Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

12
SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHPV) ISBN 9786020960296 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 506 Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA Maria Ulfah 1 , Endah Rita Sulistya Dewi 2 1 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Maria Ulfah) [email protected] 2 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Endah Rita Sulistya Dewi) ABSTRAK TPA sampah Jatibarang merupakan salah satu sumber limbah di Semarang yang lokasinya dekat dengan pemukiman penduduk. Komposisi sampah yang masuk ke TPA, terdiri dari sampah organik dan anorganik. Proses dekomposisi anaerobik di dalam lokasi TPA menghasilkan lindi. Tumpukan sampah yang menghasilkan lindi berpotensi menyebabkan pencemaran tanah bahkan merembes hingga jarak tertentu. Karakteristik logam berat dikarenakan banyaknya mineral yang dilarutkan oleh lindi. Oleh karena itu perlu dilakukan pemulihan lahan terkontaminasi pada tanah TPA. Strategi fitoremediasi yang mengandalkan pada peranan tumbuhan untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi dan mengimobilisasi logam berat, diharapkan dapat dijadikan alternatif untuk pemulihan. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan menggunakan metode survey. Objek penelitian yang diamati adalah konsentrasi logam berat pada tanah TPA sampah Jatibarang dan tumbuhan yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat. Analisis logam berat dilakukan menggunakan ICPMS di Laboratorium Kimia Univeritas Negeri Semarang. Hasil penelitian menunjukkan lindi TPA yang mengandung logam berat berpotensi menyebabkan pencemaran tanah dan telah merembes sehingga pencemaran logam berat di tanah TPA Sampah Jatibarang perlu pemantauan dan strategi fitoremediasi pada tanah tercemar logam berat di TPA dapat dijadikan sebagai alternatif pengendalian pencemaran logam berat di tanah TPA. Kata Kunci: Fitoremediasi, Logam Berat, Tanah TPA Phytoremediation Evaluation of Heavy Metal Contamination in Soil Landfill ABSTRACT Jatibarang landfill is one source of waste in Semarang, which are located close to residential areas. The composition of waste that goes to landfill, consisting of organic and inorganic waste. The process of anaerobic decomposition in landfill sites produce leachate. Scrapheap produce potentially cause contamination of soil leachate seeping even at a certain distance. Characteristics of heavy metals due to the many minerals dissolved by leachate. Therefore it is necessary for the recovery of contaminated soil in landfill soil. Phytoremediation strategy that relies on the role of plants to absorb, degrade, transform and immobilize heavy metals, is expected to be an alternative to recovery. This research is a qualitative descriptive study using a survey method. The object of research is the observed concentration of heavy metals in soil and plants landfill Jatibarang potentially hyperaccumulator heavy metals. Heavy metal analysis was performed using ICPMS in Chemical Laboratory to the State University of Semarang. The results showed a landfill leachate containing heavy metals and potentially cause soil contamination has seeped so that heavy metal pollution in soil landfill waste Jatibarang need monitoring and phytoremediation strategy on soil contaminated with heavy metals in landfill can be used as an alternative control of heavy metal pollution in soil landfill. Keywords: Phytoremediation, Heavy Metal, Soil Landfill

Transcript of Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

Page 1: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

506 

 

Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA  

  

Maria Ulfah1, Endah Rita Sulistya Dewi2 1 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Maria Ulfah) 

[email protected] 2 FPMIPATI, Universitas PGRI Semarang (Endah Rita Sulistya Dewi)

   

ABSTRAK 

TPA  sampah  Jatibarang merupakan  salah  satu  sumber  limbah  di  Semarang  yang  lokasinya  dekat  dengan pemukiman  penduduk. Komposisi  sampah  yang masuk  ke  TPA,  terdiri  dari  sampah organik  dan  anorganik. Proses dekomposisi anaerobik di dalam lokasi TPA menghasilkan lindi. Tumpukan sampah yang menghasilkan lindi  berpotensi  menyebabkan  pencemaran  tanah  bahkan  merembes  hingga  jarak  tertentu.  Karakteristik logam  berat  dikarenakan  banyaknya mineral  yang  dilarutkan  oleh  lindi.    Oleh  karena  itu  perlu  dilakukan pemulihan  lahan  terkontaminasi pada  tanah TPA.  Strategi  fitoremediasi  yang mengandalkan pada peranan tumbuhan  untuk menyerap, mendegradasi, mentransformasi  dan mengimobilisasi  logam  berat,  diharapkan dapat  dijadikan alternatif untuk pemulihan.  Penelitian  ini merupakan penelitian deskriptif  kualitatif dengan menggunakan metode survey. Objek penelitian yang diamati adalah konsentrasi logam berat pada tanah TPA sampah Jatibarang dan tumbuhan yang berpotensi sebagai hiperakumulator logam berat. Analisis logam berat dilakukan  menggunakan  ICP‐MS  di  Laboratorium  Kimia  Univeritas  Negeri  Semarang.  Hasil  penelitian menunjukkan lindi TPA yang mengandung logam berat berpotensi menyebabkan pencemaran tanah dan telah merembes sehingga pencemaran logam berat di tanah TPA Sampah Jatibarang perlu pemantauan dan strategi fitoremediasi  pada  tanah  tercemar  logam  berat  di  TPA  dapat  dijadikan  sebagai  alternatif  pengendalian pencemaran logam berat di tanah TPA. 

Kata Kunci: Fitoremediasi, Logam Berat, Tanah TPA 

 

Phytoremediation Evaluation of Heavy Metal Contamination in Soil Landfill 

 

ABSTRACT 

Jatibarang  landfill  is  one  source  of waste  in  Semarang, which  are  located  close  to  residential  areas.  The composition of waste that goes to landfill, consisting of organic and inorganic waste. The process of anaerobic decomposition  in  landfill sites produce  leachate. Scrapheap produce potentially cause contamination of soil leachate  seeping  even  at  a  certain  distance.  Characteristics  of  heavy  metals  due  to  the many minerals dissolved  by  leachate.  Therefore  it  is  necessary  for  the  recovery  of  contaminated  soil  in  landfill  soil. Phytoremediation  strategy  that  relies  on  the  role  of  plants  to  absorb,  degrade,  transform  and  immobilize heavy metals,  is  expected  to be an alternative  to  recovery. This  research  is a qualitative descriptive  study using a survey method. The object of research is the observed concentration of heavy metals in soil and plants landfill  Jatibarang  potentially  hyperaccumulator  heavy metals. Heavy metal  analysis was  performed  using ICP‐MS  in Chemical Laboratory  to  the State University of Semarang. The  results  showed a  landfill  leachate containing heavy metals and potentially cause soil contamination has seeped so that heavy metal pollution in soil  landfill waste  Jatibarang  need monitoring  and    phytoremediation  strategy  on  soil  contaminated with heavy metals in landfill can be used as an alternative control of heavy metal pollution in soil landfill. 

