FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN LANSIA … · merupakan tahap dimana individu akan...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN LANSIA … · merupakan tahap dimana individu akan...
i
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN
LANSIA MENGIKUTI KEGIATAN BERORGANISASI PWRI
KECAMATAN SAMBUNGMACAN SRAGEN
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I pada
Jurusan Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Oleh:
Arba’ani
J 210.140. 038
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEAKTIFAN LANSIA
MENGIKUTI KEGIATAN BERORGANISASI PWRI KECAMATAN
SAMBUNGMACAN SRAGEN
Abstrak
Lanjut usia merupakan fase akhir kehidupan manusia dimana pada masa tersebut
secara umum manusia akan mengalami masa kemunduran baik dari segi fisik maupun
psikis. Lansia secara umum memiliki kelebihan berupa pengalaman dalam hidupnya
yang dapat berguna dalam masyarakat, sehingga lansia masih memiliki peran yang
penting dalam kehidupan masyarakat salah satunya dalam aktivitas sosial sesama
purna tugas atau pensiunan pegawai negeri sipil. Lansia yang kurang aktif dalam
kegiatan berorganisasi PWRI adalah sakit, faktor transportasi, dan faktor pekerjaan
sebelum pensiun. Tujuan untuk mengetahui karakteristik lansia dan faktor-faktor
yang mempengaruhi keaktifan lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI
Kecamatan Sambungmacan Sragen. Metode penelitian deskriptif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian adalah yang berjumlah
47 orang, sampel penelitian sebanyak 47 lansia dengan teknik total sampling.
Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner dan dokumentasi absensi
kehadiran, sedangkan analisis data menggunakan uji regresi logistik. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan pekerjaan sebelum
pensiun (p 0.430) terdadap keaktifan lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI.
Sedangkan status fisik menunjukkan hasil (p 0.019) yang artinya terdapat pengaruh
terhadap keaktifan lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI. Kesimpulan
penelitian ini faktor status fisik yang berpengaruh sangat kuat terhadap keaktifan
lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI kabupaten Sragen. Perlu adanya
pemeriksaan terhadap lansia untuk mendapatkan hasil kesehatan fisik yang spesifik.
Kata kunci: status pekerjaan sebelum pensiun, status fisik, keaktifan
berorganisasi, lansia.
Abstract
Advanced age is the last phase of human life during which their general human will
experience a period of decline in terms of both physical and psychological, Seniors
generally have the advantage of experience in life that can be useful in society, so
that the elderly still have an important role in people's lives one social activity among
full duty or retired civil servants. Elderly who are less active in organizing activities
PWRI is sick, transport factors, and factors of work before retirement. Goals forknow
the characteristics of the elderly and the factors that affect the activity of the elderly
participated in PWRI organized Sambungmacan District of Sragen. Methods
descriptive study using cross sectional approach. The study population is numbering
47 people, the study sample as many as 47 elderly with a total sampling technique.
2
Data collection research using questionnaires and documentation attendance
attendance, while data analysis using logistic regression. The results showed that
there was no significant effect of work before retirement (p 0.430) terdadap liveliness
elderly doing PWRI organizing activities. While the physical status shows the results
(p 0.019), which means there is an influence on the activity of the elderly following
the PWRI organizing activities. The conclusion of this study the physical status factor
strongly influencing the activity of the elderly participated in PWRI organized
Sragen. There needs to be an examination of the elderly to get the specific physical
health.
Keywords: status of employment before retirement, physical status, active
organized, elderly.
1. PENDAHULUAN
Lanjut usia disebut juga fase akhir kehidupan yang akan dialami oleh
setiap manusia. Tahap ini merupakan tahap perkembangan normal dan tahap yang
wajar dialami oleh semua orang karena diberi karunia umur panjang oleh Tuhan
yang Maha Esa. Populasi lanjut usia di dunia yang berusia 60 tahun keatas saat
ini diperkirakan sudah mencapai 629 juta jiwa dan akan mencapai 1,2 milyar pada
tahun 2025 (Sunaryo, et al., 2016). Data demografi dari Pusat Data dan Informasi
KemenKes Republik Indonesia tahun 2016 menunjukkan, jumlah penduduk lanjut
usia di seluruh Indonesia dari kelompok usia non produktif ≥ 65 tahun kisaran
14.233.117 jiwa. Untuk laki-laki jumlahnya sekitar 6.474.979 jiwa dan
perempuan jumlahnya sekitar 7.758.138 jiwa. Penduduk kelompok usia lanjut ≥
60 tahun sekitar 22.630.882 jiwa, lansia perempuan berjumlah 11.908.658 jiwa
dan lansia laki-laki berjumlah 10.722.224 jiwa. Penduduk lanjut usia resiko tinggi
kelompok usia ≥ 70 tahun berjumlah 8.490.356 jiwa, laki-laki berjumlah
3.649.220 jiwa dan perempuan berjumlah 5.796.136 jiwa. Di Indonesia jumlah
lansia terbanyak berada di Daerah Istimewa Jogyakarta sebanyak 13% sedangkan
terendah berada pada provinsi Papua sebanyak 2,8% (Budijanto & Sutardjo,
2017).
