EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

97
i EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP DI RUMAH SAKIT UMUM SUMEDANG PADA TAHUN 2018 SKRIPSI diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Jurusan Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari Oleh: KRISTIAN PERMANA D1A171513 JURUSAN FARMASI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS AL-GHIFARI BANDUNG BANDUNG 2019

Transcript of EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

Page 1: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

i

EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID

PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM SUMEDANG PADA TAHUN 2018

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Sarjana (S1) pada Jurusan

Farmasi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Al-Ghifari

Oleh:

KRISTIAN PERMANA

D1A171513

JURUSAN FARMASI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS AL-GHIFARI BANDUNG

BANDUNG

2019

Page 2: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …
Page 3: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

karunia-Nya, penulis diberikan kekuatan dan kemampuan untuk menyelesaikan

skripsi yang berjudul “EVALUASI PENGGUNAAN OBAT

KORTIKOSTEROID PADA PASIEN ASMA BRONKIAL RAWAT INAP

DI RUMAH SAKIT UMUM SUMEDANG PADA TAHUN 2018”, tujuan

penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi salah satu syarat mendapatkan

gelar sarjana sains pada Jurusan Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Al-Ghifari.

Penulis menyadari sepenuhnya akan segala keterbatasan pengetahuan dan

kemampuan yang penulis miliki, sehingga dalam penulisan ini masih banyak

kekurangan dan hasilnya masih jauh dari kesempurnaan. Penyusunan skripsi ini

tidak akan terselesaikan dengan baik tanpa bantuan banyak pihak, baik secara

moril maupun material. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. H. Didin Muhafidin, S.I.P., M.Si., selaku Rektor Al-Ghifari

Bandung

2. Bapak Ardian Baitariza M.Si., Apt selaku Dekan Fakultas MIPA Universitas

Al-Ghifari Bandung.

3. Ibu Ginayanti Hadisoebroto M.Si, Apt selaku Ketua Jurusan Farmasi

Universitas Al-Ghifari, Seluruh staf pengajar dan karyawan Jurusan Farmasi

Universitas Al-Ghifari Bandung.

Page 4: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

ii

4. Bapak Thito Dwi Evrianto, S.Si.,Apt.,M.Kes. selaku pembimbing I yang telah

memberikan petunjuk dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Ibu Sri Maryam, M.Si.,Apt. selaku pembimbing II yang telah memberikan

petunjuk dan bimbingan dalam penyelesaian skripsi ini.

6. Istri beserta putra tercinta yang telah banyak mendukung dan membantu

dalam penyelesaian skripsi ini.

7. Orang tua, keluarga besarku tercinta yang selalu setiap saat memberi

dukungan, semangat, doa yang tulus dan selalu membantu baik moril maupun

materil selama penyusunan skripsi berlangsung dengan penuh kesabaran dan

ketulusan yang sangat berarti bagi penulis.

8. Seluruh rekan-rekan Jurusan Farmasi, khususnya rekan-rekan seangkatan yang

telah memberikan dukungan, semangat serta doa tulus yang diberikan setiap

saat.

Penulis menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari

kesalahan dan kekurangan, karenanya kritik dan saran sangat diharapkan. Akhir

kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada

umumnya dan penulis pada khususnya amin.

Bandung, September 2019

Penulis

Page 5: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

3

ABSTRAK

Asma merupakan inflamasi kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperreaktivitas

bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang

berupa mengi, batuk, sesak nafas dan rasa berat di dada. Kortikosteroid merupakan

obat efektif untuk penatalaksanaan asma, namun penggunaan kortikosteroid yang

tidak tepat dapat menyebabkan kegagalan terapi serta meningkatkan resiko efek

samping. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana evaluasi

penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien asma bronkhial di Rumah Sakit

Umum Daerah Sumedang pada tahun 2018 serta untuk mengetahui seberapa besar

keberhasilan penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien asma bronkhial di

Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang pada tahun 2018. Metode penelitian yang

digunakan yaitu retrospektif-deskriptif dengan pengumpulan data rekam medik

pasien asma yang menjalani rawat inap di rumah sakit Sumedang tahun 2018. Hasil

analisis kuantitatif berdasarkan jumlah pasien asma bronkial yaitu 118 pasien yang

menunjukkan bahwa obat yang paling banyak digunakan pada pasien rawat inap

adalah metilprednisolon parenteral sebanyak 154 peresepan (53,84%). Sedangkan

hasil analisis kualitatif berdasarkan penggunaan obat kortikosteroid yaitu 110 pasien

dengan pemberian terapi kortikosteroid tepat pasien, indikasi dan tepat dosis

sebanyak 100%, sedangkan penggunaan kortikosteroid yang berpotensi interaksi

dengan obat lain terdapat pada 95 pasien. Peresepan yang berpotensi interaksi paling

banyak adalah penggunaan metilprednisolon dengan teofilin, terdapat pada 57

(60,00%) pasien yang dapat menyebabkan hipokalemia serta peningkatan kadar

teofilin dalam plasma atau menyebabkan toksisitas. Kesimpulannya kortikosteroid

paling banyak digunakan adalah metilprednisolon dengan tepat pasien, indikasi dan

tepat dosis sebanyak 100% dan potensi interaksi terdapat pada 95 pasien.

Kata kunci: Asma, Kortikosteroid, Rumah Sakit Umum Sumedang.

Page 6: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

4

ABSTRACT

Asthma is a chronic inflammation of the airways that causes bronchial

hyperreactivity to various stimuli characterized by recurrent episodic symptoms such

as wheezing, coughing, shortness of breath and heaviness in the chest.

Corticosteroids are effective drugs for the management of asthma, but improper use

of corticosteroids can cause therapy failure and increase the risk of side effects. The

purpose of this study was to find out how to evaluate the use of corticosteroid drugs

in bronchial asthma patients in Sumedang Regional General Hospital in 2018 and to

find out how successful the use of corticosteroid drugs in bronchial asthma patients

in Sumedang Regional General Hospital in 2018 The research method used was a

retrospective descriptive collection of medical records of asthmatic patients who

were hospitalized at Sumedang Hospital in 2018. The results of the quantitative

analysis were based on the number of bronchial asthma patients, 118 patients who

showed that the drugs most used in hospitalized patients parenteral

methylprednisolone is 154 prescriptions (53.84%). While the results of the qualitative

analysis based on the use of corticosteroid drugs were 110 patients with appropriate

corticosteroid therapy, indications and exact dosages of 100%, while the use of

corticosteroids with potential interactions with other drugs was found in 95 patients.

The most potent interaction interaction is the use of methylprednisolone with

theophylline, in 57 (60.00%) patients who can cause hypokalemia and increase

plasma theophylline levels or cause toxicity. In conclusion, the most widely used

corticosteroids were methylprednisolone with the right patient, indications and exact

dosages of 100% and potential interactions were found in 95 patients.

Key word: Asthma, Corticosteroids, Sumedang General Hospital.

Page 7: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR…………………………………………………………. i

ABSTRAK……………………………………………………………………… iii

ABSTRACT…………………………………………………………………….. iv

DAFTAR ISI…………………………………………………………………… v

DAFTAR TABEL……………………………………………………………… vii

DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………... viii

DAFTAR SINGKATAN ................................................................................... ix

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………. 1

1.1. Latar Belakang…………………………………………………………. 1

1.2. Identifikasi Masalah…………………………………………………… 4

1.3. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 5

1.4. Manfaat Penelitian……………………………………………………... 5

1.5. Metode Penelitian……………………………………………………… 5

1.6. Waktu dan Tempat…………………………………………………….. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA………………………………………………. 7

2.1. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)…………… ………………………. 7

2.2. Golongan Obat Kortikosteroid …………………………….................. 9

2.3. Asma Bronkhial ………………………………………………………. 10

2.4. Rumah Sakit ………………………………………………………….. 29

2.5. Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)………………………….…….. 30

BAB III METODOLOGI PENELITIAN……………………………………. 33

3.1. Metode Penelitian…………………………………………………….. 33

3.2. Studi Pendahuluan…………….……………………………………… 34

3.3. Penetapan Kriteria Pasien ……………………………………………. 34

3.4. Penetapan Kriteria Obat……………………………………………… 34

3.5. Penetapan Kriteria Penggunaan Obat………………………………… 35

3.6. Data dan Sumber Data ………………………………………………. 35

3.7. Analisis Data …………………………... ………………………….... 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………… 37

4.1. Analisis Kuantitatif …………………………………………………... 37

4.1.1 Berdasarkan Jenis kelamin …………………………………….. 38

4.1.2 Berdasarkan umur ……………………………………………… 39

4.1.3 Berdasarkan penggunaan obat kortikosteroid………………….. 40

4.1.4 Berdasarkan Golongan Farmakologi ……………………………..42

4.1.5 Berdasarkan rute pemberian obat…..…………………………… 42

Page 8: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

6

4.2 Analisis Kualitatif……………………………………………………. 43

4.2.1 Tepat Pasien ………………………………………………………44

4.2.2 Tepat Indikasi …………………………………………………… 45

4.2.3 Tepat Dosis ……………………………………………………… 46

4.2.4 Potensi Interaksi………………………………………………… 48

BAB V SIMPULAN DAN SARAN…………………………………………… 52

5.1. Simpulan……………………………………………………………… 52

5.2. Saran………………………………………………………………….. 52

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….. 54

LAMPIRAN……………………………………………………………………. 57

Page 9: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

7

DAFTAR TABEL

Tabel:

Tabel 2.1 Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis Secara umum

pada orang dewasa…………….………………………………………..13

Tabel 2.2 Tingkat Asma Terkontrol ....................... ……………………………....16

Tabel 2.3 Daftar Obat Pelega dan Pengontrol Asm ……………………………....18

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Jenis Kelamin.………...30

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Umur…….…………....31

Tabel 4.3 Distribusi Penggunaan Kortikosteroid pada Pasien Asma Bronkial…...32

Tabel 4.4 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Golongan Farmakologi.33

Tabel 4.5 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Rute Pemberian Obat…34

Tabel 4.6 Distribusi Tepat Pasien pada Pasien Asma Bronkial ………...……......36

Tabel 4.7 Distribusi Tepat Indikasi pada Pasien Asma Bronkial……………...….37

Tabel 4.8 Distribusi Tepat Dosis Pada Pasien Asma Bronkial…..……...………..38

Tabel 4.9 Potensi Interaksi ..................................... ………………………...…….39

Page 10: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

8

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Algoritma Penatalaksanaan Asma di Rumah………………………...45

Lampiran 2 Algoritma Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit………………….46

Lampiran 3 Kriteria Penggunaan Obat ................... ………………………………47

Lampiran 4 Gambar kartu obat pasien RSUD sumedang ……………… ……… 55

Lampiran 5 Gambar Aplikasi interaksi di RSUD sumedang …………………… 56

Page 11: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

9

DAFTAR SINGKATAN

SINGKATAN

NAMA

GINA Global Initiatif for Asthma

WHO World Health Organization

RISKESDAS Riset Kesehatan Dasar

EPO Evaluasi Penggunaan Obat

IFRS Instalasi Farmasi Rumah Sakit

ROM Reaksi Obat Merugikan

KPO Kriteria Penggunaan Obat

NAEPP National Asthma Education and

Prevention Program

APE Arus Puncak Ekspirasi

VEP1 Volume Ekspirasi Paksa detik Pertama

KVP Kapasitas Vital Paksa

IDT Inhalasi Dosis Terukur

MDI Metered Dose Inhaler

Page 12: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

10

BAB I

PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Asma merupakan penyakit heterogen, ditandai dengan peradangan saluran

nafas kronis. Hal ini ditentukan oleh riwayat gejala pernafasan seperti mengi, sesak

nafas, dada terasa berat, batuk semakin memberat dan keterbatasan aliran udara

ekspirasi. Penyakit asma sering dipicu oleh faktor-faktor seperti olahraga, alergen

atau paparan iritasi, perubahan cuaca, atau infeksi virus pernafasan (GINA, 2016).

Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan 100-150 Juta penduduk

dunia menderita asma, jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah hingga

mencapai 180.000 orang setiap tahun (Depkes, 2009). Data berbagai negara

menunjukkan bahwa prevalensi asma berkisar antara 1-18% (GINA, 2016).

Berdasarkan data Riskesdas 2013 terdapat 18 provinsi yang mempunyai prevalensi

melebihi angka nasional, 5 provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah 8%, Nusa

Tenggara Timur 7,3%, DI Yogyakarta 6,9%, Sulawesi Selatan 6,7%, dan Kalimantan

Selatan 6,4%. Dari data Riskesdas 2013 juga didapatkan data bahwa umur 25-34

tahun mempunyai prevalensi asma tertinggi yaitu sebesar 5,7% dan umur <1 tahun

memiliki prevalensi asma terendah sebesar 1,5%.

Page 13: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

11

Asma merupakan penyakit yang memiliki karakteristik dengan sesak nafas

dan wheezing, dimana keparahan dan frekuensi dari tiap orang berbeda. Kondisi ini

akibat kelainan inflamasi dari jalan nafas di paru-paru dan mempengaruhi sensitivitas

saraf pada jalan nafas sehingga mudah teriritasi. Pada saat serangan, alur jalan nafas

membengkak karena penyempitan jalan nafas dan pengurangan aliran udara yang

masuk ke paru-paru (Rengganis. Iris. 2008).

Page 14: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

7

Kortikosteroid merupakan Obat yang sangat efektif digunakan dalam

pengobatan penyakit asma, karena dapat menghalangi respon peradangan dan dapat

mengurangi gejala penyakit asma tetapi jika tidak tepat pada penggunaannya dapat

menimbulkan berbagai permasalahan antara lain kegagalan terapi, meningkatkan

resiko efek samping yang merugikan pasien dan selain berdampak pada morbiditas

dan mortalitas juga berdampak negatif terhadap ekonomi dan sosial (Yunus, 2011).

Mekanisme kerja kortikosteroid pada asma Glukokortikoid tidak secara

langsung merelaksasi otot polos sehingga mempunyai efek yang kecil pada

bronkokontriksi akut. Efek antiinflamatorinya pada asma meliputi modulasi produksi

sitokin dan Kemokin menghambat sintesis eikosanoid menghambat akumulasi

basofil, eosinofil, dan leukosit lain dalam paru-paru dan menurunkan vermeabilitas

vaskular. Karena kerja antiinflamatorinya yang menyeluruh dan menonjol,

glukokortikoid merupakan obat yang paling efektif untuk pengobatan asma.

(Goodman & Gilman, 2011).

Untuk menjamin mutu penggunaan obat yang tepat dan rasional, maka perlu

dilakukan evaluasi penggunaan obat Asma yang digunakan pada terapi Asma

Bronkial di Rumah Sakit, terutama obat golongan kortikosteroid yang paling banyak

digunakan, sehingga dengan tercapainya terapi diharapkan kualitas hidup pasien akan

meningkat.

Page 15: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

8

Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) adalah proses jaminan mutu yang sah

secara organisatoris, terstruktur dilakukan terus menerus, serta didesain untuk

memastikan bahwa obat digunakan dengan tepat, aman, dan efektif. Selain itu juga

(EPO) dilakukan untuk mengetahui ketepatan dan ketidaktepatan penggunaan suatu

obat. Dalam evaluasi obat ini didasarkan pada kriteria penggunaan obat dari standar

yang telah ditetapkan (Siregar, 2006).

Penggunaan obat (KPO), mengumpulkan dan mengorganisasikan data,

mengevaluasi penggunaan obat dengan mengacu pada (KPO), mengambil tindakan

untuk solusi masalah atau menyempurnakan penggunaan obat, mengkaji keefektifan

tindakan yang diambil dan membuktikan penyempurnaan, dan mengkomunikasikan

informasi kepada individu dan kelompok yang tepat di dalam rumah sakit (Siregar,

2003).

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,

rumah sakit mempunyai beberapa fungsi. Fungsi yang pertama yaitu pemeliharaan

dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna

tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan medis. Fungsi yang selanjutnya

yaitu penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka

peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan. Serta fungsi yang

terakhir adalah penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

Page 16: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

9

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Undang-Undang

No.44/2009).

1. 2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian diatas maka identifikasi masalah dalam penelitian ini

adalah:

1. Bagaimana evaluasi penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien asma

bronkhial di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang pada tahun 2018?

2. Seberapa besar keberhasilan penggunaan obat golongan kortikosteroid pada pasien

asma bronkhial di Rumah Sakit Umum Daerah Sumedang pada tahun 2018?

1. 3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini tidak terlepas dari permasalahan pokok yang telah di

kemukakan. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 17: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

10

1. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi penggunaan obat golongan

kortikosteroid pada pasien asma bronkhial di Rumah Sakit Umum Daerah

Sumedang pada tahun 2018.

2. Untuk mengetahui seberapa besar keberhasilan penggunaan obat golongan

kortikosteroid pada pasien asma bronkial di Rumah Sakit Umum Daerah

Sumedang pada tahun 2018.

1. 4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan lebih mendalam

kepada para tenaga teknis kefarmasian mengenai penggunaan obat golongan

kortikosteroid pada pasien asma bronkhial.

1. 5 Metode Penelitian

1. Studi Pendahuluan

2. Penetapan Kriteria Pasien

3. Penetapan Kriteria Obat

4. Penetapan Kriteria Penggunaan Obat

5. Tempat dan Waktu Penelitian

6. Data dan Sumber Data

7. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

Page 18: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

11

1. 6 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan di Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Farmasi Rumah

Sakit Umum Sumedang pada bulan April sampai bulan Juni tahun 2019.

Page 19: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1 Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)

Program EPO di rumah sakit adalah suatu proses jaminan mutu yang terstruktur,

dilaksanakan terus-menerus, dan diotorisasi rumah sakit, ditujukan untuk

memastikan bahwa obat-obatan digunakan dengan tepat, aman, dan efektif.

Program EPO harus mengevaluasi penggunaan obat terhadap kriteria penggunaan

yang telah ditetapkan terlebih dahulu dan memprakarsai perubahan dalam

penggunaan obat yang tidak memenuhi kriteria tersebut (Siregar, 2006).

Unsur dasar EPO antara lain kriteria/standar penggunaan obat; mengidentifikasi

masalah penting dan mungkin menetapkan prioritas untuk menginvestigasi dan

solusi masalah, mengkaji secara obyektif, penyebab, dan lingkup masalah dengan

menggunakan kriteria yang absah secara klinik, solusi masalah, menerapkan

tindakan untuk memperbaiki atau meniadakan masalah, dan mendokumentasi serta

melaporkan secara terjadwal temuan, rekomendasi, tindakan yang diambil, dan

hasilnya.

Page 20: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

13

Sasaran dilaksanakannya EPO ialah mengadakan pengkajian penggunaan obat

yang efisien dan terus-menerus meningkatkan pengembangan standar penggunaan

terapi obat mengidentifikasi bidang yang perlu untuk materi edukasi

berkelanjutan meningkatkan kemitraan antar pribadi profesional pelayanan

kesehatan menyempurnakan pelayanan pasien mengurangi resiko tuntutan hukum

rumah sakit mengurangi biaya rumah sakit dan perawatan pasien sebagai akibat

dosis yang akurat, efek samping yang lebih sedikit, dan waktu hospitalisasi yang

lebih singkat (Siregar, 2003).

Pada pelaksanaan EPO dapat dilakukan evaluasi retrospektif, konkuren, maupun

prospektif. Evaluasi retrospektif adalah evaluasi dari terapi obat yang sudah

dikonsumsi oleh pasien. Evaluasi retrospektif digunakan dalam penelitian

Page 21: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

33

dan dapat menyajikan selama periode waktu yang diperpanjang. Sumber utama

data adalah rekam medik dan evaluasi ini tidak memiliki dampak langsung pada

pasien. Evaluasi konkuren adalah evaluasi terapi obat selama pasien masih

menerima pengobatan. Pengkajian konkuren merupakan pengkajian kontemporer

atau perawatan yang sedang diberikan kepada pasien. Pada evaluasi konkuren,

terdapat kemungkinan dilakukannya tindakan perbaikan selama pasien dirawat dan

kemungkinan terapi obat pasien diubah. Diperlukan konsultasi diplomatis dan

tegas oleh apoteker kepada dokter. Evaluasi prospektif adalah evaluasi sebelum

penulisan, dispensing, pemberian obat, dan adanya antisipasi hasil dari tindakan

tersebut. Pada evaluasi prospektif terdapat kemungkinan perubahan terapi sebelum

pasien menerima terapi yang telah direncanakan sebelumnya.

EPO dilaksanakan melalui beberapa tahap, meliputi membentuk tim EPO dan

menunjuk penanggung jawab, mengkaji data pola penggunaan obat menyeluruh

(secara kuantitatif); mengidentifikasi obat dan golongan obat tertentu untuk

dipantau dan dievaluasi; mengembangkan kriteria

Penggunaan obat (KPO); mengumpulkan dan mengorganisasikan data;

mengevaluasi penggunaan obat dengan mengacu pada (KPO); mengambil tindakan

untuk solusi masalah atau menyempurnakan penggunaan obat; mengkaji

keefektipan tindakan yang diambil dan membuktikan penyempurnaan; dan

mengkomunikasikan informasi kepada individu dan kelompok yang tepat di dalam

rumah sakit (Siregar, 2006).

Page 22: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

34

2. 2 Golongan Obat Kortikosteroid

Kortikosteroid adalah kelompok obat yang memiliki aktivitas glukokortikoid dan

mineralokortikoid sehingga memperlihatkan efek yang sangat beragam yang

meliputi efek terhadap metabolisme karbohidrat, protein dan lipid,efek terhadap

keseimbangan air dan elektrolit, dan efek terhadap pemeliharaan fungsi berbagai

sistem dalam tubuh. Namun, secara umum efeknya dibedakan atas efek retensi Na,

efek terhadap metabolisme karbohidrat dan efek antiinflamasi(Goodman &

Gilman, 2011). Kortikosteroid adalah salah satu obat antiinflamasi yang poten dan

banyakdigunakan dalam penatalaksanaan asma. Obat ini diberikan baik yang

bekerjasecara topikal maupun secara sistemik (Yunus, 2011). Kortikosteroid

mengurangijumlah sel inflamasi di saluran napas, termasuk eosinofil, limfosit T,

sel mast dansel dendritik. Efek ini dicapai dengan menghambat penarikan sel

inflamasi kesaluran napas dan menghambat keberadaan sel inflamasi di saluran

napas. Olehkarena itu, kortikosteroid mempunyai efek antiinflamasi spektrum

luas, sehinggaberdampak pada berkurangnya aktivasi inflamasi, stabilisasi

kebocoran vaskular,penurunan produksi mukus dan peningkatan respon β-

adrenergik (Ikawati, 2006).