Keywords: Phytoremediation, Heavy Metal, Soil Landfill 

 

Page 2: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

507 

 

PENDAHULUAN 

TPA  Sampah  Jatibarang  merupakan salah  satu  sumber  limbah  di  Semarang  yang lokasinya  dekat  dengan  pemukiman penduduk. TPA Sampah  Jatibarang Semarang terletak di Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen  Kota  Semarang  dengan  luas  lahan  46,183  Ha,    27.7098  Ha  (60%  )  untuk  lahan buang  dan  18.4732  Ha  (40%)  untuk infrastruktur  kolam  lindi  (Leachate)  sabuk hijau dan lahan cover. Komposisi sampah yang masuk ke TPA Sampah  Jatibarang, terdiri dari sampah organik dan sampah anorganik.  

Proses dekomposisi anaerobik di dalam lokasi  TPA  Sampah  Jatibarang  menghasilkan lindi.  Tumpukan  sampah  yang menghasilkan lindi  berpotensi  menyebabkan  pencemaran tanah  bahkan  merembes  hingga  jarak tertentu.  Lindi  dihasilkan  dari  infiltrasi  air hujan yang masuk dalam tumpukan sampah di TPA  serta  cairan  yang  ada dalam  sampah  itu sendiri.  Lindi  yang  dihasilkan  oleh  tumpukan sampah di TPA Sampah  Jatibarang disalurkan ke  bak‐bak  penampungan  untuk  diolah  lebih lanjut, namun cara ini juga memiliki beberapa kelemahan,  yang  paling  menonjol  adalah potensi  pencemaran  tanah  oleh  lindi.  Lindi yang  masuk  di  tanah  akan  menimbulkan pencemaran.  Hal  ini  berbahaya  bagi pemukiman disekitarnya  yang berjarak ± 300 meter  dan  pemukiman  disekitar  sungai Cebong,  sungai  Kreo,  dan  sungai  Kaligarang. Bila  hal  ini  dibiarkan  akan  timbul  masalah yang lebih luas bagi penduduk kota Semarang. 

Karakteristik  logam  berat  dikarenakan banyaknya mineral yang dilarutkan oleh  lindi.  pH  lindi  yang  netral  sampai  asam  dapat melarutkan  logam  berat  yang  tercampur sampah  di  TPA,  dan  warna  yang  sulit dihilangkan  dari  coklat  muda  sampai berwarna  hitam.Logam  berat  merupakan trace element yang mempunyai potensi toksin bagi  tumbuhan  atau makhluk  hidup  lainnya. Trace  element  didefinisikan  sebagai  elemen yang  keberadaannya  di  alam  sangat  sedikit, yang  bila  terdapat  dalam  konsentrasi  yang cukup  memiliki  potensi  mengganggu  atau 

beracun  pada  makhluk  hidup.  Komposisi logam berat pada  lindi dari TPA secara umum adalah kadmium  (Cd) dengan kisaran <0,005‐0,01 mg/l,  timbal  (Pb) dengan  kisaran  <0,05‐0,22 mg/l,  dan  kromium  (Cr)  dengan  kisaran <0,05‐0,14 mg/l (Damanhuri, 2008). 

Salah  satu  pendekatan  untuk memulihkan  polutan  logam  berat  adalah phytoextraction  menggunakan  tanaman hiperakumulator.  Tanaman  mempunyai toleransi  terhadap  logam berat  yang  bersifat esensial  untuk  pertumbuhan  dan perkembangan  (Hardiani,  2009).  Tanaman yang  mempunyai  kemampuan  menyerap logam  berat  melalui  akar  dan mengakumulasinya dalam berbagai organnya, dikenal  sebagai  tanaman  hiperakumulator. Hiperakumulator adalah  tanaman yang dapat menyerap  logam  berat  sekitar  1%  dari  berat keringnya  (Fahrudin, 2010). Jenis tanaman  ini mampu mengakumulasi konsentrasi tinggi ion logam  tanpa  mengalami  penurunan  hasil akibat  keracunan  logam.  Tanaman hiperakumulator  mampu  mengakumulasi logam dengan konsentrasi  lebih dari 100 kali melebihi  tanaman  normal.  Hal  ini  terjadi karena adanya perbedaan serangkaian proses fisiologis  dan  biokimiawi  serta  ekspresi  gen‐gen  yang  mengendalikan  penyerapan, akumulasi  dan  toleransi  tanaman  terhadap logam.  Tumbuhan  hiperakumulator merupakan  tumbuhan  yang dapat  digunakan dalam proses fitoremediasi.  

Fitoremediasi  merupakan  salah  satu cara  pembersihan  polutan  menggunakan tumbuhan,  umumnya  terdefinisi  seperti pembersihan  kontaminan  dari  lingkungan dengan  menggunakan  tumbuhan hiperakumulator.  Fitoremediasi  berasal  dari dua  kata  yaitu  Phyto  dalam  bahasa  Yunani yang  berarti  tumbuhan  dan  remediare  yang berasal  dari  bahasa  Latin  yaitu memperbaiki atau  membersihkan  sesuatu.Fitoremediasi merupakan  salah  satu  metode  remediasi dengan mengandalkan peran tumbuhan untuk menyerap,  mendegradasi,  mentransformasi 

Page 3: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

508 

 

dan mengimobilisasi  bahan  pencemar  logam berat atau polutan.  

Beberapa  peneliti  mengusulkan  selain tanaman  hiperakumulator,  jenis  tanaman hipertoleransi  yang  mempunyai  biomassa tinggi  bisa  juga  digunakan  sebagai  tanaman alternatif dalam fitoremediasi. Beberapa jenis tanaman  tingkat  tinggi memiliki  kemampuan untuk  mengakumulasi  logam  berat  dalam kisaran  yang  tinggi  sehingga  disebut  sebagai tanaman yang  toleran  terhadap  logam berat. Lokasi  akumulasi  logam  berat  pada  tanaman terdistribusi  hampir  di  seluruh  bagian tanaman, yaitu akar, daun, dan bunga (Krause dkk dalam Azidi dkk, 2008).    

