Faal Paru Pada Perokok Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Dan Perokok Pasif Pasangannya
-
Upload
gabriyah-hamzah -
Category
Documents
-
view
215 -
download
11
Transcript of Faal Paru Pada Perokok Dengan Penyakit Paru Obstruktif Kronik (Ppok) Dan Perokok Pasif Pasangannya
ABSTRAK
FAAL PARU PADA PEROKOK DENGAN PENYAKIT PARU
OBSTRUKTIF KRONIK (PPOK) DAN PEROKOK PASIF
PASANGANNYA
J.Teguh Widjaja1, Sijani Prahastuti2, Siti A.Sarah Muliawati
1Bagian Pulmonologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen
Maranatha,2Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen
Maranatha,3Fakultas Kedokteran, Universitas Kristen Maranatha,
Jl. Prof. drg. Suria Sumantri MPH No. 65 Bandung 40164 Indonesia
Abstrak
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) disebabkan terutama oleh
kebiasaan merokok, dimana hal tersebut selain dapat menimbulkan gejala
klinis, juga dapat memengaruhi faal paru, yang dapat dinilai melalui Volume
Ekspirasi Paksa detik pertama atau Force Expiratory Volume in one second
(VEP1=FEV1), Kapasitas Vital Paru atau Force Vital Capacity (KVP=FVC), dan
rasio VEP1/KVP. Namun, hal tersebut diperkirakan tidak hanya terjadi pada
seorang perokok aktif, tetapi dapat juga terjadi pada seorang perokok pasif,
karena baik pada perokok aktif maupun pasif sama – sama menghirup asap
rokok yang dapat memengaruhi fungsi dari paru-paru. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui perbedaan faal paru pada perokok dengan PPOK
dan perokok pasif yang dinilai dari pemeriksaan spirometri. Penelitian ini
merupakan penelitian survey analitik dengan menggunakan subjek penelitian
sebanyak 17 orang perokok dengan PPOK dan 17 orang perokok pasif
pasangannya. Subjek penelitian diambil dari pasien Poliklinik Paru RS
Immanuel Bandung selama bulan Januari hingga November 2011. Analisis
statistik menggunakan uji “t” tidak berpasangan dengan α = 0.05. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan penurunan faal paru
yang signifikan pada perokok dengan PPOK dan perokok pasif pasangannya.
Kata kunci : PPOK, rokok, faal paru
THE LUNG PHYSIOLOGY OF SMOKERS WITH CHRONIC
OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD) AND THEIR
SPOUSES AS SECONDHAND SMOKERS
Abstract
The Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) is mainly caused by
smoking, besides can cause a clinical symptoms, the lung physiology also could
be affected, than can be justified by Force Expiratory Volume in one second
(FEV1), Force Vital Capacity (FVC), and the ratio of FEV1/FVC. However, this
issue is expected to occur not only in active smokers, but also could occur in
secondhand smokers, because both active and secondhand smokers equally
inhale smoke from cigarette that could affect physiology of the lung. This
research aims at knowing the difference of lung physiology between smokers
with COPD and their spouses as secondhand smokers that can be justified by
spirometry test. This is an analytical survey research which has employed
research subjects of 17 smokers with COPD and 17 their spouses as
secondhand smokers. That research subjects was taken from Immanuel
Respiratory Center during a period of January to November 2011. The statistics
analysis use unpaired “t” test with α = 0.05. The result from this research shows
there is a significant lowering difference of the lung physiology between
smokers with COPD and their spouses as secondhand smokers.
Keyword : COPD, smoking, lung physiology
Pendahuluan
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat
progresif nonreversibel atau
reversibel parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau
gabungan keduanya. Kebiasaan
merokok merupakan satu - satunya
penyebab kausal yang terpenting,
jauh lebih penting dari faktor
penyebab lainnya4. Tidak seluruh
perokok menjadi PPOK, hal ini
mungkin berhubungan dengan faktor
genetik2. Meskipun tidak seluruh
perokok akan berkembang menjadi
PPOK, namun 15% diantaranya akan
berkembang menjadi PPOK.
