Expression Meaning

22
EXPRESSION MEANING VS UTTERANCE/SPEAKER MEANING Ketika Mrs Malaprop dalam drama Richard Sheridan The Rivals berkata kepada keponakannya Lydia Languish ‘Janganlah berusaha untuk membasmi dirimu dari masalah itu,’ dia bermaksud untuk mengatakan kepada keponakannya agar tidak mencoba melarikan dirinya dari masalah. Hal tersebut sebenarnya bukanlah yang dimaksudkan ‘extirpate’ dalam bahasa Inggris (paling tidak, itu bukan satu-satunya makna yang terdapat dalam daftar 'extir - pate' dalam penggunaan kamus bahasa inggris yang baik). Malapropisme semacam ini adalah salah satu cara di mana makna ekspresi (yaitu, makna kata atau kalimat) bisa datang terpisah dari makna penutur. Mrs Malaprop memiliki keyakinan yang salah mengenai apa kata-kata yang ia gunakan untuk memaknai dalam bahasa yang ia gunakan. Keseleo lidah (misalnya, mengatakan 'pig vat' bukan 'big fat') merupakan cara lain di mana ekspresi dan makna penutur bisa datang terpisah. Implikatur percakapan Gricean menunjukkan hal yang jauh lebih luas, kelas kasus di mana kedua jenis makna datang terpisah. Ini adalah kasus-kasus dimana pembicara terlibat dalam beberapa

description

gahsghasg, x nsjxnjsx, nsjnxjsnxjnsjxns xcscnjsncjsnc, wxh wxwhxwnxjwnxjnwxwnxjkwnxjkwnxwnxwnxwnjxwnjxnwjxnwjxnwx

Transcript of Expression Meaning

Page 1: Expression Meaning

EXPRESSION MEANING VS UTTERANCE/SPEAKER MEANING

Ketika Mrs Malaprop dalam drama Richard Sheridan The Rivals berkata kepada

keponakannya Lydia Languish ‘Janganlah berusaha untuk membasmi dirimu dari masalah itu,’

dia bermaksud untuk mengatakan kepada keponakannya agar tidak mencoba melarikan dirinya

dari masalah. Hal tersebut sebenarnya bukanlah yang dimaksudkan ‘extirpate’ dalam bahasa

Inggris (paling tidak, itu bukan satu-satunya makna yang terdapat dalam daftar 'extir - pate'

dalam penggunaan kamus bahasa inggris yang baik). Malapropisme semacam ini adalah salah

satu cara di mana makna ekspresi (yaitu, makna kata atau kalimat) bisa datang terpisah dari

makna penutur. Mrs Malaprop memiliki keyakinan yang salah mengenai apa kata-kata yang ia

gunakan untuk memaknai dalam bahasa yang ia gunakan. Keseleo lidah (misalnya, mengatakan

'pig vat' bukan 'big fat') merupakan cara lain di mana ekspresi dan makna penutur bisa datang

terpisah.

Implikatur percakapan Gricean menunjukkan hal yang jauh lebih luas, kelas kasus di mana kedua

jenis makna datang terpisah. Ini adalah kasus-kasus dimana pembicara terlibat dalam beberapa

bentuk tidak secara tidak langsung, di mana, biasanya, poin utama percakapan adalah sesuatu

yang implisit dikomunikasikan daripada eksplisit diungkapkan. Dalam kasus tersebut, kata-kata

penutur berarti satu hal, tapi penutur sedang mencoba untuk menyampaikan makna lain, baik di

samping ekspresi makna harfiah atau di dalam percakapan tersebut.

Sebuah contoh dari jenis sebelumnya adalah ketika Mary menjawab tawaran Peter untuk

menjemputnya ke bioskop pada malam dimana Mary menjadwalkan belajar untuk ujian esok

harinya. Mary dengan tegas mengatakan bahwa dia akan belajar, namun secara tidak lansung hal

tersebut terkomunikasikan bahwa dia menolak undangan Peter. Disini keduanya, pernyataan

Page 2: Expression Meaning

yang tegas dan penolakan yang halus sengaja dikomunikasikan. Pernyataan ini dimaksudkan

untuk memberikan alasan Mary untuk penolakannya. Contoh yang sama selanjutnya adalah

ketika Mary menanggapi penolakan Peter untuk membantunya ketika dia dalam kesulitan dengan

mengatakan 'Kamu adalah teman baik!" Disini, Mary secara implisit mengutarakan bahwa Peter

bukanlah seorang teman yang baik. Kata-kata Mary “teman yang baik” digunakan dengan

sarkastis, dan dia tidak bermaksud untuk mengatakan sesuai dengan makna harfiah dari kata-

katanya tersebut.

