FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

34

description

Laporan ringkas dari kegiatan FGD yang dilakukan Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan wilayah mengenai persampahan pada tanggal 19 Agustus 2010

Transcript of FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Page 1: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010
Page 2: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN

FOCUS GROUP DISCUSSION Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan

Pengelolaan Persampahan di Daerah

DEPUTI KOORDINASI BIDANG INFRASTRUKTUR DAN PENGEMBANGAN WILAYAH ASISTEN DEPUTI URUSAN TELEMATIKA DAN UTILITAS

Jakarta, 19 Agustus 2010 – Hotel Menara Peninsula

Page 3: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Isi :

1

Halaman

1. Pendahuluan……………………………….1

2. Latar Belakang…………………………….2

3. Maksud dan Tujuan……………………..3

4. Sasaran……………………………………….3

5. Pelaksanaan FGD…………………………3

6. Hasil-hasil Diskusi……………………….4

7. Analisa dan Pembahasan……………..6

8. Rencana Tindak Lanjut………………..9

LAMPIRAN

Undangan FGD (A1-A4)

Notulen FGD (B1-B8)

Daftar Peseta FGD (C1-C7)

HANDOUT FGD

Sambutan Bapak Deputi V,

Kemenko Ekon

Paparan KLH

Paparan Bappenas

Paparan Sekber Kartamantul

Paparan DKP Surabaya

Page 4: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 1

1

PENDAHULUAN

Proses pengolahan akhir sampah di Indonesia masih terkendala banyak hal.

Diantaranya ketersediaan lahan, sistem pengolahannya, jumlah timbulan sampah. Banyak

kasus penumpukan sampah yang terjadi di berbagai daerah karena kasus penutupan lahan.

Sistem pengolahan sampah yang dianut sebahagian besar TPA di daerah adalah sistem

pembuangan terbuka. Sistem yang mencemari lingkungan ini diwajibkan ditutup oleh UU

18 tahun 2008 pasal 44 ayat 2.

Sistem pengolahan akhir sampah yang

dianjurkan untuk dipakai adalah sistem lahan urug

terkontrol atau sistem lahan urug saniter. Pendanaan

untuk pembuatan sistem ini besar dan tidak cukup

hanya dari dana APBD. Kerjasama Pemerintah dan

Swasta merupakan salah satu solusi yang dapat

diambil Pemerintah Daerah. Adanya KPS ini juga

dapat memisahkan peran Regulator dan Operator.

Kondisi umum permasalahan persampahan yang ada saat ini di Indonesia antara

lain :

Hampir semua Daerah di Indonesia masih menggunakan sistem Open Dumping

sebagai pengelolaan akhir sampahnya;

Longsor TPA Leuwi Gajah berakibat darurat sampah Bandung;

Penumpukan sampah di beberapa daerah lain akibat keterbatasan lahan TPA;

Sampai saat ini Pemda belum bisa menerbitkan Perda pengelolaan sampah

dikarenakan RPP turunan dari UU 18 tahun 2008 belum dikeluarkan.

Untuk menjamin terselenggaranya perbaikan di bidang pengelolaan persampahan,

pada tahun 2008 pemerintah telah menerbitkan Undang Undang persampahan. Namun,

sejak disahkannya UU no. 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, PP turunan

dari UU tersebut belum dikeluarkan. Padahal, Pemerintah Daerah perlu mengeluarkan

Perda yang sinkron dengan PP tersebut.

Dari 11 RPP yang disebutkan dalam UU 18/2008 dan direncanakan akan

diterbitkan sebai pendukung UU Persampahan ini, diringkas menjadi 3 RPP saja, yaitu :

RPP tentang Pengurangan Sampah, RPP tentang Penanganan Sampah dan RPP tentang

Pengelolaan Sampah Spesifik.

TPA Open Dumping

Page 5: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 2

2

1

LATAR BELAKANG

Mengacu pada UU no 18 tentang Pengelolaan Persampahan, pasal 44 ayat 2,

yang berbunyi:

“Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang

menggunakan sistem pembuangan terbuka paling lama 5 (lima) tahun terhitung

sejak berlakunya Undang-Undang ini”.

Dari pasal tersebut berarti daerah-daerah yang selama ini masih menggunakan

sistem open dumping/ pembuangan terbuka harus merehabilitasi sistem pengelolaan

persampahannnya yang lebih berwawasan lingkungan sebelum tahun 2013. Tidak semua

daerah mampu melaksanakan pasal tersebut, karena masih terkendala faktor anggaran,

SDM, keterbatasan lahan dan penguasaan teknologi.

Sistem berwawasan lingkungan yang dapat digunakan adalah sistem sanitary

landfill dan control landfill. System control landfill dapat dipakai pada kota kecil dan

sedang, tetapi sifatnya juga sementara, sebelum siap diganti dengan system sanitary

landfill.

Sistem sanitary landfill merupakan

sarana pengurugan sampah ke lingkungan

yang disiapkan dan dioperasikan secara

sistematis. Ada proses penyebaran dan

pemadatan sampah pada area pengurugan

dan penutupan sampah setiap hari.

Penutupan sel sampah dengan tanah

penutup juga dilakukan setiap hari. Pada

sistem sanitary landfill terdapat saluran

untuk lindi dari sampah yang terhubung ke

pengolahan air limbah, sehingga tidak

mencemari air tanah. Selain itu terdapat pembuang gas yaitu gas metan, sehingga gas

tersebut tidak menumpuk dan menimbulkan bahaya terjadinya ledakan. Perencanaan

sistem sanitary landfill ini memang membutuhkan anggaran yang besar.

Pembiayaan persampahan selama ini dibebankan pada anggaran daerah yang

alokasinya relatif masih kecil. Selain itu, keterbatasan lahan juga masih menjadi kendala

utama dalam pengelolaan akhir sampah. Untuk mengatasi hal tersebut dapat diwujudkan

kerjasama antar pemerintah daerah sesuai dengan UU 18 Tahun 2008 pasal 26 dan 27 .

Untuk menerapkan teknologi pengolahan sampah yang produktif dan ramah

lingkungan, Kerjasama Pemerintah dan swasta (KPS) juga dapat dijadikan solusi dalam

pengelolaan sampah mengingat adanya minat swasta untuk berinvestasi dalam

pengelolaan sampah. Adanya kerjasama ini dapat mengatasi permasalahan anggaran

Sanitary Landfill

Page 6: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 3

3

1

5

1

4

1

pemerintah yang terbatas dan juga pemisahan peran stakeholders antara pembuat kebijakan

dan operasional. KPS dalam pengelolaan sampah di daerah dapat diwujudkan sesuai

dengan Perpres No. 13 tahun 2010 yang merupakan perubahan atas Peraturan Presiden

No. 67 tahun 2005 tentang kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan

infrastruktur.

