Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

154
EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN OBAT TETES MATA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Farmasi Oleh: Sri Ayuningsih Sutanto NIM : 078114023 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010

Transcript of Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

Page 1: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PERILAKU PENGGUNAAN OBAT TETES MATA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA

FARMA RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE JUNI – JULI 2010

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh:

Sri Ayuningsih Sutanto

NIM : 078114023

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA 2010

Page 2: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

ii

EVALUATION OF AVAIBILITY AND BEHAVIOR ADMINISTERED EYE DROPS OF YOGYAKARTA Dr. SARDJITO HOSPITAL KIMIA

FARMA PHARMACY CUSTOMERS IN JUNE – JULY OF 2010 PERIOD

SKRIPSI

Presented as Partitial Fulfilment of the Requirement to Obtain Sarjana Farmasi (S.Farm)

In Faculty of Pharmacy

By:

Sri Ayuningsih Sutanto

NIM : 078114023

FACULTY OF PHARMACY SANATA DHARMA UNIVERSITY

YOGYAKARTA 2010

Page 3: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

iii

Page 4: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

iv

Page 5: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Kehidupan yang berbuah tidak terjadi dalam sekejap.

Diperlukan kesabaran, ketekunan, dan tekad yang kuat

Diperlukan waktu yang cukup

Terlebih lagi, diperlukan anugerah Tuhan untuk menjadikan

segalanya…

Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok

mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari

<..........(Matius 6:34)..........>

Karya kecilku Ini Kupersembahkan buat :

Tuhan Yesus dan Bunda Maria

Papa, Mama tersayang

Kedua adik-adikku tercinta Yuli dan Vero

Teman-temanku...

dan Almamaterku…

Page 6: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan dibawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Sri Ayuningsih Sutanto

Nomor Mahasiswa : 078114023

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma yang berjudul:

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum Pusat

Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tenpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Di buat di Yogyakarta

Pada tanggal : 29 November 201

Yang menyatakan

Page 7: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

vii

Page 8: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

viii

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih

dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan penulisan skripsi yang

berjudul “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata

Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma Rumah Sakit Umum

Pusat Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010” ini dengan baik yang

diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mencapai gelar Sarjana Farmasi

pada Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penulis menyadari keberhasilan penyusunan skripsi ini juga tidak lepas

dari dukungan dari berbagai pihak yang telah membantu penulis dari awal hingga

akhir penulisan laporan skripsi. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis

mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Sardjito yang telah membantu

dalam memberikan ijin penelitian.

3. Bapak Drs. Nurtjahjo Walujo Wibowo, Apt. selaku apoteker pengelola

apotek yang telah memberikan ijin dalam menggunakan Rumah Sakit Dr.

Sardjito sebagai tempat untuk menjalankan penelitian.

4. Dian Shintari, S.Si., Apt, Gina Arifah, S.Farm., Apt, dan Sari Rahmawati,

S.Farm., Apt selaku Apoteker Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.

Sardjito yang telah meluangkan waktu untuk memberikan informasi saat

wawancara.

Page 9: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

ix

5. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku dosen pembimbing dalam penyelesaian

skripsi. Bimbingan, waktu, nasihat, semangat, saran, dan ilmu yang telah

diberikan dalam proses penyusunan skripsi dari awal hingga akhir.

6. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt selaku dosen penguji yang telah memberikan

banyak saran dan kritik yang membangun kepada penulis dalam proses

penyusunan skripsi ini.

7. Maria Wisnu Donowati, M.Si., Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan banyak saran dan kritik yang membangun kepada penulis

dalam proses penyusunan skripsi ini.

8. Segenap karyawan Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito yang

telah membantu doa dan memberikan semangat saat pengambilan data

penelitian.

9. Segenap responden yang bersedia meluangkan waktu untuk mengisi

kuesioner dan di wawancarai guna kepentingan data pada penelitian ini

10. Papa dan mama atas kasih sayang, semangat, bantuan, dukungan, dan doa

yang tiada henti selama penulis menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

11. Feri Dian Sanubari, atas dukungannya dalam belajar dan menyelesaikan

skripsi, cinta, kasih sayang, kesabaran, pertengkaran, canda tawa, dan buat

semua nasehat-nasehatnya dalam menghadapi permasalahan hidup.

12. Diana, Linda, Indri, dan Aming atas kebersamaannya dalam suka dan duka

selama penyelesaian skripsi ini

Page 10: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

x

13. Vero, Titien, Tresa, Indri, dan Aming atas dukungan, semangat, dan

kebersamaan selama perkuliahan.

14. Teman-teman di kost Difa: Putri, Oki, Kak Dini, Kak Galih, Kak Tiwi, Ina,

Ita, Riza, Meland, Evina, Eka, Jesty, Yeny, Kak Ayu, Kak Grace, Sari untuk

kebersamannya setiap hari.

15. Teman-teman di Pos Kesehatan Santo Antonius Kotabaru yang memberikan

inspirasi untuk menjunjung tinggi kebersamaan dan kepedulian terhadap

orang lain.

16. Teman-teman FKK A angkatan 2007 yang menjadi teman seperjuangan

dalam menghadapi masalah-masalah perkuliahan.

17. Teman-teman FKK angkatan 2007, yang selalu mendukung dan

memberikan bantuan baik langsung maupun tidak langsung kepada penulis.

18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

mendukung untuk terwujudnya skripsi ini.

Kesempurnaan adalah milik Bapa, penulis yang jauh dari sempurna

mengucapkan kata maaf apabila ada kata-kata yang kurang berkenan di hati

pembaca. Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat untuk perkembangan

dunia kesehatan pada umumnya dan dunia kefarmasian pada khususnya serta

berguna bagi pembaca.

Penulis

Page 11: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................. iii HALAMAN PENGESAHAN .........................................................................iv HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................... v PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ..........................................................vi PRAKATA ................................................................................................... vii DAFTAR ISI ................................................................................................... x DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv INTISARI ..................................................................................................... xvi ABSTRACT ..................................................................................................xvii BAB I. PENGANTAR ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang ........................................................................................... 1

1. Permasalahan ....................................................................................... 4 2. Keaslian penelitian ............................................................................... 4 3. Manfaat penelitian ................................................................................ 5

B. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 1. Tujuan umum ...................................................................................... 6 2. Tujuan khusus ...................................................................................... 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA .............................................................. 7 A. Mata........................................................................................................... 7 B. Obat ........................................................................................................... 9

1. Definisi ............................................................................................... 9 2. Penggolongan obat .............................................................................. 9 3. Penyimpanan obat ............................................................................. 12 4. Aturan penyimpanan obat .................................................................. 12 5. Masa kadaluwarsa obat ...................................................................... 13

C. Obat Tetes Mata ....................................................................................... 14 1. Definisi ............................................................................................. 14 2. Pengelompokkan obat tetes mata ....................................................... 14 3. Penggunaan obat tetes mata ............................................................... 20 4. Penetesan .......................................................................................... 22 5. Bahan pengawet (preservation) ......................................................... 22

D. Perawatan Sendiri dan Swamedikasi ........................................................ 23 E. Apotek .................................................................................................... 24 F. Peran Apoteker ....................................................................................... 24 G. Pelayanan Informasi Obat ....................................................................... 25 H. Pharmaceutical Care ............................................................................... 26 I. Perilaku ................................................................................................... 26

1. Pengetahuan (knowledge) .................................................................. 27

Page 12: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xii

2. Sikap (attitude) .........................................................................................27 3. Praktik atau Tindakan (practice) ..............................................................28

J. Komunikasi .......................................................................................... 28 K. Keterangan Empiris ........................................................................................29 BAB III. METODE PENELITIAN .................................................................... 30 A. Jenis dan Rancangan Penelitian .................................................................... 30 B. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................... 31 C. Definisi Operasional..................................................................................... 32 D. Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 35 E. Subyek Penelitian ......................................................................................... 35 F. Bahan Penelitian .......................................................................................... 37 G. Instrumen Penelitian..................................................................................... 37 H. Tata Cara Penelitian ..................................................................................... 38

1. Tahap pra-penelitian……………………………………………....... ....... 38 2. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur.............................. ....... 39 3. Uji bahasa kuesioner..................................................................................40 4. Tahap pengumpulan data...........................................................................42 5. Tahap pengolahan data...............................................................................44

I. Tata Cara Analisis Hasil ....................................................................... ....... 45 J. Kesulitan Penelitian.........................................................................................49 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................... 51 A. Persentase Ketersediaan Obat Tetes Mata di Apotek KF................... ........... 52

1. Macam kemasan obat tetes mata................................................................52 2. Macam golongan obat tetes mata ............................................................ 54 3. Pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmokologi .................... 56

B. Informasi yang Diberikan oleh Apoteker ............................................... ...... 59 1. Durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien......... ......... 60 2. Sumber informasi yang digunakan .......................................................... 62 3. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker ...................................... 63 4. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat ............................ 65

C. Penggunaan Obat Tetes Mata Berdasar Hasil Kuesioner dan Wawancara................................................................... .... ............................ 66

1. Usia responden ....................................................................................... 67 2. Jenis kelamin .......................................................................................... 68 3. Tingkat pendidikan akhir............................................................................69 4. Jenis pekerjaan responden.........................................................................70 5. Frekuensi penggunaan obat tetes mata............................................ .......... 71 6. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF...................... ........... 72 7. Responden yang Pernah Berkonsultasi Obat di Loket Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito...................................................... .............................. 73 8. Responden yang membeli obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito ................................................................................................... 74 9. Aspek pengetahuan ................................................................................. 76 10. Aspek sikap ............................................................................................ 82 11. Aspek tindakan ....................................................................................... 87

D. Rangkuman Pembahasan ............................................................................. 92

Page 13: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xiii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 96 A. Kesimpulan............................................................................................... 96 B. Saran ........................................................................................................ 97

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 98 LAMPIRAN .................................................................................................... 105 BIOGRAFI PENULIS ..................................................................................... 136

Page 14: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Aturan penyimpanan obat menurut FI IV............................ 13 Tabel II. Obat tetes mata dekongestan............................................... 16 Tabel III. Kombinasi obat tetes mata dekongestan dan antihistamin...... 16 Tabel IV. Antibiotik untuk pengobatan okular....................................... 18 Tabel V. Agen untuk pengobatan glaukoma...................................... 19 Tabel VI. Distribusi pertanyaan favourable dan unfavourable pada

kuesioner penelitian ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata....................................................................................

39 Tabel VII. Penggolongan obat tetes mata berdasarkan

farmakologi......................................................................

56 Tabel VIII. Persentase usia responden................................................... 67 Tabel IX. Persentase pekerjaan responden........................................... 70 Tabel X. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes

mata.........................................................................................

76 Tabel XI. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes

mata.................................................................................

82 Tabel XII. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes

mata..................................................................................

87

Page 15: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi mata manusia.................................................................. 7 Gambar 2. Anatomi sistem lakrimal............................................................... 8 Gambar 3. Logo obat bebas............................................................................ 10 Gambar 4. Logo obat bebas terbatas............................................................... 10 Gambar 5. Logo obat keras............................................................................. 11 Gambar 6. Cara penetesan obat tetes mata..................................................... 20 Gambar 7. Langkah pertama teknik NLO....................................................... 21 Gambar 8. Langkah kedua teknik NLO.......................................................... 22 Gambar 9. Langkah ketiga teknik NLO.......................................................... 22 Gambar 10. Skema teori Weber........................................................................ 28 Gambar 11. Bagan ruang lingkup penelitian.................................................... 31 Gambar 12. Bagan tata cara penelitian............................................................. 41 Gambar 13. Bagan pengumpulan data penelitian............................................. 42 Gambar 14. Ketersediaan kemasan obat tetes mata.......................................... 52 Gambar 15. Contoh kemasan single dose......................................................... 54 Gambar 16. Golongan obat tetes mata yang terdapat di apotek KF RSUP Dr.

Sardjito..........................................................................................

54 Gambar 17. Rata-rata jumlah responden berdasarkan jenis

kelamin..........................................................................................

68 Gambar 18. Rata-rata jumlah responden berdasarkan tingkat

pendidikan.....................................................................................

69 Gambar 19. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh

responden......................................................................................

71 Gambar 20. Persentase responden yang pernah membeli obat di loket

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito......................................................

72 Gambar 21. Persentase responden yang pernah melakukan konsultasi

obat................................................................................................

73 Gambar 22. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes

mata...............................................................................................

81 Gambar 23. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes

mata...............................................................................................

87 Gambar 24. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes

mata...............................................................................................

92

Page 16: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Kuesioner untuk uji bahasa..................................................... 105 Lampiran 2. Kuesioner untuk pengambilan data......................................... 108 Lampiran 3. Panduan wawancara terstruktur.............................................. 112 Lampiran 4. Contoh kuesioner uji bahasa yang sudah diisi responden....... 113 Lampiran 5. Informed consent yang sudah diisi responden ...................... 115 Lampiran 6. Kuesioner yang diisi sendiri oleh responden.......................... 116 Lampiran 7. Kuesioner yang pengisiannya dibantu peneliti....................... 118 Lampiran 8. Hasil wawancara dengan responden....................................... 120 Lampiran 9. Hasil wawancara apoteker....................................................... 121 Lampiran 10. Surat ijin penelitian dari apotek Kimia Farma........................ 124 Lampiran 11. Surat ijin penelitian dari apotek Pelengkap Kimia Farma

RSUP Dr. Sardjito...................................................................

125 Lampiran 12. Obat tetes mata yang tersedia di Apotek Pelengkap Kimia

Farma RSUP Dr. Sardjito........................................................

126 Lampiran 13. Hasil kuesioner........................................................................ 129 Lampiran 14. Daftar tabel sesuai kunci jawaban kuesioner.......................... 132 Lampiran 15. Hasil wawancara terhadap responden yang membeli obat

tetes mata................................................................................

135

Page 17: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xvii

INTISARI

Penggunaan obat tetes mata merupakan salah satu upaya masyarakat untuk

mengatasi gangguan pada mata. Diperlukan peran serta farmasis dalam pemberian informasi obat. Peran tersebut diantaranya menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas dan tersedianya pelayanan informasi obat di apotek. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui serta mengevaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan obat tetes mata pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang berbentuk survei. Pengambilan sampel dilakukan secara kuota non random dengan pengisian kuesioner oleh responden serta melakukan wawancara kepada responden dan apoteker. Data kuesioner dianalisis dengan perhitungan persentase dan data wawancara disajikan secara deskriptif.

Hasil penelitian menunjukkan ketersediaan obat tetes mata di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito adalah 77,0% dalam kemasan botol, 78,0% golongan obat keras, serta terbanyak merupakan golongan antiseptik dan antiinfeksi mata (28,4%). Informasi yang diberikan apoteker terkait penggunaan obat tetes mata meliputi aturan pemakaian, mata yang harus diteteskan, dan jumlah tetesan yang harus diberikan. Perilaku responden terhadap penggunaan obat tetes mata adalah baik. Perilaku responden dikatakan baik bila persentase jawaban yang diberikan adalah >75%. Hasil penelitian menunjukkan pada aspek pengetahuan 75,4% responden menjawab benar. Pada aspek sikap 86,7% responden menjawab benar, dan pada aspek sikap 87,2% responden menjawab benar. Kata Kunci : penggunaan, obat tetes mata, farmasis, informasi obat

Page 18: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

xviii

ABSTRACT

The use of eye drops is one of the public effort to prevent an eyes destruction. It needs the pharmacist roles in delivering. The drug information within guarantee the avaibility of quality drugs and handle the consultation services at pharmacy. The research aims to find out and evaluate the avaibility and the use of eyes drop in customers at Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito.

The research uses observational research with quota non-random-sampling through questionnaries and interviews to respondents. The questionnaries data are analyzed by percentage calculate the respondents answer and the interviews data present in descriptive forms. This research result is eye drops available at Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito are 77,0% in bottle package, 78,0% hard drug type, and the other are antiseptic and eyes antiinfection (28,4%). The information provide by the pharmacist related to the direction use, ammount of drops should be given, and its only for an eyes use. Commonly, The respondent attitude are said good. The respondent attitude are said good, if percentage the behavior of the answer is >75%. The result showed by the percentage of respondents right answers much more than the wrong answers which are knowledge aspects (75,4%), attitude aspects (86,7%), and actions aspects (87,2%). Key Words : usage, eye drops, pharmacist, drug information

Page 19: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

1

BAB I

PENGANTAR

A. Latar Belakang

Obat tetes mata merupakan sediaan steril yang berupa larutan atau suspensi,

digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan obat pada selaput lendir mata

disekitar kelopak mata dan bola mata (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan

Makanan RI, 1979). Efek yang diharapkan adalah pengobatan lokal misalnya pada

mata merah, gatal, dan iritasi. Obat tetes mata yang tersedia di pasaran terdapat

dalam 3 golongan, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras.

Gencarnya promosi obat bebas melalui iklan baik di media cetak maupun

media elektronik, mendorong masyarakat untuk melakukan pengobatan sendiri

(Keperawatan kita, 2009). Pengobatan sendiri menjadi salah satu cara untuk

melakukan upaya kesehatan yang dilakukan oleh seseorang (Sartono, 1993).

Prevalensi pengobatan sendiri di Indonesia pada tahun 2004 sebesar 24,1% dan di

Provinsi DIY pada tahun 2005 sebesar 87,73% (Kristina, Prabandari, Sudjaswadi,

2008). Tindakan pengobatan sendiri dibutuhkan penggunaan obat yang tepat atau

rasional. Obat yang dipilih harus tepat dan benar cara penggunaannya seperti

aturan pemakaian, cara pemberian, pengaturan dosis yang sesuai dengan

pemakaiannya, dan waspada terhadap kemungkinan efek samping yang tidak

diinginkan (Wulandari, 2008).

Terkadang masyarakat kita menggunakan obat yang baik dengan cara yang

salah, sehingga obat tersebut menjadi lebih membahayakan daripada

Page 20: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

2

menyembuhkan. Oleh karena itu, agar berkhasiat obat harus digunakan dengan

benar (Wibowo, 2010).

Penggunaan obat tetes mata di masyarakat sangat populer, di Amerika

Serikat sendiri lebih dari 15 juta botol tetes mata terjual setiap tahunnya (Martin,

2010). Pemilihan obat tetes mata untuk mengatasi gangguan pada mata juga harus

tepat dan sesuai dengan penyakit yang akan diobati karena obat tetes mata terdiri

dari beberapa jenis dengan indikasi yang berbeda (Dodi, 2010).

Melakukan pengobatan sendiri pada penyakit mata tidak selalu aman dan

perlu diwaspadai karena tidak semua kelainan dan penyakit mata sama obatnya.

Salah satu persepsi yang salah oleh masyarakat tentang penggunaan obat tetes

mata adalah anggapan masyarakat bahwa semua obat tetes mata bisa untuk

mengobati semua mata merah (Nurhida, 2009).

Di Indonesia ditemukan 15 pasien usia produktif menderita glaukoma,

padahal glaukoma biasanya menyerang seseorang yang usianya diatas 40 tahun

karena menggunakan obat tetes mata yang mengandung steroid secara terus-

menerus tanpa resep dokter (Nisya, 2010). Glaukoma menyebabkan tekanan pada

bola mata menjadi tinggi. Tekanan bola mata yang tinggi dapat mengakibatkan

kerusakan saraf penglihatan yang terletak di dalam bola mata sehingga dapat

menyebabkan kebutaan (Hyas, 2004).

Penelitian terkait obat tetes mata adalah terdapat 20 pasien katarak yang

menggunakan obat tetes mata. Dari hasil evaluasi, jumlah tetesan selama 14 hari

adalah 70 tetes tetapi dosis rata-rata yang diterima pasien hanya 33 tetes sehingga

pengobatan menjadi tidak efektif (Abelson, Tarkildsen, Fink, 2006). Masalah

Page 21: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

3

yang sering terjadi pada penggunaan obat tetes mata adalah ketidakmampuan

pasien untuk meteteskan dari botol secara langsung menuju ke mata, sehingga

menyebabkan banyaknya tetesan yang hilang (36%), kesulitan mengeluarkan

tetesan dari botol (20%), dan ketidakmampuan membaca label di botol sebesar

14% (Sleath, Robin, Covert, Byrd, Tudor, Svarstad, 2006).

Penggunaan suatu obat merupakan bagian dari pemberian informasi obat.

Apoteker berperan aktif dalam meningkatkan pengobatan yang rasional bagi

pasien dengan ataupun tanpa resep dokter. Peran tersebut diantaranya adalah

menjamin tersedianya obat-obatan yang berkualitas dan juga menjamin

tersedianya pelayanan konsultasi obat di apotek (Handayani dan Satibi, 2006).

Apotek Kimia Farma merupakan apotek terkenal yang memiliki visi

menjadi perusahaan dengan jaringan layanan farmasi yang terkemuka di

Indonesia. Untuk mencapai hal tersebut, misi Apotek Kimia Farma salah satunya

adalah memberikan solusi jasa layanan kefarmasian bagi konsumen. Di

Yogyakarta, terdapat 9 Apotek Kimia Farma yang salah satunya berada di rumah

sakit. Apotek Pelengkap Kimia Farma (Apotek KF) merupakan salah satu apotek

penunjang pelayanan medik yang berada di RSUP Dr. Sardjito di bawah tanggung

jawab PT. Kimia Farma Apotek. Hal ini yang mendorong peneliti untuk

mengadakan survei penelitian mengenai penggunaan obat tetes mata dengan

subjek penelitian pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sarjito di loket Instalasi

Rawat Jalan (IRJ). Penelitian ini juga melihat ketersediaan obat tetes mata yang

ada di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk mengetahui golongan

obat tetes mata apa saja yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

Page 22: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

4

1. Permasalahan

Masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah:

a. Berapakah persentase ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito?

b. Informasi apa saja yang diberikan oleh apoteker terhadap responden di

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito?

c. Bagaimana perilaku penggunaan obat tetes mata oleh responden Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito berdasarkan kuesioner dan wawancara yang diberikan saat

penelitian berlangsung?

2. Keaslian penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat

Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.

Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 belum pernah dilakukan dan belum

ditemukan penelitian terkait di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Beberapa

penelitian yang pernah peneliti telusuri terkait obat tetes mata antara lain:

a. Mass Treatment of Trachoma with Azithromycin 1,5% Eye Drops in the

Republic of Cameroon: Feasibility, Tolerance and Effectiveness (Huguet,

Bella, Einterz, Goldschmidt, Bensaid, 2010).

b. Microbial Contamination of Preservative Free Eye Drops in Multiple

Aplication Containers (Rahman, Tejwani, Wilson, Butcher, Ramaesh, 2006).

c. Evaluation of an Extended Period of Use for Preserved Eye Drops in

Hospital Practice (Livingstone, Hanlon, Dyke, 1998).

Page 23: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

5

Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang telah ada dalam hal metode.

Metode yang digunakan peneliti adalah metode non-eksperimental, dengan

rancangan penelitian deskriptif, dan jenis penelitian survei observasional.

Penelitian ini menggunakan alat ukur kuesioner serta panduan wawancara. Pada

penelitian ini dilakukan evaluasi perilaku penggunaan obat tetes mata oleh

responden dan melihat ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF, serta informasi

obat yang diberikan apoteker di Apotek KF.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai tambahan informasi dan

referensi di bidang kesehatan, klinik, dan komunitas mengenai ketersediaan

serta penggunaan obat tetes mata secara tepat di masyarakat.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk:

1) dapat digunakan sebagai acuan bagi pihak apotek untuk melakukan evaluasi

terhadap ketersediaan obat tetes mata di apotek.

2) diharapkan apoteker di apotek dapat meningkatkan pelayanan informasi obat

kepada pengunjung apotek terkait penggunaan obat yang tepat sehingga dapat

memotivasi pengunjung untuk menggunakan obat secara benar dan sesuai.

3) membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait perilaku

penggunaan obat tetes mata secara tepat.

Page 24: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

6

B. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui dan mengevaluasi ketersediaan

dan penggunaan obat tetes mata terhadap responden Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui persentase ketersediaan obat tetes mata yang terdapat di Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito.

b. Mengetahui informasi yang diberikan oleh apoteker kepada responden

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

c. Mengetahui perilaku penggunaan obat tetes mata oleh responden Apotek KF

berdasarkan hasil kuesioner dan wawancara yang diberikan saat penelitian

berlangsung.

Page 25: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Mata

Gambar 1. Anatomi Mata Manusia (Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009)

Mata merupakan organ penglihatan yang sangat kecil dan amat halus. Organ

penglihatan tersebut terdiri atas:

1. Bola mata (bulbus oculi) dengan saraf optik (nervus opticus)

Bola mata mempunyai selaput yang terdiri atas 3 lapisan, yaitu: lapisan luar

yang sangat kenyal dan kuat yang disebut selaput putih (sklera); lapisan di

bawahnya atau lapisan tengah yang mengandung banyak pembuluh darah yang

disebut selaput hitam (koroid). Di bawah selaput hitam itu terdapat lapisan

dalam yang mengandung jaringan saraf yang disebut sebagai selaput jala

(retina). Bagian depan dari selaput bola mata terdapat lapisan luar yang sangat

bening, yang disebut selaput bening (kornea). Selaput putih di belakang selaput

bening itu ditutupi di atasnya oleh selaput mata (konjungtiva). Selaput mata yang

menutupi bola mata di belakang selaput bening disebut konjungtiva bulber,

Page 26: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

8

sedangkan yang menutupi kelopak mata bagian dalam disebut konjungtiva

palpebral (Oka, 1993).

