FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf ·...

101
E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK KELUARGA KIAI PRAJJAN SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI) Oleh H I S O L NIM 03210070 FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) MALANG 2008

Transcript of FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf ·...

Page 1: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK KELUARGA KIAI PRAJJAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

H I S O L

NIM 03210070

FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MALANG 2008

Page 2: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK KELUARGA KIAI PRAJJAN

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam (SHI)

Oleh

H I S O L

NIM 03210070

FAKULTAS SYARI AH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)

MALANG 2008

Page 3: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

MOTTO

Seorang janda itu lebih berhak atas dirinya daripada walinya. Sedangkan seorang gadis harus dimintai izin atas dirinya,

dan izinnya adalah diamnya.

(Diriwayatkan oleh Jama ah Kecuali Bukhari)

Buppa Babbu, Ghuru, Rato

(Falsafah Madura) Artinya Bapak-Ibu, Guru, Ratu Ungkapan ini mencerminkan hierarki

penghormatan di kalangan masyarakat Madura yang dimulai dari kedua orang tua, selanjutnya penghormatan diberikan kepada guru, kemudian penghormatan yang

terakhir diberikan kepada penguasa atau pemerintah

(Andang Subaharianto, dkk., Tantangan Industrialisasi Mudura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur. Malang: Bayumedia Publishing, 2004, 54).

Page 4: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

HALAMAN PERSEMBAHAN

Bismillahirrohmanirrohiim......

Terukir do'a dan terucap Syukur dari lubuk hati yang teramat dalam Serta ke ta dhziman senantiasa mengarungi buah karya ini

Saya persembahkan Kepada:

Abah & Ibu Tercinta

(Abd. Karim dan Siti Romlah Roufah)

Yang telah banyak mengenalkan berbagai dinamika kehidupan, mengasihi setulus hati sebening cinta dan karena beliau ber-2 pulalah penulis mampu menapaki kerikil-kerikil

tajam kehidupan dengan selamat. Beliau merupakan penasehat spiritual, teman diskusi,

sekaligus pembimbing hidup buat penulis. Sembah sujud penulis berikan kepada Abah dan Ibu tercinta.

Kaka'2ku dan Adik2ku tercinta, Serta keponakanku tersayang

(M. Hasan, Mba' Aisyah, Mba' Mas'udah

(Fadzoh, Syukron, Ikhlas)

Yang masih menempuh cita-citanya Ghiyats dan Firda)

Bersama kalian aku bisa terhibur dan tersenyum.

Seseorang yang Terkasih (Insirohul Mas udah, S.Hi)

Yang kehadirannya telah menghantarkan-ku menyongsong lembaran baru sejarah hidup

Yang selalu setia Menemani & Membantu-ku hingga terselesainya skripsi ini

Sahabat Terbaikku: Blok-M (Ahmed, Iye', Syaiful, Aiman, Helman, Thoriq, Najih) Serta sahabat-sahabatku di Syariah-03. Buat mas Khomar

& Hasyim thank's atas penyemangatnya, dan teman-temanku dikost-an, dzereh Dadank, Sizka, Kephet, GBoex- thank's atas motifasi dan bantuannya hingga selesainya skripsi ini.

Page 5: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Demi Allah,

Dengan kesadaran dan rasa tanggung jawab terhadap pengembangan keilmuan,

penulis menyatakan bahwa skripsi dengan judul:

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK

KELUARGA KIAI PRAJJAN

benar-benar merupakan karya ilmiah yang disusun sendiri, bukan duplikat atau

memindah data milik orang lain. Jika dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada

kesamaan, baik isi, logika maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka

skripsi dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi

hukum.

Malang, 03 Januari 2008

Penulis,

H i s o l

NIM 03210070

Page 6: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

HALAMAN PERSETUJUAN

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK

KELUARGA KIAI PRAJJAN

SKRIPSI

oleh:

H I S O L

NIM 03210070

Telah diperiksa dan disetujui untuk diujikan, Oleh Dosen Pembimbing:

Drs. M. Fauzan Zenrif, M.Ag

NIP 150 303 047

Mengetahui, Dekan Fakultas Syari ah

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

Page 7: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Pembimbing penulisan skripsi saudara Hisol, NIM 03210070, mahasiswa Fakultas

Syari ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, setelah membaca, mengamati

kembali berbagai data yang ada di dalamnya, dan mengoreksi, maka skripsi yang

bersangkutan dengan judul:

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK

KELUARGA KIAI PRAJJAN

telah dianggap memenuhi syarat-syarat ilmiah untuk disetujui dan diajukan pada

majelis dewan penguji.

Malang, 03 Januari 2008

Pembimbing,

Drs. M. Fauzan Zenrif, M.Ag

NIP 150 303 047

Page 8: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

PENGESAHAN SKRIPSI

Dewan penguji skripsi saudara Hisol, NIM 03210070, Mahasiswa Fakultas Syari ah

angkatan tahun 2003, dengan judul

E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULNYA KONFLIK

KELUARGA KIAI PRAJJAN

Telah dinyatakan LULUS dan berhak menyandang Gelar Sarjana Hukum Islam

(S.HI)

Dengan Penguji:

1. Drs. Fadil Sj, M.Ag (________________________) NIP. 150 252 758 (Penguji Utama)

2. Drs. Badruddin, M.H.I (________________________) NIP 150 302 562 (Ketua)

3. Drs. M. Fauzan Zenrif, M. Ag

(________________________) NIP. 150 303 047 (Sekretaris)

Malang, 03 Januari 2008

Dekan,

Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag

NIP. 150 216 425

Page 9: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

KATA PENGANTAR

Puji syukur terpanjatkan kehadirat Allah SWT., Tuhan Penguasa Alam, yang ada

dalam dimensi ruang dan waktu, yang atas rahmat dan inayah-Nya sehingga

penulisan skripsi yang berjudul E-Cang Pancang: Upaya Mempertahankan Jalur

Kekerabatan dan Munculya Konflik Keluarga Kiai Prajjan, di Desa Prajjan

Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang, dapat diselesaikan dengan curahan cinta

kasih-Nya, penuh kedamaian dan ketenangan.

Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Baginda kita Nabi

Muhammad SAW. yang telah mengentaskan umat manusia dari jurang

kejahiliyyahan dengan kesejukan ajaran beliau yaitu agama Islam. Mudah-mudahan

pada hari kiamat kelak kita mendapat Syafa at dari beliau, Amien...3x.

Sudah sepatutnya bagi penulis untuk menyampaikan banyak terima kasih tiada

tara kepada semua pihak yang telah membantu serta mendukung penyelesaian skripsi

ini, terutama secara khusus penulis haturkan kepada:

1. Kedua orang tua tercinta yang telah rela mengorbankan segala yang ada padanya

dan tak henti-hentinya bermunajat kepada Allah SWT demi putera-puterinya,

khususnya kepada penulis demi terselesainya tugas akhir ini, serta telah menjadi

sumber motivasi dan inspirasi kuat bagi penulis selama proses penyelesaian

skripsi ini.

Page 10: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

2. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo, selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)

Malang.

3. Drs. H. Dahlan Tamrin, M.Ag, selaku Dekan Fakultas Universitas Islam Negeri

(UIN) Malang.

4. Roibin, M.Hi, selaku dosen wali penulis selama kuliah di Fakultas Syari ah UIN

Malang.

5. Drs. M. Fauzan Zenrif, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang senantiasa

meluangkan waktu serta dengan sabar mengoreksi dan tidak pernah lelah dalam

memberikan arahan serta bimbingan demi kebaikan penulisan skripsi ini.

6. Segenap dosen Fakultas Syari'ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang yang

telah membimbing dan mencurahkan ilmunya kepada kami.

7. Para kiai dan tokoh masyarakat Desa Prajjan yang telah sudi memberikan

sumbangan pemikiran dan informasi tentang dampak e-cang pancang: upaya

mempertahankan jalur kekerabatan dan munculya konflik keluarga kiai Prajjan

yang dapat membantu proses pengumpulan data penulisan skripsi ini, Utamanya

KH. Imam Ghazali, KH. Moh. Jailani, K.H. Muzakki, KH. Ihya', KH. Mustajib,

KH. Hamdan Badri, KH. Alief Madani, H. Badrut Tamam selaku Kepala Desa

Prajjan, dan semua kiai serta tokoh masyarakat yang tidak mungkin disebutkan

satu persatu. Keikhlasan dalam berjuang telah menyadarkan penulis yang pernah

hilang dalam pencarian jati diri untuk berproses menjadi insan cita.

8. Semua keluargaku terutama kakak-kakakku, adik-adikku dan keponakanku yang

telah memberikan motifasi pada kami.

9. Seorang yang terkasih I.M. Nawal, yang selalu senantiasa menemani dan

membantu penulis.

Page 11: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

10. Seluruh anggota jama ah sholawat Al-Muhibbin , terima kasih atas do a-do a

kalian, semoga kita semua dapat meraih syafa at Rosululah SAW!

11. Mas Khomar dan Hasyim, yang dengan kesabarannya telah banyak membantu

dan menjadi penyemangat dalam penyelesaian skripsi ini.

12. Segenap sahabat karibku, H. Ahmed AO. S.Hi., H. Aiman M. S.Hi., Syaiful

Bahri S.Hi., Insirohul M. S.Hi, Lyna S.Hi, yang selalu setia menghiburku dan

selalu berbagi cerita denganku.

13. Segenap sahabat-sahabatku di Joyo Suko 41E, dhereh Da dhank, Chonk Sizka,

Khepet dan Gaboex yang selalu setia bersamaku dalam suka dan duka.

Akhirnya dengan keterbatasan kemampuan dan kami sadar bahwa penulisan

skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, karena itu saran dan kritik konstruktif dari

semua pihak sangat kami harapkan.

Semoga skripsi ini bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan bagi penulis

khususnya serta bagi pembaca pada umumnya.

Malang, 03 Januari 2008

Penulis

Page 12: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

HALAMAN MOTTO ............................................................................................. ii

HALAMAN PERSEMBAHAN.............................................................................. iii

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................... iv

HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................................ v

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................... vi

HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... vii

KATA PENGANTAR .......................................................................................... viii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... xi

ABSTRAK ........................................................................................................... xiv

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .............................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ......................................................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ....................................................................................... 4

E. Definisi Operasional .................................................................................... 5

F. Sistematika Pembahasan ............................................................................. 6

BAB II : SISTEM KEKERABATAN DAN TEORI KONFLIK

A. Penelitian Terdahulu .................................................................................... 8

B. Khitbah dalam Perspektif Fiqh .................................................................. 13

C. Sistem Kekerabatan ................................................................................... 15

Page 13: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

D. Teori-teori Konflik .................................................................................... 16

E. Kiai di Masyarakat Madura ....................................................................... 26

BAB III : METODE PENELITIAN

A. Gambaran Kondisi Objek Penelitian ......................................................... 32

1. Kondisi Geografis ................................................................................ 32

2. Kondisi Sosial-Keagamaan ................................................................. 34

3. Kondisi Pendidikan ............................................................................. 36

4. Kondisi Ekonomi ................................................................................. 38

5. Stratifikasi Sosial ................................................................................. 39

B. Paradigma Penelitian ................................................................................. 41

C. Pendekatan dan Jenis Penelitian ................................................................ 42

D. Sumber Data .............................................................................................. 43

E. Metode Pengumpulan Data ....................................................................... 48

F. Metode Pengolahan Data ........................................................................... 50

G. Metode Analisis Data ................................................................................ 52

BAB IV : PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi E-Cang-Pancang ....................................................................... 54

B. Realitas Kegagalan E-Cang Pancang pada Keluarga Kiai ....................... 58

C. Dampak Kegagalan E-Cang Pancang terhadap Ikatan Keluarga Kiai ..... 68

a. Dampak Hubungan Sosial ..................................................................... 68

b. Dampak Hubungan Ekonomi ................................................................ 70

D. Proses Sosiologis Dampak Kegagalan E-Cang Pancang Terhadap Ikatan

Page 14: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Keluarga Kiai ............................................................................................ 72

E. Proses Harmonisasi Pasca Kegagalan E-Cang Pancang .......................... 75

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................................ 80

B. Saran-saran ................................................................................................ 82

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

Page 15: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

ABSTRAK

Hisol, 03210070, 2008, E-Cang Pancang: Upaya Mempertahankan Jalur Kekerabatan dan Munculnya Konflik Keluarga Kiai Prajjan, Skripsi, Jurusan Al-Ahwal As-Syakhsiyah, Fakultas Syari ah, Universitas Islam Negeri (UIN) Malang. Dosen Pembimbing: Drs. M. Fauzan Zenrif, M.Ag

Kata Kunci: E-Cang Pancang, Kekerabatan, Konflik, Kiai

E-cang Pancang adalah perjodohan yang dilakukan antar orang tua terhadap anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan untuk mempererat ikatan persaudaraan (sa taretanan) dan kekerabatan (sa bh l n) dari masing-masing keluarga tersebut. Fenomena E-cang pancang sampai saat ini masih dapat ditemukan pada beberapa keluarga di Madura untuk mempertahankan kualitas keturunan dan masa depan sebuah keluarga. Fenomena ini tidak saja membawa manfaat bagi penganutnya, lebih dari pada itu juga meninggalkan berbagai jenis konflik akibat adanya kegagalan dalam proses e-cang pancang.

Penelitian ini mengkaji permasalahan 1) Bagaimana kegagalan e-cang pancang dapat berdampak terhadap keretakan ikatan keluarga kiai? 2) Bagaimana bentuk-bentuk konflik pasca kegagalan e-cang pancang? 3) Bagaimana keluarga kiai memperbaiki keretakan keluarga pasca kegagalan e-cang pancang? Untuk menjawab permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis dan paradigma sosiologis. Adapun dalam pengumpulan data, peneliti menggunakan metode observasi dan interview.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegagalan e-cang pancang memiliki dampak negatif bagi ikatan keluarga kiai Prajjan. Dampak-dampak yang ditimbulkannya antara lain adalah adanya kemungkinan dikucilkan oleh keluarga yang lain, dan juga adanya hubungan yang tidak harmonis diantara keluarga yang terlibat dalam rencana pernikahan melalui proses e-cang pancang. Kemudian bentuk-bentuk konflik akibat adanya kegagalan proses e-cang pancang seperti apabila bertemu di jalan, diantara yang berkonflik enggan untuk bertegur sapa, apabila berada dalam satu forum pertemuan diantara yang berkonflik cenderung untuk saling menghindari, apabila diantara mereka mengadakan sebuah acara, masing-masing cenderung tidak hadir dalam acara tersebut. Kegagalan e-cang pancang diperbaiki melalui proses, antara lain: a) adanya saling menyadari dan memahami diantara yang berkonflik b) adanya peningkatan dalam hal silaturrahmi antar keluarga, utamanya bagi yang berkonflik c) adanya peranan para sesepuh yang termasuk dalam satu ikatan keluarga d) apabila e-cang pancang gagal karena alasan seorang anak tidak mau dinikahkan atas dasar pilihan orang tuanya, maka orang tua bisa menggantikannya dengan anak yang lain yang masih satu keluarga.

Page 16: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga keyae (Indonesia: kiai) di Madura memiliki kebiasaan yang berbeda

dengan kebanyakan masyarakat Madura lainnya, kebiasaan yang dibangun terkesan

atas dasar pemahaman keagamaan yang kental dan cenderung Arab sentris. Diantara

hal tersebut ialah sikap keluarga kiai yang kuat dalam menjaga, mempertahankan dan

memprotek nasab keluarga. Dalam hal ini, keluarga kiai di Desa Prajjan Kecamatan

Camplong Kabupaten Sampang memiliki kecenderungan yang kuat dalam

mempertahankan nasab dari nenek moyang (bengaseppo: bahasa Madura) keluarga

mereka, sehingga keluarga kiai kemudian dikenal dengan keluarga besar.1

Dalam rangka mempertahankan nasab, keluarga kiai di Desa Prajjan Kecamatan

Camplong Kabupaten Sampang melakukan kebiasaan e-cang pancang antar sesama

1KH. Moh. Jailani, wawancara (Prajjan, 27 Juli 2007).

Page 17: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

keluarga dekat mereka, dengan harapan bahwa anak cucu mereka kelak memperoleh

jodoh yang senasab dan sekufu'.2 Oleh sebab itu, di Desa Prajjan Kecamatan

Camplong Kabupaten Sampang hampir 55 % keluarga kiai melaksanakan e-cang

pancang.3

Kenyataan itu pada akhirnya membuat mereka sangat ketat dan kaku dalam

mempertahankan kebiasaan e-cang pancang yang merupakan "wasiat" dari nenek

moyang mereka dulu.4 Oleh karena itu, apabila ada salah satu keluarga yang anaknya

e-cang pancang kemudian digagalkan dengan beragam persoalan yang

melatarbelakanginya, maka akan menyebabkan rusaknya ikatan keluarga besar. Di

antara fenomena tersebut seperti keluarga KH. Ach. Zaini yang putera sulungnya

bernama Aminulloh, sejak tahun 1982 telah e-cang pancang (dijodohkan sejak

berusia 5 tahun) dengan salah seorang puteri KH. Abd. Latief, bernama Siti Fathimah

(3 tahun). Selama perjodohan ini hubungan antar kedua keluarga dan keluarga

kerabat lainnya (keluarga besar) berjalan harmonis, masing-masing keluarga saling

menghormati, menghargai dan memahami antara satu dengan lainnya, seperti apabila

salah satu diantara mereka mengadakan sebuah acara, walaupun tanpa diminta, maka

mereka dengan sendirinya datang (kompak) untuk memberikan bantuan (baik berupa

tenaga maupun materi) demi kesuksesan acara tersebut. Hal ini dilakukan sebagai

bentuk solidaritas atas eratnya hubungan kekerabatan dan kekeluargaan mereka.

Namun, pada saat perjodohan (e-cang pancang) yang telah dilakukan oleh kedua

pihak keluarga ini pada akhirnya gagal (tidak diteruskan), karena disaat Aminulloh

menginjak usia dewasa (17 tahun) menolak keras perjodohan yang telah dilakukan

2KH. Hamdan Badri, wawancara (Prajjan, 26 Juli 2007). 3KH. Mustajib, wawancara (Prajjan, 25 Juli 2007). 4Ny. Roufah, wawancara (Prajjan, 28 Juli 2007).

Page 18: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

oleh kedua orang tuanya tersebut. Gagalnya perjodohan (e-cang pancang) tersebut,

pada akhirnya menjadi penyebab rusaknya ikatan persaudaraan kedua keluarga kiai

tersebut, dan di samping itu juga berimbas pada retaknya hubungan persaudaraan

sanak kerabat lainnya. Hubungan mereka yang pada awalnya harmonis sebagaimana

yang telah dijelaskan di atas, kemudian menjadi retak dan tidak harmonis lagi,

seperti yang terlihat ketika keluarga KH. Abd. Latief diundang untuk menghadiri

acara yang diadakan oleh keluarga KH. Ach. Zaini, beliau tidak berkenan hadir

dengan berbagai macam alasan, jika berjumpa di jalan mereka tidak lagi saling

menyapa, dan apabila mereka bertemu dalam satu forum pertemuan, mereka saling

menghindar dan lain sebagainya. 5

Dari apa yang dialami oleh keluarga kiai di atas, maka benarlah apa yang telah

dijelaskan oleh Dean G. Pruitt dan Jeffrey bahwa walaupun pertalian

(sosial/kekeluargaan) cenderung membatasi eskalasi konflik (meningkatnya konflik),

tetapi tidak ada jaminan yang mutlak untuk mencegah terjadinya eskalasi tersebut.

Bahkan pertalian yang kuat sekalipun tidak dapat melindungi suatu hubungan, bila

konflik kepentingan itu begitu beragam dan kuat. Ketika kontroversi mengalami

eskalasi, maka pertalian cenderung mengalami disintegrasi. Hubungan menjadi

rusak, cinta berubah menjadi benci, orang memindahkan ketergantungannya kepada

orang lain dan lain sebagainya,6 seperti yang telah dialami oleh kedua keluarga kiai

di atas. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk mengkaji lebih mendalam tentang e-

cang pancang sebagai upaya mempertahankan jalur kekerabatan dan munculya

konflik keluarga kiai di Desa Prajjan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang.

5KH. Alief Madani, wawancara (Prajjan, 25 Juli 2007). 6Dean G. Pruitt and Jeffrey Z. Rubin, Social Conflict: Escalation, Stalemate, and Settlement , diterjemahkan Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Teori Konflik Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 163.

Page 19: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah:

1. Bagaimana kegagalan e-cang pancang dapat berdampak terhadap keretakan

ikatan keluarga kiai?

2. Bagaimana bentuk-bentuk konflik pasca kegagalan e-cang pancang?

3. Bagaimana keluarga kiai memperbaiki keretakan keluarga pasca kegagalan e-

cang pancang?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Memberikan penjelasan fenomena tentang dampak kegagalan e-cang pancang

terhadap keretakan ikatan keluarga kiai.

2. Memberikan penjelasan tentang bentuk-bentuk konflik pasca kegagalan e-cang

pancang.

3. Memberikan penjelasan tentang bagaimana keluarga kiai memperbaiki keretakan

keluarga pasca kegagalan e-cang pancang.

