Faktor - sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewDefinisi. Tumor medula ... otot-otot lengan...
Transcript of Faktor - sarafambarawa.files.wordpress.com · Web viewDefinisi. Tumor medula ... otot-otot lengan...
LAPORAN KASUS
“HNP DENGAN KOINSIDENSI TUMOR SPINAL”
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Fatimah Nur Janah 1610221007
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2018
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. T
2. Umur : 51 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Islam
5. Alamat : Kalibendo 4/1 Candi, Bandungan
6. Pekerjaan : Ibu rumah tangga dengan aktivitas ringan
7. Pendidikan : SMA
8. Status : Menikah
9. No CM : 148xxx-20xx
10. Tanggal pemeriksaan:23 September 200018 di poli saraf RSUD Ambarawa
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis, 30 September 2018 di rumah pasien.
1. Keluhan Utama : kedua kaki tidak terasa
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Kira-kira 6 tahun sebelum pemeriksaan, Ny. T usia 51 tahun mengeluh nyeri
pada pinggang kanan. Bila diberi skala nyeri, pasien memberikan skala 5 pada nyeri
yang dirasakannya. Nyeri muncul diperberat saat pasien kelelahan dan terasa
dingin. Keluhan nyeri menjalar sampai ke tungkai atas dan tungkai bawah kaki
kanan bagian luar pasien. Pasien berobat ke DKT dan dikatakan mengalami syaraf
kejepit. Pasien berobat selama 2 tahun tetapi tidak ada perubahan. Kedua kaki dapat
bergerak. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada
punggung bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan
BAB, kesemutan (-). Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi,
penurunan kesadaran, kejang dan bicara pelo.
Setelah itu 3 tahun yang lalu, pasien merasakan nyeri pada kedua kaki, kaki
terasa kesemutan dan pasien merasa kakinya melemah. Keluhan dirasakan hilang
timbul, berlangsung selama beberapa menit kemudian hilang, membaik saat pasien
beristirahat dan memburuk ketika pasien beraktivitas berat dan kelelahan. Pasien
mengaku mengkonsumsi jamu dan madu sebanyak 2 kali sehari selama 3 bulan
untuk mengurangi rasa sakit. Pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya dan
keluhan ini sangat mengganggu aktivitas dan kualitas tidurnya. Akhirnya pasien
1
memutuskan untuk berobat ke dokter ahli syaraf di daerah Ungaran dan dikatakan
pasien mengalami syaraf kejepit. Pasien juga merasa tidak mengalami perubahan.
Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian
bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB. Pasien
kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran dan
bicara pelo.
Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien berobat ke poli syaraf RSUD Ambarawa
dengan keluhan nyeri pada pinggang yang menjalar ke kedua kaki dan terasa
kesemutan pada kedua kaki, pasien merasa sulit untuk berjalan, pasien juga
mengeluhkan penurunan berat badan dari berat badan awal sekitar 56 kg sekarang
berat badan sekitar 45 kg. Pasien merasakan nafsu makan berkurang. Saat di Poli
Syaraf RSUD Ambarawa dilakukan rontgen vertebra lumbosacral dan pasien
didiagnosis paraparese inferior, akhirnya diputuskan untuk di rujuk ke RS
dr.Kariadi untuk menjalani pengobatan lebih lanjut dan MRI. Di RS dr. Kariadi di
diagnosis dengan tumor spinal, Pengobatan yang sudah dilakukan adalah operasi
untuk pengangkatan tumor spinal serta obat pasca operasi yang diberikan adalah
Gabapentin, natrium diklofenak, Vit B1,B6,B12, fisioterapi.
Pasien kontrol kembali ke poli syaraf RSUD Ambarawa (23 September
2018) dengan keluhan kedua kaki pasien mulai dari paha sampai telapak kaki tidak
terasa dan nyeri, pasien tidak bisa berjalan post operasi. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan biasanya timbul saat malam hari. Pasien merasa BAK dan BAB tidak
dapat terkontrol. Pasien masih menjalani fisioterapi rutin sampai saat ini. Pasien
kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran, kejang
dan bicara pelo.
3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat tumor, kanker : disangkal
Riwayat trauma : diakui 6 tahun yang lalu, pasien terpeleset dan jatuh
terduduk
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat tumor, kanker : disangkal
2
5. Riwayat Pribadi :
Riwayat merokok : disangkal
Riwayat minum alkohol : Disangkal
Riwayat konsumsi obat : disangkal
6. Sosial Ekonomi :
Sebelumnya pasien bekerja sebagai tukang sayur dengan jam kerja kurang lebih 8
jam dalam sehari. Pasien mengaku sering mengangkat beban berat, sejak timbul keluhan
pasien tidak bekerja lagi Pasien terdaftar sebagai peserta BPJS PBI. Pasien tinggal
bersama dengan suami dan dua anaknya. Biaya hidup ditanggung oleh suami dan anak
pertamanya. Kesan ekonomi kurang.
7. Anamnesis Sistem :
- Sistem Serebrospinal : nyeri kepala (-), muntah (-), pingsan (-), kelemahan
anggota gerak (+) di kedua kaki, perubahan tingkah laku (-), wajah merot (-),
bicara pelo (-), kesemutan (+), baal (+)
- Sistem Kardiovaskuler : Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung (-), nyeri
dada (-)
- Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-), riwayat sesak napas (-)
- Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-), BAB tidak terkontrol
- Sistem Muskuloskeletal : Kelemahan anggota gerak (+) pada ekstremitas
bawah
- Sistem Integumen : Ruam merah (-)
- Sistem Urogenital : BAK tidak terkontrol
C. RESUME ANAMNESIS
Kira-kira 6 tahun sebelum pemeriksaan, Ny. T usia 51 tahun mengeluh nyeri
pada pinggang kanan. Bila diberi skala nyeri, pasien memberikan skala 5 pada nyeri
yang dirasakannya. Nyeri muncul diperberat saat pasien kelelahan dan terasa dingin.
Keluhan nyeri menjalar sampai ke tungkai atas dan tungkai bawah kaki kanan
bagian luar pasien. Pasien berobat ke DKT dan dikatakan mengalami syaraf kejepit.
Pasien berobat selama 2 tahun tetapi tidak ada perubahan. Kedua kaki dapat
3
bergerak. Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung
bagian bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB,
kesemutan (-). Pasien kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi,
penurunan kesadaran, kejang dan bicara pelo.
Setelah itu 3 tahun yang lalu, pasien merasakan nyeri pada kedua kaki, kaki
terasa kesemutan dan pasien merasa kakinya melemah. Keluhan dirasakan hilang
timbul, berlangsung selama beberapa menit kemudian hilang, membaik saat pasien
beristirahat dan memburuk ketika pasien beraktivitas berat dan kelelahan. Pasien
mengaku mengkonsumsi jamu dan madu sebanyak 2 kali sehari selama 3 bulan
untuk mengurangi rasa sakit. Pasien tidak dapat melakukan pekerjaannya dan
keluhan ini sangat mengganggu aktivitas dan kualitas tidurnya. Akhirnya pasien
memutuskan untuk berobat ke dokter ahli syaraf di daerah Ungaran dan dikatakan
pasien mengalami syaraf kejepit. Pasien juga merasa tidak mengalami perubahan.
Keluhan tidak disertai rasa baal/kurang terasa, pegal-pegal pada punggung bagian
bawah (-), sesak napas (-), sulit BAK (-), tidak ada gangguan BAB. Pasien
kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran dan bicara
pelo.
Sekitar 3 bulan yang lalu, pasien berobat ke poli syaraf RSUD Ambarawa
dengan keluhan nyeri pada pinggang yang menjalar ke kedua kaki dan terasa
kesemutan pada kedua kaki, pasien merasa sulit untuk berjalan, pasien juga
mengeluhkan penurunan berat badan dari berat badan awal sekitar 56 kg sekarang
berat badan sekitar 45 kg. Pasien merasakan nafsu makan berkurang. Saat di Poli
Syaraf RSUD Ambarawa dilakukan rontgen vertebra lumbosacral dan pasien
didiagnosis paraparese inferior, akhirnya diputuskan untuk di rujuk ke RS dr.Kariadi
untuk menjalani pengobatan lebih lanjut dan MRI. Di RS dr. Kariadi di diagnosis
dengan tumor spinal, Pengobatan yang sudah dilakukan adalah operasi untuk
pengangkatan tumor spinal serta obat pasca operasi yang diberikan adalah
Gabapentin, natrium diklofenak, Vit B1,B6,B12, fisioterapi.
Pasien kontrol kembali ke poli syaraf RSUD Ambarawa (23 September
2018) dengan keluhan kedua kaki pasien mulai dari paha sampai telapak kaki tidak
terasa dan nyeri, pasien tidak bisa berjalan post operasi. Nyeri dirasakan hilang
timbul dan biasanya timbul saat malam hari. Pasien merasa BAK dan BAB tidak
dapat terkontrol. Pasien masih menjalani fisioterapi rutin sampai saat ini. Pasien
kooperatif dan tidak ditemukan adanya disorientasi, penurunan kesadaran, kejang
4
dan bicara pelo..
