Fartoks

31
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sistem saraf merupakan sel yang sangat khusus yang dapat menghantarkan, mengontrol, mengkoordinasikan menafsirkan dan mengatur interaksi dan memicu rangsanagan. Sel saraf dapat teransang atau di hambat karena membran sel saraf permeabilitasnya yang mudah berubah karena pengaruh neutransmitter endogen atau obat. Dalam arti luas obat itu mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi proses hidup, Untuk mempelajari pengaruh obat pada manusia, obat dicobakan terlebih dahulu pada hewan coba misalnya pada mencit (Mus musculus) karena sistem organ dalamnya hampir mirip dengan manusia. Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai pemberian cara pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Obat –obat yang digunakan pada

description

laporan

Transcript of Fartoks

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Sistem saraf merupakan sel yang sangat khusus yang dapat

menghantarkan, mengontrol, mengkoordinasikan menafsirkan dan

mengatur interaksi dan memicu rangsanagan. Sel saraf dapat teransang

atau di hambat karena membran sel saraf permeabilitasnya yang mudah

berubah karena pengaruh neutransmitter endogen atau obat. Dalam arti

luas obat itu mengandung zat kimia yang dapat mempengaruhi proses

hidup, Untuk mempelajari pengaruh obat pada manusia, obat dicobakan

terlebih dahulu pada hewan coba misalnya pada mencit (Mus musculus)

karena sistem organ dalamnya hampir mirip dengan manusia.

Obat yang masuk kedalam tubuh melalui berbagai pemberian cara

pemberian umumnya mengalami absorpsi, distribusi, dan pengikatan

untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek. Obat –obat yang

digunakan pada percobaan ini yaitu atropin sulfat, pilokarpin, dan

propranolol.

Oleh karena itu, dalam percobaan ini dilakukan uji praklinis agar kita

dapat mengetahui efek atau reaksi dari suatu obat yang terjadi pada

hewan coba.

I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan

I.2.1 Maksud Percobaan

Mengetahui dan memahami efek obat terhadap sistem saraf

otonom yang diberikan pada hewan coba mencit (Mus musculus)

I.2.2 Tujuan percobaan

Mengetahui efek farmakologi dari obat propranolol, atropin sulfat

dan pilokarpin terhadap mencit (Mus musculus).

I.3 Prinsip Percobaan

Penimbangan hewan coba yang telah dipuasakan terlebih

dahulu, dibagi dalam beberapa kelompok. Kemudian diberikan obat

propranolol, atropin sulfat, pilokarpin secara peroral, lalu diamati

perubahan yang terjadi pada hewan coba mencit ( Mus musculus ).

sBAB III

METODE KERJA

III. Alat dan bahan

III.1.1 Alat yang digunakan

Botol semprot, batang pengaduk, erlenmeyer , gelas ukur,

jarum oral, jarum injeksi, kanula, kertas perkamen, lumpang dan alu,

platform, pipet tetes, sendok tanduk, spoit, timbangan analitik, dan

timbangan mencit

III.1.2 Bahan yang digunakan

Aquadest, atropin sulfat, mencit (Mus musculus), NaCMC,

propranolol, pilokarpin, dan tissue

III. 2 Cara kerja

III.2. 1 Penyiapan hewan coba

1. Hewan dikelompokkan menjadi tiga kelompok, dimana tiap

kelompok terdiri dari 3 ekor mencit

2. Masing-masing mencit ditimbang untuk mengetahui beratnya

3. Mencit yang telah ditimbang ditandai dengan diberi nomor 1,2

dan 3 dengan menggunakan spidol

4. Dihitung volume pemberian oral untuk mencit, sesuai berat

badannya

5. Diambil mencit no. 1 diberi obat atropin sulfat secara peroral

sebanyak 0,8 ml

6. Diambil mencit no. 2 diberi obat pilokarpin secara peroral

sebanyak 0,8 ml

7. Diambil mencit no. 3 diberi obat propranolol secara peroral

sebanyak 0,8 ml

8. Diamati perubahan yang terjadi dengan interval waktu 10, 20,

30, dan 60 menit.

