Evaluasi Target Perencanaan Peningkatan Kapasitas Landasan ...
Transcript of Evaluasi Target Perencanaan Peningkatan Kapasitas Landasan ...
Evaluasi Target Perencanaan Peningkatan Kapasitas Landasan Pacu
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta (Studi Kasus : IRC72)
Muhammad Reva Fachriza, Ellen Sophie Wulan Tangkudung
1. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
2. Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia
E-mail: [email protected]
Abstrak
Skripsi ini membahas evaluasi daripada target perencanaan prosedur baru peningkatan kapasitas landas pacu bandar udara internasional Soekarno-Hatta dari 64 pergerakan perjam menjadi 72 pergerakan perjam dengan penerapannya di lapangan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menganalisis prosedur baru tersebut terhadap dampaknya dilapangan dan membandingkan hasil analisis tersebut dengan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan prosedur baru ini belum berjalan sesuai dengan target perencanaan. Hal ini pada umumnya disebabkan oleh operasi pesawat oleh pilot yang belum berjalan secara efektif dan efisien.
Abstract
This thesis purpose is to evaluate the planning target of the new procedure that enhances the Soekarno-Hatta International Airport landas pacu capacity from 64 movement per hour to 72 movement per hour with it’s application on the field. This is a qualitative research which analyze how the new procedure could affect the landas pacu capacity and compare the result with the field violation to the new procedure. The result shows us that this new procedure field-application is not going effectively as it’s planning target should be. This problem usually occurs when the pilot of an aircraft is not operating it’s aircraft properly.
Keywords: Capacity; Procedure; Runway
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Pendahuluan
Bandar udara termasuk infrastruktur yang berperan sangat vital dalam pertumbuhan ekonomi
suatu negara. Karena bandara merupakan pintu gerbang kegiatan perekonomian dalam upaya
pemerataan pembangunan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi serta keselarasan
pembangunan nasional dan pembangunan daerah yang digambarkan sebagai lokasi dan
wilayah di sekitar bandar udara yang menjadi pintu masuk dan keluar kegiatan perekonomian
(PM. 69 Tahun 2003). Oleh karena itu pengembangan terhadap sektor infrastruktur bandar
udara harus terus diperbaharui demi menunjang kebutuhan manusia akan jasa penerbangan
yang semakin meningkat tiap tahunnya.
Jumlah penumpang dan pergerakan pesawat terbang pada Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta diperkirakan akan terus meningkat, hal ini akan berdampak langsung pada
kemampuan bandar udara dalam melayani penumpang dan pergerakan pesawat. Hal ini
berkaitan dengan kapasitas bandar udara itu sendiri. Apabila pada suatu saat kapasitas
tersebut tidak dapat menunjang permintaan yang kian meningkat maka diperlukan suatu
pengembangan pada sektor kapasitas bandar udara demi menyesuaikan dengan permintaan
yang ada.
Skrpsi ini membahas mengidentifikasi faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi
peningkatan kapasitas landas pacu Bandar Udara Soekarno-Hatta dari 64 pergerakan/jam
hingga mencapai 72 pergerakan/jam dan juga kesesuaian penerapannya dilapangan dengan
tujuan perencanaan awal.
Tinjauaan Teoritis
Penelitian ini mencakup evaluasi tentang prosedur peningkatan kapasitas landasan pacu
bandar udara internasional soekarno-hatta terhadap penerapannya di lapangan.
Landasan Pacu
Landas pacu merupakan suatu lintasan yang terdapat pada sisi udara (airside) suatu bandar
udara dengan panjang dan arah tertentu dan digunakan oleh pesawat udara untuk mendarat
dan lepas landas. Terdapat beberapa jenis konfigurasi landas pacu, yaitu:
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Taxiway
Fungsi utama taxiway adalah untuk menampung sementara pesawat udara dan
menghubungkan landas pacu dengan apron, gedung terminal dan hangar perawatan atau
sebaliknya. Taxiway harus diatur sehingga pesawat udara yang bergerak di taxiway tidak
mengganggu pesawat udara di landas pacu.
Apron
Bandar udara yang besar memerlukan fasilitas apron yang berfungsi sebagai tempat parkir
(holding apron) dan pemanasan pesawat udara (run-up apron), penumpang naik (boarding)
dan turun dari pesawat udara dan bongkar muat kargo. Apron didesain sesuai dengan
kapasitas dn komposisi pesawat udara yang diperkirakan. Apron harus memungkinkan satu
pesawat udara dapat melewati pesawat udara lain di depannya yang karena suatu sebab tidak
dapat lepas landas atau ada gangguan lain. Pesawat udara harus diberi ruang yang cukup,
sesuai peraturan, untuk melakukan manuver.
