febris

54
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Febris atau demam merupakan kondisi tubuh dengan suhu di atas 37,5°C sementara normalnya berkisar 36-37,5°C (Doengoes, 2000). Demam kerap disertai gejala menggigil, lesu, gelisah, sulit makan, susah tidur dan sebagainya. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Diantaranya adalah kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormon pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin, proses peradangan, status gizi, aktivitas, gangguan organ, dan lingkungan. Suhu tubuh manusia diatur oleh pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Titik tetap (set point) tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk 1

Transcript of febris

Page 1: febris

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Febris atau demam merupakan kondisi tubuh dengan suhu di atas

37,5°C sementara normalnya berkisar 36-37,5°C (Doengoes, 2000). Demam

kerap disertai gejala menggigil, lesu, gelisah, sulit makan, susah tidur dan

sebagainya. Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Diantaranya adalah

kecepatan metabolisme basal, rangsangan saraf simpatis, hormon

pertumbuhan, hormon tiroid, hormon kelamin, proses peradangan, status gizi,

aktivitas, gangguan organ, dan lingkungan. Suhu tubuh manusia diatur oleh

pusat pengaturan suhu di hipotalamus. Titik tetap (set point) tubuh

dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan pada 37°C. Apabila suhu tubuh

meningkat lebih dari titik tetap, hipotalamus akan merangsang untuk

melakukan serangkaian mekanisme untuk mempertahankan suhu dengan cara

menurunkan produksi panas dan meningkatkan pengeluaran panas sehingga

suhu kembali pada titik tetap (Ignatavicius, 2002). Upaya-upaya yang kita

dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh yaitu mengenakan pakaian yang

tipis, banyak minum, banyak istirahat, beri kompres, beri obat penurun panas.

Ada beberapa teknik dalam memberikan kompres dalam upaya menurunkan

suhu tubuh antara lain kompres hangat basah, kompres hangat kering (buli-

buli), kompres dingin basah, kompres dingin kering (kirbat es), bantal dan

selimut listrik, lampu penyinaran, busur panas (Yohmi, 2008).

1

Page 2: febris

2

Pasien yang datang dengan keluhan panas tinggi, tindakan pertama

yang dilakukan selain memberi obat penurun panas, juga diberikan kompres.

Kompres dipakai untuk membantu menurunkan panas, selain pemberian obat

penurun panas (Yohmi, 2008). Berdasarkan data selama bulan Januari –

Desember 2009 dari rekam medik di ICU RSUD Wangaya Denpasar,

didapatkan jumlah pasien dengan observasi febris sebanyak 108 orang.

Kompres merupakan tindakan mandiri perawat untuk pasien observasi febris.

Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan didapatkan data dari 4

dokumentasi asuhan keperawatan pada pasien observasi febris di ruang F

selama bulan November – Desember, seluruhnya 4 dokumentasi (100%)

dilakukan intervensi kompres untuk diagnosis keperawatan hipertermi.

Metode kompres dianggap sebagai upaya penurun suhu badan non

farmakologis. Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan

memberikan sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika

reseptor yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor

mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla

oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian anterior

sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan

pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit meningkat (berkeringat),

diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh sehingga mencapai keadaan

normal kembali (Smletzer, 2002).

Perawat dalam hal ini mempunyai peran sebagai care giver atau

pemberi asuhan keperawatan seharusnya mampu melaksanakan tindakan –

Page 3: febris

3

tindakan keperawatan, meliputi observasi, pendidikan kesehatan, intervensi

mandiri, serta tindakan kolaboratif. Kompres merupakan tindakan mandiri

perawat dalam upaya menurunkan suhu tubuh. Cara kompres seperti ini benar

bila dilakukan dengan air hangat. Karena air hangat membantu pembuluh

darah tepi di kulit melebar hingga pori – pori jadi terbuka yang selanjutnya

memudahkan pengeluaran panas dari dalam tubuh. Selain itu, kompres juga

bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu diharapkan

terjadi lewat panas tubuh yang digunakan untuk menguapkan air pada kain

kompres (Perry, & Potter, 2002). Kain kompres dapat diletakkan tak hanya di

dahi / kening, tapi juga perut atau di bagian tubuh yang luas dan terbuka. Bisa

juga diletakkan di wilayah yang terdapat pembuluh-pembuluh darah besar,

semisal leher, ketiak, selangkangan maupun lipatan paha. Yang perlu

diperhatikan, hindari mengompres dengan air dingin, air es atau es batu.

Pasalnya, perbedaan suhu yang terlalu ekstrem ini dapat mengakibatkan

"korsleting" atau benturan kuat di otak antara suhu panas tubuh dengan

kompres yang terlalu dingin tadi. Sehingga kompres air dingin justru memicu

peningkatan suhu tubuh. Air kompres yang dingin menyebabkan pembuluh

darah tepi mengecil. Akibatnya, panas yang seharusnya dialirkan oleh darah

ke kulit agar keluar dari tubuh justru jadi terhalang hingga suhu tubuh pun

akan meningkat (Yohmi, 2008). Begitu juga dengan metode kompres yang

menggunakan alkohol. Metode yang dulu dianggap mujarab menurunkan

demam ini sudah ditinggalkan. Alkohol bersifat mudah menguap dan untuk

proses penguapan ini dibutuhkan energi panas yang diambil dari tubuh

penderita. Dengan kompres alkohol, penurunan suhu tubuh bisa berlangsung

Page 4: febris

4

cepat yang justru bisa membahayakan, dan uap dari baluran alkohol di tubuh

yang terhirup dapat menimbulkan gangguan pada susunan saraf pusat (Perry

& Potter, 2002). Berdasarkan uraian di atas, maka sangat penting dilakukan

penelitian tentang efektifitas kompres hangat pada area temporalis, axilaris,

dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang

A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

B. Rumusan Masalah

1. Adakah pengaruh kompres hangat pada area temporalis terhadap

penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD

Wangaya Denpasar?

