FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI PRA …lib.unnes.ac.id/40238/1/UPLOAD TESIS...

167
i FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI PRA LANSIA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Magister Kesehatan Masyarakat Oleh Intan Permadani 0613516027 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG TAHUN 2019

Transcript of FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN HIPERTENSI PRA …lib.unnes.ac.id/40238/1/UPLOAD TESIS...

  • i

    FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

    HIPERTENSI PRA LANSIA

    TESIS

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

    Gelar Magister Kesehatan Masyarakat

    Oleh

    Intan Permadani

    0613516027

    PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

    PASCASARJANA

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    TAHUN 2019

  • i

  • MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    Motto

    “ Pencegahan Hipertensi pada Pra lansia bisa dilakukan dengan melakukan pola

    hidup sehat, mengelola stres agar di masa tua nanti bisa lebih produktif karena asset

    yang paling berharga di masa tua adalah kesehatan“

    Persembahan :

    Tesis ini saya persembahkan untuk :

    Universitas Negeri Semarang dan Prodi Kesmas Program Pascasarjana

  • ABSTRAK

    Permadani., Intan. 2019. “Anaslisis Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi

    Pra Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo

    Jawa Tengah”. Tesis. Program Studi Kesehatan Masyarakat Pascasarjana.

    Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I Prof. Dr. dr. Oktia Woro K.H,

    M.Kes. Pembimbing II Dr. dr Budi Laksono, MHSc.

    Kata Kunci: Sikap, pengetahuan, stres, perilaku, kejadian hipertensi.

    Berdasarkan data observasi dan pendahuluan dari Dinas Kesehatan Kabupaten

    Wonosobo menunjukkan bahwa penyakit yang paling tidak menular adalah hipertensi

    dengan jumlah total adalah 20.987 (Dinkes Kabupaten Wonosobo, 2017). Kasus

    hipertensi di Puskesmas Selomerto 2 Wonosobo adalah karena gaya hidup

    masyarakat yang kurang sehat karena rendahnya sikap, pengetahuan, stress dan

    perilaku hidup pra lansia terhadap pencegahan hipertensi. Tujuan dari penelitian ini

    adalah menganalisis faktor yang mempengaruhi kejadian hipertensi Pra Lansia di

    Puskesmas Selomerto 2 Wonosobo 2018. Penelitian ini adalah analitik korelasional

    dengan pendekatan cross sectional. Sampel penelitian adalah 150 responden yang

    diambil di Puskesmas Selomerto 2. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dan

    daftar periksa. Analisis data dilakukan dengan cara regresi linier berganda. Hasil

    penelitian menunjukkan (1) Ada pengaruh sikap terhadap kejadian hipertensi dengan

    p-value 0,017

  • ABSTRACT

    Permadani., Intan. 2019. “The Analysis of Factor Affecting to the Hypertension

    Sympthom in Pre-Elderly of Selomerto 2 Health Center Wonosobo Regency”.

    Thesis Public Health Study Program. Graduate program Semarang State

    University, Advisor I Prof. Dr. dr. Oktia Woro K.H, M.Kes. Advistor II Dr. dr

    Budi Laksono, MHSc.

    Keywords : Attitude, Knowledge, Stress, Genesis Hypertension.

    Based on observational data and the introduction of Wonosobo District Health Office

    of showed that most non-communicable diseases are hypertension with the total

    number is 20.987 (Wonosobo District Health Ofiice, 2017). Hypertension cases in

    District Health Office of Selomerto 2 Wonosobo is because of people's lifestyles are

    less healthy, because of low attitudes, knowledge, stress and behavior pre elderly

    living on the prevention of hypertension. The purpose of this study was to analyze the

    factors that affect the incidence of hypertension in the elderly Pre Health Center

    Selomerto 2 Wonosobo 2018. This study is an analytic correlation with cross

    sectional approach. The samples were 150 respondents drawn at PHC Selomerto 2.

    The instrument used was a questionnaire and checklist. The data analysis was done

    by linear regression. The results showed (1) There is an effect against the

    hypertension attitude with p-value 0.017

  • PRAKATA

    Assalamualaikum Wr. Wb

    Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT berkat atas pemberian

    rahmat dan hidayahNya peneliti dapat menyelesaikan tesis yang berjudul “Analisis

    Faktor Yang Mempengaruhi Kejadian Hipertensi Pra Lansia Di Wilayah Kerja

    Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah Tahun 2018” dengan

    baik. Tesis ini disusun sebagai persyaratan untuk mendapatkan gelar Magister

    Kesehatan Masyarakat pada Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Pascasarjana

    Universitas Negeri Semarang.

    Dalam penyusunan tesis ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan,

    pengarahan, dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah saya

    menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

    1. Direksi Pascasarjana Universitas Negeri Semarang, yang telah memberikan

    kesempatan serta arahan selama pendidikan, penelitian, dan penulisan tesis ini.

    2. Dr. Rr. Sri Ratna Rahayu, M.Kes.,Ph.D selaku Kepala Program Studi S2

    Kesehatan Masyarakat.

    3. Prof. Dr.dr. Oktia Woro Kasmini Handayani.,M.Kes sebagai dosen pembimbing

    pertama.

    4. Dr. dr. Budi Laksono, MHSc sebagai pembimbing ke-dua.

  • 5. Bapak dan ibu dosen PPS UNNES yang telah banyak memberi bimbingan dan

    ilmu kepada peneliti selama menempuh pendidikan.

    6. Dinas Kesehatan Kota Wonosobo yang telah memberikan kesempatan dan ijin

    untuk melakukan penelitian.

    7. Pra Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo yang

    telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini.

    8. Semua rekan mahasiswa PPS UNNES khususnya teman seperjuangan angkatan

    2016/2017 yang telah memberikan dukungan dan motivasi sepanjang proses

    penyususnan tesis ini.

    9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tesis ini dan telah

    mendoakan suksesnya penyusunan tesis ini.

    Peneliti menyadari bahwa Penelitian ini masih jauh dari sempurna, oleh

    karena itu peneliti membuka diri untuk segala saran dan kritik yang membangun.

    Akhirnya Peneliti berharap semoga tesis ini dapat memberikan manfaat bagi

    pembacanya.

    Wassalamu’alikum wr.wb

    Semarang, 30 Juli 2019

    Intan Permadani

  • DAFTAR ISI

    COVER .................................................................................................................... i

    PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................................................... ii

    PENGESAHAN UJIAN TESIS .......................................................................... iii

    PERNYATAAN KEASLIAN ............................................................................... iv

    MOTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... v

    ABSTRAK ............................................................................................................. vi

    ABSTRACT .......................................................................................................... vii

    PRAKATA .......................................................................................................... viii

    DAFTAR ISI ........................................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xiv

    DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xvi

    DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1

  • 1.2 Identifikasi Masalah ........................................................................................... 6

    1.3 Cakupan Masalah ............................................................................................... 7

    1.4 Rumusan Masalah .............................................................................................. 7

    1.5 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 8

    1.6 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 9

    1.6.1 Manfaat Teoritis ........................................................................................ 9

    1..6.2 Manfaat Praktis ...................................................................................... 10

    BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA

    BERPIKIR DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka ................................................................................................. 11

    2.1.1 Hipertensi ............................................................................................. 11

    2.1.2 Faktor Resiko Hipertensi ..................................................................... 13

    2.1.2.1 Faktor Yang Tidak Dapat Diubah ..................................................... 13

    2.1.2.1.1 Umur ....................................................................................... 13

    2.1.2.1.2 Jenis Kelamin ........................................................................... 15

    2.1.2.1.3 Keturunan ................................................................................. 17

    2.1.2.2 Faktor Yang Dapat Diubah ............................................................... 17

    2.1.2.2.1 Obesitas / Kegemukan ............................................................. 17

    2.1.2.2.2 Stres .......................................................................................... 18

    2.1.2.2.3 Merokok ................................................................................... 20

    2.1.2.2.4 Kurang Olahraga / Aktifitas Fisik ............................................ 22

    2.1.2.2.5 Alkohol .................................................................................... 26

    2.1.2.2.6 Konsumsi Natrium Berlebih .................................................... 27

    2.1.2.2.7 Konsumsi Lemak Berlemak ..................................................... 29

    2.1.2.2.8 Penyakit Penyerta ..................................................................... 30

    2.1.2.2.9 Obat- obatan ............................................................................. 30

  • 2.1.3 Klasifikasi Hipertensi ........................................................................... 33

    2.1.4 Etiologi Hipertensi ............................................................................... 34

    2.1.5 Patofisiologi Hipertensi ....................................................................... 34

    2.1.6 Diagnosis Hipertensi ............................................................................ 36

    2.1.6.1 Pengukuran Tekanan Darah ..................................................... 37

    2.1.7 Faktor – Faktor yang Berhubungan terhadap Hipertensi ..................... 39

    2.1.7.1 Sikap ........................................................................................ 39

    2.1.7.2 Pengetahuan ............................................................................. 41

    2.1.7.2.1 Pengertian Pengetahuan ........................................................ 41

    2.1.7.2.2 Kriteria Tingkat Pengetahuan ............................................... 43

    2.1.7.3 Stress ........................................................................................ 45

    2.1.7.3.1 Pengertian Stres .................................................................... 46

    2.1.7.3.2 Gejala- Gejala Stres .............................................................. 48

    2.1.7.3.3 Faktor- Faktor Penyebab Stres .............................................. 49

    2.1.7.3.4 Peranan Stres Terhadap Hipertensi ....................................... 50

    2.1.8.4 Perilaku .................................................................................... 53

    2.1.7.4.1 Pengertian Perilaku ............................................................... 53

    2.1.8 Pra Lansia ............................................................................................. 58

    2.8.1.1 Pengertian Pra Lansia............................................................... 58

    2.2 Kerangka Teoritis ........................................................................................ 59

    2.3 Kerangka Berpikir ....................................................................................... 60

    2.4 Hipotesis ..................................................................................................... 61

  • BAB III METODE PENELITIAN

    3.1 Metode Penelitian ............................................................................................ 63

    3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................... 63

    3.3 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 63

    3.3.1 Populasi ................................................................................................ 63

    3.3.2 Sampel .................................................................................................. 63

    3.4 Variabel Independen dan Dependen ................................................................ 64

    3.5 Definisi Operasional ........................................................................................ 65

    3.6 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 66

    3.7 Prosedur Penelitian .......................................................................................... 67

    3.7.1 Tahap Persiapan ................................................................................... 67

    3.7.2 Tahap Pelaksanaan ............................................................................... 68

    3.7.3 Instrumen Penelitian ......................................................................... 68

    3.8 Uji Validitas dan Reliabiltias ........................................................................... 69

    3.8.1 Uji Validitas ............................................................................................ 69

    3.8.2 Uji Reliabilitas ........................................................................................ 69

    3.9 Etika Penelitian ................................................................................................ 71

    3.10 Pengolahan Data ............................................................................................ 71

    3.11 Teknik Analisis Data ...................................................................................... 72

    3.11.1 Model .......................................................................................................... 74

