Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

6
1 Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini Oleh: Fadh Ahmad Arifan 1 Islam liberal atau yang popular dengan sebutan JIL adalah organisasi yang terang-terangan mengusung agenda Sekularisme, Kebebesan berekspresi, Gender, dan Pembelaan terhadap kaum Minoritas. JIL muncul dalam rangka untuk merespon maraknya Islam fundamentalis yang dianggap akan mengancam iklim kedamaian dan toleransi beragama di Indonesia. 2 Sejarah kelahiran JIL sejatinya diprakarsai oleh Goenawan Mohamad. JIL bukanlah lembaga formal seperti Muhammadiyah atau NU. JIL hanyalah organisasi yang bersifat cair dan „lepas‟. 3 Cikal bakal organisasi ini berasal dari kegiatan kongkow-kongkow anak-anak muda pengangguran jebolan pesantren, yang kemudian oleh Goenawan ditampung sebagai pekerja di lingkungan utan kayu, tempat radio 68H milik Goenawan bermarkas. 4 1 Penulis adalah Alumni MAN 3 Malang dan juga telah menyelesaikan S2 Studi Islam di UIN Malang 2 Lihat Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus, Tipologi Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia, hal. 489 dalam Islam, Negara dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta: Paramadina, 2005); Muhammad Ali, “The rise of The liberal Islam Network (JIL) in Contemporary Indonesiahal 4. Dalam The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol 22 tahun 2005 3 Budhy Munawar-Rachman, Sekulerisme, Liberalisme dan Pluralisme: Islam Progresif dan Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Grasindo, 2010), hal 30-31. 4 Ibnu hamid, “Peta Pembela Ahmadiyah” dalam http://khabarislam.wordpress.com

description

The activities of The Liberal islam network (JIL) in which coordinated by saidiman ahmad is getting worst now, they are not as stronger as before. It may caused of their funding has been stopped by the foundations. It can be seen, there is donation columns on their official website. Besides, JIL has been left by their leader because they are joining on political party. Indeed, Muslims have to aware with their new vehicles likes freedom institute, community Salihara, Moderate Muslim Society (MMS), the National Alliance for Freedom of Religion and Belief (AKKBB), KEMI, indonesia without discrimination movement or Indonesia without FPI, Beda-Isme movement until de-radicalization of Islam project.

Transcript of Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

Page 1: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

1

Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

Oleh: Fadh Ahmad Arifan1

Islam liberal atau yang popular dengan sebutan JIL adalah organisasi yang terang-terangan

mengusung agenda Sekularisme, Kebebesan berekspresi, Gender, dan Pembelaan terhadap

kaum Minoritas. JIL muncul dalam rangka untuk merespon maraknya Islam fundamentalis

yang dianggap akan mengancam iklim kedamaian dan toleransi beragama di Indonesia.2

Sejarah kelahiran JIL sejatinya diprakarsai oleh Goenawan Mohamad. JIL bukanlah lembaga

formal seperti Muhammadiyah atau NU. JIL hanyalah organisasi yang bersifat cair dan

„lepas‟.3 Cikal bakal organisasi ini berasal dari kegiatan kongkow-kongkow anak-anak muda

pengangguran jebolan pesantren, yang kemudian oleh Goenawan ditampung sebagai pekerja

di lingkungan utan kayu, tempat radio 68H milik Goenawan bermarkas.4

1 Penulis adalah Alumni MAN 3 Malang dan juga telah menyelesaikan S2 Studi Islam di UIN Malang

2 Lihat Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus, “Tipologi Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia”,

hal. 489 dalam Islam, Negara dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta:

Paramadina, 2005); Muhammad Ali, “The rise of The liberal Islam Network (JIL) in Contemporary

Indonesia” hal 4. Dalam The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol 22 tahun 2005 3Budhy Munawar-Rachman, Sekulerisme, Liberalisme dan Pluralisme: Islam Progresif dan

Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Grasindo, 2010), hal 30-31. 4 Ibnu hamid, “Peta Pembela Ahmadiyah” dalam http://khabarislam.wordpress.com

Page 2: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

2

Istilah Islam liberal awalnya tidak terlalu dikenal dan diperhatikan Muslim di Indonesia.

