EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS...
Transcript of EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS...
1
EVALUASI DAMPAK PROGRAM
SANITASI BERBASIS MASYARAKAT (SANIMAS)
DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
(Studi di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menyelesaikan
Pendidikan Sarjana (S1) Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Departemen Ilmu Administrasi Negara
OLEH :
ZUDIKA DM MANULLANG
1 0 0 9 0 3 0 2 2
DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI NEGARA
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2014
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas setiap berkat dan
penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Evaluasi Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS) Dalam
Pemberdayaan Masyarakat (Studi di Kelurahan Bagan Deli Kecamtan Medan
Belawan Kota Medan)”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
sosial dari Departemen Ilmu Administrasi Negara di Universitas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada
kedua orang tua, Ayahanda Sudirman Manullang dan Ibunda Elisabeth Juniar
Simanjuntak, yang dengan kasih sayang dan rela hati memberikan doa serta restu
bagi penulis selama menempuh masa pendidikan. Terima kasih kepada Tuhan
Yesus Kristus karena senantiasa memberkati orang tua dan seluruh keluarga
penulis.
Selama pengerjaan skripsi ini, penulis mendapat banyak sekali arahan,
bimbingan, motivasi, saran serta kritik dari semua pihak yang turut membantu
penulis dalam menyelesaikannya. Untuk itu, penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si selaku Dekan FISIP USU.
2. Bapak Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si selaku Ketua Departemen
Ilmu Administrasi Negara.
3. Ibu Dra. Elita Dewi, M.SP selaku Sekretaris Departemen Ilmu
Administrasi Negara.
4. Ibu Dra. Nurlela Ketaren, M.SP selaku dosen pembimbing akademik
selama masa perkuliahan.
5. Bapak Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.S selaku dosen pembimbing skripsi
yang begitu tulus dan murah hati dalam membimbing dan memotivasi
penulis selama pengerjaan skripsi ini .
6. Ibu Dra. Asima Yanti Siahaan, P.hD selaku dosen penguji yang juga turut
memberikan arahan dan bimbingan untuk skripsi ini.
ii
7. Ibu Ir. Hj. Ritha Lisda Lubis, M.Hum selaku Sekretaris Badan Penelitian
dan Pengembangan Provinsi Sumatera Utara yang telah memberi izin
penelitian.
8. Ibu Dra. Siti Mahrani Hasibuan selaku Sekretaris Balitbang Kota Medan
yang juga memberikan izin penelitian.
9. Bapak Saut Sinaga selaku Kepala Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan yang telah memberi izin melakukan penelitian di
Kelurahan Bagan Deli.
10. Bapak Ir. Herianto selaku Pejabat Satuan Kerja Pengembangan
Penyehatan Lingkungan dan Permukiman yang bersedia sebagai informan
penelitian.
11. Seluruh Bapak dan Ibu dosen dan staf pengajar di Departemen Ilmu
Administrasi Negara yang menambahkan kepada penulis pengajaran dan
pengalaman hidup.
12. Seluruh staf pegawai administrasi di Departemen Ilmu Administrasi
Negara, khususnya Kak Mega dan Kak Dian yang turut meringankan
langkah penulis selama masa pendidikan.
13. Adik-adik penulis (Daniel, Ruth dan Debora), saudara (khususnya Kak
Maya) dan keluarga (Tulang, Pak Tua dan Maktua, Oppung dan Bou)
yang banyak mendukung dan mendoakan penulis selama pendidikan, serta
teman dekat penulis yang turut menyemangati dan mendoakan
kebersamaan ini, Jerri Sanjaya Nababan.
14. Saudara di Kelompok Gita Lee-El (Bang Daniely Aroz Daely dan Ira
Purba) yang selalu berbagi kasih, penguatan, dan doa. Juga saudara di
Kelompok Diadema (Kak Rascel, Marisi dan Devi).
15. Adik-adik Kelompok Naomi Latisha (Apritania, Debby, Irene, Jesika) dan
Nehemia (Dian, Soezono, Sondang, Andi). Terima kasih untuk semangat
dan doa kalian.
16. Sahabat terbaik “Batokers” (Ira Purba, Ade Auristha Manurung, Mariance
Hasibuan, Susanti Lona Silalahi, Petra Rosjuwita Telaumbana, Christine
iii
Anne Dearni Batubara, David Saputra, Maulana All Ravi dan Bobby
Trimart Gea), terima kasih untuk kasih sayang sebagai anggota keluarga
baru dan pengalaman hidup bersama kalian.
17. Teman-teman Kelompok Magang Desa Sei Musam Kendit (Anya, Ira,
Ance, Chyntia, Nurhayati, Dewi, Deddy, Dion, Fritz, Yanan, Imam dan
Farid).
18. Dan, seluruh teman-teman angkatan 2010.
Demikian yang dapat penulis sampaikan. Meski begitu, penulis menyadari
masih banyak kekurangan baik dari segi penulisan dan isi, mohon saran dan kritik
yang dapat membangun kebaikan skripsi ini. Akhir kata, kiranya setiap pembaca
dapat menemukan hal bermanfaat didalam skripsi ini. Sekian dan terima kasih.
Medan, Juli 2014
Zudika DM Manullang
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………… i
DAFTAR ISI……………………………………………………….... iii
DAFTAR TABEL………………………………………………… ... vii
DAFTAR BAGAN………………………………………………….. ix
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………… x
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………… xi
ABSTRAK…………………………………………………………… xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang………………………………………………… 1
1.2 Fokus Masalah………………………………………………… 8
1.3 Rumusan Masalah…………………………………………….. 8
1.4 Tujuan Penelitian……………………………………………… 9
1.5 Manfaat Penelitian……………………………………………. 9
1.6 Kerangka Teori……………………………………………….. 9
1.6.1 Kebijakan Publik……………………………………… 10
1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik………………….. 10
1.6.1.2 Tahapan Kebijakan Publik……………………. 13
1.6.2 Implementasi Kebijakan……………………………… 15
1.6.3 Evaluasi Kebijakan…………………………………… 17
1.6.3.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan…………………… 18
1.6.3.2 Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan………. 19
1.6.3.3 Pendekatan Evaluasi…………………………. 20
1.6.3.4 Model Evaluasi Kebijakan…………………… 23
1.6.3.5 Kriteria Evaluasi……………………………… 24
1.6.3.6 Metode Evaluasi……………………………… 31
1.6.3.7 Evaluasi Dampak Kebijakan………………….. 32
1.6.3.8 Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti…….. 35
v
1.6.4 Pemberdayaan Masyarakat…………………………… 35
1.6.4.1 Tahap-tahap Pemberdayaan………………….. 38
1.7 Definisi Konsep………………………………………………. 39
1.8 Definisi Operasional………………………………………….. 40
1.9 Sistematika Penulisan ……………………………………….. 41
BAB II METODE PENELITIAN
2.1 Bentuk Penelitian…………………………………………….. 43
2.2 Lokasi Penelitian……………………………………………... 43
2.3 Informan Penelitian……………………………………….….. 44
2.4 Teknik Pengumpulan Data…………………………………… 44
2.5 Teknik Analisis Data………………………………………… 46
BAB III DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kota Medan……………………………… 48
3.1.1 Letak Geografis……………………………………… 48
3.1.2 Pemerintahan………………………………………… 49
3.1.3 Demografi……………………………………………. 52
3.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan……………… 55
3.2.1 Letak Geografis………………………………………. 55
3.2.2 Pemerintahan………………………………………… 57
3.2.3 Demografi……………………………………………. 59
3.3 Gambaran Umum Kelurahan Bagan Deli……………………. 60
3.3.1 Letak Geografis………………………………………. 60
3.3.2 Pemerintahan…………………………………………. 63
3.3.3 Demografi…………………………………………….. 66
3.4 Gambaran Umum Distarukim Provsu…………………………. 69
3.4.1 Tugas dan Fungsi Distarukim…………………………. 69
3.4.2 Visi dan Misi Distarukim……………………………… 71
3.4.3 Satker PPLP…………………………………………… 74
vi
3.4.3.1 Program dan Kegiatan………………………. 75
3.5 Gambaran Umum Program SANIMAS…………………….. 77
3.5.1 Program Sanitasi Berbasis Masyarakat……………… 77
3.5.2 Visi dan Misi Program Sanimas……………………... 80