D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan kontribusi pemikiran dalam

pengembangan khazanah keilmuan yang berkaitan dengan kajian budaya di tanah

air.

2. Secara Praktis

Page 20: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi bagi masyarakat

Islam di wilayah Kabupaten Sampang khususnya masyarakat Desa Prajjan

terhadap kemungkinan timbulnya dampak positif dan negatif dari e-cang

pancang.

b. Agar masyarakat Kabupaten Sampang khususnya masyarakat Desa Prajjan

memahami dan mengetahui kebiasaan e-cang pancang ini dalam pandangan

hukum Islam..

E. Definisi Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dalam memahami judul di atas, maka perlu

dijelaskan makna dan maksud dari masing-masing istilah yang ada pada judul skripsi

ini, diantaranya:

1. E-cang pancang: Perjodohan yang dilakukan oleh antar orang tua (antar oreng

toah) terhadap anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia

pranatal, dengan tujuan untuk mempererat ikatan persaudaraan (sa taretanan)

dan kekerabatan (sa bh l

n) dari masing-masing keluarga tersebut. Hal ini

berlaku pada golongan masyarakat Madura tertentu, yakni pada mayoritas

golongan kiai (keyae).7

2. Konflik: Pertentangan antara dua kekuatan yang disebabkan oleh keinginan yang

saling bertentangan untuk menguasai diri sehingga mempengaruhi tingkah laku

yang diwujudkan dengan tindakan konflik, seperti saling menghindar, diam,

ejekan, rasa tidak suka, dan lain-lain.8

7KH. Imam Ghazali, wawancara (Prajjan, 20 Nopember 2006). 8Kartini Kartono, Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam (Bandung: Mandar Maju, 1989), 68.

Page 21: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

3. Keluarga: Kumpulan dari kaum kerabat, termasuk sanak saudara, kakek-nenek,

paman-bibi, sepupu-sepupu dan lain-lain yang masih mempunyai ikatan darah

(nasab) atau yang tidak tetapi telah diangkat sebagai anggota keluarga.9

4. Kiai (keyae): Orang-orang yang dikenal sebagai pemuka agama atau ulama

karena menguasai ilmu agama (Islam).10 Dalam penelitian ini, yang dimaksud

kiai (keyae) adalah mereka para pemuka agama atau ulama di Desa Prajjan

Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang yang memiliki kebiasaan e-cang

pancang cukup kuat.

5. Prajjan: Nama salah satu desa dari 14 (empat belas) desa yang terletak di

Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang. Desa Prajjan merupakan desa yang

dikenal dengan desanya para kiai (keyae), karena mayoritas (± 60 %)

penduduknya adalah keluarga para kiai.11

F. Sistematika Pembahasan

Penyusunan skripsi ini, dibagi atas beberapa bab. Pada tiap-tiap bab dibagi atas

beberapa sub-bab yang mana isinya antara yang satu dengan yang lain saling

berkaitan, dengan maksud agar mudah dipahami. Adapun sistematika pembahasan

skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I Pendahuluan, yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi operasional, dan sistematika

9Jalaluddin Rakhmat dan Mukhtar Gandaatmaja, Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 20. 10A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura (Yogyakarta: LKiS, 2006), 49. 11KH. Mustajib, wawancara (Prajjan, 25 Juli 2007).

Page 22: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

pembahasan. Bab ini mendeskripsikan fenomena yang muncul dan bagaimana

fenomena tersebut diteliti.

Bab II Kajian Pustaka, yang meliputi: penelitian terdahulu, teori-teori konflik

dan tentang kiai di masyarakat Madura. Kajian pustaka diletakkan pada bab ini, agar

dapat dijadikan bekal bagi peneliti untuk menguji dan mengukur kebenaran teori

dengan realitas yang ada di masyarakat.

Bab III Metodologi Penelitian, yang meliputi: gambaran kondisi objek

penelitian, kondisi geografis, kondisi sosial-keagamaan, kondisi pendidikan, kondisi

ekonomi, stratifikasi sosial, paradigma, pendekatan dan jenis penelitian, sumber data,

metode pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan analisis data. Hal ini

bertujuan untuk dijadikan pedoman dalam melakukan penelitian, karena peran

metode penelitian sangat penting guna manghasilkan hasil yang akurat serta

pemaparan data yang rinci dan jelas dan mengantarkan pada bab berikutnya.

Bab IV Paparan dan Analisis Data, merupakan laporan hasil penelitian yang

meliputi: deskripsi umum tentang e-cang pancang meliputi profil subjek penelitian

(informan), definisi e-cang pancang serta sejarah e-cang pancang, realitas kegagalan

e-cang pancang pada keluarga kiai, dampak kegagalan e-cang pancang terhadap

ikatan keluarga kiai, proses sosiologis dampak kegagalan e-cang pancang terhadap

ikatan keluarga kiai, dan proses harmonisasi pasca kegagalan e-cang pancang.

Bab V Penutup, merupakan bab terakhir, yang meliputi: kesimpulan hasil

penelitian dan saran bagi berbagai pihak yang bersangkutan dengan penelitian ini.

Page 23: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

BAB II

SISTEM KEKERABATAN DAN TEORI KONFLIK

A. Penelitian Terdahulu

Dalam rangka untuk mengetahui bahwasanya fokus kajian penelitian yang

dilakukan ini berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, maka perlu kiranya

hasil penelitian-penelitian terdahulu tersebut dipaparkan. Diantara hasil penelitian

yang dimaksud ialah sebagai berikut:

1. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Naily Rahmah pada tahun 2003

mahasiswa Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Surabaya,

dengan judul: Peran Bimbingan dan Konseling Agama Dalam Menanggulangi

Penyimpangan Perilaku Orang Tua Akibat Tradisi Perjodohan Anak-Anak Usia

Dini

(Studi Kasus di Omben Kecamatan Omben Kabupaten Sampang).

Penelitian ini, mengkaji dan membahas tentang apakah proses pelaksanaan

Page 24: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

bimbingan dan konseling agama dalam menanggulangi penyimpangan perilaku

orang tua terhadap anak akibat adanya tradisi perjodohan anak usia dini di Desa

Omben sesuai dengan dengan teori Bimbingan Konseling Agama (BKA) dan

bagaimana hasil akhir pelaksanaan Bimbingan Konseling Agama (BKA) dalam

menanggulangi penyimpangan perilaku orang tua terhadap anak akibat adanya

tradisi perjodohan anak usia dini di Desa Omben.

Dengan menggunakan pendekatan terapi realitas yang bersifat deskriptif

komparatif dan data diperoleh melalui observasi dan wawancara, Naily Rahmah

menyimpulkan bahwa proses pelaksanaan BKA yang telah dilakukan oleh

konselornya dalam menanggulangi penyimpangan perilaku orang tua terhadap

anak akibat adanya tradisi perjodohan anak usia dini telah ada kesesuaian dengan

teori BKA dan hasil akhir pelaksanaan BKA yang telah dilakukan oleh konselor

masuk kategori berhasil, hal tersebut ditandai dengan munculnya perubahan

kekuatan emosional yang lebih baik, yaitu berupa kesadaran klien dalam

menghadapi kenyataan yang ada serta banyaknya perilaku yang dilaksanakan

setelah mendapat BKA.12

2. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Holilur Rahman pada tahun 2006

mahasiswa Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan

judul: Peminangan Dini dalam Perspektif Islam

(Studi Kasus di Desa Arok

Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan). Paradigma yang digunakan dalam

penelitian ini Islamic Construktivism World View, yaitu dengan mengkorelasikan

antara paradigma barat dan paradigma Islam. Penelitian ini berusaha menjelaskan

12Naily Rahmah, Peran Bimbingan dan Konseling Agama dalam menanggulangi Penyimpangan Perilaku Orang Tua Akibat Tradisi Perjodohan Anak-anak Usia Dini (Studi Kasus di Desa Omben Kecamatan Omben Kabupaten Sampang), Skripsi (Surabaya: IAIN Sunan Ampel, 2003).

Page 25: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

faktor-faktor yang melatarbelakangi pelaksanaan peminangan dini dan

bagaimana prosesi yang melingkupi pelaksanaan peminangan dini ditinjau dari

perspektif Islam. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa dimana faktor-faktor

yang melatarbelakangi pelaksanaan peminangan dini ditinjau dari perspekti Islam

di Desa Arok Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan antara lain: a) adat

kebiasaan nenek moyang, b) dominasi orang tua, c) kepercayaan kepada tokoh

masyarakat yang berlebihan, d) sterotip negatif, e) ekonomi, dan f) mitos

(kelahiran bayi dalam waktu yang sama). Jadi, dapat disimpulkan bahwa semua

faktor-faktor tersebut tidak sesuai dengan prinsip dasar dalam ajaran Islam.

Adapun prosesi yang melingkupi pelaksanaan peminangan dini di Desa Arok

Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan tidak bertentangan dengan ajaran

Islam, akan tetapi ada satu hal sedikit bersinggungan, yaitu ketika mencari

pasangan pertama yang diprioritaskan adalah yang dekat hubungan darahnya, hal

ini bertolak belakang dengan prinsip ajaran Islam, dimana mencari pasangan

dianjurkan yang jauh hubungan darahnya.13

3. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Rohela pada tahun 2003 mahasiswa

Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan judul:

Perkawinan Di bawah Umur Sebagai Hambatan Pembentukan Keluarga

Sakinah

(Studi Kasus di Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan-Madura).

Penelitian ini mengkaji dan membahas tentang faktor-faktor yang mempengaruhi

terjadinya perkawinan di bawah umur dan pengaruh perkawinan di bawah umur

terhadap pembentukan keluarga sakinah dan juga bagaimana upaya yang

13Holilur Rahman, Peminangan Dini Dalam Perspektif Islam (Studi Kasus di Desa Arok Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan), Skripsi (Malang: UIN Malang, 2006).

Page 26: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

dilakukan oleh KUA Kecamatan Tlanakan Pamekasan-Madura untuk

mengurangi terjadinya perkawinan di bawah umur.

Dengan menggunakan metode kualitatif dan teknik pengambilan datanya

interview, dokumentasi dan observasi, secara umum Rohela menggambarkan

bahwa Kecamatan Tlanakan terletak dipesisir pantai yang memiliki tingkat

perekonomian yang relatif rendah dan sebagian besar masyarakatnya beragama

Islam. Hal tersebut menyebabkan masyarakat cenderung melaksanakan

perkawinan di bawah umur. Selain itu, faktor lain yang mendukung terjadinya

perkawinan di bawah umur adalah kurang mengerti dan memahami arti dan

maksud perkawinan baik hukum perkawinan nasional maupun hukum

perkawinan Islam. Sehingga hasil akhir dari penelitiannya menunjukkan bahwa

perkawinan di bawah umur tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan

keluarga sakinah dan mempunyai akibat negatif terhadap kesehatan sang ibu

maupun anak yang dilahirkan.14

4. Penelitian skripsi yang dilakukan oleh Achmad Fauzi pada tahun 2006

mahasiswa Fakultas Syari ah Universitas Islam Negeri (UIN) Malang, dengan

judul: Perkawinan Endogami Di Kabupaten Pamekasan . Penelitian ini,

memfokuskan pada alasan utama tentang perkawinan endogami dan bagaimana

dampak serta akibat yang timbul dari pelaksanaan perkawinan endogami

tersebut. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis-empiris dan dengan jenis

penelitian studi kasus (case study), hasil penelitiannya menunjukkan bahwa

perkawinan memiliki dua sistem, yaitu sistem perkawinan endogami dan sistem

14Rohela, Perkawinan Dibawah Umur Sebagai Hambatan Pembentukan Keluarga Sakinah (Studi Kasus di Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan-Madura), Skripsi (Malang: UIN Malang, 2003).

Page 27: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

perkawinan eksogami. Perkawinan endogami adalah sistem perkawinan dimana

anggota masyarakat hanya memperbolehkan mengawini atau menikah dengan

anggota masyarakat lain yang masih dalam satu marga. Sedangkan sistem

perkawinan eksogami adalah perkawinan yang dilakukan oleh anggota

masyarakat di luar marga atau kelompoknya sendiri.

Perkawinan eksogami dalam ajaran Islam sangat dianjurkan dengan tujuan untuk

memperluas tali silaturrahim dan menghindari kemungkinan kawin atau menikah

dengan saudara sesusuan. Namun Islam sendiri tidak melarang adanya

perkawinan endogami dan sistem perkawinan ini, banyak juga kita jumpai di

masyarakat dengan berbagai alasan dan berbagai faktor, diantaranya faktor

budaya, menjaga dan mempertahankan status sosial, dan menjaga harta warisan.

Faktor tersebut juga menjadi alasan pasangan kawin endogami di Desa Palengaan

Laok Kecamatan Palengaan Kabupaten Pamekasan.

Melakukan suatu perkawinan dengan eksogami ataupun endogami keduanya

sama-sama diperbolehkan oleh Islam dan semuanya bisa diterima oleh

masyarakat, hal yang terpenting dalam suatu perkawinan adalah bagaimana

hubungan perkawinan tersebut bisa dijaga keutuhannya.15

Dari keempat penelitian terdahulu tersebut, dapat diketahui bahwa penelitian

dengan judul E-CANG PANCANG: UPAYA MEMPERTAHANKAN JALUR

KEKERABATAN DAN MUNCULYA KONFLIK KELUARGA KIAI PRAJJAN

yang dilakukan ini ternyata belum pernah diteliti, meskipun objek penelitiannya

sama, yakni pada masyarakat Madura, akan tetapi fokus kajian penelitiannya berbeda

15Achmad Fauzi, Perkawinan Endogami di Kabupaten Pamekasan,

Skripsi (Malang: UIN Malang, 2003).

Page 28: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Naily Rahmah, Holilur Rahman, Rohela

dan Achmad Fauzi sebagaimana yang telah dipaparkan di atas. Penelitian ini

memfokuskan pada bagaimana e-cang pancang sebagai upaya mempertahankan jalur

kekerabatan dan munculya konflik keluarga kiai di Desa Prajjan Kecamatan

Camplong Kabupaten Sampang.

B. Khitbah dalam Perspektif Fiqh

Satu langkah awal untuk dari suatu pernikahan adalah melalui proses khitbah .

Hal ini telah disyari atkan oleh Allah Subhanahu wa Ta ala sebelum diadakannya

akad nikah antara suami isteri. Dengan maksud, supaya masing-masing pihak

mengetahui pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya. Khitbah menurut

bahasa berasal dari kata

yang artinya meminang.16 Menurut Sayyid Sabiq

dalam fiqhus sunnahnya, khitbah adalah seorang laki-laki meminta kepada seorang

perempuan untuk menjadi isterinya, dengan cara-cara yang sudah umum berlaku di

tengah-tengah masyarakat.17 Sedangkan menurut Mukhtar Kamal cara-cara khitbah

tidak hanya dapat dilakukan oleh laki-laki secara langsung, tetapi dapat juga

dilakukan melalui perantaraan pihak lain yang dipercayainya.18 Sehingga dari

beberapa definisi tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa khitbah merupakan suatu

langkah awal yang harus dilakukan oleh seorang laki-laki yang ingin menikah

dengan menanyakan terlebih dahulu apakah perempuan tersebut bersedia atau tidak

menjadi isterinya dan perempuan tersebut dapat menerima atau menolaknya.

16Syarif Al-Qusyairi, Kamus Akbar Arab-Indonesia (Surabaya: Karya Ilmu, t.th.), 117. 17Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunnah , diterjemahkan M. Ali, Fikih Sunnah 6 (Bandung: Al-Ma arif, 1987), 35. 18Muchtar Kamal, Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan (Jakarta: Bulan Bintang, 1974), 33.

Page 29: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Mengenai lafadz khitbah, ulama fiqih membagi dalam dua bentuk, yaitu:19

1. As-Sharih (jelas), yaitu tidak mengandung pengertian lain selain meminang.

2. Kinayah (sindiran), seperti seorang laki-laki mengatakan kepada seorang

perempuan saya ingin menikahi seorang wanita . Ulama fiqih sepakat bahwa

apabila peminangan dilakukan dengan lafal al-kinayah maka harus disertai

dengan niat.

Dalam meminang, seorang muslim dianjurkan untuk memperhatikan beberapa

sifat yang ada pada wanita yang akan dipinang, diantaranya:20

1. Wanita itu disunnahkan seorang yang penuh cinta kasih. Maksudnya, ia harus

selalu menjaga kecintaan terhadap suaminya, sementara sang suami pun memiliki

kecenderungan dan rasa cinta padanya.

2. Disunnahkan pula agar wanita yang akan dipinang itu seorang yang banyak

memberikan keturunan, karena ketenangan, kebahagiaan dan keharmonisan

keluarga akan terwujud dengan lahirnya anak-anak yang menjadi harapan setiap

pasangan suami-isteri.

3. Hendaklah wanita yang akan dinikahi itu seorang yang masih gadis dan masih

muda. Hal itu sebagaimana yang ditegaskan dalam kitab Shahihain dan juga

kitab-kitab lainnya.

4. Dianjurkan untuk tidak menikahi wanita yang masih termasuk keluarga dekat,

karena Imam Syafi i pernah mengatakan, jika seseorang menikahi wanita dari

keluarganya sendiri, maka kemungkinan besar anaknya mempunyai daya pikir

yang lemah.

Dalam ilmu dan teknologi ditetapkan bahwa di antara sebab

19Hafidz Dasuki dkk, Ensiklopedi Hukum Islam (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1999), 928. 20Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh Al-Usratul Muslimah , diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar, Fikih Keluarga (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2006), 12-15.

Page 30: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

musnahnya etnis adalah pembatasan hubungan (menikah) dalam satu kelompok

saja, karena hal itu dapat mengakibatkan rusaknya silsilah dan lemahnya

keturunan.

5. Disunnahkan bagi seorang muslim untuk menikahi wanita yang mempunyai

silsilah keturunan yang jelas dan terhormat, karena hal itu akan berpengaruh pada

dirinya dan juga anak keturunannya.

6. Hendaklah wanita yang akan dinikahi itu taat beragama dan berakhlak mulia.

Karena ketaatan menjalankan agama dan akhlaknya yang mulia akan

menjadikannya pembantu bagi suaminya dalam menjalankan agamanya,

sekaligus akan menjadi pendidik bagi anak-anaknya, akan dapat bergaul dengan

keluarga suaminya dengan baik.

7. Selain itu, hendaklah wanita yang akan dinikahi adalah seorang yang cantik,

karena kecantikan akan menjadi dambaan setiap insan dan selalu diinginkan oleh

setiap orang yang akan menikah, dan kecantikan itu pula yang akan membantu

manjaga kesucian dan kehormatan.kecantikan itu bersifat relatif. Setiap orang

mempunyai gambaran tersendiri tentang kecantikan ini sesuai dengan selera dan

keinginannya.

C. Sistem Kekerabatan Keluarga Kiai

Sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial.

M. Fortes mengemukakan bahwa sistem kekerabatan suatu masyarakat

dapat

dipergunakan untuk menggambarkan struktur sosial dari masyarakat yang

bersangkutan. Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga

yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan

Page 31: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek

dan seterusnya.

Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan

dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar seperti keluarga ambilineal, klan, fatri,

dan paroh masyarakat. Di masyarakat umum kita juga mengenal kelompok

kekerabatan lain seperti keluarga inti, keluarga luas, keluarga bilateral, dan keluarga

unilateral.

Dalam tradisi kehidupan para kiai, jaringan kekerabatan di antara mereka sangat

ketat. Cara praktis yang ditempuh untuk mempererat jalur kekerabatan kiai antara

lain adalah dengan mengembangkan suatu jaringan perkawinan endogamous di

antara keluarga kiai. Kaitan pesantren satu sama lainnya diperkuat oleh hubungan

kekerabatan serta dipererat dengan kaitan perkawinan antara putra-putri kiai satu

dengan lainnya.

D. Teori-teori Konflik

1. Deskripsi Teori Konflik

Teori konflik merupakan sebuah teori yang beranggapan bahwa seluruh

kehidupan sosio budaya yang ditentukan oleh pertentangan antara dua kelas sosial

yang terlibat dalam proses produksi, yaitu kaum industri yang mengontrol alat-alat

produksi, dan kaum proletar.21 Dalam pandangan ini, konflik memberikan kontribusi

terhadap pemersatu suatu komunitas.

Di samping itu, konflik dianggap sebagai perselisihan mengenai nilai-nilai atau

tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan

21M. F. Zenrif, Realitas dan Metode Penelitian Sosial Dalam Perspektif Al-Qur'an Teori dan Praktik (Malang: UIN Malang Press, 2006), 45.

