FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI RSUP WAHIDIN...

14
FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR OVARIAN CANCER RISK FACTORS ON WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL MAKASSAR Andi Faizal Fachlevy, Zulkifly Abdullah 1 , Syamsiar S Russeng 2 1 Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2 Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, Makassar. Alamat Korespondensi: Andi Faizal Fachlevy Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, HP: 085242102092 Email: [email protected]

Transcript of FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI RSUP WAHIDIN...

FAKTOR RISIKO KANKER OVARIUM DI RSUP WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR

OVARIAN CANCER RISK FACTORS ON WAHIDIN SUDIROHUSODO HOSPITAL MAKASSAR

Andi Faizal Fachlevy, Zulkifly Abdullah1, Syamsiar S Russeng2

1Bagian Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin, 2Bagian Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Hasanuddin,

Makassar.

Alamat Korespondensi:

Andi Faizal Fachlevy Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin Makassar, HP: 085242102092 Email: [email protected]

Abstrak

Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit berbahaya yang memiliki insiden dan kematian yang tinggi didunia pada wanita, penelitian ini bertujuan untuk menilai besar risiko kanker ovarium terkait usia menarkhe,paritas,riwayat keluarga,penggunaan bedak,dan indeks massa tubuh pada pasien yang dirawat di RSUP Wahidin Sudiro Husodo Tahun 2011. Metode yang digunakan adalah analisis univariat, odds ratio, serta analisis regresi logistik. Dari 204 responden didapatkan hasil, risiko tinggi kanker ovarium adalah usia menarkhe <12 tahun (OR = 2,104,CI 95% :1,061-4,174), Riwayat Keluarga dengan kanker (OR = 2,133, CI 95%: 1,147-3,696), Penggunaan bedak di wilayah genital setiap hari atau seminggu sekali (OR = 2,053, CI 95%: 1,130-3,71), IMT ≥ 30kg/m2 (OR=2,036, CI 95%: 1,086-3,818),sedangkan paritas <2 kali memiliki risiko rendah terhadap kanker ovarium (OR=1,533,95% CI: 0,797-2,948). Variabel yang paling berpengaruh terhadap kanker ovarium adalah usia menarkhe <12 tahun (pvalue 0,020) dengan propabilitas 73% untuk menderita kanker ovarium. Penelitian lebih lanjut untuk mengungkap etiologi penyakit sangat diperlukan, pola makan dan pola hidup yang berkaitan dengan aktifitas hormonal dicurigai sebagai pemicu terjadinya kanker ovarium.

Kata Kunci: Kanker Ovarium, Usia Menarkhe, Paritas, Riwayat Keluarga, Penggunaan bedak, IMT

Abstract

Ovarian cancer is the sixth disease as one of the dangerous diseases that have a high incidence and mortality in women in the world, this study aims to assess the risk of ovarian cancer related to age of menarche, parity, family history, use of powder, and body mass index in patients treated in the department of Wahidin Sudiro Husodo Year 2011. The method used is the univariate analysis, odds ratios, and logistic regression analysis. Of the 204 respondents obtained results, a high risk of ovarian cancer is the age of menarche <12 years (OR = 2.104, CI 95% :1,061-4, 174), family history of cancer (OR = 2.133, 95% CI: 1.147 to 3.696), use of powder in the genital area every day or once a week (OR = 2.053, 95% CI: 1.130 to 3.71), BMI ≥ 30kg/m2 (OR = 2.036, 95% CI: 1.086 to 3.818), whereas parity <2 times the risk low against ovarian cancer (OR = 1,533,95% CI: 0.797 to 2.948). Variables that most influence on ovarian cancer is menarkhe age <12 years (p value 0.020) with propabilitas 73% for ovarian cancer. Further research to uncover the etiology of the disease is necessary, diet and lifestyle associated with hormonal activity is suspected as a trigger of ovarian cancer.