Riwayat trauma diaku sekitar 6 tahun lalu. Sebelumnya pasien bekerja
sebagai tukang sayur dengan jam kerja kurang lebih 8 jam dalam sehari. sejak
timbul keluhan pasidn tidak bekerja lagi Pasien terdaftar sebagai peserta BPJS PBI.
Pasien tinggal bersama dengan suami dan dua anaknya. Biaya hidup ditanggung
oleh suami dan anak pertamanya. Kesan ekonomi kurang.
D. DIAGNOSIS SEMENTARA
Diagnosis Klinis : Paraplegia inferior, gangguan miksi, gangguan defekasi, nyeri,
paraparestesia, parahipestesia
Diagnosis Topis : Medulla spinalis
Diagnosis Etiologi :
o Degeneratif dd HNP
o Neoplasma dd tumor spinal
o Infeksi dd tuberkuloma spinal
E. DISKUSI 1
Hasil anamnesis pasien didapatkan adanya kedua kaki pasien sulit
digerakkan sama sekali sejak 3 bulan post operasi, sebelum keluhan tersebut muncul
pasien merasakan punggung nyeri seperti ditusuk-tusuk jarum diikuti dengan kaki
kesemutan tetapi hilang timbul. keluhan tersebut juga disertai penurunan sensibilitas
saat diberikan rangsangan. Kelemahan yang terjadi pada pasien dapat disebut plegia
karena anggota gerak bawah pasien sama sekali tidak dapat digerakkan. Pada pasien
ini terjadi plegia di kedua sisi anggota gerak bawah sehingga disebut paraplegia
inferior. Pasien juga mengeluh kurang terasa rabaan pada kedua kaki, sehingga
disebut parahipestesia inferior.
Pada pasien ini tidak mengarah ke lesi di otak, melainkan cenderung lesi di
medula spinalis. Lesi di otak akan mengakibatkan kelainan di salah satu sisi tubuh
dan seringkali disertai gangguan fungsi luhur, sedangkan pada pasien ini tidak
ditemukan hal-hal tersebut. Kelainan pada pasien berupa kelemahan di kedua
anggota gerak bawah yang sering terjadi pada lesi di medula spinalis. Dapat juga
menyebabkan tanda dan gejala disfungsi neurologis pada saraf motorik, sensorik dan
otonom dan traktus saraf di medula spinalis.
F. Hernia Nukleus Pulposus
1. Definisi
5
Hernia adalah protrusi atau penonjolan dari sebuah organ atau jaringan
melalui lubang yang abnormal.Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang
terbuat dari serat elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus
intervertebralis.
Hernia Nukleus Pulposus(HNP) merupakan suatu gangguan yang
melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga nukleus pulposis menonjol (bulging)
dan menekan kearah kanalis spinalis.
HNP mempunyai banyak sinonim antara lain : Hernia Diskus Intervertebralis,
Ruptur Disc, Slipped Disc, Prolapsed Disc dan sebagainya.
Gambar 1. Penampang korpus vertebra.
2. Epidemiologi
Prevalensi HNP berkisar antara 1 – 2 % dari populasi. Usia yang paling
sering adalah usia 30 – 50 tahun. Pada penelitian HNP paling sering dijumpai
pada tingkat L4-L5; titik tumpuan tubuh di L4-L5-S1. Penelitian Dammers dan
Koehler pada 1431 pasien dengan herniasi diskus lumbalis, memperlihatkan
bahwa pasien HNP L3-L4 secara bermakna dari usia tua dibandingkan dengan
pasien HNP L4-L5.
HNP merupakan salah satu penyebab dari nyeri punggung bawah yang
penting. dan merupakan salah satu masalah kesehatan yang utama. Inside HNP di
Amerika Serikat adalah sekitar 5% orang dewasa. Kurang lebih 60-80% individu
pernah mengalami nyeri punggung dalam hidupnya. Nyeri punggung bawah
merupakan 1 dari 10 penyakit terbanyak di Amerika Serikat dengan angka
6
prevalensi berkisar antara 7,6-37% insidens tertinggi dijumpai pada usia 45-60
tahun. Pada penderita dewasa tua, nyeri punggung bawah mengganggu aktivitas
sehari-hari pada 40% penderita dan menyebabkan gangguan tidur pada 20%
penderita akan mencari pertolongan medis, dan 25% diataranya perlu rawat inap
untuk evaluasi lebih lanjut.
3. Anatomi dan Fisiologi
Kolumna vertebralis tersusun atas seperangkat sendi antara korpus
vertebra yang berdekatan, sendi antara arkus vertebra, sendi kostovertebralis dan
sendi sakroiliaka. Ligamentum longitudinal dan diskus intervertebralis
menghubungkan vertebra yang berdekatan. Ligamentum longitudinal anterior,
suatu pita tebal dan lebar, berjalan memanjang pada bagian depan korpus vertebra
dan diskus intervertebralis, dan bersatu dengan periosteum dan annulus fibrosus.
Ligamentum longitudinalis anterior berfungsi untuk menahan gaya
ekstensi, sedangkan dalam kanalis vertebralis pada bagian posterior korpus
vertebra dan diskus intervertebralis terletak ligamentum longitudinal posterior,
ligamentum longitudinalis posterior berperan dalam menahan gaya fleksi.
Ligamentum anterior lebih kuat dari pada posterior, sehingga prolaps diskus lebih
sering kearah posterior. Pada bagian posterior terdapat struktur saraf yang sangat
sensitif terhadap penekanan yaitu radiks saraf spinalis, ganglion radiks dorsalis.
Diantara korpus vertebra mulai dari vertebra servikalis kedua sampai vertebra
sakralis terdapat diskus intervertebralis. Diskus ini membentuk sendi
fibrokartilago yang lentur antara korpus vertebra.
Nukleus pulposus adalah bagian tengah diskus yang bersifat semigelatin,
nukleus ini mengandung berkas-berkas serat kolagen, sel-sel jaringan
penyambung dan sel-sel tulang rawan. Zat ini berfungsi sebagai peredam benturan
antara korpus vertebra yang berdekatan. Selain itu. juga memainkan peranan
penting dalam pertukaran cairan antara diskus dan pembuluh-pembuluh darah
kapiler.
Anulus fibrosus terdiri atas cincin-cincin fibrosa konsentris yang
mengelilingi nukleus pulposus. Anulus fibrosus berfungsi untuk
memungkinkan gerakan antara korpus vertebra (disebabkan oleh struktur spiral
dari serabut-serabut); untuk menopang nukleus pulposus; dan meredam benturan.
Jadi anulus berfungsi mirip dengan simpail di sekeliling tong air atau seperti
gulungan pegas, yang menarik korpus vertebra bersatu melawan resistensi elastis
7
nukleus pulposus, sedangkan nukleus pulposus bertindak sebagai bola penunjang
antara korpus vertebra.
8
Diskus intervertebralis berukuran kira-kira seperempat panjang kolumna
vertebralis. Diskus paling tipis terdapat pada daerah torakal sedangkan yang paling
tebal tedapat di daerah lumbal. Bersamaan dengan bertambahnya usia, kandungan
air diskus berkurang dan menjadi lebih tipis.
a. Patomekanisme
1. Proses Degenaratif
Diskus intervertebralis tersusun atas jaringan fibrokartilago yang berfungsi
sebagai shock absorber, menyebarkan gaya pada kolumna vertebralis dan juga
memungkinkan gerakan antar vertebra. Kandungan air diskus berkurang dengan
bertambahnya usia (dari 90% pada bayi sampai menjadi 70% pada orang usia lanjut).
Selain itu serabut-serabut menjadi kasar dan mengalami hialinisasi yang ikut membantu
terjadinya perubahan ke arah herniasi nukleus pulposus melalui anulus dan menekan
radiks saraf spinal. Pada umumnya hernia paling mungkin terjadi pada bagian kolumna
vertebralis dimana terjadi peralihan dari segmen yang lebih mobil ke yang kurang
mobil (perbatasan lumbosakral dan servikotolarak).
2. Proses Traumatik
Dimulainya degenerasi diskus mempengaruhi mekanika sendi intervertebral,
yang dapat menyebabkan degenerasi lebih jauh. Selain degenerasi, gerakan
repetitive, seperti fleksi, ekstensi, lateral fleksi, rotasi, dan mengangkat beban dapat
memberi tekanan abnormal pada nukleus. Jika tekanan ini cukup besar sampai bisa
melukai annulus, nucleus pulposus ini berujung pada herniasi. Trauma akut dapat
pula menyebabkan herniasi, seperti mengangkat benda dengan cara yang salah dan
jatuh.
9
Hernia Nukleus Pulposus terbagi dalam 4 grade berdasarkan keadaan
herniasinya, dimana ekstrusi dan sequestrasi merupakan hernia yang sesungguhnya,
yaitu:
1. Protrusi diskus intervertebralis : nukleus terlihat menonjol ke satu arah tanpa
kerusakan annulus fibrosus.
2. Prolaps diskus intervertebral : nukleus berpindah, tetapi masih dalam lingkaran
anulus fibrosus.
3. Extrusi diskus intervertebral : nukleus keluar dan anulus fibrosus dan berada di
bawah ligamentum, longitudinalis posterior.
