FDE tinjauan pustaka

8
ERUPSI OBAT A. DEFINISI Drug eruption atauerupsi obat adalah efek simpang obat (ESO) yang bermanifestasi pada organ-organ dalam atau kulit dan mukosa. Mekanisme terjadinya erupsi obat dapat secara nonimunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Erupsi obat dengan mekanisme imunologik disebut erupsi obat alergik. 1, 2 Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi akibat pemberian obat yang biasanya sistemik. 1 Efek simpang obat (ESO) atau adverse drug reactionadalah suatu respon yang tak teridentifikasi dan tak dapat diduga sebelumnya akibat obat yang diberikan pada dosis terapeutik baik penggunaan obat untuk diagnosis, terapi maupun profilakis.ESObisa diduga maupun tak diduga sebelumnya. Reaksi yang dapat diduga sebelumnya, berkaitan dengan dosis yang diberikan. 3, 4 B. ERUPSI OBAT IMUNOLOGIK Erupsi obat alergik merupakan alergi terhadap obat yang terjadi melalui mekanisme imunologik. 1,2 Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Terjadi reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif. 1 Terdapat 2 langkah untuk terjadinya hal ini yaitu: 1. Reaksi fase I : reaksi oksidasi reduksi Reaksi oksidasi reduksi melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin sintetase dan peroksidase jaringan. 2. Reaksi fase II : reaksi konjugasi Reaksi fase II diperantarai oleh enzim, misalnya hidrosilase, glutation-S-transferase (GST), dan N- asetyl-transferase (NAT). Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh Coomb dan Gell. 1 1. Tipe I (reaksi cepat, reaksi anafilaktik) Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi merugikan. Terjadi pembentukan antibodi IgE yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian obat yang sama, antigen menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel mas dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain histamin, serotonin, bradikinin, heparin, dan SRSA. Mediator-mediator ini mengakibatkan bermacam- macam efek antara lain urtikaria dan angioedema. 2. Tipe II (reaksi sitostatik) Gabungan antara obat-antibodi-komplemen terfiksasi pada sel sasaran. Sebagai sel sasaran ialah berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit, trombosit, yang mengakibatkan lisis sel, sehingga reaksi ini disebut reaksi sitolisis atau sitotoksik. Bila sel sasarannya adalah trombosit maka akan timbul purpura. Obat yang biasanya menyebabkan reaksi ini adalah penisilin, sefalosporin, streptomisin, sulfonamid, dan isoniazid. 3. Tipe III (reaksi kompleks imun) Reaksi ini ditandai dengan pembentukan kompleks antigen, antibodi (IgG dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator di antaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Kompleks imun akan beredar dalam sirkulasi dan kemudian

Transcript of FDE tinjauan pustaka

Page 1: FDE tinjauan pustaka

ERUPSI OBAT

A. DEFINISIDrug eruption atauerupsi obat adalah efek simpang obat (ESO) yang

bermanifestasi pada organ-organ dalam atau kulit dan mukosa. Mekanisme terjadinya erupsi obat dapat secara nonimunologik dan imunologik (alergik), tetapi sebagian besar merupakan reaksi imunologik. Erupsi obat dengan mekanisme imunologik disebut erupsi obat alergik.1, 2

Erupsi obat alergik atau allergic drug eruption ialah reaksi alergik pada kulit atau daerah mukokutan yang terjadi akibat pemberian obat yang biasanya sistemik.1

Efek simpang obat (ESO) atau adverse drug reactionadalah suatu respon yang tak teridentifikasi dan tak dapat diduga sebelumnya akibat obat yang diberikan pada dosis terapeutik baik penggunaan obat untuk diagnosis, terapi maupun profilakis.ESObisa diduga maupun tak diduga sebelumnya. Reaksi yang dapat diduga sebelumnya, berkaitan dengan dosis yang diberikan. 3, 4

