Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini
description
Transcript of Fadh Ahmad - Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini
1
Jaringan Islam Liberal, Riwayatmu Kini
Oleh: Fadh Ahmad Arifan1
Islam liberal atau yang popular dengan sebutan JIL adalah organisasi yang terang-terangan
mengusung agenda Sekularisme, Kebebesan berekspresi, Gender, dan Pembelaan terhadap
kaum Minoritas. JIL muncul dalam rangka untuk merespon maraknya Islam fundamentalis
yang dianggap akan mengancam iklim kedamaian dan toleransi beragama di Indonesia.2
Sejarah kelahiran JIL sejatinya diprakarsai oleh Goenawan Mohamad. JIL bukanlah lembaga
formal seperti Muhammadiyah atau NU. JIL hanyalah organisasi yang bersifat cair dan
„lepas‟.3 Cikal bakal organisasi ini berasal dari kegiatan kongkow-kongkow anak-anak muda
pengangguran jebolan pesantren, yang kemudian oleh Goenawan ditampung sebagai pekerja
di lingkungan utan kayu, tempat radio 68H milik Goenawan bermarkas.4
1 Penulis adalah Alumni MAN 3 Malang dan juga telah menyelesaikan S2 Studi Islam di UIN Malang
2 Lihat Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus, “Tipologi Gerakan Islam Kontemporer di Indonesia”,
hal. 489 dalam Islam, Negara dan Civil Society: Gerakan dan Pemikiran Islam Kontemporer, (Jakarta:
Paramadina, 2005); Muhammad Ali, “The rise of The liberal Islam Network (JIL) in Contemporary
Indonesia” hal 4. Dalam The American Journal of Islamic Social Sciences, Vol 22 tahun 2005 3Budhy Munawar-Rachman, Sekulerisme, Liberalisme dan Pluralisme: Islam Progresif dan
Perkembangan Diskursusnya (Jakarta: Grasindo, 2010), hal 30-31. 4 Ibnu hamid, “Peta Pembela Ahmadiyah” dalam http://khabarislam.wordpress.com
2
Istilah Islam liberal awalnya tidak terlalu dikenal dan diperhatikan Muslim di Indonesia.
Ditambah lagi jumlah pendukungnya amat kecil. Istilah itu justru menjadi amat populer
setelah dikeluarkannya fatwa MUI tahun 2005 yang menyatakan bahwa faham liberalisme
adalah sesat dan menganut faham itu adalah haram. Jadi, terlepas dari perdebatan tentang
keabsahan fatwa itu, istilah Islam liberal di Indonesia justru dipopulerkan oleh pihak
penentangnya.5
Jauh sebelum JIL eksis, geliat kaum liberal di mulai pada tahun 1970-an, pasca Harun
Nasution pulang dari Kanada. Harun sendirilah yang dikenal sebagai lokomotif liberalisme di
Indonesia melalui lembaga perguruan tinggi. Ketika pemerintah, dalam hal ini Menteri
Agama (Menag) A.Mukti „Ali menunjuk dia sebagai Rektor IAIN Jakarta, program
liberalisasi pemikiran Islam resmi digulirkan.6 Boleh jadi karena merasa belajar Islam di
dunia barat dipandang lebih terhormat dan “keren” daripada belajar di Timur Tengah,
sehingga cara pandang terhadap Islam sendiri sudah dipengaruhi ajaran Sekulerisme,
Pluralisme agama, dan Liberalisme (SEPILIS).