Perlu disebutkan bahwa beberapa filsuf berpikir bahwa makna yang dikatakan secara eksplisit

(sebagai lawan dari komunikasi yang implisit) bisa datang terpisah dari makna kalimat literal. Ini

adalah kasus-kasus dimana makna ekspresi literal harus menyempit atau diperluas secara

pragmatis dalam rangka untuk sampai pada apa yang secara eksplisit dikomunikasikan. Jadi,

ketika Mary berkata kepada pelayan di restoran bahwa ia harus mengambil steak itu kembali

karena itu masih mentah, Mary tidak bermaksud mengatakan steak tersebut secara harfiah

mentah, tetapi steak tersebut terlalu mentah untuk level seleranya –sebuah kasus perluasan

pragmatis. Atau ketika Mary mengatakan kepada anaknya bahwa ia tidak akan mati ketika dia

datang menangis padanya dengan luka di jarinya, Mary bermaksud untuk mengatakan bahwa ia

tidak akan mati karena luka tersebut, bukan mengatakan bahwa anaknya tidak akan pernah mati

– sebuah kasus penyempitan pragmatis (lihat Pragmatic Determinants of What is Said).

Bagi beberapa orang, makna ucapan hanyalah variasi dari makna penutur. Ini adalah makna dari

ungkapan yang digunakan oleh penutur dalam beberapa konteks percakapan. Pendengar sampai

pada sebuah pemahaman dari makna ucapan dengan menggabungkan makna ekspresi literal

dengan informasi lain yang tersedia secara kontekstual termasuk informasi tentang niat

Page 3: Expression Meaning

komunikatif penutur. Namun, setidaknya beberapa filsuf bahasa dan ahli bahasa ingin

menggambarkan sebuah perbandingan antara makna ucapan dan makna penutur.

Levinson (1987, 1995, 2000) berpendapat mengenai tiga tingkatan makna. Ada makna ekspresi,

makna ucapan, dan makna penutur. Makna Ucapan digolongkan kepada sebuah sistem makna

standar terkait dengan jenis-jenis ekspresi tertentu. Makna-makna standar ini dibedakan dari

peng-kodekan makna-makna ekspresi secara literal.

Namun, ketika seorang penutur mengucapkan sebuah ekspresi dari jenis ini dalam konteks

normal, dia akan menyampaikan makna default/standar, kecuali kalau dia baik secara eksplisit

maupun implisit membatalkan makna ini.

Levinson mengidentifikasi makna default ini dengan kelas/golongan implikatur percakapan yang

Grice sebut dengan implikatur percakapan umum. Sebagai contoh, ketika Peter menuduh Mary

telah memakan semua kue coklat dan Mary menjawab bahwa dia telah makan beberapa kue

coklar, Mary secara eksplisit mengatakan bahwa ia telah memakan beberapa dan mungkin semua

kue coklat, ia berimplikasi dengan cara umum bahwa dia tidak makan semua kue coklar, dan ia

berimplikasi secara khusus bahwa dia bukanlah pihak yang bersalah.

Ketiga makna ini sesuai dengan tiga tingkat makna Levinson: makna kalimat, makna ucapan,

dan makna penutur secara berurutan. Perbedaan antara makna ekspresi dan penutur telah

dilibatkan dalam banyak perdebatan filosofis sebagai sebuah cara untuk menghindari postulasi

dari beberapa arti untuk satu tipe ekspresi.

Satu contoh terkenal adalah seruan Kripke (1977) untuk membedakan antara referensi penutur

dan referensi semantik dari uraian tertentu. Kripke menantang perbedaan ini dalam rangka untuk

Page 4: Expression Meaning

menolak signifikansi semantik dari apa yang Donnellan (1966) sebut dengan petunjuk

penggunaan dari uraian tersebut.

