Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

47
Laporan Penelitian Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif DPR RI Pemilu 2014 (Studi Kasus di 3 (Tiga) Daerah Pemilihan: Banten II, Jawa Barat V dan Jawa Tengah III)

Transcript of Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Page 1: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

LaporanPenelitian

Faktor-faktorSuaraTidakSahdalamPemilihanAnggotaLegislatif

DPRRIPemilu2014

(StudiKasusdi3(Tiga)DaerahPemilihan:

BantenII,JawaBaratVdanJawaTengahIII)

Page 2: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

LAPORAN PENELITIAN FAKTOR-FAKTOR SUARA TIDAK SAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR RI PEMILU 2014 (Studi Kasus di 3 (Tiga) Daerah Pemilihan: Banten II, Jawa Barat V dan Jawa Tengah III

Jakarta, 22 September 2014 Kontak Person : Kurniawan Zein Alamat : Lembaga Penelitian Pendidikan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) Phone : 0813-884-494-57 Email : [email protected]/[email protected]

Page 3: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES i

DAFTAR ISI

Daftar isi halaman Bab I. Pendahuluan 1

Bab II. Metode dan Keterbatasan Penelitian 4

Bab III. Gambaran Umum Suara Tidak Sah dan Lokasi 8

Bab IV. Faktor-Faktor dan Modus Suara Tidak Sah 15

Bab V. Politik Uang dan Suara Tidak Sah 35

Bab VI. Kesimpulan 39

Lampiran

Page 4: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

1

BAB I PENDAHULUAN

Komisi Pemilihan Umum (KPU) melaporkan bahwa tingkat partisipasi pemilih

pada pemilu 2014 yang lalu mencapai 75,11 persen, yang berarti bahwa sisanya;

sekitar 24,89 persen pemilih yang terdaftar tidak menggunakan hak pilihnya.1

Persentase ini menunjukkan peningkatan tingkat partisipasi pemilih

dibandingkan pada pemilu legislatif 2009 yang hanya mencapai 71 persen,

dengan demikian terjadi peningkat +/- 4 persen. Pada sisi ini, pada pemilu

legislatif 2014 terdapat trend peningkatan partisipasi politik masyarakat.

Kondisi ini tentunya diharapkan merupakan gambaran membaiknya kesadaran

masyarakat mengenai signifikansi pemilu bagi pembangunan sistem politik

nasional.

Di tengah tingkat partisipasi pemilih yang meningkat, ternyata terdapat

‘anomali’ pemilu dalam bentuk suara tidak sah yang masih cukup tinggi pada

pemilihan anggota legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang secara

nasional mencapai 10,77 persen atau sekitar 15.076.606 dari total suara yaitu

140.049.097 suara yang diberikan pada pemilu legislatif yang lalu.

Dari aspek legitimasi politik, persentase suara tidak sah pada pemilu legislatif

memang tidak memberikan pengaruh terhadap hasil pemilu. Hanya saja,

seyogyanya perbaikan tingkat partisipasi juga berbanding lurus dengan tingkat

sura sah yang juga tinggi. Apabila tingkat suara tidak sah disisi lain meningkat,

maka hal tersebut merupakan anomali partisipasi politik dalam pemilu.

Fenomena suara tidak sah merupakan catatan tersendiri yang mengundang dua

hipotesis apakah hal tersebut bersumber dari perilaku pemilih yang dengan

tidak sadar atau sadar menjadikan suara mereka tidak sah.

Hipotesis pertama mengimplikasikan tingkat pengetahuan pemilih yang

memang minim terhadap tata-cara memilih yang benar pada saat pemungutan

1 Harian Kompas, 10 Mei 2014

Page 5: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

2

suara pemilu legislatif 2014. Hal ini terkait bagaimana sosialisasi pemilu

dilakukan oleh KPU dan perangkatnya kepada masyarakat, khususnya mengenai

tata-cara mencoblos.

Sedangkan hipotesis kedua, apabila fenomena suara tidak sah bersumber dari

perilaku pemilih yang secara sadar menjadikan suara yang diberikan tidak sah,

maka hal tersebut terkait dengan dua hal, yaitu: (1) pengetahuan pemilih

terhadap calon yang akan dipilihnya, sehingga pemilih memiliki preferensi untuk

memilih atau tidak, yang berarti hal ini juga bagaimana calon anggota legislatif

mensosialisasikan dirinya dan (2) karena terdapat faktor tertentu yang

membuat pemilih dengan dalam kondisi dilematis untuk memilih.

Keterlibatan stakeholder lain selain partai politik dan pemilih yang memiliki

peran sangat strategis dalam pemilu adalah Komisis Pemilihan Umum (KPU),

sebagai lembaga Negara yang memiliki otoritas dalam mengambil keputusan

mengenai penyelenggaraan pemilu, termasuk di dalam penetapan suara tidak

sah. KPPS merupakan perangkat KPU pada tingkat paling terdepan dalam

menetapkan apakah surat suara sah atau tidak sah pada saat perhitungan suara

di TPS. Selain KPPS, PPS dan PPK juga perangkat KPU yang memiliki peran

terdepan dalam menetapkan suara sah atau tidak sah. Melalui mekanisme

rekapitulasi berjenjang mulai dari TPS oleh KPPS, di desa oleh PPS dan di

kecamatan oleh PPK sedianya akan menjadi mekanisme kontrol berlapis,

sehingga hal-hal yang terkait dengan perhitungan dan rekapitulasi hasil pemilu

telah didilakukan secara benar (professional) dan dapat dipertangungjawabkan

(akuntabel).

FOKUS STUDI

Berdasarkan uraian di atas, fokus studi ini akan menitik-beratkan kepada

identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suara tidak sah. Dari hasil

perhitungan suara KPU, terlihat bahwa persentase suara tidak sah rata-rata

cukup tinggi pada pemilihan anggota anggota legislatif di tingkat nasional (DPR

RI), terutama di wilayah pemilihan Jawa yang berkisar 10-22%. Pada tingkat

provinsi (DPRD Provinsi) meskipun tingkat suara tidak sah lebih rendah dari

nasional namun kecenderungan akan selalu lebih tinggi dari persentase suara

tidak sah di pemilihan anggota legislatif kabupaten (DPRD Kabupaten). Kecuali

di wilayah beberapa provinsi di wilayah Timur Indonesia, pola surat suara tidak

sah memiliki pola yang acak.

Page 6: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

3

Terhadap persolan ini terdapat beberapa asumsi persoalan yang akan

dieskplorasi, yaitu:

1. Bagaimana kapasitas perangkat KPU dalam hal penetapan suara tidak sah

pada saat pemilu legislatif?

2. Bagaimana perilaku pemilih menyebabkan suara tidak sah pada saat

pemilu legislatif?

3. Bagaimana peran partai politik berpengaruh terhadap suara tidak sah?

KERANGKA KONSEP

Meneliti tentang pemilu, maka tidak akan dapat dilepaskan dari dua kategori

subjek utama yang menjadi unit analisis yaitu, penyelenggara dan peserta

pemilu. Subjek penyelenggara pemilu berdasarkan Undang-Undang terdiri dari

dua jenis kelembagaan yang memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda

antara penyelenggaraan dan pengawasan, yaitu: Komisi Pemilihan Umum (KPU)

dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Derivasi subjek peserta pemilu terdiri

dari partai politik dan pemilih. Partai politik merupakan lembaga politik yang

diakui sebagai satu-satunya lembaga politik yang memiliki otoritas melakukan

rekrutmen calon anggota legislatif yang ditempakan dalam lembaga legislatif

atau parlemen melalui mekanisme pemilihan umum. Sementara itu pemilih

adalah rakyat yang didalam sistem demokrasi diakui sebagai pemilik kedaulatan

politik. Pilihan politik rakyat merupakan sumber legitimasi politik bagi

kelembagaan legislatif . Oleh karena itu suara pemilih memiliki harga politik

yang diperebutkan oleh partai politik dan kandidat anggota parlemen melalui

pemilu.

Berdasarkan kerangka tersebut, maka analisa faktor-faktor suara tidak sah

dalam pemilihan umum (pemilu) legislatif DPR RI perlu dilakukan dengan

memetakan persoalan-persoalan yang berpotensi memiliki konstribusi terhadap

suara tidak sah dari 3 (tiga) subjek, yaitu (1) kapasitas perangkat KPU Sebagai

penyelenggara pemilu terkait dengan keputusan dan penetapan suara tidak sah,

(2) peran partai politik terkait dengan fungsi pendidikan kepada masyarakat

mengenai suara tidak sah dan (3) pemilih terkait dengan kesadaran politik

dalam memberikan suaranya sehingga dapat dinilai sah atau tidak sah.

Page 7: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

4

BABII METODE DAN KETERBATASAN PENELITIAN

Studi ini dilakukan dengan pendekatan grounded research yang digunakan dalam studi-studi kualitatif. Pilihan pendekatan tersebut dilakukan karena studi ini didesain sebagai studi awal (preliminary study), sehingga peneliti benar-benar berangkat dari nir-asumsi. Untuk mendukung penelitian, maka dilakukan: (1) FOCUSED GROUP DISCUSSION (FGD)

Pelaksanaan FGD dimaksudkan sebagai bentuk esplorasi awal dalam merumuskan faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat suara tidak sah, berdasarkan pengalaman dan opini dari-dari pihak yang dinilai memiliki kredibilitas informasi tentang pemilu. FGD akan meilibatkan 5-10 peserta yang terdiri dari, Jurnalis dan penggiat NGO lokal yang concern terhadap persoalan pemilu. Dari hasil eksplorasi awal terhadap isu-isu pemilu dalam kerangka suara tidak sah, dapat diidentifikasi beberapa informasi awal yang dirumuskan sebagai isu atau faktor-faktor yang akan diverifikasi dari data-data selanjutnya. (lihat tabel)

Tabel II.1. Subjek dan Isu-isu Studi Suara Tidak Sah

No Subjek Isu

1 Kapasitas Penyelenggara 1. Efektivitas Bimtek bagi PPK, PPS dan KPPS

2. Pemanfaatan panduan pelaksanaan pemilu oleh KPPS

3. Pemahaman KPPS atas ketentuan suara sah dan tidak sah

4. Pemahaman atas isu dan praktik uang 2 Penyelenggaraan Pemilu 1. Faktor suara tidak sah di TPS

2. Sosialisasi tata-cara pencoblosan 3. Pola pencoblosan tidak sah

3 Peran Partai Politik 1. Sosialisasi Caleg DPR RI 2. Partisipasi parpol dalam sosilaisasi

tata-cara mencoblos 3. Pembekalan saksi tentang teknis

Page 8: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

5

pelaksanaan pemilu (termasuk penetapan suara sah dan tidak sah)

4. Komplain saksi atas suara sah dan tidak sah

4 Perilaku Pemilih 1. Pengetahuan pemilih atas caleg 2. Pengetahuan tentang tata-cara

memilih/mencoblos 3. Pemahaman suara sah dan tidak sah 4. Tingkat keinginan untuk memilih caleg

DPR-RI 5. Respon terhadap politik uang

(2) IN-DEPTH INTERVIEW

Informasi yang diperoleh dari FGD dianalisa dan diperdalam melalui wawancara mendalam (in-depht interview) terhadap pihak-pihak (aktor) yang relevan dengan penelitian ini, yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian dan selanjutnya disebut sebagai informan kunci (key informant). Kriteria Informan yang diwawancarai adalah pelaksana pemilu mulai dari tingkat provinsi sampai dengan tingkat ad hoc, saksi, pemantau dari masyarakat, dan masyarakat pemilih. Pertimbangan pembatasan kriteria informan didasari atas pemikiran bahwa pihak-pihak tersebut sebagai aktor yang terlibat secara langsung dalam proses pemungutan suarat di tingkat masyarakat.

Pihak-pihak (key informant) per-lokasi yang akan diwawancarai terdiri dari:

No Kriteria Informan Jumlah 1 KPU Provinsi 1 2 KPU Kabupaten 1 1 PPK 2 2 PPS 2 3 KPPS 2 4 Saksi Parpol 2 5 Pemantau/masyarakat 2 6 Masyarakat pemilih 2 Total 12

Untuk mendapatkan informasi yang lebih teknis terkait dengan penyelenggaraan Pemilu Legislatif 2014, maka penyelenggara pemilu adalah stakeholder yang paling banyak diwawancarai untuk menggali informasi penyebab suara sah dan tidak sah mulai dari tingkat KPU Provinsi dan Kab/Kota sampai pelaksana pemungutan suara di tingkat ad hoc (PPK, PPS dan KPPS).

Page 9: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

6

LOKASI STUDI Lokasi penelitian ditentukan secara purposive 3 lokasi, yaitu:

1. Daerah pemilihan (Dapil) 3 Jawa Tengah 2. Daerah pemilihan (Dapil) 2 Banten 3. Daerah pemilihan (Dapil) 5 Jawa Barat

Dasar pemilihan ketiga lokasi studi dilakukan dengan mempertimbangkan (a)

keterbatasan waktu (b) bahwa pulau Jawa merupakan wilayah dengan jumlah

pemilih terbesar (c) fakta bahwa ketiga wilayah tersebut memiliki tingkat suara

tidak sah yang lebih tinggi dibandingkan dengan dapil lain di 3 (tiga) provinsi,

Jawa Tengah, Jawa Barat dan Banten.

Pemilihan lokasi studi pada tingkat yang lebih rendah, yaitu desa, dilakukan

dengan teknik snow-bowling, berdasarkan informasi yang diperoleh dari

informan atau data sekunder. Kecamatan Cileungsi, di Jawa Barat dan Kecamatan

Watu merupakan dua kecamatan dengan tingkat suara tidak sah tertinggi.

Sebagai pertimbangan metodologis, maka diperlukan wilayah dengan tingkat

suara tidak sah yang moderat yang kontrol untuk melihat apakah faktor suara

tidak menunjukkan pola umum atau spesifik. Kecamatan Winong di Kabupaten

Pati merupakan wilayah moderat yang dipilih.

METODE, KERANGKA DAN KETERBATASAN ANALISA

Analisa terhadap data-data atau informasi yang diperoleh dari wawancara

dengan informan kunci akan dilakukan dengan metode analisis deskriptif, yaitu

dengan cara data-data tersebut akan dikategorisasikan berdasarkan isu,

kemudian dibandingkan antar subjek sehingga didapati pola mengenai faktor-

faktor suara tidak sah.

