FDM Edo Finish (Defleksi)
description
Transcript of FDM Edo Finish (Defleksi)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sebuah sistem mekanik membutuhkan pengertian mendalam atas
konsep utama dari cabang ilmu mekanika, kinematika, teknik material,
thermodinamika dan energi. Karena struktur yang terdapat dalam mesin harus
lah kuat agar dapat mempertahankan ketelitian dimensional terhadap pengaruh
beban. Disini kami akan melakukan praktikum fenomena dasar mesin yang
membahas tentang defleksi.
Defleksi adalah suatu keadaan dimana sebuah struktur atau batang
mengalami lendutan atau penambahan panjang akibat tegangan yang diberikan
karena ada beban. Perlu perhitungan lendutan untuk memeriksa kemungkinan
lendutan yang melebihi batas yang diijinkan sehingga mencegah terjadinya
kegagalan pada struktur. Perhitungan atau pemeriksaan ini biasa dilakukan
pada saat perancangan sebuah struktur, dimana biasanya ada batas maksimum
untuk lendutan, karena lendutan yang besar akan mengakibatkan penampilan
yang jelek dan struktur yang terlalu lemas.
1.2. Tujuan
Adapun tujuan praktikum uji defleksi ini memiliki beberapa tujuan :
1. Mengetahui fenomena defleksi (lendutan) pada batang prismatic.
2. Membuktikan kebenaran rumus defleksi teoritis dengan hasil
percobaan.
1.3. Manfaat
Manfaat dari praktikum ini adalah :
1. Mengetahui defleksi yang bisa terjadi pada sebuah struktur
2. Dapat menghitung defleksi dari sebuah struktur
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teori Dasar
Suatu putaran θ dari axis batang pada titik m, adalah sudut antara axis
dengan torgent di kurva defleksi. Sudut ini positif ketika searah jarum jam.
Ringkasan umum rumusnya adalah :
g = distribusi beban
=
Dimana :
M = Momen bending -M = εIv''
v = gaya geser -v = εIv'''
Ada beberapa jenis tumpuan yang dipakai dalam struktur, yaitu :
1. Tumpuan Rol
2. Tumpuan Engsel
3. Tumpuan Jepit
Gambar 2.1 Jenis-jenis tumpuan
M
Fx
Fx
Fy
Fy
Fy
Defleksi berhubungan dengan regangan (∆L/L). Jika regangan yang
terjadi pada struktur semakin besar, maka tegangan struktur pun akan
bertambah besar. Defleksi sangat penting untuk diketahui karena berhubungan
dengan desain struktur dan membantu dalam analisis struktur.
Factor-faktor yang mempengaruhi defleksi :
1. Besar pembebanan
2. Panjang batang
3. Dimensi penampang batang
4. Jenis material batang
Suatu batang kontinu yang di tumpu akan melendut jika mengalami
beban lentur. Defleksi berdasarkan pembebanan yang terjadi pada batang
terdiri atas :
1. Defleksi Aksial
Defleksi yang terjadi jika pembebanan pada luas penampang.
δ= PLAE
Gambar 2.2 Defleksi Aksial
Turunan rumus : dari hukum hooke : = Eε
∆L = δ = L - Lo
E (∆L/Lo) =
l
E
Al
2. Defleksi Lateral
Defleksi yang terjadi jika pembebanan tegak lurus terhadap luas
penampang.Defleksi yang disebabkan oleh gaya geser pada batang
Defleksi berhubungan dengan regangan (∆L/L), jika regangan yang
terjadi pada struktur semakin besar, maka tegangan struktur pun akan
bertambah besar. Lendutan yang terjadi di setiap titik pada batang dapat di
hitung dengan berbagai metode.
Metode Integrasi
Gambar 2.3 Metode Integrasi
Penampang negative
Penampang yang terletak pada sumbu –x yang lebih spesifik dari
penampang lainnya, demikian sebaliknya.
Konversi tanda :
Arah gaya geser dan momen lentur pada penampang positif mempunyai
nilai positif dan arah sumbu positif.