2. Alat penunjang (Adnexa)

a. Kelopak mata (palpebra)

Kelopak mata terdiri atas kelopak mata atas (palpebra superior) dan

kelopak mata bawah (palpebra inferior). Di tepi kelopak mata terdapat bulu

mata (Oka, 1993).

b. Kelenjar air mata (tear gland)

Gambar 2. Anatomi Sistem Lakrimal (Florence and Siepmann, 2009)

Air mata mengalir ke dalam pungta atas (superior lacrimal puncta) dan

pungta bawah (inferior lacrimal puncta) dan kemudian ke dalam sakus

lakrimalis melalui kanalikuli atas dan bawah. Duktus nasolakrimalis berjalan

dari sakus ke hidung. Drainase air mata merupakan suatu proses aktif. Tiap

kedipan kelopak mata membantu memompa air mata melalui sistem ini

(James, Chew, Bron, 2006).

Page 27: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

9

c. Otot penggerak bola mata

Otot penggerak bola mata banyaknya ada enam buah, yaitu empat buah

otot lurus (otot rektus) dan dua buah otot miring (otot oblikus). Empat buah

otot rektus yaitu: rektus superior, rektus inferior, rektus medial dan rektus

lateral. Dua buah otot miring yaitu: oblikus superior dan inferior (Oka,

1993).

3. Rongga orbita (cavum orbitae)

Rongga orbita berbentuk piramid dengan puncaknya di belakang, basisnya

di depan dan dinding samping. Dinding rongga orbita terdiri atas tulang

orbita. Di antara bola mata dan dinding orbita di dalam rongga orbita terdapat

jaringan lemak dan jaringan ikat yang melindungi bola mata dari bahaya

benturan yang datangnya dari luar (Oka, 1993).

B. Obat

1. Definisi

Obat merupakan substansi yang dapat mempengaruhi fungsi dari sel-sel

hidup, digunakan dalam dunia kesehatan untuk menyembuhkan, mencegah

terjadinya penyakit dan ketidakstabilan tubuh, serta memperpanjang hidup

seseorang atau pasien (Wibowo, 2010).

2. Penggolongan obat

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 949/MenKes/Per/VI/2000,

penggolongan obat di Indonesia terdiri dari: obat bebas, obat bebas terbatas, obat

wajib apotek, obat keras, psikotropika dan narkotika (Menteri Kesehatan, 2000).

Page 28: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

10

a. Obat bebas

Menurut KepMenKes RI No. 2380/A/SK/VI/1983 menyatakan bahwa

“obat bebas adalah obat yang dapat diserahkan kepada pasien tanpa resep, yang pada etiket wadah dan bungkus luar atau kemasan terkecil

dicantumkan secara jelas tanda khusus yang mudah dikenali. Pasal 3 ayat 1 menyatakan tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau

dengan garis tepi warna hitam”.

Gambar 3. Logo obat bebas

b. Obat bebas terbatas

Obat bebas terbatas merupakan obat yang dalam jumlah tertentu masih

dapat dibeli di apotek, tanpa resep dokter, dan pada kemasannya terdapat logo

lingkaran berwarna biru (Muchid, Umar, Chusun, Supardi, Sinaga, Azis, dkk.,

2006).

Gambar 4. Logo obat bebas terbatas

c. Obat Wajib Apotek (OWA)

Menurut KepMenKes RI No. 347 tahun 1990 menyatakan bahwa

“Obat Wajib Apotek adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek”.

Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004,

“Apoteker harus memberikan informasi apabila masyarakat ingin mengobati diri sendiri sesuai dengan kewenangannya. Kewajiban apoteker di

apotek dalam melayani pasien yang memerlukan OWA adalah: 1) memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang

disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. 2) membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan.

Page 29: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

11

3) memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien”.

d. Obat keras

Obat keras adalah obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep

dokter (Muchid, dkk., 2006). Menurut KepMenKes RI No. 2396/A/SK/VIII/86

tentang tanda khusus obat daftar G yang terkait dengan obat keras:

1) “pasal 3 ayat 1 menyatakan tanda khusus untuk obat keras adalah lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi”. (Menteri Kesehatan, 1986)

Gambar 5. Logo obat keras

2) “obat keras mudah menimbulkan keracunan, memiliki efek samping dan interaksi yang berbahaya. Dari segi keamanan, obat keras ini belum terjamin keamanannya dalam kehamilan dan bila cenderung disalahgunakan dapat menjadi pencetus kanker, mutasi gen dan kerusakan janin”. (Menteri Kesehatan, 1986)

e. Narkotika

Menurut Undang-undang No. 35 tahun 2009, menyatakan bahwa

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintesis maupun semisintesis, dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa

nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan”.

f. Psikotropika

Menurut PerMenKes No. 688/MenKes/Per/VII/1997, menyatakan bahwa

“Psikotropika didefinisikan sebagai zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika, berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental

dan perilaku”.

Page 30: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

12

3. Penyimpanan obat

Masa penyimpanan dari semua jenis obat adalah terbatas karena semakin

lama disimpan, obat akan terurai secara kimiawi karena adanya pengaruh

cahaya, udara, dan suhu, sehingga dapat mengakibatkan berkurangnya khasiat

obat. Kerusakan obat terkadang tidak ditandai dengan tanda-tanda yang jelas.

Proses perubahan ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Bentuk dan bau

obat mungkin tidak berubah, tetapi kadar zat aktifnya sudah banyak berkurang

atau jika lebih buruk lagi zat aktifnya dapat terurai membentuk zat-zat beracun.

Pengurangan kadar zat aktif dapat diketahui dengan analisis laboratorium (Tan

dan Raharja, 2010).

Pada penggunaan obat tetes mata, diharapkan membuang botol tetes mata

pada waktu yang direkomendasikan. Kecuali ada keterangan lain, biasanya 4

minggu setelah pertama kali botol dibuka. Oleh karena itu, sebaiknya mencatat

tanggal waktu pada saat pertama kali membuka botol sehingga dapat dengan

mudah mengingat kapan obat tetes mata tidak dapat digunakan lagi (Widayanti,

2007).

4. Aturan penyimpanan obat

Untuk memperlambat terjadinya penguraian, maka penyimpanan obat

sebaiknya dilakukan pada tempat sejuk dalam wadah asli dan terlindung dari

cahaya, lembab, dan panas (Tan dan Raharja, 2010). Farmakope Indonesia (FI)

IV menyatakan bahwa wadah tertutup rapat harus dapat melindungi isi dari

masuknya bahan cair, bahan padat atau uap dan mencegah kehilangan, merekat,

Page 31: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

13

mencair atau menguapnya bahan selama penanganan, pengangkutan, distribusi

dan harus dapat ditutup rapat kembali.

Penyimpanan di tempat terlindung cahaya yang dimaksud dalam FI IV

adalah wadah tidak tembus cahaya. Wadah tidak tembus cahaya yaitu wadah

yang harus dapat melindungi isi dari pengaruh cahaya, dan dibuat dari bahan

khusus yang dapat menahan cahaya.

Tabel I. Aturan Penyimpanan Obat Menurut FI IV (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995)

Aturan penyimpanan Suhu penyimpanan Dingin tidak lebih dari 8° C

Lemari pendingin antara 2° dan 8° C Lemari pembeku antara -20° dan -10° C

Sejuk suhu antara 8° dan 15° bila perlu disimpan

dalam lemari pendingin. Suhu kamar antara 15° dan 30°

Hangat antara 30° dan 40° Panas berlebih Di atas 40°

5. Masa kadaluwarsa obat

Obat tetes mata, telinga, hidung, larutan, dan sirup memiliki waktu

kadaluwarsa yang pendek. Obat-obat dengan waktu kadaluwarsa yang pendek

biasanya dibubuhi zat pengawet untuk menghalangi pertumbuhan kuman dan

jamur. Apabila wadah sudah dibuka, maka zat pengawet tidak dapat

menghindarkan rusaknya obat secara keseluruhan, terlebih lagi bila wadah obat

sering dibuka, misalnya obat tetes mata atau pipet tetes yang bersentuhan dengan

tangan kotor. Oleh karena itu, setelah menggunakan obat wadah obat segera

ditutup kembali dengan baik (Tan dan Raharja, 2010).

Page 32: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

14

C. Obat Tetes Mata

1. Definisi

Tetes mata (Guttae Ophthalmicae) merupakan sediaan steril yang dapat

berupa larutan atau suspensi, digunakan untuk mata, dengan cara meneteskan

obat pada selaput lendir mata disekitar kelopak mata dan bola mata. Tetes mata

berupa larutan harus jernih, bebas zarah asing, serat, dan benang (Direktorat

Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979). Tetes mata harus

menunjukkan suatu efektivitas yang baik tergantung secara fisiologis (bebas

rasa nyeri, tidak meransang) dan menunjukkan sterilitas (Voigt, 1994).

2. Pengelompokkan obat tetes mata

Menurut khasiatnya, obat tetes mata dibagi atas:

a. Anestetik lokal

Anestetik lokal menghindari penghantaran impuls saraf dengan mengurangi

permeabilitas natrium, sehingga dapat mengurangi rasa nyeri. Penggunaannya

pada sediaan oftalmik adalah memiliki aksi yang cukup lama, stabil dalam

larutan, dan dapat dikombinasikan dengan obat lain. Golongan ini diantaranya

obat tetes mata Tetrakain HCl 0,5%, Proparakain HCl 0,5%, Pantokaine 1%,

obat tetes mata kombinasi Buvipakain HCl dan Buvipakain (Bennett, Fiscela,

Jaanus, Rowsey, Zimmerman, 2004).

b. Midiatrik dan sikloplegik

Midriatik merupakan obat yang dapat melebarkan pupil. Agonis adrenergik

bila digunakan terus-menerus dapat menyebabkan dilatasi pupil. Phenylephrine

(seperti Neo-Synephrine) dan Epinephrine (seperti efiprin) juga memiliki aksi

Page 33: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

15

langsung agen adrenergik yang terdapat pada produk midriasis tanpa sikloplegia

(Bennett, et al., 2004).

Obat ini biasanya dipakai tersendiri atau dikombinasi dengan obat sikloplegik

lainnya. Penggunaan phenylephrine biasanya pada konsentrasi 2,5%-10%.

Pemberiannya adalah 1-2 tetes diulangi dalam waktu 5-10 menit. Efek tercapai

dalam waktu 30 menit dan efek akan hilang dalam waktu 2-3 jam (Bennett, et

al., 2004).

Pada umumnya penggunaan sikloplegik midriatik diantaranya adalah

Atropine (contoh: Isopto Atropine), Homatropin (contoh: Isopto Homatropine),

Scopolamine (contoh: Isopto Hyoscine), Cyclopentolate (contoh: Cyclogyl), dan

Tropicamide (contoh: Tropicacyl). Sikloplegik sendiri memilki fungsi

melumpuhkan daya akomodasi mata dan juga memiliki sifat melebarkan pupil

(Bennett, et al., 2004).

c. Miotika

Obat golongan miotika berguna untuk mengecilkan pupil. Contoh obat tetes

mata golongan miotika antara lain tetes mata pilocarpine 1%-6%, tetes mata

escrine 0,25%-0,5% (Oka, 1993).

d. Agen antialergi dan dekongestan

Selama reaksi alergi, pelepasan mediator-mediator dari sel mast seperti

histamin, prostaglandin, leukotrien, dan yang lainnya dapat menyebabkan gejala-

gejala yang tidak nyaman. Agen antialergi bekerja dengan menghambat

pelepasan-pelepasan mediator tersebut. Contoh obat tetes mata antialergi antara

lain: Azelastine HCl, Cromolyn Sodium, Emedastine Difumarate, Ketotifen

Page 34: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

16

Fumarate, Levocabastine HCl, phenyramine maleate, Lodoxamine

Tromethamine, Nedocromil Sodium, dan Olopatadine HCl (Bennet, et al., 2004).

Dekongestan memiliki efek vasokonstriksi terhadap agonis adrenergik

(contoh: phenylephrine dan derivat imidazol) sehingga digunakan sebagai

dekongestan okular yang digunakan secara topikal.

Tabel II. Obat Tetes Mata Dekongestan (Bennet, et al., 2004)

Oftalmik vasokonstriksi

Vasokonstriksi Durasi aksi/jam

Konsentrasi yang tersedia

Golongan

Naphazoline

3-4 jam

0,012% Bebas

0,02% Bebas

0,03% Bebas

0,1% Keras

Oxymetazoline 4-6 jam 0,025% Bebas

Phenylephrine

0,5-1,5

jam

0,12% Bebas

2,5% Keras

10% Keras

Tetrahydrozoline 1-4 jam 0,05% Bebas

Agen antihistamin dan dekongestan juga dapat dikombinasikan, berikut contoh

kombinasi obat tetes mata dekongestan dengan antihistamin/antialergi (Bennett,

et al., 2004).

Tabel III. Kombinasi Obat Tetes Mata Dekongestan dan Antihistamin (Bennet, et al., 2004)

Golongan Dekongestan Antihistamine

Bebas

Naphazoline HCl 0,0025%

Phenyramine maleate

0,3%

Bebas Naphazoline HCl

0,0027% Phenyramine maleate

0,3%

Bebas Naphazoline HCl

0,05% Antazoline phosphate

0,5%

Page 35: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

17

e. Agen antiinflamasi

Agen antiinflamasi terdiri atas kortikosteroid, agen antiinflamasi non-steroid,

dan imunomodulator. Agen antiinflamasi korkitosteroid meliputi

dexamethasone, fluorometholone, loteprednol etabonate, medrysone,

prednisolone, dan rimexolone. Agen antiinflamasi non-steroid (NSAID) meliputi

flurbiprofen 0,03%, suprofen 1%, diclofenac 0,1%, ketolorac 0,4% dan 0,5%.

Agen imunomodulator adalah cyclosporine (Bennett, et al., 2004).

f. Larutan air mata buatan dan Pelumas okular

Larutan air mata buatan biasanya mengandung elektrolit inorganik,

preservatif, dan sistem polimer. Sodium klorida (NaCl), potasium klorida (KCl),

bermacam-macam ion yang lain, dan asam borak dapat membantu

mempertahankan tonisitas dan pH pada suatu formulasi. Preservatif yang

meliputi benzalkonium klorida, klorobutanol, timerosal, EDTA, metilparaben,

dan propilparaben, dimasukkan ke dalam penyiapan multidose untuk mencegah

terjadinya kontaminasi bakteri. Metilselulosa dan derivat-derivatnya, polivinil

alkohol (PVA), povidon (PVP), dextran, dan propilen glikol dapat

mempertahankan viskositas dan dapat meningkatkan stabilitas lapisan film air

mata (Bennett, et al., 2004).

g. Agen antiinfeksi

Agen antiinfeksi terdiri atas agen antibiotik, agen antijamur, dan agen

antivirus.

1) Agen antibiotik

Page 36: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

18

Antibiotik sistemik topikal dapat digunakan untuk pengobatan infeksi

okular. Pada umumnya, infeksi okular tersebut antara lain: blepharitis,

konjungtivitis, keratitis (Bennett, et al., 2004).

Tabel IV. Antibiotik Untuk Pengobatan Okular (Bennet, et al., 2004)

Pengobatan Antibiotik yang digunakan untuk Kondisi Okular yang Umum

Blepharitis Konjungtivitis Keratitis

Bacitracin X

Polymixin B X

Sodium Sulfacetamide

X

Trimethoprin X

Vancomycin X

Ciprofloxacin X X

Gentamicin X

Tobramycin X

Amikacin X

Ofloxacin X X

Ceftazidime X

Gatifloxacin X

Moxifloxacin X

2) Agen antijamur

Natamycin (Natacyn) merupakan oftalmik topikal yang merupakan agen

antifungal yang tersedia secara umum. Antibiotik tersebut merupakan derivat

dari Streptomyces natalensis. Aktivitasnya secara in vitro dapat melawan

bermacam-macam yeast dan filamentous fungi, yang meliputi Candida,

Aspergillus, Cephalosporiun, Fusarium, dan Penicillum (Bennett, et al.,

2004).

Page 37: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

19

3) Agen antivirus

Sediaan oftalmik topikal antiviral bekerja dengan menghambat sintesis

DNA virus. Beberapa agen antivirus diantaranya adalah Idoxuridine dan

trifluridine yang efektif untuk infeksi herpes simplex pada konjungtiva dan

kornea (Bennett, et al., 2004).

h. Agen untuk pengobatan glaukoma

Berikut adalah agen untuk pengobatan glaukoma:

Tabel V. Agen Untuk Pengobatan Glaukoma (Bennett, et al., 2004)

Agen Untuk Pengobatan Glaukoma

Obat Konsentrasi

Epinephrine Epinephrine 0,5%-1%

Dipivefrin 0,2%

Agonis Alpha-2

Adrenergik

Apraclonidine 0,5%-1%

Brimonidine 0,2%

Beta Blokers Betaxolol 0,25%

Carteolol 1%

Levobunolol 0,25%-0,5%

Metipranolol 0,3%

Timolol 0,25%-0,5%

Miotics, Direct-Acting Carbachol 0,75%-3%

Pilocarpine 0,25%-10%

Miotics, Cholinesterase

Inhibitors

Physostigmine 0,25%-0,5%

Demecarium 0,125%-0,25%

Echothiophate 0,125%

Carbonic Anhydrase Inhibitors

Acetazolamide 125-500mg

Brinzolamide 1%

Dichlorphenamide 50mg

Dorsolamide 2%

Methazolamide 20-50mg

Prostaglandins and Prostamides

Latanoprost 0,005%

Bimatoprost 0,03%

Travoprost 0,004%

Unoprostone 0,15%

Page 38: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

20

Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik

(neuropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan

okular pada pupil saraf optik (James, dkk., 2006).

3. Penggunaan obat tetes mata

Gambar 6. Cara Penetesan Obat Tetes Mata (Ikatan Sarjana

Farmasi Indonesia, 2009)

Sebelum memberikan larutan atau suspensi oftalmik, sebaiknya pengguna

mencuci tangan sampai bersih. Jika menggunakan obat tetes oftalmik dengan

penetes terpisah, maka pengguna harus melihat tetesan untuk meyakinkan

bahwa ujung pipet/alat penetes tidak tajam atau retak. Warna dan kejernihan

larutan oftalmik harus diperiksa. Sediaan yang sudah kadaluwarsa dan

berwarna gelap harus dibuang (Agoes, 2009).

Cara penggunaan tetes mata yang tepat adalah mencuci tangan terlebih

dahulu dengan sabun, kepala dimiringkan sedikit kebelakang, kemudian jari

telunjuk menarik kelopak mata ke bawah dari mata hingga membentuk

lekukan. Langkah selanjutnya adalah meneteskan obat mata ke dalam lekukan

mata dan menutup mata pelan–pelan. Jangan kedip–kedipkan mata dan

membiarkan mata tertutup selama 1 – 2 menit (Ikatan Sarjana Farmasi

Indonesia, 2009).

Page 39: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

21

Saat melakukan penetesan obat tetes mata, kadang tetesan tersebut ada yang

mengalir melalui sistem saluran air mata yang disebut duktus nasolakrimal

yang terletak di sudut mata dekat dengan hidung. Obat yang masuk kemudian

akan melalui sinus, dan diabsorbsi secara cepat ke dalam aliran darah. Hal ini

dapat menyebabkan terjadinya efek samping ketika obat mencapai organ-organ

tubuh seperti jantung, hati atau ginjal. Efek samping yang ditimbulkan meliputi

asma, tekanan darah rendah, tekanan darah tinggi, perubahan irama jantung,

depresi dan gugup (Anonim, 2005).

Untuk mengatasi hal tersebut, terdapat teknik sederhana yang disebut

nasolacrimal occlusion (NLO), yang dapat mencagah masuknya obat ke dalam

duktus nasolakrimal (Anonim, 2005). Teknik tersebut dilakukan dengan 3

langkah yaitu:

a. Memiringkan kepala ke belakang, dan gunakan jari tengah untuk menekan

ujung mata yang dekat dengan hidung secara perlahan-lahan.

Gambar 7. Langkah Pertama Teknik NLO (Anonim, 2005)

b. Menggunakan jari telunjuk untuk menarik kelopak mata bagian bawah,

kemudian teteskan obat tetes mata secara perlahan pada kelopak mata

bagian bawah.

Page 40: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

22

Gambar 8. Langkah Kedua Teknik NLO (Anonim, 2005)

c. Setelah diteteskan, mata ditutup dan biarkan jari tengah menahan ujung

mata tersebut selama 2 menit. Jika akan menggunakan obat tetes mata

yang lain, biarkan 15 menit untuk penetesan selanjutnya.

Gambar 9. Langkah Ketiga Teknik NLO (Anonim, 2005)

4. Penetesan

Dalam meneteskan larutan oftalmik, bahaya terbesar adalah meneteskan

sediaan dalam bentuk larutan. Penetesan akan menjadi lebih mudah dilakukan

apabila dibantu dengan orang lain. Dalam membuat/meracik sediaan oftalmik,

farmasis mempunyai peranan penting dalam memberikan informasi kepada

pasien tentang kegunaan dan cara penggunaan obat mata, hal ini untuk

menjamin bahwa sediaan tersebut ditangani dan disimpan menurut aturan yang

seharusnya (Agoes, 2009).

5. Bahan pengawet (preservation)

Bahan pengawet merupakan salah satu komponen bahan dalam sediaan

optalmik, dimana bahan pengawet berfungsi untuk menjaga sterilitas dari

rekontaminasi mikroba. Penggunaan sediaan optalmik merupakan sediaan

Page 41: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

23

multipel dose sehingga diperlukan tambahan bahan pengawet untuk menjaga

sterilitas sediaan setelah dibuka (Florence and Siepmann, 2009).

Uji keefektivan bahan pengawet didefinisikan oleh United States dan

European Pharmacopoeias pada penelitian yang dilakukan. Penelitian tersebut

menyebutkan bahwa pemberian bahan pengawet pada sediaan optalmik dapat

digunakan untuk melawan berbagai macam strain mikroba khususnya dari

keempat kelas utama bakteri, yaitu bakteri gram positif berbentuk kokus

(Staphylococcus Aureus), bakteri gram positif berbentuk batang

(PAeruginosa), yeast (Candida Albicans), dan fungi (Aspergillus Niger) yang

semuanya patogen terhadap mata (Florence and Siepmann, 2009).

D. Perawatan Sendiri dan Swamedikasi

Perawatan sendiri atau self care adalah suatu proses perawatan kesehatan

yang terdiri dari peningkatan kesehatan, pengambilan keputusan, pencegahan,

penyidikan, dan penyembuhan penyakit yang sepenuhnya dikelola oleh diri

sendiri. Pengertian ini mengandung makna bahwa diri sendiri memiliki peran

yang penting pada kesehatannya atau diri sendiri dalam sistem pelayanan

kesehatan yang berupa pencegahan dan perlawanan terhadap penyakitnya (Holt

dan Hall, 1990).

Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan bagian dari perawatan

sendiri. Pengobatan sendiri adalah pemilihan dan penggunaan obat oleh individu

untuk mengatasi sendiri gejala–gejala atau penyakit yang sebelumnya sudah ada

Page 42: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

24

diagnosis atau sudah ada penyakit yang dikenali sebelumnya (World Health

Organization, 1990).

Pengobatan sendiri dapat dikaji dari bidang epidemiologi, farmakologi dan

sosial. Bidang epidemiologi mengkaji pada pola penggunaan obat serta

kontribusinya terhadap pelayanan kesehatan. Bidang farmakologi mengkaji

keamanan, keefektifan dan kerasionalan penggunaan dalam penggunaan suatu

obat. Bidang sosial mengkaji persepsi sehat sakit dan faktor – faktor sosial budaya

yang mempengaruhi perilaku penggunaan obat (Supardi, 1996).

E. Apotek

Menurut Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, menyatakan bahwa:

“Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker”.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 1027/MenKes/SK/IX/2004,

menyatakan bahwa:

“Apotek juga menjadi salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu tercapainya derajad kesehatan yang optimal bagi masyarakat”.

F. Peran Apoteker

Apoteker adalah sumber utama informasi obat bagi dokter, perawat, pasien,

dan profesi kesehatan lainnya. Informasi obat harus dievaluasi oleh apoteker guna

memastikan penggunaan obat yang aman dan efektif (Siregar, 2006). Menurut

KepMenKes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, apoteker harus dapat memberikan

konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan

lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang

Page 43: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

25

bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau pengguna salah sediaan

farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya (Direktorat Jenderal Pelayanan

Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004).

G. Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan informasi obat adalah suatu kegiatan untuk memberikan pelayanan

informasi obat yang akurat dan obyektif dalam hubungannya dengan perawatan

konsumen (Pratiwiningsih, 2008). Menurut KepMenKes No.

1027/MenKes/SK/IX/2004,

“Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan

obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi”.