    3.11.2 Pemeriksaan Validasi Model ...................................................................... 77

    3.11.3 Interpretasi Hasil Analisis ........................................................................... 86

    3.12 Etika Penelitian .............................................................................................. 88

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

  • 4.1.Pengaruh Sikap Terhadap Kejadian Hipertensi Pra Lansia ............................. 90

    4.1.1 Analisis Univariat Sikap Terhadap Kejadian Hipertensi Pra Lansia ...... 90

    4.1.2 Analisis Bivariat Pengaruh Sikap Terhadap Kejadian Hipertensi Pra

    Lansia ............................................................................................................... 91

    4.2 Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Kejadian Hipertensi Pra Lansia .... 93

    4.2.1 Analisis Univariat Tingkat Pengetahuan Terhadap Kejadian Hipertensi Pra

    Lansia ............................................................................................................... 93

    4.2.2 Analisis Bivariat Pengaruh Tingkat Pengetahuan Terhadap Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia ....................................................................................... 95

    4.3 Pengaruh Tingkat Stres Terhadap Kejadian Hipertensi Pra Lansia ................. 98

    4.3.1 Analisis Univariat Tingkat Stres Terhadap Kejadian Hipertensi Pra

    Lansia ............................................................................................................... 98

    4.3.2 Analisis Bivariat Tingkat Stres Terhadap Kejadian Hipertensi Pra Lansia

    ........................................................................................................................ 101

    4.4 Pengaruh Perilaku Pencegahan Hipertensi Terhadap Kejadian Hipertensi Pra

    Lansia ............................................................................................................. 106

    4.4.1 Analisis Univariat Perilaku Pencegahan Hipertensi Terhadap Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia ..................................................................................... 106

    4.4.2 Analisis Bivariat Perilaku Pencegahan Hipertensi Terhadap Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia ..................................................................................... 107

  • 4.5. Pengaruh Faktor Sikap Melalui Faktor Perilaku Terhadap Kejadian Hipertensi

    Pra Lansia ............................................................................................................. 110

    4.6 Pengaruh Faktor Tingkat Pengetahuan Melalui Faktor Perilaku Terhadap

    Kejadian Hipertensi Pra Lansia ........................................................................... 112

    4.7 Pengaruh Faktor Tingkat Stress Melalui Faktor Perilaku Terhadap Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia ........................................................................................... 114

    4.8 Analisis Faktor-Faktor Yang Paling Berpengaruh Terhadap Kejadian Hipertensi

    Pra Lansia ............................................................................................................. 117

    BAB V PENUTUP

    5.1 . Simpulan ....................................................................................................... 121

    5.2 . Saran ............................................................................................................. 122

    5.3 . Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 122

    DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 124

    LAMPIRAN ........................................................................................................ 139

  • DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi ..................................... 34

    Tabel 2.2 Klasifikasi Pra Lansia Menurut Depkes 2013 ................................ 58

    Tabel 2.3 Klasifikasi Pra Lansia Menurut WHO ............................................. 58

    Tabel 3.5 Definisi Operasional ........................................................................ 65

    Tabel 3.1 Uji Linearitas ................................................................................... 72

    Tabel 3.2 Rangkuman Analisis Path ke 1 ........................................................ 75

    Tabel 3.3 Rangkuman Analisis Path ke 2 ........................................................ 75

    Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Sikap Pra Lansia d Wilayah Kerja Puskesmas

    Selomerto 2 Wonosobo .................................................................................... 90

    Tabel 4.2 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Sikap dengan Kejadian Hipertensi Pra

    Lansia ............................................................................................................... 91

    Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Pra Lansia Di Wilayah Kerja

    Puskesmas Selomerto 2 Wonosobo ................................................................. 93

    Tabel 4.4 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Tingkat Pengetahuan dengan Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia ....................................................................................... 95

  • Tabel 4.5 Distribusi Freukensi Tingkat Stres Pra Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

    Selomerto 2 Wonosobo………………….. ...................................................... 98

    Tabel 4.6 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Tingkat Stres dengan Kejadian Hipertensi

    Pra Lansia…………… ..................................................................................... 101

    Tabel 4.7 Distribusi Frekuensi Perilaku Pencegahan Hipertensi dengan Kejadian

    Hipertensi Pra Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2

    Wonosobo…………… .................................................................................... 106

    Tabel 4.8 Hasil Analisis Regresi Pengaruh Perilaku Pencegahan Hipertensi dengan

    Kejadian Hipertensi Pra Lansia ....................................................................... 107

    Tabel 4.9 Analisis Faktor- faktor yang Mempengaruhi kejadian Hipertensi

    Pra Lansia ......................................................................................................... 118

    \

  • DAFTAR GAMBAR

    Halaman

    Gambar 2.1 Pengukuran Tekanan Darah ...................................................... 39

    Gambar 2.2 Kerangka Teoritis ...................................................................... 58

    Gambar 2.3 Kerangka Berpikir ..................................................................... 59

    Gambar 3.1 Skema Path Analysis ................................................................. 72

    Gambar 3.2 Uji Normalitas P-P Plot ............................................................. 72

    Gambar 3.3 Skema Analisis Regresi Linear Berganda ................................. 76

    Gambar 3.4 Uji Validitas Koefisien Path ..................................................... 86

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1. Instrumen

    Lampiran 2. Output Spss Validasi

    Lampiran 3. Tabulasi Data Penelitian

    Lampiran 4. Output SPSS

    Lampiran 5. Surat Pengantar Studi Pendahuluan

    Lampiran 6 Surat Pengantar Ethical Clearance

    Lampiran 7 Surat Rekomendasi Ijin Validasi dari Pasca Sarjana Universitas Negeri

    Semarang

    Lampiran 8 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Pasca Sarjana Universitas

    Negeri Semarang

    Lampiran 9 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Pasca Sarjana Univeristas

    Negeri Semarang

    Lampiran 10 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Dinas Penanaman Modal dan

    Pelayanan Modal Satu Pintu Provinsi Jawa Tengah

    Lampiran 11 Surat Rekomendasi Ijin Penelitian dari Kantor Kesatuan Bangsa dan

    Politik Kabupaten Wonosobo

    Lampiran 12 Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Dinas Kesehatan Kabupaten

    Wonosobo

    Lampiran 13 Dokumenasi Penelitian

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Data World Health Organization (WHO) tahun 2015 menunjukkan sekitar

    1,13 Miliar orang di dunia menyandang hipertensi, artinya 1 dari 3 orang di dunia

    terdiagnosis hipertensi. Jumlah penyandang hipertensi terus meningkat setiap

    tahunnya, diperkirakan pada tahun 2025 akan ada 1,5 Miliar orang yang terkena

    hipertensi, dan diperkirakan setiap tahunnya 9,4 juta orang meninggal akibat

    hipertensi dan komplikasinya (WHO, 2015).

    Penyakit kardiovaskular adalah salah satu penyebab kematian terbesar di

    dunia yaitu sekitar 17 juta kematian per tahun. Prevalensi orang yang menderita

    hipertensi di dunia adalah sekitar 1,13 miliar. Hipertensi bertanggung jawab atas 45%

    komplikasi penyakit jantung (WHO, 2015).

    Hipertensi adalah salah satu penyebab utama beban penyakit global dan

    secara luas diakui sebagai gangguan kardiovaskular yang paling umum dan dapat

    menyebabkan sebagian besar stroke, penyakit jantung koroner, gagal ginjal dan

    kematian dini, yang mempengaruhi satu dari empat orang dewasa di Amerika Serikat

    dan seluruh dunia. Prevalensi hipertensi meningkat secara global, dan diperkirakan

    meningkat menjadi 30% pada tahun 2025 (Li W et al., 2017).

  • Di Inggris, 34% pria dan 30% wanita menderita hipertensi (diatas 140/90

    mmHg) atau sedang mendapatkan pengobatan hipertensi. Prevalensi hipertensi di

    dunia hampir satu miliar orang dan diperkirakan pada tahun 2025, jumlahnya

    mencapai 1,6 miliar orang (Palmer A and William, 2007).

    Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang munculnya oleh karena

    interaksi berbagai faktor. Dengan bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan

    meningkat. Karena adanya penumpukan zat kolagen pada lapisan otot sehingga

    pembuluh darah akan berangsur-angsur menyempit dan menjadi kaku. Setelah umur

    45 tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh secara umum, dengan

    bertambahnya usia maka tekanan darah akan bertambah tinggi, baik tekanan darah

    sistolik maupun tekanan darah diastolik. Peningkatan tekanan sistolik menunjukan

    resiko yang lebih penting daripada peningkatan tekanan darah diastolik

    (Widyaningrum, 2013).

    Penyakit hipertensi menjadi salah satu masalah utama dalam kesehatan

    masyarakat di Indonesia maupun dunia. Diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus

    hipertensi terjadi di negara berkembang pada tahun 2025 dari jumlah total 639 juta

    kasus di tahun 2000. Jumlah kasus hipertensi diperkirakan meningkat menjadi 1,15

    miliar kasus di tahun 2025. Prediksi kasus hipertensi ini didasarkan pada angka

    penderita hipertensi dan pertambahan penduduk saat ini (South, et al 2014).

    Sembilan puluh lima persen penderita hipertensi tidak diketahui penyebabnya

    yang dikenal dengan hipertensi essensial atau hipertensi primer, dan sisanya (5%)

  • adalah hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain yang dikenal dengan hipertensi

    sekunder. Faktor risiko hipertensi sebagian tidak dapat dikendalikan seperti

    bertambahnya usia, jenis kelamin, genetik dan ras, tetapi sebagian dapat dikendalikan

    seperti kebiasaan merokok, aktifitas fisik yang kurang, stress, obesitas, kebiasaan

    minum kopi, kelebihan asupan natrium, kekurangan asupan kalium dan magnesium

    (Asmawati N et al., 2015).

    Di Indonesia sendiri kesadaran dan pengetahuan tentang penyakit hipertensi

    masih sangat rendah, sehingga dukungan keluarga terhadap anggota keluarga

    penderita hipertensi juga rendah. Hal ini terbukti masyarakat lebih memilih makanan

    siap saji yang umumnya rendah serat, tinggi lemak, tinggi gula dan mengandung

    banyak garam. Pola makan yang kurang sehat ini merupakan pemicu penyakit

    hipertensi (Dinkes Jawa Tengah, 2016).

    Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat

    mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi.

    Sehingga pengetahuan serta sikap tentang hipertensi merupakan suatu hal yang sangat

    penting untuk dimiliki, agar bisa menanggulangi penyakit hipertensi itu sendiri

    (Dewi, 2010) dan tekanan darah bisa sangat tinggi ketika stres datang, tetapi sifatnya

    hanya sementara. Stres juga bisa memicu seseorang berperilaku buruk yang bisa

    meningkatkan risiko hipertensi (Sutomo, 2009 ).

    Keadaan stres yang berat merupakan penyebab salah satu terjadinya

    hipertensi, baik lansia, pra lansia, dewasa muda dan usia pertengahan. Sebagai

  • penurunan resiko terjadinya kerusakan organ tubuh semisal ginjal, jantung dan

    lainnya dapat dilakukan dengan mengurangi pengkonsumsian garam, serta

    memberikan motivasi penghilang stres atau membuat situasi yang nyaman yang bisa

    dikondisikan untuk menurunkan tingkat stres bagi penderita hipertensi (International

    journal of hypertension, 2011).

    Berdasarkan data dari Riskesdas, hipertensi merupakan penyakit tidak

    menular peringkat ke enam di Indonesia. Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil

    pengukuran pada penduduk umur 18 tahun ke atas pada 2007-2018 sebesar 37,57

    persen sedangkan prevalensi hipertensi seluruh Indonesia sebesar 34,1 persen

    (Riskesdas, 2018). Sedangkan menurut Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah di

    tahun 2017 penyakit hipertensi masih menempati proporsi terbesar dari seluruh

    penyakit tidak menular (PTM) yang dilaporkan, yaitu sebesar 57,87% persen

    sedangkan prevalensi Hipertensi di Kabupaten Wonosobo yaitu 42,63%.

    Berdasarkan kelompok umur, usia 45-65 tergolong dalam kategori pra usia

    lanjut (45-59 tahun) dan usia lanjut (antara 60-70 tahun) selain itu menurut penelitian

    Nugroho (2016) menyebutkan bahwa terdapat pengaruh aktifitas fisik, pola konsumsi

    lemak dan natrium dengan kejadian hipertensi pra lansia di Puskesmas Tegalrejo

    Yogyakarta. Kejadian hipertensi lebih banyak diderita pada pralansia dan lansia

    dibandingkan dengan kelompok umur yang lebih muda sebesar 55,2 % (Riskesdas,

    2018).

  • Di Indonesia, pada usia 25-44 tahun prevalensi hipertensi sebesar 29%, pada

    usia 45-64 tahun sebesar 51% dan pada usia >65 tahun sebesar 65%. Dibandingkan

    usia 55-59 tahun, pada usia 60- 64 tahun terjadi peningkatan risiko hipertesi sebesar

    2,18 kali, usia 65-69 tahun 2,45 kali dan usia >70 tahun 2,97 kali (Kemenkes, 2018).

    Di wilayah kerja Puskesmas Selomerto 2 sendiri, penyakit hipertensi masih menjadi

    masalah utama pada kalangan pra lansia, disusul dengan arthritis. Kejadian hipertensi

    pada pra lansia dapat menyebabkan kualitas hidup yang buruk, kesulitan dalam fungsi

    sosial dan fisik serta meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas akibat

    komplikasi-komplikasi yang ditimbulkannya dan diharpakan pada usia pra lansia

    dapat menurunkan angka prevalensi hipertensi di usia lansia.

    Pra lansia adalah seseorang yang berusia 45-59 tahun. Seiring bertambahnya

    usia vaskularisasi pembuluh darah akan menurun maka resiko terkena hipertensi

    menjadi lebih besar. Seseorang yang beresiko menderita hipertensi adalah usia 45

    tahun keatas. Oleh karena itu upaya untuk mengurangi atau mencegah terjadinya

    hipertensi dapat dilakukan pada usia pra lansia untuk meminimalisir kejadian

    hipertensi pada lanjut usia (Sutria & Aulia I, 2013).

    Prevalensi kasus hipertensi di Kabupaten Wonosobo tahun 2017 sebesar 3,8

    % dengan jumlah kasus sebanyak 20.987 kasus meningkat dari jumlah kasus di tahun

    2016 sebanyak 5.665 kasus. Peningkatan ini didukung oleh kegiatan Deteksi Dini

    Faktor Risiko Penyakit Tidak Menular melalui Posbindu dan Pelayanan Terpadu

    PTM di Fasilitas Kesehatan dan berdasarkan laporan terpadu penyakit tidak menular

  • per puskesmas dari Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo, kasus hipertensi di

    Kabupaten Wonosobo mengalami peningkatan sebanyak 42,63%. Dari laporan

    terpadu penyakit tidak menular per puskesmas, peningkatan kasus tertinggi ada di

    puskesmas Selomerto 2 Wonosobo dengan peningkatan kasus sebesar 4.039 kasus.

    Dari tahun 2015 sebesar 432 kasus dan tahun 2016 sebesar 526 kasus (Profil

    Kesehatan Kabupaten Wonosobo, 2017).

    Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu dilakukan suatu penelitian

    untuk mengetahui faktor yang berhubungan dengan kejadian hipertensi pada pra

    lansia yang berada dalam wilayah kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten

    Wonosobo. Dengan menganalisis faktor tersebut diharapkan dapat memodifikasi

    gaya hidup pra lansia untuk menunjang pengontrolan tekanan darah demi mencegah

    progresivitas penyakit dalam menyerang organ - organ lain sehingga kualitas hidup

    akan menjadi lebih baik.

    1.2 Identifikasi Masalah

    1.2.1 Peningkatan tekanan darah merupakan salah satu faktor resiko utama

    kematian global yaitu sebesar 9,4 juta kematian.

    1.2.2 Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius saat ini

    adalah Hipertensi yang disebut sebagai the silent killer, hipertensi merupakan

    masalah kesehatan global yang membutuhkan perhatian dan menyebabkan

    kematian.

  • 1.2.3 Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit jantung koroner,

    stroke iskemik dan hemoragik.

    1.2.4 Prevalensi peningkatan kasus hipertensi seluruh penduduk Indonesia yang

    menderita penyakit hipertensi secara nasional sebanyak 34,1 % pada tahun

    2018.

    1.2.5 Prevalensi kasus hipertensi primer di Kabupaten Wonosobo tahun 2017

    jumlah kasus sebanyak 20.987 kasus meningkat dari jumlah kasus di tahun

    2016 sebanyak 5.665, dengan hasil pengukuran hipertensi kabupaten/kota

    dengan persentase hipertensi tertinggi adalah Wonosobo yaitu 42,63 % dan

    kasus kejadian hipertensi di Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo

    mengalami kenaikan dari tahun 2015 sampai 2017.

    1.2.6 Beberapa faktor penyebab yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin, aktifias

    fisik ,asupan garam, stres, obesitas, asupan lemak, merokok yang dapat

    menyebabkan hipertensi pada lanjut usia.

    1.3 Cakupan Masalah

    Faktor genetik, usia, jenis kelamin, aktifias fisik ,asupan garam, stres, obesitas,

    asupan lemak, merokok, pengetahuan, sikap dan perilaku hipertensi.

    1.4 Rumusan Masalah

    1.4.1 Bagaimana pengaruh faktor sikap terhadap kejadian hipertensi pra lansia di

    Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

  • 1.4.2 Bagaimana pengaruh faktor tingkat pengetahuan terhadap kejadian hipertensi

    pra lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo

    Jawa Tengah?

    1.4.3 Bagaimana pengaruh tingkat pra lansia stress terhadap kejadian hipertensi pra

    lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa

    Tengah?

    1.4.4 Bagaimana pengaruh faktor perilaku terhadap kejadian hipertensi pra lansia di

    Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

    1.4.5 Bagaimana pengaruh faktor sikap melalui faktor perilaku terhadap kejadian

    hipertensi pra lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten

    Wonosobo Jawa Tengah?

    1.4.6 Bagaimana pengaruh faktor tingkat pengetahuan melalui faktor perilaku

    terhadap kejadian hipertensi pra lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

    Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah ?

    1.4.7 Bagaimana pengaruh faktor tingkat stress melalui faktor perilaku terhadap

    kejadian hipertensi pra lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2

    Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

    1.4.8 Bagaimana faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pra

    lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa

    Tengah?

    1.5 Tujuan Penelitian

  • Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan tersebut, maka

    tujuan yang dicapai dalam penelitian ini adalah :

    1.5.1 Menganalisis pengaruh faktor sikap terhadap kejadian hipertensi di Wilayah

    Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

    1.5.2 Menganalisis pengaruh faktor tingkat pengetahuan terhadap kejadian

    hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo

    Jawa Tengah?

    1.5.3 Menganalisis pengaruh tingkat stress terhadap kejadian hipertensi di Wilayah

    Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

    1.5.4 Menganalisis pengaruh faktor perilaku terhadap kejadian hipertensi di

    Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah?

    1.5.5 Menganalisis pengaruh faktor sikap melalui faktor perilaku terhadap kejadian

    hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo

    Jawa Tengah?

    1.5.6 Menganalisis pengaruh faktor tingkat pengetahuan melalui faktor perilaku

    terhadap kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2

    Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah ?

    1.5.7 Menganalisis pengaruh faktor tingkat stress melalui faktor perilaku terhadap

    kejadian hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten

    Wonosobo Jawa Tengah?

  • 1.5.8 Menganalisis faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pra

    lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa

    Tengah?

    1.6 Manfaat Penelitian

    Manfaat penelitian ini di bagi menjadi manfaat teoritis dan manfaat praktis seperti

    berikut:

    1.6.1 Manfaat Teoritis

    Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan tesis tentang analisis faktor

    yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi pra lansia di Wilayah Kerja

    Puskesmas Selomerto 2 Kabupaten Wonosobo Jawa Tengah.

    1.6.2 Manfaat Praktis

    1.6.2.1 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Wonosobo setempat sebagai bahan

    masukan bagi Dinas Kesehatan Wonosobo dalam melakukan upaya

    pencegahan hipertensi pada usia lanisa dan pengobatan hipertensi.

    1.6.2.2 Bagi Masyarakat memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor

    yang berhubungan dengan kejadian hipertensi sehingga masyarakat dapat

    melakukan upaya pencegahan dan pengobatan hipertensi secara mandiri.