B. ERUPSI OBAT IMUNOLOGIKErupsi obat alergik merupakan alergi terhadap obat yang terjadi melalui

mekanisme imunologik.1,2Hal ini terjadi pada pemberian obat kepada penderita yang sudah mempunyai hipersensitivitas terhadap obat tersebut. Terjadi reaksi hipersensitivitas karena obat harus dimetabolisme terlebih dahulu menjadi produk yang secara kimia sifatnya reaktif.1

Terdapat 2 langkah untuk terjadinya hal ini yaitu:1. Reaksi fase I : reaksi oksidasi reduksi

Reaksi oksidasi reduksi melibatkan enzim sitokin P450, prostaglandin sintetase dan peroksidase jaringan.

2. Reaksi fase II : reaksi konjugasiReaksi fase II diperantarai oleh enzim, misalnya hidrosilase, glutation-S-transferase (GST), dan N-asetyl-transferase (NAT).

Secara umum terdapat 4 tipe reaksi imunologik yang dikemukakan oleh Coomb dan Gell.1

1. Tipe I (reaksi cepat, reaksi anafilaktik)Pajanan pertama kali terhadap obat tidak menimbulkan reaksi merugikan. Terjadi pembentukan antibodi IgE yang mempunyai afinitas tinggi terhadap mastosit dan basofil. Pada pemberian obat yang sama, antigen menimbulkan perubahan berupa degranulasi sel mas dan basofil dengan dilepaskannya bermacam-macam mediator, antara lain histamin,

serotonin, bradikinin, heparin, dan SRSA. Mediator-mediator ini mengakibatkan bermacam-macam efek antara lain urtikaria dan angioedema.

2. Tipe II (reaksi sitostatik)Gabungan antara obat-antibodi-komplemen terfiksasi pada sel sasaran. Sebagai sel sasaran ialah berbagai macam sel biasanya eritrosit, leukosit, trombosit, yang mengakibatkan lisis sel, sehingga reaksi ini disebut reaksi sitolisis atau sitotoksik. Bila sel sasarannya adalah trombosit maka akan timbul purpura. Obat yang biasanya menyebabkan reaksi ini adalah penisilin, sefalosporin, streptomisin, sulfonamid, dan isoniazid.

3. Tipe III (reaksi kompleks imun)Reaksi ini ditandai dengan pembentukan kompleks antigen, antibodi (IgG dan IgM) dalam sirkulasi darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Komplemen yang diaktifkan kemudian melepaskan berbagai mediator di antaranya enzim-enzim yang dapat merusak jaringan. Kompleks imun akan beredar dalam sirkulasi dan kemudian di deposit pada sel sasaran. Contohnya ialah penisilin, eritromisin, sulfonamid, salisilat, dan isoniazid

4. Tipe IV (reaksi alergik selular tipe lambat)Reaksi ini melibatkan limfosit, APC dan sel Langerhans yang mempresentasi antigen kepada limfosit T. Limfosit T yang tersensitasi mengadakan reaksi dengan antigen. Reaksi ini disebut reaksi tipe lambat yaitu terjadi 12-48 jam setelah pajanan terhadap antigen menyebabkan pelepasan serangkaian limfokin.

Meskipun reaksi hipersensitivitas diketahui sebagai penyebab erupsi obat, tetapi patogenesis yang detail belum diketahui.2

Tipe reaksi Patogenesis Contoh obat penyebab Gambaran klinisTipe I IgE-mediated Penisilin Urtikaria/angioedema

kulit/mukosa, syok anafilaktik

Tipe II Obat + antibodi sitotoksik menyebabkan lisis sel seperti platelet atau leukosit

Penisilin, sulfonamid, kuinidin, isoniazid

Ptechie karena purpura trombositopeni

Tipe III Penggabungan IgG dan IgM dengan obat. Kompleks imun yang terdapat dalam sirkulasi darah akan mengaktivasi komplemen dan terjadi perekrutan granulosit,

Imunoglobulin, antibiotik

Vaskulitis, urtikaria

Page 2: FDE tinjauan pustaka

Tipe IV Sel limfosit T yang telah tersensitisasi akan bereaksi dengan obat dan melepaskan sitokin yang menyebabkan respon inflamasi