Pada penampang positif : searah sumbu positif
Pada penampang negative : searah sumbu negative
Fy = 0 qdx + (Q + dQ) –Q = 0
dQ = -qdx
MA = 0 (M + dM) – (Q + dq)dx – (qdx) - M = 0
dM = (Q + dQ)dx – ½ q dx2
dM = Qdx + dQdx + ½ qdx2
y x
z
+W'
Ψ
W' + Ψ = 0 W' = -Ψ
Gambar 2.4 Defleksi yang terjadi pada batang
Dari persamaan sebelumnya :
M' = Q
Q' = -q
M = EΨ'Iy W' = -Ψ
-W'' =
-(W''EIy) = M' = -Q
-(W''EIy)'' = Q' = -q
Untuk EIy = konstan (bukan fungsi x), berlaku hubungan :
WivEIy = q
W''EIy = -M
Persamaan kurva lendutan yang mengandung unsur momen lentur dapat
diintegrasi untuk memperoleh lendutan W sebagai fungsi x. Langkah
perhitungan adalah menulis persamaan untuk momen lentur dengan
mempergunakan diagram benda bebas dan keseimbangan statis bila
balok/pembebanan pada balok tiba-tiba berubah pada waktu bergerak.
Sepanjang sumbu balok, maka akan ada pemisahan momen masing-masing
untuk tiap bagian, persamaan untuk M diganti dengan persamaan difrensial.
Persamaan tersebut di integrasi untuk mendapatkan kemiringan w' dan
konstanta integrasi. Konstanta dapat ditentukan dari kondisi untuk batas
sehubungan dengan w’ dan w pada perletakan balok dan kondisi kontinuitas w
dan w’ pada titik untuk dimana bagian-bagian balok tertentu. Konstanta untuk
hasil evaluasi dapat disubtitusi kembali ke persamaan untuk w, sehingga
menghasilkan persamaan akhir untuk kurva lendutan.
Metode Luas Momen
Metode luas momen memanfaatkan sifat-sifat diagram luas momen
lentur. Cara ini khususnya cocok bila yang diinginkan lendutan dan putaran
sudut pada suatu titik saja, karena dapat diperoleh besaran tersebut tanpa
mencari persamaan selengkapnya dari garis lentur terlebih dahulu.
lendutan
Gambar 2.5 Metode luas momenW''=-MEI
ddt
¿
θA – θB = θBA =
Teorema Luas Momen Yang Pertama
Sudut BA merupakan sudut yang dibentuk oleh garis singgung
kurva lendutan pada titik A dan titik B yang berharga sama dengan
negative dari luas momen MEI
diantara kedua titik tersebut.
θBA=−∫ MEI
dx
¿−{luasMEI
diatara titik A dan B }
Konversi tanda :
1. Sudut relative BA berharga positif, jika OBlebih besar dari OA titik
B berada disebelah kanan titik A. jika bergerak ke arah sumbu A
positif.
2. Momen lentur berharga positif seperti pada gambar di bawah.
Dari gambar diperoleh : dA=xdθ=−xMEI
dt
∫A
B
dA=−∫A
BMEI
dx
∆ BA=−∫A
B
xMEI
dt
= - { momen pertama dari luas kurva MEI
antara titik A dan B dengan
acuan titik B}
Teorema Luas Momen Yang Kedua
Lendutan ∆BA merupakan perpindahan relative titik B terhadap
garis linier, yaitu semua factor yang mengandung lendutan W dan
turunannya dikembangkan ke tingkat pertama dari luas kurva MEI
yang
terletak antara titik A dan B dengan acuan titik B.
Prinsip Superposisi
Persamaan difrensial kurva lendutan balok adalah persamaan difrensial
linier, yaitu semua factor yang mengandung lendutan W dan turunannya
dikembangkan ke tingkat pertama saja. Karena itu, penyelesaian persamaan
untuk bermacam-macam kondisi pembebanan boleh di superposisi. Jadi
lendutan balok akibat beberapa beban yang bekerja bersama-sama dapat
dihitung dengan superposisi dari lendutan akibat masing-masing beban yang
bekerja sendiri-sendiri.
W '=−MEIy
W ' ' '=−QEIy
W iv=−qEIy
W(x) = W1(x) + W2(x)
Berlaku analog
W'(x) = W 1' ( x )+W 2
' (x)
M(x) = M1(x) + M2(x)
Q(x) = Q1(x) + Q2(x)
2.2. Teori Dasar Alat Ukur
Pada alat ukur yang digunakan dalam percobaan defleksi ini adalah dial
gauge (dial indicator) atau jam ukur. Jam ukur merupakan alat ukur pembnding
yang banyak digunakan dalam industry pemesinan pada bagian produksi
maupun bagian pengukuran. Prinsip kerjanya adalah secara mekanis, dimana
bergerak linier dari sensor di ubah menjadi gerak putaran pada jarum penunjuk
pada piringan berskala dengan perantara batang bergigi dan susunan roda gigi.