Informasi yang diterima pasien mengenai obat, khususnya obat dengan

resep hanya bisa diperoleh dari dokter dan petugas penyerah obat di apotek,

dengan tanggung jawab terbesar mengenai informasi berada di apotek sebagai

komponen pelayanan kesehatan terakhir yang berinteraksi langsung dengan pasien

atau orang yang menerima obat (Andayani, Satibi, dan Handayani, 2004). Tidak

semua informasi obat harus disampaikan, namun setidaknya pasien harus

diinformasikan mengenai efek samping yang akan ditimbulkan saat obat

digunakan. Alasan didatangai banyak pasien bukan alasan yang dapat dibenarkan

secara hukum untuk tidak memberikan informasi yang benar kepada pasien

(Vries, 1994).

Page 44: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

26

Berdasarkan sifat dan sumbernya, sumber informasi obat terdiri dari

informasi komersial dan non-komersial. Informasi yang komersial dapat diperoleh

dari leaflet, brosur, maupun iklan, sedangkan informasi non-komersial dapat

diperoleh dari pedoman pengobatan, buletin obat, majalah farmasi dan

kedokteran, formularium, textbook, serta handbook (WHO, 1988).

H. Pharmaceutical Care

Menurut KepMenKes No. 1027/Menkes/SK/IX/2004,

“Pharmaceutical care adalah suatu bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian

untuk meningkatkan kualitas hidup pasien”.

Program pharmaceutical care dipercaya dapat menurunkan kejadian

merugikan pada penggunaan obat, terutama pada penggunaan obat untuk terapi

penyakit jangka panjang, selain itu dapat meningkatkan kesadaran pasien akan

efek merugikan dari obat (Fischer, Defor, Cooper, Scott, Boonstra, Eelkema,

Goodman, 2002).

I. Perilaku

Perilaku manusia adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang

diamati langsung, maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar (Notoatmodjo,

2002). Perilaku manusia merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta

interaksi manusia yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap, dan tindakan.

Dengan kata lain, perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang individu

terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya (Sarwono,

Page 45: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

27

1997). Respon atau reaksi manusia, baik yang bersifat pasif (pengetahuan,

persepsi, dan sikap), maupun yang bersifat aktif (tindakan yang nyata atau

practice), sedangkan stimulus atau rangsangan di sini terdiri atas 4 unsur pokok,

yakni sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, dan lingkungan

(Notoatmodjo, 2002).

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh

melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2002).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Pengetahuan mencakup 6

tingkatan, yaitu tahu (know), memahami (comprehension), aplikasi (aplication),

analisis (analysis), sintesis (synthesis) dan evaluasi (evaluation). Pengukuran

pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara yang menanyakan tentang

materi yang akan diukur dari subyek penelitian atau responden (Notoatmodjo,

2002).

2. Sikap (attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau obyek. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau

aktivitas, tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku (Azwar, 1995).

Sikap mencakup 4 tingkatan yaitu menerima (receiving), merespon

Page 46: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

28

(responding), menghargai (valuing), dan bertanggung jawab (responsible). Sikap

juga merupakan suatu kesiapan untuk bereaksi terhadap obyek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek (Notoatmodjo, 2002).

3. Praktik atau tindakan (practice)

Suatu sikap belum tentu terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior).

Diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan untuk

mewujudkan suatu sikap dalam suatu tindakan, antara lain fasilitas, selain itu

diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain (Notoatmodjo, 2007).

Tindakan pada dasarnya didasari oleh adanya stimulus yang sesuai dengan teori

Weber (Sarwono, 1997).

Teori Weber digambarkan dengan skema:

Gambar 10. Skema teori Weber (Sarwono, 1997)

J. Komunikasi

Komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku seseorang baik verbal maupun

non verbal yang ditanggapi oleh orang lain. Komunikasi memiliki pengertian

yang lebih luas dari sekadar wawancara. Dari pengertian tersebut, dapat

disimpulkan bahwa komunikasi adalah setiap bentuk tingkah laku

mengungkapkan pesan tertentu sehingga mudah dipahami dan diterima oleh orang

lain (Supratiknya, 1995).

Individu Pengalaman

Persepsi Pemahaman Penafsiran

Stimulus Tindakan

Page 47: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

29

Menurut KepMenKes No. 1027/MenKes/SK/IX/2004, menyatakan bahwa

“Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi/komunikasi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker juga harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan

obat yang rasional”.

K. Keterangan Empiris

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai bagaimana

ketersediaan dan perilaku penggunaan obat tetes mata terhadap responden di

Apotek KF RSUP Dr. Sadjito Yogyakarta. Perilaku penggunaan yang akan dikaji

pada penelitian ini mencakup aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan responden

yang dilihat dengan pemberian kuesioner. Penelitian ini juga mengamati informasi

apa saja yang diberikan oleh apoteker terhadap pasien rawat jalan Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito mengenai ketepatan penggunaan obat khususnya obat tetes

mata. Penelitian ini dilakukan dengan cara survei observasional dengan

menggunakan wawancara secara langsung terhadap responden Apotek KF RSUP

Dr. Sardjito dan dengan pengambilan sampel secara non random.

Page 48: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

30

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian observasional yang berbentuk

survei dengan rancangan penelitian deskriptif. Penelitian observasional

merupakan penelitian dengan melakukan pengamatan terhadap subjek yang akan

diteliti menurut keadaan apa adanya, tanpa intervensi dari peneliti (Pratiknya,

1993). Salah satu ciri penting pada penelitian observasional adalah adanya

komunikasi langsung antara peneliti dengan responden yang dipilih untuk

diselidiki (Sevilla, Ochave, Punsalan, Regala, Uriarte., 1993). Penelitian

observasional ini berbentuk survei. Survei digunakan untuk mengukur gejala-

gejala yang ada tanpa menyelidiki mengapa gejala tersebut ada, sehingga dalam

penelitian ini tidak perlu memperhitungkan hubungan antara variabel-variabel

(Sevilla, dkk., 1993).

Rancangan penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif merupakan

penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tentang fenomena yang

sedang berlangsung pada suatu saat (Sevilla, dkk., 1993). Hasil penelitian

disajikan apa adanya, tanpa menganalisis mengapa fenomena itu dapat terjadi,

karena pada studi deskriptif tidak diperlukan hipotesis (Sastroasmoro dan Ismael,

2006). Berdasarkan setting tempat, penelitian ini dilakukan di komunitas yaitu

apotek sedangkan berdasarkan cara dan waktu pengambilan sampel, penelitian ini

termasuk dalam penelitian cross-sectional. Peneliti melakukan wawancara dan

Page 49: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

31

pemberian kuesioner dalam waktu yang bersamaan pada masing-masing

responden.

Pengambilan sampel penelitian ini secara kuota non random, semua anggota

atau subyek penelitian tidak memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai

sampel. Dalam pengambilan sampel secara kuota, peneliti mengidentifikasikan

kumpulan karakteristik penting dari populasi kemudian memilih sampel yang

diinginkan secara non acak (Sevilla, dkk., 1993). Metode pengumpulan data

dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden dan apoteker, serta

pengisian kuesioner oleh responden.

B. Ruang Lingkup Penelitian

Gambar 11. Bagan Ruang Lingkup Penelitian

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan

Sediaan Obat Pada

Pengunjung Apotek

Pelengkap Kimia Farma

RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Cup Ukur Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sediaan Cair Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Sachet Serbuk Oral Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap

Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Telinga Pada Pengunjung Apotek Pelengkap

Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Page 50: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

32

Penelitian mengenai “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat

Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010”, merupakan salah satu penelitian yang

diadakan bersama serangkaian penelitian lain, dengan ulasan topik tentang

“Evaluasi Ketersediaan dan Penggunaan Sediaan Obat Pada Pengunjung Apotek

Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010”.

Penelitian ini terdiri dari 5 pokok bahasan dan termasuk dalam penelitian sosial.

Kelima penelitian ini dikerjakan bersama-sama oleh 5 peneliti dengan kajian

sediaan obat yang berbeda-beda.

C. Definisi Operasional

1. Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP

Dr. Sardjito Yogyakarta yang digunakan sebagai tempat penelitian.

2. Ketersediaan terdiri dari dua aspek antara lain:

a. Ketersediaan informasi

Ketersediaan informasi adalah informasi yang diterima oleh pengunjung

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dan informasi yang diberikan apoteker terkait

penggunaan obat tetes mata.

b. Ketersediaan barang

Ketersediaan barang merupakan jumlah keseluruhan obat tetes mata yang

terdapat di semua loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

3. Penggunaan obat tetes mata meliputi cara meneteskan obat tetes mata, cara

penyimpanan, dan lama pemakaiannya.

Page 51: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

33

4. Obat tetes mata dalam penelitian ini adalah semua jenis obat tetes mata yang

sebelumnya pernah digunakan oleh responden.

5. Responden adalah pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang

merupakan pasien rawat jalan dan seluruh masyarakat baik yang berasal dari

daerah sekitar apotek maupun dari luar daerah, yang datang ke loket Instalasi

Rawat Jalan (IRJ) Apotek KF RSUP Dr. Sardjito untuk membeli obat baik

resep maupun non-resep selama penelitian berlangsung dan memenuhi

kriteria inklusi. Saat penelitian berlangsung, dipilih loket IRJ karena loket

tersebut dekat dengan poliklinik mata sehingga dimungkinkan ketersediaan

dan pengguna obat tetes mata lebih banyak dibandingkan dengan di loket-

loket yang lain.

6. Pasien rawat jalan adalah pasien yang tidak dirawat secara intensif di rumah

sakit, berobat ke rumah sakit hanya jika ada keluhan tertentu, ataupun pasien

yang secara berkala datang ke rumah sakit untuk menerima pengobatan.

7. Loket Instalasi Rawat Jalan (IRJ) adalah loket yang masih merupakan bagian

dari Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang letaknya dekat dengan poliklinik

mata dan THT sehingga ketersediaan obat tetes mata, obat tetes telinga,

maupun obat tetes hidung lebih banyak dibandingkan di loket-loket yang lain.

8. Apoteker adalah apoteker pendamping yang sedang bertugas di Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito selama penelitian berlangsung.

9. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker terdiri dari teknik aktif dan

pasif (Anonim, cit., Ikasari, 2008).

Page 52: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

34

10. Aspek pengetahuan adalah pemahaman pengunjung apotek sebagai responden

mengenai penggunaan obat tetes mata secara tepat yang mereka yakini

kebenarannya dari berbagai sumber yang dinilai dengan pemberian kuesioner

dan wawancara secara langsung.

11. Aspek sikap adalah respon evaluatif responden terhadap penggunaan obat

tetes mata yang mereka yakini kebenarannya dari pengetahuan yang mereka

miliki yang dinilai dengan pemberian kuesioner dan wawancara secara

langsung.

12. Aspek tindakan adalah hal-hal yang dilakukan oleh responden dalam

penggunaan obat tetes mata yang dinilai dengan pemberian kuesioner dan

wawancara secara langsung.

13. Pengetahuan, sikap, dan tindakan responden dikatakan baik apabila skor

jawaban yang diberikan responden >75%, dikatakan sedang apabila skor

jawaban yang diberikan responden adalah 40%-75%, dan dikatakan kurang

apabila <40% (Pratomo cit., Ganie, 2009).

14. Periode Juni - Juli 2010 yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu tanggal 14

Juni 2010 - 10 Juli 2010.

15. Item adalah jumlah sediaan obat tetes mata secara keseluruhan, yang dihitung

berdasarkan nama dagang obat tetes mata beserta perbedaan masing-masing

konsentrasi obatnya.

Page 53: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

35

D. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, Yogyakarta.

Pengambilan data penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2010 sampai dengan

bulan Juli 2010 yang dimulai dari tanggal 14 Juni 2010 sampai 10 Juli 2010,

setiap hari Senin sampai Sabtu pukul 08.00-15.00 WIB. Kegiatan pemberian

kuesioner dan survei wawancara kepada responden, dilakukan di loket IRJ yang

khusus melayani peresepan bagi pasien rawat jalan maupun obat-obat non-resep.

E. Subyek Penelitian

Subyek penelitian yang digunakan meliputi pengunjung Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito dan apoteker yang sedang bertugas seperti yang telah dijelaskan pada

definisi operasional. Subjek penelitian juga harus memenuhi kriteria yang menjadi

batasan dalam penelitian. Kriteria inklusi yang digunakan adalah subjek berusia

minimal 17 tahun berjenis kelamin pria atau wanita dan merupakan pengunjung

Apotek KF RSUP Dr. Sarjito yang datang untuk membeli obat resep maupun non-

resep selama penelitian berlangsung yaitu pada periode Juni-Juli 2010. Pada

penelitian ini, selanjutnya subyek penelitian akan dinamakan sebagai responden.

Responden yang diikutsertakan dalam penelitian harus sudah pernah

menggunakan obat tetes mata sebelumnya, kemudian responden yang bersedia

ikut serta dalam penelitian mengisi persetujuan informed-consent yang diberikan

sebelum dilakukan pengisian kuesioner maupun wawancara. Kriteria eksklusi

meliputi responden dan apoteker yang tidak bersedia bekerja sama untuk ikut

serta dalam penelitian.

Page 54: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

36

Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian payung yang terdiri atas 5

subjudul yaitu 2 kajian mengenai penggunaan sediaan cair oral (cup ukur dan

sendok takar), 2 kajian mengenai penggunaan obat tetes (obat tetes mata dan obat

tetes telinga), dan 1 kajian mengenai penggunaan sediaan sachet serbuk oral. Pada

penelitian ini, pengumpulan data dilakukan secara bersama-sama dan dibagi

berdasarkan kajian masing-masing, tetapi satu orang responden tidak

diperbolehkan menjadi responden peneliti yang lainnya.

Metode sampling yang digunakan untuk mengambil sampel adalah dengan

pengambilan sampel kuota secara non random, responden yang dijadikan sampel

diambil secara non random dan dapat diasumsikan bahwa sampel-sampel tersebut

sesuai dengan kuota yang telah ditentukan (Sevilla, dkk., 1993).

Penetapan jumlah sampel yang akan diteliti untuk populasi kecil atau lebih

kecil dari 10.000 adalah dengan sampling kuota, dengan menggunakan rumus:

2)(1 dN

Nn

Besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian (Notoatmodjo, 2005)

Keterangan:

N = besar populasi; n = besar sampel; d = tingkat kepercayaan atau ketepatan

yang diinginkan yang bernilai 0,05 (Sevilla, dkk., 1993).

Dalam penelitian ini, besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian adalah:

respondenn 10025,99)05,0(1321

1322

Page 55: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

37

N = 132 merupakan besar populasi pengunjung apotek yang membeli obat tetes

mata di Loket Instalasi Rawat Jalan (IRJ) Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

rata-rata dalam 1 bulan yang dilihat dari kartu stok pada Bulan Maret 2010.

n = besar sampel yang akan dijadikan sampel penelitian

d = tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan

Jumlah responden yang diikutsertakan ditambahkan 10% untuk mengantisipasi

terjadinya dropped out , sehingga respondennya menjadi:

= 10% x 100 responden = 110 responden

Jika tidak terjadi dropped out, data yang diperoleh dari 110 responden tersebut

digunakan semuanya, supaya semakin menggambarkan penggunaan obat tetes

mata oleh responden karena penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif.

F. Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah data responden

yang diperoleh pada saat wawancara awal untuk melihat beberapa karakteristik

responden. Data tersebut terangkum dalam informed consent yang telah

ditandatangani responden sebelum mengikuti penelitian, dan beberapa kalimat

pertanyaan pada panduan wawancara.

G. Instrumen Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei deskriptif. Pada penelitian ini

digunakan panduan wawancara terstruktur dan kuesioner. Panduan wawancara

terstruktur digunakan sebagai bahan untuk melakukan wawancara. Panduan

Page 56: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

38

wawancara terstruktur berisi 5 pertanyaan. Panduan wawancara terstruktur juga

digunakan untuk melakukan wawancara secara langsung kepada apoteker Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito.

Instrumen penelitian selanjutnya adalah kuesioner. Kuesioner merupakan

suatu cara pengumpulan data dengan menyebar daftar pertanyaan kepada

responden dengan harapan mereka akan memberikan respon atas daftar

pertanyaan tersebut (Umar, 2003).

H. Tata Cara Penelitian

1. Tahap pra-penelitian

Tahap ini merupakan tahap awal jalannya penelitian. Tahap awal ini meliputi

proses perijinan, analisis situasi, pembuatan kuesioner dan panduan wawancara

terstruktur, serta penyusunan informed consent.

a. Proses perijinan

Perijinan dilakukan dengan pihak mitra yaitu Manajer Apotek Kimia Farma

wilayah Yogyakarta dan Manajer Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Proses

perijinan berlangsung kurang lebih 1 bulan yaitu pada Bulan Februari 2010.

b. Analisis situasi

Analisis situasi ini dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada Bulan Maret-April

2010. Tahap yang dilakukan mencakup pengamatan situasi dan kondisi yang

ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito khususnya di Loket IRJ. Pada tahap ini

juga dilakukan perkiraan jumlah responden yang akan diikutsertakan dalam

Page 57: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

39

penelitian berdasarkan jumlah pengunjung apotek per bulan yang membeli

obat tetes mata pada Bulan Maret 2010 yang dilihat dari kartu stok.

2. Pembuatan kuesioner dan wawancara terstruktur

a. Pembuatan kuesioner berisi 30 pernyataan dengan bahasa yang sederhana

supaya mudah dimengerti. Kuesioner yang dibuat berisi 3 aspek yang terdiri

dari aspek pengetahuan, aspek sikap, dan aspek tindakan. Masing-masing

aspek terdiri dari 10 pernyataan. Pernyataan pada kuesioner ini terdiri atas

dua sifat, yaitu: favourable dan unfavourable. Pembagian pernyataan menjadi

dua sifat bertujuan untuk menghindari stereotype jawaban (menghindari

kecenderungan jawaban yang sama oleh responden). Pernyataan favourable

merupakan suatu pernyataan yang berisi hal-hal positif mengenai suatu objek,

sedangkan pernyataan unfavourable merupakan pernyataan yang berisi hal-

hal negatif mengenai suatu objek. Bentuk pernyataan yang ada di dalam

kuesioner menggunakan variasi (dischotomous choice), pernyataan tersebut

hanya disediakan 2 jawaban seperti pernah atau tidak pernah, ya atau tidak,

benar atau salah, serta setuju atau tidak setuju (Notoatmodjo, 2005).

Berikut merupakan distribusi pernyataan favourable dan unfavourable

yang terdapat dalam kuesioner:

Tabel VI. Distribusi pernyataan favourable dan unfavourable pada kuesioner penelitian ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata

Cakupan Sikap Pernyataan Nomor Soal

Pengetahuan Favourable 2,3,4,5,7,8,9,10

Unfavourable 1,6

Sikap Favourable 11,12,13,15,17,18,19

Unfavourable 14,16,20

Tindakan Favourable 21,22,23,25,27,28

Unfavourable 24,26,29,30

Page 58: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

40

Pada penelitian ini jawaban atas pernyataan dischotomous choice yaitu

benar dan salah, tetapi setiap jawaban tersebut tidak dilakukan penilaian.

Pengolahan jawaban kuesioner dilakukan dengan perhitungan persentasenya

secara keseluruhan.

b. Setelah kuesioner dibuat, dilakukan penyebaran kuesioner. Pengembalian

kuesioner dilakukan saat itu juga agar tidak ada masalah dalam pengembalian

dan diharapkan kuesioner yang diisi oleh responden semuanya kembali.

c. Wawancara terstruktur dilakukan kepada responden dan apoteker.

Wawancara kepada responden dibuat dengan bahasa yang sederhana serta

dilakukan di awal dan di akhir. Wawancara pada responden yang dilakukan di

awal bertujuan untuk mengetahui pernah tidaknya menggunakan obat tetes

mata. Hal tersebut digunakan untuk memastikan bahwa responden yang

diikutsertakan dalam penelitian sesuai dengan kriteria inklusi. Wawancara

yang dilakukan di akhir, digunakan untuk mengevaluasi pemahaman

responden terkait penggunaan obat tetes mata. Wawancara yang dilakukan

terhadap apoteker bertujuan untuk mengetahui profil informasi yang

diberikan kepada responden tentang penggunaan obat tetes mata dan

pelayanan informasi obat terkait bentuk sediaan yang diteliti (obat tetes

mata).

3. Uji bahasa kuesioner

Uji bahasa pada penelitian ini, dilakukan pada 25 responden yang

memiliki kemiripan kriteria eksklusi dan kriteria inklusi dengan responden

penelitian. Agar diperoleh distribusi nilai hasil pengukuran mendekati

Page 59: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

41

normal, jumlah responden yang diuji coba paling sedikit adalah 20 orang

(Notoatmodjo, 2005). Uji bahasa dilakukan di sekitar loket IRJ Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito dan dilakukan selama 2 minggu.

Uji bahasa yang dilakukan digunakan untuk melihat bahasa yang terdapat

dalam kalimat pernyataan dapat dimengerti oleh responden atau tidak. Jika

ada kalimat yang sulit dimengerti, peneliti mengganti kalimat tersebut

menggunakan bahasa yang lebih sederhana sehingga mudah dimengerti oleh

seluruh responden yang akan diikutsertakan dalam penelitian.

Pada gambar 12 disajikan secara keseluruhan gambaran tata cara

penelitian yang dilakukan pada penelitian ini

Gambar 12. Bagan Tata Cara Penelitian

Analisis situasi (pra penelitian)

Analsis situasi

Memperkirakan jumlah pasien

Menetapkan subjek penelitian, kriteria inklusi

dan eksklusi

Pembuatan kuesioner dan wawancara

terstruktur

Pembuatan kuesioner berisi 30 pertanyaan yang menyangkut segi pengetahuan, sikap dan perilaku

Uji bahasa

Pembuatan pertanyaan terstruktur untuk responden dan apoteker

Page 60: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

42

4. Tahap pengumpulan data

Gambar 13. Bagan pengumpulan data penelitian

Pengumpulan data pada bulan juni–juli 2010 di Apotek Pelengkap Kimia Farma

Populasi pembeli obat tetes mata rata-rata dalam 1 bulan adalah 132 orang (dilihat dari kartu stok bulan Maret

2010)

Subyek Penelitian sebanyak 100 orang ditambah dengan antisipasi adanya dropout 10% sehingga subyek penelitian 110 orang

Memenuhi kriteria inklusi-eksklusi

Tidak terjadi dropped out, sehingga semua

hasil kuesioner dipakai

110 orang mengisi kuesioner

23 responden mengisi

kuesioner sendiri

87 responden pengisiannya dibacakan peneliti sambil

dilakukan wawancara

2 responden gagal diwawancara

85 responden berhasil diwawancara

32 Responden memang membeli

obat tetes mata

Dilakukan wawancara

Page 61: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

43

Tahap pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan

dengan melakukan pengamatan langsung terhadap responden dan apoteker yang

sedang bertugas di apotek. Penyebaran kuesioner dilakukan dengan memberikan

kuesioner kepada responden yang sudah pernah menggunakan obat tetes mata.

Pengisian kuesioner oleh responden didampingi oleh peneliti sehingga

kuesioner tersebut langsung dikembalikan kepada peneliti. Responden yang

telah memenuhi kriteria eksklusi-inklusi, sebelumnya diminta mengisi informed

consent yang berisi pernyataan kebersediaan mengikuti penelitian. Persetujuan

ini juga ditandatangani oleh responden.

Pada tahap pengisian kuesioner, ada 23 responden yang mengisi sendiri

kuesionernya, dan 87 responden pengisian kuesionernya dibacakan oleh peneliti

sambil dilakukan wawancara. Dari 87 responden tersebut, hanya 85 responden

yang dapat diwawancarai dan yang membeli obat tetes mata pada saat penelitian

berlangsung ada 32 responden, kemudian responden tersebut diwawancarai

terkait penggunaan obat tetes mata beserta informasi yang baru disampaikan

oleh apoteker saat penyerahan obat.

Pengumpulan data mengenai ketersediaan obat tetes mata, dilakukan dengan

pendataan obat tetes mata diseluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito memiliki 5 loket yaitu loket Unit Gawat Darurat,

loket Instalasi Rawat Jalan, loket poliklinik, loket induk, dan loket bangsal.

Ketersediaan informasi yang diberikan oleh apoteker, diperoleh dari hasil

pengamatan peneliti selama jalannya penelitian ketika apoteker tersebut sedang

melakukan pelayanan informasi obat. Pengamatan yang dilakukan peneliti

Page 62: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

44

dikhususkan ketika apoteker sedang memberi informasi mengenai penggunaan

obat tetes mata, selain itu peneliti juga melakukan wawancara secara mendalam

pada masing-masing apoteker yang sedang bertugas di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito.

5. Tahap pengolahan data

Data yang diperoleh pada kuesioner ini berasal dari lembar kuesioner yang

diisi oleh responden, jawaban wawancara dari responden dan apoteker yang

sedang bertugas, serta daftar ketersediaan obat tetes mata yang terdapat di

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Data yang diolah dalam penelitian ini, juga

meliputi karakteristik responden.

Data untuk melihat karakteristik responden meliputi umur responden, jenis

kelamin responden, tingkat pendidikan akhir, pekerjaan responden. Data

karakteristik responden tersebut juga dikaji dari segi penggunaan obat tetes

mata, sudah berapa kali membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,

serta pernah tidaknya responden berkonsultasi obat dengan apoteker di apotek.