MAKSUD DAN TUJUAN

Maksud dari FGD ini adalah untuk merumuskan secara bersama suatu langkah

kebijakan tentang pengelolaan sampah di daerah.

Adapun tujuan dari FGD ini adalah:

1. Mengidentifikasi dan memahami akar permasalahan pengelolaan sampah yang ada

di tiap daerah;

2. Memperoleh masukan dari para stakeholders tentang kerjasama regional antar

pemerintah daerah dalam pengelolaan sampah;

3. Memperoleh masukan dari para stakeholder tentang kerjasama antara pemerintah

dengan swasta dalam pengelolaan sampah yang saling menguntungkan.

SASARAN

Sasaran dari kegiatan FGD ini adalah terwujudnya pemahaman tentang kerjasama

antar daerah dan kerjasama pemerintah swasta dalam pengelolaan persampahan bagi

seluruh stakeholder yang meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah dalam hal ini

dinas terkait, lembaga swadaya masyarakat dan akademisi.

PELAKSANAAN FGD

Menunjuk pada surat undangan nomor : UND-93/D.V.M.EKON/08/2010

mengenai kegiatan FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan

Persampahan di Daerah dilaksanakan pada hari Kamis tanggal 19 Agustus 2010 di Hotel

Menara Peninsula, Jakarta. Acara ini dihadiri kurang lebih 90 orang peserta yang berasal

dari berbagai instansi dan lembaga terkait dengan pengelolaan persampahan antara lain :

Kementerian Lingkungan Hidup, Kementerian PU, Bappenas, Dinas Kebersihan Kota,

BPLHD, LSM, dan Akademisi.

Page 7: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 4

Eddy Satriya Tri Bangun Laksana

6

1

FGD dipimpin oleh Bapak Eddy Satriya dan dibagi ke dalam dua sesi, tiap sesi

diisi oleh pemaparan dari dua orang narasumber dan dilanjutkan dengan sesi tanya jawab.

Sesi pertama diisi oleh narasumber dari Kemen LH yaitu Bapak Tri Bangun Laksana yang

memaparkan tentang perkembangan kebijakan persampahan dan skema pembiayaan

persampahan dalam kebijakan, narasumber selanjutnya adalah Saudara Aldi dari

Direktorat Perumahan dan Pemukiman Bappenas yang memaparkan tentang skema

pembiayaan melalui kerjasama pemerintah dan swasta.

Sesi kedua diisi oleh narasumber dari Sekber Kartamantul yaitu Bapak Gendut

Sudarto yang memaparkan kerjasama daerah dalam pengelolaan persampahan dan

narasumber kedua adalah Bapak Aditya Wasita dari DKP Surabaya yang memaparkan

tentang pengelolaan sampah terpadu dan upaya pelaksanaan KPS di Surabaya.

HASIL-HASIL DISKUSI

Regulasi :

Di dalam kerjasama dengan swasta, ada 3 peraturan yang menaungi. PP

6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, PP 50/2007

tentang Tata Cara Pelaksanaan Kerjasama Daerah dan Perpres 13/2010 yang

merupakan perubahan atas Perpres 67/2005 tentang Kerjasama Pemerintah

dengan Badan Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur. Agar pengelolaan

sampah dapat menggunakan dana dari APBD, maka dibuat 2 dokumen seperti

yang dilakukan oleh DKP Surabaya. Pengelolaan sampah pada akhirnya akan

menggunakan TPA. Karena TPA adalah aset daerah, maka harus mengacu

pada PP 6/2006 yang dananya tidak dapat diambil dari APBD, sedangkan

untuk pengelolaan sampah digunakan PP 50/2007. Pemanfaatan lahan yang

mengacu pada PP 6/2006, kerjasamanya menggunakan kerjasama pemanfaatan

lahan yang di dalamnya terdapat biaya kontribusi tetap dan pembagian

keuntungan. Munculnya peraturan-peraturan ini, menyebabkan Pemda harus

merevisi dokumen lelangnya. Sehingga proses lelang berlarut-larut dan tidak

Aldy Markadianto Aditya Wasita Gendut Sudarto

Page 8: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 5

kunjung selesai. Diharapkan ada pengkajian lagi dalam peraturan-peraturan

sehingga implementasi di daerah tidak mempengaruhi pengembangan

kerjasama dalam pengelolaan sampah.

PP turunan dari UU 18/2008 saat ini belum ada, sehingga belum ada payung

hukum untuk permasalahan sampah padahal tumpukan sampah yang terjadi di

berbagai daerah masuk dalam skala besar. Saat ini, status 2 RPP dari 3 RPP

Pengelolaan Sampah yang akan diterbitkan sudah dalam proses harmonisasi di

Kemenhukham.

Terkait dengan Perpres 13/2010 tentang Kerjasama Pemerintah dengan Badan

Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur, perlu ada klarifikasi apakah

pengelolaan lahan setelah operasional masuk dalam pengelolaan sampah dalam

penyediaan infrastruktur apa tidak. Karena saat ini, di dalam UU 32/2009

tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU 18/2008 tentang Pengelolaan

Persampahan, Pemda mempunyai kewajiban untuk merawat TPA yang sudah

tutup. Selain itu, Pemda mempunyai kewajiban untuk inventaris emisi gas

rumah kaca. Diperlukan klarifikasi dalam pemanfaatan emisi Gas Rumah Kaca

yaitu metan yang dihasilkan oleh sampah, apakah dapat dimungkinkan

kerjasama antara Pemda dengan swasta nasional.

Pengelolaan :

Adanya permasalahan pemasaran kompos di beberapa daerah. Mengingat rata-

rata komposisi sampah organik di daerah sebesar 60%. Pihak daerah

mengharapkan adanya kerjasama dengan badan usaha mengenai pemasaran

kompos yang dapat dimasukkan dalam Kerjasama Pemerintah dan Swasta

(PPP). Dalam menyingkapi permasalahan ini, pihak KLH mengungkapkan

bahwa seharusnya prinsip mengolah sampah adalah untuk menghijaukan kota.

Kompos yang dihasilkan dapat didistribusikan kembali oleh Pemda melalui

dinas-dinas Pemerintah untuk taman kota atau dipakai kembali oleh warga.