3.6 Gambaran Umum Permen No. 15/PRT/M/2010…………….. 80
BAB IV PENYAJIAN DATA
4.1 Karakteristik Informan……………………………………… 82
4.2 Deskripsi Hasil Wawancara………………………………… 85
4.2.1 Indikator Efektivitas………………………………. 86
4.2.2 Indikator Efisiensi………………………………….. 91
4.2.3 Indikator Kecukupan……………………………….. 93
4.2.4 Indikator Pemerataan……………………………….. 96
4.2.5 Indikator Responsivitas…………………………….. 98
4.2.6 Indikator Ketepatan………………………………… 101
4.3 Pelaksanaan Program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli... 105
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Analisis Evaluasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS)……………………………………………….. 110
5.2 Analisis Evaluasi Dampak Program SANIMAS dalam
Pemberdayaan Masyarakat…………………………………. 124
BAB VI PENUTUP
6.1 Kesimpulan………………………………………………….. 131
6.2 Saran……………………………………………………….. . 134
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………….. 135
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Lokasi Sanimas Tahun 2012 Propinsi Sumatera Utara…… 6
Tabel 1.2 Pendekatan Evaluasi………………………………………. 22
Tabel 1.3 Kriteria Evaluasi………………………………………….. 25
Tabel 1.4 Metodologi Untuk Evaluasi Program……………………. 32
Tabel 3.5 Banyaknya Kelurahan dan Lingkungan Menurut
Kecamatan di Kota Medan Tahun 2007-2011…………… 51
Tabel 3.6 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2009……………… 53
Tabel 3.7 Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
Tahun 2011………………………………………………. 55
Tabel 3.8 Data Umum Mengenai Kecamatan Medan Belawan……. 56
Tabel 3.9 Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan Tahun 2012………. 57
Tabel 3.10 Banyaknya Pegawai Negeri Kantor Camat dan Instansi
Pemerintah Di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2012… 58
Tabel 3.11 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis di Kelurahan
Bagan Deli………………………………………………… 66
Tabel 3.12 Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di Kelurahan
Bagan Deli………………………………………………… 67
Tabel 3.13 Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin
dan Usia di Kelurahan Bagan Deli………………………… 68
viii
Tabel 3.14 Penduduk Menurut Pemakaian MCK di Kelurahan
Bagan Deli………………………………………………. 69
Tabel 3.15 Penduduk Menurut Pemakaian Air di Kelurahan
Bagan Deli……………………………………………….. 69
Tabel 4.16 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Kelamin… 84
Tabel 4.17 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Tingkat
Pendidikan……………………………………………….. 85
Tabel 4.18 Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan… 86
Tabel 5.19 Nama Pengurus KSM Bunga Tanjung……………………. 107
ix
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan …………. 49
Bagan 3.2 Peta Kecamatan Medan Belawan……………………… 56
Bagan 3.3 Jumlah Penduduk Per Kelurahan se-Kecamatan
Medan Belawan Tahun 2012 …………………………... 59
Bagan 3.4 Struktur Organisasi Kelurahan Bagan Deli……………. 64
x
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kantor Kecamatan Medan Belawan………………… 58
Gambar 3.2 Kelurahan Bagan Deli ………………………………. 62
Gambar 3.3 Kantor Kelurahan Bagan Deli ………………………. 65
Gambar 4.1 Bangunan MCK+ di Lorong Ujung Tanjung I……… 89
Gambar 4.2 Ketua KSM Bunga Tanjung di depan Bangunan MCK+
Di Lorong Ujung Tanjung…………………………... 109
Gambar 4.3 Bangunan MCK++ Tahun 2013 di Lingkungan IV…. 109
Gambar 5.1 Tiga Kamar Mandi Tampak Depan………………….. 114
Gambar 5.2 Tiga Kamar Mandi Dari Dalam MCK+…………….. 114
Gambar 5.3 Tempat Khusus Cuci………………………………… 114
Gambar 5.4 Tempat Khusus Mandi………………………………. 115
Gambar 5.5 Kamar Mandi Dilengkapi Dengan Kakus…………… 115
xi
DAFTAR LAMPIRAN
1. Pedoman Wawancara Untuk Pelaksana Program (Kelompok Swadaya
Masyarakat)
2. Pedoman Wawancara Untuk Pegawai PPLP Dinas Tarukim Sumut
3. Transkrip Wawancara Untuk PPK PI PLP Distarukim Provsu
4. Transkrip Wawancara Untuk Pelaksana Program (KSM)
5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2010 tentang
Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur
6. Surat Keterangan Pengajuan Judul Skripsi
7. Surat Permohonan Persetujuan Judul
8. Surat Undangan Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
9. Jadwal Seminar Proposal Usulan Penelitian Skripsi
10. Daftar Hadir Peserta Seminar Proposal
11. Berita Acara Seminar Proposal
12. Surat Penunjukan Dosen Pembimbing
13. Surat Izin Penelitian
14. Surat Rekomendasi Izin Penelitian dari Balitbang Pemprovsu
15. Surat Rekomendasi Penelitian dari Balitbang Pemko Medan
16. Surat Keterangan Selesai Melakukan Penelitian dari Kelurahan Bagan
Deli
xii
ABSTRAK
EVALUASI DAMPAK PROGRAM SANITASI BERBASIS
MASYARAKAT (SANIMAS) DALAM PEMBERDAYAAN
MASYARAKAT DI KELURAHAN BAGAN DELI KECAMATAN MEDAN
BELAWAN KOTA MEDAN
Nama : Zudika DM Manullang
Departemen : Ilmu Administrasi Negara
Dosen Pembimbing : Drs. M. Ridwan Rangkuti, M.Si
Persoalan sanitasi di Sumatera Utara relatif masih tertinggal. Banyak penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi layak. Program sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) adalah bentuk kebijakan pemerintah yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum terkait perbaikan sanitasi di lingkungan permukiman padat, kumuh dan miskin di perkotaan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2010, program ini dibiayai melalui Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur. Pelaksanaan kegiatan DAK SANIMAS diselenggarakan secara swakelola melalui proses pemberdayaan masyarakat, mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan pemeliharaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program dan melihat dampak SANIMAS dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini ialah penelitian kualitatif dengan pendekatan deksriptif dan model evaluasi Single Program Before-After. Informan penelitian yaitu Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Infrastruktur Penyehatan Lingkungan Permukiman (PLP) Dinas Tarukim Sumut dan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Bunga Tanjung sebagai informan kunci. Sementara itu, masyarakat Lorong Ujung Tanjung I Lingkungann V Kelurahan Bagan Deli merupakan informan utama penelitian. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tahun 2012 program SANIMAS telah terlaksana dengan baik. Program SANIMAS memberikan dampak positif bagi kehidupan masyarakat yaitu meningkatkan derajat martabat masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan dan meningkatan derajat martabat keluarga. Oleh karenanya, sebaiknya program ini tetap dilanjutkan dan perlu diperluas cakupannya serta harus ada pemeliharaan bersama oleh masyarakat. Akan tetapi, dalam hal pemberdayaan, masyarakat belum seluruhnya dapat diberdayakan karena masih kurangnya pembinaan dari pemerintah daerah bagi masyarakat sasaran. Kata Kunci (Keywords): Evaluasi Dampak, Program Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS), Kelurahan Bagan Deli
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Akses terhadap air bersih dan layanan sanitasi bersih adalah hak azasi
manusia dan juga kebutuhan mutlak setiap orang. Sama halnya dengan
pendidikan, kesehatan merupakan kebutuhan mendasar yang penting bagi setiap
manusia. Manusia tidak hanya cukup berinvestasi bagi pendidikan, tetapi juga
kesehatan. Pemeliharaan kesehatan khususnya terhadap sanitasi seperti akses air
bersih dan jamban sangat perlu untuk dibudayakan. Sebab, sanitasi yang sehat
merupakan kunci untuk menciptakan masyarakat yang sehat.