Key words: ovarian cancer, age of menarche, parity, family history, use of talcum powder, body mass index

PENDAHULUAN

Kanker Ovarium adalah penyakit keenam sebagai salah satu penyakit berbahaya

yang memiliki insidens dan kematian yang tinggi didunia pada wanita (Parkin DM dkk

2007). Lebih dari 200.000 kematian yang tercatat setiap tahun, yang dominan diantara

perempuan dengan ekonomi lemah di masing-masing negara berkembang dan maju

(Sierra-Torres CH dkk 2008). Negara yang memiliki angka tertinggi adalah sub sahara

Afrika, termasuk Afrika Selatan (40/100.000). Di Afrika, kebanyakan penderita dengan

kanker Ovarium umumnya terdeteksi pada stadium penyakit yang tinggi (59,3%

stadium III). Dimana penurunan insidens dan kematian kanker Ovarium terdokumentasi

di negara maju seperti Amerika, Kanada, dan Skandinavia, trend ini tidak nyata terlihat

pada negara berkembang dikarenakan kurangnya atau kurang efisiennya program

screening (Moodley M dkk 2008). Namun data terbaru menunjukkan bahwa kanker

ovarium merupakan penyebab kematian kanker dikalangan perempuan di Amerika

Serikat dan Eropa Barat dan memiliki angka kematian tertinggi dari semua kanker

ginekologis (Aletti et al, 2007).

Tumor ovarium dapat diklasifikasikan sebagai karsinoma peritoneum primer,

kanker tuba Fallopii, tumor germinative, tumor ovarium epitel jinak (adenoma), tumor

potensial rendah ganas (tumor borderline), atau tumor epitel ganas (adenokarsinoma);.

Sedangkan yang paling banyak jenis tumor ovarium epitel adalah jinak, tidak menyebar,

dan biasanya tidak menyebabkan penyakit serius, kanker epitel ovarium (KEO) adalah

kanker paling umum kesembilan di kalangan perempuan, termasuk kanker kulit non-

melanoma, peringkat kelima kematian yang terkait kanker. Memang, menurut American

Cancer Society, KEO adalah penyebab kematian terbanyak daripada jenis kanker lain

dari sistem reproduksi wanita. Di Amerika Serikat, 21,990 kasus KEO baru, dan 15,460

KEO-kematian terkait diprediksi akan terjadi pada tahun 2011. Skenario epidemiologi

untuk KEO tidak jelas, setidaknya sebagian, mulai dari tidak efisiennya strategi

diagnosis / prognosis terutama karena kurangnya gejala khusus pada tahap awal KEO.

Sebagai akibatnya, sekitar 70% KEO didiagnosis pada tahap lanjutan ketika biasanya

metastatik tumor telah mengakuisisi fenotipe yang resistan terhadap obat. (Cancer Facts

and Figures 2011).

Berdasarkan laporan dari Badan Registrasi Kanker (BRK) Departemen

Kesehatan Republik Indonesia tahun 2005 yang diperoleh dari 13 laboratorium pusat

patologik anatomik di seluruh indonesia menunjukkan bahwa frekuensi relatif kanker

ovarium menempati urutan ke 4 diantara 10 tumor tersering menurut tumor primer yang

terjadi pada pria dan wanita (4401 kasus) dan menempati urutan ke 6 tumor tersering

menurut tumor primer yang terjadi pada wanita di jakarta (871 kasus)(BRK 2005).

Selama rentan waktu lima tahun (2001-2005) terdapat 432 kasus kanker

ginekologik di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo, dimana kanker ovarium

menempati urutan ketiga sebanyak 23,45%.(Zuraidah E 2005). Sedangkan kejadian

kanker ovarium di rumah sakit umum pusat nasional (RSUPN) Dr. Cipto

Mangunkusumo Jakarta selama tahun 2002 sampai 2006 juga menunjukkan proporsi

tertinggi diantara jenis kanker ginekologik, dan kematian yang diakibatkan oleh kanker

ovarium juga menunjukkan angka yang cukup tinggi, yaitu 34,1% dari 327 kasus

kematian akibat kanker ginekologik yang terjadi tahun 2002 sampai 2006 (Surbakti E

2006). Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat besar risiko kejadian kanker ovarium

terkait usia menarkhe, paritas, riwayat keluarga, penggunaan bedak, dan IMT

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Wahidin Sudirohusodo. Jenis penelitian yang

dilakukan adalah observasional analitik dengan desain studi kasus kontrol.

Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang tercatat di rekam medik

RSUP Wahidin Sudirohusodo Tahun 2011. Sampel dalam penelitian ini adalah 204

pasien yang dipilih secara purposive sampling. Setiap pasien yang tercatat di rekam

medik rumah sakit di jadikan sampel jika memenuhi kriteria dan bersedia menjadi

responden.

Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara langsung

dengan responden berpedoman pada kuesioner yang telah tersedia berdasarkan daftar

variabel penelitian yang telah disusun.

Analisis Data

Data diolah dengan menggunakan SPSS. Dilakukan analisis univariat untuk

mengetahui karakteristik responden. Analisis Bivariat untuk melihat besar risiko

variabel independen terhadap variabel dependen. Analisis multivariat untuk mengetahui

variabel independen yang paling berpengaruh pada kejadian kanker ovarium.

HASIL

Karateristik Responden

Tabel 1 menunjukkan bahwa menunjukkan karakteristik responden di RSUP DR.

Wahidin Sudirohusodo yang menjadi sampel pada penelitian ini. Berdasarkan distribusi

kelompok umur yang paling banyak terdapat pada kelompok umur 41-50 tahun yaitu

sebanyak 62,7% dan paling sedikit adalah 31-40 tahun yaitu sebanyak 10,8%..

Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan yang paling banyak terdapat pada

tingkat pendidikan diploma yaitu sebanyak 39,7 % dan paling sedikit pada responden

dengan tingkat pendidikan SMU/MA/Kejuruan yaitu sebanyak 2,9 %. Distribusi

berdasarkan pekerjaan responden yang paling banyak adalah tidak bekerja / IRT yaitu

61,3 % dan paling sedikit pada respoden yang memiliki pekerjaan sebagai PNS/TNI

yaitu 18,1 %.

Analisis Bivariat

Tabel 2 Berdasarkan hasil penelitian besar risiko kanker ovarium terhadap usia

menarkhe didapatkan nilai OR sebesar 2,054 pada tingkat kepercayaan (CI) =95%

dengan lower limit = 1,061 dan upper limit = 4,174. Karena nilai lower limit dan upper

limit tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,104 dianggap bermakna antara usia

menarkhe dengan kejadian kanker ovarium. Dengan demikian responden yang memiliki

usia menarkhe < 12 tahun memiliki risiko 2,104 kali dibandingkan dengan wanita yang

tidak memiliki usia menarkhe <12 tahun .

Hasil penelitian besar risiko kanker ovarium terhadap paritas, didapatkan nilai OR

sebesar 1,533 pada tingkat kepercayaan CI =95% dengan nilai Lower Limit = 0,797 dan

upper limit = 2,948. Karena nilai lower limit dan upper limit mencakup nilai satu, maka

nilai 1,533 dianggap tidak bermakna.

Hasil penelitian besar risiko kanker ovarium terhadap Riwayat Keluarga

didapatkan nilai OR sebesar 2,133 pada tingkat kepercayaan (CI) =95% dengan lower

limit = 1,147 dan upper limit = 3,969. Karena nilai lower limit dan upper limit tidak

mencakup nilai satu, maka nilai 2,133 dianggap bermakna antara riwayat keluarga

dengan kejadian kanker ovarium. Dengan demikian responden yang memiliki riwayat

keluarga dengan kanker memiliki risiko 2,133 kali dibandingkan dengan wanita yang

tidak memiliki riwayat keluarga dengan kanker .

Hasil penelitian besar risiko kanker ovarium terhadap Penggunaan Bedak

didapatkan nilai OR sebesar 2,053 pada tingkat kepercayaan (CI) =95% dengan lower

limit = 1,130 dan upper limit = 3,731. Karena nilai lower limit dan upper limit tidak

mencakup nilai satu, maka nilai 2,053 dianggap bermakna antara penggunaan bedak

dengan kejadian kanker ovarium. Dengan demikian responden yang memiliki riwayat

penggunaan bedak setiap hari atau seminggu sekali memiliki risiko 2,053 kali

dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki riwayat penggunaan bedak.