  • BAB II

    KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR

    DAN HIPOTESIS PENELITIAN

    2.1 Kajian Pustaka

    2.1.1 Hipertensi

    Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan salah satu penyakit yang

    paling sering muncul di negara berkembang seperti Indonesia. Seseorang dikatakan

    hipertensi dan berisiko mengalami masalah kesehatan apabila setelah dilakukan

    beberapa kali pengukuran, nilai tekanan darah tetap tinggi, nilai tekanan darah

    sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg (Prasetyaningrum, 2014 ).

    Hipertensi merupakan faktor risiko utama pada penyakit jantung koroner,

    stroke iskemik dan hemoragik. Tingkat tekanan darah telah terbukti positif dan terus

    berhubungan dengan risiko stroke dan penyakit jantung koroner. Selain itu,

    komplikasi hipertensi juga termasuk gagal jantung, penyakit pada pembuluh darah

    perifer, gangguan ginjal, penglihatan dan perdarahan retina. Kondisi ini dapat

    menjadi beban baik dari segi finansial, karena berkurangnya produktivitas sumber

    daya manusia akibat komplikasi penyakit ini, maupun dari segi sistem kesehatan

    (WHO, 2014). Hipertensi atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi adalah

  • penyakit kronik akibat desakan darah yang berlebihan dan hampir tidak konstan pada

    arteri. Tekanan dihasilkan oleh kekuatan jantung ketika memompa darah. Hipertensi

  • berkaitan dengan meningkatnya tekanan pada arterial sistemik, baik diastolik

    maupun sistolik, atau kedua-duanya secara terus-menerus (Sutanto, 2010).

    Hipertensi merupakan faktor risiko stroke dan penyakit jantung koroner yang

    paling konsisten dan penting. Hipertensi meningkatkan risiko stroke 2-4 kali lipat tanpa

    tergantung pada faktor lainnya (Pinzon R & Asanti, 2010 ).

    Penurunan kualitas hidup pada penderita hipertensi mengakibatkan adanya

    hambatan-hambatan pada fungsi kesehatan fisik (seperti sakit kepala, dan muntah-

    muntah), psikologis (seperti mudah marah), dan hubungan sosial (seperti tidak dapat

    beraktivitas) (Sari A dkk., 2017). Hipertensi mengganggu struktur dan fungsi pembuluh

    darah serebral, menyebabkan kerusakan iskemik daerah materi putih penting untuk fungsi

    kognitif, dan dapat mendorong patologi Alzheimer (Iadecola et al., 2016).

    Risiko peningkatan tekanan darah ditentukan dari survey epidemiologi skala besar,

    terdapat hubungan antara peningkatan tekanan darah disastol dengan kejadian penyakit

    stroke dan jatung coroner ( Kaplan dalam Yulistina, 2016). Hipertensi merupakan keadaan

    peningktan tekanan darah yang akan memberi gejala lanjut ke suatu organ target seperti

    stroke, penyakit jantung coroner (untuk pembulluh darah jantung) hipertropi vertical

    kanan/ left ventricle hypertrophy ( utnuk otot jantung) dengan target organ di otak yang

    berupa stroke, hipertensi menjadi penyebab utama stroke yang membawa kematian yang

    tinggi. Selain itu hipertensi merupakan suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan

    darah yang memberi gejala berlanjut pada suatu target organ tubuh sehingga timbul

    kerusakan lebih berat seperti stroke (terjadi pada otak dan berdampak pada kematian yang

    tinggi), penyakit jantung koroner (terjadi pada kerusakan pembuluh darah jantung) serta

    penyempitan ventrikel kiri / bilik kiri (terjadi pada otot jantung). Selain penyakit-penyakit

  • tersebut, hipertensi dapat pula menyebabkan gagal ginjal, penyakit pembuluh lain, diabetes

    mellitus dan lain-lain (Syahrini N et al., 2012). Dampak dari penyakit hipertensi bila tidak

    diatasi dengan pengobatan dan perawatan secara dini dapat menimbulkan berbagai macam

    bahaya bagi tubuh diantaranya stroke, gagal jantung, gagal ginjal, aterosklerosis, dan

    infark miokard (Batin W O S et al., 2017).

    2.1.2 Faktor Resiko Hipertensi

    Faktor risiko hipertensi di bedakan oleh dua faktor yaitu faktor yang tidak dapat diubah

    dan faktor yang dapat diubah.

    2.1.2.1 Faktor yang tidak dapat diubah

    2.1.2.1.1 Umur

    Umur merupakan salah satu variabel yang penting dari person/manusia karena

    angka-angka kesakitan maupun kematian hampir semua keadaannya menunjukkan

    hubungan dengan umur (Rilie et al., 2013) dan menurut penelitian (Levine D A et al.,

    2011) bahwa ketika usia rata-rata sekitar 45 tahun, adalah 34,5% pada pria kulit hitam

    37,6% pada wanita kulit hitam 21,4% pada pria kulit putih dan 12,3% pada wanita kulit

    putih wanita mengalami hipertensi.

    Hipertensi pada orang dewasa berkembang mulai umur 18 tahun ke atas. Hipertensi

    meningkat seiring dengan pertambahan umur, semakin tua usia seseorang maka

    pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Hal ini menyebabkan banyaknya

    zat kapur yang beredar bersama aliran darah. Akibatnya darah menjadi lebih padat dan

    tekanan darah pun meningkat. Endapan kalsium di dinding pembuluh darah menyebabkan

    penyempitan pembuluh darah (arteriosklerosis). Aliran darah pun menjadi terganggu dan

    memacu peningkatan tekanan darah (Artiyaningrum & Azam, 2016).

  • Semakin tua usia kejadian tekanan darah semakin tinggi. Hal ini dikarenakan

    pada usia tua perubahan struktural dan fungsional pada system pembuluh perifer

    bertanggung jawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut. Perubahan

    tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya elastisitas jaringan ikat, dan penurunan dalam

    relaksasi otot polos pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan

    distensi dan daya regang pembuluh darah (Smeltzer & Bare, 2001 dalam Novian, 2013).

    Usia mempengaruhi kejadian Hipertensi baik pada wanita maupun laki- laki terutama usia

    tua (Macia et al., 2016).

    Penelitian yang dilakukan oleh (Ulakan et al., 2017) bahwa proporsi hipertensi

    pada laki-laki didapatkan lebih tinggi dibanding pada wanita, dengan proporsi masing-

    masing 53,3% dan 50,0% dan sejalan juga dengan penelitian (Sartik et al., 2017) bahwa

    pada proporsi hipertensi pada umur ≥ 40 tahun lebih tinggi dibandingkan proporsi

    hipertensi pada umur < 40 tahun. Artinya semakin tua umur semakin berisiko menderita

    hipertensi. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa umur memiliki hubungan yang

    signifikan dengan kejadian hipertensi begitu juga pada analisis multivariat dimana umur

    merupakan variabel yang paling berpengaruh terhadap kejadian Hipertensi.

    Kepekaan terhadap hipertensi akan meningkat seiring dengan bertambahnya

    umur sesorang. Individu yang berumur diatas 60 tahun, 50-60% mempunyai tekanan darah

    lebih besar atau sama dengan 140/90 mmHg. Hal itu merupakan pengaruh degenerasi yang

    terjadi pada orang yang bertambah usianya (Susilo, 2011). Hipertensi pada lansia

    disebabkan karena proses penuaan dimana terjadi perubahan sistem kardiovaskuler, katup

    mitral dan aorta mengalami sklerosis dan penebalan, miokard menjadi kaku dan lambat

  • dalam berkontraktilitas. Kemampuan memompa jantung harus bekerja lebih keras

    sehingga terjadi hipertensi (Herlinah L et al., 2013).

    2.1.2.1.2 Jenis Kelamin

    Setiap jenis kelamin memiliki struktur organ dan hormone yang berbeda. Demikian juga

    pada perempuan dan laki-laki. Berkaitan dengan hipertensi, laki-laki mempunyai risiko

    lebih tinggi untuk menderita hipertensi lebih awal. Laki-laki juga mempunyai risiko yang

    lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas kardiovaskuler. Sedangkan pada

    perempuan, biasanya lebih rentan terhadap hipertensi ketika mereka sudah berumur diatas

    umur 50 tahun.

    Jenis kelamin perempuan memang lebih menonjol dari pada laki-laki, hal ini dapat

    dihubungkan dengan faktor hormonal yang lebih besar terdapat didalam tubuh perempuan

    dibandingkan dengan laki-laki. Faktor hormonal inilah yang menyebabkan peningkatan

    lemak dalam tubuh atau obesitas. Selain faktor hormonal yang menyebabkan timbulnya

    obesitas pada perempuan, obesitas juga disebabkan karena kurangnya aktifitas pada kaum

    perempuan dan lebih sering menghabiskan waktu untuk bersantai dirumah. (Junaidi, 2010

    dalam Agrina et al., 2011) dan menurut penelitian (Luthfi F, 2019) bahwa Hasil penelitian

    ada hubunganyang signifikan antara umur responden dengan kejadian hipertensi (Pvalue =

    0,007 < α = 0,05), ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian

    hipertensi (Pvalue = 0,032 < α = 0,05).

    Berdasarkan hasil penelitian (Mohammad, 2017) bahwa hipertensi lebih banyak

    terjadi pada pria daripada pria perempuan karena perilaku dan fakta mereka bahwa mereka

    makan lebih banyak daripada wanita. laki-laki juga punya lebih banyak faktor risiko untuk

    hipertensi termasuk merokok, stres emosional dan konsumsi alkohol, maka laki-laki (laki-

  • laki) lebih tinggi risiko terkena hipertensi dibandingkan dengan perempuan dan sejalan

    juga dengan hasil penelitian (Wulandari R.A & Madanijah S, 2015) bahwa subjek yang

    berjenis kelamin perempuan umumnya tergolong dalam pre-hipertensi dan hipertensi

    tingkat I. Hanya sedikit subjek yang memiliki tekanan darah normal (5,1%). Jumlah

    hipertensi lebih tinggi pada laki-laki hingga usia 55 tahun. Setelah umur 55 tahun,

    perempuan mengalami masa menopause sehingga jumlah hipertensi pada perempuan

    meningkat pada usia tersebut.

    2.1.2.1.3 Keturunan

    Adanya faktor genetic/keturunan pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga

    tersebut mempunyai risiko menderita hipertensi. Individu dengan orang tua hipertensi

    mempunyai risiko dua kali lebih besar untuk menderita hipertensi daripada individu yang

    tidak mempunyai keluarga dengan riwayat hipertensi (Susilo, 2011) sedangkan menurut

    penelitian (Igarashi et al., 2016) riwayat keluarga (FH) hipertensi merupakan faktor risiko

    yang mapan untuk perkembangan hipertensi.

