Paper Pengertian Pangan Lokal Dan Ketahanan Pangan K.4

38
Diversifikasi Pangan dalam Mengatasi Masalah Ketahanan Pangan Teknologi Pengolahan Pangan Lokal Disusun oleh : Kelompok : 4 Desy Amita Putri (121710101097) Akhmad Tri Rifqi (121710101099) Abdul Mukit (121710101121) Yasinta Suci (121710101122) Faris Malik Ibrahim (121710101125)

Transcript of Paper Pengertian Pangan Lokal Dan Ketahanan Pangan K.4

Diversifikasi Pangan dalam Mengatasi Masalah Ketahanan PanganTeknologi Pengolahan Pangan Lokal

Disusun oleh :Kelompok : 4

Desy Amita Putri(121710101097)Akhmad Tri Rifqi(121710101099)Abdul Mukit(121710101121)Yasinta Suci(121710101122)Faris Malik Ibrahim(121710101125)

Fakultas Teknologi PertanianUniversitas Jember2014AbstrakDi era globalisai masyarakat dituntut untuk bergerak cepat, efektif, dan praktis,yang mengakibatkan perubahan budaya , dan akibat era globalisasi juga telah mengubah budaya pangan masyarakat Indonesia. Dampaknya saat ini adalah pola konsumsi makanan yang tidak beragam. Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996 ketahanan pangan yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Diversifikasi pangan adalah suatu proses perkembangan dalam pemanfaatan dan penyediaan pangan ke arah yang semakin beragam. Diversifikasi sangatlah penting untuk dilakukan karena merupakan salah satu upaya untuk mencapai ketahanan pangan. di Indonesia pola konsumsi masyarakat masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan. Pangan lokal adalah pangan tradisional yang dihasilkan dari suatu daerah di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam makanan olahan baik makanan pokok, maupun makanan tambahan diperlukan adanya pengembangan terhadap pangan local untuk meningkatkan kualitas, gizi, sehingga mampu bersaing dengan pangan modern yang saat ini sudah banyak dijumpai dikalangan masyarakat.Kunci: Diversifikasi pangan, ketahanan pangan, pangan lokal, pola konsumsi pangan AKG.

