penduduk Pertengahan Tahun dan Registrasi Penduduk Akhir Tahun.

Perbedaan mendasar antara data kependudukan hasil Sensus Penduduk dengan hasil Registrasi

adalah bahwa Sensus Penduduk bersifat de facto sedangkan yang dihasilkan dari Registrasi

bersifat de jure.

c. Survei Kependudukan adalah suatu kegiatan pengumpulan data kependudukan yang

dilaksanakan dengan menggunakan teknik sampel tertentu dan jenis data yang dikumpulkan

tergantung dengan jenis surveinya. Survei Sosial dan Ekonomi Nasional (Susenas), dan Survei

Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) adalah contoh dari beberapa survei kependudukan yang

dilakukan BPS

Berikut adalah grafik proyeksi Penduduk Surabaya dari tahun 2014 hingga 2020

Page 5: Fikri BAB 2 dan 3.docx

http://surabayakota.bps.go.id/kumpulan/view/KK-201400001

Konsep One Stop Living

Konsep one stop living, yaitu hunian yang terdapat seluruh fasilitas sehingga konsumen

tidak perlu menempuh jarak yang panjang untuk mencari fasilitas yang mereka perlukan.

Fasilitas itu antara lain adalah pusat perbelanjaan, sekolah, tempat beribadah, tempat hiburan,

dan ruko. Hunian yang mengusung konsep ini menjadi semakin menarik dengan ketersediaan

infrastruktur yang lengkap, mulai dari jalan, pedesterian dan drainase, jaringan transportasi

angkutan umum, serta prasarana dan sarana yang memadai.

Perumahan adalah kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan utilitas. Di zona perkotaan yang memiliki kepadatan antara 101 sampai dengan 300 jiwa/ha, jumlah rumah maksimal sebanyak 75 unit/ha.

Persyaratan sebuah kawasan sebagaimana dimaksudkan dalam Pasal 4 huruf c Peraturan Menteri No. 11 Tahun 2008, meliputi:

a. ruang terbuka hijau;

b. intensitas pemanfaatan lahan;

c. komposisi lahan efektif dan non efektif;

d. subsidi silang;

e. keserasian sosial;

f. keserasian budaya;

g. penyesuaian lingkungan rumah dengan koridor jalan;

h. keserasian prasarana, sarana dan utilitas kawasan.

Page 6: Fikri BAB 2 dan 3.docx

A. Ruang Terbuka Hijau

Persyaratan ruang terbuka hijau, sesuai pasal 18, bertujuan agar di dalam kawasan perumahan dan permukiman dapat memenuhi standar kebutuhan kawasan perumahan dan permukiman terhadap ruang terbuka hijau, mencakup pekarangan rumah, taman-taman lingkungan, jalur hijau jalan, pemakaman, dan ruang evakuasi bencana.

KDB (Koefisien Dasar Bangunan) dan KDH untuk zona perkotaan memiliki persentase KDB paling besar 50% dan KDH paling kecil 50% dan per persil nya 50% sampai dengan 70% untuk rumah deret.

B. Intensitas pemanfaatan lahan;

Menurut pasal 19 Permen 11 tahun 2008, intensitas pemanfaatan lahan dilaksanakan dengan menentukan besaran intensitas pemanfaatan lahan kawasan perumahan dan permukiman yang mencakup pengaturan kepadatan paling padat unit rumah per hektar dikaitkan dengan distribusi luas lantai paling luas bangunan terhadap persil maupun wilayah perencanaannya.

KLB lebih kecil dari 1.0 untuk rumah tidak susun; KDB per persil 50% sampai dengan 70% untuk rumah deret;

C. komposisi lahan efektif dan non efektif;

Menurut Pasal 20, lahan efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang digunakan untuk kavling perumahan dan permukiman maupun fasilitas lingkungan yang bersifat komersial dan dapat dijual, sementara lahan non efektif merupakan luas total lahan perpetakan yang digunakan untuk prasarana, sarana, dan utilitas lingkungan perumahan.