Biasanya setelah tamat menimba ilmu agama di berbagai Universitas Barat. Orang-orang
liberal sebangsa Harun nasution, Cak Nur, Lutfi As-Syaukanie, dkk mulai menjalankan misi-
misi titipan dari dunia Barat yang pada akhirnya bertujuan untuk merusak Islam dengan
tangan orang Islam itu sendiri.7
Misi-misi titipan yang akan diperjuangkan oleh kaum liberal yang kebanyakan alumni
Barat/Islamic studies adalah: Pertama, mereka mendirikan berbagai jaringan, kelompok,
Lembaga survei/LSM berkedok studi Agama, Budaya dan Demokrasi. Contohnya jaringan
Islam liberal (JIL), Institut Studi Arus Informasi (ISAI), yayasan Paramadina, Desantara,
Lakpesdam NU, PUAN Amal Hayati, International Center for Islam and Pluralism (ICIP),
5 Atho‟ Mudzhar, Gerakan Islam Liberal, hal 1. Makalah disampaikan dalam Seminar Internasional Tajdid
Pemikiran Islam, dengan tema: “Menyatukan Khazanah Pemikiran Umat Islam di Era Globalisai dan
Liberalisasi,” yang diselenggarakan atas kerjasama Yayasan Dakwah Islam Malaysia-Indonesia (YADMI),
UIN Sunan Gunung Djati Bandung, pada tanggal 21 Oktober 2009. 6 Menurut Adian Husaini, di tangan Harun-lah UIN/IAIN/STAIN berhasil di “Mu‟tazilah-kan”. Tentunya
keberhasilan Harun menggeser dan mengubah model pemikiran di lingkungan IAIN ketika itu tak lepas
dari dukungan politik dari pemerintah Orde Baru. Lihat Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam
Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Gema insani, 2006) 7 William Montogomerry Watt berpendapat, mereka yang disebut liberal adalah orang-orang Islam yang
banyak memahami Islam dengan sudut pandang Barat dan melakukan kritik-kritik terhadap Islam baik
secara implisit atau eksplisit, tapi mereka masih mengaku sebagai Muslim. Baca: William Montogomery
watt, Islamic Fundamentalism and Modernity (London: Routletge, 1988)
3
LK3, P3M, LkiS, Pusat studi agama dan Peradaban (PSAP) dan Indonesian Conference on
Religion and Peace (ICRP). Penting diketahui pembaca, ketika mereka mendirikan berbagai
macam lembaga/jaringan tersebut, mereka disokong penuh oleh The Asia foundation (TAF).8
Kedua, setelah mendirikan jaringan/lembaga, selanjutnya mereka akan berusaha menjadi
staf ahli di birokrasi pemerintah seperti Departemen Agama atau kalau beruntung nasibnya
bisa menduduki jabatan Menteri Agama.9 Kalau sudah mendominasi Departemen agama atau
menggapai jabatan Menteri Agama, mereka akan membubarkan MUI, membubarkan FPI,
membuat Kompilasi Hukum Islam versi mereka sendiri, membiarkan aliran sesat hidup
bahkan bisa-bisa kristenisasi dibiarkan.
Ketiga, berlomba-lomba menerbitkan dan menyebarkan majalah, jurnal, novel yang berbau
aliran kiri (baca: komunis), buku-buku yang mengandung ajaran Syi’ah dan Liberalisme yang
katanya mengatasnamakan Pembaruan Islam tetapi ujung-ujungnya menghantam Islam.
Contohnya: Fiqih Lintas Agama (Paramadina), Lubang Hitam Agama, Menggugat Otentitas
Wahyu Tuhan, Ijtihad Islam Liberal, Catatan Harian Ahmad Wahib (LP3ES), Sunnah-Syi‟ah
Bergandengan Tangan! Mungkinkah? (Lentera hati), Jurnal Relief, Jurnal Justisia, Majalah
Syir‟ah, Aku Bangga Jadi Anak PKI, Novel Pelangi Melbourne (penerbit kompas, 2011).
