FGD KEP (Repaired).doc

34
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia masih menghadapi masalah gizi yaitu Kurang Energi Protein (KEP), anemia gizi, GAKY dan KVA. Pada saat ini masalah KEP perlu mendapat perhatian yang serius karena prevalensinya terus meningkat dan merupakan bentuk kekurangan gizi yang terutama terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. KEP adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena gangguan kesehatan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat yang rentan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama disamping masalah gizi lainnya. Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia (WHO/Word Health Organization) menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat Indonesia adalah peringkat terendah di ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 Negara. Menurut kajian UNICEF 1998, masalah gizi (kurang), disebabkan oleh faktor yang disebut sebagai penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah ketidak seimbangan antara asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung yaitu 1

description

laporan diskusi KEP

Transcript of FGD KEP (Repaired).doc

Page 1: FGD KEP (Repaired).doc

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia masih menghadapi masalah gizi yaitu Kurang Energi Protein (KEP),

anemia gizi, GAKY dan KVA. Pada saat ini masalah KEP perlu mendapat perhatian yang

serius karena prevalensinya terus meningkat dan merupakan bentuk kekurangan gizi yang

terutama terjadi pada anak usia di bawah lima tahun. KEP adalah salah satu gizi kurang

akibat konsumsi makanan yang tidak cukup mengandung energi dan protein serta karena

gangguan kesehatan. Anak balita (1-5 tahun) merupakan kelompok umur yang paling sering

menderita akibat kekurangan gizi (KEP) atau termasuk salah satu kelompok masyarakat

yang rentan gizi. Kurang Energi Protein (KEP) adalah salah satu masalah gizi utama

disamping masalah gizi lainnya. Berdasarkan laporan organisasi kesehatan dunia

(WHO/Word Health Organization) menunjukkan bahwa kesehatan masyarakat Indonesia

adalah peringkat terendah di ASEAN yaitu peringkat ke-142 dari 170 Negara. Menurut

kajian UNICEF 1998, masalah gizi (kurang), disebabkan oleh faktor yang disebut sebagai

penyebab langsung dan tidak langsung. Penyebab langsung adalah ketidak seimbangan

antara asupan makanan yang berkaitan dengan penyakit infeksi. Penyebab tidak langsung

yaitu ketahanan pangan keluarga, pola asuh anak, pelayanan kesehatan dan lingkungan, dan

berkaitan pula dengan tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan anggota keluarga.

Berdasarkan data Riskesdas tahun 2010 di Provinsi Sumatera Barat tentang status

gizi pada balita, menurut status gizi (BB/U) prevalensi balita gizi kurang adalah 14,4%

dan gizi buruk 2,8%. Menurut status gizi (TB/U) Prevalensi Balita Pendek adalah 18,4%

dan balita Sangat pendek 14,3%. Menurut status gizi (BB/TB) Prevalensi Balita Kurus

adalah 4,2% dan Sangat kurus 4,0%. Data hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita Dinas

Kesehatan Propinsi Sumatra Barat tahun 2010, dengan jumlah balita yang ditimbang

48843 orang, menurut status gizi (BB/U) ditemukan 1436 orang (2,9%) yang menderita

BB sangat kurang, 5784 orang (11,8%) yang menderita BB kurang, 40804 orang (83,5%)

yang memiliki BB normal, 728 orang (1,5%) yang menderita BB lebih. Menurut status

1

Page 2: FGD KEP (Repaired).doc

gizi (TB/U) ditemukan 5690 orang (11,6%) yang menderita sangat pendek, 8968 orang

(18,4%) yang menderita pendek, dan 33213 orang (68,0%) yang normal. Menurut status

gizi (BB/TB) ditemukan 1781 orang (3,6%) yang menderita sangat kurus, 3550 orang

(7,3%) yang menderita kurus, 39417 orang (80,7%) yang normal, 3720 orang (7,6%) yang

menderita gemuk. Dari data tersebut. Kabupaten Pasaman Barat merupakan urutan pertama

paling tinggi yang memiliki status gizi balita menurut (BB/TB) dengan jumlah balita yang

ditimbang 3335, yaitu 330 (9,9%) balita yang menderita sangat kurus,dan 365 (10,9%)

balita yang menderita kurus.