Pembiayaan :

Dalam Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) terdapat permasalahan antara

Pemerintah dengan Swasta. Terdapat pembahasan mengenai proses kerjasama

antara pendapatan yang diperoleh swasta ataupun penerimaan yang diterima

oleh Pemda. Jika ada proyek sampah, Pemda akan melakukan tender ke

swasta, di satu sisi Pemda harus mendapat kontribusi dari swasta yang

mengolah sampahnya sedangkan Swasta meminta dana dari Pemda untuk

Page 9: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 6

7

mengolah sampah. Dalam mengolah sampah, pihak pengelola hanya mendapat

revenue dari hasil pengolahannya contohnya dari carbon credit, penangkapan

metan menjadi biogas dan tenaga listrik yang mungkin hal tersebut juga belum

dapat menutupi cost recovery. Hal ini berbeda dengan sektor lain seperti

pengolahan air yang hasilnya dapat dijual. Untuk itu dibutuhkan tipping fee

bagi pengelola sampah. Sedangkan kerjasama BOT (Build, Operate and Transfer)

tidak boleh dibebani oleh APBD. Oleh karena itu, perlu adanya aturan-aturan

dan penjelasannya yang berkaitan dengan KPS agar tidak adanya pembahasan

yang berkepanjangan mengenai pembayaran antara pemerintah dan swasta.

Saat ini, Bappenas sedang menyusun panduan KPS Infrastruktur untuk

mengatasi permasalahan di atas.

Besarnya biaya pengelolaan sampah belum ditentukan dengan jelas. Apakah

sampai pada pengangkutan saja ataukah sampai pada pengolahan akhir

sampah. Selain itu, perlu adanya spesifikasi komponen yang digunakan untuk

pengolahan akhir sampah secara sanitary landfill agar dapat disesuaikan dengan

harga satuan di tiap daerah.

Terdapat permasalahan kerjasama regional dalam pengelolaan sampah

bersama. Perlu ditetapkan standar baku mengenai variabel tipping fee tiap

daerah karena kemampuan finansial tiap daerah tidak sama.

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Regulasi

Dalam pengelolaan sampah, regulasi penting perannya sebagai payung hukum

pelaksanaan. Adanya regulasi yang jelas, akan mempengaruhi ketertarikan investor di

bidang persampahan. Pemerintah Kota/Kabupaten harus membuat regulasi sampah di

daerahnya. Sudah seharusnya bagi pemerintah Kota/Kabupaten memikirkan persoalan

sampah dengan serius.

Selain itu, proses kerjasama Pemda dengan pihak swasta yang berlarut-larut

memperlihatkan regulasi di bidang kerjasama di bidang persamapahan perlu dikaji ulang.

Hal-hal mengenai nilai tipping fee atau bidang yang dapat dikerjasamakan perlu dibahas

secara detail lagi.

Perlu juga diatur tentang lembaga yang berwenang terhadap pengelolaan sampah,

baik di pemerintah pusat hingga di lingkungan permukiman. Kewenangan pemerintah

dalam penanganan masalah sampah saat ini masih rancu. Pemerintah mengambil posisi

Page 10: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 7

regulator sekaligus operator sampah, padahal jika operator sampah melanggar dalam

mengelolanya, harus ditegur sesuai dengan regulasinya.

Pengelolaan

Pengelolaan sampah di daerah masih buruk. Belum adanya keseriusan pemerintah

kota dalam membangun kesadaran warganya untuk mengurangi sampah. Dukungan

Pemerintah sangat diperlukan untuk memberikan perhatian ekstra dan bantuan dalam

pensosialisasian masalah pengelolaan sampah yang sehat.

Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh, dan

berkesinambungan (sustainable) yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah.

Pemerintah pusat dan pemerintahan daerah bertugas menjamin terselenggaranya

pengelolaan sampah yang baik dan berwawasan lingkungan sesuai dengan tujuan

sebagaimana dimaksud dalam UU.No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Namun aplikasi di lapangan,

pelibatan masyarakat dan pengusaha masih

dirasakan kurang, malahan tidak sedikit

masyarakat yang tidak/kurang tahu ada

Undang-Undang yang mengatur

persampahan ini. Diharapkan peran

stackholder dalam mengapresiasi masalah

ini, masyarakat/lembaga sosial masyarakat

perlu memantau dan mengawasi

pelaksanaan dari regulasi persampahan ini,

demi meningkatkan kesejahteraan dan

derajat kesehatan masyarakat.

Pengelolaan sampah seyogyanya dilakukan sedekat mungkin dengan sumbernya,

yaitu produsen sampah itu sendiri. Produsen sampah bisa dipaparkan antara lain :

1. Rumah tangga / masyrakat umum.

2. Pusat perdagangan komersial : Pasar, hotel, restoran dan tempat hiburan

3. Fasilitas umum dan sosial : Rumah ibadah, rumah sakit, terminal, stasiun, sekolah

4. Industri besar : pabrik, perkantoran

5. dll

Dapat disimpulkan bahwa penanganan sampah adalah bukan semata-mata tugas

pemerintah. Jadi pengelolaan sampah harus ditangani ke pendekatan sumber sampah

tersebut diatas. Pendekatan secara umum bisa dilakukan dengan prinsip 4R yang bisa

diterapkan dalam keseharian di lingkup terkecil, yakni reduce, reuse, recycle dan replace.

Skema Hubungan Antar Komponen

Page 11: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 8

Untuk memecahkan masalah sampah harus melihat pola penanganan yang ada saat

ini. Dengan demikian pada titik mana dari mata rantai pembuangan sampah tersebut

dapat dilakukan perbaikan dan penyempurnaan sehingga sampah yang masuk ke TPA

pada akhirnya hanya berupa sampah yang benar-benar tidak dapat diolah kembali.

Pembiayaan

Anggaran untuk pengelolaan sampah di daerah cukup minim. Tidak sebanding

dengan sampah yang dikeluarkan saat ini. Salah satu target pengelolaan sampah dalam UU

18/2008 adalah pengelolaan sampah yang berbasis lingkungan yaitu sanitary landfill.

Tetapi perancangan dan pemeliharaan teknologi ini sangat mahal dan tidak mungkin

mengambil dari APBD. Dana yang dapat digunakan untuk teknologi ini mungkin dapat

digunakan untuk perbaikan sarana dan prasarana persampahan terlebih dahulu. Dengan

perbaikan di bidang tersebut, maka dapat dimungkinkan timbulan sampah yang terjadi di

kota tidak akan menumpuk dan tidak menambah berat proses di pengolahan akhir yang

ujungnya adalah pengeluaran dana.