Mekanisme kerja kortikosteroid pada asma belum diketahui dengan pasti. Salah

satu teori mengemukakan bahwa kortikosteroid dapat membentuk makrokortin dan

Page 23: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

35

lipomodulin yang bekerja menghambat fosfolipase A2 membentuk leukotrien,

prostaglandin, tromboksan, dan metabolit asam arakidonatlain. Mekanisme kerja

steroid yang lain adalah menghalangi pembentukan mediator oleh inflamasi,

menghalangi pelepasan mediator dan menghalangirespon yang timbul akibat

lepasnya mediatur (Yunus, 2011).

2. 3 Asma Bronkhial

Asma adalah suatu kelainan berupa inflamasi (peradangan) kronik saluran napas

yang menyebabkan hiperreaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang

ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak napas dan

rasa berat di dada terutama pada malam atau dini hari yang umumnya bersifat

reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan.

Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) artinya dapat tenang tanpa gejala tidak

mengganggu aktivitas tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan sampai berat

bahkan dapat menimbulkan kematian (Depkes, 2009).

A. Epidemiologi

Asma terjadi pada kurang lebih 300 juta penduduk dunia. Berdasarkan Global

Strategy for Asthma Management and Prevention, prevalensi asma sebesar 1-18%

populasi di berbagai negara (GINA, 2016). Berdasarkan data Riskesdas 2013

terdapat 18 provinsi yang mempunyai prevalensi melebihi angka nasional, 5

Page 24: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

36

provinsi teratas adalah Sulawesi Tengah 7,8%, Nusa Tenggara Timur 7,3%, DI

Yogyakarta 6,9%, Sulawesi Selatan 6,7%, dan Kalimantan Selatan 6,4%. Dari data

Riskesdas 2013 juga didapatkan data bahwa umur 25-34 tahun mempunyai

prevalensi asma tertinggi yaitu sebesar 5,7% dan umur <1 tahun memiliki

prevalensi asma terendah sebesar 1,5%. Di Rumah Sakit Umum Sumedang sendiri

terjadi peningkatan prevalensi asma dari tahun 2015 sampai tahun 2016 terjadi

peningkatan sebesar 1,15%

B. Etiologi

Serangan akut umumnya timbul akibat pajanan terhadap faktor pencetus,

seperti infeksi virus atau alergen. Selain itu, asma dapat pula dicetuskan oleh cuaca

dingin, kegiatan jasmani, gastroesofageal refluks, dan ketidakstabilan emosi

(psikis) (Wardhani, 2012).

C. Patofisiologi

Sempitnya saluran napas pada asma merupakan hal umum yang merupakan

pemicu gejala dan perubahan fisiologi. Faktor yang mempengaruhi penyempitan

saluran napas antara lain kontraksi otot polos yang diakibatkan oleh mediator yang

menyebabkan bronkokontriksi saluran napas dan neurotransmiter yang berperan

dalam penyempitan saluran napas. Pada serangan asma juga terjadi edema saluran

napas. Adanya edema pada saluran napas meningkatkan microvaskular leakage

sebagai respon dari mediator inflamasi. Keadaan ini merupakan hal penting pada

Page 25: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

37

keadaan eksaserbasi. Selain itu juga terjadi hipersekresi mukus yang dapat memicu

terjadinya penyumbatan luminal akibat peningkatan jumlah sekresi mukus dan

eksudat inflamasi.

Hiperresposivitas saluran napas merupakan karakteristik fungsional

abnormal dari asma. Adanya hiperresponsivitas menyebabkan sempitnya saluran

napas. Saluran napas yang sempit berdampak pada terbatasnya aliran udara dan

gejala yang bersifat sementara. Hiperresponsivitas saluran napas berhubungan

dengan terjadinya inflamasi dan perbaikan saluran napas. Keadaan tersebut dapat

kembali normal dengan adanya terapi.

Mekanisme terjadinya hiperresponsivitas saluran napas antara lain kontraksi otot

polos saluran napas. Pelepasan mediator inflamasi, penebalan dinding saluran

napas yang terjadi akibat adanya edema dan perubahan struktural. Saraf sensori

yang tersensitisasi oleh adanya inflamasi menyebabkan eksagregasi

bronkokontriksi sebagai respon dari stimulus.

Pada kondisi asma, beberapa sel inflamatori dan mediator

mengkarakterisasikan adanya perubahan patofisiologi. Inflamasi saluran napas

bersifat persinten dengan gejala episodik. Pada sebagian besar pasien, inflamasi

terjadi pada saluran pernapasan bagian atas dan hidung namun hal tersebut

dikatakan mengecilnya ukuran bronkial. Karakteristik inflamasi karena adanya

alergi yang juga ditemukan pada asma, yaitu teraktivasinya sel mast, peningkatan

Page 26: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

38

jumlah eosinofil, dan meningkatnya reseptor sel T yang berperan dalam pelepasan

mediator yang menyebabkan terdapatnya gejala (Dipiro, 2014).

Aktivitas sel mast menyebabkan pelepasan mediator bronkokontriktor seperti

histamin, leukotrien, prostaglandin. Sel mast aktif karena adanya alergen yang

berikatan dengan reseptor IgE. Meningkatnya jumlah sel mast menyebabkan

hiperresponsivitas jalan udara.

Ketika terdapat ikatan antara alergen dengan reseptor IgE, makrofag alveolar

meningkat dan aktif kemudian membebaskan mediator inflamasi seperti faktor

pembekuan darah, leukotrien, neutrofil, dan eosinofil yang memperkuat proses

inflamasi. Neutrofil meningkat pada jalan napas dan sputum pasien asma.

Eosinofil bermigrasi ke dalam jalan udara dan membebaskan mediator inflamasi

(leukotrien dan protein granul), mediator sitotoksik, dan sitokin.

Alergen pada jalan udara yang bermigrasi ke nodus limfa berinteraksi dengan sel T

dan menstimulasi produksi TH1 dan TH2 (TH1 : berperan dalam pertahanan

selular).

Pada pasien asma, saat serangan asma terjadi perubahan struktur saluran napas,

fibrosis subendotelial. Fibrosis subendotelial terlihat dari terjadinya deposisi serat

kolagen dan proteoglikan di bawah membran. Fibrosis juga terjadi diluar dinding

saluran napas yang disertai dengan deposisi kolagen dan proteoglikan.

Page 27: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

39

Saat asma aktivitas otot saluran napas meningkat. Terjadi hipertopi

(peningkatan ukuran sel) dan hyperplasia (peningkatan divisi sel) serta

peningkatan ketebalan dinding saluran napas. Proses ini terjadi karena adanya

mediator inflamasi. Pembuluh darah pada saluran napas juga turut berperan serta

dalam penebalan dinding saluran napas dengan adanya proliferasi vaskulas

endothelial growth factor. Peningkatan jumlah sel epitelium saluran napas dan

peningkatan kelenjar submukosa menyebabkan terjadinya hipersekresi mukus

(Dipiro, 2014).

D. Faktor Resiko

Resiko berkembangnya asma disebabkan oleh adanya interaksi antara faktor

penjamu (host) dan faktor lingkungan. Faktor penjamu antara lain predisposisi

genetik asma, alergi, preaktivitas bronkus, jenis kelamin, ras/etnik. Faktor

lingkungan di bagi menjadi dua, yaitu faktor lingkungan individual dengan

kecenderungan/preposisi asma untuk berkembang menjadi asma dan faktor

lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan menyebabkan gejala asma

menetap. Faktor lingkungan yang mempengaruhi individu dengan preposisi asma

untuk berkembang menjadi asma antara lain alergen di dalam maupun di luar

ruangan, seperti alergen binatang, alergen kecoa, jamur, tepung sari bunga,

sensitisasi lingkungan kerja, asap rokok, polusi udara di luar maupun di dalam

ruangan, virus, diet, obesitas, maupun faktor keturunan. Sedangkan faktor

lingkungan yang menyebabkan eksaserbasi dan atau menyebabkan gejala asma

Page 28: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

40

menetap adalah alergen di dalam maupun di luar ruangan, polusi udara di luar

maupun di dalam ruangan, infeksi pernapasan, olah raga, hiperventilasi, perubahan

cuaca, makanan, zat tambahan makanan (pengawet, penyedap, pewarna makanan),

obat-obatan seperti asetil salisilat, ekspresi emosi yang berlebihan, asap rokok dan

iritasi seperti parfum, bau-bauan yang merangsang (Depkes, 2009).

E. Klasifikasi Asma

Berdasarkan timbulnya gejala, asma digolongkan sebagai asma akut dan asma

kronik. Asma akut terjadi disaat timbulnya serangan dan bersifat tidak terkendali.

Serangan asma dapat dinilai berdasarkan berat ringannya serangan. Derajat

serangan juga menentukan terapi yang diterapkan. Sedangkan asma kronik

merupakan asma tanpa serangan namun terdapat episode dispnea disertai mengi,

pasien mengeluh sakit dada, batuk terutama pada malam hari, hal tersebut secara

spontan atau berhubungan dengan alergen tertentu. Asma kronik dibagi menjadi

empat berdasarkan tingkat keparahannya yaitu mild intermiten, mild pesisten,

moderate pesisten, dan severe persisten. NAEPP merekomendasikan pengobatan

asma sesuai tingkat keparahan tersebut.

Page 29: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

41

Tabel 2.1

Klasifikasi Derajat Asma Berdasarkan Gambaran Klinis

Secara Umum Pada Orang Dewasa

Derajat

Asma

Gejala

Gejala

Malam

Fungsi Paru

I. Intermiten

(Bulanan)

Gejala

<1x/minggu

tanpa gejala

diluar serangan

≤ 2 kali

bulanan

Variabilitas APE

< 20% VEP1

≥80% nilai prediksi

APE ≥80% nilaiterbaik

Page 30: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

42

Serangan

Singkat

II. Persisten ringan

(Mingguan)

Gejala

>1x/minggu

tetapi <1x/hari

serangan dapat

mengganggu

aktifitas dan tidur

> 2 kali sebulan Variabilitas APE

20 – 30%

VEP1 ≥80% nilai prediksi

APE 80% nilai terbaik

III. Persisten Sedang

(Harian)

Gejala setiap hari

serangan mengganggu

aktifitas dan tidur

membutuhkan

bronkodilator

setiaphari

> 2 kali sebulan Variabilitas

APE > 30%

VEP1 60 – 80%

nilai prediksi

APE 60 – 80%

nilai terbaik

Page 31: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

43

IV. Persisten Berat

(Kontinyu)

Gejala terus menerus

sering kambuh

Aktifitas fisik terbatas

Sering Variabilitas

APE >30%

VEP1 ≤60%

nilai prediksi

APE ≤60%

nilai terbaik

Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan RI., 2009.

F. Gejala

Gejala asma bersifat episodik, seringkali reversibel dengan atau tanpa

pengobatan. Gejala awal serangan asma berupa batuk terutama pada malam hari

atau dini hari, sesak napas, napas berbunyi (mengi) yang terdengar jika pasien

menghembuskan napasnya. Mengi terjadi karena adanya obstruksi bronkus akibat

inflamasi dan hiprreaktivitas bronkus. Selain itu gejala lainnya ialah rasa berat di

dada dahak sulit keluar.