Kecermatan pembacaan skala adalah 0.01, 0.05, atau 0.002 dengan
kapasitas yang berbeda misalnya 20, 10, 5, 2 atau 1 mm. Untuk kapasitas
ukuran yang besar biasanya dilengkapi dengan jarum jam penunjuk kecil pada
piringan jam yang besar, dimana satu putaran penuh dari jarum jam yang besar
sesuai dengan satu angka dari yang kecil.
Ujung sensor dapat diganti dengan berbagai bentuk (bulat, lonjong,
pipih) dan dibuat dari berbagai baj karbida atau sapphire. Permukaan jenis
sensor disesuaikan dengan kondisi benda ukur dan frekwensi penggunaannya.
Toleransi kesalahan putarnya (run-out tolerance) dapat diperiksa dengan cara
menempatkan jam ukur pada posisi yang tetap dan benda ukur diputar pada
sumbu tertentu.
Gambar 2.6 Dial indicator Gambar 2.7 Penggaris
BAB III
METODOLOGI
3.1. Peralatan
Gambar 3.1 Alat uji 3D Defleksi
3.2. Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
1. Alat Uji Defleksi
Gambar 3.2 Alat Uji Defleksi
2. Dial Indicator
Gambar 3.3 Dial Indicator
3. Massa
Gambar 3.4 Massa
3.3. Prosedur Praktikum
1. Susun batang seperti gambar 3.1 di atas, hanger penggantung beban
dipasang tetapi belum diberi beban. Hanger dapat dipasang satu atau dua,
tergantung kondisi pembebanan yang diinginkan. Pasang dial gauge pada
posisi x yang akan diukur lendutannya dan posisi awal batang uji yang
ditunjukkan oleh dial gauge dicatat.
2. Pasang beban pada hanger dan lendutan yang ditunjukkan dial gauge
dicatat. Lendutan yang terjadi adalah selisih kedua pencatat tersebut .
3. Ulang cara di atas untuk massa yang berbeda.
4. Ubah posisi dial gauge untuk menemukan lendutan di titik lain.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Data Percobaan
Tabel percobaan Defleksi
No Percobaan X
1
100
200
300
400
500
600
700
800
900
2
100
200
300
400
500
600
700
800
900
3
100
200
300
400
500
600
700
800
900
4.2. Perhitungan
Data :
L = 1000 mm ,
b = 45 mm, h = 4 mm
I = 1/12 bh3
= 1/12 (45 mm) (4 mm)3 = 240 mm4
E = 2.00.000 MPa
M = 1,85 Kg, g = 9,8 m/s2
P = M x g
= 1,85 Kg x 9,86 m/s2 = 18,13 N
Untuk Percobaan 1
δ1 = PaX (L2 - a2 - 4X2) / 6 LEI
Untuk Percobaan 2
δ2 = PaX ( L2-a2-X2) / 6LEI
Untuk Percobaan 3
δ3 = PbX ( L2-b2-X2) / 6LEI
Percobaan 1
Diketahui :
DBB :
+ ΣFx = 0
Ax = 0
ΣM = 0
– By.1 + 18,13.0,4 = 0
By = 7,25
+ ΣFy = 0
Ay + 7,25 – 18,13 N = 0
Ay = 10,9 N
Perhitungan defleksi :
- Pada x = 100
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
Ay
Ax
By
P = 18,13 N
¿18,13 x 400 x 100
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−1002 ) = 2,08 mm
- Pada x = 200
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x400 x 200
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−2002 ) = 4,02 mm
- Pada x = 300
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x 400 x 300
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−3002 ) = 5,67 mm
- Pada x = 400
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x 400 x 400
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−4002) = 6,8 mm
- Pada x = 500
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x 400 x 500
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−5002 ) = 7,4 mm
- Pada x = 600
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x400 x 600
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−6002 ) = 7,2 mm
- Pada x = 700
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x 400 x 700
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−7002 ) = 6,16 mm
- Pada x = 800
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x400 x 800
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−8002 ) = 4,02 mm
- Pada x = 900
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x400 x 900
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−4002−9002 ) = 0,67 mm
Percobaan 2
Diketahui :
DBB P = 18,13 N
+ ΣFx = 0
Ax = 0
ΣM = 0
18,13.0 1 – By.1 = 0
By = 1,81
+ ΣFy = 0
1,81 + Ay - 18,13 = 0
Ay = 16,32 N
Perhitungan Defleksi :
- Pada x = 100
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 100
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−1002 ) = 0,616 mm
- Pada x = 200
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 200
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−2002 ) = 1,19 mm
- Pada x = 300
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 300
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−3002 ) = 1,69 mm
Ax
Ay By
- Pada x = 400
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 400
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−4002 ) = 2,08 mm
- Pada x = 500
