FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.utu.ac.id/79/1/I-V.pdf · 2017. 9. 13. ·...
Transcript of FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN …repository.utu.ac.id/79/1/I-V.pdf · 2017. 9. 13. ·...
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKER PADA PETUGAS BAGIAN
PORT OPERATION DAN TRANSSHIPMENT PT. MIFA
ACEH BARAT TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
DEDE KHAIRUDDIN
NIM. 06C10104269
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2015
ii
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKER PADA PETUGAS BAGIAN
PORT OPERATION DAN TRANSSHIPMENT PT. MIFA
ACEH BARAT TAHUN 2015
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
OLEH :
DEDE KHAIRUDDIN
NIM. 06C10104269
PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2015
iii
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi/Tugas Akhir : FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN
DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG
DIRI (APD) MASKER PADA PETUGAS
BAGIAN PORT OPERATION DAN
TRANSSHIPMENTPT. MIFA ACEH BARAT
TAHUN 2015
Nama Mahasiswa : DEDE KHAIRUDDIN
NIM : 06C1010296
Program Studi : ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
Menyetujui,
Komisi Pembimbing
Ketua
Jun Musnadi Is, SKM., M.Kes
NIDN. 0129068101
Anggota
Fitriani, SKM., M.Kes
NIDN. 0119028305
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Ir. Yuliantul Muslimah. Mp
NIP. 196407271992042002
Ketua
Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Teungku Nih Farisni, SKM., M.Kes
NIDN. 0119128601
Tanggal Lulus : 26 Agustus 2015
iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI
Skripsi/tugas akhir dengan judul :
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKER PADA PETUGAS PT. MIFA
ACEH BARAT TAHUN 2015
Yang disusun oleh :
Nama : Dede Khairuddin
NIM : 06C10104269
Fakultas : Kesehatan Masyarakat
Program Studi : Ilmu Kesehatan Masyarakat
Telah dipertahankan di depan dewan penguji pada 26 Agustus 2015 dan dinyatakan
memenuhi memenuhi syarat diterima.
SUSUNAN DEWAN PENGUJI
Ketua : Jun Musnadi Is, SKM., M.Kes ...........................................
Anggota : 1. Fitriani, SKM., M.Kes ...........................................
2. Fakhrurradhi Luthfi, SKM, M.Kes ...........................................
3. Hasrah Junaidi, SKM, M.Kes ...........................................
Alue Penyareng, Agustus 2015
Ketua Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat
Teungku Nih Farisni, SKM., M.Kes
NIDN. 0119128601
v
RIWAYAT HIDUP
I. Identitas Penulis
Nama : Dede Khairuddin
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Meulaboh, 22 Desember 1986
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Nasional Meulaboh T. Tuan. Desa Peunaga Cut
Ujong, Kecamata Mereubo, Kabupaten Aceh barat
Nama Ayah : Azhar Thayib
Pekerjaan : Almarhum
Nama Ibu : Rohani
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
II. Pendidikan yang ditempuh
Tahun 1997-1998 : SDN Peunaga Cut Ujong
Tahun 2000-2001 : SMP N 3 Meulaboh
Tahun 2003-2004 : SMA N 4 Meulaboh
Tahun 2006-sekarang : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar
III. Riwayat Pekerjaan
Tahun 2011-2013 : PT. Sumber Tjipta Djaya
Tahun 2013-2014 : PT. Bangun Arta Hutama
Tahun 2015-Sekarang : PT. Baruna Dirga Darma
vi
PERSEMBAHAN
“If you cannot do great things, do small things in great way….” Napoleon Hill
ebuah perjalan panjang yang luar biasa Yang mengiring kaki untuk berjalan ke ruang dosen lebih sering dari biasanya,
yang membuat mata terus menatap ke layar laptop lebih dari biasanya, tangan yang mengetik lebih dari biasanya, leher yang sering menunduk ke arah keyboard, lapisan tekad yang seribu kali lebih keras dari celotehan dosen, serta mulut yang selalu nanya tentang revisia, sebuah akhir dan juga awal perjalanan baru 5 cm menuju wisuda,,, Semoga ketekunan dan usaha ini membawa manfaat dan sepanggal ilmu ini menyadarkanku bahwa ilmuku belum seberapa. Sebait kasih dari yang Maha pengasih, semoga memberikku kesempatan untuk terus belajar dan rendah diri dalam berilmu....
Skripsi ini ku persembahkankan untuk orang – orang yang sangat ku
cintai dan kusayangi, keuarga besarku, terimakasih atas semangat dan
dukunganya selama penyelesaian skripsi ini.
Teruntuk teman-teman seperjuanganku, akhirnya kita berhasil juga
sampai finish walaupun terlunta – lunta dan jatuh bangunberkali – kali untuk
mendapatkan gelar SKM. Kita juga sudah melewati masa – masa yang sulit
baik senang, susah, sedih selama pembelajaran di kampus, khususnya selama
penyusunan skripsi ini, dengan perjuangan yang sungguh luar biasa
melelahkan, mudah – mudahan dengan ilmu yang kita dapat kita dapat menjadi
tenaga kesehatan yang profesional semua Amin.Succes to all. Akhir dari Sebuah perjalanan panjang dalam penyelesain skripsi ini, dan
awal yang baru untuk memulai perjalan sebagai tenaga kesehatan
lingkungan.Semoga penelitian dalam skripsi ini membawa manfaat untuk kita
semua Amin.
Dede Khairuddin
S
vii
ABSTRAK
DEDE KHAIRUDDIN. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Masker Pada Petugas Bagian Port Operation dan
Transshipment PT. Mifa Aceh Barat Tahun 2015. Dibawah bimbingan Bapak Jun
Musnadi, SKM., M.Kes dan Ibu Fitriani, SKM., M.Kes
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja yaitu
dengan pegendalian bahaya-bahaya lingkungan kerja dengan menggunakan alat
pelindung diri sesuai dengan standar kerja yang telah ditentukan dalam prograa
keselamatan dan kesehatan kerja (K3). Namun dilapangan masih sering ditemui para
pekerja yang kurang memperhatikan tentang penting alat pelindung diri bagi dirinya
sendiri maupun orang lain. Ada beberapa faktor personal pekerja yang berhubungan
dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) pada saat bekerja meliputi
pengetahuan, sikap, tingkat pendidikan, umur, masa kerja, dan kenyamanan.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif korelatif dengan pendekatan
secara cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor yangn berhubungan dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) pada petugas Bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat tahun 2015. Sampel penelitian ini didapat
dengan menggunakan teknik total sampling yang berjumlah 35 orang. Metode
pengambilan data secara primer yaitu dengan menggunakan kuesioner untuk
mendapatkan data penelitian langsung dari responden.
Hasil penelitian dengan menggunakan uji statistik Chi-Square (X2) didapatkan
terdapat hubungan pengetahuan (p=0,030), sikap (p=0,024), umur (p=0,049), tingkat
pendidikan (p=0,004), masa kerja (p=0,030), dan kenyamanan (p=0,032) dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas PT. MIFA Aceh Barat.
Hasil penelitian ini dapat menjelaskan bahwa penggunaan alat pelindung diri (APD)
khususnya masker pada pekerja saat bekerja sangat ditentukan oleh faktor internal
pekerja itu sendiri, diluar faktor lain yang juga ikut memberikan andil pada pekerja
dalam menggunakan alat pelindung diri sesuai dengan standar kerja, sehingga perlu
kesadaran dari pekerja itu sendiri untuk dapat berkerja sesuai dengan standar
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang telah ditetapkan pemerintah.
Kata Kunci : Pengetahuan, Sikap, Alat Pelindung Diri, Masker, Batubara
viii
ABSTRACT
Dede Kahiruddin. Factors the use of Mask Personal Protective Equipment (PPE)
On Field of Port Operation and TransshipmentOfficer at PT. MIFA, Aceh Barat,
2015.
Improving the health and safety of workers is hazards control by using personal
protective equipment (PPE) with work occupational standard health and safety
program. But at this time, frequently encountered workers who are less concerned
about the importance of personal protective equipment for themselves and others.
There are several personal factors with the use of Mask Personal Protective
Equipment (PPE) ; knowledge ; attitude ; education ; age ; years of service; and
comfort.
The objective of this research was to find out the correlation between factors the use
of mask Personal Protective Equipment (PPE) On Field of Port operation and
TransshipmentOfficer at PT. MIFA Aceh Barat. The design of this research was
descriptive correlatif with cross sectional study.The sample was selected by using a
total sampling technique, resulting in the selection of 33 respondents. The instrument
of data collection was a set of questionnaires. The data were analysed by using a Chi-
Square Test.
Based on bivariate analysis, it was found that there was a significant correlation
between knowledge (p = 0.030), attitude (p = 0.024), age (p = 0.049), education (p =
0.004), age (p = 0,030 ), and comfort (p = 0.032) with the use of mask personal
protective equipment (PPE) On Officer at PT. MIFA, Aceh Barat.
Results of this study are expected to information for the PT. MIFA to use personal
protective equipment on during works. Controlling by supervisior from management
to use of personal protective equipment on officier its very important.
Keyword : Knowledge, Attitude, Personal protective equipment, Mask, Coal
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan skripsi penelitian yang berjudul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Pada
Petugas Bagian Port Operation dan Transshipment PT. Mifa Aceh Barat Tahun
2015”. Skripsi ini untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam meraih deraja
Sarjana Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar.Selama penyusunan
skripsiini, banyak masukan dan saran yang membangun yang penulis dapatkan,
untuk itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Dr. Prof. Jasman J. Ma’ruf, MBA selaku Rektor Universitas Teuku Umar
Meulaboh.
2. Ibuk Ir.Yuliantul Muslimah. MP selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar Meulaboh.
3. Ibu Teungku Nih Farisni, SKM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku Umar Meulaboh.
4. Bapak Jun Musnadi Is, SKM., M.Kesselaku pembimbing I dan Ibu Fitriani,
SKM., M.Kes selaku pembimbing II yang telah meluangkan waktu dalam
membimbing penulis dalam menyusun skripsi ini.
5. Bapak Fakhrurradhi Luthfi, SKM, M.Kesselaku penguji I dan Bapak Hasrah
Junaidi, SKM., M.Kes selaku penguji II yang telah memberi kritik dan saran
yang konstruktif demi kesempurnaan skripsi ini.
6. Keluarga tercinta yang selalu mendoakan dan memberikan dukungan baik moril
maupun materil dalam penyusunan skripsiini.
x
7. Serta rekan-rekan mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar, yang telah memberikan dukungan dalam penyusunan skripsiini.
Kritik dan saran yang membangun yang telah diberikan dari seluruh pihak
sangat penulis harapkan, untuk dapat menjadikan skripsiini lebih baik dan
dipertanggungjawabkan.Akhir kata kepada Allah SWT lah penulis menyerahkan diri
karena tidak satu pun yang terjadi di muka bumi ini kecuali atas kehendak-Nya.
Meulaboh, Agustus 2015
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................... v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi
ABSTRAK ....................................................................................................... vii
ABSTRAC ....................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... ix
DAFTAR ISI...................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1
1.1 Latar Belakang .......................................................................... 1
1.2 Rumasan Masalah ..................................................................... 4
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................... 4
1.4 Hipotesa Penelitian ..................................................................... 5
1.5 Manfaat Penelitian...................................................................... 6
BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN ........................................................ 7
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja ............................................. 7
2.2 Manajemen Bahaya Kerja .......................................................... 14
2.3 Alat Pelindung Diri (APD) ........................................................ 20
2.4 Alat Pelidung diri Masker .......................................................... 22
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penggunaan Masker ........... 25
2.6 Debu Batubara............................................................................ 37
2.7 Kerangka Teori ......................................................................... 45
2.8 Kerangka Konsep ....................................................................... 45
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..................................................... 46
3.1 Desain Penelitian ........................................................................ 46
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................... 46
3.3 Populasi dan Sampel .................................................................. 46
3.4 Metode Pengolahan Data ............................................................ 47
3.5 Jenis dan Sumber Data ............................................................... 48
3.6 Defenisi Operasional .................................................................. 48
3.7 Aspek Pengukuran Data ............................................................. 49
3.8 Analisa Data ............................................................................... 50
xii
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 51
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ........................................... 51
4.2 Hasil Penelitian .......................................................................... 52
4.3 Pembahasan ............................................................................... 64
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................... 77
5.1 Kesimpulan ............................................................................... 77
5.2 Saran .......................................................................................... 78
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Definisi operasional .................................................................... 40
Tabel4.1 Distribusi frekuensi data demografi responden di PT. MIFA
Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ................................................... 53
Tabel4.2 Distribusi frekuensi pengetahuanresponden terhadap
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker di PT. MIFA
Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ................................................... 54
Tabel4.3 Distribusi frekuensi sikapresponden terhadap penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Masker diPT. MIFA Aceh Barat Tahun
2015 (n=35) ................................................................................ 54
Tabel4.4 Distribusi frekuensi umurresponden terhadap penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) Masker diPT. MIFA Aceh Barat Tahun
2015 (n=35) ................................................................................ 55
Tabel4.5 Distribusi frekuensi tingkat pendidikanresponden terhadap
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker di PT. MIFA
Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ................................................... 55
Tabel4.6 Distribusi frekuensi masa kerjaresponden terhadap penggunaan
Alat Pelindung Diri (APD) Masker diPT. MIFA Aceh Barat
Tahun 2015 (n=35) ...................................................................... 56
Tabel4.7 Distribusi frekuensi kenyamananresponden terhadap
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker diPT. MIFA
Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ................................................... 56
Tabel4.8 Distribusi frekuensi penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada responden bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) .......... 57
Tabel4.9 Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ........... 58
Tabel4.10 Hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ........... 59
xiv
Tabel4.11 Hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ........... 60
Tabel4.12 Hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker pada petugas bagian Port
Operation dan TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015
(n=35) ......................................................................................... 61
Tabel4.13 Hubungan masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ........... 62
Tabel4.14 Hubungan kenyamanan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35) ........... 63
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Teori ...................................................................... 45
Gambar 2.2 Kerangka Konsep................................................................... 45
Gambar 4.1 Peta Wilayah PT. MIFA Aceh Barat ...................................... 52
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Rencana Jadwal Kegiatan Penelitian
Lampiran 2 Rencana Anggaran Biaya (RAB) Penelitian
Lampiran 3 Lembaran Permohonan Menjadi Responden
Lampiran 4 Lembaran Persetujuan Menjadi Responden
Lampiran 5 Lembar Kuesioner Penelitian
Lampiran 6 Master tabel hasil penelitian
Lampiran 7 Hasil Penelitian
Lampiran 8 Surat Izin Pengambilan Data dari Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Teuku Umar
Lampiran 9 Surat Izin Pengambilan Data dari PT. MIFA Aceh Barat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Katman (2008) keselamatan dan kesehatan kerja merupakan
suatu sikap berfikir yang menghasilkan suatu lingkungan kerja yang menjadi
bagian terpadu pada setiap prosedur yang dijalankan oleh perusahaan atau
instansi kerja. Tujuan dari program keselamatan dan kesehatan kerja yaitu untuk
melindungi tenaga kerja atas hak keselamatannya dan kesehatannya dalam
melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
serta produktivitas nasional, menjamin keselamatan setiap orang lain yang ada di
tempat kerja dan sumber produksi dipelihara serta dipergunakan secara aman
dan efesien.
Tujuan pendidikan pembinaan kesehatan dan keselamatan kerja adalah
tercipatanya keamanan dan kenyamanan hidup sehat bagi setiap penduduk untuk
mewujudkan terciptanya derajat kesehatan yang optimal. Selain itu, tujuan lain
dari pendidikan pembinaan kesehatan dan keselamatan kerja adalah untuk
menjadikan masyarakat sehat sehinga dapat meraih cita-cita yang diimpikan.
Kesehatan adalah kondisi yang bukan hanya terbebas dari penyakit, cacat dan
kelemahan, tetapi juga kondisi yang positif dari kesejahteraan fisik, mental dan
sosial yang dapat mendukung seseorang hidup produktif(Katman, 2008).
Program kesehatan kerja juga meliputi kesehatan para buruh dan pekerja
pabrik lainnya dikarenakan Indonesia adalah negara dengan tingkat kesadaran
yang sangat rendah dalam hal program kesehatan dan keselamatan
2
kerja.Terbukti masih tingginya angka kecelakaan kerja dan keracunan kerja yang
dihadapi para pekerja di negara ini baik secara langsung maupun tidak
langsung.Salah satu yang mempengaruhi kesehatan pekerja adalah kualitas
lingkungan tempat pekerja.Dimana, kualitas lingkungan merupakan resultan
kualitas daya dukung yang harus menjadi prioritas utama dalam meningkat
keselamatan, keamanan serta kesehatan pekerja(Harrianto, 2009).
Salah satu upaya untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja yaitu dengan pegendalian bahaya-bahaya lingkungan kerja baik secara fisik
maupun kimia, sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang sehat, aman, dan
nyaman.Diantara gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja, debu merupakan
salah satu sumber gangguan yang tak dapat di abaikan.Dalam kondisi tertentu,
debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan
kerja, gangguan penglihatan, gangguan fungsi faal paru, bahkan dapat
menimbulkan keracunan umum(Depkes, 2003).
Salah satu cara dalam menanggulangi terjadinya gangguan saluran
pernafasan atau keracunan akibat debu di lingkungan tempat berkerja adalah
dengan menggunakan alat pelindung diri (APD) berupa masker. Masker
merupakan salah satu APD yang paling utama untuk digunakan oleh petugas
dengan tingkat paparan debu tinggi seperti petugas pertambangan batu bara.
Pemakaian APD masker untuk melindungi saluran pernafasan dari paparan debu
sebenarnya sangat praktis dalam pelaksanaannya, akan tetapi, praktik di
lapangan sangat sulit diterapkan. Hal ini dikarenakan beberapa faktor, terutama
faktor manusianya sendiri (internal). Selain itu, aspek perilaku pekerja yang
3
terkait dengan kedisiplinan penggunaan masker masih sangat minim (Budiono,
2003).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Damayanti (2007) tentang ”hubungan
penggunaan masker dengan gambaran klinis, faal paru dan foto toraks pekerja
terpajan debu semen” yang dilakukan pada 182 responden didapatkan bahwa
Kelompok dengan kebiasaan menggunakan masker yang buruk mempunyai nilai
faal paru yang lebih rendah pada 34,5% pekerja dibandingkan kelompok dengan
kebiasaan menggunakan masker yang baik pada 27,6%.