Kesehatan lingkungan adalah salah satu bagian dari kesehatan masyarakat.
Upaya menyehatkan lingkungan berarti juga sebagai salah satu usaha untuk
menyehatkan masyarakat. Lingkungan yang sehat akan meningkatkan peluang
pengembangan ekonomi, kesempatan sekolah bagi anak-anak, meningkatkan
produktivitas manusia, dan mengurangi polusi terhadap air. Secara umum, tujuan
kesehatan lingkungan menurut Budiman Chandra (2005:4) adalah melakukan
koreksi atau perbaikan terhadap segala bahaya dan ancaman pada kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia, melakukan usaha pencegahan dengan cara mengatur
sumber-sumber lingkungan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan dan
kesejahteraan hidup manusia, dan melakukan kerja sama serta menerapkan
2
program terpadu di antara masyarakat dan institusi pemerintah serta lembaga
nonpemerintah dalam menghadapi bencana alam atau wabah penyakit menular.
Permukiman kumuh masih menjadi masalah klasik yang dihadapi
Indonesia sebagai negara dengan populasi masyarakat terbesar di dunia.
Pertumbuhan penduduk kota di Indonesia yang begitu cepat telah memberikan
dampak sangat serius terhadap penurunan daya dukung lingkungan. Ada banyak
penduduk yang bertempat tinggal secara tidak manusiawi di berbagai kota besar
dan kota kecil. Turunan dari masalah pemukiman kumuh ini tidak lain yaitu
keterbatasan akses air dan sanitasi bersih. Inilah akibat minimnya kesadaran
masyarakat yang menyebabkan berkembangnya perilaku tidak sehat.
Masyarakat Indonesia di daerah kumuh padat perkotaan belum menyadari
pentingnya perilaku hidup sehat dengan menjaga kesehatan lingkungan. Slamet
(2009:2) berpendapat orang sadar bahwa penyakit itu banyak sekali ditentukan
oleh berbagai faktor, antara lain perilaku masyarakat sendiri. Norma serta budaya
yang menentukan gaya hidup masyarakat akan menciptakan keadaaan lingkungan
yang sesuai dengannya dan menimbulkan penyakit yang sesuai dengan gaya
hidupnya tadi. Jadi, menurutnya, untuk menjadi sehat tidak cukup hanya dengan
pencegahan penyakit secara perseorangan, tetapi harus melihat dan mengelola
masyarakat sebagai satu kesatuan bersama lingkungan hidupnya. Peran
masyarakat pertama-tama disini adalah menyadari pentingnya mengubah perilaku
hidup sehat dengan pengelolaan sanitasi.
3
Permasalahan sanitasi buruk merupakan masalah publik. Dalam kondisi
inilah peran pemerintah sebagai alat negara hadir dan terlibat menangani masalah
tersebut. Apapun pilihan pemerintah terhadap masalah publik, baik untuk
melakukan sesuatu maupun tidak, itulah kebijakan pemerintah. Sebagai suatu
proses seperti dikatakan Graycar dalam Kaban (2008:59), kebijakan menunjuk
pada cara dimana melalui cara tersebut pemerintah dapat mengetahui apa yang
diharapkan darinya, seperti program dan mekanisme dalam mencapai produknya
(tujuannya). Dengan sebuah program, pemerintah menetapkan kebijakannya
untuk mencapai tujuan publik.
Persoalan sanitasi di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara (Sumut)
dinilai masih relatif tertinggal. Banyak penduduk yang belum mendapatkan akses
sanitasi layak (Harian Medan Bisnis, 10 Nopember 2013). Pemerintah berasumsi
perlunya pendekatan paradigma baru untuk mengejar ketertinggalan sanitasi
dengan kelestarian lingkungan sebagai prinsip utama. Paradigma baru yang
diterapkan untuk masing-masing sektor yaitu, sektor air limbah, persampahan dan
sektor drainase perkotaan.
Pendekatan program sanitasi berbasis masyarakat (SANIMAS) sebagai
bentuk kebijakan pemerintah terkait perbaikan sanitasi bagi masyarakat yang
tinggal di kawasan padat kumuh miskin perkotaan. SANIMAS adalah program
nasional yang dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum sejak tahun 2006
dan dirancang untuk memberdayakan masyarakat di lingkungan permukiman
padat, kumuh dan miskin di perkotaan. SANIMAS menempatkan masyarakat
4
sebagai pelaku, pengambil keputusan, dan penanggung jawab kegiatan mulai dari
identifikasi, perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan dan pengawasan.
Program SANIMAS menggunakan prinsip Demand Responsive Approach
(DRA) atau Pendekatan yang Tanggap Terhadap Kebutuhan. Pihak
kabupaten/kota harus menyampaikan minat terlebih dahulu, apabila tidak
menyampaikan minat maka mereka tidak akan difasilitasi. Salah satu bentuk
minat tersebut adalah dengan kemauan mengalokasikan dana APBD. Hal ini
sesuai dengan prinsip pendanaan SANIMAS yaitu multi sumber (multisource of
fund). Selain itu, SANIMAS juga menggunakan prinsip seleksi-sendiri (self
selection), opsi teknologi sanitasi, partisipatif dan pemberdayaan
(http://www.ampl.or.id/old/ampl/sekilassanimas.php diakses pada 10 Nopember
2013 pukul 16.30 WIB ).
Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) dengan difasiitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL)
yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan, mulai dari
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi. Jadi pada
prinsipnya keseluruhan tahapan mulai dari perencanaan, implementasi konstruksi,
pengawasan hingga operasi pemeliharaan semuanya dilakukan oleh masyarakat.
Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman (Satker
PPLP) Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi Sumut merupakan
penyambung tangan Kementerian Pekerjaan Umum dalam melaksanakan program
Sanimas yang didasarkan pada Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia No.
5
70 Tahun 2012 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Didalam Peraturan
Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur bahwa Satuan Kerja
Perangkat Daerah Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (SKPD DAK)
merupakan organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab
kepada Gubernur/BupatiWalikota yang menyelenggarakan kegiatan yang dibiayai
dari Dana Alokasi Khusus Bidang Infrastruktur (BAB I, Pasal 1, ayat 7).
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) yang dilakukan
Kementerian PU mengambil enam kabupaten kota di wilayah Sumut. Keenam
daerah tersebut adalah Karo, Deli Serdang, Tebingtinggi, Medan, Pematang
Siantar, dan Binjai, yang masuk dalam projek yang ditujukan untuk perbaikan
sanitasi masyarakat. Kementerian Pekerjaan Umum menetapkan 300 lokasi
sanitasi di enam kabupaten/kota di Sumut. Sebanyak 149 lokasi di antaranya
dialokasikan di Medan (http://liputanbisnis.com/2013/02/20/300-lokasi-sanitasi-
disiapkan-kementerian-pu-di-sumut/ diakses 10 Nopember 2013 pukul 16.58
WIB).
6
Tabel 1.1 : Lokasi Sanimas Tahun 2012 Propinsi Sumatera Utara
No.
Tahun
Propinsi
Kab / Kota
Lokasi System
Kondisi Prasarana
Jumlah Pendudu
k
Pegguna
Rencana
Pegguna Realisas
i
MCK Perpipaan
KK
JIWA
KK
JIWA
KK JIWA 1 2012 SUMATERA
UTARA Kota Medan
Lorong Ujung Tanjung 1, Lingkungan 5, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan
MCK + Belum dimonev
Belum dimonev 0 0 60 300 0 0
2 2012 SUMATERA UTARA
Kota Medan
Lorong Promis, Lingkungan 15, Kel. Bagan Deli, Kec. Medan Belawan
MCK + Belum dimonev
0 0 60 300 0 0
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum
(http://ciptakarya.pu.go.id/sanimas/semua-lokasi-(20120210).html)
Medan sebagai kota terbesar ketiga di Indonesia belum terlepas dari
kawasan perkumuhan padat kota. Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
Belawan adalah salah satu kawasan yang dimaksud. Kelurahan Bagan Deli berada
disekitar Pelabuhan Belawan dan pabrik-pabrik minyak. Kelurahan ini memiliki
jumlah penduduk yang cukup padat. Akan tetapi, dari banyaknya penduduk,
hanya sedikit penduduk yang tinggal di rumah dengan memiliki kamar mandi dan
jamban. Keterbatasan air menjadi masalah bagi penduduk di Kelurahan Bagan
Deli yang hidup di pinggiran laut.