Hubungan antara rokok dengan
PPOK menunjukkan hubungan dose
response. Hubungan dose response
tersebut dapat dilihat pada Index
Brinkman, yaitu jumlah konsumsi
batang rokok perhari dikalikan lama
merokok dalam tahun5. Berdasarkan
hasil SUSENAS (Survei Sosial
Ekonomi Nasional) tahun 2001,
sebanyak 54,5% penduduk laki-laki
dan 1,2% perempuan merupakan
perokok, Sembilan puluh dua persen
dari perokok menyatakan
kebiasaannya merokok di dalam
rumah ketika bersama anggota
rumah tangga lainnya, dengan
demikian sebagian besar anggota
rumah tangga merupakan perokok
pasif1.
Asap rokok yang dihisap ke dalam
paru perokoknya disebut asap rokok
utama (main stream smoke), sedang
asap yang berasal dari ujung rokok
yang terbakar disebut asap rokok
sampingan (side stream smoke).
Terdapat sekitar 4.000 zat kimia
berbahaya keluar melalui asap rokok
tersebut, antara lain terdiri dari
aseton (bahan cat), ammonia
(pembersih lantai), arsen (racun),
butane (bahan bakar ringan),
cadmium (aki kendaraan), karbon
monoksida (asap knalpot), DDT
(insektisida), hidrogen sianida (gas
beracun), metanol (bensin roket),
naftalen (kamper), toluene (pelarut
industri), dan vinil klorida (plastik)2.
Data Badan Kesehatan Dunia (WHO),
menunjukkan bahwa pada tahun
1990 PPOK menempati urutan ke-6
sebagai penyebab utama kematian
di dunia, sedangkan pada tahun
2002 telah menempati urutan ke-3
setelah penyakit kardiovaskuler dan
kanker. Prevalensi terjadinya
kematian akibat kanker paru yang
disebabkan oleh rokok adalah 90%,
sedangkan PPOK sebanyak 80-90%.
Pada paru-paru, ketika zat yang
terkandung dalam rokok terhirup
masuk, zat tersebut akan mengiritasi
saluran nafas. Pada paru-paru yang
sehat, saluran nafas memiliki
permukaan yang halus dan lembut
dengan cilia yang berfungsi untuk
membersihkan saluran nafas dari
benda asing, sehingga kita dapat
bernafas dengan mudah, namun
pada seorang perokok, permukaan
saluran nafas menjadi tidak halus
dan lembut, hitam, menebal, dan
terbentuk scar, sehingga
menyulitkan paru-paru untuk
melakukan tugasnya dalam
pertukaran udara. Cilia yang dimiliki
oleh permukaan saluran nafas pun
menjadi tidak berfungsi karena hal
itu. Hal tersebut seluruhnya dapat
menyebabkan kesulitan bernafas
dan perubahan pada faal paru.
Pemeriksaan yang dapat
dilakukan untuk mengetahui
perubahan atau penurunan faal paru
adalah pemeriksaan spirometri.
Parameter penting pada
pemeriksaan spirometri adalah
Volume Ekspirasi Paksa detik
pertama atau Force Expiratory
Volume in one second (VEP1=FEV1),
Kapasitas Vital Paru atau Force Vital
Capacity (KVP=FVC), dan rasio
VEP1/KVP4.
.
Bahan dan Cara
Dalam pembahasan ini, akan
disampaikan tentang perbedaan faal
paru pada perokok dengan PPOK dan
perokok pasif pasangannya.
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah kuesioner dan
hasil pemeriksaan spirometri. Alat
yang digunakan adalah spirometer.
Subjek penelitian ini diambil dari
pasien PPOK yang merupakan
perokok yang berobat ke Poliklinik
Paru RS Immanuel Bandung dan juga
pasangannya yang termasuk ke
dalam kriteria inklusi. Adapun yang
termasuk ke dalam kriteria inklusi
untuk perokok dengan PPOK adalah
jenis kelamin pria, usia dewasa > 45
tahun, sudah menikah, lama
menikah min. 10 tahun, mempunyai
atau pernah mempunyai kebiasaan
merokok, mempunyai riwayat PPOK
yang telah didiagnosis oleh tenaga
yang kompeten, dan tidak dalam
eksaserbasi. Sedangkan untuk
perokok pasif pasangannya, kriteria
inklusinya adalah jenis kelamin
wanita (pasangan dari perokok),
tidak punya kebiasaan merokok, dan
Tidak mempunyai riwayat PPOK.
Penelitian ini merupakan
penelitian survei analitik untuk
mengetahui perbedaan faal paru
pada perokok dengan PPOK dan
perokok pasif pasangannya, dengan
melakukan pengukuran variabel
pada satu saat.