Ketersediaan obat tetes mata dilihat dengan pendataan obat tetes mata yang

terdapat pada 5 Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, kemudian dihitung total

keseluruhannya, serta dikelompokkan menurut macam kemasannya, golongan

obatnya, dan efek farmakologinya. Data yang diperoleh selanjutnya diolah dan

disajikan dalam bentuk tabel dan gambar (diagram) yang menggambarkan

penggunaan obat tetes mata pada pengunjung Apotek KF RSUP Dr. Sardjito.

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi penggunaan obat tetes mata

secara umum pada pengunjung Apotek KF. Hasil dari penelitian ini diharapkan

Page 63: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

45

dapat membantu meningkatkan pengetahuan masyarakat akan penggunaan obat

secara tepat dan rasional, khususnya penggunaan tetes mata.

Tabulasi data dilakukan dengan melakukan perhitungan jawaban kuesioner

yang telah diisi oleh responden kemudian mengelompokkan masing-masing

jawaban tersebut dan menghitung persentasenya.

I. Tata Cara Analisis Hasil

Tata cara analisis hasil dalam penelitian ini dilakukan secara kualitatif

menggunakan statistik deskriptif. Hasil yang diperoleh dipaparkan dalam bentuk

persentase, disajikan dalam bentuk tabel dan gambar, serta dibahas secara

deskriptif (Pratiknya, 1993).

1. Karakteristik responden

Analisis ini dilakukan untuk mengetahui gambaran deskriptif karakteristik

penggunaan obat tetes mata yang meliputi usia, jenis kelamin, tingkat

pendidikan, jenis pekerjaan responden, baru pertama atau sudah berulang kali

menggunakan obat tetes mata, responden yang membeli obat di loket Apotek

KF, dan responden yang sudah pernah berkonsultasi obat dengan apoteker.

Semua data ditampilkan dengan bentuk persentase.

a. Usia responden

Penggolongan usia dilakukan dengan menggunakan rumus distribusi

frekuensi Strurgess:

M = 1+3,3 log N

Page 64: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

46

dengan M adalah jumlah kelas dan N adalah jumlah data populasi (Sugiyono,

2006). Pengelompokkan usia dilakukan dengan mencari interval kelas yang

dihitung dengan rumus:

Usia tertinggi – Usia terendah

M

nilai M merupakan jumlah kelas yang diperoleh dari rumus Strurgess.

b. Jenis kelamin

Pengelompokkan jenis kelamin dilakukan dengan perhitungan frekuensi

dan perhitungan persentasenya.

Jumlah frekuensi pria atau wanita x 100%

N

dengan N merupakan jumlah total seluruh responden yaitu 110 responden.

c. Tingkat pendidikan akhir

Dalam transkrip kuesioner, terdapat 7 tingkatan pendidikan akhir

responden yaitu Tidak Sekolah, SD, SLTP, SLTA, SMK, Diploma, dan

Sarjana. Pengelompokkan awal dilakukan berdasarkan jumlah masing-masing

tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh responden, dibagi jumlah

responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

d. Jenis pekerjaan responden

Pengelompokkan terhadap jenis pekerjaan responden dilakukan

berdasarkan jumlah masing-masing pekerjaan yang dimiliki oleh responden,

dibagi jumlah responden keseluruhan kemudian dikali 100%.

Page 65: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

47

e. Baru pertama kali atau sudah berulang kali menggunakan obat tetes mata

Pengelompokkan untuk melihat apakah responden baru pertama atau

sudah berulang kali menggunakan obat tetes mata dilakukan berdasarkan

perhitungan jumlah responden yang baru pertama kali atau sudah berulang

kali menggunakan obat tetes mata, dibagi jumlah responden keseluruhan

kemudian dikali 100%.

f. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Perhitungan untuk melihat responden yang membeli obat di Loket Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan dengan perhitungan jumlah responden yang

membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah

responden keseluruhan, kemudian dikali 100%.

g. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan apoteker di loket Apotek

KF RSUP Dr. Sardjito

Perhitungan untuk melihat responden yang pernah berkonsultasi obat

dengan apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito dilakukan

berdasarkan perhitungan jumlah responden yang yang pernah berkonsultasi

obat dengan apoteker di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dibagi jumlah

responden keseluruhan, kemudian dikali 100%.

2. Ketersediaan obat tetes mata

a. Macam kemasan obat tetes mata

Pengelompokkan macam kemasan obat tetes mata dilakukan berdasarkan

perhitungan jumlah total obat tetes mata yang terdapat di seluruh loket

Page 66: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

48

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dikelompokkan berdasarkan kemasannya

masing-masing, kemudian perhitungan persentasenya:

Σ tiap kemasan tetes mata setelah dikelompokkan x 100%

Σ tetes mata keseluruhan

b. Macam golongan obat tetes mata

Pengelompokkan macam golongan obat tetes mata dilakukan berdasarkan

perhitungan jumlah total obat tetes mata yang terdapat di seluruh loket

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dikelompokkan berdasarkan golongannya

masing-masing, kemudian perhitungan persentasenya:

Σ tiap golongan tetes mata setelah dikelompokkan x 100%

Σ tetes mata keseluruhan

c. Pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmakologi

Perhitungan untuk mengetahui pengelompokkan obat tetes mata yang

terdapat di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito berdasarkan

farmakologinya, dilakukan berdasarkan pendataan keseluruhan obat tetes

mata yang terdapat di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dan

dikelompokkan berdasarkan farmakologinya sesuai MIMS Indonesia.

3. Pengolahan hasil wawancara dan kuesioner

a. Pengolahan hasil kuesioner

Semua data yang ditampilkan berupa persentase responden yang

menjawab benar dan salah. Perhitungannya secara keseluruhan adalah sebagai

berikut:

Page 67: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

49

Σ responden yang menjawab benar atau salah x 100%

Σ keseluruhan responden

Rumus diatas digunakan untuk menghitung persentase jawaban pada aspek

pengetahuan, sikap, dan tindakan secara keseluruhan.

b. Pengolahan hasil wawancara

Wawancara dilakukan terhadap responden dan apoteker. Hasil wawancara

responden dan apoteker tidak dilakukan perhitungan persentase seperti pada

pengolahan data kuesioner. Hasil wawancara yang diperoleh dipaparkan

sesuai dengan jawaban yang diberikan oleh responden dan apoteker yang

diwawancarai.

Hasil wawancara pada responden, digunakan untuk lebih

menggambarkan/mendeskripsikan secara keseluruhan pemahaman responden

tentang penggunaan obat tetes mata. Pada penelitian ini, adanya wawancara

diharapkan responden bisa memberikan informasi lebih banyak terkait

penggunaan obat tetes mata. Wawancara terhadap apoteker, digunakan untuk

lebih menggambarkan profil informasi yang diberikan kepada pasien pada

saat pemberian informasi obat. Hasil wawancara akan diketik dan

dilampirkan dalam lampiran penelitian.

J. Kesulitan Penelitian

Beberapa kesulitan yang dialami selama penelitian ini antara lain mencari

responden. Pada tahap pengambilan data, banyak pengunjung apotek yang tidak

bersedia untuk diikutsertakan dalam penelitian dengan alasan belum pernah

Page 68: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

50

menggunakan obat tetes mata dan tidak punya banyak waktu/terburu-buru.

Adapun kesulitan yang dialami peneliti pada subyek yang bersedia diikutsertakan

dalam penelitian adalah ketidakpahaman terhadap kalimat yang tertulis pada

kuesioner, terutama jika responden berusia lanjut, pendengarannya sudah

berkurang, dan tidak terbiasa berbahasa Indonesia. Untuk mengatasi kesulitan ini,

peneliti mendampingi saat pengisian kuesioner, membacakan kuesioner dengan

menggunakan bahasa yang lebih mudah dimengerti tanpa mengurangi maksud

dari pernyataan yang tertulis di kuesioner sehingga dapat sambil melakukan

wawancara, dan dengan pemberian souvenir yang menarik.

Kesulitan yang menjadi kelemahan penelitian ini adalah ada beberapa

responden yang memiliki keterbatasan pemahaman terhadap kuesioner yang

diberikan sehingga peneliti membantu menerjemahkan maksud kalimat

pernyataan pada kuesioner tersebut. Kesulitan lain yang menjadi kelemahan

dalam penelitian ini adalah responden yang bersedia mengisi kuesioner, tetapi

ketika obat yang ditunggu sudah diterima, responden tersebut terlihat terburu-buru

dalam pengisian kuesioner, hal ini mungkin dapat mempengaruhi jawaban yang

diberikan. Dalam penelitian ini pengolahan data juga tidak dilakukan uji statistik

untuk membandingkan antara perilaku responden yang benar-benar membeli obat

tetes mata dengan responden hanya pernah menggunakan obat tetes mata. Hal ini

berpengaruh pada jawaban yang diberikan terutama jika responden tersebut sudah

lama menggunakan obat tetes mata dan berusaha mengingat-ingat kembali terkait

pengetahuan, sikap, dan tindakannya sehingga dapat menimbulkan bias terhadap

data yang diperoleh peneliti.

Page 69: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

51

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian mengenai evaluasi ketersediaan dan perilaku penggunaan obat

tetes mata pada pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 merupakan salah satu penelitian yang

diadakan bersama serangkaian penelitian lain. Topik yang akan dibahas pada

penelitian ini adalah tentang “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan

Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr.

Sardjito Periode Juni – Juli 2010”.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mengevaluasi

ketersediaan dan penggunaan obat tetes mata oleh responden di Apotek KF RSUP

Dr. Sardjito. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan di bagian

pendahuluan, maka pembahasan dalam penelitian ini akan dipaparkan menjadi 3

bagian pokok yaitu persentase ketersediaan obat tetes mata di Apotek KF RSUP

DR. Sardjito, informasi yang diberikan oleh apoteker terhadap responden di

Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, dan perilaku penggunaan obat tetes mata oleh

responden berdasarkan kuesioner dan wawancara yang diberikan yang meliputi 3

aspek yaitu aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Hasil yang diperoleh

kemudian diolah dengan statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel atau

gambar (diagram).

Page 70: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

52

A. Persentase Ketersediaan Obat Tetes Mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Dalam penelitian ini, untuk melihat persentase ketersediaan obat tetes mata

yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito yang akan dikaji antara lain

macam kemasan obat tetes mata, macam golongan obat tetes mata, dan

pengelompokkan obat tetes mata berdasarkan farmakologinya. Ketiga hal tersebut

dipilih karena dapat menggambarkan obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito.

1. Macam kemasan obat tetes mata

Pengelompokkan ini didasarkan pada kemasan obat tetes mata yang tersedia

di seluruh loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Ada 2 macam kemasan yaitu

kemasan botol (multiple dose) dan single dose. Beberapa merek juga ada yang

tersedia dalam kemasan botol maupun single dose.

Gambar 14. Ketersediaan Kemasan Obat Tetes Mata

Jumlah keseluruhan obat tetes mata yang terdapat di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito adalah 69 item dengan 52 item dalam kemasan botol, 12 item dalam

kemasan single dose, dan 5 item tersedia dalam kemasan botol maupun single

dose. Ketersediaan obat tetes mata di seluruh loket Apotek KF sebagian besar

adalah dalam kemasan botol. Menurut kartu stok yang terdapat di loket IRJ,

Botol75,4%

Single Dose17,4%

Botol dan single dose7,2%

Page 71: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

53

jumlah obat tetes mata dengan kemasan botol, terjual lebih banyak daripada

yang kemasannya single dose. Dari hasil wawancara terhadap 85 responden, 78

responden dengan persentase 91,8% lebih sering menggunakan obat tetes mata

dengan kemasan botol karena lebih mudah diperoleh dan dapat digunakan

berulang kali, sebanyak 8,2% responden dari total yang diwawancarai

menceritakan bahwa mereka lebih suka menggunakan obat tetes mata dengan

kemasan single dose daripada yang kemasannya botol karena hanya satu kali

pakai sehingga lebih terjaga kesterilannya.

Obat tetes mata dengan kemasan single dose dibuat untuk sekali pakai dan

tidak dicampurkan pengawet di dalamnya sehingga proses pembuatannya sangat

aseptis, sedangkan obat tetes mata dengan kemasan botol (multiple dose)

merupakan obat tetes mata yang dapat digunakan berulang kali sehingga dalam

proses pembuatannya dicampurkan pengawet atau zat preservative (Florence

and Siepmann, 2009).

Obat tetes mata dengan kemasan botol memang lebih umum dikenal di

masyarakat karena banyak dijual di luar apotek dan beberapa dapat diperoleh

tanpa resep dokter. Obat tetes mata tersebut biasanya merupakan golongan obat

bebas terbatas dan golongan obat bebas.

Obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter yaitu obat bebas dan obat bebas

terbatas dengan tanda khusus yaitu lingkaran berwarna hijau dan bergaris tepi

hitam artinya obat bebas yang boleh dijual di semua outlet, sedangkan lingkaran

berwarna biru dan bergaris tepi hitam artinya obat bebas terbatas yang boleh

dijual di apotek dan toko obat berijin (Wibowo, 2010). Kemasan single dose

Page 72: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

54

biasanya hanya dijual di apotek dan tidak semua orang tahu jika belum pernah

menggunakannya. Berikut merupakan beberapa contoh kemasan single dose:

Gambar 15. Contoh Kemasan Single Dose

2. Macam golongan obat tetes mata

Obat tetes mata yang terdapat di Apotek KF terdiri dari obat tetes mata

golongan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras.

Gambar 16. Golongan Obat Tetes Mata yang Terdapat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Apotek KF merupakan apotek yang terletak di dalam rumah sakit, oleh

karena itu obat tetes mata yang tersedia sebagian besar merupakan obat keras

(78,3%). Beberapa obat tetes mata yang termasuk golongan obat keras juga

termasuk ke dalam Obat Wajib Apotek (OWA). Obat Wajib Apotek merupakan

obat keras yang dapat dibeli dengan resep dokter, namun dapat pula diserahkan

oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter dengan jumlah tertentu

(Wibowo, 2010).

2,9% 18,8%

78,3%

Bebas Bebas Terbatas Keras

Page 73: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

55

Terdapat 23,2% obat tetes mata yang termasuk OWA dari total keseluruhan (69

item) obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Obat tetes mata tersebut

dapat diserahkan oleh apoteker di apotek tanpa resep dokter. Menurut PerMenKes

No. 919 tahun 1993, obat wajib apotek tersebut dapat digunakan untuk

pengobatan sendiri dan tidak memberikan resiko pada kelanjutan penyakit.

Obat tetes mata yang pernah digunakan oleh sebagian besar responden

merupakan obat tetes mata golongan obat bebas. Sebanyak 84,7% responden dari

85 responden yang diwawancarai mengatakan obat tetes mata golongan obat

bebas harganya terjangkau, tidak perlu menggunakan resep dokter, banyak dijual

di apotek, toko obat, dan warung-warung dekat tempat tinggal mereka, serta

efektif dalam mengobati keluhan-keluhan mata ringan seperti mata merah, gatal,

dan lelah.

Hampir semua responden (96,4%) pernah menggunakan obat tetes mata

golongan obat bebas. Penggunaan obat bebas dan obat bebas terbatas, pada

umumnya mereka lakukan untuk mengobati diri sendiri. Obat tetes mata golongan

obat bebas terbatas dan obat bebas tidak banyak tersedia di apotek KF RSUP Dr.

Sardjito, persentase ketersediaannya hanya 2,9% untuk obat bebas dan 18,8%

untuk obat bebas terbatas namun obat tetes mata tersebut tetap disediakan. Secara

umum, obat yang didapat dari sebuah resep lebih aman daripada obat yang dibeli

tanpa resep karena dosis yang diberikan sudah ditakar oleh dokter yang

bersangkutan. Pada obat nonresep yang dapat dibeli di warung, tidak ada orang

yang bertanggung jawab dalam memberikan dosisnya sehingga dikhawatirkan

akan menimbulkan pemberian obat yang salah (Wibowo, 2010). Dari 85

Page 74: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

56

responden yang diwawancarai, mereka mengaku pernah menggunakan obat tetes

mata golongan obat keras jika mereka sedang menjalani pengobatan intensif

sehingga penggunaan obatnya sesuai dengan anjuran dokter.

3. Pengelompokan obat tetes mata berdasarkan farmakologi

Peneliti juga mengelompokkan obat tetes mata yang tersedia di apotek KF

RSUP Dr. Sardjito berdasarkan farmakologinya.

Tabel VII. Penggolongan Obat Tetes Mata Berdasarkan Farmakologi

Golongan No. Nama Generik Obat Tetes Mata

Antiinfeksi

dan Antiseptik Mata

1 Tobromycin (Cendo Tobro®, Cendo Tobroson®)

2 Gentamycin 1%(Cendo Genta® 0,3%)

3 Ofloxacin (Tarivid®, Cendo Floxa®* )

4 Ciprofloxacin (Baquinor®, Cendo Siloxan®, Cendo

Ulcori®*)

5

Natamycin (Cendo Natacen®)

6 Levofloxacin (Cravit®, Cendo LFX®, Levocin®)

7 Gentamicin Sulfate (Garamycin®, Sagestam®)

8 Kloramfenikol (Cendo Mycos®, Cendo Fenicol 0,25%; 0,5%; 1%, Erlamycetin®)

9 Neomisin sulfate, Polimiksin-B-Sulfate (Cendo Xitrol®, Cendo Polidex®)

Antiseptik

Mata dengan Kortikosteroid

1 Neomycin, Polymycin, Dexamethasone (Polidemisin®)

2 Tobramycin, Dexamethasone (Bralifex®)

3 Framycetin sulphate, gramicidin, Dexamethasone Na metasulphobenzoate (Blecidex®)

4 Framycetin sulfate, gramicidin, dexamethasone (Sofradex®)

5 Fluorometholone, Neomycin Sulfate (Cendo Polynel®)

Kortikosteroid

Mata 1 Fluorometholone (Flumetholone®, Ocuflam®)

Page 75: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

57

Lanjutan penggolongan obat tetes mata berdasarkan farmakologi

Golongan No. Nama Generik Obat Tetes Mata

Obat

Midriatikum

1 Tropicamide (Cendo Mydriatil® 0,5%, 1%)

2 Homatropine HBr (Cendo Homatro® 2%)

3 Atropine Sulfate (Cendo Tropin® 0,5%, 1%)

Obat

Miotikum 1 Pilokarpin-HCl (Cendo Carpine® 1%,2%,4%)

Preparat

Antiglaukoma

1 Timolol Maleate (Cendo Timol® 0,25%;0,5%, Sanbe Tim

Opchal®)

2 Betaksolol HCl (Optibet®, Betoptima®)

3 Phenylephrine HCl (Cendo Efrisel®)

Obat Dekongestan,

Anestesi, antiinflamasi

mata

1 Na-Diklofenac (Flamar®)

2 Tetrahydrozoline, Benzalkonium Cl, Boric Acid (Insto®,

Cendo Vision®, Visine®)

3 Pemilorast, Potassium (Alegysal®)

4 Na-Hyalorunate (Hialid®)

5 Tetracaine (Cendo Pantocain® 2%)

6 Asam Borat, Seng Sulfat, Benzalkonium Klorida (Cendo

Asternof®, Cendo Cenfresh®, Cendo Eyefresh®)

Pelumas Mata

1 Dextran, hypromellose (Sanbe Tears®)

2 Dextran, hydroxy methylcellulose (Tears Naturale®)

3 Polyethylene Glycol, Propylene Glycol (Systane®)

4 Na-Klorida, Kalium Klorida (Cendo Lyteers®)

5 Tetrahidrozoline-HCl, Magnesium-L-Aspartat, Kalium-L-

Aspartat, Benzalkonium Klorida, Klorbutanol (Rohto®)

Preparat Mata

Golongan Lain

1 Sodium Hyaluronate (Hyaloph® 0,1%)

2 Vitamin A (Cendo Protagent-A®

3 Eksulina, Vitamin-A, Kinikardina, Fenazon, Seng-Sulfat

(Cendo Augentonic®)

4 Kalium-Iodida, Na-tiosulfate, Timerosal (Cendo Catarlent®)

5 Natrium Kromoglikat (Cendo Convers®)

Keterangan: *= Tidak ditemukan pada pustaka yang digunakan

Page 76: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

58

Penggolongan berdasarkan farmakologinya bertujuan untuk melihat obat tetes

mata yang paling banyak tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito. Dari tabel

VII, telah dikelompokkan obat tetes mata berdasarkan efek farmakologinya

menurut kandungan zat aktifnya.

Pengelompokan tersebut dikelompokkan menurut MIMS Indonesia Petunjuk

Konsultasi edisi 2008/2009. Jika ada obat tetes mata yang tidak tercantum dalam

MIMS Indonesia, digunakan pustaka yang lain yaitu ISO Indonesia Volume 44

edisi 2009/2010 dan Ophthalmic Drug Facts (ODF) 2004.

Sebagian besar obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito adalah obat tetes mata golongan antiinfeksi dan antiseptik mata (28,4%)

sedangkan golongan obat tetes mata yang paling sedikit adalah golongan obat

miotikum (1,4%). Menurut MIMS Indonesia, penggolongan obat tetes mata

antiinfeksi digabungkan dengan antiseptik sehingga disebut golongan antiinfeksi

dan antiseptik mata. Antiseptik sendiri memiliki pengertian sebagai obat-obat

yang berkhasiat mematikan atau menghambat pertumbuhan kuman pada kulit,

mukosa dan jaringan hidup. Antiseptik memiliki ciri apabila diberikan lokal atau

topikal tidak berefek sistemik, bekerja cepat, dan memiliki indeks terapi yang

lebar (Sutedjo, 2008). Antiinfeksi merupakan substansi yang dapat menghambat

pertumbuhan atau membunuh mikroorganisme seperti bakteri, virus, jamur,

protozoa, dan jika diberikan secara lokal atau topikal, dapat berefek sistemik

(Sutedjo, 2008).

Secara umum, penyimpanan obat tetes mata adalah pada suhu kamar.

Menurut Farmakope Indonesia IV, suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja.

Page 77: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

59

Suhu kamar terkendali adalah suhu yang diatur antara 15º dan 30º Celcius.

Terdapat 2 nama dagang obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr.

Sardjito yang harus disimpan di lemari pendingin, dan keduanya merupakan

preparat antiglaukoma dengan kandungan latanoprost (Cendo Glaopen

Latanoprost® dan Cendo Glaoplus®). Pada kemasan obat tetes mata tersebut,

tertulis suhu penyimpanannya yaitu 2-8º Celcius. Hal tersebut sesuai dengan yang

tertera di Farmakope Indonesia IV, yang menyatakan suhu dingin merupakan

suhu antara 2º dan 8º Celcius.

Saat dilakukan pengelompokkan, ada beberapa nama dagang dan nama

generik yang tidak ditemukan dalam pustaka, sehingga untuk mengetahui

golongan obat tetes mata tersebut adalah melihat langsung komposisi pada

kemasannya. Obat tetes mata tersebut adalah Cendo Vitrolenta®, Cendo Floxa®,

Cendo Vernacel®, Cendo Noncort®, Cendo Ulcori®, Cationorm® (Ophthalmic

emultion), Cendo Repithel®, dan Cendo Protagent-A®. Banyaknya obat tetes

mata golongan antiinfeksi dan antiseptik mata, menunjukkan bahwa obat tetes

mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito sebagian besar merupakan

obat keras yang penggunaannya harus dengan resep dokter, serta 23,2% yang

termasuk OWA dapat diberikan oleh apoteker di apotek.

B. Informasi yang Diberikan Oleh Apoteker kepada Responden Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Pelayanan informasi obat kepada pasien tidak lepas dari peran seorang

farmasis. Farmasis, sebagaimana halnya tenaga kesehatan lainnya bertanggung

Page 78: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

60

jawab untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan terapi obat yang tepat, efektif,

dan aman (Jones, 2008).

1. Durasi pemberian informasi obat kepada pasien

Apoteker yang ada di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito terdiri dari 4 orang,

namun salah satunya sedang ditugaskan di luar kota sehingga hanya 3 orang

apoteker yang kami wawancarai. Dari hasil wawancara terhadap 3 apoteker yang

bertugas di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, mereka menceritakan bahwa durasi

pemberian informasi obat yang dilakukan saat penyerahan obat kepada pasien

adalah 1 menit atau kurang.

Durasi pemberian informasi untuk pharmaceutical care adalah 3 menit,

dalam melakukan pharmaceutical care apoteker mempunyai tanggung jawab

untuk menjamin tersedianya terapi obat yang optimal sehingga dapat

meningkatkan kualitas hidup pasien. Durasi pemberian informasi untuk

pharmaceutical care cenderung lebih lama karena terkadang ada pengunjung

apotek yang menceritakan tentang obat-obatan yang pernah diminum sehingga

apoteker dapat menggali informasi yang lebih lengkap tentang riwayat penyakit

sebelumnya. Sebelum menyerahkan obat, pengunjung apotek ditanya kembali

tentang penyakitnya supaya mereka yakin bahwa obat diberikan pada

pengunjung apotek yang tepat. Apoteker juga menjelaskan mengenai macam

obat yang diterima dan aturan pemakaiannya, namun untuk indikasi masing-

masing obatnya cenderung tidak disebutkan. Hal tersebut dikarenakan terkadang

ada beberapa obat yang diberikan oleh dokter dalam resep yang tidak sesuai

Page 79: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

61

dengan indikasinya. Beberapa obat tersebut diberikan untuk dimanfaatkan efek

sampingnya.