Ditambah lagi jumlah pendukungnya amat kecil. Istilah itu justru menjadi amat populer

setelah dikeluarkannya fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan bahwa faham liberalisme

adalah sesat dan menganut faham itu adalah haram. Jadi, terlepas dari perdebatan tentang

keabsahan fatwa itu, istilah Islam liberal di Indonesia justru dipopulerkan oleh pihak

penentangnya.5

Jauh sebelum JIL eksis, geliat kaum liberal di mulai pada tahun 1970-an, pasca Harun

Nasution pulang dari Kanada. Harun sendirilah yang dikenal sebagai lokomotif liberalisme di

Indonesia melalui lembaga perguruan tinggi. Ketika pemerintah, dalam hal ini Menteri

Agama (Menag) A.Mukti „Ali menunjuk dia sebagai Rektor IAIN Jakarta, program

liberalisasi pemikiran Islam resmi digulirkan.6 Boleh jadi karena merasa belajar Islam di

dunia barat dipandang lebih terhormat dan “keren” daripada belajar di Timur Tengah,

sehingga cara pandang terhadap Islam sendiri sudah dipengaruhi ajaran Sekulerisme,

Pluralisme agama, dan Liberalisme (SEPILIS).

Biasanya setelah tamat menimba ilmu agama di berbagai Universitas Barat. Orang-orang

liberal sebangsa Harun nasution, Cak Nur, Lutfi As-Syaukanie, dkk mulai menjalankan misi-

misi titipan dari dunia Barat yang pada akhirnya bertujuan untuk merusak Islam dengan

tangan orang Islam itu sendiri.7

Misi-misi titipan yang akan diperjuangkan oleh kaum liberal yang kebanyakan alumni

Barat/Islamic studies adalah: Pertama, mereka mendirikan berbagai jaringan, kelompok,

Lembaga survei/LSM berkedok studi Agama, Budaya dan Demokrasi. Contohnya jaringan

Islam liberal (JIL), Institut Studi Arus Informasi (ISAI), yayasan Paramadina, Desantara,

Lakpesdam NU, PUAN Amal Hayati, International Center for Islam and Pluralism (ICIP),

5 Atho‟ Mudzhar, Gerakan Islam Liberal, hal 1. Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional Tajdid

Pemikiran Islam, dengan tema: “Menyatukan Khazanah Pemikiran Umat Islam di Era Globalisai dan

Liberalisasi,” yang diselenggarakan atas kerjasama Yayasan Dakwah Islam Malaysia-Indonesia (YADMI),

UIN Sunan Gunung Djati Bandung, pada tanggal 21 Oktober 2009. 6 Menurut Adian Husaini, di tangan Harun-lah UIN/IAIN/STAIN berhasil di “Mu‟tazilah-kan”. Tentunya

keberhasilan Harun menggeser dan mengubah model pemikiran di lingkungan IAIN ketika itu tak lepas

dari dukungan politik dari pemerintah Orde Baru. Lihat Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam

Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Gema insani, 2006) 7 William Montogomerry Watt berpendapat, mereka yang disebut liberal adalah orang-orang Islam yang

banyak memahami Islam dengan sudut pandang Barat dan melakukan kritik-kritik terhadap Islam baik

secara implisit atau eksplisit, tapi mereka masih mengaku sebagai Muslim. Baca: William Montogomery

watt, Islamic Fundamentalism and Modernity (London: Routletge, 1988)

Page 3: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

3

LK3, P3M, LkiS, Pusat studi agama dan Peradaban (PSAP) dan Indonesian Conference on

Religion and Peace (ICRP). Penting diketahui pembaca, ketika mereka mendirikan berbagai

macam lembaga/jaringan tersebut, mereka disokong penuh oleh The Asia foundation (TAF).8

Kedua, setelah mendirikan jaringan/lembaga, selanjutnya mereka akan berusaha menjadi

staf ahli di birokrasi pemerintah seperti Departemen Agama atau kalau beruntung nasibnya

bisa menduduki jabatan Menteri Agama.9 Kalau sudah mendominasi Departemen agama atau

menggapai jabatan Menteri Agama, mereka akan membubarkan MUI, membubarkan FPI,

membuat Kompilasi Hukum Islam versi mereka sendiri, membiarkan aliran sesat hidup

bahkan bisa-bisa kristenisasi dibiarkan.