Sejumlah  tumbuhan  terbukti  memiliki sifat  hipertoleran,  yakni  dapat  mentolelir logam  dengan  konsentrasi  tinggi  dan  sifat hiperakumulator,  yang  berarti  dapat mengakumulasi  logam  tertentu  dengan konsentrasi  tinggi  pada  jaringan  akar  dan tajuknya. 

Banyak  jenis  tumbuhan  berpembuluh ditemukan  mempunyai  kemampuan  untuk mengakumulasikan  logam  berat.  Lebih  dari 400  jenis  tumbuhan  telah  ditemukan mempunyai  kemampuan  hiperakumulator termasuk  anggota  famili  Asteraceae, Brassicaceae,  Caryophyllaceae,  Cyperaceae, Cunouniaceae,  Fabaceae,Flacourtiaceae, Lamiaceae,  Poaceae,  Violaceae,  dan Euphorbiaceae.  Famili  yang  paling  banyak dijumpai  sebagai  hiperakumulator  adalah Brassicaceae,  spesies  dari  famili  ini  mampu mengakumulasikan  lebih  dari  satu  jenis logam.Salah  satu  contoh  adalah  Brassica juncea mampu mengakumulasikan Se, As, Cd, Cu,  Hg  dan  Zn.  Thlaspi  caerulescens merupakan  akumulator  Cd  sedangkan Alyssum  sp  merupakan  akumulator  dari  Ni. Contoh  lainnya,  Pistia  stratiotes  dapat mengakumulasikan Ag, Cd, Cr, Cu, Hg, Ni, Pb dan  Zn  dengan  konsentrasi mencapai  5 mM per  kg  biomas.  Tumbuhan  Pistia  stratiotes mengakumulasikan  logam pada  jaringan akar. Tembakau  (Nicotiana  tabaccum)  juga dikenal mempunyai  kemampuan  untuk 

mengakumulasikan  Hg.  Beberapa  jenis tumbuhan  paku  seperti  Pteris  vittata  dapat mengakumulasikan  As.  Jenis  Pteris  yang  lain misalnya  Pteris  cretica,  Pteris  longifolia  dan Pteris  umbrosa  juga  mampu mengakumulasikan  As.  Tumbuhan  paku  air Azolla  caroliniana  (Azollaceae)  dapat digunakan  untuk  membersihkan  Hg  dan  Cr dalam  air  dan  mengakumulasikannya  dalam jaringan sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pemurni air. 

Pemanfaatan  tumbuhan  untuk remediasi  lingkungan  ditentukan  oleh pemahaman tentang penyerapan  logam serta penyerapan  dan  atau  degradasi  senyawa organik  oleh  tumbuhan.  Tumbuhan  harus bersifat  hipertoleran  agar  dapat mengakumulasi  sejumlah  besar  logam  berat di dalam batang serta daun. Tumbuhan harus mampu  menyerap  logam  berat  dari  dalam larutan  tanah  dengan  laju  penyerapan  yang tinggi.Tumbuhan  harus  mempunyai kemampuan  untuk  mentranslokasi  logam berat  yang  diserap  akar  ke  bagian  batang serta daun. 

Tujuan  penelitian  ini  diharapkan  dapat memberikan  data  konsentrasi  logam  berat pada  tanah  TPA  Sampah  Jatibarang  dan gambaran  mengenai  fitoremediasi pencemaran  logam  berat  pada  tanah  TPA Sampah  Jatibarang,  sehingga  dapat  dijadikan bahan  pertimbangan  dalam  penggunaan  dan pemanfaatan  tanaman  sebagai  fitoremediator  lahan  yang  tercemar  logam berat.  Data  ini  dapat  digunakan  sebagai landasan  pengembangan  strategi pengendalian  logam  berat  di  tanah  pada lingkungan TPA Sampah Jatibarang. 

 

METODE PENELITIAN 

Penelitian  ini dilakukan di TPA Sampah Jatibarang  yang  terletak  di  Kelurahan Kedungpane Kecamatan Mijen Kota Semarang pada bulan Agustus 2015. Tahapan penelitian meliputi survei  lokasi, pengumpulan data dan analisis  data.Tujuan  survei  adalah  untuk 

Page 4: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

509 

 

menentukan  titik  sampling.  Survei  lokasi dilakukan  dengan  cara  pengamatan  di  lokasi penelitian.Subjek  penelitian  adalah konsentrasi  logam  berat    dalam  tanah  pada tempat  yang  berbeda  di  TPA  dan  tanaman yang  berpotensi  sebagai  hiperakumulator logam  berat  di  kawasan  TPA  Sampah Jatibarang.  

Pengambilan  data  dilakukan  dengan observasi  lapangan  dan  penelusuran  data primer  dan  sekunder.  Observasi  lapangan dilakukan  di  TPA  Sampah  Jatibarang  dengan tujuan  untuk mengetahui  kondisi  lingkungan yang  ada.  Observasi  lapangan  untuk mengetahui kondisi tanaman yang berpotensi sebagai  hiperakumulator  logam  berat  yang ada.  Data  penelitian  berupa  konsentrasi logam berat pada tanah TPA Jatibarang diolah di  laboratorium.  Sampel  tanah  diolah  lebih lanjut  untuk  dianalisis  konsentrasi  logam berat.  Strategi  yang  diterapkan  untuk pengambilan tanah di TPA Sampah Jatibarang adalah dengan cara acak. Pengambilan contoh pada  tanah  di  TPA  Sampah  Jatibarang dilakukan pada  kedalaman 20  cm. Berat  tiap contoh  tanah  yang  diambil  100  g  tanah  per contoh.  Sebagian  sampel  tanah  yang  telah diambil  dari  lokasi  pengambilan  sampel dianalisis  di  Laboratorium  Kimia  Universitas Negeri  Semarang  untuk  mengetahui konsentrasi    logam  berat  dengan menggunakan  metode  ICP‐MS.  Data  yang diperoleh  berupa  konsentrasi  logam  berat pada  tanah  dan  kondisi  tanaman  yang berpotensi  sebagai  hiperakumulator  logam berat  di  TPA  Sampah  Jatibarang  secara lengkap kemudian disusun dalam bentuk tabel dan  narasi.  Data‐data  tersebut  selanjutnya dianalisis secara deskriptif kualitatif. 