Page 32: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

yang persediaannya tidak mencukupi. Sekalipun memojokkan, merugikan atau

menghancurkan lawannya, konflik disebut sebagai unsur interaksi yang penting, dan

baik. Konflik memberikan banyak kontribusi terhadap kelestarian kelompok dan

mempererat hubungan antara anggotanya. Pada sisi lain, teori konflik membedakan

dengan jelas antara perasaan-perasaan subjektif, seperti amarah, kebencian, antipati,

keinginan akan balas dendam, dengan relasi-relasi pertentangan yang objektif dan

struktural.22

Teori konflik berasal dari berbagai sumber seperti teori Marx dan pemikiran

konflik sosial dari Simmel.23 Dalam teorinya, Marx menekankan pentingnya kondisi-

kondisi material yang melandasi konflik, terutama konflik kelas yang didasari

hubungan-hubungan kepemilikan. Para teori konflik lainnya seperti Simmel adalah

sosiolog klasik yang memusatkan perhatiannya untuk mempelajari berbagai bentuk

dan konsekuensi konflik. Minat untuk mempelajari konflik mulai bangkit kembali,

paling tidak di negara-negara yang berbahasa Inggris, pada tahun 1960- an. Para

teori konflik memberi penekanan yang berbeda-beda dan hal ini memperkaya

khazanah pemikiran mengenai konflik. Banyak diantaranya yang berpedoman pada

pemikiran Marx, meskipun mereka sendiri memiliki pemikiran yang saling berlainan

terhadap pemikiran Marx itu sendiri. Sebagai contoh, Gramsci (1971) menekankan

pentingnya hegemoni kultural kelas penguasa sebagai bentuk dominasi. Sedangkan

Dahrendorf (1959) berpendapat bahwa hubungan-hubungan kekuasaanlah, bukan

hubungan kepemilikan, yang melandasi konflik sosial.24

22Ibid., 46. 23George Ritzer and Douglas J. Goodman, Modern Sociological Theory , diterjemahkan Alimandan, Teori Sosiologi Modern (Jakarta: Kencana, 2004), 153. 24Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial, Cet. 1 (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2000), 156.

Page 33: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Dahrendorf adalah tokoh utama yang berpendirian bahwa masyarakat

mempunyai dua wajah (konflik dan konsensus) dan karena itu teori sosiologi harus

dibagi menjadi dua bagian: teori konflik dan teori konsensus. Teoritisi konsensus

harus menguji nilai integrasi dalam masyarakat dan teoritisi konflik harus menguji

konflik kepentingan dan penggunaan kekerasan yang mengikat masyarakat bersama

dihadapan tekanan itu. Dahrendorf mengakui bahwa masyarakat tidak akan ada tanpa

konsensus dan konflik yang menjadi persyaratan satu sama lain. Jadi, kita tidak akan

punya konflik kecuali ada konsensus sebelumnya.25 Contoh, keluarga KH. Ach.

Zaini sangat tidak mungkin berkonflik dengan keluarga KH. Abd. Latief, karena

tidak ada kontak antara mereka, tidak ada integrasi sebelumnya yang menyediakan

basis untuk konflik.

Menurut Jandt dalam bukunya Robby I Chandra yang berjudul Konflik Dalam

Kehidupan Sehari-hari , berpendapat bahwa konflik terjadi apabila pihak-pihak yang

terlibat melihat kehadiran sikap/tindakan di dalam hubungan mereka yang bisa

dianggap sebagai tindakan konflik. Tindakan konflik ini ada yang diwujudkan secara

lisan atau isyarat. Dalam tingkat antar pribadi bisa juga disampaikan secara lisan

yaitu saling menghindar atau saling diam.26

Adapun pengertian konflik itu sendiri, menurut Webster (1966), istilah conflict

di dalam bahasa aslinya berarti suatu perkelahian, peperangan, atau perjuangan ,

yaitu berupa konfrontasi fisik antara beberapa pihak. Tetapi arti kata itu kemudian

berkembang dengan masuknya ketidaksepakatan yang tajam atau oposisi atas

berbagai kepentingan, ide, dan lain-lain. Dengan kata lain, istilah tersebut sekarang

25George Ritzer and Douglas J. Goodman, Op. Cit., 154. 26Robby I Chandra, Konflik Dalam Kehidupan Sehari-hari (Yogyakarta: Kanisius, 1992), 30.

Page 34: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

juga menyentuh aspek psikologis di balik konfrontasi fisik yang terjadi, selain

konfrontasi fisik itu sendiri. Secara singkat, istilah conflik menjadi begitu meluas

sehingga berisiko kehilangan statusnya sebagai sebuah konsep tunggal.27

Konflik menggambarkan sebuah situasi dimana masing-masing pihak

menginginkan sesuatu yang tidak ingin diberikan oleh pihak yang lain. Konflik

sering dirasakan sebagai kemelut, apakah kemelut itu muncul dari dalam (individu),

pada hubungan dua orang, pada sebuah kelompok keluarga kecil, atau pada sebuah

organisasi. Namun, konflik juga memberikan kesempatan untuk berkembang, hidup

baru, dan pada saat yang sama itu juga potensial juga menghasilkan kehancuran,

kematian dan stagnasi.28

Sejalan dengan pendapat di atas, banyak para ahli manajemen konflik

memberikan arti dari konflik itu sendiri, yakni tindakan perlawanan atas suatu

pertentangan, (pertentangan kepentingan, tujuan, opini, mental) pertarungan,

benturan yang terjadi dalam kelompok, antara individu atau pribadi.29

Di tengah-tengah perkembangan masyarakat Indonesia, banyak pendapat umum

yang salah mengartikan konflik antara lain sebagai berikut:

a. Selalu tidak menyenangkan jika menghadapi seseorang yang bermasalah;

b. Konflik jika diabaikan akan selesai dengan sendirinya;

c. Kemarahan dan emosi merupakan faktor negatif yang merusak.30

2. Aliran Teori Konflik

27Dean G. Pruitt and Jeffrey Z. Rubin, Social Conflict: Escalation, Stalemate, and Settlement , diterjemahkan Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Teori Konflik Sosial (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), 9. 28Joyce L. Hocker and William W. Wilmot, Interpersonal Conflik, Third Edition (Oubjuque, Lowa: Wm. C. Brown Publisher, 1991), 4. 29Susul Tetrabuana Soeryo, Manajemen Konflik Sosial (Jakarta: Restu Agung, 2005), 3. 30Ibid., 6.

Page 35: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Pendekatan dini terhadap konflik yang diungkapkan oleh Robbins,

mengandaikan bahwa semua konflik itu buruk. Konflik dipandang sebagai hal yang

negatif dan disinonimkan dengan istilah seperti kekerasan, deskruktif, dan irasional

demi memperkuat konotasi negatifnya.31 Seiring dengan perkembangan, konflik

tidak lagi dipandang sebagai sesuatu yang berkonotasi negatif hingga memunculkan

tiga aliran konflik, yaitu:

a. Aliran Tradisional

Aliran tradisonal ini adalah aliran yang paling tua dan selalu beranggapan

bahwa konflik itu buruk. Konflik akan merugikan, oleh karena itu sedapat

mungkin harus dihindari. Aliran ini melihat konflik sebagai suatu hasil

disfungsional akibat komunikasi yang buruk, kurangnya keterbukaan dan

kepercayaan satu sama lain. Oleh aliran ini, konflik dipandang negatif dan

disamakan dengan segala bentuk pengrusakan, demonstrasi, penghancuran dan

pemaksaan negatif lainnya.

b. Aliran Hubungan antar Manusia

Aliran ini beranggapan bahwa konflik itu terjadi secara alami dan

keberadaannya tidak terelakkan, sehingga mau atau tidak mau konflik pasti ada

dalam komunitas tertentu, karena konflik tidak dapat dihindari. Maka keberadaan

konflik dalam suatu komunitas harus diakui dan konflik tidak dapat disingkirkan,

bahkan adakalanya konflik dapat bermanfaat pada kinerja kelompok.

c. Aliran Interaksionis

31S. P. Robbins, Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi (Jakarta: PT. Prenhallindo, 1996), 125.

Page 36: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Jika pada aliran tradisional diupayakan menghindarkan diri dari konflik,

maka pada aliran hubungan antar manusia keberadaan konflik diterima

sedangkan pada aliran interaksionis ini malah konflik sebaiknya didorong

keberadaannya dan sebisa mungkin konflik diciptakan. Aliran ini mendorong

konflik atas dasar kelompok yang kooperatif, tenang, damai dan serasi cenderung

menjadi statis, apatis dan tidak tanggap pada kebutuhan akan perubahan dan

inovasi. Kontribusi utama dalam aliran ini adalah mendorong para pemimpin

kelompok untuk tetap mempertahankan tingkat konflik minimum sehingga

menghasilkan titik diri dan terciptanya proses kreatif.32 Aliran ini sangat

mendukung ketidaksamaan dengan membuka kritik dan pertanyaan yang

ditujukan pada pihak-pihak lain sehingga akan memberikan bantuan atau

masukan bagi kinerja yang baik.

3. Klasifikasi Konflik

Menurut Newtrom dan Davis konflik terbagi menjadi tiga jenis, yaitu:33

a. Konflik Intrapersonal

Konflik yang terjadi dalam diri individu yang dapat berupa konflik peran

atau ambiguitas peran. Konflik ini bisa mengakibatkan seseorang mengalami

stres atau gangguan emosional yang tinggi dan juga pikiran dan perilakunya tidak

terkontrol sehingga akan mempengaruhi prestasi individu. Konflik intrapersonal

ini sering dialami ketika kita menghadapi pilihan untuk melakukan atau menolak

32Suherman, Pengantar Managemen (Konseptual dan Perilaku) (Malang: Unibraw, 1999), 315-316. 33K. Davis & J. W. Newstrom, Perilaku Dalam Organisasi, (Terjemahan), Alih Bahasa Oleh Agus Dharma, (Jakarta: Erlangga, 1993), 201.

Page 37: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

mengerjakan sesuatu. Dalam kondisi seperti ini, kita dapat saja menyalahkan dan

membenci, bahkan menyakiti dan membunuh diri sendiri.34

b. Konflik Interpersonal

Konflik interpersonal atau antar pribadi merupakan masalah yang serius bagi

banyak orang karena konflik tersebut sangat mempengaruhi emosi seseorang.

Ada kebutuhan untuk melindungi citra diri dan harga diri dari tindakan orang lain

yang merusaknya. Apabila konsep diri terancam, timbul kekecewaan yang serius

dan hubungan dapat terganggu. Konflik antar pribadi ini juga dapat berkembang

dari kegagalan atau perbedaan persepsi. Konflik intrapersonal ini dapat berbentuk

individu-individu, antar individu dalam keluarga,35 antar individu yang terjalin

dengan komitmen persahabatan, antaretnis atau komunitas masyarakat yang

diikat dengan komitmen, baik komitmen kebangsaan atau kenegaraan, maupun

keagamaan.36

c. Konflik Antar Kelompok

Konflik antar kelompok yang terjadi diantara departemen yang berbeda juga

dapat menimbulkan masalah. Konflik ini terjadi dari hal-hal seperti pertentangan

pendapat loyalitas kelompok dan persaingan memperebutkan sumber daya.

Konflik yang terjadi karena memperebutkan sesuatu yang mengandung nilai

materi. Hampir semua kelompok merasa bahwa mereka memerlukan lebih

banyak dari pada yang mereka peroleh, jadi sebenarnya ada benih konflik antar

kelompok apabila sumber daya yang tersedia terbatas.

34M. F. Zenrif, Op. Cit., 52. 35Keluarga yang dimaksudkan, baik bentukan keluarga yang didasarkan atas pertalian keturunan maupun keluarga yang didasarkan atas pertalian adopsi. 36M. F. Zenrif, Loc. Cit.

Page 38: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Beberapa asumsi yang dapat digunakan dalam memahami konflik dari yang

negatif sampai yang positif .

a) Konflik merupakan kenyataan adanya penyimpangan dalam masyarakat,

akibat tidak patuhnya aturan atau pranata yang ada.

b) Konflik merupakan peristiwa yang tidak produktif, dan cenderung membawa

kerusakan, oleh sebab itu harus dihindari dengan segala macam cara.

c) Konflik merupakan bagian dari kehidupan manusia. Konflik adalah hal yang

wajar dalam kehidupan manusia-bukan cela, tetapi bukan hal yang

diharapkan.

d) Konflik memuat dua sisi sekaligus: ancaman dan peluang.

Konflik merupakan energi perubahan sosial. Dengan demikian konflik

dipandang sebagai kekuatan yang justru mendorong keberlangsungan proses

perubahan sosial.37

4. Tanda-tanda atau Gejala-gejala Konflik

Konflik tidak selalu digambarkan dalam bentuk nyata seperti pertentangan

antara beberapa orang secara terbuka, seperti berteriak atau saling dorong mendorong

badan, atau saling pukul memukul, atau bahkan tanda-tanda lain yang secara fisik

mudah dilihat dengan panca indera kita.

Konflik juga dapat dikenali melalui intuisi. Intuisi anda akan memberi tahu anda

tentang sesuatu yang tidak beres, jadi dalam diri seseorang kadang terdapat suatu

konflik, tetapi orang tersebut mampu meredam perasaan konflik tersebut, tetapi efek

perilaku dalam sebuah komunitas keluarga misalnya dapat dilihat dari sisi tingkah

37Amir Mulkhan, Palagan Konflik (Yogyakarta: Forum LSM DIY, 2001), 40.

Page 39: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

lakunya maupun cara pandang, sehingga konflik dapat diekspresikan secara pasif

maupun agresif.38

Tanda-tanda atau gejala-gejala konflik dapat diperlihatkan sesuai dengan gambar

1 dibawah ini:

Kuadran IV Kuadran I

Kuadran III Kuadran II

Gambar. 1

Kuadran I (kombinasi jelas dan agresif) adalah tanda yang jelas dari konflik

yang ditunjukkan secara agresif. Contohnya adalah: teriakan, celaan, ejekan dan

kekerasan, dll.

Kuadran II (kombinasi dari agresif dan tersembunyi) adalah tanda tersembunyi

dari konflik yang ditunjukkan secara agresif, contohnya komentar-komentar yang

merendahkan, pelecehan, penghinaan, selalu mengkritik dan mencari-cari kesalahan,

kebencian untuk mencoreng orang lain dll.

Kuadran III adalah tanda tersembunyi dari konflik yang ditunjukkan secara

pasif, misalnya tidak mau cooperatif, menderita atas suatu penyakit. Misalnya dalam

sebuah acara perkawinan, terdapat seseorang yang tidak mau hadir dalam acara

38Susun Tertabuana Soeryo, Manajemen Konflik Sosial (Jakarta: Restu Agung, 2005), 12-13.

JELAS

AGRESIF

TERSEMBUNYI

PASIF

Page 40: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

tersebut dengan alasan bepergian luar kota, hal ini dilakukan secara terbuka karena

dia tidak menyukai keluarga tersebut.

Kuadran IV adalah tanda yang jelas nampak yang ditunjukkan secara jelas dalam

kejadian konflik secara pasif,39 misalnya mengirim surat telegram yang salah, lalu

dikirim kepada atasannya, hanya berkata Siap

kepada komandan, tidak mau

berbicara terhadap komandannya dan lain-lain.

5. Tahap-tahap Penyelesaian Konflik

Ada beberapa strategi yang dapat digunakan dalam menghindari dan

menyelesaikan konflik diantaranya adalah:

a. Contending (bertanding), yaitu mencoba menerapkan solusi yang lebih

disukai oleh salah satu pihak atas pihak lain.

b. Yielding (mengalah), yaitu menurunkan aspirasi sendiri dan bersedia

menerima kurang dari sebetulnya dengan apa yang diinginkan. Masing-

masing pihak bersedia menerima kekurangan dari yang sebetulnya mereka

inginkan untuk mencapai kesepakatan yang dapat diterima kedua belah pihak.

Yielding memang menciptakan solusi, tetapi bukan berarti solusi yang

berkualitas tinggi.

c. Problem Solving (pemecahan masalah), yaitu mencari alternatif yang

memuaskan aspirasi kedua belah pihak.

d. With Drawing (menarik diri), yaitu memilih meninggalkan situasi konflik,

baik secara fisik maupun psikologis. With drawing melibatkan pengabaian

39Ibid., 14.

Page 41: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

terhadap kontroversi, sedangkan di dalam ketiga strategi yang lain

terkandung upaya mengatasi konflik yang berbeda satu sama lain.

e. Inaction (diam), yaitu tidak melakukan apapun. Masing-masing pihak saling

menunggu langkah berikut dari pihak lainnya, entah sampai kapan. Tetapi

pada akhirnya usaha mengatasi jalan buntu itu justru berhasil karena

keduanya tidak melakukan apapun.40

E. Kiai di Masyarakat Madura

Sebutan kiai di Madura, biasanya diberikan kepada orang yang memiliki atau

memimpin sebuah pondok pesantren. Akan tetapi sebutan kiai atau ulama juga

berlaku bagi orang yang memiliki darah keturunan seorang kiai. Sampai saat ini,

unsur keturunan itu merupakan faktor penentu penyebutan terhadap seorang sebagai

kiai. Apalagi jika faktor keturunan tersebut berkaitan dengan seorang kiai yang

kharismatik, maka anak-anaknya secara otomatis mereka juga akan disebut sebagai

kiai oleh masyarakatnya, sekalipun mereka tidak memiliki kelebihan apa-apa. Lebih-

lebih bagi mereka yang memiliki kemampuan lebih dibandingkan dengan kiai yang

lain, seperti alim di bidang ilmu agamanya atau sakti (memiliki ilmu ghaib) dan lain-

lain.41

Sejalan dengan pendapat di atas, hasil penelitian Sunyoto Usman di Kabupaten

Pamekasan yang mengemukakan adanya tiga istilah kiai dalam masyarakat Madura

sebagaimana dikutip oleh Muthmainnah sebagai berikut:

40Dean G. Pruitt and Jeffrey Z. Rubin, Op. Cit., 4-6. 41Samheri, Kompetensi Kiai Sebagai Wali Hakim Dalam Pernikahan Bawah Tangan (Kasus di Desa Bujur Tengah Kecamatan Batumarmar Kabupaten Pamekasan), Skripsi (Malang: UIN Malang, 2005).

Page 42: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

1. Kiai diartikan sebagai figur pemimpin pondok pesantren. Status ini didapat

karena keturunan (ascribed status). Penyandangnya adalah seorang keturunan

kiai (anak, saudara kandung, ipar, menantu) yang mempunyai keahlian dalam

ilmu agama dan menjadi tokoh masyarakat serta fatwa-fatwanya selalu

diperhatikan.

2. Kiai diartikan sebagai tokoh masyarakat berpengetahuan keagamaan. Kiai

tipe ini tidak menjadi pemimpin namun seringkali mengadakan pertemuan

dengan kiai pemimpin pondok pesantren. Kebanyakan dari mereka adalah

alumni pondok pesantren itu atau ada beberapa diantaranya yang merupakan

keturunan kiai. Sama halnya dengan kiai tipe 1, mereka menjadi panutan

masyarakat dan ide - idenya seringkali menjadi keputusan desa. Kedudukan

ini diperoleh dengan usaha (achieved status).

3. Kiai diartikan sebagai guru mengaji di surau (langghar: Mushalla).

Sebetulnya, mereka bukan selalu tokoh masyarakat yang dimintai pendapat,

tetapi hanyalah orang yang mempunyai beberapa santri untuk belajar mengaji

al-Qur an. Disamping itu, mereka juga berfungsi sebagai imam di surau

(masjid) setempat.42

Ulama atau kiai memiliki tempat yang spesifik dalam masyarakat Madura, tidak

hanya karena proses penyebaran agama yang merata diberbagai wilayah. Akan

tetapi, didukung oleh kondisi-kondisi ekologi (tegal) dan struktur pemukiman

penduduk yang ada. Ulama merupakan perekat solidaritas dan kegiatan-kegiatan

keagamaan, membangun sentimen kolektif keagamaan, dan penyatuan elemen sosial

42Muthmainnah, Jembatan SURAMADU: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi (Yogyakarta: LKPSM, 1998), 43-44.

Page 43: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

atau kelompok kekerabatan yang tersebar karena faktor ekologis dan struktur

pemukiman tersebut.43 Oleh karena itu, tidak heran jika ulama dan kiai dijadikan

sebagai pemegang otoritas keagamaan yang memiliki pengaruh yang besar dalam

kehidupan orang Madura lebih-lebih masyarakat pedesaan, sehingga dalam

kedudukan dan peranannya yang diposisikan sebagai pemimpin sosial keagamaan,

kadang-kadang pengaruhnya tidak terbatas pada batas geografis lingkungan

masyarakatnya.

Masyarakat Madura memiliki kepatuhan dan ketundukan yang sangat tinggi

terhadap kiai atau ulamanya. Hal itu dapat terlihat dari ungkapan Buppa , Babbu,

Guru, ban Rato , yang artinya Ayah, Ibu, Guru, dan Pemimpin pemerintahan

Ungkapan tersebut mencerminkan hierarki kepatuhan dikalangan masyarakat

Madura.44 Dengan demikian, dapat dipahami bahwa masyarakat Prajjan dalam

memberikan kepatuhan hierarkinya dimulai dari kedua orang tua, kemudian guru dan

selanjutnya kepatuhan diberikan kepada ratu pemimpin atau pemerintah. Tidak ada

kosa kata yang tepat untuk menyebut istilah lainnya kecuali ketundukan, ketaatan,

dan kepasrahan kepada keempat figur tersebut.

Kepatuhan atau ketaatan kepada ayah dan ibu (Buppa ban Babbu ) sebagai

orang tua kandung atau nasabiyah sudah jelas, tegas, dan diakui keniscayaannya.