Andaikata Mary menggunakan deskripsi 'pria di sudut sedang minum segelas Martini, 'berniat

untuk merujuk kepada Peter, tetapi sebenarnya Peter hanyalah meminum air mineral, bukan

Martini. Kripke berpendapat bahwa apa yang disebut penggunaan petunjuk deskripsi dapat

dipertanggungjawabkan dengan menggunakan dalih apa Mary maksudkan untuk disampaikan

dengan menggunakan ungkapan itu, mengingat apa yang dia benar-benar katakan ditentukan

dengan memberikan sebuah analisis Russellian dari uraian tersebut. Karena tidak adanya

peminum Martini yang khas di sudut ruangan (karena, mari kita anggap, tidak ada peminum

Martini disana), apa Mary katakan adalah salah, meskipun apa yang dimaksudkan melalui

penyampaiannya (makna penuturannya) dapat dibenarkan.

Ada beberapa perbedaan pandangan mengenai prioritas relatif berekspresi dan makna penutur.

Beberapa filsuf, seperti Strawson (1950), berpendapat bahwa bukan kata dan kalimat sendiri

yang merujuk atau mengungkapkan proposisi. Sebaliknya, itu adalah penutur yang merujuk atau

mengekspresikan proposisi dengan menggunakan kata-kata mereka dan kalimat, berturut-turut.

Salmon (2004) menyebut konsep yang berpusat pada tindak tutur pada semantik dan berlawanan

dengan pandangan yang ia sukai, yaitu konsep yang berpusat pada ekspresi. Menurut konsep

kedua, kata-kata dan kalimat memiliki sifat-sifat semantik secara intrinsik, dalam artian bahwa

mereka dapat berbicara tentang petunjuk dan kandungan kebenaran kondisional dari ekspresi-

ekspresi tanpa pengetahuan mengenai itu atau membantu niat komunikasi dari pengguna

ekspresi-ekpresi itu.

Page 5: Expression Meaning

Meskipun pembela konsep yang berpusat pada tindak tutur berkomitmen untuk menyangkal

bahwa ekspresi-ekspresi memiliki petunjuk atau kandungan kebenaran kondisional secara bebas

dari niat komunikasi penutur, pandangan mereka sesuai dengan dengan klaim bahwa jenis-jenis

ekspresi memiliki aspek makna yang berkonteks tetap.

Ini akan sesuai dengan Fregean ‘sense’ atau ‘mode-of-presentation’ atau (untuk demonstratif dan

index) ke Kaplanian ‘karakter’. Hal-hal seperti aspek makna non-referential atau non-truth

conditional mungkin termasuk dalam Salmon ‘sense’. Dengan kata lain, makna tersebut akan

menjadi milik dari jenis-jenis ekspresi, terlepas dari niat pengguna jenis-jenis ekspresi.

Beberapa filsuf bahasa telah membantah Ide dari makna ekspresi intrinsik independen dari

makna penutur. Misalnya, Grice (1957) berpendapat bahwa makna ekspresi dapat direduksi

menjadi makna penutur. Grice tertarik kepada arti non-natural (MeaningNN), sebagai lawan dari

tipe makna alami yang mana sebuah tanda mungkin memiliki dalam sifat dari penandaan secara

alami atau indikasi dari beberapa keadaan.

Dia menyatakan bahwa makna ucapan yang ‘nonnaturally’ p hanyalah sebuah persoalan dari

sebuah ekpresi ujaran seorang penutur dengan niat percakapan tertentu. Ini akan menjadi

semacam makna ‘one-off’ untuk ekspresi itu. Namun, penutur tersebut mungkin cenderung

untuk mengucapkan sebuah ekspresi dari jenis ini setiap kali dia ingin menyampaikan arti

tertentu.

Dengan demikian, ia bisa saja mengembangkan sebuah kebiasaan dari penggunaan jenis ekspresi

seperti itu. Jika penggunaan ini kemudian menyebar ke anggota lain dari komunitasnya, itu akan

menjadi standar penggunaan, dan jenis ekspresi tersebut akan sampai pada kepemilikan makna

Page 6: Expression Meaning

stabil independen dari niat-niat penutur manapun. Akan tetapi, makna tersebut tidak akan

menjadi independen dari kegiatan linguistik dari pengguna jenis ekspresi tersebut secara umum.