3
Menurut Undang-Undang Nomor 13 tahun 1998 dalam Bab 1 ayat 2
tentang Kesejahteraan Lansia (lanjut usia), lanjut usia merupakan seseorang yang
mencapai usia enam puluh tahun keatas, baik pria maupun wanita. Pada tahap ini
merupakan tahap dimana individu akan mengalami penuruan fungsi fisik dan
psikis (Kushariyadi, 2010). Pada usia lanjut, banyak munculnya penyakit yang
tidak menular sehingga fungsi fisiologis lansia mengalami penurunan akibat
proses degeneratif (penuaan). Masalah lain pada lanjut usia yakni menurunnya
tahan daya tubuh, dapat mengakibatkan rentangnya terinfeksi penyakit yang
menular (Primadi, 2013). Semakin bertambahnya usia seseorang, maka akan
mengalami kemunduran pada kemampuan fisiknya, yang di akibatkan oleh
menurunnya peran sosial dan terganggunya kebutuhan dalam hidup sehingga
dapat meningkatkan ketergantungan dalam meminta bantuan orang lain. Selain
penurunan fisik, kondisi mental lansia juga berpengaruh dalam kesibukkan sosial,
yang berakibat berkurangnya integrasi lingkungan, yang berdampak pada
kebahagiaan seseorang (Padila, 2013).
Setelah memasuki lanjut usia seseorang akan dihadapi oleh penurunan
kondisi fisik yang bersifat patologis berganda (multiple pathology), misalnya
bekurang tenaga, enerji menurun, kulit yang semakin berkeriput, gigi yang mulai
rontok, tulang yang semakin rapuh, dan masih banyak lainnya. Hal tersebut dapat
menimbulkan gangguan fungsi psikologik, fisik, maupun sosial. Gangguan fungsi
seksual disebabkan oleh perubahan dalam kesehatan jiwa atau hormonalnya yang
mengakibatkan timbulnya cemas, depresi, pikun dan lain-lain(Padila, 2013).
Perubahan nilai sosial yang cendrung muncul karena kurang dihargainya lansia
mengakibatkan mereka merasa terisolasi dari kehidupan masyarakat (Nugroho,
2008). Terlebih lagi apabila lansia sudah mulai memasuki masa pensiun yang
dapat berperngaruh dalam kehidupannya. Masalah yang dapat terjadi di alami
oleh lansia yang pensiun adalah masalah ekonomi, sosial, kesehatan, dan
psikologis. Masalah ekonomi mengakibatkan penurunan produktivitas kerja di
karenakan pensiun atau berhenti untuk bekerja. Masalah sosial perubahan pada
4
nilai sosial yang mengarah tatanan masyarakat individualistik. Masalah kesehatan
yang terjadi pada seorang pensiunan yakni masa tua yang mengalami penuruna
fungsi fisik mengakibatkan mereka memiliki penyakit yang segera di beri layanan
kesehatan. Masalah psikologis yakni lansia yang mengalami kesepian, merasa
terasingi dari lingkungannya, ketidakberdayaan, pos power syndrome, dan
terlantar karena lansia tersebut miskin (Suardiman, 2011).
Pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) usia 50-55 tahun sedangkan untuk
pensiunan pegawai swasta usia 56 tahun (BBC, 2010). Orang-orang menolak
untuk pensiun beralasan karena berkerja kembali merupakan menunda masa
pensiun awal, yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan dan kualitas hidup.
Setelah pensiun, lansia akan mengalami aktivitas yang tidak dapat dijalankan
kembali karena proses penuaan dan diganti dengan aktivitas yang biasa dilakukan
dan bermanfaat bagi lansia seperti mengikuti organisasi atau kegitan yang lainnya
(Sunaryo, et al., 2016). Organisasi berpengaruh kuat terhadap pembinaan lansia.
Wadah untuk berkomunikasi sesama lansia memberi nilai tambah bagi lansia.
Organisasi bagi lansia berkembang cukup pesat, baik di kota, kabupaten, maupun
di provinsi. Organisasi juga sebagai tempat koordinasi yang dapat meneliti
instrumen dan mengkaji perundang-undangan, memantau dan mengevaluasi
dalam penanganan lansia untuk bahan petimbangan dan saran dalam kebijakan
presiden di bidang lansia. Organisasi PWRI yang menghimpun para lansia
berdasarkan pensiunan dari pegawai negeri sipil (Sunaryo, et al., 2016).
Pentingnya organisasi PWRI bagi lansia pensiun selain untuk wadah
berkomunikasi sesama lansia juga dapat memeberikan perasaan senang terhadap
kegiatan tersebut, memiliki tambah pengalan atau saling tukar pikiran,
mempererat silaturahim sesama lansia, informasi tentang kesehatan dan informasi
baru bagi kemajuan lansia, memperbanyak teman dan berhak mendapatkan uang
pensiun dalam kelangsungan hidup lansia (Sunaryo, et al., 2016). Besarnya
tingkat aktivitas dan keterlibatan sesorang diusia lanjut, akan semakin besar
kepuasan hidupnya dan memperoleh dukungan yang kuat (Santrock, 2012).
5
Faktor yang dapat menentukan kinerja organisasi yang terlibat dalamnya adalah
faktor manusia. Faktor ini di bedakan oleh faktor interal yang terkait dengan
individu antaranya persepsi, sikap, nilai, motivasi, dan kepribadian. Dengan
lingkungan dari lingkungan fisik dan sosial seseorang yang berbeda (Handayani,
2010).