Sulfametoksazol, antikejang, allopurinol

Reaksi eksantema/ morbiliformis, FDE, Stevens-Johnson syndrome, toxic epidermal necrolysis

C. ERUPSI OBAT NON IMUNOLOGIK2

Erupsi obat tanpa mekanisme imunologi dapat terjadi pada tiap orang, terlepas apakah seseorang telah tersensitisasi sebelumnya atau belum. Patogenesis erupsi obat dapat juga diklasifikasikan secara farmakokinetik.1. Efek farmakologi

Reaksi erupsi obat dapat terjadi akibat aksi farmakologi obat. Contoh: rambut rontok akibat obat anti kanker, pengelupasan kulit pada telapak tangan dan kaki akibat retinoid

2. AkumulasiObat terakumulasi pada kulit dan membran mukosa akibat penggunaan jangka lama. Contoh: melanoderma arsenik dan argyria

3. Interaksi oatSatu obat dapat menghambat metabolisme obat lain, atau dapat mempengaruhi ikatan protein, menyebabkangejala sama seperti pada overdosis obat.

4. Kondisi spesifik pasienKekurangan enzim secara genetik mungkin menyebabkan reaksi obat.

D. BENTUK ERUPSI OBATBentuk erupsi kulit dapat berupa eksantema, urtikaria, bula, dan pustul.5

1. Erupsi makulapapular/morbiliformis/eksantematosaErupsi eksantematosa merupakan reaksi hipersensitivitas terhadap

obat yang diberikan per oral atau injeksi dengan ciri erupsi kulit yang menyerupai eksantem campak.5 Erupsi jenis ini merupakan jenis erupsi yang sering dijumpai dan disebabkan oleh ampisilin, NSAID, sulfonamid, dan tetrasiklin.1, 4, 5, 6

Gambar 1. Erupsi obat eksantema. Makula dan papula eritem yang konfluens pada badan, dan diskret pada ekstremitas.

Seringkali terdapat erupsi generalisata dan simetris terdiri atas eritema, dan selalu ada gejala pruritus.1,5, 6Erupsi dimulai dari badan dan menyebar ke tepi dan simetris.3Kadang-kadang ada demam, malaise, dan nyeri sendi.1

Onset terbagi menjadi 2 yaitu onset cepat dan onset lambat. Onset cepat terjadi 2-3 hari setelah pemberian obat pada orang yang telah tersensitisasi sebelumnya. Sedangkan pada onset lambat terjadi sensitisasi selama atau setelah penghentian obat. Puncak insidensi terjadi pada hari ke sembilan setelah pemberian obat.4 Resolusi ditandai dengan berubahnya warna bata menjadi merah kecoklatan yang diikuti dengan deskuamasi.5

2. Urtikaria dan angioedemaUrtikaria ditandai secara klinis oleh urtika dengan daerah

pembengkakan yang luas yang melibatkan dermis dan jaringan subkutan (angioedema). Dalam beberapa kasus, urtikaria kulit/angioedema dikaitkan dengan anafilaksis sistemik, yang bermanifestasi pada gangguan pernapasan, kolaps pembuluh darah, dan/atau shock.4

Page 3: FDE tinjauan pustaka

Gambar 2. Urtikaria pada wajah, leher, dan badan. Angioedema pada regio periorbita.

Keluhan umumnya gatal dan panas pada tempat lesi. Biasanya timbul mendadak dan hilang perlahan-lahan dalam 24 jam. Urtikaria dapat disertai demam, dan gejala-gejala umum, misalnya malaise, nyeri kepala, dan vertigo.1

Pada angioedema, membrana mukosa orofaring dan orbita membengkak. Jiak berat, fungsi pernafasan dan menelan terganggu. Angioedema juga biasanya terjadi pada bibir, kelopak mata, genitalia eksterna, tangan dan kaki. Angioedema biasanya terjadi unilateral dan tidak gatal. Timbul 1 hingga 2 jam atau dapat menetap hingga 2-5 hari.5

Urtikaria dan angioedema yang diperantarai IgEseringkali disebabkan oleh antibiotik, khususnya penisilin, bahan kontras radiologi dan zat anestetik. Sementara NSAID, ACE-I, opiat dapat menyebabkan urtikaria dan angioedema, tapi tidak diperantarai oleh IgE.