Daftar hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) balita. Dinas Kesehatan Kabupaten

Pasaman Barat (Pasbar) tahun 2011, dengan jumlah balita yang ditimbang 3311 orang,

menurut status gizi (BB/TB) ditemukan 99 orang (3,00 %) yang menderita sangat kurus, 297

orang (9,0 %) yang menderita kurus, 2562 orang (77,4%) yang normal, dan 342 orang

(10,3%) yang menderita gemuk. Dari data tersebut wilayah kerja Puskesmas Sei Aur

Kabupaten Pasaman Barat ditemukan angka yang tinggi pada status gizi balita kurus dan

sangat kurus menurut (BB/TB). Berdasarkan daftar hasil Pemantauan Status Gizi (PSG)

balita di wilayah kerja puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat (Pasbar) tahun 2011

dengan jumlah balita yang ditimbang 300 orang, menurut (BB/TB) ditemukan 4 anak

balita (1,3 %) yang menderita yang sangat kurus, 19 anak balita (6,3 %) yang menderita kurus,

249 anak balita (83 %) yang normal, dan 26 anak balita (8,7 %) yang menderita gemuk.

Puskesmas Sei Aur merupakan salah satu dari 11 Puskesmas yang ada di Kabupaten

Pasaman Barat tahun 2012, terletak di Kecamatan Sei Aur. Puskesmas Sei Aur memiliki 35

posyandu dengan jumlah balita 3158. Mata pencaharian masyarakat pada umumnya adalah

petani (petani karet, sawit, sawah) buruh perkebunan, serta sebagian kecil sebagai

pedagang dan pegawai negri. Oleh sebab itu kebanyakan dari masyarakat ini memiliki

balita ditinggal di rumah bersama anggota keluarga yang lain sedangkan orang tua mereka

bekerja dikebun atau disawah.

2

Page 3: FGD KEP (Repaired).doc

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi KEP?

2. Apa saja penyebab kejadian KEP ?a

3. Bagaimana gejala klinis KEP?

4. Bagaimana penilaian status gizi terhadap KEP ?

5. Bagaimana penatalaksanaan KEP?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

a. Untuk mengetahui apa saja masalah KEP yang ditimbulkan di Indonesia.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui cara mendiagnosa KEP pada balita.

b. Untuk mengetahui dampak KEP terhadap balita.

c. Untuk mengetahui program penanggulangan yang seharusnya dilakukan untuk

mengatasi KEP di Kecamatan Sukumanunggal Kabupaten Guyub Rukun.

3

Page 4: FGD KEP (Repaired).doc

BAB II

ANALISIS DAN PEMBAHASAN

A. Analisis

1. Skenario

Di Puskesmas Sukamaju Kecamatan Sukumanunggal Kabupaten Guyub Rukun,

ditemukan data penyakit dalam waktu 5 tahun terakhir seperti tabel 1. Puskesmas akan

menganalisa permasalahan kasus di puskesmas tersebut.

Sebagian besar penduduk di wilayah Puskesmas Sukamaju bekerja sebagai petani dengan

sebagian besar penduduk berpendidikan SD/SMP. Sumber air yang dipakai untuk kehidupan

sehari-hari berasal dari sungai yang ada di daerah tersebut. Kegiatan posyandu di wilayah

Puskesmas Sukamaju tidak berjalan dengan baik.

Tabel 1 : Data prevalensi KEP selama 5 tahun berturut-turut (th 2006-th 2010) di Puskesmas

Sukamaju.

2006 2007 2008 2009 2010

KEP

(BALITA)

1% 2% 3% 3,5% 3,8%

4

Page 5: FGD KEP (Repaired).doc

2. LEARNING OBJECTIVE

a) Mampu mengetahui masalah utama yang ada di Puskesmas Sukamaju

1. Menjelaskan definisi KEP

2. Menjelaskan penyebab kejadian KEP

3. Menjelaskan gejala klinis KEP

4. Menjelaskan penilaian status gizi terhadap KEP

5. Menjelaskan penatalaksanaan KEP) Mampu menganalisa solusi pemecahan KEP

c) Mampu menyusun rencana pengembangan program penanggulangan KEP

1. Definisi Kurang Energi Protein

Kurang Energi Protein adalah salah satu gizi kurang akibat konsumsi makanan yang

tidak cukup mengandung energy dan protein serta karena gangguan kesehatan. (Sulastri, 2012)

Kurang energi protein adalah keadaan kurang gizi yang disebabkan oleh rendahnya

konsumsi energi dan protein dalam makanan sehari-hari atau disebabkan oleh gangguan penyakit

tertentu, sehingga tidak memenuhi angka kecukupan gizi (Depkes RI, 1999)

2. Etiologi KEP

Penyebab langsung dari KEP adalah defisiensi kalori maupun protein dengan berbagai

gejala-gejala. Sedangkan penyebab tidak langsung KEP sangat banyak, sehingga penyakit ini

sering disebut juga dengan kausa multifaktorial. Salah satu penyebabnya adalah keterkaitan

dengan waktu pemberian Air Susu Ibu (ASI) dan makanan tambahan setelah disapih (Khumaedi,

5

Page 6: FGD KEP (Repaired).doc

1989).