 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Konsentrasi Logam Berat pada Tanah di TPA Sampah Jatibarang 

Konsentrasi logam berat dalam tanah di TPA  Sampah  Jatibarang    bervariasi  di  tiap lokasi.  Hasil  pengujian  logam  berat  pada 

sampel  tanah  di  dua  lokasi  berbeda  di  TPA Sampah Jatibarang dengan menggunakan ICP‐MS  Laboratorium  Kimia  Universitas  Negeri Semarang disajikan pada Tabel 1 : 

 Tabel  1.  Konsentrasi  Logam  Berat  dalam Tanah TPA 

Logam Konsentrasi (mg/L) 

Lokasi 1 

Konsentrasi (mg/L) 

Lokasi 2 

Ag ‐ 0,017

Al  ‐  ‐ 

As  ‐  ‐ 

Ba  ‐  ‐ 

Be  0,027  0,034 

Bi  ‐  0,004 

Ca 194,3 ‐ 

Cd 0,037 0,032

Co  ‐  ‐ 

Cr  0,375  0,23 

Cs  ‐  ‐ 

Cu  1,084  1,325 

Fe 267,4 285 

Ga 0,401 0,442

Hg  2,2  2,587 

In  ‐  ‐ 

K  ‐  ‐ 

Li  ‐  ‐ 

Mg  46,33  92,46 

Mn 14,69 44,7 

Na  20,61  4,747 

Ni  0,214  0,195 

Pb  ‐  ‐ 

Rb  24,43  23,31 

Se  0,114  1,11 

Sr ‐ ‐ 

Page 5: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

510 

 

Tl  ‐  ‐ 

U  192,6  188,1 

V  1,488  0,993 

Zn  ‐  ‐ 

     

Salah  satu  faktor  yang  dapat mempengaruhi  konsentrasi  logam  berat  di dalam  tanah  adalah  kontinuitas  masukan sampah  di  TPA  Sampah  Jatibarang. Masukan sampah di TPA menyebabkan semakin banyak sampah  yang berpotensi mengandung  logam berat  masuk  ke  dalam  TPA,  terjadinya mobilisasi  logam berat yang masuk ke dalam air  tanah  dan mengalir  ke  lokasi  yang  lebih rendah  sehingga  berpotensi  meningkatkan konsentrasi logam berat dalam tanah. 

Keberadaan logam berat di dalam tanah tidak  dapat  dipisahkan  dari  faktor‐faktor lingkungan  yang  mempengaruhi  peresapan logam  berat  ke  dalam  tanah  antara  lain  pH tanah  dan  bahan  organik  tanah.  Konsentrasi logam  berat  di  dalam  tanah  dengan  pH rendah  cenderung  lebih  kecil  bila  dibanding pada  tanah  dengan  pH  tinggi.  Pada  kondisi tanah dengan pH  rendah, unsur  logam berat akan  larut  dalam  air  tanah  sehingga  lebih mudah  tercuci ke  lapisan bawah  tanah. Pada kondisi  tanah dengan  pH  tinggi,  logam berat akan  terikat  oleh  koloid  tanah  dan  bahan organik  atau  diendapkan  dalam  bentuk hidroksida,  sehingga  terhindar  dari  proses pencucian dan penyerapan oleh akar tanaman (Atmojo,  2003).  Bahan  organik  tanah  turut mempengaruhi  konsentrasi  logam  berat dalam  tanah.  Bahan  organik  akan  berikatan dengan  logam  berat  membentuk  kelat. (Alloway dan Ayres, 1997). 

Menurut  Darmono  (1995),  konsentrasi logam berat dalam tanah secara alami dengan kisaran  non  pencemaran  antara  lain  As  (5‐3000  ppm,  rerata  100  ppm),  Co  (1‐40  ppm, rerata 8 ppm), Cu (1‐300 ppm, rerata 20 ppm), Pb  (2‐  200  ppm,  rerata  10 ppm),  Zn  (10‐300 ppm,  rerata  50  ppm),  Cd  (0,05‐  0,7  ppm, 

rerata  0,06  ppm),  dan  Hg  (0,01  ‐  0,3  ppm, rerata 0,03 ppm).  

Ferguson  (1990)  mengemukakan  batas beberapa konsentrasi logam berat yaitu : 

1. Cadmium (Cd), nilai rerata pada tanah yang tidak terkontaminasi adalah 0,62 μg/g.  Batas minimum  :  0,1  μg/g  dan batas maksimumnya : 1,0 μg/g. 

2. Mercury  (Hg), nilai  rerata pada  tanah yang  tidak  terkontaminasi  adalah 0,098  μg/g.  Batas  minimum  :  0,01 μg/g  dan  batas maksimumnya  :  0,06 μg/g. 

3. Arsenic  (As),  nilai  rerata  pada  tanah yang tidak terkontaminasi adalah 6,03 μg/g.  Batas  minimum  :  5  μg/g  dan batas maksimumnya : 10 μg/g. 

4. Lead  (Pb),  nilai  rerata  adalah  29,2 μg/g,  tetapi  konsentrasi  pada  tanah yang tidak terkontaminasi adalah 10 – 20  μg/g,  bila  konsentrasi  lebih  dari 100 μg/g, maka sudah terkontaminasi. Karena itu batas maksimum Pb adalah 20 μg/g atau 50 μg/g. 

5. Selenium  (Se) mempunyai nilai  rerata 0,4  μg/g.  Angka  ini  akan  meningkat pada daerah asam.  

Keanekaragaman  Jenis  Tanaman yang berada di TPA Sampah Jatibarang 

Hasil observasi pada dua tempat yang berbeda  di  TPA  Sampah  Jatibarang  terdapat beberapa  jenis‐jenis  tanaman  yang  disajikan pada Tabel 2 :  

 

Tabel 2.  Jenis‐Jenis Tanaman yang Berada di TPA 

Lokasi Jenis Tanaman Jumlah pohon

1  Markisa  1 

Pare  1 

Pisang 43 

Lombok  7 

Page 6: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

511 

 

Terong  4 

Kemangi  1 

Jarak Pagar  18

2  Talas  36 

Pisang  25 

Ketela Pohon  1

Cabai  2 

Terong  1 

Bayam  1

Jarak Pagar  23 

Karakteristik  tumbuhan hiperakumulator  adalah:  (i)  Tahan  terhadap unsur  logam  dalam  konsentrasi  tinggi  pada jaringan  akar  dan  tajuk;  (ii)  Tingkat  laju penyerapan  unsur  dari  tanah  yang  tinggi dibanding  tanaman  lain;  (iii)  Memiliki kemampuan  mentranslokasi  dan mengakumulasi  unsur  logam  dari  akar  ke tajuk  dengan  laju  yang  tinggi.  Translokasi  ini merupakan  komponen  yang  harus diperhatikan  dalam  penentuan  tumbuhan hiperakumulator.  

