Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

114
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGIC DISUSUN OLEH : Ade Fitri (1006719652) AsmallahPutriWandasari (1006778011) IrmanGalihPrihantoro (1006778213) Nabila Fatana (1006720181) VertiliaDesi (1006720420) PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN

description

konferensi kasus Fisioterapi Pediatri RSCM 2012

Transcript of Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Page 1: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS

CEREBRAL PALSY SPASTIC QUADRIPLEGIC

DISUSUN OLEH :

Ade Fitri (1006719652)

AsmallahPutriWandasari (1006778011)

IrmanGalihPrihantoro (1006778213)

Nabila Fatana (1006720181)

VertiliaDesi (1006720420)

PROGRAM VOKASI KEDOKTERAN

BIDANG STUDI FIFIOTERAPI 2010

UNIVERSITAS INDONESIA

Page 2: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena akan

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan

penyusunan makalah konferensi kasus Fisioterapi Pediatri (FT A) dengan tepat

waktu.

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk melengkapi tugas dalam Praktek

Klinik I Semester V.

Dalam penyusunan makalah ini kami telah banyak memperoleh bimbingan

dan dukungan dari berbagai pihak baik dokter, instruktur atau fisioterapis, senior

fisioterapis angkatan 2009, dan teman-teman seperjuangan.Oleh sebab itu pada

kesempatan kali ini tak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah banyak membantu penyusunan makalah ini.

Kami menyadari tanpa bimbingan dan pengarahan dari semua pihak, maka

laporan ini tidak akan tersusun dengan baik. Pada kesempatan kali ini kami

mengucapkan terima kasih kepada dokter, dosen mata ajar fisioterapi pediatri,

seluruh pembimbing praktek klinik fisioterapi di Rumah Sakit Umum Pusat

Nasional Dr Cipto Mangunkusumo dan teman-teman mahasiswa fisioterapi

Universitas Indonesia.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusunan

makalah konferensi ini. Oleh sebab itu penulis mengaharapkan saran-saran dan

kritik yang membangun demi perbaikan di masa yang akan datang. Semoga

makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca pada umumnya dan rekan-

rekan fisioterapis pada khususnya.

Makalah ini belum atau tidak bisa dijadikan acuan sebelum disetujui dosen

pembimbing dan dikonferensikan atau dipresentasikan.

Jakarta, 23 November 2012

Penulis

i

Page 3: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah konferensi kasus telah dikoreksi, disetujui, dan diterima Pembimbing

Praktek Klinik Program Studi Fisioterapi Pediatri (FTA) RSCM untuk

melengkapi tugas Praktek Klinik dan memenuhi persyaratan untuk mengikuti

Ujian Akhir Semester (UAS) 2012.

Pada hari : Selasa

Tanggal : 27 November 2012

Pembimbing,

…………………..………

Sri Novia Fauza, S. ST. FT

ii

Page 4: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................i

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................................ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN

a. Latar Belakang Masalah ...............................................................................1

b. Identifikasi Masalah .....................................................................................2

c. Rumusan Masalah.........................................................................................2

d. Tujuan Penulisan ..........................................................................................3

e. Metode Penulisan .........................................................................................3

BAB II KAJIAN TEORI

1. Definisi Cerebral Palsy.................................................................................5

2. Anatomi dan Fisiologi Otak.........................................................................6

3. Patofisiologi Cerebral Palsy.......................................................................10

4. Etiologi Cerebral Palsy...............................................................................11

5. Manifestasi KlinisCerebral Palsy...............................................................14

6. PrognosisCerebral Palsy.............................................................................15

7. Klasifikasi Cerebral Palsy..........................................................................17

8. Cerebral PalsySpastik Quadriplegi.............................................................23

9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi

26

BAB III ISI

1. Formulir fisioterapi ....................................................................................51

BAN IV PENUTUP

1. Kesimpulan .................................................................................................69

2. Saran ...........................................................................................................69

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................70

iii

Page 5: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

LAMPIRAN..................................................................................................................72

iii

Page 6: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Masalah

Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2003 memperkirakan

jumlah anak penyandang cacat di Indonesia sekitar 7-10% dari jumlah

penduduk Indonesia. Sebagian besar anak penyandang cacat atau sekitar

295.250 anak berada di masyarakt dalam pembinaan dan pengawasan orang

tua dan keluarga. Pada umumnya mereka belum mendapatkan pelayanan

kesehatan sebagaimana mestinya (Depkes, 2011). Kecacatan ini timbul

karena bawaan lahir ataupun didapat setelah lahir. Adapun faktor – faktor

yang mempengaruhi yaitu natal, prenatal, postnatal, dan social ekonomi.

Banyak jenis kecacatan yang terjadi pada anak, diantanranya adalah

Cerebral Palsy. Cerebral Palsy sendiri merupakansekelompok gangguan

gerak atau postur yang disebabkan oleh lesi yang tidak progresif yang

menyerang otak yang sedang berkembang atau immatur. Lesi yang terjadi

sifatnya menetap selama hidup, tetapi perubahan gejala bisa terjadi sebagai

akibat proses pertumbuhan dan maturasi otak. Kerusakan jaringan saraf yang

tidak progresif pada saat prenatal dan sampai 2 tahun post natal termasuk

dalam kelompok Cerebral Palsy.

Di Indonesia 1 - 5 dari setiap 1.000 anak yang lahir hidup di Indonesia

memiliki kondisi tersebut. Sedangkan di USA ada kecenderungan

peningkatan prevalensi pada dua dekade terakhir. Hal ini disebabkan

kemajuan penanganan obstetri dan perinatal, sehingga terdapat peningkatan

bayi immatur, berat lahir rendah dan bayi prematur dengan komplikasi yang

bertahan hidup. Insiden bervariasi antara 2-2,5/1000 bayi lahir hidup. Di USA

perkiraan prevalensi pada yang sedang atau berat antara 1,5-2,5/1000

kelahiran, kurang lebih mengenai 1.000.000 orang (Elita Mardiani, 2006).

Cerebral Palsy bukanlah termasuk penyakit secara tersendiri, tetapi

istilah yang diberikan untuk sekelompok gejala motorik yang bervariasi

akibat lesi otak yang tidak progresif. Akibat lesi otak yang bevariasi maka

muncul berbagai macam klasifikasi Cerebral Palsy, diantaranya berdasarkan

1

Page 7: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

bagian tubuh yang terkena atau topografinya pada tubuh; hemiplegic,diplegic,

atau quadriplegic; gangguan motorik yang dominan; apakah itu spastic,

floopy, atau athetose. Nantinya dalam makalah ini akan dibahas secara

mendalam tentang Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.

2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka

kami sebagai penulis dapat mengidentifikasikan masalah untuk kasus tersebut

sebagai berikut:

a. Gangguan ambulasi dan transfer

b. Gangguan gerak

c. Gangguan Postur

2.1 Pembatasan Masalah

Banyaknya jenis dan masalah yang timbul pada kasus

Cerebral Palsy, maka kami akan membatasi permasalahan yang

akan dibahas dalam makalah ini. Adapun masalah yang dibahas

akan dibatasi pada Penatalaksanaan fisioterapi pada penderita

Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic.

2.2 Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam karya tulis ilmiah ini adalah:

1. Apa definisi dari Cerebral Palsy?

2. Bagaimana anatomi dan fisiologi otak?

3. Bagaimana epidemiologi dari Cerebral Palsy?

4. Bagaimana Patofisiologi dari Cerebral Palsy?

5. Apa etiologi dari Cerebral Palsy?

6. Apa saja manifestasi klinis dari Cerebral Palsy?

7. Bagaimana prognosa dari Cerebral Palsy?

8. Apa definisi dari Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic?

2

Page 8: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

9. Bagaimana penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral

Palsy Spastic Quadriplegic?

3. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini dibagi menjadi dua,

yakni:

3.1 Tujuan Umum

3.1.1 Karya tulis ini dibuat untuk memenuhi tugas akhir kami

sebelum kami pindah stase pada peminantan lain.

3.1.2 Untuk mengaplikasikan pengetahuan kami dalam mengatasi

masalah pada kasus Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic

3.2 Tujuan Khusus

3.2.1 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy

3.2.2 Mengetahui anatomi dan fisiologi otak

3.2.3 Mengetahui patofisiologi dari Cerebral Palsy

3.2.4 Mengetahui etilogi dari Cerebral Palsy

3.2.5 Mengetahui manifestasi klinis dari Cerebral Palsy

3.2.6 Mengetahui prognosa dari Cerebral Palsy

3.2.7 Mengetahui klasifikasi dari Cerebral Palsy

3.2.8 Mengetahui definisi dari Cerebral Palsy Spastic

Quadriplegic

3.2.9 Mengetahui penatalaksanaan fisioterapi pada kasus

Cerebral palsy

3

Page 9: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

4. Metode Penulisan

Dalam Penyusunan makalah ini, metode yang kami gunakan adalah

metode kepustakaan yaitu dengan membaca buku – buku yang bersangkutan

dengan kasus ini. Selain itu kami juga mencari literatur dari internet untuk

menambah informasi yang bersangkutan, dan observasi langsung pada pasien.

Dalam sistematika penulisan, BAB I merupakan pendahuluan yang

meliputi latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah,

perumusan masalah, tujuan penulisan, metode penulisan, dan sistematika

penulisan.BAB II merupakan kajian teori yang meliputi definisi, anatomi

fisiologi otak, epidemiologi, patofisiologi, etiologi, manifestasi klinis,

prognosis, dan penatalaksanaan fisioterapi pada kasus Cerebral Palsy Spastic

Quadriplegic. BAB III merupakan pembahasan status, serta BAB IV yang

merupakan penutupan berupa kesimpulan dan saran.

4

Page 10: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

BAB II

KAJIAN TEORI

1. Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy adalah kondisi neurologis yang terjadi permanen tapi tidak

mempengaruhi kerusakan perkembangan saraf karena itu bersifat non progresif

pada lesi satu atau banyak lokasi pada otak yang immatur (Campbell SK et al,

2001 dalam Jan S, 2008).

Cerebral palsy adalah masalah-masalah pada sistem saraf pusat yang

berakibat tidak berkembangnya sistem saraf pusat atau mempengaruhi otak

atau tulang belakang (Pamela, 1993).

Cerebral palsy mencakup kelompok dari kondisi yang mempengaruhi

anak sehingga memiliki kekurangan dalam kontrol pergerakan. Cerebral palsy

adalah sebuah gangguan dari perkembangan dan postur dikarenakan sebuah

kerusakan atau lesi dari otak yang belum berkembang (Bax, 1964). Biasanya

yang dijadikan acuan onset kejadiannya sebelum 3 tahun. Lesi saraf pada

cerebral palsy tidak progresif, walaupun menjadi perubahan dan variasi dalam

perjalanannya tergantung kelainan yang terlihat dan perkembangan pada tiap

anak. Perubahan ini terjadi tergantung dari beberapa faktor yakni maturasi

otak, pertumbuhan tubuh, keseimbangan otot, dan gerakan anak dan

kecenderungan postur (Pamela, 1993).

5

Page 11: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

2. Anatomi Fisiologi Otak

Brain anatomy. The brain is presented in three views: lateral, coronal, and midsaggital (Lane R. et al, 2009).

2.1. Bagian – bagian Otak

Otak mengatur dan mengkordinir sebagian besar gerakan, perilaku

dan fungsi tubuh homeostasis seperti detak jantung, tekanan darah,

keseimbangan cairan tubuh dan suhu tubuh. Otak manusia bertanggung

jawab terhadap pengaturan seluruh badan dan pemikiran manusia.

Otak dilindungi 3 lapisan selaput meninges. Bila membran ini terkena

infeksi maka akan terjadi radang yang disebut meningitis. Ketiga lapisan

membran meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut.

6

Page 12: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

a. Duramater atau Lapisan Luar

Duramater kadangkala disebut pachimeningen atau meningen fibrosa

karena tebal, kuat, dan mengandung serabut kolagen. Pada duramater

dapat diamati adanya serabut elastis, fibrosit, saraf, pembuluh darah,

dan limfe. Lapisan dalam duramater terdiri dari beberapa lapis fibrosit

pipih dan sel-sel luar dari lapisan arachnoid.

b. Araknoid atau Lapisan Tengah

Arachnoid merupakan selaput halus yang memisahkan duramater

dengan piamater. Lapisan arachnoid terdiri atas fibrosit berbentuk

pipih dan serabut kolagen. Arachnoid berbentuk seperti jaring laba-

laba. Antara arachnoid dan piamater terdapat ruangan berisi cairan

yang berfungsi untuk melindungi otak bila terjadi benturan.

c. Piamater atau Lapisan Dalam

Piamater merupakan membran yang sangat lembut dan tipis penuh

dengan pembuluh darah dan sangat dekat dengan permukaan otak.

Lapisan ini berfungsi untuk memberi oksigen dan nutrisi serta

mengangkut bahan sisa metabolisme.

Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu cerebrum atau otak besar,

cerebellum atau otak kecil, brainstem atau batang otak, dan

dienchepahalons (Satyanegara, 1998).

2.1.1.Cerebrum atau Otak Besar

Bagian terbesar dari otak manusia disebut cerebrum disebut juga

sebagai cortex cerebri. Cerebrum membuat manusia memiliki

kemampuan berpikir atau intelektual, analisa, logika, bahasa, kesadaran,

persepsi, memori, aktifitas motorik yang kompleks, dan kemampuan

visual.

Cerebrum dibagi menjadi dua belahan, yaitu hemisfer kanan dan

hemisfer kiri. Kedua belahan tersebut terhubung oleh saraf. Secara

umum, hemisfer kanan berfungsi mengontrol sisi kiri tubuh dan terlibat

dalam kreativitas serta kemampuan artistik. Sedangkan hemisfer kiri

7

Page 13: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

berfungsi mengontrol sisi kanan tubuh dan untuk logika serta berpikir

rasional.

Cerebrum dibagi menjadi empat lobus. Bagian lobus yang

menonjol disebut gyrus dan bagian lekukan disebut sulcus. Keempat

lobus tersebut masing-masing adalah:

a. Lobus Frontal merupakan bagian lobus yang ada dipaling depan dari

cerebrum. Lobus ini berhubungan dengan kemampuan membuat

alasan, kemampuan gerak, kognisi, perencanaan, penyelesaian

masalah, memberi penilaian, kreativitas, kontrol perasaan, kontrol

perilaku seksual dan kemampuan bahasa secara umum.

b. Lobus Parietal berada di tengah, berhubungan dengan proses sensor

perasaan seperti tekanan, sentuhan dan rasa sakit.

c. Lobus Temporal berada di bagian bawah berhubungan dengan

kemampuan pendengaran, pemaknaan informasi dan bahasa dalam

bentuk suara.

d. Lobus Occipital ada di bagian paling belakang, berhubungan dengan

rangsangan visual yang memungkinkan manusia mampu melakukan

interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina mata.

2.2. Cerebellum atau Otak Kecil

Cerebellum terletak di bagian belakang kepala, dekat dengan ujung

leher bagian atas. Cerebellum berfungsi dalam pengaturan koordinasi

perencanaan gerak, pengaturan tonus, kontrol postur dan keserasian

gerak, pengaturan keseimbangan. Cerebrum juga berfungsi sebagai

pengatur sistem saraf otonom, seperti pernafasan, mengatur ukuran

pupil, dan ain-lain.

Jika terjadi cedera atau terdapat kerusakan pada area ini, dapat

mengakibatkan gangguan pada sikap dan koordinasi gerak otot.

Gerakan menjadi tidak terkoordinasi, misalnya orang tersebut tidak

mampu memasukkan makanan ke dalam mulutnya atau tidak mampu

mengancingkan baju.

8

Page 14: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

2.3. Brainstem atau Batang Otak

Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala

bagian dasar dan memanjang sampai ke tulang punggung atau sumsum

tulang belakang. Bagian otak ini mengatur fungsi dasar manusia

termasuk pernapasan, denyut jantung, mengatur suhu tubuh, mengatur

proses pencernaan, dan merupakan sumber insting dasar manusia yaitu

fight or flight saat datangnya bahaya.

Brainstem terdiri dari tiga bagian, yaitu:

a. Mesencephalon disebut juga mid brain adalah bagian teratas dari

batang otak yang menghubungkan cerebrum dan cerebellum. Mid

brain berfungsi dalam mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,

pembesaran pupil mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran.

b. Medulla oblongata adalah titik awal saraf tulang belakang dari

sebelah kiri badan menuju bagian kanan badan, begitu juga

sebaliknya. Medulla oblongata bertugas mengontrol fungsi otomatis

otak seperti: detak jantung, sirkulasi darah, pernafasan, dan

pencernaan.

c. Pons merupakan stasiun pemancar yang mengirimkan data ke pusat

otak bersama dengan formasi reticular. Pons yang menentukan

apakah kita terjaga atau tertidur.

2.4. Dienchephalons

Terdiri dari thalamus, hypothalamus, subthalamus, dan

epithalamus.

a. Thalamus berfungsi sebagai station relay dari sensoris, berperan

dalam perilaku dan emosi sejalan dengan hubungannya dengan

system limbic, serta mempertahankan kesadaran.

b. Hypothalamus terletak dibawah thalamus yang berfungsi mengatur

emosi, hormon, temperatur tubuh, kondisi tidur dan bangun,

keseimbangan kimia tubuh, serta makan dan minum.

9

Page 15: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

c. Subthalamus merupakan nukleus motorik ekstrapiramida yang

penting. Fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi

pada subtalamus dapat menimbulkan diskinesia.

d. Epithalamusberhubungan dengan sistem limbik dan berperan pada

beberapa dorongan emosi dasar dan integrasi informasi olfaktorius.

3. Patofisiologi

Karena kompleksitas dan kerentanan otak selama masa perkembangannya,

menyebabkan otak sebagai subyek cedera dalam beberapa waktu. Cerebral

ischemia yang terjadi sebelum minggu ke–20 kehamilan dapat menyebabkan

defisit migrasi neuronal, antara minggu ke–24 sampai ke–34 menyebabkan

periventricular leucomalaciaatau PVL dan antara minggu ke–34 sampai ke-40

menyebabkan focal atau multifocal cerebral injury.

Cedera otak akibat vascular insufficiency tergantung pada berbagai faktor

saat terjadinya cedera, antara lain distribusi vaskular ke otak, efisiensi aliran

darah ke otak dan sistem peredaran darah, serta respon biokimia jaringan otak

terhadap penurunan oksigenasi. Kelainan tergantung pada berat ringannya

asfiksia yang terjadi pada otak. Pada keadaan yang berat tampak

ensefalomalasia kistik multipel atau iskemik yang menyeluruh. Pada keadaan

yang lebih ringan terjadi patchy necrosis di daerah paraventrikular substansia

alba dan dapat terjadi atrofi yang difus pada substansia grisea korteks serebri.

Kelainan dapat lokal atau menyeluruh tergantung tempat yang terkena.

Stres fisik yang dialami oleh bayi yang mengalami kelahiran prematur

seperti imaturitas pada otak dan vaskularisasi cerebral merupakan suatu bukti

yang menjelaskan mengapa prematuritas merupakan faktor risiko yang

signifikan terhadap kejadian cerebral palsy. Sebelum dilahirkan, distribusi

sirkulasi darah janin ke otak dapat menyebabkan tendensi terjadinya

hipoperfusi sampai dengan periventrikular white matter. Hipoperfusi dapat

menyebabkan haemorrhage pada matrik germinal atau periventricular

leucomalacia, yang berhubungan dengan kejadian diplegia spastik.

10

Page 16: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Pada saat dimana sirkulasi darah ke otak telah menyerupai sirkulasi otak

dewasa, hipoperfusi kebanyakan merusak area batas dari arterycerebral mayor,

yang selanjutnya menyebabkan fenotip spastik quadriplegia. Ganglia basal

juga dapat terpengaruh dengan keadaan ini, yang selanjutnya menyebabkan

terjadinya koreoathetoid atau distonik. Kerusakan vaskular yang terjadi pada

saat perawatan seringkali terjadi dalam distribusi artery cerebral bagian

tengah, yang menyebabkan terjadinya fenotip spastik hemiplegia.

Tidak ada hal–hal yang mengatur dimana kerusakan vaskular akan terjadi,

dan kerusakan ini dapat terjadi lebih dari satu tahap dalam perkembangan otak

janin. Autoregulasi peredaran darah cerebral pada neonatal sangat sensitif

terhadap asfiksia perinatal, yang dapat menyebabkan vasoparalysis dan

cerebral hyperemia. Terjadinya kerusakan yang meluas diduga berhubungan

dengan vaskular regional dan faktor metabolik, serta distribusi regional dari

rangsangan pembentukkan synaps.

Pada waktu antara minggu ke-26 sampai dengan minggu ke-34 masa

kehamilan, area periventricular white matter yang dekat dengan lateral

ventricles sangat rentan terhadap cedera. Apabila area ini membawa fiber yang

bertanggungjawab terhadap kontrol motorik dan tonus otot pada kaki, cedera

dapat menyebabkan spastik diplegia.Saat lesi yang lebih besar menyebar

sebelum area fiber berkurang dari korteks motorik, hal ini dapat melibatkan

centrum semiovale dan corona radiata, yang dapat menyebabkan spastisitas

pada ekstremitas atas dan ekstremitas bawah.

4. Etiologi Cerebral Palsy

Cerebral palsy dapat disebabkan faktor genetik maupun faktor lainnya.

Apabila ditemukan lebih dari satu anak yang menderita kelainan ini, maka

kemungkinan besar disebabkan oleh faktor genetik. (Soetjiningsih, 1995).

Menurut Soetjiningsih, kerusakan pada otak dapat terjadi pada masa prenatal,

natal dan postnatal.

11

Page 17: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

4.1. Riwayat Prenatal

a. Kelainan perkembangan dalam kandungan, faktor genetik, kelainan

kromosom.

b. Usia ibu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 40 tahun.

c. Infeksi intrauterin : TORCH (Toxoplasma, Rubella atau campak

Jerman, Cytomegalovirus, Herpes simplexvirus) dan sifilis

d. Radiasi saat masih dalam kandungan

e. Asfiksia intrauterin (abrubsio plasenta, plasenta previa, anoksia

maternal, kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan

lain – lain).

f. Keracunan saat kehamilan, kontaminasi air raksa pada makanan, rokok

dan alkohol.

g. Induksi konsepsi.

h. Riwayat obstetrik (riwayat keguguran, riwayat lahir mati, riwayat

melahirkan anak dengan berat badan < 2000 gram atau lahir dengan

kelainan morotik, retardasi mental atau sensory deficit).

i. Toksemia gravidarum, yaitu kumpulan gejala–gejala dalam kehamilan

yang merupakan trias HPE (Hipertensi, Proteinuria dan Edema), yang

kadang–kadang bila keadaan lebih parah diikuti oleh KK (kejang–

kejangataukonvulsi dan koma). Patogenetik hubungan antara toksemia

pada kehamilan dengan kejadian cerebral palsy masih belum jelas.

Namun, hal ini mungkin terjadi karena toksemia menyebabkan

kerusakan otak pada janin.

j. Disseminated Intravascular Coagulation oleh karena kematian prenatal

pada salah satu bayi kembar

4.2. Riwayat Natal

a. Anoksia/hipoksia

Penyebab terbanyak ditemukan dalam masa natal ialah cidera otak.

Keadaan inilah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Hal demikian

terdapat pada keadaan presentasi bayi abnormal, partus lama, plasenta

12

Page 18: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan alat tertentu dan

lahir dengan seksio sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar

membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak,

mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah sehingga terjadi

anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subaraknoid dan

menyebabkan penyumbatan CSS atau cairan serebrospinalis sehingga

mangakibatkan hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat

menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastis.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita pendarahan

otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi cukup bulan, karena

pembuluh darah, enzim, factor pembekuan darah dan lain-lain masih

belum sempurna.Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan

menderita pendarahan otak lebih banyak dibandingkan dengan bayi

cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah

dan lain-lain masih belum sempurna.

d. Postmaturitas

e. Ikterus neonatorum

Ikterus adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat

penumpukan bilirubin, sedangkan hiperbilirubinemia adalah ikterus

dengan konsentrasi bilirubin serum yang menjurus kearah terjadinya

kernikterus atau ensefalopati bilirubin bila kadar bilirubin tidak

dikendalikan (Tjipta, 1994 dalam Arif Mansjoer, 2008). Ikterus pada

masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang kekal

akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan

inkompatibilitas golongan darah.

f. Kelahiran sungsang

g. Bayi kembar

13

Page 19: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Ternyata bahwa makin canggih unit perawatan infeksi neonatal, makin

tinggi angka kejadian cerebral palsy. Sehingga dikatakan bahwa cerebral palsy

adalah produk sampah dari suatu kemajuan unit perawatan intensif neonatal.

(Soetjiningsih, 1995)

4.3. Riwayat Postnatal

a. Trauma kepala

b. Meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan

c. Racun berupa logam berat, CO.

d. Luka parut pada otak paska bedah.

5. Maniferstasi Klinis

5.1. Terdapat spastisitas , terdapat gerakan-gerakan involunter seperti atetosis,

khoreoatetosis, tremor dengan tonus yang dapat bersifat flaksid, rigiditas,

atau campuran.

5.2. Terdapat ataksia, gangguan koordinasi ini timbul karena kerusakan

serebelum. Penderita biasanya memperlihatkan tonus yang menurun atau

hipotonus, dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat.

Mulai berjalan sangat lambat, dan semua pergerakan serba canggung. 