Keempat, kaum liberal sering melontarkan berbagai propaganda opini dan pemikiran yang
seolah-olah dari Islam namun sebenarnya tidak ada akarnya dari Islam. Contoh: HAM,
kesetaraan Gender, Filsafat Perenial,10
tafsir Hermeneutika, Pluralisme agama,11
teologi
8 Hartono A. Jaiz, Jejak Tokoh Islam dalam Kristenisasi, (Jakarta: Darul Falah, 2004). hal. 158-164.
Selain Asia foundation, kaum liberal juga dibiayai Ford foundation, RAND Corporation, dan USAID. 9 Ketika penyusunan Kabinet Indonesia bersatu II, nama Nasarudin Umar di sebut-sebut akan menjadi
kandidat kuat menteri agama RI. Namun, yang terpilih justru Suryadharma ali. Nasib Nasaruddin umar
sedikit beruntung karena di periode kedua kepemimpinan Presiden SBY, ia diangkat jadi Wakil Menteri
agama. Adapun Suryadharma adalah alumni IAIN Jakarta yang juga Ketua Umum PPP. Suryadharma
pernah sesumbar akan membubarkan Ahmadiyah pasca lebaran. Tapi hingga sekarang tidak jelas
kelanjutannya. 10
Filsafat Perennial merupakan ide pokok dari ajaran Kristen pada masa sekarang. Huston Smith melihat
bahwa ajaran Kristen yang otentik sebenarnya berserakan dalam tradisi Filsafat Perennial. Filsafat
Perennial dalam perkembangannya telah memunculkan gerakan-gerakan keagamaan semacam
Gnostisisme, Theosofi, Spiritualisme dan aliran-aliran lain yang berasal dari Timur. Salah satu pemikir
yang dianggap sebagai tokoh Filsafat Perennial adalah Frithjof Schuon. Lihat Dinar dewi Kania,
Mewaspadai Kebangkitan Filsafat Perenial, dalam Diskusi Sabtuan Insists, 16 April 2011 11
Tentang Pluralisme Agama, baca Anis Malik Thoha, Trend Pluralisme Agama (Jakarta: Gema insani,
2006); Stevri Indra Lumintang, Theologia Abu-Abu: Tantangan dan Ancaman Racun Pluralisme dalam
Teologi Kristen Masa Kini (Malang: Gandum Mas, 2004).
4
pembebasan, teologi Inklusif, paham Multikulturalisme12
dan Demokrasi. Tak hanya itu,
mereka memecah belah umat Islam dengan klasifikasi kelompok dan istilah-istilah
membingungkan. Contohnya: Islam moderat, Islam abangan, Islam transnasional, Islam
peradaban, Islam kebenaran, Islam identitas,13
Islam teroris, Islam tradisional, dan Islam
fundamentalis/garis keras. Untuk mengkampanyekan Opini dan pemikirannya, kaum liberal
ini menitipkannya ke media-media seperti Radio 68H dan puluhan radio jaringannya.
Penulisan artikel di Jawa Pos, Kompas dan 70 koran lokal lainnya. Tak hanya koran, mereka
menggelar diskusi, seminar dan menerbitkan buku-buku yang berasal dari kegiatan JIL.14
Kelima, Dalam berbagai kesempatan mereka juga sangat semangat membela mati-matian
aliran sesat dan propaganda terorisme Amerika yang selalu merugikan Islam. Mereka juga
menjalin kerjasama dengan partai nasionalis untuk menguasai panggung politik sehingga
mereka bisa seenaknya membuat peraturan dan Undang-Undang yang sangat kontraproduktif
dengan Islam, seperti Asas Tunggal Pancasila, UU Terorisme, dan UU kekerasan dalam
rumah tangga (KDRT). Tidak lupa juga mereka akan berusaha sekuat tenaga mencegah
penerapan syariat Islam seperti Piagam Jakarta, Perda pandai membaca Al-Qur‟an, Perda
Zakat, Perda anti maksiat, pengesahan UU anti Pornografi dan Pornoaksi.