Gejala yang berat merupakan keadaan gawat darurat yang mengancam jiwa. Gejala

asma berat meliputi serangan batuk yang hebat, sesak napas yang berat dan

tersengal-sengal, sianosis (kulit kebiruan, yang dimulai dari sekitar mulut), sulit

tidur dan posisi tidur yang nyaman adalah dalam keadaan duduk, dan kesadaran

menurun (Dipiro, 2014).

Page 32: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

44

G. Diagnosis

Secara umum, untuk menegakkan diagnosis asma diperlukan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Anamnesis dilakukan untuk

menelusuri gejala yang dialami pasien, faktor-faktor pemicu serangan serta riwayat

penyakit diri dan keluarga. Dari pemeriksaan fisik dapat diketahui adanya

kelainan. Tanda-tanda penyakit asma dan penyakit alergi lainnya perlu

diperhatikan. Tanda khas pasien asma adalah mengi namun sebagian pasien tidak

mengalami mengi disaat tidak adanya serangan. Pada kondisi asma berat dimana

pasien dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun mengi tidak terdengar.

Pada pemeriksaan penunjang, dilakukan

pemeriksaan fungsi paru menggunakan spirometer, pemeriksaan arus puncak

ekspirasi dengan alat peak flow rate meter, pengujian reversibilitas, pengujian

provokasi bronkus untuk melihat keberadaan aktivitas bronkus, uji alergi, dan foto

toraks untuk melihat keadaan paru (Depkes, 2009).

H. Penatalaksanaan

Tujuan Penatalaksanaan Asma :

1. Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma, agar kualitas hidup meningkat

2. Mencegah eksaserbasi akut

3. Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Page 33: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

45

4. Mempertahankan aktivitas normal termasuk latihan jasmani dan aktivitas

lainnya

5. Menghindari efek samping obat

6. Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara ireversibel

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi 2 golongan

yaitu:

1) Penatalaksanaan Asma Akut

Serangan akut adalah keadaan darurat dan membutuhkan bantuan medis

segera, penanganan harus cepat dan sebaiknya dilakukan di rumah sakit/gawat

darurat. Kemampuan pasien untuk mendeteksi dini perburukan asmanya sangat

penting, agar pasien dapat mengobati dirinya sendiri saat serangan di rumah

sebelum ke dokter. Dilakukan penilaian berat serangan berdasarkan riwayat

serangan, gejala, pemeriksaan fisis dan bila memungkinkan pemeriksaan faal

paru, agar dapat diberikan pengobatan yang tepat. Pada prinsipnya tidak

diperkenankan pemeriksaan faal paru dan laboratorium yang dapat

menyebabkan keterlambatan dalam pengobatan/tindakan.

2) Penatalaksanaan Asma Kronik

Pasien asma kronik diupayakan untuk dapat memahami sistem penanganan

asma secara mandiri, sehingga dapat mengetahui kondisi kronik dan variasi

keadaan asma. Antiinflamasi merupakan pengobatan rutin yang bertujuan

mengontrol penyakit serta mencegah serangan dikenal sebagai pengontrol,

Page 34: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

46

bronkodilator merupakan pengobatan saat serangan untuk mengatasi

eksaserbasi/serangan, dikenal pelega. Dengan dilaksanakannya penatalaksanaan

asma, diharapkan penanganan asma terkontrol (Rengganis, 2008).

Tabel 2.2

Tingkatan Asma Terkontrol

Karakteristik Terkontrol Terkontrol

Sebagian

Tidak terkontrol

Gejala harian Tidak ada (dua kali

atau kurang

perminggu)

Lebih dari dua kali

seminggu

Tiga atau lebih

gejala dalam kategori

asma terkendali

sebagian, muncul

sewaktu-waktu dalam

seminggu

Page 35: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

47

Pembatasan aktivitas Tidak ada Sewaktu- waktu

dalam seminggu

Gejala

noktural/gangguan tidur

Kebutuhan akan reliver

atau terapi rescue

Tidak ada

Tidak ada (dua kali

atau kurang dalam

seminggu)

Sewaktu- waktu

dalam seminggu

Lebih dari dua kali

seminggu

Fungsi paru Normal <80% perkiraan atau

dari kondisi terbaik

bila diukur

Eksaserbasi Tidak ada Sekali atau lebih

dalam setahun

Sekali dalam seminggu

Sumber : GINA 2010

I. Terapi Asma

Terapi asma dapat diberikan secara farmakologi maupun non-farmakologi.

Terapi non-farmakologi yang dapat dilakukan yaitu meningkatkan sanitasi rumah,

tidak mengkonsumsi makanan yang mengandung alergen, menghindari makanan

berbulu, menghindari obat-obat pencetus asma, menghindari udara dingin dan asap

pembakaran, rehabilitasi/latihan pernapasan. Asma akut adalah episodik

Page 36: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

48

perburukan pada asma yang harus diketahui oleh pasien. Kemampuan pasien untuk

mendeteksi dini perburukan asmanya adalah penting, agar pasien dapat mengobati

dirinya sendiri saat serangan di rumah sebelum ke dokter, apabila tidak ada

perbaikan pasien dianjurkan segera ke fasilitas kesehatan. Penanganan diusahakan

segera dan disesuaikan dengan derajat asma. Penilaian beratnya serangan

berdasarkan riwayat serangan termasuk gejala, pemeriksaan fisik dan sebaiknya

pemeriksaan faal paru, untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan

cepat. Pada serangan ringan obat yang diberikan hanya β2-agonis kerja cepat yang

sebaiknya diberikan dalam bentuk inhalasi. Bila tidak mungkin dapat diberikan

secara sistemik.

Pada dewasa dapat diberikan kombinasi dengan teofilin/aminofilin oral. Pada

serangan sedang diberikan β2 agonis kerja cepat dan kortikosteroid oral. Pada

serangan berat pasien dirawat dan diberikan oksigen, β2 agonis kerja cepat,

kortikosteroid IV, dan Aminofillin IV. Sedangkan pada asma kronik tujuan untuk

mengontrol asma dan mencegah serangan.

Pengobatan asma jangka panjang disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.

Prinsip pengobatan jangka panjang meliputi edukasi, obat asma (pengontrol dan

pelega) dan menjaga kebugaran. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma,

sedangkan obat pengontrol ditujukan untuk pencegahan serangan asma dan

diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus (Depkes, 2009).

Page 37: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

49

Bronkodilator pada asma diberikan sebagai pembuka saluran napas dan

memfasilitasi pernapasan dengan mengurangi bronkospasmus dengan cara

merelaksasi otot polos pada bronkial. Beberapa obat yang bekerja sebagai

bronkodilator antara lain obat-obatan simpatomimetik seperti metaprotenol,

albuterol, terbutalin, isotarin, pirbuterol, salmetrol, obat-obat β2-agonis, dan obat-

obat yang merelaksasi otot polos disepanjang saluran pernapasan. Sedangkan anti

inflamasi digunakan sebagai pengontrol/pengendali asma (Depkes, 2007).

Tabel 2.3

Daftar Obat Pelega dan Pengontrol Asma

Jenis Obat Golongan Nama Generik

Bentuk/Kemasan

Obat

Pengontrol

(Antiinflamasi)

Steroid inhalasi Flutikason IDT

propionat IDT

Budenosid Turbuhaler

Antileukotrien Zafirlukas Oral

Kortikosteroid

sistemik

Metilprednisolon (tablet)

Prednison Oral

Page 38: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

50

Agonis β2 kerja Prokaterol (injeksi)

Panjang Formoterol Oral

kombinasi steroid

dan agonis β2 kerja

panjang

Salmeterol Oral

Flutikason +

Salmeterol

Turbuhaler

IDT

Budenoside +

formoterol

IDT

Turbuhaler

Pelega

(Bronkodilator)

Agonis β2 kerja

Panjang

Salbutamol Oral, IDT,

rotacap,

Terbutalin Solution

Oral, IDT,

Turbuhaler

Antikolinergik Prokaterol Solution

Metilsantin Fenotreol Ampul

Ipatropium (injeksi)

Page 39: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

51

Bromida IDT

Kortikosteroid

sistemik

Teofilin IDT, solution

Aminofilin IDT, solution

Teofilin lepas Oral

Lambat Oral

Metilprednisolon Oral, inhaler

prednison Oral

Sumber : Pedoman Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan

Republik Indonesia., 2009.

Terdapat 7 kelas agen teurapeutik yang diindikasikan dalam penanganan asma

yaitu : β2-agonis, kortikosteroid, modifikasi leukotrien, kromolin dan nedokromil,

metilxantin, inhibitor IgE, antikolinergik.

1) β2-agonis

β2-agonis merupakan bronkodilator yang aman dan efektif dengan bekerja

mengaktivasi reseptor β2-agonis sehingga merelaksasi otot polos. β2-agonis dibagi

menjadi 2, yaitu β2-agonis kerja diperlama (salmeterol dan furmeterol) digunakan

bersama dengan obat antiinflamasi, untuk kontrol jangka panjang terhadap gejala

yang timbul pada malam hari. Obat ini dipengaruhi untuk mencegah

bronkospasmus yang diinduksi oleh latihan fisik. β2-agonis kerja singkat

Page 40: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

52

(albuterol, botilterol, pirbuterol, terbutalin) adalah terapi pilihan untuk

menghilangkan gejala akut dan bronkospasmus yang diinduksi latihan fisik

(Depkes, 2007).

2) Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan hormon yang dihasilkan oleh kelenjar adrenal.

Hormon ini dapat mempengaruhi volume dan tekanan darah, otot dan resisten

tubuh. Kortikosteroid banyak digunakan dalam pengobatan radang dan

imunologik. Dalam pemberian hormon ini dengan dosis farmakologi tidak hanya

memberikan efek antiinflamasi dan imunosupressif tetapi juga memberikan efek

yang merugikan. Kortikosteroid merupakan obat yang sangat efektif digunakan

dalam pengobatan penyakit asma karena dapat menghalangi respon peradangan

dan dapat mengurangi gejala penyakit asma (Latif, 2006).

Mekanisme kerja kortikosteroid pada asma Glukokortikoid tidak secara

langsung merelaksasi otot polos sehingga mempunyai efek yang kecil pada

bronkokontriksi akut. Efek antiinflamatorinya pada asma meliputi modulasi

produksi sitokin dankemokin; menghambat sintesis eikosanoid;

menghambat akumulasi basofil, eosinofil, dan leukosit lain dalam paru-

paru; dan menurunkan vermeabilitas vaskular. Karena kerja

antiinflamatorinya yang menyeluruh dan menonjol, glukokortikoid

merupakan obat yang paling efektif untuk pengobatan asma. (Goodman &

Gilman, 2011).

Page 41: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

53

Efek samping kortikosteroid

1. Gangguan keseimbangan cairan elektrolit : Edema, hipokalemic

alkalosis, hipertensi, hiperglikemia.

2. Bisa mengaktifasi infeksi laten, pada penderita-penderita dengan infeksi

pemberian glukokortikoid hanya diberikan bila sangat dibutuhkan dan

harus dengan perlindungan pemberian antibiotik yang cukup.

3. Ulkus pepticum

Hubungan antara glukokortikoid dan terjadinya ulkus peptikus masih

belum diketahui, namun mungkin melalui efek glukokortikoid yang

menurunkan perlindungan terhadap selaput lendir lambung (mucous

barrier), mengganggu proses penyembuhan jaringan dan meningkatan

produksi asam lambung dan pepsinogen dan mungkin oleh karena

hambatan penyembuhan luka-luka oleh sebab lain.