Sequestrasi diskus intervertebral : nukleus telah menembus
ligamentum longitudinalis posterior
Gambar 4. Grading dari Hernia Nucleus Pulposus Berdasarkan
MRI, klasifikasi HNP dibedakan berdasarkan 5 stadium :
Tabel 1. Klasifikasi Degenerasi diskus berdasarkan gambaran MRI.
10
Nukleus pulposus yang mengalami herniasi ini dapat menekan nervus di
dalam medulla spinalis jika menembus dinding diskus (annulus fibrosus); hal ini
dapat menyebabkan nyeri, rasa tebal, rasa keram, atau kelemahan. Rasa nyeri dari
herniasi ini dapat berupa nyeri mekanik, yang berasal dari diskus dan ligamen;
inflamasi, nyeri yang berasal dari nucleus pulposus yang ekstrusi menembus
annulus dan kontak dengan suplai darah; dan nyeri neurogenik, yang berasal dari
penekanan pada nervus.
3. Faktor Resiko
Berikut ini adalah faktor risiko yang meningkatkan seseorang mengalami HNP
a. Usia
Usia merupakan faktor utama terjadinya HNP karena annulus fibrosus lama
kelamaan akan hilang elastisitasnya sehingga menjadi kering dan keras,
menyebabkan annulus fibrosus mudah berubah bentuk dan ruptur.
b. Trauma
Terutama trauma yang memberikan stress terhadap columna vertebralis, seperti
jatuh.
c. Pekerjaan
Pekerjaan terutama yang sering mengangkat barang berat dan cara mengangkat
barang yang salah, meningkatkan risiko terjadinya HNP
d. Gender
Pria lebih sering terkena HNP dibandingkan wanita (2:1), hal ini terkait
pekerjaan dan aktivitas yang dilakukan pada pria cenderung ke aktifitas fisik
yang melibatkan columna vertebralis.
4. Gambaran Klinis
Gejala klinik bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang
terkena. Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika
nucleus pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah
iskialgia (nyeri radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan
berdenyut menjalar sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan
memberikan gejala kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila
mengenai conus atau cauda ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan
11
disfungsi seksual. Nyeri yang timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri
radikuler) dan kelemahan otot sesuai dengan miotom yang terkena.
5. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan
nyerinya. Pertanyaan itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan
intervalnya; lokasi nyeri; kualitas dan sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas
yang memprovokasi nyeri; memperberat nyeri; dan meringankan nyeri. Selain
nyerinya, tanyakan pula pekerjaan, riwayat trauma.
b. Pemeriksaan Neurologi
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam
gangguan saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.
Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena
akan dapat diketahui radiks mana yang terganggu.
Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atropi otot.
Pemeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon menghilang,
misal APR menurun atau menghilang berarti menunjukkan segmen S1 terganggu.
Gambar 5. Level neurologis yang terganggua sesuai dengan hasil pemeriksaan fisik.
12
Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah :
a. Pemeriksaan range of movement (ROM)
Pemeriksaan ini dapat dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara
pasif oleh pemeriksa. Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, function
laesa, atau untuk memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.
b. Straight Leg Raise (Laseque) Test:
Tes untuk mengetaui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam
posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut
dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada
saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf
lumbar.
c. Lasegue Menyilang
Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi disini secara otomatis timbul
pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal ini menunjukkan bahwa
radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.
d. Tanda Kerning
Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring difleksikan pahanya
pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat. Selain itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat melakukan
ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan tungkai atas,
bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka dikatakan
tanda kerning positif.
e. Ankle Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika tidak terjadi dorsofleksi pada
kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna
vertebra L5-S1.
f. Knee-Jerk Reflex
Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak terjadi ekstensi pada lutut,
hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di tingkat kolumna vertebra
L2-L3-L4.
13
6. Diagnosis Penunjang
a. X-RayX-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara
akurat. Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-
Ray dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran
penyempitan celah atau perubahan alignment dari vertebra.
b. Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-
ray dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
c. MRMerupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi
Gambar 6. MRI dari columna vertebralis normal (kiri) dan
mengalami herniasi (kanan)
d. Elektromyografi
Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk mengidentifikasi kerusakan
nervus
14
15
16
17
18
19
7. Penatalaksanaan
• terapi konservatif, terdiri atas :
• Terapi Non Farmakologis
20
a. Terapi fisik pasif
Terapi fisik pasif biasanya digunakan untuk mengurangi nyeri
punggung bawah akut, misalnya:
Kompres hangat/dingin
Kompres hangat/dingin ini merupakan modalitas yang mudah
dilakukan. Untuk mengurangi spasme otot dan inflamasi. Beberapa
pasien merasakan nyeri hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan
yang lain pada pengkompresan dingin.
Iontophoresis
Merupakan metode pemberian steroid melalui kulit. Steroid tersebut
menimbulkan efek anti inflamasi pada daerah yang menyebabkan nyeri.
Modalitas ini terutama efektif dalam mengurangi serangan nyeri akut.
Unit TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulator)
Sebuah unit transcutaneous electrical nerve stimulator (TENS)
menggunakan stimulasi listrik untuk mengurangi sensasi nyeri
punggung bawah dengan mengganggu impuls nyeri yang dikirimkan ke
otak
Ultrasound
Ultrasound merupakan suatu bentuk penghangatan di lapisan dalam
dengan menggunakan gelombang suara pada kulit yang menembus
sampai jaringan lunak dibawahnya. Ultrasound terutama berguna dalam
menghilangkan serangan nyeri akut dan dapat mendorong terjadinya
penyembuhan jaringan.
b. Latihan dan modifikasi gaya hidup
Berat badan yang berlebihan harus diturunkan karena akan
memperberat tekanan ke punggung bawah. Program diet dan latihan
penting untuk mengurangi NPB pada pasein yang mempunyai berat badan
berlebihan. Direkomendasikan untuk memulai latihan ringan tanpa stres
secepat
21
mungkin. Endurance exercisi latihan aerobit yang memberi stres minimal
pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang dimulai pada
minggu kedua setelah awaitan NPB.
Conditional execise yang bertujuan memperkuat otot punggung
dimulai sesudah dua minggu karena bila dimulai pada awal mungkin akan
memperberat keluhan pasien. Latihan memperkuat otot punggung dengan
memakai alat tidak terbukti lebih efektif daripada latihan tanpa alat.
c. Terapi Farmakologis
Analgetik dan NSAID ( Non Steroid Anti Inflamation Drug)
Obat ini diberikan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri dan inflamasi
sehingga mempercepat kesembuhan. Contoh analgetik : paracetamol,
Aspirin Tramadol. NSAID : Ibuprofen, Natrium diklofenak, Etodolak,
Selekoksib.
Obat pelemas otot (muscle relaxant)
Bermanfaat bila penyebab NPB adalah spasme otot. Efek terapinya
tidak sekuat NSAID, seringkali di kombinasi denganNSAID. Sekitar
30% memberikan efek samping mengantuk. Contoh Tinazidin,
Esperidone dan Carisoprodol.
Opioid
Obat ini terbukti tidak lebih efektif daripada analgetik biasa yang jauh
lebih aman. Pemakaian jangka panjang bisa menimbulkan toleransi dan
ketergantungan obat.
kortikosteroid oral
Pemakaian kortikosteroid oral masih kontroversi. Dipakai pada kasus
HNP yang berat dan mengurangi inflamasi jaringan.
Anelgetik ajuvan
Terutama dipakai pada HNP kronis karena ada anggapan mekanisme
nyeri pada HNP sesuai dengan neuropatik. Contohnya : amitriptilin,
Karbamasepin, Gabapentin.
suntikan pada titik picu
22
Cara pengobatan ini dengan memberikan suntikan campuran anastesi lokal
dan kortikosteroid ke dalam jaringan lunak/otot pada titik picu disekitar
tulang punggung. Cara ini masih kontroversi. Obat yang dipakai antara lain
lidokain, lignokain, deksametason, metilprednisolon dan triamsinolon.
d. Terapi operatif pada pasien dilakukan jika:
a. Pasien mengalami HNP grade 3 atau 4.
b. Tidak ada perbaikan lebih baik, masih ada gejala nyeri yang tersisa, atau
ada gangguan fungsional setelah terapi konservatif diberikan selama 6
sampai 12 minggu.
c. Terjadinya rekurensi yang sering dari gejala yang dialami pasien
menyebabkan keterbatasan fungsional kepada pasien, meskipun terapi
konservatif yang diberikan tiap terjadinya rekurensi dapat menurunkan
gejala dan memperbaiki fungsi dari pasien.
d. Terapi yang diberikan kurang terarah dan berjalan dalam waktu lama.
Pilihan terapi operatif yang dapat diberikan adalah:
Distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis.
Percutaneous distectomy
Pengambilan sebagian diskus intervertabralis dengan menggunakan jarum
secara aspirasi.
Laminotomy/laminectomy/foraminotomy/facetectomy
Melakukan dekompresi neuronal dengan mengambil beberapa bagian dari
vertebra baik parsial maupun total.
Spinal fusion dan sacroiliac joint fusion:
Penggunaan graft pada vertebra sehingga terbentuk koneksi yang rigid
diantara vertebra sehingga terjadi stabilitas
8. Pencegahan
Hernia nukleus pulposus dapat dicegah terutama dalam aktivitas fisik dan pola
hidup. Hal-hal berikut ini dapat mengurangi risiko terjadinya HNP :
a.Olahraga secara teratur untuk mempertahankan kemampuan otot seperti berlari
dan berenang.
b. Hindari mengangkat barang yang berat, edukasi cara mengangkat yang benar.