Pembangunan TPA Sampah yang berwawasan lingkungan dengan menganut

sistem sanitary landfill membutuhkan biaya yang cukup besar. Untuk pembangunan dan

instalasi diperkirakan membutuhkan dana Rp. 57 Milyar / 1.500 m3. Biaya ini sangatlah

besar jika harus disediakan oleh hanya satu pemerintah kota saja. Solusinya yang dapat

diambil adalah dengan merevitalisasi TPA yang sudah ada yang tentu biayanya jauh lebih

murah dibandingkan dengan pembangunan TPA baru.

Alternatif lain yang bisa diambil adalah dengan membangun TPA regional yang

melayani beberapa wilayah sekaligus. Dengan TPA Regional ini keseluruhan biaya dapat

dibagi kepada daerah yang bekerjasama dengan proporsi sesuai kesepakatan seperti yang

dilakukan oleh Pemerintah Yogyakarta-Sleman-Bantul melalui Sekretariat Bersama

Kartamantul yang mengelola TPA Piyungan sebagai TPA Regional. Dalam menjamin

keberhasilan dari kerjasama antar daerah ini diperlukan pula pengawasan dari tingkat yang

lebih tinggi yaitu Pemerintah Provinsi yang dapat mengupayakan kebijakan yang

menyeluruh serta kerjasama dengan instansi yang lebih tinggi.

Pola Kerjasama dan Hubungan Antar Komponen

Page 12: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah, Kemenko Perekonomian

FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di Daerah | 9

8

Pembiayaan pengelolaan persampahan yang besar dapat pula diupayakan dengan

Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS) yang selama ini masih terkandala dalam masalah

peraturan terutama kebijakan di pemerintah pusat. Sebagai langkah lanjutan Pemerintah

Pusat melalui kementerian dan lembaga lainnya diharapkan dapat mengakomodasi

pemerintah daerah dalam kerjasama dengan swasta baik itu swasta dalam negri atau

bahkan swasta luar negeri.

Pengupayaan KPS telah dilakukan oleh beberapa daerah namun masih terkendala

dalam beberapa prosedur perijinan yang terkait dengan peraturan-peraturan yang

diterbitkan mengenai prosedur kerjasama pemerintah daerah dalam pelaksanaan

proogram pembangunan. Sebagai solusinya pemerintah pusat melalui kementerian terkait

diharapkan dapat merumuskan suatu prosedur penyusunan KPS yang kemudian bisa

diterbitkan dan bisa dijadikan acuan bagi pemerintah daerah dalam menyusun KPS agar

semua tahap perijinan dapat dilalui dengan baik.

RENCANA TINDAK LANJUT

Dalam rangka tindak lanjut FGD Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan

Pengelolaan Persampahan di Daerah yang telah selesai dilaksanakan, maka Kemenko

Bidang Perekonomian bersama-sama dengan stakehoder terkait akan melakukan kegiatan

sebagai berikut:

1. Mengadakan rapat koordinasi dengan perwakilan dari stakehoders terkait.

Pertemuan pertama akan direncanakan diadakan pada Minggu IV Bulan

September 2010. Dalam rapat ini akan disiapkan rencana dan langkah-langkah

penyusunan kebijakan pengelolaan dan pembiayaan persampahan di daerah.

2. Melakukan kunjungan kerja untuk mengevaluasi kebijakan pengelolaan dan

pembiayaan persampahan di daerah sekaligus melaksanakan Sinkronisasi

Kebijakan Persampahan dari Bulan Oktober – November 2010. Daerah yang akan

dikunjungi adalah:

a. Kota Gorontalo;

b. Kota Balikpapan;

c. Kota Jambi;

d. Kota Ternate.

3. Mengadakan Seminar Akhir Tahun pada Minggu I Bulan Desember 2010 untuk

mensosialisasikan draft Kebijakan Pengelolaan dan Pembiayaan Persampahan di

Daerah sebagai hasil dari Focus Group Discussion.

Page 13: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

LAMPIRAN

Page 14: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Undangan FGD | 1

LAMPIRAN A

Page 15: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Undangan FGD | 2

AGENDA

Focus Group Discussion (FGD) Koordinasi Pelaksanaan dan Pembiayaan Pengelolaan Persampahan di

Daerah

Ruang Rapat Cengkeh, Hotel Menara Peninsula Jakarta, 19 Agustus 2010

13.00 – 13.30 WIB Pendaftaran Peserta

13.30 – 13.45 WIB Pembukaan oleh Bp. Luky Eko Wuryanto, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Pengembangan Wilayah Kemenko Perekonomian

13.45 – 15.45 WIB Pemaparan dan Pembahasan Materi oleh :

Asdep Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan USK Kementerian Lingkungan Hidup.

Bagian Perencana Direktorat Permukiman dan Perumahan Bappenas

Ketua Sekretariat Bersama Kartamantul (Yogyakarta – Sleman – Bantul)

Sekretaris Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

Kepala Bidang Sarana Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya

Moderator : Eddy Satriya, Asdep Urusan Telematika dan Utilitas, Kemenko Perekonomian

15.45 – 16.00 WIB 16.00 – 17.15 WIB

Break Shalat Ashar Diskusi dan Tanya Jawab

17.15 – 17.45 WIB

17.45 WIB – Selesai

Penutupan : Eddy Satriya, Asdep Urusan Telematika dan Utilitas, Kemenko Perekonomian Buka Puasa Bersama

Page 16: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Undangan FGD | 3

DAFTAR LAMPIRAN UNDANGAN NO. UND. 93 /D.V.M.EKON/8/2010

Tanggal 11 Agustus 2010

Kepada Yth. Bapak / Ibu/ Saudara: Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian

1. Sesmenko Bidang Perekonomian 2. Staf Ahli Bidang Inovasi Teknologi dan Lingkungan Hidup 3. Asdep Urusan Telematika dan Utilitas 4. Asdep Urusan Perumahan 5. Kabid Telematika 6. Pejabat P2K Deputi V

Kementerian Pekerjaan Umum 7. Direktur Pengembangan Penyehatan Lingkungan, Ditjen Cipta Karya 8. Direktur Bina Program, Ditjen Cipta Karya 9. Kasubdit Pengembangan Sistem Drainase dan Persampahan, Ditjen Cipta Karya 10. Kasubdit Program dan Anggaran, Ditjen Cipta Karya 11. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial, Ekonomi, Budaya dan Peran

Masyarakat (SEBRANMAS) 12. Kepala Bidang Program dan Kerjasama, Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial,

Ekonomi, Budaya dan Peran Masyarakat (SEBRANMAS)