Kapasitas Bandar Udara
Kapasitas menyatakan kemampuan suatu sistem melayani permintaan berdasarkan batasan
tertentu. Batasan utama untuk kapasitas sistem bandar udara berupa suatu tingkat penundaan
yang berada dalam batas toleransi.
Air Traffic Control (ATC)
Pemandu Lalu Lintas Udara (Air Traffic Controller) adalah penyedia layanan yang mengatur
lalu-lintas di udara terutama pesawat terbang untuk mencegah pesawat terlalu dekat satu
sama lain dan tabrakan. ATC atau yang disebut dengan Air Traffic Controller merupakan
pengatur lalu lintas udara yang tugas utamanya mencegah pesawat terlalu dekat satu sama
lain dan menghindarkan dari tabrakan (making separation). Selain tugas separation, ATC
juga bertugas mengatur kelancaran arus traffic (traffic flow), membantu pilot dalam
menghandle emergency/darurat, dan memberikan informasi yang dibutuhkan pilot (weather
information atau informasi cuaca, traffic information, navigation information, dll). ATC
adalah rekan dekat seorang Pilot disamping unit lainnya, peran ATC sangat besar dalam
tercapainya tujuan penerbangan. Semua aktifitas pesawat di dalam area pergerakan
diharuskan mendapat izin terlebih dahulu melalui ATC, yang nantinya ATC akan
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
memberikan informasi, insturksi, clearance/izin kepada Pilot sehingga tercapai tujuan
keselamatan penerbangan, semua komunikasi itu dilakukan dengan peralatan yang sesuai dan
memenuhi aturan.
Perhitungan Kapasitas Landasan Pacu
Pada model ini kapasitas adalah invers dari watu pelayanan rata-rata terboboti terhadap
semua jenis pesawat udara. Bila waktu pelayanan rata-rataa terboboti adalah 60 detik setiap
operasi, maka kapasitas landasan pacu adalah 60 operasi per jam. Model ini menganggap
approach path dan landasan pacu sebagai “runway system”. Waktu pelayanan landasan pacu
diambil yang terbesar antara waktu pemisahan antar pesawat udara pada saat mendarat atau
waktu pemakaian runway.
Berikut ini adalah modelisasi runway system untuk melayani kedatangan. Kapasitas landasan
pacu dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Jenis-jenis pesawat udara, biasanya dibagi dalam beberapa kelas kecepatan.
b. Panjang approach path dari entry gate ke runway end.
c. Peraturan keselamatan penerbangan yangmenentukan jarak pisah antar pesawat udara.
d. Besarnya kesalahan waktu kedatangan di entry gate dan kesalahan kecepatan pada
approach path.
e. Probabilitas pelanggaran terhadap jarak pisah minimum yang dapat diterima.
f. Runway Occupancy Time dari berbagai jenis pesawat udara.
Untuk memperoleh waktu kedatangan beturutan perlu ditentukan apakah pesawat
udara yang berada di depan Vi memiliki kecepatan lebih tinggi atau lebih rendah terhadap
pesawat udara di belakangnya Vj. Maka dilakukan modelisasi Vi > Vj dan Vi ≤Vj. Notasi
yang dipergunakan adalah :
r = Panjang approach path
Sij = Jarak pisah minimum antar pesawat udara
Vi = Kecepatan pesawat udara kelas i di depan
Vj = Kecepatan pesawat udara kelas j di belakang
Oi = Runway Occupancy Time pesawat udara di depan
Kasus 1 : Vi ≤ Vj
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Sij pada runway threshold adalah sebesar Sij/Vj dalam satuan waktu. Waktu pisah minimum
merupakan yang terbesar di antara Sij/Vj atau Oi dari pesawat udara di depan.
Gambar 1 time-space diagram Vi ≤ Vj
Kasus 2 : Vi > Vj
Waktu pisah minimum pada threshold adalah sebesar !!!"#!"
− !!"= !"#
!"+ !( !
!"− !
!")
Gambar 2 Time-Space Diagram Vi > Vj
Kedua model ini berdasarkan asumsi bahwa pesawat udara tidak mengalami kesalahan posisi.