Secara kultural ketaatan dan ketundukan seseorang kepada kedua orang tuanya

adalah mutlak. Jika tidak, ucapan atau sebutan kedurhakaanlah ditimpakan

kepadanya oleh lingkungan sosiokultural masyarakatnya. Bahkan, dalam konteks

budaya mana pun kepatuhan anak kepada kedua orang tuanya menjadi kemestian

43Andang Subaharianto, dkk., Tantangan Industrialisasi Mudura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), 53. 44Ibid., 54.

Page 44: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

secara mutlak, tidak dapat dinegosiasikan, maupun diganggu gugat. Kepatuhan

mutlak itu tidak terkendala oleh apa pun, sebagai kelaziman yang ditopang oleh

faktor genealogis.45 Konsekuensi lanjutannya relatif dapat dipastikan bahwa jika

pada saat ini seseorang (anak) patuh kepada orang tuanya maka pada saatnya nanti

dia ketika menjadi orang tua akan ditaati pula oleh anak-anaknya.

Selanjutnya, penggunaan dan penyebutan istilah guru menunjuk dan

menekankan pada pengertian kiai-pengasuh pondok pesantren atau sekurang-

kurangnya ustadz pada sekolah-sekolah keagamaan. Kepatuhan kultural orang

Madura kepada guru (kiai/ustadz) karena peran dan jasa mereka itu dipandang

bermanfaat dan bermakna bagi survivalitas entitas etnik Madura. Guru berjasa dalam

mencerahkan pola pikir dan perilaku komunal murid untuk memperoleh

kesejahteraan hidup di dunia dan keselamatan mendiami negeri akhirat kelak.

Kontribusi mereka dipandang sangat bermakna dan berjasa besar karena telah

memberi bekal untuk survivalitas hidup di alam dunia dan keselamatan akhirat pasca

kehidupan dunia.

Kepatuhan orang Madura kepada figur Rato (pemimpin pemerintahan)

menempati posisi hierarkis keempat. Figur Rato dicapai oleh seseorang dari mana

pun etnik asalnya, bukan karena faktor genealogis melainkan karena keberhasilan

prestasi dalam meraih status. Figur Rato dipandang berjasa dalam mengatur

ketertiban kehidupan publik melalui penyediaan iklim dan kesempatan bekerja,

mengembangkan kesempatan bidang ekonomik, mengakomodasi kebebasan

beribadat, memelihara suasana aman, dan membangun kebersamaan atau

45Taufiqurrahman, "Islam dan Budaya Madura," http://www.ditpertais.net/annualconference/ancon, (diakses pada 11 Desember 2007), 3.

Page 45: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

keberdayaan secara partisipatif. Dalam dimensi religiusitas, sebutan figur Rato dalam

perspektif etnik Madura dipersamakan dengan istilah ulil amri yang sama-sama

wajib untuk dipatuhi.46

Dengan demikian kepatuhan orang-orang Madura kepada empat figur tersebut,

sesungguhnya dapat dirunut standar referensinya pada sisi religiusitas budayanya.

Sebagai pulau yang berpenghuni mayoritas (+

97-99%) muslim,47 Madura

menampakkan ciri khas keberislamannya, khususnya dalam aktualisasi ketaatan

kepada ajaran normatif agamanya.

Dalam kehidupan masyarakat Madura, khususnya yang berada di daerah

pedesaan, kedudukan dan peranan kiai sangatlah besar. Pengaruhnya melampaui

batas pengaruh institusi-institusi kepemimpinan yang lain, termasuk kepemimpinan

dalam birokrasi pemerintahan, sehingga tidak berlebihan kiranya bila masyarakat

Prajjan merasa lebih bangga dihadiri para kiai dari pada dihadiri Bupatinya ketika

mereka mengadakan suatu acara.

Dalam berbagai urusan kehidupan sehari-hari, kiai menjadi tempat mengadu.

Berbagai urusan warga masyarakat, seperti masalah perjodohan, pengobatan

penyakit, mencari rezeki, mendirikan rumah, mencari pekerjaan dan karir sering

diadukan kepada kiai. Nasehat-nasehatnya akan diperhatikan dan dilaksanakan oleh

warga masyarakat tersebut. Bahkan kadang-kadang masyarakat yang fanatik

terhadap kiai melaksanakannya tanpa memperhitungkan apakah hal itu baik atau

tidak.48 Bahkan hampir semua masyarakat Desa Prajjan rela mengabdi, bekerja

dilahan milik kiai tanpa imbalan materi apapun. Bahkan tidak jarang diantara mereka

46Ibid., 4-6. 47A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura (Yogyakarta: LKiS, 2006), 42. 48Ibid., 55.

Page 46: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

berkorban dan rela mati demi membela dan membatu kiai yang dipercaya, dihormati,

dan diikutinya (kharismatik).

Dengan demikian, dapat dijelaskan pula bahwa masyarakat Madura pada

umumnya, masyarakat Sampang pada khususnya, utamanya masyarakat Desa Prajjan

dalam memberikan penghormatan dan kepercayaan kepada ulama atau kiai melebihi

penghormatan dan kepercayaan yang diberikan kepada orang-orang yang menduduki

jabatan di instansi pemerintahan, seperti halnya pegawai Depag atau KUA dan lain

sebagainya.

Page 47: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Gambaran Kondisi Obyek Penelitian

1. Kondisi Geografis

Desa Prajjan merupakan salah satu desa dari 14 (empat belas) desa yang berada

di wilayah Kecamatan Camplong. Adapun pemilihan lokasi tersebut adalah

berdasarkan tinjauan deskriptif, dimana daerah tersebut dikenal dengan desanya para

kiai, karena mayoritas (± 60 %) penduduknya adalah keluarga para kiai. Sehingga

kebiasaan e-cang pancang masih sangat kental di desa ini.

Desa ini memiliki dua dusun yakni: Dusun Prajjan Dajah dan Dusun Prajjan

Lao', terbagi menjadi 16 komplek,49 yaitu:

49 H. Moh. Badrut Tamam, wawancara, (Prajjan, 10 Oktober 2007).

Page 48: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

1. Langgar Genteng 9. Langgar Bungso 2. Langgar Tana 10. Accem Manis 3. Langgar Temor 11. Langgar Tete Tana 4. Langgar Laok 12. Burneh 5. Temor Songai 13. Langgar Somber 6. Langgar Seppo 14. Masaran 7. Congkop Temor 15. Somber Oloh 8. Congkop Bere' 16. Ge' Onggeen

Desa Prajjan mempunyai batas-batas wilayah antara lain:

a. Sebelah Utara : Desa Banjar Tabulu

b. Sebelah Selatan : Desa Tambaan

c. Sebelah Barat : Desa Banjar Tabulu

d. Sebelah Timur : Desa Dharma Camplong

Berikut nama-nama desa di Kecamatan Camplong:

1. Dharma Camplong 8. Taddan

2. Prajjan 9. Pamolaan

3. Banjar Talelah 10. Rabasan

4. Banjar Tabulu 11. Anggersek

5. Sejati 12. Tambaan

6. Tanjung 13. Plampaan

7. Batu Karang 14. Madupat

Desa Prajjan terletak di sebelah timur kota Kabupaten Sampang yang berjarak ±

8 km dan dari pusat Kecamatan berjarak ± 2,5 km, dengan luas wilayah 4.600, 000

Ha. Adapun jumlah penduduk Desa Prajjan sampai dengan Desember 2006 tercatat

Page 49: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

2.900 jiwa, terdiri dari: Laki-laki 1.353 jiwa, perempuan 1.547 jiwa, dan terdapat 620

kepala keluarga.50

2. Kondisi Sosial Keagamaan

Berbicara mengenai sosial keagamaan (religiusitas) yang ada di Madura pada

umumnya, termasuk di dalamnya Desa Prajjan Kecamatan Camplong khususnya

yang menjadi obyek dan kajian dalam penelitian ini. Adanya keadaan sosial yang

cukup kental dan homogen di dalamnya menjadi fenomena yang tidak asing lagi bagi

orang lain, khususnya orang luar Madura. Hal ini terbukti tidak adanya tempat

peribadatan agama-agama lain di luar Islam, jadi semua penduduknya 100% murni

beragama Islam dengan madzhab yang diyakini yakni madzhab Syafi'i.51 Oleh karena

itu proses dan aktivitas keberagamaan dapat berjalan dengan lancar, yang di

dalamnya terdapat semangat dan minat masyarakat untuk menuntut dan mendalami

ilmu agama.

Masyarakat Desa Prajjan tergolong masyarakat yang berbakti terhadap orang tua

dan juga fanatik terhadap kiai yang diyakini dan ditaati. Bentuk bakti terhadap orang

tua, terbukti dengan adanya kebiasaan e-cang pancang yang sudah mendarah daging

dalam kehidupan masyarakat Desa Prajjan. Adapun bentuk penghormatan terhadap

orang yang diyakini dan ditaati (kiai) yaitu dengan mematuhi dan melaksanakan apa

yang diucapkan dan disukai dalam kesehariannya. Hal itu terjadi karena masyarakat

Madura mempunyai sebuah falsafah hidup Buppa , Babbu, Guru, Rato (Ayah, Ibu,

Guru, dan Ratu (Pemimpin pemerintahan))52, ungkapan ini mencerminkan hierarki

50 Sistem Pendataan Profil Desa dan Kelurahan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampag 2006. 51KH. Mustajib, wawancara, (Prajjan, 21 Oktober 2007). 52Andang Subaharianto, dkk., Tantangan Industrialisasi Madura:Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur, (Malang: Bayumedia,2004), 54.

Page 50: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

penghormatan dikalangan masyarakat Madura, bahwa penghormatan yang paling

utama harus diberikan kepada kedua orang tua, selanjutnya penghormatan diberikan

kepada guru, pengertian guru lebih terfokus kepada kiai, kemudian penghormatan

yang terakhir diberikan kepada penguasa atau pemerintah.

Kedudukan dan peranan seorang kiai di desa ini sangat besar pengaruhnya

terhadap kegiatan sosial kemasyarakatan dan sosial keagamaan dibanding kedudukan

dan peranan pemerintah setempat. Hal ini terbukti bahwa kiai mendominasi jumlah

penduduk Desa Prajjan yakni 60% adalah golongan kiai dan 40% masyarakat biasa,

dan hampir 40 % golongan kiai tersebut memiliki pondok pesantren (Ponpes)

tersendiri. Akan tetapi yang eksis hanya 17 lembaga pondok pesantren yang

merupakan ponpes terbesar diantara ponpes-ponpes lainnya. 53

Faktor lain yang sangat berpengaruh terhadap identitas keagamaan yang kuat

(agama Islam) masyarakat Desa Prajjan, antara lain:

a. Situasi dan kondisi lingkungan wilayah Kecamatan Camplong yang

merupakan daerah dekat pesisir, yang secara historis proses dakwah Islam

melalui daerah-daerah tersebut, sehingga sampai saat ini kehidupan

masyarakat setempat cukup kokoh dalam menjalankan berbagai aktifitas

keagamaan. Selain itu proses pewarisan nilai-nilai ajaran Islam tersebut sudah

turun-temurun dari generasi ke generasi.

b. Banyaknya kegiatan-kegiatan sosial keagamaan, seperti: molotan,

sholawatan, gambus, imtihan, yasinan dan tahlilan, khotmil qur'an, kompolan

dan acara keagamaan lainnya.

53 KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 22 Oktober 2007).

Page 51: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

c. Adanya kondisi lingkungan yang potensial, yang mana pada daerah tersebut

kondisi tanahnya cukup subur, selain itu masyarakatnya juga mudah dalam

kebutuhan air. Kondisi inilah yang menyebabkan para santri senang

melakukan aktifitas belajar di daerah ini.

d. Tidak cepat terpengaruh oleh adanya budaya-budaya yang datang dari luar

yang sifatnya bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam.54

3. Kondisi Pendidikan

Secara umum, masyarakat Madura lebih mengenal pondok pesantren daripada

sekolah formal, begitu juga halnya masyarakat Desa Prajjan, seperti apa yang sudah

penulis paparkan di atas, menunjukkan banyaknya lembaga-lembaga pondok

pesantren merupakan sebuah bukti bahwa dalam hal pendidikan masyarakatnya lebih

mengutamakan pendidikan agama dibandingkan pendidikan umum.

Gambaran proyektif kondisi pendidikan formal di Desa Prajjan antara lain:

Taman Kanak-Kanak (TK), Sekolah Dasar Negeri (SDN), Madrasah Ibtidaiyah (MI),

Madrasah Tsanawiyah (MTs), dan Madrasah Aliyah Swasta (MAS). Sedangkan

pendidikan non formal, seperti: Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA), Madrasah

Diniyah (MD), Pondok Pesantren (Ponpes). Mereka yang menempuh pendidikan non

formal di pondok-pondok pesantren tersebut dengan cara nyolok55 maupun bermukim

di asrama pondok pesantren (monduk). Orang yang sedang menempuh jalur

pendidikan semacam ini disebut santri (santreh) dan yang telah selesai

54 H. Moh. Anwar Fajri, wawancara, (Prajjan, 24 Oktober 2007). 55Nyolok adalah istilah yang digunakan untuk santri yang belajar dan mengikuti kegiatan di pondok pesantren namun tidak menetap (mukim) di asrama pondok pesantren tersebut (pulang-pergi).

Page 52: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

menempuhnya biasanya disebut bhindhereh.56 Para santri yang masuk ke pondok

pesantren tersebut bukan hanya berasal dari masyarakat desa setempat, melainkan

banyak juga yang berasal dari desa tetangga, luar kota maupun luar jawa seperti,

Kalimantan, Sulawesi dan lain sebagainya.

Tabel 1.

Sarana Pendidikan Formal/Non Formal Desa Prajjan Kecamatan Camplong

No.

Jenis Prasarana Jumlah 1. Taman Kanak-Kanak (TK) 2 2. Taman Pendidikan Al-Qur'an (TPA) 12 3. Sekolah Dasar Negeri (SDN) 1 4. Madrasah Ibtidaiyah (MI) 5 5. Madrasah Diniyah (MD) 3 6. Madrasah Tsanawiyah (MTs) 1 7. Madrasah Aliyah Swasta (MAS) 1 8. Pondok Pesantren (Ponpes) 17

Namun perlu ditegaskan disini, berdasarkan hasil observasi dan wawancara

dengan Kepala Desa setempat, bahwa ternyata jumlah Ponpes di Desa Prajjan ini

mencapai 27 Ponpes, hasil observasi peneliti dan wawancara menunjukkan bahwa

dari 27 Ponpes yang ada, hanya 17 yang aktif atau memenuhi standart pelaksanaan

pendidikan, sedangkan yang 10 dalam prosesnya tidak memenuhi standart

pelaksanaan pendidikan pesantren.57 Data tersebut seperti pada tabel di atas.

Nama-nama Pondok Pesantren Yang Ada Di Desa Prajjan

No.

Nama Pesantren Pengasuh 1. PP. Nazhatut Thullab Alm. KH. Ach. Muafi Alif Zaini 2. PP. Fatihul Ulum KH. Moh. Nasir Syuja'i 3. PP. Al- Furjani KH. Yahya Hamiduddin 4. PP. As- Salafi KH. Mufahhom 5. PP. Langgar Genteng K. Muhammad

56Bhindhereh adalah orang yang kemampuan religiusitasnya berada di bawah kemampuan kiai, namun sudah melampaui para santri. 57H. Badrut Tamam, wawancara, (Prajjan, 10 Oktober 2007).

Page 53: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

6. PP. Langgar Temor KH. Halim 7. PP. Langgar Laok KH. Kholil Munir 8. PP. Temor Sungai KH. Syakur 9. PP. Langgar Seppo KH. Tohe

10. PP. Congkop Barat KH. Sumawan 11. PP. Langgar Bungsoh KH. Mujelis 12. PP. Accem Manis KH. Husein 13. PP. Langgar Tete Tana KH. Mabrur 14. PP. Burneh KH. Abd. Wasi' 15. PP. Langgar Somber KH. Tajussalam 16. PP. Masaran KH. Alfawi 17.

PP. Somber Oloh KH. Abdullah Sattar58

Data di atas menunjukkan bahwa untuk Ponpes nomor urut 1 s/d 4 nama

pesantren berasal dari adanya proses manajemen pendidikan yang ada di dalamnya,

sedangkan untuk nomor urut 5 s/d 17 nama pesantren diambil dari nama gedung atau

komplek yang ada. Perbedaannya terletak pada kurikulum, untuk pesantren nomor

urut 1 s/d 4 di dalamnya terdapat kurikulum agama dan umum, sedangkan untuk

pesantren nomor urut 5 s/d 17 hanya memprioritaskan pada kurikulum agama.

4. Kondisi Ekonomi

Adanya perekonomian merupakan cara/usaha untuk memenuhi kebutuhan

manusia. Perekonomian terjadi jika ada manusia saling membutuhkan, begitu juga

keadaan perekonomian masyarakat Desa Prajjan yang diramaikan oleh masyarakat

dengan aktifitas petani. Aktifitas-aktifitas bidang pertanian ini tidak dapat

berlangsung sepanjang tahun. Aktifitas menanam tembakau (bhekoh) hanya dapat

dilakukan pada musim kemarau (nemor) sedangkan pada musim penghujan

(nambhere ), lahan sawah biasanya ditanami jagung, ketela pohon, umbi-umbian,

kedelai, kacang-kacangan. Di samping itu, ada sekitar 13,241 % dari keseluruhan

jumlah penduduk yang berprofesi sebagai petani, 8,586 % berprofesi di bidang

58KH. Abd. Harits Muhobir, wawancara, (Prajjan, 13 Desember 2007).

Page 54: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

jasa/perdagangan, 0,448 % berprofesi di bidang PNS, 0,275 % berprofesi sebagai

pegawai desa, 2,068 % berprofesi sebagai nelayan, 3,344 % merupakan pertukangan,

1,241 % berprofesi sebagai penambang batu bata, 0,310 % bekerja di bidang

ABRI/TNI, dan sekitar 70,482 % berstatus sebagai pengangguran atau tidak

memiliki pekerjaan (tetap).

Tabel 2. Jenis Pekejaan/Mata Pencaharian Penduduk59

No.

Mata Pencaharian Jumlah Keterangan 01. Petani 384 jiwa 13,241 % 02. Jasa/Perdagangan 249 jiwa 8,586 % 03. PNS 13 jiwa 0,448 % 04. Pegawai Desa 8 jiwa 0,275 % 05. Nelayan 60 jiwa 2,068 % 06. Pertukangan 97 jiwa 3,344 % 07. Penambang Batu Bata 36 jiwa 1,241 % 08. ABRI/TNI 9 jiwa 0,310 % 09. Pengangguran 712 jiwa 24,551 % 10. Lain-lain 1.332 jiwa 45,931 %

Jumlah 2.900 jiwa 100 %

5. Stratifikasi Sosial

Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu mengalami perubahan dan

membentuk lapisan-lapisan dalam kehidupan masyarakat. Lapisan masyarakat berarti

jenjang status dan peranan yang relatif permanen yang terdapat dalam sistem sosial

(dari kelompok kecil sampai ke masyarakat) dalam hal pembedaan hak, pengaruh

dan kekuasaan.

Secara garis besar, stratifikasi atau pelapisan sosial masyarakat Desa Prajjan

sama halnya dengan stratifikasi sosial masyarakat Madura pada umumnya yang

meliputi 3 (tiga) lapis, yaitu oreng kene

atau disebut juga oreng dume

sebagai lapis

59Sistem Pendataan Profil Desa dan Kelurahan Kecamatan Camplong Kabupaten Sampag 2006.

Page 55: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

terbawah; pongghabeh sebagai lapis menengah; dan parjaji (Jawa: priayi) sebagai

lapis paling atas. Sedangkan menurut Abdurrahman, jika stratifikasi sosial ini dilihat

dari dimensi agama hanya terdiri dari dua lapisan, yaitu santreh (santri) dan banne

santreh (bukan santri).60 Namun demikian, Islam tidak membeda-bedakan umatnya

satu dengan yang lain, laki-laki dan perempuan dianggap sederajat dalam hak-hak

keagamaan, etika dan sipil serta tugas-tugas dan kewajibannya, karena ajaran Islam

hanya membedakan kualitas ketaqwaannya saja.

Oreng kene

atau orang dume

(orang kecil) adalah kelompok masyarakat biasa

atau kebanyakan yang menempati lapisan sosial paling bawah. Profesi mereka

biasanya adalah sebagai petani, nelayan, pengrajin dan sebagainya; bahkan orang-

orang yang tidak mempunyai pekerjaan tetap atau pengangguran juga termasuk

dalam kelompok ini. Kemudian lapisan sosial menengah atau pongghabeh meliputi

para pegawai, terutama yang bekerja sebagai birokrat, mulai dari tingkatan bawah

hingga tinggi.