Perilaku organisasi (organizational bevavior) merupakan suatu bidang
studi yang dimiliki oleh individu, kelompok, dan struktur untuk menyelidiki
pengaruh terhadap perilaku dalam berorganisasi, tujuan organisasi adalah
menerapkan ilmu pengetahuan digunakan untuk meningkatkan keefektifan dalam
berorganisasi. Berdasarkan konstribusi dari sejumlah bidang ilmu terapan yang
berkaitan dengan perilaku adalah sosiologi, dan antropologi, psikologi dan
psikologi sosial. Hasil studi perilaku organisasional ilmu pengetahuan yang
berhubungan dengan perilaku psikologi kontribusi yakni keefektifan untuk
memimpin, kepribadian, pengetahuan, motivasi, pelatihan, persepsi, kepuasan
pekerjaan, membuat keputusan individual, penghargaan dalam bekerja, rancangan
kerja, ukuran sikap, emosi dan tekanan kerja unit analsis individual. Psikologi
sosial kontribusinya yakni perubahan terhadap perilaku, sikap, komunikasi,
proses kelompok, dan perubahan dalam membuat keputusan kelompok, unit
analisis kelompok. Sosiologi dibagi menjadi dua konstribusinya yakni
komunikasi, kekuatan konflik, perilaku kelompok termasuk unit analisi kelompok
dan teori organisasi formal, teknologi organisasi, perubahan organisasi, kultur
organisasi termasuk unit analisis sistem organisasi. Antropologi dibagi menjadi
dua konstribusi yakni sikap-sikap komparatif, nilai-nilai komparatif, analisis
lintas kultural termasuk unit analisis kelompok dan kultural organisasional,
lingkungan organisasional, kekuatan termasuk unit analisis sistem organisasi
(Robbins, 2008). Goal consistency organizational, inital supervision, works
experiences, job scope, merupakan faktor dari organisasi yang akan memunculkan
tanggung jawab (Sopiah, 2008).
6
Berdasarkan studi pendahuluan pada tanggal 5 November 2017, diperoleh
jumlah lansia yang mengikuti kegiatan organisasi PWRI sebanyak 47 orang.
Setelah melakukan wawancara kepada 7 responden lansia mengikuti organisasi
PWRI di wilayah tersebut didapatkan hasilnya bahwa 6 responden mengatakan
pekerjaan masa lalu sebelum pensiun adalah sebagai guru dan 1 responden
mengatakan pekerjaannya sebagai penjahit karena keterkaiatannya jenis pekerjaan
juga dapat membawa dampak yang berarti terhadap kelangsunagn hidup lansia. 7
responden mengatakan jika kondisi fisik sangat buruk (sakit) dan tidak
memungkinkan untuk hadir mengikuti organisasi maka mereka akan tidak hadir
dan akan menitipkan uang saja untuk arisan karena kesehatan sangatlah penting
sebab dengan keadaan sehat kita dapat melakukan kegiatan dengan mudah. Lansia
yang tidak aktif dikarenakan beberapa alasan yakni malas mengikuti perkumpulan
karena sibuk mengasuh cucu, sudah tua mencari apa (masuk dalam
psikologisnya), ada acara keluarga, sakit, tetangga ada yang meninggal, usia, jenis
kelamin karena salah satu faktor yang mempengaruhi psikologi lansia, kurangnya
dukungan keluarga maupun dukungan sosial, faktor tidak memiliki kendaraan,
dan tidak ada yang mengingatkan dalam kegiatan tersebut. Dalam buku kehadiran
keaktifan lansia mengikuti organisasi PWRI mengalami naik turun per bulannya.
Hasil observasi kegiatan organisasi PWRI di desa Plumbon membahas tentang
masalah-masalah PWRI seperti pergantian anggota, laporan tentang anggota yang
sakit maupun keluar, kultum yang membahas tentang promosi kesehatan bagi
lansia dan berbagi informasi tentang kartu kesehatan, dan arisan yang mana
uangnya nanti akan dipakai untuk mereka yang akan memiliki hajatan dan yang
mengalami musibah seperti meninggal atau sedang sakit.
Berdasarkan masalah-masalah lansia yang terjadi pada desa Plumblon
Kecamatan Sambungmacan wilayah Barat Sragen tersebut peneliti sangat tertarik
ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor apa saja yang dapat
mempengaruhi lansia aktif untuk mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI
Kecamatan Sambungmacan Sragen, karena ingin menyelidiki lebih lanjut dan
7
mendalam tentang kebiasaan lasian didaerah pedesaan dalam menyikapai
kegiatan beroganisasi PWRI yang mempengaruhi keaktifannya.
2. METODE
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan
pendekatan retropektif. Populasi penelitian adalah seluruh lansia yang mengikuti
kegiatan organisasi PWRI di Kecamatan Sambungmacan wilayah Barat Sragen
yang berjumlah 47 orang, sedangkan sampel penelitian sebanyak 47 lansia dengan
teknik total sampling. Pengumpulan data penelitian menggunakan kuesioner dan
dokumentasi absensi kehadiran, sedangkan analisis data menggunakan uji regresi
logistik.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik Responden
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Umur
a. 60 – 74 tahun
b. 75 – 90 tahun
Total
39
8
47
83
17
100
Jenis kelamin
a. Perempuan
b. Laki-laki
Total
8
39
47
17
83
100
Agama
a. Islam
b. Kristen
total
46
1
47
98
2
100
Status pernikahan
a. Menikah
b. Janda/duda
Total
37
10
47
79
21
100
Pendidikan terakhir
a. SD
b. SMP
12
14
25
30
8
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
c. SMA
d. Diploma/sarjana
Total
8
13
46
17
28
100
Status tinggal
a. Bersama anak/cucu
b. Bersama suami/istri
c. Sendiri
Total
Pekerjaan sekarang
a. Momong cucu
b. Tidak bekerja
c. Petani
d. IRT
e. Pedagang
f. Rias manten
g. Peternak
Total
10
30
7
47
1
16
22
2
4
1
1
47
21
64
15
100
2
34
47
4
8
2
2
100
Karakteristik responden sebagaimana ditampilkan pada tabel diatas
menunjukkan distribusi umur responden sebagian besar adalah 39 responden
(83%) berusia 60 – 72 tahun dan sisanya 8 responden (17%) berusia 75 – 90
tahun. Karakteristik jenis kelamin menunjukkan distribusi tertinggi adalah
laki-laki sebanyak 39 responden (83%) dan sisanya perempuan sebanyak 8
responden (17%). Karakterisktik agama responden menunjukkan distribusi
tertinggi adalah agama islam sebanyak 46 responden (98%) dan sisanya
agama kristen sebanyak 1 responden (2%). Karakteristik status perkawinan
responden menunjukkan distribusi tertinggi adalah menikah atau masih
memiliki pasangan yaitu sebanyak 37 responden (79%) dan sisanya adalah
janda/duda sebanyak 10 responden (21%). Karakteristik tingkat pendidikan
menunjukkan distribusi tertinggi adalah SMP sebanyak 14 responden (30%)
dan distribusi terendah adalah SMA sebanyak 8 responden (17%).