Selain itu KEP merupakan penyakit lingkungan, karena adanya beberapa faktor yang

bersama-sama berinteraksi menjadi penyebab timbulnya penyakit ini, antara lain yaitu faktor

diet, faktor sosial, kepadatan penduduk, infeksi, kemiskinan dan lain-lain. Peran diet menurut

konsep klasik terdiri dari dua konsep. Pertama yaitu diet yang mengandung cukup energi, tetapi

kurang protein akan menyebabkan anak menjadi penderita kwashiorkor, sedangkan konsep yang

kedua adalah diet kurang energi walaupun zat gizi (esensial) seimbang akan menyebabkan

marasmus. Peran faktor menggunakan bahan makanan tertentu sosial, seperti pantangan untuk

yang sudah turun temurun dapat mempengaruhi terjadinya KEP. Ada pantangan yang

berdasarkan agama, tetapi ada juga pantangan yang berdasarkan tradisi yang sudah turun

temurun, tetapi kalau pantangan tersebut berdasarkan pada agama, maka akan sulit untuk diatasi.

Jika pantangan berdasarkan pada kebiasaan atau tradisi, maka dengan pendidikan gizi yang baik

dan dilakukan dengan terus-menerus hal ini akan dapat diatasi (Pudjiadi, 2000).

Jellife (1998), menyatakan bahwa keadaan gizi seseorang merupakan hasil interaksi dari

semua aspek lingkungan termasuk lingkungan fisik, biologik, dan faktor kebudayaan. Secara

garis besar, faktor-faktor yang menentukan keadaan gizi masyarakat, khususnya anak-anak

adalah tingkat pendidikan orang tua, keadaan ekonomi, tersedianya cukup makanan serta aspek-

aspek kesehatan. Tiap- tiap faktor tersebut dapat berpengaruh pada keadaan gizi masyarkat, baik

secara langsung maupun tidak langsung.

KEP pada dasarnya sangat ditentukan oleh 2 faktor. Faktor-faktor yang secara langsung

dapat mempengaruhi terjadinya KEP pada balita adalah makanan dan ada atau tidaknya penyakit

infeksi. Kedua faktor ini dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas makanan yang dimakan oleh

seseorang anak, antara lain ditentukan oleh beberapa faktor penyebab tidak langsung, yaitu: a)

6

Page 7: FGD KEP (Repaired).doc

Zat-zat gizi yang terkandung di dalam makanan, b) Daya beli keluarga, meliputi penghasilan,

harga bahan makanan dan pengeluaran keluarga unutk kebutuhan lain selain makanan; c)

Kepercayaan ibu tentang makanan serta kesehatan; d) Ada atau tidaknya pemeliharaan kesehatan

termasuk kebersihan; dan e) Fenomena sosial dan keadaan lingkungan (Levinson, 1979 dalam

Lismartina, 2000).

Menurut Departemen Kesehatan RI (1999) dalam tata buku pedoman Tata Laksana KEP

pada anak di puskesmas dan di rumah tangga, KEP berdasarkan gejala klinis ada 3 tipe yaitu

KEP ringan, sedang dan berat (gizi buruk). Untuk KEP ringan dan sedang, gejala klinis yang

ditemukan hanya anak tampak kurus. Gejala klinis KEP berat/gizi buruk secara garis besar dapat

dibedakan sebagai marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor.

Salah satu sebab yang mengakibatkan terjadinya marasmus adalah kehamilan berturut-

turut dengan jarak kehamilan yang masih terlalu dini. Selain itu marasmus juga disebabkan

karena pemberian makanan tambahan yang tidak terpelihara kebersihannya serta susu buatan

yang terlalu encer dan jumlahnya tidak mencukupi karena keterbatasan biaya, sehingga

kandungan protein dan kalori pada makanan anak menjadi rendah. Keadaan perumahan dan

lingkungan yang kurang sehat juga dapat menyebabkan penyajian yang kurang sehat dan kurang

bersih. Demikian juga dengan penyakit infeksi terutama saluran pencernaan. Pada keadaan

lingkungan yang kurang sehat, dapat terjadi infeksi yang berulang sehingga menyebabkan anak

kehilangan cairan tubuh dan zat-zat gizi sehingga anak menjadi kurus serta turun berat badannya

(Depkes, 1999)

Kwashiorkor dapat ditemukan pada anak-anak yang setelah mendapatkan ASI dalam

jangka waktu lama, kemudian disapih dan langsung diberikan makan seperti anggota keluarga

yang lain. Makanan yang diberikan pada umumnya rendah protein. Kebiasaan makan yang