Ketiga, berlomba-lomba menerbitkan dan menyebarkan majalah, jurnal, novel yang berbau

aliran kiri (baca: komunis), buku-buku yang mengandung ajaran Syi’ah dan Liberalisme yang

katanya mengatasnamakan Pembaruan Islam tetapi ujung-ujungnya menghantam Islam.

Contohnya: Fiqih Lintas Agama (Paramadina), Lubang Hitam Agama, Menggugat Otentitas

Wahyu Tuhan, Ijtihad Islam Liberal, Catatan Harian Ahmad Wahib (LP3ES), Sunnah-Syi‟ah

Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (Lentera hati), Jurnal Relief, Jurnal Justisia, Majalah

Syir‟ah, Aku Bangga Jadi Anak PKI, Novel Pelangi Melbourne (penerbit kompas, 2011).

Keempat, kaum liberal sering melontarkan berbagai propaganda opini dan pemikiran yang

seolah-olah dari Islam namun sebenarnya tidak ada akarnya dari Islam. Contoh: HAM,

kesetaraan Gender, Filsafat Perenial,10

tafsir Hermeneutika, Pluralisme agama,11

teologi

8 Hartono A. Jaiz, Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi, (Jakarta: Darul Falah, 2004). hal. 158-164.

Selain Asia foundation, kaum liberal juga dibiayai Ford foundation, RAND Corporation, dan USAID. 9 Ketika penyusunan Kabinet Indonesia bersatu II, nama Nasarudin Umar di sebut-sebut akan menjadi

kandidat kuat menteri agama RI. Namun, yang terpilih justru Suryadharma ali. Nasib Nasaruddin umar

sedikit beruntung karena di periode kedua kepemimpinan Presiden SBY, ia diangkat jadi Wakil Menteri

agama. Adapun Suryadharma adalah alumni IAIN Jakarta yang juga Ketua Umum PPP. Suryadharma

pernah sesumbar akan membubarkan Ahmadiyah pasca lebaran. Tapi hingga sekarang tidak jelas

kelanjutannya. 10

Filsafat Perennial merupakan ide pokok dari ajaran Kristen pada masa sekarang. Huston Smith melihat

bahwa ajaran Kristen yang otentik sebenarnya berserakan dalam tradisi Filsafat Perennial. Filsafat

Perennial dalam perkembangannya telah memunculkan gerakan-gerakan keagamaan semacam

Gnostisisme, Theosofi, Spiritualisme dan aliran-aliran lain yang berasal dari Timur. Salah satu pemikir

yang dianggap sebagai tokoh Filsafat Perennial adalah Frithjof Schuon. Lihat Dinar dewi Kania,

Mewaspadai Kebangkitan Filsafat Perenial, dalam Diskusi Sabtuan Insists, 16 April 2011 11

Tentang Pluralisme Agama, baca Anis Malik Thoha, Trend Pluralisme Agama (Jakarta: Gema insani,

2006); Stevri Indra Lumintang, Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam

Teologi Kristen Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 2004).

Page 4: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

4

pembebasan, teologi Inklusif, paham Multikulturalisme12

dan Demokrasi. Tak hanya itu,

mereka memecah belah umat Islam dengan klasifikasi kelompok dan istilah-istilah

membingungkan. Contohnya: Islam moderat, Islam abangan, Islam transnasional, Islam

peradaban, Islam kebenaran, Islam identitas,13

Islam teroris, Islam tradisional, dan Islam

fundamentalis/garis keras. Untuk mengkampanyekan Opini dan pemikirannya, kaum liberal

ini menitipkannya ke media-media seperti Radio 68H dan puluhan radio jaringannya.