Dalam studi ini tidak dimaksudkan untuk memperbandingkan antar faktor suara

tidak sah sehingga didapati gambaran mengenai faktor yang lebih tinggi atau

rendah sebagai penyebab suara tidak sah. Penelitian ini hanya diditujukan untuk

melakukan pemetaan terhadap isu-isu yang berdasarkan temuan dapat dinilai

sebagai faktor suara tidak sah.

Penelusuran faktor suara tidak sah dari sisi perangkat KPU sebagai informan

kunci didasari atas pertimbangan teoritik dan formal bahwa perangkat KPU

merupakan pihak yang memiliki otoritas terhadap keputusan dan penetapan

suara tidak sah dan memiliki informasi yang dibutuhkan mengenai pola-pola

suara tidak sah yang terjadi mulai dari pemungutan, perhitungan dan

rekapitulasi suara. Dengan kerangka ini, disadari terdapat keterbatasan analisa

Page 10: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

7

dalam studi ini yang lebih merepresentasikan persoalan suara tidak sah dari sisi

penyelenggara bukan pemilih.

Page 11: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

8

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI DAN SUARA TIDAK SAH PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI PEMILU 2014

SUARA TIDAK DALAM PEMILIHAN ANGGOTA DPR RI 2009 DAN 2014

Perbandingan suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI antara

tahun 2009 dan 2014 menunjukkan kecenderungan penurunan. Pada pemilu

2009, suara tidak sah dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI mencapai

17,196,020 atau 14.39 persen dari total suara pemilih nasional, sedangkan

pemilihan anggota legislatif DPR RI, pemilu tahun 2014, jumlah suara tidak sah

mencapai 15,076,606 atau 10.77 persen dari total suara pemilih nasional.

Dengan demikian sesungguhnya telah terjadi penurunan jumlah suara tidak sah

pada pemilu 2014 sebesar 2,119,414 suara atau 3.63 persen suara dari total

suara pemilih nasional.

Tabel III.1 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan

Anggota Legislatif DPR RI 2009-2014

WILAYAH

PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2014 DAN 2009(%)

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE

SUARA TIDAK

SAH

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE

SUARA TIDAK

SAH

ACEH DARUSSALAM 427798 18.87% 299,038 11.43% -7.44%

SUMATERA UTARA 426,329 11.00% 740,087 10.78% -0.22%

SUMATERA BARAT 200,698 9.03% 158,931 6.20% -2.83%

RIAU 258,244 11.26% 301,837 10.16% -1.10%

JAMBI 263,430 16.93% 270,646 13.79% -3.14%

SUMATERA SELATAN 524,395 13.17% 580,166 12.83% -0.34%

BENGKULU 149,120 16.43% 182,620 16.51% 0.08%

LAMPUNG 487,238 12.25% 414,848 9.27% -2.98%

BANGKA BELITUNG 86,585 15.86% 100,515 14.70% -1.17%

KEPULAUAN RIAU 79,844 11.86% 93,805 10.24% -1.62%

DKI JAKARTA 235,645 5.45% 381,946 7.24% 1.80%

JAWA BARAT 2,552,901 12.04% 2,522,291 10.64% -1.40%

JAWA TENGAH 3,590,407 19.24% 2,441,076 12.18% -7.06%

Page 12: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

9

YOGYAKARTA 254,584 12.68% 159,160 7.17% -5.51%

JAWA TIMUR 3,912,166 19.37% 2,973,438 12.95% -6.42%

BANTEN 725,150 15.38% 875,188 15.31% -0.07%

BALI 346,207 16.92% 285,324 12.35% -4.57%

NUSA TENGGARA BARAT 391,971 16.65% 347,593 12.59% -4.06%

NUSA TENGGARA TIMUR 195,475 8.70% 116,815 4.73% -3.97%

KALIMANTAN BARAT 277,700 12.00% 240,534 8.85% -3.15%

KALIMANTAN TENGAH 172,207 16.49% 150,975 11.70% -4.79%

KALIMANTAN SELATAN 306,038 17.29% 272,663 12.92% -4.38%

KALIMANTAN TIMUR 223,683 14.17% 259,711 12.62% -1.55%

SULAWESI UTARA 83,739 6.33% 92,335 6.15% -0.18%

SULAWESI TENGAH 96,989 7.48% 72,614 4.85% -2.63%

SULAWESI SELATAN 444,192 10.75% 314,465 6.66% -4.08%

SULAWESI TENGGARA 126,685 11.31% 140,514 10.63% -0.67%

GORONTALO 40,464 7.07% 26,971 4.06% -3.00%

SULAWESI BARAT 55,790 9.50% 48,656 6.87% -2.63%

MALUKU 55,012 6.65% 43,526 4.48% -2.16%

MALUKU UTARA 30,501 5.54% 53,741 7.89% 2.34%

PAPUA 132,202 7.14% 83,748 2.75% -4.39%

PAPUA BARAT 42,631 10.06% 30,829 5.10% -4.96% NASIONAL 17,196,020 14.39% 15,076,606 10.77% -3.63%

SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah)

Berdasarkan data di atas, suara sah di Provinsi Banten secara persentase terjadi

penurunan suara tidak sah pada pemilu 2014 dibandingkan dengan pemilu

2009, namun dari sisi jumlah terjadi kenaikan 150.038 suara. Di Provinsi Banten,

suara tidak sesungguhnya tidak mengalami perubahan sama sekali, bahkan

cenderung naik. Sedangkan untuk Provinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah, suara

tidak sah di kedua provinsi ini menunjukkan penurunan.

SUARA TIDAK SAH DI DAERAH PEMILIHAN (DAPIL) BANTEN II

Fakta bahwa trend suara tidak sah di Provinsi Banten dalam pemilihan anggota

legislatif 2014 yang tidak menunjukkan pengurangan cukup signifikan apabila

dibandingkan dengan suara tidak sah dalam pemilu 2009, sesungguhnya

merepresentasikan fakta tidak jauh berbeda dari masing-masing daerah

pemilihan (Dapil). Di Dapil Banten I, suara tidak sah dalam pemilihan anggota

legislatif DPR RI adalah 11.49 persen pada pemilu 2009 dan pada pemilu 2014,

suara tidak sah mencapai 11.17 persen, yang berarti berkurang 0.32 persen.

Demikian pula di Banten III, suara tidak sah dalam pemilihan anggota DPR RI

pada pemilu 2014 berkurang 1 persen. Berbeda dengan Banten I dan III, suara

tidak sah Dapil Banten II mengalami penambahan sebesar 1 atau 0.75 persen.

Dengan kata lain, bahwa Dapil Banten II baik pada pemilu 2009 dan pemilu

2014, sesungguhnya merupakan wilayah dengan tingkat suara tidak tertinggi di

Provinsi Banten.

Page 13: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

10

Tabel III.2 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan

Anggota Legislatif DPR RI 2009-2014 Di Provinsi Banten

WILAYAH

PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Banten I 142,254 11.49% 147,459 11.17% -0.32%

Banten II 243,363 21.63% 312,950 22.39% 0.75%

Banten III 339,533 14.43% 414,779 13.83% -0.60%

PROVINSI 725,150 15.38% 875,188 15.31% -0.07% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah)

Daerah Pemilihan (Dapil) II Provinsi Banten meliputi Kabupaten Serang, Kota

Serang dan Kota Cilegon. Berdasarkan Model DB-1 DPR KPU, jumlah suara sah

seluruh partai politik di dapil Banten II adalah 1.397.711 dengan jumlah suara

tidak sah adalah 312.882 dimana Kabupaten Serang merupakan Kabupaten

dengan jumlah Suara Tidak Sah tertinggi yaitu 188.733 dan Kota Cilegon dengan

jumlah suara tidak sah terendah (43.907).

Tabel III.3. Data Suara Sah dan Tidak Sah DPR

Daerah Pemilihan Banten II

VOTER TURN-

OUT

SUARA SAH

SUAR TIDAK

SAH

PERSENTASE

SUARA TIDAK SAH

Kab. Serang 824,546 635,813 188,733 22.89%

Kota Cilegon 225,855 181,948 43,907 19.44%

Kota Serang 347,310 267,068 80,242 23.10%

1,397,711 1,084,829 312,882 22.39% Sumber. Model DB-1 DPR, KPU

Untuk suara tidak sah DPR di tingkat kecamatan di dapil Banten II, dari 29

kecamatan di Kabupaten Serang, berdasarkan data KPU Kabupaten Serang

Model DB-1 DPR, Kecamatan Kramat Watu adalah Kdengan Suara Tidak Sah

tertinggi, dengan rincian Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik 40.250, jumlah

Suara Tidak Sah 12.681 (Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah 52.931).

Kecamatan Kramat Watu terdiri dari 15 desa, berdasarkan data PPK Kramat

Watu Model DA-1 DPR, desa dengan jumlah Suara Tidak Sah tertinggi adalah

desa Terate, dengan rincian Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah 2.781, jumlah Suara

Sah seluruh Partai Politik 1.784 dan jumlah Suara Tidak Sah 997. Desa Terate

Page 14: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

11

terdiri dari 8 TPS dan TPS terbesar untuk Suara Tidak Sah DPR RI ada di TPS 2

dimana suara tidak sah lebih besar dari jumlah suara sah seluruh partai politik.

Dari data PPS Desa Terate Model D-1 DPR, di TPS 2, jumlah suara sah seluruh

partai politik 186 sedangkan jumlah suara tidak sah 225 ( total 411).

Sedangkan untuk Kota Cilegon, dari 8 kecamatan di Kota Cilegon, Kecamatan

Cibeber adalah kecamatan dengan suara tidak sah DPR tertinggi yaitu 7.019

suara dari total suara sah dan tidak sah (28.599). Dalam studi ini Kelurahan

Cibeber dijadikan sebagai lokasi studi dengan pertimbangan sebagai

desa/kelurahan dengan jumlah pemilih terbanyak. Dari 9.568 suara sah dan

tidak sah yang ada di Desa Cibeber, jumlah suara tidak sah DPR tertinggi ada di

TPS 6 dengan rincian suara sah seluruh parpol 104 suara dan suara tidak sah

194 (total suara sah dan tidak sah 298).

SUARA TIDAK DI DAERAH PEMILIHAN JAWA BARAT V

Jawa Barat terdiri dari 11 Daerah Pemilihan (dapil). Dapil Jawa Barat V yang

meliputi hanya 1 (satu) kabupaten, yaitu Kabupaten Bagor. Jumlah pemilih di

Kabupaten Bogor merupakan jumlah pemilih terbanyak dibandingkan

kabupaten lainnya di daerah pemilihan provinsi Jawa Barat. Berdasarkan data

DB1-DPR KPU Kabupaten Bogor, jumlah pemilih di daerah tersebut adalah

3.318.222 dengan pemilih yang menggunakan hak pilihnnya (voter turn-out)

sebesar 2.421.667 pemilih.

Jumlah suara tidak sah untuk pemilihan anggota DPR RI pemilu 2009 sebesar

256.527 suara atau 12.15 persen dari total jumlah pemilih yang menggunakan

hak pilihnya. Pada pemilu 2014, jumlah suara yang tidak sah meningkat 1.39

persen atau sebesar 327.895 suara. Apabila dibandingkan jumlah suara tidak sah

di dapil V dengan dapil-dapil lainnya di Provinsi Jawa Barat, dapil VII dan VIII

merupakan wilayah dengan jumlah suara tidak sah tertinggi pada pemilu 2009,

sementara pada pemilu 2014, terjadi pergeseran di mana status tersebut

digantikan oleh dapil V.

Page 15: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

12

Tabel III.4 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan

Anggota Legislatif DPR RI 2009-2014 Di Provinsi Jawa Barat

WILAYAH

PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

JUMLAH SUARA TIDAK

SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Jawa Barat I 106,171 7.24% 108,967 7.08% -0.17%

Jawa Barat II 264,183 11.12% 263,319 9.80% -1.32%

Jawa Barat III 190,527 12.91% 183,417 10.99% -1.92%

Jawa Barat IV 161,838 12.45% 149,539 10.44% -2.01%

Jawa Barat V 256,876 12.15% 327,895 13.54% 1.39%

Jawa Barat VI 170,619 9.97% 174,048 8.82% -1.15%

Jawa Barat VII 400,302 15.69% 403,974 12.76% -2.93%

Jawa Barat VIII 292,689 14.23% 265,565 11.97% -2.26%

Jawa Barat IX 290,592 13.55% 258,243 11.34% -2.22%

Jawa Barat X 160,998 10.36% 130,342 8.02% -2.35%

Jawa Barat XI 258,106 10.51% 256,982 9.51% -1.00%

PROVINSI 4,750,893 22.41% 4,966,546 20.94% -1.46% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah)

Dapil V dengan jumlah pemilih terbesar ada dapil Jawa Barat V meskipun hanya

mencakup satu wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Bogor. Berdasarkan Model

DC-1 DPR, jumlah suara sah seluruh partai politik di dapil Jawa Barat V adalah

2.093.772 dan jumlah suara tidak sah adalah 327.895.

Untuk suara tidak sah DPR di tingkat kecamatan di dapil Jawa Barat V, dari 40

kecamatan di Kabupaten Bogor, berdasarkan data KPU Kabupaten Bogor Model

DB-1 DPR, Kecamatan Cileungsi adalah kecamatan dengan Suara Tidak Sah

tertinggi, dengan rincian Jumlah Suara Sah Seluruh Partai Politik 99.681 suara,

jumlah Suara Tidak Sah 14.327 suara (Jumlah Suara Sah dan Tidak Sah 114.008).

Dari data PPK Cileungsi, Desa Limus Nunggal adalah desa dengan jumlah pemilih

tertinggi di Kecamatan Cileungsi, pada pemilu legislatif 2014 jumlah TPS di Desa

Limus Nunggal sebanyak 68 TPS.