5.3. Menetapnya refleks primitif dan tidak timbulnya refleks-refleks yang lebih

tinggi, seperti refleks landau atau parasut. 

5.4. Penglihatan

Masalah penglihatan yang biasanya muncul pada anak cerebral palsy

adalah juling. Bila terjadi hal tersebut harus segera diperiksakan ke dokter

karena dapat menyebabkan hanya dapt menggunakan satu matanya saja.

5.5. Pendengaran

Kehilangan pendengaran berhubungan dengan mikrosefali,

mikroftalmia dan penyakit jantung bawaan, dimana disarankan untuk

memeriksa ada tidaknya infeksi TORCH (toksoplasma, rubella,

sitomegalovirus dan herpes simpleks). Pada sebagian penderita diskinesia,

kernikterus dapat menyebabkan ketulian sensorineural frekuensi tinggi.

14

Page 20: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Gangguan pendengan dapat menyebabkan terjadinya gangguan bahasa

atau komunikasi.

5.6. Kesulitan makan dan komunikasi

Kesulitan makan dan komunikasi ini kemungkinan disebabkan karena

adanya air liur yang berlebihan akibat fungsi bulbar yang buruk, aspirasi

pneumonia yang berulang dan terdapat kegagalan pertumbuhan paru-paru.

Masalah kesulitan makan yang menetap dapat menjadi gejala awal

dari kesulitan untuk mengekspresikan bahasa di masa yang akan datang.

Penilaian awal kemampuan berkomunikasi dilakukan dengan bantuan ahli

terapi bicara dan bahasa adalah penting dilakukan untuk mengetahui alat

yang sesuai sebagai alternatif untuk membantu berkomunikasi. Hal ini

penting dilakukan untuk memantau perkembangan kognitif anak.

5.7. Pertumbuhan

Kesulitan makan dapat menyebabkan anak tidak tumbuh dengan

semestinya. Anak tersebut dapat kekurangan berat badan.

5.8. Kesulitan belajar

Anak dengan gangguan komunikasi akan sulit dalam menerima suatu

pemahan, walau tidak semua anak dengan cerebral palsy mengalami hal

tersebut.

5.9. Gangguan tingkah laku

Anak cerebral palsy mengalami kesulitan dalam komunikasi dan

gerak, sehingga anak akan lebih mudah marah jika dia diajarkan sesuatu

pelajaran atau hal baru akan mengalami kesulitan. Sehingga harus lebih

sabar dalam menghadapinya.

6. Prognosis

Beberapa faktor berpengaruh terhadap prognosis penderita cerebral palsy

seperti tipe klinis, keterlambatan dicapainya milestones, adanya reflek

patologik dan adanya defisit intelegensi, sensoris dan gangguan emosional.

Anak dengan hemiplegi sebagian besar dapat berjalan sekitar umur 2 tahun,

kadang diperlukan short leg brace, yang sifatnya sementara. Didapatkannya

tangan dengan ukuran lebih kecil pada bagian yang hemiplegi, bisa disebabkan

15

Page 21: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

adanya disfungsi sensoris di parietal dan bisa menyebabkan gangguan motorik

halus pada tangan tersebut. Lebih dari 50% anak tipe diplegi belajar berjalan

pada usia sekitar 3 tahun, tetapi cara berjalan sering tidak normal dan sebagian

anak memerlukan alat bantu. Aktifitas tangan biasanya ikut terganggu,

meskipun tidak tampak nyata. Anak dengan tipe kuadriplegi, 25% memerlukan

perawatan total, sekitar 33% dapat berjalan, biasanya setelah umur 3 tahun.

Gangguan fungsi intelegensi paling sering didapatkan dan menyertai terjadinya

keterbatasan dalam aktifitas. Keterlibatan otot-otot bulber, akan menambah

gangguan yang terjadi pada tipe ini (Steven et all, 2004).

Sebagian besar anak yang dapat duduk pada umur 2 tahun dapat belajar

berjalan, sebaliknya anak yang tetap didapatkan reflek moro, asimetri tonic

neck reflex, extensor thrust dan tidak munculnya reflek parasut biasanya tidak

dapat belajar berjalan. Hanya sedikit anak yang tidak dapat duduk pada umur 4

tahun akan belajar berjalan (Steven et all, 2004).

Pada penderita Cerebral Palsy didapatkan memendeknya harapan hidup.

Pada umur 10 tahun angka kematian sekitar 10% dan pada umur 30 tahun

angka kematian sekitar 13%. Penelitian didapatkan harapan hidup 30 tahun

pada gangguan motorik berat 42%, gangguan kognitif berat 62% dan gangguan

penglihatan berat 38%. Hasil tersebut lebih buruk dibanding gangguan yang

ringan atau sedang.

Jenis pekerjaan yang bisa dilakukan oleh penderita Cerebral Palsy

bervariasi seperti sheltered whorkshops, home based program, pekerjaan

tradisional, pekerja pendukung. Hasil penelitian menunjukkan adanya prediktor

sukses atau tidak suksesnya bekerja pada penderita Cerebral Palsy. Dimana

yang dapat bekeja secara kompetitif bila mempunyai IQ>80, dapat melakukan

aktifitas dengan atau tanpa alat bantu, berbicara susah sampai normal dan dapat

menggunakan tangan secara normal sampai membutuhkan bantuan

(Rosenbaum et all, 2002).

16

Page 22: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

7. Klasifikasi Cerebral Palsy

(Laurie Glazener, 2009)

7.1. Klasifikasi Cerebral Palsy berdasarkan Berdasarkan gejala dan tanda

neurologis:

7.1.1. Tipe Spastik

Spastik berarti kekakuan pada otot. Hal ini terjadi ketika

kerusakan otak terjadi pada bagian cortex cerebri atau pada traktus

piramidalis. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sering

ditemukan yaitu sekitar 70 – 80 % dari penderita.

Pada penderita tipe spastik terjadi peningkatan tonus otot

(hipertonus), hiperefleks dan keterbatasan ROM sendi akibat adanya

kekakuan. Selain itu juga dapat mempengaruhi lidah, mulut dan faring

sehingga menyebabkan gangguan berbicara, makan, bernapas dan

menelan. Jika terus dibiarkan pederita cerebral palsy dapat mengalami

dislokasi hip, skoliosis dan deformitas anggota badan.

Tipe spastik dapat diklasifikasikan berdasarkan topografinya,

yaitu:

a. Monoplegi

Pada monoplegi, hanya satu ekstremitas saja yang mengalami

spastik. Umumnya hal ini terjadi pada lengan atau anggota gerak

atas.

17

Page 23: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

b. Diplegi

Disebabkan oleh spastik yang menyerang traktus

corticospinalbillateral. Kekakuan terjadi pada dua anggota gerak,

sedangkan sistem–sistem lain normal. Anggota gerak bawah

biasanya lebih berat dibanding dengan anggota gerak atas.

c. Triplegi

Spastik pada triplegi menyerang tiga anggota gerak. Umumnya

menyerang pada kedua anggota gerak atas dan satu anggota gerak

bawah.

d. Tetraplegi atau quadriplegi

Ditandai dengan kekakuan pada keempat anggota gerak dan juga

terjadi keterbatasan pada tungkai.

7.1.2. Tipe Diskinetik

Merupakan tipe cerebral palsy dengan otot lengan, tungkai dan

badan secara spontan bergerak perlahan, menggeliat dan tak

terkendali, tetapi bisa juga timbul gerakan yang kasar dan mengejang.

Luapan emosi menyebabkan keadaan semakin memburuk. Gerakan

akan menghilang jika anak tidur. Tipe ini dapat ditemukan pada 10 –

15 % kasus cerebral palsy.

Terdiri atas 2 tipe, yaitu :

a. Distonik

Gerakan yang dihasilkan lambat dan berulang–ulang sehingga

menyebabkan gerakan melilit atau meliuk-liuk dan postur yang

abnormal.

b. Athetosis

Menghasilkan gerakan tambahan yang tidak dapat dikontrol,

khususnya pada lengan, tangan dan kaki serta disekitar mulut.

18

Page 24: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

7.1.3. Tipe Ataxsia

Pada tipe ini terjadi kerusakan pada cerebellum, sehingga

mempengaruhi koordinasi gerakan, keseimbangan dan gangguan

postur. Tipe ini merupakan tipe cerebral palsy yang paling sedikit

ditemukan yaitu sekitar 5 – 10 % dari penderita. Pada penderita tipe

ataxia terjadi penurunan tonus otot atau hipotonus, tremor, cara

berjalan yang lebar akibat gangguan keseimbangan serta kontrol gerak

motorik halus yang buruk karena lemahnya koordinasi.

7.1.4. Tipe Campuran

Merupakan tipe cerebral palsy yang merupakan gabungan dari

dua tipe cerebral palsy. Gabungan yang paling sering terjadi adalah

antara spastic dan athetoid.

7.2. Klasifikasi cerebral palsy berdasarkan derajat keparahan fungsional:

7.2.1. Cerebral Palsy ringan (10%), masih bisa melakukan pekerjaan atau

aktifitas sehari hari sehingga tidak atau hanya sedikit sekali

membutuhkan bantuan khusus.

7.2.2. Cerebral Palsy sedang (30%), aktifitas sangat terbatas sekali sehingga

membutuhkan bermacam bentuk bantuan pendidikan, fisioterapi, alat

brace dan lain lain.

7.2.3. Cerebral Palsy berat (60%), penderita sama sekali tidak bisa

melakukan aktifitas fisik. Pada penderita ini sedikit sekali menunjukan

kegunaan fisioterapi ataupun pendidikan yang diberikan. Sebaiknya

penderita seperti ini ditampung dalam rumah perawatan khusus.

7.3. Derajat keparahan cerebral palsy berdasarkan Gross Motor Function

Classification Systemm atau GMFCS :

Berdasarkan faktor dapat tidaknya beraktifitas atau ambulation, Gross

Motor Functional Classification Systematau GMFCS secara luas

digunakan untuk menentukan derajat fungsional penderita cerebral palsy.

19

Page 25: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Pembagian derajat fungsional cerebral palsy menurut Motor

Functional Classification System, dibagi menjadi 5 level dan berdasarkan

kategori umur dibagi menjadi 4 kelompok (Peter Rosenbaum et al, 2002)

yaitu:

7.3.1. Kelompok sebelum usia 2 tahun

a. Level 1: Bayi bergerak dari terlentang ke duduk di lantai dengan

kedua tangan bebas untuk memainkan objek. Bayi merangkak

menggunakan tangan dan lutut, menarik untuk berdiri dan mengambil

langkah-langkah berpegangan pada benda. Bayi berjalan antara 18

bulan dan 2 tahun tanpa memerlukanalat bantu atau walker.

b. Level 2: Bayi mempertahankan posisi duduk di lantai namun perlu

menggunakan tangan menjaga keseimbangan. Bayi merayap pada

perut atau merangkak pada tangan dan lutut. Bayi mungkin menarik

untuk berdiri dan mengambil langkah berpegangan pada benda.

c. Level 3: Bayi duduk di lantai dengan tegak ketika trunk control baik.

Bayi merayap maju dengan perut.

d. Level 4: Bayi memiliki head control tetapi memerlukan trunk control

untuk duduk di lantai. Bayi dapat berguling untuk terlentang dan

mungkin berguling untuk telungkup.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan. Bayi tidak dapat

mempertahankan kepala dan trunk untuk melawan gravitasisaat

telungkup dan duduk. Bayi memerlukan bantuan orang dewasa untuk

berguling.

7.3.2. Kelompok 2 – 4 tahun

a. Level 1: Anak-anak duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk

memainkan objek. Bergerak dari duduk ke berdiri dilakukan tanpa

bantuan orang dewasa. Anak-anak berjalan untuk berpindah

tempattanpa memerlukan alat bantu atau walker.

b. Level 2: Anak-anak duduk di lantai, tetapi mungkin memiliki

kesulitan dengan keseimbangan ketika kedua tangan bebas untuk

memainkan objek. Anak-anak menarik benda yang tidak bergerak

20

Page 26: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

untuk berdiri. Anak-anak merangkak dengan tangan dan lutut

bergerak bergantian, berpindah tempat dengan berjalan berpegangan

pada benda dan berjalan menggunakan alat bantu atau walker.

c. Level 3: Anak-anak duduk di lantai dengan posisi duduk W dan

mungkin memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengasumsikan

duduk. Anak-anak merayap atau merangkak dengan tangan dan lutut

(sering dengan gerakan tangan dan lutut yang tidak bergantian) untuk

berpindah tempat. Anak-anak mungkin menarik pada benda yang

stabil untuk berdiri. Anak-anak mungkin berjalan dalam ruangan

dengan jarak dekat dengan menggunakan alat bantu atau walkerdan

memerlukan bantuan orang dewasa untuk mengarahkan langkahnya.

d. Level 4: Anak-anak duduk di lantai ketika ditempatkan, tetapi tidak

dapat menjaga keseimbangan tanpa menggunakan tangan untuk

mendukung. Anak-anak sering membutuhkan alat bantu untuk duduk

dan berdiri. Mobilisasi diri untuk jarak pendek atau dalam ruangan

tercapai melalui berguling, merayap, atau merangkak pada tangan dan

lutut tanpa gerakan bergantian atau simultan.

e. Level 5: Gangguan fisik membatasi gerakan dan kemampuan untuk

menjaga kepala dan trunk dalam melawan gravitasi. Semua bidang

fungsi motorik terbatas. Beberapa anak mobilisasi menggunakan kursi

roda.