    Individu dengan riwayat keluarga hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih besar

    untuk menderita hipertensi daripada orang yang tidak mempunyai keluarga dengan riwayat

    hipertensi. Selain itu, insidensi hipertensi juga meningkat seiring dengan pertambahan

    umur (Tjekyan, 2014).

    Faktor keturunan memang memiliki peran yang besar terhadap munculnya

    hipertensi. Hal tersebut terbukti dengan ditemukannya bahwa kejadian hipertensi lebih

    banyak terjadi ada kembar monozigot dibanding heterozigot (berasal dari sel telur berbeda)

    (Suiraoka, 2012).

  • Menurut penelitian yang dilakukan oleh (Herziana, 2017) bahwa ada hubungan

    antara faktor riwayat keluarga dengan kejadian hipertensi, hal ini disebabkan faktor

    keturunan memiliki peran besar terhadap munculnya penyakit hipertensi.

    2.1.2.2 Faktor yang dapat diubah

    2.1.2.2.1 Obesitas / Kegemukan

    Ada beberapa sebab mengapa kelebihan berat badan bisa memicu hipertensi. Masa tubuh

    yang besar membutuhkan lebih banyak darah untuk menyediakan oksigen dan makanan ke

    jaringan tubuh. Artinya, darah yang mengalir dalam pembuluh darah semakin banyak

    sehingga dinding arteri mendapatkan tekanan lebih besar.

    Gizi lebih dapat menyebabkan gangguan dalam fungsi tubuh, merupakan risiko

    untuk menderita penyakit seperti diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner,

    penyakit kanker dan dapat memperpendek harapan hidup (Nur, 2013) sedangkan menurut

    penelitian yang dilakukan oleh (Raji et al., 2017), bahwa perempuan dan laki- laki dinilai

    memiliki hipertensi dikaitkan dengan kelebihan berat badan atau obesitas dan terjadi di

    daerah perkotaan dan pedesaan.

    Obesitas merupakan faktor risiko utama untuk hipertensi esensial, diabetes, dan

    kondisi komorbid lain yang berkontribusi terhadap perkembangan penyakit ginjal kronis.

    Obesitas meningkatkan tekanan darah dengan meningkatkan reabsorpsi natrium tubulus

    ginjal, mengganggu tekanan natri- uresis, dan menyebabkan ekspansi volume melalui

    aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin − angiotensin − aldosteron dan dengan

    kompresi fisik ginjal, terutama ketika ada peningkatan adipositas visceral (Hall et al.,

    2014) dan menurut (Macia E et al., 2016) bahwa obesitas umum dan obesitas sentral

    signifikan terhadap kejadian hipetensi.

  • Adanya hubungan antara obesitas terhadap kejadian hipertensi didukung dengan

    teori yang menyatakan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko hipertensi yang

    terkontrol (Lasianjayani T & Martini S, 2014) risiko terkena hipertensi dengan berat badan

    lebih, berpeluang 2,3 kali dibandingkan dengan berat badan normal dan kurus. Responden

    dengan berat badan lebih akan terjadi penumpukan jaringan lemak, yang dapat

    menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah dalam meningkatkan kerja jantung

    untuk dapat memompakan darah ke seluruh tubuh (Pradono J, 2010). Dan berdasarkan hasil

    penelitian yang telah dilakukan oleh (Pratiwi V R & Tala Z Z, 2014), pada penderita

    obesitas atau kelebihan berat badan, beresiko lebih besar menderita hipertensi

    dibandingkan orang yang kurus. Obesitas atau kegemukan merupakan faktor resiko yang

    sering dikaitkan dengan hipertensi. Resiko terjadi hipertensi pada individu yang semula

    normotensi bertambah dengan meningkatnya berat badan. Individu dengan kelebihan berat

    badan 20% memiliki risiko 3 – 8 kali lebih tinggi dibandingkan dengan individu dengan

    berat badan normal

    2.1.2.2.2 Stres

    Tekanan darah bisa sangat tinggi ketika stres datang, tetapi sifatnya hanya sementara. Stres

    juga bisa memicu seseorang berperilaku buruk yang bisa meningkatkan risiko hipertensi

    (Sutomo, 2009 ).

    Stres adalah salah satu faktor penyebab hipertensi. Responden dengan hipertensi

    kebanyakan juga mengalami tingkat stres pengasuhan yang tinggi (53,6% pada ayah dan

    64,5% pada ibu). Faktor psikologi, Khususnya stres, dapat menyebabkan tekanan darah

    tinggi. Ini karena emosi yang kuat dan kecemasan yang berkelanjutan ditransformasikan

  • menjadi reaksi somatik langsung dari sistem peredaran darah yang mempengaruhi denyut

    jantung, darah sirkulasi, dan tekanan darah (Kamerawati C, 2018).

    2.1.2.2.3 Merokok

    Zat-zat kimia tembakau, seperti nikotin dan karbon monoksida dari asap rokok, membuat

    jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah. Merokok dapat menyebabkan

    hipertensi akibat zat-zat kimia yang terkandung di dalam tembakau yang dapat merusak

    lapisan dalam dinding arteri, sehingga arteri lebih rentan terjadi penumpukan plak

    (arterosklerosis). Hal ini terutama disebabkan oleh nikotin yang dapat merangsang saraf

    simpatis sehingga memacu kerja jantung lebih keras dan menyebabkan penyempitan

    pembuluh darah, serta peran karbonmonoksida yang dapat menggantikan oksigen dalam

    darah dan memaksa jantung memenuhi kebutuhan oksigen tubuh (Setyanda et al., 2015).

    Merokok adalah faktor risiko penting, terutama di kalangan individu non-obesitas

    dan mereka yang tidak memiliki riwayat hipertensi, menarik dan harus dikonfirmasi pada

    populasi lain (Cote et al, 2013). Merokok dapat meningkatkan risiko hipertensi. Merokok

    mampu merusak jantung secara langsung dengan memicu vasokonstriksi dan mempercepat

    detak jantung yang akan menyebabkan jantung bekerja keras dan meningkatkan tekanan

    darah (Martiani A & Rosa L, 2012).

    Seseorang yang merokok lebih dari satu (15 batang) rokok sehari memiliki risiko 2

    kali lebih rentan untuk menderita hipertensi dan penyakit kardiovaskuler daripada mereka

    yang tidak merokok (Armilawaty et al., 2016).

    Seseorang merokok dua batang maka tekanan sistolik maupun diastolik akan

    meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit

  • setelah berhenti menghisap rokok. Sedangkan untuk perokok berat tekanan darah akan

    berada pada level tinggi sepanjang hari (Sheps S G, 2005) didikung oleh penelitian

    (Antimas N A et al., 2017) bahwa untuk faktor risiko konsumsi rokok berdasarkan

    kebiasaan merokok yaitu sebanyak 97 (25,5%), intensitas perokok ringan sebanyak 73

    (75,3%), penggunaan jenis rokok filter sebanyak 95 (97%) dan perilaku merokok pasif

    sebanyak 380 (100%) yang menyebabkan kejadian hipertensi dan didukung oleh penelitian

    (Loisa M. et al., 2018) menyatakan bahwa responden dengan kebiasaan merokok lebih

    mudah terkena hipertensi 28 orang (58,3%) dan didukung oleh penelitian (Sinadia A A et

    al., 2018) bahwa merokok dapat berhubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi.

    Pada umumnya hipertensi pada pria terjadi di usia 40-65 tahun. sehingga didapatkan

    bahwa ada hubungan antara status merokok.

    Zat-zat kimia beracun dalam rokok dapat mengakibatkan tekanan darah tinggi atau

    hipertensi. Salah satu zat beracun tersebut yaitu nikotin, dimana nikotin dapat

    meningkatkan adrenalin yang membuat jantung berdebar lebih cepat dan bekerja lebih

    keras, frekuensi denyut jantung meningkat dan kontraksi jantung meningkat sehingga

    menimbulkan tekanan darah meningkat. Tingginya risiko hipertensi pada perokok dapat

    diakibatkan peningkatan kekakuan arteri sehingga menurunkan elastisitas pembuluh darah

    (Widiana I M R, et al., 2017).

    Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Yang Y et al., 2017), adalah penelitian yang

    pertama menilai pengaruh merokok terhadap merokok pada hipertensi lazim pada lebih

    dari 5 juta pasangan. Studi saat ini telah mengungkapkan hubungan yang signifikan antara

    status merokok suami dan status hipertensi istri dengan cara kategoris dan dosis.

    Mengingat besarnya beban merokok dan hipertensi tangan kedua, penelitian saat ini

  • memiliki beberapa implikasi terhadap kesehatan masyarakat dan penelitian oleh (Cote et

    al., 2012) bahwa merokok dapat meningkatkan resiko dari penderita hipertensi pada

    responden berkulit putih.

    Kebiasaan merokok dapat menyebabkan gangguan kardiovaskuler pada lansia

    sebagaimana dengan teori yang dikemukakan oleh (Agustina et al., 2015) yaitu penyebab

    terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai faktor seperti stres, kegemukan, merokok,

    hipernatriumia.

    Kebiasaan merokok dapat meningkatkan tekanan darah menjadi tinggi. Kebiasaan

    merokok dapat meningkatkan risiko diabetes, serangan jantung dan stroke. Karena itu, jika

    kebiasaan ini terus dilanjutkan ketika seseorang menderita tekanan darah tinggi, hal ini

    merupakan kombinasi yang sangat berbahaya (Herziana, 2017).

    2.1.2.2.4 Kurang olahraga / aktifitas fisik

    Faktor ini merupakan salah satu langkah mengatasi faktor pertama. Jika seseorang kurang

    gerak, frekuensi denyut jantung menjadi lebih tinggi sehingga memaksa jantung bekerja

    lebih keras setiap kontraksi.

    Adapun cara penanganan untuk menurunkan hipertensi adalah dengan beraktifitas

    secara fisik dan olahraga cukup dan secara teratur. Kegiatan ini secara terbukti dapat

    membantu menurunkan hipertensi, oleh karena itu penderita hipertensi dianjurkan untuk

    berolahraga cukup dan secara teratur (Suoth et al., 2014).

    Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Li W et al., 2017) bahwa kedua

    IMT meningkat dan berkurangnya aktivitas fisik tampaknya memainkan peran penting

  • dalam risiko hipertensi di kalangan orang Cina populasi setengah baya dan lebih tua.