Mengapa Para Liberalis, Pluralis dan Sekuleris begitu liar pemikirannya? Menurut Guru
Besar Fakultas Syari‟ah UIN Jakarta, Prof. DR. Huzaemah T. Yanggo, faktornya karena soal
pribadi, dolar dan popularitas.15
Bila menyimak buku 50 tokoh Islam Liberal Indonesia yang
ditulis Budi Handrianto, banyak pengusung liberalisme yang ternyata berasal dari keluarga
miskin di pelosok desa. Seperti Nurcholis Madjid, Ulil Abshor, Sukidi, Azyumardi Azra dan
12
Dalam buku Panduan Integrasi Nilai Multikultur dalam Pendidikan Agama Islam pada SMA dan
SMK, terbitan Kementerian Agama RI, Asosiasi Guru Pendidikan Agama Islam Indonesia (AGPAII), TIFA
Foundation dan Yayasan Rahima, dijelaskan maksud multikultural adalah “kesediaan menerima kelompok lain secara sama sebagai kesatuan, tanpa memperdulikan perbedaan budaya, etnik, jender, bahasa, atau
pun agama. Apabila pluralitas sekadar merepresentasikan adanya kemajemukan, multikultural
memberikan penegasan bahwa dengan segala perbedaannya itu mereka adalah sama di dalam ruang publik.”. Dengan definisi semacam ini, kata Adian husaini, multikulturalisme sedang mendorong seorang
Muslim untuk melepas wawasan keimanannya. Muslim dijerat untuk berpikir, bahwa tiada beda antara
tauhid dan syirik. Agama diletakkan dalam ranah pribadi. Di ranah publik, semua harus diperlakukan
sama. Jangan peduli, apakah agama dan budaya itu sesat atau bejat. Yang penting agama, yang penting
budaya! Kata mereka, Negara tidak berurusan dengan soal kebenaran atau kesesatan. Negara harus bersikap
netral! Lihat Adian Husaini, Masih Percaya Multikulturalisme?, Koran Republika 19 April 2012, hal 24. 13
Istilah Islam kebenaran dan Islam identitas dipopulerkan oleh Tokoh Liberal asal Iran, Dr. Abdul Karim
Soroush. Lihat: Abdul Karim Soroush, Menggugat Otoritas dan Tradisi Agama, (Bandung: Mizan, 2002). 14
Budhy Munawar-Rachman, Sekulerisme... Op.Cit., hal 30. 15
Tabloid Suara Islam edisi 37, Tanggal 1-14 Februari 2008
5
Komarudin Hidayat, maka tidak heran musuh-musuh Islam bisa membeli mereka dengan
harga murah. Diduga ketika mereka menimba ilmu ke Barat mengalami shock culture/gegar
budaya dimana akan terkagum kagum dengan paradigma Barat sehingga mereka kehilangan
daya kritis. Sebagian besar dari alumni barat ini tidak sadar bahwa dirinya sudah di
”brainwash” sehingga menjadi agen Barat untuk merusak Islam.