Melihat keberadaan Kelurahan Bagan Deli dengan permukiman
kumuhnya, pemerintah provinsi melalui Dinas Tata Ruang dan Permukiman
Sumatera Utara mengalokasikan bantuan pengelolaan sanitasi bagi kelurahan
tersebut. Kelurahan Bagan Deli memperoleh program Sanitasi Berbasis
Masyarakat pada tahun 2012. Pelaksanaan program SANIMAS di Kelurahan
7
Bagan Deli diwujudnyatakan dengan pembangunan fasilitas kamar mandi, cuci
dan kakus (MCK) di lokasi atau lingkungan yang telah disepakati Satker PPLP
dengan pemerintah daerah dan masyarakat kelurahan. Program SANIMAS tidak
hanya ditujukan untuk membantu masyarakat dalam pengelolaan sanitasi, tetapi
juga sekaligus memberdayakan masyarakat sehingga masyarakat dapat merasakan
manfaat yang berkelanjutan.
Suatu kebijakan untuk dapat diketahui apakah kebijakan yang telah
dijalankan meraih dampak yang diinginkan memerlukan tindakan evaluasi.
Evaluasi kebijakan berupa pemeriksaan yang objektif, sistematis, dan empiris
terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap targetnya dari segi
tujuan yang ingin dicapai. Salah satu akibat dari output kebijakan adalah akibat
yang dihasilkan oleh intervensi program pada kelompok sasaran dan akibat
tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran
(impact).
Sebuah program berbasis masyarakat dan dirancang dengan pendekatan
yang tanggap terhadap kebutuhan adalah sesuatu yang akan sangat bermanfaat
bagi kelompok sasaran. Dengan melihat tujuan pokok dari program SANIMAS
berupa pemberdayaan masyarakat dan berusaha untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat, baik secara individu maupun kelompok, penulis tertarik
melakukan penelitian terhadap program ini. Penulis ingin mengevaluasi program
SANIMAS dan melihat apakah program ini telah benar-benar memberdayakan
masyarakat akan pentingnya sanitasi yang sehat. Berdasarkan uraian diatas,
8
peneliti hendak melakukan penelitian dengan judul “Evaluasi Dampak Program
Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) Dalam Pemberdayan Masyarakat (Studi
Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan)”.
1.2 Fokus Masalah
Dalam penelitian kualitatif, batasan masalah penelitian disebut fokus
masalah. Fokus masalah ditentukan agar ada batasan yang jelas didalam
melaksanakan penelitian. Adapun yang menjadi fokus masalah dalam penelitian
ini adalah untuk melihat dampak program SANIMAS yang telah diimplentasikan
dalam pemberdayaan masyarakat secara khusus bagi masyarakat di Lorong Ujung
Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli.
1.3 Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
Bagaimana dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam
pemberdayaan masyarakat (Studi Kasus di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan Kota Medan)?
9
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (Sanimas) dalam pemberdayaan
masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan Kota Medan.
1.5 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Secara Subjektif, untuk mengembangkan pengetahuan dan wawasan dalam
melatih kemampuan berpikir ilmiah dalam pembuatan karya ilmiah.
2. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumbangan ilmiah, referensi
bacaan dan tambahan informasi bagi para pembaca mengenai Program
Sanitasi Berbasis Masyarakat.
3. Manfaat Praktis
Dengan penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi
pemerintah dan masyarakat dalam rangka peningkatan upaya pencapaian
program Sanitasi Berbasis Masyarakat.
1.6 Kerangka teori
Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori
berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah
yang penting. Kerangka teori diharapkan memberi pemahaman yang jelas dan
10
tepat bagi peneliti dalam memahami masalah yang diteliti. Oleh karena itu,
penulis akan mengemukakan beberapa teori, pendapat ataupun gagasan yang akan
dijadikan sebagai landasan berpikir dalam penelitian ini.
1.6.1 Kebijakan Publik
1.6.1.1 Pengertian Kebijakan Publik
Secara etimologi, Kebijakan Publik terdiri dari dua kata yaitu kebijakan
dan publik. Kebijakan oleh Graycar (Donovan dan Jackson dalam Kaban,
2008:59) dapat dipandang dari perspektif filosofis, produk, proses, dan kerangka
kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan dipandang sebagai serangkaian
prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan
sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses,
kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat
mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam
mencapai produknya. Dan sebagai suatu kerangka kerja, kebijakan merupakan
suatu proses tawar-menawar dan negosiasi untuk merumuskan isu-isu dan metode
implementasinya.
Pengertian lain menurut Anderson dalam Winarno (2002) lebih jelas lagi
bahwa istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku
seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga
pemerintah) atau sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Menurutnya, perilaku para aktor berperan penting dalam merumusakan dan
menjalankan kebijakan yang ditentukan.
11
Charles O. Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan
dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal,
patokan, dan maksud besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones
memang bukanlah masalah, hanya saja biasanya dalam hubungan atau kaitan
teknis atau administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya
dimengerti oleh kelompok tertentu.
Menurut Heinz Eulau dan Kenneth Prewitt dalam Jones (1994), kebijakan
adalah “keputusan tetap” yang dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan
(repetitiveness) tingkah laku dari mereka yang membuat dan dari mereka yang
mematuhi keputusan tersebut. Eulau dan Prewitt juga mengamati bahwa
“kebijakan dibedakan dari tujuan-tujuan kebijakan, niat-niat kebijakan dan
pilihan-pilihan kebijakan”. Berikut ini merupakan definisi menurut mereka untuk
membedakan beberapa komponen kebijakan umum:
Niat (Intentions)
Yaitu tujuan-tujuan sebenarnya dari sebuah tindakan
Tujuan (Goals)
Yaitu keadaan akhir yang hendak dicapai
Rencana atau usulan (Plans or proposals)
Yaitu cara yang ditetapkan untuk mencapai tujuan
Program
Yaitu cara yang disahkan untuk mencapai tujuan
12
Keputusan atau pilihan (Decisions or choices)
Yaitu tindakan-tindakan yang diambil untuk mencapai tujuan,
mengembangkan rencana, melaksanakan dan mengevalusi program
Pengaruh (Effects)
Yaitu dampak program yang dapat diukur (yang diharapkan dan yang
tidak diharapkan; yang bersifat primer atau yang bersifat sekunder)
Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari bahasa Inggris yaitu
public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons
(2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk
diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh
tindakan bersama.
Rumusan kebijakan publik yang dikemukakan oleh Thomas R. Dye adalah
apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan
(Winarno, 2002:15). Sementara itu, Wildavsky dalam Kusumanegara (2010)
mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang mengandung
kondisi-kondisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa
diramalkan. Sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara
lebih baik bila konsep ini dirinci menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-
tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy
decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil-hasil
13
kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes) (Anderson
dalam Winarno, 2002).
Dari beberapa pengertian tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa
kebijakan publik merupakan suatu bentuk keputusan yang telah dipilih dan
ditetapkan pemerintah untuk dilaksanakan maupun tidak dilaksanakan dan
menyangkut kepentingan orang banyak.
1.6.1.2 Tahapan Kebijakan Publik
Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang
dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas
politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan
divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur
menurut urutan waktu: penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi
kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (William Dunn,
2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting),
rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah
aktivitas yang lebih bersifat intelektual.
Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, Dunn
mengemukakan beberapa tahap analisis yang harus dilakukan yaitu:
1. Penetapan agenda kebijakan (agenda setting)
Perumusan masalah dapat memasok pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi
14
masalah dan memasuki proses pembuatan kebijakan melalui penyusunan
agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi
yang tersembunyi, mendiagnosis penyebab-penyebabnya, memetakan
tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan
yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru.
Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan
politik, dukungan budaya.
2. Formulasi kebijakan
Dalam tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan
pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan
terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif,
termasuk tidak melakukan sesuatu.