Data yang diperoleh dari
penelitian dianalisis dengan
menggunakan uji t tidak
berpasangan dengan α= 0.05.
Prosedur pada penelitian ini
pertama-tama subjek penelitian
diberikan kuesioner mengenai
kebiasaan merokok, paparan asap
rokok terhadap perokok pasif, dan
keluhan gangguan pernapasan yang
dialaminya. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan spirometri. Setiap
subjek penelitian diminta untuk
menarik napas yang dalam,
kemudian memasukkan tabung
(mouthpiece) ke dalam mulut dan
mulut harus tertutup rapat.
Hembuskan nafas secepat dan
sekuat mungkin pada tabung. Pada
saat pemeriksaan, hidung dijepit
dengan menggunakan alat penjepit
hidung. Hasil pemeriksaan akan
terlihat pada alat spirometri.
Hasil dan Pembahasan
Dari hasil pengisian kuesioner,
didapatkan rata-rata subjek
penelitian mulai merokok pada usia
16-18 tahun dengan kebiasaan
merokok di dalam rumah dan di
tempat lain. Sesuai dengan data
prevalensi berdasarkan SUSENAS,
dari 57 juta penduduk di Indonesia,
78% perokok mulai merokok
sebelum umur 19 tahun. Rata-rata
umur mulai merokok pertama kali
adalah 17,4 tahun6. Sebagian besar
(91,8%) dari perokok yang berumur
10 tahun ke atas tersebut
menyatakan bahwa mereka
melakukan kebiasaan merokok di
dalam rumah ketika bersama-sama
dengan anggota keluarga lainnya1.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik
(PPOK) terbagi dalam beberapa
derajat, tergantung dari gejala klinis
yang ditimbulkan dan faal parunya.
Pada penelitian ini, didapatkan pula
sebagian besar perokok dengan
PPOK memiliki derajat PPOK yang
berat. Sedangkan pada subjek
penelitian perokok pasif
pasangannya, ternyata didapatkan 5
orang memiliki riwayat PPOK
berdasarkan nilai faal paru dengan
derajat ringan.
Selain itu, didapatkan pula hasil
penelitian dari pengisian kuesioner
yaitu sebagian besar perokok
dengan PPOK memiliki keluhan batuk
berdahak dan sesak nafas. Dan
sebaliknya, pada perokok pasif
pasangannya didapatkan sebagian
kecil memiliki keluhan tersebut.
Hubungan antara rokok dengan
PPOK merupakan hubungan dose
response, lebih banyak batang rokok
yang dihisap setiap hari dan lebih
lama kebiasaan merokok maka risiko
penyakit yang ditimbulkan akan
lebih besar2. Adapun hubungan dose
response tersebut dapat dilihat dari
Indeks Brinkman. Indeks Brinkman
adalah perkalian jumlah rata-rata
batang rokok dihisap sehari dikalikan
lama merokok dalam tahun dan
terbagi menjadi 3 kategori, yaitu
ringan (0-200), sedang (200-600),
dan berat (>600). Pada penelitian
ini, didapatkan rata-rata subjek
penelitian yang merupakan perokok dengan PPOK memiliki Indeks
Brinkman yang berat.
Selain dari hasil pengisian
kuesioner, didapatkan pula hasil
penelitian faal paru pada kedua
kelompok subjek penelitian
berdasarkan hasil pemeriksaan
spirometri.
Perbedaan nilai FVC pada kedua
kelompok subjek penelitian dapat
dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Nilai FVC pada perokok dengan PPOK terhadap perokok pasif pasangannya
No. Perokok dengan
PPOK (%)
Perokok Pasif Pasangannya
(%)
Selisih Perokok dengan PPOK - Perokok Pasif
Pasangannya (%)
1 38 77 -392 37 77
-403 23 88
-654 44 62
-185 40 100
-606 47 77
-307 31 74
-438 67 94
-279 43 61
-1810 54 56
-211 45 80
-3512 45 50
-513 63 76
-1314 21 86
-6515 76 79
-3
16 38 75-37
17 88 5434
rerata
47.06 (SD=17.82)
74.47 (SD=13.96)
-27.41
Pada Tabel 4.6 tersebut
didapatkan bahwa nilai FVC pada
perokok dengan PPOK terhadap
perokok pasif pasangannya
mengalami penurunan sebesar
masing-masing 32.94 % dan 5.53 %.