4. Myopati

Terjadi karena pemecahan protein otot-otot rangka yang dipakai sebagai

substrat pembentukan glukosa. Myopati ditandai dengan kelemahan

otot-otot bagian proksimal tangan dan kaki. Pada penderita asma

Page 42: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

54

pemberian glukokortikoid pada keadaan ini dapat memperburuk

keadaan jika terjadi pada otot pernapasan.

5. Perubahan tingkah laku seperti : nervous, insomnia, euphoria,

psychosis

6. Pada mata, katarak dan glaukoma

7. Osteoporosis

Osteoporosis dan fraktur kompresif sering terjadi pada penderita yang

mendapat terapi glukokortikoid dalam jangka lama.

8. Gangguan pertumbuhan

Glukokortikoid jenis fluorinated (deksametason, betametason,

beklometason, triamsinolon) dapat menembus barrier placenta, oleh karena

itu walaupun pemberian glukokortikoid antenatal dapat membantu

pematangan paru dan mencegah RDS namun tetap harus waspada terhadap

kemungkinan terjadinya gangguan pertumbuhan/perkembangan janin.

(Latif, 2006)

Kortikosteroid digunakan dengan dosis bertahap. Apabila dosis awal yang

diberikan tidak mampu menangani asma maka dosis harus ditingkatkan

perlahan, begitu pula saat akan menghentikan penggunaannya. Salah satu

metode untuk menurunkan

Page 43: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

55

Dosis inhalasi kortikosteroid adalah dengan mengkombinasikan dengan β2-

agonis seperti salmeterol dan formoterol. Terapi kombinasi lebih efektif

memperbaiki fungsi paru dan menurunkan eksaserbasi akut.

3) Modifikasi leukotrien

Mekanisme kerja pada asma obat yang memodifikasi leukotrien bekerja

sebagai antagonis kompetitif reseptor leukotrien atau dengan menghambat sintesis

leukotrien. Penggunaan obat ini terhadap pasien dengan asma ringan yang tidak

mendapat kortikosteroid. Pada umumnya memperlihatkan perbaikan fungsi

fulmoner sedang, tetapi tidak signifikan serta penurunan gejala dan eksaserbasi

asma. Golongan obat ini tidak diindikasikan untuk terapi bronkodilator cepat,

sehingga pasien diintruksikan untuk mendapat β-adrenergik kerja pendek sebagai

pengobatan penyelamatan.

4) Kromolin dan nedokromin

Obat ini menghambat pelepasan mediator dari sel mast bronkial; melawan

peningkatan aktivitas fungsional dalam leukosit yang didapat dari darah pasien

asma; menekan aktivitas peptida kemotaktik pada neutrofil, eosinofil dan monosit

manusia; menghambat refleks para simpatik dan refleks batuk; dan menghambat

aliran leukosit pada saluran napas pasien asma. Penggunaan obat ini untuk

Page 44: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

56

mencegah serangan asma ringan sampai sedang dan tidak efektif untuk mengobati

bronkokontriksi yang sedang terjadi. Efek samping penggunaan kromolin antara

lain batuk dan bersin (Goodman & Gilman, 2011).

5) Metilxantin

Teofilin merupakan obat golongan metilxantin yang telah banyak digunakan

untuk menangani asma akut dan kronik. Teofilin berperan sebagan bronkodilator

dengan meningkatkan cAMP disertai dengan inhibisi fosfodiesterasi sehingga

merelaksasi otot polos. Teofilin digunakan sebagai bronkodilator bronkospasmus

sedang atau berat. Selain sebagai bronkodilator teofilin juga memiliki efek

antiinflamasi atau imunomodulator.

6) Inhibitor IgE

Pengobatan menggunakan inhibitor IgE relatif mahal dan memerlukan regular

serta observasi setelah injeksi diberikan. Inhibitor IgE mengikat IgE sehingga tidak

dapat berikatan dengan reseptor IgE pada sel mast dan basofil sehingga mencegah

reaksi alergi. Terapi menggunakan obat ini hanya boleh digunakan oleh pasien

asma berat kronik yang tidak dapat dikontrol oleh terapi kombinasi agonis-β kerja

lama dengan inhalasi kortikosteroid dosis tinggi.

7) Antikolinergik

Obat-obat antikolinergik bekerja sebagai antagonis kompetitif asetilkolin yang

sangat berguna bagi pasien dengan gejala yang disebabkan oleh stimulus

Page 45: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

57

asetilkolin yang berlebihan. Stimulus asetilkolin pada reseptor muskarinik

menyebabkan otot polos berkontraksi. Bronkodilatasi yang dihasilkan bersifat

lokal, pada tempat tertentu (Katzung, 2015).

2. 4 Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan

pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan pelayanan

rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Rumah Sakit mempunyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna. Untuk menjalankan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 4,

rumah sakit mempunyai fungsi diantaranya:

1. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai dengan kebutuhan

medis.

2. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

3. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi

bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan

memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan (Undang-Undang

No.44/2009).

Page 46: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

58

2. 5 Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)

IFRS didefinisikan sebagai suatu departemen atau unit atau bagian di suatu rumah

sakit di bawah pimpinan seorang apoteker dan dibantu oleh beberapa orang

apoteker yang memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku dan

kompeten secara profesional, tempat, atau fasilitas penyelenggaraan yang

bertanggung jawab atas seluruh pekerjaan dan pelayanan kefarmasian.

Tugas instalasi farmasi rumah sakit meliputi:

1. Mengelola perbekalan farmasi melalui perencanaan, pengadaan, penyimpanan,

penyiapan, peracikan, pelayanan langsung dan pengendalian.

2. Menyediakan terapi obat yang optimal, pelayanan bermutu, dengan biaya

minimal.

3. Pengembangan pelayanan kefarmasian yang luas dan terkoordinasi dengan

baik dan tepat.

4. Melangsungkan pelayanan farmasi optimal.

5. Pelayanan farmasi profesional berdasarkan prosedur kefarmasian dan etika

profesi.

6. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE).

7. Melakukan pengawasan sesuai aturan yang berlaku.

Page 47: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

59

8. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan di

bidang farmasi.

Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium

rumah sakit. Fungsi IFRS dapat digolongkan menjadi dua, yaitu sebagai fungsi non

klinik dan fungsi klinik.

1. Fungsi farmasi non klinik adalah perencanaan, penetapan spesifikasi produk

dan pemasok, pengadaan, pembelian, produksi, penyimpanan, pengemasan dan

pengemasan kembali, distribusi dan pengendalian perbekalan kesehatan yang

beredar dan digunakan di rumah sakit. Secara keseluruhan fungsi farmasi non

klinik biasanya tidak secara langsung dilakukan sebagai bagian terpadu dan

segera dari pelayanan penderita serta lebih sering merupakan tanggung jawab

apoteker rumah sakit.

2. Fungsi farmasi klinik adalah fungsi yang secara langsung dilakukan sebagai

bagian terpadu dari perawatan penderita atau memerlukan interaksi dengan

profesional kesehatan lainnya yang secara langsung terlibat dalam pelayanan

penderita. Fungsi farmasi klinik mencakup fungsi farmasi yang dilakukan

dalam program rumah sakit yaitu: Pemantauan terapi obat (PTO), Evaluasi

penggunaan obat (EPO), penanganan bahan sitotoksik, pelayanan di unit

perawatan kritis, pemeliharan formularium, penelitian, pengendalian infeksi di

rumah sakit, sentral informasi obat, pemantauan dan pelaporan reaksi obat

merugikan (ROM), sistem formularium, Panitia Farmasi dan Terapi, sistem

Page 48: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

60

pemantauan kesalahan obat, buletin terapi obat, program edukasi in service

bagi apoteker, dokter dan perawat, investigasi obat, dan unit gawat darurat.

(Permenkes No. 72/2016).

Definisi Kriteria inklusi adalah kriteria atau standar yang ditetapkan sebelum

penelitian atau penelaahan dilakukan. Kriteria inklusi digunakan untuk menentukan

apakah seseorang dapat berpartisipasi dalam studi penelitian atau apakah penelitian

individu dapat dimasukkan dalam penelaahan sistematis. Kriteria inklusi meliputi

jenis kelamin, usia, jenis penyakit yang diobati, pengobatan sebelumnya, dan kondisi

medis lainnya. Kriteria inklusi membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai

sedangkan definisi Kriteria eksklusi atau kriteria pengecualian adalah kriteria atau

standar yang ditetapkan sebelum penelitian atau penelaahan. Kriteria eksklusi

digunakan untuk menentukan apakah seseorang harus berpartisipasi dalam studi

penelitian atau apakah penelitian individu harus dikecualikan dalam tinjauan

sistematis. Kriteria eksklusi meliputi usia, perawatan sebelumnya, dan kondisi medis

lainnya. Kriteria membantu mengidentifikasi peserta yang sesuai (Nursalam 2013).

Page 49: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

61

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3. 1 Metode Penelitian

Dalam metodologi telah dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan penelitian

mempunyai kebebasan untuk memiliki metode guna memperoleh suatu data. Hal ini

senada dengan yang diungkapkan oleh sutrisno Hadi, Yaitu:

Baik buruknya suatu research sebagian tergantung dari pengumpulan data

research ilmiah bermaksud memperoleh bahan – bahan yang relevan, aktual dan

variabel, maka untuk memperoleh data seperti itu pekerjaan research menggunakan

tekhnik – tekhnik, prosedur, alat – alat serta kegiatan yang diandilkan.

Penelitian ini meliputi studi pustaka mengenai rumah sakit, IFRS, pelayanan

farmasi klinik yang berkaitan dengan evaluasi penggunaan obat, penyakit asma

bronkial pada pasien dewasa dan terapi farmakologinya.

Penelitian dilakukan secara studi observasional dengan rancangan deskriptif

analitik yang bersifat retrospektif, dengan mengkaji rekam medik pasien asma dewasa

Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang. Lembar resep digunakan sebagai sumber

informasi tambahan apabila keterangan pada rekam medik tidak mencukupi.

Pengkajian berupa pencatatan data identitas pasien, diagnosa, dan obat beserta dosis

yang diberikan. Penelitian dilanjutkan dengan analisis kuantitatif dan kualitatif

Page 50: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

mengenai informasi yang telah dicatat dengan membandingkan data dengan kriteria

penggunaan obat yang terdiri dari indikasi, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan

interaksi obat. Selanjutnya dilakukan pengorganisasian dan analisis data serta

pengambilan kesimpulan.

Page 51: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

37

3. 2 Studi Pendahuluan

Studi pendahuluan dilakukan untuk menetapkan kriteria pasien yang

diikutsertakan dalam penelitian. Pada studi pendahuluan, dilakukan penelusuran

informasi mengenai jumlah diagnosis asma dewasa Rawat Inap pada tahun 2018 dari

periode 1 Januari sampai dengan 31 Desember 2018. Data studi pendahuluan didapat

dari bagian Rekam Medik Rumah Sakit Umum Sumedang. Hasil studi penelitian ini

digunakan sebagai base line dalam pada penetapan pasien yang akan diikut sertakan

dalam penelitian.

3. 3 Penetapan Kriteria Pasien

Kriteria inklusi : Pasien dewasa rawat inap yang berusia > 17 tahun dan hanya

1 kali dalam 1 tahun (tanpa perulangan) dirawat di rumah sakit umum Sumedang.