7.3.3. Kelompok 4 – 6 tahun

a. Level 1: Anak dapat duduk dan bangkit dari duduk pada kursi, tanpa

membutuhkan bantuan tangan. Anak bergerak dari lantai dan dari

kursi untuk berdiri tanpa bantuan obyek. Anak berjalan baik dalam

ruangan maupun diluar ruangan, dan dapat naik tangga. Terdapat

kemampuan untuk berlari atau melompat.

b. Level 2: Anak duduk di kursi dengan kedua tangan bebas

memanipulasi obyek. Anak dapat bergerak dari lantai untuk berdiri,

tetapi seringkali membutuhkan obyek yang stabil untuk menarik atau

mendorong dengan tangannya. Anak berjalan tanpa alat bantu

21

Page 27: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

didalam ruangan dan dengan jarak pendek pada permukaan yang rata

diluar ruangan. Anak dapat berjalan naik tangga dengan berpegangan

pada tepi tangga., tetapi tidak dapat berlari atau melompat.

c. Level 3: Anak dapat duduk pada kursi, tetapi membutuhkan alat bantu

untuk pelvis atau badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak

dapat duduk dan bangkit dari duduk menggunakan permukaan yang

stabil untuk menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak

seringkali dibantu untuk mobilitas pada jarak yang jauh atau diluar

ruangan dan untuk jalan yang tak rata.

d. Level 4: Anak duduk di kursi tapi butuh alat bantu untuk kontrol

badan untuk memaksimalkan fungsi tangan. Anak duduk dan bangkit

dari duduk membutuhkan bantuan orang dewasa atau obyek yang

stabil untuk dapat menarik atau mendorong dengan tangannya. Anak

dapat berjalan pada jarak pendek dengan bantuan walker dan dengan

pengawasan orang dewasa, tetapi kesulitan untuk jalan berputar dan

menjaga keseimbangan pada permukaan yang rata. Anak dibantu

untuk mobilitas ditempat umum. Anak bisa melakukan mobilitas

dengan kursi roda bertenaga listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan,

gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.

Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi

dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak

tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilisasi.

Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi

roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

7.3.4. Kelompok 6 – 12 Tahun

a. Level 1: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan, naik tangga tanpa

keterbatasan. Anak menunjukkan performa fungsi motorik kasar

termasuk lari dan lompat, tetapi kecepatan, keseimbangan dan

koordinasi berkurang.

22

Page 28: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

b. Level 2: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan dan naik tangga

dengan berpegangan di tepi tangga, tetapi terdapat keterbatasan

berjalan pada permukaan yang rata dan mendaki, dan berjalan

ditempat ramai atau tempat yang sempit. Anak dapat melakukan

kemampuan motorik kasar, seperti berlari atau melompat yang

minimal.

c. Level 3: Anak berjalan didalam dan diluar ruangan pada permukaan

yang rata dengan bantuan alat bantu gerak. Anak masih mungkin

dapat naik tangga dengan pegangan pada tepi tangga. Tergantung

fungsi dari tangan, anak menggerakan kursi roda secara manual atau

dibantu bila melakukan aktifitas jarak jauh atau diluar ruangan pada

jalan yang tidak rata.

d. Level 4: Anak bisa dengan level fungsi yang sudah menetap dicapai

sebelum usia 6 tahun atau lebih mengandalkan mobilitas

menggunakan kursi roda dirumah, disekolah dan ditempat umum.

Anak dapat melakukan mobilitas sendiri dengan kursi roda bertenaga

listrik.

e. Level 5: Kelainan fisik membatasi kemampuan kontrol gerakan,

gerakan kepala dan postur tubuh. Semua area fungsi motorik terbatas.

Keterbatasan untuk duduk dan berdiri yang tidak dapat dikompensasi

dengan alat bantu, termasuk yang menggunakan teknologi. Anak

tidak dapat melakukan aktifitas mandiri dan dibantu untuk mobilitas.

Sebagian anak dapat melakukan mobilitas sendiri menggunakan kursi

roda bertenaga listrik dengan sangat membutuhkan adaptasi.

8. Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi

Dalam makalah ini, kelompok kami kami mengambil kasus mengenai

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi.

8.1. Pengertian Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi yaitu kerusakan pada sistem saraf

pusat yang berdampak tidak berkembangnya sistem saraf tersebut ditandai

23

Page 29: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

tonus otot yang meninggi serta semua badan terasa kaku terutama pada

lengan sehingga mengalami gangguan pada bagian motorik dan

terlambatnya perkembangan anak. Quadriplegi dibeberapa klinik disebut

juga sebagai double hemiplegi yaitu dua sisi tubuh terutama dilengan

lebih kaku dibanding kaki. (Pamela, 1993)

8.2. Manifestasi klinis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Menurut Sherrill, 1984, ciri fisik yang sering ditemui adalah sebagai

berikut:

1.) Pada kasus ini Assymetrical Tonic Neck Reflex dan Moro Reflex atau

ATNR yang harusnya sudah hilang pada usia 6 bulan, masih ada. 

2.) Kepala dan leher cenderung ke arah fleksi, hal ini dapat disebabkan

oleh gangguan visual.

3.) Persendian bahu atau shoulder cederung ke arah abduksi disebabkan

adanya hipertonus.

4.) Lengan bawah atau forearm akan cendurung ke arah pronasi.

5.) Pergelangan tangan atau wrist seringkali dalam posisi fleksi,

sedangkan jari-jari tangan dalam posisi mengepal.

6.) Sendi panggul atau hip cenderung dalam posisi adduksi, yang

menyebabkan tungkai dan kaki dalam posisi menggunting dan

menyebabkan terjadinya dislokasi hip. Dislokasi ini terjadi karena

adanya gaya yang berlebih yang menyebabkan sendi melampaui

batas normal anatominya.

7.) Sendi lutut atau knee akan cenderung dalam posisi semifleksi.

8.) Ankle joint akan cenderung dalam posisi plantar fleksi, karena

terjadi ketengan dari tendong achilles.

9.) Masalah keseimbangan, terjadi karenan adanya kerusakan pada

cerebellum. Anak dengan pola jalan menggunting akan rawan untuk

jatuh ke depan.

10.) Spastik sering berpengaruh pada otot-otot pernafasan.

11.) Keterlambatan dalam pertumbuhan dan perkembangan.

24

Page 30: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

12.) Pada kebanyakan kasusCerebral Plasy Spastic Quadriplegia, anak

berguling dan keduduk denganflexipatrondan tanpa rotasi trunk.

8.3. Prognosis Cerebral Palsy Spastis Quadriplegi

Prognosis pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi dipengaruhi

beberapa faktor antara lain: 

8.3.1. Berat ringannya kerusakan yang dialami pasien. 

Menurut tingkatannya Cerebral Palsy Spastic Quadriplegisecara

umum diklasifikasikan dalam tiga tingkat yaitu:

a. Mild 

Pasien dengan Mild Quadriplegi dapat berjalan tanpa

menggunakan alat bantu seperti billateral crutches atau walker, dan

dapat bersosialisasi dengan baik dengan anak-anak normal

seusianya pasien. 

b. Moderate 

   Pasien dengan Moderate Quadriplegi mampu untuk berjalan

saat melakukan aktifitas sehari-hari tetapi terkadang masih

membutuhkan alat bantu seperti billateral crutches atau walker.

Namun demikian untuk perjalanan jauh atau berjalan dalam waktu

yang relatif lama dan jarak tempuh yang relatif jauh, pasien masih

memerkulan bantuan kursi roda.

c. Severe

   Sedangkan pasien dengan Severe Quadriplegi sangat

tergantung pada alat bantu atau bantuan dari orang lain untuk

berjalan meskipun hanya untuk mencapai jarak yang dekat,

misalnya untuk berpindah dari satu ruangan ke ruangan yang lain

dalam satu rumah. Pasien sangat tergantung pada kursi roda atau

orang lain untuk melakukan aktifitas. 

25

Page 31: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

8.3.2. Pemberian terapi pada pasien Cerebral Palsy Spastic Quadriplegi 

 Pemberian terapi dengan dosis yang tepat dan adekuat juga

berpengaruh terhadap prognosis pasien. Semakin tepat dan adekuat

terapi yang diberikan semakin baik prognosisnya. 

8.3.3. Kondisi tubuh pasien. 

Dengan kondisi tubuh yang baik akan mempermudah pasien

untuk mengembangkan kemampuannya pada saat latihan sehingga

pasien dapat melakukan aktifitas sehari-hari secara mandiri. 

8.3.4. Lingkungan tempat pasien tinggal dan bersosialisasi. 

Peran lingkungan terutama keluarga sangat mempengaruhi

perkembangan pasien, dukungan mental yang diberikan keluarga

kepada pasien sangat dibutuhkan pasien tidak hanya pada saat

menjalani terapi sehingga pasien bersemangat setiap kali menjalani

sesi latihan tetapi juga untuk menumbuhkan rasa percaya diri pasien

untuk bersosialisasi dengan dunia luar.

9. Penatalaksanaan Fisioterapi pada Cerebral PalsySpastik Quadriplegi

Asesmen merupakan proses pengumpulan data baik data pribadi maupun

data pemeriksaan pasien. Asesmen dilakukan bertujuan untuk

mengidentifikasikan urutan masalah yang timbul pada kasus Cerebral Palsy

Spastic Quadriplegic kemudian menjadi dasar dari penyusunan program terapi

dan tujuan terapi yang disesuaikan dengan kondisi pasien serta lingkungan

sekitar pasien. Dalam asesmen meliputi:

9.1. Anamnesis

Anamnesis merupakan cara pengumpulan data dengan jalan tanya

jawab antara sterapis dengan sumber data. Dilihat dari segi

pelaksanaannya anamnesis dibedakan atas dua yaitu: Autoanamnesis,

merupakan anamnesis yang langsung ditujukan kepada pasien yang

bersangkutan dan Alloanamnesis, merupakan anamnesis yang dilakukan

26

Page 32: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

terhadap orang lain yaitu keluarga, teman, ataupun orang terdekat dengan

pasien yang mengetahui keadaan pasien tersebut. Anamnesis yang akan

dilakukan berupa :

9.1.1. Identitas Penderita atau Anamnesis Umum

Anamnesis ini berisi tentang : nama, umur, jenis kelamin, alamat,

pekerjaan, hobi dan agama. Identitas pasien harus diisi selengkap

mungkin, ini bertujuan untuk menghindari kesalahan dalam pemberian

tindakan.

Dari data identitas pasien, kita juga mendapatkan kesan mengenai

keadaan sosial ekonomi, budaya dan lingkungan dari pendidikan

terakhir dan pekerjaan pasien. Sehingga kita dapat memberikan

tindakan dan edukasi yang sesuai bagi pasien.

9.1.2. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan keluhan yang paling mengganggu

pasien pada saat itu. Keluhan utama pasien dijadikan sebagai

acuan dalam menggali informasi lebih dalam, melakukan

pemeriksaan dan pemberian tindakan. Pada anak, keluhan utama

yang ditanyakan anak belum bisa apa dan sudah bisa apa.

9.1.3. Riwayat Penyakit Sekarang

Riwayat penyakit sekarang merupakan rincian dari keluhan

utama, yang berisi riwayat perjalanan penyakit secara kronologis

dengan jelas dan lengkap serta keterangan tentang riwayat

pengobatan yang pernah dilakukan sebelumnya dan hasil yang

diperoleh. Riwayat penyakit sekarang harus meliputi: lokasi dan

penjalaran, intensitas atau keparahan, disabilitas, durasi,

frekuensi, kondisi atau keadaan saat munculnya gejala, faktor

pencetus, faktor yang memperberat, faktor yang memperingan,

kaitannya dengan aktivitas sehari-hari. Hal ini bertujuan sebagai

acuan dalam melakukan pemeriksaan serta pemberian tindakan.

27

Page 33: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

9.1.4. Riwayat Prenatal

Mencakup usia ibu saat hamil, kehamilan direncanakan atau

tidak, rutin kontrol ke dokter atau dokter atau tidak, selama hamil

ibu mengalami trauma, perdarahan, dan menderita penyakit

lainnya atau tidak, mengkonsumsi obat-obatan atau jamu-jamuan

tidak.

9.1.5. Riwayat Natal

Mencakup usia kehamilan, lahir normal atau caesar, ditolong

oleh siapa, dimana, langsung menangis atau tidak, berat badan

lahir, panjang badan lahir, saat lahir apakah anak berwana biru

atau kuning tidak.