2. Adakah pengaruh kompres hangat pada area axilaris terhadap penurunan

suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya

Denpasar?

3. Adakah pengaruh kompres hangat pada area femoralis terhadap penurunan

suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya

Denpasar?

4. Bagaimanakah perbandingan efektifitas kompres hangat pada area

temporalis, axilaris, dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien

observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar?

Page 5: febris

5

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Menjelaskan efektifitas kompres hangat pada area temporalis,

axilaris, dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi

febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

2. Tujuan Khusus

a. Mengukur penurunan suhu tubuh pasien observasi febris sebelum dan

sesudah diberikan kompres hangat pada area temporalis di ruang A, C,

dan F RSUD Wangaya Denpasar.

b. Mengukur penurunan suhu tubuh pasien observasi febris sebelum dan

sesudah diberikan kompres hangat pada area axilaris di ruang A, C, dan

F RSUD Wangaya Denpasar.

c. Mengukur penurunan suhu tubuh pasien observasi febris sebelum dan

sesudah diberikan kompres hangat pada area femoralis di ruang A, C,

dan F RSUD Wangaya Denpasar.

d. Membandingkan efektifitas penurunan suhu tubuh pasien observasi

febris sebelum dan sesudah diberikan kompres hangat pada area

temporalis, axilaris, dan femoralis di ruang A, C, dan F RSUD

Wangaya Denpasar.

Page 6: febris

6

D. Manfaat Penelitian

1. Teoritis

a. Menambah wawasan ilmu keperawatan mengenai efektifitas kompres

hangat pada area temporalis, axilaris, dan femoralis terhadap penurunan

suhu tubuh pasien observasi febris.

b. Bahan pertimbangan dan data referensi bagi penelitian lanjutan yang

ingin mengetahui pengaruh intervensi keperawatan mandiri yang lain

dalam upaya penurunan suhu tubuh pasien dengan observasi febris atau

kasus penyakit lainnya.

2. Praktis

a. Bahan masukan bagi perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan

pasien observasi febris.

b. Bahan masukan bagi perawat dalam melaksanakan intervensi mandiri

keperawatan, dan pedoman dalam pemberian pendidikan kesehatan

tentang tindakan penurunan suhu tubuh kepada pasien dan keluarga

pasien.

Page 7: febris

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Suhu Tubuh

1. Pengertian

Suhu tubuh merupakan panas yang dihasilkan oleh tubuh dan

diatur oleh suatu pusat di dalam hipotalamus dari otak. Pusat ini bereaksi

terhadap darah yang melaluinya. Bila diukur di dalam mulut atau anus,

suhu yang terbaca menunjukkan “suhu tengah” dari tubuh, yaitu suhu dari

organ – organ rongga dada dan rongga perut serta dari otak. Suhu mulut

normal berkisar antara 36,0° - 37,5°C, suhu rektal / anus sedikit lebih

tinggi. Suhu yang terbaca di ketiak dan lipat paha sedikit lebih rendah

(Ignatavicius, 2002).

2. Fisiologi Suhu Tubuh

Berdasarkan distribusi suhu di dalam tubuh, dikenal suhu inti

(core temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada jaringan dalam, seperti

kranial, toraks, rongga abdomen, dan rongga pelvis. Suhu ini biasanya

dipertahankan relatif konstan (sekitar 37°C). selain itu, ada suhu

permukaan (surface temperatur), yaitu suhu yang terdapat pada kulit,

jaringan sub kutan, dan lemak. Suhu ini biasanya dapat berfluktuasi sebesar

20°C sampai 40°C (Corwin, 2001).

Page 8: febris

8

3. Penghasil Suhu Tubuh

1. Laju metabolisme basal (basal metabolisme rate, BMR) di semua sel

tubuh.

2. Laju cadangan metabolisme yang disebabkan aktivitas otot (termasuk

kontraksi otot akibat menggigil).

3. Metabolisme tambahan akibat pengaruh hormon tiroksin dan sebagian

kecil hormon lain, misalnya hormon pertumbuhan (growth hormone

dan testosteron).

4. Metabolisme tambahan akibat pengaruh epineprine, norepineprine, dan

rangsangan simpatis pada sel.

5. Metabolisme tambahan akibat peningkatan aktivitas kimiawi di dalam

sel itu sendiri terutama bila temperatur menurun.

4. Sistem Pengaturan Suhu Tubuh

Tubuh manusia merupakan organ yang mampu menghasilkan

panas secara mandiri dan tidak tergantung pada suhu lingkungan. Tubuh

manusia memiliki seperangkat sistem yang memungkinkan tubuh

menghasilkan, mendistribusikan, dan mempertahankan suhu tubuh dalam

keadaan konstan. Panas yang dihasilkan tubuh sebenarnya merupakan

produk tambahan proses metabolisme yang utama (Corwin, 2001).

Suhu tubuh manusia cenderung berfluktuasi setiap saat. Banyak

faktor yang dapat menyebabkan fluktuasi suhu tubuh. Untuk

mempertahankan suhu tubuh manusia dalam keadaan konstan, diperlukan

regulasi suhu tubuh. Suhu tubuh manusia diatur dengan mekanisme umpan

balik (feed back) yang diperankan oleh pusat pengaturan suhu di

Page 9: febris

9

hipotalamus. Apabila pusat temperatur hipotalamus mendeteksi suhu tubuh

yang terlalu panas, tubuh akan melakukan mekanisme umpan balik.

Mekanisme umpan balik ini terjadi bila suhu inti tubuh telah melewati

batas toleransi tubuh untuk mempertahankan suhu, yang disebut titik tetap

(set point). Titik tetap tubuh dipertahankan agar suhu tubuh inti konstan

pada 37°C. Apabila suhu tubuh meningkat lebih dari titik tetap,

hipotalamus akan merangsang untuk melakukan serangkaian mekanisme

untuk mempertahankan suhu dengan cara menurunkan produksi panas dan

meningkatkan pengeluaran panas sehingga suhu kembali pada titik tetap

(Smletzer, 2002).