Forced Vital Capacity atau
Kapasitas Vital Paksa (KVP) adalah
jumlah udara yang bisa diekspirasi
maksimal secara paksa setelah
inspirasi maksimal3. Kapasitas vital
paksa pada laki-laki dewasa kurang
lebih 4,6 liter dan pada wanita 3,1
liter. Volume ini dalam keadaan
normal nilainya kurang lebih
sama dengan kapasitas vital, tetapi
pada pasien yang mengalami
obstruksi saluran napas akan
mengalami penurunan yang nyata.
FVC dapat digunakan untuk menilai
ada tidaknya restriksi pada saluran
napas. Berdasarkan tafsiran dari John
Hutchison bahwa kapasitas vital
dapat dipengaruhi oleh jenis
kelamin, umur, berat badan, tinggi
badan, dan masa kerja. Terdapat
pula faktor lain yang dapat
memengaruhi kapasitas vital, yaitu
posisi tidur, kekuatan otot
pernapasan, riwayat penyakit paru,
olahraga rutin, merokok, dan gizi.
Faktor-faktor tersebut bisa
menyebabkan perubahan kapasitas
vital paksa paru yang pada akhirnya
dapat menyebabkan insufisiensi5.
Dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan, didapatkan nilai t
hitung = 4.993. Selain itu,
didapatkan pula perbedaan nilai FVC
antara perokok dengan PPOK
terhadap perokok pasif pasangannya
sebanyak 27.41%, ditunjukkan
dengan hasil penelitian yaitu nilai
FVC perokok dengan PPOK sebesar
47.06% lebih rendah daripada nilai
FVC perokok pasif pasangannya
sebesar 74.47% (p=0.000).
Perbedaan nilai FEV1 antara
perokok dengan PPOK terhadap
perokok pasif pasangannya yang
didapat dari hasil pemeriksaan
spirometri dapat dilihat pada Tabel
4.7. Pada Tabel 4.7 tersebut
didapatkan bahwa nilai FEV1 pada
perokok dengan PPOK mengalami
penurunan sebesar 38.47%, namun
perokok pasif pasangannya tidak
mengalami penurunan FEV1.
Forced Expiratory Volume in one
second atau Volume Ekspirasi Paksa
detik pertama adalah volume udara
yang dapat dihembuskan paksa pada
satu detik pertama. FEV1 dapat
menilai ada tidaknya obstruksi pada
saluran napas.
Dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan, didapatkan nilai t
hitung = 6.509. Selain itu didapatkan
pula perbedaan nilai FEV1 antara
perokok dengan PPOK terhadap
perokok pasif pasangannya
sebanyak 39.35%, ditunjukkan
dengan hasil penelitian yaitu nilai
FEV1 perokok dengan PPOK sebesar
41.53% lebih rendah daripada nilai
FEV1 perokok pasif pasangannya
sebesar 80.88% (p=0.000).
Tabel 4.7 Nilai FEV1 pada perokok dengan PPOK terhadap perokok pasif pasangannya
No. Perokok dengan PPOK
(%)
Perokok Pasif Pasangannya
(%)
Selisih Perokok dengan PPOK - Perokok Pasif
Pasangannya (%)
1 32 77 -45
2 23 88 -65
3 22 99 -77
4 43 68 -25
5 33 109 -76
6 32 87 -55
7 22 83 -61
8 65 95 -30
9 41 66 -25
10 51 61 -10
11 35 88 -53
12 39 54 -15
13 61 84 -23
14 17 90 -73
15 65 85 -20
16 32 83 -51
17 93 58 35
Rerat 41.53(SD 80.88 (SD = -39.35
a =19.88) 15.04)
Perbedaan nilai FEV1/FVC antara
perokok dengan PPOK terhadap
perokok pasif pasangannya yang
didapat dari hasil pemeriksaan
spirometri dapat dilihat pada Tabel
4.8. Pada Tabel 4.8 tersebut
didapatkan bahwa nilai FEV1/FVC
pada perokok dengan PPOK
mengalami penurunan sebesar
1.03%, namun perokok pasif
pasangannya tidak mengalami
penurunan FEV1/FVC.
FEV1/FVC atau rasio VEP1/KVP
adalah rasio volume paksa detik
pertama dengan kapasitas vital
paksa. Nilai ini dapat menurun pada
keadaan obstruksi, dan dapat normal
atau meningkat pada keadaan
restriksi saluran napas.