Salah satu tempat lingkungan kerja dengan tingkat keterpaparan debu yang
sangat tinggi adalah di area PT.Mifa. PT.Mifa merupakan perusahaan yang
bergerak dibidang pertambangan di wilayah Aceh Barat, khususnya untuk hasil
pertambangan batu bara. Debu yang berasal dari batu bara merupakan salah satu
penyebab gangguan kesehatan bagi petugas lapangan yang secara langsung
dapat terpapar dengan debu hasil batu bara, terutama bila tidak dilengkapi
dengan APD yang baik dan benar.
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan, diketahui beberapa
alat pelindung diri sesuai dengan standar prosedur operasional (SOP) PT. MIFA
mencakup helm, kacamata safety, sepatu safety, rompi dan sarung tangan.
Adapun alat pelindung yang sering digunakan di area kerja mencakup sepatu,
masker kain, masker 3M, rompi dan helm. Adapun berdasarkan observasi
penulis dilapangan pada 6 petugas PT. Mifadiketahui petugasnya menggunakan
alat pelindung yang digunakan yaitu helm, sepatu, rompi, dan masker.
Berdasarkan hasi wawancara diketahui terkait dengan masalah kesehatan
yang sering dialami oleh petugas PT. MIFA selama bertugas dilapangan yang
4
langsung berhubungan dengan paparan debu dari batu bara diketahui petugas
saat berkerja sering mengalami rasa sesak pada saat bernafas, batuk, dan juga
pusing karena terkena paparan debu dari hasil batu bara. Adapun untuk
mengantisipasi masalah tersebut biasanya baik itu oleh perusahaan maupun
petugas sendiri, yaitu mengantipasi dengan menggunakan masker.
Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang ”Faktor - faktor yang berhubungan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat tahun 2015.”
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui apa
saja faktor – faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD masker pada
petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat Tahun
2015.
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
1.3.2. Untuk mengetahui hubungan sikap petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
1.3.3. Untuk mengetahui hubungan umur petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
1.3.4. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendididkan petugas bagian Port
Operation dan TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
5
1.3.5. Untuk mengetahui hubungan masa kerja petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
1.3.6. Untuk mengetahui hubungan kenyamanan petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa dengan pengunaan APD masker.
1.4 Hipotesa Penelitian
1.4.1 Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan APD
masker pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa
Aceh Barat tahun 2015.
1.4.2 Ho : Tidak ada hubungan antara sikap dengan penggunaan APD masker
pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa Aceh
Barat tahun 2015.
1.4.3 Ho : Tidak ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan
APD masker pada petugas bagian Port Operation dan
TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat tahun 2015.
1.4.4 Ho : Tidak ada hubungan antara umur dengan penggunaan APD masker
pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa Aceh
Barat tahun 2015.
1.4.5 Ho : Tidak ada hubungan antara masa kerja dengan penggunaan APD
masker pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa
Aceh Barat tahun 2015.
1.4.6 Ho : Tidak ada hubungan antara kenyamanan dengan penggunaan APD
masker pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. Mifa
Aceh Barat tahun 2015.
6
1.5 Manfaat penelitian
1.5.1 Sebagai tambahan informasi dan masukan pada PT. Mifa terkait tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi petugas tidak menggunakan APD masker
di area lingkungan kerja.
1.5.2 Sebagai bahan masukan untuk dapat meningkatkan kualitas keselamatan dan
kesehatan kerja bagi petugas di lingkungan kerja.
1.5.3 Sebagai informasi untuk dapat membantu mengurangi dan mencegah masalah
kesehatan pada pertugas akibat keterpaparan debu hasil pertambangan batu
bara baik secara langsung maupun tidak langsung.
1.5.4 Sebagai referensi dukungan untuk penelitian yang lebih komprehensif terkait
dengan faktor-faktor penggunaan APD masker pada petugas yang beresiko
tinggi terpapar oleh bahan-bahan yang dapat mengganggu saluran
pernapasan.
1.5.5 Melatih diri untuk bisa berpikir secara ilmiah dalam menemukan dan
menganalisi masalah berdasarkan teori maupun pengetahuan yang didapat di
bangku perkuliahan, serta menambah wawasan ilmu khususnya bidang
kesehatan dan keselamatan kerja.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Keselamatan dan Kesehatan Kerja
2.1.1 Pengertian dan Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Menurut Katman (2008) keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu sikap
berfikir yang menghasilkan suatu lingkungan kerja yang merupakan bagian terpadu
pada setiap prosedur yang dijalankan oleh suatu perusahaan atau instansi kerja.
Tujuan dari program keselamatan dan kesehatan kerja yaitu untuk melindungi tenaga
kerja atas hak keselamatannya dan kesehatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional,
menjamin keselamatan setiap orang lain yang ada di tempat kerja dan sumber
produksi dipelihara serta dipergunakan secara aman dan efesien.
Adapun sasaran dari program keselamatan dan kesehatan kerja berdasarkan
undang – undang keselamatan dan kesehatan kerja (UU K3) No. 1 tahun 1970 adalah
sebagai berikut (Katman, 2008) :
1. Untuk menjaga kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan tiap orang pada saat
berkerja.
2. Untuk melindungi setiap orang saat berkerja terhadap resiko yang dapat
mengancam keselamatan dan kesehatan pekerja pada saat bekerja.
3. Membantu menjaga keselamatan dan kesehatan lingkungan kerja.
4. Mengurangi tiap sumber yang dapat menimbulkan kecelakaan, gangguan
kesehatan dan kesejahteraan pekerja pada saat bekerja.
8
5. Menyediakan kebutuhan pekerja, perusahaan atau asosiasi yang mewakili
pekerja dan perusahaan dalam merumuskan dan mewujudkan standar
keselamatan dan kesehatan kerja.
2.1.2 Penanggung Jawab Pelaksana Keselamatan dan Kesehatan Kerja
1. Tanggung jawab perusahaan atau instansi kerja
Perusahaan atau instansi kerja dituntut menyediakan dan memelihara sejauh
mana yang dapat dilakukan untuk pekerja suatu lingkungan kerja yang aman tanpa
resiko terhadap keselamatan maupun kesehatannya. Disamping itu, perusahaan atau
instansi kerja juga mempunyai kewajiban khusus yang perlu untuk ditaati dan
dilakukan seperti menjalankan tata tertib pada perusahaan. Sedangkan kewajiban
umumnya antara lain adalah (Katman, 2008) :
a. Melakukan pelaksanaan umum terhadap undang-undang keselamatan dan
kesehatan kerja yang berlaku.
b. Memeriksa kesehatan umum para pekerja yang meliputi kesehatan fisik dan
mental.
c. Pemeriksaan kesehatan para perkerja secara berkala.
d. Memberikan penjelasan dan menunjukkan kepada petugas baru mengenai yaitu
kondisi dan bahaya yang dapat timbul di tempat kerja, semua tentang
pengamanan dan lat pelindung yang diharuskan di tempat kerja, alat pelindung
diri (APD) bagi pekerja yang bersangkutan, dan cara dan sikap aman dalam
melaksanakan tugas.
e. Melakukan pembinaan pada para pekerja dalam pencegahan dan pemberantasan
kecelakaan serta peningkatan keselamatan dan kesehatan saat pemberian
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K).
9
f. Memenuhi dan mentaati semua syarat dan ketentuan yang berlaku bagi usaha
dan tempat kerja yang dijalankannya.
g. Melaporkan setiap kecelakaan yang terjadi di tempat kerja kepada pejabat yang
ditunjuk oleh pemerintah.
h. Menempatkan semua syarat keselamtan kerja yang diwajibkan dalam satu buku
undang – undang keselamatan dan kesehatan kerja beserta peraturan
pelaksanaannya di tempat kerja atau di tempat – tempat yang mudah terlihat dan
terbaca serta menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli keselamatan kerja.
i. Memasang semua poster atau gambar keselamatan kerja yang diwajibkan di
tempat kerja dan semua bahan pembinaan lainnya pada tempat – tempat yang
mudah terlihat dan terbaca serta menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli
keselamatan kerja.
j. Menyediakan secara cuma – cuma alat pelindungan diri bagi pekerja dan orang
lain yang memasuki tempat kerja beserta petunjuk – petunjuk yang diperlukan
menurut petunjuk pekerja pengawas atau ahli keselamatan kerja.
k. Pengaturan sistem keamanan kerja dalam hubungannya dengan tanaman dan zat
kimia (seperti toksik, debu dan serat).
l. Penyediaan lingkungan kerja yang aman (seperti pengendalian tingkat bising dan
getaran).
m. Penyediaan fasilitas kesejahteraan yang memadai (seperti lokasi membersihkan
diri, tempat penyimpanan barang, tempat makan/kantin, dan sebagainya).
n. Penyediaan tempat yang memadai untuk informasi bahaya yang sesuai dengan
instruksi latihan dan pengamatan para pekerja yang dapat memberikan rasa
keamanan kerja.
10
Para pengusaha atau pejabat yang berwenang terhadap pekerja tertentu
memberikan upah yang sama untuk pekerja lepas dan para pekerja tetap. Upah
tersebut dapat diperpanjang untuk urusan lebih yang ditentukan oleh perusahaan,
seperti upah pekerja sampingan yang terdapat pada hampir setiap perusahaan dan
beberapa pekerja kontrak yang melakukan jenis pekerjaan yang berbeda. Selanjutnya
perusahaan diminta untuk melakukan hal – hal berikut (Katman, 2008) :
a. Memonitor kesehatan pekerjanya.
b. Menyimpan informasi dan rekaman kesehatan setiap pekerja untuk pemeriksaan
kesehatan dan keselamatan berikutnya.
c. Perusahaan atau penggunaan dapat menggantikan personil dengan kualifikasi
yang sesuai dengan saran yang diberikan sehubungan dengan keselamatan dan
kesehatan para pekerjanya.
d. Personil yang telah terpilih dengan tepat pada tingkat senioritas akan menjadi
wakil anggota di perusahaan pada saat muncul permasalahan keselamatan dan
kesehatan kerja atau pada saat anggota keselamatan dan kesehatan kerja ada
yang menyimpang dari undang – undang yang berlaku.
e. Memonitor keadaan setiap tempat kerja di bawah pengendalian dan pengaturan
perusahaan .
f. Menyediakan informasi untuk para pekerja dengan pemakaian bahasa yang
cocok tentang sikap menghargai pada keselamatan dan kesehatan di tempat kerja
termasuk nama personil yang dibutuhkan mengenai penyelidikan atau
pengaduan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan.
11
2. Tanggung jawab pekerja
Kewajiban para pekerja seperti dinyatakan di bawah ini. Saat bekerja seorang
pekerja wajib (Katman, 2008) :
a. Memberikan keterangan yang benar jika diminta oleh perusahaan atau pegawai
keselamatan kerja pemerintah.
b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan oleh perusahaan.
c. Memenuhi dan mentaati semua syarat keselamatan da kesehatan kerja yang
diwajibkan.
d. Meminta kepada perusahaan agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan
kesehatan kerja yang diwajibkan.
e. Menyatakan keberatan pada pekerjaan yang syarat kesehatan dan keselamatan
kerja serta alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan oleh pekerja yang
bersangkutan, kecuali pada hal –hal khusus yang ditentukan lain oleh perusahaan
dalam batas – batas yang masih dapat dipertanggungjawabkan.
f. Memiliki sikap peduli pada keselamatan dan kesehatan dirinya dan semua orang
yang mungkin dapat terkena dengan bekerja mengikuti aturan di tempat kerja.
g. Bekerjasama dengan perusahaan dengan menghargai tindakan yang diambil oleh
perusahaan untuk diikuti dan dilaksanakan dengan beberapa syarat yang
ditentukan atau dengan hukum yang berlaku.
3. Kewajiban perusahaan dan pekerja
Perusahaan atau instansi kerja harus mengusahakan segala upaya untuk
menyediakan atau menempatkan pekerja kantor untuk menolong pekerja yang
mendapat cedera dan bekerja sama dalam latihan. Pekerja yang cedera harus
mendapatkan perlakuan yang semestinya. Rehabilitasi dan pelatihan pekerjaan yang
12
sesuai keuntungan dapat ditinjau kembali jika upaya yang semestinya sudah tidak
dapat dilakukan (Harriato, 2009).
4. Rehabilitasi
Rehabilitasi ditunjukkan saaat pemulihan sedekat mungkin dengan tempat
yang memungkinkan terjadinya cedera terhadap pekerja baik secara fisik, psikologis,
sosial dan kondisi ekonomi yang dialami sebelum cedera maupun selama menderita
cedera tersebut. Untuk semua fasilitas rehabilitasi disediakan dana untuk tindakan
rehabilitasi seperti konseling psikoterapi, bimbingan bidang jurusan, pelatihan
relaksasi, biro perjalanan, akomodasi dan biaya kehadiran, pelatihan rehabilitasi,
peningkatan kecakapan kerja, atau pelatihan untuk sesuatu yang lain seperti karir,
tempat kerja, kendaraan dan modifikasi rumah, servis peralatan rumah tangga serta
petugas servis yang dipanggil (Katman, 2008).
2.1.3 Keselamatan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja
Perlindungan tenaga kerja meliputi aspek – aspek yang cukup luas, yaitu
perlindungan dengan keselamatan, kesehatan, pemeliharaan moral kerja serta
perlakuan yang sesuai dengan martabat manusia dan moral agama. Perlindungan
tersebut bermaksud agar tenaga kerja secara aman melakukan pekerjaannya sehari –
hari untuk meningkatkan produksi dan produktivitas nasional (Harriato, 2009)..
Tenaga kerja harus memperoleh perlindungan dari berbagai soal di sekitarnya
dan pada dirinya yang dapat menimpa dan mengganggu dirinya serta pelaksanaan
pekerjaannya. Dengan demikian jelaslah bahwa keselamatan dan kesehatan kerja
adalah satu segi penting dari perlindungan tenaga kerja. Dalam hubungan ini, bahaya
yang dapat timbul dari alat kerja, bahan dan proses pengolahannya, keadaan tempat
13
kerja, lingkungan, cara melakukan pekerjaan, karakteristik fisik dan mental daripada
pekerjaannya harus sejauh mungkin diberantas atau dikendalikan (Suma’mur, 2009).
2.1.4 Keselamatan Kerja dan Peningkatan Produksi Serta Produktivitas
Keselamatan kerja erat bersangkutan dengan peningkatan produksi dan
produktivitas. Produktivitas adalah perbandingan diantara hasil kerja (out-put) dan
upaya yang dipergunakan (in-put). Keselamatan kerja dapat membantu peningkatan
produksi dan produktivitas atas dasar sebagai berikut (Suma’mur, 2009) :
1. Dengan tingkat keselamatan kerja yang tinggi, kecelakaan – kecelakaan yang
menjadi sebab sakit, cacat dan kematian dapat dikurangi atau ditekan sekecil –
kecilnya, sehingga pembiayaan yang tidak perlu dapat dihindari.
2. Tingkat keselamatan yang tinggi sejalan dengan pemeliharaan dan penggunaan
peralatan kerja secara efesien yang dapat mendukung dalam peningkatan
produksi dan produktivitas kerja yang lebih baik.
3. Pada berbagai hal, tingkat keselamatan yang tinggi menciptakan kondisi –
kondisi yang mendukung kenyamanan serta kegiatan kerja, sehingga faktor
manusia dapat diserasikan dengan tingkat efesiensi yang tinggi pula.
4. Praktek keselamatan tidak bisa dipisahkan dari keterampilan, keduanya berjalan
sejajar dan merupakan unsur esensial bagi kelangsungan proses produksi.
5. Keselamatan kerja yang dilaksanakan sebaik – baiknya dengan partisipasi
pengusaha da buruh akan membawa iklim keamanan dan ketenangan kerja
sehingga membantu bagi hubungan buruh atau tenaga kerja dan pengusaha yang
merupakan landasan kuat bagi terciptanya kelancaran produksi.
14
2.1.5 Latar Belakang Sosial – Ekonomi dan Kultural
Keselamatan dan kesehatan kerja memiliki latar belakang sosial – ekonomi
dan kultural yang sangat luas. Tingkat pendidikan, latar belakang kehidupan yang
luas, seperti kebiasaan hidup sehari – hari, kepercayaan yang dianut dan lain – lain
erat hubungannya dengan pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja. Demikian
juga keadaan ekonomi yang berhubungan dengan permsalahan keselamatan dan
kesehatan kerja tersebut (Harrianto, 2009).
Pada masyarakat yang menjadi salah satu aspek penting pembangunan adalah
bidang ekonomi dan sosial, maka keselamatan dan kesehatan kerja lebih ditampilkan
ke depan. Hal tersebut dikarenakan cepatnya penerapan teknologi dengan segala
seginya termasuk problematik keselamatan dan kesehatan kerja yang sering
menimbulkan banyak permasalahan seperti terjadinya kecelakaan kerja. Oleh karena
itu, keselamatan dan kesehatan kerja harus diterapkan sedini mungkin untuk
mengurangi angka kecelakaan kerja sehingga dengan angka kecelakaan kerja yang
minim, diharapkan dapat membantu dalam peningkatan produksi dan produkstivitas
dalam bekerja (Suma’mur, 2009).
2.2 Manajemen Bahaya Kerja
2.2.1 Pengertian Bahaya Kerja
Bahaya kerja adalah setiap keadaan dalam lingkungan kerja yang berpotensi
untuk terjadinya cedera dan penyakit atau gangguan kesehatan akibat kerja. Beberapa
bahaya kerja tersebut adalah sebagai berikut (Harriato, 2009) :
1. Bahaya kimiawi, meliputi kosentrasi uap, gas atau aerosol dalam bentuk debu
atau fume yang berlebihan di lingkungan kerja. Para pekerja dapat terpajan oleh
15
bahan kimiawi ini dengan cara inhalasi, absorbsi melaluin kulit atau dengan
cara mengiritasi kulit.
2. Bahaya fisik, mencakup kebisingan, vibrasi, suhu lingkungan kerja yang terlalu
ekstrem (terlalu panas/dingin), radiasi dan tekanan udara.