Upaya-upaya yang kita dilakukan untuk menurunkan suhu tubuh

yaitu mengenakan pakaian yang tipis, banyak minum, banyak istirahat, beri

kompres, beri obat penurun panas. Ada beberapa teknik dalam memberikan

kompres dalam upaya menurunkan suhu tubuh antara lain kompres hangat

basah, kompres hangat kering (buli-buli), kompres dingin basah, kompres

dingin kering (kirbat es), bantal dan selimut listrik, lampu penyinaran,

busur panas (Yohmi, 2008).

5. Mekanisme Perubahan Suhu Tubuh

a. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh meningkat yaitu :

1) Vasodilatasi

Vasodilatasi pembuluh darah perifer hampir dilakukan

pada semua area tubuh. Vasodilatasi ini disebabkan oleh hambatan

dari pusat simpatis pada hipotalamus posterior yang menyebabkan

vasokontriksi sehingga terjadi vasodilatasi yang kuat pada kulit,

Page 10: febris

10

yang memungkinkan percepatan pemindahan panas dari tubuh ke

kulit hingga delapan kali lipat lebih banyak.

2) Berkeringat

Pengeluaran keringat melalui kulit terjadi sebagai efek

peningkatan suhu yang melewati batas kritis, yaitu 37°C.

pengeluaran keringat menyebabkan peningkatan pengeluaran

panas melalui evaporasi. Peningkatan suhu tubuh sebesar 1°C

akan menyebabkan pengeluaran keringat yang cukup banyak

sehingga mampu membuang panas tubuh yang dihasilkan dari

metabolisme basal 10 kali lebih besar. Pengeluaran keringat

merupakan salh satu mekanisme tubuh ketika suhu meningkat

melampaui ambang kritis. Pengeluaran keringat dirangsang oleh

pengeluaran impuls di area preoptik anterior hipotalamus melalui

jaras saraf simpatis ke seluruh kulit tubuh kemudian menyebabkan

rangsangan pada saraf kolinergic kelenjar keringat, yang

merangsang produksi keringat. Kelenjar keringat juga dapat

mengeluarkan keringat karena rangsangan dari epinefrin dan

norefineprin.

3) Penurunan pembentukan panas

Beberapa mekanisme pembentukan panas, seperti

termogenesis kimia dan menggigil dihambat dengan kuat.

Page 11: febris

11

b. Mekanisme tubuh ketika suhu tubuh menurun, yaitu :

1) Vasokontriksi kulit di seluruh tubuh

Vasokontriksi terjadi karena rangsangan pada pusat

simpatis hipotalamus posterior.

2) Piloereksi

Rangsangan simpatis menyebabkan otot erektor pili yang

melekat pada folikel rambut berdiri. Mekanisme ini tidak penting

pada manusia, tetapi pada binatang tingkat rendah, berdirinya bulu

ini akan berfungsi sebagai isolator panas terhadap lingkungan.

3) Peningkatan pembentukan panas

Pembentukan panas oleh sistem metabolisme meningkat

melalui mekanisme menggigil, pembentukan panas akibat

rangsangan simpatis, serta peningkatan sekresi tiroksin.

4) Penjalaran Sinyal Suhu Pada Sistem Saraf

Sinyal suhu yang dibawa oleh reseptor pada kulit akan

diteruskan ke dalam otak melalui jaras spinotalamikus

(mekanismenya hamper sama dengan sensasi nyeri). Ketika sinyal

suhu sampai di tingkat medulla spinalis , sinyal akan menjalar

dalam traktus Lissauer beberapa segmen di atas atau di bawah, dan

selanjutnya akan berakhir terutama pada lamina I, II dan III radiks

dorsalis.

Setelah mengalami percabangan melalui satu atau lebih

neuron dalam medulla spinalis, sinyal suhu selanjutnya akan

dijalarkan ke serabut termal asenden yang menyilang ke traktus

Page 12: febris

12

sensorik anterolateral sisi berlawanan, dan akan berakhir di tingkat

reticular batang otak dan komplek ventrobasal thalamus. Beberapa

sinyal suhu pada kompleks ventrobasal akan diteruskan ke korteks

somatosensorik.

6. Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suhu Tubuh (Smletzer, 2002)

a. Kecepatan metabolisme basal

Kecepatan metabolisme basal tiap individu berbeda-beda. Hal

ini memberi dampak jumlah panas yang diproduksi tubuh menjadi

berbeda pula. Sebagaimana disebutkan pada uraian sebelumnya, sangat

terkait dengan laju metabolisme.

b. Rangsangan saraf simpatis

Rangsangan saraf simpatis dapat menyebabkan kecepatan

metabolisme menjadi 100% lebih cepat. Disamping itu, rangsangan

saraf simpatis dapat mencegah lemak coklat yang tertimbun dalam

jaringan untuk dimetabolisme. Hampir seluruh metabolisme lemak

coklat adalah produksi panas. Umumnya, rangsangan saraf simpatis ini

dipengaruhi stress individu yang menyebabkan peningkatan produksi

epineprin dan norepineprin yang meningkatkan metabolisme.

c. Hormone pertumbuhan

Hormone pertumbuhan ( growth hormone ) dapat

menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme sebesar 15-20%.

Akibatnya, produksi panas tubuh juga meningkat.