3. Adopsi kebijakan
Pada tahap adopsi kebijakan, pengambil kebijakan terbantu dalam
rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang
akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.
4. Implementasi kebijakan
Pemantauan (monitoring) menyediakan pengetahuan yang relevan dengan
kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap
pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan
membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat-akibat yang
15
tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan
dan rintangan implementasi, dan menemukan letak pihak-pihak yang
bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi
membutuhkan fasilitasi seperti tim, lembaga, peraturan, sumber daya.
5. Evaluasi kebijakan
Evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan
tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang diharapkan dengan
yang benar-benar dihasilkan.
1.6.2 Implementasi Kebijakan
Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah
pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa
Inggris yaitu to implement (mengimplementasikan) berarti to provide the means
for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give
practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu
yang dimaksud dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa
undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang
dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.
Menurut Patton dan Sawicki dalam Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003:9),
implementasi berkaitan dengan berbagai kegiatan yang diarahkan untuk
merealisasikan program, dimana pada posisi ini eksekutif mengatur cara untuk
mengorganisir, menginterpretasikan dan menerapkan kebijakan yang telah
16
diseleksi. Program dan atau kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif
pemecahan masalah harus diimplementasikan oleh badan-badan administrasi
maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah.
Seorang eksekutif mampu mengatur secara efektif dan efisien sumber
daya, unit-unit dan teknik yang dapat mendukung pelaksanaan program, serta
melakukan interpretasi terhadap perencanaan yang telah dibuat, dan petunjuk
yang dapat diikuti dengan mudah bagi realisasi program yang dilaksanakan. Dunn
mengistilahkan implementasi dengan lebih khusus dengan menyebutnya
implementasi kebijakan (policy implementation) adalah pelaksanaan pengendalian
aksi-aksi kebijakan di dalam kurun waktu tertentu (Dunn, 2003:132).
Implementasi kebijakan berarti berusaha untuk memahami “apa yang
senyatanya terjadi sesudah suatu program diberlakukan atau dirumuskan, yakni
peristiwa-peristiwa dan kegiatan-kegiatan yang terjadi setelah proses pengesahan
atau legislasi kebijakan publik, baik itu menyangkut usaha-usaha untuk
mengadministrasikannya maupun usaha-usaha untuk memberikan dampak
tertentu pada masyarakat ataupun peristiwa-peristiwa (Mazmanian dan Sabatier
dalam Solichin Abdul Wahab, 2008:176).
Tahap implementasi kebijakan merupakan tahap dimana alternatif yang
telah ditetapkan diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Tahap tersebut
dilaksanakan oleh unit-unit administratif dengan memobilisasi sumber daya yang
ada. Tanpa implementasi, suatu kebijakan akan sia-sia dan hanya berupa konsep
semata. Implementasi kebijakan merupakan rantai yang menghubungkan
17
formulasi kebijakan dengan hasil (outcome) kebijakan yang diharapkan. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa implementasi berupa penerapan, penyelenggaraan,
pelaksanaan, atau pengeksekusian suatu kebijakan yang telah disahkan.
1.6.3 Evaluasi Kebijakan
Evaluasi merupakan tahap terakhir didalam proses kebijakan publik.
Evaluasi adalah suatu cara untuk menilai apakah suatu kebijakan atau program itu
berjalan dengan baik atau tidak. Lester dan Stewart dalam Kusumanegara (2010)
menyatakan evaluasi kebijakan pada hakekatnya mempelajari konsekuensi-
konsekuensi kebijakan publik. Evaluasi kebijakan ditujukan untuk melihat sebab-
sebab kegagalan suatu kebijakan atau untuk mengetahui apakah kebijakan publik
yang telah dijalankan meraih dampak yang diinginkan.
Thomas R. Dye dalam Parsons (2008:547) menyatakan bahwa evaluasi
kebijakan adalah “pembelajaran tentang konsekuensi dari kebijakan publik”.
Tepatnya ia mencatat evaluasi kebijakan adalah pemeriksaan yang objektif,
sistematis, dan empiris terhadap efek dari kebijakan dan program publik terhadap
targetnya dari segi tujuan yang ingin dicapai.
Sementara itu, Anderson (1979) berpendapat evaluasi kebijakan
memusatkan perhatiannya pada estimasi, penilaian, dan taksiran terhadap
implementasi (proses) dan akibat-akibat (dampak) kebijakan. Dalam hal ini,
evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi
kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja, melainkan dilakukan
dalam seluruh proses kebijakan. Dengan demikian, evaluasi kebijakan bisa
18
meliputi perumusan masalah-masalah kebijakan, program-program yang
diusulkan untuk menyelesaikan masalah kebijakan, implementasi, maupun
dampak kebijakan.
1.6.3.1 Tujuan Evaluasi Kebijakan
Dalam mengevaluasi kebijakan, ada fokus yang ingin dicapai oleh
pengevaluasi. Evaluasi kebijakan memiliki tujuan yang dapat dirinci sebagai
berikut (Subarsono, 2005:120-121) :
a. menentukan tingkat kinerja suatu kebijakan
Melalui evaluasi maka dapat diketahui derajat pencapaian tujuan dan
sasaran kebijakan.
b. mengukur tingkat efisiensi suatu kebijakan
Dengan evaluasi juga dapat diketahui berapa biaya dan manfaat dari suatu
kebijakan
c. mengukur tingkat keluaran (outcome) suatu kebijakan
Salah satu tujuan evaluasi adalah mengukur berapa besar dan kualitas
pengeluaran atau output dari suatu kebijakan.
d. mengukur dampak suatu kebijakan
Pada tahap lebih lanjut, evaluasi ditujukan untuk melihat dampak dari
suatu kebijakan, baik dampak positif maupun negatif.
e. untuk mengetahui apabila ada penyimpangan
19
Evaluasi juga bertujuan untuk mengetahui adanya penyimpangan –
penyimpangan yang mungkin terjadi, dengan cara membandingkan antara
tujuan dan sasaran dengan pencapaian target
f. sebagai bahan melakukan (input) untuk kebijakan yang akan datang
Tujuan akhir dari evaluasi adalah untuk memberikan masukan bagi proses
kebijakan kedepan agar dihasilkan kebijakan yang lebih baik.
1.6.3.2 Langkah-Langkah Evaluasi Kebijakan
Agar suatu kebijakan dapat dievaluasi dengan baik, para ahli
mengembangkan langkah-langkah dalam evaluasi kebijakan. Edward Suchman
dalam Winarno (2004:169) mengemukakan enam langkah dalam evaluasi
kebijakan yaitu:
1. Mengidentifikasi tujuan program yang akan dievaluasi
2. Analisis terhadap masalah
3. Deskripsi dan standardisasi kegiatan
4. Pengukuran terhadap tingkatan perubahan yang terjadi
5. Menentukan apakah perubahan yang diamati merupakan akibat dari
kegiatan tersebut atau karena penyebab lain
6. Beberapa indikator untuk menentukan keberadaan suatu dampak
Menurut Suchman, mendefinisikan masalah merupakan tahap yang paling
penting dalam evaluasi kebijakan. Setelah masalah didefinisikan dengan jelas
20
maka tujuan-tujuan dapat disusun dengan jelas pula. Oleh karena itu, ia juga
mengidentifikasi beberapa pertanyaan operasional untuk menjalankan riset
evaluasi seperti:
(1) Apakah yang menjadi isi dari tujuan program?
(2) Siapa yang menjadi target program?
(3) Kapan perubahan yang diharapkan terjadi?
(4) Apakah tujuan yang ditetapkan satu atau banyak (unitary or multiple)?
(5) Apakah dampak yang diharapkan besar?
(6) Bagaimanakah tujuan-tujuan tersebut dicapai?