Kriteria eksklusi : Pasien dewasa rawat inap yang tidak disertai penyakit

penyerta dan pasien asma bronkial yang menggunakan kortikosteroid inhaler.

3. 4 Penetapan Kriteria Obat

Obat yang dievaluasi memiliki kriteria antara lain obat yang efektif bila

digunakan pada pengobatan asma bronkial, obat yang jika tidak tepat penggunaannya

dapat menimbulkan berbagai masalah antara lain kegagalan terapi dan meningkatnya

resiko efek samping. Obat yang dievaluasi adalah obat yang paling sering ditulis oleh

dokter dengan diagnosis asma bronkial yaitu obat golongan kortikosteroid.

3. 5 Penetapan Kriteria Penggunaan Obat

Page 52: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

38

EPO dilakukan dengan membandingkan obat yang dituliskan pada resep

dengan kriteria/standar penggunaan obat yang digunakan sebagai acuan. Kriteria

penggunaan obat dibuat untuk obat golongan kortikosteroid untuk dievaluasi

berdasarkan acuan. Standar yang digunakan untuk menetapkan kriteria penggunaan

obat bersifat obyektif, tidak samar, mutakhir, disusun berdasarkan pengalaman klinik

dan disetujui staf medik, serta merefleksikan standar praktek medik. Kriteria

penggunaan obat meliputi indikasi, dosis, kontraindikasi, efek samping, dan interaksi.

Kriteria penggunaan obat disusun berdasarkan berbagai pustaka, baik pustaka primer,

sekunder, maupun tersier yang secara nasional dan internasional banyak digunakan.

3.6 Data dan Sumber Data

Data penelitian bersumber dari rekam medik periode 1 Januari sampai 31

Desember 2018. Secara umum dalam rekam medik tertulis identitas meliputi, nama,

usia, jenis kelamin, alamat pasien, tanggal kunjungan dengan diagnosis asma, dan

obat yang dituliskan dokter pada resep beserta dosisnya. Selain dari rekam medik,

data diambil dari penelusuran lembar resep pasien. Lembar resep pasien ditelusuri

apabila dosis obat tidak tertulis dalam rekam medik. Data yang diperoleh dicatat

dalam lembar pengambilan data yang dibuat oleh peneliti.

Adapun rumus yang peneliti ambil untuk sampel dari penelitian kuantitatif

kali ini yaitu:

Persentase Analisis Kuantitatif = X/100 . n

Keterangan:

X: Jumlah Pasien

n:Total Jumlah Pasien Secara Keseluruhan

Page 53: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

39

3. 7 Analisis Data

Data yang telah terkumpul kemudian diorganisasikan dan dianalisis secara

kuantitatif dan kualitatif. Analisis kuantitatif mencakup pengumpulan,

pengorganisasian, dan pelaporan jumlah pasien berdasarkan tanggal kunjungan pasien

dengan diagnosa asma, jenis kelamin, kelompok usia, dan jumlah penggunaan obat

berdasarkan rute pemberian dan golongan obat yang diberikan. Analisis kualitatif

mencakup ketepatan pasien, ketepatan indikasi, ketepatan dosis serta potensi

interaksi. Kesimpulan diambil berdasarkan hasil analisis kuantitatif dan kualitatif.

Page 54: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

40

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisis Kuantitatif

4.1.1 Berdasarkan Jenis kelamin

Tabel 4.1 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Jenis Kelamin di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang tahun 2018.

Jenis kelamin Jumlah pasien %

Laki-laki 39 33,05

Perempuan 79 66,94

Total 118 100,00

Keterangan : n = 118 pasien

Dari tabel 1 didapatkan data bahwa penderita asma bronkial yang dirawat inap

di Rumah Sakit Umum Sumedang tahun 2018 dilihat dari jenis kelamin lebih banyak

pasien perempuan yaitu sebanyak 79 pasien (66,94%) sedangkan pasien laki-laki

sebanyak 39 pasien (33,05%). Hasil penelitian ini sesuai dengan data Riskesdas tahun

Page 55: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

54

2013 bahwa prevalensi asma pada perempuan cenderung lebih tinggi daripada laki-

laki. Hal ini disebabkan oleh ukuran rongga paru-paru pada laki-laki dewasa lebih

besar dibandingkan dengan perempuan dewasa (Wulandari E, 2011). Penelitian lain

menunjukkan bahwa asma dewasa lebih banyak pada perempuan sebanyak 45 pasien

(63,4%) daripada laki-laki sebanyak 26 pasien (36,6%) diduga adanya pengaruh

hormonal dan hiperesponsif jalan napas, diantaranya adalah adanya peranan psikis

premenstruasi pada perempuan dan hormon progesteron. Hormon progesteron

menyebabkan bronkokontriksi sehingga memicu serangan asma Katzung, Bertram G.

(2015).

4.1.2 Berdasarkan Umur

Tabel 4.2 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Umur di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018

Kelompok usia Jumlah pasien %

17 - 25 tahun 18 15,25

26 - 35 tahun 18 15,25

36 - 45 tahun 24 20,33

46 - 55 tahun 21 17,79

56 - 65 tahun 20 16,97

> 65 tahun 17 14,40

Total 118 100,00

Keterangan : n = 118 pasien

Page 56: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

55

Pengelompokkan umur berdasarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun

2009

Dari tabel 2 didapatkan data bahwa penderita asma bronkial yang dirawat inap

di Rumah Sakit Umum Sumedang tahun 2018 dilihat berdasarkan umur bahwa

penderita asma bronkial terbanyak ada pada rentang umur 36-45 tahun berjumlah 24

pasien (20,33%) sedangkan pada usia ≥ 45 tahun mulai menurun. Hal ini sesuai

dengan data Riskesdas tahun 2013 bahwa prevalensi asma pada usia ≥ 45 tahun

mulai menurun.

4.1.3 Berdasarkan Penggunaan Obat Kortikosteroid

Tabel 4.3 Distribusi Penggunaan Obat Kortikosteroid Pada Pasien Asma Bronkial

di Instalasi Rawat Inap Di Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018

Jenis Terapi Jumlah %

Terapi menggunakan 110 93,22

Kortikosteroid

Terapi tidak 8 6,77

Menggunakan

Kortikosteroid

Total 118 100,00

Keterangan : n = 118 pasien

Dari tabel 3 didapatkan data bahwa pasien asma bronkial yang menggunakan

terapi obat kortikosteroid sejumlah 93,22% sedangkan yang tidak menggunakan terapi

Page 57: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

56

obat kortikosteroid sejumlah 6,77%. Hal ini menunjukan bahwa obat kortikosteroid

merupakan obat yang efektif untuk penatalaksanaan asma dengan mempertimbangkan

beberapa faktor yang meliputi dosis, indikasi, interaksi obat, efek samping obat, jenis

pemakaian obat dan jadwal pemakaian dalam penggunaan kortikosteroid (BPOM,

2000).

4.1.4 Berdasarkan Golongan Farmakologi

Tabel 4.4 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Golongan Farmakologi di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018

Golongan Farmakologi Jumlah %

Analgetik non narkotik, antipiretik,

antiinflamasi non steroid 22 1,51

Antialergi, obat untuk anafilaksis 189 13,01

Antiinfeksi

Sefalosforin 179 12,32

Makrolida 13 0,89

Penisillin 6 0,41

Kuinolon 47 3,23

Hormon, obat Endokrin lain dan

Kontrasepsi

Kortikosteroid (Glukokortikoid) 265 18,25

Obat untuk saluran napas

Page 58: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

57

Antiasma 250 17,21

Obat batuk – Ekspektoran 11 0,75

Obat batuk – Mukolitik 163 11,22

Obat untuk saluran cerna

Antasida dan antiulkus 228 15,70

Antiemetika 34 2,34

Obat Kardiovaskular

Antihipertensi 32 2,20

Diuretik 13 0,89

Total R/ 1.452 100,00

Keterangan : n = 118 pasien

Penggolongan farmakologi obat berdasarkan DOEN (Daftar Obat Esensial Nasional),

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2013.

Dari tabel 4 menunjukkan penggunaan obat pada pasien asma 1.452 dari 118

pasien yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sumedang. Hal ini disebabkan karena

tiap pasien mendapatkan lebih dari satu obat. Dari tabel 4 juga didapatkan data

peresepan yang paling banyak adalah obat golongan kortikosteroid sejumlah 265 resep

atau sekitar 18,25% dari jumlah total seluruh obat yang diresepkan pada pasien asma

bronkial yang dirawat inap di Rumah Sakit Umum Sumedang selama tahun 2018.

4.1.5 Berdasarkan Rute Pemberian Obat

Page 59: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

58

Tabel 4.5 Distribusi Pasien Asma Bronkial Berdasarkan Rute Pemberian Obat

Kortikosteroid Di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun

2018

Nama Obat Rute Jumlah %

Pemberian

Budesonid Inhalasi 4 1,40

Deksametason Oral 3 1,0

Parenteral 21 7,34

Metilprednisolon Oral 87 30,42

Parenteral 154 53,84

Triamsinolon Parenteral 19 6,64

Total R/ 286

100,0

0

Keterangan : n = 118 pasien

Dari tabel 5 didapatkan data bahwa pemberian obat kortikosteroid

berdasarkan rute pemberian paling banyak digunakan selama dirawat inap di Rumah

Sakit Umum Sumedang adalah rute pemberian secara parenteral yaitu dari obat

metilprednisolon 154 resep (53,84%) dan metilprednisolon oral sebanyak 87 resep (

30,42%). Rute pemberian secara parenteral paling banyak diberikan, hal ini

dikarenakan untuk mendapatkan hasil kerja yang lebih cepat, sedangkan rute

pemberian obat secara oral digunakan pada obat-obatan yang tidak ditujukan untuk

menghasilkan respon segera dan pemberian obat kortikosteroid oral biasanya

Page 60: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

59

diberikan pada pasien yang sudah diberi izin pulang sebagai terapi lanjutan pada saat

setelah menjalani rawat inap.

4.2 Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif bertujuan untuk menilai kesesuaian penggunaan obat

berdasarkan kriteria penggunaan obat yang telah ditetapkan. Masalah yang berkaitan

dengan penggunaan obat yang dianalisis meliputi ketepatan pasien, ketepatan

indikasi, kesesuaian dosis serta potensi interaksi obat. Efek samping obat tidak

dianalisis karena evaluasi efek samping memerlukan penelitian lebih lanjut dan tidak

ada data pendukung mengenai efek samping penggunaan obat.

Penggunaan obat secara rasional mengharuskan pasien menerima pengobatan

yang tepat sesuai dengan kebutuhan klinik, oleh karena itu untuk menjamin

penggunaan obat rasional diperlukan evaluasi penggunaan obat. Obat yang dievaluasi

penggunaannya adalah obat yang paling banyak ditulis dokter pada resep yaitu obat

golongan kortikosteroid. Obat yang dievaluasi pada analisis kualitatif dibatasi hanya

terhadap obat dengan pemberian secara parenteral dan secara oral, sedangkan

pemberian obat secara inhalasi tidak dilakukan evaluasi.

Evaluasi penggunaan obat dilakukan pada obat golongan kortikosteroid

dianggap penting karena inflamasi memiliki peranan penting dalam patogenesis asma

Page 61: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

60

sehingga dibutuhkan obat antiinflamasi diantaranya adalah obat golongan

kortikosteroid.