Lasat  (1996),  menyatakan  bahwa untuk  acuan  tanaman  yang  bersifat hiperakumulator sebagai berikut: 

1. Dapat  mengakumulasi  logam  Hg sebesar 10 mg/kg berat kering. 

2. Dapat  mengakumulasi  logam  Cd sebesar 100 mg/kg berat kering. 

3. Dapat mengakumulasi  logam  Co,  Cr, Cu, dan Pb sebesar 1000 mg/kg berat kering. 

4. Dapat  mengakumulasi  logam  Ni  dan Zn sebesar 10000 mg/kg berat kering. 

 

Suatu  jenis  tumbuhan  dikategorikan sebagai spesies hiperakumulator apabila: 

1. Bersifat  toleran  terhadap  kandungan logam  yang  tinggi  sehingga pertumbuhan  akar  dan  pucuk  tidak 

mengalami hambatan. Tanaman yang toleran  tidak  akan  terganggu pertumbuhannya  walaupun  tumbuh pada  tanah  dengan  toksisitas  yang tinggi. Toleransi ini diduga berasal dari kemampuan  tanaman  untuk menyimpan  logam dalam  vakuola  sel atau mampu mengkelat logam‐logam. 

2. Mampu  menyerap  logam  (uptake) yang  terdapat  dalam  larutan  tanah dengan  cepat.  Kecepatan  uptake ditentukan  oleh  jenis  tumbuhan  dan macam logam yang di‐uptake. Mampu mentranslokasikan suatu unsur  logam dari  akar  ke  bagian  pucuk  tanaman dengan kecepatan tinggi.. 

3. Mampu  mentranslokasikan  suatu unsur  logam  dari  akar  ke  bagian pucuk  tanaman  dengan  kecepatan tinggi. 

4. Harus mampu menghasilkan biomasa yang  tinggi  dalam  waktu  yang  cepat (cepat  tumbuh),  mudah dibudidayakan  dan  mudah  dipanen (Chaney et al.,1995). 

 

Dalam  hubungannya  dengan pemanfaatan  tumbuhan  sebagai  agen fitoremediator,  Baker  (1999) mengemukakan ciri,yaitu : 

1. Laju akumulasi harus tinggi.  

2. Mempunyai  kemampuan mengakumulasi  beberapa  macam logam.  

3. Mempunyai  kemampuan  tumbuh cepat  dengan  produksi  biomassa tinggi  

4. Tanaman  harus  tahan  hama  dan penyakit 

 

Keanekaragaman  jenis  tanaman  yang berada  di  TPA  Sampah  Jatibarang  lebih banyak  termasuk  tanaman  konsumsi  yang 

Page 7: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

512 

 

berupa  buah  dan  sayur  antara  lain markisa, pare, pisang,  lombok,  terong,  kemangi,  talas, ketela  pohon,  cabai  dan  bayam.  Walaupun tumbuhan  tersebut  toleran  terhadap lingkungan tanah TPA Sampah Jatibarang, dan kemungkinan  mempunyai  kemampuan mengakumulasi  logam  berat,  namun  sangat berbahaya  untuk  dijadikan  sebagai  agen fitoremediator  pada  tanah  TPA  Sampah Jatibarang  yang  tercemar  logam  berat. Akumulasi  logam  berat  pada  tanaman konsumsi sangat berbahaya bila terakumulasi pada tubuh manusia. 

Dari  hasil  observasi  di  TPA  Sampah Jatibarang,  tanaman  yang  dapat dikembangkan  sebagai  agen  fitoremediator adalah  jarak  pagar.  Berdasarkan  hasil penelitian  Rismawati  tentang    fitoremediasi tanah tercemar logam berat Zn menggunakan tanaman  jarak  pagar  (Jatropha  curcas), tanaman  Jarak  pagar  (Jatropha  curcas) berpotensi  sebagai  akumulator  Zn,  (nilai Faktor  Transfer  <  20)  untuk  diaplikasikan sebagai  agen  fitoremediator  Zn pada  28 hari perlakuan.  Logam  berat  Zn  berpengaruh terhadap  tinggi  tanaman,  luas  daun,  dan biomassa.  Tanaman  Jarak  pagar  (Jatropha curcas) mampu tumbuh pada tanah tercemar logam berat. 

Semua  tumbuhan  memiliki kemampuan  menyerap  logam  tetapi  dalam jumlah  yang  bervariasi.  Sejumlah  tumbuhan dari  banyak  famili  terbukti  memiliki  sifat hipertoleran,  yakni  mampu  mengakumulasi logam  dengan  konsentrasi  tinggi  pada jaringan  akar dan  tajuknya,  sehingga bersifat hiperakumulator.  Sifat  hiperakumulator berarti  dapat  mengakumulasi  unsur  logam tertentu  dengan  konsentrasi  tinggi  pada tajuknya  dan  dapat  digunakan  untuk  tujuan fitoekstraksi.  Dalam  proses  fitoekstraksi  ini logam  berat  diserap  oleh  akar  tanaman  dan ditranslokasikan ke tajuk untuk diolah kembali atau  dibuang  pada  saat  tanaman  dipanen (Chaney et al. 1995). 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tabel 3.  Jenis  tumbuhan berpotensi  sebagai hiperakumulator 

Jenis Kontaminan 

Tumbuhan 

Zn (zink) 

 

Cd (kadmium) 

 

Pb (plumbum) 

Co (kobalt) 

 

Cu (kuprum) 

Mn (mangan) 

Ni (nikel) 

 

 

 

Cs (sesium) 

As (arsenik) 

Se (selenium) 

Fe (ferum) 

Hg (merkurium) 

Salinitas 

Minyak bumi 

Thlaspi caerulescens, T. calaminare, Sambucus, 

Rumex 

Thlaspi caerulescens, Sambucus, Rumex, Mimulus 

guttatus, Lolium miscanthus 

Lolium miscanthus, Thlaspi rotundifolium 

Agrostis gigantea, Haumaniastrum robertii, Mimulus 

guttatus 

Aeolanthus biformifolius, Lolium miscanthus 

Alyxia rubricaulis 

Alyssum bertolonii, A. lesbiacum, Berkheya coddii, 

Hybanthus floribundus, Thlaspi goesingense, 

T. montanum, Senesio coronatus, Lolium 

miscanthus, Phyllanthus serpentinus 

Amaranthus retroflexus 

Page 8: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

513 

 

  Reynoutria sachalinensis, Chlamidomonas sp. 