Page 16: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

13

SUARA TIDAK SAH DI KABUPATEN PATI DAERAH PEMILIHAN JAWA

TENGAH III

Dokumen rekapitulasi DB1 KPU DPR memperlihatkan bahwa suara tidak sah di

daerah pemilihan Provinsi Jawa Tengah, secara umum, mencapai 12.18 persen

atau sebesar 2.441.076 suara. Jumlah ini sesungguhnya telah mengalami

penurunan 7.06 persen dari jumlah suara tidak sah pada pemilu 2009 yang

mencapai 19.24 persen atau 3.590.407 suara.

Tabel di bawah ini memperlihatkan bahwa dapil Jawa Tengah III merupakan

daerah dengan tingkat suara tidak sah yang lebih tinggi dibandingkan daerah

pemilihan lainnnya sejak pemilu 2009, meski pada pemilu 2014, jumlah suara

tidak sah di dapil tersebut telah berkurang sebesar 8.47 persen; dari 25.03

persen suara tidak sah menjadi 16.56 persen.

Tabel III.5 Perbandingan Suara Tidak Sah Pemilihan

Anggota Legislatif DPR RI 2009-2014 Di Provinsi Jawa Barat

WILAYAH

PEMILU 2009 PEMILU 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

JUMLAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Jawa Tengah I 355,686 18.17% 291,065 13.54% -4.64%

Jawa Tengah II 352,619 22.02% 226,517 12.54% -9.48%

Jawa Tengah III 594,747 25.03% 411,196 16.56% -8.47%

Jawa Tengah IV 323,086 19.87% 173,782 10.21% -9.66%

Jawa Tengah V 360,177 17.57% 216,082 9.70% -7.87%

Jawa Tengah VI 351,933 16.40% 266,752 11.69% -4.70%

Jawa Tengah VII 292,377 17.65% 203,345 11.43% -6.22%

Jawa Tengah VIII 220,226 12.00% 131,459 6.90% -5.10%

Jawa Tengah IX 313,299 18.26% 222,326 11.96% -6.30%

Jawa Tengah X 426,257 25.09% 298,552 16.12% -8.97%

PROVINSI 3,590,407 19.24% 2,441,076 12.18% -7.06% SUMBER: Dokumen KPU dan Dokumen IFES (Data diolah)

Daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah III terdiri dari Kabupaten Grobogan,

Kabupaten Pati, Kapubaten Rembag dan Kabupaten Blora. Lokasi studi di

lakukan di Kabupaten Pati, dapil III Jawa Tengah. Kabupaten Pati terdiri dari 23

kecamatan. Kabupaten Pati merupakan wilayah daerah pemilihan terluas di

Dapil III Jawa Tengah dan berdasarkan informasi dari narasumber KPU Provinsi

Jawa Tengah bahwa dapil III merupakan wilayah Pemungutan Suara Ulang (PSU)

yang diantaranya adalah Kabupaten Pati.

Page 17: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

14

Tabel III.6. Data Suara Sah dan Tidak Sah DPR

Kabupaten Pati Daerah Pemilihan Jawa Tengah III

Kecamatan

Jumlah

TPS Suara Sah Tidak Sah Voter Turn-Out

Persentase suara tidak

sah

Sukolilo 189 40,974 10,344 51,318 20%

Kayen 159 34,402 7,106 41,508 17%

Tambakromo 116 24,337 3,814 28,151 14%

Winong 133 27,134 3,533 30,667 12%

Puncakwangi 112 24,090 3,763 27,853 14%

Jaken 100 23,361 5,260 28,621 18%

Batangan 89 24,099 3,241 27,340 12%

Juwana 186 51,231 5,398 56,629 10%

Jaknenan 112 23,941 2,961 26,902 11%

Pati 218 56,612 7,565 64,177 12%

Gabus 139 29,257 4,131 33,388 12%

Margorejo 115 31,386 4,918 36,304 14%

Gembong 98 23,341 4,011 27,352 15%

Tlogowungu 109 26,782 5,768 32,550 18%

Wedarijaksa 128 31,989 5,833 37,822 15%

Margoyoso 147 35,844 7,075 42,919 16%

Gunung Wungkal 79 19,543 2,449 21,992 11%

Cluwak 120 24,630 2,460 27,090 9%

Tayu 149 35,604 5,005 40,609 12%

Dukuhseti 122 32,813 3,602 36,415 10%

Trangkil 127 31,191 6,689 37,880 18%

2.747 652,561 104,926 757,487 14%

Sumber DB1 DPR KPU Kab. Pati

Jumlah voter turn-out di Kabupaten Pati pada pemilu 2014 mencapai 757.487

pemilih atau 74 persen dari total pemilih yang terdaftar. Kecamatan Sukulilo,

Juwana dan Pati merupakan wilayah dengan voter turn-out terbanyak di atas 50

ribu pemilih. Sedangkan, konstribusi suara tidak sah di Kabupaten Pati

disumbang oleh Kecamatan Sukolilo, Jaken dan Kayen.

Page 18: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

15

BAB IV FAKTOR-FAKTOR DAN MODUS SUARA TIDAK SAH

Pada saat pemungutan suara pemilu legislatif 2014, suara tidak sah merupakan

suatu hal yang tidak bisa dielakkan sebagai deviasi yang sebenarnya masih dapat

ditoleransi. Hal tersebut menjadi tidak biasa karena pengamatan terhadap data-

data suara tidak sah menunjukkan pola yang relatif merata, tetap dan tidak tidak

acak. Suara tidak sah pada tingkat pemilihan anggota legislatif nasional DPR RI,

lebih tinggi dibandingkan dengan suara tidak sah pada tingkat pemilihan

anggota legislatif kabupaten (DPRD Kabupaten).

Secara common sense, penyebab suara sah dapat dengan mudah dikaitkan

dengan perilaku pemilih dalam memberikan hak suaranya pada saat

pemungutan suara. Dengan megkaitkan aspek perilaku pemilih sebagai faktor

tingginya suara tidak sah, maka hulu persoalan suara tidak sah bersumber dari

apa yang mempengaruhi preferensi politik pemilih terhadap calon, seperti

tingkat pengetahuan terhadap calon sebagai hal yang paling cepat diduga.

Dugaan tingkat pengetahuan sebagai faktor suara tidak sah dari hasil

pemungutan suara, sesungguhnya bukanlah hal yang secara independen

terbentuk dengan sendirinya. Menjadikan tingkat pengetahuan pemilih sebagai

konstributor suara tidak sah berkonsekuensi penulusuran dari aspek lain, yaitu

sosialisasi. Terma sosialisasi memiliki dua dimensi. Dimensi pertama yaitu

sosialisasi yang terkait dengan tingkat pengetahuan masyarakat terhadap calon

anggota legislatif yang berarti hal tersebut tentang bagaimana upaya yang

dilakukan oleh para calon untuk memperkenalkan dirinya kepada masyarakat

sehingga layak untuk dipilih. Dimensi kedua, yaitu terkait dengan sosialisasi

tentang bagaimana cara masyarakat memberikan suara mereka di tempat

pemungutan suara secara benar. Pada dimensi ini menunjuk kepada kinerja

perangkat KPU dalam memberikan informasi kepada masyarakat mengenai tata-

cara pemilihan.

Dengan kata lain, mencari akar persoalan yang menyebabkan suara tidak cukup

dengan menyelediki perilaku pemilih, namun juga perlu memasukkan aspek lain,

Page 19: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

16

seperti (a) partai politik yang didalamnya juga termasuk calon anggota legislatif,

dan (b) kinerja aparat penyelenggara pada tingkat yang langsung berhubungan

dengan keputusan penetapan suara sah atau tidak sah pada saat pemungutan

suara dan perhitungan suara.

Dalam bab ini, pembahasan mengenai temuan penelitian atas faktor-faktor suara

tidak sah akan diklasifikasi kedalam tiga aspek, (1) faktor suara tidak sah yang

bersumber dari aspek penyelenggara, (2) faktor suara tidak sah yang bersumber

dari aspek perilaku pemilih, (3) faktor suara yang dipengaruhi oleh peran partai

politik.

Aspek Penyelenggara

Kapasitas

Kapasitas tentang kepemiluan merupakan suatu hal yang urgent bagi

penyelenggara pemilu, terutama pada tingkat ad-hoc, karena keberadaan

mereka merupakan garis pertama dalam keputusan-keputusan terhadap hasil

pemilu, seperti penetapan suara sah dan tidak sah. Kesalahan keputusan atas

penetapan hasil pemilu, seperti sah atau tidaknya suara pada waktu perhitungan

akan berimplikasi terhadap penetapan hasil pemilu pada rentang yang lebih

luas. Bekal kapasitas kepemiluan bagi penyelenggara pemilu pada tingkat ad-

hoc, terutama KPPS akan membuat kualitas pemilu menjadi lebih baik.

Bimbingan teknis (Bimtek) kepemiluan telah dilakukan KPU dan jajaran

dibawahnya secara berjenjang/ hirarki, mulai dari tingkat KPU Provinsi, KPU

Kabupaten, PPK, PPS sampai dengan KPPS. Untuk lebih memperkuat kapasitas

penyelenggara di tingkat ad hoc, KPU menerbitkan buku panduan KPPS, yang

didalamnya juga memuat materi tentang tata-cara mencoblos bagi pemilih yang

hasilnya dapat dinilai sah atau tidak sah.

Gambar 1. Hirarki Bimtek Penyelenggara Pemilu

BIMTEK ANGGOTA KPU KAB/ KOTA

BIMTEK ANGGOTA PPK

BIMTEK ANGGOTA PPS

BIMTEK ANGGOTA KPPS

Page 20: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

17

Secara umum, penyelenggaraan Bimtek telah dilaksanakan kepada seluruh

perangkat penyelenggara pemilu secara berjenjang. Menurut Ketua KPU Provinsi

Banten, penyelenggaraan pelatihan secara berjenjang ini sesuai dengan

pentunjuk KPU Pusat. Hanya saja, keterbatasan anggaran menyebabkan

penyelenggaraan Bimtek tidak dapat melibatkan seluruh penyelenggara pemilu

terutama pada tingkat ad-hoc. Pagu anggaran yang telah ditetapkan pada tingkat

pusat, dinilai tidak memperhatikan proporsi wilayah kerja KPU di tingkat di

daerah; provinsi dan kabupaten, karena tidak ada perbedaan besaran anggara

operasional, termasuk anggaran Bimtek, antara KPU di daerah dengan cakupan

wilayah kerja yang luas dan jumlah pemilih yang lebih besar dengan KPU yang

cakupan wilayah kerja lebih kecil dan jumlah pemilihnya lebih sedikit, seperti

KPU Kabupaten Bogor dan KPU Kota Depok memiliki pagu anggaran yang sama,

sehingga dalam memberikan Bimtek kepada penyelenggara pemilu di tingkat ad-

hoc, mulai dari tingkat PPK, PPS dan KPPS hanya dapat melibatkan perwakilan

dari unsur PPK, PPS dan KPPS, dengan harapan mereka dapat mensosialisasikan

kembali hasil Bimtek kepada masig-masing anggotanya. Demikian pula dengan

pengadaan buku panduan pemilu yang sangat penting, dicetak dalam jumlah

yang tidak sesuai dengan proporsi penyelenggara pemilu ditingkat ad-hoc,

sehingga pendistribusiannya hanya diberikan 1 buku kepada masing-masing

PPK, PPS dan KPPS, dan diharapkan kerelaan dari penyelenggara untuk secara

swadaya meperbanyak dengan cara dicopy apabila dibutuhkan.

Di Provinsi Banten, Jawa Tengah, dan Jawa Barat penyelenggaran Bimtek bagi

PPK, PPS dan KPPS dilakukan dengan hanya melibatkan representasi dari

masing-masing unsur, terdiri dari 1 sampai dengan 2 orang mulai dari PPK, PPS,

dan KPPS.

KPU provinsi Banten mengadakan bimtek terhadap anggota KPU Kabupaten /

Kota secara serentak sebanyak satu (1) kali yang dihadiri oleh seluruh anggota

KPU Kabupaten/Kota di Provinsi Banten termasuk anggota KPU daerah di Dapil

II Banten (Kabupaten Serang, Kota Serang dan Kota Cilegon). Narasumber

bimtek terhadap anggota KPU Kabupaten/Kota adalah KPU Provinsi Banten

dengan satu diantara materi bimteknya adalah ketentuan-ketentuan terkait

suara sah dan tidak sah pada pemilu legislatif 2014.

Dengan pendekatan yang sama, Bimtek juga dilakukan oleh KPU Provinsi Jawa

Barat dan Jawa Tengah terhadap KPU Kabupaten/Kota di kedua provinsi

tersebut. Berdasarkan pertimbangkan luas wilayah kerja KPU provinsi Jawa

Tengah dan Jawa Barat, bimtek dilakukan secara bertahap berdasarkan

kedekatan masing-masing wilayah kabupaten/Kota di kedua provinsi tersebut.

Peserta bimtek di tingkat KPU Kabupaten/Kota di Jawa Barat hanya

menghadirkan 3 orang peserta di tiap KPU Kabupaten/ Kota yang terdiri dari

Dua (2) orang komisioner dan Satu (1) orang sekretaris KPU Kabupaten/ Kota.

Page 21: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

18

Menurut anggota KPU provinsi Jawa Barat, hal ini dilakukan karena ketersediaan

anggaran bimtek KPU Provinsi Jawa Barat yang terbatas.

Di tingkat kabupaten/kota, KPU Kabupaten/Kota melakukan bimtek terhadap

penyelenggara pemilu di tingkat Kecamatan (PPK). Di Kabupaten Serang, Bimtek

terhadap PPK dilakukan sebanyak satu (1) kali dengan menghadirkan seluruh

anggota PPK termasuk sekretaris PPK dengan narasumber KPU Kabupaten

Serang dan KPU Provinsi Banten. Menurut Ketua KPU Kabupaten Serang, dengan

menghadirkan seluruh anggota PPK sebagai peserta bimtek diharapkan masing-

masing anggota dapat saling melengkapi informasi dan pemahaman yang

didapat selama bimtek. Salah satu materi yang digunakan dalam bimtek adalah

Buku Panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU Pusat. Sama halnya dengan KPU

Kabupaten Serang, bimtek yang dilakukan oleh KPU Kota Cilegon menghadirkan

seluruh anggota PPK di tiap kecamatan di Kota Cilegon. Bimtek dilakukan

sebanyak Satu (1) kali dengan menghadirkan anggota KPU Provinsi Banten dan

KPU Kota Cilegon sebagai Narasumber. Berbeda dengan Banten, bimtek KPU

Kabupaten/Kota terhadap PPK di provinsi Jawa Barat hanya menghadirkan 3

orang peserta di tiap PPK yang terdiri dari Dua (2) orang anggota PPK dan Satu

(1) orang sekretaris PPK.