23
c.Tidur di tempat yang datar dan keras.
d. Hindari olahraga/kegiatan yang dapat menimbulkan trauma
e.Kurangi berat badan
Tumor Medula Spinalis
1. Definisi
Tumor medula spinalis adalah tumor yang berkembang dalam
tulang belakang atau isinya dan biasanya menimbulkan gejala - gejala karena
keterlibatan medula spinalis atau akar-akar saraf. Tumor Medulla spinalis adalah
tumor di daerah spinal yang dapat terjadi pada daerah cervical pertama hingga
sacral, yang dapat dibedakan atas :
Tumor primer :
o jinak yang berasal dari
tulang;osteoma dan kondroma
serabut saraf disebut neurinoma (Schwannoma)
berasal dari selaput otak disebut Meningioma;
jaringan otak; Glioma, Ependinoma.
o ganas yang berasal dari
jaringan saraf seperti; Astrocytoma, Neuroblastoma,
sel muda seperti Kordoma.
Tumor sekunder: merupakan anak sebar (metastase) dari tumor ganas di
daerah rongga dada, perut, pelvis dan tumor payudara.
2. Etiologi
Pada sejumlah kecil individu, tumor SSP dapat disebabkan penyakit
genetik tertentu, seperti neurofibromatosis dan tuberous sclerosis, atau paparan
radiasi. Sebagian kecil tumor medulla spinalis terjadi di saraf medulla spinalis itu
sendiri. Kebanyakan adalah ependyoma dan glioma lainnya. Tumor
dapat berawal di jaringan spinalis yang disebut tumor spinalis primer. Tumor dap
at menyebar ke spinalis dari tempat lain (metastasis) yang disebut tumor spinalis
sekunder.Penyebab tumor spinalis primer tidak diketahui. Beberapa tumor
spinalis primer terjadi karena defek genetic. Tumor spinalis umumnya lebih
sedikit di banding tumor otak primer. Tumor medulla spinalis dapat terjadi :
Di dalam medulla (intramedularis)
24
Dalam membrane (mening) menutupi medulla spinalis (exramedularis-
intradural)
Di antara meninges dan tulang spinalis (extradural)
Atau tumor merupakan perluasan dari tempat lain. Kebanyakan
tumorspinalis adalah extradural.
Patogenesis dari neoplasma medula spinalis belum diketahui, tetapi
kebanyakan muncul dari pertumbuhan sel normal pada tempat tersebut. Riwayat
genetik terlihat sangat berperan dalam peningkatan insiden pada keluarga tertentu
atau syndromic group (neurofibromatosis). Astrositoma dan neuro ependymoma
merupakan jenis yang tersering pada pasien dengan neurofibromatosis tipe 2,
yang merupakan kelainan pada kromosom 22. Spinal hemangioblastoma dapat
terjadi pada 30% pasien dengan von hippel-lindousyndrome sebelumnya,yang
merupakan abnormalitas dari kromosom 3.
Faktor risiko lainnya yang menyebabkan tumor SSP primer termasuk ras
(Kaukasian lebih sering didapatkan tumor SSP dari ras lain) dan penduduk.
Pekerja di tempat yang berhubungan dengan kontak radiasi pengion atau bahan
kimia tertentu, termasuk yang digunakan untuk memproduksi bahan bangunan
atau plastik dan tekstil, memiliki kesempatan lebih besar mengidap tumor otak.
3. Klasifikasi
Tumor pada medulla spinalis dapat dibagi menjadi tumor primer dantumor
metastasis. Kelompok yang dominan dari tumor medula spinalis adalah
25
metastasis dari proses keganasan di tempat lain. Tumor medula spinalis dapat
dibagi menjadi tiga kelompok, berdasarkan letak anatomi dari massa tumor.
Pertama, kelompok ini dibagi dari hubungannya dengan selaput menings spinal,
diklasifikasikan menjadi tumor intradural dan tumor ekstradural. Selanjutnya,
tumor intradural sendiri dapat dibagi menjadi dua kelompok yaitu tumor yang
tumbuh pada substansi dari medula spinalis itu sendiri – intramedullary tumours-
serta tumor yang tumbuh padaruangsubarachnoid (extramedullary).
Tumor Intradural
Berbeda dengan tumor ekstradural tumor intradural pada umumnya jinak
o Tumor Ekstramedular
Terletak diantara durameter dan medula spinalis, sebagian besar
tumor didaerah ini merupakan neurofibroma atau meningioma jinak
o Tumor Intramedular
Berasal dari dalam medula spinalis itu sendiri.
Tumor Ekstradural
o Tumor ekstradural terutama merupakan metastase dari lesi primer
di payudara, prostat, tiroid, paru-paru, ginjal, dan lambung
o Tumor ekstradural pada umumnya berasal dari kolumna vertebralis
ataudari dalam ruangan ekstradural. Neoplasma ekstradural dalam
ruanganekstradural biasanya karsinoma dan limfoma metastase.
26
4. Patofisiologi
Tumor intramedulla menyusup dan menghancurkan parenkim medula,dapat
meluas lebih dari beberapa segmen medulla spinalis atau menyebabkan suatu syrinx.
Medula spinalis terdiri dari banyak berkas saraf yang naik dari dan turun ke otak.
Impuls listrik yang dibawa dan dikirim untuk memfasilitasi gerakan dan sensasi.
Dengan tumor medulla spinalis intramedulla, kompresi, dan peregangan dari system
serabut menyebabkan hilangnya fungsi motorik dan sensorik. Sejalan pertumbuhan
tumor, fungsi neurologi pasien lebih memburuk.
Patofisiologi tumor medulla spinalis intrameduler bervariasi sesuai dengan jenis
tumor. Ependymoma biasanya lambat, tumor berkapsul yang secara histologis jinak.
Nyeri dan defisit neurologis timbul sebagai akibat dari peregangan progresif dan
distorsi serat saraf. Biasanya gambaran anatomi
yang jelas terdapat saat operasi, dan hasil reseksi visual anatomis yangbesar dalam pe
ngobatan. Subtipe anaplastik yang langka dapat invasif, bagaimanapun, dan lebih
cenderung kambuh atau menyebar melalui ruang CSF. Bahkan secara histologi jinak
muncul ependymomas medulla spinalis dapat bermetastasis dengan cara ini.
5. Insidensi
Insidensi tumor medulla spinalis terjadi 1,1 kasus per 100.000 orang. Tumor
medulla spinalis umumnya lebih sedikit dibanding tumor otak. Meskipun semuanya
mengenai orang-orang dari segala usia, tumor medulla spinalis paling sering terjadi
pada usia dewasa muda dan paruh baya. Hampir 3.200 tumor sistem saraf pusat
didiagnosis setiap tahun pada anak di bawah usia 20.
Jumlah tumor medula spinalis mencakup kira-kira 15 % dari seluruh neoplasma
susunan saraf. Sebagian besar tumor-tumor intradural tumbuh dari konstituen seluler
medula spinalis dan filum terminale, akar saraf atau meningens. Metastasis ke dalam
27
kompartemen intradural kanalis
spinalis jarang terjadi (paraganglioma, neoplasma melanositik). Sebagian besar tumor
primer medula spinalis tumbuh pada intradural. Lokasi tumor medula spinalis:Thorak
(50%), lumbal (30%), servikal (20%).Tumor medula spinalis yang paling sering pada
intrameduler adalah glioma. Tipe lainnya yang sering adalah astrositoma,
ependimoma, dan ganglioglioma, lebih jarang hemangioblastoma dan tumor
neuroektodermal primitif.
Tumor intradural intramedular yang tersering adalah ependymoma,astrositoma
dan hemangioblastoma. Ependymoma merupakan tumor intramedular yang paling
sering pada orang dewasa. Tumor ini lebih sering didapatkan pada orang dewasa pada
usia pertengahan (30-39 tahun) dan lebih jarang terjadi pada usia anak-
anak. Insidensi ependidoma kira-kira sama dengan astrositoma. Dua per tiga dari
ependydoma muncul pada daerah lumbosakral.
Diperkirakan 3% dari frekuensi astrositoma pada susunan saraf pusat tumbuh
pada medula spinalis. Tumor ini dapat muncul pada semua umur, tetapi yang tersering
pada tiga dekade pertama. Astrositoma juga merupakan tumor spinal intramedular
yang tersering pada usia anak-anak, tercatat sekitar 90% dari tumor intramedular pada
anak-anak dibawah umur 10 tahun, dan sekitar 60% pada remaja. Diperkirakan 60%
dari astrositoma spinalis berlokasi disegmen servikal dan servikotorakal. Tumor ini
jarang ditemukan pada segmentorakal, lumbosakral atau pada conus medialis.
Hemangioblastoma merupakan tumor vaskular yang tumbuh lambat dengan
prevalensi 3% sampai 13% dari semua tumor intramedular medula spinalis. Rata-rata
terdapat pada usia 36 tahun, namun pada pasien dengan von Hippel-Lindau syndrome
(VHLS) biasanya muncul pada dekade awal dan mempunyai tumor yang multipel.