Analisis kualitatif dilakukan terhadap data 110 pasien yang mendapatkan

terapi menggunakan obat kortikosteroid tanpa disertai penyakit penyerta serta yang

tidak menggunakan obat kortikosteroid inhaler. Triamsinolon parenteral tidak

dianalisis secara kualitatif karena penggunaan triamsinolon parenteral diberikan pada

pasien dengan diagnosa asma bronkial yang disertai penyakit penyerta.

4.2.1 Tepat Pasien

Suatu obat dikatakan tepat pasien jika pemilihan obat kortikosteroid tidak ada

kontraindikasi terhadap keadaan kondisi pasien.

Tabel 4.6 Distribusi Tepat Pasien Pada Pasien Asma Bronkial di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018.

Ketepatan Jumlah pasien %

Tepat pasien 110 100

Tidak tepat pasien 0 0

Total 110 100

Keterangan : n = 110 pasien, persentase dihitung dari kontraindikasi terhadap jumlah

penderita selama pengamatan.

Page 62: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

61

Berdasarkan tabel 6 menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid pada

semua pasien asma bronkial di rawat inap Rumah Sakit Umum Sumedang tahun 2018

sebanyak 110 pasien (100%).

4.2.2 Tepat Indikasi

Tabel 4.7 Distribusi Tepat Indikasi Pada Pasien Asma Bronkial Di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018.

Ketepatan Jumlah pasien %

Tepat Indikasi 110 100

Tidak tepat Indikasi 0 0

Total 110 100

Keterangan : n = 110 pasien, persentase dihitung berdasarkan ketepatan indikasi Asma

Bronkial terhadap jumlah penderita selama pengamatan.

Pasien dikatakan mendapat obat dengan indikasi yang sesuai apabila obat yang

diberikan sesuai dengan gejala yang timbul. Dari tabel 7 diketahui bahwa pemberian

obat sesuai dengan diagnosis yang dituliskan pada rekam medis dengan indikasi asma

bronkial dengan gejala gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen, sesak napas,

penumpukan sekret, wheezing, batuk serta penurunan kesadaran serta dilihat dari hasil

Page 63: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

62

pemeriksaan penunjang foto toraks untuk menyingkirkan penyakit selain asma (Depkes,

2009). Obat diberikan sesuai dengan kesesuaian indikasi sebesar 100% .

4.2.3 Tepat Dosis

Pasien dikatakan mendapat dosis sesuai apabila dosis yang diberikan berada pada

rentang dosis lazim penggunaan dan tepat diberikan pada keadaan pasien tersebut dan

rentang dosis lazim sesuai dengan kriteria penggunaan obat. Pada analisis kesesuaian

dosis, pasien diasumsikan tidak memiliki gangguan hati ataupun gangguan ginjal.

Tabel 4.8 Distribusi Tepat Dosis Pada Pasien Asma Bronkial Di Instalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Umum Sumedang Tahun 2018.

Nama Rute Tepat Dosis Tidak Tepat Dosis

Kortiko

Steroid Pemberian ∑R/ %

∑R/

%

Deksametas

on Oral 3 1,13

0 0,00

Parenteral 21 7,92 0 0,00

Metilpredni

solon Oral 87 32,83

0 0,00

Parenteral 154 58,11 0 0,00

Total 265 100,0 0 0,00

Page 64: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

63

Keterangan : n = 110 pasien, % = perbandingan jumlah terhadap jumlah penggunaan

obat total 248 R/

Pada tabel 8 dikatakan tepat dosis apabila dosis obat kortikosteroid yang

diberikan sesuai dengan rentang terapi sesuai dengan Pharmaceutical Care

Penyakit Asma tahun 2007 dan disesuaikan dengan KPO. Berdasarkan perhitungan

dosis obat kortikosteroid yang dievaluasi dari 110 jumlah pasien yang diteliti

didapatkan tepat dosis sebanyak 100%, karena berada pada rentang dosis lazim

penggunaan obat. Pada asma kronis yang berat kortikosteroid dosis besar harus

segera diberikan secara intra vena (IV). Bila gejala mereda dapat diikuti dengan

pemberian secara oral. Dosis diturunkan secara bertahap, penghentian pengobatan

tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko

insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien (Gunawan, 2012).

4.2.4 Potensi Interaksi

Interaksi obat merupakan suatu keadaan yang terjadi jika suatu obat

mengubah efek obat lainnya. Berdasarkan mekanisme kerjanya interaksi obat terbagi

dalam interaksi secara farmakokinetik meliputi interaksi pada proses absorpsi,

distribusi, metabolisme, eliminasi dan interaksi obat secara farmakodinamik meliputi

sinergisme, antagonisme, efek reseptor tidak langsung dan gangguan cairan dan

elektrolit. Faktor yang mempengaruhi interaksi obat adalah usia, berat badan,

kehamilan, obat dalam asi, variasi diurenal, toleran, suhu tubuh, kondisi fatologik,

Page 65: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

64

waktu pemberian dan genetik. Karena interaksi tidak dapat diamati secara langsung

pada subjek penelitian, maka analisis hanya terbatas pada potensi interaksi obat

dengan asumsi obat yang memiliki potensi interaksi tersebut dikonsumsi bersamaan.

Tabel 4.9 Jumlah Potensi Interaksi Obat Kortikosteroid

Jumlah Potensi Interaksi Obat Kortikosteroid

Potensi Interaksi Jenis

Jumlah

% Obat I Obat II Interaksi

Deksametason Teofillin Moderat 14 14,73

Metilprednisolon Salbutamol Minor 16 16,87

Metilprednisolon Teofillin Moderat 57 60,00

Metilprednisolon Levofloksasin Mayor 8 8,42

Total 95 100

Page 66: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

65

Dari tabel 9 terdapat 95 pasien yang berpotensi interaksi antara kortikosteroid

dengan obat lain. Kombinasi Deksametason + Teofillin sebanyak 14 pasien (14,73%),

kombinasi Metilprednisolon + Salbutamol sebanyak 16 pasien (16,87%), kombinasi

Metilprednisolon + Teofillin sebanyak 57 pasien (60,00%), dan kombinasi

Metilprednisolon + Levofloksasin sebanyak 8 pasien (8,42%). Penggunaan kombinasi

secara bersama antara Deksametason dengan Teofillin sebanyak 14 pasien (14,73%)

yang berpotensi interaksi secara farmakodinamik tingkat moderat, dimana

penggunaan bersama antara Deksametason dengan Teofillin dapat menyebabkan

hipokalemia (potasium darah rendah) dan meningkatkan kadar teofillin dalam plasma

atau menyebabkan toksisitas. Untuk mengatasi masalah penggunaan obat tersebut

disarankan pasien pantau kadar kalium darahnya dan apabila pasien mengalami

lemah, lesu bingung, kesemutan atau perasaan berat di kaki segera laporkan kepada

dokter kemungkinan telah mengalami hipokalemia dan bila perlu diberikan suplemen

kalium. Sedangkan apabila pasien mengalami mual, muntah, diare, sakit kepala,

gelisah, insomnia, dan detak jantung tidak teratur segera laporkan ke dokter

kemungkinan terjadi toksisitas mungkin memerlukan penyesuaian dosis atau tes

khusus untuk keselamatan penggunaan kedua obat tersebut. Penggunaan kombinasi

secara bersama antara Metilprednisolon dan Salbutamol sebanyak 16 pasien (16,87%)

yang berpotensi interaksi secara farmakodinamik tingkat minor, dimana penggunaan

bersama antara Metilprednisolon dengan Salbutamol dapat menyebabkan

hipokalemia. Secara klinis jumlah interaksi terbatas dan tidak memerlukan terapi

Page 67: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

66

pengganti. Untuk mengatasi masalah penggunaan obat tersebut disarankan pasien

pantau kadar kalium darahnya dan apabila perlu diberikan suplemen kalium.

Penggunaan kombinasi secara bersama antara Metilprednisolon dengan

Teofillin sebanyak 57 pasien (60,00%) yang berpotensi interaksi secara

farmakodinamik tingkat mayor, dimana dapat menyebabkan hipokalemia serta dapat

terjadi peningkatan kadar teofillin dalam plasma atau dapat menyebabkan toksisitas.

Untuk mengatasi masalah penggunaan obat tersebut disarankan pasien pantau kadar

kalium darahnya dan apabila pasien mengalami lemah, lesu bingung, kesemutan atau

perasaan berat di kaki segera laporkan kepada dokter kemungkinan telah mengalami

hipokalemia dan bila perlu diberikan suplemen kalium dan segera laporkan kepada

dokter. Sedangkan apabila pasien mengalami mual, muntah, diare, sakit kepala,

gelisah, insomnia, dan detak jantung tidak teratur segera laporkan ke dokter

kemungkinan terjadi toksisitas mungkin memerlukan penyesuaian dosis atau tes

khusus untuk keselamatan penggunaan kedua obat tersebut.

Kombinasi Metilprednisolon dan Levofloksasin terdapat 8 pasien (8,42%)

yang berpotensi terjadi interaksi secara farmakokinetik tingkat mayor. Penggunaan

bersama Metilprednisolon dengan Levofloksasin dapat meningkatkan resiko

tendinitis dan tendon pecah. Hal ini lebih mungkin terjadi pada orang dewasa yang

berusia lebih dari 60 tahun atau mereka yang telah menerima transplantasi ginjal, hati

dan atau paru-paru. Jika terdapat keluhan dapat mengusulkan penggunaan obat

alternatif yang tidak berinteraksi atau mungkin memerlukan penyesuaian dosis atau

Page 68: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

67

pemantauan yang lebih sering pada penggunaan kedua obat dengan aman. Hentikan

penggunaan kombinasi Metilprednisolon dan Levofloksasin jika pasien mengalami

rasa sakit atau peradangan pada daerah tendon seperti bagian belakang pergelangan

kaki, bahu, tangan atau ibu jari (Stockley, 2010).

Page 69: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

68

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Dari data hasil penelitian ini dapat disimpulkan mengenai gambaran

penggunaan kortikosteroid dan evaluasi penggunaan kortikosteroid pada pengobatan

asma yang dilakukan di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Umum Sumedang selama

tahun 2018 :

a. Kortikosteroid yang paling sering digunakan adalah Metilprednisolon

pemberian secara oral sebanyak 87 peresepan (30,42%), dan pemberian secara

parenteral sebanyak 154 peresepan (53,84%).

b. Keberhasilan penggunaan obat kortikosteroid berdasarkan tepat pasien, tepat

indikasi dan tepat dosis 100%, terdapat 95 pasien berpotensi interaksi antara

kortikosteroid dengan obat lain. Dan yang paling banyak berpotensi interaksi

adalah penggunaan Metilprednisolon dengan Teofillin sebanyak 57 pasien

(60,00%).

5.2. Saran

Dari penelitian yang dilakukan, dapat disarankan agar dilakukan penelitian

lebih lanjut mengenai evaluasi efek samping dari obat kortikosteroid, penulisan data

yang lengkap dan jelas dalam rekam medik, konseling yang lebih efektif antara

Page 70: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

69

apoteker dengan pasien asma guna meningkatkan pemahaman pasien dalam hal

kepatuhan dan penggunaan obat asma.

Page 71: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

70

DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2013). Riset Kesehatan Dasar,

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

BPOM. (2000). Informatorium Obat Nasional Indonesia, Badan Pengawasan

Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009). Undang-Undang No. 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit. Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan dan

Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular. (2009). Pedoman

Pengendalian Penyakit Asma, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,

Jakarta.