Sedangkan lapisan sosial paling atas adalah para bangsawan (parjaji), yang tidak

saja secara genealogis merupakan keturunan langsung raja-raja di Madura ketika

Madura berada dalam pengaruh atau menjadi bagian dari kerajaan-kerajaan besar di

Jawa. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan zaman, akhir-akhir ini

pencantuman gelar kebangsawanan sudah tidak populer lagi karena gelar-gelar itu

sebagai lambang feodalisme. Ironisnya, gelar-gelar kesarjanaan dari berbagai disiplin

ilmu justru menggantikan gelar-gelar kebangsawanan.61

60A. Latief Wiyata, Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura (Yogyakarta: LKiS, 2006), 47. 61Helman Fajri, Sal p Tarjhâ: Antara Normatifitas, Mitos, dan Realitas,

Skripsi (Malang: UIN Malang, 2007), 38.

Page 56: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Selanjutnya, pelapisan sosial yang mengacu pada dimensi agama yaitu santreh

(santri) dan banne santreh (bukan santri), dalam kenyataannya tidak harus diartikan

bahwa kelompok santreh identik dengan parjaji dan kelompok banne santreh

dengan oreng kene , atau sebaliknya. Sebab, kelompok santreh bisa terdiri dari

parjaji dan oreng kene , begitu pula halnya dengan kelompok banne santreh. Dalam

konteks ini, kiai (keyae) merupakan kelompok masyarakat yang berada di lapisan

sosial atas, sedangkan santreh di lapisan bawah. Adapun bhindereh dianggap sebagai

kelompok masyarakat yang berada di lapisan menengah.62

Namun perlu ditegaskan disini, bahwa Al-Qur'an sama sekali tidak melihat

stratifikasi sosial tersebut sebagai satu pola khusus dalam sebuah komunitas sosial

yang kemudian mendapatkan keistimewaan tertentu. Di samping itu juga, Islam tidak

membedakan stratifikasi sosial berdasarkan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan),

karena setiap individu dalam Islam mempunyai kesempatan yang sama dalam

memperoleh posisinya masing-masing.63

B. Paradigma Penelitian

Dalam sebuah penelitian, paradigma menjadi hal yang penting untuk ditentukan

terlebih dahulu karena setiap penelitian senantiasa berlandaskan pada suatu

paradigma tertentu. Penelitian ini, berupaya untuk mempelajari dan memahami

peristiwa kultural yang terjadi di tengah-tengah masyarakat Madura dengan

menyajikan pandangan hidup subyek yang menjadi obyek studi.64

62Ibid., 49. 63M. F. Zenrif, Realitas dan Metode Penelitian Sosial Dalam Perspektif Al-Qur'an Teori dan Praktik (Malang: UIN Malang Press, 2006), 33. 64Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), 94.

Page 57: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Adapun paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma

sosiologis, yang mana salah satu tugas dari paradigma sosiologis ini adalah

mengungkapkan sebab-musabab ketimpangan antara tata tertib masyarakat yang di

cita-citakan dengan tertib masyarakat dalam kenyataannya.65 Dengan demikian

penelitian ini akan memfokuskan pada hubungan timbal balik antara kegagalan e-

cang pancang dengan gejala-gejala sosial yang terjadi dikalangan keluarga kiai

(keyae).

C. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Sesuai dengan permasalahan yang akan dikaji, penelitian ini menggunakan

metode kualitatif dengan pendekatan fenomenologis. Metode kualitatif yaitu jenis

metode penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai

(diperoleh) dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari

pengukuran. Penelitian ini dapat menunjukkan pada penelitian tentang kehidupan

masyarakat, sejarah, tingkah laku, juga tentang fungsionalisasi, organisasi,

pergerakan-pergerakan sosial atau hubungan kekerabatan.66

Pemilihan pendekatan fenomenologis bertujuan untuk memahami arti peristiwa

dan kaitannya terhadap orang-orang biasa dalam situasi tertentu. Penekanannya

adalah aspek subyektif dari perilaku seseorang. Peneliti fenomenologi tidak

berasumsi bahwa peneliti mengetahui arti sesuatu bagi orang-orang yang sedang

diteliti. Mereka berusaha untuk masuk kedalam dunia dunia konseptual para subyek

yang ditelitinya sedemikian rupa sehingga mereka mengerti apa dan bagaimana suatu

65Amiruddin dan Zainal Asikin, Pengantar Metode Penelitian Hukum (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), 196. 66Anselm Strauss, Basic Of Qualitative Research . diterjemahkan oleh Djunaidi Ghony, Penelitian Kualitatif (Surabaya: PT Bina Ilmu, 1997), 11.

Page 58: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

pengertian yang dikembangkan oleh mereka dan sekitar peristiwa dalam kehidupan

sehari-hari. Pengertian subyek penelitian yaitu melihatnya dari segi pandangan

mereka .67 Oleh karena itu, peneliti akan melihat mayarakat sebagai subyek

penelitian guna mengetahui pandangan mereka tentang suatu permasalahan.

Dilihat dari jenisnya, penelitian ini termasuk jenis penelitian field research

(penelitian lapangan), yang mana penelitian ini lebih menitik beratkan pada hasil

pengumpulan data mengurangi kesalahan dan kekurangan data dalam penelitian serta

untuk meningkatkan kualitas data.

D. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian adalah subjek dari mana data-data diperoleh.68

Adapun mengenai sumber data ini dibedakan atas dua jenis yaitu:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumbernya, yang diamati

dan dicatat untuk pertama kalinya.69 Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari

pelaku e-cang pancang dan pihak-pihak yang terkait langsung dengannya, baik anak

yang dijodohkan dan orang tua yang menjodohkan.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data primer yang telah diolah lebih lanjut kemudian

disajikan, baik oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.70 Adapun data

sekunder dalam penelitian ini dapat diperoleh dari beberapa orang yang tidak terkait

67Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2002), 3. 68Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), 107. 69Marzuki, Metodologi Riset (Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII, 1983), 55. 70Husein Umar, Metode Penelitian Untuk skripsi dan Tesis Bisnis (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000), 42-43.

Page 59: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

langsung, akan tetapi mengerti dan paham tentang e-cang pancang di Desa Prajjan,

misalnya: tokoh adat/sesepuh, masyarakat setempat, Kepala Desa dan lain

sebagainya.

F. Profil Subjek Penelitian (Informan)

1. Tokoh Masyarakat (Sesepuh Desa)

a. KH. Abd. Harits Muhobir (umur 57)

Beliau adalah sesepuh Desa Prajjan, peneliti pilih sebagai informan dengan

alasan bahwa yang bersangkutan dipandang oleh masyarakat sebagai orang yang

terhormat dan memiliki kharismatik. Observasi peneliti menunjukkan bahwa beliau

juga memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang sejarah Desa Prajjan. Selain

disebut sebagai sesepuh, beliau juga sebagai orang yang dianggap memiliki

kedalaman dalam spritual, hal tersebut terbukti dengan banyaknya masyarakat

setempat yang sering meminta bantuannya dalam hal keagamaan (masalah

ubudiyyah), misalnya urusan pernikahan, penentuan hari baik, kematian, serta

berbagai hal yang terkait dengan pemahaman masyarakat setempat.

b. KH. Mustajib (umur 52)

Selain sesepuh di atas KH. Mustajib juga termasuk deretan orang yang dianggap

memiliki kelebihan di Desa Prajjan, baik dalam hal keagamaan maupun hal-hal yang

terkait dengan masalah kehidupan sosial di Desa Prajjan. Dalam kehidupannya, KH.

Mustajib juga sebagai seseorang yang dijadikan rujukan oleh masyarakat sekitar

dalam berbagai masalah agama maupun masalah sosial.

Page 60: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

c. Ny. Roufah (umur 73)

Dari kalangan wanita terdapat Ny. Roufah. Beliau adalah salah satu sesepuh

Desa Prajjan dari kalangan wanita yang memiliki pengetahuan serta pengalaman

dalam berbagai masalah agama dan sosial. Utamanya beliau mengetahui persis tata

tingkah laku masyarakat setempat secara historis. Ny Roufah dalam hal ketokohan

juga termasuk orang yang disegani oleh masyarakat setempat. Dasar tersebut menjadi

alasan peneliti untuk memilihnya sebagai informan.

d. Bpk. H. Nasir (umur 40)

Berikutnya yang termasuk dalam kategori tokoh masyarakat adalah Bapak. Moh

Nasir, berbeda dengan informan di atas, untuk Bapak Nasir beliau sebagai

masyarakat biasa, namun kapasitas sserta kompetensinya terhadap pemahaman

karakter dan corak masyarakat di Desa Prajjan, beliau cukup faham, dasar inilah

yang dijadikan peneliti untuk menggali data.

e. Bpk. H. Syaiful Amin (umur 45)

Selain Moh. Nasir salah satu tokoh masyarakat yang lain adalah Bpk Syaiful

Amin, peneliti menjadikannnya sebagai informan dengan alasan beliau memiliki

pemahaman dan pengalaman yang terkait dengan karakter dan corak kehidupan

masyarakat Desa Prajjan, selain itu karena kedekatannya dengan para keluarga kiai,

menjadikan beliau memiliki pemahaman yang tinggi dalam hal agama. Yang

terpenting lagi Bapak Syaiful Amin juga memiliki intelektualitas dalam hal

kehidupan sosial utamanya terkait dengan masyarakat di Desa Prajjan.

Page 61: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

2. Kalangan Ustadz

Beliau adalah H. Moh. Anwar Fajri (umur 39) yang di Desa Prajjan merupakan

orang yang di anggap memiliki kelebihan dalam hal agama, secara rutin informan

yang satu ini beraktivitas sebagai pengajar agama di beberapa pesantren setempat.

Selain sebagai ustadz, beliau juga termasuk dalam kategori sosok yang disegani di

daerah setempat, sehingga beliau juga paham tentang berbagai corak dan kebiasaan

masyarakat setempat.

3. Pelaku (Orang Tua)

a. KH. Imam Ghazali (umur 51),

Selain sebagai orang terpandang karena kelimuannya, beliau juga sebagai orang

tua yang pernah menikahkan anaknya dalam konteks kebiasaan e-cang pancang.

Informan ini memiliki kompetensi terkait dengan masalah e-cang pancang, dasar

inilah yang menjadikan peneliti memilihnya sebagai informan.

b. KH. Hamdan Badri (umur 46)

Informan kedua adalah KH. Hamdan Badri, selain sebagai tokoh agama yang

juga memiliki kharismatik dan dijadikan sebagai sesepuh desa setempat, beliau juga

merupakan orang tua dari anak yang dinikahkan melalui e-cang pancang.

c. KH. Alif Madani (umur 43)

Yang termasuk dalam kategori orang tua adalah KH. Alif Madani, selain sebagai

tokoh agama di desa setempat, beliau juga merupakan orang tua dari anak yang telah

dinikahkan melalui proses e-cang pancang. Masyarakat menganggap KH. Alif

Madani sebagai sosok yang terhormat dan mulia di Desa Prajjan.

Page 62: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

d. Ny. Rumhana (umur 51)

Kalangan keempat yang termasuk dalam kategori orang tua dari kalangan wanita

adalah Ny. Rumhana. Beliau memiliki posisi yang cukup diperhitungkan di

masyarakat, karena pemahaman dan pengalamannnya dalam hal agama maupun

sosial. Masyarakat menyebutnya sebagai Bu Nyai.

4. Pelaku (Anak)

a. KH. Muzakki (umur 42)

Beliau merupakan salah satu anak yang pernah melakukan pernikahan melalui e-

cang pancang. Selain sebagai pelaku dari e-cang pancang, beliau adalah termasuk

sosok yang memiliiki ilmu pengetahuan agama yang cukup tinggi, khususnya dalam

bidang kajian kitab kuning. Yang terpenting lagi beliau adalah termasuk pengurus

salah satu madrasah di desa setempat.

b. KH. Moh. Jailani (umur 41)

Selain KH. Muzakki, terdapat KH. Moh. Jailani yang juga salah satu anak yang

pernah melakukan proses pernikahan melalui e-cang pancang. Selain sebagai

seorang anak yang pernah melakukan proses pernikahan melalui e-cang pancang,

beliau juga sebagai guru agama di Sekolah Dasar (SD). Yang lebih penting lagi,

beliau diamanati oleh Alm. orang tuanya sebagai pemimpin rumah tangga dan juga

diamanati untuk mengurusi taman kanak-kanak (TK). Sama halnya dengan KH.

Muzakki beliau juga memiliki kompetensi dalam hal membaca dan mengkaji kitab

kuning, yang mana kemampuannya beliau ajarkan pada santrinya di pesantren Nurul

Iman.

Page 63: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

c. KH. Moh. Ihya' (umur 43)

Seperti KH. Jailani, KH. Moh Ihya juga merupakan pelaku dari adanya

kebiasaan e-cang pancang. KH. Moh Ihya ini adalah seseorang yang memiliki

kemampuan dalam memimpin calon jamaah haji. Eksistensinya di masyarakat

sebagai seorang tokoh yang cukup kharismatik dan disegani.

5. Kepala Desa

Beliau adalah KH. Badrut Tamam (umur 38). Jabatannya sebagai PJs. Kepala

Desa (sewaktu penelitian ini dilakukan) menjadikan beliau sangat faham dan

memiliki pengalaman terhadap berbagai corak dan karakter masyarakat setempat.

E. Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang valid sesuai dengan pokok pembahasan dalam

penelitian ini, maka peneliti menggunakan metode sebagai berikut:

a. Metode Observasi

Observasi atau disebut juga dengan pengamatan meliputi kegiatan pemusatan

perhatian terhadap suatu objek dengan menggunakan segala indra.71 Sedangkan S.

Margono mengemukakan bahwa observasi adalah pengamatan dan pencatatan secara

sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.72

Berdasarkan definisi di atas, maka yang dimaksud metode observasi adalah

suatu cara pengumpulan data melalui pengamatan panca indra yang kemudian

diadakan pencatatan-pencatatan. Peneliti menggunakan metode ini untuk mengamati

secara langsung dilapangan tentang kondisi objektif masyarakat Desa Prajjan

71Suharsimi Arikunto, Op. Cit., 158. 72S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), 158.

Page 64: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Kecamatan Camplong Kabupaten Sampang dan berbagai aktifitasnya terutama yang

berkaitan dengan e-cang pancang ini.

b. Metode Interview

Interview atau wawancara adalah alat pengumpulan informasi dengan cara

mengajukan sebuah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.73

Sebagaimana dikemukakan Spradley, menjalin keakraban (rapport) dengan

informan dan komunitas yang diteliti merupakan prasyarat penting dalam kegiatan

penelitian karena memungkinkan didapat keterangan yang jujur dan terbuka.74

Dalam hal ini, wawancara dilakukan kepada 14 orang (informan), yakni dengan

pelaku e-cang pancang dan pihak-pihak yang terkait langsung dengannya, baik

orang tua yang menjodohkan maupun anak yang dijodohkan serta orang-orang

yang mengerti dan memahami e-cang pancang, seperti: tokoh adat/sesepuh,

masyarakat setempat, Kepala Desa. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:

No.

Data IPD Subyek/Informan Umur

Keterangan 1. Definisi e-cang

pancang Interview

1.KH. Imam Ghazali 2.KH. Hamdan Badri 3.KH. Moh. Jailani 4.KH. Moh. Ihya'

51 th 46 th 41 th 43 th

Pelaku (ortu) idem Pelaku (anak) idem

2. Sejarah e-cang pancang

idem

1.Ny. Roufah 2.KH.Mustajib 3.KH.Abd. Harits M. 4.KH.Hamdan Badri

73 th 52 th 57 th 46 th

Sesepuh idem idem Pelaku (ortu)

3. Realitas kegagalan e-cang pancang pada keluarga kiai (keyae)

idem

1.KH. Mustajib 2.Ny. Rumhana 3.KH.Alif Madani 4.KH.Muzakki 5.KH.Moh.Jailani 6.H.Moh.Anwar F. 7.Bpk. H. Nasir

52 th 51 th 43 th 42 th 41 th 39 th 40 th

Sesepuh Pelaku (ortu) idem Pelaku (anak) idem Ustadz Masyarakat setempat

73Ibid,165. 74Andang Subaharianto, dkk., Tantangan Industrialisasi Madura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur (Malang: Bayumedia Publishing, 2004), 11.

Page 65: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

4. Dampak

kegagalan e-cang pancang terhadap ikatan keluarga kiai (keyae)

idem

1.KH. Mustajib 2.KH. Alif Madani 3.Bpk. H. Badrut T.

52 th 43 th 38 th

Sesepuh Pelaku (ortu) Kepala Desa

5. Proses sosiologis dampak kegagalan e-cang pancang terhadap ikatan keluarga kiai (keyae)

idem

1.Bpk. H. Syaiful A.

2.Bpk. H. Nasir

45 th

40 th

Masyarakat setempat idem

6. Proses harmonisasi pasca kegagalan e-cang pancang

idem

1.KH. Hamdan Badri 2.KH. Moh. Jailani

46 th 41 th

Pelaku (ortu) Pelaku (anak)

Materi wawancara disampaikan kepada seluruh informan, namun terdapat

beberapa materi wawancara yang difokuskan pada beberapa informan yang dianggap

memiliki kompetensi oleh peneliti, sebagaimana dalam tabel di atas.

F. Metode Pengolahan Data

Setelah data yang terkumpul, baik dari hasil observasi maupun dari hasil

interview, dilakukan proses pengolahan data mencakup:

a. Editing

Langkah pertama, Peneliti melakukan penelitian kembali catatan yang diperoleh

dari data untuk mengetahui apakah catatan tersebut sudah cukup baik berkaitan

dengan e-cang pancang, terutama pada aspek kelengkapan data, kejelasan makna,

kesesuaian serta relevansinya dengan kelompok data yang lain, dengan tujuan apakah

data-data tentang e-cang pancang tersebut sudah mencukupi untuk memecahkan

permasalahan yang sedang diteliti atau belum, dan untuk mengurangi kesalahan serta

Page 66: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

kekurangan data dalam penelitian, dan berusaha meningkatkan kualitas data

penelitian.

b. Classifying

Langkah kedua, dimana seluruh data baik yang berasal dari wawancara,

observasi dan lain-lain, hendaknya dibaca, diteliti secara mendalam kemudian

mengklasifikasikan sesuai dengan kebutuhan,75 karena dari beberapa informan

penelitian tentunya tidak sama (berbeda-beda) dalam memberikan informasi. Dari

sinilah kemudian peneliti mengumpulkan data-data yang telah diperoleh dengan cara

memilih mana data yang akan dipakai sesuai dengan kebutuhan.

c. Verifying

Langkah ketiga, dalam hal ini proses dan kegiatan yang dilakukan peneliti untuk

memperoleh data dan informasi dari lapangan berkaitan dengan e-cang pancang ini

harus di cross-check kembali agar validitasnya dapat diakui.76

d. Analisying

Langkah keempat, merupakan proses penyederhanaan kata ke dalam bentuk

yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Dalam analisa ini akan digunakan

teori-teori yang relevan.77 Dimana teori yang peneliti gunakan adalah teori-teori

sosial. Kemudian, data hasil penelitian yang telah diperoleh dari lapangan disusun

oleh peneliti secara sistematis dengan menarik dari sumber data primer dan data

sekunder, agar nantinya akan saling melengkapi sehingga diperoleh gambaran yang

jelas mengenai e-cang pancang.

75Lexy J Moleong, Op. Cit., 104-105. 76Masri Singarimbun dan Sofyan Effendi, Metode Penelitian Survai (Jakarta: LP3ES, 1987), 263. 77Nana Sudjana dan Ahwal Kusumah, Proposal Penelitian: di Perguruan Tinggi (Bandung: Sinar Baru Algasindo, 2000), 89.

Page 67: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

e. Concluding

Merupakan langkah terakhir, dimana peneliti sudah dapat menghasilkan

jawaban-jawaban dari hasil penelitian yang dilakukan. Peneliti pada tahap ini

membuat kesimpulan-kesimpulan menarik poin-poin penting yang kemudian

menghasilkan gambaran secara ringkas, jelas dan mudah dipahami tentang e-cang

pancang di masyarakat Madura khususnya di Desa Prajjan.

G. Metode Analisis Data

Pada dasarnya, analisis data merupakan proses mengatur urutan data,

mengorganisasikan ke dalam suatu pola, kategori dan satuan urutan dasar.78 Maka

penelitian yang akan dilakukan ini, data yang belum tertata, yang didapat dari

lapangan tempat penelitian dilakukan, baik itu berupa catatan hasil wawancara,

maupun observasi. Data-data ini akan dikelompokkan sesuai dengan tujuan yang

akan dicapai dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini data yang digali adalah data kualitatif, oleh karena itu

analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif dengan menggunakan alur

deskriptif analisis, yaitu metode penelitian untuk membuat gambaran seperti situasi

dan kejadian, sehingga metode ini berkehendak mengadakan akumulasi data dasar

belaka yang bertujuan untuk menggambarkan gejala sosial, politik ekonomi, budaya,

dan gejala keagamaan.79

Sesuai dengan analisis data yang digunakan, tahapan dalam proses teknis

analisis data terkait e-cang pancang ini dilakukan melalui beberapa tahapan yang

78Lexy J Moleong, Op. Cit., 3. 79Sayuti Ali, Metode Penelitian Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002), 22.