Pemberian informasi untuk obat tetes mata yang disampaikan oleh apoteker

yaitu aturan pemakaian yang meliputi pemakaiannya per hari, jumlah tetesan

pada mata yang akan diobati, dan jika penggunaannya diharuskan sesering

mungkin, apoteker juga menginformasikan tiap berapa jam harus diteteskan

pada mata yang akan diobati. Apoteker juga menginformasikan kapan obat tetes

mata dengan kemasan botol harus dibuang, yaitu 30 hari setelah kemasannya

dibuka. Informasi ini sudah sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa obat

tetes mata sebaiknya digunakan selama 4 minggu setelah pertama kali

kemasannya dibuka (Widayanti, 2007).

Berdasarkan hasil wawancara, 3 orang apoteker mengaku tidak pernah

menjelaskan penggunaan obat tetes mata secara lengkap. Cara penyimpanan tidak

perlu untuk diberitahu karena mereka menganggap bahwa sebagian besar orang

sudah mengetahui bagaimana harus menyimpan obat tetes mata, kecuali obat tetes

mata yang penyimpanannya harus pada suhu dingin. Dalam hal ini, informasi

yang disampaikan oleh apoteker kurang sesuai dengan KepMenKes No.

1027/MenKes/SK/IX/2004 yang menyatakan bahwa:

“Apoteker harus memberikan informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan,

aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi”

Meskipun tidak semua informasi obat harus disampaikan, namun setidaknya

pasien harus diinformasikan mengenai efek samping yang akan ditimbulkan saat

obat digunakan (Vries, 1994). Durasi pemberian informasi mempunyai pengaruh

Page 80: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

62

pada tingkat penerimaan konsumen terhadap informasi yang diberikan

(Handayani dan Satibi., 2004). Singkatnya informasi yang diberikan oleh apoteker

membuat informasi tersebut terkadang tidak dipahami oleh pasien, sehingga dapat

mempengaruhi tindakan mereka dalam penggunaan obat.

2. Sumber informasi yang digunakan

Sumber informasi yang dapat digunakan dalam pemberian informasi obat

sangat beragam. Sumber informasi tersebut dapat diperoleh baik dari buku yang

memuat informasi obat secara lengkap maupun dari brosur yang terdapat dalam

kemasan obat. Sumber informasi yang dapat diketahui antara lain komposisi obat,

indikasi, cara kerja secara farmakologis, dosis, aturan pemakaian, kontraindikasi,

perhatian, efek samping yang mungkin akan terjadi, dan interaksi obat bila

digunakan besama dengan obat lain.

Berdasarkan sifat dan sumbernya, sumber informasi terdiri dari informasi

komersial dan non-komersial. Informasi yang komersial terdiri dari leaflet, brosur,

dan iklan, sedangkan informasi non-komersial terdiri dari pedoman pengobatan,

buletin obat, majalah farmasi dan kedokteran, formularium, textbook, serta

handbook (WHO, 1988).

Hasil wawancara terhadap 3 orang apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,

2 orang apoteker menyebutkan sumber informasi mengacu pada brosur yang

terdapat dalam kemasan obat karena mereka meyakini bahwa brosur tersebut

sudah ada standarisasi yang tepat dari Pabrik Besar Farmasi (PBF), untuk panduan

pustaka yang digunakan mereka mengaku tidak mengacu pada panduan pustaka

tertentu, sedangkan 1 apoteker yang diwawancarai di waktu yang berlainan

Page 81: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

63

mengacu pada banyak sumber, diantaranya adalah MIMS dan internet. Apoteker

tersebut menyebutkan bahwa di internet terdapat panduan kefarmasian dari

Departemen Kesehatan untuk beberapa penyakit sehingga dapat digunakan

sebagai sumber acuan pemberian informasi di rumah sakit. Sumber informasi

lainnya yang digunakan adalah brosur dalam kemasan obat dan pengalaman yang

didapat dari orang lain tentang suatu penyakit dan penanganannya khususnya

untuk pemberian saran non-farmakologi.

Dari hasil penelitian, 3 orang apoteker tersebut dalam memberikan pelayanan

kefarmasian menggunakan sumber informasi komersial maupun non-komersial.

Sumber berbeda yang diacu oleh tiap apoteker menunjukkan bahwa informasi

mengenai suatu obat dapat diperoleh dari sumber yang bermacam-macam dan

tenaga farmasi yang bekerja di apotek telah berusaha memberikan informasi

selengkap mungkin.

3. Teknik pemberian informasi obat oleh apoteker

Teknik Pemberian informasi obat berupa pemberian informasi obat yang

bersifat aktif atau pasif. Pemberian informasi dikatakan bersifat aktif apabila

dalam memberikan informasi obat, apoteker tidak menunggu pertanyaan

melainkan secara aktif memberikan informasi obat. Untuk melengkapi pemberian

informasi dapat dilakukan dengan pemberian brosur, leaflet, buletin kesehatan.

Pemberian informasi yang bersifat pasif merupakan pemberian informasi obat

yang dilakukan oleh apoteker yang merupakan jawaban atas pertanyaan yang

diterima (Ikasari, 2008).

Page 82: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

64

Pada pemberian informasi obat tetes mata, pengunjung apotek yang datang

untuk membeli atau menebus resep obat tetes mata rata-rata sudah mengetahui

penggunaan obat tetes mata secara umum sehingga mereka mereka merasa tidak

perlu terlalu aktif untuk meminta dijelaskan mengenai informasi penggunaannya.

Dari hasil wawancara terhadap apoteker, dalam melakukan pelayanan

informasi obat mereka lebih banyak menjelaskan kepada pasien, sehingga

apoteker lebih berperan aktif dalam memberikan pelayanan kepada pasien namun

saat pemberian informasi obat, tidak dibantu dengan adanya leaflet. Mereka hanya

menjelaskan terkait aturan penggunaannya saja yang terdapat di etiketnya. Dilihat

dari pasiennya, mereka juga tidak banyak bertanya lebih jauh terkait obat yang

akan mereka dapatkan, dalam hal ini pasien lebih bersifat pasif. Menurut

Handayani dan Satibi (2004), sikap pasien dikatakan tidak kooperatif dapat

ditunjukkan dengan pasien belum menyadari akan hak-haknya sebagai konsumen

tentang kelengkapan informasi terkait produk obat yang diterimanya.

Berdasarkan hasil pengamatan peneliti saat penelitian berlangsung di loket

IRJ, pasien juga lebih pasif ketika diberikan informasi tentang obat tetes mata. Hal

ini ditunjukkan pada waktu penyerahan obat tetes mata oleh apoteker , pasien

hanya menerima begitu saja informasi yang diberikan oleh apoteker. Pasien tidak

menanyakan lebih jauh lagi mengenai apa yang belum mereka ketahui seperti cara

penetesannya secara tepat, rasa pahit di tenggorokan ketika penetesan obat tetes

mata, dan terkait efek samping yang ditimbulkan. Dalam memberikan informasi,

apoteker juga tidak menggunakan leaflet sebagai alat bantu untuk memberikan

informasi terkait cara penetesan obat tetes mata secara tepat kepada pasien. Sikap

Page 83: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

65

pasien yang tidak kooperatif ini membuat pengetahuan terkait penggunaan obat

tetes mata menjadi kurang. Untuk mengatasi hal tersebut akan lebih baik jika ada

keseimbangan yang ditunjukkan dengan adanya interaksi yang baik antara pasien

dan apoteker.

Sikap pasien yang cenderung pasif memang sulit untuk diatasi, namun hal ini

dapat dilakukan dengan pemberian leaflet pada saat penyerahan obat tetes mata

yang berisi informasi cara penetesan yang tepat, akibat penggunaan jangka

panjang, dan pemilihannya yang disesuaikan dengan kondisi penyakit, untuk

melengkapi informasi yang tidak sempat diberikan pada saat penyerahan obat.

4. Kendala yang terjadi dalam pemberian informasi obat

Masing-masing apoteker memiliki kendala tersendiri dalam memberikan

informasi obat kepada pasien. Kendala-kendala yang dihadapi antara lain adalah

kendala bahasa, waktu, dan kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi

yang diberikan oleh apoteker.

Kendala bahasa terutama dihadapi oleh salah satu apoteker yang berasal dari

daerah Jawa Barat karena pengunjung apotek yang datang ke RSUP Dr. Sardjito

kebanyakan adalah orang jawa dan mereka kebanyakan berusia lanjut sehingga

seringkali membuat apoteker kesulitan memberikan informasi dalam bahasa

Indonesia.

Kendala waktu dan kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi

menjadi kendala yang dirasakan oleh seluruh apoteker dalam menyerahkan obat.

Hal ini sesuai dengan penelitian Handayani dan Satibi (2004), yang menyebutkan

kendala terbesar yang dihadapi apoteker dalam memberikan informasi obat

Page 84: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

66

kepada pasien adalah waktu. Pengunjung apotek yang datang untuk menebus

resep kebanyakan tidak mempunyai banyak waktu, tidak sabar, dan inginnya

cepat-cepat selesai terutama untuk pasien yang sudah menunggu obat terlalu lama.

Hal tersebut yang membuat pelayanan yang diberikan oleh petugas apotek dan

apoteker menjadi lebih cepat.

Pada saat pemberian informasi oleh apoteker, durasi pemberian informasinya

pun lebih singkat dan informasi yang diberikan juga cenderung sedikit. Dari hasil

wawancara, cara apoteker untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah menulis

informasi obat dengan lengkap pada etiketnya.

C. Penggunaan Obat Tetes Mata Oleh Responden Apotek KF RSUP Dr. Sardjito Berdasarkan Hasil Kuesioner dan Wawancara

Untuk mengetahui penggunaan obat tetes mata oleh responden, maka perlu

melihat beberapa karakteristik responden terlebih dahulu. Karakteristik responden

merupakan kondisi dalam diri responden yang mungkin mempengaruhi

penggunaan suatu sediaan obat dalam hal ini adalah penggunaan obat tetes mata.

Pada penelitian ini, karakteristik responden yang akan dikaji adalah usia, jenis

kelamin, tingkat pendidikan akhir responden, jenis pekerjaan responden, serta

frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden. Selain itu, sebelum

dilakukan pengisian kuesioner dan wawancara, pertanyaan kepada responden juga

dikaji dari segi penggunaan obat tetes mata, sudah berapa kali membeli obat di

loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, serta pernah tidaknya responden

berkonsultasi obat dengan apoteker di apotek.

Page 85: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

67

1. Usia responden

Usia merupakan salah satu kriteria inklusi. Usia yang dijadikan kriteria inklusi

yaitu responden yang berusia minimal 17 tahun pada saat mengikuti penelitian. Di

Indonesia, usia 17 tahun merupakan batasan umur dewasa. Peneliti mengambil

batasan usia dewasa untuk usia reponden karena pada usia tersebut responden

sudah dapat memahami dan mengerti penggunaan obat tetes mata secara tepat,

sehingga dapat memberikan informasi dengan jelas terkait penggunaan obat tetes

mata melalui kuesioner dan wawancara yang diberikan.

Pembagian umur responden dilakukan dengan pengelompokan menggunakan

distribusi frekuensi dengan rumus Strurgess agar didapat suatu interval kelas,

kemudian batas bawah kelas pertama ditetapkan sebagai batasan usia minimal.

Perhitungan frekuensi untuk mengetahui jumlah responden dihitung

menggunakan turus secara manual.

Tabel VIII. Persentase Usia Responden yang Menggunakan Obat Tetes Mata

Kelompok Umur Jumlah

Responden %

Responden

17 – 23 tahun 22 20,0

24 – 30 tahun 31 28,2

31 – 37 tahun 19 17,3

38 – 44 tahun 13 11,8

45 – 51 tahun 15 13,6

52 – 58 tahun 7 6,4

59 – 65 tahun 2 1,8

66 – 72 tahun 1 0,9

Berdasarkan hasil kuesioner yang didapat, usia responden yang termuda

adalah 17 tahun dan usia yang tertua adalah 70 tahun dengan interval kelas yang

Page 86: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

68

didapatkan adalah 7. Kajian obat tetes mata yang ditanyakan kepada responden

saat penelitian adalah obat tetes mata apapun yang sebelumnya pernah digunakan

oleh responden baik resep maupun nonresep. Persentase penggunaan obat tetes

mata yang besar pada rentang usia 17-23 tahun dan 24-30 tahun mungkin

disebabkan karena aktivitas yang cenderung tinggi pada usia tersebut seperti

pendidikan dan pekerjaan yang mengharuskan mata bekerja lebih maksimal.

Mobilitas di luar ruangan yang cenderung tinggi pada usia tersebut juga

memungkinkan terjadinya gangguan mata seperti kelilipan yang menyebabkan

rasa pedih, gatal, dan merah di mata.

2. Jenis kelamin

Gambar 17. Rata-rata jumlah responden berdasarkan jenis kelamin

Responden yang masuk kriteria inklusi penelitian ini digolongkan berdasarkan

jenis kelamin yang terdiri dari pria dan wanita. Berbagai macam alasan

menggunakan obat tetes mata diantaranya adalah mata terasa perih, berair, pegal,

merah, gatal, dan mata terasa mudah lelah. Asyari (2007), mengemukakan bahwa

suatu kelompok gejala dimana mata terasa tidak nyaman, seperti iritasi, perih,

berair, seperti terasa lengket, gatal, pegal, merah, cepat merasa mengantuk, dan

cepat lelah merupakan suatu sindroma mata kering (dry eye syndrome). Sindroma

49,150,9

Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Pria

Wanita

Page 87: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

69

mata kering sangat sering dijumpai, mengenai 10-30% penduduk, serta tidak

pandang ras, gender, maupun umur.

3. Tingkat pendidikan akhir responden

Responden yang ikut serta dalam penelitian ini berasal dari tingkat pendidikan

akhir yang berbeda-beda. Pendidikan berpengaruh pada pola pikir seseorang

untuk menghadapi masalah yang ada di sekitarnya, dalam hal ini masalah

kesehatan (Azwar, 1999).

Gambar 18. Rata-rata jumlah responden berdasarkan tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan akhir responden dalam penelitian ini, tidak digunakan

untuk melihat hubungannya dengan cakupan informasi yang diberikan karena

penelitian ini bersifat deskritif (hanya untuk menggambarkan penggunaan obat

tetes mata secara umum oleh responden).

Tingkat pendidikan akhir responden yang disajikan pada gambar 18 di atas,

digunakan untuk melihat keseluruhan tingkat pendidikan yang dimiliki oleh

responden. Cakupan informasi yang diberikan responden berbeda-beda sesuai

dengan apa yang mereka tahu dan mereka lakukan, serta kelengkapan

informasinya pun tidak tergantung pada tingkat pendidikan akhir yang dimiliki.

1,8% 3,6% 8,0%

32,7%

9,1%9,1%

35,5%

Tidak Sekolah

SD

SLTP

SLTA

SMK

Diploma

Page 88: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

70

4. Jenis pekerjaan responden

Responden yang pernah menggunakan obat tetes mata memiliki pekerjaan

yang berbeda-beda. Kebutuhan akan penggunaan obat tetes mata juga berbeda-

beda sesuai dengan pekerjaannya.

Tabel IX. Persentase pekerjaan responden

Jenis Pekerjaan Jml Responden

(%) Responden

Tidak Bekerja 21 19,1

PNS 11 10,0

Wiraswasta 26 23,6

Pelajar/Mahasiswa 27 24,6

Pengajar 7 6,4

Tani 3 2,7

Karyawan Swasta 15 13,6

Pekerjaan responden merupakan karakteristik yang perlu untuk diketahui

karena mencakup kebutuhan akan penggunaan obat tetes mata yang terkait dengan

rutinitasnya sehari-hari. Dari hasil wawancara, terdapat beberapa alasan

penggunaan obat tetes mata antara lain ada yang mengatakan karena bekerja

terlalu lama di depan komputer sehingga mata terasa lelah, tegang, terkena debu

saat bepergian menggunakan kendaraan bermotor sehingga menyebabkan mata

merah dan terasa gatal, belekan karena tertular temannya, mata tiba-tiba terasa

gatal, dan mata terasa pedas.

Penggunaan obat tetes mata yang mereka lakukan, merupakan suatu upaya

pengobatan sendiri untuk menghilangkan gangguan pada mata. Banyak bekerja di

depan komputer dapat menyebabkan mata terasa lelah karena membaca huruf di

depan layar komputer berbeda dengan membaca huruf di kertas biasa. Pada layar

Page 89: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

71

komputer, huruf tersusun atas titik-titik atau pixels sehingga untuk melihat huruf

pada layar mata harus berakomodasi yang secara terus-menerus dapat

menyebabkan eyestrain atau ketegangan mata (Naomi Jayalaksana, 2010).

Terdapat responden yang cenderung menggunakan obat tetes mata setiap hari

karena pekerjaannya. Responden yang cenderung menggunakan obat tetes mata

setiap hari adalah responden dengan pekerjaan konstruksi baja yang termasuk ke

dalam karyawan swasta. Saat diwawancarai, responden dengan pekerjaan

konstruksi baja mengaku hampir setiap hari menggunakan obat tetes mata karena

sering merasa iritasi mata akibat harus terpapar oleh sinar radiasi yang berasal dari

alat-alat las baja, sehingga responden tersebut dapat menghabiskan obat tetes

matanya dalam waktu kurang dari 1 minggu. Sewaktu ditanya mengenai

kekhawatirannya menggunakan obat tetes mata setiap hari, responden tersebut

mengaku tidak merasa takut akan efek samping yang ditimbulkan karena selama

ini matanya terasa baik-baik saja.

5. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden

Frekuensi penggunaan obat tetes mata merupakan karakteristik yang perlu

diketahui karena digunakan untuk melihat penggunaan obat tetes mata secara

umum.

Gambar 19. Frekuensi penggunaan obat tetes mata oleh responden

3,6%

96,4%

Baru pertama kali

Sudah berulang kali

Page 90: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

72

Berdasarkan hasil yang diperoleh, sebagian besar responden sudah berulang

kali menggunakan obat tetes mata. Hal ini menunjukkan obat tetes mata sudah

umum digunakan di masyarakat. Dari hasil wawancara, responden mengaku

bahwa obat tetes mata mudah diperoleh baik di apotek, toko obat, mini market,

maupun di warung-warung dekat lingkungan tempat tinggal mereka, serta

penggunaannya juga mudah.

6. Responden yang membeli obat di loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Gambar 20. Persentase responden yang pernah membeli obat di loket apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Berdasarkan hasil wawancara, responden yang sudah berulang kali membeli

obat di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito merupakan pasien rawat jalan atau yang

membeli obat untuk keluarganya yang dirawat secara intensif di RSUP Dr.

Sardjito.

Beberapa dari mereka juga ada yang mengatakan bahwa mereka merupakan

pelanggan tetap karena pelayanan yang baik saat membeli obat di Apotek KF

RSUP Dr. Sardjito, adanya pelayanan informasi obat, dan ketersediaan

kelengkapan obatnya. Pada wawancara terhadap responden loket IRJ yang

ketersediaan obat tetesnya lebih banyak dari loket yang lain, berpendapat bahwa

pelayanan akan obat tetes di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito adalah baik, jika obat

51%49%

Pertama kali

Sering

Page 91: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

73

yang mereka cari tidak ada di loket IRJ, petugas berusaha mengambilkan di loket

lain. Hal tersebut yang membuat pengunjung apotek merasa dilayani dengan baik

selain itu petugas apoteknya juga ramah.

7. Responden yang pernah berkonsultasi obat dengan Apoteker di Loket Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Data ini dapat memberi gambaran mengenai peran apoteker dalam melakukan

pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) yang merupakan suatu bentuk

pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan

kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Hartini dan Sulasmono,

2007).

Gambar 21. Persentase responden yang pernah melakukan konsultasi obat

Hasil wawancara dengan apoteker di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito,

mereka mengatakan bahwa Apotek KF bekerja sama dengan Rumah Sakit Dr.

Sardjito dalam memberikan pelayanan kefarmasian kepada masyarakat namun

pada setiap loket memang tidak disediakan tempat khusus untuk melakukan

konsultasi obat. Pemberian informasi obat hanya sebatas pada saat penyerahan

obat baik obat resep maupun nonresep. Kondisi pasien yang cenderung banyak

yang terburu-buru, mengharuskan seluruh petugas apotek maupun apoteker untuk

bekerja secara cepat, benar, dan tepat.

20%

80%

Presentase Konsultasi Obat

Pernah Tidak Pernah

Page 92: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

74

Hasil wawancara pada 20% responden yang pernah berkonsultasi obat,

mereka mengaku pernah berkonsultasi saat mereka menerima obat. Konsultasi

yang dilakukan yaitu mengenai obat yang akan diterima dan obat yang

sebelumnya pernah dipakai. Mereka juga mengatakan tidak mengetahui yang

mana apotekernya karena tidak memakai seragam khusus. Oleh karena itu supaya

apoteker dapat dikenali oleh pengunjung apotek, akan lebih baik bila ada seragam

khusus sehingga saat melakukan pelayanan apoteker mudah dikenali oleh

masyarakat.

8. Responden yang membeli obat tetes mata di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito

Dari 110 responden yang diikutsertakan dalam penelitian, hanya 32 (29,1%)

responden yang memang membeli obat tetes mata di loket IRJ Apotek KF RSUP

Dr. Sardjito saat penelitian berlangsung. Dari hasil wawancara kepada 32

responden tersebut, informasi yang diberikan oleh apoteker saat penyerahan obat

tetes mata kepada responden meliputi jumlah tetesan yang harus digunakan setiap

hari, bagian mata yang harus ditetesi, dan frekuensi penetesan. Cara penyimpanan,

kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan cara/teknik penggunaannya secara

tepat tidak diinformasikan. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara apoteker

yang menyatakan bahwa mereka tidak pernah menginformasikan sampai ke cara

penyimpanan, kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan teknik

penggunaannya.

Hasil wawancara menunjukkan sebesar 56,3% responden meneteskan obat

tetes mata tepat pada bola mata, hal tersebut dilakukan karena mereka tidak tahu

cara penetesannya yang tepat sedangkan 18,8% responden meneteskan pada

Page 93: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

75

kelopak mata bagian bawah dan sisanya 24,9% meneteskan pada bagian ujung

mata. Mereka menyatakan bahwa tidak pernah diinformasikan terkait cara

penetesan yang tepat saat membeli obat tetes mata baik di apotek, toko obat,

maupun warung sehingga 56,3% responden tersebut menjawab kesulitan saat

menggunakan obat tetes mata adalah banyaknya tetesan yang terbuang. Hal

tersebut membuat mereka meneteskan obat tetes mata berkali-kali.

Informasi yang kurang lengkap tersebut juga tidak membuat responden

bertanya lebih jauh tentang informasi yang belum mereka ketahui seperti adanya

rasa pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat tetes mata. Dari hasil

wawancara terhadap responden, mereka merasa bahwa informasi yang diberikan

oleh petugas apotek sudah cukup lengkap, namun 37,5% responden menyatakan

lebih suka bertanya langsung kepada dokter mengenai informasi dalam

penggunaan obat tetes mata. Berdasarkan hal tersebut, farmasis seharusnya

memiliki peranan penting dalam memberikan informasi kepada pasien tentang

kegunaan dan cara penggunaan obat mata, hal ini untuk menjamin bahwa sediaan

tersebut ditangani dan disimpan menurut aturan yang seharusnya (Agoes, 2009).

Kegunaan obat tetes mata perlu disampaikan karena menyangkut

indikasinya yang berbeda-beda untuk tiap penyakit. Efek samping yang

ditimbulkan jika salah penggunaannya juga berbeda-beda. Mengenai cara

penggunaannya, yang diketahui masyarakat adalah penetesan obat tetes mata pada

bola mata sehingga kesulitan penggunaannya secara umum adalah banyaknya

tetesan yang hilang karena banyak tetesan yang keluar saat diteteskan pada bola

mata. Hal ini dapat menyebabkan pengobatan menjadi kurang efektif.

Page 94: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

76

9. Aspek pengetahuan

Tabel X. Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

No

Aspek Pengetahuan

Pernyataan Kuesioner

jawaban Benar (%)

jawaban Salah (%)

1* Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. 56,4 43,6

2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit.

99,1 0,9

3 Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.

91,8 8,2

4 Setelah meneteskan obat tetes mata harus didiamkan beberapa menit

81,8 18,2

5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus 89,1 10,9

6* Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.

93,6 6,4

7 Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama

8,2 91,8

8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki

95,5 4,5

9 Cara meneteskan obat tetes mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah

39,1 60,9

10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat tetes

99,1 0,9

Keterangan: * = Pernyataan unfavourable

Pengetahuan atau kognitif merupakan suatu domain yang sangat penting

untuk membentuk suatu tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2002). Pernyataan-

pernyataan yang terdapat dalam aspek pengetahuan berisi pengetahuan

responden terhadap penggunaan obat tetes mata secara umum. Berdasarkan

Page 95: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

77

kuesioner dan wawancara yang diberikan kepada responden, didapatkan hasil

yang dapat dilihat pada tabel X. Persentase jawaban benar dan salah yang

ditampilkan pada tabel X diatas, merupakan persentase jawaban yang

sebagaimana mestinya dijawab oleh responden sesuai dengan kunci jawaban

kuesioner.