Pola bimtek di tingkat kecamatan (PPK) secara substansi sama halnya dengan

bimtek pada jenjang sebelumnya, peserta bimtek adalah panitia penyelenggara

di tingkat desa / kelurahan (PPS) terkecuali bimtek yang dilakukan oleh PPK

Kramat Watu Kabupaten Serang, selain menghadirkan Dua (2) anggota PPS,

bimtek juga diikuti oleh Dua (2) anggota anggota KPPS. Pada bimtek tingkat PPK

Kramat Watu, PPK Cibeber dan PPK Cileungsi selain PPS, bimtek juga dihadiri

oleh anggota Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam).

Terkait dengan efektifitas bimtek dinilai kurang efektif karena jumlah peserta

bimtek yang terlalu banyak dan sedikitnya materi simulasi proses penghitungan

dan rekapitulasi suara sebagai faktor yang mempengaruhi kapasitas

penyelenggara pemilu terhadap setiap tahapan penyelenggaraan pemilu

legislatif 2014, sementara peserta Bimtek terlalu banyak sehingga tidak fokus

memperhatikan presentasi dan simulasi materi. Kritik terhadap efektifitas

penyelenggaraan disampaikan oleh salah seorang PPS di Desa Winong

Kabupaten Semarang bahwa Bimtek tidak efektif karena pada tingkat

implementasi tidak sesuai dengan apa yang disampaikan pada saat Bimtek,

seperti penerbitan surat edaran dari KPU pada detik-detik terakhir menjelang

pemungutan suara terkait dengan diskualifikasi salah seroang kandidat DPD dan

DPRD Kabupaten, sehingga menganulir apa yang telah disampai pada Bimtek.

Page 22: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

19

Menurut anggota Panwascam Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang,

bimtek di tingkat kecamatan lebih mirip seminar ketimbang sebuah pelatihan

bimbingan teknis, hal ini disebabkan karena banyaknya peserta yang terlibat

dalam bimtek. Meskipun peserta dibekali dengan buku panduan bagi KPPS

namun dengan bimtek yang berjalan normatif dan umum, bimtek dinilai tidak

efektif dalam membekali kemampuan teknis bagi PPS dan KPPS dalam

menyelengarakan pemilu di tingkat desa dan TPS. Menurut Panwascam Kramat

Watu Kabupaten Serang, indikasi tidak efektifnya bimtek ini terlihat dari

rendahnya pemahaman PPS dan KPPS dalam kaitannya dengan fungsi

pengawasan yang dilakukan oleh Panwascam. Pada pelaksanaan pemilu legislatif

2014 masih ditemukan adanya anggota KPPS yang tidak memberikan akses

terhadap Form C1 kepada Petugas Pengawas Lapangan (PPL). Hal senada

disampaikan oleh PPK Cibeber Kota Cilegon, singkatnya waktu pelaksanaan

bimtek membuat simulasi proses penghitungan dan rekapitulasi menjadi tidak

efektif, padahal simulasi ini menjadi penting untuk menggambarkan proses

pelaksanaan pemungutan dan penghitungan suara mengingat sebagian besar

anggota PPS dan KPPS enggan membaca buku panduan KPPS. Meskipun

demikian, PPK Kramat Watu, PPK Cibeber dan PPK Cileungsi sepakat

mengatakan bahwa bimtek adalah penyegaran (up grading) terhadap anggota

PPS dan KPPS, yang sebagian besar diantaranya sering terlibat sebagai anggota

panitia pemilihan baik pada pemilu nasional ( 2004 dan 2009) maupun pada

pemilihan kepala daerah (pilkada).

Kualitas SDM dalam perekrutan anggota KPPS juga menentukan kapasitas

penyelenggara pemilu. Sebagian besar PPS mengaku kesulitan merekrut anggota

KPPS yang memiliki kemauan dan kemampuan sebagai KPPS sebagaimana yang

diamanatkan dalam aturan tertulis KPU. Di tingkat pengawas pemilu, tidak

berimbangnya jumlah Petugas Pengawas Lapangan (PPL) dibandingkan dengan

jumlah TPS berimplikasi kepada tidak maksimalnya fungsi PPL sebagai mitra

kerja PPS dan KPPS dalam mengawal proses pemungutan dan penghitungan

suara di tingkat TPS.

Persyaratan anggota PPK, PPS dan KPPS mengacu pada aturan yang dibuat oleh

KPU seperti berusia paling rendah 25 (dua puluh lima) tahun, berpendidikan

paling rendah SLTA atau yang sederajat sebagaimana yang diatur dalam Surat

Edaran (SE) KPU tentang Pengangkatan Anggota KPPS Pemilu tahun 2014. Fakta

di lapangan bahwa persyaratan tersebut sulit untuk diimplemementasikan,

karena sulit untuk merekrut KPPS sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan.

Menurut Ketua PPS Desa Terate, Kecamatan Kramat Watu, Kabupaten Serang,

sangat sulit memenuhi persyaratan anggota KPPS sebagaimana yang tertuang

dalam aturan KPU tersebut. Ketersediaan SDM yang ada di tingkat desa menjadi

kendala utama dalam merekrut anggota KPPS. Di PPS Desa Terate Kecamatan

Page 23: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

20

Kramat Watu Kabupaten Serang masih ditemukan anggota KPPS yang hanya

berpendidikan Sekolah Dasar (SD). Pengakuan yang sama juga dilontarkan oleh

ketua PPS Cibeber Kecamatan Cibeber Kota Cilegon dan PPS Limus Nunggal

Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor, menurut ketua PPS Cibeber, Kecamatan

Cibeber, Kota Cilegon, bagi sebagian besar masyarakat, tugas dan tanggungjawab

menjadi KPPS sangat berat jika dibandingkan dengan “penghargaan” yang

didapat sehingga banyak SDM yang memenuhi kriteria tidak berkenan menjadi

anggota KPPS. Untuk mengatasi hal ini, PPS Desa Limus Nunggal Kecamatan

Cileungsi menunjuk perangkat desa seperti pengurus RT dan RW sebagai

anggota KPPS. Sebagian besar PPS hanya merekrut ketua KPPS saja selanjutnya

ketua KPPS yang merekrut anggotanya.

Dari sisi pengawas pemilu, cakupan wilayah pengawasan dan jumlah petugas

pengawas lapangan (PPL) yang tidak berimbang diakui oleh panwascam Kramat

Watu dan Panwascam Cileungsi. Proporsi jumlah PPL juga ditemukan tidak

berimbang antara satu desa dengan desa lainnya di wilayah kecamatan yang

sama. Menurut panwascam hal ini menyebabkan PPL tidak mampu memberikan

pengawasan maksimal pada tiap TPS terutama pada proses penghitungan suara

di tingkat TPS. Namun demikian untuk mengatasi hal ini, panwascam

memberikan skala prioritas pengawasan terhadap PPS atau KPPS yang dianggap

memiliki tingkat potensi pelanggaran yang tinggi.

Pemahaman Suara Tidak Sah

Pengadministrasian hasil suara pemilu legislatif (Pileg) dicatat dalam sertfikat

rekapitulasi perhitungan suara mulai dari tingkat KPPS hingga KPU Provinsi.

Masing-masing sertifikat di setiap rekapitulasi hasil perhitungan suara Pileg

diberikan kode tersendiri. Kode C1 untuk sertfikat di tingkat KPPS atau TPS, D1

di tingkat PPS, DA-1 di tingkat PPK, DB-1 di tingkat KPU Kabupaten/Kota, dan

DC1 di tingkat KPU Provinsi. Di dalam sertifikat termuat 3 jenis kolom yang

harus diisikan oleh petugas/penyelenggara pemilu pada setiap tingkatan, yaitu:

kolom I adalah kolom Data Pemilih dan Penggunaan Hak Pilih, kolom II adalah

kolom Data Penggunaan Hak Suara, dan kolom III adalah kolom Suara Sah dan

Tidak Sah. Dalam hal suara tidak sah, KPU telah memberikan petunjuk mengenai

surat suara yang dinilai sah dan tidak sah berdasarkan cara mencoblos. Terdapat

15 poin cara mencoblos yang dinilai sah dalam memberikan suara dan 4 poin

cara mencoblos yang menyebabkan suara tidak sah. Keempat poin tersebut

sebagai berikut:

Page 24: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

21

No Cara Mencoblos Tidak Sah Surat Suara Pileg DPR RI 2014

1

Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan

nama Partai Politik, Sedangkan tanda coblos calon terletak pada partai

politik yg berbeda, suaranya dinyatakan TIDAK SAH

2

Tanda coblos terletak hampir mengenai garis/diluar kolom pada kolom

yang memuat nomor urut, tanda gambar, dan nama Partai Politik,

suaranya dinyatakan TIDAK SAH

3 Tanda coblos terletak diantara kolom Partai Politik, suaranya

dinyatakan TIDAK SAH

4

Tanda coblos pada kolom yang memuat nomor urut, tanda gambar dan

nama Partai Politik, DAN tanda coblos pada kolom yang memuat nomor

urut dan nama calon, SERTA ada tanda coblos diluar kolom, suaranya

dinyatakan TIDAK SAH

Sumber: Buku Panduan KPPS, Pemilu Legislatif 2014

Penjelasan KPU mengenai surat suara tidak sah adalah dalam kerangka tata-cara

pencoblosan, karena memang sebagai hal yang paling mudah dijelaskan untuk

mengantisipasi kesalahan pada tingkat pencoblosan maupun pada tingkat

penulisan hasil. Kesalahan yang bersumber dari kesalahan pencatatan oleh

petugas (human error) dinilai akan dapat terdeteksi melalui proses pencatatan

dan pendokumentasian rekapitulasi hasil perhitungan suara pemilu legislatif

yang dilakukan secara berjenjang.

Pada praktiknya, penjelasan KPU mengenai suara sah dan tidak sah yang

seyogyanya telah tersosialisasi secara baik melui Bimtek, tidak secara efektif

memberikan pemahaman yang benar dan seragam kepada semua petugas di

tingkat ad-hoc, seperti KPPS. Sebagaimana yang dinyatakan oleh anggota KPU

Provinsi Jawa Barat bahwa kesalahan penetapan suara tidak sah satu

diantaranya karena KPPS masih mengikuti ketentuan yang berlaku pada pemilu

2009. Pada pemilu legislatif 2014, apabila surat suara dicoblos lebih dari satu di

nomor urut dan nama caleg dalam parpol yang sama, maka suaranya dihitung 1

(satu) untuk parpol, sedangkan hal yang sama pada pemilu 2009 cara

pencoblosan seperti ini dianggap tidak sah.

Menurut anggota KPU Provinsi Jawa Barat, potensi kesalahan pada proses

penghitungan suara akan terjadi jika panitia penyelenggara pemilu seperti

anggota KPPS yang pernah bertugas sebagai KPPS pada pemilu sebelumnya

tidak melakukan up grade pemahaman atas penetapan suara sah dan tidak sah

pada pemilu legislatif 2014. Namun demikian potensi kesalahan ini sangat kecil

terjadi pada proses akhir penetapan perolehan suara sah dan tidak sah, karena

proses penghitungan dan rekapitulasi yang berjenjang mulai dari tingkat PPS,

PPK, KPU Kabupaten / Kota sampai KPU Provinsi yang juga diikuti oleh saksi dan

pengawas pemilu.

Page 25: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

22

Secara umum pemahaman penyelenggara pemilu terhadap suara sah dan tidak

sah cukup baik. Beberapa kesalahan yang terjadi pada proses pengitungan dan

rekapitulasi adalah pada tahap pencatatan hasil penghitungan kedalam form

rekapitulasi perolehan suara seperti kesalahan penulisan pada kolom dan baris

yang tersedia pada masing-masing form.

Pemahaman penyelenggara pemilu terkait dengan tahapan penentuan suara sah

dan tidak sah dinilai anggota PPK Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang

sudah cukup baik, hal ini terlihat dari sedikitnya pertanyaan yang muncul dari

PPS dan KPPS dalam proses penghitungan dan rekapitulasi suara, demikian

halnya dengan tahapan penghitungan suara yang dimulai dari DPR, DPD, DPRD

Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Hal yang sama diutarakan oleh Ketua PPK

Kecamatan Cibeber Kota Cilegon dan ketua PPK Cileungsi Kabupaten Bogor,

penentuan suara sah dan tidak sah menjadi fokus utama pada saat bimtek

terhadap PPS dan KPPS. Namun demikian paska bimtek semua PPK mengakui

jika masih ada PPS dan KPPS yang berkonsultasi terkait dengan penentuan suara

sah dan tidak sah.

“Paska bimtek termasuk pada proses penghitungan dan rekapitulasi

suara, masih ada anggota PPS dan KPPS yang berkonsultasi terkait suara

sah dan tidak sah, sebagian besar pertanyaan yang muncul adalah kasus-

kasus yang sudah diatur jelas dalam buku panduan KPPS. Kejadian ini

kami duga karena KPPS tidak memahami dengan baik buku panduan

KPPS” 2.

Hal yang sama juga terjadi di PPS Limus Nunggal Kecamatan Cileungsi

Kabupaten Bogor, konsultasi paska bimtek juga terjadi termasuk pada proses

penghitungan dan rekapitulasi, pemahaman KPPS yang kurang atas penentuan

suara sah dan tidak sah justru menimbulkan perdebatan antara KPPS dan saksi

partai politik.