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDi era globalisai masyarakat dituntut untuk bergerak cepat, efektif, dan praktis. Baik itu dalama bekerja maupun dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga cara berfikir masyarakatpun cenderung mengarah kepada kepraktisan. Masyarakat juga mulai meniru kebudayaan barat yang pada dasarnya berbeda bahkan beberapa bertolak belakang dengan budaya Indonesia. Kemajuan bangsa barat pun menambah keinginan bangsa Indonesia untuk meniru bangsa barat. Mulai dari cara berbicara, berpakaian, bahkan juga makanan. Masyarakat Indonesia juga mulai menganggap kebudayaan tersebut sebagai sesuatu yang wah dan keren, sehingga patut untuk diterapkan.Ekspansi pasar dari produk luar negeri sangat gencar di Indonesia. Toko penjual makanan cepat saji yang merupakan makanan hasil kebudayaan luar banyak di temui di Indonesia. Pengiklanan dari produk mereka uga sangat gencar di Indonesia. Sehingga masyarakat mulai beralih pada makanan tersebut dari pada makanan tradisional. Sifat konsumtif masyarakat jugalah yang menebabkan perubahan kebudayaan ini. (Hafsah,J. 2012.)Selain perubahan budaya masyarakat, akibat dari revolusi hijau pada era pemerintahan soeharto juga telah mengubah budaya pangan masyarakat Indonesia. Pada era itu masyarakat dipaksa mengkonsumsi beras sebagai makanan pokok. Sedangkan selama ini mereka tidak hanya mengkonsumsi beras. Sebagian besar mengkonsumsi pangan lokal yang merupakan hasil kearifan lokal daerahnya, seperti sagu dan jagung. Masyarakat Dampaknya saat ini adalah pola konsumsi makanan yang tidak beragam. Sedangkan jumlah bahan pangan beras yang selalu minus an harus dipenuhi dengan jalan impor.Impor bahan pangan Indonesia bukan semakin kecil setiap tahun bahkan semakin besar.1.2 TujuanMemahami konsep dasar pangan lokal kaitannya dengan ketahanan pangan, diversivikasi pangan, pola konsumsi pangan, dan AKG.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketahanan Pangan1. Definisi dan paradigma ketahanan pangan terus mengalami perkembangan sejak adanya Conference of Food and Agriculture tahun 1943 yang mencanangkan konsep secure adequate and suitable supply of food for everyone. Definisi ketahanan pangan sangat bervariasi, namun umumnya mengacu definisi Maxwell dan Frankenberger (1992) yakni akses semua orang setiap saat pada pangan yang cukup untuk hidup sehat. Berikut disajikan beberapa definisi ketahanan yang sering diacu :Undang-Undang Pangan No.7 Tahun 1996: kondisi terpenuhinya kebutuhan pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan secara cukup, baik dari jumlah maupun mutunya, aman, merata dan terjangkau.2. USAID (1992): kondisi ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses secara fisik dan ekonomi untuk memperoleh kebutuhan konsumsinya untuk hidup sehat dan produktif. 3. FAO (1997) : situasi dimana semua rumah tangga mempunyai akses baik fisik maupun ekonomi untuk memperoleh pangan bagi seluruh anggota keluarganya, dimana rumah tangga tidak beresiko mengalami kehilangan kedua akses tersebut.4. FIVIMS (2005): kondisi ketika semua orang pada segala waktu secara fisik, social dan ekonomi memiliki akses pada pangan yang cukup, aman dan bergizi untuk pemenuhan kebutuhan konsumsi dan sesuai dengan seleranya (food preferences) demi kehidupan yang aktif dan sehat.5. Mercy Corps (2007) : keadaan ketika semua orang pada setiap saat mempunyai akses fisik, sosial, dan ekonomi terhadap terhadap kecukupan pangan, aman dan bergizi untuk kebutuhan gizi sesuai dengan seleranya untuk hidup produktif dan sehat.Di Indonesia sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun 1996, pengertian ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari: (1) tersedianya pangan secara cukup, baik dalam jumlah maupun mutunya; (2) aman; (3) merata; dan (4) terjangkau. Dengan pengertian tersebut, mewujudkan ketahanan pangan dapat lebih dipahami sebagai berikut:a. Terpenuhinya pangan dengan kondisi ketersediaan yang cukup, diartikan ke-tersediaan pangan dalam arti luas, mencakup pangan yang berasal dari tanaman, ternak, dan ikan untuk memenuhi kebutuhan atas karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral serta turunannya, yang bermanfaat bagi pertumbuhan kesehatan manusia.b. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang aman, diartikan bebas dari cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia, serta aman dari kaidah agama.c. Terpenuhinya pangan dengan kondisi yang merata, diartikan pangan yang harus tersedia setiap saat dan merata di seluruh tanah air.d. Terpenuhinya pangan dengan kondisi terjangkau, diartikan pangan mudah diperoleh rumah tangga dengan harga yang terjangkau.Ketahanan pangan lebih banyak ditentukan oleh kondisi sosial ekonomi pada agroklimat, dan pada akses terhadap pangan ketimbang produksi atau ketersediaan pangan. Bagi Indonesia upaya uang harus ditempuh untuk memantapkan ketahanan pangan.2.2 DiversifikasiKonsep diversifikasi pangan bukan suatu hal baru dalam peristilahan kebijakan pembangunan pertanian di Indonesia, oleh karena itu konsep tersebut telah banyak dirumuskan dan diinterprestasikan oleh para pakar sesuai dengan kontek tujuannya. Memandang diversifikasi pangan sebagai upaya yang sangat erat kaitannya dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia, pembangunan pertanian di bidang pangan dan perbaikan gizi masyarakat. Diversifikasi pangan ini tercakup aspek produksi, konsumsi, pemasaran, dan distribusi. Dari aspek produksi, diversifikasi berarti perluasan spektrum komoditas pangan, baik dalam hal perluasan pemanfaatan sumber daya, pengusahaan komoditas maupun pengembangan produksi komoditas pangan.Oleh karena itu, dilihat dari aspek produksi, diversifikasi mencakup pengertian diversifikasi horisontal maupun vertikal. Dari sisi konsumsi, diversifiksi pangan mencakup aspek perilaku yang didasari baik oleh pertimbangan ekonomis seperti pendapatan dan harga komoditas, maupun non ekonomis seperti kebiasaan, selera dan pengetahuan. Pertemuan antara sektor produksi dan konsumsi tidak terlepas dari peranan pemasaran dan distribusi komoditas pangan tersebut. Demikian pula Suhardjo (1998) menyebutkan bahwa pada dasarnya diversifikasi pangan mencakup tiga lingkup pengertian yang saling berkaitan, yaitu (1) diversifikasi konsumsi pangan, (2) diversifikasi ketersediaan pangan, dan (3) diversifikasi produksi pangan.Menurut Soetrisno (1998), diversifikasi pangan (dalam konteks konsumsi pangan) yaitu sebagai upaya menganekaragamkan jenis pangan yang dikonsumsi, mencakup pangan sumber energi dan zat gizi, sehingga memenuhi kebutuhan akan pangan dan gizi sesuai dengan kecukupan baik ditinjau dari kuantitas maupun kualitasnya. Diversifikasi pangan dimaksudkan untuk memperoleh keragaman zat gizi sekaligus melepas ketergantungan masyarakat atas satu jenis pangan pokok tertentu yaitu beras. Ketergantungan yang tinggi dapat