Fikri Arsyl_Pangan Lokal Paper
-
Upload
arsyl-cobes -
Category
Documents
-
view
15 -
download
3
Transcript of Fikri Arsyl_Pangan Lokal Paper
“Upaya peningkatan ketahanan pangan
melalui diversifikasi pangan berbasis pangan lokal”
TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN LOKAL
oleh
FIKRI ARSYL RAMBE (111710101025)
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
2013
ABSTRAK
Ketergantungan pangan pokok beras masyarakat Indonesia saat ini
sangat tinggi. Hal ini menyebabkan ketahanan pangan di Indonesia semakin
lamamenjadi semakin menurun. Faktor yang menyebabkan lemahnya ketahanan
pangan di Indonesia adalah pengalihan fungsi lahan, meningkatnya jumlah
penduduk, teknologi pengolahan pangan lokal yang kurang optimal sehingga
tidak dapat menciptakan inovasi baru terhadap pangan lokal, bergesernya pola
pikir dan gaya hidup masyarakat serta kurangnya respon masyarakat terhadap
kebijakan pemerintah tentng ketahanan pangan.Untuk mengatasi hal tersbut
diperlukan suatu upaya yang dapat meningkatkan ketahanan pangan, salah
satunya adalah program diversifikasi pangan lokal. Dengan adanya diversifikasi
pangan ini diharapkan masyarakat dapat mengubah pola pikirnya yang semula
bergantung pada beras berganti menjadi mengonsumsi pangan yang beragam
dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang ada karena sebenarnya pangan
lokal lebih memiliki potensi sebagai pangan yang aman dan bergizi untuk
dikonsumsi sehingga kesejahteraan masyarakat dapat tercapai dan ketahanan
pangan meningkat.
Kata kunci : Ketahanan pangan, diversifikasi pangan, pangan lokal
PENDAHULUAN
Pangan merupakan kebutuhan pokok terpenting bagi manusia yang harus
dipenuhi agar bisa bertahan hidup, oleh karena itu perkembangan pertanian sangat
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan manusia akan pangan dan menunjang
berbagai aktivitas industri yang juga ditujukan untuk melengkapi kebutuhan
sehari-hari manusia.
Pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat terutama pada negara
berkembang seperti Indonesia mengharuskanterlaksanannya penerapan berbagai
teknologi dan inovasi pertanian agar produksi dapat menunjang permintaan
pangan yang tinggi. Namun pada kenyataannya Indonesia tidak bisa
melaksanakan penerapan berbagai teknologi dan inovasi pertanian dengan baik,
sehingga Indonesia mengalami krisis pangan.
Untuk itulah perlu adanya formulasi bagaimana menyelesaikan krisis
pangan yang dihadapi bangsa ini. Sehingga bangsa ini dapat hidup dengan tenang
dan kecukupan. Difersivikasi pangan menjadi salah satu upaya yang saat ini terus
dioptimalkan sehingga nantinya ketergantungan akan satu komuditi bahan pokok
tidak akan terjadi lagi.
REVIEW LITERATUR
1. Permasalahan Pangan dan Pola Konsumsi Masyarakat
a. Konsumsi beras di Indonesia masih di atas 100 kg per kapita per tahun.
Idealnya, 60 kg per kapita per tahun, (Jepang).
b. Ketergantungan masyarakat Indonesia pada beras sangat tinggi.
c. Harga beras > Rp. 4.800 yang menyebabkan masyarakat kalangan bawah
sulit untuk menjangkaunya sehingga memaksa mereka untuk membeli
beras aking atau karak.
d. Masyarakat kelompok kurang mampu memakan nasi aking, seperti tahun-
tahun 60 – 70 an.
e. Akar permasalahan: Kemiskinan.
Pada saat ini masyarakat Indonesia seperti didorong untuk makan nasi.