Cara lain para pembela dari konsep berpusat pada tindak tutur yang telah menantang gagasan

dari makna ekspresi intrinsik yaitu berdebat dengan Searle (1983) bahwa semua makna

berhubungan dengan sebuah latar belakang nonintentional. Sebuah kalimat hanya memiliki

hubungan kebenaran-kondisi dengan beberapa Latar Belakang yang diasumsikan. Latar belakang

ini tidak akan pernah bisa dibuat sepenuhnya eksplisit, karena pada dasarnya itu terdiri dari satu

set kemampuan, praktek, dan cara bertindak yang nonintentional.

Meskipun Searle, tidak seperti Grice, tidak menyarankan bahwa makna ekspresi sangat

tergantung kepada niat komunikatif penutur, ia berpendapat bahwa makna ekspresi tergantung

pada jenis tertentu dari aktivitas manusia, dan konsep ini bertentangan dengan gagasan dari

makna ekpresi intrinsik.

Page 7: Expression Meaning

EXPRESSIVE POWER OF LANGUAGE

Kekuatan ekspresif dari sebuah bahasa adalah kemampuannya untuk menyampaikan makna-

makna dari berbagai jenis. Paling sering, istilah ini digunakan dalam konteks komparatif atau

kontrastif, misalnya, untuk menegaskan bahwa satu bahasa adalah lebih besar kekuatan ekspresif

daripada yang lain dalam bidang semantik tertentu.

Pada suatu waktu, hal tersebut diyakini bahwa bahasa klasik dari peradaban Barat mempunyai

kekuatan ekspresif lebih besar dibanding dengan bahasa primitive Afrika, Asia, Oseania, dan

Amerika. Namun, ketika ahli bahasa mulai mengakrabkan diri mereka dengan bahasa yang lebih

terpencil dan eksotis, semakin jelas bahwa mereka juga patut diperhitungkan namun selama ini

diremehkan dalam kekuatan ekspresif mereka. Belakangan ini, secara umum dapat diterima

bahwa semua bahasa diberkahi kekuatan ekspresif yang sama besarnya.

Namun demikian, dalam domain tertentu, bahasa masih mungkin berbeda secara substansial

sehubungan dengan bekas kekuatan ekspresif mereka. Mungkin contoh yang paling sering

dirujuk dalam variasi lintas bahasa dalam kekuatan ekspresif, kelebihan arti Bahasa Eskimo dari

kata salju, 'baru-baru ini telah dipertanyakan, walaupun beberapa contoh lainnya didukung baik

secara empiris.

Dalam rangka untuk membandingkan kekuatan ekspresif bahasa-bahasa, maka perlu untuk

mempertimbangkan bentuk-bentuk yang mungkin memiliki arti, makna yang mungkin

ditanggung oleh bentuk-bentuk, dan sifat dari hubungan bentuk–makna.

Bentuk-bentuk yang mungkin memiliki arti adalah unit-unit linguistic dari berbagai ukuran:

morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan teks. Di samping ini, kontur intonasi juga dapat

Page 8: Expression Meaning

dikaitkan dengan makna. Selain itu, lebih kecil lagi, unit fonologi mungkin memiliki arti dalam

apa yang dikenal sebagai simbolisme-suara.

Makna yang ditanggung oleh bentuk-bentuk linguistik dapat secara luas dicirikan sebagai baik

konseptual atau afektif. Makna konseptual didasarkan pada kepercayaan tradisional dari

semantik, seperti konten proposisional, modalitas, dan referensi, dan dapat lebih diklasifikasikan

dalam berbagai bidang semantik, termasuk peran tematik, tense/aspek, kuantifikasi, istilah

kekeluargaan, istilah warna, istilah cuaca, dan sebagainya. Sebaliknya, makna afektif melibatkan

keadaan seperti ketegangan, kebahagiaan, gairah, dan semacamnya.

Hubungan bentuk-makna, yang mengatakan asosiasi bentuk linguistik dengan makna khusus,

adalah dasar dari kekuatan ekspresif bahasa. Untuk setiap makna yang diberikan M, berikut ini

tiga kasus mungkin, berpotensi, dibedakan: (a) M adalah dapat diekpressikan dalam semua

bahasa, (b) M dapat diungkapkan dalam tanpa bahasa, dan (c) M diungkapkan dalam beberapa

tapi tidak semua bahasa. Namun, taksonomi di atas menghadapi sejumlah masalah serius.