Untuk memasukkan faktor kesalahan posisi, dilakukan penambahan buffer time tergantung
pada probabilitas pelanggaran jarak pisah minimum yang dapat diterima. Apabila buffer time
untuk pesawat udara dengan kecepatan Vi yang diikuti pesawat udara Vj dinyatakan dalam
matriks b, dan waktu pisah minimum tanpa kesalahan dinyatakan dalam matriks E[Tij], maka
waktu yang sebenarnya adalah Tij = E[Tij] + b.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Metode Penelitian
Pada penelitian ini metode yang dilakukan adalah metode evaluasi program dengan
melakukan pengkajian terhadap berbagai macam sumber literatur mengenai hal-hal yang
mempengaruhi kapasitas landasan pacu. Dari hasil pengkajian secara literatur maka dibuat
perumusan masalah yang di tuangkan dalam bentuk pertanyaan-pertanyaan hipotesis.
Penyusunan proposal penelitian. Penentuan parameter-parameter yang di ukur pada penelitian
peningkatan landasan pacu ini. Pengumpulan dan perbandingan data yang didapat dari hasil
survey yang telah dilakukan. Melakukan analisis terhadap data-data yang telah didapat sesuai
dengan tujuan semula dari penerapan prosedur baru tersebut. Pembuatan kesimpulan terhadap
kesesuaian antara penerapan dilapangan dengan tujuan perencanaan yang telah semula
direncanakan oleh pihak pengelola landasan pacu. Hasil evaluasi dijadikan sebagai bahan
pertimbangan untuk menentukan langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pihak
pengelola landasan pacu.
Hasil Penelitian
Airport Information Publication Supplement IRC72
1. Pendahuluan
1.1. Permintaan terhadap penerbangan pada Bandar Udara Internasional Soekarno-
Hatta mengalami peningkatan yang stabil dari tahun ke tahun, kondisi ini
mengakibatkan nilai keterlambatan dan densitas lalu lintas yang meningkat pada
jam-jam tertentu dalam satu hari.
1.2. Untuk mengatasi masalah ini, Bandara Internasional Soekarno Hatta melalukan
perhitungan yang ditujukan untuk meningkatkan kapasitas landasan pacu dengan
meminimalkan Runway Occupancy Time (ROT) dengan tetap menjaga keamanan,
keteraturan, efisiensi dan harmonisasi laju lalu lintas udara di Jakarta.
1.3. Tujuan dari AIP Supplement ini adalah untuk mempublikasikan prosedur yang
digunakan untuk meminimalisir Runway Occupancy Time (ROT), meningkatkan
penggunaan dan kapasitas Runway Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta
dan juga sebagai prosedur pelengkap terhadap AIP WIII AD 2.20 pada seksi
regulasi lalu lintas lokal.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
1.4. AIP Supplement ini merevisi prosedur Speed Restriction RNAV1 STAR pada AIP
Supplement nomor 08/12 tanggal 28 Juni 2012 (Lampiran “C1” – “C8”), prosedur
kedatangan dan keberangkatan pesawat pada AIP Supplement nomor 09/12
tanggal 28 Juni 2012, Prosedur Push Back & Start Up pada AIP Indonesia
Volume II page WIII AD 2 – 19 AMDT 29 poin 1 dan poin 2, prosedur Speed
Control pada AIP Indonesia Volumee II halaman WIII AD 2-29/AD 2-30.
2. Penerapan Operasi
Penerapan dari prosedur Peningkatan Kapasitas Runway Bandar Udara Internasional
Soekarno Hatta efektif pada 26 Juni 2014 pukul 00.01 UTC.
3. Prosedur Keberangkatan
3.1. Pesawat yang akan berangkat diminta untuk menghubungi Soekarno-Hatta
Clearance Delivery untuk perizinan dari ATC, 25 menit sebelum Push Back yang
akan dilanjutkan ke tahap Estimate Off Block Time (EOBT) untuk pengolahan
data keberangkatan.
3.2. Pilot akan menerima FL280/FL290 sebagai ketinggian awal untuk melanjutkan
ke ketinggian yang telah ditetapkan, sesuai dengan metodologi semi sirkular.
3.3. Pilot akan langsung menerima ketinggian yang diinginkan apabila terletak
dibawah FL290/FL280.
3.4. Ketinggian akhir yang tersedia akan diinformasikan oleh Jakarta ACC.
3.5. Pesawat pada tahap keberangkatan yang telah memiliki izin keberangkatan oleh
ATC dapat di batalkan statusnya apabila:
• Dalam kondisi tidak dapat melakukan Push Back setelah 20 menit dari
EOBT.
• Dalam kondisi Push Back, sementara pilot memutuskan untuk kembali ke
apron.
• Terjadi masalah teknis dan tidak dapat melanjutkan taxiing.