Ketentuan luas lahan efektif untuk luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, memiliki luas lahan efektif paling besar 70%.

Ketentuan luas prasarana dan utilitas untuk luas wilayah perencanaan lebih kecil atau sama dengan 25 ha, memiliki luas prasarana dan utilitas paling besar 25%.

Ketentuan luas sarana untuk luas wilayah perencanaan paling kecil atau sama dengan 25 ha, memiliki luas sarana paling kecil 5%.

D. Subsidi silang;

Sesuai pasal 21 Permen 11 Tahun 2008, Subsidi silang merupakan penyediaan lingkungan hunian untuk masyarakat dari berbagai profesi, tingkat ekonomi, dan status sosial yang diatur dalam tatanan kehidupan seimbang dan kelompok masyarakat yang lebih mampu memiliki kesempatan untuk membantu kelompok masyarakat yang kurang mampu.

Dalam rangka keserasian kawasan, pemerintah daerah diharapkan:

Page 7: Fikri BAB 2 dan 3.docx

a. mendorong tersedianya perumahan sederhana bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

b. mencegah terbentuknya lingkungan perumahan eksklusif yang dapat mendorong terciptanya kerawanan sosial;

c. mewajibkan kawasan kelompok perumahan mewah dan perumahan menengah membantu

kelompok perumahan sederhana dalam kegiatan pengelolaan dan pemeliharaan;

E. Keserasian sosial;

Menurut pasal 22, persyaratan keserasian sosial ditentukan dengan menciptakan keseimbangan lingkungan tempat tinggal agar berbagai golongan dalam masyarakat dapat hidup secara nyaman dan menumbuhkan rasa kesetiakawanan sosial, rasa kekeluargaan, kebersamaan, dan kegotong-royongan, serta mencegah terjadinya kesenjangan, dan kecemburaan dan konflik sosial.

Persyaratan keserasian sosial sebagaimana dimaksud pada ayat mewajibkan kawasan perumahan dan permukiman membentuk ruang-ruang sosial yang dapat dimanfaatkan oleh berbagai golongan dalam masyarakat secara bersama-sama.

F. Keserasian budaya;

Menurut pasal 23, keserasian budaya bagi kawasan perumahan dan permukiman adalah kewajiban untuk memanfaatkan sumber daya lokal, kelestarian budaya, dan keberlanjutan sumber daya pembangunan, baik tenaga kerja, perancangan dan perencanaan, material bangunan dan/atau material alam, sehingga kawasan perumahan dan permukiman yang dibangun tidak memicu kesenjangan budaya bagi lingkungan maupun masyarakat setempat.

Dalam penataan kawasan perumahan dan permukiman, arsitektur tradisional, tatanan adat, peraturan daerah dan peraturan adat merupakan komponen budaya yang harus dihargai dan dapat diterjemahkan ke dalam konteks kekinian.

Keserasian budaya bagi kawasan perumahan dan permukiman dengan masyarakat yang heterogen adalah kewajiban untuk membangun sarana budaya secara seimbang digunakan oleh masyarakat dari berbagai latar belakang budaya dan agama untuk hidup berdampingan secara nyaman dan terpenuhi kebutuhan sosial budayanya.

G. Penyesuaian lingkungan rumah dengan koridor jalan;

Menurut pasal 25, persyaratan keserasian prasarana, sarana dan utilitas kawasan ditentukan dengan merancang keserasian prasarana lingkungan, keserasian sarana lingkungan, dan keserasian utilitas

Page 8: Fikri BAB 2 dan 3.docx

secara terpadu sesuai dengan standar dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku, serta dibangun dengan kapasitas yang memadai sesuai dengan kebutuhan kawasan perumahan dan permukiman.