7

Page 8: FGD KEP (Repaired).doc

kurang baik dan diperkuat dengan adanya tabu seperti anak-anak dilarang makan ikan dan

memprioritaskan makanan sumber protein hewani bagi anggota keluarga laki-laki yang lebih tua

dapat menyebabkan terjadinya kwashiorkor. Selain itu tingkat pendidikan orang tua yang rendah

dapat juga mengakibatkan terjadinya kwashiorkor karena berhubungan dengan tingkat

pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah. (Depkes, 1999)

Pola yang mempengaruhi gizi buruk menurut suatu studi, " positive deviance"

mempelajari mengapa dari sekian banyak bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian

kecil yang gizi buruk, padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari studi ini diketahui

pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk. Anak yang diasuh ibunya sendiri

dengan kasih sayang, apalagi ibunya berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat

posyandu dan kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat. Unsur

pendidikan perempuan berpengaruh pada kualitas pengasuhan anak. Sebaliknya, sebagian anak

yang gizi buruk ternyata diasuh oleh nenek atau pengasuh yang juga miskin dan tidak

berpendidikan. Banyaknya perempuan yang meninggalkan desa untuk mencari kerja di kota

bahkan menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI), kemungkinan juga dapat menyebabkan anak

menderita gizi buruk. (Seminar Hari Pangan Sedunia XXVII,2000)

Faktor yang berikutnya pelayanan kesehatan, imunisasi, penanganan diare dengan oralit,

tindakan cepat pada balita yang tidak naik berat badan, pendidikan, penyuluhan kesehatan dan

gizi, dukungan pelayanan di POSYANDU (Pos Pelayanan Terpadu), penyediaan air bersih,

kebersihan lingkungan dan sebagainya. Pelayanan kesehatan yang lemah dan tidak memuaskan

masyarakat baik karena tidak terjangkau maupun mutunya. (Seminar Hari Pangan Sedunia

XXVII,2000)

8

Page 9: FGD KEP (Repaired).doc

3. Manifestasi Klinik KEP

A. Marasmus

1. Tampak sangat kurus, hingga tulang terbungkus kulit

2. Wajah seperti orang tua

3. Cengeng, rewel

4. Kulit keriput, jaringan lemak subkutis, sangat sedikit sampai tidak ada ( pada daerah

pantat tampak seperti memakai celana longgar / baggy pants )

5. Perut cekung

6. Iga gambang

7. Sering disertai :

- Penyakit infeksi (umumnya kronis berulang)

- Diare

B. Kwashiokor

1. Edema, umumnya seluruh tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)

2. Wajah membulat dan sembab

3. Pandangan mata sayu

4. Rambut tipis, kemerahan seperti warna rambut jagung, mudah dicabut tanpa rasa sakit,

rontok

5. Perubahan status mental, apatis, dan rewel

6. Pembesaran hati (Hepatomegali)

7. Otot mengecil (hipotrofi), lebih nyata bila diperiksa pada posisi berdiri atau duduk

8. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah warna menjadi

coklat kehitaman dan terkelupas (crazy pavement dermatosis)

9. Sering disertai:

- Penyakit infeksi, umumnya akut

- Anemia

- Diare

C. Marasmic Kwashiorkor

9

Page 10: FGD KEP (Repaired).doc

- Gambaran klinik merupakan campuran dari beberapa gejala klinik Kwashiorkor dan

Marasmus, dengan BB/U < 60% baku median WHO-NCHS disertai edema yang tidak

mencolok

Klasifikasi Klinis Antopometri (BB/TB-PB)

Gizi Buruk Tampak sangat kuerus

dan atau edem pada

kedua punggung kaki

sampai seluruh tubuh

< -3 SD *( bila ada edema

BB bisa lebih )

Gizi Kurang Kurus ≥ 3 SD < -2 SD

Gizi Baik Normal -2 SD + 2 SD

Gizi Lebih Gemuk > + 2 SD

4. Penilaian status gizi terhadap KEP

KETENTUAN UMUM

PENGGUNAAN STANDAR ANTROPOMETRI WHO 2005

Istilah dan Pengertian

1. Umur dihitung dalam bulan penuh. Contoh : umur 2 bulan 29 hari dihitung sebagai umur

2 bulan.

2. Ukuran Panjang Badan (PB) digunakan untuk anak umur 0 sampai 24 bulan yang diukur

telentang. Bila anak umur diatas 0 sampai 24 bulan diukur berdiri, maka hasil

pengukurannya dikoreksi dengan menambahkan 0,7 cm.