3. Fixed Drug EruptionFDE merupakan salah satu erupsi kulit yang sering dijumpai. FDE timbul berkali-kali pada tempat yang sama setiap kali obat yang sama diberikan.2,4Kelainan ini umumnya berupa patch eritema dan vesikel berbentuk bulat lonjong dan biasanya numular. Kemudian meninggalkan bercak hiperpigmentasi yang lama baru hilang, bahkan sering menetap.1

Onsetnya 30 menit hingga 8-16 jam setelah minum obat pada orang yang telah tersensitisasi.5,6

Gambar 3. Fixed Drug Erupsion: Tetrasiklin. Plak eritem dengan 3 lesi satelit

Tempat predileksinya di mukokutan junction2 yaitudi sekitar mulut, di daerah bibir, dan daerah penis pada laki-laki sehingga sering disangka penyakit kelamin karena berupa erosi yang kadang-kadang cukup luas disertai eritema dan rasa panas setempat.1FDEdisebabkan oleh aktivasi limfosit T sitotoksik di lapisan basal oleh obat-obatan.Obat penyebab yang sering ialah NSAID, tetrasiklin, sulfonamid, barbiturat, trimetoprim, dan analgesik. Tes provokasi pada obat yang dicurigai dapat menegakkan diagnosis. Patch test pada tempat lesi akan menghasilkan respon positif 43%. Pada prick test menghasilkan respon positif 24%.5

4. Eritroderma (dermatitis eksfoliativa)Eritroderma adalah terdapatnya eritema universal yang biasanya disertai skuama. Pada eritroderma karena alergi obat terlihat eritema tanpa skuama; skuama baru timbul pada stadium penyembuhan. Obat yang biasa menyebabkannya ialah sulfonamid, penisilin, dan fenilbutazon.1

5. PurpuraErupsi purpura dapat terjadi sebagai ekspresi tunggal alergi obat. Biasanya simetris serta muncul di sekitar kaki, termasuk pergelangan kaki atau tungkai bawah. Erupsi berupa bercak sirkumskrip berwarna merah kecoklatan dan disertai rasa gatal.1

6. VaskulitisVaskulitis adalah radang pada pembuluh darah. Kelainan kulit dapat berupa adanya makula dan papul eritematosa yang akan menjadi nyeri dan terbentuk purpura. Juga dapat terbentuk bula dan nekrosis. Biasanya distribusi simetris pada ekstremitas bawah dan daerah sakrum. Vaskulitis

Page 4: FDE tinjauan pustaka

biasanya disertai demam, mialgia, dan anoreksia. Obat penyebabnya ialah penisilin, sulfonamid, NSAID, antidepresan, dan antiaritmia.1

Gambar4. Vaskulitis kutaneus dengan makula dan papul pada daerah seperti ekstremitas bawah, bias nyeri dan timbul purpura.

7. Reaksi fotoalergikGambaran klinis reaksi foto alergi sama dengan dermatitis kontak alergi, lokasinya pada tempat yang terpajan sinar matahari. Kemudian kelainan dapat meluas ke daerah yang tidak terpajan sinar matahari.Obat yang dapat menyebabkan fotoalergik adalah fenotiazin, sulfonamid, NSAID, dan griseofulvin.1

8. Pustulosis eksantematosa generalisata akutPenyakit ini jarang terjadi. Kelainan kulit berupa pustul-pustul miliar nonfolikular yang timbul pada kulit yang eritematosa dapat disertai purpura dan lesi menyerupai lesi target. Kelainan kulit timbul pada waktu demam tinggi (>38°C), dan pustul-pustul tersebut cepat menghilang sebelum 7 hari yang kemudian diikuti deskuamasi selama beberapa hari.1