III.2.2 Penyiapan bahan

a. Pilokarpin

1. Dilakukan pengenceran bertingkat, Diambil pilokarpin

sebanyak 10 ml kemudian ditambahkan aquadest ad 4 ml,

dipipet lagi 1 ml kemudian ditambahkan aquadest ad 10 ml,

dipipet 1 ml ditambahkan aquadest ad 10 ml

2. Dari hasil akhir pengenceran di pipet 0,8 ml sesuai bobot

badan mencit no.1

a. Atropin sulfat

1. Dilakukan pengenceran bertingkat, diambil atropin sulfat

sebanyak 10 ml ditambahkan aquadest ad 4 ml, kemudian

dipipet 1 ml ditambahkan aquadestI ad 10 ml, dipipet kembali

1 ml dan ditambahkan aquadest ad 10 ml

2. Dari hasil pengenceran di pipet 0,8 ml sesuai bobot badan

mencit no.2

b. Propranolol

1. Ditimbang tablet propranolol satu persatu sebanyak 5 tablet,

dihitung rata-ratanya

2. Digerus ke 5 tablet tersebut ad halus, kemudian ditimbang

sebanyak 0,104 mg dilarutkan didalam larutan NaCMC hingga

larut

3. Diambil larutan tersebut sebanyak 0,8 ml sesuai bobot badan

mencit no.3

c. NaCMC

1. Disiapkan alat dan bahan

2. Ditimbang Na CMC sebanyak 1 gram

3. Dtambahkan aquadest sebanyak 100 ml

4. Dimasukkan Na CMC ke dalam lumpang

5. Ditambahkan air hangat sekitar 25 ml, gerus hingga terbentuk

muchilago

6. Ditambahkan air 50 ml, gerus dan dimasukkan sisa air lalu

gerus kembali pela-pelan.

BAB V

PEMBAHASAN

Sistem saraf otonom berkenaan dengan pengendalian organ –

organ dalam secara tidak sadar yang kadang – kadang disebut susunan

saraf tak sadar . Menurut fungsinya susunan saraf otonom dibagi atas 2

bagian yaitu sigstem saraf simpatis dan parasimpatis.

Fungsi serabut – serabut saraf simpatis mensarafi otot jantung, otot

- otot tak sadar semua pembuluh darah, serta semua alat – alat dalam

seperti lambung, pancreas dan usus. Melayani serabut motorik pada

kelenjar keringat, serabut – serabut motorik pada otot tak sadar dalam

kulit yaitu arecctores pilorum serta mempertahankan tonus semua otot,

termasuk tonus otot tak sadar. Saraf parasimpatik sacral keluar dari

sumsum tulang belakang melalui daerah sakral. Saraf - saraf ini

membentuk urat – urat saraf pada alat – alat pelvis, dan bersama saraf

simpatis membentuk plexus yang melayani kolon, rektum, dan kantung

kencing. Cuma sebagian kecil organ dan kelenjar yang memiliki satu

sumber pelayanan, yaitu simpatis dan parasimpatis.

Pada parktikum ini hewan coba yang dipakai adalah mencit dan

sampel yang digunakan adalah atropin sulfat, pilokarpin, dan propranolol

yang dilakukan dengan cara oral dimana kanula dimasukkan kedalam

esophagus mencit dengan hati – hati agar esophagus tidak tertembus.

Tetapi sebelum pemberian obat mencit harus dipuasakan terlebih dahulu

agar terjadi pengosongan lambung dan menghindari pengaruh makanan

terhadap obat- obatan tersebut. Selain itu mencit juga diberikan

penomoran sehingga dapat memberikan kemudahan untuk mengetahui

perbedaan antar hewan yang satu dengan hewan yang lainnya, dapat

menggunakan asam pikrat 10% atau dengan spidol permanent.