Karakteristik status tinggal menunjukkan distribusi tertinggi adalah status
tinggal bersama suami/istri sebanyak 30 responden (64%) dan distribusi
9
terendah adalah status tinggal sendiri sebanyak 7 responden (15%).
Karakteristik pekerjaan sekarang menunjukkan distribusi tertinggi adalah
petani sebanyak 22 responden (47%) dan distribusi terendah adalah sebagai
momong cucu, perias pengantin dan berternak masing-masing sebanyak 1
responden (2%).
3.2 Analisis Univariat
3.2.1 Keaktifan Berorganisasi
Keaktifan berorganisasi pada lansia diukur berdasarkan
absensi kehadiran lansia pada kegiatan organisasi PWRI selama 1
tahun terakhir. Keaktifan beroganisasi dibagi dalam dua kategori yaitu
tidak aktif dan aktif. Selengkapnya distribusi frekuensi keaktifan
berorganisasi responden adalah sebagai berikut.
Tabel 2. Distribusi Keaktifan Berorganisasi
Keaktifan Frekuensi Persentase (%)
Tidak aktif
Aktif
10
37
21
79
Total 47 100
Distribusi tingkat keaktifan berorganisasi pada responden
menunjukkan distribusi tertinggi adalah aktif yaitu sebanyak 37
responden (79%) dan sisanya tidak aktif yaitu sebanyak 10 responden
(21%).
3.2.2 Pekerjaan Sebelum Pensiun
Data tentang pekerjaan sebelum pensiun diperoleh melalui
dokumentasi yang diperoleh dari catatan PWRI di kecamatan
Sambungmacan wilayah Barat Sragen. Selengkapnya distribusi
frekuensi pekerjaan sebelum pensiun responden adalah sebagai
berikut.
10
Tabel 3. Distribusi Pekerjaan sebelum pensiun
Pekerjaan masa lalu Frekuensi Persentase (%)
Pendidikan
Non pendidikan
23
24
49
51
Total 47 100
Karakteristik pekerjaan sebelum pensiun responden
menunjukkan distribusi tertinggi adalah non pendidikan sebanyak 24
(51%) dan distribusi terendah adalah pendidikkan 23(49%).
3.2.3 Status Fisik
Data tentang status fisik responden diperoleh melalui jawaban
responden terhadap keluhan fisik sebanyak < 1 tergolong dalam
kategori sehat dan yang menjawab keluhan fisiknya > 2 tergolong
dalam kategori tidak sehat.
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Status Fisik
Status fisik Frekuensi Persentase (%)
Tidak sehat
Sehat
27
20
57
43
Total 47 100
Distribusi frekuensi status fisik responden menunjukkan
distribusi status fisik yang tertinggi adalah yaitu mengalami keluhan >
2 tergolong dalam kategori tidak sehat sebanyak 57%, sedangkan
distribusi terendah adalah yang mengalami keluhan < 1 tergolong
dalam kategori sehat sebanyak 20 (43%).
3.3 Analisis Bivariat
3.3.1 Hubungan Pekerjaan Sebelum Pensiun Dengan Keaktifan
Tabel 5 Hubungan Pekerjaan Sebelum Pensiun Dengan Keaktifan
Faktor factor Kategori Keaktifan Ket
Aktif Tidak aktif
Pekerjaan
sebelum pension
Pendidikkan
Non pendidikan
17 (45.9%)
20 (54.1%)
6 (60.0%)
4 (40.0%)
P= 0.430
OR= 1.765
11
Berdasarkan tabel diatas memperlihatkan hasil bahwa
responden yang pekerjaan sebelum pensiun pendidikkan, 60.0% tidak
aktif terhadap keaktifan. Sedangkan responden dengan pekerjaan
sebelum pensiun non pendidikkan, 54.1%% responden aktif terhadap
keaktifan. Dengan hasil p=0.430 maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara pekerjaan sebelum pensiun
terhadap keaktifan lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI.
Dengan nilai odds ratio 1.7655 dapat diartikan bahwa responden yang
pekerjaan sebelum pensiun pendidikkan, 1 kali lebih aktif
dibandingkan dengan responden yang pekerjaan sebelum pensiun non
pendidikkan.
3.3.2 Hubungan Status Fisik Dengan Keaktifan
Tabel 6 Hubungan Status Fisik Dengan Keaktifan
Faktor
factor
Kategori Keaktifan Ket
Aktif Tidak aktif
Status
fisik
Sehat
Tidak sehat
19 (51.4%)
18 (48.6%)
1(10.0%)
9 (90.0%)
P= 0.019
OR=0.105
Berdasarkan tabel diatas memperlihatkan hasil bahwa
responden yang memiliki status fisik yang sehat, 51.4% aktif terhadap
keaktifan berorgansasi PWRI. Sedangkan responden yang memiliki
status fisik yang tidak sehat, 90.0% tidak aktif terhadap keaktifan
berorgansasi PWRI. Dengan hasil p=0.019 maka dapat disimpulkan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara ststus fisik terhadap
keaktifan lansia mengikuti kegiatan berorganisasi PWRI. Dengan nilai
odds ratio 0.105 dapat diartikan bahwa status fisik responden yang
tidak sehat lebih aktif dibandingkan dengan responden yang status
fisik yang sehat.