3. Bahaya biologis, seperti serangga, jamur, bakteri, virus, riketsia, klamidia yang
merupakan bahaya biologis yang terdapat di lingkungan kerja. Para pekerja
yang menangani atau memproses sediaan biologis tumbuhan atau hewan,
pengolahan bahan makanan, pengangkut sampah sanitasi
perorangan/lingkungan yang buruk dan kebersihan lingkungan kerja yang tidak
memadai dapat terpajan bahaya biologis ini.
4. Bahaya ergonomis, mencakup desain peralatan kerja, mesin dan tempat kerja
yang buruk, aktivitas mengangkat beban, jangkauan yang berlebihan,
penerangang yang tidak memadai, vibrasi, gerakan berulang – ulang secara
berlebihan dengan atau tanpa posisi kerja yang janggal dapat mengakibatkan
timbulnya gangguan muskuloskeletal pada pekerja.
5. Bahaya psikologis, sepeti komunikasi yang tidak adekuat, konflik antar
personal, konflik dengan tujuan akhir perusahaan, terhambatnya
pengembangan pribadi, kurangnya kekuasaan atau sumber daya untuk
penyelesaian masalah pekerjaan, beban tugas yang terlalu padat atau sangat
kurang, kerja lembur atau shift malam, lingkungan tempat kerja yang kurang
memadai dapat menimbulkan bahaya psikologis di tempat kerja.
2.2.2 Manajemen Bahaya Kerja
Manajemen ancaman bahaya kerja adala suatu proses interaksi yang
digunakan oleh organisasi tempat kerja untuk mengindentifikasi, mengevaluasi dan
16
menanggulangi bahaya di tempatnya guna mengurangi resiko akibat bahaya tersebut.
Jadi, manajemen bahaya kerja merupakan suatu alat yang bila digunakan dengan
benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman, bebas dari ancaman bahaya
di tempat kerja. Tahapan manajemen bahaya kerja antara lain adalah sebagai berikut
(Harrianto, 2009) :
1. Identifikasi bahaya kerja
Identifikasi bahaya kerja merupakan suatu proses yang dilaksanakan untuk
mendeteksi adanya ancaman bahaya di tempat kerja. Langkah ini merupakan hal
yang paling pertama dilakukan dalam manajemen bahaya kerja sebelum evaluasi
yang lebih mendetail dilaksanakan. Bahaya kerja meliputi pengukuran kasar bahaya
di lingkungan kerja. Penelitian tata laksana penyimpanan zat kimia, penelitian
proses, mesin dan peralatan kerja, serta inspeksi tempa kerja (walk – through survey)
dibutuhkan untuk mengidentifikasi para pekerja yang terpajan ancaman bahaya kerja.
2. Evaluasi bahaya kerja
Evaluasi bahaya kerja adalah suatu proses yang dilaksanakan untuk dapat
menetapkan seberapa besar resiko bahaya kerja yang ditemukan di tempat kerja.
Inhalasi sumber bahaya kerja, seperti debu/uap di udara (airborne contaminant)
merupakan jalan masuk untuk terjadinya intoksikasi sistemik. Oleh karena itu,
pengukuran objektif dosis bahaya kerja yang diterima oleh para pekerja merupakan
komponen penting pada manajemen evaluasi bahaya kerja. Akan tetapi sebaliknya
pada awal tahap ini, tingkat pengendalian pada bahaya kerja serius yang ditemukan
pada tahap indenfikasi bahaya kerja serius yang ditemukan pada tahap identifikasi
bahaya kerja sudah harus dilaksanakan tanpa menunggu pengukuran objektif.
17
Berdasarkan hasil pengukuran objektif yang telah disimpulkan pada tahap
berikutnya dapat diperkirakan akibat yang ditimbulkan oleh bahaya kerja yang
ditemukan, besarnya kemungkinan dan frekuensi terjadinya gangguan kesehatan atau
kecelakaan kerja, serta derajat pemajanan bahaya kerja yang terjadi (Harrianto,
2009).
3. Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja
Penilaian hasil evaluasi bahaya kerja merupakan hasil rangkuman peninjauan
semua faktor yang mengakibatkan bahaya kerja pada manusia. Penilalian ini akan
memberikan fakta dan kemungkinan yang relevan, sehingga memudahkan penetapan
langkah berikutnya dalam pengendalian resiko bahaya kerja. Dengan
mempertimbangkan kriteria resiko masing – masing bahaya kerja dapat ditetapkan
prioritas resiko bahaya kerja sebagai berikut (Harrianto, 2009) :
a. Resiko ringan : kemungkinannya kecil untuk terjadi serta akibat yang
ditimbulkannya ringan maka bahaya kerja ini dapat diabaikan.
b. Resiko sedang : kemungkinannya kecil untuk terjadi tetapi akibat yang
ditimbulkan cukup berat atau sebaliknya, maka perlu pelaksanaan manajemen
resiko khusus.
c. Resiko berat : sangat mungkin terjadi dan akan berakibat sangat buruk, maka
harus dilaksanakan penanggulangan sesegera mungkin.
4. Pencegahan dan pengendalian bahaya kerja.
Pelaksanaan prisnsip – prinsip keselatan dan kesehatan kerja meliputi para
pekerja dan ancaman bahaya tempat kerja. Sebagian besar kecelakaan di tempat kerja
sebenanrnya bukanlah merupakan satu peristiwa tunggal tetapi merupakan rangkaian
peristiwa atau penyebab yang saling berkaitan. Oleh sebab itu, mencegah bahaya
18
atau kecelekaan kerja yang paling efektif adalah dengan menghilangkan rangkaian
penyebab tersebut. Beberapa upaya pencegahan kecelakaan kerja menurut H.W
Heinrich (1931) adalah sebagai berikut (Katman, 2008) :
a. Meningkatkan situasi kerja, seperti melakukan pengendalian manajemen yang
cukup, membuat standar kerja yang maksimum, memenuhi standar kerja, dan
menyediakan perlengkapan yang bermutu baik dan tempat kerja yang
mencukupi.
b. Meniadakan kesalahan manusiawi dengan memaksimumkan keterampilan dan
pengetahuan pekerja, memperbaiki masalah fisik atau mental, memaksimumkan
motivasi pekerja atau menempatkan pekerja pada pekerjaan yang paling sesuai
dengan keahliannya, dan memberikan perhatian yang cukup pada pekerja.
c. Meniadakan tindakan yang ceroboh dengan mengikuti metode kerja yang telah
disepakati, tidak mengambil jalan pintas, dan menggunakan perlengkapan
keselamatan kerja.
d. Meniadakan kecelakaan dengan mengamankan daerah di bawah daerah kerja
jika bekerja di tempat yang tinggi untuk menghindarkan personel lain tertimpa
bahan atau perkakas yang jatuh, memasang pagar – pagar pelindung yang
diberikan oleh personel penggalak keselamatan, dan menggunakan tali kekang
dan sabuk pengaman ketika bekerja di ketinggian.
e. Mengurangi penyebab bahaya dengan menghilangkan bahan kimia yang
berbahaya dari proses dan menghilangkan atau menurunkan tingkat bising mesin
dari tempat sehingga orang dapat bekerja dengan tenang.
f. Mengganti bahan berbahaya dengan menggunakan pembersih yang tidak mudah
terbakar, menggunakan bahan hidralik dan pneumatik sebagai pengganti alat
19
listrik, dan menggunakan alat pengangkat sebagai pengganti pengangkatan
manual.
g. Mengendalikan bahaya, jika bahaya tidak dapat dikurangi atau bahan berbahaya
tidak dapat digantikan cara terbaik berikutnya adalah dengan mengendalikan
sumber bahaya tersebut.
h. Melakukan kerja yang aman dengan membeli polis asuransi untuk keamanan,
melatih para pekerja, engadakan pemutaran giliran kerja, langkah khusus
pencegahan pada bahan kimia dan proses kerja yang berbahaya, dan sistem kerja
untuk meyakinkan keamanan para pekerja
i. Mengunakan alat perlindungan diri
Menggunakan peralatan pelindung diri mungkin dipandang sebagai usaha
terakhir dan hanya dipertimbangkan saat pemeriksaan sebagai langkah pengendalian
yang sesuai. Penggunaan peralatan pelindung diri sering kali dilihat sebagai barang
murah untuk melindungi para pekerja. Meskipun demikian, langkah pengendalian ini
memiliki beberapa masalah dan biasanya diakibatkan perlindungan pekerja yang
tidak memadai (Harrianto, 2009).
Ada beberapa alasan untuk hal itu, antara lain adalah alat pelindung diri
mungkin tidak nyaman untuk dipakai, peralatan perlindungan diri harus cocok
dengan pribadi pekerja, orang yang bertanggung jawab untuk memilih peralatan
perlindungan diri hanya memiliki sedikit atau tidak memilih pengetahuan pentingnya
batas – batas penggunaan alat tersebut, dan pemeliharaan standar sering tidak baik
menjadikan peralatan perlindungan diri tidak dapat dipakai (Harrianto, 2009).
20
2.3 Alat Pelindung Diri (APD)
2.3.1 Pengertian alatpelindung diri
Alat pelindung diri adalah alat yang digunakan oleh para pekerja selama
menjalankan pekerjaan sesuai dengan kriteria pekerjaan masing-masing dengan
maksud dan tujuan untuk melindungi pekerja agar selama bekerja mendapat
kenyamanan dan keselamatan (Suma’mur, 2009).
Peraturan perundangan yang menyangkut pengunaan APD adalah UU No. 1
Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, antara lain mengenai (Suma’mur, 2009) :
1. Kewajiban untuk menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru
tentang semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam
tempat kerja (Pasal 9, ayat 1 b) dan alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang
bersangkutan (Pasal 9. Ayat 1c)
2. Kewajiban memasuki tempat kerja, untuk siapapun wajib mentaati semua
petunjuk keselamatan kerja dan memakai alt-alat perlindungan diri yang
diwajibkan (pasal 13).
3. Kewajiban pengurus untuk menyediakan secar cuma-cuma , semua alat
perlindungan diri yang diwajibkan pada tenaga kerja berada di bawah pimpinan
yang menyediakan bagi setiap orang lain yang memasuki tempat kerja tersebut
(Pasal 14, ayat c).
Alatpelindung diri yang telah dipilih hendaknya memenuhi ketentuan-
ketentuan sebagai berikut (Budiono, 2003) :
1. Harus member perlindungan bagi pemakai dari bahaya yang dihadapi.
2. Harus dapat dipakai secara fleksibel.
3. Tidak mudah rusak
21
4. Harus memenuhi ketentuan dari standar yang ada
5. Tidak terlalu membatasi gerak pekerja yang memakainya
6. Suku cadang harus mudah diperoleh
7. Rasa “tidak nyaman” tidak berlebihan (rasa “tidak Nyaman” tidak mungkin
hilang sama sekali, namun diharapkan masi dalam batas toleransi).
8. Bentuk cukup menarik.
2.3.2 Macam- macam alatpelindung diri
Beberapa jenis alat pelindung diri (APD) bagi pekeerja dapat di bagi menjadi
beberapa macam, yaitu sebagai berikut (Budiono, 2003) :
1. Alatpelindung diri kepala
APD kepala adalah alat pelindung diriyang digunakan pada kepala pekerja
dengan maksut untuk melindungi dari kecelakaan yang mengenai kepala pekerja,
sebagai misal adalah helm atau topi pekerja penyapu jalanan.
2. Alatpelindung diri kepala mata
alat pelindung diri yang digunakan pada mata yang biasanya berhubungan
dengan debu atau cahaya menyakitkan dengan maksud untuk menyaring udara atau
cahaya yang kotor. Perlindungan mata sangat cocok untuk bermacam-macam
bahaya, tetapi jenis terbatas sesuai dengan pembuatannya. Adapun contoh lainalat
pelindung diri mata adalah kaca mata biasa yang dapat mengurangi radiasi atau sinar
yang membahayakan pada saat bekerja.
3. Alat pelindung diritangan
alat pelindung diritangan yang digunakan pada pekerja bertujuan untuk
melindungi tangan dari bahan-bahan berbahaya, beracun maupun kecelakaan kerja
22
yang dapat mengakibatkan cacat pada tangan para pekerja. Contoh alat pelindung
diri tangan adalah sarung tangan (hand skun).
4. Alat pelindung diri kaki
alat pelindung diriyang digunakan pada kaki dan biasanya digunakan oleh
para pekerjapenambangan atau petugas sampah dengan tujuan mengurangi bakteri
atau jamur yang dapat mengakibatkan penyakit pada kaki pekerja.
5. Alat pelindung diri Masker.
alat pelindung diri masker yang digunakan pada muka khususnya oleh para
pekerja dan dipakai dengan maksud untuk pekerja dari gas, uap, debu. Alat
pelindung pernafasan dapat berupa masker atau alat respirator yang dapat digunakan
sekali pakai sesuai debu yang berada di lingkungan tempat kerja.
6. Alat pelindung diri telinga.
alat pelindung diri yang digunakan oleh para pekerja untuk mengurangi
kebisingan yang memaparnya atau mengakibatkan ketulian, misalnya penggunaan
alat pelindung diri telinga ini adalah sumbatan telinga yang terbuat dari karet elastic
yang dirancang khusus tipe yang dimasukkan (ear plug), tipe tertutup (the muff type).
2.4 Alat Pelindung DiriMasker
2.4.1 Pengertian alat pelindung diri masker
Alat pelindung diri masker adalah alat yang terbuat dari kain kasa lembut dan
mempunyai tali dikedua sisinya yang dipakai dihidung dan mulut dan berguna untuk
menyaring debu atau partikel kecil lainnya (Soedjono, 2005).
23
1. Masker penyaring debu
Masker yang digunakan untuk menyaring dan menangkal partikel debu
pengamplasan atau penggergajian dan pengamplasan kayu.Penggunaan maker ini
sangat mudah dan murah karena terbuat dari kain kasa ringan dan dapat dipakai lagi
setelah dicuci dengan sabun pembersih.
2. Masker berhidung
Masker ini dapat menyaring debu sampai 0,5 mikron, apabila sudah sulit
bernafas maka disarankan untuk melepasnya, karena filter telah rusak atau
kebanyakan debu. Masker berhidung digunakan pada lingkungan yang menggunakan
bahan kimia berbahaya.Masker berhidung dapat disebut juga dengan respirator.
Respirator adalah alat yang bekerja dengan menarik udara yang dihirup melalui suatu
medium yang akan membuang sebagian kontaminan (Harrianto, 2009).
Jenis respirator yang sering dijumpai adalah respirator sekali pakai dan
respirator separuh masker. Respirator sekali pakai dibuat dari bahanfilter dan sangat
cocok untuk debu berukuran pernafasan. Bagian muka alat tersebut bertekanan
negatif karena paru menjadi daya penggeraknya. Sedangkan respirator separuh
masker adalah alat respirator yang dibuat dari karet atau plastik dan dirancang
menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge filter yang dapat diganti dan
sangat cocok untuk debu, gas, dan uap. Bagian muka bertekanan negatif karena
hisapan dari paru (Harrington, 2004).
3. Masker bertabung
Masker ini lebih baik dari pada masker berhidung, karena dilengkapi dengan
tabung oksigen akan tetapi sangat dirasa tidak nyaman saat memakainya karena
24
terlalu besar dan tabung yang dipakai biasanya mempengaruhi apa-apa yang
terkandung didalam tabung tersebut (Soedjono, 2005).
Adapun masker untuk mengurangi debu dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Masker sekali pakai
Pemakaian masker sekali pakai biasanya digunakan pada intensitas debu yang
sangat banyak dan mengandung racun.Masker ini tidak dapat dicuci dan harus
dibuang.
b. Masker berulang kali pakai
Masker jenis ini dapat dilakukan perawatan berkala dengan mencuci dan
mengeringkannya sebelum dipakai lagi. Masker berulang kali pakai biasanya
digunakan pada intensitas debu yang tidak mangandung racun atau tercemar dengan
obat pestisida. Salah satu contohnya adalah masker kain kasa (Soedjono, 2005).
2.4.2 Manfaat alat pelindung diri masker
Pekerja yang menggunakan masker mempunyai keuntungan lebih besar dari
pada tidak menggunakan masker. Keuntungan dalam menggunakan masker adalah
pekerja dapat meminimalkan paparan dan keracunan debu yang masuk ke saluran
pernafasan pekerja serta memberikan keuntungan masa kerja lebih panjang karena
pekerja terindar dari paparan debu beracun yang dapat meracuni tubuh atau bahkan
mematikan (Soedjono, 2005).
2.4.3 Akibat pekerja apabila tidak menggunakan alat pelindung diri masker
Dampak pekerja apabila pada saat bekerja tidak menggunakan masker maka
akan terpapar debu atau timbal dari hasil penyapuan maupun dari hasil pembuangan
kendaraan bermotor. Kondisi seperti ini dapat mengakibatkan gangguan kesehatan
antara lain (Soedjono, 2005) :
25
1. Gangguan kesehatan pada organ paru.
Alat fisiologis tubuh yang mengatur kapasitas pernafasan adalah paru-paru,
apabila paru-paru ini tergangu oleh benda asing atau debu benda asing maka
seseorang akan terjadi sakit pada saluran pernafasan tersebut. Debu dari hasil
penyapuan sangat berbahaya karena partikelnya yang sangat kecil dan tajam, apabila
terhirup atau masuk kedalam tubuh kita dan nantinya akan menempel atau tertancap
di paru-paru dapat mengakibatkan kanker atau karsinoma paru.
2. Gangguan kesehatan pada syaraf yang diakibatkan oleh debu
Salah satu fungsi tubuh yang mengatur dan mempunyai kualitas gerak dan
selanjutnya menjadi pusat dari organ-organ lainnya adalah syaraf. Apabila syaraf kita
tercemar oleh debu maka terjadi kemunduran aktifitas iritasi sensorik ,hal ini dapat
terjadi jika tidak segera ditanggulangi maka mengakibatkan selaput radang yang
terkena iritasi.
3. Transfor oxygen oleh hemoglobin terganggu akibat debu
Oksigen yang telah kita hirup dari udara selanjutnya diedarkan keseluruh
tubuh kita dengan perantara darah yaitu hemoglobin. Debu dapat menghambat proses
tersebut apabila masuk kedalam tubuh kita (Ahmad 2003). Debu, aerosol dan gas
iritan kuat menyebabkan batuk/spasme laring (penghentian pernafasan). Apabila zat-
zat itu menembus ke dalam paru-paru dapatterjadi bronchitis toksik, edema paru atau
pneumonitis.