Page 68: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

telah ditentukan, yaitu identifikasi klasifikasi dan selanjutnya diinterpretasikan

dengan cara menjelaskan secara deskriptif.

Page 69: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

BAB IV

PAPARAN DAN ANALISIS DATA

A. Deskripsi Tentang E-Cang-Pancang

Kebiasaan e-cang pancang di Desa Prajjan Kecamatan Camplong Kabupaten.

Sampang sudah ada sejak zaman nenek moyang Desa Prajjan yang bernama K.

Abdul Allam. Menurut informasi yang peneliti peroleh bahwa K. Abdul 'Allam ini

hidup di Desa Prajjan sekitar awal tahun 1770 selama ±30 tahun.80 Beliau berwasiat

kepada anak-anaknya dan semua keturunannya untuk memilih jodoh dari kalangan

keluarga sendiri atau masih sama-sama keturunan K. Abdul Allam.81 Hasil

penelusuran dari beberapa informan, ditemukan adanya 2 (dua) versi yang

memberikan penjelasan berkaitan dengan wasiat K. Abdul Allam. Pertama, versi

80KH. Abd. Harits Muhobir, wawancara, (Prajjan, 13 Desember 2007). 81KH. Mustajib, wawancara, (Prajjan, 31 Oktober 2007).

Page 70: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

yang mengatakan bahwa K. Abdul Allam pernah berwasiat kepada putera-puteranya

dengan sebuah redaksi wasiat yang sharih sebagai berikut:

Senga cong j abinih kaloar ma le ad ddiagi emas pa lekor, settong tolang settong d ging .82

(Awas cong83 jangan sampai beristeri keluar (beristeri dari keturunan nasab yang berbeda), supaya menjadi emas 24 (dua puluh empat) karat (bibit unggul), satu tulang satu daging).

Menurut versi yang pertama ini, dapat dipahami bahwa K. Abdul Allam

berwasiat dengan terang-terangan kepada putera-puteranya agar menikah dengan

keluarga yang masih senasab. Wasiat tersebut semata-mata bertujuan untuk

memelihara keutuhan ikatan tali persaudaraan (nyambungah bh l h) antar keluarga

atau untuk memelihara nasab mereka. Apabila ada putera-putera atau keturunan K.

Abdul Allam yang menikah bukan dari keturunannya, maka hal itu dianggap

merusak dan mengganggu kebiasaan e-cang pancang yang sudah mendarah daging.

Mereka masih memegang teguh prinsip bahwa kewajiban dalam mencarikan jodoh

bagi putera-puteranya adalah menjadi tanggung jawab orang tua, walaupun mereka

sudah dewasa. Kalaupun ada anak-anak mereka yang menikah diluar keturunan,

maka akan dikucilkan oleh keluarga yang lain.

Sedangkan menurut versi yang kedua, K. Abdul Allam pernah berwasiat kepada

semua keturunannya untuk menikah dengan keluarga yang masih senasab, akan

tetapi dalam hal ini wasiat tersebut tidak dalam redaksi yang sharih84 seperti halnya

versi pertama.

82Ny. Roufah, wawancara, (Prajjan, 16 Oktober 2007). 83Cong itu berasal dari kata kacong yang merupakan kata sapaan/panggilan bagi anak-anak atau para pemuda di Madura dari orang yang lebih tua/sepuh. 84KH. Hamdan Badri, wawancara, (Prajjan, 15 Oktober 2007).

Page 71: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Dalam perjalanan sejarah perkembangan Desa Prajjan, wasiat itu sampai

sekarang masih dipegang teguh dan seolah-olah harus dilaksanakan oleh semua

keturunannya, sehingga kebiasaan e-cang pancang ini mengakar kuat di Desa

Prajjan.

Setelah peneliti mengetahui sejarah e-cang pancang yang terdapat di Desa

Prajjan, selanjutnya peneliti menelusuri dan mempertanyakan tentang definisi dari e-

cang pancang itu sendiri, yang kemudian para informan menerangkan dan

menjelaskan kepada kami bahwa yang dimaksud dengan e-cang pancang adalah

Perjodohan yang dilakukan oleh antar orang tua (antar oreng toah) terhadap anak-

anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

untuk mempererat ikatan persaudaraan (sa taretanan) dan kekerabatan (sa bh l n)

dari masing-masing keluarga tersebut. Hal ini berlaku pada golongan masyarakat

madura tertentu, yakni pada mayoritas golongan kiai (keyae).85

KH. Moh. Ihya salah seorang anak pelaku e-cang pancang di desa Prajjan,

beliau berkata:

e-cang pancang areah le', anak see edu-juduagi gi keni moso oreng toanah polanah la ngarteh dh asal usullah keluarga calon (keturunnah) bisannah.86

(Yang dimaksud dengan e-cang pancang itu le',87 anak yang dijodoh-jodohkan sejak kecil oleh orang tuanya karena sudah mengerti dan mengenal asal usul keluarga calon (keturunannya) besannya.

Senada dengan apa yang telah dikatakan oleh KH. Moh. Ihya', KH. Hamdan

Badri yang juga merupakan salah seorang orang tua masyarakat Desa Prajjan ini

85KH. Imam Ghazali, wawancara, (Prajjan, 20 Nopember 2006). 86KH. Moh. Ihya', wawancara, (Prajjan, 27 Oktober 2007). 87Le' itu berasal dari kata ale' (dalam bahasa Indonesia Adik) yang merupakan kata sapaan/panggilan di Madura bagi mereka yang usianya lebih muda.

Page 72: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

dengan penuh antusias menjelaskan apa yang dimaksud dengan e-cang pancang,

yakni:

ejuduagi otab h edu-juduagi otabeh esang pasangih gi keni moso oreng toanah. 88

(e-cang pancang ini adalah dijodohkan atau dijodoh-jodohkankan atau dipasang-pasangkan sejak kecil oleh orang tuanya).

Berbeda dengan penjelasan dari kedua informan di atas, dalam hal ini KH. Moh.

Jailani dengan panjang lebar dan juga dengan antusiasnya, beliau mengatakan bahwa

yang dimaksud e-cang pancang adalah:

"duw oreng toah sepakat majuduh anaknah se gi

b dh h edh l m kandungan, kalab n oca lamon tang anak bini b n anaknah b na lake otab h sab ligg

makah ejuduaginah.

Enga' lamb ' Abdul Waris ana'nah KH. Syaifuddin, epapolong moso ana'nah KH. Kusairi se anyamah Mukarromah, se Mukarromah g ll ' gi' b dh h edh l m kandungan.89

(dua orang tua yang sepakat menjodohkan anaknya yang masih dalam kandungan, dengan ucapan "kalau anak saya perempuan sedangkan anakmu laki-laki atau sebaliknya, maka akan saya jodohkan." Seperti halnya dahulu Abdul Waris anaknya KH. Syaifuddin, dijodohkan dengan anaknya KH. Kusairi yang bernama Mukarromah, dimana Mukarromah tersebut masih berada dalam kandungan).

Temuan peneliti tersebut di atas menunjukkan bahwa e-cang pancang secara

historis menjadi kebiasaan keluarga kiai Prajjan. Dalam beberapa wawancara peneliti

bersama beberapa sesepuh yang lain, menunjukkan bahwa e-cang pancang

merupakan warisan nilai yang dianggap sangat baik sebagi alternatif

mempertahankan keutuhan keluarga besar kiai Prajjan. Namun ketika peneliti

singgung mengenai apakah kebiasaan e-cang pancang tersebut akan bertahan,

sebagian dari sesepuh optimis bahwa kebiasaan e-cang pancang akan bertahan

88KH. Hamdan Badri, wawancara, (Prajjan, 15 Oktober 2007). 89KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 22 Oktober 2007).

Page 73: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

dengan syarat masing-masing anggota keluarga masih teguh mempertahankan

kebiasaan tersebut.

Sebagian sesepuh yang lain tidak optimis bahwa e-cang pancang pada keluarga

kiai prajjan akan bertahan, sebagian sesepuh tersebut mendasarkan statemennya pada

adanya perubahan dan perjalanan waktu yang cenderung mambawa pada perubahan.

Selain itu, faktor pendidikan dan ilmu pengetahuan yang diperoleh generasi yang

akan datang cenderung menjadi faktor perubahan kebiasaan e-cang pancang. Hasil

wawancara peneliti tersebut menjadi temuan penting, sebagai sebuah dasar dalam

melakukan kajian yang lebih mendalam tentang kebiasaan e-cang-pancang dan

kegagalannya.

B. Realitas Kegagalan E-Cang Pancang pada Keluarga Kiai

Dalam temuan peneliti, yang dilakukan melalui proses observasi, terdapat

fenomena bahwa e-cang pancang merupakan salah satu kebiasaan masyarakat yang

cukup kental di kalangan kiai Prajjan dalam rangka memperkokoh ikatan

kekerabatan dan menjaga jurang pemisah dalam ikatan hubungan tersebut. Dapat

dikatakan bahwa e-cang pancang merupakan kebiasaan mutlak dalam menjaga dan

memperkokoh kekerabatan. Proses e-cang pancang tersebut sebagaimana hasil

observasi peneliti menunjukkan pada berbagai model dan bentuk yang cukup

bervariasi, model-model tersebut sebagaimana hasil observasi peneliti antara lain:

1. Pertama, model e-cang pancang dengan cara antar orang tua melakukan

perencanaan, apabila diantara mereka nantinya punya anak yang berbeda jenis

kelamin, maka keduanya akan dijodohkan.

Page 74: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

2. Kedua, model e-cang pancang dengan cara adanya perjanjian antara orang tua

dalam ikatan keluarga kiai, yang salah satunya sedang hamil, sedangkan orang

tua yang lain sudah memiliki bayi laki-laki, maka mereka melakukan perjanjian

apabila nanti lahir bayi perempuan, maka keduanya akan dikawinkan.

3. Ketiga, model e-cang pancang yang dilakukan antar orang tua yang sama-sama

memiliki anak di usia balita atau usia belum baligh, antar orang tua sudah

melakukan proses perjanjian, bahwa keduanya nantinya akan dikawinkan.

Paparan data tersebut di atas peneliti pertegas melalui hasil wawancara dengan

salah satu orang tua yang merupakan keluarga besar kiai Prajjan, yaitu Ny. Rumhana.

Beliau mengungkapkan bahwa e-cang pancang merupakan warisan para sesepuh

(bengaseppo), yang mana kebiasaan tersebut memiliki nilai yang sangat luhur dalam

upaya mempertahankan ikatan kekeluargaan (sa bh l n). Sebagaimana dalam

kutipan berikut :

"B dh nah e-cang pancang areah penting dh l m keluarga besar. Polanah b dh nah e-cang pancang areah keluarga besar Prajjan bisa kokoh sampe' sateyah..."90

(Keberadaan e-cang pancang ini penting dalam keluarga besar (Prajjan). Karena adanya e-cang pancang inilah keluarga besar ini kokoh sampai saat ini...).

Selanjutnya, Ny. Rumhana juga mengungkapkan bahwa banyak model atau bentuk

e-cang pancang yang dilakukan dalam satu keluarga besar tersebut, sebagaimana

telah peneliti paparkan dalam hasil observasi tersebut diatas. Selanjutnya Kutipan

hasil wawancara tersebut sebagai berikut :

90Ny. Rumhana, wawancara, (Prajjan, 20 Oktober 2007).

Page 75: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

"e-cang pancang b nnya' macemmah carah se elakoneh; settong, rencana antar oreng s ppo se gi' ta' andhi' ana' potoh, dhuw ', antar dhuwe' oreng seppo se para' andhi' h ana' (bininah la ngandhung), tello', antar dhuw ' oreng s ppo se la andhi' ana' kene' (gi ta' b lligh)...."91

(....Banyak macam cara e-cang pancang yang dilakukan, yaitu pertama, rencana antar orang tua yang belum sama sekali memiliki anak, kedua, antar orang tua yang keduanya akan mempunyai anak (sudah sama-sama hamil), ketiga, antar kedua orang tua yang sudah jelas memiliki anak diusia dini atau belum baligh.....).

Temuan-temuan peneliti tersebut diatas menjadi dasar penting bahwa fenomena

e-cang pancang pada keluarga kiai Prajjan merupakan sesuatu yang memiliki nilai

signifikan bagi perjalanan keluarga besar kiai Prajjan. Untuk membuktikan hal ini

peneliti melakukan wawancara dengan salah satu tokoh masyarakat Desa Prajjan.

Dalam wawancara ini peneliti berusaha mengungkap sejauh mana pentingnya e-cang

pancang itu sendiri dari generasi ke generasi.

Adapun tokoh masyarakat yang dimaksud adalah Bapak H. Nasir, dia

mengungkapkan bahwa e-cang pancang merupakan bagian penting dalam keluarga

besar kiai Prajjan, agar keluarga kiai Prajjan dapat berkembang sesuai harapan

keluarga besar, maka penting bagi para anggota keluarga yang memiliki keturunan

melewati proses e-cang pancang. H. Nasir berargumen bahwa pentingnya e-cang

pancang didasarkan pada tujuan dari keluaga besar kiai Prajjan, yaitu:

a. Pertama, adanya ikatan keluarga yang selalu kokoh dan harmonis.

b. Kedua, dihasilkannya keturunan-keturunan yang berkualitas karena masih

dalam satu garis keturunan.

c. Ketiga, mempertahankan warisan para sesepuh.

91Ny. Rumhana, wawancara, (Prajjan, 20 Oktober 2007).

Page 76: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Paparan tersebut sebagaimana kutipan wawancara dengan H. Nasir sebagai

berikut :

".....e-cang pancang areah penting, polanah sana' rak t b n kebersamaan saj n tamba kokoh otabeh kuat, bisah nga olle ana' potoh se b cce' ben bisah aj g h b ris n otab h wasiat bengas ppo, ajiyah sat rrossah ce' pentingngah sarah..."92

(.....e-cang pancang itu penting, karena di dalamnya akan diperoleh kokohnya kekerabatan dan kebersamaan, diperolehnya keturunan-keturunan yang baik dan mempertahankan warisan atau wasiat para sesepuh....itu semua penting sampai kapanpun....).

Sebagaimana H. Nasir, KH. Mustajib juga mengungkapkan hal yang sama,

bahwa e-cang pancang dalam keluarga kiai Prajjan menjadi bagian dan unsur

penting untuk mempertahankan perjalanan keluarga besar kiai Prajjan. Harapan

beliau bahwa e-cang pancang ini akan terus dilestarikan oleh para generasi-generasi

berikutnya, karena kiai Mustajib khawatir kalau generasi-generasi berikutnya tidak

mampu melanjutkan kebiasaan ini, maka akan terjadi kehidupan keluarga yang tidak

terjamin. Ungkapan yang terakhir ini peneliti lanjutkan dengan wawancara tentang

adanya kegagalan e-cang pancang dalam keluarga besar kiai Prajjan. Hasil dari

wawancara tersebut menunjukkan bahwa kiai Mustajib masih tetap optimis

kebiasaan e-cang pancang masih akan berlanjut, kiai Mustajib sendiri tidak

memungkiri adanya salah satu keluarga yang gagal dalam e-cang pancang, gagal

dalam arti salah satu keluarga tersebut kurang setuju terhadap realitas e-cang

pancang, meskipun mereka adalah bagian dari keluarga besar kiai Prajjan. Masih

menurut kiai Mustajib, bahwa hal tersebut perlu dilakukan musyawarah dengan

keluarga yang bersangkutan atau dalam bahasa yang lain adalah silaturrahmi antar

keluarga.

92H. Nasir, wawancara, (Prajjan, 03 Nopember 2007).

Page 77: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Peneliti tidak berhenti sampai pada ungkapan tersebut, selanjutnya peneliti

bertanya, seandainya proses musyawarah tersebut gagal apa yang akan terjadi pada

keluarga tersebut?. kiai Mustajib menjawab bahwa hal tersebut akan berdampak

tidak baik bagi perjalanan keluaga besar, utamanya dalam masalah silaturrahmi.

Peneliti mengutip wawancara tersebut sebagai berikut :

"....yee..h bahaya mon sampe' ajiyah d ddih, polanah ap ngaroh jub ' dh ' silaturrahim antar kaloarga-kaloarga se laen, terutamanah kaloarga se t rlibat..."93

(......Berbahaya jika hal itu terjadi, karena akan berdampak pada silaturrahmi diantara keluarga-keluarga yang lain, utamanya keluarga yang bersangkutan...).

Ungkapan kiai Mustajib tersebut juga di aminkan oleh kiai Moh. Jailani dan kiai Alif

Madani mereka berdua sepakat bahwa jika e-cang pancang gagal, maka hal tersebut

akan berdampak pada adanya masalah silaturrahmi. Sebagaimana peneliti mengutip

hasil wawancara tersebut sebagai berikut :

"Neng disah Prajjan areah b dh h kebiasaan se b gus, se bisah ma koat dh ' silaturrahim. Kebiasaan areah enyamaeh "kebiasaan e-cang pancang", se ekoca' adu-juduagi antara sa bh l n ".94

(Ada kebiasaan yang bagus di Desa Prajjan untuk memperkokoh silaturrahmi, kebiasaan itu adalah e-cang pancang, yaitu melakukan perjodohan antar keluarga).

Untuk mencari perbandingan dan membuktikan hal tersebut peneliti mencari

temuan terhadap beberapa keluaga yang gagal dalam e-cang pancang atau kurang

setuju terhadap realitas e-cang pancang. Peneliti mendapatkan informan yaitu KH.

Alif Madani, beliau merupakan salah satu keluarga besar kiai Prajjan yang kurang

93KH. Mustajib, wawancara, (Prajjan, 01 Nopember 2007). 94KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 12 Nopember 2007).

Page 78: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

setuju realitas e-cang pancang pada keluarga kiai Prajjan. Banyak alasan yang beliau

ungkapkan, sebagaimana dalam kutipan wawancara sebagai berikut :

"Sengko' keah b gi n dh ri kaloarga keyae Prajjan, tapeh sengko' s poranah mon ta' pateh setuju dh ' praktek e-cang pancang e dh l m kaloarga Prajjan reah. Karnah na' kana' sateyah ta' padh h b n na' kana' lambh ' (konanah). Na' kana' sateyah odhi' b n aj l n bi' dibi', kita ta' kerah taoh apah se arassa agih, tapeh na' kana' areah taoh se erassa agih, mon sengko' ma akabin tang ana' bi' oreng se ta' eka s nn ngih polanah b nnya' hal, makah ajiyah pemaksaan b n sengko' y ken ta' b gus. Menurut sengko' dinalah na' kana n ma' la nyareh dibi', tapeh sakeranah ta' menentang ka prinsip-prinsip kaloarga, b n oreng toah padh h s nn ng ka pelennah na' kana' ajiyah ...."95

(.....saya juga bagian keluarga kiai Prajjan, namun saya mohon maaf jika kurang setuju terhadap pelaksanaan e-cang pancang di keluaga besar ini (keluarga kiai Prajjan). Alasan saya bahwa seorang anak itu hidup dan berjalan dengan kemampuan dan wawasannya sendiri, kita tidak mengetahui apa yang mereka rasakan, anak akan tahu apa yang mereka rasakan, kalau saya memaksa anak saya untuk menikah dengan orang yang tidak dia cintai karena berbagai hal, maka sesungguhnya saya memaksa dia, dan saya yakin itu akan tidak baik.....saya pikir biarlah anak memilih sendiri asalkan juga tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip keluarga....dan orang tua juga senang terhadap pilihannya anak....).

Mengenai dampak yang akan muncul dari adanya ketidaksetujuan terhadap e-

cang pancang, kiai Alif Madani menyatakan bahwa hal itu wajar, karena e-cang

pancang merupakan bagian yang bernilai tinggi serta bagian penting yang

merupakan warisan para sesepuh. Selain itu sang kiai juga menyadari

ketidaksetujuannya terhadap e-cang pancang akan berdampak pada beberapa hal,

diantaranya adalah kemungkinan terkucilkan oleh keluarga yang lain, adanya proses

komunikasi yang kurang harmonis serta silaturrahmi yang agak merenggang yang

kondisi tersebut berbeda dengan biasanya.

Dalam observasi berikutnya, peneliti memperoleh temuan tentang beberapa

keluarga yang gagal dalam e-cang pancang, temuan tersebut didasarkan pada hasil

95KH. Alif Madani, wawancara, (Prajjan, 20 Oktober 2007).

Page 79: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

wawancara dengan KH. Hamdan Badri, yang mana beliau mengungkapkan bahwa

bukan beliau saja yang kurang setuju terhadap fenomena e-cang pancang. Temuan

peneliti tersebut mengungkap bahwa terdapat beberapa keluarga yang dalam hal ini

orang tua dan anak yang kurang setuju terhadap fenomena e-cang pancang, yang

mana dari berbagai ungkapan wawancara bersama peneliti, mereka mengungkapkan

hal yang tidak berbeda dari apa yang telah diungkapkan oleh kiai Alif Madani. Salah

satu dari informan lain yang juga sepakat dengan apa yang dikatakan oleh kiai Alif

Madani adalah Ust. H. Moh. Anwar Fajri, dia mengatakan bahwa e-cang pancang

cenderung membuat anak tidak mampu berkembang sesuai dengan pandangan dan

cita-cita hidupnya, oleh karena itu sebagai orang tua menurut Ust. H. Moh. Anwar

Fajri hendaklah bersifat demokratis terhadap anak, orang tua hanya punya hak untuk

mengarahkan yang baik, bukan memaksanya. Data tersebut dapat peneliti perjelas

melalui kutipan berikut :

"Na' naka' j ' sampe' epaksah akabih b n oreng se ta' kenal ben ta' ekasennengih, na' kana' mon epaksah, makah ta' b gus, saterrosah na' kana' n ta' kerah maju ben berkembang ".96

(Seorang anak itu jangan di paksa untuk melakukan pernikahan dengan orang yang dia tidak tahu dan tidak suka, kalau dipaksakan kepada anak, sungguh hal itu tidak baik, di masa yang akan datang anak tidak bisa berkembang dan maju).