BAPPENAS 13. Direktur Pemukiman dan Perumahan 14. Direktur Pengembangan Kerjasama Pemerintah Swasta 15. Kepala Subdit Persampahan dan Drainase

Kementerian Negara Lingkungan Hidup

16. Asdep Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil Dinas Kebersihan

17. Kepala Dinas Kebersihan dan Keindahan Kota Banda Aceh 18. Kepala Dinas Kebersihan Kota Medan 19. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Padang 20. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Riau 21. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jambi 22. Kepala Dinas Kebersihan Kota Palembang 23. Kepala Dinas Pertamanan dan Kebersihan Kota Bengkulu 24. Kepala Dinas Kebersihan Kota Lampung 25. Kepala Dinas Kebersihan dan Kebakaran Kota Pangkal Pinang 26. Kepala Dinas Kebersihan Kota Batam 27. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tanjung Pinang 28. Kepala Dinas Kebersihan DKI 29. Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kota Bogor 30. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Depok 31. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Tangerang 32. Kepala Dinas Kebersihan Kota Bekasi 33. Kepala PD Kebersihan Kota Bandung

Page 17: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Undangan FGD | 4

34. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Semarang 35. Kepala Badan Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta 36. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Surabaya 37. Kepala Dinas Kebersihan Kota Serang 38. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar 39. Kepala Dinas Kebersihan Kota Mataram 40. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Kupang 41. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Pontianak 42. Kepala Dinas Pasar dan Kebersihan Kota Palangkaraya 43. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banjarmasin 44. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Samarinda 45. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Balikpapan 46. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Manado 47. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Palu 48. Kepala Dinas Pengelolaan Kebersihan Kota Makassar 49. Kepala Dinas Kebersihan Kota Kendari 50. Kepala Dinas Kebersihan Kota Gorontalo 51. Kepala Dinas Tata Ruang dan Kebersihan Kota Mamuju 52. Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Ambon 53. Kepala Dinas Kebersihan Kota Ternate 54. Kepala Dinas Kebersihan Kota Manokwari 55. Kepala Dinas Kebersihan, Pertamanan dan Pemakaman Kota Jayapura

Badan Pemerintah

56. Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumber Daya Alam, BPPT 57. Kepala BPLHD DKI Jakarta 58. Kepala BPLHD Jawa Barat

Lain Lain

59. Enri Damanhuri, Dosen Teknik Lingkungan ITB 60. Benno Rahardian, Dosen Teknik Lingkungan ITB 61. Evi Novita, Dosen Teknik Lingkungan UI 62. Pramiati, Dosen Teknik Lingkungan TRISAKTI 63. Ellina Pandebesie, Dosen Teknik Lingkungan ITS 64. Ketua Tim Teknis Pembangunan Sanitasi (TTPS) 65. Made Sudharma, Ketua BPKS Sarbagita, Denpasar 66. Office Manager Sekber Kartamantul, Yogyakarta 67. Kepala Balai Litbang Sosekkim, Yogyakarta 68. Wita P, Institutional Specialist ISSDP 69. Ketua Yayasan Dana Mitra Lingkungan, Jakarta 70. Ketua Environment Parliament Watch (EPW), Jakarta 71. Ketua Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi (YPBB), Bandung 72. Ketua Yayasan Bali Fokus, Denpasar 73. Wahana Lingkungan Hidup (WALHI)

Page 18: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Undangan FGD | 5

Page 19: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 1

NOTULEN

FOCUS GROUP DISCUSSION

KOORDINASI PELAKSANAAN DAN PEMBIAYAAN PENGELOLAAN

PERSAMPAHAN DI DAERAH

Jakarta, 19 Agustus 2010 – Hotel Menara Peninsula

Peserta yang hadir :

1. Kemenko Perekonomian

2. Kementerian Lingkungan Hidup

3. Kemen PPN/ Bappenas

4. Kementerian PU

5. BPPT

6. Dinas Kebersihan DKI Jakarta

7. Dinas Kebersihan Kota Medan

8. DKP Balikpapan

9. BLH Yogyakarta

10. Sekber Kartamantul

11. DKP Surabaya

12. DKP Padang

13. BLH Gorontalo

14. PD Kebersihan Bandung

15. BPLHD Jawa Barat

16. DKP Banjarmasin

17. DKP Jambi

18. Pemkot Jambi

19. Dinas Kebersihan Palembang

20. DKP Batam

21. DKP Tangerang

22. Universitas Indonesia

23. Universitas Trisakti

24. WALHI

25. Environmental Parliament Watch

26. Dana Mitra Lingkungan

DISKUSI SESI I

Pak Arif – Dinas Kebersihan Kota Jambi

Sudah menupayakan kegiatan 3R dan kompos.

Sepertinya kedepannya akan sia-sia. Kita sudah punya 4

rumah kompos. Permasalahannya adalah dalam pemasaran.

Komposisi daripada sampah organik rata-rata 60%. Kalau ke

TPA akan memakan biaya cukup besar. Kami berharapa dari

Menko perekonomian bisa mengkoordinasikan dengan

BUMN. Di Jambi ada PTT. Bekerjasama dengan bagian

hukum sehingga bisa ada proporsi untuk dipasarkan di PTT.

Yang kedua adalah seperti yang telah disebutkan, makin banyak yang urus makin baik.

Harapan kami adalah masyarakat ada kegiatan 3R. Namun yang menjadi masalah

kerjasama regional, luas prov adalah 53.000 m2. Sampah mereka masuk ke yang miskin

lahan. Peraturan yang jelas masalah TPA regional. Peran pusat prov swasta perlu ada

aturan yang jelas. Dan berharap PP UU 18/2008 segera selesai. Permasalahan sekarang

adalah sampah yang dibuang secara besar, dan belum bisa dikendalikan, sehingga perlu

payung hukum yang jelas.