Hasil penelitian besar risiko kanker ovarium terhadap indeks massa tubuh

didapatkan nilai OR sebesar 2,036 pada tingkat kepercayaan (CI) =95% dengan lower

limit = 1,086 dan upper limit = 3,818. Oleh karena nilai lower limit dan upper limit

tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,036 dianggap bermakna antara Indeks Massa

Tubuh dengan kejadian kanker ovarium. Dengan demikian responden yang memiliki

indeks massa tubuh ≥30kg/m2 memiliki risiko 2,036 kali dibandingkan dengan wanita

yang memiliki indeks massa tubuh <30kg/m2.

Analisis Multivariat

Pada tabel 3 ada 4 variabel yang diikutkan dalam uji regresi logistik diketahui 1

variabel yang signifikan memiliki pengaruh terhadap kejadian kanker ovarium yaitu

riwayat keluarga dengan nilai p value (0,015) dan secara statistic bermakna. Diantara

keempat variabel tersebut faktor umur menarkhe memiliki pengaruh paling kuat

terhadap kejadian kanker ovarium dengan OR = 2,349 berarti kejadian kanker ovarium

pada wanita dengan usia menarkhe < 12 tahun adalah 2,349 kali lebih besar

dibandingkan wanita dengan usia menarkhe ≥ 12 tahun.

PEMBAHASAN

Dalam penelitian sebelumnya diketahui bahwa usia menarkhe dini diduga

merupakan risiko kanker ovarium, hal ini berhubungan dengan produksi hormon oleh

ovarium yaitu estrogen, estrogen sendiri terdiri dari 3 jenis hormon yaitu estradiol,

estriol, dan estrion.

Estradiol dan estriol diduga bersifat karsinogenik, hal ini berhubungan dengan

poliferasi jaringan ovarium dimana kedua hormon ini memegang peranan penting.

Seperti dikatakan sebelumnya bahwa menarkhe merupakan pertanda bahwa ovarium

telah mulai menghasilkan hormon estrogen. Dan pada faktanya bahwa usia menarkhe

dini (<12 tahun) menyebabkan usia menopause yang lebih lama, Sehingga keterpaparan

estrogen seorang wanita yang memiliki menarkhe dini lebih tinggi dibandingkan dengan

wanita yang memiliki menarkhe normal.

Hasil analisis bivariat dengan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR=2,104, pada

tingkat kepercayaan (CI)=95% diperoleh nilai Lower Limit (LL) = 1,061 dan Upper

Limit (UP) = 4,174. Oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1 maka nilai

2,104 dianggap bermakna secara statistik, dengan demikian responden yang menarkhe

pada umur < 12 tahun memiliki risiko 2,104 kali lebih besar untuk mengalami kanker

ovarium daripada responden yang menarkhe pada umur ≥ 12 tahun.

Walaupun usia menarkhe yang terlalu dini dikaitkan dengan lamanya terpapar

oleh hormon estrogen dalam meningkatkan risiko kanker ovarium namun teori yang

kuat mengkaitkan menarkhe dengan kanker ovarium adalah teori gonadrotopin,karena

hormon gonadrotopin adalah hormon penting selama dan pra pubertas, dimana hormon

LH berfungsi mematangkan ovarium dan memicu ovulasi serta sintesis dan sekresi

estrogen dan progesteron pada wanita sehingga pubertasi pada wanita sangat

dipengaruhi oleh hormon ini, adapun teori ini didasarkan pada pengetahuan dari

percobaan binatang dan data epidemiologi. Hormon hiposa diperlukan untuk

perkembangan tumor ovarium pada beberapa percobaan pada binatang rhodentia. Pada

percobaan ini ditemukan bahwa jika kadar estrogen rendah di sirkulasi perifer, kadar

hormon gonadotropin meningkat.

Peningkatan kadar hormon gonadrotopin ini ternyata berhubungan dengan makin

bertambah besarnya tumor ovarium pada binatang tersebut. Walaupun teori ini telah

mencoba menjelaskan pengaruh peningkatan hormon gonadrotopin terhadap kanker

ovarium, namun teori ini masih menjadi perdebatan selain karena teori ini didasarkan

pada uji coba binatang mamalia, namun struktrur anatomi dan fisiologi tubuh manusia

jauh berbeda bila dibandingkan dengan binatang rodentia, selain itu kadar estrogen

rendah pada tubuh manusia memicu peningkatan kadar hormon gonadrotopin dalam

tubuh manusia, dikarenakan salah satu fungsi hormon gonadrotopin (LH) adalah

meningkatkan sintesis dan pelepasan estrogen dan progestin, sehingga hal ini dapat

menyebabkan peningkatan yang pesat pula pada hormon estrogen.