Selain itu temuan peneliti yang lain adalah adanya bukti bahwa sudah pernah

terjadi pada beberapa keluarga dalam hal ini orang tua dan anak yang tidak setuju

adanya e-cang pancang. Dampak yang timbul terhadap hal ini adalah berbagai hal

yang terkait dengan hubungan silaturrahmi diantara keluarga besar. Temuan peneliti

yang lain sebagai pendukung paparan data ini adalah adanya orang tua yang setuju

96H. Moh. Anwar Fajri, wawancara, (Prajjan, 13 Nopember 2007)

Page 80: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

terhadap e-cang pancang, yang mana antar orang tua sudah bersepakat akan

menikahkan anaknya nantinya kalau mereka sudah sama-sama dewasa, namun ketika

anak tersebut sudah dewasa ternyata mereka memiliki pemahaman yang berbeda

dengan apa yang telah direncanakan oleh orang tua masing-masing. Terdapat juga

realitas e-cang pancang yang terpaksa harus dilaksanakan oleh sang anak karena

antar orang tua sudah saling malu.

Dalam obeservasi peneliti, adanya fenomena keterpaksaan untuk melakukan

pernikahan, menurut para informan yang kurang sepakat terhadap fenomena tersebut,

mereka khawatir bahwa keadaan tersebut berakibat tidak baik bagi masa depan anak

nantinya. Barangkali e-cang pancang tidak apa-apa untuk dilakukan apabila antar

orang tua dan anak sudah saling setuju terhadap pernikahan yang akan dilakukan.

Beralih dari paparan data tersebut di atas, peneliti di sini mencoba mencari data

tentang bagaimana kehidupan dari pelaku e-cang pancang itu sendiri. Dalam

observasi peneliti, terdapat beberapa keluarga yang telah melakukan proses e-cang

pancang, yang mana dalam kajian ini peneliti hanya mengambil informan sebagai

sampel. Salah satu informan tersebut adalah KH. Muzakki, dalam wawancaranya

dengan peneliti terkait dengan bagaimana pendapatnya tentang e-cang pancang serta

kehidupan yang beliau jalani sampai saat ini. Secara nyata hasil dari wawancara

tersebut menunjukkan bahwa KH. Muzakki cukup setuju terhadap realitas e-cang

pancang. KH. Muzakki setuju karena beliau mendasarkan pada perintah orang tua

yang menghendaki untuk menikah melalui proses e-cang pancang, selain itu orang

tuanya pernah mengatakan, sebagaimana peneliti kutip berikut ini :

Page 81: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

"Na', settong tang pangat rro dhe' be'en, la pola areah tang permintaan se paleng penting mulaeh sengko' mulaeh alahirragi be'en, arab t be'en ben masakolaagi be'en kalaben ab nteng tolang, sampe' be'en la raj h enga' areah. Sengko' na..' t rro ma'le be'en atoro' apah se e kasajj h sengko', ye.. areah akabin moso oreng se la d ddih pelenah ibu molaeh be'en gi' kene".97

(Nak, ada satu keinginan Ibu kepadamu, yang barangkali ini adalah permintaanku yang paling penting semenjak aku mulai melahirkanmu, merawatmu dan menyekolahkanmu dengan susah payah, hingga kamu besar seperti saat ini. Ibu ingin agar kamu mau menuruti permintaanku, yaitu menikah dengan orang yang sudah menjadi pilihan ibu semenjak kamu masih kecil).

Kutipan wawancara di atas, menjadikan KH. Muzakki mau melaksanakan

pernikahan seperti yang di kehendaki orang tuanya. Beliau berfikir bahwa betapa

pentingnya ketaatan seorang anak terhadap orang tuanya, karena bila menolak KH.

Muzakki berfikir bahwa dirinya takut dikatakan sebagai anak yang durhaka atau

tidak mau balas budi terhadap pengorbanan dan perjuangan orang tuanya.

Setelah peneliti dapatkan data mengenai alasan KH. Muzakki mau melaksanakan

proses pernikahan atas dasar pilihan orang tuanya atau e-cang pancang, selanjutnya

peneliti menggali data terkait dengan kehidupan beliau saat ini, yaitu kehidupan yang

didasarkan pada pernikahan melalui proses e-cang pancang. Dalam wawancara

dengan peneliti, beliau mengakui bahwa kehidupan yang beliau jalani saat ini cukup

bahagia, bahkan dari hasil pernikahannya beliau dikaruniai dua orang anak yang saat

ini telah beumur 7 tahun. Diakui juga bahwa beliau juga mencintai dan menyayangi

istrinya.

Selain KH. Muzakki, peneliti juga mengkaji penelitinnya secara matang dengan

cara melakukan perbandingan antara informan yang pertama dengan informan

berikutnya dalam paradigma yang sama, sehingga peneliti melakukan penggalian

97KH. Muzakki, wawancara, (Prajjan, 02 Nopember 2007).

Page 82: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

data lanjutan melalui wawancara dengan KH. Moh. Ihya. Senada dengan apa yang

dikatakan oleh KH. Muzakki, beliau mendasarkan pernikahannya pada ketaatan dan

kepatuhan terhadap orang tuanya. Walaupun istrinya yang sekarang adalah pilihan

orang tuanya, KH. Moh. Ihya mengaku bahagia dan merasa tenang dalam menjalani

kehidupannya sekarang. Data tersebut peneliti pertegas melalui wawancara bersama

KH. Moh Jailani, beliau mengungkapkan hal yang sebenarnya tidak berbeda dengan

apa yang telah disampaikan oleh dua kiai di atas. Hanya saja KH. Moh Jailani lebih

mengungkapkan bahwa hakikat dari pernikahan itu sendiri untuk mencapai

kehidupan yang tenang, tentram dan bahagia. Sebagaimana dikatakan dalam Al-

Qur an Surat Ar-Ruum ayat 21.

Arrtinya: "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir."98

Jadi walaupun pernikahan tersebut adalah hasil dari pilihan orang tua, asalkan

didalamnya tidak ada unsur paksaan, hal tersebut tidak menjadi masalah.99 Beberapa

data tersebut di atas menunjukkan bahwa para pelaku pernikahan melalui proses e-

cang pancang mengakui bahwa pernikahan yang mereka lakukan tidak memiliki

kendala dan permasalahan apapun.

98QS. Ar-Ruum (30): 21. 99KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 12 Nopember 2007).

Page 83: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

C. Dampak Kegagalan E-Cang Pancang terhadap Ikatan Keluarga Kiai

Hasil observasi peneliti mengenai dampak kegagalan e-cang pancang

mendasarkan pada sebuah teori sosial bahwa salah satu ciri dari sebuah masyarakat

adalah adanya nilai-nilai yang dianggap penting untuk dipedomani, tentunya nilai-

nilai tersebut merupakan warisan dari generasi ke generasi. Dalam konteks penelitian

ini nilai-nilai yang di maksud adalah kebiasaan e-cang pancang, sebuah kebiasaan

yang dianggap oleh keluarga kiai Prajjan sebagai sebuah nilai penting yang harus di

pedomani, barangkali jika nilai-nilai tersebut di langgar atau adanya ketidaksetujuan

karena alasan-alasan tertentu, maka terdapat sanksi-sanksi sosial bagi para pelanggar

tersebut.

Paparan data tersebut peneliti dasarkan pada adanya sebuah sistem nilai yang

dilanggar oleh salah satu anggota masyarakat keluarga kiai Prajjan yaitu kebiasaan e-

cang pancang yang kurang atau tidak disetujui. Adanya sebuah kegagalan bagi

anggota keluarga berdampak pada beberapa segi kehidupan, segi kehidupan tersebut

meliputi :

1. Dampak Hubungan Sosial

Dari segi sosial, kegagalan e-cang pancang memiliki dampak yang sangat

penting. Dalam paparan ini dapat peneliti ungkapkan bahwa realitas e-cang pancang

merupakan bagian tak terpisahkan dari keluarga kiai Prajjan, disisi lain keberadaan e-

cang pancang telah membuktikan mampu menjadi alat mujarab untuk

mempertahankan dan memperkokoh kekerabatan diantara keluarga kiai Prajjan.

Eksistensi tersebut seolah tidak boleh dilanggar atau hampir-hampir menjadi hukum

mutlak bagi keberadaan masyarakat tersebut. Sebagian besar dari masyarakat dalam

keluarga kiai Prajjan sendiri mengakui bahwa e-cang pancang merupakan proses

Page 84: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

turun temenurun yang memiliki nilai positif bagi keberlanjutan generasi yang akan

datang, sebagian besar dari mereka juga meyakini bahwa dengan proses e-cang

pancang telah diperoleh keturunan-keturunan yang baik seperti selama ini.

Hasil observasi peneliti tersebut di atas, selanjutnya peneliti perkuat dengan hasil

wawancara dengan salah satu kiai dari keluarga desa Prajjan. Beliau adalah KH. Alif

Madani. Sang kiai mengungkapkan bahwa e-cang pancang merupakan bagian

penting dari keberadaan keluarga kiai Prajjan, hingga sang kiai mengungkapkan

bahwa apabila terdapat kegagalan dalam proses e-cang pancang antar keluarga,

maka akan terdapat dampak yang cukup berarti. Dampak-dampak yang dimaksudkan

oleh KH. Alif Madani meliputi;

a. Pertama, adanya keengganan untuk saling menyapa atau mengenal jika

mereka bertemu.

b. Kedua, dalam pertemuan bersama satu forum diantara keluarga yang gagal

melakukan proses e-cang pancang tersebut saling menghindar seolah terdapat

kebencian dan permusuhan.

c. Ketiga, adanya ketidakmauan untuk menghadiri undangan diantara satu sama

lain.

d. Keempat, keengganan memberikan bantuan dalam berbagai bantuan yang

dibutuhkan, baik secara material maupun tenaga.

Kutipan wawancara tersebut sebagai berikut :

"B dh h le' p ngaro-p ngaroh se' e gr ssah, settong contoh se sengko' katela', ye..padh h ta' nyapah, mon kat mmon dh l m acara umum, jarang kat moh saleng maj u, yeh ta' taoh apah ken todhus (songkan) otab h paj t andh ' kat mmo, t rros jarang dh t ng mon b dh h acara-acara se sifatth h

Page 85: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

kakaloargaan, akanthah mantan, khitanan, slam th n. Pole mon epentaeh tolong, semisal mab cce' roma s ngkah se dh t ngah ab rri' b ntoan..."100

(Ada dik dampak-dampak yang terasa, seperti yang selama ini saya lihat, ya antara lain adanya saling tidak menyapa diantara mereka, kalau bertemu di acara-acara umum mereka jarang bertemu atau kalau bertemu saling menghindar, entah karena malu atau memang tidak mau bertemu terus mereka juga jarang mau menghadiri acara-acara yang sifatnya kekeluargaan, misalnya pernikahan, khitanan, tasyakuran juga kalau dimintai bantuan misalnya memperbaiki rumah, enggan mereka datang memberi bantuan).

Proses-proses konflik tersebut di atas merupakan fenomena yang biasa muncul

ketika terdapat kegagalan dalam proses e-cang pancang antar keluarga. Masing-

masing diantara keluarga yang berkonflik sebenarnya sudah saling menyadari bahwa

hal tersebut tidak baik untuk dilakukan, namun karena kurangnya pemahaman serta

kesadaran untuk mengurangi terjadinya konflik, sehingga fenomena tersebut di

biarkan begitu saja. Beberapa sesepuh yang ada juga menyaksikan hal tersebut,

namun dalam perjalanan waktu konflik tersebut masih terjadi.

2. Dampak Hubungan Ekonomi

Hasil observasi peneliti menunjukkan bahwa kegagalan e-cang pancang juga

berdampak pada segi ekonomi. Secara umum kehidupan ekonomi keluarga kiai

Prajjan boleh dikatakan cukup homogen, artinya jarak antara yang kaya dengan yang

miskin tidak begitu senjang. Karena aspek-aspek yang terkait dengan perekonomian

dalam keluarga kiai Prajjan di bagi dengan cukup merata, sehingga apabila terdapat

pekerjaan maupun peluang bisnis yang lain, maka yang terlibat di dalamnya adalah

anggota keluarga kiai Prajjan itu sendiri, baik dalam hal mengurusi sawah, tambak,

perdagangan maupun bisnis-bisnis yang lain. Dalam wawancara peneliti dengan H.

Badrut Tamam, seorang Kepala Desa masyarakat di daerah setempat, beliau

100KH. Alif Madani, wawancara, (Prajjan, 20 Oktober 2007).

Page 86: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

mengatakan bahwa kehidupan keluarga kiai Prajjan secara ekonomi memang sangat

makmur, karena pembagian wilayah garapan dalam hal ekonomi memang cukup adil

dan merata.

Dalam konteks penelitian ini, yaitu tentang e-cang pancang kondisi tersebut di

atas berubah, perubahan dari segi ekonomi tersebut diakibatkan karena adanya

anggota keluarga yang gagal dalam e-cang pancang, sehingga kegagalan tersebut

berdampak pada adanya keengganan diantara anggota keluarga untuk melibatkan

anggota keluarga yang lain yang gagal dalam e-cang pancang. Kondisi tersebut di

atas mengawali adanya sistem perekonomian dalam keluarga kiai Prajjan tidak lagi

secara utuh dikelola bersama dan merata, diantara mereka ada kecendrungan untuk

tidak melibatkan yang lain, khususnya yang gagal dalam e-cang pancang.

Hasil wawancara lanjutan oleh peneliti terhadap H. Badrut Tamam,

membuktikan bahwa adanya permasalahan dalam hal perekonomian di keluarga kiai

Prajjan memang terkait dengan adanya kegagalan antar keluarga dalam e-cang

pancang. Hasil kutipan wawancara peneliti sebagai berikut :

"Lakar b dh nah masalah ekonomi ta' lepas dh ri sala settongah masalah burungah antar kaloarga dh l m e-cang pancang, mungkin mon ta' d ddih, makah antar kaloarga se atokaran padh h ta' kerah ngalamih masalah dh l m ekonominah "101

(Memang adanya permasalahan ekonomi tidak terlepas dari adanya kegagalan antar keluarga dalam e-cang pancang, barangkali kalau hal tersebut tidak terjadi, maka antar keluarga yang berkonflik juga tidak mengalami permasalahan dalam hal ekonomi)

Data tersebut peneliti perkuat dengan melakukan wawancara kepada KH.

Mustajib yang merupakan sesepuh Desa Prajjan, apa yang beliau sampaikan tidak

berbeda dengan apa yang di sampaikan oleh H. Badrut Tamam bahwa secara umum

101H. Badrut Tamam, wawancara, (Prajjan, 10 Oktober 2007).

Page 87: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

perekonomian keluarga kiai Prajjan memang bagus ketika itu, namun untuk saat ini

menurut KH. Mustajib cenderung bermasalah, permasalah tersebut terletak pada

sudah tidak adanya lagi kekompakan dan kebersamaan dalam mengelola aset

keluarga kiai Prajjan. Untuk saat ini beberapa anggota keluarga kiai Prajjan yang

memiliki masalah dengan e-cang pancang cenderung melibatkan orang lain diluar

keluarga kiai Prajjan dalam mengelola perekonomiannya, hal tersebut dilakukan

dengan alasan adanya konflik antar keluarga.

KH. Mustajib juga menambahkan bahwa sebab-sebab terjadinya perubahan

hidup dari segi perekonomian, juga diakibatkan karena sudah banyaknya anggota

keluarga kiai Prajjan yang mengurusi prekonomian di dalamnya, disisi lain masih

menurut KH. Mustajib, bahwa adanya sebagian anggota keluarga yang senang

merantau ke daerah lain juga berdampak pada adanya perubahan dalam hal

ekonomi,102 dimana anggota-anggota keluarga tersebut enggan mengurusi aset

keluarga besar kiai Prajjan dengan alasan tidak lebih baik dari pada merantau.

D. Proses Sosiologis Dampak Kegagalan E-Cang Pancang terhadap Ikatan

Keluarga Kiai

Berdasarkan pada hasil observasi peneliti dalam konteks penelitian ini, proses

sosiologis yang dimaksud adalah sebuah proses kehidupan sosial yang terjadi pada

keluarga kiai Prajjan yang di dalamnya mengandung adanya dampak kegagalan e-

cang pancang. Proses sosiologis itu sendiri peneliti dasarkan pada adanya hubungan-

hubungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, yang jelas bahwa temuan

102KH. Mustajib, wawancara, (Prajjan: 01 Nopember 2007).

Page 88: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

peneliti menunjukkan bahwa ikatan keluarga kiai Prajjan memiliki bentuk ikatan

yang cukup kental dan homogen.

Untuk lebih memperkuat data penelitian ini, dalam konteks proses sosial, maka

peneliti berusaha mencari data pendukung melalui wawancara dengan Bapak H.

Syaiful Amin selaku tokoh masyarakat yang cukup memahami proses sosial

masyarakat keluarga kiai Prajjan dalam konteks kegagalan e-cang pancang. Hasil

wawancara tersebut menunjukkan pada adanya beberapa temuan penting peneliti

a. Pertama, bahwa proses sosial atau hubungan-hubungan sosial keluarga kiai

Prajjan memang cukup kuat proses tersebut memang terjadi sejak dari

generasi ke generasi.

b. Kedua, keluarga kiai Prajjan sejak dulu memang mampu mempertahankan

nilai-nilai kemasyarakatan yang di pedomani bersama yang dalam konteks ini

adalah kebiasaan e-cang pancang.

c. Ketiga, secara umum keluarga kiai Prajjan benar-benar ingin agar kualitas

dan mutu keluarga benar-benar seperti bentuk-bentuk keluarga yang saat ini

ada atau lebih baik dengan cara selalu menjaga ikatan perkawinan dan

keturunan.

d. Keempat, ungkapan Bapak H. Syaiful Amin yang peneliti anggap penting

adalah bahwa keluarga kiai Prajjan dianggap sebagai keluarga yang sangat

harmonis, proses-proses sosial didalamnya berjalan dengan baik tanpa adanya

masalah-masalah yang cukup prinsip.

Menurut Bapak H. Syaiful Amin keadaan seperti itu karena adanya upaya-upaya

penting yang telah dilakukan oleh keluarga kiai Prajjan dalam menjaga harmonisasai

atau proses sosial yang baik.

Page 89: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Paparan data-data tersebut peneliti lanjutkan dengan mencari jawaban mengenai

perbedaan-perbedaan proses sosial pada masa lalu dan sekarang. Sesuai hasil

wawancara peneliti, Bapak H. Syaiful Amin mengatakan bahwa terdapat perbedaan-

perbedaan yang cukup signifikan, utamanya dalam konteks adanya kegagalan yang

cukup berarti terhadap e-cang pancang untuk saat ini. Sebagaimana jawaban Bapak

H. Syaiful Amin sebagai informan, perbedaan-perbedaan tersebut meliputi beberapa

hal, diantaranya :

1. Proses sosial yang tidak lagi homogon dan kental seperti zaman dulu, untuk

saat ini cenderung mengalami perubahan. Informan mengatakan bahwa

perubahan tersebut terjadi karena adanya perubahan dan perjalanan waktu

2. Dari segi pendidikan dan ekonomi, masing-masing anggota keluarga Kiai

Prajjan labih dinamis dan berbeda, kondisi seperti ini cukup berbeda dengan

masa lalu, yang mana dari segi pendidikan dan ekonomi, hampir boleh

dikatakan semuanya sama, perbedaan-perbedaannya tidak terlalu signifikan.

Namun untuk saat ini antara anggota keluarga cenderung memilki pandangan

hidup sendiri-sendiri untuk menata masa depannya, tidak lagi mendasarkan

pada keluarga besar atau ungkapan-ungkapan yang dikatakan oleh para

sesepuh.

3. Adanya beberapa proses perkawinan yang tidak lagi mendasarkan pada

kebiasaan e-cang pancang. Beberapa anggota keluarga kiai Prajjan untuk

menikahkan anaknya lebih didasarkan pada pilihan anak itu sendiri, beberapa

orang tua sudah tidak lagi mencampuri keinginan serta cita-cita anak untuk

memilih pasangannnya, asalkan tidak bertentangan dengan keluarga. Kondisi

Page 90: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

seperti tersebut cukup berbeda dengan masa lalu, dimana kebiasaan e-cang

pancang adalah bagian penting dari keluarga kiai Prajjan.103

Menurut Bapak H. Nasir yang juga tokoh masyarakat, dia mengatakan bahwa

perubahan dan perbedaan proses sosial keluarga kiai Prajjan terjadi akibat adanya

pemahaman hidup yang berubah dari masa lalu menuju masa sekarang dan masa

yang akan datang, yang mana hal tersebut terjadi karena adanya proses pendidikan

dan ilmu pengetahuan. 104 Artinya bahwa seiring dengan adanya pendidikan dan ilmu

pengetahuan yang mereka peroleh, baik dari lembaga formal maupun non formal, hal

tersebut mempengaruhi terhadap kebiasaan-kebiasaan keluarga kiai Prajjan.