3.6. Prosedur ini tidak ditujukan menyerahkan setiap tahap kepada ATC.
3.7. Prosedur Push Back & Start Up.
3.7.1. Pilot disarankan untuk meminta izin Push Back apabila sudah siap untuk
pelaksanaan.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
3.7.2. Prosedur Push Back harus dilakukan pada rentang waktu 5 menit.
3.7.3. Pada saat pelaksanaan Push Back pilot diizinkan untuk melakukan
manuver dengan tujuan menghindari penghalang dan sebagainya.
3.7.4. Setelah pelaksanaan prosedur Push Back, pesawat dalam tahap
keberangkatan diharuskan siap untuk taxi, kecuali ATC memberikan
instruksi lain.
3.7.5. Pilot yang tidak dapat mengikuti prosedur 3.5 dan 3.7.2 disarankan untuk
menginfokan ATC secepatnya untuk menunggu instruksi selanjutnya.
3.7.6. Disarankan untuk pesawat melakukan Push Back sebelum melakukan Start
Up. Namun apabila terdapat alasan teknis pesawat dapat melakukan Start
Up pada saat keadaan parkir.
3.8. Prosedur Taxi
3.8.1. Pesawat yang sedang dalam tahap taxiing pada Taxiway akan di pandu
oleh Ground Control untuk menghindari atau mengurangi kemungkinan
konflik dan akan disertai dengan informasi lalu lintas bandara dan layanan
pengingat. ATC akan memberikan pembatasan pada perizinan taxi bila
dibutuhkan.
3.8.2. Pesawat dalam tahap taxiing disarankan untuk menggunakan daya
seminimal mungkin pada saat ber manuver di dalam area apron atau pada
saat menuju sektor lain pada wilayah aerodrome.
3.8.3. Pilot diwajibkan untuk memeriksa penjaluran taxi dan grafik aerodrome.
Pada saat keadaan taxi jika terdapat keraguan pada pilot terhadap posisi
pesawatnya di area aerodrome, berhenti dan hubungi ATC untuk instruksi
lebih lanjut.
3.8.4. Penjaluran taxi yang akan digunakan pesawat untuk taxiing dengan tujuan
keberangkatan, akan di pandu oleh ATC. Panduan dari ATC ini tidak
menghilangkan kuasa pilot atas manuver pesawatnya untuk menjaga jarak
antar pesawat lain pada area taxiway, atau untuk mengikuti panduan arah
dari ATC pada area manuver pesawat.
3.8.5. Seluruh pesawat diminta untuk terus mengganti dan memonitor frekuensi
TWR, posisi stand by diinfokan oleh TWR apabila pesawat telah mencapai
persimpangan taxiway adalah sebagai berikut:
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Tabel 1 Sinyal Panggil Pesawat Pada Persimpangan Taxiway
Runway dalam
penggunaan
Posisi Sinyal Panggil
07L WC2 SOEKARNO-HATTA
TOWER TWO 25R NC2
07R WC2 SOEKARNO-HATTA
TOWERONE 25L SC3
3.9. Prosedur Tinggal Landas
3.9.1. Pilot harus dapat memastikan, mensetarakan dengan keselamatan dan
standard operating procedures, bahwa dapat taxi pada posisi yang tepat
pada landasan pacu sesaat setelah pesawat memulai prosedur lepas landas
ataupun pendaratan.
3.9.2. Pilot harus dapat melengkapi semua pengecekan pra-keberangkatan
sebelum memasuki landasan pacu untuk proses keberangkatan, supaya
pesawat dapat dengan segera memasuki posisi untuk lepas landas sesaat
setelah penerimaan izin untuk lepas landas.
3.9.3. Pada saat pesawat telah mendapat izin line up dan take off pada taxi
holding point, pesawat diharapkan sudah berada pada posisi line up dan
segera melakukan prosedur take off secepatnya. Sangat disarankan pilot
untuk mengikuti taxi line pada saat keberangkatan, apabila tidak
memungkinkan segera infokan kepada ATC.
3.9.4. Pada saat pesawat sudah diberikan izin untuk tinggal landas setelah
mensejajarkan posisi pada landasan pacu maka sesegera mungkin
melakukan take off roll tanpa berhenti terlebih dahulu. Pilot yang telah
menerima instruksi dari ATC ‘cleared for immediate take-off’ diharapkan
untuk bertindak sebagai berikut:
3.9.4.1. Apabila proses penungguan selesai, segera masuk menuju landas pacu
dan memulai prosedur lepas landas secepat mungkin tanpa berhenti.