Mencit pertama diberi obat atropin sulfat sebanyak 0,8 ml dimana

atropin merupakan senyawa parasimpatolitik, untuk mengamati mencit

pertama dilakukan dengan jarak interval watu 10, 20, 30, dan 60 menit, di

amati perubahan yang terjadi, pada pupil mata mencit yang diberi atropin

tidak terjadi apa-apa tetapi terjadi straub, groming, tremor dan diare.

Mencit kedua diberi obat pilokarpin sebanyak 0,8 ml,

pengamatannya juga dilakukan dengan interval waktu yang sama dengan

mencit pertama, dari pengamatan ini di amati terjadi groming pada menit

ke 10, 30,60 dan diare pada menit ke 60.

Mencit ketiga diberi propranolol sebanyak 0,8 ml, untuk

mengamatinya dilakukan pula dengan interval waktu yang sama dengan

percobaan sebelumnya. Dari pengamatan yang telah dilakukan pada

menit ke 10 sampai 60 mengalami groming, diuresis pada menit ke 30 -60

dan piloereksi pada menit ke 20 sampai 30

Pilokarpin termasuk dalam golongan kolinergik yang apabila

diberikan pada hewan coba mencit menimbulkan efek berupa straub,

vasodilatasi dan piloereksi.

Atropin sulfat termaksud dalam golongan antikolinergik yang

apabila diberikan pada hewan coba mencit menimbulkan efek berupa

midriasis, grooming, straub, vasodilatasi, diuresis dan piloereksi.

Propranolol termaksud dalam golongan adrenergik yang apabila

diberikan pada hewan coba mencit menimbulkan efek berupa midriasis,

straub, vasodilatasi dan diare.

Mekanisme kerja dari:

a. Pilokarpin, yaitu penggunaan topical pada kornea dapat menimbulkan

miosis dengan cepat dan kontraksi otot siliaris. Pada mata akan terjadi

suatu spasme akomodasi dan penglihatan akan terpaku pada jarak

tertentu, sehingga sulit untuk memfokus suatu objek.

b. Atropin sulfat, yaitu alkaloid belladonna memiliki afinitas kuat terhadap

reseptor muskarinik, dimana obat ini mencegah asetilkolin terikat pada

tempatnya diresptor muskarinik. Atropin menyekat reseptor muskarinik,

baik di sentral maupun di saraf tepi. Kerja obat ini secara umum

berlangsung sekitar 4 jam, kecuali bila diteteskan pada mata maka

kerjanya bahkan sampai berhari – hari.

c. Propranolol, yaitu prototype antagonis adrenergik – beta dan menyekat

baik reseptor beta 1, beta 2, sediaan lepas lambat saat ini

memungkinkan pemberian dosis sekali sehari saja. Kerjanya di

kardiovaskular, vasokontriksi perifer, bronkokontriksi, peningkatan

retensi natrium, gangguan metabolisme glukosa dan menghambat

kerja isoproterenol.

Neutransmitter merupakan komunikasi antar sel saraf dan antara

sel saraf dengan organ efektor terjadi melalui pelepasan substansi

kimiawi khusus yang dengann cepat menyebar sepanjang celah sinaps

antar ujung neuron dan berikatan dengan reseptor spesifik pada sel target

( pasca sinaptik ). Semua neutransmitter dan kebanyakan hormone serta

mediator local terlalu hidrofilik untuk menembus lapisan ganda lipid

membran plasma sel target. Reseptor didefenisikan sebagai tempat

mengenalnya suatu substansi. Misalnya pada asetilkolin yang

menghantarkan transmisi impuls saraf melintasi ganglion otonom pada

system simpatis dan parasimpatis. Sedangkan pada norepinefrin dan

epinefrin adalah transmitter, serabut dsebut adrenergik. Pada saraf

simpatis, norepinefrin menghantarkan transmisi, impuls saraf dari saraf

otonom pasca ganglion ke organ efektor.