Padahal masih banyak sumber pangan lain yang dapat kita manfaatkan
untuk mengganti ataupun melengkapi konsumsi beras ini. Seperti
singkong, ubi jalar, sagu, jagung, suweg, gembili, kentang, ganyong, dan
masih banyak bahan alternatif lainnya yang nilai gizinya tidak kalah bahkan
memiliki kelebihan dibandingkan beras. Misalnya, pada biji jagung yang
memiliki kandungan vitamin A paling tinggi diantara biji-bijian lainnya
(Almatsier,2004). Selain itu, ubi kayu juga kaya akan kalori dan dan bisa
dibuat menjadi berbagai macam makanan (Widowati,2001). Dengan adanya
hal tersebut AKG masyarakat Indonesia diharapkan dapat terpenuhi. AKG
(angka kecukupan gizi) adalah taraf konsumsi zat-zat esensial, yang
berdasarkan pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan
hampir semua orang sehat (Almatsier, 2004).
Berdasarkan hal tersebut maka perlu adanya perubahan pola pikir
masyarakat menjadi lebih baik. Dalam hal ini, maka perlu dilakukan
diversifikasi pangan yakni penganekaragaman konsumsi pangan sehingga
kebutuhan negara terhadap beras dapat berkurang dan ketahanan pangan dapat
ditingkatkan.
2. Ketahanan Pangan
Menurut Undang-undang No.7 Tahun 1996 tentang Pangan,
mengartikan ketahanan pangan sebagai kondisi terpenuhinya pangan bagi
setiap rumah tangga, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik
jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau. Pengertian mengenai
ketahanan pangan tersebut mencakup aspek makro, yaitu tersedianya pangan
yang cukup; dan sekaligus aspek mikro, yaitu terpenuhinya kebutuhan pangan
setiap rumah tangga untuk menjalani hidup yang sehat dan aktif.
Sedangkan, menurut FAO (1996) dan Frankenberger
(1992)ketahanan pangan merupakan upaya menjamin bahwa semua orang
pada seluruh waktu mempunyai akses phisik maupun akses ekonomi pada
pangan dasar yang mereka butuhkan. Dari kedua pengertian tersebut dapat
diketahui bahwa ketahanan pangan merupakankondisi terpenuhinya pangan
masyarakat yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman,
terjangkau,mudah diakses dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan
berbasis pada keragaman sumberdaya lokal.
Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan UU RI
No. 7 tahun 1996, yang mengadopsi definisi dari FAO, ada 4 komponen yang
harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan pangan yaitu:
1. Kecukupan ketersediaan pangan.
2. Stabilitas ketersediaan pangan tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau
dari tahun ke tahun.
3. Aksesibilitas atau keterjangkauan terhadap pangan.
4. Kualitas atau keamanan pangan.
Menurut Bustanul Arifin (2005) ketahanan pangan merupakan
tantangan yang mendapatkan prioritas untuk mencapai kesejahteraan bangsa
pada abad milenium ini. Apabila melihat Penjelasan PP 68/2002 tersebut,
upaya mewujudkan ketahanan pangan nasional harus bertumpu pada sumber
daya pangan lokal yang mengandung keragaman antar daerah.
Sejalan dengan otonomi daerah yang diatur dalam UU No.22
tahun1999 dan PP No.25 tahun 2000, maka pelaksanaan manajemen
pembangunan ketahanan pangan di pusat dan daerah diletakkan sesuai dengan
peta kewenangan pemerintah. Dalam PP No. 68 tahun 2002 tentang ketahanan
pangan dalam Bab VI pasal 13 ayat 1 tertulis dengan jelas bahwa “Pemerintah
Provinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota, dan atau Pemerintah Desa
melaksanakan kebijakan dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan
ketahanan pangan di wilayahnya masing-masing dengan memperhatikan
pedoman, norma, standar dan kriteria yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat”.