Page 13: febris

13

d. Hormone tiroid

Fungsi tiroksin adalah meningkatkan aktivitas hamper semua

reaksi kimia dalam tubuh sehingga peningkatan kadar tiroksin dapat

mempengaruhi laju metabolisme menjadi 50-100% diatas normal.

e. Hormone kelamin

Hormone kelamin pria dapat meningkatkan kecepatan

metabolisme basal kira-kira 10-15% kecepatan normal, menyebabkan

peningkatan produksi panas. Pada perempuan, fluktuasi suhu lebih

bervariasi dari pada laki-laki karena pengeluaran hormone

progesterone pada masa ovulasi meningkatkan suhu tubuh sekitar 0,3 –

0,6°C di atas suhu basal.

f. Demam ( peradangan )

Proses peradangan dan demam dapat menyebabkan

peningkatan metabolisme sebesar 120% untuk tiap peningkatan suhu

10°C.

g. Status gizi

Malnutrisi yang cukup lama dapat menurunkan kecepatan

metabolisme 20 – 30%. Hal ini terjadi karena di dalam sel tidak ada zat

makanan yang dibutuhkan untuk mengadakan metabolisme. Dengan

demikian, orang yang mengalami mal nutrisi mudah mengalami

penurunan suhu tubuh (hipotermia). Selain itu, individu dengan lapisan

lemak tebal cenderung tidak mudah mengalami hipotermia karena

lemak merupakan isolator yang cukup baik, dalam arti lemak

Page 14: febris

14

menyalurkan panas dengan kecepatan sepertiga kecepatan jaringan

yang lain.

h. Aktivitas

Aktivitas selain merangsang peningkatan laju metabolisme,

mengakibatkan gesekan antar komponen otot / organ yang

menghasilkan energi termal. Latihan (aktivitas) dapat meningkatkan

suhu tubuh hingga 38,3 – 40,0 °C.

i. Gangguan organ

Kerusakan organ seperti trauma atau keganasan pada

hipotalamus, dapat menyebabkan mekanisme regulasi suhu tubuh

mengalami gangguan. Berbagai zat pirogen yang dikeluarkan pada saai

terjadi infeksi dapat merangsang peningkatan suhu tubuh. Kelainan

kulit berupa jumlah kelenjar keringat yang sedikit juga dapat

menyebabkan mekanisme pengaturan suhu tubuh terganggu.

j. Lingkungan

Suhu tubuh dapat mengalami pertukaran dengan lingkungan,

artinya panas tubuh dapat hilang atau berkurang akibat lingkungan

yang lebih dingin. Begitu juga sebaliknya, lingkungan dapat

mempengaruhi suhu tubuh manusia. Perpindahan suhu antara manusia

dan lingkungan terjadi sebagian besar melalui kulit.

Proses kehilangan panas melalui kulit dimungkinkan karena

panas diedarkan melalui pembuluh darah dan juga disuplai langsung

ke fleksus arteri kecil melalui anastomosis arteriovenosa yang

mengandung banyak otot. Kecepatan aliran dalam fleksus

Page 15: febris

15

arteriovenosa yang cukup tinggi (kadang mencapai 30% total curah

jantung) akan menyebabkan konduksi panas dari inti tubuh ke kulit

menjadi sangat efisien. Dengan demikian, kulit merupakan radiator

panas yang efektif untuk keseimbangan suhu tubuh.

7. Mekanisme Kehilangan Panas Melalui Kulit

a. Radiasi

Radiasi adalah mekanisme kehilangan panas tubuh dalam

bentuk gelombang panas inframerah. Gelombang inframerah yang

dipancarkan dari tubuh memiliki panjang gelombang 5 – 20

mikrometer. Tubuh manusia memancarkan gelombang panas ke segala

penjuru tubuh. Radiasi merupakan mekanisme kehilangan panas paling

besar pada kulit (60%) atau 15% seluruh mekanisme kehilangan panas.

Panas adalah energi kinetic pada gerakan molekul. Sebagian

besar energi pada gerakan ini dapat di pindahkan ke udara bila suhu

udara lebih dingin dari kulit. Sekali suhu udara bersentuhan dengan

kulit, suhu udara menjadi sama dan tidak terjadi lagi pertukaran panas,

yang terjadi hanya proses pergerakan udara sehingga udara baru yang

suhunya lebih dingin dari suhu tubuh.

b. Konduksi

Konduksi adalah perpindahan panas akibat paparan langsung

kulit dengan benda-benda yang ada di sekitar tubuh. Biasanya proses

kehilangan panas dengan mekanisme konduksi sangat kecil. Sentuhan

dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil

karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar

Page 16: febris

16

langsung dengan benda relative jauh lebih kecil dari pada paparan

dengan udara, dan sifat isolator benda menyebabkan proses

perpindahan panas tidak dapat terjadi secara efektif terus menerus.

c. Evaporasi

Evaporasi (penguapan air dari kulit) dapat memfasilitasi

perpindahan panas tubuh. Setiap satu gram air yang mengalami

evaporasi akan menyebabkan kehilangan panas tubuh sebesar 0,58

kilokalori. Pada kondisi individu tidak berkeringat, mekanisme

evaporasi berlangsung sekitar 450 – 600 ml/hari.

Hal ini menyebabkan kehilangan panas terus menerus dengan

kecepatan 12 – 16 kalori per jam. Evaporasi ini tidak dapat

dikendalikan karena evaporasi terjadi akibat difusi molekul air secara

terus menerus melalui kulit dan system pernafasan.

8. Rentang Suhu Tubuh Manusia

a. Hipotermi, bila suhu tubuh kurang dari 36°C

b. Normal, bila suhu tubuh berkisar antara 36 - 37,5°C

c. Febris / pireksia, bila suhu tubuh antara 37,5 - 40°C

d. Hipertermi, bila suhu tubuh lebih dari 40°C

B. Konsep Febris

1. Pengertian

Menurut kamus kedokteran, febris (pireksia, fever, demam) adalah

peningkatan suhu tubuh di atas normal; setiap penyakit yang ditandai

dengan peningkatan suhu tubuh (Dorland, 2002).

Page 17: febris

17

Febris atau pyrexia adalah kenaikan suhu tubuh di atas normal.

Keadaan ini paling banyak disebabkan oleh pengaruh pada pusat pengatur

suhu oleh zat – zat pyrogen, yaitu zat – zat kimia yang dilepaskan dalam

jumlah kecil ke dalam darah oleh kerja dari kuman – kuman dan dari

jaringan – jaringan yang rusak (Smletzer, 2002).