    Risiko hipertensi terkait dengan kelebihan berat badan dan obesitas bisa berkurang secara

    signifikan dengan meningkatnya tingkat aktivitas fisik.

    Olahraga dihubungkan dengan pengelolaan tekanan darah. Olahraga yang teratur

    dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurang olahraga

    akan meningkatkan kemungkinan obesitas dan asupan garam dalam tubuh. Kurang

    olahraga memiliki risiko 30-50% lebih besar mengalami hipertensi (Mac Mahon S et al.,

    2004).

    Menuurt peneltian oleh (Diaz & Shimbo, 2013), menyebutkan bukti terbaru dari

    penelitian prospektif terus menunjukkan hubungan antara keduanya aktivitas fisik dan

    kejadian hipertensi. Data ini didukung oleh tubuh besar literatur tentang efek aktivitas fisik

    / intervensi olahraga terhadap BP di antaranya normotensives dan prehypertensives.

    Bersama-sama, bukti yang ada sangat mendukung antara peran untuk aktivitas fisik dalam

    pencegahan hipertensi.

    Penelitian yang dilakukan (Brown et al., 2014), menyelaskan bahwa aktivitas fisik

    mengurangi hubungan positif antara berat badan dan risiko hipertensi, terutama bagi obes

    wanita. Dibandingkan dengan wanita dengan aktivitas tinggi yang sehat, risiko hipertensi

    pada wanita dengan obesitas tinggi 3,4 kali lebih besar dan pada wanita tidak aktif obesitas

    4,9 kali lebih besar dengan demikian bahwa aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan

    sehat dikaitkan dengan rendahnya risiko hipertensi. Aktivitas fisik berkurang namun tidak

    menghilangkan efek obesitas pada risiko hipertensi sedangkan menurut penelitian (Jackson

    C, 2014) bahwa baik aktivitas fisik dan pemeliharaan berat badan yang sehat dikaitkan

  • dengan risiko yang lebih rendah hipertensi. Aktivitas fisik berkurang tetapi tidak

    menghilangkan efek obesitas pada risiko hipertensi.

    Aktifitas fisik mempengaruhi stabilitas tekanan darah (Fatmawati S et al., 2017).

    Aktivitas fisik yang kurang akan meningkatkan resiko kegemukan yang juga merupakan

    salah satu faktor resiko dari hipertensi dan penyakit degenerative lainnya. Aktivitas fisik

    seperti olahraga yang teratur akan menurunkan tahann perifer untuk menurunkan tekanan

    darah. Selain itu, olahraga yang teratur melatih otot jantung dalam pekerjaan berat di

    kondisi tertentu, sehingga otot jantung memompa darah lebih keras dan sering. Hal ini

    menyebabkan tekanan pada dinding arteri semakin besar (Price & Wilson, 2006 dalam

    Yulistina, 2016 ).

    Pada awal permulaan aktivitas fisik dan selama aktivitas fisik terjadi peningkatan

    denyut jantung hal ini dapat menyebabkan peningkatan curah jantung sehingga dapat

    mengakibatkan meningkatnya tekanan darah. Peningkatan curah jantung dapat terjadi

    karena disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan suplai oksigen dari otot-otot yang

    bekerja (Aripin, 2015).

    Olahraga teratur tidak hanya berguna sebagai metode pengobatan untuk individu

    dengan hipertensi tetapi juga dianjurkan sebagai sarana untuk pencegahan hipertensi.

    Selain menurunkan tekanan darah tinggi, aktifitas fisik juga mengurang kontribusi

    terhadap risiko kardiovaskular, memperbaiki profil lipid dan menurunkan risiko diabetes

    tipe 2. Olahraga dihubungkan dengan pengelolaan tekanan darah. Olahraga yang teratur

    dapat menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah. Kurang olahraga

    akan meningkatkan kemungkinan obesitas dan asupan garam dalam tubuh. Kurang

  • olahraga memiliki risiko 30-50% lebih besar mengalami hipertensi (Fatmawati, S &

    Junaid, 2017).

    Olahraga jalan kaki menurunkan tekanan darah pada lansia dengan hipertensi status

    gizi obesitas. Hasil penelitian dapat dianggap sebagai pertimbangan dalam mengambil

    kebijakan program kesehatan masyarakat untuk lansia dengan hipertensi pada efektivitas

    olahraga berjalan sebagai salah satu cara dalam mengurangi tekanan darah (Yulisa D K,

    2018) dan menurut penelitian (Rofika, 2018) bahwa Senam Tera dan Senam Sehat Gym

    efektif dalam menurunkan tekanan darah pada lansia hipertensi.

    Penderita hipertensi karena olahraga terbukti dapat merombak lemak yang

    berbahaya. Olahraga juga dapat menghindari terjadinya penimbunan lemak di dinding

    pembuluh darah. Apabila penderita hipertensi jarang melakukan olahraga maka

    penimbunan lemak di dinding pembuluh darah tidak dapat dihindari, akibatnya terjadi

    peningkatan tekanan darah/ hipertensi (Herwati, 2014) dan sejalan juga dengan penelitian

    (Jannah L M & Ernawaty, 2018) bahwa menunjukkan adanya hubungan yang signifikan

    antara kebiasaan olahraga dengan kejadian hipertensi. Responden yang tidak pernah

    olahraga banyak yang menderita hipertensi, sedangkan responden yang berolahraga secara

    teratur (lebih dari tiga kali dalam satu minggu) dengan durasi olahraga yang cukup (lebih

    dari dua puluh menit) hanya sedikit yang menderita hipertensi. Orang yang tidak aktif

    cenderung mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi sehingga otot jantung

    harus bekerja lebih keras pada setiap kontraksi. Makin keras dan sering otot jantung me-

    mompa maka makin besar tekanan yang dibebankan pada arteri (Atun L et al., 2014).

    2.1.2.2.5 Alkohol

  • Sekitar 5-20% kasus hipertensi disebabkan oleh alkohol. Hubungan alkohol dan hipertensi

    memang belum jelas. Tetapi penelitian menyebutkan, risiko hipertensi meningkat dua kali

    lipat jika mengkonsumsi alkohol tiga gelas atau lebih (Sutomo, 2009 ).

    Menurut (Komaling et al., 2013), alkohol memiliki efek yang hamper sama dengan

    karbon monoksida, yaitu dapat meningkatkan keasaman darah. Darah menjadi lebih kental

    dan jantung dipaksa untuk memompa darah lebih kuat lagi agar darah yang sampai ke

    jaringan mencukupi. Ini berarti juga terjadi peningkatan tekanan darah.

    Perilaku mengonsumsi alkohol dapat meningkatkan sintesis katekolamin, yang

    dapat memicu kenaikan tekanan darah (Rahmawati R & Amiruddin, 2017).

    2.1.2.2.6 Konsumsi natrium berlebih

    Menurut (Anggraini P et al., 2016) pengaruh asupan natrium terhadap hipertensi terjadi

    melalui peningkatan volume plasma dan tekanan darah. Natrium merupakan kation utama

    dalam cairan ektraseluler yang berperan penting dalam mempertahankan volume plasma

    dan ekstraseluler, keseimbangan asam-basa dan juga fungsi neuromuskular. Asupan tinggi

    natrium dapat menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat

    sehingga untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar dan mengakibatkan

    peningkatan cairan ektraseluler yang mengakibatkan meningkatnya volume darah dan

    berdampak pada peningkatan tekanan darah.

    Konsumsi garam yang tinggi dihubungkan dengan terjadinya hipertensi esensial,

    terlihat dari penelitian epidemiologi terhadap tekanan darah orang yang konsumsi

    makanannya garam tinggi. Namun demikian kebanyakan dari mereka tidak menderita

    hipertensi, pasti ada perbedaan sensitivitas terhadap garam. Suatu respon tekanan darah

  • yang sensitif terhadap garam / sodium didefinisikan sebagai kenaikan rata – rata tekanan

    darah arteri sebesar (Pramana K D et al., 2016).

    Menurut hasil penelitian oleh (Artiyaningrum B, 2016) bahwa konsumsi garam

    yang tinggi memiliki risiko 4,173 kali mengalami hipertensi tidak terkendali dibandingkan

    pada konsumsi garam dalam jumlah normal sedangkan menurut penelitian (Ha S K, 2014)

    bahwa pengurangan garam makanan dari asupan saat ini dari 9-12 g / hari ke tingkat yang

    direkomendasikan kurang dari 5-6 g / hari akan memiliki mayor efek menguntungkan pada

    kesehatan jantung bersama dengan biaya perawatan kesehatan utama penghematan di

    seluruh dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sangat merekomendasikan untuk

    mengurangi asupan garam sebagai salah satu tindakan prioritas utama mengatasi krisis

    penyakit tidak menular global dan mendesak negara-negara anggota untuk mengambil

    tindakan untuk mengurangi asupan garam untuk mengurangi populasi jumlah kematian

    akibat hipertensi, penyakit kardiovaskular dan stroke dan didukung oleh penelitian (Gray

    C et al., 2013) bahwa asupan garam yang tinggi menyebabkan tekanan darah tinggi,

    bahkan ketika terjadi sebelum kelahiran - suatu mekanisme yang diakui untuk tinggal di

    perkembangan ginjal yang berubah dan kemudian berfungsi dan menurut penelitian

    (Wahyuni T et al., 2016) bahwa tingkat kecukupan natrium merupakan faktor risiko

    terhadap kejadian hipertensi. Pra lansia wanita dengan yang tingkat kecukupan natrium

    lebih memiliki risiko terkena hipertensi sebesar 10,45 kali dibandingkan dengan pra lansia

    yang tingkat kecukupan natrium baik.

    Konsumsi natrium tinggi dapat menyebabkan tubuh meretensi cairan yang dapat

    meningkatkan volume darah. Konsumsi natrium tinggi juga dapat mengecilkan diameter

    arteri, akibatnya jantung harus memompakeras untuk mendorong volume darah melalui

  • ruang yang semakin sempit, sehingga tekanan darah menjadi naik dan mengakibatkan

    hipertensi (Syafni A, 2014) dan sejalan juga dengan hasil penelitian (Kurnianingtyas B F

    et al., 2016) bahwa Asupan natrium berlebih mempunyai nilai OR = 6,600 (95%CI =1,3-

    32,8), maka dapat disimpulkan bahwa asupan natrium berlebih merupakan faktor risiko

    terhadap kejadian hipertensi dan didukung oleh penelitian (Kurniasih D et al.,2017) bahwa

    Hasil uji statistic menunjukkan bahwa baik kebiasaan ataupun tingkat asupan natrium pada

    responden hipertensi maupun normotensi bernilai p>0,05 yang berartitidak ada hubungan

    bermakna (signifikan) antara kebiasaan konsumsi makanan tinggi natrium dengan kejadian

    hipertensi pada lansia yang tinggal di dataran tinggi.