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan Masker
Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat pelindung diri masker
adalah sebagai berikut (Suma’mur, 2009) :
26
2.5.1 Faktor lingkungan
1. Debu
Debu adalah partikel yang disebabkan oleh kekuatan – kekuatan alami atau
mekanis seperti pengolahan, penghancuran, penghalusan, baik bahan organik
maupun anorganik misal kayu, biji logam, arang batu dan sebagainya. Debu dapat
dibagi dalam beberapa kelompok berdasarkan jenis agennya yang menyebabkan
gangguan saluran pernafasan (Suma’mur, 2009) :
a. Debu Inert adalah debu yang efek utamanya adalah peningkatan beban
pembersihan bronco pulmonary. Hal ini menyebabkan menaiknya sekresi mucus,
transport bronchial melalui ekspolarasi dan mengakibatkan gangguan dahak.
Contoh debu ini adalah debu sisa penghalusan atau pengamplasan kayu.
b. Debu Fibrogenik, debu ini merusak daerah perifer paru-paru, umunya partikel
fibrogenik yang masuk paru-paru dibersihkan sebagian dan diendapkan pada
kelenjar-kelenjar limfe hilusi.
c. Debu Iritan kimia, paparan jangka panjang terhadap berbagai bahan kimia iritan
dapat mengakibatkan gejala bronkus seperti batuk.
d. Debu Alergen, debu ini meliputi bahan organic yang berasal dari binatang atau
tumbuhan. Debu ini dapat bermanifestasi sebagai serangan alveolitis dengan
demam dan infiltrasi paru.
e. Debu Karsinogen, debu asbes dan uranium adalah cuntoh terbaik dari
agenpenyebab yang ditemukan ditempat kerja. Sifat karsinogenik agen yang
ditemukan ditempat kerja dapat dideteksi dengan penelitian epidemiologi.
Debu kerap dapat kita lihat dan beberapa macam gas bias kita ketahui dari
baunya. Untuk mencegah masuknya kotoran tersebut, kita dapat menggunakan
27
masker.Menggunakan masker ini sedikit kita harus mengetahui bagaimana
manggunakan dengan baik, macam masker sesuai dengan paparan yang dihadapidan
lamanya menggunakan alat tersebut. (Soedjono, 2005)
2. Timbal (Pb)
Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam bahasa
ilmiahnya adalah Plumbum (Pb).Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-
logam golongan IV–A pada tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom
(NA) 82 dengan bobot atau berat (BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna
kelabu kebiruan dan lunak dengan titik leleh 327°C dan titik didih 1.620°C. Pada
suhu 550 - 600°C Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara
membentuk timbal oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II).
Walaupun bersifat lunak dan lentur, timbal sangat lapuh dan mengkerut pada
pendinginan, sulit larut dalam air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) dapat
larut dalam asam nitrit, asam asetat dan asam sulfat pekat (Palar, 2004).
Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya
sebagai berikut (Fardiaz, 2002):
a. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair
dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.
b. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai
bentuk.
c. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan
pelindung jika kontak dengan udara lembab.
d. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk
mempunyai sifat berbeda dengan timbal (Pb) yang murni.
28
e. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali
emas dan merkuri.
Timbal yang terdapat dijalan raya berasal dari sisa pembuangan pembakaran
kenderaan bermotor. Timbal, atau Tetra Etil Lead (TEL) yang banyak pada bahan
bakar terutama bensin, diketahui bisa menjadi racun yang merusak sistem
pernapasan, sistem saraf, serta meracuni darah. Penggunaan timbal (Pb) dalam bahan
bakar semula adalah untuk meningkatkan oktan bahan bakar. Penambahan
kandungan timbal (Pb) dalam bahan bakar, dilakukan sejak sekitar tahun 1920-an
oleh kalangan kilang minyak (Fardiaz, 2002).
Tetra Etil Lead (TEL) selain meningkatkan oktan, juga dipercaya berfungsi
sebagai pelumas dudukan katup mobil (produksi di bawah tahun 90-an), sehingga
katup terjaga dari keausan, lebih awet, dan tahan lama. Penggunaan timbal (Pb)
dalam bensin lebih disebabkan oleh keyakinan bahwa tingkat sensitivitas timbal (Pb)
tinggi dalam menaikkan angka oktan. Setiap 0,1 gram timbal (Pb) perliter bensin,
menurut ahli tersebut mampu menaikkan angka oktan 1,5 sampai 2 satuan. Selain itu,
harga timbal (Pb) relatif murah untuk meningkatkan satu oktan dibandingkan dengan
senyawa lainnya (Santi, 2001).
Hasil pembakaran dari bahan tambahan (aditive) timbal (Pb) pada bahan
bakar kendaraan bermotor menghasilkan emisi timbal (Pb) inorganik. Logam berat
timbal (Pb) yang bercampur dengan bahan bakar tersebut akan bercampur dengan oli
dan melalui proses di dalam mesin maka logam berat timbal (Pb) akan keluar dari
knalpot bersama dengan gas buang lainnya (Sudarmaji, 2006).
Kandungan zat timbal yang terdapa di udara mempunyai pengaruh bagi
kesehatan manusiadiantaranya adalah sebagai berikut (Fardiaz, 2002) :
29
a. Gangguan neurologi
Gangguan neurologi (susunan syaraf) akibat tercemar oleh timbal (Pb) dapat
berupa encephalopathy, ataxia, stupor dan coma.Pada anak-anak dapat menimbulkan
kejang tubuh dan neuropathy perifer.
b. Gangguan terhadap fungsi ginjal.
Logam berat timbal (Pb) dapat menyebabkan tidak berfungsinya tubulus
renal, nephropati irreversible, sclerosis vaskuler, sel tubulus atropi, fibrosis
dan sclerosis glumerolus.Akibatnya dapat menimbulkan aminoaciduria dan
glukosuria, dan jika paparannya terus berlanjut dapat terjadi nefritis kronis.
c. Gangguan terhadap sistem reproduksi.
Logam berat timbal dapat menyebabkan gangguan pada sistem reproduksi
berupa keguguran, kesakitan dan kematian janin.Logam berat timbal (Pb)
mempunyai efek racun terhadap gamet dan dapat menyebabkan cacat
kromosom.Anak-anak sangat peka terhadap paparan timbal di udara.
Paparan timbal dengan kadar yang rendah yang berlangsung cukup lama dapat
menurunkan IQ.
d. Gangguan terhadap sistem hemopoitik.
Keracunan timbal (Pb) dapat menyebabkan terjadinya anemia akibat
penurunan sintesis globin walaupun tak tampak adanya penurunankadar zat besi
dalam serum. Anemia ringan yang terjadi disertai dengan sedikit peningkatan kadar
ALA (Amino Levulinic Acid) urine. Pada anak-anak juga terjadi peningkatan ALA
dalam darah. Efek dominan dari keracunan timbal (Pb) pada sistem hemopoitik
adalah peningkatan ekskresi ALA dan CP (Coproporphyrine).
30
Dapat dikatakan bahwa gejala anemia merupakan gejala dini dari
keracunan timbal (Pb) pada manusia. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak -
anak lebih sensitif terhadap terjadinya anemia akibat paparan timbal (Pb). Terdapat
korelasi negatif yang signifikan antara Hb dan kadar timbal (Pb) di dalam darah.
e. Gangguan terhadap sistem syaraf.
Efek pencemaran timbal (Pb) terhadap kerja otak lebih sensitif pada anak-
anak dibandingkan pada orang dewasa. Gambaran klinis yang timbul adalah rasa
malas, gampang tersinggung, sakit kepala, tremor, halusinasi, gampang lupa, sukar
konsentrasi dan menurunnya kecerdasan pada anak dengan kadar timbal (Pb) darah
sebesar 40-80 µg/100 ml dapat timbul gejala gangguan hematologis, namun belum
tampak adanya gejala lead encephalopathy.
Gejala yang timbul pada lead encephalopathy antara lain adalah rasa cangung,
mudah tersinggung, dan penurunan pembentukan konsep. Apabila pada masa bayi
sudah mulai terpapar timbal, maka pengaruhnya pada profil
psikologis dan penampilan pendidikannya akan tampak pada umur sekitar 5-15
tahun. Akan timbul gejala tidak spesifik berupa hiperaktifitas atau gangguan
psikologis jika terpapar timbal (Pb) pada anak berusia 21 bulan sampai 18 tahun
(Sudarmaji, 2006).
2.5.2 Faktor pekerja
1. Pengetahuan (Knowladge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui
panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
31
raba. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan seseorang (overt behavior) (Notoatmodjo, 2007).
Pengetahuan pekerja berbeda-beda antara pekerja satu dengan pekerja yang
lainnya, pengetahuan dapat memberikan nilai positif bagi pekerjaannya. Misalnya,
seseorang pekerja yang memiliki keterbatasan pengetahuan dalam kecerdasan akan
lebih berprestasi bila pekerja tersebut ditempatkan dalam bidang kerja yang bersifat
rutin, namun diprediksikan tidak akan produktif apabila dituntut menyelesaikan
bidang kerja yang memerlukan pemikiran secara konseptual yang mandalam
(Budiono, 2003).
Setelah seseorang mengetahui stimulus atau objek, kemudian mengadakan
penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan
ia akan melaksanakan atau mempraktekkan apa yang diketahui atau
disikapinya/dinilai baik (Notoatmodjo, 2003).
2. Sikap (Atittude)
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk
bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu
perilaku. Sikap masih merupakan reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi
terbuka dan merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan
tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek (Notoatmodjo 2003).
Menurut Hurlock, secara operasional sikap dapat diekspresikan dalam bentuk
kata-kata atau tindakan yang merupakan respon atau reaksi dari sikapnya terhadap
objek tertentu, baik yang berupa orang, peristiwa, situasi dan lain sebagainya. Sikap
32
tidak identik dengan respon dalam bentuk perilaku. Sebagai suatu respon sikap hanya
akan timbul apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki
timbulnya reaksi individu. Sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan dengan dua
hal yaitu suka, setuju yang membawa pada sikap positif (favourable) dan tidak suka,
tidak setuju atau sikap negatif (unfavourable). Sikap bersifat dinamis dan terbuka
terhadap kemungkinan perubahan dikarenakan interaksi individu dengan lingkungan
sekitarnya (Hariyadi, 2003).
Sikap itu merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai
objek atau situasi yang relatif, yang disertai adanya perasaan tertentu, dan
memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respons atau berperilaku
dalam cara yang tertentu yang dipilihnya (Walgito, 2001).
3. Umur
Umur harus mendapat perhatian karena akan mempengaruhi kondisi fisik,
mental, kemauan kerja, dan tanggung jawab seseorang. Menurut teori psikologi
perkembangan, umur pekerja dapat digolongkan sebagai berikut (Hurlock, 2009) :
Remaja akhir : 17-25 tahun
Dewasa awal : 26-35 tahun
Dewasa akhir : 36-45 tahun
Umur pekerja dewasa muda/awal diyakini dapat membangun kesehatannya
dengan cara mencegah suatu penyakit atau menanggulangi gangguan penyakitnya.
Untuk melakukan kegiatan tersebut, pekerja muda akan lebih disiplin menjaga
kesehatannya. Sedangkan pada pekerja tua akan mengalami kebebasan dalam
kehidupan bersosaialisasi, kewajibankewajiban pekerja dewasa tua akan berkurang
terhadap lingkungan sosial dan terhadap kehidupan bersama (Hurlock, 2009).
33
4. Tingkat Pendidikan
Pengertian pendidikan secara harfiah pendidikan adalah segala sesuatu untuk
membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan manusia, jasmaniah, dan
rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah,
untuk pembangunan persatuan dan masyarakat adil dan makmur dan selalu ada
dalam keseimbangan (Sastrohadiwiryo, 2003).
Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan
bentuk-bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, proses
sosial yakni orang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan terkontrol
(khususnya yang datang dari sekolah), sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal. (Munib, 2004).
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 tahun 1989 pasal 12 ayat
(1) tentang sistem pendidikan nasional dijelaskan bahwa jenjang pendidikan yang
termasuk jalur pendidikan sekolah terdiri atas pendidikan dasar, menengah dan
pendidikan tinggi. Pendidikan seseorang dapat mempengaruhi tingkah laku,
kepribadian dalam bermasyarakat maupun bekerja dalam kehidupan sehari – hari.
Semakin tinggi jenjang pendidikan yang seseorang tempuh maka kemungkinan akan
semakin baik pula tingkah laku dan pola berpikirnya (Hadikusumo, 2001).
Adapun pada penelitian ini, dikarenakan tingkat pendidikan petugas PT.
MIFA berada pada kategori tinggi, maka untuk mempermudah pengkategorian
34
penulis membagi tingkat pendidikan responden kedalam dua kelompok yaitu tingkat
pendidikan pada jenjang diploma dan tingkat pendidikan pada jenjang sarjana.
Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa seorang pekerja
yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi maka dalam kegiatan bekerjanya
sehari – hari akan lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai tingkat
pendidikan yang rendah. Pendidikan mempengaruhi prestasi kerja dan hubungan
antar pekerja dengan pekerja yang lain (Notoatmodjo, 2007)
5. MasaKerja
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 2001) bahwa masa kerja adalah jangka waktu orang sudah bekerja pada
suatu kantor, badan, dsb. Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga
kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dapat mempengaruhi kinerja baik positif
maupun negatif. Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila dengan semakin
lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam melaksanakan tugasnya.
Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila dengan semakin lamanya
masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja. Hal ini biasanya terkait
dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan berulang-ulang. Masa kerja
dikategorikan menjadi 3 (tiga) yaitu (Tulus, 2002) :
a. Masa kerja baru : < 6 tahun
b. Masa kerja sedang : 6 – 10 tahun
c. Masa kerja lama : > 10 tahun
Adapun di PT. MIFA yang telah berdiri selama 2 tahun, penulis membagi
masa kerja responden ke dalam 2 kategori yaitu :
a. Baru jika masa kerja responden < 1 tahun
35
b. Lama jika masa kerja responden ≥ 1 tahun
Masa kerja dapat berpengaruh positif dan negatif. Adapun yang
mempengaruhi hal positif adalah seorang pekerja akan semakin terampil dalam
melakukan pekerjaannya, sedangkan yang berpengaruh negatif bagi seorang pekerja
adalah semakin lama terpapar debu pengamplasan di lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatannya terutama pada saluran pernafasan (Tulus, 2002).
Masa kerja dapat memberikan pengaruh yang baik karena semakin lama
pekerja bekerja disuatu tempat tertentu maka semakin berpengalaman dalam
menjalankan pekerjaannya. Masa kerja dapat memberikan hal yang kurang baik
karena semakin lama pekerja bekerja di tempat tertentu akan mengalami kebiasaan
dalam bekerja. Faktor gangguan saluran pernafasan juga dipengaruhi oleh lama
seseorang bekerja dan terpapar dengan debu. (Suma’mur, 2009).
6. Kenyamanan
Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat, terganggu) yang timbul pada saat
menggunakan Alat Pelindung Diri akan mengakibatkan keengganan tenaga kerja
menggunakannya dan mereka memberi respon yang berbeda-beda. Alasan pekerja
tidak mau memakai adalah tidak sadar/tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak
dipakai, tidak enak dipandang, berat, mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan
bahaya yang ada, tidak ada sangsi, dan atasan juga tidak memakai (Budiono, 2003 ;
Santoso, 2003).
Pemakaian masker sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap tenaga
kerja. Terjadinya perubahan perilaku pada seseorang harus ada unsur – unsur
(Notoatmodjo, 2007) :
36
1) Pengertian atau pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan, dimana pemakaian
masker tenaga kerja harus mengetahui tujuan atau manfaat dari masker.
2) Keyakinan atau kepercayaan tentang apa yang akan dilakukan. Pemakaian masker
tenaga kerja akan dilakukan apabila mereka merasakan keyakinan akan manfaat
dari kegiatan tersebut yaitu dapat meningkatkan kesehatan dirinya.
3) Sarana yang diperlukan untuk melakukannya, dimana masker akan dipakai
apabila sarananya tersedia.
2.5.3 Beban kerja yang dirasakan pekerja saat bekerja
Beban kerja adalah beban yang diterima atau ditanggung oleh pekerja dalam
menyelesaikan pekerjaannya. Beban kerja yang sering dihadapi pekerja ditempat
kerja adalah suasana yang tidak mendukung karena panas atau iklim kerja yang tidak
mendukung. Waktu lamanya menggunakan APD dirasa sebagi beban kerja kerena
semakin lama pekerja menggunakan APD semakin tidak nyaman dan merasa risih
(Departemen Kesehatan RI, 2003).
2.5.4 Pengawasan (Controlling)
Pengawasan (controlling) adalah kegiatan mengendalikan tenaga kerja agar
mentaati peraturan organisasi dan bekerja sesuai dengan rencana. Dilakukan
pengawasan adalah untuk menjamin bahwa setiap pekerjaan dilaksanakan dengan
aman dan mengikuti setiap prosedur dan petunjuk kerja yang telah ditetapkan Salah
satu bentuk pengawasanyang dilakukan adalah pengawasan pada bahaya dari cara
kerja, karena dapat membahayakan tenaga kerja itu sendiri dan orang lain
disekitarnya. Antara lain pemakaian alat pelindung diri yang tidak semestinya dan
cara memakai yang salah (Sedarmayanti, 2001).
37
2.6 Debu Batubara
2.6.1 Pengertian Debu Batubara
Debu batubara adalah material batubara yang terbentuk bubuk (powder),
yangberasal dari hancuran batubara ketika terjadi pemrosesannya(breaking, blending,
transporting, and weathering). Debu batubara yang dapat meledak adalah apabila
debu itu terambangkan di udara sekitarnya (Mustakfir, 2009).
2.6.2 Sifat dan Karakteristik Batubara
Meskipun komposisi unsur organik pembentuk batubara berbeda-beda
sesuaidengan jenis batubaranya, tapi kurang lebih dapat dinyatakan
sebagaiC100H30~110O3~40N0.5~2S0.1~3.Sedangkan untuk unsur anorganik,
terdiri dariunsur anorganik utama dan unsur anorganik minor (Mustakfir, 2009).