Penulisan artikel di Jawa Pos, Kompas dan 70 koran lokal lainnya. Tak hanya koran, mereka

menggelar diskusi, seminar dan menerbitkan buku-buku yang berasal dari kegiatan JIL.14

Kelima, Dalam berbagai kesempatan mereka juga sangat semangat membela mati-matian

aliran sesat dan propaganda terorisme Amerika yang selalu merugikan Islam. Mereka juga

menjalin kerjasama dengan partai nasionalis untuk menguasai panggung politik sehingga

mereka bisa seenaknya membuat peraturan dan Undang-Undang yang sangat kontraproduktif

dengan Islam, seperti Asas Tunggal Pancasila, UU Terorisme, dan UU kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT). Tidak lupa juga mereka akan berusaha sekuat tenaga mencegah

penerapan syariat Islam seperti Piagam Jakarta, Perda pandai membaca Al-Qur‟an, Perda

Zakat, Perda anti maksiat, pengesahan UU anti Pornografi dan Pornoaksi.

Mengapa Para Liberalis, Pluralis dan Sekuleris begitu liar pemikirannya? Menurut Guru

Besar Fakultas Syari‟ah UIN Jakarta, Prof. DR. Huzaemah T. Yanggo, faktornya karena soal

pribadi, dolar dan popularitas.15

Bila menyimak buku 50 tokoh Islam Liberal Indonesia yang

ditulis Budi Handrianto, banyak pengusung liberalisme yang ternyata berasal dari keluarga

miskin di pelosok desa. Seperti Nurcholis Madjid, Ulil Abshor, Sukidi, Azyumardi Azra dan

12

Dalam buku Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan

SMK, terbitan Kementerian Agama RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA

Foundation dan Yayasan Rahima, dijelaskan maksud multikultural adalah “kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, atau

pun agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan, multikultural

memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.”. Dengan definisi semacam ini, kata Adian husaini, multikulturalisme sedang mendorong seorang

Muslim untuk melepas wawasan keimanannya. Muslim dijerat untuk berpikir, bahwa tiada beda antara

tauhid dan syirik. Agama diletakkan dalam ranah pribadi. Di ranah publik, semua harus diperlakukan

sama. Jangan peduli, apakah agama dan budaya itu sesat atau bejat. Yang penting agama, yang penting

budaya! Kata mereka, Negara tidak berurusan dengan soal kebenaran atau kesesatan. Negara harus bersikap

netral! Lihat Adian Husaini, Masih Percaya Multikulturalisme?, Koran Republika 19 April 2012, hal 24. 13

Istilah Islam kebenaran dan Islam identitas dipopulerkan oleh Tokoh Liberal asal Iran, Dr. Abdul Karim

Soroush. Lihat: Abdul Karim Soroush, Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, (Bandung: Mizan, 2002). 14

Budhy Munawar-Rachman, Sekulerisme... Op.Cit., hal 30. 15

Tabloid Suara Islam edisi 37, Tanggal 1-14 Februari 2008

Page 5: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

5

Komarudin Hidayat, maka tidak heran musuh-musuh Islam bisa membeli mereka dengan

harga murah. Diduga ketika mereka menimba ilmu ke Barat mengalami shock culture/gegar

budaya dimana akan terkagum kagum dengan paradigma Barat sehingga mereka kehilangan

daya kritis. Sebagian besar dari alumni barat ini tidak sadar bahwa dirinya sudah di

”brainwash” sehingga menjadi agen Barat untuk merusak Islam.

Eksistensi kaum liberal tidak boleh kita biarkan, karena ide-ide busuk yang mereka

sebarkan kepada generasi muda Islam dapat membuat generasi muda kita jadi ulama memble

alias tidak punya pendirian/pijakan kuat dalam menguatkan serta membela agama ini dari

serbuan kaum kafirin. Oleh karena itu untuk menangkal ide-ide busuk kaum liberal haruslah

dengan ilmu agama yang mumpuni seperti yang dilakukan cendekiawan Muslim dari INSIST

dan Majelis Intelektual dan Ulama muda Indonesia (MIUMI). Jika kaum liberal ini dibiarkan

merajalela, maka kemungkinan kitab-kitab turats yang selama ini dipakai di pesantren seperti