Astragalus racemosus 

Poaceae 

Arabidopsis thaliana 

Attriplex spp., Halosarcia spp., Enneapogon spp. 

Euphorbia, Cetraria, Amaranthus retroflexus 

    Sumber : (Baker & Brooks, 1989) 

 

Morfologi  Tanaman  Jarak  Pagar  yang Berpotensi  sebagai  Hiperakumulator  Logam Berat di TPA Jatibarang  

Jarak  Pagar  merupakan  tanaman pionir  yang  dapat  beradaptasi  dengan berbagai  iklim  dan  tanah  (Sukmarayu  P. Gedoan,  et  al.,  2011;  Mariam,  2006).  Jarak Pagar juga dapat tumbuh dengan baik sebagai tanaman  agroforestri pada  lahan  tandus  dan marjinal  (Heller,  1996).  Tanaman  ini  dapat tumbuh  dengan  baik  pada  dataran  rendah sampai  pada  ketinggian  500  m  dpl.  Curah hujan yang sesuai untuk tanaman  jarak pagar adalah  625  mm/th,  namun  masih  dapat tumbuh pada  kisaran  curah hujan 300 mm – 2.380 mm/tahun.  Sedang  kisaran  suhu  yang diperlukan  adalah  antara  20ºC  ‐  26ºC,  pada suhu ekstrim (dibawah 15ºC atau diatas 35ºC) akan  menghambat  pertumbuhan  serta mengurangi  kadar  minyak  dalam  biji  dan mengubah  komposisinya.  Tanaman  jarak pagar  mempunyai  sistem  perakaran  yang mampu  menahan  air  dan  tanah  sehingga tahan  terhadap  kekeringan  serta  berfungsi menahan  erosi.  Jarak  pagar  dapat  tumbuh pada berbagai  ragam  tekstur dan  jenis  tanah dan  mampu  beradaptasi  pada  tanah  yang kurang  subur  atau  tanah  bergaram, memiliki drainase  yang  baik,  tidak  tergenang  dan  pH tanah 5,0‐6,5. 

Tanaman  jarak  pagar  memiliki beberapa  nama  daerah  (lokal)  antara  lain 

jarak  budeg,  jarak  gundul,  jarak  cina  (Jawa); baklawah, nawaih (NAD); dulang (Batak); jarak kosta (Sunda); jarak kare (Timor); peleng kaliki (Bugis); kalekhe paghar (Madura);  jarak pager (Bali);  lulu mau, paku kase,  jarak pageh (Nusa Tenggara);  kuman  nema  (Alor);  jarak  kosta, jarak  wolanda,  bindalo,  bintalo,  tondo utomene  (Sulawesi);  dan  ai  huwa  kamala, balacai,  kadoto  (Maluku).  Tanaman  jarak pagar termasuk perdu dengan tinggi 1 – 7 m, bercabang  tidak  teratur.  Batangnya  berkayu, silindris  dan  bila  terluka  akan mengeluarkan getah.  

 

Gambar 1. Jarak Pagar (Koleksi Pribadi) 

Dalam  taksonomi  tumbuhan, kedudukan  tanaman  ini  diklasifikasikan sebagai berikut : 

Kingdom     : Plantae  

Subkingdom    : Tracheobionta  

Divisio       : Spermatophyta  

Subdivisio     : Magnoliophyta  

Classis      : Magnoliopsida  

Ordo       : Euphorbiales 

Familia      : Euphorbiaceae 

Genus       : Jatropha 

(Nurcholis dan Sumarsih, 2007). 

Daun  jarak  pagar  berupa  daun tunggal,  berlekuk,  bersudut  3  atau  5,tulang daun  menjari  dengan  5‐7  tulang  utama, daunnya  berwarna  hijau  dimana  warna permukaan  bagian  bawah  daun  lebih  pucat dibandingkan  bagian  atasnya.  Panjang  dan 

Page 9: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

514 

 

lebar  daun  6‐15  cm  yang  tersusun  secara selang‐seling. Panjang tangkai daun sekitar 4‐15  cm  (Prihandana  dan  Hendroko,  2006). Pada musim kemarau yang panjang, tanaman ini menggugurkan daunnya. (Syah, 2006). 

Bunga  tanaman  jarak  pagar  adalah bunga  majemuk  berbentuk  malai,  berwarna kuning  kehijauan,  berkelamin  tunggal  dan berumah  satu  (putik  dan  benang  sari  dalam satu  tanaman). Bunga betina 4 – 5  kali  lebih banyak  dari  bunga  jantan.  Bunga  betina  dan bunga  jantan  tersusun  dalam  rangkaian berbentuk  cawan  yang  tumbuh  di  ujang batang  atau  ketiak  daun.  Bunga  memiliki  5 kelopak berbentuk bulat telur dengan panjang kurang  lebih  4 mm. Benang  sari mengumpul pada  pangkal  dan  berwarna  kuning.  Tangkai putik pendek berwarna hijau dan kepala putik melengkung  keluar  berwarna  kuning. Bunganya  mempunyai  5  mahkota  berwarna keunguan.  Setiap  tandan  terdapat  lebih  dari 15  bunga.  Tanaman  jarak  pagar  termasuk tanaman  monoecious  dan  bunganya uniseksual.  Kadangkala  muncul  hermaprodit yang  berbentuk  cawan  berwarna  hijau kekuningan. 