Unsur anorganik utama : Si, Al, Ca, Fe, Mg, Na, Ti, K
Unsur anorganik minor : Be, Se, V, Cr, Co, Ni, Cu, Zn, Ga, Ge, As, Hg, Pb,Rb, Sr,
Y, Zr, Nb, Ba, La, Ce, Nd, Sn, dan lain-lain.
Menggunakan mikroskop optik, struktur batubara (coal maceral)
dapatdiamati dengan jelas. Komposisi, model keberadaan, dan kondisi sebaran
mineraldalam batubara merupakan karakteristik mendasar yang pokok untuk
menjelaskansifat serta mekanisme pembentukan abu batubara pada pembakaran suhu
tinggi danpada proses gasifikasi batubara. Adapun mineral utama pada batubara
mencakup mineral lempung, misalnya kaolinite (Al2O3SiO2xH2O), karbonat,
misalnya calcite (CaCO3), sulfida, misalnya pirit (FeS2), oksida, misalnya quartz
38
(SiO2), dan logam berikatan organik : ion exchangeable metal (COO-Na+, dan lain-
lain) (Mustakfir, 2009).
1. Struktur Molekul Batubara
Material organik batubara terbentuk dari makromolekul yang memiliki
beratmolekul ratusan sampai ribuan atau lebih, yang tersusun dari unit dasar
berupacincin benzena (benzene ring) dan cincin aromatik polinukleus
(polynucleusaromatic ring) yang gugus fungsionalnya (misalnya gugus metil atau
gugushidroksil) saling berikatan. Unit-unit dasar tersebut terhubung dengan
ikatanmetilen, ikatan ether, dan ikatan lain. Adapun makromolekul itu sendiri
terhubungdengan ikatan nonkovalen seperti ikatan π (ikatan Van der Walls bertipe
aromatic flat space), ikatan hidrogen, ikatan ion, dan ikatan lainnya, membentuk
strukturjaringan 3 dimensi yang kuat (Mustakfir, 2009).
Hasil penelitian, interaksi di antara molekul-molekul tersebut
ternyatadiketahui sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan sifat material
dankarakteristik reaksi termokimia pada batubara saat mendapat perlakuan panas,
bila batubara dipanaskan dalam lingkungan gas inert, ikatan-ikatan dalambatubara
akan terlepas dan terurai membentuk radikal yang bermacam-macam,dimulai dari
yang energi ikatannya paling lemah. Radikal-radikal tersebut akansegera bereaksi
membentuk material stabil berupa gas, zat cair (tar), zat padat(char). Reaksi pirolisis
ini berlangsung dalam hitungan mili detik sampai beberapapuluh mili detik.
2. Sifat Fisik
39
Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentukbatubara
tersebut, semua fisik yang dikemukakan di bawah ini mempunyaihubungan satu
sama lainnya (Mustakfir, 2009).
a. Berat jenis
Berat jenis (spesific gravity) batubara berkisar dari 1,25
g/cm3sampai1,70g/cm3, pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat
batubaranya. Tetapiberat jenis batubara turun sedikit dari lignit (1,5g/cm3) sampai
batubarabituminous (1,25 g/cm3), kemudian naik lagi menjadi 1,5 g/cm3 untuk
antrasitsampai grafit 2,2 g/cm3.Berat jenis batubara juga sangat bergantung kepada
jumlah dan jenismineral yang dikandung abu dan juga kekompakan atau
porositasinya, berat jenisyang rendah menyebabkan sifat pembakaran yang
baik.Penentuan berat jenisbatubara digunakan sebagai data geologi untuk mengetahui
tonnase batubara,sehingga dapat diketahui apakah layak ditambang dengan
memperhitungkanfaktor komersial.
b. Kekerasan
Kekerasan berkaitan dengan struktur batubara.Keras atau lemahnyabatubara
juga tergantung kepada komposisi dan jenis batubaranya. Semakin tuabatubara itu
akan lebih keras, dimana batubara yang keras akan mempengaruhiproses blending
yaitu pengurangan massa pada alat blending, tingkat kekerasanbatubara dapat
diketahui melalui penentuan HGI (Hardgrove Grindabilty Indeks)yaitu sifat fisik dari
batubara yang menyatakan kemudahan batubara untuk dipulverise sampai ukuran
200 mesh atau 75 micron.
c. Warna
40
Berdasarkan warna, batubara dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
batubaracerah dan batubara kusam.
1) Batubara Cerah (Bright coal), terdiri dari vitrain dan clarain.
Vitrain ialah bentuk samaran (pseudomorph) dari jaringan kayu,terdiri dari
gugusan karbon yang berpolimer dengan atom-atom hidrogendan oksigen, berkadar
abu yang sangat rendah, terbentuk dari atom-atompenyempurnaan lignin, selulosa
dan protoplasma dari tumbuh-tumbuhan.Sebagian lagi akibat dari kegiatan jasad
renik dalam kondisi anaerob.Kondensasi meliputi pengurangan air, karbondioksida
dan timbulnyastruktur cincin yang berpolimer diantara radikal karboksil dan amino.
Clarain ialah sumber botani utama seperti spora, jangat/kulit luar,
ganggang(algae/exime) atau sel luar dari spora atau tepung sari (pollen).Kadar
aburendah sekali, membentuk batubara kandil/lilin (cannel coal). Komposisinyasama
dengan vitrain, berkadar nitrogen dan belerang yang tinggi, inidisebabkan oleh
kandungan proteinnya yang tinggi yang berasal dari sporadan tepung sari.
2) Batubara Suram/Kusam (dull coal), terdiri dari durain dan fusain.
Durain berasal dari ranting-ranting, kulit-kulit kecil, daun-daunan,batang dan
tangkai pohon, ganggang, biji-bijian yang tercampur denganlempung, material yang
mengandung besi, serpihan dan potongan mineralberbutir yang tidak terlarutkan serta
bakteri dalam sedimen yang diendapkanoleh air. Batubara ini mempunyai kadar abu
yang tinggi dan dinamakanbatubara suram atau kusam (bulk or dull coal).Fusain
ialah sorositas tinggi,mengandung bahan pengotor yang tidak terbakar dengan
kandunganyang sangat tinggi, fusain mirip dengan arang kayu.
d. Goresan
41
Goresan batubara berwarna berkisar antara terang sampai coklat
tua.Lignitmempunyai goresan hitam keabu-abuan, berbitumin mempunyai warna
goresanhitam, secara umum batubara mempunyai goresan dari coklat sampai
hitamlegam.
e. Pecahan
Pecahan memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam
sifatmemecahnya.Ini dapat pula memperlihatkan sifat dan mutu suatu
batubara.Antrasit mempunyai pecahan kongkoidal.Batubara dengan zat terbang
tinggicenderung memecah dalam bentuk persegi, balok atau kubus.
3. Sifat Kimia
Sifat kimia dari batubara berhubungan langsung dengan senyawapenyusunan
dari batubara tersebut, baik senyawa organik ataupun senyawaanorganik. Sifat kimia
dari batubara dapat digambarkan sebagai berikut (Mustakfir, 2009):
a. Karbon
Karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan
peningkatanderajat batubaranya.Karbon bertambah sesuai dengan naiknya derajat
batubarakira-kira 60% sampai 100%. Presentasenya akan lebih kecil pada lignit
danmenjadi besar pada antrasit dan hampir seratus persen dalam grafit. Unsur
karbonyang ada sangat penting peranannya sebagai penyebab panas.
b. Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berupa kombinasi alifatik
danaromatik dan berangsur habis akibat evolusi metana. Kandungan hydrogen
dalamlignit berkisar antara 5%-6% dan sekitar 4,5%-5,5% dalam batubara
berbitumindan sekitar 3%-3,5% dalam antrasit.
42
c. Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara berupa ikatan atau kelompokhidroksil,
metoksil dan karbonit, merupakan oksigen yang tidak reaktif.Sebagaimana dengan
hidrogen, kandungan unsur oksigen ini akan berkurangselama evolusi atau
pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigendalam lignit sekitar 20%
atau lebih, berbitumin sekitar 4%-10% dan 1,5%-2%dalam antrasit.
d. Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa
organik.Nitrogenterbentuk hampir seluruhnya dari protein bahan tanaman asalnya.
Jumlahnyasekitar 0,5% sampai 3,0%. Batubara berbitumin biasanya mengandung
lebihbanyak daripada lignit dan antrasit.
e. Sulfur
Sulfur dalam batubara umumnya terdapat hanya dalam jumlah kecil
dankemungkinan berasal dari protein tanaman pembentuk dan diperkaya oleh
bakterisulfur. Kehadiran sulfur dalam batubara biasanya lebih kecil 4% tetapi
dalambeberapa hal mempunyai konsentrasi lebih tinggi. Sulfur terdapat dalam
tigabentuk yaitu sulfur pirit (pyritic sulphur), anorganik sulfur, sulfur organik
dansulfat. Sulfur pirit biasanya berjumlah berkisar 20% sampai 80% dari total
sulfurdan terdapat dalam makrodeposit (lensa urat, kekar bola dan lain-lainnya)
danmikrodeposit (partikel halus yang menyebabkan sulfur organik berjumlah
sekitar20% sampai 80% dari jumlah sulfur seluruhnya, biasanya berasosiasi
dengankonsentrtasi sulfat selama pembentukan endapan.
2.6.3 Pembentukan Debu Batu Bara
43
Debu batubara dihasilkan dari kegiatan penambangan itu sendiri.
Pemisahan(breaking) secara kering dengan cara peledakan penggaruan dapat
menimbulkandebu yang banyak. Debu batubara juga dapat terbentuk pada proses
penggilingan danketika pencampurannya serta pengangkutan. Disamping itu proses
pelapukan alamibatubara juga dapat menjadi sumber terbentuknya debu batubara
tersebut (Mustakfir, 2009).
2.6.4 Akumulasi Debu Batu Bara
Seperti telah dijelaskan di atas, bahwa debu batubara akan terbentuk
dalamjumlah yang cukup banyak kalau operasi penambangan dilakukan dalam
proses yangkering. Sebaliknya jika dilakukan penambangan dengan sistem
penyiraman air yangcukup, debu yang terbentuk akan terendapkan pada lantai kerja
(Mustakfir, 2009).
2.6.5 Masalah Kesehatan yang Disebabkan oleh Debu Batu Bara
Berikut ini adalah beberapa penyakit akibat paparan debu batubara
(Edmonton, 2010) :
1. Pneumokoniosis Batubara (Coal Pneumokoniosis)
Pneumokoniosis batubara adalah salah satu jenis pneumokoniosis yangtimbul
akibat inhalasi jangka lama partikel debu batubara sehingga terjadi akumulasiatau
terkumpulnya debu tersebut yang menimbulkan respon imun di jalan napas kecildan
alveoli terutama lapangan atas.pneumokoniosis batubara adalah penyakit
akibatinhalasi debu batubara sehingga terjadi penumpukan debu batubara di paru
danmenimbulkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut. Rerata lamanya pajanan
sekitar20 tahun baru akan menimbulkan pneumokoniosis batubara atau tanpa
44
penurunanfungsi paru atau dapat berkembang menjadi fibrosis masif progresif yang
diikutipenurunan fungsi paru berat (obstruksi dan restriksi).
2. Bronkitis Kronik Pada Penambang Batubara
Bronkitis kronik merupakan gangguan penyakit paru yang sering terjadi
padapenambang batubara.Meskipun bukan penyebab utama ketidak mampuan
bernafas,bronkitis kronik memperkuat bukti bahwa debu tambang batubara memiliki
pengaruhburuk terhadap saluran napas.Bukti menunjukan hubungan antara pajanan
debubatubara dan obstruksi jalan napas berasal dari prevalensipenyakit ini
padapenambang batubara yang bukan perokok di Amerika pernah dilaporkan
mencapai45%.
Belum jelas apakah lemahnya hubungan pajanan debu terhadap faal
parupekerja tambang sepenuhnya menunjukkan obstruksi saluran napas,
karenaberbagaipenelitian hanya melaporkan nilai VEP1 tanpa perhitungan kapasitas
vital. Penelitilain melaporkan penurunan KVP karena debu tambang batubara lebih
besardibanding asap rokok, disertai penurunan VEP1/KVP yang lebih kecil.
Dengandemikian efek debu batubara tampaknya sebagian bersifat obstruksi dan
sebagianlagi restriktif.
3. Asma Kerja
Tidak banyak kepustakaan yang membahas asma kerja akibat pajanan
debubatubara.Kasus asma pada pekerja tambang batubara disebutkan
berhubungandengan alat yang digunakan untuk pekerjaan tambang diantaranya
pemakaian alatbor yang bautnya menggunakan resins of polyester dan styrene
dengan pemakaianpada umumnya <1 ppm dan selalu <5 ppm.Sedangkan untuk
timbulnya asma kerjabiasanya digunakan pada pemakaian yang luas di industri
45
dengan konsentrasi tinggi≥ 100 ppm.Dalam hal ini perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untukmengungkapkan hal ini, sangat dianjurkan uji provokasi inhalasi agen
spesifik ataupemeriksaan serial APE di dalam dan di luar tambang batubara.
4. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD)
COPD timbul akibat terdapat paparan dari debu batubara yangmengakibatkan
timbulnya dua penyakit yaitu chronic bronchitisdan emphysema.Gejala yang timbul
pada penyakit ini adalah penurunan angka restriktif padasaat pemeriksaan paru dan
nafas yang terputus-putus dan pendek.Penurunan fungsiparu timbul pada saat terjadi
peningkatan jumlah pajanan debu batubara dalam tubuhditambah dengan adanya
kebiasaan merokok dan beberapa faktor lainnya(Edmonton, 2010).
2.7 Landasan Teori
Landasan teori pada penelitian ini dapat disusun sebagai berikut :
2.8 Kerangka Konsep
Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat disusun sebagai berikut ini :
Faktor lingkungan Kerja :
1. Debu
2. Timbal (Pb)
Faktor pekerja :
1. Pengetahuan
2. Sikap 3. Tingkat pendidikan
4. Umur
5. Masa kerja
6. Kenyamanan
Beban kerja
Pemakaian Alat Pelindung
Diri (APD) Masker
Gambar 2.1 : Kerangka teori
Sumber : Suma’mur (2009)
Pengawasan (Controlling)
Variabel Independen
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tingkat pendidikan
4. Umur
5. Masa kerja
6. kenyamanan
46
Keterangang :
: Variabel yang diteliti
: Variabel yang tidak diteliti
Gambar 2.2 : Kerangka konsep
Sumber : Suma’mur (2009)
Variabel Dependen
Pemakaian Alat Pelindung Diri
(APD) Masker
7. Beban kerja
8. Pengawasan
47
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
korelatif yaitu penelitian yang memberikan gambaran atau uraian atas suatu keadaan
yang melihat hubungan antara variabel (variabel independen dan variabel dependen).
Desain penelitian yang digunakan adalah cross sectional study, salah satu metode di
mana data yang dikumpulkan hanya pada suatu saat tertentu (Notoadmojo,2010).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.3.1 Tempat penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di PT. Mifa Aceh Barat.
3.3.2 Waktu penelitian
Penelitian ini direncanakan akan dilakukan pada tanggal 10-12 Agustus 2015.
3.3 Populasi dan Sampel
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah petugas PT. Mifa bagian Port Operation
dan Transshipmentyaitu 35 orang (Bidang Kepegawaian PT. Mifa, 2015).
3.2.2 Sampel
Teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
total sampling atau sampel jenuh yaitu pengambilan sampel di mana seluruh populasi
dijadikan sebagai sampel (Arikunto, 2010). Pada penelitian ini berjumlah 35 orang.
48
3.4 Metode Pengolahan Data
Pada penelitian ini data yang telah dikumpulkan akan diolah melalui
beberapa tahapan dengan menggunakan komputer, yaitu sebagai berikut
(Notoatmodjo, 2010 dan Hidayat, 2007) :
3.4.1 Editing, yaitu hasil wawancara, angket atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyutingan terlebih dahulu, meliputi pengecekan kelengkapan
identitas responden dan kelengkapan jawaban pada formulir atau kuesioner.
3.4.2 Coding, setalah semua kuesioner diedit atau disuting, selanjutnya dilakukan
pengkodean, yakni memberikan nomer untuk tiap responden untuk
kemudahan pengelompokkan data. Nomor diberikan pada responden pertama
dengan kode 001 sampai dengan 035 pada responden terakhir. Selanjutnya
memberikan pengkodean pada tiap item pertanyaan sebagaimana yang telah
dijabarkan pada bagian D alat pengumpulan data.
3.4.3 Processing (data entri), yakni jawaban dari masing – masing responden yang
dalam bentuk kode dimasukkan ke dalam master tabel atau data base
komputer menggunakan program/software komputer yang dalam penelitian
ini adalah program SPSS 16.0 (Statistical Package for the Social Science
16.0).
3.4.4 Cleaning, apabila data dari setiap sumber data atau responden selesai
dimasukkan, perlu dicek kembali untuk melihat kemungkinan adanya
kesalahan – kesalahan kode, ketidakkelengkapan dan sebagainya. Kemudian
dilakukan pembetulan dan koreksi.
3.4.5 Teknik analisis, dalam melakukan analisis, khususnya terhadap data
penelitian akan menggunakan ilmu statistik terapan yang disesuaikan dengan
49
tujuan yang hendak dianalisis. Dimana dalam penelitian ini analisis statistik
yang digunakan adalah chi square test.
3.5 Jenis dan Sumber Data
3.5.1 Data primer
Diperoleh secara langsung dari responden yang menjadi sampel penelitian
baik dengan cara menyebarkan angket kuesioner, secara langsung kepada responden
penelitian.
3.5.2 Data skunder
Data sekunder merupakan data penunjang yang diperoleh peneliti dari PT.
Mifa Aceh Barat berkaitan dengan petugas dan penggunaan APD di area kerja.
3.6 Defenisi Operasional
Tabel 3.1 Defenisi operasional
Variabel Definisi Operasional Alat
ukur Hasil Ukur
Skala
Ukur
1 2 3 5 6
Variabel Dependen
Pemakaian
APD masker
Perilaku petugas PT. MIFA dalam
penggunaan APD masker pada saat
berkerja di lapangan.