10

Page 11: FGD KEP (Repaired).doc

3. Ukuran Tinggi Badan (TB) digunakan untuk anak umur diatas 24 bulan yang diukur

berdiri. Bila anak umur diatas 24 bulan diukur telentang, maka hasil pengukurannya

dikoreksi dengan mengurangkan 0,7 cm.

4. Gizi Kurang dan Gizi Buruk adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan

menurut Umur (BB/U) yang merupakan padanan istilah underweight (gizi kurang) dan

severely underweight (gizi buruk)

5. Pendek dan Sangat Pendek adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Panjang Badan

menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut Umur (TB/U) yang merupakan

padanan istilah stunted (pendek) dan severely stunted (sangat pendek)

6. Kurus dan Sangat Kurus adalah status gizi yang didasarkan pada indeks Berat Badan

menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) yang

merupakan padanan istilah wasted (kurus) dan severely wasted (sangat kurus)

11

Page 12: FGD KEP (Repaired).doc

(Kategori dan Ambang Batas Status Gizi Anak; Kementerian Kesehata RI 2011)

Prinsip Dasar Penanganan

1. Atasi / Cegah Hipoglikemia

Terapi

Bila Anak Sadar dan dapat Minum

Bolus 50 ml larutan Glukosa 10% atau sukrosa 10% kemudian mulai pemberian F75

setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan ¼ dari dosis makanan setiap 30 menit

Antibiotik spectrum luas

Pemberian makan per 2 jam

Bila Anak tidak Sadar

12

Page 13: FGD KEP (Repaired).doc

Glukosa 10% intravena (5mg/ml), diikuti dengan 50 ml glukosa 10% atau sukrosa lewat

NGT kemudian pemberian F75 setiap 2 jam, untuk 2 jam pertama berikan ¼ dari dosis

makanan setiap 30 menit

Antibiotik spectrum luas

Pemberian makan per 2 jam

Monitor

Kadar gula darah

Suhu rektal

Tingkat kesadaran

Pencegahan

Berikan makanan F-75 setiap 2 jam, mulai secara langsung atau bila perlu lakukan

rehidrasi terlebih dahulu

Selalu berikan makanan pada malam hari (Rusli Sjarif, 2011)

2. Atasi / Cegah Hipotermia

Jika Suhu Aksila <35,0 C

Lakukan pemeriksaan suhu rectal dengan menggunakan termometer air raksa.

Jika Suhu Rektal <35,5 C

Beri makanan secara langsung

Hangatkan anak : selain memakaikan pakaian tutupi dengan selimut hangat hingga

kepala kecuali wajah, atau tempatkan didekat penghadap atau lampu, atau letakkan

anak pada ibu

Berikan antibiotic spectrum luas

Monitor

Cek suhu rektal tiap 30 menit sampai suhu > 36,5 C

Yakinkan anak tertutupi seluruh permukaan tubuhnya terutama malam hari

Cek kadar gula

Pencegahan

Berikan makanan setiap 2 jam, langsung dimulai pemberian makanan

Selalu berikan makanan (F75 atau F100) baik siang maupun malam

Tetap tutupi anak dan hindari paparan langsung dengan udara

Jaga agar anak tetap kering, segera ganti popok, pakaian dan alas tempat tidur anak

bila basah

Biarkan anak tidur dengan ibu atau pengasuh pada malam hari agar kehangatan terjaga

3. Atasi / Cegah Dehidrasi

13

Page 14: FGD KEP (Repaired).doc

Terapi

Larutan gula-garam standar untuk rehidrasi oral mengandung terlalu banyak natrium

dan sedikit K bagi anak malnutrisi berat. Oleh karena itu diberikan larutan rehidrasi

khusus yaitu Rehydration Solution for malnutrition

ReSoMal 5ml/kg/jam selama 4-10 jam, berikutnya: jumlah yang seharusnya diberikan

ditentukan oleh berapa banyak anak mau minum dan jumlah diare dan muntah

Selanjutnya bila sudah rehidrasi, hentikan pemberian resomal dan lanjutkan F75 setiap

2 jam

Bila masih diare, beri resomal setiap anak diare (<2 tahun: 50-100 ml dan anak> 2

tahun : 100-200 ml)

Monitor

Denyut jantung

Frekuensi napas

Frekuensi miksi

Frekuensi defekasi / muntah

Pencegahan

Tetap pemberian makanan mulai F75

Gantikan cairan sejumlah perkiraan jumlah cairan yang hilang dengan resomal (<2

tahun : 50-100 ml dan anak> 2 tahun : 100-200 ml)