3.9.4.2. Apabila sudah mensejajarkan dengan landas pacu maka segera lepas
landas tanpa keterlambatan.
3.9.4.3. Apabila tidak dapat mengikuti instruksi, segeralah hubungi ATC.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
3.10. Pesawat dapat diizinkan untuk lepas landas pada saat pesawat pendahulunya
telah mengudara dan sudah berada pada jarak 2400 m dari posisi pesawat
setelahnya, dengan beberapa kondisi:
3.10.1. Pada rentan waktu 30 menit setelah matahari terbit hingga 30 menit
sebelum matahari terbenam.
3.10.2. Penerapan pada Wake Turbulence Separation Minima tercapai.
3.10.3. Jarak penglihatan minimal pada 5 km dan langit-langit awan tidak lebih
rendah dari 1000 ft.
3.10.4. Tailwind tidak melebihi 5 kts.
3.10.5. Jarak pemisahan minimal tetap berlaku antara 2 pesawat keberangkatan
setelah pesawat kedua lepas landas.
3.10.6. Informasi lalu lintas mengenai pesawat pendahulu tersedia pada anggota
cockpit.
3.10.7. Proses pengereman tidak dapat terganggu oleh kontaminan yang berada
pada landasan pacu.
3.11. Setelah mengudara pilot menghubungi Approach Control Unit, ATC akan
memberikan frekuensi mengenai perizinan lepas landas.
3.12. Pada saat kepadatan lalu lintas rendah, pilot dapat meminta izin lepas landas
dari persimpangan taxiway. Detail dari persimpangan taxiway dan panjang
landasan pacu yang tersedia untuk landas pacu yang sesuai tergambarkan pada
lampiran “A”.
4. Prosedur Kedatangan
4.1. Pilot harus diberikan tinjauan awal dan pengenalan terhadap bandar udara dan
tata ruang landasan pacu sebelum melakukan pendekatan kedatangan, serta dapat
mengetahui runway exit point yang memungkinkan untuk meminimalisir ROT.
4.2. ATC akan menyediakan instruksi untuk keluar secepatnya pada Rapid Exit
Taxiway pada perizinan pendaratan, jika terjadi keraguan dalam penerimaan izin
atau instruksi yang diberikan, maka klarifikasi mengenai hal tersebut harus di
minta kepada ATC.
4.3. Pada saat pendaratan, pilot diharuskan segera keluar dari runway dengan
menggunakan jalur keluar yang tepat.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
4.4. Pendaratan yang sesuai dengan prosedur dan dengan perlambatan pesawat secara
bertahap menjadi prioritas utama pilot.
4.5. Untuk memastikan ROT paling minimum dapat tercapai, pilot disarankan untuk
mengosongkan landasan pacu 07L/25R atau 07R/25L dengan waktu sesingkat
mungkin dengan menggunakan Rapid Exit Taxiway yang sesuai dengan
kemampuan pesawat atau yang telah di instruksikan oleh ATC. Penargetan pada
jalur keluar yang sesuai dan kosongkan landasan pacu secepat mungkin.
4.6. Pilot harus mengetahui bahwa dengan keluar secepat mungkin dari landasan
pacu, ATC dapat menerapkan jarak minimal antar pesawat pada final approach,
hal ini dapat memaksimalkan penggunaan landasan pacu dan meminimalisir
terjadinya go-arounds.
4.7. Pesawat yang sedang dalam proses meninggalkan landasan pacu dilarang untuk
berhenti pada exit taxiway jika seluruh badan pesawat belum melewati runway
holding point.
4.8. Pesawat yang sedang dalam tahap taxi keluar dari landasan pacu harus
menghubungi Ground Control pada saat melewati runway holding point.
4.9. Pilot yang mengalami masalah dalam mengikuti prosedur ini diharapkan untuk
menghubungi TWR secepatnya.
4.10. Pesawat yang sedang dalam proses kedatangan akan mendapat prioritas untuk
keluar pada Rapi Exit Taxiway, semua pesawat yang berada pada NP2 atau SP2
pada saat ini akan diminta untuk memberikan jalan kepada pesawat lain untuk
keluar pada RET.
4.11. Detail mengenai lokasi dari Rapid Exit Taxiway terhadap threshold, sudut
kemiringan exit taxiway terhadap landasan pacu digambarkan pada lampiran “B”
dari AIP Supplement ini.