Fathul qarib dan Fathul Mu'in bisa tergantikan oleh buku "Fiqh lintas agama" dan buku

"Indahnya kawin Sejenis". Kemudian kitab 'Uqud al-Lujain karya Kiai Nawawi bisa diganti

dengan buku "Wajah baru relasi suami-istri" khayalan Kiai Husein Muhammad. Kitab

"Ulumul Qur'an" al-Suyuthi bisa saja akan tergantikan dengan “Hermeneutika” ala Nasr

Hamid. Puncaknya paham "Ahlu sunnah wal jamaah" akan tergeser oleh Agama Liberal.16

Saat ini sepak terjang JIL mulai melempem alias tak bertaji seperti ketika jaya-jayanya

dulu. Boleh jadi disebabkan dua hal: Pertama. kucuran dana buat mereka sudah dihentikan

oleh lembaga donor. Bisa dilihat di website resminya terdapat link “Donasi”. Kedua, JIL

ditinggalkan dedengkotnya yang kini menjadi anggota partai penguasa.17

Menurut Atho‟

16

M. Afif Hasan, Fragmentasi Ortodoksi Islam: Membongkar Akar Sekulerisme, (Malang: Pustaka

Bayan), hal 231 17

Ulil Abshar Abdalla bergabung ke Demokrat karena jasa Anas Urbanigrum. Dalam perjalanannya, ketika

Anas tersandung kasus Hambalang, Ulil bersama Didi Irawadi Syamsudin dan Rachland Nasidik mendesak

Anas untuk nonaktif. Bahkan, Ulil meminta Ketua Majelis Tinggi Demokrat segera menunjuk pengganti.

Ulah Ulil Abshar Abdalla sebagai orang baru di Partai Demokrat (PD) tetapi sudah berani berupaya

melengserkan Anas, membuat Ahmad Mubarok gerah. "Ulil itu orang baru, baru dua tahun di Demokrat. Jadi tidak etis beropini. Dia belum keringatan apapun. Nggak etis. Dia belajar dulu, hafalin mars

Demokrat," ceplos Mubarok. Akhirnya pasca ditetapkan sebagai tersangka, Anas pada 23 Februari resmi

berhenti sebagai ketua Umum. Ulil mengapresiasi keputusan Anas. Namun dimata Tridianto, loyalis anas

yang juga mantan ketua DPC Demokrat Cilacap, Jawa tengah. Ulil ini teman yang durhaka dan tega

mengkhianati Anas. Padahal yang mengjak dia ke Demokrat adalah Anas, tapi Ulil justru tidak tahu

berterima kasih. Sumber: Kompas Petang, “Anas di pusaran Hambalang” 23 Februari 2013 pk 17. 35

wib; rimanews.com “Mubarok: Ulil jangan bawa kebiasaan JIL ke Demokrat” 16 Februari 2013

Page 6: Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini

6

Mudzhar, pasca hengkangnya Ulil dari JIL, dinamika pemikiran dan gerakan Islam liberal

kembali adem ayem.18

Benarkah adem ayem? Mengakhiri tulisan ini, yang perlu diwaspadai umat Islam adalah

kendaraan lain kaum liberal seperti Fredoom Institute, Setara Institute, Komunitas Salihara,

Moderate Muslim Society (MMS), Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan

Berkeyakinan (AKKBB),19

KEMI20

, Gerakan „Indonesia tanpa Diskriminasi‟ yang didirikan

Denny JA,21

gerakan Indonesia tanpa FPI,22

gerakan Beda Isme hingga Proyek de-

Radikalisasi Islam yang tujuannya menggagalkan penegakan Syariat Islam.23

18

Lihat makalah Atho‟ Mudzhar, Gerakan Islam Liberal, hal 5. 19

AKKBB mendadak terkenal karena memprovokasi massa LPI pimpinan Munarman di Monas, peristiwa

itu bertepatan dengan isu pemerintah menaikkan BBM. Wajar saja jika Amin Rais menganggap kisruh di

Monas cukup ampuh mengalihkan isu kenaikan BBM. Berdasarkan iklan yang mereka buat di media massa