9.1.6. Riwayat Post Natal

Mencakup penah kejang atau tidak, berwana biru atau kuning

tidak, anak minum ASI sampai usia berapa tahun.

9.1.7. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat penyakit dahulu merupakan riwayat penyakit fisik

maupun psikiatrik yang pernah diderita sebelumnya. Meliputi,

anak pernah deman, kejang, diare, atau penyakit lainnya yang

tidak berhubungan secara langsung dengan keluhan utama anak

atau tidak, pernah dirawat di rumah sakit atau tidak, dimana,

kapan atau saat usia berapa tahun, dan berapa lama. Hal ini perlu

diketahui karena ada beberapa penyakit yang sekarang dialami

ada hubungannya dengan penyakit yang pernah dialami

sebelumnya serta sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan

tindakan yang akan dilakukan.

28

Page 34: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

9.1.8. Riwayat Penyakit Keluarga

Sejarah keluarga memegang peranan penting dalam kondisi

kesehatan seseorang. Penyakit yang muncul pada lebih dari satu

orang keluarga terdekat dapat meningkatkan resiko untuk

menderita penyakit tersebut. Penyakit yang muncul bersamaan

pada keluarga juga mengindikasikan resiko yang lebih besar,

misalnya diabetes dan penyakit jantung.

9.1.9. Riwayat Psikososial

Riwayat psikososial pada kasus anak berisikan anak tersebut

anak ke berapa dari berapa bersaudara, usia, pendidikan, dan

pekerjaan orang tua, sehari-hari anak diasuh oleh siapa.

Pentingnya mengetahui riwayat psikososial adalah untuk

merancang terapi dan home program yang tepat bagi pasien.

9.1.10. Riwayat Imunisasi

Berisikan imunisasi apa saja yang pernah diberikan kepada

anak tersebut.

(Depkes dalam Lunar 2012)

29

Page 35: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Keterangan gambar:

a. Imunisasi BCG: Ditujukan untuk memberikan kekebalan bayi

terhadap bakteri tuberkolosis atau TBC.

b. Imunisasi DPT: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadapat

penyakit Dipteri, Pertusis atau batuk rejan dan tetanus.

c. Imunisasi Polio: Memberikan kekebalan bagi bayi terhadap

penyakit polio atau kelumpuhan

d. Imunisasi Hib: Mencegah bayi terkena infeksi Haemophils

influenza tipe b yang dapat menyebabkan penyakit meningitis,

infeksi tenggorokan dan pnemonia. Imunisasi Hib ini sangat

mahal, maka belum di wajibkan.

e. Imunisasi Pneumokokus: melindung bayi dari bakteri penyebab

infeksi pada telinga. Selain itu bakteri ini bisa menimbulkan

permasalah serius seperti meningits dan infeksi pada darah.

9.1.11. Riwayat Tumbuh Kembang

Riwayat tumbuh kembang normal anak meliputi: fase-fase

perkembangan dan pertumbuhan anak dapat dilalui pada saat usia

anak berapa tahun, senyum pada orang untuk pertama kali;

berbicara pertama kali, pemberian ASI sampai dengan usia berapa

tahun, pemberian susu formula sejak usia berapa, alasan

pemberian susu formula, cara minumnya, jenis makanan yang

dapat dimakan oleh anak pada saat ini, cara makannya, bahasa

yang dapat anak ucapkan saat itu.

30

Page 36: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Normal Development Child menurut WHO, 1993:

31

Page 37: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Normal Development and Cerebral Palsy Development

menurut WHO, 1993

9.2. Pemeriksaan

Pemeriksaan terdiri dari:

9.2.1. Pemeriksaan Umum mencakup cara datang, normal, digendong,

atau menggunakan alat bantu, kesadaran,koperatif atau tidak, tensi,

pemeriksaan lingkar kepala, nadi,respirasi rate, status gizi, suhu

tubuh.

a. Kesadaran

Tingkat kesadaran adalah ukuran dari kesadaran dan respon

seseorang terhadap rangsangan dari lingkungan, tingkat

kesadaran dibedakan menjadi :

32

Page 38: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

1. Compos Mentis atau conscious, yaitu kesadaran normal,

sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan

tentang keadaan sekelilingnya.

2. Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk

berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh.

3. Delirium, yaitu gelisah, disorientasi berupa orang, tempat,

waktu, memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,

kadang berhayal.

4. Somnolen atau Obtundasi, Letargi, yaitu kesadaran

menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah tertidur,

namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang atau mudah

dibangunkan tetapi jatuh tertidur lagi, mampu memberi

jawaban verbal.

5. Stupor atau soporo koma, yaitu keadaan seperti tertidur

lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri.

6. Coma atau comatos, yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak ada

respon terhadap rangsangan apapun atau tidak ada respon

kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada

respon pupil terhadap cahaya.

b. Tensi atau Tekanan Darah

Tekanan darah adalah tekanan yang ditimbulkan pada

dinding arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan darah pada saat

terjadi kontraksi otot jantung. Sedangkan, tekanan diastolik

adalah tekanan darah yang digambarkan pada rentang di antara

grafik denyut jantung. Tekanan darah biasanya digambarkan

sebagai rasio tekanan sistolik terhadap tekanan diastolik.

Pengukuran tekanan darah pada anak-anak dilakukan pada

kasus-kasus tertentu.

33

Page 39: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Jumlah tekanan darah yang normal berdasarkan usia

seseorangadalah:

- Bayi usia di bawah 1 bulan     : 85/15 mmHg

- Usia 1 – 6 bulan     : 90/60 mmHg

- Usia 6 – 12 bulan    : 96/65 mmHg

- Usia 1 – 4 tahun    : 99/65 mmHg

- Usia 4 – 6 tahun    : 160/60 mmHg

- Usia 6 – 8 tahun    : 185/60 mmHg

- Usia 8 – 10 tahun    : 110/60 mmHg

(Pamela, 1993)

c. Lingkar Kepala

Mengukur lingkar kepala berfungsi untuk mengetahui

perkembangan otaknya. Meskipun ukuran lingkar kepala anak

tidak berpengaruh pada tingkat kecerdasannya, namun ukuran

lingkar kepala berkaitan dengan volume otaknya. Lingkar

kepala anak akan bertambah sesuai dengan usia dan juga

diepngaruhi oleh jenis kelamin.

Lingkar kepala pada anak laki-laki

Grafik lingkaran kepala anak laki-laki (berdasarkan Nelhaus

G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer 2000.

34

Page 40: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Lingkar kepala pada anak perempuan

Grafik lingkaran kepala anak perempuan (berdasarkan

Nelhaus G. Pediatr. 41: 106; 1986) dalam Arif Mansjoer

2000.

d. Nadi

Mengetahui denyut nadi merupakan dasar untuk melakukan

latihan fisik yang benar dan terukur atau mengetahui seberapa

keras jantung bekerja. Pengukuran nadi dilakukan dengan durasi

1 menit.

Frekuensi denyut nadi normal:

Usia Denyut Nadi

1 minggu 100 – 140 kali/menit

2 – 8 minggu 90 – 130 kali/menit

3 – 12 bulan 90 – 130 kali/menit

1 – 6 tahun 75 – 115 kali/menit

7 – 12 tahun 70 – 80 kali/menit

(Pamela, 1993)

35

Page 41: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Pola nadi yang normal adalah detaknya berirama.

Pola nadi Deskripsi

Bradikardia Frekuensi nadi lambat.

Takikardia Frekuensi nadi meningkat, dalam keadaan tidak pada

ketakutan, menangis, aktivitas meningkat, atau demam

yang menunjukan penyakit jantung.

Aritmia Frekuensi nadi meningkat selama inspirasi, menurun

selama ekspirasi. Sinus Aritmia merupakan variasi

normal pada anak, khususnya selama tidur.

e. Respirasi Rate

Respirasi rate adalah jumlah seseorang mengambil napas per

menit. Tingkat respirasi biasanya diukur ketika seseorang dalam

posisi diam dan hanya melibatkan menghitung jumlah napas

selama satu menit dengan menghitung berapa kali dada

meningkat.

Tabel respirasi rate normal pada anak

Usia Pernapasan

1 minggu 30 – 60 kali/menit

2 – 8 minggu 30 – 40 kali/menit

3 – 12 bulan 20 – 30 kali/menit

1 – 6 tahun 19 – 29 kali/menit

7 – 12 tahun 15 – 20 kali/menit

(Pamela, 1993)

f. Suhu Badan

Nilai hasil pemeriksaan suhu merupakan indikator untuk

menilai keseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran

panas. Nilai ini akan menunjukkan peningkatan bila pengeluaran

panas meningkat. Kondisi demikian dapat juga disebabkan oleh

vasodilatasi, berkeringat, hiperventilasi dan lain-lain. Demikian

sebaliknya, bila pembentukan panas meningkat maka nilai suhu

36

Page 42: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

tubuh akan menurun. Memeriksa suhu badan bias menggunakan

punggung tangan. Afebris berarti dalam batas normal, subfebris

berarti demam yang tidak tinggi atau saat dipalpasi terasa

hangat, febris berarti demam.

g. Status Gizi

Status gizi anak dapat dilihat dari pemeriksaan turgor kulit,

konjungtiva mata, dan proporsi tubuh. Namun, untuk lebih

meyakinkannya lagi, dapat dihitung dari rumus:

Panjang badan = 80 + 5n

Berat badan = 8 + 2n

Dimana n adalah umur dalam tahun.

(Arif Mansjoer, 2000)

9.2.2.Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan khusus terdiri dari:

1. Pengamatan Posisi

Pemeriksaan ini berfungsi untuk menilai ada tidaknya

gerakan ekstremitas abnormal, asimetris, posisi dan gerakan

yang abnormal. Pengamatan posisi dilakukan pada saat

terlentang, berguling, telungkup, merayap, ke duduk, duduk,

merangkak, ke berdiri, berdiri, dan berjalan. Pengamatan posisi

anak dilakukan sesuai dengan kemampuan anak. Setiap posisi

memiliki komponennya masing – masing.

a. Terlentang

Komponen yang dilihat:

1.) Gerakannya (aktif, simultan, kecenderungan posisi)

2.) Posisi kepala

3.) Posisi trunk (simetris atau tidak simetris)

4.) Posisi shoulder

37

Page 43: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

5.) Posisi elbow

6.) Posisi wrist

7.) Posisi jari

8.) Posisi hip

9.) Posisi knee

10.) Posisi ankle

b. Berguling

Komponen yang dilihat:

1.) Via (hip atau shoulder)

2.) Rotasi trunk (ada atau tidak)

c. Telungkup

Komponen yang dilihat:

1.) Head lifting

2.) Head control

3.) Forearm support

4.) Hand support

5.) Posisi trunk

6.) Posisi hip

7.) Posisi knee

8.) Posisi ankle

d. Merayap

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

2.) Forearm support

3.) Rotasi trunk

4.) Gerakannya simultan

5.) Trnsfer weight bearing

e. Duduk

38

Page 44: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

2.) Trunk control

3.) Hand support

4.) Weight bearing

5.) Sitting balance

6.) Protective reaction

f. Ke duduk

Komponen yang dilihat:

1.) Posisi awal

2.) Proses

3.) Head control

4.) Forearm support

5.) Hand suppport

6.) Fiksasi gerakan

7.) Transfer weight bearing

g. Merangkak

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

2.) Weight bearing

3.) Rotasi trunk

4.) Transfer wieght bearing

5.) Gerakannya simultan atau tidak

h. Berdiri

Komponen yang dilihat

1.) Head control

2.) Posisi shoulder

3.) Posisi elbow

4.) Posisi wrist

39

Page 45: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

5.) Posisi jari-jari

6.) Posisi trunk

7.) Trunk control

8.) Posisi hip

9.) Posisi knee

10.) Posisi ankle

11.) Weight bearing

12.) Standing balance

i. Ke berdiri

Komponen yang dilihat:

1.) Posisi awal

2.) Proses

3.) Head control

4.) Trunk control

5.) Weight bearing

6.) Transfer weight bearing

7.) Pola ke berdiri

j. Berjalan

Komponen yang dilihat:

1.) Head control

2.) Trunk control

3.) Rotasi trunk

4.) Transfer weight bearing

2. Spastisitas

Spastisitas merupakan fungsi tonus yang meningkat

tergantung pada kecepatan gerakan. Merupakan gambaran lesi

pada Upper Motor Neuron. Membentuk ekstrimitas pada posisi

ekstensi.Pengukuran spastisitas dilakukan apabila ada

40

Page 46: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

kecurigaan kecenderungan posisi. Skala pengukuran dapat

menggunakan ashworth.

Skala Klinis Spastisitas (ASHWORTH)

0 : Tidak terdapat peningkatan tonus postural.

1 : Sedikit peningkatan tonus, terdapat tahanan minimal

di akhir Lingkup Gerak Sendi.