Untuk menguatkan peran dan tanggung jawab pemerintah daerah, terdapat
kesepakatan bersama Gubernur/ketua DKP (Dinas Ketahanan Pangan)
Provinsi yang mengharuskan mereka untuk mengembangkan berbagai
program dan kegiatan ketahanan pangan yang komprehensif serta
berkesinambungan dalam rangka memantapkan ketahanan pangan nasional.
Program dan kegiatan tersebut menjadi prioritas program pembangunan
daerah.
3. Diversifikasi Pangan
Diversifikasi konsumsi pangan mempunyai peranan yang sangat
penting dalam upaya peningkatan perbaikan gizi untuk mendapatkan manusia
yang berkualitas.Dalam aspek makro, peranan diversifikasi pangan dapat
dijadikan sebagai instrumen kebijakan untuk mengurangi ketergantungan pada
beras sehingga mampu meningkatkan ketahanan pangan nasional, serta dapat
dijadikan instrumen peningkatan produktifitas kerja melalui perbaikan gizi
masyarakat.
Diversifikasi pangan adalahsuatu proses pemilihan pangan yang
tidak tergantung pada satu jenis pangan saja tetapi lebih terhadap berbagai
bahan pangan mulai dari aspek produksi, pengolahan, distribusi, hingga
konsumsi pangan.Selain itu diversifikasi pangan juga dapat didefinisikan
sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat melalui
peningkatan mutu gizi makanan dengan pola konsumsi yang lebih beragam
atau usaha untuk lebih menganekaragamkan jenis konsumsi dan
meningkatkan mutu gizi makanan rakyat dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan rakyat.
Menurut Martianto (2005), semakin beragam konsumsi pangan maka
kualitas pangan yang dikonsumsi semakin baik. Oleh karena itu dimensi
diversifikasi pangan tidak hanya terbatas pada pada diversifikasi konsumsi
makanan pokok saja, tetapi juga makanan pendamping. Selain itu Keragaman
pangan juga meningkatkan asupan zat-zat antioksidan, serat, serta penawar
terhadap senyawa yang merugikan kesehatan seperti kolesterol. Di samping
itu, keragaman juga memberikan lebih banyak pilihan kepada masyarakat
untuk memperoleh pangan sesuai preferensinya.
Tiga aspek penting yang harus digarap untuk memacu diversifikasi
pangan secara efektif, yaitu:
a. Daya tarik ekonomi dan citra pangan yang ditawarkan.
b. Kemampuan ekonomi masyarakat.
c. Kesadaran masyarakat terhadap pangan bergizi dan kesehatan.
4. Pola Konsumsi
Pola konsumsi adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi
bahan pangan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari, dan merupakan ciri khas
pada suatu kelompok masyarakat tertentu (Harper, 1985).
Pola konsumsi pangan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial, dan
budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi, dan
kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan, dan produksi pada setiap
daerah.
Pola konsumsi pangan dapat dipengaruhi oleh kondisi ekonomi, sosial,
dan budaya masyarakat. Konsumsi pangan berkaitan dengan masalah gizi dan
kesehatan, ukuran kemiskinan, serta prencanaan dan produksi pada setiap
daerah. Konsumsi masyarakat terhadap pangan dapat dilihat dari
kecenderungan masyarakat mengkonsumsi jenis pangan tertentu. Apabila pola
konsumsi pangan masyarakat beragam, maka gizi yang didapatkan juga akan
beragam pula sehingga kecukupan gizi pada masing-masing individu dapat
terpenuhi sesuai dengan kecukupan gizi yang telah dianjurkan.
5. AKG (Angka Kecukupan Gizi)
AKG adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan
untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua masyarakat menurut
kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis (Moehdi, 2002). AKG
dianjurkan untuk menilai kecukupan gizi yang telah dicapai melalui konsumsi,
makanan bagi penduduk/golongan masyarakat yang didapatkan dari hasil
survei gizi/makanan, untuk merencanakan penyediaan pangan tingkat regional
maupun nasional, dll.