(lihat Media Indonesia edisi 26 Mei 2008 hal. 13), Kebanyakan gembong AKKBB adalah orang liberal,

pengusung paham pluralisme agama dengan Tokoh sentralnya Goenawan Mohamad. Tokoh pendukung

AKKBB lainnya ada yang dari kalangan Sosialis seperti Marsillam Simandjuntak, sosiolog Arif Budiman,

Daniel Dhakidae, dan alm Moeslim Abdurrahman. Dari kalangan politisi ada Indra J. Piliang (Politisi

Golkar), Jeffri Geovanie (Politisi partai Nasdem), Eva Kusuma Sundari dan Rieke Dyah Pitaloka (politisi

PDIP). Lihat: Tabloid Suara Islam “Ini dia Gembong AKKBB” edisi 46, Tanggal 20 Juni - 3 Juli 2008 20

Kaum liberal memakai nama “KEMI”, persis seperti judul novel karangan Adian Husaini. Struktur

KEMI sendiri diisi beberapa aktivis yang berperan besar atas berdirinya Jaringan Islam Liberal yakni Ulil

Abshar Abdalla (mantan Koordinator JIL) dan Luthfi Asysaukanie (Penggagas JIL). Selain dua tokoh

tersebut, ada juga nama-nama akademisi seperti Budy Munawar Rachman dan Kautsar Azhari Noer. 21

Gerakan ini dilauncing bersamaan dengan momentum Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober. Tapi, jika

melihat para pengusungnya dari kalangan liberal, bisa ditebak misi gerakan Indonesia tanpa diskriminasi

ini membela kelompok-kelompok minoritas seperti kaum homo-lesbian, ahmadiyah, Syiah dan aliran

sesat. Pimpinan Taruna Muslim, Alfian Tanjung mengatakan, “Sekarang JIL secara organisasi sudah mati,

tidak ada kucuran dana, maka orang-orangnya mencari kerjaan lagi dengan cara lain ya membuat gerakan

„Indonesia Tanpa Diskriminasi‟ yang dicoba dijual ke AS, maupun negara donor lainnya,” Lihat: Achsin,

“Ini Dia Kebusukan Gerakan ‘Indonesia Tanpa Diskriminasi„” dalam www.Itoday.co.id 22

Gerakan Indonesia Tanpa FPI merupakan gerakan yang terinspirasi oleh aksi masyarakat Dayak di

Kalimantan Tengah yang menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di bandara Tjilik riwut,

Palangkaraya. Fokus dari Gerakan Indonesia Tanpa FPI adalah menolak secara tegas keberadaan FPI di

Indonesia. Pernyataan sikap berupa petisi dan press release mengenai penolakan ini menjadi prakondisi

yang akan ditempuh gerakan ini. Petisi akan diajukan di antaranya kepada Kemendagri, Kemenkumham,

Polri dan kelompok FPI itu sendiri. Penggagas gerakan ini adalah Tunggal prawesti. Front Pembela Islam

menduga aksi penolakan terhadap keberadaan FPI ini sebagai upaya pengalihan isu merosotnya suara Partai

Demokrat. Tak pelak, gerakan anti FPI ini juga dibalas dengan gerakan Indonesia tanpa Liberal. Sumber:

Majalah Sabili, “Indonesia tanpa Liberal” edisi 29 Maret 2012; Evi Rahmawati, Indonesia tanpa FPI,

dalam Islamlib.com 13 Februari 2012; Maria yuniar dan I wayan agus Purnomo, “Indonesia tanpa FPI

bantah Tudingan Munarman” dalam www.tempo.co edisi 17 Februari 2012; Apiko JM, “GPII:

Gerakan Indonesia tanpa FPI sangat Tendensius”, 15 Februari 2012 23

Dengan Deradikalisasi, orientasi keberagamaan seorang Muslim mau tidak mau dipaksa untuk lebih

moderat, toleran dan liberal. Lihat Majalah Sabili 19 Januari 2012, “Proyek Deradikalisasi, Adu Domba

Umat” hal 40-49