Bila anak masih menyusu ASI, dianjurkan pemberian ASI diantara pemberian F75

atau F100

4. Koreksi Ketidakseimbangan Elektrolit

Terapi

Ekstra Kalium 3-4mmol/kg/hari

Ekstra magnesium 0,4-0,6 mmol/kg/hari

Saat rehidrasi, berikan cairan rendah natrium

Berikan makanan tanpa garam

5. Atasi / Cegah Infeksi

Antibiotik Spektrum Luas

Anak dengan kondisi tidak terdapat komplikasi atau infeksi tidak nyata, beri

Kotrimoksasol 5 ml larutan pediatrik per oral dua kali sehari selama 5 hari (2,5ml jika

berat <6 kg)

Anak dengan kondisi sakit berat (apatis,letargi) atau terdapat komplikasi, beri

14

Page 15: FGD KEP (Repaired).doc

Ampicilin 50mg/kg IM atau IV per 6 jam untuk 2 hari, kemudian dilanjutkan amoksisilin

per oral 15mg/kg per 8 jam untuk 5 hari, atau jika amoksisilin tidak tersedia, lanjutkan

dengan ampisilin oral 50mg/kg per 6 jam (Rusli Sjarif, 2011)

6. Koreksi Defisiensi Mikro Nutrien

Pemberian pada hari 1 :

Vitamin A peroral (dosis untuk >12 bulan 200.000 SI, untuk 6-12 bulan 100.000 SI,

untuk 0-5 bulan 50.000 IU), ditunda bila kondisi buruk

Asam Folat 5mg, oral

Pemberian harian selama 2 minggu :

Suplemen multivitamin

Asam folat 1mg/hari

Zinc 2mg/kgbb/hari

Copper 0,3mg/kgbb/hari

Preparat besi 3mg/kg/hari

7. Memulai Pemberian Makanan

Fase Stabilisasi

Pemberian makanan dengan porsi kecil dan sering dengan osmolaritas rendah dan

pemberian laktosa (F75)

Pemberian makanan secara oral atau lewat NGT

Energi 80-100 kcal/kgbb/hari

Protein 1-1,5 g/kgbb/hari

Cairan 130 ml/kgbb/hari cairan

Apabila anak minum ASI, lanjutkan pemberian ASI setelah formula dihabiskan

Monitor

Jumlah yang diberikan dan dikeluarkan (muntah) atau tersisa

Frekuensi muntah

Frekuensi BAB cair

Berat badan harian

8. Mengupayakan Tumbuh-Kejar

Fase rehabilitasi perlu pendekatan yang baik untuk pemberian makan dalam pencapaian asupan

yang tinggi dan kenaikan berat badan yang cepat (>10g /kg/hari). Formula yang dianjurkan pada

fase ini adalah F100 yang mengandung 100 kkal/100 ml dan 2,9 g protein /100 ml.

Untuk merubah dari pemberian makanan awal ke makanan kejar-tumbuh. (Transisi)

Ganti formula F75 dengan F100 dalam jumlah yang sama selama 48 jam

15

Page 16: FGD KEP (Repaired).doc

Kemudian volume ditambah bertahap sebanyak, 10-15 ml per kali hingga mencapai 150

kkal/kgbb/hari

Energi 100-150kkal/kgbb/hari

Protein 2-3g/kgbb/hari

Bila anak masih mendapatASI, tetap berikan diantara pemberian formula

Monitor

Frekuensi napas

Frekuensi nadi

Fase Rehabilitasi

Lanjutkan menambah volume pemberian F100 hingga ada makanan sisa yang tidak bias

termakan oleh anak

Pemberian makanan yang sering (sedikitnya tiap 4 jam) dari jumlah formula tumbuh

kejar

Energi 150-220kcal/kg/hari

Protein 4-6gram protein/kg/hari

Bila anak masih mendapat ASI tetap berikan diantara pemberian formula

Monitor

Timbang berat badan tiap pagi sebelum makan, plot pada formulir pemantauan berat

badan

o Tiap minggu hitung dan catat pertambahan berat badan dalam satuan gram/kgbb/hari

Bila kenaikan berat badan :

Buruk (<5gram/kgbb/hari), anak perlu dilakukan penilaian ulang secara menyeluruh,

apakah target asupan makanan memenuhi kebutuhan atau cek apakah ada tanda-tanda

infeksi

Sedang (5-10 gram/kgbb/hari) lanjutkan tatalaksana

Baik (>10 gram/kgbb/hari) lanjutkan tatalaksana (Rusli Sjarif, 2011)

9. Memberikan Stimulasi Sensoris dan Dukungan Emosional

Pada malnutrisi didapatkan perkembangan mental dan perilaku yang terlambat menyediakan:

Perawatan dengan kasih sayang

Kegembiraan dan lingkungan nyaman

16

Page 17: FGD KEP (Repaired).doc

Terapi bermain yang terstruktur 15-30 menit/hari

Aktivitas fisik sesuai dengan kemampuan psikomotor anak

Keterlibatan ibu

10. Mempersiapkan untuk Tindak Lanjut Pascaperbaikan

Lanjutkan perawatan di rumah dengan pola makan yang baik dan stimulus sensorik. Tunjukan

kepada orang tua atau pengasuh bagaimana :

Pemberian makanan secara sering dengan kandungan energi dan nutrient memadai

Berikan terapi bermain yang terstruktur

Sarankan pada orang tua :

Membawa anak control secara teratur

Memberikan imunasi booster

Memberikan vitamin A setiap 6 bulan

Rusli Sjarif et al. 2011. Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik, Jilid I. Jakarta : IDAI.

Pencegahan dan Penanggulangan

1. Revitalisasi Posyandu

Pelatihan & pembinaan kader beserta petugas

Penyediaan sarana terutama dacin, KMS atau buku KIA, panduan posyandu, media KIE

& sarana pencatatan

2. Revitalisasi Puskesmas

Pelatihan manajemen program gizi di puskesmas

Pemenuhan sarana antropometri & KIE bagi puskesmas dan jaringannya

Pelatihan tata laksana gizi buruk bagi petugas rumah sakit dan puskesmas perawatan

(Depkes RI, 2005)

3. Intervensi Gizi dan Kesehatan

Perawatan dan pengobatan gratis di rumah sakit maupun puskesmas bagi balita dari

keluarga miskin

Pemberian makanan tambahan (PMT) berupa MP-ASI bagi bayi usia 6-23 bulan dan

PMT pemulihan pada anak 24-59 bulan kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin

Pemberian suplementasi (vitamin A, sirup Fe)

4. Promosi Keluarga Sadar Gizi

17

Page 18: FGD KEP (Repaired).doc

Menyusun strategi promosi keluarga sadar gizi

Mengembangkan, menyediakan dan menyebarluaskan materi promosi kesehatan pada

masyarakat

Melakukan kampanye secara bertahap dan tematik (Depkes RI, 2005)

5. Pemberdayaan Keluarga

6. Revitalisasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi

Memfungsikan system pelaporan, diseminasi informasi dan pemanfaatannya

Penyediaan data gizi secara reguler (pemantauan status gizi, untuk semua kelompok

umur, pemantauan konsumsi gizi, analisis data Susenas).

18

Page 19: FGD KEP (Repaired).doc

Diagram Fish Bone (Diagram Sebab Akibat)

A. Men1. Pendidikan rendah2. Mayoritas pekerjaan petani3. Balita

B. Money4. Sosial ekonomi penduduk rendah

C. Material5. Kurangnya konsumsi protein6. Kurangnya sumber daya air yang memadai

D. Method7. Kurangnya promosi kesehatan8. Kurang berjalan dengan baik kegiatan posyandu

E. Management9. Meningkatnya kebutuhan protein

19

Page 20: FGD KEP (Repaired).doc

BAB III

RENCANA PROGRAM

No Kegiatan Sasaran Target Tenaga Pelaksanaan

Jadwal Tujuan Indikator

1 Penyuluhan tentang pentingnya kesehatan

Masyarakat Bertambahnya pemahaman masyarakat tentang gizi dan dampak yang ditimbulkan.

Dokter 3 Bulan satu kali

Meningkatkan pengetahuan kepada masyarakat tentang gizi dan dampak yang ditimbulkan.

Penurunan angka prevalensi anemia

2 Penyuluhan tentang pentingnya zat besi

Masyarakat Bertambahnya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya zat besi dalam tubuh dan komplikasi yang ditimbulkan jika kekurangan zat besi.

Dokter 3 Bulan satu kali

Meningkatkan kesehatan serta asupan zat besi dalam tubuh

Penurunan angka prevalensi anemia

3 Penyuluhan tentang makanan sehat dan bergizi

Masyarakat (Terutama Orang Tua)

Bertambahnya pemahaman orang tua mengenai pentingnya makanan yang sehat dan bergizi.

Dokter 1 Bulan satu kali

Meningkatkan asupan gizi

Penurunan angka prevalensi anemia

4 Pengenalan program BPJS Kesehatan

Masyarakat Bertambahnya peserta pemakai kartu BPJS.

Tenaga Medis

Setiap ditemukannya pasien baru

Meminimalkan pengeluaran untuk pengobatan.