Demam adalah suhu tubuh di atas batas normal biasa, dapat

disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau oleh zat toksik yang

mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit – penyakit bakteri, tumor

otak, dan dehidrasi.

2. Etiologi

1. Infeksi

Febris dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, protozoa,

dan metazoa.

2. Neoplasma

Febris dapat timbul pada setiap keganasan yang berkembang

dengan cepat, sebagai akibat dilepaskannya zat – zat pyrogen dari sel –

sel yang rusak atau dari suatu infeksi sekunder.

3. Reaksi – reaksi kerentanan / hipersensitifitas

Febris dapat disebabkan oleh karena suatu kerentanan terhadap

obat – obatan atau protein – protein asing, dan biasanya bersamaan

dengan urtikaria, gatal – gatal, muntah, rasa nyeri di persendian dan

albuminuria.

Page 18: febris

18

4. Penyakit – penyakit kolagen

Febris dapat merupakan gejala dari lupus erytematous

sistemik, poliartritis nodosa.

5. Gangguan mekanisme pengaturan suhu

Mekanisme yang mengatur suhu dapat terganggu pada

berbagai keadaan dengan akibat hiperpireksia. Ini dapat terjadi pada

heat stroke, dan kerusakan pada hipotalamus.

6. Gangguan peredaran darah

Penyakit yang dapat menyebabkan febris antara lain infark

miokard, infark paru dan hemoragi subarachnoid.

7. Penyebab – penyebab lain

Seperti penyakit crohn, krisis tiroid, dan sepsis gigi.

3. Patofisiologi

Demam dapat disebabkan oleh kelainan dalam otak sendiri atau

oleh zat toksikyang mempengaruhi pusat pengaturan suhu, penyakit –

penyakit bakteri, tumor otak, dan dehidrasi.

Banyak protein, hasil pemecahan protein, dan zat – zat tertentu

lain, seperti toksin lipopolisakarida yang disekresi oleh bakteri dapat

menyebabkan titik setel termostat hipotalamus meningkat. Zat – zat yang

menyebabkan efek ini dinamakan pirogen. Terdapat pirogen yang

disekresikan oleh bakteri toksik atau pirogen yang dikeluarkan dari

degenerasi jaringan tubuh yang menyebabkan demam selama sakit. Bila

titik setel thermostat hipotalamus meningkat lebih tinggi dari normal,

Page 19: febris

19

semua mekanisme untuk meningkatkan suhu tubuh bekerja, termasuk

konservasi panas dan peningkatan pembentukan panas. Dalam beberapa

jam setelah thermostat diubah ke tingkat yang lebih tinggi, suhu tubuh juga

mencapai tingkat tersebut.

Bila pengaturan termostat dengan mendadak diubah dari tingkat

normal ke nilai yang lebih tinggi dari normal sebagai akibat kerusakan

jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi, suhu tubuh biasanya memerlukan

beberapa jam untuk menemui suhu yang baru. Jika suhu darah lebih rendah

daripada setelan suhu thermostat hipotalamus, terjadi respon otonom yang

biasanya menyebabkan peningkatan suhu tubuh. Selama periode ini orang

akan menggigil, selama ia sangat dingin, walaupun suhu tubuhnya melebihi

suhu normal. Menggigil terus berlangsung terus sampai suhu tubuhnya ke

tingkat seting hipotalamus yaitu 103°F. Kemudian bila suhu tubuh

mencapai nilai ini, ia tidak lagi menggigil tetapi gantinya ia tidak merasa

dingin atau panas (Corwin, 2001).

4. Asuhan Keperawatan Pasien dengan Observasi Febris (Doengoes,

2000)

a. Pengakajian

1) Data Subjektif

- Pasien mengatakan badannya panas

- Pasien mengatakan badannya terasa panas

- Pasien mengatakan kedinginan akibat suhunya naik.

2) Data Objektif

- Suhu lebih dari 38°C

Page 20: febris

20

- Kulit kemerahan

- Tubuh pasien terasa hangat

- Takikardi

- Nafas cepat

- Dehidrasi

b. Diagnosis Keperawatan

1) Hipertermi berhubungan dengan dehidrasi

2) Hipertermi berhubungan dengan penurunan kemampuanuntuk

berkeringat

3) Hipertermi berhubungan dengan proses peradangan

c. Rencana Tindakan

1) Pantau tanda – tanda vital terutama suhu

2) Beri pasien banyak minum

3) Beri pasien kompres dengan air hangat

4) Anjurkan pasien memakai pakaian tipis dan menyerap keringat

5) Beri selimut pelindung

6) Pantau suhu lingkungan

7) Kolaborasi dalam pemberian obat anti piretik

d. Evaluasi

1) Suhu tubuh pasien normal antara 36,5°C – 37,5°C

2) Pasien tidak lemas

3) Pasien tidak dehidrasi

Page 21: febris

21

C. Konsep Kompres Hangat

1. Pengertian

Kompres hangat adalah suatu prosedur menggunakan kain /

handuk yang telah di celupkan pada air hangat, yang ditempelkan pada

bagian tubuh tertentu, untuk memberikan rasa nyaman dan menurunkan

suhu tubuh dalam menangani kasus klien yang mengalami pireksia /

demam.

Metode kompres dianggap sebagai upaya penurun suhu badan.

Cara kompres seperti ini memang benar bila dilakukan dengan air hangat.

Karena air hangat membantu pembuluh darah tepi di kulit melebar hingga

pori – pori jadi terbuka yang selanjutnya memudahkan pengeluaran panas

dari dalam tubuh. Selain itu, kompres juga bertujuan menurunkan suhu di

permukaan tubuh. Turunnya suhu diharapkan terjadi lewat panas tubuh

yang digunakan untuk menguapkan air pada kain kompres. Kain kompres

dapat diletakkan tak hanya di dahi / kening, tapi juga perut atau di bagian

tubuh yang luas dan terbuka. Bisa juga diletakkan di wilayah yang terdapat

pembuluh-pembuluh darah besar, semisal leher, ketiak, selangkangan

maupun lipatan paha (White, 2002).