    2.1.2.2.7 Konsumsi lemak berlebih

    Membatasi konsumsi lemak dilakukan agar kadar kolesterol darah tidak meningkat. Kadar

    kolesterol darah yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya endapan kolesterol dalam

    dinding pembuluh darah. Apabila endapan ini semakin banyak dapat menyumbat

    pembuluh darah dan mengganggu peredaran darah (Widyanto et al 2013, dalam Poke,

    2015).

    Menurut hasil penelitian (Manawan A A et al., 2016) yaitu Berdasarkan hasil

    analisis hubungan antara asupan lemak dengan kejadian hipertensi di Desa Tandengan

    Satu Kecamatan Eris Kabupaten Minahasa terdapat hubungan antara asupan lemak dengan

    kejadian hipertensi dengan analisis Chi-Square pada tingkat kemaknaan 95% dan nilai α

    atau tingkat kesalahan =0,05 diperoleh p=0,000.

    Asupan lemak dapat meningkatkan kadar tekan darah diastolik dan sislotik. Hal

    ini disebabkan, kebiasaan mengkonsumsi lemak terutama lemak jenuh sangat erat

  • kaitannya dengan peningkatan berat badan yang dapat berisiko terjadinya hipertensi.

    Konsumsi lemak jenuh juga dapat meningkatkan risiko aterosklerosis yang berkaitannya

    dengan tekanan darah. Penurunan konsumsi lemak jenuh, terutama lemak dalam makanan

    yang bersumber dari hewan dan peningkatan konsumsi asam lemak tidak jenuh

    secukupnya yang berasal dari minyak sayuran, biji-bijian dan makanan yang lain yang

    bersumber dapat menurunkan tekanan darah (Kembuan I.Y et al., 2016).

    2.1.2.2.8 Penyakit penyerta

    Penyebab hipertensi dibedakan menjadi 2 yaitu: hipertensi essensial (hipertensi primer)

    yang penyebabnya tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang disebabkan oleh penyakit

    lain. Sekitar 90% penderita hipertensi termasuk hipertensi primer, sedangkan yang 10%

    termasuk disebabkan hipertensi sekunder (Suiraoka, 2012). Penyebab hipertensi sekunder

    antara lain: penyakit ginjal yang disebut hipertensi renal (renal hypertension) yaitu

    penyakit ginjal yang dapat mempengaruhi kelenjar adrenal, termasuk di antaranya adalah

    glomerulonephritis pielonefritis, nekrosis tubular akut, tumor ginjal. Kelainan vasculer

    juga dapat menyebabkan hipertensi sekunder seperti aterosklerosis, trombosis, emboli

    kolesterol, aneurisma, hiperplasia. Kelainan endokrin seperti diabetes melitus,

    hipertiroidisme, hipotiroidisme juga menjadi penyebab hipertensi sekunder. Penyebab lain

    dari hipertensi sekunder yaitu hipertensi karena kehamilan (gestational hypertension) yang

    biasanya terjadi pada trimester ke tiga kehamilan (Aripin, 2015).

    2.1.2.2.9 Obat- obatan

    Di Indonesia berdasarkan analisis data (Riskesdas, 2013) oleh Badan Litbangkes

    Kemenkes RI menunjukkan bahwa kontrasepsi pil merupakan faktor risiko terjadinya

    hipertens. Wanita usia 15-49 tahun yang menggunakan kontrasepsi pil berisiko 1,4 kali

  • untuk mengalami hipertensi disbanding mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi pil

    dan didukung oleh penelitian lainnya yang menunjukkan pengguna kontrasepsi pil berisiko

    3,458 kali mengalami kejadian hipertensi pada pengguna kontrasepsi pil dibandingkan

    yang tidak menggunakan kontrasepsi pil (Ardiningsih et al., 2017).

    Penelitian yang dilakukan (Fitriani N & Neffrety N, 2017) membuktikan bahwa

    pasien yang diberikan obat antihipertensi sejenis Hidroklorotiazid, Kaptopril, Amlodipin,

    mengalami penurunan tekanan darah secara bermakna antara hari ke-1 dengan hari ke-30.

    Hal ini masih tidak bisa menggambarkan kejadian peningkatan tekanan darah secara

    crossectional, sebab untuk mengetahuinya diperlukan waktu yang panjang dan

    eksperimental secara keberlanjutan dan menurut penelitian (Pujasari A et al., 2015) bahwa

    ada hubungan antara lamanya pengobatan dengan ketidakpatuhan dengan kejadian

    hipertensi.

    Penggunaan alat kontrasepsi pil pada wanita dapat mempengaruhi tekanan darah.

    Kontrasepsi pil yang mengandung hormon estrogen dan progesterone dapat menyebabkan

    terjadinya peningkatan tekanan darah. Estrogen akan mempengaruhi sistem renin

    angiotensin yang merupakan system endokrin yang penting dalam pengontrolan tekanan

    darah. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi

    angiotensin II. Angiotensin II bersifat vasokontriksi dan menstimulasi sekresialdosteron

    dari korteks adrenal. Aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara

    mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali

    dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan

    meningkatkan volume dan tekanan darah (Ardiningsih U et al., 2017) dan menurut

    penelitian (Fatmasari Y et al., 2018) bahwa dari 100 responden penelitian menemukan

  • 47% responden yang hipertensi. Itu proporsi hipertensi tertinggi pada responden yang

    memiliki durasi penggunaan kontrasepsi hormonal> 5 tahun (62,8%), jenis kontrasepsi

    hormonal jenis pil yang digunakan (62,5%), pengetahuan tentang efek samping

    kontrasepsi hormonal yang baik (48,1%). Diperlukan pemeriksaan tekanan darah secara

    teratur, mempertahankan gaya hidup sehat dan lebih bijak dalam menggunakan kontrasepsi

    hormonal.

    Berdasarkan hasil uji statistik antara konsumsi obat-obatan dengan tekanan darah,

    maka dapat disimpulkan tidak ada hubungan yang signifikan menurut (Fitriani N, 2017)

    dan sejalan dengan penelitian (Mariani R & Fepi S, 2015) menyebutkan bahwa ada

    hubungan antara minum obat dengan tingkat hipertensi pada pasien hipertensi. Orang

    dengan minum obat teratur berpeluang tidak terkena hipertensi sebanyak 5,429 kali

    dibandingkan dengan orang yang minum obat tidak teratur, hal ini sesuai dengan teori

    mengatakan bahwa kepatuhan minum obat pada pengobatan hipertensi sangat penting

    karena dengan minum obat antihipertensi secara teratur dapat mengontrol tekanan darah

    penderita hipertensi (Takahashi K et al., 2011).

    Terkait keteraturan minum obat, terdapat penderita yang sudah menyadari

    konsekuensi dari penyakitnya sehingga patuh dan rutin meminum obat, tetapi ada pula

    penderita yang tidak rutin meminum obatnya. Terdapat beberapa kategori penderita yang

    tidak rutin meminum obat, yaitu penderita yang sering malas dan lupa meminum obat,

    penderita yang hanya minum beberapa obat hingga gejala tidak lagi dirasakan, penderita

    yang menghabiskan satu paket obat, namun tidak mengambil kembali obat ke pelayanan

    kesehatan, serta penderita yang menghentikan sendiri pengobatannya sewaktu-waktu

    (Sabrina B et al., 2015).

  • Selain dengan menggunakan terapi obat-obatan kimia penyakit hipertensi juga

    dapat dicegah dan diminimalisir dengan pengaturan pola makan yang sehat dan seimbang

    (Sutria E & Aulia I, 2013).

    2.1.3 Klasifikasi Hipertensi

    Berdasarkan penyebabnya (Corwin, 2000 dalam Yulistina, 2016) menjelaskan klasifikasi

    hipertensi berdasarkan etiologi, hipertensi primer (esensial) merupakan 90% penyebab dari

    kasus penderita hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secara

    psti. Beberapa faktor yang mempengaruhi dalam terjadinya hipertensi esensial, seperti :

    faktor genetic, psikologis, serta faktor lingkungan dan diet ( peningkatan pengunaan garam

    dan berkurangnya asupan kalium atau kalsium ).

    Hipertensi sekunder, yaitu hipertensi penyebab dan patofisiologi dapat diketahui

    dengan jelas sehingga lebih mudah untuk dikendalikan dengna obat- obatan. Penyebab

    hipertensi sekunder di antaranya berupa kelainan ginjal seperti tumor, diabetes, kelainan

    adrenal, kelainan aorta, kelainan endrokin lainnya seperti obesitas, resistensi insulin,

    hipertioidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti kontrasepsi oral dan kortikostiroid.

    The Join National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High

    Blood Pressure (JNC 7) dalam (Kemenkes, 2014). Menyebutkan klasifikasi berdasarkan

    derajat hipertensi, sebagai berikut:

    Tabel 2.1 Klasifikasi Berdasarkan Derajat Hipertensi

    2.1.4 Etiologi Hipertensi

    Derajat Tekanan Sistolik

    (mmHg)

    Tekanan Diastolik

    (mmHg)

    Normal < 120 < 85

    Pre- Hipertensi 120 – 139 85 – 89

    Hipertensi Derajat 1 140 – 159 90 – 99

    Hipertensi Derajat 2 ≥ 160 >100

  • Hipertensi merupakan suatu penyakit dengan kondisi medis yang beragam. Pada

    kebanyakn pasien etiologi patofisiologinya tidak diketahui (essensial atau hipertensi

    primer). Hipertensi primer ini tidak dapat disembuhkan tetapi dapat dikontrol. Kelompok

    lain dari populasi dengan persentase rendah mempunyai penyebab yang khusus, dikenal

    dengan hipertensi sekunder. Banyak penyebab hipertensi sekunder, endogen maupun

    eksogen. Bila penyebab hipertensi sekunder dapat diidentifikasi, hipertensi pada pasien-

    pasien ini dapat disembuhkan secara potensial (Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan, 2006).

    2.1.5 Patofisiologi Hipertensi

    Menurut Wijaya 2013 dalam (Yulistina, 2016) patofisiologi terhadapat hipertensi esensial

    terus berkembang. Karena belum terdapat jawaban yang memuaskan penyebab pasti dari

    hipertensi esensial, yang dapat menerangkan terjadinya peningkatan tekanan darah.