Paritas adalah banyaknya kelahiran hidup atau jumlah anak yang dimiliki oleh

seorang wanita. Dalam paritas terjadi pelepasan sel ovum dari ovarium sehingga

menyebabkan produksi estrogen untuk poliferasi epitel ovarium. Walaupun ada

beberapa hipotesis yang menghubungkan antara paritas dengan kanker ovarium namun

etiologi pasritas dengan kanker ovarium belum begitu jelas. Beberapa hipotesis

mengungkapkan bahwa tingginya paritas justru menjadi faktor protektif terhadap kanker

ovarium, salah satunya adalah adalah hipotesis incessant ovulation yang menyebutkan

bahwa pada saat terjadinya ovulasi akan terjadi kerusakan pada epitel ovarium. Untuk

proses perbaikan kerusakan ini diperlukan waktu tertentu. Apabila kerusakan epitel ini

terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau dengan

kata lain masa istirahat sel tidak adekuat,maka proses perbaikan tersebut akan

mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi sel-sel neoplastik.

Hal ini dapat menjelaskan bahwa wanita yang memiliki paritas ≥ 2 kali akan

menurunkan risiko terkena kanker ovarium.

Hasil bivariat dengan menggunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai OR =

1,533 dengan nilai Lower Limit (LL) = 0,797 dan Upper Limit (UL) = 2,948, oleh

karena nilai LL dan UL mencakup nilai 1 maka nilai 1,533 dianggap tidak bermakna.

Sehingga paritas bukan merupakan faktor risiko kanker ovarium.

Adanya riwayat keluarga yang pernah menderita kanker ovarium atau kanker

payudara merupakan salah satu penyebab terjadinya kanker ovarium pada seorang

wanita. Dimana terdapat peningkatan risiko keganasan pada wanita yang keluarganya

menderita kanker ovarium.

Hasil analisis bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR = 2,133 dengan

Lower Limit (LL) = 1,147 dan Upper Limit (UL) = 3,969 pada interval kepercayaan

(CI) = 95%, oleh karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai 1, sehingga nilai 2,133

dianggap bermakna secara statistik, sehingga riwayat keluarga merupakan determinan

terjadinya kanker ovarium.

Pengaruh riwayat keluarga secara teori dan beberapa penelitian telah

membuktikan bahwa riwayat keluarga merupakan determinan dari kanker ovarium.

Beberapa studi genetik mengungkapkan bahwa adanya riwayat keluarga yang menderita

kanker ovarium atau kanker payudara telah menyebabkan terjadinya mutasi pada gen

BRCA 1 dan BRCA 2. Gen BRCA 1 dan BRCA 2 merupakan gen yang memiliki fungsi

untuk mendeteksi terjadinya kerusakan dalam untai ganda DNA sel, mekanisme

kerjanya adalah berikatan dengan protein RAD51 selama perbaikan untai ganda DNA,

dimana gen ini mengadakan perbaikan didalam inti sel dengan mekanisme rekombinasi

homolog yang berdasarkan dari sel sebelumnya, rekombinasi ini menyesuaikan dengan

kromosom dari sel induk, sehingga kerusakan pada gen ini menyebabkan tidak

terdeteksinya kerusakan gen didalam sel dan sel yang mengalami mutasi tidak dapat

diperbaiki sehingga tumbuh sel yang bersifat ganas yang berpoliferasi menjadi jaringan

kanker.

Penggunaan bedak pada area genital termasuk lipatan paha telah lama

berlangsung lama, baik dinegara maju maupun negara berkembang namun penelitian

mengenai bedak sebagai penyebab kanker baru dimulai pada tahun 1980-an sehingga

badan registrasi kanker dunia telah menjadikan beberapa jenis bedak sebagai zat

karsinogenik bila digunakan dibeberapa daerah tertentu ditubuh termasuk di area genital

maupun lipatan paha.