28
Rasio laki-laki dengan perempuan 1,8 : 1. Tumor intradural ekstramedular yang
tersering adalah schwanoma, dan meningioma. Berdasarkan table 2, schwanoma
merupakan jenis yang tersering (53,7%) dengan insidensi laki-laki lebih sering dari
pada perempuan, pada usia 40-60 tahun dan tersering pada daerah lumbal.
Meningioma merupakan tumor kedua tersering pada kelompok intradural-
ekstramedullar tumor. Meningioma menempati kira-kira 25% dari semua tumor
spinal. Sekitar 80% dari spinal meningioma terlokasi pada segmen thorakal, 25% pada
daerah servikal, 3% pada daerah lumbal, dan 2% pada foramen magnum.
6. Gejala Klinis
Gejala klinis bergantung pada tempat, tipe tumor, dan keadaan umum. Tumor
dapat menyebar ke spinalis dari bagian lain (metastasis)
seringnya progresif cepat. Tumor primer seringnya progresif lambat lebih dari minggu
sampai tahun. Umumnya gejala berkembang perlahan dan memburuk sesuai
dengan pertumbuhan tumor.
Tumor medulla spinalis (intrameduler) biasanya memberikan gejala, kadang-
kadang melebihi besar bagian tubuh. Tumor diluar medulla spinalis (extramedular)
dapat tumbuh lama sebelum menyebabkan kerusakan saraf. Gejala umum dari tumor
medulla spinalis termasuk rasa sakit, mati rasaatau perubahan sensorik, dan masalah
motorik dan hilangnya kontrol otot. Nyeri dapat merasa seolah-
olah berasal dari berbagai bagian tubuh.
Nyeri tulang belakang dapat meluas ke pinggul, tungkai, kaki, dan lengan. Nyeri
ini sering menetap dan bisa memberat. Hal ini sering progresif dan dapat terasa
terbakar atau sakit. Mati rasa atau perubahan sensorik dapat
mencakup penurunan sensitivitas kulit, suhu dan progresif mati rasa atau kehilangan
sensasi, terutama pada kaki. masalah motorik dan hilangnya kontrol otot termasuk
kelemahan otot, spastik (dimana otot-otot berkontraksi tetap kaku),dan gangguan
kandung kemih dan atau kontrol buang air besar.
Jika tidak diobati, gejala dapat memperburuk termasuk disfungsi
otot, penurunan kekuatan otot, ritme jalan normal yang disebut ataksia, dan
kelumpuhan. Gejala dapat menyebar di berbagai bagian tubuh ketika tumor satu atau
lebih meluas ke beberapa bagian dari medulla spinalis. Gambaran klinik pada tumor
medulla spinalis sangat ditentukan olehlokasi serta posisi pertumbuhan tumor dalam
kanalis spinalis.
Gejala klinik berdasarkan lokasi tumor
29
o Tumor foramen magnum
Gejala awal dan tersering adalah nyeri servikalis posterior yang
disertai dengan hiperestesi dermatom daerah vertebra servikalis 2 (C2).
Setiap aktivitas yang meningkatkan tekanan intrakranial (misal,
batuk,mengedan, mengangkat barang atau bersin) dapat memperburuk
nyeri. Gejala tambahan adalah gangguan sensorik dan motorik pada tangan
dengan pasien yang melaporkan kesulitan menulis atau memasang
kancing. Perluasan tumor menyebabkan kuadraplegia spastik dan
hilangnya sensasi secara bermakna. Gejala lainnya adalah pusing, disatria,
disfagia, nistagmus, kesulitan bernafas, mual dan muntah, serta atrofi otot
sternokleidomastiodeus dan trapezius. Temuan neurologik tidak selalu
timbul tetapi dapat mencakup hiperrefleksia, rigiditas nuchal, gaya
berjalan spastic, palsy N.IX sampai XI, dan kelemahan ekstremitas.
o Tumor daerah servikal
Lesi daerah servikal menimbulkan gejala sensorik dan motorik mirip
lesi radikular yang melibatkan bahu dan lengan dan mungkin juga
melibatkan tangan. Keterlibatan tangan pada lesi servikalis bagian atas
diduga disebabkan oleh kompresi suplai darah ke kornu anterior melaui
arteria spinalis anterior. Pada umumnya terdapat kelemahan dan artrofi
gelang bahu dan lengan. Tumor servikalis yang lebih rendah (C5, C6,C7)
dapat menyebabkan hilangnya refleks tendon ekstremitas atas
(biseps,brakhioradialis, triseps). Defisit sensorik membentang sepanjang
tepi radial lengan bawah dan ibu jari pada kompresi C6, melibatkan jari
tengah dan jari telunjuk pada lesi C7; dan lesi C7 menyebabkan hilangnya
sensorik jari telunjuk dan jari tengah.
o Tumor daerah thorakal
Penderita lesi daerah thorakal seringkali datang dengan kelemahan
spastik yang timbul perlahan pada ekstremitas bagian bawah dan
kemudian mengalami parastesia. Pasien dapat mengeluh nyeri
dan perasaan terjepit dan tertekan pada dada dan abdomen, yang mungkin
dikacaukan dengan nyeri akibat intrathorakal dan intraabdominal. Pada
lesi thorakal bagian bawah, refleks perut bagian bawah dan tanda beevor
dapat menghilan.
30
o Tumor daerah lumbosakral
Kompresi segmen lumbal bagian atas tidak mempengaruhi refleks
perut, namun menghilangkan refleks kremaster dan mungkin
menyebabkan kelemahan fleksi panggul dan spastisitas tungkai bawah.
Juga terjadi kehilangan refleks lutut dan refleks pergelangan kaki dan
tanda
babynski bilateral. Nyeri umumnya dialihkan ke selangkangan. Lesi yang
melibatkan lumbal bagian bawah dan segmen-segmen sakral bagian atas
menyebabkan kelemahan dan atrofi otot-otot perineum, betis dan kaki.
Hilangnya sensasi daerah perianal dan genitalia yang disertai gangguan
kontrol usus dan kandung kemih merupakan tanda khas lesi yang
mengenai daerah sakral bagian bawah.
o Tumor kauda ekuina
Lesi dapat menyebabkan nyeri radikular yang dalam, kelemahan dan
atrofi dari otot-otot termasuk gluteus, otot perut, gastrocnemius, dan otot
anterior tibialis. Refleks APR mungkin menghilang, muncul gejala-gejala
sfingter dini dan impotensi. Tanda-tanda khas lainnya adalah nyeri tumpul
pada sakrum dan perineum yang kadang-kadang menjalar ketungkai.
Paralisis flaksid terjadi sesuai dengan radiks saraf yang terkena dan
terkadang asimetris.
Perjalanan klinis tumor berdasarkan letak tumor dalam kanalis spinalis
o Lesi Ekstradural
Perjalanan klinis yang lazim dari tumor ektradural adalah kompresi
cepat akibat invasi tumor pada medula spinalis, kolaps kolumna
vertebralis, atau perdarahan dari dalam metastasis. Begitu timbul gejala
kompresi medula spinalis, maka dengan cepat fungsi medula spinalis akan
hilang sama sekali. Kelemahan spastik dan hilangnya sensasi getar dan
posisi sendi di bawah tingkat lesi merupakan tanda awal kompresi medula
spinalis.
o Lesi Intradural
Intradural Ekstramedular
Lesi medula spinalis ekstramedular menyebabkan
kompresi medula spinalis dan radiks saraf pada segmen yang
31
terkena. Sindrom Brown-Sequard mungkin disebabkan oleh
kompresi lateral medula spinalis. Sindrom akibat kerusakan
separuh medula spenalis ini ditandai dengan tanda-tanda disfungsi
traktus kortiko spinalis dan kolumna posterior ipsilateral di bawah
tingkat lesi. Pasien mengeluh nyeri, mula-mula
di punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada
tumor ekstradural, nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan,
batuk, bersin atau mengedan, dan paling berat terjadi pada
malam hari. Nyeri yang menghebat pada malam hari disebabkan
oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu sewaktu tulang
belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari
gravitasi. Defisit sensorik mula-mula tidak jelas dan terjadi di
bawah tingkat lesi (karena tumpah tindihdermatom). Defisit ini
berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen medula
spinalis. Tumor pada sisi posterior
dapat bermanifestasi sebagai parestesia dan selanjutnya defisit sens
orik proprioseptif, yang menambahkan ataksia pada kelemahan. Tu
mor yang terletak anterior dapat menyebabkan defisit sensorik
ringan tetapi dapat menyebabkan gangguan motorik yang hebat.
Intradural Intramedular
Tumor-tumor intramedular tumbuh ke bagian tengah dari
medula spinalis dan merusak serabut-serabut yang menyilang serta
neuron-neuron substansia grisea. Kerusakan serabut-serabut yang
menyilang ini mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu
bilateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada
gilirannya akan menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi
raba, gerak, posisi dan getar umumnya utuh kecuali lesinya besar.
Defisit sensasi nyeri dan suhu dengan utuhnya modalitas sensasi
yang lain dikenal sebagai defisit sensorik yang terdisosiasi.