Satu kesulitan yakni empiris: tanpa akses ke masing-masing dan setiap salah satu dari ribuan

bahasa di dunia, itu adalah proposisi sangat berisiko untuk membuat generalisasi universal yang

menyatakan bahwa makna tertentu mungkin dinyatakan dalam semua bahasa, atau tidak sama

sekali. Pada pengganti data base jauh lebih besar daripada saat ini tersedia di pasaran, semua

klaim seperti itu harus diperlakukan sebagai dugaan dari berbagai tingkatan yang masuk akal.

Masalah lainnya berkaitan khusus dengan makna yang dinyatakan tidak ada bahasanya.

Beberapa peneliti melihat bahasa sebagai sistem konvensi sosial, dan makna, khususnya, pada

dasarnya pengikat masyarakat: untuk peneliti tersebut, konsep dari makna tak terungkapkan

adalah sebuah oxymoron. Lebih umum, melalui definisi mereka, makna yang ternyatakan dalam

Page 9: Expression Meaning

ketiadaan Bahasa tidak bisa disebut, bahkan secara tidak langsung, seperti dalam ekspresi makna

senyum Mona Lisa: gagasan tentang makna tak terungkapkan kemudian menjadi paradoks.

Namun demikian, para nabi, penyair, dan lain-lain telah digambarkan melewati pengalaman

mistik di luar ranah ekspresi linguistik, klaim-klaim serupa juga diciptakan oleh orang-orang

yang telah memasuki keadaan diluar dari kesadaran, misalnya, dengan halusinasi akibat obat.

Memang, para positivis logis menyatakan bahwa bahasa-bahasa alami tidak mampu

mengekspresikan konsep-konsep ilmiah dengan cukup tepat, postulat ini menjadi motivasi

mereka untuk mengusulkan sebuah ‘bahasa buatan ilmu pengetahuan.’

Menelusuri lebih jauh lagi, ilmuwan-ilmuwan kognitif telah mengindikasikan bahwa pikiran

manusia sejak lahir tidak mampu untuk menangkap beberapa jenis pengetahuan; pengetahuan

tersebut akan, selanjutnya, menjadi tidak terungkapkan dalam bahasa apapun. Dilihat dari klaim-

klaim tersebut, itu seperti akan disarankan untuk, setidaknya, menarik kemungkinan bahwa

mungkin ada makna yang belum dinyatakan dalam bahasa, terlepas dari masalah yang melekat di

dalamnya. Lebih lanjut, masalah yang paling banyak diperdebatkannya adalah sinonim

crosslinguistic/antar bahasa. Beberapa ahli bahasa mempertanyakan apakah bentuk linguistic

(linguistic form) di berbagai bahasa sanggup untuk menyandang arti yang sama persis.

Masing-masing dan setiap bentuk linguistik merupakan bagian dari sistem bahasa; karenanya, ia

diperdebatkan selalu, bentuk-bentuk linguistik termasuk bagian dari sistem bahasa yang berbeda-

beda yang tidak bisa setara. Permasalahan sinonim crosslinguistic (antarbahasa) ini tentu saja

penting untuk proses penerjemahan: jika kesempurnaan sinonim crosslinguistic tidak dapat

dicapai, maka tidak adalah ‘terjemahan yang sempurna.’

Page 10: Expression Meaning

Namun demikian, untuk berbagai tujuan, itu tampak akan menguntungkan untuk menghapuskan

kepelikan ini, dalam rangka untuk menempatkan sinonim crosslinguistic, ketika kesetaraan

makna, sampai pada titik tertentu, menjadi mungkin untuk dicapai. Sebuah masalah tertentu

muncul ketika seharusnya sinonim lintaslinguistik dibangun dari bentuk-bentuk linguistik dari

berbagai jenis, atau ‘ukuran’. Pertimbangkan, untuk contoh, ungkapan bahasa Inggris boy (anak

laki-laki) dan sinonim terdekatnya dalam bahasa Ibrani, yeled, dan dalam bahasa Tagalog,

batang lalaki. Sedangkan bahasa Inggris memiliki kata monomorphemic, Ibrani memiliki kata

bimorphemic terdiri dari akar y-l-d 'child 'ditambah infleksi maskulin singular -ee-, sementara

Tagalog menggunakan dua kata, Batang ‘child’ ditambah penghubung gramatikal, and lalaki

‘male’. Ini setidaknya masuk akal untuk menunjukkan bahwa makna yang berhubungan dengan

boy, yeled, dan Batang lalaki merefleksikan struktur mereka yang berbeda. Secara khusus,

mengingat representasi semantis dari boy mungkin melibatkan sebuah konsep primitif Boy, yang

mana yeled mungkin diperoleh dari penerapan fitur maskulin untuk Anak, sedangkan batang

lalaki mungkin dibangun secara komposisinya, dengan memodifikasi Child dengan Male.