“Konsultasi ini sengaja kami buka sebagai cara untuk menyelesaikan

kendala di lapangan secara lebih dini. Ada kasus konsultasi dilakukan

oleh KPPS ketika saksi begitu dominan di TPS tersebut. KPPS yang tidak

memiliki pemahaman yang utuh atas suara sah dan tidak sah membuat

saksi menjadi dominan dalam menentukan suara sah dan tidak sah, pada

kasus seperti ini kami menjadikan buku panduan KPPS sebagai acuan

bersama dalam menyelesaikan perbedaan pendapat terkait penentuan

suara sah dan tidak sah” 3

2 Hasil wawancara dengan PPK Kramat Watu tanggal 08 Agustus 2014 3 Hasil wawancara dengan PPS Limus Nunggal tanggal 27 Agustus 2014

Page 26: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

23

Menurut dosen ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa, salah satu faktor

yang paling menjamin pemahaman penyelenggara pemilu atas ketentuan

mengenai suara sah dan tidak sah adalah jika penyelenggara pemilu membaca

dan memahami dengan baik semua ketentuan KPU mengenai pelaksanaan

pemilu legislatif 2014 termasuk buku panduan KPPS yang diterbitkan oleh KPU.

Temuan di Jawa Tengah Dapil III mengindikasikan asimetri informasi dari

penyelenggara pemilu mengenai suara tidak sah yang sekaligus

mengimplikasikan variasi pemahaman mengenai alokasi suara tidak sah.

Menurut Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, tingginya suara sah di Jawa Tengah

Dapil III karena (1) perilaku pemilih dan (2) masalah pengadministrasian suara.

Penjelasan mengenai masalah pengadministrasian suara adalah dalam konteks

pengadministrasian hasil suara pemungutan suara ulang (PSU) di 251 TPS di

Jawa Tengah, yang mana 200 TPS sesungguhnya merupakan pemungutan suara

lanjutan (PSL) dan 51 TPS sebagai yang benar-benar PSU. Menurut Ketua KPU

Provinsi Jawa Tengah, dalam konteks ini adalah bagaimana memperlakukan

suara sebelum PSU, karena tidak ada Peraturan KPU (PKPU) yang menjelaskan

mengenai hasil suara terkait dengan PSU, maka hasil PSU tersebut dimasukkan

ke dalam kolom suara tidak sah. Pada waktu perhitungan suara di tingkat KPPS,

kotak suara lama sebelum PSU tidak dihitung karena dianggap tidak terpakai,

namun ketika diserahkan kepada KPU Provinsi, tampaknya hal tersebut menjadi

pertanyaannya, apakah surat suara dalam kotak lama sebelum PSU dianggap

tidak ada atau dimasukkan dalam kolom suara tidak sah. Kekosongan aturan

mengenai hasil suara ketika terjadi PSU mendorong ‘ijtihad’ dari KPU Provinsi

untuk menuliskannya sebagai suara tidak sah.

“Di Jawa Tengah terdapat 201 TPS yang PSU, yang murni PSU ada 51 TPS

dan 200 TPS merupakan pemungutan suara lanjutan dan rekapitulasi

ulang…Dan itu secara administrasi dimasukkan dalam kolom tidak sah,

karena PKPU tentang PSU tidak ada dan kolomnya juga tidak ada. Kalau

kotak yang lama PSU tidak dihitung, lalu kita menerima surat suara

tersebut, misal ada 500 surat suara, ketika yang terpakai 300, tapi sisanya

kok hanya 100, berarti kan yang seratus itu ada dalam kotak itu (yang

dianulir karena PSU-pen), pertanyaannya dimasukkan di mana? Karena

tidak ada kolomnya maka dimasukkan dalam suara tidak sah.”4

Pernyataan berbeda disampaikan oleh salah seorang anggota KPU Kabupaten

Pati, bahwa suara dalam kotak sebelum PSU dianggap tidak ada secara hukum,

karena pelaksanaan pemungutan suaranya dinilai cacat hukum, oleh karena itu

4 Hasil wawancara dengan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, tanggal 8 Agustus 2014

Page 27: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

24

hasilnya juga tidak bisa dipakai. Surat suaranya tidak bisa diketegorikan surat

suara rusak atau tidak sah, karena pengertian surat suara rusak dan tidak sah

tidak merujuk kepada kasus PSU.

“Surat suara PSU – kotak sebelum pelaksanaan PSU, pen. – tidak bisa

dihitung karena dianggap batal secara hukum, jadi otomatis tidak dapat

dilaporkan dalam dokumen rekapitulasi suara”5

Pada tingkat adhoc, salah seorang aggota PPS di Desa Winong, Kecamatan

Winong, memahami bahwa surat suara yang tidak dicoblos karena terdapat

pemilih yang tidak datang ke TPS dianggap sebagai suara tidak sah. Desa

Winong, sebagian penduduknya merupakan pekerja migran (TKI) di Malaysia,

banyak dari penduduk yang masih bekerja di luar negeri tidak berada di tempat

pada saat pemilu legislatif, tanggal 9 April, padahal mereka sudah terdata dalam

daftar pemilih tetap (DPT). Ketika dilaksanakan pencoblosan, banyak surat

suara yang tidak terpakai karena para pemilih yang terdata tidak mendatangi

TPS, karena tidak berada di tempat, masih berada di luar negeri. PPS

berkewajiban untuk memberikan tanda silang bagi surat suara yang tidak

dicoblos tersebut untuk menandai bahwa surat suara tersebut rusak. Hanya saja

karena kerusakannya bukan karena kerusakan surat suara atau karena salah

mencoblos, maka surat suara tersebut dilaporkan sebagai surat suara tidak sah.6

Hal tersebut dapat menyebabkan suara tidak sah, khususnya suara tidak sah

pada tingkat DPR RI menjadi tinggi.

Penetapan dan Pencatatan Suara Sah dan Tidak Sah

Dalam pemilu legislatif 2014, diakui oleh banyak informan yang diwawancarai

bahwa berkas-berkas perhitungan dan rekapitulasi suara terlalu komplek,

sangat banyak kolom yang harus ditulis oleh petugas yang berkonsekuensi

waktu dan konsentrasi, sehingga human error atau kesalahan pada saat

pencatatan hasil pemilu pada tahap perhitungan dan rekapitulasi suara

berpotensi dilakukan oleh KPPS, PPS dan PPK.

Kesalahan dalam mengisi form rekap diakui oleh PPK Kramat Watu dan PPK

Cileungsi di lokasi studi bahwa masih ada KPPS dan PPS yang melakukan

kesalahan pada tahap pencatatan perolehan suara yang tidak sesuai dengan

ketentuan yang berlaku. Umumnya kesalahan yang terjadi adalah penempatan

penulisan dan penjumlahan perolehan suara tidak pada baris atau kolom yang

seharusnya. Hal ini tidak merubah data perolehan suara masing-masing caleg

5 Hasil wawancara dengan anggota KPU Kab. Pati, tanggal 11 Agustus 2014 6 hasil wawancara dengan PPS Desa Winong, Kabupaten Pati, Tanggal, 9 Agustus 2014

Page 28: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

25

maupun partai, namun hal ini berdampak pada lamanya waktu yang dibutuhkan

dalam penyelesaian rekapitulasi di tingkat kecamatan (PPK).

Kesalahan dalam proses pencatatan tersebut dapat dideteksi dan dikoreksi

dalam pencermatan di tingkat rekapitulasi suara oleh PPS atau PPK.7 Hal yang

perlu digarisbawahi adalah kesalahan pencatatan dapat dipengaruhi oleh tingkat

konsentrasi yang lemah karena faktor keletihan, namun apabila kesalahan

terjadi pada penjumlahan suara, bukan terletak pada pada baris atau kolom yang

seharusnya, maka kesalahan tersebut lebih mengindikasikan kepada efektifitas

Bimtek yang diselenggarakan.

Beberapa kesalahan lainnya yang terjadi di tingkat PPS adalah melaksanakan

tahapan penghitungan suara berdasarkan prosedur yang seharusnya, yaitu

dimulai dari DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/ Kota. Menurut

Ketua PPS Desa Terate Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang, di salah satu

TPS proses perhitungan suara tidak dimulai dari perhitungan suara DPR, mereka

langsung menghitung suara untuk DPRD Kabupaten/Kota, hal tersebut

dilakukan atas usulan dan desakan saksi partai yang lebih mengutamakan untuk

melakukan pencatatan atas hasil perolehan suara caleg provinsi dan kabupaten,

namun hal tersebut hanya di beberapa TPS saja. Ketua PPS Desa Terate

menyayangkan adanya saksi yang meninggalkan TPS sebelum semua proses

penghitungan selesai dilakukan, sehingga banyak TPS yang pengesahan suara

sah untuk DPR, tidak ditandatangani oleh semua saksi parpol. Sementara itu,

terkait dengan kesalahan pencatatan perolehan suara pada form, baik PPS

maupun KPPS mengakui hal tersebut disebabkan oleh faktor kelelahan yang

dialami oleh anggota KPPS yang bertugas pada proses pencatatan perolehan

suara. Sebagian besar anggota KPPS mengaku menyelesaikan tugas mereka di

TPS sampai dengan dini hari.

Panwascam Kramat Watu Kabupaten Serang menilai, faktor kelelahan yang

dialami oleh anggota KPPS disebabkan karena tugas untuk melakukan proses

penghitungan dan pencatatan hanya ditumpukan pada anggota KPPS yang

mengikuti bimtek saja sementara anggota KPPS yang lain tidak memiliki

kemampuan untuk mengambil alih tugas penghitungan dan pencatatan. Hal ini

disebabkan anggota KPPS yang mengikuti bimtek tidak menularkan pemahaman

pada saat bimtek kepada anggota KPPS yang lain, sehingga kemampuan atas

pemahaman suara sah dan tidak sah, serta kemampuan teknis dalam melakukan

penghitungan dan pencatatan menjadi tidak merata antar anggota KPPS.

7 Hasil wawancara dengan PPK Kramat Watu tanggal 11 Agustus 2014

Page 29: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

26

Selain faktor kelelahan dan distribusi pekerjaan yang tidak merata di antara

sesama anggota KPPS, menurut PPS Desa Terate Kecamatan Kramat Watu

Kabupaten Serang, ketersediaan SDM di KPPS juga mempengaruhi kinerja

pelaksanaan pemilu terutama pada tahap pemungutan dan penghitungan suara,

pada TPS 2 misalnya, dari 7 orang anggota KPPS, 1 orang berpendidikan sarjana,

4 orang berpendidikan SMU dan 2 orang berpendidikan SD.

Menurut anggota Bapilu partai Demokrat Kabupaten Serang, keberatan saksi

partai atas penyelenggara pemilu yang terkait penetapan suara sah dan tidak sah

relative sedikit , secara umum yang terjadi pada proses pengitungan di tingkat

TPS dan rekapilutulasi di tingkat PPS, PPK dan KPU adalah kesalahan dalam

penempatan atau penulisan angka perolehan suara. Meskipun hal ini tidak

berpengaruh pada suara sah dan tidak sah namun kesalahan kecil seperti ini juga

harus menjadi perhatian penyelenggara pemilu kedepan.

Menanggapi kesalahan pada tingkat implementasi ini, dosen ilmu Politik

Universitas Sultan Ageng Tirtayasa menjelaskan secara teknis, banyaknya form

yang harus dilengkapi oleh KPPS dan ketersediaan waktu yang sangat sempit

berkontribusi besar dalam tingkat kesalahan yang mungkin terjadi di tingkat

TPS. Faktor kelelahan yang dialami oleh anggota KPPS menjadi tidak

terhindarkan ketika tingkat konsentrasi menurun pada bagian-bagian penting

dari proses pemungutan dan pengitungan suara yang membutuhkan konsentrasi

tinggi.

Aspek Perilaku Pemilih

Pemahaman Tata-cara Mencoblos

Keikut-sertaan banyak partai dan banyak calon anggota legislatif, berimplikasi

terhadap kompleksitas surat suara yang harus dicobolos oleh masyarakat, baik

pada tingkat DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten, termasuk juga DPD.

Khusus untuk pemilihan anggota DPR RI, diikuti oleh 6.068 calon anggota

legislatif yang akan memperebutkan 560 kursi yang tersebar di 77 daerah

pemilihan (dapil). Oleh karena itu, dapat dibayangkan struktur surat suara

(ballot stucture) yang harus memuat nama-nama calon anggota legislatif dan

partai pengusung masing-masing calon, sehingga mudah dilihat dan dibaca oleh

masyarakat dan nama-nama yang termuat dalam surat suara dapat dengan

benar dicoblos. Agar tidak terjadi kesalahan dalam mencoblos yang

mengakibatkan suara tidak sah, KPU menetapkan 15 kategori coblosan yang

dinilai sah dan 4 kategori coblosan yang dinilai tidak sah. Agar masyarakat

memahami tata-cara mencoblos dengan benar sehingga suara yang diberikan

adalah sah, KPU telah melakukan sosialisasi tata-cara mencoblos melalui PPK,

PPS dan KPPS.

Page 30: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

27

Di ketiga lokasi studi, sosialisasi tata-cara mencoblos oleh KPPS dilakukan

dengan pola yang hampir sama, yaitu melalui pertemuan-pertemuan informal

rukun tangga (RT) atau pengajian/yasinan. Hal ini diakui lebih efektif daripada

sosialisasi yang dilakukan dalam format formal, seperti seminar dan sejenisnya.

Di sisi lain sosialisasi pemilu oleh KPU melalui mass-media, cetak maupun

elektronik lebih fokus untuk mengajak masyarakat datang ke TPS pada tanggal 9

April.

Sosialisasi tata-cara mencoblos juga dilakukan oleh tim sukses calon legislatif

dalam rangka mendorong masyarakat memilih calon yang didukungnya.

Terkadang juga calon anggota legislatif (caleg), biasanya dari calon anggota

legislatif DPRD, hadir dalam sosialisasi pemilu yang dilakukan oleh PPK atau

PPS. Kehadiran caleg pada dinilai tidak produktif karena akan menjadi preseden

yang kurang baik dalam hal relasi perangkat KPU di tingkat adhoc dengan caleg.

“Kehadiran caleg dan tim sukses ini membuat PPK dan PPS lebih berhati-

hati dalam melakukan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Kami

khawatir ada kesalahpahaman yang timbul seolah-olah PPK dan PPS

berpihak pada salah satu partai atau caleg”. 8

Sosialisasi pemilu selain dilakukan secara langsung melalui pertemuan dengan

masyarakat, sosialisasi juga dilakukan melalui media cetak, elektronik dan media

luar ruang seperti spanduk dan baliho. Media sosialisasi yang digunakan

berjenjang sesuai jangkauan media di tiap jenjang penyelenggara pemilu.