Sifat karsinogenetik ini disebabkan karena komposisi bedak yaitu magnesium

trisilikat yang bersifat basa dapat melakukan ikatan dengan dna sel, proses ini biasa

disebut sebagai insersi atau penyusupan suatu basa nitrogen kedalam molekul dna.

Adapun proses masuknya molekul ini kedalam ovarium belum dapat dipastikan secara

kimiawi namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa molekul bedak mampu

bermigrasi ke ovarium melalui saluran kelamin melalui transpor pasif sel dan beberapa

jaringan sel ovarium yang telah menjadi tumor ringan maupun ganas terdapat serat

molekul bedak, sehingga beberapa penelitian menghubungkan bedak dengan risiko

kanker ovarium.

Dari hasil analisis bivariat dengan uji odds ratio diperoleh nilai OR = 2,053

dengan nilai Lower Limit (LL) = 1,130 dan Upper Limit (UL) = 3,731, oleh karena nilai

LL dan UL tidak mencakup nilai satu maka nilai 2,053 dianggap bermakna secara

statistik sehingga penggunaan bedak merupakan determinan terjadinya kanker ovarium.

Obesitas menyebabkan kadar estrogen dalam tubuh juga meningkat serta

beberapa zat lemak dapat menghasilkan estrogen yang pada umumnya berbentuk

estrion, maupun estradiol. Mekanisme perubahan dari zat lemak (kolesterol) dapat

dijelaskan melalui biosintesis hormon, dimana semua hormon steroid termasuk estrogen

berasal dari kolesterol.

Hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji Odds Ratio (OR) diperoleh nilai

OR = 2,036 dengan nilai Lower Limit (LL) = 1,086 dan Upper Limit (UL) = 3,818, oleh

karena nilai LL dan UL tidak mencakup nilai satu, maka nilai 2,036 dianggap bermakna

secara statistik. Sehingga responden yang memiliki indeks massa tubuh >30kg/m2

memiliki risiko 2,036 kali lebih besar dibandingkan dengan wanita yang memiliki

indeks massa tubuh <30kg/m2.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan ditemukan bahwa umur menarkhe,

paritas, riwayat keluarga, penggunaan bedak, IMT, memiliki besar risiko yang

bermakna terhadap kejadian kanker ovarium, sementara paritas memiliki risiko yang

tidak bermakna terhadap kejadian kanker ovarium. Perlunya penelitian yang lebih lanjut

untuk mengungkap etiologi penyakit sangat penting. Menjauhi faktor risiko seperti

penggunaan bedak, obat penambah kesuburan dan terapi hormon terutama bagi yang

memiliki riwayat keluarga menderita kanker ovarium atau payudara sangat penting.

Menghindari konsumsi lemak jenuh (kolesterol) terutama bagi wanita yang usia

menarkhenya <12 tahun penting untuk mengurangi risiko kanker ovarium.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik Sampel di RSUP Dr Wahidin Sudirohusodo

Variabel N % Kelompok Umur 31-40 Tahun 22 10,8 41-50 Tahun 128 62,7 51-60 Tahun 54 26,5 Pekerjaan Pegawai Swasta/ Wiraswata 42 32,8 Tidak Bekerja / IRT 125 61,3 PNS / TNI 37 18,1 Tingkat Pendidikan SD/MI 10 4,9 SLTP/MT/Kejuruan 8 3,9 SMU/MA/Kejuruan 39 2,9 Diploma 81 39,7 Perguruan Tinggi 66 32,4 Jumlah 204 100