Tabel 4.8 Nilai FEV1/FVC pada perokok dengan PPOK terhadap perokok pasif pasangannya
No. Perokok dengan PPOK
(%)
Perokok Pasif Pasangannya
(%)
Selisih Perokok dengan PPOK - Perokok Pasif
Pasangannya (%)1 68.5 82.4 -13.92 51 94.4 -43.43 75.9 91.6 -15.74 79.8 88 -8.25 66.7 91.1 -24.46 53.4 91.9 -38.57 56.8 90.2 -33.48 79.7 86.2 -6.59 74 91.2 -17.2
10 74.3 86.7 -12.411 62.8 89.7 -26.912 68.2 86.5 -18.313 76.5 91.6 -15.114 64.4 90 -25.615 68.5 86.8 -18.316 66.4 91.7 -25.317 85.6 86.9 -1.3
Rerata
68.97(SD =9.53)
89.23 (SD=2.99)
-20.26
Dengan menggunakan uji t tidak
berpasangan, didapatkan nilai t
hitung = 8.365. Selain itu,
didapatkan pula perbedaan nilai
FEV1/FVC antara perokok dengan
PPOK terhadap perokok pasif
pasangannya sebanyak 20.26%,
ditunjukkan dengan hasil penelitian
yaitu nilai FEV1/FVC perokok dengan
PPOK sebesar 68.97% lebih rendah
daripada nilai FEV1/FVC perokok pasif
pasangannya sebesar 89.23%
(p=0.000).
Simpulan
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan didapat simpulan
sebagai berikut:
Simpulan Umum :
1. FVC perokok dengan PPOK
lebih rendah daripada perokok
pasif pasangannya.
2. FEV1 perokok dengan PPOK
lebih rendah daripada perokok
pasif pasangannya.
3. FEV1 / FVC perokok dengan
PPOK lebih rendah daripada
perokok pasif pasangannya.
Simpulan Khusus : terdapat
penurunan FVC pada perokok
dengan PPOK dan perokok pasif
pasangannya.
Saran
Melakukan edukasi maupun
kampanye pada masyarakat untuk
menghindari kebiasaan merokok.
Serta pada penelitian selanjutnya,
dapat dilakukan penelitian yang
membandingan antara perokok aktif
tanpa memiliki riwayat penyakit
dengan perokok pasif, atau
membandingkan dua kelompok
subjek penelitian antara kelompok
yang memiliki paparan asap rokok
dan yang tidak memiliki paparan
asap rokok.
Daftar Pustaka
1 Balitbangkes Depkes. 2004.
Konsumsi rokok dan prevalensi
merokok.
http://www.litbang.depkes.go.id/to
baccofree/media/TheTobaccoSour
ceBook/BukuTembakau/ch.1-
march.ino_SB1.mar04.pdf. 18
Desember 2010.
2 Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 2008. Pedoman
pengendalian penyakit paru
obstruktif kronik. Dalam
Keputusan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor
1022/MENKES/SK/XI/2008.
http://www.depkes.go.id/download
s/Kepmenkes/pengendalian_ppok.
pdf. 16 Januari 2011.
3 Faisal Yunus. 1993. Uji faal paru
penyakit paru obstruktif.
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/fil
es/08UjiFaalParu084.pdf/08UjiFaal
Paru084.html. 11 Juli 2011.
4 Persatuan Dokter Paru Indonesia.
2003. PPOK (Penyakit paru
obstruktif kronik) pedoman
diagnosis dan penatalaksanaan di
Indonesia.
http://www.klikpdpi.com/konsensu
s/konsensus-ppok/ppok.pdf. 16
Januari 2011.
5 Tjandra Yoga Aditama. 2001. Data
epidemiologi merokok. Warta
Rokok dan Kesehatan PDPI.
http://www.klikpdpi.com/jurnal-
warta/rokok/rokok-kes-
04.html#DATA%20EPIDEMIOLOGI
%20MEROKOK. 16 Januari 2011.
6 Sarah Barber, Sri Moertiningsih
Adioetomo, Abdillah Ahsan,
Diahhadi Setyonaluri. 2004.
http://www.tobaccofreeunion.org/
assets/Technical%20Resources/Ec
onomic%20Reports/Tobacco
%20Taxes%20In%20Indonesia
%20-%20ID.pdf. 28 November
2011.