Obat – obat yang digunakan mempunyai efek antiinflamasi, tetapi

hal ini tidak sesuai dengan literatur. Hal ini disebabkan oleh beberapa

faktor antara lain:

1. Ketidaktelitian pada saat menghitung dosis

2. Kesalahan pada saat pengenceran sediaan obat

3. Perlakuan mencit pada saat diberi obat secara oral

II.3 Uraian bahan

1. Pilokarpin (7 ; 478)

Nama Sampel : Cendocarpine® 2 % Sterile Eye Drops

Komposisi : Zat aktif: Pilokarpin

Hidroklorida; Zatpembawa: Hidroxy

Propil Metil Selulosa 2,5 mg

Nama Resmi : Pilocarpini Hydrocloridum

Nama Lain : Pilokarpin Hidroklorida

RM / BM : C16H16N2O3 / 244,72

Pemerian : Hablur tidak berwarna, tidak

transparan, tidak berbau, rasa agak

pahit, higroskopik, dan dipengaruhi

oleh cahaya.

Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, mudah

larut dalam etanol ( 90 % ) P, sukar

larut dalam kloroform, tidak larut dalam

eter ( 95 % ) P.

CH2

N

N CH3

H H

OO

H3C – C

H2

. HCl

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung

dari cahaya.

Indikasi : Umumnya digunakan untuk

glaukoma akut, mengontrol tekanan

intraokuler pada simple glaucoma, dapat

digunakan sendiri sebelum operasi

mendadak atau sebelum pemakaian

carbonic anhidrase inhibitor.

Farmakodinamik : Pada umumnya

pilokarpin bekerja pada efektor

muskarinik dan juga memperlihatkan

efek nikotinik. Efek nikotinik ini juga

terlihat setelah diadakan denervasi.

Pilokarpin terutama menyebabkan

rangsangan terhadap kelenjar keringat,

kelenjar air mata dan kelenjar ludah.

Produksi keringat dapat mencapai tiga

liter. Efek terhadap kelenjar keringat ini

terjadi karena perangsangan langsung

(efek muskarinik) dan sebagian karena

perangsangan ganglion (efek nikotinik).

Selain itu, pada penyuntikan IV

biasanya terjadi kenaikan tekanan darah

akibat efek ganglionik dan sekresi

katekolamin dari medulla adrenal; terjadi

juga hipersekresi pepsin dan musin.

Sekresi bronkus meningkat, dan

bersama dengan timbulnya konstriksi

bronkus dapat menyebabkan udem

paru.

Farmakokinetik : Absorpsi. Senyawa

pilokarpin bersifat basa kuat (zat

ammonium kwartener) yang resorpsinya

dari usus buruk dan sukar memasuki

SSP.

Distribusi.

Pilokarpin bersifat hodrofilik sehingga

tidak dapat menembus cerebro-spinal

barrier (membran).

Metabolisme.

Pilokarpin terionisasi baik, dieliminasi di

hepar dan langsung diekskresikan

melalui ginjal.

Ekskresi. Pilokarpin

hampir tidak didifusi kembali secara

pasif melalui membran sel ke dalam

darah dan langsung keluar dengan air

seni.

Data Farmakokinetik : Ikatan protein plasma:

Kecil karena bersifat basa dan hidrofil.

Waktu paruh plasma:

menit

Efek Samping : Mual, muntah-

muntah, diare dan kejang-kejang di

perut serta sekresi ludah berlebihan,

pada dosis tinggi juga penekanan kerja

jantung dan pernafasan.

Dosis : Tetes mata larutan

1-4% (nitrat), oral 3 kali sehari 5 mg

bersama perintang ganglion.

Dosis untuk Mencit : 0,0195 mg/ml untuk 25 g

mencit.

Kegunaan : Parasimpatomimetikum; miotikum

2. Atropin (7 ; 480)

Nama Sampel : Cendotropine® 1 % Sterile Eye

Drops

Komposisi : Tiap ml mengandung atropin sulfat

10 mg

RM /BM : ( C17H23NO3)2 . H2SO4.H2O

Pemerian : Larutan steril yang mengandung bahan

stabilisator dan antimikroba yang sesuai.

Kelarutan : Larut dalam air.

Indikasi : Sebagai midriatikum dan

siklopegikum.