Tabel 2. Besar Risiko Kejadian Kanker Ovarium Di RSUP Wahidin Sudirohuso

Variabel Kanker Ovarium

OR 95%CI p value Kasus Kontrol

n % n % Usia Menarkhe

Risiko Tinggi 54 79,4 88 64,7

0,036 Risiko Rendah 14 20,6 48 35,3 2,104 1,061-4,174

Paritas Risiko Tinggi 51 75,0 90 66,2

Risiko Rendah 17 25,0 46 33,8 1,533 0,797-2,948 0,260 Riwayat Keluarga

Risiko Tinggi 48 70,6 72 52,9

Risiko Rendah 20 29,4 64 47,1 2,133 1,147-3,969 0,016 Penggunaan Bedak

Risiko Tinggi 43 63,2 62 45,6

Risiko Rendah 25 36,8 74 54,4 2,053 1,130-3,731 0,018 IMT

Risiko Tinggi 49 72,1 76 55,9

Risiko Rendah 19 27,9 60 44,1 2,036 1,086-3,818 0,033

Tabel 3. Hasil Uji Regresi Logistik yang Paling Berpengaruh Terhadap Kejadian Kanker Ovarium di RSUP Wahidin Sudirohusodo

Variabel Penelitian B S.E. Wald df Sig. Exp(B) 95% C.I.for EXP(B)

Lower Upper Menarkhe 0,854 0,367 5,430 1 0,020 2,349 1,145 4,818 Riwayat Keluarga 0,808 0,330 5,974 1 0,015 2,243 1,174 4,286 IMT 0,722 0,318 5,135 1 0,023 2,058 1,102 3,841 Penggunaan Bedak

0,742 0,335 4,912 1 0,027 2,100 1,090 4,048

Constant Y=1,02 p=0,73

-2,682 0,507 27,972 1 <0,001 0,068

DAFTAR PUSTAKA

American Cancer Society. Cancer Facts and Figures 2011. [http://www. cancer.org/Cancer/OvarianCancer/DetailedGuide/ovarian-cancer-eystatistics], diakses pada 18Desember, (2011).

Agarwal R, Kaye SB. Prognostic factors in ovarian cancer: how close are we to a complete picture? Ann Oncol 16: 4–6. (2005)

Agustari Ika, Faktor yang berhubungan dengan kanker ovarium di RSUP Tjipto Mangunkusumo, UI, (2007)

Allan LA, Campbell MK, Milner BJ, Eccles DM, Leonard RCF, Parkin DE, Millers ID, Lessells AM, Kitchener HC, Haites NE. The significance of p53 mutation and over-expression in ovarian cancer prognosis. Int J Gynecol Cancer 6: 483–490.(2007)

Archarya, Total Intake Pada Pasien Kanker,UNAIR, (2006) Ari, Faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian kanker ovarium (studi kasus di

Kabupaten Cilacap),PPS UNDIP,(2007) Beal, Women Reproduction : A Review Of American Women, J.Health Reproduction ID

5692, (2005) Bennet, Boezen HM, Schouten JP, Arts HJG, Hofstra RMW, Willemse PHB, Vries de

EGE, Van Der Zee AG (2002) Prognostic factors in ovarian cancer: current evidence and future prospects. Eur J Cancer S 1: 127–145

Cannistra SA. Cancer of the ovary. N Eng J Med, (2009): 351: 2519-29 Coughlinn SS, Menopausal hormone therapy and risk of epithelial ovarian cancer.

Cancer Epidemiol Biomarkers Prev 16: 2548–2556, (2009) Dewi, Rerata Usia Menarkhe Wanita Indonesia: Tinjauan Kesehatan Reproduksi

Wanita Indonesia, UI, (2008) Dorota M Gertig, Perineal talc exposure and epithelial ovarian cancer risk in the

Central Valley of California. Int J Cancer (2006);112:458–64. Gates MA, Tworoger SS, Hecht JL, De Vivo I, Rosner B, Hankinson SE. A prospective

study of dietary flavonoid intake and incidence of epithelial ovarian cancer. Int J Cancer (2007);121:2225 – 32.

Hein DW, Screening for the BRCA1- ins6kbEx13 mutation: potential for misdiagnosis. Mutation in brief #964. Online. Hum Mutat 28: 525–526, (2007)

Huncharek M, Geschwind JF, Kupelnick B. Perineal application of cosmetic talc and risk of invasive epithelial ovarian cancer: a metaanalysis of 11,933 subjects from sixteen observational studies. Anticancer Res (2003);23:1955–60

Janssen-Heijnen ML, Houterman S, Lemmens VE, Louwman MW, Maas HA, Coebergh JW: Prognostic impact of increasingage and co-morbity in cancer patients: A population-base approach. Crit Rev Oncol Hematol, 55:231-40. (2005)

Jurnal Ginekologik, Pengenalan Dini Kanker Ovarium. 2011, Diakses Pada tanggal 17 November (2011)

Karageorgi S, Hankinson SE, Kraft P, De Vivo I. Reproductive factors and postmenopausal hormone use in relation to endometrial cancer risk in the Nurses' Health Study cohort 1976-2004. Int J Cancer (2010); 126 :208–16.