12
3.4 Analisis Multivariat
Tabel 7 Ringkasan Hasil Uji Regresi Logistik Pengaruh Faktor Pekerjaan
Sebelum Pensiun dan Status Fisik Terhadap Keaktifan Berorganisasi
No. Faktor- faktor P wald Exp (B)
1. Pekerjaan sebelum pensiun 0.433 1.765
2. Status fisik 0.041 0.105
Pada tabel diatas faktor yang berkontribusi terhadap keaktifan lanisa
dalam aktif dikegiatan berorganisasi PWRI adalah status fisik, dengan
koefisien p 0.019 dalam hasil analisis tersebut ddapat disampaikan juga
bahwa nialai ods ratio (Exp. B) bahwa responden yang status fisik sehat,
lebih aktif terhadap keaktifan kegiatan berorganisasi PWRI. Selain itu niai
Nagelkerke R square adalah 0.126 hal ini dapat diartikan adanya pengaruh
yang signifikan antara status fisik dengan keaktifan lasia mengikuti kegiatan
berorganisasi PWRI sebesar 12.6%, sisanya 87.4% dipengaruhi oleh variabel
yang lainnya misalnya jarak, dukungan keluarga, pengetahuan dan lain-lain.
3.5 Pembahasan
3.5.1 Analisis Univariat
3.5.1.1 Karakteristik Responden
Karakteristik responden sebagaimana ditampilkan pada
tabel diatas menunjukkan distribusi umur responden sebagian
besar adalah 60 – 74 tahun (83%) dan sisanya berusia 75 – 90
tahun. Terkait dengan penuaan pada lansia Juanita dan Safitri
(2016) mengemukakan bahwa peningkatan umur lansia
berdampak pada semakin menurunnya kemampuan fisiologis
tubuh lansia, sehingga berdampak pada munculnya penyakit-
penyakit baik yang ringan maupun kronis bahkan muncul pula
penyakit akut. Penyakit kronis yang terjadi pada lansia dapat
mempengaruhi pada terjadinya perubahan akan kualitas hidup
lansia serta berperan terhadap penurunan kemandirian lansia.
13
Berdasarkan pendapat tersebut, maka sebagian besar adalah
kelompok individu yang memiliki resiko terhadap penurunan
kualitas hidupnya.
Bertambahnya usia sesorang akan kemungkinan tidak
hadir dari pekerjaan disebabkan karena memiliki pengalaman
kerja, pengetahuan akan situasi kondisi organisasi/perusahan
(Pangarso, 2016). Seperti yang dikemukakan oleh Sopiah
(2008) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi
komitmen pegawai pada organisasi salah satunya adalah faktor
personal misal usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan
sebagainya.
Karakteristik jenis kelamin menunjukkan distribusi
tertinggi adalah laki-laki (83%) dan sisanya perempuan (17%).
Secara umum disebutkan bahwa proporsi lansia menurut jenis
kelamin di Indonesia, proporsi lansia wanita lebih tinggi
dibandingkan laki-laki. Dalam BPS (2014) dijelaskan bahwa
usia harapan hidup lansia perempuan memiliki jumlah
distribusi lebih tinggi dibandingkan lansia laki-laki. Sesuai
dengan teori, maka di Indonesia proporsi lansia perempuan
akan lebih tinggi daripada proporsi lansia laki-laki. Fenomena
ini juga diperkuat dengan bukti ditunjukkannya hasil Susenas
2014. Tingginya proporsi lansia perempuan pada tahun 2014
sebanyak 1,11% dibanding proporsi lansia laki-laki. Baik di
perkotaan maupun di perdesaan, menunjukkan lebih tingginya
proporsi lansia perempuan daripada proporsi lansia laki-laki
(BPS, 2014). Ketidakhadiran wanita lebih tinggi disebabakan
oleh wanita mengalami 3 hal umum yaitu siklus menstruasi,
rata-rata menikaah kemudian hamil, melahirkan dimana wanita
mengambil cuti kerja, hal ini yang memungkinkan wanita lebih
14
sering absen dibandingkan laki-laki (Pangarso, 2016). Seperti
yang dikemukakan oleh Sopiah (2008) mengemukakan bahwa
faktor yang mempengaruhi komitmen pegawai pada organisasi
salah satunya adalah faktor personal misal usia, jenis kelamin,
tingkat pendidikan dan sebaigainya.
Karakteristik agama responden menunjukkan sebagian
besar responden beragama Islam (98%) dan sisanya beragama
Kristen (2%). Secara umum Islam mengajarkan kepada
umatnya khususnya yang laki-laki untuk aktif dalam kegiatan
masyarakat, misalnya perintah untuk sholat wajib berjamaah di
masjid, serta perintah-perintah untuk bermasyarakat lainnya.
Hal tersebut sebagaimana juga ditunjukkan dalam Ummah
(2017) memerintah kaum muslim untuk mau membaca situasi
dalam masyarakat sehingga dapat turut membantu dalam
membenahi apabila terjadi kemudhorotan yang tentunya
mengharuskan umat Islam aktif dalam kegiatan kemasyarakat.