2. Fisiologi Kompres Hangat

Kompres dengan air hangat atau suam-suam kuku merupakan cara

terbaik untuk menurunkan panas. Sebab kalau suhu di luar tubuh terasa

hangat, maka tubuh akan menginterpretasikan bahwa suhu di luar cukup

panas. Dengan demikian, tubuh akan menurunkan kontrol pengatur suhu di

otaknya, supaya suhu tubuhnya jangan terlalu panas. Kebalikan dari

Page 22: febris

22

kompres air dingin, tubuh yang panas akan semakin panas, karena tubuh

menganggap di luar suhunya dingin.

Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan

sinyal ke hipothalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor

yang peka terhadap panas dihipotalamus dirangsang, sistem effektor

mengeluarkan sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada

medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh hipotalamik bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas melalui kulit

meningkat (berkeringat), diharapkan akan terjadi penurunan suhu tubuh

sehingga mencapai keadaan normal kembali (Yohmi, 2008).

3. Lokasi Pemberian Kompres

Prinsipnya mengompres adalah memberi kemungkinan agar panas

yang ada dalam tubuh dapat mengalir keluar. Panas keluar melalui tempat-

tempat di mana pembuluh darah besar yang dekat dengan kulit berada,

seperti di leher, ketiak, dan selangkangan.

4. Prosedur Pemberian Kompres Hangat (Yohmi, 2008)

a. Alat dan bahan :

- Larutan kompres berupa air hangat 40 °C dalam wadahnya (dalam

kom)

- Handuk / kain / wash lap untuk kompres

- Handuk pengering

Page 23: febris

23

- Sarung tangan

- Termometer

b. Prosedur :

- Beri tahu klien, dan siapkan alat, klien, dan lingkungan.

- Cuci tangan

- Ukur suhu tubuh

- Basahi kain pengompres dengan air, peras kain sehingga tidak

terlalu basah.

- Letakkan kain pada daerah yang akan dikompres ( dahi, ketiak,

perut, leher belakang ).

- Tutup kain kompres dengan handuk kering

- Apabila kain telah kering atau suhu kain relative menjadi dingin,

masukkan kembali kain kompres ke dalam cairan kompres dan

letakkan kembali di daerah kompres, lakukan berulang-ulang

hingga efek yang diinginkan dicapai

- Evaluasi hasil dengan mengukur suhu tubuh klien setelah 20 menit

- Setelah selesai, keringkan daerah kompres atau bagian tubuh yang

basah dan rapikan alat

- Cuci tangan

Page 24: febris

24

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

A. Kerangka Konseptual

Keterangan : DiukurTidak Diukur

Gambar 3.1 : Kerangka konseptual efektifitas kompres hangat pada area temporalis, axilaris, dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

25

Pasien Observasi Febris

Peningkatan Suhu Tubuh(Suhu Tubuh Rektal ≥ 38°C)

Rangsangan

Vasodilatasi pembuluh darah

Pori – pori terbuka lebar

Panas tubuh mengalir keluar

Penurunan suhu tubuh(Suhu tubuh rektal < 38 °C)

Faktor Eksternal :- Lingkungan- Aktivitas- Status gizi

Faktor Internal :- Gangguan organ- Demam

(peradangan)- Rangsangan saraf

simpatis- Kecepatan

metabolisme basal- Hormonal Kompres Hangat pada :

- Temporalis- Aksilaris- Femoralis

Termostat suhu di hipotalamus

Mendeteksi adanya benda panas di kulit (kain kompres)

Menurunkan produksi panas tubuh dan meningkatkan

pengeluaran panas

Page 25: febris

25

Dari bagan kerangka konseptual dapat dijelaskan proses interaksi dari

berbagai faktor yang mempengaruhi penurunan suhu tubuh pada pasien

dengan observasi febris dan pengaruh kompres hangat pada temporalis,

aksilaris, dan femoralis. Peningkatan suhu tubuh pada pasien dengan observasi

febris dipengaruhi oleh berbagai macam faktor. Secara umum faktor – faktor

itu dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar, yaitu faktor eksternal dan faktor

internal. Faktor internal adalah faktor yang ada dalam tubuh manusia seperti

Gangguan organ, Demam (peradangan), Rangsangan saraf simpatis,

Kecepatan metabolisme basal, dan hormonal. Sedangkan faktor eksternal

adalah faktor dari luar tubuh manusia yang mempengaruhi suhu tubuh yaitu

Lingkungan, Aktivitas, dan Status gizi. Kompres hangat merupakan suatu

upaya untuk menurunkan suhu tubuh, mekanisme kompres hangat akan

menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang menyebabkan terbukanya

pori – pori sehingga aliran panas dari dalam tubuh dapat keluar dengan

mudah. Selain itu rangsangan kain kompres hangat pada kulit akan

merangsang termostat di hipotalamus yang mendeteksi adanya suhu yang

hangat di luar tubuh, sehingga pusat panas menurunkan produksi panas tubuh

dan meningkatkan pengeluaran panas. Pada akhirnya suhu tubuh akan

menurun.

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

Variabel adalah suatu ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota

suatau kelompok (orang, benda, situasi) yang berbeda dengan yang dimiliki

oleh sekelompok tersebut (Nursalam & Pariani, 2001). Variabel independen

adalah variabel yang nilainya menentukan variabel lain (Nursalam, 2003).

Page 26: febris

26

Variabel independen dalam penelitian ini adalah kompres hangat di area

temporalis, aksilaris, dan femoralis. Variabel dependen adalah variabel yang

nilainya ditentukan oleh variabel lain (Nursalam, 2003). Variabel dependen

dalam penelitian ini adalah penurunan suhu tubuh.

Definisi operasional variabel adalah definisi berdasarkan karakteristik

yang diamati dari sesuatu yang didefinisikan tersebut (Nursalam & Pariani,

2001).