Perubahan tersebut dipercepat oleh adanya beberapa anggota keluarga kiai

Prajjan yang merantau, baik untuk tujuan pendidikan maupun pekerjaan. Selanjutnya

anggota-anggota keluarga tersebut setelah sukses di daerah perantauan mereka

pulang. Kepulangan mereka inilah yang mempercepat adanya perubahan pada

keluarga besar kiai Prajjan. Karena mereka membawa pemahaman dan budaya baru

dari daerah rantauan.

E. Proses Harmonisasi Pasca Kegagalan E-Cang Pancang

Proses sosial dari kegagalan e-cang pancang memang cukup memiliki

perubahan penting pada keluarga kiai Prajjan. Yang tentunya hal tersebut berbeda

dengan keadaan masa lalu. Setidak-tidaknya adanya kegagalan e-cang pancang pada

beberapa anggota keluarga kiai Prajjan menyebabkan adanya pola-pola hidup yang

juga berubah. Hasil observasi peneliti menjadi temuan penting terkait dengan

103H. Syaiful Amin, wawancara, (Prajjan, 28 Desember 2007) 104H. Nasir, wawancara, (Prajjan, 27 Desember 2007).

Page 91: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

fenomena baru dalam paradigma perubahan yang terjadi. Sebelum peneliti mengkaji

secara mendalam hasil wawancaranya, maka perlu peneliti paparkan mengenai hasil

observasi mendalam terkait dengan kehidupan keluarga kiai prajjan dalam konteks

kegagalan e-cang pancang menuju proses harmonisasi.

Dalam sebuah kehidupan masyarakat, adanya sebuah sistem nilai yang gagal

dilaksanakan oleh anggotanya tidak selamanya menjadi penyebab bagi kegagalan

komunikasi atau dalam konteks penelitian ini adalah proses harmonisasi. Dalam

konteks ini pula beberapa anggota kiai Prajjan tidak menghendaki adanya hubungan

yang tidak harmonis akibat dari gagalnya kebiasaan e-cang pancang, walaupun

sebenarnya menurut mereka melakukan proses harmonisasi bukanlah hal yang

mudah, namun bagi mereka yang sadar akan pentingnya kekokohan kekerabatan,

proses harmonisasi tersebut harus benar-benar di tempuh. Wawancara peneliti

dengan KH. Moh Jailani menunjukkan bahwa dalam proses harmonisasi perlu

adanya pihak-pihak yang saling menyadari kelemahan dan kekurangannya masing-

masing, tidak hanya mencari kesalahan dan kekurangan orang lain. Jika masing-

masing anggota keluarga mampu dan mau menyadari, maka proses harmonisasi

adalah sesuatu yang sangat mudah dilakukan. Sebagaimana kutipan berikut ini :

"ye.. se' ebutoagih sateyah kesadaran antar sa bh l n, ajiyah mon pas t rros dh ' iy h, ngala' kar bb h dibi', ta' andh ' ngab s kab dh ' n, y

repot kaloarga bisa rukun, lla dinahla j ' lakoh nyareh kesalannah ben kakorangannah oreng laen, se penting kita nyadareh kesalannah ben kakorangannah kita. Insya Alloh b gus mon dh 'iy h".105

(Dibutuhkan adanya kesadaran bagi keluarga-keluarga itu, kalau terus kayak gitu, minta menangnya sendiri, tidak mau melihat dirinya sendiri, ya sulit keluarga akan bersatu, sudahlah jangan hanya mencari kesalahan dan kekurangan orang lain, yang penting diri kita ini menyadari kesalahan dan kekurangan kita. Insya Allah baik kalau seperti itu).

105KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 12 Nopember 2007).

Page 92: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa proses harmonisasi akan

terjadi manakala masing-masing anggota keluarga memiliki kesadaran yang tinggi

terhadap diri masing-masing. Barangkali proses tersebut tidak serta merta dengan

mudah terjadi pada masing-masing anggota keluarga yang gagal dalam e-cang

pancang. Hasil observasi peneliti menunjukkan adanya beberapa anggota keluarga

yang merasa bahwa keadaan tidak harmonis mereka biarkan begitu saja, tanpa

adanya proses yang mengarah kepada perubahan yang lebih baik. Seperti dalam

wawancara peneliti dengan seorang anggota keluarga yang namanya tidak mau di

sebut, beliau mengatakan bahwa apa yang terjadi akibat kegagalan e-cang pancang

adalah proses yang wajar, beliau mengatakan bahwa itu adalah sanksi yang harus

dijadikan pelajaran, karena beliau menganggap bahwa e-cang pancang adalah

kebiasaan yang memiliki nilai dalam keluarga kiai Prajjan. Oleh karena itu apabila

hal tersebut dilanggar atau bermasalah bagi para anggota keluarga kiai Prajjan, maka

wajarlah kalau hal-hal yang sifatnya konflik terjadi di dalamnya. Untuk memperkuat

data tersebut, berikut peneliti kutip hasil wawancara dengan informan :

"enga' ajiyah la biasah, ta' osa e-j

paraj h, enga' ajiyah kan kabiasanah e dinna', mon e langgar y ..akibatth h enga' ajiyah lah, ajiyah enga' okomon se pas d ddih karnah b dh nah kabiasaan se elanggar, b n pole ajiyah bisah d ddih pelajaran b n pringath n dh ' se laen".106

(Biasalah hal itu, tidak usah terlalu dibesar-besarkan, itu kan kebiasaan di sini, kalaupun dilanggar ya akibatnya seperti itu, itu kan seperti hukuman yang terjadi akibat adanya kebiasaan yang dilanggar, itu juga bisa menjadi pelajaran bagi yang lain).

Untuk memperdalam hasil penelitian ini, peneliti melanjutkan wawancaranya

dengan KH. Hamdan Badri, terkait dengan adanya harmonisasi yang terganggu

akibat adanya kegagalan e-cang pancang, beliau sangat tidak setuju terhadap kondisi

106KH. Moh. Jailani, wawancara, (Prajjan, 12 Nopember 2007).

Page 93: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

seperti itu, menurutnya harmonisasi dan kekokohan keluarga harus menjadi ciri

utama bagi keluarga kiai Prajjan. Persatuan dan kesatuan itu tidak boleh cacat akibat

masalah kegagalan e-cang pancang. Masih menurut KH. Hamdan Badri, beliau

menambahkan bahwa memang e-cang pancang adalah bagian dari kebiasaan

keluarga, namun ketika dalam perjalanannya mengalami permasalahan, maka tidak

boleh hal tersebut mengorbankan keutuhan keluarga kiai Prajjan. Untuk itu sang kiai

menyarankan agar adanya permasalahan e-cang pancang tidak berakibat pada

adanya ancaman terhadap keutuhan keluarga. Secara khusus KH. Hamdan Badri

memberikan alternatif-alternatif solusi, di antaranya:107

1. Pertama, bagi keluarga yang mengalami masalah dalam e-cang pancang perlu

saling menyadari antar keduanya.

2. Kedua, para sesepuh keluarga hendaknya sering melakukan pertemuan

keluarga, agar permasalahan-permasalahan yang terpendam dapat diselesaikan

dengan baik.

3. Ketiga, masing-masing anggota keluarga perlu secara rutin melakukan

silaturrahmi antar keluarga.

Selanjutnya peneliti melakukan observasi terhadap beberapa keluarga yang

mengalami kegagalan e-cang pancang. Salah satu kepala keluarga KH. Moh. Salim

(Nama Samaran) mengaku bahwa mereka mengalami kegagalan dalam e-cang

pancang. Kegagalan tersebut di akibatkan karena anaknya benar-benar tidak mau

untuk di jodohkan dengan pilihan orang tua. Oleh karena itu orang tua sendiri tidak

memaksa kehendak sang anak, karena jika dipaksa, hal tersebut akan berdampak

tidak baik bagi anak. Sedangkan keluarga mantan calon pengantin perempuan sudah

107KH. Hamdan Badri, wawancara, (Prajjan, 31 Nopember 2007).

Page 94: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

merasa cocok, selain itu keluarga ini juga sudah menunggu lama mulai mantan calon

pengantin laki-laki masih kecil. Fenomena tersebut diakui oleh KH. Moh. Salim

(nama samaran) sebagai pemicu adanya keretakan di antara mereka. Namun bagi

KH. Moh. Salim (nama samaran) menyadari bahwa sesungguhnya hal tersebut tidak

boleh terjadi, beliau beralasan bahwa mana mungkin orang tua memaksa anaknya

untuk urusan memilih pasangan hidupnya, sedangkan sang anak sudah memiliki

pilihan sendiri, selain itu sang anak juga memiliki pandangan hidup yang jelas

berbeda dengan orang tuanya di tambah lagi dengan kapasitas pendidikan dan ilmu

pengetahuan yang juga berbeda.

Terdapat beberapa temuan penting peneliti terkait dengan kondisi di atas,

temuan tersebut peneliti dasarkan pada hasil wawancara dengan KH. Moh. Salim

(nama samaran). Beberapa temuan yang dimaksud adalah perlu adanya pemahaman

yang mendalam bagi orang tua untuk mengerti tentang seorang anak secara obyektif

khususnya menyangkut masa depannya. Untuk keluarga KH. Moh. Salim (nama

samaran) memang mengalami kegagalan dalam e-cang pancang, namun beliau

punya pengganti dari seorang anak yang tidak mau di kawinkan tadi yang anak

tersebut juga putra dari KH. Moh. Salim (nama samaran), sehingga hal ini tidak

terlalu mempengaruhi harmonisasi keluarga.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa proses harmonisasi dalam keluarga

kiai Prajjan dapat terus kokoh dengan cara adanya kesadaran dan pemahaman dari

masing-masing keluarga disisi lain terdapat strategi-strategi harmonisasi seperti yang

telah dilakukan oleh KH. Moh. Salim (nama samaran).

Page 95: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan paparan dan analisis data yang telah dikemukakan di atas, maka

sebagai akhir pembahasan peneliti akan memberikan kesimpulan sebagai berikut:

1. Kegagalan e-cang pancang memiliki dampak yang penting bagi ikatan keluarga

kiai Prajjan, dampak-dampak tersebut antara lain, Pertama adanya kemungkinan

dikucilkan oleh keluarga yang lain. Kedua, adanya hubungan yang tidak

harmonis diantara keluarga yang terlibat dalam rencana pernikahan e-cang

pancang. Dampak tersebut terjadi karena kebiasaan e-cang pancang merupakan

warisan nilai yang berharga dari leluhur yang jika dilanggar akan berdampak

negatif, selain itu e-cang pancang diakui mampu membentuk ikatan keluarga

yang kokoh dan harmonis, dihasilkannya keturunan-keturunan yang berkualitas

Page 96: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

karena masih dalam satu garis keturunan serta bentuk mempertahankan warisan

para sesepuh.

2. Akibat adanya kegagalan dalam proses e-cang pancang, maka terdapat beberapa

bentuk konflik yang terjadi didalamnya. Bentuk-bentuk konflik tersebut adalah

apabila bertemu di jalan, diantara yang berkonflik enggan untuk bertegur sapa,

apabila berada dalam satu forum pertemuan diantara yang berkonflik cenderung

untuk saling menghindar, apabila diantara mereka mengadakan sebuah acara,

masing-masing cenderung untuk tidak hadir dalam acara tersebut, baik acara

tasyakuran, khitanan maupun pernikahan. Dan apabila di antara yang berkonflik

tersebut dimintai bantuan, baik berupa tenaga maupun harta benda mereka selalu

beralasan yang lain. Keadaan tersebut terjadi akibat adanya rasa malu karena

rencana pernikahan melalui proses e-cang pancang gagal dilaksanakan di antara

mereka. Adapun yang menyebabkan gagalnya e-cang pancang karena beberapa

hal sebagai berikut :

a. Seorang anak tidak menyukai pilihan orang tuanya, karena tidak sesuai

dengan pilihannya, baik dari segi lahir maupun bathin.

b. Seorang anak sudah memiliki pilihannya sendiri

c. Adanya pemahaman pendidikan serta ilmu pengetahuan seorang anak,

sehingga dia tidak menghendaki proses e-cang pancang

d. Adanya pembatalan dari salah satu orang tua yang pernah mengadakan

perjanjian, pembatalan tersebut karena beberapa hal, baik karena keadaan,

kondisi sang anak maupun adanya rencana yang lain.

3. Keretakan keluarga kiai Prajjan diperbaiki melalui beberapa proses, diantaranya

adalah Pertama, dibutuhkan adanya saling menyadari dan memahami di antara

Page 97: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

yang berkonflik. Kedua, apabila e-cang pancang gagal karena alasan seorang

anak tidak mau dinikahkan atas dasar pilihan orang tuanya, maka orang tua bisa

menggantikannya dengan anak yang lain yang masih satu keluarga, baik adik

maupun kakak dari anak yang tidak mau dinikahkan melalui e-cang pancang.

Ketiga, perlu adanya peningkatan dalam hal silaturrahmi antar keluarga,

utamanya bagi yang berkonflik. Keempat adanya peranan para sesepuh yang

termasuk dalam satu ikatan keluarga, peranan tersebut dalam bentuk melakukan

harmonisasi kepada pihak pihak yang berkonflik, baik dengan adanya saran

maupun pertemuan-pertemuan yang sifatnya silaturrahmi.

B. Saran-saran

Berangkat dari kajian serta temuan peneliti mengenai beberapa hal yang terkait

dengan kebiasaan e-cang pancang pada keluarga kiai Prajjan, maka peneliti

memberikan saran-saran sebagai berikut :

1. Adanya kegagalan e-cang pancang dalam keluarga kiai Prajjan dapat dikurangi,

apabila diantara yang berkonflik cenderung saling menyadari dan memahami

berbagai hal yang terkait dengan kondisi dan pilihan seorang anak. Oleh karena

itu, kepada para sesepuh hendaknya menjadi fasilitator dan pemberi semangat

bagi keluarga yang lain agar konflik bisa dihindari dan dikurangi.

2. Beberapa anggota keluarga yang berkonflik, hendaknya menyadari bahwa tidak

selamanya apa yang dirasakan oleh orang tua juga sama dengan apa yang

dirasakan oleh seorang anak. Sehingga orang tua pun harus menyadari tentang

potensi, cita-cita dan masa depan seorang anak. Selain itu harus ada kesadaran

bahwa konflik hanya akan membawa pada kerugian.

Page 98: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

3. Bagi para tokoh masyarakat, tokoh agama, serta para Ustadz yang masih dalam

ikatan keluarga kiai Prajjan hendaknya peka terhadap apa yang terjadi diantara

anggota keluargannya, agar harmonisasi dapat selalu dipertahankan.

4. Bagi para keluarga yang berkonflik hendaknya selalu meningkatkan tali

silaturrahmi di antara keluarga-keluarga yang lain.

Page 99: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Sayuti (2002) Metode Penelitian Agama. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Arikunto, Suharsimi (2002) Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Amiruddin dan Zainal Asikin (2004) Pengantar Metode Penelitian Hukum. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Anselm Strauss (1997) Basic Of Qualitative Research . diterjemahkan oleh Djunaidi Ghony, Penelitian Kualitatif. Surabaya: PT Bina Ilmu.

Ayyub, Syaikh Hasan (2006) Fiqh Al-Usratul Muslimah . diterjemahkan oleh M. Abdul Ghoffar, Fikih Keluarga. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.

Chandra, Robby I. (1992) Konflik Dalam Kehidupan Sehari-hari. Yogyakarta: Kanisius.

Dasuki, Hafidz dkk, (1999) Ensiklopedi Hukum Islam. Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Hoeve.

Davis, K. & J. W. Newstrom, (1993) Perilaku Dalam Organisasi, (Terjemahan), Alih Bahasa Oleh Agus Dharma. Jakarta: Erlangga.

Departemen Agama RI (1984) Al Quran dan Terjemahannya. Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur an.

Ensiklopedi Ilmu-ilmu Sosial. (2000) Cet. 1. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.

Fajri, Helman (2007) Sal p Tarjhâ: Antara Normatifitas, Mitos, dan Realitas,

Skripsi. Malang: UIN Malang.

Fauzi, Achmad (2003) Perkawinan Endogami di Kabupaten Pamekasan,

Skripsi. Malang: UIN Malang.

Hocker, Joyce L. and William W. Wilmot (1991) Interpersonal Conflik, Third Edition, Oubjuque. Lowa: Wm. C. Brown Publisher.

Kamal, Muchtar (1974) Asas-asas Hukum Islam tentang Perkawinan. Jakarta: Bulan Bintang.

Kartono, Kartini (1989) Hygiene Mental dan Kesehatan Mental Dalam Islam. Bandung: Mandar Maju.

Page 100: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Margono, S. (1996) Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Marijan, Cf. Kacung (1991) Respons NU Terhadap Pembangunan Politik Orde Baru dalam Jurnal Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia.

Marzuki (1983) Metodologi Riset. Yogyakarta: Fakultas Ekonomi UII.

Moleong, Lexy J (2002) Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya.

Muhadjir, Noeng (1996) Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Mulkhan, Amir (2001) Palagan Konflik. Yogyakarta: Forum LSM DIY.

Muthmainnah (1998) Jembatan SURAMADU: Respon Ulama Terhadap Industrialisasi. Yogyakarta: LKPSM.

Pruitt, Dean G. and Jeffrey Z. Rubin (2004) Social Conflict: Escalation, Stalemate, and Settlement , diterjemahkan Helly P. Soetjipto dan Sri Mulyantini Soetjipto, Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Al-Qusyairi, Syarif (t.th.) Kamus Akbar Arab-Indonesia. Surabaya: Karya Ilmu.

Rahmah, Naily (2003) Peran Bimbingan dan Konseling Agama dalam menanggulangi Penyimpangan Perilaku Orang Tua Akibat Tradisi Perjodohan Anak-anak Usia Dini (Studi Kasus di Desa Omben Kecamatan Omben Kabupaten Sampang), Skripsi. Surabaya: IAIN Sunan Ampel.

Rahman, Holilur (2006) Peminangan Dini Dalam Perspektif Islam (Studi Kasus di Desa Arok Kecamatan Burneh Kabupaten Bangkalan), Skripsi. Malang: UIN Malang.

Rakhmat, Jalaluddin dan Mukhtar Gandaatmaja (1993) Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Ritzer, George and Douglas J. Goodman. (2004) Modern Sociological Theory , diterjemahkan Alimandan, Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Kencana.

Robbins, S. P. (1996) Perilaku Organisasi: Konsep, Kontroversi, dan Aplikasi. Jakarta: PT. Prenhallindo.

Rohela (2003) Perkawinan Dibawah Umur Sebagai Hambatan Pembentukan Keluarga Sakinah, (Studi Kasus di Kecamatan Tlanakan Kabupaten Pamekasan-Madura), Skripsi. Malang: UIN Malang.

Page 101: FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) …etheses.uin-malang.ac.id/4244/1/03210070.pdf · anak-anaknya yang masih berusia dini, balita atau bahkan usia pranatal, dengan tujuan

Sabiq, Sayyid (1987) Fiqhus Sunnah , diterjemahkan oleh M. Ali, Fikih Sunnah 6.

Bandung: Al-Ma arif.

Samheri (2005) Kompetensi Kiai Sebagai Wali Hakim Dalam Pernikahan Bawah Tangan,

(Kasus di Desa Bujur Tengah Kecamatan Batumarmar Kabupaten

Pamekasan), Skripsi. Malang: UIN Malang.

Singarimbun, Masri dan Sofyan Effendi (1987) Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES.

Sistem Kekerabatan dan Organisasi Sosial. http://id.wikipedia.org/w/index.php? title= Budaya&action=edit&section=9. Diakses pada 25 April 2008.

Soeryo, Susul Tetrabuana (2005) Manajemen Konflik Sosial. Jakarta: Restu Agung.

Subaharianto, Andang dkk. (2004) Tantangan Industrialisasi Mudura: Membentur Kultur, Menjunjung Leluhur. Malang: Bayumedia Publishing.

Sudjana, Nana dan Ahwal Kusumah (2000) Proposal Penelitian: di Perguruan Tinggi. Bandung: Sinar Baru Algasindo.

Suherman (1999) Pengantar Managemen (Konseptual dan Perilaku). Malang: Unibraw.

Umar, Husein (2000) Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Wiyata, A. Latief (2006) Carok Konflik Kekerasan dan Harga Diri Orang Madura. Yogyakarta: LKiS.

Zenrif, M. F. (2006) Realitas dan Metode Penelitian Sosial Dalam Perspektif Al-Qur'an Teori dan Praktik. Malang: UIN Malang Press.