Pada pernyataan no 1, semua jenis obat memang tidak semuanya harus

digunakan sampai habis. Pernyataan tersebut dimasukkan kedalam pernyataan

unfavourable untuk mengetahui sejauh mana pengetahuan responden tentang

penggunaan obat. Secara umum, masyarakat mengetahui bahwa obat yang harus

digunakan sampai habis biasanya merupakan obat-obat antibiotik. Antibiotik

merupakan zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba terutama fungi, yang dapat

menghambat atau membasmi mikroba jenis lain (Setiabudy, 1995).

Saat dilakukan wawancara terhadap 85 responden, terdapat berbagai macam

pendapat yang menyertai kedua pernyataan tersebut. Dari 62 responden (56,4%)

yang menjawab benar pada pernyataan nomor 1, mereka menyatakan bahwa

semua obat tidak harus digunakan sampai habis. Bila sudah sembuh obat tidak

perlu dihabiskan, kecuali kalau obat tersebut merupakan antibiotik.

Keberhasilan terapi antibiotik sangat ditentukan oleh kepatuhan pasien pada

terapi (Wattimena, Sugiarso, Widianto, Sukandar, Soemardji, Setiadi., 1991).

Responden yang menjawab salah ada 48 orang. Responden tersebut

menganggap semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Sebagian dari

mereka ada yang mengatakan bahwa sistem imun tubuh seseorang berbeda-beda,

sehingga supaya cepat sembuh obat harus digunakan sampai habis. Ada juga

Page 96: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

78

yang menyayangkan jika membuang obat yang belum habis, sehingga dipakai

sampai habis walaupun penyakitnya sudah sembuh.

Saat menanyakan pertanyaan nomor 1, peneliti juga menanyakan tentang

penggunaan terhadap obat tetes mata. Dari 85 responden yang diwawancarai, 65

responden (76,5%) mengatakan bahwa mereka tidak pernah menggunakan obat

tetes mata sampai habis. Mereka menghentikan penggunaan obat tetes mata

tersebut jika keluhan yang dirasakan sudah membaik. Dilakukan pengecualian

bila responden tersebut menggunakan obat tetes mata dengan resep dokter.

Responden yang menggunakan obat tetes mata dengan resep dokter selalu

mengikuti petunjuk dokter dalam menggunakan dan menghentikan penggunaan

obat tetes mata. Hasil jawaban pada pernyataan nomor 1 persentase antara

jawaban benar dan salah tidak berselisih banyak, namun dapat dikatakan

pengetahuan responden pada pernyataan nomor 1 termasuk kategori sedang.

Diperlukan adanya tambahan informasi mengenai lama penggunaan obat

terutama terkait dengan obat yang dapat dihentikan ketika gejala dari suatu

penyakit tersebut sudah hilang.

Terkait permasalahan penyimpanan obat pada pernyataan nomor 3,

berdasarkan hasil kuesioner jawaban yang diberikan adalah 91,8% responden

lebih suka menyimpan obat tetes mata di suhu kamar, tempat yang kering, dan

terlindung cahaya. Berdasarkan hasil wawancara, responden tersebut rata-rata

menyimpan obat tetes mata di kotak obat khusus, di dalam tas, lemari obat yang

tertutup dan terlindung cahaya supaya kandungan obat tetap terjaga. Persentase

responden yang tidak menyimpan obat tetes mata di suhu kamar, tempat yang

Page 97: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

79

kering, dan terlindung cahaya adalah 8,2% atau 9 responden. Ketika

diwawancarai, responden tersebut lebih suka menyimpan obat tetes mata di

lemari es. Alasan yang diberikan kepada peneliti adalah supaya saat digunakan,

obat tetes mata terasa lebih segar.

Saat dikonfirmasi mengenai informasi obat yang diberikan oleh petugas

apotek atau apoteker ketika membeli obat tetes mata adalah mereka mengaku

tidak pernah diberi informasi cara penyimpanan obat tetes mata saat membeli di

apotek, bahkan ada pula yang mengatakan membeli obat tetes mata di warung-

warung dekat rumah sehingga tidak diberikan informasi obat sama sekali. Hal

ini juga diperkuat oleh keterangan yang diberikan oleh apoteker saat dilakukan

wawancara yang menyatakan tidak pernah memberi informasi terkait cara

penyimpanannya.

Secara teori, cahaya, udara dan suhu lambat laun akan membuat obat terurai

secara kimiawi, sehingga khasiat obat akan berkurang (Tan dan Raharja, 2010).

Menurut Farmakope Indonesia IV, suhu kamar berkisar antara 15º-30ºCelcius,

sedangkan suhu dingin adalah 2º-8ºCelcius. Oleh karena itu, dalam menyimpan

obat harus memperhatikan suhu, udara, dan paparan cahaya. Jadi, pengetahuan

responden pada pernyataaan nomor 3 adalah baik.

Pada pernyataan nomor 4, yaitu setelah meneteskan obat tetes mata harus

didiamkan beberapa menit, ada beberapa responden yang tidak memahami

maksud dari kata ‘mendiamkan’ sehinga peneliti menjelaskan maksud dari kata

tersebut. Kata ‘mendiamkan’ yang terdapat pada pernyataan tersebut maksudnya

adalah memejamkan mata sebentar. Terdapat 90 responden dengan persentase

Page 98: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

80

81,8% yang menjawab harus didiamkan beberapa menit terlebih dahulu sekitar

1-2 menit. Pendiaman tersebut bertujuan supaya obat tetes mata yang diteteskan

mudah menyebar keseluruh bagian mata dan menambah efektivitas obat. Jadi,

pengetahuan responden pada pernyataaan nomor 4 adalah baik.

Pada pernyataan nomor 8, 105 responden menjawab pembacaan brosur

dapat mengurangi risiko yang tidak dikehendaki. Saat dilakukan wawancara,

mereka menyatakan bahwa brosur yang ada pada kemasan obat sangat

membantu mereka dalam mendapatkan informasi obat, terutama saat mereka

lupa bagaimana penggunaan obat tersebut dan mengenai informasi efek samping

yang jarang dijelaskan saat pemberian informasi obat. Jadi, pengetahuan

responden pada pernyataaan nomor 8 adalah baik.

Pengetahuan responden terhadap pernyataan favourable kurang pada

pernyataan nomor 7 dan nomor 9. Pada pernyataan nomor 7, sebanyak 91,8%

responden masih belum mengetahui bahwa ada beberapa jenis obat tetes mata

yang juga dapat digunakan untuk tetes telinga jika mempunyai kegunaan yang

sama. Obat tetes mata yang juga dapat digunakan untuk obat tetes telinga, yang

tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito, yaitu 2 obat golongan antiseptik mata

dengan kortikosteroid (Blecidex® dan Sofradex®) serta 1 golongan antiinfeksi

dan antiseptik mata (Sagestam®).

Sebagian besar responden yang diwawancarai mengaku tidak berani

menggunakan obat tetes mata untuk tetes telinga karena masing-masing

mempunyai fungsi yang berbeda-beda, dan mereka semuanya belum pernah

menggunakan/diresepkan obat tetes mata yang juga dapat digunakan untuk tetes

Page 99: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

81

telinga. Terdapat 9 responden yang mengatakan pernyataan tersebut adalah

benar, namun ketika diwawancarai mereka mengaku belum pernah

menggunakan obat tetes mata untuk tetes telinga.

Pada pernyataan nomor 9, ada 43 responden mengetahui penetesan obat

tetes mata adalah pada kelopak mata bagian bawah. Penetesan obat tetes mata

yang tepat adalah pada kelopak mata bagian bawah karena kelopak mata bagian

bawah lebih membentuk kantung mata daripada kelopak mata bagian atas,

sehingga saat diteteskan obat lebih mudah masuk, dan jika obat tetes mata

tersebut banyak terbuang oleh air mata, masih ada sedikit obat yang tertinggal

pada kelopak mata bagian bawah. Untuk lebih meningkatkan pengetahuan

masyarakat terkait teknik penetesan obat tetes mata secara tepat, dengan adanya

leaflet dan dilakukan penjelasan terkait informasi yang terdapat dalam leaflet

tersebut pada saat penyerahan obat tetes mata di apotek, diharapkan dapat

membantu menghapus persepsi masyarakat yang salah tentang penetesan obat

tetes mata pada bola mata dan ujung mata.

Secara keseluruhan, pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes

mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 22. Pengetahuan responden terhadap penggunaan obat tetes mata

75,4%

24,6%

Aspek Pengetahuan

Benar

Salah

Page 100: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

82

10. Aspek sikap

Tabel XI. Sikap Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

No

Aspek Sikap

Pernyataan Kuesioner

jawaban Benar (%)

jawaban Salah (%)

11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk penggunaan

97,3 2,7

12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas

mengenai cara penggunaan obat.

93,6 6,36

13 Saya lebih memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.

69,1 30,9

14* Saya yakin penetesan obat tetes mata di bagian ujung mata adalah tepat

63,6 36,4

15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus

memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa.

89,1

10,9

16* Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya boleh mengenai bagian

mata yang akan diobati

89,1

10,9

17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.

80,0 20,0

18 Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan mengurangi resiko yang

tidak dikehendaki.

100,0 0,0

19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang benar akan mempengaruhi

kesembuhan saya.

99,1 0,9

20* Saya merasa semakin banyak meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat

sembuh

86,4 13,6

Page 101: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

83

Pada pernyataan favourable nomor 13, sikap responden termasuk kategori

sedang. Hanya 69,1% dari seluruh responden yang menyatakan lebih memilih

petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat, sisanya lebih

percaya pada dokter sebagai sumber informasi penggunaan obat. Berdasarkan

hasil wawancara, 85,8% responden mendefinisikan apoteker sebagai orang yang

paling mengetahui tentang obat. Pada kenyataannya 30,9% dari responden

keseluruhan lebih mempercayai dokter sebagai sumber informasi penggunaan

obat. Responden yang diwawancarai sebanyak 14,1% mengatakan bahwa jika di

apotek, apoteker hanya bertugas di dalam dan tidak pernah melayani obat secara

langsung.

Dalam memberikan pelayanan, seharusnya farmasis berinteraksi dengan

pasien secara individu maupun kelompok mengingat peran seorang farmasis

salah satunya adalah communicator yang merupakan kedudukan penting seorang

farmasis dalam hubungannya dengan pasien maupun profesi kesehatan yang

lainnya, sehingga seorang farmasis seharusnya memiliki kemampuan

berkomunikasi yang cukup baik (Hartini dan Sulasmono, 2007). Kurangnya

keterlibatan apoteker dalam pelayanan kefarmasian, membuat citra dan peran

seorang apoteker di mata masyarakat menjadi kurang dikenal, sehingga mereka

cenderung lebih percaya kepada dokter terkait pemberian informasi obat.

Pada pernyataan unfavourable nomor 14, sikap responden termasuk

kategori sedang. Terdapat 63,6% responden yang menjawab benar mengatakan

bahwa mereka terbiasa meneteskan obat tetes mata pada kelopak mata bagian

bawah, dan juga ada yang mengatakan terbiasa meneteskan obat tetes mata tepat

Page 102: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

84

pada bola mata. Persentase responden yang menyatakan lebih suka meneteskan

obat tetes mata pada ujung mata adalah 36,4%, tetapi beberapa dari mereka

mengatakan seringkali merasakan pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat

tetes mata pada ujung mata.

Rasa pahit di tenggorokan yang dirasakan setelah meneteskan obat tetes

mata, disebabkan karena masuknya tetesan ke dalam duktus nasolakrimalis.

Saluran duktus nasolakrimalis berhubungan dengan saluran di belakang hidung

yang bermuara ke gastrointestinal melalui tenggorokan, sehingga menyebabkan

rasa pahit di tenggorokan. Adanya rasa pahit di tenggorokan dan menuju ke

saluran gastrointestinal, menandakan terjadinya absorbsi obat tetes mata secara

sistemik (masuknya obat ke sistem peredaran darah).

Sikap responden pada pernyataan nomor 14, dipengaruhi oleh

pengetahuannya terkait teknik penetesan obat tetes mata secara tepat. Hal ini

sesuai dengan pernyataan pada aspek pengetahuan yang menunjukkan 60,9%

responden tidak mengetahui bahwa penetesan obat tetes mata yang tepat adalah

pada kelopak mata bagian bawah.

Pada pernyataan nomor 15, terdapat 89,1% yang memperhatikan warna,

bau, dan kejernihan obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa sehingga sikap

responden pada pernyataan nomor 15 adalah baik. Hal tersebut sesuai dengan

tingkat pengetahuan yang menunjukkan 93,6% responden yang mengetahui

pentingnya memperhatikan warna, bau, dan kejernihan obat tetes mata. Pada

kenyataannya dari hasil wawancara, sepengetahuan responden obat tetes mata

yang sudah dibuka kemasannya dapat disimpan lama sampai pada batas tanggal

Page 103: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

85

kadaluwarsa dan dapat digunakan lagi jika warna, bau, dan kejernihannya belum

berubah.

Secara teori, obat tetes mata harus dibuang sesuai dengan waktu yang

direkomendasikan, kecuali ada keterangan lain biasanya pembuangan obat tetes

mata adalah 4 minggu setelah pertama kali botol dibuka. Oleh karena itu,

sebaiknya mencatat tanggal waktu pertama kali membuka botol sehingga dapat

dengan mudah mengingat kapan tidak bisa digunakan lagi (Widayanti, 2007).

Kerusakan obat pada umumnya tidak dapat dilihat secara jelas dengan mata

telanjang. Bentuk dan baunya pun mungkin tidak berubah, tetapi kadar zat

aktifnya sudah banyak berkurang (Tan dan Raharja, 2010). Berdasarkan hal

tersebut, obat tetes mata yang kemasannya sudah dibuka lebih dari 4 minggu

memang sebaiknya tidak digunakan lagi karena selain konsentrasi obatnya

berubah, efektivitasnya menurun, serta kemungkinan kandungan yang terdapat

di dalamnya sudah rusak.

Pernyataan unfavourable selanjutnya adalah pernyataan nomor 16, pada

pernyataan tersebut 89,1% responden dalam penggunaan obat tetes mata, bagian

ujungnya tidak menyentuh bagian mata yang akan diobati. Sikap responden pada

pernyataan tersebut adalah baik. Bagian ujung yang dimaksud dari pernyataan

ini adalah bagian ujung alat penetes. Mereka mengetahui bahwa hal tersebut

akan membuat mata menjadi pedih dan membuat obat tetes mata menjadi tidak

steril lagi. Jika bagian ujung alat penetes menyentuh bagian mata maka bagian

ujungnya akan terkontaminasi kuman, sehingga saat obat tetes mata digunakan

Page 104: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

86

lagi kuman mudah masuk ke permukaan mata dan menyebabkan mudah

terjadinya infeksi (Hyas, 2004).

Pernyataan unfavourable yang terakhir pada aspek sikap adalah

pernyataan nomor 20. Persentase responden yang menjawab benar adalah

86,4%. Responden yang menjawab benar tersebut mengatakan bahwa mereka

selalu meneteskan obat tetes mata sesuai dengan aturan yang dianjurkan, jika

terlalu banyak dikhawatirkan akan memperburuk kondisi mata. Jadi sikap

responden pada pernyataan nomor 20 adalah baik.

Obat tetes mata juga dapat menimbulkan efek samping seperti obat oral

lainnya. Efek samping yang ditimbulkan obat tetes mata, dapat memperburuk

kondisi fisik mata (Hyas, 2004). Penggunaan obat tetes mata secara berlebihan

dapat menyebabkan kerusakan mata karena sebagian besar obat tetes mata

mengandung zat preservative atau pengawet yang dapat mengganggu sel-sel

pada permukaan mata yang berfungsi melindungi mata dari infeksi (Naomi

Jayalaksana, 2010). Sel-sel tersebut merupakan lapisan film air mata yang

fungsinya sebagai antibakteri melalui kerja lisozim, laktoferin, dan

immunoglobulin, terutama IgA sekretori (James, dkk., 2006). Kerusakan sel

tersebut dapat menyebabkan beragam bakteri atau kuman yang terdapat pada

permukaan kornea mata menjadi mudah masuk dan menyerang kornea mata,

sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada kornea mata (Naomi Jayalaksana,

2010).

Jadi, secara keseluruhan sikap responden terhadap penggunaan obat tetes

mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Page 105: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

87

Gambar 23. Sikap responden terhadap penggunaan obat tetes mata

11. Aspek tindakan

Tabel XII. Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

No

Aspek Tindakan

Pernyataan Kuesioner

jawaban Benar (%)

jawaban Salah (%)

21 Saya selalu mencuci tangan sebelum menggunakan obat tetes mata

67,3 32,7

22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes mata

93,6 6,4

23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes

99,1 0,9

24* Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan penggunaannya

94,5 5,5

25 Saya akan mendongakkan kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.

99,1 0,9

26* Saya tidak pernah memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat

tetes mata

98,2 1,8

27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi informasi obat

97,3 2,7

28 Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar, tempat yang kering, dan terlindung cahaya

91,8 8,2

29* Saya tidak akan melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes mata sebelum

menggunakannya kembali.

87,3 12,7

30* Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.

43,6 56,4

Tindakan merupakan perwujudan nyata dari suatu sikap (Notoatmodjo,

2007). Tindakan juga berhubungan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh

86,7%

13,3%

Aspek Sikap

Benar

salah

Page 106: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

88

seseorang. Berdasarkan hasil wawancara, ada pernyataan yang dijawab benar

oleh responden tetapi pada kenyataannya mereka jarang melakukan hal tersebut.

Pernyataan tersebut merupakan pernyataan nomor 21. Berdasarkan pernyataan

nomor 10 yang tertera pada aspek pengetahuan, mereka menganggap kebersihan

merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat tetes. Kenyataannya, pada

pernyataan aspek tindakan nomor 21 mereka hanya mencuci tangan bila mereka

yakin tangan mereka benar-benar kotor. Pada pernyataan tersebut, alasan mereka

jarang mencuci tangan saat menggunakan obat tetes mata adalah bagian larutan

obat tetes mata tersebut tidak langsung mengenai tangan.

Pada pernyataan favourable nomor 22, terdapat 93,6% responden akan

bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas penggunaan obat tetes mata.

Tindakan responden pada pernyataan tersebut adalah baik dan sesuai dengan

pernyataan nomor 12 dan 13 pada aspek sikap.

Pada pernyataan favourable nomor 24, terdapat 94,5% responden yang

selalu memperhatikan aturan penggunaan tetes mata. Tindakan responden

tersebut baik dan sesuai dengan pernyataan nomor 11 pada aspek sikap yang

menyatakan perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk penggunaan.

Mereka berpendapat bahwa penggunaan yang tepat dan sesuai dapat

menghindari risiko yang tidak dikehendaki.

Pada pernyataan favourable nomor 26, 27, dan 28, tindakan yang dilakukan

responden juga sudah baik dan sesuai dengan pernyataan pada aspek sikap dan

pengetahuaannya. Pada pernyataan nomor 26, responden mengaku selalu

memperhatikan tanggal kadaluwarsanya. Hal tersebut dibuktikan dengan selalu

Page 107: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

89

melihat tanggal kadaluwarsa sebelum menggunakan obat tetes mata kembali

sehingga pernyataan tersebut sesuai dengan aspek sikap nomor 15. Pada

pernyataan nomor 27, tindakan responden sudah sesuai dengan jawaban yang

diberikan pada aspek pengetahuan nomor 8. Pada pernyataan nomor 28,

tindakan responden sesuai dengan jawaban yang diberikan pada aspek

pengetahuan nomor 3.

Pada pernyataan unfavourable nomor 29, tindakan sebagian besar

responden adalah baik. Perlunya melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes

mata sebelum digunakan lagi adalah untuk melihat apakah obat tetes mata

tersebut masih aman untuk digunakan. Pernyataan tersebut dimasukkan ke

dalam pernyataan aspek tindakan karena secara umum obat tetes mata yang

banyak digunakan adalah obat tetes mata dengan kemasan botol, dan masyarakat

cenderung menyimpan obat tetes mata tersebut dalam waktu yang lama (>30

hari).

Penyimpanan obat tetes mata dalam waktu yang lama selain membuat

konsentrasinya berubah, kandungan di dalamnya rusak, dan kemungkinan

efektivitasnya juga menurun. Perubahan-perubahan tersebut juga dapat

menyebabkan obat tetes mata menjadi tidak steril lagi. Obat tetes mata yang

tidak steril membuat obat tetes mata tersebut mudah ditumbuhi oleh bermacam

mikroorganisme dan yang paling berbahaya adalah Pseudomonas aeroginosa

yang dapat menimbulkan hilangnya penglihatan dan infeksi (Agoes, 2009).

Pada pernyataan unfavourable nomor 30, berdasarkan data yang diperoleh

56,36% responden meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata. Saat

Page 108: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

90

dilakukan wawancara, ada berbagai macam alasan yang menyertai pernyataan

tersebut. Sebanyak 90,6% responden tidak tahu alasannya dan yang penting asal

mengenai mata, sedangkan 9,4% responden menjawab terasa lebih segar jika

langsung pada bola matanya dan juga karena terbiasa.

Dari tindakan responden tersebut, menunjukkan bahwa tidak banyak orang

yang tahu teknik/cara penetesan obat tetes mata secara tepat. Hal tersebut terlihat

dari tindakan nyata yang mereka lakukan tentang penggunaan obat tetes mata

yang juga dikaitkan dengan pengetahuannya. Selisih antara jawaban benar dan

salah pada pernyataan nomor 30 tidak terlalu jauh (jawaban benar 43,6% dan

jawaban salah 56,4%), namun responden yang menjawab salah sedikit lebih

banyak daripada yang menjawab benar. Jika melihat persentase jawaban

responden pada aspek pengetahuan, selisih jawaban benar dan salahnya lebih

besar (jawaban benar 39,1% dan salah 60,9%). Dari hasil tersebut dapat ditarik

kesimpulan bahwa responden masih belum mengetahui cara penetesan obat tetes

mata secara tepat. Cara penetesan obat tetes mata yang tidak tepat dapat

menimbulkan pengobatan menjadi tidak efektif karena dapat menyebabkan

banyaknya tetesan yang terbuang, sehingga dosis seharusnya yang diterima

pasien menjadi berkurang (Abelson, et al., 2006). Oleh karena itu, diperlukan

adanya tambahan informasi terkait penggunaan obat tetes mata melalui

penyuluhan maupun pemberian leaflet saat penyerahan obat tetes mata oleh

apoteker, sehingga dapat meminimalkan kesalahan penetesan yang dapat

menyebabkan pengobatan menjadi kurang efektif serta dapat membantu

meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai bahaya penggunaan obat tetes

Page 109: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

91

mata secara terus menerus dalam jangka panjang dan tidak sesuai dengan

kondisi penyakitnya. Hal tersebut merupakan sesuatu yang penting karena secara

umum, penggunaan obat tetes mata merupakan sesuatu yang dianggap mudah

oleh masyarakat, sehingga seringkali terabaikan padahal kesalahan yang terjadi

dapat membahayakan kesehatan mata. Oleh karena itu, sangat diperlukan peran

serta apoteker untuk terlibat dalam pemberian informasi terkait penggunaan obat

tetes mata yang tepat kepada masyarakat.

Berdasarkan wawancara, saat ditanya kesulitan dalam penggunaan obat

tetes mata, 72,9% responden menjawab sering banyak tetesan yang terbuang saat

meneteskan obat tetes mata sehingga mereka lebih suka dibantu dalam

menggunakan obat tetes mata. Kesulitan penetesan obat tetes mata disebabkan

karena adanya mechanism of drug removal / precorneal drainage yang

merupakan suatu proses eliminasi obat sebelum obat tersebut menembus kornea

oleh drainase air mata (Florence and Siepmann, 2009). Drainage air mata

merupakan suatu proses aktif dalam mengeluarkan air mata. Secara normal,

volume cairan normal pada cul-de-sac (daerah di sekitar kelopak mata bagian

bawah) dan precorneal (lapisan terluar kornea mata) adalah 7-10µL. Volume

maksimal air mata di kantong mata adalah 30µL (Florence and Siepmann,

2009).

Pada waktu dilakukan penetesan obat tetes mata, terjadi peningkatan

volume normal cairan pada cul-de-sac dan precorneal sehingga secara reflex

terjadi pengeluaran air mata (Florence and Siepmann, 2009) . Tetesan obat tetes

mata yang masuk ke mata dianggap sebagai benda asing, sehingga secara reflex

Page 110: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

92

terjadi pengeluaran air mata dan menyebabkan obat tetes mata terbuang bersama

aliran air mata.

Secara keseluruhan, tindakan responden dalam penggunaan obat tetes

mata adalah baik, hal tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 24. Tindakan responden terhadap penggunaan obat tetes mata

D. Rangkuman Pembahasan

Secara umum sebagian responden sudah berulang kali menggunakan obat

tetes mata. Obat tetes mata yang tersedia di Apotek KF RSUP Dr. Sardjito 77,0%

kemasannya botol dan sebagian besar (78,0%) merupakan golongan obat keras.

Berdasarkan farmakologinya, obat tetes mata yang terbanyak adalah golongan

antiseptik dan antiinfeksi mata.