LAMPIRAN B

Page 20: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 2

Pak Guntur Sitorus – Agro Engineering

Menyoroti tentag PPP/KPS. Salah satu alternatif

pembiayaan adalah kerjasama dengan pihak swasta dalam

pengelolaan sampah khususnya di TPA. Yang ingin

ditanyakan adalah bahwa seringkali dalam proses kerjasama

peng sampah anatara pendapatan yg diperoleh swasta

ataupun biaya yang harus dikeluarkan oleh Pemda, seringkali

menjadi pembahasan yang panjang. Dalam arti, kalau ada

suatu proyek persamapahan, Pemda akan melakukan

kerjasama dengan swasta dengan aturan sekarang harus melalui lelang. Dalam hal ini, di

satu sisi pemda harus mendapatkan kontribusi dari swasta yang mengolah sampahnya. Di

sisi lain, swasta meminta sejumlah dana yang disebut tipping fee untuk mengolah

sampah. Seringkali di sini terjadi perdebatan yang tidak ada habis-habisnya, pemerintah

meminta swasta tetapi swasta juga meminta uang pada pemerintah. Jadi aturan2-aturan

seperti PP 6/2006, PP 38/2008 dan Permendragi No. 17/2007 itu juga sangat ada

beberapa hal yang harus diuruskan dalam pengertian pemerintah harus membayar swasta

tapi swasta juga harus membayar pemerintah dalam bentuk yang disebut sebagai

kontribusi. Seperti nya hanya memindahkan uang. Dari sisi peraturan keliatannya baik

Perpres 67/2005 yang sudah direvisi menjadi Perpres 13/2010, ini juga dari proses lelang

sampai ke bentuk kerjasama ini masih banyak hal yang harus dikritisi dan harus

disempurnakan. Kalau infrastruktur lain seperti bidang air minum, dimana pihak swasta

membangun air minum, pihak swasta mendapat uang dari penjualan air, tetapi di dalam

sampah si pihak pengelola hanya mendapat revenue dari hasil pengolahannya. Katakanlah

kalau dia bisa menjual kompos, bisa mendapat karbon credit dalam skema proyek CDM,

dalam bidang teknologi RBF membuat bahan bakar, kemudian bisa menjual listrik dari

hasil gas metan, dll. Tetapi ternyata dari pengamatan dept. lingkungan yang ada, itu tidak

cukup sebagai cost recovery. Apalagi untuk memulai investasi. Sebab itu dibutuhkanlah

tipping fee yaitu biaya pengolahan yang harus dibayar pemerintah kepada pihak swasta.

Tapi dari peraturan yang ada, ternyata bentuk kerjasama BOT itu tidak boleh dibebani

APBD. Jadi antara peraturan yang ada dengan kenyataan dan kebutuhan memang masih

perlu diperjelas. Jadi mungkin yang kami ingin didiskusikan adalah aturan-aturan ini

dikaitkan dengan PPP, spt apa penjelasannya agar para Pemda yang bbrp masih dalam

proses lelang akhirnya tidak kunjung selesai karena salah satu adalah isi peraturan yang

sulit diterapkan.

Page 21: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 3

Tanggapan Pak Soni - KLH

Menjawab pertanyaaan Pak Arif: Kalau sudah bicara

mekanisme pasar, kadang-kadang tidak rasional. Prinsip

pengolahan kompos hasilnya adalah untuk menghijaukan taman

kota, dsb. Seharusnya didistribusikan kembali oleh Pemkot ke

dinas pertanian dan dinas pertamanan. Kota Bogor punya

pengalaman harus lelang. Pemda coba melalui dinas-dinas

tersebut secara terbatas sekaligus untuk quality control. Di

beberapa kota bisa jalan.

RPP sudah dimasukkan ke Kemenhukham untuk proses harmonisasi.

Menjawab pertanyaan Pak Guntur: Perpres 67/2005 sampai sekarang sebenarnya

memang bermasalah di lapangan. Implementasinya tidak semudah yang dibayangkan.

Bagaimana pengalaman Jabar siap menjalin kemitraan dengan salah satu swasta di

Malaysia, yang siap meluncurkan investasinya untuk pengolahan sampah di Bandung

Raya. Batal kembali. Begitu lelang, yang menang tidak punya otoritas apa-apa. Urusannya

sewaktu itu adalah tipping fee. PPP di bidang sampah dalam skala besar masih terkendala

permasalahan tersebut. Jadi mungkin bisa dicoba skala komunal, Pemda mengalokasikan

anggaran satu kawasan perumahan, kerjasama dengan developernya untuk satu bulan

dianggarkan sekian juta untuk mengelola. Saya juga lama memonitor waste enegy yang

agro engineering hasilkan sudah diliat oleh PLN apakah menjanjikan apa tidak. Dan kita

semua berharap menjanjikan karena itu dapat menjadi succsess story sampah menjadi

listrik. Kembali statement saya adalah sampah harus kita kembalikan pada kor bisnisnya,

public service. Selayaknya APBD mengularkan uang. Jangan bicara untung dulu. Tidak

realistis bicara pengelolaan sampah bicara untung. Kalau bicara sampah, bicara kebersihan

lingkungan. Yang frontalnya adalah kesehatan lingkungan dan kesehatan bersama. Kalau

bersih menjadi dasar kota itu enak untuk investasi, enak untuk dilihat dan sehat

masyarakatnya.

Tanggapan dari Pak Aldy - Bappenas

Saat ini sedang disusun panduan KPS infrastruktur

oleh Direktorat Kerjasama Pemerintah Swasta di Bappenas

dan juga ada penyusunan bantuan KPS infrastruktur

pengelolaan sampah di Cipta Karya PU. Sebenernya pada

saat ini pembangunan persampahan di Indonesia pada

umumnya harus dibalikan dulu pada hakikatnya untuk

meningkatkan kualitas hidup masarakat karena kesiapan dari

pemerintah belum mencukupi untuk menjadikan

pengelolaan sampah menjadi sesuatu yang bisa dikaitkan secara ekonomis.

Page 22: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 4

Tanggapan Pak Eddy S – Menko Perekonomian

Dalam FGD ini dari Menko Perekonomian

menyaring mana-mana yang bisa di follow up dari Menko.

Mana yang kita kembalikan KLH, ke PU ataupun ke Pemda.

KPS tidak mudah, bagaimana pun juga banyak kejadian-

kejadian yang kita sayangkan.

Tanggapan Bu Kati – PU

Mengenai kompos, kompos mau dikeanakan.

Harusnya ditanggap bagaimana mau memasarkan kompos.

Pertama pake dulu pemda utk penghijauan. Kami sedang

mengusahakan kerjasama dengan BUMN PTT. Tapi harus

tau dulu bagaimana kompos yang diinginkan. Rata-rata

kualitas kompos yang dihasilkan Pemda kurang. Kalau mau

kompos laku, buatlah kompos yang berkualitas.

Kementerian Pertanian sudah membuat standar kompos.

Standar dibuat berdasar research, minimal requirement yang harus dicapai, jadi gak bisa

diturunkan standarnya. Jangan hanya sekedar memproduksi kompos. Pertama cari tau

latar tanahnya, yang kedua apakah ada limbah B3 nya apa tidak. Dipakai untuk tanaman

keras. Pemda harus membantu memasarkan. Kota jambi, kalau sudah ada satu area

kompos, jangan buru-buru cari lokasi lain. Kembangi dulu yag satu itu. Kalau perlu satu

jadi satu kecamatan nanti jadi satu kota. Jangan nantinya sampai mati.