Angket - Ada
- Tidak ada
ordinal
Variabel Independen
Pengetahuan Pemahaman responden terhadap
pemakaian APD masker
Angket - Tinggi
- Rendah
ordinal
Sikap Reaksi/respon responden tentang
pemakaian APD masker pada saat bekerja
Angket - Positif
- Negatif
Ordinal
Umur Umur dari mulai dilahirkan sampai
dilakukan penelitian ini
Angket - Remaja akhir Dewasa awal
Dewasa akhir
Ordinal
Tingkat
pendidikan
Jenjang pendidikan formal yang telah
dilalui responden sampai dengan
dilakukannya penelitian
Angket - Diploma
- Sarjana
Ordinal
Masa kerja Lama responden bekerja sebagai petugas
PT. MIFA terhitung
mulai pertama kerja
sampai dilakukan
Penelitian
Angket - Baru jika ≥ 1
tahun
- Lama jika <
1 tahun
Ordinal
Kenyamanan Perasaan yang dirasakan pekerja saat
penggunakan masker dalam menjalankan
pekerjaannya
Angket - Nyaman
- Tidak
nyaman
Ordinal
50
3.7 Aspek Pengukuran Variabel
3.7.1 Pengetahuan
Tinggi : x ≥ 3
Rendah : x <3
3.7.2 Sikap
Positif : x ≥ 7,5
Negatif : x <7,5
3.7.3 Umur
Remaja akhir : 17-25 tahun
Dewasa awal : 26-35 tahun
Dewasa akhir : 36-45 tahun
3.7.4 Tingkat pendidikan
Diploma : tingkat pendidikan responden pada jenjang diploma
Sarjana : tingkat pendidikan responden pada jenjang sarjana
3.7.5 Masa kerja
Baru : masa kerja < 1 tahun
Lama : masa kerja ≥ 1 tahun
3.7.6 Kenyamanan
Nyaman : x ≥ 2,5
Tidak Nyaman : x <2,5
51
3.8 Analisa Data
3.8.1 Univariat
Data yang telah dikumpulkan akan dianalisa dengan cara analisa univariat,
dengan pengkategorian variabel dalam penelitian ditentukan berdasarkan nilai
interval kelas yang dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sudjana,
2008) :
i =nilai maksimal − nilai minimal
kelas
Setelah diolah, selanjutnya data yang telah dimasukkan ke dalam tabel
distribusi frekuensi ditemukan prentase perolehan (P) untuk tiap-tiap kategori dengan
menggunakan rumus (Budiarto, 2002, p.37) yaitu:
Keterangan:
P = Persentase
fi = Frekuensi Teramati
n = Jumlah Populasi
3.8.2 Bivariat
Analisa ini untuk mengukur hubungan faktor-faktor yang yang berhubungan
dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas bagian Port
Operation dan TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat tahun 2015dengan menggunakan
tabel silang yang dikenal dengan baris kali kolom (B x K) dengan derajat kebebasan
(df) yang sesuai dengan tingkat kemaknaan (α) 0,05. Skor diperoleh dengan
menggunakan metode statistik Chi-Square test (𝑥2), dengan menggunakan
P= %100n
fi
52
softwarekomputer.Hasil yang diperoleh diinterpretasikan untuk menolak dan
menerima hipotesis adalah: jika p-value< 0,05 maka Ho ditolak, dan jika p-value ≥
0,05 maka Ho diterima.
Interprestasi hasil sesuai dengan ketentuan atau kriteria chi-kuadrat Budiarto
(2002).sebagai berikut :
1. Bila tabel kontingensi 2x2 dan tidak ada nilai Expected (harapan) kurang dari 5,
mfaka yang digunakan sebaiknya nilai “Continuity Correction”.
2. Bila tabel kontingensi 2x2 dijumpai nilai Expected (harapan) kurang dari 5,
maka yang digunakan nilai adalah “Fisher’s Exact Test”.
3. Bila tabel kontingensi lebih dari 2x2, misalnya 3x2, 3x3 dan sebagainya, maka
digunakan nilai “Pearson Chi-Square”.
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
PT. MIFAmerupakan anak perusahaan Media Djaya Bersama (MDB) dan
bagian dari Grup Reswara Minergi Hartama di bawah payung PT ABM Investama
Tbk.yang resmi berdiri sejak tahun 2012.PT.MIFAini sendiri merupakan sebuah
perusahaan yang bergerak dibidang pertambangan di Wilayah Meulaboh Kabupaten
Aceh Barat.PT. MIFA Bersaudara terletak di Desa Peunaga Cut Ujong, Meurebo,
Aceh Barat.Adapun batasan letak PT. MIFA secara geografis adalah sebagai
berikut :
Utara : Desa Gunong Kleng
Selatan : Desa Suak Puntong
Barat : Samudera Hindia
Timur :Desa Pucok Laot
Adapun letak wilayah PT. MIFA dapat dilihat pada peta adalah sebagai
berikut :
Gambar 4.1 Peta Wilayah PT. MIFA Aceh Barat
54
4.2 Hasil penelitian
Berdasarkan hasil pengumpulan data penelitian yang dilakukan dari tanggal
10-12 Agustus 2015 pada petugas bagian transit PT. MIFA yaitu sebanyak 35 orang
dengan aspek yang diteliti adalah faktor-faktor yang berhubungan dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation
dan TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat. Teknik pengumpulan data yang digunakan
adalah dengan mengajukan pertanyaan sesuai dengan daftar kuesioner dalam bentuk
angket kepada responden dengan hasil penelitian sebagai berikut:
4.1.1 Data Demografi
Data demografi petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT Mifa di
Aceh Barat di tahun 2015 dalam penelitian ini adalah jenis kelamin yang dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Distribusi frekuensi data demografi responden bagian Port
Operation dan TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat tahun 2015
(n=35)
Kategori f %
Jenis kelamin :
a. Laki-laki
b. Perempuan
35
0
100
0
Total 35 100
Sumber : Data Primer (diolah tahun 2015)
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa keselurahan responden berjenis
kelamin laki-laki yaitu 35 orang (100%).
4.1.2 Analisa Univariat
1. Pengetahuan
Hasil penelitian menunjukkan pengetahuan responden terhadap penggunaan
alat pelindung diri (APD) masker dikategorikan tinggi jika x ≥ 3 dan dikategorikan
55
rendah jika x<3. Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2
berikut:
Tabel 4.2 Distribusi frekuensi pengetahuan responden terhadap penggunaan
alat pelindung diri (APD) masker diPT. MIFA Aceh Barat tahun
2015 (n=35)
No Pengetahuan f %
1. Rendah 19 54,3
2. Tinggi 16 45,7
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
Pada tabel 4.2 di atas menunjukkan mayoritas pengetahuan responden
tehadap penggunaan alat pelindung diri (APD) masker adalah pada kategori rendah
yaitu sebanyak 19 orang (54,3%).
2. Sikap
Hasil penelitian menunjukkan sikap responden terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker dikategorikan positif jika x ≥ 7,5 dan dikategorikan
negatif jika x <7,5. Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel
4.3 berikut :
Tabel 4.3 Distribusi frekuensi sikap responden terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker di PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015
(n=35)
No Sikap f %
1. Negatif 18 51,4
2. Positif 17 48,6
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
Pada tabel 4.3 di atas menunjukkan mayoritas sikap responden tehadap
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker adalah pada kategori negatif yaitu
sebanyak 18 orang (51,4%).
56
3. Umur
Hasil penelitian menunjukkan umur responden terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker dapat dikategorikan menjadi tiga berdasarkan kategori
umur menurut Depkes RI.yaitu kategori remaja akhir jika berumur 17-25 tahun,
dewasa awal jika berumur 26-35 tahun dan dewasa akhir jika berumur 36-45 tahun.
Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut:
Tabel 4.4 : Distribusi frekuensi umur responden terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker di PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015
(n=35)
No Umur f %
1. Remaja akhir (17-25 tahun) 14 40
2. Dewasa awal (26-35 tahun) 10 28,6
3. Dewasa akhir (36-45 tahun) 11 31,4
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
Pada tabel 4.4 di atas menunjukkan mayoritas umur responden terhadap
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker berada pada kategori remaja akhir
yaitu sebanyak 14 orang (40%).
4. Tingkat pendidikan
Hasil penelitian menunjukkan tingkat pendidikan responden terhadap
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker dapat dikategorikan menjadi dua yaitu
tingkat pendidikan pada jenjang diploma dan tingkat pendidikan pada jenjang
sarjana. Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5 : Distribusi frekuensi umur responden terhadap penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker di PT. MIFA Aceh Barat tahun
2015(n=35)
No Umur f %
1. Diploma 17 48,6
2. Sarjana 18 51,4
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
57
Pada tabel 4.5 di atas menunjukkan mayoritas tingkat pendidikan responden
terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) masker berada pada kategori sarjana
yaitu sebanyak 18 orang (51,4%).
5. Masa kerja
Masa kerja responden terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
dapat dikategorikan menjadi dua yaitu baru jika berkerja <1 tahun dan lama jika
berkerja ≥1 tahun. Hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6 : Distribusi frekuensi masa kerja responden terhadap penggunaan
alat pelindung diri (APD) masker di PT. MIFA Aceh Barat tahun
2015(n=35)
No Masa Kerja f %
1. Baru (< 1 tahun) 19 54,3
2. Lama (≥1 tahun) 16 45,7
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
Pada tabel 4.6 di atas menunjukkan mayoritas masa kerja repsonden terhadap
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker berada pada kategori baru yaitu
sebanyak 19 orang (54,3%).
6. Kenyamanan
Hasil penelitian menunjukkan kenyamanan responden terhadap penggunaan
alat pelindung diri (APD) masker dikategorikan nyaman jika x ≥ 2,5 dan
dikategorikan tidak nyaman jika x <2,5. Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat
dilihat pada tabel 4.7 berikut :
Tabel 4.7 : Distribusi frekuensi kenyamanan responden terhadap penggunaan
alat pelindung diri (APD) masker di PT. MIFA Aceh Barat tahun
2015(n=35)
No Kenyamanan f %
1. Kurang 21 60
2. Baik 14 40
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
58
Pada tabel 4.7 di atas menunjukkan mayoritas kenyamanan responden
terhadap penggunaan alat pelindung diri (APD) masker berada pada kategori tidak
nyamanyaitu sebanyak 21 orang (60%).
7. Penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
Hasil penelitian menunjukkan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
oleh responden dapat dikategorikan menjadi dua yaitu ada jika tampak menggunakan
masker sesuai dengan standar yang ada pada saat berkerja dan tidak ada jika tidak
tampak menggunakan masker sesuai dengan standar yang ada pada saat bekerja.
Adapun hasil pengkategorian tersebut dapat dilihat pada tabel 4.8 berikut:
Tabel 4.8 : Distribusi frekuensi penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
oleh responden bagian Port Operation dan Transshipment
PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015 (n=35)
No Penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker f %
1. Tidak ada 19 54,3
2. Ada 16 45,7
Total 35 100
Sumber : Data primer (diolah 2015)
Pada tabel 4.8 di atas menunjukkan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker oleh responden mayoritasnya berada pada kategori “tidak ada” yaitu
sebanyak 19 orang (54,3%).
4.1.3 Analisa Bivariat
Analisa bivariat untuk pengolahan data dilakukan dengan menggunakan
metode analisa statistik Chi Square Test( 2x ), yang perhitungannya dilakukan dengan
paket program komputer, yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
59
1. Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker
Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas PT. MIFA Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.9 : Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Pengetahuan
Penggunaan APD masker Total
OR 𝜶 p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Rendah 14 73,7 5 26,3 19 100
6,160 0,05 0,030 Tinggi 5 31,2 11 68,8 16 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkan pada tabel 4.9, dapat diketahui bahwa responden dengan
pengetahuan pada kategori rendah cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD)
maskernya berada pada kategori tidak ada yaitu 14 (73,7%)dari 19 responden,
sedangkan responden dengan pengetahuan pada kategori tinggi cenderung
penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu
11(68,8%) dari 16 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,030 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFAAceh Barat tahun
2015.Dari hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 6,160, hal tersebut dapat diartikan
bahwa pengetahuan mempunyai pengaruh sebesar 6,1 kali untuk penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
60
2. Hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
Analisa bivariat untuk hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker oleh petugas PT. MIFA Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4.10: Hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan Transshipment
PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Sikap
Penggunaan APD masker Total
OR 𝜶 p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Negatif 13 72,2 5 27,8 18 100
4,767 0,05 0,024 Positif 6 35,3 11 64,7 17 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkan pada tabel 4.10, dapat diketahui bahwa responden dengan sikap
pada kategori negatif cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya
berada pada kategori tidak ada yaitu 13 (72,2%)dari 18 responden, sedangkan
responden dengan sikap pada kategori positif cenderung penggunaan alat pelindung
diri (APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu 11 (64,7%)dari 17 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,024 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 4,767, hal tersebut dapat diartikan bahwa
sikap mempunyai pengaruh sebesar 4,7 kali untuk penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan Transshipment PT. MIFA
Aceh Barat tahun 2015.
3. Hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
Analisa bivariat untuk hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker oleh petugas PT. MIFA Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
61
Tabel 4.11: Hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan Transshipment
PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Umur
Penggunaan APD masker Total
α p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Remajaakhir (17-25 tahun) 11 78,6 3 21,4 14 100
0,05 0,049 Dewasa awal (26-35 tahun) 3 30 7 70 10 100
Dewasa akhir (36-45 tahun) 5 45,5 6 54,4 11 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkan pada tabel 4.11, dapat diketahui bahwa responden dengan umur
pada kategori remaja akhir cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD)
maskernya berada pada kategori tidak ada yaitu 11 (78,6%)dari 14 responden,
sedangkan responden dengan umur pada kategori dewasa awal cenderung
penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu 7
(70%) dari 10 responden serta responden dengan umur pada kategori dewasa akhir
cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada kategori
ada yaitu 6 (54,5%)dari 11 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,049 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
4. Hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker
Analisa bivariat untuk hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker oleh petugas PT. MIFA Aceh Barat dapat dilihat pada tabel berikut :
62
Tabel 4.12 : Hubungan Tingkat Pendidikan dengan penggunaan alat pelindung
diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Tingkat Pendidikan
Penggunaan APD masker Total
OR 𝜶 p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Diploma 14 82,4 3 17,6 17 100
12,133 0,05 0,004 Sarjana 5 27,8 13 72,2 18 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkan tabel 4.12diketahui bahwa,responden dengan tingkat pendidikan
diploma cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada
kategori tidak ada yaitu 14(82,4%)dari 17 responden, sedangkan responden dengan
tingkat pendidikan pada kategori sarjana cenderung penggunaan alat pelindung diri
(APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu 13(72,2%) dari 18 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,004 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFA Aceh
Barat tahun 2015. Hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 12,133, hal tersebut dapat
diartikan bahwa tingkat pendidikan mempunyai pengaruh sebesar 12,1 kali untuk
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation
dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
5. Hubungan masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker
63
Analisa bivariat untuk hubungan masa kerja dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker oleh petugas PT. MIFA Aceh Barat dilihat pada tabel
berikut :
Tabel 4.13 : Hubungan masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Masa Kerja
Penggunaan APD masker Total
OR 𝜶 p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Baru (< 1 tahun) 14 73,7 5 26,3 19 100
6,160 0,05 0,030 Lama (≥1 tahun) 5 31,2 11 68,8 16 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkan pada tabel 4.13, dapat diketahui bahwa responden dengan masa
kerja pada kategori baru cenderung penggunaan alat pelindung diri (APD)
maskernya berada pada kategori tidak ada yaitu 14(73,7%)dari 19 responden,
sedangkan responden dengan masa kerja pada kategori lama cenderung penggunaan
alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu 11(68,8%)dari
16 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,030 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun
2015. Hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 6,160, hal tersebut dapat diartikan
bahwa masa kerja mempunyai pengaruh sebesar 6,1 kali untuk penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
6. Hubungan kenyamanan petugas penyapu jalan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker
64
Analisa bivariat untuk hubungan kenyamanan dengan penggunaan alat
pelindung diri (APD) masker oleh petugas PT. MIFA Aceh Barat dapat dilihat pada
tabel berikut :
Tabel 4.14 : Hubungan kenyamanan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat Tahun 2015 (n=35)
Kenyamanan
Penggunaan APD masker Total
OR 𝜶 p-value Tidak ada Ada f %
f % f %
Tidak nyaman 15 71,4 6 28,6 21 100
6,250 0,05 0,032 Nyaman 4 28,6 10 71,4 14 100
Total 19 54,3 16 45,7 35 100
Sumber : Data Primer (Diolah, 2015)
Berdasarkanpada tabel 4.14, dapat diketahui bahwa responden dengan
kenyamanan pada kategori tidak nyaman cenderung penggunaan alat pelindung diri
(APD) maskernya berada pada kategori tidak ada yaitu 15 (71,4%)dari 21 responden,
sedangkan responden dengan kenyamanan pada kategori nyaman cenderung
penggunaan alat pelindung diri (APD) maskernya berada pada kategori ada yaitu 10
(71,4%)dari 14 responden.
Hasil uji statistik yang telah dilakukan, didapatkan p-value 0,032 yang berarti
p-value<0,05, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa null (Ho) ditolak, yang
berarti ada hubungan kenyamanan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker pada petugas Port Operation dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun
2015. Hasil analisis juga diperoleh nilai OR = 6,250, hal tersebut dapat diartikan
bahwa kenyamanan mempunyai pengaruh sebesar 6,2 kali untuk penggunaan Alat
Pelindung Diri (APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
4.3 Pembahasan
65
4.2.1 Hubungan pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker
Berdasarkan pada tabel 5.9, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,030 < 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan pengetahuan dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Hal ini, sebagaimana yang dikemukakan dalam Suma’mur (2009) yang
menyebutkan bahwa alat pelindung diri adalah alat yang digunakan oleh para pekerja
selama menjalankan pekerjaan sesuai dengan kriteria pekerjaan masing-masing
dengan maksud dan tujuan untuk melindungi pekerja agar selama bekerja mendapat
kenyamanan dan keselamatan. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan kriteria pekerjaan
dari petugas penyapu jalan salah satu alat pelindung diri yang wajib dikenakan pada
saat bekerja adalah masker.