Dipiro, J. T., R. L. Talbert, G. C. Yee, G. R Matzke (Eds), B. G. Wells, and L. M.

Posey., (2014) Pharmacotherapy : A Patophysiologic Approach,9_E-

McGrow Hill Medical. epub.

Dyah.W.P., Uyainah Anna. Kapiat Selekta Kedokteran Edisi 4 2012 hal-163. Media

aesculapius.

Global Initiatif for Asthma. (2016). Global Strategy for Asthma Management and

Prevention, Cape Town: University of Cape Town Lung Institute.

Page 72: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

71

Goodman and Gilman. (2011). Farmakologi dan Terapi. Buku Kedokteran EGC.

Jakarta.

Gunawan. Sulistia. G. (2012). Farmakologi dan Terapi. Departemen Farmakologi

dan Terapeutik. Universitas Indonesia, Jakarta.

Katzung, Bertram G. (2015). Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10, Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. (2016). Peraturan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta.

Nursalam. (2013)., Konsep Penerapan Metode Penelitian Ilmu Keperawatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Page 73: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

45

Rengganis. Iris. (2008). Diagnosis dan Tatalaksana

Asma Bronkial, Majalah Kedokteran

Indonesia, Vol 58, No 11.

Siregar, C. dan E. Kumolosari. ( 2006). Farmasi

Klinik Teori dan Penerapan, Penerbit EGC,

Jakarta.

Siregar, C. dan L. Amalia. (2003). Farmasi Rumah

Sakit Teori dan Penerapan, Penerbit EGC,

Jakarta.

Stockley. I. H., K. Baxter. (2010). Stockley’s Drug

Interactions, Pharmaceutical Press : London.

Wulandari. Erni. (2011). Pola Penggunaan Obat

untuk Penyakit Asma Pada Pasien Dewasa

Page 74: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

46

di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.

MOEWARDI. Surakarta.

Yunus,f., 2011, Manfaat Kortikosteroid Pada

Asma Bronkial, Cermin Dunia Kedokteran,

PT Bintang Toedjoe, Jakarta.

Page 75: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

47

Lampiran 1

AlgoritmaPenatalaksanaan Serangan Asma Di Rumah

Page 76: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

48

Page 77: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

49

Lampiran II

Algoritma Penatalaksanaan Asma di Rumah Sakit

Page 78: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

50

Page 79: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

51

Page 80: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

52

Lampiran III

KRITERIA PENGGUNAAN OBAT PASIEN DEWASA DENGAN DIAGNOSIS ASMA

BRONKIAL

Golongan – Subgolongan : Kortikosteroid

1. Nama Obat : Dexametason

Indikasi Mekanisme Dosis kontraindikasi Efek samping interaksi

Kerja

Agen Mengurangi Dewasa Hipersensitivitas Badan terasa 1. Peningkatan

antiinflamasi Inflamasi Oral, I.M., lelah atau efek/ toksisitas :

Page 81: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

53

atau Dengan I.V : 0,75 – lemas, sakit inhibitir

aminosupresan Menekan 9 mg / hari kepala, asetilchlorinase,

berbagai Migrasi dalam dosis keringat amfeterisine B,

penyakit neutrofil, terbagi tiap berlebihan, cyclosporin,

termasuk alergi, Penurunan 6 – 12 jam perubahan deferasirox,

dermatologi, Produksi suasana hati ifospamid,

endokrin, Mediator Seperti leflunomid,

hematologi, inflamasi, dan depresi, diuretik,

inflamasi, Sebaliknya mudah haus, natalizumab,

neoplastik sistem Peningkatan sering buang NSAID (COX-2

saraf, ginjal, Permeabilitas air kecil, nyeri inhibitor), NSAID

Page 82: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

54

Lampiran III

Lanjutan

Indikasi Mekanisme Dosis kontraindikasi Efek samping interaksi

kerja

pernafasan, kapiler, otot, nyeri (non-selektif,

rhematik dan menekan respon pada sendi dan warfarin.

autoimun. imun normal. atau tulang, 2. Penurunan efek

sakit perut, : aldesieukin, agen

Rentan antidiabetes,

terhadap apixaban,

infeksi. aripiprazole,

Page 83: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

55

imatinib,

isoniazid,

nifedipin,

nisoldipin,

verapamil,

praziquantel.

Page 84: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

56

Lampiran III

Lanjutan

Golongan – Subgolongan : Kortikosteroid

2. Nama Obat : Metilprednisolon

Indikasi Mekanisme kerja Dosis kontraindikasi Efek samping Interaksi

Mengontrol Dalam jaringan secara Anti-inflamasi Hipersensitivitas Mual, muntah , 1. Peningkatan

alergi berat spesifik, kortikosteroid Atau nyeri ulu hati, efek/ toksisitas

atau alergi mengatur ekspresi imunosupresan : sakit perut, : inhibitir

yang tidak genberikutnya Dewasa gangguan asetilchlorinase

dapat untukmengikat reseptor Oral : 2-60 mg 1-4 pencernaan, , amfeterisine

Page 85: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

57

ditangani intraselular spesifikdan kali sehari diikuti lemas, lelah, B, cyclosporin,

menggunakan translokasi ke oleh pengurangan Keringat leflunomid,

pengobatan nukleus.Kortikosteroid Bertahap berlebih, diuretik,

konvensional mengerahkan beragam I.M : 10-80 depresi, sulit natalizumab,

efek fisiologis termasuk mg/hari sekali tidur, NSAID (COX-

modulasi karbohidrat, Sehari menstruasi 2 inhibitor),

proteindan metabolisme I.V : 10-40 mg tidak teratur. NSAID (non-

lipid dan pemeliharaan dapat diulang selektif,

homeostasis cairan dan Sesuai warfarin.

elektrolit. kebutuhan30mg/k 2. Penurunan

kardiovaskular, g berat badan efek :

imunologi, diulang ≥ 30 menit aldesieukin,

Page 86: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

58

Lampiran III

Lanjutan

Indikasi Mekanisme kerja Dosis kontraindikasi Efek samping Interaksi

muskuloskeletal, bila diperlukan agen

endokrin, dan

neurologis dosis dapat antidiabetes,

Fisiologis diulang 4 – 6 jam calsittriol,

dipengaruhioleh isoniazid,

kortikosteroid. salisilat,

Mengurangi inflamasi sipuleucel-T,

Page 87: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

59

dengan menekan

migrasi telaprevir.

neutrofil, penurunan

produksi mediator

inflamasi, dan sebaliknya

Peningkatan

permeabilitas kapiler,

menekan respon imun

normal.

Page 88: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

60

Lampiran III

Lanjutan

Golongan – Subgolongan : Obat untuk saluran nafas – Antiasma

3.Nama Obat : Albuterol/Salbutamol sulfat

Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek samping Interaksi

Meredakan dan Stimulasi reseptor Dewasa dan Hipersensitivitas Penurunan 1. Peningkatan

mencegah beta2 di bronki anak diatas pada albuterol nafsu makan efek/toksisitas :

bronkospasmus menyebabkan 12 tahun : atau pada nyeri pada atomoksetin,

pada pasien aktivitas dari 2-4 mg 2-3 komponen lain bagian perut inhibitor MAO,

Page 89: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

61

dengan

gangguan adenilsiklase. kali sehari. pada formulasi memperburuk antidepresan,

saluran nafas Meningkatkan

diabetes

melitus trisiklik, zat

reversibel jumlah cyclic

dan ketoasidosis simpatomimetik

AMP yang

2. Penurunan

efek

berdampak pada : betahistin, alfa-

relaksasi otot bloker dan beta-

polos bronkial bloker

serta menghambat

Pelepasan

Page 90: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

62

mediator

penyebab

Reaksi

hipersensitivitas

dari sel mast.

Page 91: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

63

Lampiran III

Lanjutan

Golongan – Subgolongan : Obat untuk saluran nafas – Antiasma

4. Nama Obat : Teofillin

Indikasi Mekanisme kerja Dosis Kontraindikasi Efek samping Interaksi

Pengobatan Sebagai bronhodilator

16-60 tahun : Hipersensitivitas Mual, 1. Peningkatan

gejala dan memiliki 2 0,4 muntah, sakit efek/toksisitas :

obstruksi

jalan mekanisme kerja mg/kg/jam, kepala, detak formoterol,

Page 92: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

64

nafas

dengan cara

relaksasi maksimal jantung cepat indacaterol,

reversibel otot polos dan 900 mg/hari atau tidak pancuronium,

akibat asma menekan stimulasi > 60 tahun : beraturan, simpatomimetik

kronis atau yang terdapat pada 0,3 insomnia, 2. Penurunan efek

penyakit paru jalan napas. Efek mg/kg/jam, diare, : benzodiazepin,

kronis lainnya Bronkodilatasi maksimal kehilangan carbamazepin,

disebabkan oleh 400 mg/hari nafsu makan. posphenytoin,

Adanya lithium,

penghambatan 2 phenytoin,

isoenzim yaitu regadenoson.

Phospodiesterase

Page 93: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

65

(PDE III) dan (PDE

IV).

Lampiran III

Lanjutan

Golongan – Subgolongan : Antibiotik

5. Nama Obat : Levofloksasin

Indikasi Mekanisme Dosis Kontraindikasi Efek samping Interaksi

kerja

Infeksi sinusitis Menghambat Dewasa Hipersensitif terhadap Diare, mual, 1. Peningkatan

maksilaris DNA Gyrase Oral, I.V : levofloksasin dan vaginitis,

efek/ toksisitas

Page 94: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

66

akut, :

eksaserbasi bakteri (DNA 500 mg tiap golongan kuinolon, pruritis, ruam kafein,

bakteri akut topoisomerase 24 jam epilepsi, riwayat ,nyeri perut, kortikosteroid

pada bronkitis II), sehingga selama 7

gangguan tendon

terkait genital sistemik,

kronik, terjadi hari atau Pemberian moniliasis, methotreksat,

pneumonia penghambatan 750 mg tiap

florokuinolon,kehamila

n pusing, sulfonilurea,

komunitas replikasi dan 24 jam dan menyusui. dispepsia,

teofillin,

agonis

(community- traskripsi DNA selama 5 insomnia,

vitamin k

dapat

acquired bakteri. Hari muntah, meningkatkan

Page 95: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

67

pneumonia), anoreksia, konsentrasi

uncomplicated konstipasi, siprofloksasin.

skin dan skin edema, lelah, 2. Penurunan

structure sakit kepala, efek :

infections, palpitasi, berpotensi

infeksi saluran parentesis membentuk

Page 96: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

iii

Lampiran III

Lanjutan

Indikasi Mekanisme Dosis Kontraindikasi Efek samping Interaksi

kerja

kemih sindrom kelat bersama

kompleks stevens- ion logam

(complicated johnson, (Al,Cu, Zn, Mg,

urinary tract vasodilatasi Ca) antasid

infection), dan tendon mengandung

pielonefritis rupture.

alumunium

dan

akut karena

magnesium

dan

mikroorganis

me obat yang

yang sensitif. mengandung

besi

menurunkan

absorbsi

levofloksasin.

LAMPIRAN IV

Page 97: EVALUASI PENGGUNAAN OBAT KORTIKOSTEROID PADA …

iv

Gambar kartu obat pasien RSUD sumedang

LAMPIRAN V

Gambar Aplikasi interaksi di RSUD sumedang