9. Eritema MultiformeEritema multiforme merupakan erupsi mendadak dan rekuren pada

kulit dan kadang-kadang pada selaput lendir dengan gambaran bermacam-macam spektrum dan gambaran khas bentuk iris (target lesion).1

Eritema multiforme diklasifikasikan menjadi dua yaitu minor dan mayor. Eritema multiforme minor, jika kelainan pada kulit atau kulit dan mukosa tanpa gangguan sistemik. Eritema multiforme mayor (Sindrom Stevens-Johnson), jika disertai gangguan sistemik.

Penyebab pasti belum diketahui. Faktor penyebabnya antara lain alergi terhadap obat sistemik, peradangan oleh bakteri atau virus tertentu, rangsangan fisik, faktor endokrin, dan penyakit keganasan.

Gambar 5. Target lession (kiri). Eritema multiforme (kanan).Penyakit timbulnya mendadak, biasanya tanpa gejala prodromal.

Mula-mula timbul makula yang kemudian menjadi papul eritematosa. Makula atau papul ini akan meluas secara lambat dalam waktu 24-48 jam dengan diameter sampai 1-2cm. Bagian tengah warnanya menjadi pucat atau purpurik sedangkan bagian tepinya tetap merah terang, sehingga membentuk lesi yang khas berupa lesi iris atau target, yang umumnya asimptomatik. Kadang bagian tengahnya menjadi bula dan bagian tepinya berupa cincin yang terdiri atas vesikel sehingga terbentuk lesi berupa herpes iris.Lesi biasanya mulai dari tangan dan lengan, kemudian menyebar secara simetris ke tempat lain, yaitu extremitas bagian distal, extensor, telapak tangan dan kaki, dan lain-lain.1

10. Sindrom Stevens-JohnsonSindrom Stevens-Johnson (SJS) adalah sindrom yang mengenai

kulit, selaput lendir orificium, dan mata dengan keadaan umum bervariasi dari ringan sampai berat.1

Page 5: FDE tinjauan pustaka

Penyebab utama adalah alergi obat. Etiologi obat yang utama disangka ialah alergi obat, antara lain penisilin dan semisintetiknya, sulfonamid, tetrasiklin, antipiretik/analgesik (pirazolon, metamizol, metampiron, parasetamol), klorpromazin, karbamazepin dan streptomisin.

Sindrom Stevens-Johnson umumnya terdapat pada anak dan dewasa, jarang pada usia 3 tahun ke bawah. Awitan penyakit akut. Keadaan umum pasien bervariasi dari ringan sampai berat. Biasanya disertai gejala prodromal malaise dan demam. Pada SJS ini terlihat trias kelainan berupa: kelainan kulit, kelainan selaput lendir di orificium, dan kelainan mata.1

Gambar 6. Sindrom Steven-JohnsonKelainan kulit terdiri atas eritema, vesikel, dan bula. Kelainan

selaput lendir di orificium terjadi pada mukosa mulut, lubang alat genital, lubang hidung, dan anus. Kelainannya berupa vesikel dan bula yang cepat pecah hingga menjadi erosi dan ekskoriasi serta krusta kehitaman. Dapat juga terbentuk psudomembran. Sedangkan kelainan pada mata yang tersering adalah konjungtivitis kataralis.1

Komplikasi dari SJS yang tersering adalah bronkopneumonia (16%) yang dapat menyebaban kematian. Sealin itu juga sepsis, kehilangan cairan, gangguan elektrolit dan syok.