4.12. Runway Occupancy Time Minimal
Jarak yang telah ditetapkan antara 2 pesawat di desain untuk mencapai
penggunaan landasan pacu yang maksimum, dengan menggunakan parameter dari
safe separation minima (wake vortex separation) dan waktu penggunaan landasan
pacu) sebagai pedoman. Pengadaan atas validitas dari dasar pemisihan merupakan
hal yang penting, untuk pengontrolan terhadap waktu penggunaan landasan pacu
yang tetap berada pada angka minimum sesuai dengan kondisi yang berlaku.
4.13. Prosedur setelah pendaratan
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Pada kondisi baik terdapat 2 pesawat yang ingin mendarat ataupun pesawat yang
mendarat diikuti dengan pesawat yang akan lepas landas, pesawat kedua akan
diizinkan untuk mendarat sebelum pesawat pertama meninggalkan runway,
dengan kondisi:
4.14. Pada persimpangan taxiway pesawat dilarang untuk berhenti terlalu dekat
dengan taxiway yang lain. Pembatasan dilakukan dengan marka persimpangan
taxiway.
Perhitungan Kapasitas Landasan Pacu
Tabel 2 Tabel Profil Operasional Pesawat
I (Tipe Pesawat) Pi (Probabilitas) Vi (Knots) Oi (second)
Heavy (H) 0,2 150 70
Medium (M) 0,4 130 60
Light (L) 0,4 110 55
Tabel 3 Tabel Pemisahan Jarak Minimal Antar Pesawat
Pesawat yang Mengikuti
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 4 NM 5 NM 7 NM
M 3 NM 4 NM 6 NM
L 3 NM 3 NM 5 NM
1.1.2 Perhitungan Waktu Pisah Maximum
• Contoh Perhitungan
TH-H = max !"#!", 70
= max !!"#
! 3600,70
= max 96,70
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
= 70 s
TH-M = max !!!"#!"
− !!", 60
= max !"!!!"#
− !"!"#
! 3600,60
= max 175,60
= 60 s
Tabel 4 Pemisahan Waktu Maksimum (T)
Pesawat yang Mengikuti
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 70 70 70
M 60 60 60
L 55 55 55
1.1.3 Perhitungan Probabilitas Urutan Pesawat
• Contoh Perhitungan
PH-H = 0,2 x 0,2 = 0,04
PH-L = 0,2 x 0,35 = 0,07
Tabel 5 Probabilitas Urutan Pesawat
Pesawat yang Mengikuti
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 0,04 0,08 0,08
M 0,08 0,16 0,16
L 0,08 0,16 0,16
1.1.4 Perhitungan waktu rata-rata semua kemungkinan pesawat (E[Tij])
E[Tij] = Pij.Tij!!!!
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Dengan menggunakan rumus tersebut maka didapat :
E[Tij] = 89,732 s ≈ 90 s
1.1.5 Perhitungan waktu rata-rata dengan memasukkan faktor buffer
Tij’ = E[Tij] + b
Dengan mengasumsikan faktor buffer adalah 10 detik (FAA) maka didapat:
Tij = 100 s
1.1.6 Perhitungan Kapasitas Landasan Pacu
µ = !![!!"]
Jadi dapat disimpulkan dengan adanya 2 landasan pacu, kapasitas maksimum
landasan pacu berada pada angka 72 pergerakan per jam.
1.2 Perhitungan Kapasitas Landasan Pacu Eksisting
Tabel 6 Tabel Profil Operasional Pesawat
I (Tipe Pesawat) Pi (Probabilitas) Vi (Knots) Oi (second)
Heavy (H) 0,2 150 90
Medium (M) 0,4 130 75
Light (L) 0,4 110 60
Tabel 7 Tabel Pemisahan Jarak Minimal Antar Pesawat
Pesawat yang Mengikuti
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 4 NM 5 NM 7 NM
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
M 3 NM 4 NM 6 NM
L 3 NM 3 NM 5 NM
1.2.1 Perhitungan Waktu Pisah Maximum
• Contoh Perhitungan
TH-H = max !"#!", 90
= max !!"#
! 3600,90
= max 96,70
= 96 s
TH-M = max !!!"#!"
− !!", 75
= max !"!!!"#
− !"!"#
! 3600,75
= max 175,60
= 175 s
Tabel 8 Waktu Pisah Maksimum
Pesawat yang Mengikuti
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 96 175 316
M 72 147 247
L 72 83 164
1.2.2 Perhitungan Probabilitas Urutan Pesawat
• Contoh Perhitungan
PH-H = 0,2 x 0,2 = 0,04
PH-L = 0,2 x 0,35 = 0,07
Tabel 9 Probabilitas Urutan Pesawat
Pesawat yang Mengikuti
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Pesawat yang
Mendahului
H M L
H 0,04 0,08 0,08
M 0,08 0,16 0,16
L 0,08 0,16 0,16
1.2.3 Perhitungan waktu rata-rata semua kemungkinan pesawat (E[Tij])
E[Tij] = Pij.Tij!!!!
