FAKTOR PSIKOSOSIAL

3
FAKTOR PSIKOSOSIAL Faktor psikososial dapat mempengaruhi faktor biologis seperti konsentrasi neurotransmitter tertentu. Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan. Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan sress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stres yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor eksternal. Beberapa klinisi sangat mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan primer atau utama dalam depresi; klinis lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset dan waktu depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling

description

tutorial psikiatri

Transcript of FAKTOR PSIKOSOSIAL

FAKTOR PSIKOSOSIALFaktor psikososial dapat mempengaruhi faktor biologis seperti konsentrasi neurotransmitter tertentu.Peristiwa kehidupan dan stress lingkungan. Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa peristiwa kehidupan yang menyebabkan sress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya. Hubungan tersebut telah dilaporkan untuk pasien gangguan depresif berat dan gangguan bipolar I. Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan pengamatan tersebut adalah bahwa stres yang menyertai episode pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan bertahan lama tersebut dapat menyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmiter dan sistem pemberi signal intraneuronal. Perubahan mungkin termasuk hilangnya neuron dan penurunan besar dalam kontak sinaptik. Hasil akhirnya dari perubahan tersebut adalah menyebabkan seseorang berada pada risiko yang lebih tinggi untuk menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor eksternal.Beberapa klinisi sangat mempercayai bahwa peristiwa kehidupan memainkan peranan primer atau utama dalam depresi; klinis lain menyatakan bahwa peristiwa kehidupan hanya memiliki peranan terbatas dalam onset dan waktu depresi. Data yang paling mendukung menyatakan bahwa peristiwa kehidupan paling berhubungan dengan perkembangan depresi selanjutnya adalah kehilangan orang tua sebelum usia 11 tahun. Stresor lingkungan yang paling berhubungan dengan onset suatu episode depresi adalah kehilangan pasangan.

Dilihat dari faktor psikoanalitis dan psikodinamika.Dalam upaya untuk mengerti depresi, Sigmund Freud mendalilkan suatu hubungan antara kehilangan objek dan melankolia. Ia menyatakan bahwa kekerasan yang dilakukan pasien depresi diarahkan secara internal karena identifikasi dengan objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi mungkin merupakan cara satu-satunya bagi ego untuk melepaskan suatu objek. Ia membedakan melankolia atau depresi duka cita atas dasar bahwa pasien terdepresi merasakan penurunan harga diri yang melanda dalam hubungan dengan perasaan bersalah dan mencela diri sendiri, sedangkan orang yang berkabung tidak demikian.Melanie Klein selanjutnya menghubungkan depresi dengan posisi depresif. Ia mengerti siklus manik-depresif sebagai pencerminan kegagalan pada masa anak-anak untuk mendapatkan introjeksi mencintai. Di dalam pandangannya, pasien depresi menderita akibat permasalahan bahwa mereka mungkin memiliki objek cinta yang dihancurkan melalui destruktivitas dan ketamakan mereka sendiri. Sebagai akibat dari destruksi yang dikhayalkan tersebut, mereka mengalami penyiksaan oleh objek lain yang dibenci. Perasaan tidak berguna yang karakteristik untuk pasien depresi melebihi perasaan bahwa orang tua internal mereka yang bak telah ditransformasikan menjadi penyiksa karena khayalan dan impuls destruktif pasien. Kelin memandang mania sebagai kumpulan operasi defensif yang disusun untuk mengidealisasikan orang lain, menyangkal adanya agresi atau destruktivitas terhadap orang lain, dan mengembalikan objek cinta yang hilang.E. Bibring memandang depresi sebagai suatu keadaan afektif primer yang tidak dapat melakukan apa-apa terhadap agresi yang diarahkan ke dalam. Selain itu, ia memandang depresi sebagai suatu afek yang berasal dari ketegangan di dalam ego antara aspirasi seseorang dan kenyataan seseorang. Jika pasien terdepresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan idealnya, sebagai akibatnya mereka merasa putus asa dan tidak berdaya. Pada intinya, depresi dapat disimpulkan sebagai keruntuhan parsial atau lengkap dari harga diri di dalam ego.Baru-baru ini, Heinz Kohut mendefinisikan kembali depresi di dalam istilah psikologi diri. Jika objek diri yang diperlukan untuk bercermin, kekembaran, atau idealisasi tidak datang dari orang yang bermaka, orang yang terdepresi merasakan suatu ketidaklengkapan dan putus asa karena tidak menerima respons yang diinginkan. Di dalam pengertian tersebut, respon tertentu di dalam lingkungan adalah diperlukan untuk mempertahankan harga diri dan perasaan kelengkapan.