1+ : Sedikit peningkatan tonus, tahanan sedikit kurang dari

½ Lingkup Gerak Sendi.

2 : Peningkatan tonus lebih nyata hampir seluruh

Lingkup Gerak Sendi, namun masih bisa digerakkan

3 : Peningkatan tonus bermakna, sehingga gerakan pasif

sulit dilakuakan.

4 : Sendi dalam posisi fleksi atau ekstensi atau dalam

satu posisi.

(Malene Wesselhoff, 2012)

3. Ankle Clonus

Bila terjadi rileks yang sangat hiperaktif, maka keadaaan ini

disebut klonus. Jika kaki dibuat dorsi fleksi dengan tiba-tiba,

dapat mengakibatkan dua atau tiga kali gerakan sebelum

selesai pada posisi istirahat. Kadang-kadang pada penyakit

Sistem Saraf Pusat terdapat aktivitas ini dan kaki tidak mampu

istirahat di mana tendon menjadi longgar tetapi aktivitas

menjadi berulang-ulang.

4. Tightness

a. Pemeriksaan tightness pada m. hamstringPosisi os : terlentangTatalaksana : fleksikan salah satu hip. Positif jika hip

pada sisi kontralateral terangkat.

b. Pemeriksaan tightness pada m. illiopsoasPosisi os : telungkupTatalaksana : fleksikan kedua knee. Positif jika hip fleksi.

41

Page 47: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

c. Pemeriksaan tightness tendon achillesPosisi os : terlentangTatalaksana : dorsi fleksikan ankle. Positif jika ankle sulit

didosi fleksikan.

5. Pemeriksaan 7 Refleks

Merupakan salah satu komponen penentu prognosis

berjalan. Pemeriksaan 7 refleks dilakukan mulai usia 1 tahun

hingga usia kurang dari 7 tahun. Pemeriksaan 7 refleks

meliputi (Pamela, 1993):

a. ATNR atau Asymetrical Tonic ReflexLokasi :brainstem

Muncul saat usia : 2 bulan

Hilang saat usia : 4 bulan

Cara pemeriksaaan : anak terlentang dengan posisi kepala

pada midline, kemudian kepala dirotasikan ke salah satu

sisi. Positif jika elbow dan knee pada ipsilateral fleksi, dan

pada sisi kontralateral: shoulder abduksi, elbow ekstensi.

b. STNR atau Symetrical Tonic Neck ReflexLokasi : brainstem

Muncul saat usia : 4 sampai 6 bulan

Hilang saat usia : 10 bulan

Cara pemeriksaaan : anak telungkup dipangkuan

pemeriksa. Kemudian kepala anak difleksikan atau

diekstensikan. Positif jika saat kepala difleksikan, maka

kedua lengan fleksi dan tungkai ekstensi. Positif jika saat

kepala ekstensikan, maka kedua lengan ekstensi dan tungkai

fleksi.

42

Page 48: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

c. Neck RightingLokasi : Midbrain

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 4 sampai 6 bulan

Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang.

Kemudian kepala dirotasikan ke salah satu sisi. Positif jika

tubuh berputar mengikuti kepala, mulai dari shoulder,

trunk, dan pelvis, serta anggota gerak bawah.

d. Extensor ThrustLokasi : Spinal

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan

Cara pemeriksaaan : knee anak dalam posisi fleksi.

Kemudian telpak kaki digores atau disentuh. Positif jika

knee menjadi lurus.

e. MoroLokasi : Spinal

Muncul saat usia : Baru lahir

Hilang saat usia : 1 sampai 2 bulan

Cara pemeriksaaan : anak dalam posisi terlentang, kepala

dan punggung anak disangga tangan pemeriksa. Kemudian

secara tiba-tiba jatuhkan pegangan kepala anak tanpa

ditekan. Positif jika ada reaksi seperti terkejut, yaitu kedua

elbow fleksi dengan forearm supinasi.

f. Parachute Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : 6 sampai 9 bulan

Hilang saat usia : tidak hilang atau sepanjang usia

Cara pemeriksaaan : anak diposisikan seperti akan

terjun, handling pemeriksa pada bagian torakal, posisi

43

Page 49: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

kepala lebih rendah dari kaki. Positif jika kedua lengan anak

lurus, jari-jari tangan diekstensikan seolah hendak

mendarat, atau sering disebut handsupport.

g. Foot placement

Lokasi : Cortical

Muncul saat usia : Baru lahir

Cara pemeriksaaan : anak diposisikan berdiri, handling

pada axilla anak. Kemudian punggung tungkai anak digoreskan

pada meja. Positif jika kaki anak naik ke atas meja.

Penilaian 7 refleks:

ATNR ( - ) : 0

STNR ( - ) : 0

Neck righting ( - ) : 0

Extensor thrust ( - ) : 0

Moro ( - ) : 0

Paracute ( + ) : 0

Foot placement ( + ) : 0

Keterangan:

Jika skor 0, maka anak bisa berjalan.

Jika skor 1, maka anak bisa berjalan tanpa atau dengan alat

bantu.

Jika skor 2 atau lebih dari 2, maka prognosa berjalan jelek.

6. Pemeriksaan Fungsi Bermain

Anak kecil mempunyai organ memori yang belum banyak

terisi. Melalui bermain anak akan mengeksplorasi dan

memanipulasi benda-benda di sekitarnya. Setelah mengenali

dan mempelajari, selanjutnya anak akan menyimpannya di

dalam sel-sel memori atau otak. Semakin banyak sel

44

Page 50: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

memorinya terisi oleh data-data tertentu yang diperolehnya

melalui permainan, maka akan semakin meningkatkan

kemampuan kognitifnya. Fungsi bermain anak berbeda-beda

sesuai dengan usianya.

Pemeriksaan denver II adalah suatu pemeriksaan yang

digunakan untuk screening perkembangan anak dari lahir

sampai usia 6 tahun, yang meliputi 4 aspek penilaian yaitu

personal sosial, motorik kasar, bahasa, dan motorik halus.

9.3. Pengumpulan Data Tertulis Pemeriksaan Penunjang

Merupakan data-data yang dijadikan sebagai referensi. Dalam kasus

ini, data penunjang yang dipakai adalah BERA, pemeriksaan mata, dan

radiografi panggul.

a. BERA atau Brain Evoked Response Audiometry merupakan tes

neurologik untuk fungsi pendengaran batang otak terhadap

rangsangansuara. BERA dapat digunakan untuk mendeteksi dini

adanya gangguan pendengaran, bahkan sejak bayi baru saja

dilahirkan. Tes BERA ini dapat menilai fungsi pendengaran bayi

atau anak yang tidak kooperatif.

9.4. 1. Urutan Masalah Fisioterapi Berdasarkan Prioritas

Urutan masalah didapatkan dari hasil pemeriksaan fisik baik

pemeriksaan umum maupun pemeriksaan khusus dan juga keluhan

dari pasien itu sendiri. Masalah yang timbul meliputi:

2. Diagnosa Fisioterapi

Disusun berdasarkan dari urutan masalah yang ada. Diagnosa

Fisioterapi terdiri dari impairment, keterbatasan gerak, keterbatasan

fungsional yang berhubungan dengan diagnosa medik.

45

Page 51: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

9.5. Program Pemeriksaan Fisioterapi

1. Pengumpulan data program Fisioterapi dari dokter Rehabilitasi

Medik

Merupakan program yang disusun oleh dokter Rehabilitasi Medik

yang bersangkutan.

2. Tujuan

a. Tujuan Jangka Pendek

Tujuan jangka pendek biasanya dibuat berdasarkan prioritas

masalah yang utama. Dalam membuat tujuan jangka pendek ini

harus disertai dengan bagaimana tujuan atau rencana tersebut

akan dicapai, alokasi waktu pencapaian, dan kondisi-kondisi

seputar pasien dan lingkungan yang memungkinkan tujuan

tersebut dapat dicapai.

b. Jangka Panjang

Tujuan jangka panjang juga dibuat berdasarkan prioritas

masalah, tetapi bukan masalah yang utama atau segera. Tujuan

jangka panjang harus realistis sesuai dengan perkiraan pemulihan

yang maksimal sesuai patologi dan keadaan pasien juga harapan

dari pasien dan keluarga. Pada kasus anak dengan masalah

Cerebral Palsy Spastic Quadriplegic menentukan prognosis

berjalan berdasarkan penilain 7 refleks dan komponen prognosis

berjalan yang lain adalah kognisi, distribusi spastis, level spastis

berdasarkan nilai Skala Ashworht, penganan atau intervensi dini,

lingkungan atau persepsi, setelah usia 2 tahun belum bisa duduk

maka prognosis berjalan buruk.

3. Metode Pemberian Fisioterapi

Fisioterapis memilih intervensi berdasarkan pada kompleksitas

dan tingkat keparahan dari problem. Fisioterapis memilih,

mengaplikasikan atau memodifikasi satu atau lebih prosedur

46

Page 52: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

intervensi berdasarkan pada tujuan akhir dan hasil yang diharapkan

yang telah dikembangkan terhadap pasien.

Metode tersebut meliputi:

1.)Metode Bobath atau Neuro Development Treatment(NDT)

a. Konsep Neuro Development Treatment

Neuro Development Treatment (NDT) menekankan pada

hubungan antara normal postural reflex mechanism

(mekanisme refleks postural normal), yang merupakan suatu

mekanisme refleks untuk menjaga postural normal sebagai

dasar untuk melakukan gerak. Mekanisme refleks postural

normal memiliki kemampuan yang terdiri dari: (1) normal

postural tone, (2) normal reciprocal innervations, dan (3)

variasi gerakan yang mengarah pada fungsional. Syarat agar

mekanisme refleks postural normal dapat terjadi dengan baik:

(1) righting reaction yang meliputi labyrinthine righting

reaction, neck righting reaction, body on body righting

reaction, body on head righting reaction, dan optical righting

reaction, (2) equilibrium reaction, yang mempersiapkan dan

mempertahankan keseimbangan selama beraktivitas, (3)

protective reaction, yang merupakan gabungan antara righting

reaction dengan equilibrium reaction (The Bobath Centre of

London, 1994).

b. Prinsip Teknik Neuro Development Treatmentatau NDT

Prinsip dasar teknik metode Neuro Development

Treatment atau NDTmeliputi 3 hal:

1. Patterns of movement

Gerakan yang terjadi pada manusia saat bekerja adalah

pada pola tertentu dan pola tersebut merupakan representasi

dari kontrol level kortikal bukan kelompok otot tertentu.

Pada anak dengan kelainan sistem saraf pusat, pola gerak

yang terjadi sangat terbatas, yang mana dapat berupa

47

Page 53: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

dominasi refleks primitif, berkembangnya pola gerak

abnormal karena terbatasnya kemampuan bergerak, dan

adanya kompensasi atau adaptasi gerak abnormal. Akibat

lebih lanjut anak atau penderita akan menggunakan pola

gerak yang abnormal dengan pergerakan yang minim.

2. Use of handling

Handling bersifat spesifik dan bertujuan untuk

normalisasi tonus, membangkitkan koordinasi gerak dan

postur, pengembangan ketrampilan, dan adaptasi respon.

Dengan demikian anak atau penderita dibantu dan dituntun

untuk memperbaiki kualitas gerak dan tidak dibiarkan

bergerak pada pola abnormal yang dimilikinya.

3. Prerequisites for movement

Agar gerak yang terjadi lebih efisien, terdapat 3 faktor

yang mendasari atau prerequisites yaitu (1) normal postural

tone mutlak diperlukan agar dapat digunakan untuk

melawan gravitasi, (2) normal reciprocal innervations pada

kelompok otot memungkinkan terjadinya aksi kelompok

agonis, antagonis, dan sinergis yang terkoordinir dan

seimbang, dan (3) postural fixation mutlak diperlukan

sehingga kelompok otot mampu menstabilkan badan atau

anggota gerak saat terjadi gerakan/aktivitas dinamis dari

sisa anggota gerak.

c. Teknik-Teknik Dalam Neuro Development Treatment (NDT)

Metode Neuro Development Treatment (NDT) memiliki

teknik-teknik khusus untuk mengatasi pola abnormal aktivitas

tonus refleks (Wahyono, 2008). Teknik-teknik tersebut

meliputi:

48

Page 54: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

1. Inhibisi

Inhibisi disini menggunakan Reflex Inhibiting Pattern

(RIP) yang bertujuan untuk menurunkan dan menghambat

aktivitas refleks yang abnormal dan reaksi asosiasi serta

timbulnya tonus otot yang abnormal. Sekuensis dalam

terapi ini meliputi bagian tubuh dengan tingkat affected

terkecil didahulukan dan handling dimulai dari proksimal.

2. Fasilitasi

Fasilitasi bertujuan untuk memperbaiki tonus postural,

memelihara dan mengembalikan kualitas tonus normal,

serta untuk memudahkan gerakan-gerakan yang disengaja

(aktivitas sehari-hari).