memicu ketidakstabilan jika pasokan terganggu dan sebaliknya jika masyarakat menyukai pangan alternative maka ketidakstabilan akan dapat dijaga.2.3 Pola Konsumsi Menurut Ariani (2006), pola konsumsi pangan merupakan suatu susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang tiap hari yang umum dikonsumsi atau dimakan oleh penduduk dalam jangka waktu tertentu. Dari hasil diskusi, di Indonesia pola konsumsi masyarakat masih belum sesuai dengan pola pangan ideal yang tertuang dalam pola pangan harapan. Hal tersebut dibuktikan dari masih dominannya konsumsi masyarakat terhadap hasil pertanian kelompok padi-padian seperti beras, jagung, terigu. Perlu diwaspadai oleh masyarakat bahwa jenis konsumsi pangan yang bersumber lemak, minyak dan gula yang berlebihan. Pemerintah seharusnya menkontrol pola konsumsi rakyat yang berlebihan karena hal tersebut dapat menyebabkan dampak yang buruk terhadap kesehatan juga makin berkurangnya ketersediaan pangan karena konsumsi yang berlebih dan tidak diimbangi dengan produksi yang mencukupi. Apabila ketersediaan pangan tidak menukupi, maka pemerintah terpaksa melakukan impor bahan pangan dan menyebabkan tingkat impor Negara. Pola konsumsi dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu psikologis, budaya, fisiologis, dan social..Beberapa cara atau strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan pola konsumsi masyarakat menuju pala pangan yang sesuai dengan harapan yaitu dengan melalui sosialisasi yang dilakukan di kalangan kelompok-kelompok masyarakat seperti ibu rumah tangga, organisasi masyarakat dan lain-lain untuk menyampaikan dan menerapkan tata cara penyediaan pangan untuk konsumsi pangan, memberdayakan masyarakat untuk melaksanakan diversifikasi konsumsi pangan, melakukan promosi diversifikasi konsumsi pangan melalui penyuluhan dan diadakannya konsultasi kegiatan di posyandu tentang konsumsi pangan. Hal tersebut juga harus ditunjang dengan keterlibatan masyarakat untuk melakukan diversfikasi pangan. 2.4 Pangan LokalPangan lokal adalah pangan tradisional yang dihasilkan dari suatu daerah di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam makanan olahan baik makanan pokok, maupun makanan tambahan. Pangan lokal dapat dijadikan sebagai suatu ciri khas dari suatu daerah. Saat ini di Indonesia mulai banyak makanan yang berasal dari luar negeri dan menggeser pola konsumsi masyarakat terhadap pangan lokal. Oleh karena itu diperlukan adanya pengembangan terhadap pangan lokal untuk meningkatkan kualitas, gizi, sehingga mampu bersaing dengan pangan modern yang saat ini sudah banyak dijumpai dikalangan masyarakat. Kesadaran masyarakat sangat diperlukan untuk melestarikan pangan lokal, sehingga tidak hanya pemerintah yang wajib mempertahankan adanya pangan local untuk menunjuang kebutuhan masyarakat. Dengan adanya pangan lokal, maka difersivikasi pangan sedikit demi sedikit dapat terpenuhi karena pangan local berasal dari bahan pertanian asli Indonesia yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk olahan.Peningkatan ketersersedian juga dapat dilakukan dengan memperluas penggunaan suatu bahan, contohnya singkong menjadi beras cerdas. Diversifikasi pangan ditujukan pada penganekaragaman pangan yang berasal dari pangan pokok dan semua pangan lain yang di konsumsi rumah tangga termasuk lauk-pauk, sayuran, buah-buahan. Hal ini di maksudkan bahwa semakin beragam dan seimbang komposisi pangan yang di konsumsi akan semakin baik kualitas gizi.Dengan adanya peningkatan pemanfaatan pangan lokal dan diversifikasi pangan diharapkan dapat meningkatkan ketahanan pangan Indonesia. Ketahanan pangan diartikan sebagai (UU RI No 8 Tahun 2012) kondisi terpenuhinya Pangan bagi negara sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya Pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan juga dapat diartikan sebagai Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan masyarakat yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, terjangkau,mudah diakses dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Namun yang penting adalah dalam pemenuhan pangan untuk mencapai ketahanan pangan ini apakah Indonesia masih mengandalkan Negara lain untuk melaksanakannya. Oleh sebab itu perlu adanya gerakan kembali ke pangan lokal yang merupakan potensi lokal setiap daerah yang secara otomatis akan mempermudah akses terhadap bahan pangan tersebut dan proses diversifikasi pangan. Dengan melihat potensi lokal Indonesia, Indonesia seharusnya mampu untuk mewujutkan ketahan pangan tanpa mengimpor bahan pangan tersebut.2.5 AKG (Angka Kecukupan Gizi)AKG adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, aktivitas tubuh, untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa AKG harus dimiliki dari setiap makanan yang akan dikonsumsi masyarakat, sehingga diversifikasi pangan dan pola konsumsi pangan harus disesuaikan dengan AKG. Adanya makanan yang sesuai dengan AKG akan dapat mempermudah meningkatkan ketahanan pangan di Indonesia, sehingga masalah lemahnya ketahanan pangan dapat terselesaikan (Muhilal dkk,2000).Nilai kebutuhan gizi tiap individu berbeda, antara lain tergantung dari faktor genetik. Sedangkan kecukupan gizi yang dianjurkan atau lebih dikenal dengan angka kecukupan gizi (AKG), merupakan terjemahan bebas dari Recommended Dietary Allowance (RDA), diartikan sebagai suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh, dan aktifitas untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Karena AKG dimaksudkan hanya untuk golongan orang yang sehat, maka penyimpangan-penyimpangan khusus kebutuhan gizi sebagai akibat kelainan metabolisme (termasuk malnutrisi), perawatan khusus dan lainnya tidak diperhitungkan dalam Angka Kecukupan Gizi. BAB 3. PENUTUP3.1 KesimpulanBerdasarkan hasil diskusi dapat disimpulkan : Diversifikasi pangan adalah upaya meningkatkan ketahan pangan melalui penganekaragaman pangan, pola konsumsi dan produksi tanpa mengabaikan nilai gizi pangan. Pangan lokal merupakan pangan yang diproduksi dari suatu daerah di Indonesia yang terdiri dari berbagai macam makanan olahan baik makanan pokok, maupun makanan tambahan dan dikembangkan sesuai potensi dan sumberdaya. Ketahanan pangan merupakan kondisi terpenuhinya pangan masyarakat yang cukup baik jumlah maupun mutunya, aman, terjangkau,mudah diakses dan didasarkan pada optimalisasi pemanfaatan dan berbasis pada keragaman sumberdaya lokal. Pola konsumsi pangan merupakan suatu susunan makanan yang mencakup jenis dan jumlah bahan makanan rata-rata per orang tiap hari yang umum dikonsumsi atau dimakan oleh penduduk dalam jangka waktu tertentu. Cara atau strategi yang dapat dilakukan untuk pengembangan pola konsumsi masyarakat menuju pola pangan yang sesuai yaitu dengan melalui sosialisasi yang dilakukan di kalangan kelompok-kelompok masyarakat AKG merupakan angka kecukupan gizi yang harus dipenuhi oleh tiap- tiap masyarakat.