Dengan menggunakan rumus tersebut maka didapat :
E[Tij] = 127,64 s ≈ 128 s
1.2.4 Perhitungan waktu rata-rata dengan memasukkan faktor buffer
Tij’ = E[Tij] + b
Dengan mengasumsikan faktor buffer adalah 10 detik (FAA) maka didapat: Tij =
138 s
1.2.5 Perhitungan Kapasitas Landasan Pacu
µ = !![!!"]
µ = !!"#
x 3600 = 26 pergerakan/jam (pada 1 runway)
Jadi dapat disimpulkan dengan adanya 2 landasan pacu, kapasitas landasan pacu
berada pada angka 62 pergerakan per jam.
Analisis dan Pembahasan
Prosedur Keberangkatan
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
Yang perlu diperhatikan pada prosedur ini adalah pengoperasian pada waktu EOBT yang
diawali dengan Push Back. Prosedur push back adalah proses keluarnya pesawat dari apron
gate dengan menggunakan bantuan Ground Vehicle (ICAO 2007). Pilot dari pesawat yang
akan melakukan push back diwajibkan untuk melakukan pelaporan terhadap pihak ATC
paling lambat 25 menit sebelum melakukan prosedur tersebut yang termasuk dalam estimated
off block time. Prosedur Push Back ini terdiri dari beberapa prosedur yang harus diikuti oleh
setiap pilot pesawat. Untuk melakukan prosedur Push Back pilot diwajibkan untuk meminta
izin kepada ATC apabila sudah siap untuk memulai prosedur. Hal ini dilakukan agar terdapat
koordinasi antara pilot pesawat dengan pihak ATC. Setelah izin diberikan pilot dapat
melakukan Push Back dengan durasi paling lama 5 menit, agar Ground Vehicle dapat stand
by untuk di operasikan dengan pesawat lain. Pada saat melakukan prosedur ini kendali
pesawat dapat diambil alih oleh pilot untuk melakukan manuver penghindaran apabila
terdapat penghalang atau sejenisnya. Apabila prosedur Push Back sukses maka pesawat
diharapkan untuk segera bersiap taxiing untuk penghematan waktu. Terdapat pengecualian
jika ATC memberikan instruksi lain. Apabila pilot tidak dapat melakukan prosedur dengan
baik maka disarankan untuk segera menginfokan ATC untuk dapat dikoordinasikan sesuai
dengan keadaan yang dihadapi. Pesawat disarankan untuk melakukan Push Back sebelum
melakukan Start Up. Namun terdapat pengecualian apabila terdapat alasan teknis yang
mengharuskan pesawat untuk melakukan Start Up sebelum Push Back.
Temuan lapangan untuk penyimpangan prosedur ini adalah:
1. Terdapat keterlambatan dalam Pilot Respons Time untuk Line Up Position.
2. Runway Occupancy Time masih terlalu lama.
Prosedur Kedatangan
Prosedur kedatangan ini mengharuskan pilot untuk mengetahui karakteristik serta komponen-
komponen bandar udara tujuannya, terutama letak landas pacu exit point yang akan dituju.
Dengan mengetahui exit point yang akan dituju sejak dini maka Landas pacu Occupancy
Time dapat di minimalisir, sehingga memungkinkan untuk pesawat selanjutnya dapat
mendarat secepat mungkin. Instruksi untuk keluar secepatnya dari landasan pacu akan
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
diberikan oleh ATC dengan menginformasikan Rapid Exit Taxiway yang sesuai dengan
konfigurasi pesawat yang bersangkutan, oleh karena itu sebelum melakukan pendaratan pilot
diharuskan untuk menghubungi TWR Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta untuk
permintaan izin pendaratan. Apabila terdapat masalah atau keraguan pilot dalam instruksi
yang diberikan oleh ATC, maka pilot disarankan untuk mengklarfikasikan hal tersebut
kepada ATC secepatnya untuk menghindari kesalah pahaman yang berpotensi menimbulkan
masalah pada proses pendaratan.