Kramer LJ, Greene MH. Epidemiology Of Ovarian, Fallopian Tube, and Primary Peritonial Cancer.Elsevier Churchill Livingstone.Philadelphia,(2004)

Langseth H, Hankinson SE, Siemiatycki J, Weiderpass E. Perineal use of talc and risk of ovarian cancer. J Epidemiol Community Health (2008);62:358–60.

La Vecchia C. Epidemiology of ovarian cancer : a summary review. Eur J Cancer Prev.(2007); 10: 125-9

La Vecchia C. Oral contraceptives and ovarian cancer: an update, 2004-2008. Eur J Cancer Prev. (2008);15:117–24.

Modesitt SC, Van Nagell JR,jr. The Impact of Obesity on the incidence and treatment of gynecologic cancers: a review. Obstet Gynecol Surv. (2010); 60: 683-92

Moodley M, Moodley J, Chetty R, Herrington CS. The Role Of Steroid Contraceptive Hormones in the Pathogenesis of Invasive Ovarian Cancer: A Review. Int J Gynecol Cancer 13: 103-110, (2008)

Muchtar. Pengenalan dini kanker ovarium. Makalah ilmiah PIT XII POGI Palembang, (2001)

Nesrin R, Lukanova A, Kaaks R. Endogenous hormones and ovarian cancer: epidemiology and current hypotheses. Cancer Epidemiol Biomarkers Prev. (2005);14:98-107.

Oehadian A. Kanker Ovarium. Dalam: Handjoyo M. Diagnosis dan tatalaksana sepuluh jenis kanker terbanyak di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, (1991);149-68

Ozols RF,Rubin SC,Thomas GM,Robboy SJ.Epithelial Ovarian Cancer.In : Hoskin WJ,Perez CA, Young RC, et al, Principles and Practise of Gynecologic Oncology. Lippincott Williams & Wilkins.Philadelphia. (2005)

Parkin DM, Pisani P, Ferlay J, Global Cancer Statistic. Ca Cancer J Clin 49: 33-64, (2007)

Rezkini P. Derajat differensiasi histopatologik pada Kejadian kanker Ovarium. Undip Semarang.(2009)

Sahil FM. Penatalaksanaan kanker ovarium pada wanita usia muda dengan mempertahankan fungsi reproduksi.USU. (2007)

Sierra-Torres CH, Trying SK. Risk Contribution Of Sexual Behaviour and Cigarette Smoking to Ovarian Neoplasia. Int J Gynecol Cancer 13: 617-625, (2008)

Shelley ST, Heller DS, Westhoff C, Gordon RE, Katz N. The relationship between perineal cosmetic talc usage and ovarian talc particle burden. Am J Obstet Gynecol (2008);174:1507–10.

Subiantoro. Ketahanan hidup penderita kanker ovarium di RSUPNCM Jakarta.UI. (2011)

Surbakti E. Pendekatan Faktor Risiko sebagai rancangan alternatif dalam penanggulangan kanker ovarium di RS Piringadi. Medan. (2006)

Tchabo NE, Liel MS, Kohin EC: Applying proteomics in clinical trials: Assessing the potential and practical limitation in ovarian cancer. Am J Pharmacogenomics (2005), 5:141-8.

Uche-Nwachi,Endoctryn System and Nutrition,J.Nutrition (2007) ID Artikel 35778 Willmott LJ, Fruehauf JP: Targeted therapy in ovarian cancer. J Oncol (2010), 9, ID

Artikel 740472. Zuraidah E. Faktor risiko kanker ovarium jenis ephitelia di RSUN Dr.Cipto

Mangunkusumo. Jakarta.(2005)