Karakteristik status perkawinan responden
menunjukkan distribusi tertinggi adalah menikah atau masih
memiliki pasangan (79%) dan sisanya adalah janda/duda
(21%). Aspek sosial merupakan salah satu aspek yang
seringkali mengalami perubahan. Perubahan sosial pada lansia
dapat mempengaruhi kesejahteraan lanjut usia secara umum,
dimana salah satu perubahan sosial yang dialami lansia adalah
hilangnya pasangan hidup. Papalia (2008) menjelaskan bahwa
pasangan hidup bagi lansia merupakan sumber pendukung
(supporting) terhadap keuangan, pemecahan masalah atau
problem solving, maupun pengasuhan. Sesorang yang telah
menikah lebih rendah tingkat ketidakhadiran, disebabkan oleh
sesorang tersebut memiliki tanggung jawab untuk memenuhi
15
kebutuhan keluarganya maka akan cendrung hadir. Adanya
dorongan untuk menaati peratuaran perusahaan/organisasi
terkait kehadiran agar memastikan setiap bulan meminimalkan
kebutuhan keluarga terpenuhi (Pangarso, 2016).
Karakteristik tingkat pendidikan menunjukkan
distribusi tertinggi adalah SMP (30%) dan distribusi terendah
adalah SMA (17%). Tingkat pendidikan lansia merupakan
sumber dari kemampuan lansia dalam memahami suatu
fenomena dalam kehidupannya, lingkunganya atau
kehidupannya dan menentukan cara terbaik dalam menghadapi
fenomena tersebut. Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh
lansia membantu lansia dalam berpikir yang terbaik untuk
menentukan langkah di hari tuanya. Potter and Perry (2007)
menjelaskan bahwa adanya hubungan tingkat pendidikan
seseorang dengan kemampuan dirinya sendiri dalam menelaah
informasi menjadi suatu pengetahuan dasar terhadap tindakan
yang dilakukannya. Penelitian (Gani, Wahyuni, & Sismini,
2017) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang
berhubungan dengan keaktifan lansia dalam kegiatan sosial di
masyarakat adalah tingkat pengetahuan lansia. Dalam
penelitian ini, walaupun secara umum bahwa tingkat
pendidikan responden adalah merata, dari SD, SMP, SMA
hingga diploma atau sarjana, namun keberadaan mereka pada
instansi pekerjaan terdahulu membantu mereka dalam
memahami informasi-informasi tentang masa lansia.
Status tinggal responden pada saat ini menunjukkan
distribusi tertinggi adalah tinggal bersama suami/istri (64%).
Karakteristik status tinggal responden menunjukkan bahwa
sebagian besar responden masih memiliki pasangan hidup
16
yang berarti pula mereka masih memiliki support dari
pasangan hidupnya. Tamher dan Noorkasiani (2012)
mengemukakan bahwa adanya dukungan dari keluarga dan
pasangan hidup dapat membantu lansia dalam menghadapi
masalah, dukungan pasangan juga membantu lansia untuk
memiliki motivasi dan rasa percaya diri yang tinggi untuk
menghadapi masalah yang terjadi sehingga mampu meningkat
kemandirian lansia dengan sendirinya. Organisasi memiliki
faktor, baik ditimbulkan oleh diri sendiri antar lain orang tua
dan kepercayaan diri, sedangakan faktor yang berasal dari
orang lain anatara lain teman dan lingkungan yang
menimbulkan pengalaman oraganisasi yang dijadikan sebagai
pemebelajaran (Pradayu, 2017).
Karakteristik pekerjaan responden saat ini
menunjukkan distribusi tertinggi adalah sebagai petani (47%).
Karakteristik pekerjaan saat ini menunjukkan bahwa sebagian
besar lansia masih berstatus bekerja khususnya di bidang
pertanian. Status pekerjaan lansia juga berhubungan dengan
kemampuan lansia untuk melakukan aktivitas-aktivitas sosial
lainnya selain bekerja, misalnya mengikuti kegiatan posyandu
lansia, dimana terdapat hubungan status pekerjaan lansia
dengan keaktifan mengikuti kegiatan posyandu, dimana lanjut
usia yang masih bekerja lebih aktif dalam mengikuti kegiatan
di posyandu lansia (Findri, 2015). Penelitian terdahulu
mengemukkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
keaktifan kader posyandu adalah pekerjaan. Hal tersebut
disebabkan oleh sebagian besar kader posyandu
mempunyaimata pencaharian tidak tetap misalnya sebagai
17
buruh tani dan pekerjaan tidak formal lainnya (Suhat &
Hasanah, 2014).
3.5.2 Analisis Bivariat
3.5.2.1 Pekerjaan Sebelum Pensiun
Karakteristik pekerjaan masa lalu responden
menunjukkan distribusi tertinggi adalah non pendidikkan 23
responden (51%) dan distribusi terendah pendidikkan 23
responden (49%). Jenis pekerjaan tertentu berhubungan dengan
gaya hidup pelakunya Rosdiana (2009) menjelaskan bahwa
jenis pekerjaan lansia yang pada dulunya banyak berhubungan
dengan pekerjaan berpikir, maka akan menjadikan lansia
memiliki gaya hidup yang mampu menjaga daya kognitifnya.
Penelitian terdahulu mengemukakan tidak ada hubungannya
pekerjaan dengan keaktifan lansia mengikuti kegiatan
posyandu. Pekerjaan merupakan kegiatan utama untuh
memenuhi kebutuhan hidup lansia sehingga lansia
mengabaikan ikut berpartisiapasi dalam kegiatan tersebut
(Anggraini, Zulpahiyana, & Mulyanti, 2015). Sopiah (2008)
mengemukanan faktor yang mempengaruhi komitmen
pegawai pada organisasi adalah ciri pribadi pegawai termasuk
jabatan dalam organisiasi, ciri pekerjaan sebagai identitas tugas
dan berkesempatan berinteraksi dengan rekan kerja dan
pengalaman kerja yakni keteladan organisasi di masa lampau.