Sosialisasi menggunakan media massa secara berjenjang ini dinilai oleh KPU

Serang kurang efektif, mengingat sulitnya mendapatkan media massa yang

paling tepat untuk menjangkau pemilih dalam jumlah besar dan merata di satu

wilayah kabupaten.

“Menggunakan radio sebagai media sosialisasi di tingkat kabupaten tentu

bukan pilihan yang baik mengingat segmentasi pendengar radio yang

terbatas dan kecenderungan masyarakat saat ini yang makin sedikit

menggunakan radio sebagai media untuk mendapatkan informasi” 9

Pelaksanaan pemilu lokal (pilkada) juga memberikan konstribusi terhadap

masyarakat tentang bagaimana cara memilih atau mencoblos yang benar. Ketua

PPK Cileungsi Kabupaten Bogor menyampaikan bahwa secara teknis

pencoblosan, pemilih tidak mengalami kesulitan dalam melakukan pencoblosan

dengan benar, karena pemilu 2014 adalah bukan pemilu pertama bagi sebagian

8 Hasil wawancara dengan PPK Cibeber, Kota Cilegon tanggal tanggal 11 Agustus 2014 9 Hasil wawancara dengan KPU Kabupaten Serang tanggal 08 Agustus 2014

Page 31: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

28

besar pemilih, terlebih di daerah juga ada pilkada Bupati dan Gubernur yang

proses tata cara pencoblosan untuk suara sah relatif sama.10 Selain itu,

pemilihan kepala juga telah memberikan pengalaman kepada masyarakat

tentang bagaiamana memilih yang benar.11 Meski secara umum masyarakat

telah memahami bagaimana cara mencoblos, kelompok usia lanjut buta huruf di

wilayah pedesaan merupakan kelompok masyarakat yang sulit diberikan

pemahaman bagaiman cara mencoblos yang benar.12

Willingness to Vote dan Modus Suara Tidak Sah

Sejak pemilu dilaksanakan dengan cara masyarakat memilih langsung calon

legislatif di berbagai tingkatan, telah membentuk ‘kesadaran’ politik masyarakat

yang cukup baik untuk menentukan pilihan pada saat pemilu. Dibalik suara tidak

sah, sesungguhnya mengimplikasikan kesadaran politik pemilih yang tidak bisa

dilepaskan begitu saja dari perilaku partai politik. 13 Dengan kata lain,

menganalisa fenomena suara tidak sah masih sah saja tinggi mulai dari pemilu

tahun 2009, kiranya perlu melihat perilaku partai politik dalam melakukan

pendekatan politik ke masyarakat.

Pada pemilu legislatif yang lalu, ketika mendatangi TPS masyarakat cenderung

mengatakan “negara minta milih, kita milih”, atau “yang penting menggugurkan

kewajiban”. Menggaris bawahi ungkapan “yang penting menggugurkan

kewajiban” merupakan ungkapan yang dapat dilihat dari dua perspektif dan

konteks, yaitu (1) sikap yang ‘skeptis’ terhadap pemilu, dan (2) sikap imbal balik

dari sesuatu yang mereka terima. Sikap ‘skeptis’ terhadap pemilu merefleksikan

kesadaran yang sesungguhnya mempertanyakan pengaruh pemilu terhadap

kehidupan mereka, karena pemilu lebih dilihat dalam kerangka kewajiban warga

negara daripada sebagai hak. Sehingga kedatangan mereka ke TPS lebih sebagai

bentuk kepatuhan sebagai warga negara, daripada sebagai bentuk kesadaran

untuk menyalurkan aspirasi politik dengan memilih calon anggota lagislatif.

Sedangkan yang kedua merupakan bentuk sikap yang lahir dari kesadaran

penuh atas imbal balik dari ‘pemberian’ yang diterima oleh masyarakat dari tim

sukses calon anggota legislatif yang menuntut komitmen untuk memilih calon

anggota legislatif tertentu yang diminta.

Dalam kontek suara tidak sah, sikap ‘skeptis’ terlihat dari adanya blanko surat

suara yang tidak dicoblos, meski dimasukkan dalam kotak suara, sehigga tidak

dapat dihitung dan dinyatakan tidak sah. Seperti pernyataan Ketua TPS 6

Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cibeber, Kota Cilegon bahwa sebagain besar

10 Hasil wawancara tanggal 27 Agustus 2014 11 Hasil wawancara dengan anggota KPU Kab. Bogor 25 Agustus 2014 12 Hasil wawancara dengan PPK Kecamatan Winong, Pati, Jawa Tengah, tanggal 11 Agustus 2014 13 Hasil wawancara dengan Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, tanggal 8 Agustus 2014

Page 32: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

29

suara tidak sah pada pemilu legislatif 2014 adalah kertas suara blangko (kertas

suara tidak dicoblos).

Untuk mengantisipasi hal ini, sesungguhnya KPU Kota Cilegon telah

mengupayakan sosialisasi yang tidak terbatas tentang tata-cara mencoblos, juga

sosialisasi yang menggugah kesadaran mereka tentang pentingnya pemilu 2014,

baik yang dilakukan oleh KPU Kota Cilegon sendiri maupun melalui perangkat

pemilu di tingkat ad-hoc; PPS dan KPPS melalui pertemuan-pertemuan informal

yang ada di masyarakat. Di Kabupaten Serang, KPU Kabupaten Serang juga

mendorong partai politik dan calon anggota legislatif untuk melakukan

sosialisasi pemilu secara langsung kepada pemilih, seperti pemilih pemula, pada

saat masa kampanye, karena hal tersebut disamping sebagai bentuk kampanye,

juga merupakan pendidikan politik. Hal ini diakui memang sulit terlaksana,

karena parpol dan calon anggota legislatif cenderung lebih melakukan kampanye

politik.

Tidak dikenal maka tidak dipilih merupakan ungkapan yang dapat memberikan

deskripsi mengenai satu diantara penyebab fenomena suara tidak sah. Di

Kecamatan Kramat Watu Kabupaten Serang, terdapat variasi perbedaan

perolehan suara yang cukup signifikan dimana jumlah suara tidak sah akan

semakin besar jumlahnya ketika jarak calon anggota legislatif semakin jauh dari

pemilih. Jumlah Suara tidak sah untuk DPR sebagian besar dibiarkan kosong

(tidak dicoblos), karena pemilih tidak mengenal calon anggota legislatif DPR di

wilayahnya. Meski sesungguhnya surat suara tidak sah karena tidak dicoblos

banyak terdapat di surat suara untuk DPD karena masyarakat tidak mengenal

calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sehingga tidak antusias untuk

memilih mereka. Kondisi ini dinilai wajar, sebagaimana penilaian anggota KPU

Kabupaten Pati dan Bogor, karena sosialisasi calon anggota DPR dan DPD kurang

terdengar bahkan dapat dikatakan samasekali tidak ada, sehingga kurang

dikenal dibandingkan calon anggota legislatif.

Adapun suara tidak sah yang disebabkan oleh ketidaktahuan pemilih mengenai

tata cara pencoblosan, menurut Ketua PPS Desa Terate Kecamatan Kramat Watu

Kabupaten Serang mungkin saja terjadi, terutama untuk pemilih usia lanjut

meskipun jumlahnya relatif lebih sedikit. Sedikitnya sosialisasi yang dilakukan

oleh caleg DPR membuat sebagian besar pemilih tidak memiliki pengetahuan

tentang profil calon yang berkonsekuensi logis terhadap rendahnya tingkat

keinginan untuk mencoblos kertas suara DPR. Situasi ini terjadi di semua lokasi

studi. Terlebih, calon anggota legislatif secara etnis tidak merepresentasikan

wilayah daerah pemilihannya, seperti di Kabupaten Bogor, calon anggota

legislatif DPR RI dari salah satu partai pemenang pemilu 2014 tidak ada yang

merepresentasikan etnis daerah pemilihannya. Hal ini disayangkan oleh salah

seorang anggota KPU Kabupaten Bogor, menurutnya partai seharusnya

Page 33: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

30

mempertimbangkan keterwakilan calon anggota legislatif (DPR-pen.) dari

wilayah yang menjadi daerah pemilihannnya, karena bagaimanapun hal tersebut

menjadi salah pertimbangan pilihan politik.14 Menurut anggota PPS Desa Limus

Nunggal Kabupaten Bogor, pada proses penghitungan suara di tingkat TPS,

masyarakat pemilih dan saksi sangat antusias pada proses penghitungan

perolehan suara caleg DPRD Kabupaten/ Kota terutama jika terdapat caleg yang

berasal dari desa tersebut.

Menanggapi hal ini, dosen ilmu politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa

Banten menyampaikan bahwa membangun hubungan emosional yang baik

dengan pemilih adalah hal paling utama yang harus dibangun oleh calon anggota

legislatif yang ingin memenangkan proses pemilihan. Sosialisasi yang dilakukan

oleh caleg baik secara langsung maupun melalui tim sukses serta melalui media

massa sangat mempengaruhi pengetahuan pemilih untuk memutuskan

dukungan suara pada proses pemilihan. Sosialisasi terbaik adalah dengan

menemui langsung pemilih pada tingkat komunitas untuk memperkenalkan diri

maupun menyampaikan program yang akan dilakukan, bagi pemilih tertentu,

terkadang program menjadi buka hal paling utama ketika pemilih sudah

mengenal baik calon anggota legislatif.

Modus suara tidak sah lainnya adalah terdapat coblosan ganda pada kolom yang

berbeda. Temuan di ke-tiga lokasi studi di Provinsi Banten, Jawa Tengah dan

Jawa Barat bahwa surat suara tidak sah diantaranya karena pencoblosan ganda.

Perilaku mencoblos ganda dapat dikategorikan karena dua hal: (1) dimotivasi

oleh adanya pemberian uang atau barang dari para caleg agar mereka memilih

para caleg tersebut, (2) faktor kesalahan pencoblosan, yang mana pada saat

pencoblosan, surat suara tidak dibuka secara benar, sehingga semua kolom

tercoblos yang menyebabkan lubang coblosan lebih di satu kolom, dan (3)

karena masyarakat lebih kenal atau lebih menyukai partai daripada caleg

sehingga mereka terdorong lebih memilih caleg dari partai yang berbeda.

Modus coblosan ganda karena disebabkan adanya praktik politik uang dari para

calon anggota legislatif terkonfirmasi dari informasi yang disampaikan oleh

Ketua KPU Provinsi Jawa Tengah, Anggota KPU Kab. Pati, Anggota KPU

Kabupaten Bogor, PPK, PPS dan KPPS di Kecamatan Winong Kabupaten Pati dan

Kecamatan Cileungsi Kabupaten Bogor. Di Jawa Tengah istilah yang lazim

terdengar dari masyarakat adalah “untuk menggugurkan kewajiban”. Istilah ini

refleksi atas sikap pemilih yang telah memberikan komitmennya untuk memilih

para caleg yang telah memberikan uang atau barang, untuk menghindari “dosa”

melanggar komitmen. Dengan cara mencoblos semua nama atau partai yang

14 Hasil wawancara dengan anggota KPU Kabupaten Bogor, tanggal 25 Agustus 2014

Page 34: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

31

telah memberikan uang atau barang merupakan cara yang dapat menggugurkan

komitmen tersebut.

Coblosan ganda karena faktor kesalahan atau ketidaktahuan cara mencoblos

yang benar, dengan tidak membuka surat suara secara benar sehingga tercoblos

semua kolom yang memuat partai dan caleg. Para pemilih usia lanjut merupakan

para pelaku coblosan ganda dalam konteks ini.

“Pada saat pengitungan suara di tingkat TPS, sebagain besar kertas suara

tidak sah yang dicoblos adalah tercoblos ganda. Kasus ini karena tidak

dibukanya kertas suara secara utuh dan biasanya dilakukan oleh pemilih

usia lanjut, memang jumlahnya sedikit” 15

Peran Partai Politik

Sosialisasi Calon Anggota Legislatif DPR RI

Sosialisasi menjadi kata kunci dalam proses pemilihan anggota legislatif 2014.

Sosialisasi yang dilakukan baik oleh partai maupun caleg sangat menentukan

bagi masyarakat dalam menentukan pilihan politik mereka pada saat

pemungutan suara.

Dalam konteks ini, sosialisasi calon anggota legislatif (caleg) DPR dirasa kurang

intensif bahkan tidak ada sama sekali. Sosialisasi calon anggota legislatif dengan

cara langsung mendatangi masyarakat, baik yang dilakukan oleh calon anggota

legislatif itu sendiri, baik yang dilakukan oleh tim sukses atau partai politik, lebih

intensif dilakukan oleh calon anggota legislatif ditingkat kabupaten. Sosialisasi

caleg DPR lebih cenderung dilakukan melalui media luar ruang yang lebih

bersifat impersonal, meski menampilkan foto dan nama, namun masyarakat

tidak pernah bisa mengenal profil caleg DPR yang akan dikenal secara dekat.

“Di Desa kami praktis tidak ada caleg DPR atau tim pemenangan caleg

yang melakukan sosialisasi seperti bertemu untuk berdialog dengan

masyarakat seperti yang dilakukan oleh caleg DPRD Kabupaten. Jadi

wajar jika masyarakat tidak mengenal calegnya dan memutuskan untuk

tidak menggunakan hak suaranya pada kertas suara caleg pada pemilu

legislatif yang lalu” 16

15 Hasil wawancara dengan KPPS 2 Terate tanggal 11 Agustus 2014 16 Hasil wawancara dengan PPS 2 Terate tanggal 11 Agustus 2014

Page 35: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

32

Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh calon anggota legisatif (caleg) DPR

merupakan hal yang turut mempengaruhi suara tidak sah. Sebab pada saat

pemungutan suara, pemilih cenderung membiarkan surat suara DPR tidak

dicoblos atau dicoblos dengan cara tidak tepat, seperti coblos ganda di kolom

yang berbeda. Sosialisasi oleh para calon aggota legislatif (caleg) penting

dilakukan untuk memberikan pengetahuan terhadap para pemilih, sehingga

memiliki preferensi untuk memilih calon yang sesuai dengan aspirasi politik

mereka. Minimnya sosialisasi dinilai menyebabkan pemilih tidak mencoblos

caleg DPR, membiarkannya kosog, meskpiun demikian tetap dimasukkan dalam

kotak suara, sehingga suara yang diberikan menjadi tidak sah. Hal ini

disampaikan oleh seluruh penyelenggara pemilu di Dapil II Provinsi Banten baik

di Kabupaten Serang maupun di Kota Cilegon. Hal yang sama juga disampaikan

oleh penyelenggara pada tingkat adhoc di Desa Limus Nunggal (PPS) Kecamatan

Cileungsi (PPK) Kabupaten Bogor. Hal yang sama juga disampaikan oleh PPK

Kecamatan Winong, PPS dan KPPS Desa Winong, Kecamatan Winong Kabupaten

Pati, Jawa Tengah.