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 500
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−5002 ) = 2,32 mm
- Pada x = 600
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 600
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−6002 ) = 2,37 mm
- Pada x = 700
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 700
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−7002 ) = 2,20 mm
- Pada x = 800
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 800
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−8002 ) = 1,76 mm
- Pada x = 900
δ= Pax6 LEI
( L2−a2−x2 )
¿18,13 x100 x 900
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−1002−9002 ) = 1,01 mm
Percobaan 3
Diketahui :
DBB : Ax p = 18,13
+ ΣFx = 0
Ax = 0
ΣM = 0
18,13.0,7 – By.1 = 0
By = 12,69
+ ΣFy = 0
12,69 – 18,13 Ay = 0
Ay = 5,44
Perhitungan Defleksi :
- Pada x = 100
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 100
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−1002 ) = 1,69 mm
Ay
By
-- Pada x = 200
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 200
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−2002 ) = 3,22 mm
- Pada x = 300
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 300
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−3002 ) = 4,6mm
- Pada x = 400
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 400
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−4002 ) = 5,6 mm
- Pada x = 500
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 500
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−5002 ) = 6,2 mm
- Pada x = 600
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 600
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−6002 ) = 6,2 mm
- Pada x = 700
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 700
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−7002 ) = 5,55 mm
- Pada x = 800
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 800
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−8002 ) = 4,0 mm
- Pada x = 900
δ= Pbx6 LEI
( L2−b2−x2 )
¿18,13 x300 x 900
6 x1000 x2. 105 x240( 10002−3002−9002 ) = 1,69 mm
4.3 Tabel Hasil Perhitungan
Percobaan 1
Percobaan 2
Percobaan 3
4.4 Grafik Perhitungan
4.4.1 Grafik Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 1
Grafik 4.1 Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 1
4.4.2 Grafik Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 2
100 200 300 400 500 600 700 800 9000123456789
10
2.08
4.02
5.676.8
7.4 7.26.16
4.02
0.67
2.57
4.6
6.27
7.728.86
8.25 7.75
4.41
2.15
Grafik perbandingan teori 1 vs δ δexp 1 terhadap posisi dial
indicator
δ teori δ Exp
100 200 300 400 500 600 700 800 9000
0.5
1
1.5
2
2.5
3
0.616
1.196
1.69
2.082.32 2.37
2.2
1.76
1.010.89
1.98
2.51 2.6 2.53 2.4
1.44 1.35
0.11
Grafik perbandingan teori 2 vs δ exp 2 terhadap posisi dial δ
indicator
δ teori 2 δ Exp 2
Grafik 4.2 Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 2
4.4.3 Grafik Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 3
Grafik 4.3 Perbandingan δ teori dengan δ exp Percobaan 3
4.4.4 Grafik Perbandingan δ teori dengan Percobaan 1, 2 dan 3
200 300 400 500 600 700 800 9000
1
2
3
4
5
6
7
8
2.08
4.02
5.67
6.87.4 7.2
6.16
4.02
0.67
1.65
3.22
4.87 5.18 5.41
6.48
5.55
3.83
2.48
Grafik perbandingan teori 3 vs δ δexp 3 terhadap posisi dial indicator
δ teori 3 δ Exp 3
100 200 300 400 500 600 700 800 9000
1
2
3
4
5
6
7
8
2.08
4.02
5.67
6.87.4 7.2
6.16
4.02
0.670.6161.196
1.692.08 2.32 2.37 2.2
1.76
1.011.7
3.29
4.65
5.676.23 6.23
5.55
4.08
1.7
Grafik perbandingan teori 1, 2, dan 3δ
δ teori 1 δ teori 2 δ teori 3
Grafik 4.4 Perbandingan δ teori dengan Percobaan 1,2 dan 3
4.4.5 Grafik Perbandingan δ exp Percobaan 1, 2 dan 3
Grafik 4.5 Perbandingan δ exp Percobaan 1, 2 dan 3
100 200 300 400 500 600 700 800 9000
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
2.57
4.6
6.27
7.72
8.868.25
7.75
4.41
2.15
0.89
1.982.51 2.6 2.53 2.4
1.44 1.35
0.11
1.65
3.22
4.87 5.18 5.41
6.48
5.55
3.83
2.48
Grafik perbandingan Experimen 1, 2, δdan 3
δ Exp 1 δ Exp 2 δ Exp 3
4.5 Analisa dan Pembahasan
Dalam praktikum defleksi ini, dilakukan 3 jenis percobaan pada batang
prismatic dengan tumpuan pada kedua ujung batang dibedakan. Dimana
percobaan menggunakan tumpuan rol dan engsel dengan jarak pembebanan
yang berbeda. Pada pengujian 1 beban seberat 18,13 N diletakkan didaerah (a =
400 mm , b = 600 mm), pengujian 2 diletakkan dengan a = 100 mm dan b
= 900 mm, lalu pengujin 3 diletakkan dengan a = 700 mm lalu b = 300 mm.