Buah  jarak  pagar  berupa  buah  kotak berbentuk bulat  telur dengan diameter 2 – 4 cm.  Panjang  buah  2  cm  dengan  ketebalan sekitar  1  cm.  Buah  berwarna  hijau  ketika muda  serta  abu‐abu  kecoklatan  atau kehitaman  ketika  masak.  Buah  jarak  pagar yang  disebut  kapsul  akan  masak  40‐50  hari setelah  pembuahan;  buah  sedikit  berdaging (fleshy)  waktu  muda,  berwarna  hijau kemudian menjadi kuning dan mengering  lalu pecah waktu masak;  biasanya  berisi  tiga  biji berwarna  hitam.  Pembentukan  buah membutuhkan  waktu  selama  90  hari  dari pembungaan  sampai matang.  Buah  Jatropha curcas  matang  tidak  serentak.  Di  satu rangkaian  akan  terdapat  bunga,  buah muda, serta  buah  yang  sudah  kering.  Buah  jarak pagar terbagi menjadi tiga ruang yang masing‐masing  ruang  berisi  3‐4  biji  (Prihandana  dan Hendroko, 2006). Tanaman  jarak pagar mulai berbuah  pada  umur  5  bulan,  dan mencapai 

produktifitas  penuh  pada  umur  5  tahun. Panjang buah sekitar 1  inchi  (sekitar 2,5 cm), dan  mengandung  2‐3  biji  (Syah,  2006).Buah jarak  terbagi  menjadi  3‐5  ruang,  masing‐masing  berisi  satu  biji  sehingga  tiap  buah terdapat 3‐5 biji.  

Biji  berbentuk  bulat  lonjong  dan berwarna  coklat  kehitaman.  Biji  inilah  yang banyak  mengandung  minyak  dengan rendemen  mencapai  30%  ‐  50%  dan mengandung  toksin  sehingga  tidak  dapat dimakan.  Biji  jarak  pagar  berbentuk  bulat lonjong, berwarna cokelat kehitaman dengan ukuran  panjang  2  cm,  tebal  1  cm, dan berat 0,4‐0,6  gram/biji  (Prihandana  dan Hendroko, 2006).  Biji masak  bila  kapsul  berubah warna dari  hijau  menjadi  kuning  (3  bulan  setelah berbunga). Kulit kapsul tetap segar sampai biji masak dan berwarna hitam (Mahmud, 2005). 

 

 

Gambar 2. Jarak Pagar di TPA Sampah Jatibarang Semarang  

 

Proses  Fisiologis  dan  Biokimia  Tanaman Hiperakumulator Logam Berat 

Riset‐riset  fisiologi,  biokimia  dan genetika  molekuler  mengungkap  bahwa adanya  perbedaan  yang  besar  dalam kemampuan  mengakumulasi  dan  mentolelir logam pada tanaman hiperakumulator dengan tanaman  normal  adalah  karena  adanya 

Page 10: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

515 

 

perbedaan  dari  serangkaian  proses  fisiologis biokimia  dan  serangkaian  ekspresi  gen‐gen yang  berperan  dalam  proses  penyerapan, akumulasi  dan  toleransi  tanaman  terhadap logam  (Salt. DE, 2006). Terdapat  serangkaian proses  fisiologis  yang  berperan  dalam akumulasi  logam  sepanjang  siklus  hidup tumbuhan.  Proses  pertama  adalah  interaksi rizosferik pada zona perakaran, dimana terjadi proses  pengolahan  unsur‐unsur  di  dalam tanah  dari  bentuk  yang  tidak  dapat  diserap menjadi  bentuk  yang  dapat  diserap  dengan melibatkan sejumlah eksudat yang diproduksi akar.  

Tumbuhan  hiperakumulator  memiliki kemampuan  lebih  tinggi  dalam  merubah logam  pada  zona  perakaran menjadi  bentuk yang  tersedia.  Hiperakumulator  memiliki kemampuan mempercepat  terlarutnya  logam pada  risosfer.  Hal  ini  teramati  pada hiperakumulator  Zn.  Hiperakumulator  juga diperkirakan  melepaskan  kelat  untuk  logam yang  spesifik  ke  risosfer  oleh  akar.  Hal  ini teramati pada penyerapan Fe (Salt. DE, 2000). Akar  tumbuhan  hiperakumulator  memiliki daya  selektifitas  yang  tinggi  terhadap  unsur logam  tertentu  (Gabbrielli.  R,  et  all,  1991). Penyerapan  logam oleh akar yang antara  lain ditentukan oleh permeabilitas, transpirasi dan tekanan  akar  serta  kehadiran  dari  sistem pemacu  penyerap  logam,  yang  diperkirakan hanya  dimiliki  oleh  tumbuhan hiperakumulator.  Proses  selanjutnya  yang menentukan  tumbuhan  menjadi hiperakumulator  adalah  translokasi  logam dari akar ke  tajuk yang  terbukti memiliki  laju jauh melebihi  tumbuhan  normal.  Translokasi ini dikendalikan oleh dua proses utama yakni pergerakan  ion  ke  xilem  dan  volume  fluks dalam silem yang dimediasi oleh tekanan akar dan transpirasi (Gabbrielli. R, et all, 1991). Hal ini  juga  mengindikasikan  adanya  sistem translokasi  logam  dari  akar  ke  tajuk  yang efisien.  Sekuertrasi    dan  kompleksasi  adalah proses yang dilalui untuk menentukan bentuk ikatan  logam  yang  akan  diakumulasi  dan  di bagian  jaringan  mana  akan  disimpan. Akumulasi  logam  terjadi  lebih  efisien  pada 

tumbuhan  hiperakumulator.  Disamping  itu hiperakumulator memiliki derajat seleksi yang tinggi terhadap logam (Salt.DE, 2000). Respon fisiologis yang terjadi bila tanaman mengalami stres  logam  adalah  terjadinya  pembentukan phytochelatins  karena  adanya  ion‐ion  logam yang  memicu  terjadinya  reaksi  ini  (Salt.DE, 2000). Respons lain adalah adanya perubahan aktivitas  enzimatik.  Respon  terhadap  logam juga terjadi pada terhambatnya pertumbuhan akar  dan  tajuk  serta  menurunnya  laju transpirasi  (Gerth  A,  2000).  Tanaman hiperakumulator  menunjukkan  respon  yang berbeda  dengan  tanaman  normal  terhadap stress  keracunan  logam dengan mengadakan perubahan pada  serangkaian proses  fisiologis biokimia  tertentu.  Dapat  disimpulkan  bahwa perbedaan  antara  tanaman  hiperakumulator dan non hiperakumulator yang terjadi karena adanya  perubahan  proses  fisiologis‐biokimia diantaranya: adanya serangkaian ekspresi gen yang  berbeda  yang mengontrol  penyerapan, akumulasi  dan  toleransi  terhadap  logam  , terdapat  perbedaan  mekanisme  transport jarak  jauh  dari  akar  ke  tajuk  seperti  asam amino  bebas,  histidin,  perbedaan  pada  nilai kinetik  laju  akumulasi  logam  pada hiperakumulator yang dideteksi 5‐10 kali lebih besar  dari  tanaman  normal  (Zhao  FJ,et  al, 2002),  pada  tanaman  hiperakumulator terdapat  mekanisme  hipertoleransi  untuk menghindari  keracunan  logam, hiperakumulator  memiliki  potensi  terhadap kerusakan  oksidatif  terhadap  jaringan  yang terkena  pengaruh  keracunan  logam  seperti glutathione (Salt.DE, 2000). 