Berdasarkan jawaban kuesioner, pernyataan yang terdapat pada aspek

pengetahuan berisi tentang apa saja yang responden ketahui mengenai

penggunaan obat yang diperoleh baik secara teori maupun secara empiris.

Berdasarkan data yang diperoleh untuk melihat pengetahuan responden akan

penggunaan obat secara umum, diketahui bahwa tidak semua responden

mengetahui tidak semua jenis obat harus digunakan sampai habis.

87,2%

12,8%

Aspek Tindakan

Benar

salah

Page 111: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

93

Terdapat 48 responden dengan persentase 43,6% yang tidak mengetahui

bahwa semua jenis obat tidak harus digunakan sampai habis. Responden yang

sudah mengetahui bahwa semua jenis obat tidak harus digunakan sampai habis

persentasenya adalah 56,4%. Mereka berpendapat bahwa ada obat-obat tertentu

yang memang harus digunakan sampai habis, dan ada yang tidak perlu dihabiskan

setelah kondisi kesehatan pasien membaik.

Sebagian besar responden dengan persentase 99,1% mengetahui bahwa cara

penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi kesembuhan penyakit dan

kebersihan merupakan hal yang penting dalam penggunaan obat. Berdasarkan

hasil kuesioner, dapat diketahui bahwa sebagian besar responden mengetahui

penggunaan obat tetes mata secara tepat.

Pernyataan yang menyangkut tentang penetesan obat tetes mata, 39,1%

responden mengetahui penetesan obat tetes mata yang tepat adalah pada kelopak

mata bagian bawah, dan sisanya 60,9% tidak mengetahui hal tersebut.

Ketidaktahuan responden penelitian terhadap cara penetesan obat tetes mata yang

tepat, membuat 56,4% responden meneteskan obat tetes mata tepat pada bola

mata dan 36,4% responden meneteskan obat tetes mata pada bagian ujung mata

bahkan ada juga yang tidak mengetahui penetesannya secara tepat, sehingga pada

saat diwawancarai mereka hanya mengatakan meneteskan yang penting masuk ke

mata.

Dari hasil wawancara apoteker, mereka juga mengatakan bahwa tidak pernah

menjelaskan sampai cara penetesannya. Mereka menganggap obat tetes mata

sudah umum digunakan dan cara penetesannya pun juga pasti sudah diketahui

Page 112: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

94

oleh masyarakat, sehingga saat pemberian informasi terkait penggunaan obat tetes

mata informasi cara penetesan tidak pernah diberitahukan. Pada kenyataannya,

36,4% responden yang meneteskan obat tetes mata di bagian ujung mata

terkadang merasakan rasa pahit di tenggorokan setelah meneteskan obat tetes

mata.

Informasi yang diberikan terkait penggunaan obat tetes mata oleh apoteker

antara lain jumlah tetesan per hari dan bagian mata yang harus diteteskan.

Informasi tersebut biasanya diberikan pada obat tetes mata yang diperoleh dengan

resep dokter, sedangkan untuk obat tetes mata golongan obat bebas informasi

penggunaannya tidak disampaikan.

Lama penyimpanan yang meliputi informasi mengenai kapan obat tetes mata

tidak boleh digunakan lagi setelah kemasannya dibuka. Informasi yang jarang

disampaikan membuat banyak responden yang tidak tahu akan teknik penetesan

obat tetes mata secara tepat serta lama penyimpanannya. Hal tersebut akan

berpengaruh pada sikap dan tindakan mereka dalam penggunaan obat tetes mata.

Terdapat 89,1% responden memperhatikan warna, bau, dan kejernihan obat tetes

mata meskipun belum kadaluwarsa, tetapi sebagian besar dari mereka menyimpan

obat tetes mata dalam waktu yang lama setelah kemasannya dibuka.

Pada pemberian informasi obat, banyak responden yang mempercayakan

kepada dokter sebagai sumber informasi obat. Berdasarkan hal tersebut, dapat

diketahui bahwa citra dan peran apoteker dalam memberikan pelayanan

kefarmasian kurang dikenal di masyarakat. Responden yang diwawancarai

mengaku masih belum dapat membedakan antara apoteker dengan petugas apotek

Page 113: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

95

yang lain. Saat pemberian informasi obat, mereka juga tidak peduli siapa yang

memberikan informasi obat tersebut. Jadi, secara keseluruhan terlihat bahwa peran

apoteker dalam pelayanan kefarmasian masih belum dapat dirasakan oleh

masyarakat.

Dengan demikian, sangat diperlukan peran apoteker dalam memberikan

informasi dalam penggunaan obat. Jika selama ini apoteker yang dikenal di

masyarakat biasanya hanya bekerja di dalam sebagai peracik obat sehingga

perannya menjadi kurang dikenal, maka saatnya memainkan peran apoteker

sebagai communicator. Dalam perannya sebagai communicator, farmasis

diharapkan lebih mampu berinteraksi dengan pasien maupun tenaga kesehatan

lainnya.

Page 114: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

96

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan terhadap Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat

Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Yogyakarta Periode Juni – Juli 2010 adalah:

1. Obat tetes mata di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito 77%

kemasannya botol. Golongan obat tetes mata terbanyak adalah obat keras

dengan persentase 78%. Berdasarkan farmakologinya obat tetes mata yang

banyak tersedia adalah golongan antiseptik dan antiinfeksi mata dengan

persentase 28,4%.

2. Informasi yang diberikan apoteker terkait penggunaan obat secara umum

mencakup macam obat yang diterima, aturan pemakaiannya, indikasi masing-

masing obat tidak disebutkan. Pemberian informasi untuk obat tetes mata

meliputi pemakaiannya per hari, jumlah tetesan, dan jika penggunaannya

diharuskan sesering mungkin, apoteker juga menginformasikan tiap berapa

jam harus diteteskan pada mata yang akan diobati dan kapan obat tetes mata

harus dibuang setelah digunakan jika kemasannya botol.

3. Penggunaan obat tetes mata oleh responden berdasarkan pemberian kuesioner

yang dilihat dari aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan adalah baik.

Jawaban benar yang diperoleh antara lain pada aspek pengetahuan 75,4%

Page 115: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

97

responden, pada aspek sikap 86,7% responden dan pada aspek tindakan

87,2% responden.

B. Saran

Dari hasil penelitian ini, hal yang dapat disarankan adalah:

1. Perlunya peningkatan di bidang pengetahuan terkait penggunaan obat tetes

mata, yang dapat dilakukan dengan penyuluhan maupun pemberian leaflet

saat penyerahan dan pemberian informasi obat.

2. Penyerahan obat di masing-masing loket Apotek Kimia Farma RSUP Dr.

Sardjito dilakukan oleh apoteker sehingga apoteker dapat lebih dikenal

oleh masyarakat.

3. Jika akan dilakukan penelitian lanjutan, dilakukan uji statistik pada data

penelitian untuk melihat perbandingan antara informasi yang diberikan

oleh responden yang memang membeli obat tetes mata dengan yang hanya

mengingat-ingat saja, sehingga dapat dilihat perbedaan kelengkapan

informasinya.

4. Jika dilakukan penelitian lanjutan, juga dapat dikembangkan menjadi

penelitian eksperimental dengan melihat hubungan antara pengetahuan,

sikap, dan tindakan terhadap cara penggunaan obat tetes mata.

Page 116: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

98

DAFTAR PUSTAKA

Abelson, M.B., Tarkildsen,G., and Fink, K., 2006, Taking Steps Toward Better

Compliance, Review of Ophthalmology, 13.2, http://www.revophth.com/index.asp?page=1_870.htm, diakses tanggal 20 Agustus 2010.

Agoes, G., 2009, Sediaan Farmasi Steril (SFI-4), Penerbit ITB, Bandung, pp. 252

– 261. Asyari, F., 2007, Dry Eye Syndrome (Sindroma Mata Kering), Jurnal Kedokteran

dan Farmasi, Vol.20, No.4, 162-166. Azwar, S., 1995, Sikap Manusia, Teori Dan Pengukurannya, Edisi 2, Pustaka

Pelajar, Yogyakarta, pp. 1. Azwar.,S.,1999, Metode Penelitian, Pustaka pelajar,Yogyakarta. Bennet, E,S., Fiscella, R,G., Jaanus, S,D., Rowsey, J,J., Zimmerman, T,J., 2004,

Ophthalmic Drug Facts, Facts & Comparison, Missourri, pp. 25-193. Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2002, Keputusan

Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2004,

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027 Menkes SK IX 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, 2009, Undang-

Undang Republik Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1979, Farmakope

Indonesia, Edisi III, XXXIV , Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 10.

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995, Farmakope

Indonesia, Edisi IV, XXXIV, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, pp. 15-16.

Dodi, C., 2010, Efek Samping Pemakaian Obat Mata, http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-

Page 117: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

99

health/2020718-efek-samping-pemakaian-obat-mata/, diakses tanggal 16 Juli 2010.

Fischer, L.R, Defor TA, Cooper S., Scott LM, Boonstra, D.M., Eelkema, MA.,Goodman, MJ., 2002, Pharmaceutical Care and Health Care Utilization in an HMO, Effective Clinical Practice, http://www.acponline.org/journals/ecp/marapr02/fischer.htm, diakses tanggal 15 Mei 2010.

Florence, A,T., and Siepmann, J., 2009, Modern Pharmaceutics Volume 2

Applications and Advances, Fifth Edition, Drugs and The Pharmaceutical Sciences, 101-127.

Ganie, W,M., 2009, Gambaran Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Tentang 3M

(Mengubur Barang Bekas, Menutup dan Menguras Tempat Penampungan Air) Pada Keluarga di Kelurahan Padang Bulan Tahun 2009, Skripsi, Universitas Sumatera Utara, Medan, http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14262/1/09E02923.pdf, diakses tanggal 7 September 2010.

Handayani, D.R., Satibi, A.M.T., 2004, Evaluasi Pelayanan Informasi Obat di

Apotek-Apotek Besar di Kota Yogyakarta, Seminar Ilmiah Nasional Hasil Penelitian Farmasi, 54-63.

Hartini, Y., dan Sulasmono, 2007, Apotek, Edisi Revisi, Penerbit Universitas

Sanata Dharma, Yogyakarta, pp. 1-11. Holt, G.A., and Hall, E.L., 1990, The Self Care Movement in Feldmann, E.G.,

(Ed.), Handbook of Non Prescription Drug, 9th, APHA, New York, pp. 1-10.

Huguet, P., Bella, L., Einterz, E.M., Goldschmidt, P., Bensaid, P., 2010, Mass

Treatment of Trachoma With Azithromycin 1.5% Eye Drops in the Republic of Cameroon: feasibility, tolerance and effectiveness, Br J Ophthalmol 2010, Volume 94, http://bjo.bmj.com/content/94/2/157.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.

Hyas, S,H., 2004, Ilmu Perawatan Mata, Sagung Seto, Jakarta, pp. 16-21, 201-

204. Ikasari, N.H., 2008, Perbedaan Tingkat Kepuasan Pemberian Informasi Obat

Antara Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo Dengan Apotek Instalasi Farmasi Rumah Sakit Ortopedi. Prof. Dr. R. Soeharso Surakarta, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta,

Page 118: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

100

http://etd.eprints.ums.ac.id/1521/1/K100040131.pdf, diakses tanggal 15 Oktober 2010.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2009, Cara Penggunaan Berbagai Bentuk

Sediaan Obat, http://www.isfinational.or.id/home/59/730-cara-penggunaan-obat.pdf, diakses tanggal 29 Maret 2010.

Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia, 2010, Informasi Spesialite Obat Indonesia,

Volume 44-2009 s/d 2010, Berlico Mulia Farma, Yogyakarta, pp. 367-381. James, B., Chew, C., Bron, Anthony, 2006, Oftalmologi, edisi 9, Penerbit

Erlangga, Jakarta, pp. 2-6. Jones, R,M., 2008, Pengkajian Pasien dan Peran Farmasis dalam Perawatan

Pasien, http://lyrawati.files.wordpress.com/2008/07/pengkajian-pasien-dan-peran-farmasis-dalam-perawatan-pasien.pdf, diakses tanggal 7 Mei 2010.

Keperawatan Kita, 2009, Obat Telusuri Bersama Dampaknya,

http://keperawatankita.wordpress.com/2009/05/15/obat-telusuri-bersama-dampaknya/, diakses tanggal 21 Agustus 2010.

Kristina, A,S., Prabandari, S,Y., Sudjaswadi, R., 2008, Perilaku Pengobatan

Sendiri yang Rasional pada Masyarakat Kecamatan Depok dan Cangkringan Kabupaten Sleman, Majalah Farmasi Indonesia, Vol 19, No.1, Universutas Gadjah Mada, Yogyakarta, 32-39.

Livingstone, D.J., Hanlon, G.W., Dyke, S., 1998, Evaluation of an Extended

Period of Use for Preserved Eye Drops in Hospital Practice, Br J Ophthalmol 1998, Volume 82, http://bjo.bmj.com/content/82/4/473.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.

Martin, J., 2010, Why Eyedrops Are Bad For Your Eyes,

http://ezinearticles.com/?Why-Eye-Drops-Are-Bad-For-Your-Eyes&id=800268, diakses tanggal 11 Juli 2010.

Menteri Kesehatan, 1980, Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980

Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 1983, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas, Pasal 3 Ayat 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Page 119: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

101

Menteri Kesehatan, 1986, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 2396/A/SK/VIII/86 tentang Tanda Khusus Obat Daftar G yang terkait Obat Keras, Pasal 3 Ayat 1, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 1990, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 1993, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

919/Menkes/Per/X/1993 tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 1997, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

688/MenKes/Per/VII/1997 tentang Psikotropika, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 2000, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

949/MenKes/Per/VI/2000 tentang Penggolongan Obat di Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

Menteri Kesehatan, 2009, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51

Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta.

MIMS Pharmacy Guide, 2009, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, Edisi 8, PT.

Info Master lisensi CMPMedica, Jakarta, pp. 301-307. Muchid, A., Umar, F., Chusun., Supardi, S., Sinaga, E., Azis, S., dkk., 2006,

Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, Bakti Husada, Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik DITJEN Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia, http://www.binfar.depkes.go.id/data/files/1203426275_PEDOMAN%20OBAT%20BEBAS%20DAN%20BEBAS%20TERBATAS.pdf, diakses tanggal 28 Juli 2010.

Naomi Jayalaksana, 2010, Jangan ‘Main’ Mata,

http://www.opinimasyarakat.net/2010/01/08/jangan-%E2%80%99main%E2%80%99-mata/, diakses tanggal 16 Juli 2010.

Nisya, 2007, Penggunaan Tetes Mata Tak Beraturan Dapat Menyebabkan

Kebutaan, http://www.indeksdokter.php.html., diakses tanggal 6 April 2010.

Nurhida, E., 2009, Mitos Salah Tentang Penyakit Mata, http://etiknurhida.wordpress.com/2009/03/23/mata-kita/, diakses tanggal 22 Agustus 2010.

Page 120: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

102

Notoadmojo, S.,2002,Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT Rineka Cipta,

Jakarta, pp. 139-145. Notoadmodjo, S., 2005, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rhineka

Cipta, Jakarta. Notoadmojo, S., 2007, Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, PT. Rineka Cipta,

Jakarta. Oka, P.N, 1993, Ilmu Perawatan Mata, Airlangga University Press, Surabaya, pp.

1-2, 17-19. Pratiknya, A.W., 1993, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan, CV Rajawali, Jakarta. Pratiwiningsih, H.D,2008, Analisis Tingkat Kepuasan Konsumen Terhadap

Kualitas Pemberian Informasi Obat Pada Apotek Di Kecamatan Kartasura Sukoharjo, Skripsi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta, 10.

Rahman, M.Q., Tejwani, D., Wilson, J.A., Butcher, I., Ramaesh, K., 2006,

Microbial Contamination of Preservative Free Eye Drops in Multiple Application Containers, Br J Ophthalmol 2006, Volume 90, http://bjo.bmj.com/content/06/10/139.full.html, diakses tanggal 24 Mei 2010.

Sartono, 1993, Obat Wajib Apotek, Gramedia, Jakarta, pp. 1-2. Sarwono, S., 1997, Sosiologi Kesehatan: Beberapa Konsep Beserta Aplikasi,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Sastroasmoro,S., Ismael S., 2010,Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis,

Edisi III, CV Agung Seto, Jakarta, pp. 16. Sleath, B., Robin, A.L., Covert, D., Byrd, J.E., Tudor, G., Svarstad, B, 2006,

Patient-Reported Behavior and Problems in Using Glaukoma Medications, Ophthalmology, 113.3, 431.

Setiabudy, R., 1995, Farmakologi dan Terapi, Edisi V, Gaya Baru, Jakarta, pp.

571-573. Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalan, T.G., Regala, B.P., Uriarte, G.G, 1993,

Pengantar Metode Penelitian, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta, pp. 71-76, 168-170.

Siregar,J.P., dan Kumolosasi,E.,2006, Farmasi Klinik Teori dan Penerapan,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta, pp. 153.

Page 121: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

103

Sugiyono, 2006, Statistika Untuk Penelitian, Penerbit CV Alfabeta, Bandung, pp. 27.

Supardi, S., 1996, Sakit dan Perilaku Sakit, Cermin Dunia Kedokteran, 59 – 60. Supratiknya, A., 1995, Tinjauan Psikologis Komunikasi Antarpribadi, Penerbit

Kanisius, Yogyakarta, pp. 30. Sutedjo, A.Y., 2008, Mengenal Obat-Obatan, Penerbit Amara Books,

Yogyakarta. Tan,H.T., dan Rahardja,K., 1993, Swamedikasi : Cara Mengobati Gangguan

Sehari-hari Dengan Obat-Obat Bebas Sederhana, Edisi I, Depkes RI, Jakarta, pp. 1-10.

The Prevent Blindness America, 2005, Prevent Blindness America,

http://www.preventblindness.org, diakses tanggal 20 Juli 2010. Umar, H., 2003, Metode Riset Perilaku Konsumen Jasa, Cetakan 1, Penerbit

Ghalia Indonesia, Jakarta, pp. 74. Voigt, R., 1994, Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, Edisi ke-5, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, pp. 524. Vries,dkk., 1994, Guide to Good Prescribing, World Health

Organization.Diterjemahkan oleh dr. Zunilda S. Bustami,MS., 1998, Pedoman penulisan resep, Penerbit ITB, Bandung.

Wattimena, J.R., Sugiarso, N.C., Widianto, M.B., Sukandar, E.Y., Soemardji,

A.A., Setiadi, A.r., 1991, Farmakodinamik dan Terapi Antibiotika, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, pp. 18-32.

Where There Is No Doctor, 2009, The Eyes, Chapter 16,

http://www.hesperian.org.pdf, diakses tanggal 16 Juli 2010. Wibowo, A., 2010, Cerdas Memilih Obat & Mengenali Penyakit, PT. Lingkar

Pena, Jakarta, pp. 72, 86-88. Widayanti, W,A., 2007, Kapita Selekta Dispending I, Edisi Revisi, Laboratorium

Manajemen Farmasi dan Farmasi Masyarakat (MFFM), Bagian Farmasetika, Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pp. 185.

Wulandari, W., 2008, Analisis Kepuasan Konsumen Terhadap Pelayanan Obat Di Apotek Kelurahan Wonokarto Kabupaten Wonogiri, http://etd.eprints.ums.ac.id/3308/1/K100040040.pdf, diakses tanggal 4 April 2010.

Page 122: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

104

World Health Organization, 1988, Ethical Criteria for Medical Drug Promotion.

World Health Organization, Geneva, http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/whozip08e/whozip08e.pdf, diakses 19 September 2010.

World Health Organization, 1990, The Role of the Pharmacist in the Health Care

System, WHO, Geneva, pp. 1.

Page 123: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

105

Lampiran 1. Kuesioner Untuk Uji Bahasa

Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Tetes Hidung-Tetes Telinga danTetes Mata Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda silang ( X ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah

Aspek Pengetahuan

No Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan

mempengaruhi kesembuhan penyakit. Benar Salah

3 Penyimpanan obat cair harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.

Benar Salah

4 Setelah meneteskan obat tetes mata/hidung/telinga harus didiamkan beberapa menit

Benar Salah

5 Penggunaan obat tetes mata/hidung/telinga secara tegak lurus.

Benar Salah

6 Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.

Benar Salah

7 Penggunaan tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama.

Benar Salah

8 Pembacaan brosur pada kemasan obat akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki

Benar Salah

9 Cara meneteskan tetes telinga untuk dewasa dengan menarik daun telinga ke atas lalu ke arah belakang

Benar Salah

10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat cair.

Benar Salah

Page 124: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

106

Aspek Sikap

No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes

mata/hidung/telinga sesuai petunjuk penggunaan

Benar Salah

12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi obat yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.

Benar Salah

13 Saya memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.

Benar Salah

14 Saya yakin penggunaan tetes telinga bisa digunakan untuk tetes mata jika mempunyai kegunaan yang sama.

Benar Salah

15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes harus memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes meskipun belum kadaluwarsa.

Benar Salah

16 Saya merasa dalam penggunaan obat tetes , bagian ujungnya boleh mengenai bagian tubuh yang akan diobati.

Benar Salah

17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.

Benar Salah

18 Saya merasa penggunaan obat tetes dengan benar akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki.

Benar Salah

19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes yang benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.

Benar Salah

20 Saya merasa semakin banyak meneteskan akan semakin cepat sembuh

Benar Salah

Page 125: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

107

Aspek Tindakan

No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu mencuci tangan sebelum

menggunakan obat tetes. Benar Salah

22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes

Benar Salah

23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes.

Benar Salah

24 Dalam menggunakan obat tetes saya tidak memperhatikan aturan penggunaanya.

Benar Salah

25 Saya akan memiringkan kepala sehingga telinga yang diobati menghadap ke atas.

Benar Salah

26 Saya tidak memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada obat tetes

Benar Salah

27 Saya tetap memperhatikan etiket penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes meskipun sudah diberi informasi obat

Benar Salah

28 Saya selalu menyimpan obat tetes pada suhu kamar , tempat yang kering dan terlindung cahaya.

Benar Salah

29 Saya tidak akan melihat warna, bau dan kejernihan obat tetes sebelum menggunakannya kembali.

Benar Salah

30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat di bola mata

Benar Salah

Pengukuran pengetahuan ( 1-10), sikap (11-20), Tindakan (21-30) Pertanyaan favorable : 2,3,4,5,7,8,9,10,11,12,13,15,17,18,19,21,22,23,25,27,28. Pertanyaan unfavorable : 1,6,14,16,20,24,26,29,30

Page 126: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

108

Lampiran 2. Kuesioner Untuk Pengambilan Data

Surat Pernyataan Kesediaan Sebagai Responden Penelitian

Bahwa saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :

Umur :

Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Pendidikan terakhir :

Saya (baru pertama kali/sudah berulang kali)* menggunakan obat tetes mata

Saya (pertama kali/sering membeli obat)* di Apotek Pelengkap Kimia Farma

Sardjito

Saya (pernah/tidak pernah)* berkonsultasi obat di Apotek Pelengkap Kimia

Farma Sardjito *(coret yang tidak perlu)

Menyatakan kesanggupan sebagai responden dalam penelitian yang berjudul

"EVALUASI KETERSEDIAAN DAN PENGGUNAAN OBAT TETES

MATA PADA PENGUNJUNG APOTEK PELENGKAP KIMIA FARMA

RSUP DR SARDJITO". Semua penjelasan diatas telah disampaikan kepada

saya. Saya mengerti bahwa bila masih memerlukan penjelasan, saya akan

mendapat jawaban dari tim peneliti.

Demikian surat pernyataan kesanggupan saya sebagai responden dalam

penelitian ini.

Yogyakarta,

Responden/pasien

( )

Page 127: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

109

Kuesioner yang digunakan untuk penelitian Tetes Mata Pilihlah jawaban dari pernyataan-pernyataan di bawah ini di tempat yang telah disediakan dengan memberi tanda silang ( X ). Keterangan : Benar : Bila saya cederung menganggap penyataan yang diajukan adalah benar Salah : Bila saya cenderung menganggap pernyataan yang diajukan adalah salah

Aspek Pengetahuan

No Pernyataan Jawaban 1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis. Benar Salah 2 Cara penggunaan obat yang benar akan

mempengaruhi kesembuhan penyakit. Benar Salah

3 Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung cahaya.

Benar Salah

4 Setelah meneteskan obat tetes mata harus didiamkan beberapa menit

Benar Salah

5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus. Benar Salah 6 Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat

sudah berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.

Benar Salah

7 Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan yang sama.

Benar Salah

8 Pembacaan brosur pada kemasan obat tetes mata akan mengurangi resiko yang tidak dikehendaki

Benar Salah

9 Cara meneteskan obat tetes mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah

Benar Salah

10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan obat tetes.

Benar Salah

Page 128: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

110

Aspek Sikap

No Pernyataan Jawaban 11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes

mata sesuai petunjuk penggunaan Benar Salah

12 Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi obat yang kurang jelas mengenai cara penggunaan obat.

Benar Salah

13 Saya lebih memilih petugas apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.

Benar Salah

14 Saya yakin penetesan obat tetes mata di bagian ujung mata adalah tepat.

Benar Salah

15 Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus memperhatikan warna, bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum kadaluwarsa.

Benar Salah

16 Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya boleh mengenai bagian mata yang akan diobati.