Penggunaan masker oleh pekerja khususnya bagi petugas petugas bagian
transit PT. Mifa mempunyai keuntungan lebih besar dari pada tidak menggunakan
masker. Menurut Soedjono (2005), keuntungan dalam menggunakan masker adalah
pekerja dapat meminimalkan paparan dan keracunan debu yang masuk ke saluran
pernafasan pekerja sehingga memberikan keuntungan masa kerja lebih panjang
pekerja terhindar dari masalah kesehatan yang disebabkan oleh paparan debu
batubara.
Walaupun demikian, dilapangan masih sering kita jumpai bebera dari pekerja
masih enggan untuk menggunakan masker pada saat bekerja. Salah satu faktor yang
mempengaruhi pekerja dalam menggunakan masker pada saat bekerja adalah faktor
66
pengetahuan. Sebagaimana dalam Notoatmodjo (2007) disebutkan bahwa
pengetahuan merupakan salah satu faktor awal dalam pembentukan perilaku
seseorang. Dimana kurangnya pengetahuan seseorang akan seseuatu menimbulkan
rasa ketidakpedulian dan keengganan untuk berperilaku sebagaimana semestinya.
Selain itu, diungkapkan juga bahwa suatu perilaku yang didasari oleh pengetahuan
biasa akan lebih bertahan lama jika dibandingkan dengan perilaku yang tidak
didasari dengan pengetahuan.
Hal ini sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Wibowo (2010)
dengan judul ” faktor – faktor yang berhubungan dengan perilaku penggunaan alat
pelindung diri di areal pertambangan PT. Antam Tbk. Unit Bisnis Pertambangan
Emas Pongkor Kabupaten Bogor” yang dilakukan pada 73 responden yang diambil
dengan menggunakan systematic random sampling. Ditinjau dari aspek pengetahuan
berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui terdapat hubungan antara
pengetahuan dengan penggunaan alat pelindung diri di area pertambangan emas
Pongkor Kabupaten Bogor dengan p-value 0,001.
Menurut penulis, pengetahuan merupakan tahap awal dalam pembentukan
perilaku seseorang yang dalam penelitian ini perilaku dalam penggunaan masker
pada saat berkerja oleh petugas penyapu jalan. Dengan adanya pengetahuan yang
baik tentang keuntungan dan kerugian dari penggunaan serta tidak menggunakan
masker pada saat berkerja akan menimbulkan sikap yang positif dari pekerja untuk
menggunakan masker. Dikarenakan mereka tau efek-efek negative yang dapat
ditimbulkan dari debu yang terhirup secara langsung oleh mereka pada saat bekerja.
Paparan debu yang terjadi secara terus – menerus dalam jangka waktu yang
lama dapat berpengaruh terhadap kesehatan pekerja. Kesehatan yang buruk akan
67
menyebablan masa produktif pekerja menjadi menurun. Hal ini, bila dapat dipahami
oleh pekerja, maka hal tersebut dapat dicegah dengan meminimalkan paparan
langsung dari debu pada saat bekerja. Akan tetapi hal ini tidak akan terjadi jika
pengetahuan pekerja tentang perlunya penggunaan alat pelindungan diri pada saat
bekerja masih kurang. Sebagaimana hasil penelitian diketahui mayoritas pengetahuan
responden terhadap penggunaan masker berada pada kategori rendah (54,3%).
Hal tersebut walaupun demikian, bisa saja dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan yang dimiliki oleh responden yang sebagian besarnya adalah sarjana
(51,4%). Dimana semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang biasanya akan disertai
dengan makin tinggi pula pengetahuan yang dimilkinya, begitu juga sebaliknya.
Untuk itu, dalam upaya peningkatan pengetahuan pekerja tentang manfaat alat
pelindung diri khususnya masker dalam bentuk program penyuluhan kesehatan kerja
perlu untuk dilakukan secara berkesenimbungan untuk meningkatkan pengetahuan
pekerja sekaligus meningkatkan kesadaran pekerja akan pentingnya alat pelindung
diri pada saat bekerja.
4.2.2 Hubungan sikap dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
Berdasarkan pada tabel 5.10, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,024 < 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan sikap dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Sebagaimana yang dikemukakan dalam Notoatmodjo (2007) yaitu, sikap
merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan
pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas,
68
akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap masih merupakan
reaksi yang tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka dan merupakan kesiapan untuk
bereaksi terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
objek. Sebagai suatu reaksi maka sikap berhubungan dengan dua hal yaitu suka,
setuju yang membawa pada sikap positif (favourable) dan tidak suka, tidak setuju
atau sikap negatif (unfavourable). Bila dikaitkan dengan penggunaan masker oleh
pekerja sikap positif didukung dengan pengetahuan akan menghasilkan suatu
tindakan postif yang relevan yaitu penggunaan masker pada saat bekerja, yang bila
dipertahankan secara berkelanjutan akan membentu suatu perilaku yang besifat
langgeng oleh pekerja (Hariyadi, 2003).
Sikap positif dari pekerja untuk dapat menggunakan alat pelindung diri
khususnya masker sangat diperlukan. Hal ini dikarenakan masker yang digunakan
pada saat bekerja sebagaimana yang dikemukakan dalam Soedjono (2005), untuk
meminimalkan paparan dan keracunan debu yang masuk secara langsung ke sistem
pernapasan pada saat bekerja. Sebagaimana menurut WHO (2003), mengemukakan
ada beberapa dampak serius dari kesehatan yang disebabkan oleh paparan debu
batubara di area kerja dalam jangka waktu panjang diantaranya beresiko mengalami
kerusakan organ paru, gangguan pada saraf, serta gangguan transportasi O2 oleh
hemoglobin di dalam tubuh dan sebagainya.
Hal ini sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Adhitya (2007)
dengan judul ”faktor -faktor yang berhubungan dengan penggunaan masker pada
pekerja bagian pengamplasan di Perusahaan Meubel CV. Permata 7 Wonogiri” yang
dilakukan pada 50 responden yang diambil dengan menggunakan total sampling.
Ditinjau dari aspek sikap berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui terdapat
69
hubungan antara sikap dengan penggunaan masker pada pekerja bagian
pengamplasan dengan p-value 0,001.
Menurut peneliti, sikap merupakan salah satu aspek penting untuk
membentuk suatu perilaku, disamping aspek pengetahuan dan tindakan. Sikap yang
positif akan sesuatu hal yakni penggunaan masker cenderung akan menyetujui
penggunaan masker pada sebagai alat pelindung diri pada saat bekerja. Apalagi jika
didukung dengan pengetahuan yang tinggi tentang manfaat alat pelindung diri
sebagai proteksi diri dari bahaya kerja yang dapat terjadi pada saat bekerja akan lebih
peduli dan respect terhadap alat pelindung diri ini khususnya masker.
Pengabaian akan pentingnya alat pelindung diri yang sesuai dengan standar
kerja selain dapat berpengaruh terhadap kesehatan, namun juga akan berpengaruh
terhadap produktifitas pekerja. Apalagi bila dilihat dari hasil penelitian diketahui
mayoritas responden berumur pada kategori remaja akhir (40%). Dimana pada
kategori itu biasanya pekerja cenderung lebih produktif, namun bila kaedah dari
keselamatan serta kesehatan kerja sering diabaikan oleh pekerja bukan hal tidak
mungkin produktifitas serta lama masa kerjanya akan menurun atau berkurang,
dikarenakan permalahan kesehatan yang ditimbulkan pada saat bekerja. Motivasi
serta penyediaan kelengkapan alat pelindung diri perlu diberikan kepada pekerja,
agar para pekerja dapat lebih produktif dan terhindar dari masalah kesehatan yang
dapat berakibat fatal bagi pekerja.
4.2.3 Hubungan umur dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker
Berdasarkan pada tabel 5.11, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,049 < 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan umur dengan
70
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Menurut Hurlock (2009), umur harus mendapat perhatian karena akan
mempengaruhi kondisi fisik, mental, kemauan kerja, dan tanggung jawab seseorang.
Menurut teori psikologi perkembangan pekerja, umur dapat digolongkan menjadi
dewasa muda dan dewasa tua. Dewasa muda adalah umur dari 20 – 40 tahun dan
dewasa tua 41-65 tahun sedangkan umur tua adalah diatas 65 tahun.
Umur pekerja dewasa muda diyakini dapat membangun kesehatannya dengan
cara mencegah suatu penyakit atau menanggulangi gangguan penyakitnya. Untuk
melakukan kegiatan tersebut, pekerja muda akan lebih disiplin menjaga
kesehatannya. Sedangkan pada pekerja tua akan mengalami kebebasan dalam
kehidupan bersosaialisasi, kewajibankewajiban pekerja dewasa tua akan berkurang
terhadap lingkungan sosial dan terhadap kehidupan bersama (Hurlock, 2009).
Selain itu, menurut Mubarak (2007) disebutkan, dengan bertambahnya umur
seseorang secara aspek psikologis (mental) terjadi perubahan dari segi taraf berfikir
seseorang yang semakin matang dan dewasa. Dalam hal ini bila dikaitkan dengan
penggunaan alat pelindung diri, bisa dikatakan orang dengan umur yang telah berada
pada kategori awal cenderung mempunyai pemikiran yang lebih matang untuk
memutuskan hal yang tergolong baik untuk dirinya terutma kesehatannya dengan
menggunakan masker pada saat bekerja dan itu dapat mempertahankan kesehatannya
dibandingkan dengan tidak menggunakan masker sama sekali atau menggunakan
masker tetapi tidak sesuai dengan standar yang ada.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah diteliti oleh Hiday (2012) dengan
judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan masker pada
71
pekerja bagian pencelupan benang di PT X Kabupaten Pekalongan” kepada 49
responden yang diambil secara total sampling.Dilihat dari aspek umur dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji statistik Shapiro wilk didapatkan terdapat
hubungan antara umur dengan praktik penggunaan masker pada pekerja dibagian
pencelupan benang dengan p-value 0,007.
Menurut penulis, umur merupakan faktor yang dapat mempengaruhi perilaku
kerja seperti praktik penggunaan masker. Pekerja dengan umur yang lebih tua
biasanya cenderung akan mempunyai pengalaman yang tidak dimiliki oleh pekerja
dengan umur yang relatif lebih muda. Hal ini bisa dilihat dari lamanya masa kerja
yang telah ditekuni oleh seseorang yang dalam penelitian ini rata-rata responden
mempunyai masa kerja pada kategori baru yaitu sebanyak 54,3%. Dengan masa kerja
yang masih dalam kategori baru bisa saja pengalaman yang didapatkan masih
terbatas, selain itu ditambah dengan kurangnya informasi tentang pentingnya
penggunaan alat pelindung diri bagi kesehatan membuat pekerja enggan
menggunakan masker atau menggunakan masker tetapi tidak sesuai dengan standar
kesehatan kerja yang ada.
Hal ini selain minimnya informasi, keengganan penggunaan masker ini bisa
saja terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja yang beresiko terhadap paparan
debu batubara untuk selalu menggunakan masker selama berada di area kerja.Oleh
karena itu, pemberian informasi dan juga penyediaan bahan alat pelindungan diri
yang siap pakai secara optimal dapat membantu pekerja untuk dapat melakukan
pekerjaan beresikonya dengan lebih optimal sesuai dengan standar kesehatan kerja
yang telah ditetapkan.
72
4.2.4 Hubungan tingkat pendidikan dengan penggunaan alat pelindung diri
(APD) masker
Berdasarkan pada tabel 5.12, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,004 < 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan tingkat pendidikan
dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation
dan Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Menurut Sastrohadiwiryo (2003), pendidikan secara harfiah pendidikan
adalah segala sesuatu untuk membina kepribadian dan mengembangkan kemampuan
manusia, jasmaniah, dan rohaniah yang berlangsung seumur hidup, baik di dalam
maupun di luar sekolah, untuk pembangunan persatuan dan masyarakat adil dan
makmur dan selalu ada dalam keseimbangan. Pendidikan merupakan proses
seseorang mengembangkan kemampuan, sikap, dan bentuk-bentuk tingkah laku
lainnya di dalam masyarakat tempat ia hidup, sehingga dia dapat memperoleh atau
mengalami perkembangan kemampuan sosial dan kemampuan individu yang
optimal.
Menurut Hadikusumo (2006), disebutkan pendidikan seseorang dapat
mempengaruhi tingkah laku, kepribadian dalam bermasyarakat maupun bekerja
dalam kehidupan sehari – hari. Semakin tinggi jenjang pendidikan yang seseorang
tempuh maka kemungkinan akan semakin baik pula tingkah laku dan pola
berpikirnya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa seorang pekerja yang mempunyai
tingkat pendidikan yang tinggi maka dalam kegiatan bekerjanya sehari – hari akan
lebih baik dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai tingkat pendidikan yang
rendah.
73
Hal ini diperkuat oleh penelitian yang pernah dilakukan oleh Hiday (2012)
dengan judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan masker
pada pekerja bagian pencelupan benang di PT X Kabupaten Pekalongan” kepada 49
responden yang diambil secara total sampling.Dilihat dari aspek pendidikan dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji statistik Shapiro wilk didapatkan terdapat
hubungan antara pendidikan dengan praktik penggunaan masker pada pekerja
dibagian pencelupan benang dengan p-value 0,014.
Dari penjelasan di atas dapat penulis asumsikan bahwa pendidikan seseorang
akan mempengaruhi tingkat pengetahuannya, yang mana bila dikaitkan dengan
kesadaran penggunaan masker oleh petugas pada saat bekerja sangat dipengaruhi
oleh pengetahuan petugas akan manfaat dari masker serta kerugian jika tidak
menggunakannya. Hal itu dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang
maka semakin baik pula pengetahuan yang dimilikinya yang kemudian akan semakin
baik pula perilaku yang diperlihatkannya.
Walaupun demikian, hal tersebut bukan merupakan faktor mutlak oleh yang
menyebabkan keengganan petugas dalam menggunakan alat pelindung diri berupa
masker, karena masih ada faktor lain yang menyebabkan petugas tidak menggunakan
masker atau menggunakan masker tapi belum sesuai dengan standar kesehatan yang
telah ditetapkan sebagai alat pelindung diri, seperti kurangnya pengawasan dari
instasi untuk kepatuhan penggunaan masker oleh petugas turut mempengaruhi
penggunaan masker oleh petugas bagian transit saat bekerja.
4.2.5 Hubungan masa kerja dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker
74
Berdasarkan pada tabel 5.13, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,030< 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan masa kerja dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan, 2001) bahwa masa kerja merupakan jangka waktu orang sudah bekerja
pada suatu kantor, badan, dan sebagainya. Masa kerja adalah suatu kurun waktu atau
lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat.Masa kerja dapat mempengaruhi
kinerja baik positif maupun negatif.Akan memberi pengaruh positif pada kinerja bila
dengan semakin lamanya masa kerja personal semakin berpengalaman dalam
melaksanakan tugasnya. Sebaliknya akan memberikan pengaruh negatif apabila
dengan semakin lamanya masa kerja maka akan timbul kebiasaan pada tenaga kerja.
Hal ini biasanya terkait dengan pekerjaan yang bersifat monoton dan berulang-ulang.
Masa kerja dapat berpengaruh positif dan negatif. Adapun yang
mempengaruhi hal positif adalah seorang pekerja akan semakin terampil dalam
melakukan pekerjaannya, sedangkan yang berpengaruh negatif bagi seorang pekerja
adalah semakin lama terpapar debu pengamplasan di lingkungan kerja yang dapat
mempengaruhi kesehatannya terutama pada saluran pernafasan (Tulus, 2002).
Masa kerja dapat memberikan pengaruh yang baik karena semakin lama
pekerja bekerja disuatu tempat tertentu maka semakin berpengalaman dalam
menjalankan pekerjaannya. Masa kerja dapat memberikan hal yang kurang baik
karena semakin lama pekerja bekerja di tempat tertentu akan mengalami kebiasaan
75
dalam bekerja. Faktor gangguan saluran pernafasan juga dipengaruhi oleh lama
seseorang bekerja dan terpapar dengan debu.(Suma’mur, 2009).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang telah diteliti oleh Hiday (2012) dengan
judul “faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik penggunaan masker pada
pekerja bagian pencelupan benang di PT X Kabupaten Pekalongan” kepada 49
responden yang diambil secara total sampling.Dilihat dari aspek masa kerja dalam
penelitian ini dengan menggunakan uji statistik Shapiro wilk didapatkan terdapat
hubungan antara masa kerja dengan praktik penggunaan masker pada pekerja
dibagian pencelupan benang dengan p-value 0,006.
Berdasarkan uraian diatas maka penulis berasumsi, lama masa kerja
seseorang akan berpengaruh terhadap pengalaman kerja yang dimilikinya. Hal ini
dikarenakan pengalaman kerja yang telah dilalui seseorang dalam jangka waktu yang
lama menyebabkan seseorang dapat mengerti tentang dampak positif dan negatif
dapat ditimbulkan dari pekerjaan yang ditekuninya. Untuk mengurangi dampak
negatif dari pekerjaannya sesuai dengan pengalamannya akan mengantisipasi dirinya
dengan alat pelindung diri pada saat bekerja, yang mana bila alat tersebut tidak
disediakan atau kesediaan bahannya sangat terbatas bisa saja seseorang memodifikasi
beberapa bahan atau barang yang dapat digunakan untuk dijadikan alat pelindung
diri, walaupun mungkin barang yang dimodifikasi tersebut tidak sepenuhnya
memenuhi standar dari alat pelindung diri.
4.2.6 Hubungan kenyamanan dengan penggunaan alat pelindung diri (APD)
masker
76
Berdasarkan pada tabel 5.14, diketahui bahwa dari hasil uji statistik dengan
Chi-Square pada = 0,05 didapatkan nilai P-value0,032 < 0,05 dapat dikatakan
bahwa hipotesa null (Ho) ditolak yang berarti ada hubungan kenyamanan dengan
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas Port Operation dan
Transshipment PT. MIFA Aceh Barat tahun 2015.
Dalam Budiono (2003), Perasaan tidak nyaman (risih, panas, berat,
terganggu) yang timbul pada saat menggunakan alat pelindung diri akan
mengakibatkan keengganan tenaga kerja menggunakannya dan mereka memberi
respon yang berbeda-beda. Alasan pekerja tidak mau memakai adalah tidak
sadar/tidak mengerti, panas, sesak, tidak enak dipakai, tidak enak dipandang, berat,
mengganggu pekerjaan, tidak sesuai dengan bahaya yang ada, tidak ada sangsi, dan
atasan juga tidak memakai.