Penurunan angka prevalensi anemia

20

Page 21: FGD KEP (Repaired).doc

BAB IV

REKOMENDASI

Penanganan anemia15

Tindakan penting yang dilakukan untuk mencegah kekurangan besi antara lain

(Lubis,2008) :

a. Konseling untuk membantu memilih bahan makanan dengan kadar besi yang secara rutin

pada usia remaja

b. Meningkatkan konsumsi besi dari sumber hewani seperti daging, ikan, unggas, makanan

laut disertai minum sari buah yang mengandung vitamin C (asam askorbat) untuk

meningkatkan absorbsi besi dan menghindari atau mengurangi minum kopi, teh,

minuman ringan yang mengandung karbonat dan minum susu pada saat makan.

c. Suplementasi besi, merupakan cara untuk menanggulangi anemia defisiensi besi di

daerah dengan prevalensi tinggi. Pemberian suplementasi besi pada remaja dosis 1

mg/kgBB/hari.

d. Untuk meningkatkan absorbsi besi, sebaiknya suplementasi besi tidak diberi bersama

susu, kopi, teh, minuman ringan yang mengandung karbonat, multivitamin yang

mengandung phosphate dan kalsium.

e. Skrining anemia, pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit masih merupakan pilihan

untuk skrining anemia defisiensi besi

Menurut IDAI, suplementasi besi pada remaja lelaki dan perempuan diberikan dengan dosis

60 mg/hari selama 3 bulan. Pemberian suplementasi besi dengan dosis 60 mg/hari, secara

intermiten (2 kali/minggu), selama 17 minggu, pada remaja perempuan ternyata terbukti dapat

meningkatkan feritin serum dan free erythrocyte protoporphyrin (FEP). Penambahan asam folat

pada remaja perempuan dengan pertimbangan pencegahan terjadinya neural tube defect pada

bayi yang akan dilahirkan dikemudian hari16.

21

Page 22: FGD KEP (Repaired).doc

Dosis dan lama pemberian suplementasi besi (Rekomendasi A):

Usia (tahun) Dosis besi elemental Lama pemberian

Bayi* : BBLR (< 2.500 g)

Cukup bulan

3 mg/kgBB/hari

2 mg/kgBB/hari

Usia 1 bulan sampai 2 tahun

Usia 4 bulan sampai 2 tahun

2 - 5 (balita) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan

berturut-turut setiap tahun

> 5 - 12 (usia sekolah) 1 mg/kgBB/hari 2x/minggu selama 3 bulan

berturut-turut setiap tahun

12 - 18 (remaja) 60 mg/hari# 2x/minggu selama 3 bulan

berturut-turut setiap tahun

Keterangan: * Dosis maksimum untuk bayi: 15 mg/hari, dosis tunggal

# Khusus remaja perempuan ditambah 400 μg asam folat

22

Page 23: FGD KEP (Repaired).doc

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

23

Page 24: FGD KEP (Repaired).doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Delmi Sulastri. 2012. Faktor Resiko Kejadian Kurang Energi Protein (KEP) pada Balita

(>2-5 tahun) di wilayah kerja Puskesmas Sei Aur Kabupaten Pasaman Barat Tahun 2012.

FK UNAND. Sumatera Barat.

2. Depkes RI, Gizi dalam angka. Jakarta; 2005

3. Khumaedi, M. 1989. Gizi Masyarakat, Bahan Pengajaran. Depdikbud, Dirjen

Pendidikan Tinggi Pusat antar Universitas dan Gizi IPB.

4. Pudjiadi,S. 2000. Ilmu Gizi Klinik Pada Anak. FKM UI, Jakarta

5. Jellife, 1998. The Assesment Of Nutritional Status Of Community WHO. Monograph

Series, no: 53, WHO, Geneva

6. Lismartina, 2000. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya KEP Pada Anak

Balita Di Kecamatan Tebet Walikotamadya Jakarta Selatan Tahun 2000. Skripsi,

Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok.

7. Depkes, RI. 2000. Rencana Aksi Pangan Dan Gizi Nasional. Depkes RI, Jakarta.

8. Hernawati Ina, 2000. Pencegahan Dan Penanggulangan Gizi Buruk. Seminar Nasional

Hari Pangan Sedunia XXVII.

9. Depkes, RI. 1999. Pedoman Tatalaksana Kurang Energi Protein Pada Anak Di

Puskesmas Dan Di Rumah Tangga. Jakarta.

10. Kementerian Kesehatan RI. 2011. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak.

Jakarta.

11. Rencana Nasional Pencegahan dan Penanggulangan Gizi Buruk 2005-2009. 2005. Jakarta

: Depkes RI.

24

Page 25: FGD KEP (Repaired).doc

25