Kerjasama dengan swasta ada beberapa. Polanya BOT. Kalau mau kerjasama

dengan swasta apa sih yang dikerjasamakan. Kalau dalam pengelolaan sampah

pengangkutan yang paling gampang. Yang kurang biasanya kita itu menyiapkan visibilities

study. Jadi kita sendiri harus menghitung dulu, jika mau kerjasama dengan swasta dalam

hal pengangkutan, daerah mana sih yang mau kita pilih untuk diangkut. Harus tau di situ

berapa penduduknya, kemudian potensi sampahnya berapa, jalannya harus mengalir

kemana, berapa ongkos angkut, berapa orang harus bayar. Yang tinggal miskin atau kaya.

Yang susah, yang diberikan ke swasta seharusnya yang punya potensi untuk membayar.

Bagaimanapun swasta itu mau uang dan investasinya kembali. Bahkan swasta, dalam

perhitungan ada 10% keuntungan. Jadi dalam visibilities study harus diperhitungkan

dengan baik. Kalau swasta yang menyiapkan pasti dengan pandangan swasta. Bisa enak di

swasta, belum tentu enak di kita.

Mengenai kontribusi pemda yang dimaksud Pak Guntur, itu ada program-program

CDM. Pembayaran CNN-nya ada yang melalui Bank Dunia, ADB, bilateral, dan bagi

Page 23: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 5

hasil dengan Pemda. Bisa mendapatkan carbon credit kalau mengabsorb/menangkap gas

dengan jumlah tertentu dengan perhitungan. Dijumpai permasalahan di makasar, sewaktu

ada pertemuan bank dunia dan walikota membahas masalah CDM. Ternyata pada saat

kerjasama Pemda tidak memahami apa-apa saja kewajibannya. Swasta tidak akan dibayar

jika kewajiban tidak dipenuhi Pemda, sehingga bank dunia memberikan warning. Sampai

akhir 2012 kalau tidak dilakukan maka tidak akan dibayar. Baru, minta ke PU setelah

anggran sudah jalan semua, kita pun harus melalui RPJMN, adakah dalam RPJMN itu

yang bisa PU bantu. Kalau kerjasama CDM, mungkin perlu melibatkan Provinsi atau

Pusat. Perlu tau kewajiban Pemda apa saja, sehingga bisa tau apa yang bisa dibantu

Provinsi atau Pusat. Kewajiban itu tidak mudah juga. Mengenai bagi hasil, memang ada

pembayaran swasta ke Pemda, tapi Pemda jangan buru-buru seneng dulu, itu bukan

untung. Itu dimaksudkan untuk menutup biaya operasi, cuma harus dibayar dulu.

Satu lagi, mengenai KFE Jambi sebetulnya membantu dunia KPS. Tapi agak

khawatir, jangan-jangan Pemda yang kita bantu sudah kerjasama dengan swasta lain.

Harus ada komitmen dari daerah. Kalau mau, tandatangan dan lanjut. Jadi kalau sudah

komit diharapkan concern. Kenapa kita mau bantu karena nanti ada kewajiban-kewajiban

yang harus dikerjakan dan dipelajari bersama-sama.

Ibu Savitri - Sub Dit Kerjasama Luar Negri DJCK

Melalui berbagai kerjasama luar negeri ini kita

mencoba menciptakan berbagai pola pendanaan

persampahan. Dalam rangka melakukan percepatan

peningkatan sanitasi, kami sedang mencoba pendekatan

hibah untuk liga sanitasi. Melalui liga sanitasi, yang dituju

adalah untuk memperbesar peran dari Pemda untuk program

persampahan. Seperti yang telah disampaikan,

mengembalikan persampahan ini ke dalam fungsi public

service. Beberapa kota sudah kita sebarkan, khususnya yang sudah mempunyai program

strategis sanitasi kota. Temuan yang kami dapat adalah bahwa promosi pendanaan

persampahan masih sangat sedikit. Sementara, kita akan melakukan hibah pada yang

sudah memberi proporsi dana investasi. Jadi mungkin himbauan kami adalah karena kita

akan mencoba melanjutkan, setiap Kota/Kabupaten tingkatakanlah dana persampahan.

Apabila memenuhi persyaratan, bisa memperoleh program-program seperti itu yang

tujuannya untuk mempercepat. Pu mendapat pertanyaaan dari Kemenkeu, ada beberapa

pertanyaan mengapa mesti Pusat yang harus meminjam, kenapa harus dihibahkan ke

Pemda. Semenjak berlakunya otonomi, sudah menjadi tanggungjawab Pemda. Program

Emission Reduction harus ada kaitannya dengan emisi GRK. Mungkin dari Menko bisa

mengkaji isu ini.

Page 24: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 6

Diskusi Sesi II

Bpk. Aditya Wasita - DKP Surabaya

Di dalam kerjasama dengan swasta, ada 3 peraturan

yang menaungi. PP 6/2006 tentang Pengelolaan Barang Milik

Negara/Daerah, PP 50/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan

Kerjasama Daerah dan Perpres 13/2010 yang merupakan

perubahan atas Perpres 67/2005 tentang Kerjasama

Pemerintah dengan Badan Usaha dalam Penyediaan

Infrastruktur. Agar pengelolaan sampah dapat menggunakan

dana dari APBD, Pemda Surabaya membuat 2 dokumen.

Pengelolaan sampah pada akhirnya akan menggunakan TPA. Karena TPA adalah aset

daerah, maka harus mengacu pada PP 6/2006 yang dananya tidak dapat diambil dari

APBD, sedangkan untuk pengelolaan sampah digunakan PP 50/2007. Pemanfaatan

lahan yang mengacu pada PP 6/2006, kerjasamanya menggunakan kerjasama

pemanfaatan lahan yang di dalamnya terdapat biaya kontribusi tetap dan pembagian

keuntungan. Munculnya peraturan-peraturan ini, menyebabkan Pemda harus merevisi

dokumen lelangnya. Sehingga proses lelang berlarut-larut dan tidak kunjung selesai.

Diharapkan ada pengkajian lagi dalam peraturan-peraturan sehingga implementasi di

daerah tidak mempengaruhi pengembangan kerjasama dalam

pengelolaan sampah.

Bpk. Soufian - DKP Balikpapan

Di balikpapan ada 25 rumah kompos oleh

masyarakat. Mungkin dari Surabaya perlu menyampaikan

kiat-kiat kepada kami, karena di Surabaya sepertinya untuk

Kompos tidak ada masalah. Kemudian saya melihat juga dari

angka CGH, kader lingkungan, fasilitator itu meningkat

semua. Kiat2 apa yang diberikan pada kader lingkungan.