Eksistensi kaum liberal tidak boleh kita biarkan, karena ide-ide busuk yang mereka
sebarkan kepada generasi muda Islam dapat membuat generasi muda kita jadi ulama memble
alias tidak punya pendirian/pijakan kuat dalam menguatkan serta membela agama ini dari
serbuan kaum kafirin. Oleh karena itu untuk menangkal ide-ide busuk kaum liberal haruslah
dengan ilmu agama yang mumpuni seperti yang dilakukan cendekiawan Muslim dari INSIST
dan Majelis Intelektual dan Ulama muda Indonesia (MIUMI). Jika kaum liberal ini dibiarkan
merajalela, maka kemungkinan kitab-kitab turats yang selama ini dipakai di pesantren seperti
Fathul qarib dan Fathul Mu'in bisa tergantikan oleh buku "Fiqh lintas agama" dan buku
"Indahnya kawin Sejenis". Kemudian kitab 'Uqud al-Lujain karya Kiai Nawawi bisa diganti
dengan buku "Wajah baru relasi suami-istri" khayalan Kiai Husein Muhammad. Kitab
"Ulumul Qur'an" al-Suyuthi bisa saja akan tergantikan dengan “Hermeneutika” ala Nasr
Hamid. Puncaknya paham "Ahlu sunnah wal jamaah" akan tergeser oleh Agama Liberal.16
Saat ini sepak terjang JIL mulai melempem alias tak bertaji seperti ketika jaya-jayanya
dulu. Boleh jadi disebabkan dua hal: Pertama. kucuran dana buat mereka sudah dihentikan
oleh lembaga donor. Bisa dilihat di website resminya terdapat link “Donasi”. Kedua, JIL
ditinggalkan dedengkotnya yang kini menjadi anggota partai penguasa.17
Menurut Atho‟
16
M. Afif Hasan, Fragmentasi Ortodoksi Islam: Membongkar Akar Sekulerisme, (Malang: Pustaka
Bayan), hal 231 17
Ulil Abshar Abdalla bergabung ke Demokrat karena jasa Anas Urbanigrum. Dalam perjalanannya, ketika
Anas tersandung kasus Hambalang, Ulil bersama Didi Irawadi Syamsudin dan Rachland Nasidik mendesak
Anas untuk nonaktif. Bahkan, Ulil meminta Ketua Majelis Tinggi Demokrat segera menunjuk pengganti.
Ulah Ulil Abshar Abdalla sebagai orang baru di Partai Demokrat (PD) tetapi sudah berani berupaya
melengserkan Anas, membuat Ahmad Mubarok gerah. "Ulil itu orang baru, baru dua tahun di Demokrat. Jadi tidak etis beropini. Dia belum keringatan apapun. Nggak etis. Dia belajar dulu, hafalin mars
Demokrat," ceplos Mubarok. Akhirnya pasca ditetapkan sebagai tersangka, Anas pada 23 Februari resmi
berhenti sebagai ketua Umum. Ulil mengapresiasi keputusan Anas. Namun dimata Tridianto, loyalis anas
yang juga mantan ketua DPC Demokrat Cilacap, Jawa tengah. Ulil ini teman yang durhaka dan tega
mengkhianati Anas. Padahal yang mengjak dia ke Demokrat adalah Anas, tapi Ulil justru tidak tahu
berterima kasih. Sumber: Kompas Petang, “Anas di pusaran Hambalang” 23 Februari 2013 pk 17. 35
wib; rimanews.com “Mubarok: Ulil jangan bawa kebiasaan JIL ke Demokrat” 16 Februari 2013
6
Mudzhar, pasca hengkangnya Ulil dari JIL, dinamika pemikiran dan gerakan Islam liberal
kembali adem ayem.18
Benarkah adem ayem? Mengakhiri tulisan ini, yang perlu diwaspadai umat Islam adalah
kendaraan lain kaum liberal seperti Fredoom Institute, Setara Institute, Komunitas Salihara,
Moderate Muslim Society (MMS), Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan (AKKBB),19
KEMI20
, Gerakan „Indonesia tanpa Diskriminasi‟ yang didirikan
Denny JA,21
gerakan Indonesia tanpa FPI,22
gerakan Beda Isme hingga Proyek de-
Radikalisasi Islam yang tujuannya menggagalkan penegakan Syariat Islam.23
18
Lihat makalah Atho‟ Mudzhar, Gerakan Islam Liberal, hal 5. 19