H. Keserasian prasarana, sarana dan utilitas kawasan.

Keserasian prasarana lingkungan mengatur prasarana jalan, drainase, air limbah, persampahan dan jaringan air minum, dengan ketentuan:

a. perencanaan prasarana lingkungan harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta mewujudkan keseimbangan bagi kepadatan hunian kawasan;

b. penetapan garis-garis sempadan yang melindungi badan air alami sesuai ketentuan dan perundangan yang berlaku;

c. sistem prasarana lingkungan yang menerus dengan ukuran dan dimensi disesuaikan dengan kapasitasnya serta harus terintegrasi dengan sistem prasarana lingkungan di luar kawasan;

d. penyediaan prasarana lingkungan diatur oleh peraturan dan standar teknis yang berlaku.

Keserasian sarana lingkungan mengatur fasilitas pemerintahan, fasilitas pendidikan, fasilitas pelayanan kesehatan, fasilitas perbelanjaan, fasilitas kebudayaan dan rekreasi, fasilitas ruang terbuka hijau, serta fasilitas tempat peribadatan, dengan ketentuan:

a. perencanaan sarana lingkungan harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta mewujudkan keseimbangan bagi jumlah penduduk yang dilayani di dalam kawasan perumahan dan permukiman;

b. ketersediaan sarana lingkungan harus dapat meningkatkan kualitas kehidupan lingkungan perumahan;

c. ketersediaan jenis dan besaran sarana lingkungan sesuai kebutuhan jumlah penduduk dan aktivitas sosial yang dilayani;

d. penyediaan sarana lingkungan yang berintegrasi dengan satuan unit lingkungan terdekat untuk mencapai radius pelayanan sarana lingkungan sesuai dengan standar teknis yang berlaku.

Keserasian utilitas mengatur jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan gas, jaringan transportasi, dan pemadam kebakaran, dengan ketentuan:

a. perencanaan utilitas harus dapat memberikan rasa aman dan nyaman serta mewujudkan keseimbangan bagi kepadatan hunian kawasan;

b. penyediaan utilitas yang memadai dengan kapasitas sesuai dengan kebutuhan penghuni kawasan perumahan dan permukiman ditentukan berdasarkan peraturan perundangan dan standar teknis yang berlaku.

Page 9: Fikri BAB 2 dan 3.docx

Menurut Bab 2, Pasal 2, pada pembangunan perumahan, wajib tersedia prasarana lingkungan, utilitas umum, dan fasilitas sosial dengan proporsi paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari keseluruhan luas lahan perumahan.

Mengutip isi dari Bab 3, tentang PENYEDIAAN DAN PENYERAHAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS membahas Kawasan Perumahan dan Permukiman, Pasal 4, setiap pembangunan perumahan wajib tersediakan prasarana, sarana dan utilitas dengan proporsi paling sedikit 30 % untuk luas lahan lebih kecil atau sama dengan 25 Ha.

Maka, untuk sebuah perumahan one stop living yang ideal, dibutuhkan dan diperlukan kerja sama yang baik antara (sesuai pasal 5):

a. Prasarana, antara lain : 1. jaringan jalan; 2. jaringan saluran pembuangan air limbah; 3. jaringan saluran pembuangan air hujan (drainase); dan 4. tempat pembuangan sampah. b. Sarana, antara lain : 1. sarana perniagaan/perbelanjaan; 2. sarana pelayanan umum dan pemerintahan; 3. sarana pendidikan; 4. sarana kesehatan; 5. sarana peribadatan; 6. sarana rekreasi dan olahraga; 7. sarana pemakaman/tempat pemakaman; 8. sarana pertamanan dan ruang terbuka hijau; dan 9. sarana parkir. c. Utilitas, antara lain : 1. jaringan air bersih; 2. jaringan listrik; 3. jaringan telepon; 4. jaringan gas; 5. jaringan transportasi; 6. sarana pemadam kebakaran; dan 7. sarana penerangan jalan umum.