Farmakodinamik : Hambatan oleh

atropin bersifat reversible dan dapat

diatasi dengan pemberian asetilkolin

dalam jumlah berlebihan atau

pemberian antikolinesterase. Atropin

memblok asetilkolin endogen maupun

eksogen, tetapi hambatannya jauh lebih

kuat terhadap yang eksogen. Efek

perifer terhadap jantung, usus dan otot

bronkus lebih kuat dipengaruhi oleh

atropin.

N CH3 O CO

CH

CH2OH

. H2SO4. H

Farmakokinetik : Absorpsi. Atropin

mudah diserap dari semua tempat,

kecuali dari kulit. Pemberian atropin

sebagai obat tetes mata, terutama pada

anak dapat menyebabkan absorpsi

dalam jumlah yang cukup besar lewat

mukosa nasal, sehingga menimbulkan

efek sistemik dan bahkan keracunan.

Distribusi. Dari

sirkulasi darah, atropin cepat memasuki

jaringan.

Metabolisme.

Dieliminasi oleh ginjal dalam keadaan

tak diubah sampai 50%, sisanya

mengalami Demethylasi dan

Glucuronidasi di dalam hati dan

kemudian diekskresi oleh ginjal.

Ekskresi. Sebagian

atropin diekskresi melalui ginjal dalam

bentuk asal.

Data Farmakokinetik : Bioavailabilitas: kecil (first-

pass-Effect)

Volume distribusi: 3 l/kg

Ikatan protein plasma:

50%

Waktu paruh plasma: 2,5 jam

Efek Samping : Kekeringan mulut,

pengurangan sekresi dari air luda,

midriasis, gangguan penglihatan,

photophobia, kesulitan pengosongan

kandung kemih.

Dosis : Oral 3 kali sehari

0,25-0,8 mg, injeksi s.k. maksimal 3 kali

sehari 0,5 mg (sulfat), dalam tetes mata

larutan 0,5-1%.

Dosis untuk Mencit : 0,013 mg/ml untuk 25 g

mencit.

Nama Paten Lain : Atropini sulfas® (inj.

250 mcg/ml), Aludonna® (9,5 mcg/5 ml

suspensi), Bardase® (0,02 mg/tab),

Contac-500® (0,0375 mg/caps).

Kegunaan : Parasimpatolitikum

3. Propranolol (7 ; 361,522)

Nama Sampel : Propanolol tablet

Komposisi : Tiap tablet mengandung 40 mg

Propanolol HCl

RM / BM : C16H21NO2.HCl / 295,81

Pemerian : Tablet putih, tidak berbau, rasa pahit.

Kelarutan : Larut dalam air, dan dalam etanol (95 %),

sukar larut dalam kloroform.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.

Indikasi : Hipertensi, angina pectori,kardiakaritmia,

migrain

Farmakodinamik : B-bloker menghambat secara

kompetitif efek obat adrenergik, baik NE

dan Epi endogen maupun obat

adrenergik eksogen, pada adrenoseptor

B. Propanolol mempunyai efek

stabilisasi membran atau efek anestetik

local atau disebut aktivitas stabilisasi

membran dengan kekuatan sama

dengan lidokain, Propanolol

menghambat glikogenesis sel di hati

dan otot rangka, sehingga mengurangi

OCH2CHCH2NHCH(CH3)2

OH

efek hiperglekimia dari Epi serta

menghambat sekresi renin dan aktivasi

enzim lipase dalam sel lemak.

Propanolol menghambat efek sentral

dopamine yang menghambat sekresi

hormon pertumbuhan sehingga terjadi

peningkatan hormon pertumbuhan

dalam plasma.

Farmakokinetik : Absorpsi. Propanolol diabsorpsi

dengan baik (>90%) dari saluran cerna.

Distribusi. Distribusinya ke dalam

SSP sejajar dengan kelarutannya dalam

lemak. Propanolol yang paling tinggi

kelarutannya dalam lemak paling mudah

masuk ke dalam otak.