3. Propioceptive Stimulation

Merupakan upaya untuk memperkuat dan

meningkatkan tonus otot melalui propioseptive dan taktil.

Berguna untuk meningkatkan reaksi pada anak, memelihara

posisi dan pola gerak yang dipengaruhi oleh gaya gravitasi

secara otomatis.

4. Key Points of Control (KPoC)

Key Points of Control (KPoC) adalah bagian tubuh

(biasanya terletak di proksimal) yang digunakan untuk

handling normalisasi tonus maupun menuntun gerak aktif

yang normal. Letak Key Points of Control (KPoC) yang

utama adalah kepala, gelang bahu, dan gelang panggul.

5. Movement Sequences and Functional Skill

Teknik inhibisi dan fasilitasi pada dasarnya digunakan

untuk menumbuhkan kemampuan sekuensis motorik dan

keterampilan fungsional anak

49

Page 55: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

d. Tujuan Pelaksanaan Neuro Development Treatment(NDT)

Tujuan pelaksanaan metode Neuro Development

Treatment (NDT) adalah menghambat pola gerak abnormal,

normalisasi tonus dan fasilitasi gerakan yang normal, serta

meningkatkan kemampuan aktivitas pasien.

50

Page 56: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

BAB III

ISI

UNIVERSITAS INDONESIA

PROGRAM VOKASI

BIDANG STUDI KEDOKTERAN

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FORMULIR FISIOTERAPI

Nama fisioterapi : Ibu Sri Novia, SST FT Peminatan : FT A – Pediatric

Nama dokter : dr. Amendi, SpKFR Ruangan : Pelayanan URM FT lt 2

Nomer Registrasi: 312 – 11 - 81 TanggalPemeriksaan: 20

N

ovember201

2

I. PENGUMPULAN DATA IDENTITAS PASIEN : (S)

Nama Inisial : An A N

Tempat & tgl lahir : Bogor, 17 Oktober 2008 (4 tahun 1 bulan)

Alamat : Cilebut, Bogor

Pendidikan Terakhir : -

Pekerjaan : -

Hobi : -.

Diagnosa Medik : Cerebral Palsy Quadriplegic

51

Page 57: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

II. PENGUMPULAN DATA RIWAYAT PENYAKIT (S)

KU : Belum bisa berguling.

RPS : Saat ini anak hanya bisa miring kanan dan miring kiri itu pun

hanya sesekali dan tidak bisa mempertahankannya terlalu

lama.

Sejak lahir jari – jari anak kaku dan cenderung menggenggam.

Saat usia 6 bulan, ibu menyadari bahwa perkembangan anak

terlambat karena anak hanya terlentang saja, kemudian anak

dibawa berobat ke RSCM bagian tumbuh kembang anak lalu

anak di rujuk ke fisioterapi anak terkait keterlambatan anak

saat usia anak 1 tahun. Anak mempunyai dan menggunakan

back slap sejak usia1 tahun dan menggunakan AFO sejak usia

3 tahun 8 bulan.

R. Prenatal : - Usia ibu saat hamil 24 tahun

- Kehamilan diinginkan

- Rajin kontrol di bidan secara rutin setiap satu

bulan sekali dan diberikan vitamin untuk

menambah kalsium.

- Pernah USG saat usia kehamilan 4 bulan dan

dikatakan tidak ada masalah.

- Rutin minum susu untuk ibu hamil.

- Trauma tidak pernah

- Pendarahan tidak pernah

52

Page 58: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

R. Natal : - Lahir secara normal dan spontan di tolong

dokter di Rumah Sakit Sunda Kelapa dan anak

langsung menangis.

- Usia kehamilan cukup bulan : 9 bulan 6 hari

- BBL : 2300 gr

- PBL : 44 cm

- Kuning tidak ada

- Biru tidak ada

R. Postnatal: - Kuning tidak ada

- Biru tidak ada

- Kejang tidak

- ASI sampai usia anak 2 tahun

RPD : Tidak ada

RPK : Tidak ada

RPSi : - Anak ke 2 dari 2 bersaudara.

- Anak pertama laki-laki, normal, dan sudah meninggal saat

usia 4 bulan karena sakit dan gagal nafas.

- Usia ayah 30 tahun, pendidikan terakhir ayah SMK, pekerjaan

ayah sebagai tukang parkir.

- Usia ibu 28 tahun, pendidikan terakhir ibu SMK, pekerjaan

ibu rumah tangga.

R. Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap.

R. Tumbang : Gross Motor :

- Miring kanan dan kiri : usia 3 tahun

Fine Motor :

53

Page 59: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

- Senyum sosial : usia 1 tahun

Bahasa dan Bicara :

- Mengeluarkan kata-kata “hmm” dan tidak

bermakna : usia 3 tahun

Nutrisi :

- Makan bubur susu kental, disuapin dan tidak

langsung telan : usia 2 tahun

- Minum susu formula dan air putih, dengan botol dot

dan di pegangin atau di suapin dengan sendok : usia

2 tahun

III. PEMERIKSAAN (O)

a. Pemeriksaan Umum

1) Cara Datang : Di gendong

2) Kesadaran : Compos Mentis

3) Koperatif

4) Tensi tidak dilakukan

5) Lingkar kepala 39 cm (nn : 47-53 cm)

6) Nadi 100 x/menit

7) RR 20 x/menit

8) Status Gizi : kesan kurang

9) Suhu : Afebris

b. Pemeriksaan Khusus

1. Pengamatan Posisi

1) Terlentang bisa

- Kepala bergerak bebas dan cenderung menoleh

kesatu sisi

- Posisi trunk : Asimetris

- Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola

ATNR

Dengan kecenderungan posisi :

54

Page 60: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Upper Extremity Dextra

o Shoulder : Retraksi, semifleksi, abduksi,

eksorotasi

o Elbow : Semifleksi

o Forearm : Supinasi

o Wrist : Semifleksi

o Finger : Fleksi, menggenggam dengan

thumb in

Upper Extremity Sinistra

o Shoulder : Retraksi, fleksi, abduksi,

eksorotasi

o Elbow : semifleksi

o Forearm : Pronasi

o Wrist : Fleksi

o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan

thumb out

- Ekstremitas bawah : menggunting

Dengan kecenderungan posisi :

Lower Extermity billateral

o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi

o Knee : Semifleksi

o Ankle : Plantar fleksi, eversi

o Toes : Fleksi

2) Berguling tidak bisa

3) Diposisikan telungkup bisa

- Head liftingbisa

- Head control inadekuat

- Forearm supporttidak bisa

- Hand supporttidak bisa

- Posisi trunk : Asimetris

- Ekstremitas atas : Keduanya tertindih oleh badan

55

Page 61: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Dengan kecenderungan posisi :

Upper Extremity Billateral

o Shoulder : Retraksi, fleksi, adduksi,

endorotasi

o Elbow : Fleksi

o Forearm :Pronasi

o Wrist : Fleksi

o Fingers : Fleksi dan menggenggam

- Ekstremitas bawah : menggunting

Dengan kecenderungan posisi :

Lower Extremity Billateral

o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi

o Knee : Semifleksi

o Ankle : Plantar fleksi, eversi

o Toes : Fleksi

4) Merayap tidak bisa

5) Diposisikan duduk bisa dengan fiksasi di pelvic :

- Head lifting bisa

- Headcontrol inadekuat

- Hand supporttidak bisa

- Trunk controltidak bisa

- Posisi trunk round back

- Weight bearing di sacrum

- Sitting balancetidak ada

- Protective reactiontidak ada

- Ekstremitas atas di dominasi pola ATNR

Dengan kecenderungan posisi :

Upper Extremity Dextra

o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi

o Elbow : Semifleksi

o Forearm : Supinasi

56

Page 62: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

o Wrist : Semifleksi

o Finger : Fleksi, menggenggam dengan

thumb in

Upper Extremity Sinistra

o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi

o Elbow : Semifleksi

o Forearm : Pronasi

o Wrist : Fleksi

o Fingers : Fleksi, menggenggam dengan

thumb out

- Ekstremitas bawah : menggunting

Dengan kecenderungan posisi :

Lower Extremity Billateral

o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi

o Knee : Semifleksi

o Ankle : Plantar fleksi, eversi

o Toes : Fleksi

6) Ke duduk tidak bisa

7) Merangkak tidak bisa

8) Di posisikan berdiri dengan fiksasi di axilla

- Head liftingbisa

- Head control inadekuat

- Trunk control tidak bisa dilihat

- Weight bearingtidak ada, menapak tetapi tidak

menumpu

- Ekstremitas atas bergerak aktif dan di dominasi pola

ATNR

Dengan kecenderungan posisi :

Upper Extremity Dextra

o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi

o Elbow : Semifleksi

57

Page 63: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

o Forearm : Supinasi

o Wrist : Netral

o Finger : Fleksi, menggenggam dengan

thumb in

Upper Extremity Sinistra

o Shoulder : Retraksi, adduksi, endorotasi

o Elbow : Semifleksi

o Forearm : Pronasi

o Wrist : Fleksi

o Fingers : Fleksi, mengenggam dengan thumb

out

- Ekstremitas bawah : menggunting

Dengan kecenderungan posisi :

Lower Extremity Billateral

o Hip : Semifleksi, adduksi, endorotasi

o Knee : Semifleksi

o Ankle : Plantar fleksi, eversi

o Toes : Fleksi

9) Ke berdiri tidak bisa

2. Spastisitas ada

Skala Ashworth :

1) Upper Extremity :

- Dextra : 1+

- Sinistra : 1+

2) Lower Extremity :

- Dextra : 2

- Sinistra : 2

3. Tonus postural : Tinggi

58

Page 64: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

4. Ankle Clonustidak ada

5. Tightnessada, pada :

1) m. Illiopsoas billateral

2) m. Achilles billateral

6. Pemeriksaan 7 refleks :

1) ATNR (+) : 1

2) Neck righting (-) : 0

3) Ekstensor Thrust (-) : 0

4) Moro (+) : 1

5) STNR (-) : 0

6) Parachute (-) : 1

7) Foot Pacement (-) : 1 +

Skor : 4 (nn : 0)

Kesimpulan : Prognosis berjalan buruk.

7. Fungsi bermain :

Jenis permainan : Puzzle bentuk ember, kerincingan

- Mengikuti sumber bunyi bisa

- Mengikuti objek bisa

- Meraih mainan tidak bisa

- Menggenggam tidak bisa

- Mengikuti perintah sederhana tidak bisa

- Mengenal bentuk dan warna tidak bisa

- Berhitung tidak bisa

- Memainkan mainan sesuai fungsi tidak bisa

Kesimpulan : Level bermain sesuai anak 4 bulan

IV. PENGUMPULAN DATA TERTULIS PEMERIKSAAN

PENUNJANG

1. BERA, Tanggal pemeriksaan 12 mei 2009

59

Page 65: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Kesimpulan : Ambang dengar AS : 30 dB (normal)

Ambang dengar AD : 40dB (abnormal)

2. MATA, Tanggal pemeriksaan 11 juni 2011

Kesimpulan : Konjungtiuitas OS

Observasi cortical visual impairment

3. Radiografi tanpa kontras, Tanggal pemeriksaan 28

september 2011

Kesimpulan : Gambaran DDH kiri dengan dislokasi kaput

femur bilateral ke superolateral

V. 1. URUTAN MASALAH FISIOTERAPI BERDASARKAN

PRIORITAS

1) Tonus postural tinggi

2) Pola ATNR mendominasi setiap gerakan

3) Kecenderungan posisi trunk asimetris dan hyperekstensi

4) Kecenderungan posisi shoulder retraksi dan hip semifleksi,

adduksi dan endorotasi

5) Head control inadekuat

6) Tidak bisa forearm support

7) Tidak bisa hand support

8) Tidak bisa rotasi trunk

9) Belum bisa berguling

10) Tidak ada trunk control

11) Tidak ada sitting balance

12) Tidak ada protektif reaction

13) Tightness pada m. Illiopsoas billateral, m. Hamstring

billateral, dan m. Achilles billateral

14) Fungsi bermain tidak sesuai usia, selevel usia 4 bulan

2. DIAGNOSA FISIOTERAPI

Belum bisa berguling karena adanya head control inadekuat,

shoulder retraksi, trunk asimetri hiperekstensi,tidak bisa rotasi

60

Page 66: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

trunk, dan kecenderungan posisi hip semifleksi, adduksi,

endorotasi terkait dengan tonus postural tinggi dan pola ATNR

di setiap gerakan.