6. Pangan Lokal
Pangan lokal adalah pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai
dengan potensi dan sumberdaya wilayah dan budaya setempat.Kebijakan
pengembangan konsumsi pangan dapat diarahkan pada :
a. Pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan yang diarahkan
untuk memperbaiki konsumsi pangan penduduk baik jumlah maupun
mutu, termasuk keragaman dan keseimbangan gizinya.
b. Pengembangan konsumsi pangan lokal baik nabati dan hewani yang
diarahkan untuk meningkatkan mutu pangan lokal dan makanan
tradisional dengan memperhatikan standar mutu dan keamanan pangan
sehingga dapat diterima di seluruh lapisan masyarakat.
Strategi pengembangan konsumsi pangan diarahkan pada tiga hal
yaitu produk atau ketersediaan, pengolahan dan pemasaranan. Strategi
pengembangannya adalah :
a. Pemberdayaan masyarakat dengan peningkatan peran masyarakat
dalampengembangan konsumsi pangan, peningkatankesadaran, sehingga
pendapatan setiap ruma tangga tercukupi.
b. Peningkatan kemitraan. Merupakan implementasi, sinkronisasi dan
kerjasama antara semua stakeholders dalam pengembangan
konsumsipangan.
c. Sosialisasi dengan memasyarakatkan dan meningkatkan apresiasi
masyarakat dalam pengembangan konsumsi pangan melalui publikasi.
Menurut Riyadi (1996),untuk memulai memasyarakatkan
diversifikasi pangan lokal kepada elemen-elemen masyarakat yang dapat
diwujudkan dengan:
a. Penyuluhan mengenai pentingnya mengurangi konsumsi beras
Melalui media cetak maupun elektronik perlu digencarkan
penyuluhan mengenai pentingnya memilih pangan lokal, yang diantara
alasannya adalah : (1) mengonsumsi nasi yang banyak pada usia diatas 50
tahun menyebabkan lebih rentan terkena diabetes militus; (2) beberapa
bahan makanan pokok : jagung, singkong, dan gembili mempunyai
beberapa komponen nilai gizi yang lebih tinggi daripada beras.
b. Pendidikan pada anak-anak terkait diversifikasi pangan lokal
Melalui kerjasama dengan guru, penyuluh pertanian dapat
memberikan penyuluhan ke PAUD dan SD. Mungkin begitu susahnya
mengarahkan orang dewasa untuk memakai produk lokal yang seringkali
karena persoalan gengsi, maka pendidikan pada masa anak-anak juga
mendorong untuk membantuk mind set agar anak lebih mencintai produk
dalam negeri sekaligus menanamkan rasa nasionalisme.
c. Merutinkan gerakan sehari tanpa nasi
Gerakan ini sudah dicanangkan pemerintah melalui Kementerian
Pertanian. Apabila masyarakat Indonesia dalam satu pekan ada satu hari
tidak makan nasi maka tentunya beras yang dapat “dihemat” dari 237,6
juta penduduk yang terbiasa makan nasi akan begitu besar, sehingga
alokasi beras yang tidak dimanfaatkan ini dapat dijadikan sebagai
cadangan beras nasional, sehingga impor beras dengan dalih mencukupi
cadangan beras nasional dapat ditiadakan.
d. Konsumsi dalam pertemuan-pertemuan menggunakan pangan lokal
Konsumsi dalam rapat atau pertemuan identik dengan roti atau
olahan dari gandum, jika kepala daerah mengintruksikan bahkan
membuat Perda mengenai hal ini minimal ditingkat pemerintahannya
maka tentunya hal ini tidaklah sulit dilakukan. Nantinya hidangan yang
ada dalam pertemuan misalnya tiwul, tempe gembus, dan pisang rebus.