Perubahan fungsi refleks renggangan otot terjadi kerusakan pada
sel-sel kornu anterior. Kelemahan yang disertai atrofi dan
fasikulasi disebabkan oleh keterlibatan neuron-neuron motorik
bagian bawah. Gejala dan tanda lainnya adalah nyeri tumpul sesuai
dengan tinggi lesi, impotensi pada pria dan gangguan sfingter.
32
7. Pemeriksaan Penunjang
Modalitas utama dalam pemeriksaan radiologis untuk mendiagnosa semua tipe
tumor medulla spinalis adalah MRI. Alat ini dapat menunjukkan gambaran ruang dan
kontras pada struktur medula spinalis dimana gambaran ini tidak dapat dilihat dengan
pemeriksaan yang lain.
Tumor pada pembungkus saraf dapat menyebabkan pembesaran foramen
interverebralis. Lesi intramedular yang memanjang dapat menyebabkan erosi atau
tampak berlekuk lekuk (scalloping) pada bagian posterior korpus vertebra serta
pelebaran jarak interpendilkular. Mielograf selalu digabungkan dengan pemeriksaan
CT. Tumorintradural – ekstramedular memberikan gambaran filling defect yang
berbentuk bulat pada pemeriksaan myelogram. Lesi intramedular menyebabkan
pelebaran fokal pada bayangan medula spinalis.
Pada pasien dengan tumor spinal, pemeriksaan CSS dapat bermanfaat untuk
differensial diagnosa ataupun untuk memonitor terapi. Apabila terjadi obstruksi dari
aliran CSS sebagai akibat dari ekspansi tumor, pasien dapat menderita hidrosefalus.
Punksi lumbal harus dipertimbangkan secara hati-
hati pada pasien tumor medulla spinalis dengan sakit kepala (terjadi peningkatan
tekanan intracranial) Pemeriksaan CSS meliputi pemeriksaan sel-sel malignan
(sitologi), protein dan glukosa. Konsentrasi protein yang tinggi serta kadar glukosa da
n sitologi yang normal didapatkan pada tumor apabila telah menyebar ke selaput
otak, kadar glukosa didapatkan rendah dan sitologi menunjukkan malignansi.
8. Diagnosa
Diagnosis tumor medula spinalis diambil berdasarkan hasil anamnesis dan
pemeriksaan fisis serta penunjang. Tumor ekstradural mempunyai perjalanan klinis
berupa fungsi medula spinalis akan hilang sama sekali disertai kelemahan spastik dan
hilangnya sensasi getar dan posisi sendi dibawah tingkat lesi yang berlangsung cepat.
Pada pemeriksaan radiogram tulang belakang, sebagian besar penderita tumor akan
memperlihatkan gejala osteoporosis atau kerusakan nyata pada pedikulus dan korpus
vertebra. Myelogram dapatmemastikan letak tumor.
33
Pada tumor ekstramedular, gejala yang mendominasi adalah kompresi serabut
saraf spinalis, sehingga yang paling awal tampak adalah nyeri, mula-mula di
punggung dan kemudian di sepanjang radiks spinal. Seperti pada tumor ekstradural,
nyeri diperberat oleh traksi oleh gerakan, batuk, bersin atau mengedan, dan paling
berat terjadi pada malam hari. Nyeri yang
menghebat pada malam hari disebabkan oleh traksi pada radiks saraf yang sakit, yaitu
sewaktu tulang belakang memanjang setelah hilangnya efek pemendekan dari
gravitasi. Defisit sensorik berangsur-angsur naik hingga di bawah tingkat segmen
medulla spinalis. Pada tumor ekstramedular, kadar protein CSS hampir selalu
meningkat. Radiografi spinal dapat memperlihatkan pembesaran foramen dan
penipisan pedikulus yang berdekatan. Seperti pada tumor ekstradural, myelogram, CT
scan, dan MRI sangat penting untuk menentukan letak yang tepat.
Pada tumor intramedular, kerusakan serabut-serabut yang
menyilang pada substansia grisea mengakibatkan hilangnya sensasi nyeri dan suhu bil
ateral yang meluas ke seluruh segmen yang terkena, yang pada gilirannya akan
menyebabkan kerusakan pada kulit perifer. Sensasi raba, gerak, posisi dan medulla
spinalis. Walaupun getar umumnya utuh kecuali lesinya besar. Defisit sensasi nyeri
dan suhu dengan utuhnya modalitas senssi yang lain dikenal sebagai defisit sensorik
yang terdisosiasi. Radiogram akan memperlihatkan pelebaran kanalis vertebralis dan
erosi pedikulus. Pada myelogram, CT scan, dan MRI, tampak pembesaran medulla
spinalis.
9. Diagnosa banding
Tumor medula spinalis harus dibedakan dari kelainan-kelainan
lainnya pada medula spinalis. Beberapa diferensial diagnosis meliputi: transversemyel
itis, multiple sklerosis, syringomielia, syphilis, amyotropik lateralsklerosis (ALS),
anomali pada vertebra servikal dan dasar tengkorak,spondilosis, adhesive
arachnoiditis, radiculitis cauda ekuina, arthritis hipertopik, rupture diskus
intervertebralis, dan anomaly vascular.
Multiple sklerosis dapat dibedakan dari tumor medula spinalis dari sifatnya
yang mempunyai masa remisi dan relaps. Gejala klinis yang disebabkan oleh lesi
yang multiple serta adanya oligoklonal CSS merujuk pada multiple sklerosis.
Transverse myelitis akut dapat menyebabkan pembesaran korda spinalis yang
mungkin hampir sama dengan tumor intramedular. Diferensial diagnosis antara
syringomielia dan tumor intramedular sangat rumit, karena kista intramedular pada
34
umumnya berhubungan dengan tumor tersebut. Kombinasi antara atrofi otot-otot
lengan dan kelemahan
spastic pada kaki pada ALS mungkin dapat membingungkan kita dengan tumor
servikal. Tumor dapat disingkirkan apabila didapatkan fungsi sensorik yang normal,
adanya fasikulasi, dan atrofi pada otot-otot kaki. Spondilosis servikal,dengan atau
tanpa ruptur diskus intervertebralis dapat menyebabkan gejala iritasi serabut saraf dan
kompresi medulla spinalis. Osteoarthritis dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
radiologi.
Anomali pada daerah servikal atau pada dasar tengkorak,
seperti platybasia atau klippelfeil syndrome dapat didiagnosis melalui pemeriksaan
radiologi. Kadang kadang arakhnoiditis dapat memasuki sirkulasi dalam medulla
spinalis yang dapat menunjukkan gejala seperti lesi langsung pada medulla spinalis.
Pada arakhnoiditis, terdapat peningkatan protein CSS yang sangat berarti.
Tumor jinak pada medulla spinalis mempunyai ciri khas
berupa pertumbuhan yang lambat namun progresif selama bertahun tahun. Apabila
sebuah neurofibroma tumbuh pada radiks dorsalis, akan terasa nyeri yang menjalar
selama bertahun-tahun sebelum tumor ini menunjukkan gejala-gejala lainnya yang
dikenali dan didiagnosis sebagai tumor. Sebaliknya, onset yang tiba-tiba dengan
defisit neurologis yang berat, dengan atau tanpa nyeri, hampir selalu mengindikasikan
suatu tumor ekstradural malignan, seperti karsinomametastasis atau limfoma.
10. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk sebagian besar tumor baik intramedular maupun
ekstramedular adalah dengan pembedahan. Tujuannya adalah untuk menghilangkan
tumor secara total dengan menyelamatkan fungsi neurologis secara maksimal.
Kebanyakan tumor intradural-ekstramedular dapat direseksi secara total dengan
gangguan neurologis yang minimal atau bahkan tidak ada post operatif. Tumor-tumor
yang mempunyai pola pertumbuhan yang cepat dan agresif secara histologist dan
tidak secara total di hilangkan melalui operasi dapat diterapi dengan terapi radiasi post
operasi. Terapi yang dapat dilakukan pada tumor medulla spinalis adalah :
Dexametason (DMZ) (decadron) Dosis 100 mg (mengurangi rasa nyeri pada 85%
kasus, mungkin juga menghasilkan perbaikan neurologis)
Evaluasi radiografi
o Foto polos seluruh tulang belakang: 67-85% abnormal;
kemungkinantemuan: erosi pedikel (defek pada “mata burung hantu” pada
35
tulang belakang LS AP) atau pelebaran, fraktur kompresi patologis, ada
vertebra scalloping, sclerosis, perubahan osteoblastik (mungkin terjadi
mieloma, Ca prostat, Hodgkin, dan biasanya Ca payudara)
o Bila tersedia dan pasien bersedia, MRI dilakukan secepat mungkin.
Penatalaksanaan berdasar evaluasi radiografik :
Bila tidak ada massa epidural: rawat tumor primer (misalnya
sistemikkemoterapi); terapi radiasi local (XRT) pada lesi
bertulang ; analgesikuntuk nyeri.
Bila lesi epidural, lakukan pembedahan atau radiasi (biasanya
3000-4000cGy pada 10 kali perawatan dengan perluasan dua level
diatasdan dibawah lesi); radiasi biasanya seefektif seperti
leminektomidengan komplikasi yang lebih sedikit. Penatalaksanaan
darurat(pembedahan/ radiasi) berdasarkan derajat blok dan
kecepatandeteriosasi.