1.6.3.3 Pendekatan Evaluasi
Menurut William N. Dunn (2003:611-612), evaluasi kebijakan
mempunyai dua aspek yang saling berhubungan: penggunaan berbagai macam
metode untuk memantau hasil kebijakan publik dan program dan aplikasi
serangkaian nilai untuk kegunaan hasil terhadap beberapa orang, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan. Dunn membedakan tiga jenis pendekatan dalam
evaluasi antara lain:
1. Evaluasi semu (pseudo evaluation) adalah pendekatan yang menggunakan
metode-metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan
dapat dipercaya mengenai hasil kebijakan, tanpa berusaha untuk
menanyakan tentang manfaat atau nilai dari hasil-hasil tersebut terhadap
individu, kelompok atau masyarakat secara keseluruhan. Asumsi
21
utamanya adalah bahwa ukuran tentang manfaat atau nilai merupakan
sesuatu yang dapat terbukti sendiri atau tidak kontoversial.
2. Evaluasi formal (formal evaluation) merupakan pendekatan yang
menggunakan metode dekriptif untuk menghasikan informasi yang valid
dan cepat dipercaya mengenai hasil-hasil kebijakan tetapi mengevaluasi
hasil tersebut atas dasar tujuan program kebijakan yang telah diumumkan
secara formal oleh pembuat kebijakan dan administrator program. Asumsi
utamanya bahwa tujuan dan target diumumkan secara formal adalah
merupakan ukuran yang tepat untuk manfaat atau nilai kebijakan program.
3. Evaluasi keputusan teoritis (decision-theoretic evaluation) adalah
pendekatan yang menggunakan metode-metode dekriptif untuk
menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan dan valid
mengenai hasil-hasil kebijakan yang secara eksplisit dinilai oleh berbagai
macam pelaku kebijakan. Perbedaan pokok evaluasi ini dengan dua jenis
pendekatan di atas adalah bahwa evaluasi keputusan teoritis berusaha
untuk memunculkan dan membuat eksplisit tujuan dan target dari pelaku
kebijakan baik yang tersembunyi atau dinyatakan.
22
Tabel 1.2 : Pendekatan Evaluasi Menurut William Dunn
PENDEKATAN TUJUAN ASUMSI BENTUK-BENTUK UTAMA
Evaluasi Semu Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid tentang hasil kebijakan
Ukuran manfaat atau nilai terbukti dengan sendirinya atau tidak controversial
Eksperimentasi sosial
Akuntansi sistem sosial
Pemeriksaan sosial
Sintesis riset dan praktik
Evaluasi Formal Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan secara formal diumumkan sebagai tujuan program-kebijakan
Tujuan dan sasaran dari pengambil kebijakan dan administrator yang secara resmi diumumkan merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Evaluasi perkembangan
Evaluasi eksperimental
Evaluasi proses retrospektif
Evaluasi hasil retrospektif
Evaluasi Keputusan Teoritis
Menggunakan metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang terpercaya dan valid mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit diinginkan oleh berbagai pelaku kebijakan
Tujuan dan sasaran dari berbagai pelaku yang diumumkan secara formal ataupun diam-diam merupakan ukuran yang tepat dari manfaat atau nilai
Penilaian tentang dapat tidaknya evaluasi
Analisis utilitas multiatribut
Sumber: Dunn (2003:612)
23
1.6.3.4 Model Evaluasi Kebijakan
Menurut Wayne Parsons (2008:549-552), ada dua macam model evaluasi
kebijakan yang digunakan yaitu:
1. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika kebijakan atau
program yang sedang diimplementasikan merupakan analisis tentang
“seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan apa kondisi yang
bisa meningkatkan keberhasilan implementasi”. Pada fase implementasi
memerlukan evaluasi “formatif” yang akan memonitor cara dimana sebuah
program dikelola atau diatur untuk menghasilkan umpan balik yang bisa
berfungsi untuk meningkatkan proses implementasi.
Rossi dan Freeman dalam buku Parsons mendeskripsikan model evaluasi
ini sebagai evaluasi pada tiga persoalan:
Sejauh mana sebuah program mencapai target populasi yang tepat
Apakah penyampaian pelayanannya konsisten degan spesifikasi
desain program atau tidak
Sumber daya apa yang dikeluarkan dalam melakukan program
2. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan untuk mengukur
bagaimana kebijakan atau program secara aktual berdampak pada problem
24
yang ditanganinya. Model evaluasi ini pada dasarnya adalah model
penelitian komparatif yang mengukur beberapa persoalan yaitu:
membandingkan sebelum dan sesudah program diimplentasikan
membandingkan dampak intervensi terhadap satu kelompok
dengan kelompok lain atau antara satu kelompok yang menjadi
subjek intervensi dan kelompok lain yang tidak (kelompok
kontrol);
membandingkan apa yang terjadi dengan yang apa yang mungkin
terjadi tanpa intervensi.
atau membandingkan bagaiamana bagian – bagian yang berbeda
dalam satu wilayah mengalami dampak yang berbeda – beda akibat
dari kebijakan yang sama.
1.6.3.5 Kriteria Evaluasi
Suatu kebijakan yang telah diimplementasikan harus menghasilkan
informasi mengenai kinerja kebijakan. William N. Dunn (2003:610)
mengemukakan beberapa kriteria dalam menilai kinerja kebijakan, sebagai
berikut:
25
Tabel 1.3 : Kriteria Evaluasi
TIPE KRITERIA PERTANYAAN ILUSTRASI
Efektivitas Apakah hasil yang diinginkan telah dicapai?
Unit pelayanan
Efisiensi Seberapa banyak usaha diperlukan untuk mencapai hasil yang diinginkan?
Unit biaya Manfaat bersih Rasio biaya-manfaat
Kecukupan Seberapa jauh pencapaian hasil yang diinginkan memecahkan masalah?
Biaya tetap (masalah tipe I) Efektivitas tetap (masalah tipe II)
Perataan Apakah biaya dan manfaat didistribusikan dengan merata kepada kelompok-kelompok tertentu?
Kriteria Pareto Kriteria kaldor-Hicks Kriteria Rawls
Resposivitas Apakah hasil kebijakan memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok tertentu?
Konsistensi dengan survai warga negara
Ketepatan Apakah hasil (tujuan) yang diinginkan benar-benar berguna atau bernilai?
Program publik harus merata dan efisien
Sumber: Dunn (2003:610)
Kriteria-kriteria di atas merupakan tolak ukur atau indikator dari evaluasi
kebijakan publik. Karena penelitian ini menggunakan metode kualitatif maka
pembahasan dalam penelitian ini berhubungan dengan pertanyaan yang
dirumuskan oleh William N. Dunn untuk setiap kriterianya. Untuk lebih jelasnya
setiap indikator tersebut akan dijelaskan sebagai berikut.
1) Efektivitas
Efektivitas berasal dari kata efektif yang mengandung pengertian
dicapainya keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas
disebut juga hasil guna. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil
yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Apabila pencapaian
26
tujuan-tujuan organisasi semakin besar, maka semakin besar pula efektivitasnya.
Adanya pencapaian tujuan yang besar daripada organisasi, maka makin besar pula
hasil yang akan dicapai dari tujuan-tujuan tersebut.
William N. Dunn dalam bukunya yang berjudul Pengantar Analisis
Kebijakan Publik: Edisi Kedua, menyatakan bahwa:
“Efektivitas (effectiveness) berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapai hasil (akibat) yang diharapkan, atau mencapai tujuan dari diadakannya tindakan. Yang secara dekat berhubungan dengan rasionalitas teknis, selalu diukur dari unit produk atau layanan atau nilai moneternya” (Dunn, 2003:429).
Apabila setelah pelaksanaan kegiatan kebijakan publik ternyata dampaknya tidak
mampu memecahkan permasalahan yang tengah dihadapi masyarakat, maka dapat
dikatakan bahwa suatu kegiatan kebijakan tersebut telah gagal, tetapi adakalanya
suatu kebijakan publik hasilnya tidak langsung efektif dalam jangka pendek, akan
tetapi setelah melalui proses tertentu.