Benar Salah

17 Saya merasa perlu mencuci tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.

Benar Salah

18 Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan menghindari resiko yang tidak dikehendaki.

Benar Salah

19 Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.

Benar Salah

20 Saya merasa semakin banyak meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat sembuh

Benar Salah

Page 129: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

111

Aspek Tindakan

No Pernyataan Jawaban 21 Saya selalu mencuci tangan sebelum

menggunakan obat tetes mata. Benar Salah

22 Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas cara penggunaan obat tetes mata.

Benar Salah

23 Saya akan langsung menutup rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes.

Benar Salah

24 Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan penggunaanya.

Benar Salah

25 Saya akan mendongakkan kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.

Benar Salah

26 Saya tidak pernah memperhatikan tanggal kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat tetes mata.

Benar Salah

27 Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi informasi obat.

Benar Salah

28 Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar , tempat yang kering dan terlindung cahaya.

Benar Salah

29 Saya tidak akan melihat warna, bau dan kejernihan obat tetes mata sebelum menggunakannya kembali.

Benar Salah

30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.

Benar Salah

Page 130: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

112

Lampiran 3. Panduan Wawancara Terstruktur

Evaluasi Tentang Penggunaan Tetes mata:

1. Bagaimana cara anda meneteskan obat tetes mata ?

2. Bagaimana cara anda menyimpan obat tetes mata setelah dibuka (di lemari

es/ lemari obat /tempat terlindung cahaya)?

3. Apakah anda pernah menggunakan tetes mata milik orang lain?Mengapa?

4. Apa yang menjadi kesulitan dalam menggunakan tetes mata?

5. Manfaat apa yang bisa anda dapat dari informasi yang diberikan oleh

Apoteker atau petugas apotek?

Wawancara terstruktur untuk apoteker

1. Berapa lama durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien ?

2. Sumber informasi apa yang sering digunakan dalam pemberian informasi

kepada pasien?

3. Dimana Apoteker memberikan tempat pemberian informasi obat tetes

mata?Apa saja informasi yang diberikan?

4. Bagaimana teknik konseling/pemberian informasi obat tetes mata yang

dilakukan oleh apoteker pada pasien?

5. Kendala apakah yang sering terjadi dalam memberikan informasi obat

tetes mata kepada pasien?

Page 131: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

113

Lampiran 4. Contoh Kuesioner Uji Bahasa yang sudah diisi Responden

Page 132: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

114

Page 133: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

115

Lampiran 5. Inform Consent yang sudah diisi responden

Page 134: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

116

Lampiran 6. Kuesioner yang diisi sendiri oleh responden

Page 135: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

117

Page 136: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

118

Lampiran 7. Kuesioner yang pengisiannya dibantu peneliti

Page 137: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

119

Page 138: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

120

Lampiran 8. Hasil wawancara dengan responden

Page 139: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

121

Lampiran 9. Hasil Wawancara Apoteker

Hasil wawancara terhadap apoteker adalah:

1. Durasi pemberian informasi obat tetes mata kepada pasien adalah

a. Durasinya 1 menit bisa juga kurang. Kalau untuk tetes mata, biasanya

hanya sebentar kecuali kalau yang mini dose karena isi di dalam

kemasannya ada 5. Berarti kita jelasin kalau pakainya maksimal 10

hari. Dijelaskan juga kalau 1 kemasan plastiknya maksimal 2 hari.

Untuk yang botol biasanya lebih cepat karena rata-rata orang sudah

tahu (Apoteker 1 dan 2).

Urutan pemberian informasi obatnya adalah macam obat yang harus

diterima pasien, aturan pakai, dan fungsi masing-masing obat tidak

kami beritahukan, karena ada dokter yang memang memberi obat

tersebut untuk dimanfaatkan efek sampingnya. Untuk pemberian

informasi obat tetes mata antara lain pemakaian per hari, jumlah

tetesan, mata kanan atau kiri yang harus ditetesi. Pemberian informasi

mengenai teknik penggunaan, penyimpanan, dan lama pemakaian tiak

disampaikan karena akan terlalu lama (Apoteker 1 dan 2).

b. Durasinya sekitar 1 menit, kalau pharmaceutical care bisa sampai 3

menit. terkadang pasien suka cerita sendiri. Tetapi sebenarnya kami

tidak melayani konseling. Tidak disediakan tempat khusus. Kalau

untuk tetes mata, tidak lama kira-kira 1 menit cukup. Orang biasanya

sudah mengerti bagaimana menggunakannya (Apoteker 3).

Page 140: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

122

Urutan pemberian informasi obat yaitu ditanya dahulu apa penyakit

yang diderita pasien tersebut(takutnya salah orang), cara pemakaian,

sebelum/sesudah makan, dan untuk indikasi obatnya tidak disampaikan

karena terkadang ada dokter yang memberikan obat tersebut untuk

dimanfaatkan efek sampingnya. Kalau untuk tetes mata, pemberian

informasinya yaitu pemakaian per harinya, mata kanan atau kiri yang

harus ditetesi, dan setiap berapa jam harus ditetesi. Untuk

penyimpanan, teknik pemakaian, dan lama pemakaian tidak diberitahu

karena biasanya sebagian besar orang sudah tahu (Apoteker 3).

2. Sumber informasi yang digunakan dalam pemberian informasi kepada

pasien adalah:

a. Brozur obat. Kami merasa brozur tersebut sudah ada standar yang

terjamin dari PBF. Kalau untuk panduan, kami tidak mempunyai

panduan khusus (Apoteker 1 dan 2).

b. MIMS Indonesia, dari internet terutama panduan kefarmasian dari

DepKes yang membahas tentang penanganan suatu penyakit, brozur

obat, dan pengalaman yang didapat dari orang lain (Apoteker 3).

3. Tempat apoteker memberikan informasi obat adalah di samping kasir,

tetapi tempat untuk masuknya resep dengan tempat penyerahan obatnya

berbeda-beda (Apoteker 1, 2, dan 3).

4. Teknik pemberian informasi obat/konseling yang dilakukan apoteker

kepada pasien adalah tergantung kebutuhan informasi pasiennya

(Apoteker 1, 2, dan 3). Terkadang pemberian informasi itu akan sia-sia

Page 141: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

123

jika yang memakai obatnya bukan pasien itu sendiri, melainkan

perawatnya. Untuk mengatasi hal tersebut, informasi selalu ditulis secara

lengkap di etiketnya, dan informasi yang diberikan ke pasien hanya kearah

mengingatkan saja (Apoteker 3).

5. Kendala yang sering terjadi dalam memberikan informasi obat tetes mata

adalah:

a. Bahasa, karena kebanyakan pasiennya berbicara bahasa jawa apalagi

kalau orang tua, karena saya tidak bisa berbahasa jawa. (Apoteker 1).

b. Diburu waktu dan ketidaksabaran pasien, sehingga sangat tidak

memungkinkan adanya konseling. Pemberian informasi hanya sebatas

saat penyerahan obat saja (Apoteker 1 dan 2)

c. Waktu, kebersediaan pasien untuk mendengarkan informasi karena

biasanya sebagian besar pasien ingin cepat selesai (Apoteker 3).

Page 142: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

124

Lampiran 10. Surat Ijin Penelitian Dari Apotek Kimia Farma

Page 143: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

125

Lampiran 11. Surat Ijin Penelitian dari Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

Page 144: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

126

Lampiran 12. Obat Tetes Mata yang Tersedia di Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito

No. Nama Obt Tetes Mata Golongan Kemasan Berdasar Farmakologi

1 CD. Catarlent BT BTL lain-lain(katarak lentikularis,

pendarahan dalam vitreus humour)

2 CD. Augentonic BT BTL lain-lain(bs unt antiinflamasi dan

antialergi) 3 CD. Carpine 2% K BTL miotik dan

antiglaukoma 4 CD. Mydriatil 0,5%

(Tropicamide) K BTL midriatikum

5 CD. Mycos K/OWA BTL antiinfektikum 6 CD. Lyteers B BTL air mata buatan dan

pelumas mata 7 CD. Timol (Timolol

maleate) 0,25% K BTL Antiglaukoma

8 CD. Timol (Timolol maleate) 0,5%

K BTL Antiglaukoma

9 CD. Polidex K BTL & Single Dose

antiinfektikum

10 CD. Xitrol K BTL & Single Dose

antiinfektikum

11 CD. Siloxan K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata

12 CD. Tobro (Tobromycin) K BTL & Single Dose

antiinfeksi dan antiseptik mata

13 CD. Genta (Gentamycin) 1%

K/OWA BTL antiinfeksi dan antiseptik mata

14 CD. Tobroson K Single dose antiinfeksi dan antiseptik mata

15 CD. Vitrolenta (Vitreous opacity)

BT Single dose Preparat mata golongan lain

16 CD. Floxa K Single dose antiinfeksi dan antiseptik mata

17 CD. Vernacel BT Single dose obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi

mata 18 CD. Ulcori K Single dose antiinfeksi dan

antiseptik mata 19 CD. Noncort K/OWA BTL &

Single Dose obat dekongestan.

Anestesi, antiinflamasi mata

20 Tarivid (Ofloxacin 0,3%) K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata

21 Systane (Polyethylen Glycol 400 0,4%; Propylene Glycol 0,3%) Lubricant eyedrops

BT BTL air mata buatan dan pelumas mata

22 Polidemisin (Neomycin K BTL antiseptik mata dengan

Page 145: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

127

3,5mg; Polymyxin BSO4 6000 iu; Dexamethasone 1

mg)

kortikosteroid

23 Levocin (Levofloxacin) K BTL antiinfeksi dan antiseptik mata

24 Hyaloph 0,1% (sodium Hyaluronate)

K BTL preparat mata golongan lain

25 Flamar (Na-diklofenac 1 mg)

K/OWA BTL obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi

mata 26 Baquinor (siprofloxacin) K BTL antiinfeksi dan

antiseptik mata 27 Visine BT BTL antialergi dan

dekongestan 28 Rohto BT BTL air mata buatan dan

pelumas mata 29 Insto BT BTL obat dekongestan.

Anestesi, antiinflamasi mata

30 CD. Asthenof BT BTL & Single Dose

antiinflamasi

31 CD. Conver 2% K BTL lain-lain (konjungtivitis

vermalis) 32 CD. Carpine 1% K BTL Antiglaukoma 33 CD. Efrisel (Phenylephrine

HCl) 10% K BTL miotik dan

antiglaukoma 34 CD. Fenicol 1% K BTL antiinfektikum 35 CD. Fenicol 0,25% K/OWA BTL antiinfektikum 36 CD. Fenicol 0,5% K/OWA BTL antiinfektikum 37 CD. Genta (Gentamycin)

0,3% K/OWA BTL antiinfektikum

38 CD. Homatro 2% (Homatropin HBr)

K BTL mediatrikum

39 CD. Mydriatil 1% (Tropicamide)

K BTL mediatrikum

40 CD. Pantocain (Tetracaine) 2%

K BTL lain-lain (anestesia lokal)

41 CD. Tropin 0,5% (Atropine Sulfat)

K/OWA BTL midriatikum

42 CD. Tropin 1% K BTL mediatrikum 43 CD. Glaopen Latanoprost

(simpan di kulkas suhu 2-8C)

K Single dose Preparat Antiglaukoma

44 CD. Glaoplus (Simpan di kulkas suhu 2-8 C)

K Single dose Preparat Antiglaukoma

45 Sanbe Tears (air mata buatan)

BT BTL pelumas mata

46 Sanbe Tim Ophcal (Timolol) 0,5%

K BTL Preparat Antiglaukoma

47 CD. Vision (Tetrahydrozolin)

BT BTL antialergi dan dekongestan

48 Alegysal (Pemirolast; Potassium 0,1%)

K BTL obat dekongestan. Anestesi, antiinflamasi

Page 146: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

128

mata 49 Betoptima K BTL miotik dan

antiglaukoma 50 Bralifek Tobramycin K BTL antiseptik mata dengan

kortikosteroid 51 Cationorm (Ophtalmic

emulsion) K BTL preparat mata

golongan lain 52 Cravit 0,5% K BTL antiinfeksi dan

antiseptik mata 53 Erlamycetin K/OWA BTL antiinfektikum 54 Flumetholon 0,1% K/OWA BTL kortikosteroid mata 55 Garamycin K/OWA BTL antiinfeksi dan

antiseptik mata 56 Hialid 0,1% K BTL obat dekongestan.

Anestesi, antiinflamasi mata

57 Ocuflam 0,1% (suspensi steril eyedrop)

K/OWA BTL kortikosteroid mata

58 CD. Polynel K/OWA BTL antiseptik mata dengan kortikosteroid

59 CD. Repithel K BTL Pelumas mata 60 CD. Cenfresh BT Single dose antiinflamasi 61 CD. Eyefresh BT Single dose antiinflamasi 62 CD. LFX (Levofloxacin) K Single dose antiinfeksi dan

antiseptik mata 63 CD. Protagent A B Single dose Pelumas mata 64 Alcon Tears Naturale K BTL air mata buatan dan

pelumas mata 65 Optibet Betaxolol K BTL preparat antiglaukoma 66 CD. Natacen K Single dose antiinfeksi dan

antiseptik mata 67 Blecidex K/OWA BTL antiseptik mata dengan

kortikosteroid 68 Sofradex K/OWA BTL antiseptik mata dengan

kortikosteroid 69 Sagestam (Gentamicin) K/OWA BTL antiinfeksi dan

antiseptik mata Total Tetes Mata = 69 Botol = 52 75,4%

Single Dose = 12 17,4% Botol dan Single dose = 5

7,2%

Golongan Bebas = 2 (Merah) 2,9% Golongan Bebas Terbatas = 13 (Kuning)

18,8% Golongan Keras = 38 (Non warna) 55,1%

Golongan Keras dan OWA = 16 (Biru Muda) 23,2%

Keterangan:

B : Golongan obat Bebas OWA : Obat Wajib Apotek

BT : Golongan obat Bebas Terbatas

K : Golongan obat Keras

BTL : Botol

CD : Cendo

Page 147: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

129

Lampiran 13. Hasil kuesioener

2 3 4 5 6 7 8 9 10 S 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 P 21 22 23 24 25 26 27

B S B B S S B B B

B S S S S S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B S S S S B B

B B B B B B B B B B

B B B S B S B

B B S S S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B S S B B B S B B S

S S B S S S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

S B B B B S B B B B S S S B B B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S B B B B

B B B S B S B

B B S B S S B B B

B B B S B B B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B S B S S B B B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B S B S B B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B B B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B B S B S B

B B S B B B B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B B B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S S S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B S S B S B B B S

B S B S B S B

B B B S S S B B B

B B B B B B B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B B B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B B B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B S S S S B S B

S S B B B S S B B B

S B B B B S B

B B B B B S B S B

B B B B S S B B B S

B B B S B B B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B B B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S S B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B S B S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B S B B S B B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S S B B S

S B B S B S S

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S S B B S

S B B S B S B

B B B B S S S S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B S B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B S B B S S B S B

S B B B B S S B B S

S B B S B S S B B S B S S B S S

B S S S B S B B B S

S S B S B S B

B S B B S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S S S S B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B S B S S S B B S

S B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B S B

S B B S S S B B B S

B B B B B S B

B B S B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

Page 148: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

130

B B B B S S B S B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B S B B S B B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

S B B B S S B S B

B B S B B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B S S

B B B S B S B

B B B S S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B B B B B S B B S B

B B B B B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S B B B B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B S S B S B B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B B S S S S B B S

S B B S B S B

B S S B S S B S B

B S S B S B S B B S

S S B B B S B

B B S B S S B S B

B B B S B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S S B B B

S B B S B S B

B B B S S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B B S B S B

B B B B S S S B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B S B B S B B B B

B B B S B S B B B B B S S B B B

B B S S B S S B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S B B S B

B B S S B S S B B S

S B B S B S S

B B B S S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B S S B S S B B S

B B B S B S B

B B B B B S B S B

B B B S B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B S

S B S S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S S S S B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B B S B B B

B B S S B S B B B S

S S B S B S B B B B B S S B B B

B B B S B S S B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B S S S S S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S B B B B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S B B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B S

S B B B B S B

B B S S S S B S B

B B B B B S B B B S

S B B S B S B

B B B S S S B S B

B B S S S S S B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B B B S S B B S

B B B S B S B

B B B S S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B B B S B S S B S B

B B B S B S B B B S

B S B B B S B

B B B S S S B B B

B B S S B S B B B S

B B B S B S B

B B S B S S B S B

B S S S S S B B B S

B B B S B S B

B B B B S S B B B

B B S S B S B B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B S B B S B B B S

S B B S B S B

B B S B B S S S B

B B S S B S S B B S

S S B S B S B

B B B B S B B S B

B B B S B B S B B S

S B B S B S B

B B S B S S B S B

B B S B B S S B B B

S S B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B B B

B B B S B S B B B B

B B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B

B S B B S S B S B

B B B S B S B B B S

B B B S B S B B B B B B S B S B

B B B B B S B B B S

S B B S B S B

Page 149: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

131

B S B B S S B B B

B B B S B B S B B S

S B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B B B B B S

S B B S B S B

B B B B S S B S B

B B B B B S B B B S

B B B S B S B

Keterangan: Merah = Pernyataan Pengetahuan Kuning = Pertanyaan Sikap Hijau = Pernyataan Tindakan

Page 150: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

132

Lampiran 14. Daftar Tabel

Pengetahuan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

(Sesuai Kunci Jawaban Kuesioner)

No

Aspek Pengetahuan

Pernyataan Kuisioner

Responden

jawab Benar

Responden

jawab Salah

Presentase (%)

jawaban Benar

Presentase (%)

jawaban Salah

1 Semua jenis obat harus digunakan sampai habis.

62 48 56,36% 43,64%

2 Cara penggunaan obat yang benar akan mempengaruhi

kesembuhan penyakit.

109 1 99,09% 0,91%

3

Penyimpanan obat tetes mata harus di suhu kamar tempat yang kering, dan terlindung

cahaya.

101 9 91,82% 8,18%

4 Setelah meneteskan obat tetes

mata harus didiamkan beberapa menit

90 20 81,82% 18,18%

5 Penggunaan obat tetes mata secara tegak lurus

98 12 89,09% 10,91%

6

Jika warna, bau dan kejernihan dari larutan obat sudah

berubah, obat tetes masih dapat digunakan kembali.

103 7 93,64% 6,36%

7

Penggunaan obat tetes mata boleh digunakan untuk tetes telinga jika punya kegunaan

yang sama

9 101 8,18% 91,82%

8

Pembacaan brosur pada kemasan obat akan

mengurangi resiko yang tidak dikehendaki

105 5 95,45% 4,55%

9 Cara meneteskan obat tetes

mata yaitu pada kelopak mata bagian bawah

43 67 39,09% 60,91%

10 Kebersihan adalah hal yang penting dalam penggunaan

obat tetes

109 1 99,09% 0,91%

Kuning = Pernyataan Unfavourable

Page 151: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

133

Sikap Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

No.

Aspek Sikap

Pernyataan Kuisioner

Responden

menjawab

Benar

Responden

menjawab

Salah

Presentase

(%)

jawaban

Benar

Presentase

(%)

jawaban

Salah

11 Saya merasa perlu menggunakan obat tetes mata sesuai petunjuk

penggunaan

107 3 97,27% 2,73%

12

Saya merasa perlu bertanya pada petugas apotek tentang informasi yang kurang jelas mengenai cara

penggunaan obat.

103 7 93,64% 6,36%

13 Saya lebih memilih petugas

apotek sebagai sumber informasi cara penggunaan obat.

76 34 69,09% 30,91%

14 Saya yakin penetesan obat tetes

mata di bagian ujung mata adalah tepat

70 40 63,64% 36,36%

15

Saya yakin setelah segel obat dibuka maka pemakaian obat tetes mata harus memperhatikan warna,

bau, kejernihan dari obat tetes mata meskipun belum

kadaluwarsa.

98 12 89,09% 10,91%

16

Saya merasa dalam penggunaan obat tetes mata, bagian ujungnya

boleh mengenai bagian mata yang akan diobati

98 12 89,09% 10,91%

17 Saya merasa perlu mencuci

tangan terlebih dahulu sebelum menggunakan obat cair.

88 22 80% 20%

18

Saya merasa penggunaan obat tetes mata dengan benar akan mengurangi resiko yang tidak

dikehendaki.

110 0 100% 0%

19

Saya merasa informasi penggunaan obat tetes mata yang

benar akan mempengaruhi kesembuhan saya.

109 1 99,09% 0,91%

20 Saya merasa semakin banyak

meneteskan obat tetes mata maka saya akan semakin cepat sembuh

95 15 86,36% 13,64%

Biru = Pernyataan Unfavourable

Page 152: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

134

Tindakan Responden Terhadap Penggunaan Obat Tetes Mata

No.

Aspek Tindakan

Pernyataan Kuisioner

Responden

menjawab

Benar

Responden

menjawab

Salah

Presentase

jawaban

Benar

Presentase

jawaban

Salah

21 Saya selalu mencuci tangan sebelum menggunakan obat

tetes mata

74 36 67,27% 32,73%

22

Saya akan bertanya pada petugas apotek bila tidak jelas

cara penggunaan obat tetes mata

103 7 93,64% 6,36%

23 Saya akan langsung menutup

rapat tutup obat setelah menggunakan obat tetes

109 1 99,09% 0,91%

24

Dalam menggunakan obat tetes mata saya tidak pernah memperhatikan aturan

penggunaannya

104 6 94,55% 5,45%

25 Saya akan mendongakkan

kepala sehingga mata yang akan diobati menghadap ke atas.

2 108 1,82% 98,18%

26

Saya tidak pernah memperhatikan tanggal

kadaluarsa yang tercantum pada kemasan obat tetes mata

108 2 98,18% 1,82%

27

Saya tetap memperhatikan label penggunaan yang tercantum

pada kemasan obat tetes mata meskipun sudah diberi

informasi obat

107 3 97,27% 2,73%

28

Saya selalu menyimpan obat tetes mata pada suhu kamar,

tempat yang kering, dan terlindung cahaya

14 96 12,73% 87,27%

29

Saya tidak akan melihat warna, bau, dan kejernihan obat tetes

mata sebelum menggunakannya kembali.

96 14 87,27% 12,73%

30 Saya selalu meneteskan obat tetes mata tepat pada bola mata.

48 62 43,64% 56,36%

Hijau = pernyataan unfavourable

Page 153: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

135

Lampiran 15 Hasil Wawancara Terhadap Responden yang Membeli Obat Tetes Mata

Ada 32 responden yang memang membeli obat tetes mata saat penelitian

berlangsung, kemudian peneliti melakukan wawancara dengan pertanyaan sebagai

berikut:

1. Informasi apa saja yang diberikan apoteker saat anda menerima obat tetes

mata ini?

Jawab: informasi yang tadi diberikan saat saya menerima obat tetes mata

adalah jumlah tetesan per harinya, bagian mata yang harus ditetesi,

dan setiap berapa kali harus ditetesi.

2. Apakah petugas apotek/apoteker menjelaskan terkait cara penyimpanan,

kegunaan, lama pemakaian, efek samping dan cara/teknik penggunaannya?

Jawab: tidak pernah, kalau saya beli di apotek juga tidak pernah diberi

tahu.

3. Bagaimana cara anda menggunakan obat tetes mata?

Jawab : tidak tahu persisnya, tapi biasanya di pas tengah bola matanya (18

responden), di kelopak mata/kantung matanya (6 orang), dan di

ujung-ujung mata (8 orang).

4. Apakah anda mempercayai apoteker sebagai sumber informasi obat?

Jawab: ya percaya, kan ahli obat. (20 orang)

Kalau saya lebih suka Tanya ke dokternya langsung (12 orang)

5. Apa kesulitan yang anda alami saat menggunakan obat tetes mata?

Jawab: sering gak pas makanya yang diteteskan jadi saya tambah lagi, biar

lebih kerasa.

Page 154: Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes ...

136

BIOGRAFI PENULIS

Penulis skripsi berjudul “Evaluasi Ketersediaan dan Perilaku Penggunaan Obat Tetes Mata Pada Pengunjung Apotek Pelengkap Kimia Farma RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode Juni-Juli 2010” memiliki nama lengkap Sri Ayuningsih Sutanto, lahir di Tegal 6 Maret 1989 adalah anak pertama dari pasangan Iman Sutanto dan Ho Shin Kiok.

Awal pendidikannya ditempuh di TK St. Pius Kota Tegal (1993-1995). Selanjutnya penulis menempuh pendidikannya di SD St. Pius Tegal (1995-2001), SMP St. Pius Tegal (2001-2004). Masa SMA ditempuh di St. Pius Tegal (2004-2007). Setelah lulus dari pendidikan di tingkat SMA, penulis melanjutkan ke jenjang yang lebih

tinggi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta (2007-2010). Selama menempuh pendidikan di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, penulis mempunyai pengalaman sebagai asisten praktikum Biokimia pada semester genap periode 2009/2010, dan asisten praktikum Botani Dasar pada semester genap 2009/2010. Penulis juga mengikuti beberapa kepanitiaan diantaranya sebagai seksi dana dan usaha Seminar Herbal Medicine, seksi konsumsi pada Pelepasan Wisuda tahun 2008. Kegiatan di luar kampus yang diikuti oleh penulis adalah sebagai relawan tenaga kesehatan di “Pos Kesehatan Gereja St Antonius Kotabaru”.