Bila >80% blok komplit atau perburukan yang
cepat
; penatalaksanaan sesegera mungkin (bila merawat dengan radiasi,
teruskan DMZ keesok harinya dengan 24 mg IVP setiap 6 jam
selama 2 hari, lalu diturunkan (tappering) selama radiasi, Selama
2minggu.
Bila < 80% blok ; perawatan rutin (untuk radiasi lanjutkan DMZ
4mg selam 6 jam, diturunkan (tapering) selam perawatan sesuai
toleransi.
Terapi radiasi
Tujuan dari terapi radiasi pada penatalaksanaan tumor medulla spinalis
adalah untuk memperbaiki kontrol lokal, serta dapat menyelamatkan dan
memperbaiki fungsi neurologik. Tarapi radiasi juga digunakan pada reseksi tumor
yang inkomplit yang dilakukan pada daerah yang terkena.
Kemoterapi
Penatalaksanaan farmakologi pada tumor intramedular hanya mempunyai
sedikit manfaat. Kortikosteroid intravena dengan dosis tinggi dapat meningkatkan
fungsi neurologis untuk sementara
tetapi pengobatan ini tidak dilakukan untuk jangka waktu yang lama.Walaupun
steroid dapat menurunkan edema vasogenik, obat-obatan ini tidak dapat
36
menanggulangi gejala akibat kondisi tersebut. Penggunaan steroid dalam jangka
waktu lama dapat menyebabkan ulkus gaster, hiperglikemia dan penekanan
system imun dengan resiko cushingsymdrome di kemudian hari. Regimen
kemoterapi hanya meunjukkan angka keberhasilan yang kecil pada terapi tumor
medulla spinalis. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya sawar darah otak yang
membatasi masuknya agen kemotaksis pada CSS.
Pembedahan
Pembedahan sejak dulu merupakan terapi utama pada tumor
medullaspinalis. Pengangkatan yang lengkap dan defisit minimal post
operasi,dapat mencapai 90% pada ependymoma, 40% pada astrositoma dan100%
pada hemangioblastoma.
Pembedahanjugamerupakan penatalaksanaan terpilih untuk tumor ekstramedular.
Pembedahan dengan tujuan mengangkat tumor seluruhnya, aman dan
merupakan pilihan yang efektif. Pada pengamatan kurang lebih 8.5 bulan,
mayoritas pasien terbebas secara keseluruhan dari gejala dan dapat beraktifitas
kembali. Indikasi pembedahan :
Tumor dan jaringan tidak dapat didiagnosis (pertimbangkan
biopsi bila lesi dapat dijangkau). lesi seperti abses episural dapat terjadi pad
a pasien dengan riwayat tumor dan dapat disalah artikan sebagai metastase.
Medula spinalis yang tidak stabil (unstable spinal)
Kegagalan radiasi (percobaan radiasi biasanya selama 48 jam,kecuali
signifikan atau terdapat deteriosasi yang cepat); biasanya terjadi dengan
tumor yang radioresisten seperti karsinoma sel ginjal atau melanoma.
Rekurensi (kekambuhan kembali) setelah radiasi maksimal
Komplikasi pembedahan :
Pasien dengan tumor yang ganas memiliki resiko defisit neurologis yang
besar selama tindakan operasi.
Deformitas pada tulang belakang post operasi lebih sering terjadi pada
anak anak dibanding orang dewasa. Deformitas pada tulang belakang
tersebut dapat menyebabkan kompresi medulla spinalis.
Setelah pembedahan tumor medulla spinalis pada servikal. Dapat terjadi
obstruksi foramen luscchka sehingga menyebabkan hidrosefalus.
11. Prognosa
Tumor dengan gambaran histopatologi dan klinik yang agresif
37
mempunyai prognosis yang buruk terhadap terapi. Pembedahan radikal mungkin
dilakukan pada kasus-kasus ini. Pengangkatan total dapat menyembuhkan atau
setidaknya pasien dapat terkontrol dalam waktu yang lama. Fungsi neurologis setelah
pembedahan sangat bergantung pada status pre operatif pasien. Prognosis semakin
buruk seiring meningkatnya umur (>60 tahun).
G. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan 30 September 2018 WIB di rumah Ny.T
a. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan.
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Berat badan : 45 kg
Tinggi badan : 155 cm
Status Gizi : normoweight
b. Vital sign
TD : 130/80 mmHg
Nadi : 85 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,0 0C
SpO2 : 98 %
c. Status Internus
o Kepala : mesocephal
o Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor
(2,5mm/2,5mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+), reflek pupil indirek
(+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
o Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
o Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)
o Mulut : bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-), lidah deviasi
(-)
o Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas normal),
38
o Thorax :
1. Cor :
a. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop (-)
2. Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Depan Belakang
o Abdomen :
- Inspeksi : dinding abdomen rata, perabaan supel, spider naevi (-), warna
kulit sama dengan warna kulit sekitar
- Auskultasi : bising usus (+) normal
- Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
- Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
o Ekstremitas :
- Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
- Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
d. Status Neurologis
39
1. Sikap tubuh : Simetris
2. Gerakan abnormal : -
3. Rangsang Meningeal :
a. Kaku kuduk : (-)
b. Kernig sign : (-)
c. Brudzinky I : (-)
d. Brudzinky II : (-)
e. Brudzinky III: (-)
f. Brudzinky IV: (-)
4. Pemeriksaan saraf kranial
NERVUS CRANIALIS Kanan KiriN.I Daya Penghidu Normal/NormalN.II
Daya Penglihatan Normal/NormalPenglihatan Warna Normal/Normal
Lapang Pandang Normal/Normal
N.III
Ptosis -/-Gerakan mata ke medial Normal/NormalGerakan mata ke atas Normal/NormalGerakan mata ke bawah Normal/NormalUkuran Pupil + (3 mm) + (3mm)Reflek cahaya Langsung + +Reflek cahaya konsensuil + +
Strabismus divergen -/-
N.IV
Gerakan mata ke lateral bawah +/+Strabismus konvergen -/-Menggigit Normal/Normal
Membuka mulut Normal/Normal
N.V
Sensibilitas muka Normal/NormalReflek kornea + +
Trismus -/-
N.VI
Gerakan mata ke lateral bawah +/+
Strabismus konvergen -/-
N.VII
Kedipan mata Normal/NormalLipatan nasolabial Simetris/simetrisSudut mulut Simetris/simetrisMengerutkan dahi Tidak ada kerutan/Normal
40
Menutup mata Normal/NormalMeringis NormalMenggembungkan pipi Normal/Normal
Daya kecap lidah 2/3 depan Normal/Normal
N.VIII
Mendengar suara berbisik +/+Mendengar detik arloji +/+Tes Rinne Tidak dilakukanTes Schawabach Tidak dilakukanTes Weber Tidak dilakukan
N.IX
Arkus Faring Normal/NormalDaya kecap lidah 1/3 belakang Normal/NormalReflek muntah +Sengau –Tersedak –
N.X
Denyut nadi 85x/mnt regularArkus Faring Simetris/simetrisBersuara Normal/NormalMenelan Normal/Normal
N.XI
Memalingkan kepala Normal/NormalSikap bahu Normal/NormalMengangkat bahu Normal/NormalTrofi otot bahu Eutrofi/Eutrofi
N.XII
Sikap Lidah Normal/NormalArtikulasi Normal/NormalTremor Lidah -/-Menjulurkan Lidah Normal/NormalTrofi otot lidah Eutrofi/EutrofiFasikulasi Lidah -/-
5. Pemeriksaan fungsi sensorik
Kanan KiriEksteroseptif hipestesia (setinggi segmen
medulla spinalis T11- T12)hipestesia (setinggi segmen
medulla spinalis T11 – T12 )Propioseptif + +
- -
6. Pemeriksaan Motorik
G B B K 5 5 Tn N N Tr Eu Eu
T T 0 0 hiper hiper Eu Eu
RF + + RP - - Cl + +
41
++ ++ + +
7. Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
1) Miksi : BAK tidak terkontrol
2) Defekasi : BAB tidak terkontrol
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Laboratorium
Darah Rutin
Pemeriksaan Hasil
Hemoglobin 12,9 g/dl Kimia Klinik
Leukosit 7,56 ribu Pemeriksaan Hasil
Eritrosit 4,67 juta SGOT 18 U/L
Hematokrit 39,0 % SGPT 15 IU/L
Trombosit 324 ribu UREUM 38,5 mg/dl
MCV 79,9 fl (L) Kreatinin 0,82 mg/dl (H)
MCH 26,5 pg (L) HDL DIRECT 50 mg/dl
MCHC 33,2 g/dlLDL-
CHOLESTEROL183,2 mg/dl (H)
RDW 12,9 % ASAM URAT 5,27 mg/dl
MPV 7,50 mikro m3 Cholesterol 256 mg/dl (H)
Limfosit 0,892 103/mikro (L) Trigliserida 64 mg/dl (L)
Monosit 0,079 103/mikro (L)
Eosinofil 0,005 103/mikro (L)
Basofil 0,032 103/mikro
Neutrofil 6,56 103/mikro
Limfosit% 12 (L)
Monosit% 1,05
Eosinofil% 0,069 (L)
Basofil% 0,428
Neutrofil% 86,7 (H)
PCT 0,243%
PDQ 10,2%
42
2. MRI thoracolumbal dengan kontras
43
Kesan :
Massa intrameduler ekstradural (ukuran 3,4 x 1,3 cm) yang menyebabkan
pendesakan thecal sec setinggi corpus vertebra TH 11-12
→DD/ Schwanoma
Neurofibroma
Meningioma
Bulging posterocentral V.L 3-4
Bulging posterocentral V.L 4-5 dan V.L 5-S1 disertai dengan penyempitan
foramen neuralis kanan kiri setinggi level tersebut
Spondilosis lumbalis
44
3. Patologi Anatomi
Sediaan dari intradura vertebrae thoracal
Tak tampak tanda ganas pada sediaan ini
Kesimpulan : meningothelial meningioma, WHO grade 1
I. DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik saat pasien ditemui memiliki status generalisata yang
baik, dengan tidak adanya penurunan kesadaran, didapatkan adanya kontak mata,
motorik pasien dapat menggerakan sesuai instruksi pemeriksa dan verbal pasien dapat
menjawab pertanyaan dan menjelaskan keluhannya dengan baik.