11. Nekrolisis Epidermal ToksikNekrolisis epidermal toksik (NET) atau sindrom Lyell merupakan

penyakit yang akut dan berat, yang ditandai dengan epidermolisis yang luas disertai eritema, vesikel, bula, erosi, dan purpura.1

Etiologi NET sama dengan SJS. Gambaran klinis NET dimulai secara akut dengan gejala prodromal. Pasien nampak sakit berat dengan demam tinggi, kesadaran menurun. Kelainan kulit mulai dengan eritema generalisata kemudian timbul banyak vesikel dan bula, dapat pula disertai purpura. Lesi pada kulit dapat disertai lesi pada bibir dan selaput lendir mulut berupa erosi, ekskoriasi, dan perdarahan sehingga terbentuk krusta berwarna merah hitam pada bibir. Pada NET yang penting ialah terjadinya epidermolisis, yaitu epidermis terlepas dari dasarnya yang kemudian menyeluruh. Adanya epidermolisis menyebabkan tanda Nikolsky positif pada kulit, yaitu jika kulit ditekan dan digeser makan kulit akan terkelupas.1

Gambar 7. Nekrolisis epidermal toksik

E. DIAGNOSISDiagnosis erupsi obat berdasarkan:1

1. Anamnesis yang teliti mengenai:a. Obat-obat yang didapat, konsumsi jamub. Kelainan yang timbul secara akut atau dapat juga beberapa hari

sesudah masuknya obatc. Rasa gatal yang dapat disertai demam yang biasanya subfebril

2. Pemeriksaan klinis pada kulit ditemukana. Distribusi menyebar dan simetris atau setempatb. Bentuk kelainan yang timbul, eritema, urtikaria, purpura, eksantema,

papul, eritrodermia, eritema nodusumJika erupsi terjadi dicurigai karena reaksi erupsi obat maka dapat dilakukan skin test atau patch test.2

3. Pemeriksaan in vivoa. Ujitempel (patch test)

Page 6: FDE tinjauan pustaka

b. Ujitusuk (prick/scrath test)c. Ujiprovokasi (exposure test)

4. Pemeriksaan in vitro: tes transformasi limfosit dan toksisitas limfosit5. Pemeriksaan histologi

Diskeratosis dan nekrotik keratinosit dalam epidermis merupakan gambaran yang menonjol. Pada peristiwa ini, infiltrasi limfositik dapat mengaburkan dermoepidermal junction. Spongiosis edema dermal, eosinofil, neutrofil, kadang-kadang tampak. Inkontinensia pigmen dalam papiler dermis merupakan gambaran khas dan mungkin satu-satunya gambaran yang tampak berupa lesi noninflamasi. Lesi kronis atau tidak aktif menunjukkan akantosit ringan, hiperkeratosis, dan beberapa inflamasi.6

F. PENATALAKSANAANHal yang penting adalah menghindari obat tersangka (apabila telah dapat dipastikan). Dianjurkan juga untuk menghindari obat yang mempunyai struktur kimia mirip dengan obat tersangka (satu golongan).1

1. Pengobatan sistemika. Kortikosteroid

Diberikan prednison 3 x 10 mgb. Antihistamin

Antihistamin diberikan jika terdapat rasa gatal.2. Pengobatan Topikal1

Pengobatan topikal tergantung pada keadaan kulit, apakah kering atau basah, Kalau keadaan kering, seperti pada eritema dan urtikaria, dapat diberikan bedak. Contohnya adalah bedak salisilat 2% ditambah dengan obat antipruritus, misalnya mentol ½ - 1% untuk mengurangi rasa gatal. Kalau keadaan basah seperti dermatitis medikamentosa, perlu digunakan kompres, misalnya kompres larutan asam salisilat 1‰.Pada bentuk purpura dan eritema nodusum tidak diperlukan pengobatan topikal. Pada eritrodermia dengan kelainan berupa eritema yang menyeluruh dan skuamasi dapat diberi salep lanolin 10%.

G. PROGNOSISErupsi kulit karena obat akan menyembuh bila obat penyebabnya dapat diketahui dan disingkirkan. Akan tetapi beberapa bentuk, misalnya eritrodermia dan kelaianan berupa SJS dan NET, prognosis menjadi buruk bergantung pada luas kulit yang terkena.1