Menurut pendapat Cambell yang dikutip oleh Richard M. Steers dalam
bukunya Efektivitas Organisasi menyebutkan beberapa ukuran daripada
efektivitas, yaitu:
1. Kualitas artinya kualitas yang dihasilkan oleh organisasi;
2. Produktivitas artinya kuantitas dari jasa yang dihasilkan;
3. Kesiagaan yaitu penilaian menyeluruh sehubungan dengan
kemungkinan dalam hal penyelesaian suatu tugas khusus dengan baik;
4. Efisiensi merupakan perbandingan beberapa aspek prestasi terhadap
biaya untuk menghasilkan prestasi tersebut;
27
5. Penghasilan yaitu jumlah sumber daya yang masih tersisa setelah
semua biaya dan kewajiban dipenuhi;
6. Pertumbuhan adalah suatu perbandingan mengenai eksistensi sekarang
dan masa lalunya;
7. Stabilitas yaitu pemeliharaan struktur, fungsi dan sumber daya
sepanjang waktu;
8. Kecelakaan yaitu frekuensi dalam hal perbaikan yang berakibat pada
kerugian waktu;
9. Semangat kerja yaitu adanya perasaan terikat dalam hal pencapaian
tujuan, yang melibatkan usaha tambahan, kebersamaan tujuan dan
perasaan memiliki;
10. Motivasi artinya adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu
untuk mencapai tujuan;
11. Kepaduan yaitu fakta bahwa para anggota organisasi saling menyukai
satu sama lain, artinya bekerja sama dengan baik, berkomunikasi dan
mengkoordinasikan;
12. Keluwesan Adaptasi artinya adanya suatu rangsangan baru untuk
mengubah prosedur standar operasinya, yang bertujuan untuk
mencegah keterbekuan terhadap rangsangan lingkungan;
(Dalam Steers, 1985:46-48).
28
Sehubungan dengan hal-hal yang dikemukakan di atas, maka ukuran efektivitas
merupakan suatu standar akan terpenuhinya mengenai sasaran dan tujuan yang
akan dicapai.
2) Efisiensi
Apabila kita berbicara tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal
penggunaan sumber daya (resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Maksudnya adalah efisiensi akan terjadi jika penggunaan sumber
daya diberdayakan secara optimum sehingga suatu tujuan akan tercapai.
William N. Dunn berpendapat bahwa:
“Efisiensi (efficiency) berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukan untuk menghasilkan tingkat efektivitas tertentu. Efisiensi yang merupakan sinonim dari rasionalitas ekonomi, adalah merupakan hubungan antara efektivitas dan usaha, yang terakhir umumnya diukur dari ongkos moneter. Efisiensi biasanya ditentukan melalui perhitungan biaya per unit produk atau layanan. Kebijakan yang mencapai efektivitas tertinggi dengan biaya terkecil dinamakan efisien” (Dunn, 2003:430).
Apabila sasaran yang ingin dicapai oleh suatu kebijakan publik ternyata sangat
sederhana sedangkan biaya yang dikeluarkan melalui proses kebijakan terlampau
besar dibandingkan dengan hasil yang dicapai. Ini berarti kegiatan kebijakan telah
melakukan pemborosan dan tidak layak untuk dilaksanakan.
3) Kecukupan
Kecukupan dalam kebijakan publik dapat dikatakan tujuan yang telah
dicapai sudah dirasakan mencukupi dalam berbagai hal. William N. Dunn
29
mengemukakan bahwa kecukupan (adequacy) berkenaan dengan seberapa jauh
suatu tingkat efektivitas memuaskan kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang
menumbuhkan adanya masalah (Dunn, 2003:430).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecukupan masih
berhubungan dengan efektivitas dengan mengukur atau memprediksi seberapa
jauh alternatif yang ada dapat memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan
dalam menyelesaikan masalah yang terjadi. Hal ini, dalam kriteria kecukupan
menekankan pada kuatnya hubungan antara alternatif kebijakan dan hasil yang
diharapkan.
3) Perataan
Perataan dalam kebijakan publik dapat dikatakan mempunyai arti dengan
keadilan yang diberikan dan diperoleh sasaran kebijakan publik. William N. Dunn
menyatakan bahwa kriteria kesamaan (equity) erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat (Dunn, 2003:434).
Kebijakan yang berorientasi pada perataan adalah kebijakan yang
akibatnya atau usaha secara adil didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin
dapat efektif, efisien, dan mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Kunci dari
perataan yaitu keadilan atau kewajaran.
30
5) Responsivitas
Responsivitas dalam kebijakan publik dapat diartikan sebagai tanggapan
sasaran kebijakan publik atas penerapan suatu kebijakan. Menurut William N.
Dunn, responsivitas (responsiveness) berkenaan dengan seberapa jauh suatu
kebijakan dapat memuaskan kebutuhan, preferensi, atau nilai kelompok-kelompok
masyarakat tertentu (Dunn, 2003:437). Suatu keberhasilan kebijakan dapat dilihat
melalui tanggapan masyarakat yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih
dahulu memprediksi pengaruh yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan
dilaksanakan, juga tanggapan masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai
dapat dirasakan dalam bentuk yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang
negatif berupa penolakan.
Dunn pun mengemukakan bahwa:
“Kriteria responsivitas adalah penting karena analisis yang dapat memuaskan semua kriteria lainnya (efektivitas, efisiensi, kecukupan, kesamaan) masih gagal jika belum menanggapi kebutuhan aktual dari kelompok yang semestinya diuntungkan dari adanya suatu kebijakan” (Dunn, 2003:437).
Oleh karena itu, kriteria responsivitas cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan
nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi,
kecukupan, dan kesamaan.
31
6) Ketepatan
Ketepatan merujuk pada nilai atau harga dari tujuan program dan pada
kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut. William N. Dunn
menyatakan bahwa kelayakan (Appropriateness) adalah:
“Kriteria yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut merupakan pilihan tujuan yang layak. Kriteria kelayakan dihubungkan dengan rasionalitas substantif, karena kriteria ini menyangkut substansi tujuan bukan cara atau instrumen untuk merealisasikan tujuan tersebut” (Dunn, 2003:499).
Artinya ketepatan dapat diisi oleh indikator keberhasilan kebijakan lainnya (bila
ada). Misalnya dampak lain yang tidak mampu diprediksi sebelumnya baik
dampak tak terduga secara positif maupun negatif atau dimungkinkan alternatif
lain yang dirasakan lebih baik dari suatu pelaksanaan kebijakan sehingga
kebijakan bisa lebih dapat bergerak secara lebih dinamis.
1.6.3.6 Metode Evaluasi
Menurut Finsterbusch dan Motz dalam Subarsono (2005:128), untuk
melakukan evaluasi terhadap program yang telah diimplementasikan, ada
beberapa metode evaluasi yang dapat dipilih yakni:
a. Single program after – only yaitu informasi diperoleh berdasarkan keadaan
kelompok sasaran sesudah program dijalankan
b. Single program before – after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan
perubahaan keadaan sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan
32
c. Comparative after – only yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan keadaan
sasaran dan bukan sasaran program dijalankan
d. Comparative before – after yaitu informasi yang diperoleh berdasarkan efek
program terhadap kelompok sasaran sebelum dan sesudah program dijalankan.
Tabel 1.4 : Metodologi untuk Evaluasi Program
Jenis Evaluasi Pengukuran kondisi kelompok sasaran Kelompok
Kontrol Informasi yang diperoleh Sebelum Sesudah
Single Program After – Only
Tidak Ya Tidak Ada Keadaan kelompok sasaran
Single Program Before – After
Ya Ya Tidak Ada Perubahan kelompok sasaran
Comparative After - Only
Tidak Ya Ada Keadaan kelompok sasaran dan kelompok kontrol
Comparative Before – After
Ya Ya Ada Efek program terhadap kelompok sasaran dan kelompok kontrol
Sumber : Subarsono (2005:130)
1.6.3.7 Evaluasi Dampak
Sebelumnya telah disebutkan bahwa evaluasi kebijakan adalah usaha
untuk menentukan dampak dari kebijakan pada kondisi-kondisi kehidupan nyata.
Dampak adalah perubahan kondisi fisik maupun sosial sebagai akibat dari output
kebijakan. Akibat dari output kebijakan ada dua macam yakni:
Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok
sasaran (baik akibat yang diharapkan atau tidak diharapkan) dan akibat
33
tersebut mampu menimbulkan pola perilaku baru pada kelompok sasaran
(impact).
