Fgd cikapundung

3
Sungai Cikapundung Di antara Realita dan Cita-cita Menyadari eksistensi, potensi dan posisinya, mahasiswa dengan semangat kepemudaannya pastilah gelisah melihat realita masyarakat yang tak sesuai dengan cita-citanya. Bagaimana tidak, di mata masyarakat mahasiswa sudah dianggap penting sebagai salah satu stakeholder perubahan. Cukup berbekal ilmu, teknologi dan jaringan mahasiswa dapat mengelola berbagai sumber daya untuk mencapai perubahan itu. Perubahan yang dilandaskan pada semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu pengabdian masyarakat. Menengok sejenak ke Sungai Cikapundung, tetangga terdekat kita, yang mungkin ada sekitar ratusan mahasiswa ITB yang bertempat tinggal di sekitarnya. Kita akan melihat sungai yang keruh, dipenuhi sampah, terkadang airnya berwarna cokelat kehijauan, dan menimbulkan bau yang tak sedap. Mungkin kita bisa menyebutnya sebagai bak penampung kotoran raksasa di Kota Bandung. Setidaknya 67 ton sampah setiap harinya dibuang ke Sungai yang menjadi ikon kota kembang itu. Di titik-titik tertentu, sampah menumpuk dan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir. Kalau kita pernah berjalan menyusuri daerah Plesiran, Kebon bibit atau Babakan Siliwangi, mungkin kita akan mendapatkan fenomena khas bantaran sungai ini. Pemukiman padat dan kumuh yang menjepit aliran sungai. Pemukiman tersebut tentu tidak hanya merusak keindahan dan menambah kesemrawutan tata letak kota, tapi juga berkontribusi dalam pencemaran air sungai. Tinja dan limbah rumah tangga mengalir setiap hari masuk ke badan sungai. Beberapa lokasi yang dijepit pabrik pun

Transcript of Fgd cikapundung

Page 1: Fgd cikapundung

Sungai Cikapundung

Di antara Realita dan Cita-cita

 

Menyadari eksistensi, potensi dan posisinya, mahasiswa dengan semangat kepemudaannya pastilah gelisah melihat realita masyarakat yang tak sesuai dengan cita-citanya. Bagaimana tidak, di mata masyarakat mahasiswa sudah dianggap penting sebagai salah satu stakeholder perubahan. Cukup berbekal ilmu, teknologi dan jaringan mahasiswa dapat mengelola berbagai sumber daya untuk mencapai perubahan itu. Perubahan yang dilandaskan pada semangat Tri Dharma Perguruan Tinggi yang ketiga, yaitu pengabdian masyarakat.

 

Menengok sejenak ke Sungai Cikapundung, tetangga terdekat kita, yang mungkin ada sekitar ratusan mahasiswa ITB yang bertempat tinggal di sekitarnya. Kita akan melihat sungai yang keruh, dipenuhi sampah, terkadang airnya berwarna cokelat kehijauan, dan menimbulkan bau yang tak sedap. Mungkin kita bisa menyebutnya sebagai bak penampung kotoran raksasa di Kota Bandung. Setidaknya 67 ton sampah setiap harinya dibuang ke Sungai yang menjadi ikon kota kembang itu. Di titik-titik tertentu, sampah menumpuk dan menjadi salah satu penyebab terjadinya banjir.

 

 

 

Kalau kita pernah berjalan menyusuri daerah Plesiran, Kebon bibit atau Babakan Siliwangi, mungkin kita akan mendapatkan fenomena khas bantaran sungai ini. Pemukiman padat dan kumuh yang menjepit aliran sungai. Pemukiman tersebut tentu tidak hanya merusak keindahan dan menambah kesemrawutan tata letak kota, tapi juga berkontribusi dalam pencemaran air sungai. Tinja dan limbah rumah tangga mengalir setiap hari masuk ke badan sungai. Beberapa lokasi yang dijepit pabrik pun demikian, dicemari limbah industri. Jika semua itu terus dibiarkan, kita tinggal menunggu waktu bagi Cikapundung untuk memuntahkan airnya yang sudah tercemar parah. Mungkin masyarakat lupa, mungkin masyarakat tidak peduli, tapi kita sebagai mahasiswa tidak bisa berdiam diri.

Kita punya cita-cita bersama, mengembalikan sungai menjadi sumber kehidupan. Seharusnya sebuah sungai dapat dijadikan sumber air bersih, irigasi pertanian, bahkan sarana wisata bagi masyarakat. Lihatlah sejarah mencatat air Sungai Euphrate dan Tigris diperebutkan oleh Turki, Syria, dan Irak. Di Afrika, konflik air terkait Sungai Nil diperebutkan oleh Mesir, Ethiopia dan Sudan. Kita pun bisa melihat betapa Inggris maju dengan menjadikan Sungai Thames sebagai infrastruktur kota yang mendukung perekonomiannya, atau Venesia yang terkenal dengan wisata gondola di sepanjang aliran sungainya.

Saat ini pun pemerintah Kota Bandung sedang merencanakan suatu program revitalisasi Sungai Cikapundung, dengan rencana membangun monorel di atas sungai, wisata arum jeram

Page 2: Fgd cikapundung

dan menjadikan Cikapundung sebagai pusat budaya air. Gerakan Cikapundung Bersih yang merupakan langkah awal revitalisasi ini saja sudah menganggarkan dana 300 juta rupiah dalam APBD Kota Bandung 2010. Rencana pembangunan monorel sendiri memerlukan biaya hingga 500 milyar rupiah. Maka mahasiswa selayaknya mengawal rencana pemerintah yang bakal menghabiskan uang rakyat yang tidak sedikit itu.

Tahukah Anda, apa yang diucapkan Wakil Walikota Bandung terkait harapannya bekerjasama dengan perguruan tinggi dalam Gerakan Cikapundung Bersih ini? "Bentuknya, ospek mahasiswa baru lebih baik dengan cara membersihkan Sungai Cikapundung. Daripada melakukan kegiatan yang cenderung mengarah pada kekerasan, lebih baik membersihkan sungai," tuturnya. "Kita akan mohon pada rektor agar saat KKN, mahasiswa diterjunkan untuk mengadvokasi masyarakat di bantaran sungai," tandasnya.

Pertanyaannya sekarang adalah, apakah kita sepakat bahwa peran kita sebagai mahasiswa ‘hanya’ sebatas itu? Jika tidak, apa menurutmu? Mari kita berdiskusi…

Rosi Nuraeni Yusfi

Mahasiswa Teknik Lingkungan ITB 2006

Wakil Menteri Pengabdian Masyarakat Kabiner KM ITB 2010/2011