DAFTAR PUSTAKAAriani, M dan Ashari. 2006. Arah, Kendala, dan Pentingnya Diversifikasi Konsumsi Pangan di Indonesia. Forum Agro Ekonomi. Vol. 21, No. 2. Desember. Bogor.Soetrisno, N. 1998. Ketahanan Pangan. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VI. Serpong 17-20 Pebruari. LIPI. Jakarta.Frankenberger, Timothy. 1992. Indicators and Data Collection Methods for Assessing Household Food Security. Pp. 73-129 in Household Food Security: Concepts, Indicators, Measurements, edited by S. Maxwell and T. Frankenberger. New York and Rome: UNICEF and IFAD.FAO. 1997. Fiberboard and Particle Board. FAO. Geneva.FIVIMS Assessment Report,2005. Strengthening Food Insecurity and Vulnerability Information Management in Lesotho. Mr. Ren VerduijnMercy corps Indonesia.2009. healthy starts project developing a model to improve breastfeeding in Indonesia 3rd annual report.jakarta :mercy corps. PDF file. Diunduh 20 january 2014 Hafsah,J. 2012. Bisakah Indonesia mencapai kedaulatan pangan? September 2012. Jakarta.Maxwell, S., dan T. Frankenberger. (1992). Household food security concepts, indicators,and measurements. Maxwell S. dan T. Frankenberger. Diakses tanggal 20 Februari 2014.Muhilal, Jalal, F. Hardiyansyah, 2000 Angka Kecukupan Gizi yang di anjurkan, Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi.Suhardjo.1998. Universitas Indonesia, UI PRESS pangan dan pertanian. Jakarta.USAID. 1992. Brosur proyek pengelolaan sumber daya alam. USAID: Jakarta

UU Pangan No.7 Tahun 1996