61

Page 67: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

VI. PROGRAM PELAKSANAAN FISIOTERAPI (P)

1. Pengumpulan data program fisioterapi dari dokter Rehabilitasi

Medik

1) Inhibisi spastis

2) Stimulasi propioseptif

3) Latihan ROM dan streching

4) Latihan rolling untuk sitting

2. Tujuan :

a. Tujuan Jangka Pendek

1) Berguling

2) Persiapan duduk di kursi roda

3) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi

- Memelihara fleksibelitas otot

- Memelihara kapasitas fungsional

paru

- Memelihara kepadatan tulang dan

mencegah osteoporosis

b. Tujuan Jangka Panjang

1) Duduk di kursi roda dengan fiksasi di badan

2) Maintenance : - Memelihara lingkup gerak sendi

- Memelihara fleksibelitas otot

- Memelihara kapasitas fungsional

paru

- Memelihara kepadatan tulang dan

mencegah osteoporosis

62

Page 68: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

3. Metoda Pemberian Fisioterapi

NO JENIS METODA DOSIS KETERANGAN

1. Terapi

Latihan

NDT atau

BOBATH Anak

1 kali

seminggu

- Inhibisi spastik

- Fasilitasi berguling

- Mengembangkan head

control, trunk contol, fore

arm support, hand support

- Memelihara fleksibelitas

otot dan lingkup gerak

sendi

4. Uraian Tindakan Fisioterapi

a. Stimulasi taktil:

Posisi anak : terlentang di atas wedge

Posisi terapis : di depan anak

Tatalaksana : Terapis memposisikan anak terlentang di

atas wedge. Terapis memberikan sentuhan

awal secara gantle pada wajah anak, arah

mulai dari dahi sampai dagu. Kemudian

lanjutkan usapan pada badan, tangan, dan

tungkai.Ulangi beberapa kali.

b. Inhibisi spastisitas

1) Untuk menurunkan tonus postural dan

mengembangkan rotasi trunk.

Posisi anak : miring ke salah satu sisi di atas

matras

Posisi terapis : di samping anak

Tatalaksana : Handling tangan terapis di pelvic

anak dan tangan lainnyamemfiksasi

pada bahu anak pada posisi shoulder

protraksi. Gerakkan pelvic ke arah

posterior dan anterior secara

63

Page 69: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

bergantian dengan gentle sehingga

terjadi gerakan rotasi pada trunk,

ulangi beberapa kali sampai mulai

terasa tonus anak menurun.

Kemudian fasilitasikan anak ke arah

telungkup atau berguling via

shoulder, ulangi beberapa kali.

Untuk mengajarkan anak cara

berguling.

2) Inhibisi dan mengembangkan head control,

Posisi anak : telungkup di pangkuan terapis

Posisi terapis : duduk bersila

Tatalaksana : Posisikan anak telungkup di atas

paha terapis. Handling tangan

terapis pada bahu dan tangan

lainnya pada pelvic anak. Gerakkan

bahu anak ke arah elevasi anterior

dan pelvic ke arah depresi posterior

secara bersama-sama dengan gentle

sehingga terjadi gerakan elongasi

pada trunk dan tunggu sampai anak

mengangkat kepala.

3) Inhibisi spastis

Posisi anak : terlentang di atas matras

Posisi terapis : di depan anak

Tatalaksana : Terapis memposisikan anak

terlentang di atas matras. Lalu

terapis memasangkan back slap

pada ke dua lengan anak untuk

menginhibisi pola spastis pada

64

Page 70: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

lengan. Kemudian posisikan kaki

anak didepan badan terapis selebar

bahu anak. Terapis menggerakkan

ke 2 lengan anak dengan handling

dan fiksasi pada tangan anak dengan

posisi pronasi dan ekstensi wrist

gerakkan shoulder ke arah fleksi dan

abduksi.

4) Mengembangkan head control, trunk control, dan

hand support

Posisi anak : duduk di pangkuan terapis

Posisi terapis : duduk bersila

Tatalaksana : Anak memakai back slap pada ke

dua lengan. Terapis memposisikan

anak duduk di pangkuannya. Terapis

meletakkan tangan anak dalam

posisi pronasi dan ekstensi wrist

kemudian letakkan ke dua tangan

anak di samping tubuhnya dan

diatas paha terapis. Fiksasi terapis

pada pelvic. Biarkan dalam beberapa

menit.

5) Inhibisi, aproksimasi, dan mengembangkan head

control, trunk control, dan hand support.

Posisi anak : di posisikan duduk bersila

Posisi terapis : di belakang os

Tatalaksana : Anak memakai back slap pada ke

dua lengan. Terapis memposisikan

anak duduk di depannya. Terapis

meletakkan ke dua tangan anak di

65

Page 71: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

samping tubuhnya dengan posisi

shoulder abduksi, forearm pronasi

dan ekstensi wrist. Setelah beberapa

menit, terapis menggerakkan pelvic

ke arah samping kanan, samping

kiri, depan dan belakang dengan

handling ke dua tangan terapis di

pelvic anak. Setelah tonus postural

anak menurun dan bahu netral,

letakkan ke dua tangan anak di

belakang tubuhnya dan di atas paha

terapis dengan posisi tangan masih

sama. Biarkan beberapa menit, lalu

terapis merotasikan bahu anak

secara bersamaan dengan handling

pada kedua tangan anak. Ulangi

beberapa kali.

c. fasilitasi berguling

Untuk mengembangkan head control, rotasi trunk,

forearm support, dan hand support

Di Bola

1) Posisi anak : terlentang di atas bola

Posisi terapis : di depan anak

Tatalaksana : Lepaskanback slap pada ke dua

lengan anak. Terapis memposisikan

anak terlentang di atas bola.

Handling terapis pada hip dan bahu

anak, terapis fasilitasikan anak ke

telungkup atau berguling via hip lalu

kembalikan anak ke terlentang dan

lakukan secara berulang-ulang.

Sesekali saat anak berguling ke arah

66

Page 72: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

terlentang anak di posisikan duduk

agar anak secara tidak langsung

mengangkat dan mempertahankan

kepalanya tegak beberapa saat.

2) Posisi anak : telungkup di atas bola

Posisi terapis : dibelakang anak

Tatalaksana : Salah satu tangan terapis memfiksasi

hip agar kaki terbuka selebar bahu

dan mencegah gerakan fleksi,

adduksi, dan endorotasi. Sedangkan

Tangan yang lainnya memposisikan

ke dua tangan anak untuk fore arm

support. Kemudian terapis

mendorong bola secara perlahan ke

samping kanan, kiri, depan, dan

belakang. Secara tidak langsung

anak mengangkat kepalanya

beberapa saat. Ulangi beberapa kali.

Sesekali saat dorongan bola

kebelakang, dorong bola sampai ke

dua kaki anak menyentuh lantai dan

seolah-olah anak berdiri dengan

pegangan pada bola. Diamkan anak

dalam posisi berdiri seperti ini

beberapa saat.

5. Program untuk dirumah

1) ALL DAY MANAJEMENT maksudnya lakukan hal di bawah

ini sepanjang daur kehidupannya.

2) Sering menyentuh wajah anak dan seluruh tubuh dengan

tangan atau kain kasar

67

Page 73: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

3) Cara menggendong dengan benar yaitu

1. Posisi ke dua tungkai lurus dan ke dua lengan di depan

2. Menggendong anak menghadap depan, tangan kanan

ibu memegang paha anak dari bawah dan tangan kiri

ibu di dada anak, usahakan agar punggung anak tidak

terlalu bersandar.

4) Cara mengangkat anak yang benar yaitu dengan cara tangan

ibu pada bahu belakang anak, miringkin anak terlebih

dahulu lalu angkat bahu anak kemudian bokongnya.

5) Bermain dengan posisi anak telungkup dan di ganjal bantal

pada area dada sesering mungkin. Biarkan kepala anak

terangkat dan tegak.

6) Bermain atau makan diposisikan duduk bersila atau

dipangkuan orang tua. Pasang back slap pada kedua lengan

anak dan arahkan ke dua tangan anak untuk menumpu di

depan atau di samping badannya. Pastikan anak aman dan

dalam pengawasan orang tua.

VII. EVALUASI

1. Evaluasi Hasil Terapi

1) Selasa, 20 November 2012

S : Mood anak sedang tidak baik, resah, dan sering

menangis saat intervensi fisioterapi karena bibirnya

sedang sariawan dan sering tergigit.

O : - Nadi : 108 x/menit

- RR : 24 x/menit

- Saat anak di posisikan telungkup dengan forearm

support anak bisa mempertahankan posisi

kepalanya terangkat dan tegak dalam beberapa

saat.

- Anak lebih mudah miring kanan atau miring kiri

via shoulder walau belum sampai berguling.

68

Page 74: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

A : Belum bisa berguling karena adanya head control

inadekuat, tidak bisa rotasi trunk, dan

kecenderungan posisi trunk asimetri hyperekstensi,

shoulder retraksi, dan hip semifleksi, adduksi,

endorotasi pola menggunting terkait dengan tonus

postural tinggi dan pola ATNR di setiap gerakan.

P : BOBATH anak : Inhibisi pola spastis dan fasilitasi

berguling

69

Page 75: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kerusakan central pada otak yang imatur atau kerusakaan saat pre natal,

natal, dan post natal sampai usia 2 tahun dapat menyebabkan kelumpuhan ke 4

anggota gerak, sebagian, atau satu sisi tubuh yang biasa dikenal dengan

cerebral palsy.

Cerebral Palsy adalah kumpulan gejala neuromuskular atau pada otot-otot

saraf dengan berbagai macam etiologi, patofisiologi, dan manifestasi klinis,

yang disebabkan lesi non progresif pada otak imatur.

Pada kasus ini termasuk cerebral palsy spastic quadriplegic atau total

body involvement. Dengan ciri-ciri tonus postural meningkat, spastis pada total

ekstensi head, neck, and trunk, kontraksi otot yang berlebih, sehingga

menyebabkan kecenderungan posisi pada keempat anggota gerak, refleks

primitif yang masih menetap yang menjadi refleks patologis.

Penatalaksanaan fisioterapi pada cerebral palsy adalah Neuro

Development Treatment atau Bobath anak. Yang meliputi, stimulasi, inhibisi

dan fasilitasi. Pada kasus ini, tindakan fisioterapi yang dilakukan yaitu

stimulasi taktil dan propioseptif, inhibisi spastis, fasilitasi berguling dan

maintenance sepanjang daur kehidupan anak.

2. Saran

Jika mempunyai anak dengan kasus seperti yang telah diuraikan diatas,

lakukan penanganan sedini mungkin, jangan biarkan kecacatan anak berlanjut.

Intervensi sedini mungkin dengan dokter spesialis anak dan tindakan

fisioterapi. Hindari mengangkat anak dengan cara menarik, ada baiknya

miringkan anak terlebih dahulu lalu angkat. Kemudian cara menggendong anak

dengan posisi tangan, tungkai dan lengan anak lurus didepan. Hindari

pemakaian baby walker pada anak.

70

Page 76: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2. Edisi ke-3. Jakarta: Media Aesculalpius FKUI; 2000.

Elita Mardiani. Tesis Faktor – Faktor Risiko Prenatal Dan Perinatal Kejadian Cerebral Palsy. Semarang: Universitas Diponegoro; 2006.

Jan S. Tecklin. Pediatric Physical Therapy. 4th edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2008.

Kuban KCK, Leviton A. Cerebral palsy. The New England Journal of Medicine 1992.

Lane R. et al. Psychosom Med. Philadelphia: Lippincott Williams & Walkins; 2009.

Laurie Glazener. Texbook: Sensory Development. 2009.

Lunar. Jadwal Imunisasi IDAI dan Dep. Kesehatan RI. Post on 1 Mei 2012. Available in: http://forensik093.blogspot.com/2012/05/jadwal-imunisasi-idai-dan-dep-kesehatan.html

Malene Wesselhoff. The Modified Ashworth Scale. Post on Juni 2012. Available in: http://fysio.dk/fafo/Maleredskaber/Maleredskaber-alfabetisk/Ashworth-Scale/

Pamela M. Eckersley. Elements of Paediatric Physiotherapy. Singapore: Longman Singapore Publishers; 1993.

Peter L. Rosenbaum L P, Walter D S et al. Prognosis for Gross Motor Function in Cerebral Palsy : Creation of Motor Development Curves. JAMA. 2002.

Paul D. Anderson. Anatomi Fisiologi Tubuh Manusia. Alih bahasa oleh Yasmin Asih. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1996.

Peter L. Rosenbaum, Walter SD, et al. Prognosis for gross motor function in cerebral palsy: creation of motor developmental curve. JAMA 2002.

Satyanegara. Ilmu Bedah Saraf. Edisi ke-3. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama; 1998.

71

Page 77: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.

Steven M, Strauss J D, et all. Prognosis for ambulation in cerebral palsy : A population-based study. Pediatrics 2004.

Williem. Penyandang Cacat di Indonesia. Post on 29 Oktober 2012. Available in: www.depkes.go.id

World Health Organization1993. Promoting the Development of Young Children With Cerebral Palsy: World Health Organization, Geneva.

72

Page 78: Penatalaksanaan fisioterapi pada kasus cerebral palsy spastic quadriplegic

LAMPIRAN

73