Oleh karena itu akan tampak sangat penting untuk membedakan antara berbagai jenis bentuk

linguistik yang mungkin memiliki arti: segmen, morfem, kata, frase, klausa, kalimat, teks,

intonasi contur, dan sebagainya. Secara khusus, untuk setiap makna M, dan semua jenis dari

bentuk linguistik T, berikut tiga kasus yang mungkin dibedakan: (a) M dapat dinyatakan oleh

bentuk dari tipe T dalam semua bahasa , (b) M adalah dinyatakan oleh bentuk dari tipe T tanpa

bahasa, dan (c) M adalah dapat dinyatakan oleh bentuk dari tipe T dalam beberapa tapi tidak

semua bahasa. Berikut ini adalah beberapa contoh dari masing-masing tiga kasus tersebut.

Ambil T sebagai morfem, dan uji domain semantik dari bilangan-bilangan pokok, ONE (satu)

adalah mungkin dinyatakan oleh sebuah morfem tunggal dalam semua bahasa, sedangkan ONE

Page 11: Expression Meaning

HUNDRED and TWENTY THREE (Seratus Dua Puluh Tiga) hampir pasti dapat dinyatakan

oleh morfem tunggal dalam tanpa bahasa-bahasa. Di antara dua perbedaan yang sangat besar ini,

Eleven (sebelas) dapat dinyatakan oleh sebuah morfem tunggal dalam Bahasa Inggris eleven,

tapi tidak dalam bahasa Melayu, dimana seblas terdiri dari se-'satu 'plus -blas lebih dari sepuluh;

sedangkan ONE HUNDRED THOUSAND (Seratus Ribu) dapat dinyatakan oleh sebuah morfem

tunggal dalam Hindi laakh, tapi tidak dalam bahasa Inggris.

Biarkan T berdiri untuk kata dan generalisasikan domain semantis dengan yang kuantifikasi,

ONE (satu) adalah yang mungkin dinyatakan oleh satu kata dalam semua bahasa, sedangkan AT

MOST FOUR OR MORE THAN SEVEN hampir pasti dinyatakan oleh satu kata dalam

ketiadaan bahasa-bahasa. Di antara, quantifier No dapat dinyatakan oleh satu kata dalam Bahasa

Inggris No (seperti dalam tidak adanya bahasa), tapi tidak dalam bahasa Ibrani, di mana ia akan

diparafrasekan dengan penanda polaritas negatif af mendahului kata benda ditambah negasi lo

dalam gabungannya dengan kata kerja, ketika ONLY ONE (Hanya Satu-satunya) dapat

dinyatakan dengan satu kata dalam bahasa Tagalog iisa, tapi tidak dalam bahasa Inggris.

Ambil T untuk menunjukkan klausa, proposisi sederhana seperti John Came mungkin dapat

dinyatakan oleh satu klausa dalam semua bahasa, sedangkan penghubung kondisional dua

peristiwa seperti If John Comes, Bill Will Go adalah yang paling mungkin untuk tidak dapat

dinyatakan dalam klausa tunggal dalam bahasa apapun.Namun, proposisi-preposisi yang

melibatkan penggabungan dua partisipan seperti John and Bill Came, hal itu bisa dinyatakan

oleh klausa tunggal dalam bahasa Inggris, John dan Bill datang, tapi tidak dalam bahasa

Amerindian Yuman Maricopa, dimana sinonim terdekatnya, John-{ Billu@aavkv?aawk,

mengandung klausa tempelan John – S Bill u @ aavk 'John accompanied Bill.

Page 12: Expression Meaning

Sebaliknya, preposisi yang melibatkan kausa tidak langsung seperti John Caused Bill To Write a

Letter dapat dinyatakan dalam klausa tunggal dalam bahasa Hindi, seperti dalam John-ne Bill-se

khat likh - waayaa, memanfaatkan kata kerja tunggal likhwaayaa 'menulis' sebagai infleksi untuk

kausa tidak langsung, tapi tidak di Bahasa Inggris, dimana, dalam sinonim terdekat, John caused

Bill to write a letter, dua kata kerja, Cause and write, mengepalai dua klausa yang berbeda.