 

SIMPULAN 

Pencemaran logam berat di tanah TPA Sampah  Jatibarang  perlu  pemantauan. Strategi  fitoremediasi  pada  tanah  tercemar logam berat di TPA dapat dijadikan alternatif pengendalian  pencemaran  logam  berat  di tanah  TPA.  Tumbuhan  yang  berpotensi sebagai  hiperakumulator  logam  berat  di  TPA Jatibarang Semarang adalah jarak pagar. 

 

Page 11: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

516 

 

DAFTAR PUSTAKA 

Alloway, B.J., dan Ayres, D.C., 1997. Chemical Principles  of  Environmental  Pollution.Blackie Academic and Professional. London. 

 

Atmojo,  S.W.,  2003.  Peranan  Bahan Organik Terhadap  Kesuburan  Tanah  dan  Upaya Pengelolaannya.Fakultas  Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta 

 

Azidi,  I.,  Noer,  K.,  dan  E.  N.  Yenny.  2008. Kajian  penyerapan  logam  Cd,  Ni,  dan  Pb dengan  Varietas  Konsentrasi  Pada  Akar, Batang  dan  Daun  tanaman  Bayam (Amaranthus  tricolor  L). Program  Studi Kimia Fakultas  MIPA  Universitas  Lambung Mangkurat, Kalimantan Selatan. 

 

Baker AJM, Brooks RR. 1989. Terrestrial higher plants  which  hyperaccumulate  metal elements‐  a  reveiew  of  their  distribution, ecology  and  phytochemistry.  Biorecovery 1:81‐126. 

 

Baker, A.J.M. 1999. Metal hyperaccumulator plants: a biological resource for exploitation in the phytoextraction of metal‐polluted soils.  

 

Chaney RL et al. 1995. Potential use of metal hyperaccumulators.  Mining  Environ  Manag 3:9‐11. 

 

Damanhuri. 2008. Lanfiling. FTSL ITB Bandung. 

 

Darmono.  1995.  Logam  Berat  dalam  Sistem Biologi Makhluk Hidup. UI Press. Jakarta 

 

Ferguson,  J.E.1990.  The  Heavy  Elements  : Chemistry,  Environmental  Impact  and Health Effects, Pergamon Press, Oxford. 

 

Gabbrielli  R, Mattioni  C,  Vergnano  O.  1991. Acumulation  mechanisms  and  heavy  metal tolerance of a nickel hyperaccumulator. J Plant Nutr 14:1067‐1080. 

 

Gerth, A. 2000. Phytoremediation of  soil and sludge  with  special  examination  of  heavy metal contamination In: Wise DL, Trantolo DJ, Cichon  EJ,  Inyang  HI,  Stottmeister  U  (ed).  : Bioremediation  of  Contaminated  Soils. Marcek Dekker  Inc. New  York. Basel. P. 787‐809. 

 

Hardiani,  H.  2008.  Pemulihan  Lahan Terkontaminasi  Limbah  B3  dari  Proses Deinking  Industri Kertas Secara Fitoremediasi. Jurnal Riset Industri 

 

Heller, J., 1996. Physic Nut. Jatropha curcas L. Promoting  the  Conservation  and  Use  of Underulitized and Neglected Crops. 1. Institute of  Plant  Genetics  and  Crop  Plant  Research. Roma 

 

Lasat  MM,  Baker  AJM,  Kochian  LV.  1996. Physiological  characterization  of  root  Zn2+ absorption  and  translocation  to  shoot  in  Zn hyperaccumulator  and  nonaccumulator species  of  Thlaspi.  Plant  Physiol  112:1715‐1722. 

 

Mahmud,  Z., A. A.  Rivale,  dan D. Allorerong. 2005.  Petunjuk  Teknis  Budidaya  Jarak  Pagar (Jatropha  curcas  L.).  Pusat  Penelitian  dan Pengembangan Perkebunan. Bogor. 

 

Nurcholis,  M.  dan  S.  Sumarsih.  2007.  Jarak pagar  dan  pembuatan  biodiesel.  Kanisius. Yogyakarta. 

 

Page 12: Evaluasi Fitoremediasi Pencemaran Logam Berat di Tanah TPA

SEMINAR NASIONAL HASIL PENELITIAN (SNHP‐V)     ISBN 978‐602‐0960‐29‐6 LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGABDIAN KEPADA MASYARAKAT UNIVERSITAS PGRI SEMARANG Semarang, 21 November 2015 

 

517 

 

Prihandana,  R.  dan  R.  Hendroko,  2006. Petunjuk  Budidaya  Jarak  Pagar.  Agromedia Pustaka. 

 

Salt  DE.  2000.  Phytoextraction:  Present applications and  future promise.  In: Wise DL, Trantolo  DJ,  Cichon  EJ.,  Inyang  HI,  dan Stottmeister  U  (Ed).  Bioremediation  of Cotaminated  Soils  Marcek  Dekker  Inc.  New York; Basel. hlm 729‐743. 

 

Salt  DE.  2006.  An  Extreme  Plant  Lifestyle: Metal  Hyperaccumulation.  Plant  Physiology. Fourth  Edition  by  Taiz  L &  E  Zeiger.  Chapter 26. Sinauer Assoc.Inc. 

 

Sukmarayu P. Gedoan, Alex Hartana, Hamim, Utut  Widyastuti,  Nampiah  Sukarno.  2011. Pertumbuhan Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas  L.) pada  Lahan Pasca  tambang Timah di Bangka  yang Diberi  Pupuk Organik.  Jurnal Ilmiah Sains 11(2): 181‐190. 

 

Syah,  A.  N.  A.  2006.  Biodiesel  Jarak  Pagar  : Bahan  Bakar  Alternatif  yang  Ramah Lingkungan. AgroMedia Pustaka. Jakarta. 

 

Zhao FJ, Hamon ER,  Lombi E, Mclaughlin MJ, Garth  SP.  (2002).  Characteristic  of  cadmium uptake  into  two  contrusting  ecotype  of  the hyperaccumulator  Thlaspi caelulescence.Journal of Environ. Bot. 53(368) 535‐543