Pemakaian masker sangat dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap tenaga
kerja. Terjadinya perubahan perilaku pada seseorang harus ada unsur – unsur yaitu
terdiri dari pengertian atau pengetahuan tentang apa yang akan dilakukan, dimana
pemakaian masker tenaga kerja harus mengetahui tujuan atau manfaat dari masker,
keyakinan atau kepercayaan tentang apa yang akan dilakukan, serta sarana yang
diperlukan untuk melakukannya, dimana masker akan dipakai apabila sarananya
tersedia.
Hal ini sebagaimana penelitian yang telah dilakukan oleh Adhitya (2007)
dengan judul ”faktor -faktor yang berhubungan dengan penggunaan masker pada
pekerja bagian pengamplasan di Perusahaan Meubel CV. Permata 7 Wonogiri”
yangdilakukan pada 50 responden yang diambil dengan menggunakan total
sampling. Ditinjau dari aspek kenyamanan berdasarkan hasil uji statistik chi square
77
diketahui terdapat hubungan antara kenyamanan dengan penggunaan masker pada
pekerja bagian pengamplasan dengan p-value 0,020.
Berdasarkan uraian di atas maka penulis berasumsi bahwa kenyamanan
sangat mempengaruhi seseorang untuk menggunakan alat pelindung diri pada saat
bekerja.Dimana dengan adanya kenyamanan pada saat menggunakan alat pelindung
diri pada saat bekerja, maka alat pelindung diri khususnya masker tidak dirasakan
sebagai beban pada saat bekerja.Apalagi pada saat bekerja masker yang digunakan
oleh petugas dapat membantu mengurangi serta meminimalisir paparan debu
batubara secara langsung pada pekerja pada saat bekerja.
78
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan dalam
Bab V, dapat disimpulkan bahwa faktor - faktor yang mempengaruhi
penggunaan alat pelindung diri (APD) masker pada petugas bagian transit PT.
Mifa di Aceh Barat tahun 2015 adalah sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara pengetahuan dengan penggunaan pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. MIFA
Aceh Barat tahun 2015 (p-value 0,030).
2. Ada hubungan antara sikap dengan penggunaan pelindung diri (APD) masker
pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat
tahun 2015(p-value 0,024).
3. Ada hubungan antara umur dengan penggunaan pelindung diri (APD) masker
pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. MIFA Aceh Barat
tahun 2015(p-value 0,049).
4. Ada hubungan antara tingkat pendidikan dengan penggunaan pelindung diri
(APD) masker pada petugas bagian Port Operation dan Transshipment PT.
MIFA Aceh Barat tahun 2015(p-value 0,004).
5. Ada hubungan antara masa kerja dengan penggunaan pelindung diri (APD)
masker pada petugas bagian Port Operation dan Transshipment PT. MIFA
Aceh Barat tahun 2015(p-value 0,030).
6. Ada hubungan antara kenyamanan dengan penggunaan pelindung diri (APD)
79
masker pada petugas bagian Port Operation dan TransshipmentPT. MIFA
Aceh Barat tahun 2015(p-value 0,032).
5.2 Rekomendasi
1. Bagi PT. MIFA Aceh Barat, khususnya di bidang kesehatan dan keselamatan
kerja (K3), diharapkan untuk dapat memberikan penyuluhan serta melatih
atau melakukan Training of Trainer (TOT) pada petugas kebersihan terutama
petugas penyapu jalan tentang alat pelindung diri untuk dapat meningkatkan
kualitas sumber daya, pengetahuan serta dapat membantu meningkatkan
produktifitas dari para pekerja kebersihan.
2. Bagi petugas bagian Port Operation dan Transshipment PT. MIFA, untuk
lebih dapat meningkatkan pengetahuan mengenai manfaat dari penggunaan
alat pelindung diri serta meningkatkan kesadaran akan pentingnya
penggunaan alat pelindung diri pada saat bekerja agar dapat terhindar dari
bahaya kerja yang dapat mempengaruhi produktifitas serta kesehatan dari
para petugas kebersihan itu sendiri.
3. Bagi peneliti lain, agar dapat menjadikan penelitian ini sebagai dasar
penelitian lebih lanjut tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penggunaan
alat pelindung diri (APD) pada petugas kebersihan atau petugas dengan
pekerjaan beresiko, khususnya untuk faktor yang tidak diteliti oleh peneliti
dalam penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Adhitya, D. (2007). Faktor -faktor yang berhubungan dengan penggunaan
masker pada pekerja bagian pengamplasan di perusahaan meubel CV.
Permata 7 Wonogiri. Fakultas Ilmu Keolahragaan Jurusan Ilmu
Kesehatan Masyarakat Universitas Negeri Semarang : Semarang
Arikunto, S. (2010).Prosedurpenelitian.ed.6.RinekaCipta : Jakarta
Budiono, M.A. (1992). Hiperkes dan keselamatan kerja.CV. Haji Masagung :
Jakarta
Budiono, M.A. (2003). Beberapa penyakit akibat kerja karena bahan
kimia.Universitas Diponegoro. Semarang
Budiarto, E. (2002). BiostatikaUntukKedokteran dan KesehatanMasyarakat.EGC
: Jakarta
Depatemen Kesehatan RI. (2003). Perencanaan strategis program kesehatan
kerja. Jakarta
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI. (2001). Kamus Besar Bahasa
Indonesia. Jakarta
Edmonton. 2010. Coal Dust at The Work Site. Work Safe Alberta : New York
Fardiaz, S. (2002).Polusi air dan udara.Karisius : Jakarta
Harrianto, R. (2009).Buku ajar kesehatan kerja.EGC : Jakarta
Harrington & F.S Gill.(2002). Buku ajar kesehatan kerja.EGC : Jakarta
Haditono, SR. (2009). Psikologi perkembangan.Universitas Gajah Mada :
Yogyakarta
Hadikusumo, K. (2006). Pengantar pendidikan. IKIP Semarang Press : Semarang
Hidayat, A. A. (2007). MetodePenelitianKeperawatandanTeknikAnalisis
Data.SalembaMedika : Jakarta
Hiday, N. Z. (2012). Faktor-faktor yang berhubungan dengan praktik
penggunaan masker pada pekerja bagian pencelupan benang di PT X
Kabupaten Pekalongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat. Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro : Semarang
Hurlock E.B. (2009). Psikologi Perkembangan : Suatu Pendekatan Sepanjang
Rentang Kehidupan. Jakarta : Erlangga
Katman. (2008). Modul : menerapkan prosedur keselamatan, kesehatankerja.
Erlangga : Jakarta
Munib, A. (2004). Pengantar ilmu pendidikan. PT. Unnespress : Semarang
Mubarak, W. I. (2007).PromosiKesehatanSebuahPengantar Proses
BelajarMengajarDalamPendidikan.GrahaIlmu : Yogyakarta
Mustafkir. 2009. Batubara dan Analisis Instrumen. Sekolah Menengah Analisis
Kimia Press : Makassar
Notoatmodjo, S. (2003).PendidikandanPerilakuKesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta : Jakarta
.(2007). PromosiKesehatandanIlmuPerilaku.RinekaCipta :Jakarta
. (2010). Metodologi PenelitianKesehatan.Rineka Cipta : Jakarta
Palar, H. (1994).Pencemaran dan toksikologi logam berat. Rineka Cipta : Jakarta
Santi.(2001). Pencemaran udara oleh timbal (Pb) serta penanggulangannya.
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Suma’mur, P.K. (2009).Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. CV. Haji
Masagung : Jakarta
. (2009). Hygiene perusahaan dan kesehatan kerja. CV. Haji Masagung : Jakarta
Soedjono.(2005). Kesehatan kerja. Bratara Karya Aksara : Jakarta
. (2005). Pengantar ilmu hukum. Sufindo Persada : Jakarta
Sudarmaji.(2006). Toksikologi logam berat B3 dan dampak terhadap kesehatan.
Fakultas Kesehatan Masyarakat Erlangga. Diakses pada
http://journal.unair.ac.id dikutip tanggal 20 April 2011
Satrohadiwiryo, DR. (2003). Manajemen tenaga kerja Indonesia. PT. Bumi
Aksara Indonesia : Jakarta
Santoso.(2004). Manajemen keselamatan kerja dan kesehatan kerja. PT. Prestasi
Kerja : Jakarta
Sedarmayanti.(2001). Sumber daya manusia dan produktivitas kerja. Mandar
Maju : Bandung
Sudjana, M. A. (2008). Metode Statistika. Tarsito : Bandung
Tulus, M.A. (2002). Manajemen sumber daya manusia. Gramedia Pustaka :
Jakarta
Walgito, B. (2001). Psikologi sosial.ANDI : Yogyakarta
Zainun, B. (2005). Perencanaan dan pembinaan tenaga kerja. Ghalia Indonesia :
Jakarta
Lampiran 1
Jadwal Kegiatan Proposal Penelitian
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKER
PADA PETUGAS BAGIAN PORT OPERATION DAN TRANSSHIPMENTPT. MIFA ACEH BARAT TAHUN 2015
No Kegiatan
Jadwal Kegiatan
2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Pengajuan Judul Penelitian
2 Studi Kepustakaan
3 Penyusunan Proposal Penelitian
4 Seminar Proposal
5 Perbaikan Proposal
8 Pelaksanaan Penelitian
9 Penyusunan Laporan
10 Ujian Skripsi
11 Perbaikan Skripsi
12 Penyerahan Skripsi
Mengetahui,
Pembimbing I : Jun Musnadi Is, SKM., M.Kes 1………
Pembimbing II : Fitriani, SKM., M.Kes 2………
Meulaboh, Agustus 2015
Penulis
Dede Khairuddin
NIM. 06C1014269
Lampiran 2
Anggaran Biaya Penelitian
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN
ALAT PELINDUNG DIRI (APD) MASKERPADA PETUGAS BAGIAN
PORT OPERATION DAN TRANSSHIPMENTPT. MIFA
ACEH BARAT TAHUN 2015
No URAIAN JUMLAH
1 Biaya penggandaan proposal dan skripsi
a. Print b. Foto copy untuk seminar
c. Foto copy untuk sidang
d. Internet
Rp. 100.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 50.000,-
2 Keperluan kertas dan alat tulis
a. 5 rem kertas kwarto A4s 70 gram
@ Rp. 30.000
b. Tinta
Rp. 150.000,-
Rp. 35.000,-
3 Biaya pelaksanaan pengumpulan data
a. Biaya pengambilan surat-surat
b. Biaya pengumpulan data
Rp. 20.000,-
Rp. 700.000,-
4. Biaya konsumsi seminar Rp. 65.000,-
5. Biaya konsumsi sidang Rp. 150.000,-
6. Biaya cetak dan foto copy skripsi Rp. 250.000,-
Total Rp. 1.720.000,-
Mengetahui,
Pembimbing I : Jun Musnadi Is, SKM., M.Kes 1………
Pembimbing II : Fitriani, SKM., M.Kes 2………
Meulaboh, Agustus 2015
Penulis
Dede Khairuddin
NIM. 06C1014269
Lampiran 3
LEMBARAN PERMOHONAN MENJADI RESPONDEN
Kepada Yth,
Calon Responden Penelitian
Di Tempat
Dengan Hormat,
Saya yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Dede Khairuddin
Nim : 06C1014269
Adalah mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Teuku
Umar, yang akan mengadakan penelitian untuk menyelesaikan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat. Adapun
penelitian yang dimaksud berjudul “Faktor - Faktor Yang Berhubungn Dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Pada Petugas Bagian Port
Operation Dan TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat Tahun 2015”.
Untuk maksud tersebut saya memerlukan data/informasi yang nyata dan
akurat dari saudara.Saudara berhak untuk berpartisipasi atau tidak.Bila saudara
setuju terlibat dalam penelitian ini, mohon menandatangani menjadi responden
pada lembar yang telah disediakan dan mohon menjawab pertanyaan dengan
sejujur-jujurnya. Penelitian ini tidak menimbulkan kerugian pada saudara dan
kerahasiaan informasi yang diberikan akan dijaga dan hanya akan digunakan
untuk kepentingan penelitian.
Atas kesediaan dan partisipasi saudara sangat saya harapkan dan atas
perhatian dan bantuannya saya ucapkan terima kasih.
Meulaboh, Agustus 2015
Hormat Saya,
Dede Khairuddin
NIM. 06C1014269
Lampiran 4
LEMBARAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa bersedia untuk
berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Teuku Umar yang bernama Dede Khairuddin,NIM
06C1014269, yang berjudul “Faktor - Faktor Yang Berhubungn Dengan
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Masker Pada Petugas Bagian Port
Operation Dan TransshipmentPT. Mifa Aceh Barat Tahun 2015”.
Saya mengetahui informasi yang saya berikan ini sangat besar manfaatnya
bagi peningkatan dan pengembangan bidang kesehatan masyarakat di masa yang
akan datang. Saya menyadari dan mengerti bahwa penelitian ini tidak membawa
dampak apapun bagi diri saya sehingga saya dengan sukarela dan tanpa rasa terpaksa
bersedia membantu penelitian ini.
Demikian persetujuan ini saya buat dengan sejujur-jujurnya tanpa paksaan
dari pihak manapun dan agar dapat dipergunakan seperlunya.
Meulaboh, Agustus 2015
Responden,
Lampiran 5
LEMBARAN KUESIONER
Kode Responden : (diisi oleh peneliti)
Tanggal Pengisian :
Petunjuk pengisian :
a. Bacalah setiap pernyataan dengan teliti
b. Pilih jawaban yang paling tepat menurut bapak/ibu.
c. Isilah tanda chek list (√) pada salah satu kolom jawaban yang tersedia
A. Data Responden
1. Jenis Kelamin : n Laki – laki Perempuan
B. Faktor-faktor yang berhubungan dengan penggunaan APD masker
1. Umur : ……….Tahun
2. Pendidikan terakhir : TidakSekolah SD/Sederajat
SMP/Sederajat SMA Sederajat
` Perguruan tinggi
3. Masa/lama kerja :……………….tahun/bulan/hari*coret yang tidak perlu
4. Pengetahuan
No. Pernyataan
Jawaban
Ya (a) Tidak
(b)
1. Penggunaan masker merupakan standar wajib sebagai alat
pelindung diri pada saat berkerja.
2. Masker dapat dibuat dengan kain apa saja yang dapat menutup
hidung.
3. Menggunakan masker pada saat berkerja dapat melindungi
diri dari debu dan asap kendaraan bermotor.
4. Menggunakan masker tidak dapat melindungi diri dari zat
racun yang berbahaya yang ada dujalanan.
5.
Dampak dari tidak menggunakan masker dalam jangka waktu
yang panjang adalah terkena gangguan pada sistem
pernapasan/paru-paru.
6. Masker yang terbuat dari kain sebagai alat pelindung diri
hanya dapat digunakan satu kali saja.
Lampiran 5
5. Sikap
a. Sangat sering (SS)
b. Sering (S)
c. Kurang setuju (KS)
d. Tidak setuju (TS)
No. Pernyataan
Jawaban
SS
(a)
S
(b)
KS
(c)
TS
(d)
1. Saya menggunakan masker hanya untuk debu saja.
2. Saya hanya menggunakan masker jika ada disediakan oleh
pihak perusahaan.
3. Saya merasa penggunaan masker tidak terlalu
bermanfaat/penting.
4. Masker dapat mencegah saya terkena resiko penyakit paru
akibat terkena paparan debu dalam waktu lama.
5. Menggunakan masker membuat saya lebih aman dalam
bekerja.
6. Kenyamanan
No. Pernyataan
Jawaban
Ya
(a)
Tidak
(b)
1. Menggunakan masker pada saat berkeja membuat saya susah
bernapas.
2. Menggunakan masker membuat saya lebih percaya diri dan
mantap dalam berkerja.
3. Menggunakan masker pada saat berkerja membuat saya susah
berbicara/berkomunikasi.
4. Menggunakan masker merusak penampilan saya.
5. Masker yang saya kenakan pada saat berkerja membuat muka
terasa kepanasan
7. Penggunaan Masker
No. Pernyataan
Jawaban
Ada (a) Tidak
ada (b)
1. Tampak menggunakan masker pada saat sedang berkerja
2.
Tampak menggunakan masker yang sesuai dengan standar
kesehatan yang dianjurkan sebagai alat pelindung diri yaitu
kain dengan 4 tali pada setiap sisi dan dapat menutupi bagian
mulut dan hidung untuk masker yang dapat digunakan
berkali-kali atau tampak menggunakan masker sekali pakai.
Lampiran 5
TABEL SKOR
Varibel No Urut
Pernyataan
Bobot Skor Rentang
a b c d
Penggunaan
APD Masker
1
2
1
1
0
0
-
-
-
-
a. Ada jika x ≥ 1
b. tidak ada x < 1
Pengetahuan
1
2
3
4
5
6
1
0
1
0
1
0
0
1
0
1
0
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
i =nilai maksimal − nilai minimal
kelas
i =6 − 0
2
i =6
2= 3
sehingga dapat dikategorikan ∶ a. Tinggi, x >3
b. Rendah, x<3
Sikap
1
2
3
4
5
0
0
0
3
3
1
1
1
2
2
2
2
2
1
1
3
3
3
0
0
i =nilai maksimal − nilai minimal
kelas
i =15 − 0
2
i =15
2= 7,5
sehingga dapat dikategorikan ∶ a. Positif, x >7,5
b. Negatif, x <7,5
Umur 1 - - - -
a. Remaja akhir : 17-25 tahun
b. Dewasa awal : 26-35 tahun
c. Dewasa akhir : 36-45 tahun
Pendidikan 1 - - - - a. Diploma
b. Sarjana
Masa kerja 1 - - - - a. Baru : <1 tahun
b. Lama : ≥ 1 tahun
Kenyamanan
1
2
3
4
5
0
1
0
0
0
1
0
1
1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
i =nilai maksimal − nilai minimal
kelas
i =5 − 0
2
i =5
2= 2,5
sehingga dapat dikategorikan ∶
a. Nyaman, x >2,5
b. Tidak nyaman, x<2,5