Untuk itu pemimpin daerah perlu menaruh perhatian pada persoalan
kedaulatan pangan.
e. Mengadakan lomba pengolahan masakan berbahan pangan lokal
Seringkali dalam perayaan hari jadi daerah dan perayaan
kemerdekaan RI diadakan aneka lomba, alangkah lebih baiknya lomba
terkait pengolahan masakan berbahan pangan lokal dimasukan dalam
agenda kegiatan tersebut. Lomba-lomba semacam ini akan memacu
inovasi dari masyarakat dalam membuat makanan dari bahan lokal yang
menarik, enak, juga sehat.
PENUTUP
Berdasarkan paper yang telah disusun, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Faktor yang menyebabkan lemahnya ketahanan pangan di Indonesia adalah
pengalihan fungsi lahan, meningkatnya jumlah penduduk, teknologi
pengolahan pangan lokal yang kurang optimal sehingga tidak dapat
menciptakan inovasi baru terhadap pangan lokal, bergesernya pola pikir dan
gaya hidup masyarakat serta kurangnya respon masyarakat terhadap kebijakan
pemerintah tentng ketahanan pangan.
2. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan masyarakat yang
cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, terjangkau,mudah diakses dan
didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman
sumberdaya lokal.
3. Diversifikasi pangan adalahsuatu proses pemilihan pangan yang tidak
tergantung pada satu jenis pangan saja tetapi lebih terhadap berbagai bahan
pangan mulai dari aspek produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi
pangan.
4. Pola konsumsi adalah gambaran mengenai jumlah, jenis, dan frekuensi bahan
pangan yang dikonsumsi seseorang sehari-hari, dan merupakan ciri khas pada
suatu kelompok masyarakat tertentu.
5. AKG adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan untuk
hidup sehat setiap hari bagi hampir semua masyarakat menurut kelompok
umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis.
6. Pangan lokal merupakan pangan yang diproduksi dan dikembangkan sesuai
potensi dan sumberdaya dari wilayah setempat.
7. Pada UU RI No. 7 terdapat 4 aspek dalam konsep ketahanan pangan yaitu
peningkatan ketersediaan pangan, stabilitas ketersediaan pangan, akses
pangan, dan penyerapan pangan.
8. Upaya yang dapat dilakukan untuk memasyarakatkan pangan lokal
diantaranya adalah penyuluhan mengenai pentingnya mengurangi konsumsi
beras, pendidikan pada anak-anak terkait diversifikasi pangan local,
merutinkan gerakan satu hari tanpa nasi, konsumsi dalam pertemuan-
pertemuan menggunakan pangan local, mengadakan lomba pengolahan
masakan berbahan pangan lokal, dan membentuk sistem agribisnis produk
pangan lokal.
Saran
Kerjasama antara pemerintah dengan masyarakat adalah kunci tercapainya
ketahanan pangan.
Merubah pola pikir masyarakat atas ketergantungannya terhadap satu komuditi
harus mulai dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Almatsier. S, 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Umum.
Arifin, Bustanul. 2005. Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta: LP3ES.
FAO. 1996. World Food Summit. Volume 1,2, dan 3. Rome: FAO.
Harper, Laura J. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. Terjemahan oleh Suhardjo.
Jakarta: UI Press.
Martianto, D. 2005. Pengembangan Diversifikasi Konsumsi Pangan. Seminar
Pengembangan Diversifikasi Pangan. Jakarta: Bappenas.
Maxwell S. and Frankenberger T. 1992. Household Food Security: Concepts,
Indicators, Measurements: A Technical Review.Rome: IFAD/UNICEF.
Moehdi, S. 2002. Ilmu Gizi. Jakarta: Papasinar Sinanti.
Riyadi. 1996. Penganekaragaman Konsumsi Pangan. Jakrta: UI Press.
Widowati, S dan D.S. Damardjati. 2001. Menggali Sumberdaya Pangan Lokal
dalam Rangka Ketahanan Pangan.Majalah PANGAN No 36/X/Jan
/2001. Jakarta: BULOG.