Terbatasnya akses, luasnya wilayah dapil dan waktu merupakan kendala paling

utama yang dihadapi oleh caleg DPR untuk melakukan sosialisasi sampai ke

tingkat pemilih paling bawah di desa. Hal ini diperparah dengan kinerja mesin

partai yang tidak bekerja cukup baik dalam memberikan dukungan sosialisasi

kepada caleg. Menurut anggota Bapilu Partai Demokrat Kabupaten Serang, salah

satu upaya untuk membangun hubungan emosional dengan pemilih adalah

melalui sosialisasi. Kedekatan caleg dengan pemilih menjadi sangat penting

ketika pilihan politik masyarakat tidak linear dengan pilihan terhadap partai

politik pada tiap tingkatan pemilihan calon anggota legislatif. Pemilih mulai

selektif dalam menentukan wakil mereka pada tingkat DPR, DPRD Provinsi dan

Kabupaten.

Terbatasnya waktu caleg DPR seringkali menjadi kendala utama bagi partai

dalam memberikan dukungan sosialisasi langsung kepada masyarakat. Beberapa

inisiatif pertemuan langsung dengan masyarakat yang melibatkan caleg DPR,

DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota dalam satu wilayah pemilihan yang

sama, seringkali tidak dihadiri oleh caleg DPR karena jadwal kampanye yang

padat. Disisi lain, persaingan politik internal dalam sosialisasi atau kampanye

caleg yang dilakukan tim sukses dari partai politik, kerap kali didominasi oleh

caleg lokal DPRD, sehingga caleg DPR ‘seolah’ berjuang sendiri dalam meraih

dukungan masyarakat. Kondisi ini bertambah berat ketika sosialisasi caleg

‘dimanfaatkan’ oleh masyarakat sebagai kesempatan menuntut atau meminta

imbalan kepada mereka, seperti yang nyatakan oleh salah seorang aktivis

pemantau di Jawa Tengah.

Page 36: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

33

“Pernah ada caleg DPR dari Gerindra yang mengeluhkan kepada saya,

bahwa tidak repot apabila melakukan pertemuan-pertemuan dengan

masyarakat selalu saja ujungnya adalah uang, dia senang kalau saya

temani, soalnya tidak selalu harus mengeluarkan uang. Sebenarnya

perilaku ini karena masyarakat telah terbiasa dengan pembagian uang

pada saat pemilu, apalagi dalam pilkada, pembagian uang kepada

masyarakat sudah bukan lagi rahasia umum, telah dilakukan secara

terang-terangan. Soalnya lagi, ada anggapan di masyarakat bahwa caleg

ketika sudah terpilih akan melupakan yang memilihnya, maka pada saat

pemilu merupakan waktu yang tempat untuk mendapatkan sesuatu dari

para caleg.”17

Pengamat politik Untirta Banten berpendapat idealnya pencalegan adalah

sebuah proses politik yang berjalan seiring dengan proses pengkaderan pada

partai politik sehingga proses sosialisasi caleg idealnya berjalan seiring dengan

kiprah partai politik di tengah masyarakat. Jika pencalonan anggota legislatif

adalah sebuah proses pengkaderan, sistem proporsional terbuka yang ada pada

saat ini tidak akan berdampak pada persaingan antar caleg dalam satu partai

yang sama.

Hasil sosialisasi caleg DPR yang dilakukan hanya menjelang masa pemilihan

(masa kampanye caleg) tentu saja tidak akan maksimal. Namun demikian, proses

sosialisasi caleg DPR bukan tidak ada jalan keluarnya, sosialisasi caleg DPR

dimungkinkan untuk dilakukan secara bersamaan dengan caleg DPRD Provinsi

dan DPRD Kabupaten/ Kota. Sayangnya, istilah kerjasama yang lazim disebut

dengan tandem ini sebagian besar hanya terjadi pada sosialisasi dengan

menggunakan media, baik media massa maupun media luar ruang seperti

spanduk, leaflet dan sebagainya, praktis hanya sedikit caleg DPR dan partai

politik yang melakuka tandem untuk sosialisasi langsung kepada masyarakat

pemilih.

Kinerja Saksi

KPU mengatur keberadaan 1 (satu) orang saksi partai politik di tiap TPS.

Keberadaan saksi partai dalam tiap TPS menjadi sangat penting untuk menjaga

pemilu legislatif berlangsung secara jujur, adil, transparan dan berlangsung

sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh KPU. Bagi partai politik,

keberadaan saksi tentu saja untuk menjaga perolehan suara partai dan caleg

partai. Namun demikian pada pemilu legislatif 2014, hanya sebagian kecil partai

yang menempatkan saksinya di tiap TPS. Tidak dilakukannya bimtek terhadap

saksi membuat kesadaran saksi sebagai perwakilan partai masih cukup rendah,

17 Hasil wawancara dengan aktivis pemantau lokal Jawa Tengah, tanggal 8 Agustus 2014

Page 37: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

34

sebagaian besar saksi memposisikan dirinya sebagai saksi caleg sehingga peran

saksi untuk menjaga pemilu tidak berjalan maksimal.

Kemampuan untuk menempatkan saksi partai politik di tiap TPS menjadi

kendala tersendiri bagi partai politik tertentu. Besarnya biaya yang harus

dikeluarkan dan akses terhadap sumberdaya saksi menjadi kendala utama yang

dihadapi partai politik. Menurut anggota Bapilu Partai Demokrat Kabupaten

Serang, untuk menempatkan saksi partai yang baik di tiap TPS tentu

membutuhkan biaya yang besar. Biaya tersebut tidak hanya untuk memobilisasi

saksi ke TPS tetapi juga untuk biaya bimtek saksi. Hal ini diakui oleh anggota

Bappilu Partai Bulan Bintang Cabang Pati bahwa hanya partai politik yang

memiliki dana besar saja yang mampu merekrut saksi.

Secara internal partai, keberadaan dana saksi dan kepentingan pribadi caleg

incumbent yang berasal dari pengurus partai menjadi kendala tersendiri bagi

caleg berhubungan dengan saksi. Karena bagaimana-pun saksi akan bekerja bagi

caleg yang mendanai kerja mereka. Praktik tranksaksional antara caleg dan saksi

berimplikasi terhadap sulitnya akses untuk mendapatkan form C1 pemilu

legislatif 2014 dari saksi yang ‘bekerja’ untuk caleg incumbent atau pengurus

partai. Untuk menjaga perolehan suara caleg, umumnya caleg mengutus saksi

untuk berada diluar TPS yang fungsinya mencatat semua proses pemilihan

termasuk proses penghitungan perolehan suara caleg, namun hal ini tentu

sangat sulit dilakukan oleh caleg DPR yang kebutuhan saksinya jauh lebih besar

dibanding caleg DPRD provinsi atau Kabupaten/ Kota.

Page 38: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

35

BAB V POLITIK UANG DALAM REKAPITULASI SUARA

Politik uang menjadi perbincangan yang jamak terjadi pada setiap proses

pemilihan baik pada pemilu nasional maupun pada pilkada. Meskipun tidak

terkait langsung dengan penetapan suara sah dan tidak sah DPR, maraknya

pelanggaran yang dilakukan karena politik uang pada pemilu legislatif 2014

sudah menjadi konsumsi media massa dan pemantau pemilu. Kurangnya alat

bukti menyebabkan tindak lanjut atas laporan dan temuan pelanggaran politik

uang menjadi kendala tersendiri bagi pengawas pemilu.

Modus Politik Uang di Tingkat Penyelenggara

Berdasarkan temuan lapangan, modus politik uang terhadap penyelenggara

pemilu adalah dalam rangka menambahkan perolehan suara. Calon legislatif

yang tidak mendapatkan cukup suara melakukan ‘pendekatan’ kepada

penyelenggara pemilu untuk menambahkan suara peroleh mereka dengan

mengambil suara dari calon lain dari partai politik yang sama. ‘Pendekatan’

tersebut dilakukan mulai dari penyelenggara pemilu di tingkat adhoc hingga

pada tingkat komisioner KPU di tingkat Kabupaten/Kota.

Seperti pernyataan Panwascam Kramat Watu, Kabupaten Serang salah satu

modus politik uang yang terjadi ditingkat penyelenggara pemilu (PPK dan PPS)

adalah mengurangi perolehan suara partai dan menambahkannya kepada

perolehan suara caleg tertentu pada partai yang sama. Modus seperti ini

terbongkar karena adanya keberatan saksi pada proses rekapitulasi atau pleno

di tingkat KPU Kabupaten / Kota melalui Form Model DB-2. Menurut Panwascam

Kramat Watu Kabupaten Serang, modus pelanggaran seperti ini terjadi di

Kecamatan Gunung Sari (PPK) Desa Tamiang (PPS) Kabupaten Serang.

Kasus serupa terjadi Desa Sukajaya, terdapat PPS yang mengelembungkan suara

salah satu caleg dengan mengurangi dari caleg lain dari partai yang sama. Kasus

tersebut sempat diekspos oleh media cetak (Koransindo, 25 April 2014) terkait

dengan calon anggota legislatif DPR RI dari Partai Demokrasi Indonesia

Page 39: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

36

Perjuangan (PDIP) nomor urut 5. Dalam pleno KPU untuk Kecamatan Sukajaya

diputuskan bahwa untuk PDIP tingkat DPR RI, suara partai yang semula 311 di

kembalikan menjadi 721, sementara suara caleg DPR RI nomor urut 5, Indra

Simatupang yang semula 1.432 dikembalikan menjadi 722. Perhitungan tersebut

sesuai dengan rekapitulasi dokumen asli D1 tingkat desa yang dimiliki oleh PPK,

Panwas Kabupatenten Bogor dan para saksi. Atas kejadian tersebut, KPPS dan

PPS yang bersangkutan telah dilakukan pemecatan. Di Jawa Tengah, kasus

penggelumbungan suara terjadi di Desa Prawoto, Kecamatan Sukolilo,

Kabupaten Pati, karena salah satu calon legislatif menang secara mutlak

sehingga KPU Kabupaten Pati didesak oleh masyarakat untuk melakukan

pemungutan suara ulang atau perhitungan ulang. KPU Kabupaten Pati akhirya

melakukan perhitungan ulang dan memecat anggota KPPS yang terindikasi

melakukan kecurangan.

‘Pendekatan’ oleh caleg terhadap penyelenggara pemilu juga terjadi pada tingkat

KPU Kabupaten/Kota dalam rangka meminta penambahan suara. Hal ini diakui

oleh Ketua KPU Kabupaten Pati bahwa memang ada permintaan tersebut dari

caleg, meski disadari permintaan tersebut pasti akan ditolak.18 Namun demikian

modus politik uang terhadap penyelenggara, lebih rentan dilakukan pada tingkat

PPS dan KPPS, contoh yang disinyalir oleh anggota KPU Kabupaten Bogor, bahwa

terdapat KPPS yang menyebarkan C6 disertai dengan amplop berisi uang. Ini

menunjukkan bahwa terdapat persoalan netralitas yang sumbernya adalah

politik uang.

Praktik politik uang lebih rentan terhadap KPPS dan PPS, karena mereka

memegang daftar pemilih serta pihak yang pertama kali melakukan perhitungan

dan rekapitulasi suara, sehingga mereka lebih mengetahui jumlah pemilih yang

datang pada saat pemungutan, serta jumlah surat suara terpakai dan tidak.

Keberadaan saksi pada saat perhitungan hampir bisa dikatakan tidak efektif

sama sekali, sudah menjadi rahasia umum target mereka hanya mendapatkan C1

saja tanpa mengawasi proses perhitungan suara.

Salah satu kendala pengawas pemilu adalah terkait dengan keberadaan alat

bukti pendukung laporan pelanggaran politik uang, seperti dihadapi oleh

Panwascam Kecamatan Kramat Watu dalam menindaklanjuti laporan politik

uang, terutama yang dilakukan oleh caleg. Kurangnya barang bukti membuat

laporan masyarakat terkait dengan politik uang, tidak bisa ditindaklanjuti ke

tingkat yang lebih tinggi untuk dilakukan penindakan.

18 Hasil wawancara dengan Ketua KPU Kabupaten Pati, 11 Agustus 2014

Page 40: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

37

Menurut pengamat politik Untirta Banten yang juga mantan pengawas pemilu

Kota Serang, saat ini politik uang berevolusi dengan sangat luar biasa sehingga

tampil dalam kemasan yang lebih kasat mata. Keterlibatan langsung pengawas

dalam setiap tahapan pemilu menjadi penting ketika unsur penindakan seperti

kepolisian dan kejaksaan berada diluar struktur pengawas pemilu.

Modus Politik Uang di Tingkat Pemilih

Pemilih merupakan sasaran paling penting dalam politik uang. Mempengaruhi

pilihan pemilih dengan menggunakan uang semakin marak terjadi seiring

maraknya pilkada yang terjadi di daerah. Modus politik uang yang terjadi di

tingkat pemilih semakin beragam dan tampil lebih kasat mata, mulai dari

pemberian sembako sampai dengan memfasilitasi kegiatan keagamaan dan

sosial kemasyarakatan lainnya.

Identiknya pencaleg-an dengan bagi-bagi uang menyebabkan keengganan

tersendiri bagi caleg untuk terjun langsung melakukan sosialisasi ke tengah-

tengah masyarakat. Menurut anggota Bapilu partai Demokrat Kabupaten Serang,

bagi caleg yang belum mengakar kuat di masyarakat atau caleg baru, biaya

politik untuk melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat tentu akan lebih

besar dibanding caleg incumbent.