Temuan lapangan untuk penyimpangan prosedur ini adalah:
1. Ketidaksesuaian penggunaan jalur pada landasan pacu
2. Pesawat keluar pada RET yang tidak sesuai
Usaha Pengembangan Kapasitas Landas Pacu
1. Pembuatan SignBox pada Taxiway
2. Perubahan jarak antar pesawat pada Final Approach
3. Perubahan rangkaian urutan penerbangan
4. Parallel Independence Approach
Kesimpulan
1. Prosedur pergerakan pesawat pada area apron dan taxiway Bandar Udara Internasional
Soekarno-Hatta merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kapasitas landas pacu
secara keseluruhan.
2. Perubahan prosedur pergerakan pesawat untuk meningkatkan kapasitas landas pacu
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta dilakukan pada:
• Pembuatan SignBox yang menunjukkan frekuensi yang harus di monitor
oleh pilot pesawat.
• Perubahan jarak antar pesawat pada Final Approach dari 8-7 NM menjadi
6-7 NM.
• Perubahan rangkaian urutan penerbangan, yaitu adanya 1 keberangkatan
diantara 2 kedatangan.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
• Penerapan Parallel Independent Approach
3. Penerapan prosedur baru di lapangan masih berada pada angka 62 pergerakan per jam,
hal ini menunjukkan belum sesuai dengan target perencanaan yaitu 72 pergerakan per
jam, karena masih terdapat penyimpangan terhadap prosedur tersebut.
4. Penyimpangan terhadap prosedur baru ini membuat Landas pacu Occupancy Time
menjadi tidak efektif dan efisien
5. Penyimpangan terhadap prosedur umumnya dilakukan oleh pilot pesawat.
6. Akibat dari penyimpangan yang terjadi maka beban komunikasi dan koordinasi
bertambah.
7. Pada kondisi yang ekstrim penyimpangan terhadap prosedur dapat mengakibatkan
pesawat kehilangan Slot Time. Dengan demikian pesawat harus mendapatkan Slot Time
baru.
Saran
Saran Terhadap Pihak Bandar Udara dan Maskapai
• Maskapai harus dapat mematuhi Slot Time yang diatur KP 6 Tahun 2014.
• Maskapai harus selalu memperhatikan masa berlaku ATC Clearance.
• Maskapai harus selalu memperhatikan masa berlaku Slot Time/EOBT.
• Pilot Respond Time (PRT) harus dapat dipersingkat.
• ATC harus selalu dapat memperhatikan pergerakan pesawat secara nonstop.
Saran Terhadap Penulis
• Survey dan wawancara harus dilakukan kepada pihak bandar udara dan pihak maskapai.
• Survey secara literatur harus sesuai dengan data yang akan dikumpulkan.
• Waktu survey harus diperpanjang.
• Penulis harus dapat mengetahui data yang akan dikumpulkan sebelum memulai
penelitian.
• Pengambilan data mengenai peningkatan kapasitas landas pacu harus lebih mendetail.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016
REFERENSI
Directorate General Of Civil Aviation (2014) “AIRPORT INFORMATION
PUBLICATION Supplement IRC72”, May 14, Jakarta (http://aimindonesia.info/).
Directorate General Of Civil Aviation (2013) “AIC”, Jun 13, Jakarta
(http://aimindonesia.info/).
ICAO, International Civil Aviation Organization (2004) “ICAO Recommended
Airport Signs, Landas pacu And Taxiway Markings”, Feb 04, U.S. Government Printing
Office, Washington, DC.
Menteri Perhubungan Republik Indonesia (2005) “KM 21 Tahun 2005”, Jakarta.
Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (2015) “KP 39 Tahun 2015”, Jakarta.
Menteri Perhubungan Republik Indonesia (2015) “PM 13 Tahun 2015”, Jakarta.
IVAO, International Virtual Aviation Organization (2015) “Wake Turbulence
Separation Minima”, Des 15, Washington, DC.
Asri (1997) “Studi Kapasitas Bandar Udara Ahmad Yani Semarang,” Skripsi S1,
Universitas Indonesia, Jawa Barat, Depok.
De Neufville, Richard (2003) “Airport Systems Planning, Design, And
Management,” McGraw Hill, New York.
Republik Indonesia, 1992 Undang-undang No. 15 tentang Penerbangan, Jakarta:
Sekretariat Negara.
Republik Indonesia, 2001 Undang-undang No. 3 tentang Keamanan dan
Keselamatan Penerbangan, Jakarta: Sekretariat Negara.
Surat Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/11/I/2001
tanggal 24 Januari 2001 tentang Standar Marka dan Rambu pada Daerah Pergerakan Udara di
Bandar Udara.
Evaluasi Target ..., Muhammad Reva Fachriza, FT UI, 2016