Hasil penelitian terdahulu menunjukan bahwa faktor
psikososial merupakan faktor yang kuat mempengaruhi
kepuasan hidup lansia dan memiliki masalah multi-dimensi.
Kepuasan hidup adalah berbeda untuk beberapa faktor pribadi,
termasuk jenis kelamin dan tingkat pekerjaan. Pertimbangan
pendapat juga dapat mempengaruhi kepuasan hidup bagi lansia
18
dan proses penuaan sehingga lansia mampu menerima proses
penuaan tersebut dengan baik (Supratman & Priambodo,
2016).
3.5.2.2 Status Fisik
Status fisik responden menunjukkan distribusi status
fisik yang tertinggi adalah yaitu tidak sehat sebanyak 51% dan
distribusi terendah adalah kategori sehat sebanyak 43%.
Seseorpang yang telah melalui 3 tahap kehidupan yaitu anak,
dewasa, dan tua dalam suatu peristiwa alamiah disebut proses
menuanya manusia. Tiga tahap tersebut memiliki berbeda
yaitu, baik secara psikologis maupun biologis (Mubarok,
2010). Depkes RI (2013) menyebutkan bahwa penyebab proses
penuaan seseorang adalah perubahan dari fisiologis, anatomis,
dan biokimia pada tubuh, sehingga akan mempengaruhi
kemampuan tubuh dan fungsi secara keseluruhan. Perubahan-
perubahan ini sebagai akibat proses menua (aging process),
meliputi mental, spiritual, perubahan fisik, dan psikososial
(Azizah, 2011).
Potter dan Perry (2007) menjelaskan terdapat 3
perubahan yang terjadi pada seorang lanjut usia, yaitu
perubahan fisiologis, perilaku psikososial dan kognitif.
Penurunan fungsi sel otak saat usia lanjut dapat menyebabkan
penurunan daya ingat jangka pendek, melambatnya proses
informasi, sulitnya berkonsentrasi, sehingga dapat
mengakibatkan kesulitan berkomunikasi (Mubarok, 2010).
Keluhan-keluhan fisik yang dialami responden pada penelitian
ini antara lain adalah gangguan penglihatan, perasaan dingin
dan kesemutan pada anggota tubuh, mudah lelah dan nyeri
pinggang atau punggung. Sebagaimana dikemukakan oleh
19
Maryam (2008) tentang keluhan-keluhan fisik pada lansia
menunjukkan bahwa masalah fisik yang dialami lanjut usia
antara lain mudah terjatuh, cepat lelah, nyeri bagian dada dan
berdebar-debar, sesak nafas saat aktivitas, bengkak pada kaki
bawah, nyeri pinggang, sulit tidur dan pusing, berat badan
menurun, gangguan pancaindra.
3.5.3 Analisis Multivariat
Hasil uji regresi logistik untuk mengetahui semua hasil yang
memiliki hubungan dengan keaktifan lansia mengikuti kegiatan
berorganisasi PWRI. Hasil uji variabel status fisik memiliki hubungan
terhadap keaktifan berorganisasi PWRI. Penelitian terdahulu
menunjukkan bahwa lansia yang memiliki keluhan fisik sedang
berpengaruh terhadap keaktifan lansia mengikuti kegiatan Posyandu
(Suseno, Muhlisin, & Maliya, 2012). Suardiman (2011) menjelaskan
bahwa masalah yang dapat terjadi di alami oleh lansia yang pensiun
sala satunya adalah masalah terhadap kesehatan dan masalah
psikologis. Masalah kesehatan yang terjadi pada seorang pensiunan
yakni masa tua yang mengalami penuruna fungsi fisik mengakibatkan
mereka memiliki penyakit yang segera di beri layanan kesehatan.
Masalah psikologis yakni lansia yang mengalami kesepian, merasa
terasingi dari lingkungannya, ketidakberdayaan, pos power syndrome,
dan terlantar karena lansia tersebut miskin. Penelitian Nurhalimah
(2016) menjelaskan bahwa terdapat hubungan status kesehatan lansia
dengan kemandirian lansia, dimana salah satu dari indikator
kemandirian lansia adalah keaktifan dalam kegiatan di masyarakat.
Penelitian lain dilakukan oleh Wong et.al (2017) yang meneliti
pengalaman psikologis lansia dalam dalam perspektif sosial, studi
kualitatif hubungan lansia dan kehidupan sosial. Penelitian ini
menunjukkan bahwa kehidupan sosial membantu lansia mengatasi
20
permasalahan hidupnya baik munculnya stress, depresi serta masalah
kesehatan, sedangkan faktor-faktor yang mendorong lansia mau
beraktifitas dalam kemasyarakatan (society) adalah kondisi fisik lansia
serta dorongan-dorongan dari pihak lain misalnya dorongan keluarga
maupun dorongan sosial. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Pinto
and Neri (2017) yang meneliti faktor-faktor yang berhubungan dengan
rendahnya partisipasi sosial pada lansia di Brazil. Penelitian ini
menyimpulkan faktor kesehatan lansia merupakan salah satu faktor
yang signifikan berhubungan dengan rendahnya partisipasi sosial
lansia selain faktor budaya, sosial ekonomi dan dukungan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, D., Zulpahiyana., & Mulyanti. (2015). Faktor Dominan Lansia Aktif
Mengikuti Kegiatan Posyandu. Jurnal Ners dan Kebidanan Indonesia, Vol. 3,
No. 3, Tahun 2015, 150-155; ISSN2354-7642.
Azizah, M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.