Biarkan T mewakili intonasi kontur, penekanan mungkin dinyatakan lewat intonasi dalam semua

bahasa, sementara sebuah bilangan pokok seperti Seven hampir pasti dapat dinyatakan melalui

intonasi tanpa bahasa. Namun, pertanyaan ya/tidak dapat dibentuk dengan intonasi dalam bahasa

Inggris, tapi tidak, dalam Bahasa Thailand, dimana ‘sebuah varietas dari pewarna seruan’,

termasuk ‘kurangnya perhatian dari penutur sebagai hasil ucapannya’ dapat dinyatakan dalam

intonasi di Vietnam, tapi tidak dalam bahasa Inggris. Akhirnya, ambil T untuk menunjukkan fitur

fonologi, kekerasan dan agresi yang mungkin dinyatakan, melalui penandaan suara, dengan fitur

[obstruen] dalam semua bahasa, sementara bilangan pokok seperti Tujuh hampir pasti dinyatakan

dengan fitur phonologi tanpa bahasa.

Namun, sejak hubungan dari fitur fonologi dengan makna-makna didasarkan prinsip kognitif

yang universal, sisi yang terpisah dari domain yang terkonvensi dan kemungkinan bahasa-aturan

tata bahasa tertentu, dimana kemungkinan tidak adanya kasus dari makna yang dinyatakan oleh

fitur-fitur fonologi dalam beberapa tapi tidak semua bahasa. Dalam kasus-kasus di mana sebuah

makna M adalah dinyatakan oleh bentuk dari tipe T dalam beberapa tapi tidak semua bahasa,

kemungkinan M sebagai makna dari bentuk dari Tipe T mungkin dikorelasikan dengan berbagai

sifat linguistik lainnya. Korelasi tersebut dapat direpresentasikan sebagai implikasi universal

dalam bentuk seperti berikut : (a) Untuk bahasa apapun L, jika M tersedia sebagai makna dari

Page 13: Expression Meaning

tipe T bentuk dalam L, maka L memiliki sifat P , dan (b) Untuk setiap bahasa L, jika L memiliki

sifat P , maka M akan tersedia sebagai makna dari sebuah tipe T dalam bentuk L.

Sekarang ini, bagaimanapun, tidak banyak diketahui mengenai pola variasi crosslinguistic (lintas

bahasa) di bidang kekuatan ekspresif untuk meyakinkan dalam mendukung sebuah tatanan

signifikan dari ke-universalan-nya. Namun demikian, beberapa pekerjaan di tipologi linguistik

telah menunjuk ke arah kemungkinan korelasi antara kekuatan ekspresif dan berbagai sifat

linguistik lainnya. Misalnya, dalam tipologi fonologis, telah disarankan bahwa intonasi dikaitkan

dengan kurangnya kekuatan ekspresif dalam bahasa tonal (yang mempergunakan gaya suara)

dibanding mereka yang non-tonal. Sama halnya, dalam tipologi morfologi, kata umumnya

diberkahi dengan kurangnya kekuatan ekspresif dalam bahasa yang terisolasi daripada yang

synthetic (tiruan), dan kurangnya kekuatan ekspresif di bahasa synthetic daripada yang

polysynthetic, seperti Bahasa Australia Mayali, di mana satu kata gayauganjngunihmiwagecan

bisa berarti ‘anak yang merangkak dan memakan daging’. Sejalan dengan itu, dalam sintaksis

typology, kalimat umumnya kurang dilengkapi dengan kekuatan ekspresif dalam seperti bahasa

Inggris dan bahasa Eropa lainnya dibandingkan dalam beberapa bahasa Papua biasa disebut

klausa tipe berantai, di mana satu kalimat dapat menceritakan serangkaian peristiwa yang, di

sebagian besar bahasa lainnya, akan membutuhkan urutan kalimat yang lebih panjang.

Sementara beberapa fakta dan generalisasi tentang kekuatan ekrepresif dari sebuah bahasa dapat

dipertanggungjawabkan untuk kaidah tipologi linguistik, yang lain tampaknya akan dihasilkan

melalui faktor extralinguistik, sementara yang lain akan menolak terhadap apapun jeni

penjelasan, daripada mencerminkan kesewenang-wenangan dari bahasa dan struktur linguistik.