` Metabolisme. <1% dieliminasi

renal tak diubag, sisanya dimetabolisme

di dalam hati menjadi metabolit aktif 4-

hydroxypropanolol dan diglukuronidasi.

Ekskresi. Obat utuh yang diekskresi

melalui ginjal sangat sedikit (<10%)

disebabkan eliminasinya melalui

metabolisme di hati sangat ekstensif.

Data Farmakokinetik : Bioavailabilitas: 40%, (first-pass-

Effect”).

Volume distribusi: 4 l/kg

Ikatan protein plasma: 93%

Waktu paruh plasma: 4 jam

Efek Samping : Dekompensasi jantung akibat

bradycardia. Gejalanya berupa sesak

napas; Perasaan dingin (jari kaki-

tangan) dan rasa lemah; Efek-efek

sentral, yang meliputi gangguan-

gangguan tidur dengan mimpi-mimpi

ganjil (nightmare); Gangguan-gangguan

lambung-usus: mual, muntah dan diare.

Dosis : Hipertensi: 2 kali sehari 60-80

mg; Aritmia: 4 kali sehari 10-40 mg;

Angina pect.: 4 kali sehari 20-80 mg.

Dosis untuk Mencit : 0,75 mg/ml untuk 25 g mencit.

Nama Paten Lain : Blocard® (tab 40

mg), Inderal® LA (caps 160 mg),

Nelderal® (tab 10 mg), Propadex® (tab

10; 40 mg).

Kegunaan : Antiadrenergikum

4. NaCMC (8; 401)

Nama resmi : Natrii Carboxymethylcellulosum

Nama lain : Na CMC

RM :

Pemerian : Serbuk atau butiran putih kuning gading,

tidak berbau atau hampir tidak berbau.

Kelarutan : Mudah mendispersi dalam

air, membentuk suspensi koloidal, tidak

larut dalam etanol (95%) p.

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

Kegunaan : Sebagai kontrol

5. Air suling (8 ; 96)

Nama resmi : Aqua Destillata

Nama lain : Air suling

RM / BM : H2O / 18,02

Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa,

tidak berbau

OH

OH

OHCH2OCH2COONa

O

CH2OCH2COONa

O

O

Kelarutan : Larut dalam etanol dan gliserol

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.

Kegunaan : Sebagai pelarut

II.4 Prosedur Kerja

Hewan coba dikelompokkan menjadi tiga yang tiap-tiap

kelompok diberi Atropin Sulfat, Pilokarpin dan Propranolol yang diberi

secara per oral sesuai dengan hasilnya masing-masing, kemudian

pengamatan dilakukan setelah hewan coba mencit (Mus musculus) diberi

obat tersebut secara peroral yang meliputi pengamatan pupil mata,

groming, straub, vasokontiksi, vasodilatasi, tremor, berkeringat, dieresis,

diare, piloreksi dan salivasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Evelyn C, Pearce, 2002, “Anatomi Dan Fisiologi Untuk Paramedis”,

Jakarta: PT. Gramedia. 2002. P. 305

2. Tim Penyusun, “ Penuntun Praktikum Farmakologi Toksikologi,”

Makassar, Sekolah Tinggi Ilmu Farmasi Kebangsaan. 2009.

P. 7, 8, 12

3. http://danieher.multiply.com/journal/item/12/sistem_saraf_otonom.

Diakses tanggal 3-11-2010

4. http://www.google.co.id/imgres? Diakses tanggal 3-11-2010

5. Malole,M.B.M , “Penanganan hewan – hewan percobaan”,

Bandung : Institut Teknologi Bandung. 1989. P. 79

6. . http://id.wikipdia.org/wiki/mencit. Diakses tanggal 3-11-2010

7. iswarna Sulistia G., dkk, “Farmakologi Dan Terapi Edisi 4”,Jakarta:

Bagian Faramakologi Fakultas Kedokteran-Universitas

Indonesia, 1995. P. 478

8. Dirjen POM 1979,” Farmakope Indonesia Edisi III.” Deskes RI :

Jakarta. 1979. P. 478, 480, 361, 522, 401, 96