    Tekanan darah dipengaruhi oelah curah jantung dan tahanan perfifer, sehingga semua

    faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi tekanan

    darah.

    Tekanan darah = Curah Jantung x Tahanan Perifer

    Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara

    yaitu jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap

    detiknya arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjai kaku sehingga mereka tidak

    dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Darah pada

    setiap denyut jantung dipaksa utnuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan

    menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding

    arterinya telah menebal dan kaku karena arterioskelierosis.

  • Awalnya kombinasi faktor herediter dan faktor lingkungan menyebabkan

    perubahan homeostasis kardiovaskular (prehypertension), namun belum cukup

    meningkatkan tekanan darah sampai tingkat abnormal; walaupun demikian cukup untuk

    memulai kaskade (proses) yang beberapa tahun kemudian menyebabkan tekanan darah

    biasanya meningkat (early hypertension). Sebagian orang dengan perubahan gaya (pola)

    hidup dapat memberhentikan kaskade tersebut dan kembali ke normotensi. Sebagian

    lainnya akhirnya berubah menjadi established hypertension (hipertensi menetap), yang jika

    berlangsung lama dapat menyebabkan komplikasi target organ.

    2.1.6 Diagnosis Hipertensi

    Diagnosis hipertensi didapat dari anamnesis mengenai keluhan pasien, riwayat penyakit

    terdahulu dan penyakit keluraga, pemeriksaan fisik meliputi pengukuran tekanan darah,

    pemeriksaan funduskopi, pengukuran indesk masa tubuh (IMT), pemeriksaan lengkap

    jantung dan paru-paru, pemeriksaan abdomen untuk melihat pembesaran ginjal, masa intra

    abdominal, dan pulasasi aorta yang abnormal, palpasi ekstemitas bawah untuk melihat

    adanya edemadan denyut nadi, serta penilaian neurologis ( Depkes RI 2006 dalam

    Pratama, 2016).

    Selain pemeriksaan fisik diperlukan juga tes laboratorium dan prosedur diagnostic

    lainnya. Res laboratorium meliputi urinalisis rutin, Blood Ureum Nitrogen (BUN) dan

    kreatinin serum untuk memeriksa keadaan ginjal, pengukuran kadar elektrolit terutama

    kalium untuk mendeteksi aldosteronisme, pemeriksaan kadar glukosa darah untuk melihat

    adanya diabetes mellitus, pemriksaan kadar kolesterol dan trigiserida untuk melihat adanya

    risiko aterogenesis, serta pemeriksaan kadar asam urat berkaitan dengan terapi yang

    memerlukan diuretic.

  • Menurut (Suyono, S 2001), evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:

    1) mengidentifikasi penyebab hipertensi.

    2) menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskuler, beratnya

    penyakit, serta respon terhadap pengobatan.

    3) Mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskuler yang lain atau penyakit

    penyerta, yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan.

    Diagnosis hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan data anamnesis, pemeriksaan

    fisik, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang (Yogiantoro M, 2014).

    Anamnesis yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderita

    hipertensi, riwayat, dan gejala-gejala penyakit yang berkaitan, seperti penyakit jantung

    koroner, penyakit serebrovaskuler dan lainnya, riwayat penyakit dalam keluarga, gejala

    yang berkaitan dengan penyakit hipertensi, perubahan aktifitas atau kebiasaan (merokok,

    konsumsi makanan, riwayat dan faktor psikososial lingkungan keluarga, pekerjaan, dan

    lain-lain) (Yogiantoro M, 2014).

    Pemeriksaan fisik dilakukan dengan pengukuran tekanan darah pada penderita

    dalam keadaan nyaman dan relaks. Pengukuran dilakukan dua kali atau lebih dengan jarak

    dua menit, kemudian diperiksa ulang dengan kontrolatera (Yogiantoro M, 2014).

    Pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang penderita hipertensi terdiri

    dari tes darah rutin, glukosa darah (sebaiknya puasa), kolesterol total serum, kolesterol

    LDL dan HDL serum, trigliserida serum (puasa), asam urat serum, kreatinin serum, kalium

    serum, hemoglobin dan hematokrit, urinalisis dan elektrokardiogram. Pemeriksaan lainnya

    seperti pemeriksaan ekokardiogram, USG karotis dan femoral, foto rontgen, dan fundus

    kopi (Yogiantoro M, 2014).

  • 2.1.6.1 Pengukuran Tekanan Darah

    Pengukuran tekanan darah menggunakan alat spygmomanometer (termometer) dan

    stetoskop. Ada 3 tipe dari spygmomanometer yaitu dengan menggunakan air raksa

    (merkuri), aneroid dan elektrik. Tipe air raksa adalah jenis spygmomanometer yang paling

    akurat. Tingkat bacaan dimana detak terdengar pertama kali adalah tekanan sistolik,

    sedangkan tingkat dimana bunyi detak menghilang adalah tekanan diastolik.

    Spygmomanometer aneroid prinsip penggunaannya yaitu menyeimbangkan tekanan darah

    dengan tekanan darah kapsul metalis tipis yang menyimpan udara di dalamnya.

    Spygmomanometer elektronik merupakan pengukur tekanan darah terbaru dan lebih

    mudah digunakan dibanding model standar yang menggunakan air raksa, tetapi akurasinya

    juga relatif rendah (Sustrani L et al., 2005).

    1) Sebelum melakukan pengukuran tekanan darah yang harus diperhatikan, yaitu: jangan

    minum kopi atau merokok 30 menit sebelum pengukuran dilakukan.

    2) Duduk bersandar selama 5 menit dengan kaki menyentuh lantai dan tangan sejajar

    dengan jantung (istirahat).

    3) pakailah baju lengan pendek.

    4) buang air kecil dulu sebelum diukur, karena kandung kemih yang penuh dapat

    mempengaruhi hasil pengukuran (Sustrani L et al., 2005).

    Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan pada pasien setelah istirahat yang

    cukup, yaitu sesudah berbaring paling sedikit 5 menit. Pengukuran dilakukan pada posisi

    terbaring, duduk dan berdiri sebanyak 2 kali atau lebih dengan interval 2 menit. Ukuran

    manset harus sesuai dengan ukuran lengan atas. Manset harus melingkar paling sedikit

    80% lengan atas atau 3 cm diatas lengan atas dan lebarnya minimal 40% dari lingkar

  • lengan dan di bawah kontrol manometer. Balon dipompa hingga kira-kira 30 mmHg di

    atas nilai saat pulsasi radialis yang teraba menghilang, kemudian stetoskop diletakkan di

    atas arteri brankhialis pada lipat siku, di sisi bawah manset. Kemudian tekanan manset

    diturunkan perlahan-lahan dengan kecepatan 2-3 mmHg tiap denyut jantung.

    Tekanan sistolik tercatat pada saat terdengar bunyi yang pertama (korotkoff I),

    sedangkan tekanan diastolik dicatat jika bunyi tidak terdengar lagi (korotkooff V) (Sustrani

    L et al., 2005).

    Gambar 2.1. Pengukuran Tekanan Darah (Sumber: Sustrani L et al., 2005)

    2.1.7 Faktor – faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi

    2.1.7.1 Sikap

    1. Pengertian Sikap

    Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorangterhadap

    suatu stimulus atau objek. Dari batasan-batasan di atas dapatdisimpulkan bahwa

    manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanyadapat ditafsirkan terlebih

    dahulu dari perilaku yang tertutup (Notoatmodjo, 2010).

    Ciri sikap yang terutama adalah memiliki arah, dan dengan arah ini sikap

    dapat bersifat positif dan negatif. Sikap positif mendekatkan diri seseorang terhadapobjek,

    sedangkan sikap negatif menjauhkan dari objek (Budiharto, 2010).

  • Menurut Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial, menyatakan bahwa sikap

    merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksanaan motif

    tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan

    predisposisi dari suatu perilaku. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek

    di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo, 2010 ).

    Sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu:

    a. Menerima (Receiving )

    b. Merespon (Responding )

    c. Menghargai (Valuing )

    d. Bertanggung jawab (Responsible)

    Pengukuran sikap dilakukan menggunakan kuesioner dengan membuat suatu

    pernyataan tentang bagaimana pendapat subjek terhadap kesehatan mulut. Sikap yang baik

    akan dipengaruhi oleh pengetahuan mahasiswa terhadap kesehatan mulut. Misalnya,

    mahasiswa yang selalu mencari pengetahuan mengenai pemeliharaan kesehatan mulut atau

    mendiskusikan mengenai kesehatan mulut dengan dokter gigi, ini adalah bukti bahwa

    mahasiswa tersebut telah mempunyai sikap positif terhadap kesehatan mulut

    (Notoatmodjo, 2010).

    2.1.7.2 Pengetahuan

    2.1.7.2.1 Pengertian Pengetahuan

    Pengetahuan merupakan hasil dari “TAHU” dan ini terjadi setelah orang melakukan

    pengindraan terhadap objek tertentu. Pengindraan terhadap objek terjadi melalui panca

    indra manusia, yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagain besar

  • pengetahuan manusia di peroleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

    merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang.

    Hubungan pengetahuan dengan perilaku kesehatan : Kencendrungan seseorang untuk

    memiliki motivasi berperilaku kesehatan yang baik dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan,

    sikap dan keterampilannya. Hal ini didukung oleh insentif yang di peroleh dari

    masyarakat atau lingkungan (social environment) agar perilaku tersebut berlanjut atau

    hilang.

    Pendapat umum menyatakan bahwa ada pengetahuan yang cukup memotivasi

    individu atau berperilaku sehat. Pendapat ini mengacu pada model perilaku Knowledge-

    actions. Pertama orang dipenuhi dengan informasi yang banyak (pengetahuan) akan

    mempersepsikan informasi tersebut sesuai dengan predisposisi psikologisnya, yaitu akan

    memilih dan membuang informasi yang tidak dikehendaki karena menimbulkan

    kecemasan atau mekanisme pertahanan. Kedua setelah menerimah stimulus, tahap

    selanjutnya adalah interpretasi oleh individu sesuai dengan pengalaman pribadinya.

    1. Tingkatan Pengetahuan di Dalam Domain Kognitif

    Tingkat pengetahuan didalam Kognitif Menurut (Notoatmodjo, 2010) ada 6 tingkat

    pengetahuan, yaitu:

    a. Tahu (know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu meteri yang telah dipelajari

    sebelumnya.

    b. Memahami (comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

    untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat

    menginterprestasikan materi tersebut secara benar.