Praktik politik uang membuat kerja caleg berlangsung secara instan dan

pragamatis. Kalkulasi mereka didasarkan bahwa sosialisasi politik yang

dilakukan dalam jangka waktu panjang untuk mendapatkan dukungan

masyarakat tidaklah efektif, karena caleg yang memiliki modal akan melakukan

pendekatan kepada masyarakat dengan metode “sembako politik”, dengan cara

membagi-bagikan uang atau sembako.19 Di sisi masyarakat sendiri, “sembako

politik” telah menjadi konsekuensi dari transaksi politik. Untuk memilih calon

anggota legislatif masyarakat akan bertanya “saya akan mendapatkan apa?”,

sehingga bagi caleg yang tidak memiliki modal besar, bekerja dalam jangka

waktu panjang akan menjadi percuma.20

Menurut pengamat politik Untirta Banten, maraknya pilkada yang terjadi di

daerah membuat masyarakt cenderung pragmatis dalam memilih pemimpin.

Dalam kondisi seperti ini terlebih pada karakter masyarakat pemilih yang

sebagain besar pilihan masyarakat masih merujuk kepada pilihan pemimpin

lokal, mengharapkan masyarakat sebagai pelapor terlebih sebagai saksi dalam

politik uang tentu bukan perkara mudah. Untuk itu pengawas pemilu harus lebih

proaktif dan terlibat langsung dalam kegiatan caleg di masyarakat pada masa

19 hasil wawancara dengan anggota KPU Kabupaten Bogor, 25 Agustus 2014. 20 hasil wawancara dengan salah satu pengurus Partai Bulan Bintang, 10 Agustus 2014.

Page 41: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

38

pemilihan. Besar kemungkinan kegiatan tersebut akan mengarah pada politik

uang.

Page 42: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

39

BAB VI KESIMPULAN

Fenomena suara tidak sah dalam pemilu legislatif 2014 untuk pemilihan calon

anggota DPR, berdasaran temuan-temuan dalam penelitian ini dapat

diketegorikan ke dalam dua jenis faktor, yaitu faktor yang secara tidak langsung

memiliki potensi menyebabkan suara pemilih menjadi tidak sah dan faktor yang

secara langsung memiliki potensi cukup besar menyebabkan suara tidak sah

dalam pemilu.

Suara tidak sah yang disebabkan oleh faktor tidak langsung, terkait dengan

kapasitas penyelenggara di tingkat adhoc dalam proses perhitungan dan

rekapitulasi suara. Keterbatasan penyelenggaraan bimbingan teknis,

ketersediaan buku panduan yang terbatas, merupakan aspek-aspek yang

mempengaruhi kapasitas penyelenggara di tingkat adhoc. Keterbatasan tersebut

merupakan klasik dalam implementasi kebijakan dan program, terkait dengan

alokasi anggaran dari pemerintah yang tidak memperhatikan proporsi dan bobot

kerja, yang tentunya berimplikasi terhadap reward bagi penyelenggara pemilu di

tingkat adhoc (PPK, PPS dan KPPS). Oleh karena itu, pada tingkat ini,

penyelenggara menjadi rentan terhadap politik uang.

Suara tidak sah yang disebabkan oleh faktor kedua, terkat dengan perilaku

pemilih. Beberapa pola perilaku pemilih yang menyebabkan suara tidak sah

dapat dikategori menjadi: (1) tidak dicoblos karena pemilih tidak mengenal

calon anggota legislatif DPR di wilayahnya, (2) tidak dicoblos karena tidak

menyukai calon anggota legislatif DPR di wilayahnya, (3) mencoblos ganda

karena masyarakat mendapatkan uang/barang dari beberapa calon, (4)

mencoblos ganda karena ketidaktahuan cara mencoblos yang benar, (5)

mencoblos ganda karena masyarakat lebih menyukai partai tertentu dan lebih

menyukai calon tertentu yang berbeda dari partai yang dipilihnya.

Politik uang bagaimanapun memiliki konstribusi yang cukup besar, baik secara

langsung atau tidak langsung terhadap fenomen suara tidak sah. Politik uang

menjadikan kinerja penyelenggara menjadi tidak professional dan independen,

serta membentuk budaya transaksional pada tingkat pemilih.

Page 43: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

LAMPIRAN-1. TABEL PERBANDINGAN JUMLAH SUARA TIDAK SAH NASIONAL DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR PEMILU 2009 DAN 2014

WILAYAH

PEMILU LEGISLATIF 2009 PEMILU LEGISLATIF 2014

SELISIH SUARA TIDAK SAH 2009 DAN

2014(%)

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA TIDAK

SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

ACEH DARUSSALAM 2266713 1828915 427798 18.87% 2,615,264 2,316,226 299,038 11.43% -7.44%

SUMATERA UTARA 3,875,211 3,448,882 426,329 11.00% 6,864,446 6,124,359 740,087 10.78% -0.22%

SUMATERA BARAT 2,223,239 2,022,541 200,698 9.03% 2,564,270 2,405,339 158,931 6.20% -2.83%

RIAU 2,292,893 2,034,649 258,244 11.26% 2,971,237 2,669,684 301,837 10.16% -1.10%

JAMBI 1,556,080 1,292,650 263,430 16.93% 1,962,604 1,691,958 270,646 13.79% -3.14%

SUMATERA SELATAN 3,982,645 3,458,250 524,395 13.17% 4,523,025 3,942,859 580,166 12.83% -0.34%

BENGKULU 907,816 758,696 149,120 16.43% 1,106,368 923,755 182,620 16.51% 0.08%

LAMPUNG 3,978,504 3,491,266 487,238 12.25% 4,474,348 4,059,500 414,848 9.27% -2.98%

BANGKA BELITUNG 545,812 459,227 86,585 15.86% 683,962 583,447 100,515 14.70% -1.17%

KEPULAUAN RIAU 673,412 593,568 79,844 11.86% 916,141 822,336 93,805 10.24% -1.62%

DKI JAKARTA 4,327,596 4,091,951 235,645 5.45% 5,272,656 4,891,034 381,946 7.24% 1.80%

JAWA BARAT 21,204,505 18,651,604 2,552,901 12.04% 23,712,918 21,190,627 2,522,291 10.64% -1.40%

JAWA TENGAH 18,663,295 15,072,888 3,590,407 19.24% 20,044,535 17,603,459 2,441,076 12.18% -7.06%

YOGYAKARTA 2,007,359 1,752,775 254,584 12.68% 2,218,613 2,059,453 159,160 7.17% -5.51%

JAWA TIMUR 20,201,770 16,289,604 3,912,166 19.37% 22,965,758 19,992,320 2,973,438 12.95% -6.42%

BANTEN 4,716,108 3,990,958 725,150 15.38% 5,717,047 4,841,859 875,188 15.31% -0.07%

BALI 2,045,675 1,699,468 346,207 16.92% 2,309,574 2,024,250 285,324 12.35% -4.57% NUSA TENGGARA BARAT 2,354,271 1,962,300 391,971 16.65% 2,760,082 2,412,489 347,593 12.59% -4.06%

Page 44: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

NUSA TENGGARA TIMUR 2,247,057 2,051,582 195,475 8.70% 2,471,976 2,355,161 116,815 4.73% -3.97%

KALIMANTAN BARAT 2,314,404 2,036,704 277,700 12.00% 2,718,796 2,478,262 240,534 8.85% -3.15%

KALIMANTAN TENGAH 1,044,569 872,362 172,207 16.49% 1,290,519 1,139,544 150,975 11.70% -4.79% KALIMANTAN SELATAN 1,769,528 1,463,490 306,038 17.29% 2,110,594 1,837,931 272,663 12.92% -4.38%

KALIMANTAN TIMUR 1,578,755 1,355,072 223,683 14.17% 2,058,150 1,798,439 259,711 12.62% -1.55%

SULAWESI UTARA 1,323,131 1,239,392 83,739 6.33% 1,502,281 1,409,946 92,335 6.15% -0.18%

SULAWESI TENGAH 1,296,819 1,199,830 96,989 7.48% 1,497,362 1,424,748 72,614 4.85% -2.63%

SULAWESI SELATAN 4,132,962 3,688,770 444,192 10.75% 4,718,630 4,404,165 314,465 6.66% -4.08%

SULAWESI TENGGARA 1,120,277 993,592 126,685 11.31% 1,321,247 1,180,733 140,514 10.63% -0.67%

GORONTALO 572,519 532,055 40,464 7.07% 663,625 636,654 26,971 4.06% -3.00%

SULAWESI BARAT 587,334 531,544 55,790 9.50% 708,622 659,966 48,656 6.87% -2.63%

MALUKU 827,591 772,579 55,012 6.65% 970,864 927,338 43,526 4.48% -2.16%

MALUKU UTARA 550,236 519,735 30,501 5.54% 681,386 627,645 53,741 7.89% 2.34%

PAPUA 1,851,783 1,719,581 132,202 7.14% 3,044,737 2,963,280 83,748 2.75% -4.39%

PAPUA BARAT 423,752 381,121 42,631 10.06% 604,554 573,725 30,829 5.10% -4.96%

NASIONAL 119,463,621 102,257,601 17,196,020 14.39% 140,046,191 124,972,491 15,076,606 10.77% -3.63%

Page 45: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

LAMPIRAN-2. TABEL PERBANDINGAN JUMLAH SUARA TIDAK SAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR PEMILU 2009 DAN 2014, DAERAH PEMILIHAN (DAPIL) BANTEN

WILAYAH

PEMILU LEGISLATIF 2009 PEMILU LEGISLATIF 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Banten I 1,238,394 1,096,140 142,254 11.49% 1,320,575 1,173,116 147,459 11.17% -0.32%

Banten II 1,124,902 881,539 243,363 21.63% 1,397,779 1,084,829 312,950 22.39% 0.75%

Banten III 2,352,812 2,013,279 339,533 14.43% 2,998,693 2,583,914 414,779 13.83% -0.60%

PROVINSI 4,716,108 3,990,958 725,150 15.38% 5,717,047 4,841,859 875,188 15.31% -0.07%

Page 46: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

LAMPIRAN-3. TABEL PERBANDINGAN JUMLAH SUARA TIDAK SAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR PEMILU 2009 DAN 2014, DAERAH PEMILIHAN (DAPIL) JAWA BARAT

WILAYAH

PEMILU LEGISLATIF 2009 PEMILU LEGISLATIF 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Jawa Barat I 1,465,457 1,359,286 106,171 7.24% 1,539,685 1,430,718 108,967 7.08% -0.17%

Jawa Barat II 2,374,747 2,110,564 264,183 11.12% 2,686,258 2,422,939 263,319 9.80% -1.32%

Jawa Barat III 1,475,680 1,285,153 190,527 12.91% 1,669,449 1,486,032 183,417 10.99% -1.92%

Jawa Barat IV 1,299,949 1,138,111 161,838 12.45% 1,432,599 1,283,060 149,539 10.44% -2.01%

Jawa Barat V 2,113,904 1,857,028 256,876 12.15% 2,421,667 2,093,772 327,895 13.54% 1.39%

Jawa Barat VI 1,712,111 1,541,492 170,619 9.97% 1,973,418 1,799,370 174,048 8.82% -1.15%

Jawa Barat VII 2,551,802 2,151,500 400,302 15.69% 3,166,410 2,762,436 403,974 12.76% -2.93%

Jawa Barat VIII 2,057,115 1,764,426 292,689 14.23% 2,218,567 1,953,002 265,565 11.97% -2.26%

Jawa Barat IX 2,144,095 1,853,503 290,592 13.55% 2,277,717 2,019,474 258,243 11.34% -2.22%

Jawa Barat X 1,553,547 1,392,549 160,998 10.36% 1,625,911 1,495,569 130,342 8.02% -2.35%

Jawa Barat XI 2,456,098 2,197,992 258,106 10.51% 2,701,237 2,444,255 256,982 9.51% -1.00%

PROVINSI 21,204,505 16,453,612 4,750,893 22.41% 23,712,918 18,746,372 4,966,546 20.94% -1.46%

Page 47: Faktor-faktor Suara Tidak Sah dalam Pemilihan Anggota Legislatif ...

Laporan Penelitian Suara Tidak Sah, LP3ES-IFES

LAMPIRAN-4. TABEL PERBANDINGAN JUMLAH SUARA TIDAK SAH DALAM PEMILIHAN ANGGOTA LEGISLATIF DPR PEMILU 2009 DAN 2014, DAERAH PEMILIHAN (DAPIL) JAWA BARAT

WILAYAH

PEMILU LEGISLATIF 2009 PEMILU LEGISLATIF 2014 SELISIH SUARA

TIDAK SAH 2009 DAN 2014(%)

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

VOTER TURN-OUT

SUARA SAH SUARA

TIDAK SAH

PERSENTASE SUARA

TIDAK SAH

Jawa Tengah I 1,957,199 1,601,513 355,686 18.17% 2,150,169 1,859,104 291,065 13.54% -4.64%

Jawa Tengah II 1,601,222 1,248,603 352,619 22.02% 1,806,337 1,579,820 226,517 12.54% -9.48%

Jawa Tengah III 2,376,143 1,781,396 594,747 25.03% 2,483,128 2,071,932 411,196 16.56% -8.47%

Jawa Tengah IV 1,625,940 1,302,854 323,086 19.87% 1,701,916 1,528,134 173,782 10.21% -9.66%

Jawa Tengah V 2,049,889 1,689,712 360,177 17.57% 2,226,910 2,010,828 216,082 9.70% -7.87%

Jawa Tengah VI 2,146,403 1,794,470 351,933 16.40% 2,281,067 2,014,315 266,752 11.69% -4.70%

Jawa Tengah VII 1,656,717 1,364,340 292,377 17.65% 1,778,920 1,575,575 203,345 11.43% -6.22%

Jawa Tengah VIII 1,835,060 1,614,834 220,226 12.00% 1,905,589 1,774,130 131,459 6.90% -5.10%

Jawa Tengah IX 1,715,582 1,402,283 313,299 18.26% 1,858,301 1,635,975 222,326 11.96% -6.30%

Jawa Tengah X 1,699,140 1,272,883 426,257 25.09% 1,852,198 1,553,646 298,552 16.12% -8.97%

PROVINSI 18,663,295 15,072,888 3,590,407 19.24% 20,044,535 17,603,459 2,441,076 12.18% -7.06%