Tabel 4.1 : Definisi operasional efektifitas kompres hangat pada area temporalis, axilaris, dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

No. VariabelDefinisi

OperasionalParameter

AlatUkur

Skala Skor

1.IndependenKompres hangat pada temporalis, aksilaris, dan femoralis

Suatu cara menurunkan suhu tubuh dengan menempelkan kain handuk yang telah dicelupkan air hangat (40°C) di area dahi, lipatan ketiak, dan lipatan paha.

Melakukan prosedur kompres hangat dengan kain handuk ukuran 20x20cm, dilipat menjadi dua bagian, dicelupkan air hangat (40°C), diperas, kemudian ditempelkan di area :1. Temporalis : di

dahi, tepat di atas alis mata

2. Aksilaris : lipatan ketiak kanan dan kiri dengan posisi menjepit kain kompres.

3. Femoralis : di lipatan paha kanan dan kiri tepat di atas inguinal.

2.DependenPenurunan suhu tubuh

Keadaan dimana temperatur rektal lebih rendah dibandingkan dengan temperatur rektal awal

Mengukur suhu tubuh melalui rektal sebelum dan sesudah tindakan kompres

LE

MB

AR

OB

SE

RV

AS

I

O R

D I

N A

L

Skor :1 = Suhu tubuh

menurun dibandingkan dengan suhu tubuh awal

2 = Suhu tubuh tetap3 = Suhu tubuh

mengalami peningkatan dibandingkan suhu tubuh awal

Page 27: febris

27

C. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini dirumuskan hipotesis penelitian (H1) yaitu,

1. Ada pengaruh pemberian kompres hangat pada area temporalis, axilaris, dan

femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A,

C, dan F RSUD Wangaya Denpasar

2. Ada perbedaan efektifitas kompres hangat pada area temporalis, axilaris, dan

femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A,

C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

Page 28: febris

28

BAB 4

METODE PENELITIAN

Metode penelitian merupakan suatu cara untuk memperoleh kebenaran

ilmu pengetahuan atau untuk memecahkan suatu masalah dengan menggunakan

metode ilmiah (Notoatmojo, 2005).

A. Rancangan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah dan tujuan penelitian maka

penelitian ini merupakan suatu studi pre experimental yang mengkaji dan

menganalisis pengaruh antara variabel – variabel dan bertujuan untuk

mengungkapkan adanya perbedaan pengaruh pada variabel.

Sehingga rancangan penelitian yang sesuai adalah dengan pendekatan

static-group comparison, yaitu suatu pendekatan dalam penelitian untuk

menentukan pengaruh dari suatu tindakan pada kelompok subjek yang

mendapat perlakuan yang berbeda (Nursalam, 2003).

Subjek Pra Perlakuan Pasca testK O I-1 O1K O I-2 O2K O I-3 O3

Time 1 Time 2 Time 3Keterangan :

K : Subjek (pasien observasi febris)O : Observasi suhu tubuh per rektalI (1+2+3) : Intervensi kompres hangat (kelompok temporalis, aksilaris, dan

femoralis)O (1+2+3) : Observasi suhu tubuh per rektal (kelompok temporalis, aksilaris, dan

femoralis)

Page 29: febris

29

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian ini adalah di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya

Denpasar dengan alasan angka kejadian dan jumlah penderita observasi febris

terdapat pada ruangan – ruangan tersebut cukup banyak. Penelitian ini akan

dilaksanakan selama 2 bulan mulai tanggal 1 Desember 2010 sampai dengan

30 Januari 2011.

C. Kerangka Kerja

Gambar 3.1 : Kerangka kerja efektifitas kompres hangat pada area temporalis, axilaris, dan femoralis terhadap penurunan suhu tubuh pasien observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar

Hasil perbedaanpenurunan suhu tubuh

Penyajian Hasil

Penetapan sampel(kriteria inklusi)

AnalisisData

AnalisisData

Observasi :Suhu Rektal

Observasi :Suhu Rektal

Kompres hangatdi Temporalis

Kompres hangat di Aksilaris

Kelompok 1(n=10)

Kelompok 2(n=10)

Populasi

AnalisisData

Observasi :Suhu Rektal

Kompres hangat di Femoralis

Kelompok 3(n=10)

Page 30: febris

30

D. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah setiap subjek (misalnya; manusia, pasien) yang

memenuhi kriteria yang ditetapkan (Nursalam, 2003). Populasi dalam

penelitian ini adalah seluruh pasien dengan kasus observasi febris di ruang

A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar.

2. Sampel

Sampel adalah bagian populasi terjangkau yang dapat

dipergunakan sebagai subjek penelitian melalui sampling (Nursalam,

2003). Pada penelitian ini sampel yang diambil adalah pasien dengan

kasus observasi febris di ruang A, C, dan F RSUD Wangaya Denpasar

yang disesuaikan dengan kriteria inklusi.

3. Besar sampel

Berdasarkan data dari rekam medik di ICU RSUD Wangaya

Denpasar, didapatkan populasi pasien BPH yang menjalani operasi open

prostatectomy selama bulan Januari – Desember 2009 sejumlah 108 kasus

dan jumlah rata – rata kasus setiap bulan sebanyak 9 kasus. Karena

keterbatasan jumlah populasi, maka besar sampel diambil dari keseluruhan

subjek penelitian yang didapatkan selama periode pengumpulan data (total

sampling).

Page 31: febris

31

4. Sampling

Sampling adalah proses dalam menyeleksi porsi dari populasi

untuk dapat mewakili populasi (Nursalam, 2003). Penelitian ini

menggunakan teknik nonprobability dengan metode total sampling, yaitu

suatu cara pengambilan sampel dengan mengambil keseluruhan dari

jumlah populasi yang ada (Notoatmodjo, 2002). Sehingga dalam penelitian

ini diambil sampel pasien dengan kasus observasi febris di ruang A, C, dan

F RSUD Wangaya Denpasar yang seluruhnya dijadikan subjek penelitian.

E. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan adalah data primer yaitu materi atau

kumpulan fakta yang dikumpulkan sendiri oleh peneliti pada saat

berlangsungnya suatu penelitian (Arikunto, 2002). Data tersebut diperoleh

peneliti selama periode penelitian dari hasil observasi subjek penelitian

yang didokumentasikan pada lembar observasi penelitian.

2. Instrumen Penelitian

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan pedoman

observasi suhu tubuh dan standar operasional prosedur kompres hangat,

yang diadaptasi dari berbagai sumber referensi tentang asuhan

keperawatan pada pasien dengan observasi febris.

3. Prosedur Pengumpulan Data

Sebelum pengumpulan data dilakukan, peneliti mengajukan

permohonan kepada Direktur RSUD Wangaya Denpasar dan Kepala

Page 32: febris

32

Ruangan ICU, untuk mendapatkan persetujuan penelitian, peneliti juga

mengajukan permohonan ijin pada responden yaitu pasien observasi febris

sebagai subjek penelitian.

Setelah mendapatkan ijin dari instansi yang terkait dan responden,

peneliti melakukan pengumpulan data. Pengumpulan data dilakukan

dengan melakukan observasi suhu tubuh per rektal sebelum dilakukan

intervensi kompres hangat. Kompres dilakukan pada masing – masing

kelompok area temporalis, aksilaris, dan femoralis selama 3 x 15 menit

dengan jeda 5 menit. Kemudian diukur suhu per rektal dan dilakukan

analisis data.

F. Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data terkumpul, kemudian dilakukan pengelompokan

variabel independen dan variabel dependen. Data tersebut dianggap

memenuhi syarat apabila seluruh data telah terisi dengan lengkap dan jelas

(editing). Data tersebut selanjutnya diberi tanda khusus (coding) untuk

menghindari pencantuman identitas atau menghindari adanya kesalahan

dan duplikasi data yang masuk.

Setelah proses coding selesai dilanjutkan dengan tabulasi dalam

bentuk tabel sesuai dengan variabel yang diukur untuk mengetahui

hubungan tingkat kepatenan aliran cairan irigasi dengan kejadian obstruksi

bekuan darah (clotting) pada pasien pasca operasi open prostatectomy.

Data kuantitatif yang diperoleh dari lembar observasi dilakukan analisis

dengan komputer program SPSS, menggunakan uji Wilcoxon Sign Rank

Test, dengan tingkat kemaknaan p<0,05. Jika hasil uji statistik

Page 33: febris

33

menunjukkan p<0,05 maka H0 ditolak dan hipotesis penelitian (H1)

diterima, yang berarti ada beda antara pemberian kompres hangat terhadap

penurunan suhu. Hasil masing – masing kelompok kemudian

dibandingkan untuk mengetahui signifikansi dan efektifitas kompres

hangat pada area temporalis, aksilaris, dan femoralis.

G. Etika Penelitian

Apabila manusia dijadikan sebagai subjek suatu penelitian, hak

sebagai manusia harus dilindungi (Nursalam, 2001). Sebelum dilakukan

pengumpulan data, peneliti terlebih dahulu mengajukan permohonan ijin yang

disertai proposal penelitian. Setelah mendapat persetujuan, peneliti memulai

melakukan observasi. Penelitian ini menekankan masalah etik sebagai

berikut :

1. Lembar Persetujuan Responden (Informed Consent)

Sebelum menjadi responden, peneliti menjelaskan maksud dan

tujuan penelitian. Setelah responden mengerti maksud dan tujuan

penelitian, responden atau keluarga yang bertanggung jawab

menandatangani lembar persetujuan. Jika responden menolak untuk diteliti

maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak klien.

2. Tanpa Pencantuman Nama Responden (Anonimity)

Untuk menjaga kerahasiaan identitas subjek, peneliti tidak akan

mencantumkan nama subjek pada lembar pengumpulan data (kuesioner)

yang diisi oleh subjek. Lembar hanya diberi nomor kode tertentu.

Page 34: febris

34

3. Kerahasiaan Data Responden (Confidentiality)

Kerahasiaan informasi yang telah diberikan oleh responden

dijamin oleh peneliti. Data hanya akan disajikan kepada kelompok tertentu

yang berhubungan dengan penelitian ini

H. Keterbatasan

1 Instrumen yang digunakan untuk pengumpulan data berupa lembar

observasi yang diadaptasi dari tinjauan teori belum diketahui validitas dan

reliabilitasnya.

2 Feasibility yaitu dalam melaksanakan penelitian terdapat adanya

pertimbangan mengenai keterbatasan waktu dan subjek penelitian yang

diambil berdasarkan total sampling.

Page 35: febris

35

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2002). Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktek, Edisi Revisi V. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Corwin, E. J. (2001). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Doengoes, M. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC.

Ganong, W. F. (2000). Fisiologi Kedokteran, Edisi 10. Jakarta : EGC.

Ignatavicius, D. & Linda W. (2002). Medical Surgical Nursing, Critical Thinking for Colaborative Care, 4th Edition, Volume I. New York : WB. Saunders Company.

Notoatmodjo, S. (2002). Metodologi Penelitian Kesehatan, Edisi Revisi. Jakarta : PT. Rineka Cipta.

Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : PT. Salemba Medika.

Nursalam & Pariani S. (2001). Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan. Jakarta : CV. Sagung Seto.

Perry, A. & Potter, P. (2002). Clinical Nursing Skill and Techniques, 5th Edition. St. Louis : Mosby Company.

Yohmi, E. (2008). Kompres Hangat. Tanggal 1 Februari 2010, jam 20.00 WITA. http://nursingbegin.com/kompres-hangat/

Smith, S. F. (2004). Clinical Nursing Skill, Basic to Advance Skill, 6th Edition. New Jersey : Pearson Prentice-Hall.

Smletzer, S. (2002). Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.

White, L. & Gena D. (2002). Medical Surgical Nursing, an Integrated Approach, 2nd Edition. New York : Delmar-Thompson Learning.