Kemudian untuk Bantul pada pengelolaan sampah ada

konsep 3R dan Bank Sampah. Mohon penjelasan kembali mengenai Bank Sampah.

Bpk. Tulus – BPLHD Jabar

Jabar sekarang menerapkan TPAS Regional. Mohon

diklarifikasi, masalah peraturan dan perundangan yang

diturunkan ke daerah yang kadang-kadang menimbulkan

kebingungan. Terkait dengan Perpres 13/2010 tentang

Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam

Penyediaan Infrastruktur, perlu ada klarifikasi apakah

Page 25: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 7

pengelolaan lahan setelah operasional masuk dalam pengelolaan sampah dalam

penyediaan infrastruktur apa tidak. Karena saat ini, di dalam UU 32/2009 tentang

Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU 18/2008 tentang Pengelolaan Persampahan,

Pemda mempunyai kewajiban untuk merawat TPA yang sudah tutup. Selain itu, Pemda

mempunyai kewajiban untuk inventaris emisi gas rumah kaca. Diperlukan klarifikasi

dalam pemanfaatan emisi Gas Rumah Kaca yaitu metan yang dihasilkan oleh sampah,

apakah dapat dimungkinkan kerjasama antara Pemda dengan swasta nasional.

Bpk. Iwan – UPT TPA Dinas Kerbersihan Jakarta

Kami ingin sampaikan, posisi kami adalah

menginginkan harapan dari Pemda bisa diterima. Pertama,

bahwa posisi budget masing-masing tidak sama. Kalau dari

jkt utk bantar gebang 205 milyar/tahun. Dari paparan sekda

bantul, budget kecil memang sedemikian sederhana itu sulit.

Sulit buat Pemda mengalokasikan budget dengaitu dengan

tepat. Karena kalau menggunakan sistem yang semi sanitary

landfill saja, itu yang cover soil bisa 90ribu rupiah / m3

dikalikan lebar hektar, tidak mungkin bisa diakomodir. Jadi

harus disadari bahwa konsep sanitary landfill sangat mahal. Kami dari dinas kebersihan,

posisinya kami tidak ahli dari CDM tapi kami ahli menyewa ahli. Jadi kami sepakat kepada

pihak pengelola untuk menerapkan CDM, silahkan saja mereka menawarkan harga.

Berhubungan dengan Kerjasama dengan Pemerintah Daerah, kami sangat sulit.

Kami bersedia membayar tipping fee di TPA Ciangir sama dengan di Bantar Gebang.

Tidak mungkin berbeda, sekitar Rp.103/ton. Tapi di ciangir yang dipegang Tangerang,

dengan kemampuan finansial dia, dia tidak mampu bayar. Ini menjadi perhatian, antara

Jakarta dengan Tangerang tidak ada kesepakatan dalam membayar. Berharap ada standar

baku mengenai variabel tipping fee. Sehingga antar Pemda tidak kesalahan dalam proses

perundingan, karena dari teknologinya yang berbeda, dsb.

Tanggapan dari DKP Surabaya

Untuk masalah kompos memang tidak ada masalah, karena kompos kita gunakan

untuk lingkungan sendiri untuk taman-taman kami dan dari masyarakat banyak yang

diminta. Yang di masyarakat dipakai sendiri dan sedikit yang dijual sekitar Rp.3000-4000

di pasar. Terkit denan kiat-kiat yang berkaitan fasilitator, kami memfasilitasi, jadi ada

pertemuan tiap 2 bulan sekali kemudian membentuk fasilitator-fasilitator yang lain. Kader

di daerahnya, di dasawisma kita angkat sebagai fasilitator tapi yang sudah kita bekali

bagaimana mengelola sampah. Dari fasilitator ini akan membentuk kader2 lingkungan.

Page 26: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Notulen FGD | 8

Dengan sistem ini akan makin banyak dari tahun ke tahun. Jadi memang kita fasilitasi dan

juga dalam apbd, untuk di kecamatan di beri anggaran sosialisasi masalah kebersihan,

yang narasumbernya dari Dinas Kebersihan atau dari masyarakat sendiri. Kita fasilitasi

untuk pertemuan. Konsistensi kita untuk membantu program tetap berjalan dan harus

ada biaya. Kalau ada pertemuan fasilitator bantu transport kemudian konsumsinya, dari

APBD. Mereka mengajukan proposal untuk pertemuan fasilitator.

Tanggapan dari Sekber Kartamantul

Jadi maksudnya 3 R itu rakyat, Bank Sampah itu

pengumpul. Jadi di lapangan TPA itu ada pengumpul-

pengumpul plastik, kertas, dus, itu kita pelihara, kita didik.

Sanitary landfill itu memang mahal, apalagi di Bekasi.

Tapi kalau di tempat saya tidak, karena ada cekungan karena

tidak perlu biaya untuk penggalian. Selain itu di TPA

Piyungan di lakukan pula upaya pengomposan yang hasilnya

dapat dimanfaatkan sehingga dapat menguntungkan.

Tanggapan dari Bappenas

Kerjasama pemerintah daerah dan swasta nasional boleh saja dilakukan karena

masih termasuk urusan pemerintah daerah bukan terkait pada urusan pemerintah pusat,

sedangkan mengenai sumber pedanaan bisa diajukan pada pusat dengan skema pinjaman

proyek atau bentuk lainnya.

Review dari Moderator

Peran pemerintah pusat dalam pengelolaan persampahan masih diperlukan

walaupun tanggung jawab sudah diserahkan ke pemerintah daerah masing-masing

terutama dalam masalah pendanaan. Kemenko perekonomian, Bappenas, Kementerian

keuangan harus mengupayakan anggaran khusus untuk bidang persampahan karena saat

ini anggaran untuk bidang ini masih sangat kecil. Peranan pemerintah pusat lainnya adalah

di bidang kebijakan yang harus menjamin terlaksananya kebijakan ini dengan maksimal.

Kerjasama pemerintah – swasta di bidang persampahan agar bisa di akomodasi

oleh kementerian terkait agar memudahkan pelaksanaannya di daerah.

Page 27: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 1

LAMPIRAN C

Page 28: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 2

Page 29: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 3

Page 30: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 4

Page 31: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 5

Page 32: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 6

Page 33: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010

Daftar Peserta FGD | 7

Page 34: FGD Pelaksanaan Dan Pembiayaan Persampahan 19082010