Pada pemeriksaan tanda vital tekanan darah pasien adalah 130/80 mmHg
dalam batas normal, nadi 85x/menit dengan irama regular dan isi cukup, laju nafas
20x/mnt dalam batas normal, suhu 37,0 derajat (afebris), dan saturasi dalam keadaan
baik walau tanpa oksigen.
Pada pemeriksaan fungsi motorik didapatkan adanya keterbatasan, kelemahan
kekuatan otot, peningkatan tonus, peningkatan reflex fisiologis serta clonus pada kaki
kanan dan kiri. Sehingga defisit neurologis pada pasien ini mengarahkan ke kelainan
lesi di Upper Motor Neuron (UMN) karena lesi di UMN memiliki ciri-ciri spastis
(kaku), hiperreflex, hipertonus, muncul reflex patologis, dan dapat ditemukan adanya
klonus. UMN terdiri atas otak dan medula spinalis. Hal ini disebabkan karena adanya
lesi pada medula spinalis yang mempersarafi otot-otot ekstremitas bawah.
Peningkatan refleks fisiologis juga didapatkan pada ekstremitas yang mengalami
kelemahan, hal ini terjadi karena hilangnya pengaruh inhibisi ke motor neuron.
Didapatkan adanya kelainan sensoris seperti berkurangnya kepekaan terhadap
rangsang yang diberikan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena saraf sensoris
(posterior root) ikut terlibat. Kelemahan kaki pasien membuat pasien tidak bisa
beraktivitas.
Pemeriksaan MRI sudah dilakukan dan didapatkan hasil Massa intrameduler
ekstradural (ukuran 3,4 x 1,3 cm) yang menyebabkan pendesakan thecal sec setinggi
corpus vertebra TH 11-12 dd/ Schwanoma, Neurofibroma, Meningioma. Untuk
menentukan jenis massa dilakukan pemeriksaan patologi anatomi dan didapatkan
hasil meningothelial meningioma, WHO grade 1. Meningioma merupakan tumor
jinak tersering. Berasal dari arachnoid cap cells duramater dan umumnya tumbuh
lambat. Lesi Meningioma umumnya memiliki batas yang jelas, tapi dapat saja
45
memberikan gambaran lesi yang difus.
J. DIAGNOSIS AKHIR
Diagnosis Utama
Diagnosis Klinis : Nyeri menjalar dari punggung kiri ke telapak kaki kiri
Diagnosis Topis : Radix dan neuron L 3-5, L 4-5, L5-S1
Diagnosis Etiologi : HNP
Diagnosis Tambahan
Diagnosis Klinis : Paraplegia inferior spastik, gangguan miksi, gangguan defekasi,
nyeri, paraparestesia, parahipestesia
Diagnosis Topis : Medulla spinalis vertebra thorakal XI - XII
Diagnosis Etiologi : Tumor Spinal
K. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
Fisioterapi secara rutin
Minum obat secara teratur
Kontrol ke dokter secara teratur
2. Medikamentosa
Renadinac 50 mg 2x1
Ranitidin 2x1
Metilcobalamin 2x1
Metilprednisolon 16 mg 2x1
Fluoxetin 10 mg 1x1 (malam)
L. PROGNOSIS
Death : Dubia ad bonam
Disease : Dubia ad bonam
Dissability : Dubia ad bonam
Discomfort : Dubia ad bonam
Dissatisfaction: Dubia ad bonam
46
Distutition : Dubia ad bonam
M. DISKUSI III
1. Metilprednisolon
Methylprednisolone adalah salah satu jenis obat kortikosteroid yang dapat
menekan sistem kekebalan tubuh dan mengurangi reaksi peradangan serta gejalanya,
seperti pembengkakan, nyeri, atau ruam. Obat ini biasanya digunakan untuk
mengatasi peradangan (inflamasi) dalam berbagai penyakit, misalnya penyakit
Crohn, kolitis ulseratif, alergi, arthritis rheumatoid, asma, multiple sclerosis, serta
jenis-jenis kanker tertentu.
2. Ranitidin
Termasuk sebagai obat H2 reseptor bloker. Bekerja dengan Mengurangi
produksi asam lambung. Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor H2
sel-sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume lambung
dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi pepsin,
sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum gastrin. H2
antagonis adalah inhibitor kompetitif histamin pada reseptor H2 sel parietal. Mereka
menekan sekresi asam normal (alami) oleh sel parietal dan sekresi asam yang
dirangsang makan. Mereka melakukannya dengan dua mekanisme: histamin yang
dilepaskan oleh sel-sel ECL dalam perut diblokir dari pengikatan dengan reseptor
H2 sel parietal yang merangsang sekresi asam, dan zat lain yang meningkatkan
sekresi asam (seperti gastrin dan asetilkolin) efek yang dimiliki pada sel parietal
dikurangi ketika reseptor H2 diblokir.
3. Renadinac
Renadinac mengandung zat aktif Diclofenac, obat yang termasuk golongan
nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) dengan nama kimia 2- (2,6-
dichloranilino) asam fenilasetat. Cara kerja Diclofenac adalah menghambat kerja
enzim siklooksigenase (COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan
prostaglandin saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan peradangan.
Dengan menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin lebih sedikit diproduksi, yang
berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda
4. Metilcobalamin
Pada dasarnya mecobalamin sering digunakan untuk mengobati neuropati
perifer dan juga beberapa jenis anemia yang lain. Kandungan vitamin B12 di
47
dalamnya berguna untuk membantu tubuh kita dalam memproduksi sel darah merah.
Seperti yang telah disebut di awal, mecobalamin adalah suplemen yang kandungan
utamanya adalah mecobalamin itu sendiri. Suplemen ini tersedia dalam bentuk
kapsul (250mg) dan injeksi (500mg). mecobalamin injeksi terdiri dari dua jenis yaitu
neuropati purifier dan anemia pernisiosa. Kandungan siproheptadin pada obat ini
bersifat antiserotonin dan antihistamin. Setelah masuk ke tubuh, kandungan ini akan
menghambat efek histamine dalam tubuh yang dapat mengurangi gejala alergi pada
tubuh. Selain itu, kandungan ini juga bersifat anestesi lokal. Adapun efek samping
yang bisa ditimbulkan dari penggunaan obat Mecobalamin ini adalah sebagai
berikut:
Parenteral: Sakit kepala, ruam, penurunan nafsu makan, gangguan pada saluran
pencernaan yang bisa timbul setelah penggunaan.
Oral: Muntah-muntah, anoreksia, mual dan gejala diare.
5. Fluoxetin
Digunakan untuk mengatasi beberapa gangguan psikologi, seperti
depresi, gangguan obsesif- kompulsif (OCD), dan bulimia nervosa. Fluoxetine
bekerja dengan cara meningkatkan aktivitas dan sirkulasi suatu zat kimia di
dalam otak yang disebut dengan serotonin. Dengan meningkatnya kadar serotonin,
maka keseimbangan kimia di dalam otak berubah dan gejala ketiga gangguan
psikologi tersebut dapat teratasi.
DAFTAR PUSTAKA
1. Volume ke-2. Edisi ke-7. United states: Elsevier; 2012.
2. Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck pain and
contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166
48
3. Klezl Z, Coughlin TA. Focus on cervical myelopathy. British Editorial Society of Bone
and Joint Surgery; 2012.
4. Daroff, jankovic, Mazziotta, Pomeroy
5. Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck pain and
contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166.
6. Schmalstieg William F, Brian GW. Approach to acute or subacute myelopathy.
Department of Neurology: Mayo Clinic College of Medicine. 2010; 75:S2-S8.
7. Hassan HA. Cervical spondylosis [internet]. Suez Canal University: Center of Research
and Development in Medical Education and Health Services Suez Canal University
Hospital; 2016 [disitasi tanggal 23 Agustus 2016]. Tersedia dari:Bradley’s neurology in
clinical practice.
http://emedicine.medscape.com/article/3 06036-overview
8. Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa Indonesia. 1998.
hal 505
9. Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging
characterization of a lumbar. Volume 38. 2000
10. Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis Ouluensis D
Medica. 2006. Hal 1-31
11. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep prose penyakit.
Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026
49