Pada pengujian pertama lendutan terbesar terjadi pada x = 500 mm
(ditengah batang prismatic) yaitu sebesar δ = 8,86 mm, sedangkan secara
teoritiknya lendutan terbesar terjadi pada titik yang sama yaitu x = 500mm
dengan besar δ = 7,4 mm. Lalu pada pengujian kedua lendutan terbesar terjadi
pada x = 600 mm yaitu sebesar δ = 6,48 mm, sedangkan secara teoritiknya
lendutan terbesar terjadi pada dua titik yaitu x = 500 mm dan x = 600 mm
dengan besar δ = 6,23 mm. Dan terakhir pada pengujian ketiga lendutan
terbesar terjadi pada x = 400 mm yaitu sebesar δ = 2,6 mm, sedangkan secara
teoritiknya lendutan terbesar terjadi pada titik x = 600 mm dengan δ = 2,37
mm.
Dari ketiga jenis pengujian yang dilakukan dapat kita lihat bahwa lendutan
terbesar terjadi ketika beban diletakkan ditengah-tengah (percobaan 1)
δ=8,86 mm dimana a = 400 dan b = 500 mm sepanjang L = 1000 mm,
sedangkan lendutan terkecil terjadi pada percobaan 3 yaitu δ=0,11 mm dimana
a = 100 mm dan b = 900 mm. Analisa tesebut berlaku juga jika lendutan
dihitung secara teoritik walaupun nilainya berbeda yaitu untuk jenis
perhitungan yang dilakukan dapat kita lihat bahwa lendutan terbesar terjadi
ketika beban diletakkan ditengah-tengah (percobaan 1) δ=7,4 dimana a = 400
dan b = 600 mm sepanjang L = 1000 mm, sedangkan lendutan terkecil terjadi
pada percobaan 2 yaitu δ=0,616 mm dimana a = 100 mm dan b = 900 mm.
Dari grafik dapat kita lihat bahwa antara nilai defleksi yang di cari secara
teori δ teori dengan nila defleksi scara eksperimen atau percobaan δ exp
terdapat selisih yang cukup jauh. Garis trendline yang dibentuk pun ada sediki
perbedaan di bagian puncak lendutan. Kesalahan pengukuran, pebacaan skala
dial indicator atapun system yang sudah tidak stabil membuat terjadinya
perbedaan hasil nilai lendutan secara teoritik dan eksperimen.
Jadi besar kecilnya nilai defleksi dipengaruhi oleh penempatan beban,
jenis tumpuan, materialnya dan inersia polar dari penampang itu sendiri.
Hal-hal yang disebutkan diatas dapat menjadi pacuan dan baham pertimbanan
yang lebih baik kedepannya
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah :
1. Besar kecilnya nilai defleksi dipengaruhi oleh titik pembebanan
2. Selain itu defleksi juga dipengaruhi oleh besar pembebanan dan tumpuan
yang digunakan
3. Perbedaan defleksi teoritis dengan defleksi percobaan dapat di sebabkan
oleh :
a) Kesalahan pembacaan dial indicator.
b) Penempatan dial indicator yang kurang tepat.
c) Kesalahan pada alat percobaan karena batang tidak lurus lagi.
5.2. Saran
Untuk praktikum tahun depan saya harap alat yang digunakan dalam
kondisi baik dan juga alat yang digunakan sudah di kalibrasi dengan alat
yang standar.
DAFTAR PUSTAKA
Team Asisten LKP. 2013. Fenomena Dasar Mesin Bidang Konstruksi Dan
Perancangan. Jurusan Teknik Mesin. Fakultas Teknik. Universitas
Bengkulu. Bengkulu
Gere, J.M dan Timoshenko S.P. 1996. Mekanika Bahan. Edisi Kedua. PT.
Erlangga. Jakarta
L A M P I R A N