BBC, I. (2010). Berapa Usia Pensiunan Yang Ideal? Diambil 1 September 2015.
Budijanto, D., & Sutardjo, U. S. (2017). Data dan Informasi Profil Kesehatan
Indonesia 2016. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
BPS. (2014). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2013. Jakarta: BPS.
Findri., S. (2015). Hubungan Antara Karakteristik Individusi Status Pekerjaan dan
Dukungan Keluarga dengan Keaktifan Lansia dalam Menghadiri Kegiatan
Posyandu Lansia di Posyandu “Rahayu Widodo” Desa Bojongsari. Jurnal
Keperawatan. Purwokerto: Program Studi Keperawatan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Purwokerto.
Gani., Wahyuni T. W., dan Susmini. (2017). Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan
Lansia dengan Keaktifan Lansia dalam Mengikuti Kegiatan Posyandu Lansia di
Dusun Bendungan Wilayah Kerja Puskesmas Wisata Dau Malang. Nursing
News. Volume 2, Nomor 3, 2017. Malang: Program Studi Ilmu Keperawatan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Tribhuana Tunggadewi.
21
Handayani, A. (2010). Hubungan Kepuasan Kerja dan Dukungan Sosila dan Presepsi
Perubahan Organisasi. INSAN, Bol. 12, No. 03, Desember 2010.
Juanita., Safitri, C. P. (2016). Hubungan Basic Conditioning Factors dengan Kualitas
Hidup Lanjut Usia dengan Diabetes Melitus di RSUD Dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh. Vol. VII. No 1. Idea Nursing Jurnal. ISSN: 2087-2879. 2016.
Kushariyadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usi . Jakarta: Salemba
Medika.
Maryam. (2008). Mengenal Usia lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba
Medika.
Mubarok., W. I., Chayatin, N., & Santoso, B. A. (2010). Ilmu Keperawatan
Komunitas Konsep dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik Edisi 3. Jakarta: EGC.
Nurhalimah. (2016). Korelasi Peran Keluarga Terhadap Penyesuaian Diri Remaja.
Jurnal AL-Bayan / Vol. 22 NO.34 Juli – Desember 2016.
Padila. (2013). Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Nuha Medika.
Pangarso, A. (2016). Perilaku Organisasi. Yogyakarta: Deepublish.
Papalia. (2008). Human Development: Perkembangan Manusia. (Vol. 2). Jakarta:
Salemba Humanika.
Potter., and Perry. (2007). Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,Proses dan
Praktik. (Vol. 1). Jakarta: EGC.
Pradayu, M. (2017). Pengaruh Aktivitas Organisasi Terhadap Prestasi Belajar (Studi
Kasus Pengurus BEM Universitas Riau Kabinet Inspirasi Periode 2016-2017).
JOM FISIP, Vol. 4 No. 2 hal. 1-12, Oktober 2017.
Pinto, J. M., and Neri, A. L. (2017). Factors Related To Low Social Participation In
Older Adults: Findings From The Fibra Study, Brazil. Original Article. DOI:
10.1590/1414-462X201700030300. Universidade Estadual de Campinas
(UNICAMP)-Campinas (SP), Brazil.
Primadi, O. (2013). Gambaran Kesehatan lanjut Usia di Indonesia. Buletin Jendela
Data & Informasi Kesehatan, Hal 1-32. ISSN 2088-270X.
Robbins, S. P. (2008). Perilaku Organisasi, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.
22
Rosdiana. (2009). Gambaran Tingkat Depresi pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2 di
Rumah Sakit Umum Kardinah Kota Tegal. Skripsi. Program Studi Ilmu
Keperawatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Santrock, J. (2012). Life-Span Development. Penerjemah; Benedictine Widyasinta.
Jakarta: Penerbit Erlangga.
Sopiah. (2008). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: P.T Ghalia Indonesia.
Suardiman, S. P. (2011). Psikologi Usia Lanjut. Jogyakarta: Gajah Mada Universitas
Press.
Sunaryo., Wijayanti, R., Kuhu, M. M., Sumedi, T., Widayanti, E. D., Sykrillah, U.
A., et al. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta: CV. ANDI
OFFSET (Penerbit ANDI Anggota IKAPI).
Suhat., & Hasanah, R. (2014). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Keaktifan
Kader Dalam Kegiatan Posyandu. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 10 (1) (2014)
73 - 79; ISSN 1858-1196.
Supratman., & Priambodo, G. (2016). Factors Affecting Life Satisfaction Of Elderly
In Sukoharjo Region, Indonesia. International Conference On Health And Well-
Being (ICHWB). Surakarta: Pusat Pengembangan Kesehatan Keperawatan,
Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Indonesia.
Hal 364-370.
Suseno, D. M., Muhlisin, A., & Maliya, A. (2012). Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Keaktifan Lansia Dalam Mengikuti Kegiatan Posyandu Lansia
Di Desa Kauman Kecamatan Polanharjo Kabupaten Klaten. Skripsi, hal 1-11.
Tamher, S., & Noorkasiani. (2012). Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan
Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Humanika.
Ummah, S. R. (2017). Relevansi Perintah Iqra’ pada Wahyu Pertama bagi
Masyarakat Modern. Jurnal Studi Islam. Pancawahana, Vol 12 No 1 April
2017, ISSN: 2579-7131. Bangil: Sekolah Tinggi Agama Islam Pancawahana.
Wong, A., Chou, A. K. C., Fang, Y., and Woo, J. (2017). Illuminating the
Psychological Experience of Elderly Loneliness from a Societal Perspective: A
Qualitative Study of Alienation between Older People and Society.
Environmental Research and Public Health. Hongkong: Department of
Medicine & Therapeutics, The Chinese University of Hong Kong.