AKKBB mendadak terkenal karena memprovokasi massa LPI pimpinan Munarman di Monas, peristiwa
itu bertepatan dengan isu pemerintah menaikkan BBM. Wajar saja jika Amin Rais menganggap kisruh di
Monas cukup ampuh mengalihkan isu kenaikan BBM. Berdasarkan iklan yang mereka buat di media massa
(lihat Media Indonesia edisi 26 Mei 2008 hal. 13), Kebanyakan gembong AKKBB adalah orang liberal,
pengusung paham pluralisme agama dengan Tokoh sentralnya Goenawan Mohamad. Tokoh pendukung
AKKBB lainnya ada yang dari kalangan Sosialis seperti Marsillam Simandjuntak, sosiolog Arif Budiman,
Daniel Dhakidae, dan alm Moeslim Abdurrahman. Dari kalangan politisi ada Indra J. Piliang (Politisi
Golkar), Jeffri Geovanie (Politisi partai Nasdem), Eva Kusuma Sundari dan Rieke Dyah Pitaloka (politisi
PDIP). Lihat: Tabloid Suara Islam “Ini dia Gembong AKKBB” edisi 46, Tanggal 20 Juni - 3 Juli 2008 20
Kaum liberal memakai nama “KEMI”, persis seperti judul novel karangan Adian Husaini. Struktur
KEMI sendiri diisi beberapa aktivis yang berperan besar atas berdirinya Jaringan Islam Liberal yakni Ulil
Abshar Abdalla (mantan Koordinator JIL) dan Luthfi Asysaukanie (Penggagas JIL). Selain dua tokoh
tersebut, ada juga nama-nama akademisi seperti Budy Munawar Rachman dan Kautsar Azhari Noer. 21
Gerakan ini dilauncing bersamaan dengan momentum Peringatan Sumpah Pemuda 28 Oktober. Tapi, jika
melihat para pengusungnya dari kalangan liberal, bisa ditebak misi gerakan Indonesia tanpa diskriminasi
ini membela kelompok-kelompok minoritas seperti kaum homo-lesbian, ahmadiyah, Syiah dan aliran
sesat. Pimpinan Taruna Muslim, Alfian Tanjung mengatakan, “Sekarang JIL secara organisasi sudah mati,
tidak ada kucuran dana, maka orang-orangnya mencari kerjaan lagi dengan cara lain ya membuat gerakan
„Indonesia Tanpa Diskriminasi‟ yang dicoba dijual ke AS, maupun negara donor lainnya,” Lihat: Achsin,
“Ini Dia Kebusukan Gerakan ‘Indonesia Tanpa Diskriminasi„” dalam www.Itoday.co.id 22
Gerakan Indonesia Tanpa FPI merupakan gerakan yang terinspirasi oleh aksi masyarakat Dayak di
Kalimantan Tengah yang menolak kehadiran Front Pembela Islam (FPI) di bandara Tjilik riwut,
Palangkaraya. Fokus dari Gerakan Indonesia Tanpa FPI adalah menolak secara tegas keberadaan FPI di
Indonesia. Pernyataan sikap berupa petisi dan press release mengenai penolakan ini menjadi prakondisi
yang akan ditempuh gerakan ini. Petisi akan diajukan di antaranya kepada Kemendagri, Kemenkumham,
Polri dan kelompok FPI itu sendiri. Penggagas gerakan ini adalah Tunggal prawesti. Front Pembela Islam
menduga aksi penolakan terhadap keberadaan FPI ini sebagai upaya pengalihan isu merosotnya suara Partai
Demokrat. Tak pelak, gerakan anti FPI ini juga dibalas dengan gerakan Indonesia tanpa Liberal. Sumber:
Majalah Sabili, “Indonesia tanpa Liberal” edisi 29 Maret 2012; Evi Rahmawati, Indonesia tanpa FPI,
dalam Islamlib.com 13 Februari 2012; Maria yuniar dan I wayan agus Purnomo, “Indonesia tanpa FPI
bantah Tudingan Munarman” dalam www.tempo.co edisi 17 Februari 2012; Apiko JM, “GPII:
Gerakan Indonesia tanpa FPI sangat Tendensius”, 15 Februari 2012 23
Dengan Deradikalisasi, orientasi keberagamaan seorang Muslim mau tidak mau dipaksa untuk lebih
moderat, toleran dan liberal. Lihat Majalah Sabili 19 Januari 2012, “Proyek Deradikalisasi, Adu Domba
Umat” hal 40-49