Akibat yang dihasilkan oleh suatu intervensi program pada kelompok
sasaran, baik yang sesuai dengan yg diharapkan atau tidak dan akibat
tersebut tidak mampu menimbulkan perilaku baru pada kelompok sasaran
(effects).
Evaluasi dampak merupakan usaha menentukan dampak atas implementasi
kebijakan yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada keadaan-keadaan atau
kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.
Menurut Lester dan Stewart dalam Winarno (2002: 170-171), setidaknya
ada tiga hal yang dapat dilakukan oleh seorang evaluator didalam melakukan
evaluasi kebijakan publik, yaitu: Pertama, evaluasi kebijakan mungkin
menjelaskan keluaran-keluaran kebijakan, misalnya pekerjaan, uang, materi yang
diproduksi, dan pelayanan yang disediakan. Keluaran ini merupakan hasil yang
nyata dari adanya kebijakan, namun tidak memberi makna sama sekali bagi
seorang evaluator.
Kedua, evaluasi kebijakan barangkali mengenai kemampuan kebijakan
dalam memperbaiki masalah-masalah sosial, misalanya usaha untuk mengurangi
kemacetan lalu lintas atau tingkat kriminalitas. Dan ketiga, evaluasi kebijakan
barangkali menyangkut konsekuensi-konsekuensi kebijakan dalam bentuk policy
feedback, termasuk didalamnya adalah reaksi dari tindakan-tindakan pemerintah
34
atau pernyataan dalam sistem pembuatan kebijakan atau dalam beberapa pembuat
keputusan.
Pada sisi yang lain, Thomas R. Dye dalam Winarno (2002: 171-173)
menyatakan dampak dari suatu kebijakan mempunyai beberapa dimensi dan
semuanya harus diperhitungkan dalam membicarakan evaluasi.
1) Dampak kebijakan pada masalah-masalah publik dan dampak kebijakan
pada orang-orang yang terlibat.
2) Kebijakan-kebijakan mungkin mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
atau kelompok-kelompok di luar sasaran atau tujuan kebijakan.
3) Kebijakan mungkin akan mempunyai dampak pada keadaan-keadaan
sekarang dan keadaan di masa yang akan datang.
4) Evaluasi juga menyangkut unsur yang lain, yakni biaya langsung yang
dikeluarkan untuk membiayai program-program kebijakan publik.
5) Dimensi yang terakhir dari evaluasi kebijakan adalah menyangkut biaya-
biaya tidak langsung yang ditanggung oleh masyarakat atau beberapa
anggota masyarakat akibat adanya kebijakan publik.
Sekalipun dampak yang sebenarnya dari suatu kebijakan mungkin sangat
jauh dari yang diharapkan atau diinginkan, tetapi kebijakan tersebut pada
dasarnya mempunyai konsekuensi-konsekuensi yang penting bagi masyarakat.
35
1.6.3.8 Model Evaluasi Yang Digunakan Peneliti
Didalam penelitian ini, peneliti akan melakukan evaluasi dampak dengan
menggunakan model Single Program Before-After. Peneliti hendak melihat
perubahan keadaan kelompok sasaran sebelum dan sesudah program Sanitasi
Berbasis Masyarakat (Sanimas) diimplementasikan.
1.6.4 Pemberdayaan Masyarakat
Konsep pemberdayaan dapat dikatakan sebagai jawaban atas realitas
ketidakberdayaan (disempowerment). Mereka yang tidak berdaya adalah pihak
yang tidak memiliki daya atau kehilangan daya. Mereka yang tidak berdaya
adalah mereka yang kehilangan kekuatannya.
Definisi pemberdayaan dalam arti sempit, yang berkaitan dengan sistem
pengajaran antara lain dikemukakan oleh Merriam Webster dan Oxford English
Dictionary kata”empower” mengandung dua arti. Pengertian pertama adalah to
give power of authority dan pengertian kedua berarti to give ability to or enable.
Dalam pengertian pertama diartikan sebagai memberi kekuasaan, mengalihkan
kekuasaan, atau mendelegasikan otoritas ke pihak lain. Sedangkan dalam
pengertian kedua, diartikan sebagai upaya untuk memberikan kemampuan atau
keberdayaan.
Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi
yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru
pembangunan, yakni yang bersifat “people centred, participatory, empowering,
36
and sustainable” (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk
mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya
belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap
konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu (Ginanjar K., “Pembangunan
Sosial dan Pemberdayaan : Teori, Kebijaksanaan, dan Penerapan”, 1997:55).
Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat
dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu untuk
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakanan. Dengan kata lain,
pemberdayaan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat. Dalam upaya
memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu ; pertama,
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Disini titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap
masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Artinya, tidak ada
masyarakat yang sama sekali tanpa daya. Pemberdayaan adalah upaya untuk
membangun daya itu, dengan mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk
mengembangkannya.
Kedua, memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat
(empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain
dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Penguatan ini meliputi langkah-
langkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta
37
pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat
masyarakat menjadi berdaya. Upaya yang amat pokok adalah peningkatan taraf
pendidikan, dan derajat kesehatan, serta akses ke dalam sumber-sumber kemajuan
ekonomi seperti modal, teknologi, informasi, lapangan kerja, dan pasar.
Masukan berupa pemberdayaan ini menyangkut pembangunan prasarana
dan sarana dasar fisik, seperti irigasi, jalan, listrik, maupun sosial seperti sekolah
dan fasilitas pelayanan kesehatan, yang dapat dijangkau oleh masyarakat pada
lapisan paling bawah, serta ketersediaan lembaga-lembaga pendanaan, pelatihan,
dan pemasaran di perdesaan, dimana terkonsentrasi penduduk yang
keberdayaannya amat kurang. Untuk itu, perlu ada program khusus bagi
masyarakat yang kurang berdaya, karena program-program umum yang berlaku
tidak selalu dapat menyentuh lapisan masyarakat ini.
Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota
masyarakat, tetapi juga pranata-pranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya
modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban
adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan
institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan
serta peranan masyarakat didalamnya. Yang terpenting disini adalah peningkatan
partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan
masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya
dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi.
38
Ketiga, memberdayakan mengandung pula arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah karena
kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Perlindungan dan pemihakan
kepada yang lemah amat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan
masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi,
karena hal itu justru akan mengerdilkan yang kecil dan melunglaikan yang lemah.
Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan
yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin
tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Karena pada dasarnya
setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat
dipertukarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah
memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk
memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan
(Bahan Kuliah PPS SP ITB, “Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat”, hlm 2-3).
1.6.4.1 Tahap-tahap Pemberdayaan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pemberdayaan masyarakat adalah untuk
membentuk individu masyarakat menjadi mandiri. Kemandirian tersebut meliputi
kemandirian berpikir, bertindak dan mengendalikan apa yang mereka lakukan
tersebut. Dengan demikian untuk menjadi mandiri perlu dukungan kemampuan
39
berupa sumberdaya manusia yang utuh dengan kondisi kognitif, psikomotorik
afektif dan sumberdaya lain yang bersifat fisik dan material (Khausar, 2012).
Agar pemberdayaan dapat dilakukan sesuai dengan target, perlu
memperhatikan tahap-tahap yang harus dilalui meliputi:
1) Tahap penyadaran dan pembentukan perilaku menuju perilaku sadar dan
peduli sehingga merasa membutuhkan peningkatan kapasitas diri.
2) Tahap transformasi kemampuan berupa wawasan pengetahuan, kecakapan
keterampilan agar terbuka wawasan dan memberikan keterampilan dasar
sehingga dapat mengambil peran di dalam pembangunan.
3) Tahap peningkatan intelektual, kecakapan keterampilan sehingga
terbentuklah inisiatif dan kemampuan inovatif untuk menghantarkan pada
kemandirian. (Ambar Teguh S, 2004:82-83)
1.7 Definisi Konsep
Defenisi konsep memberi batasan terhadap pembahasan dari permasalahan
yang ditentukan oleh peneliti. Adapun defenisi konsep dari penelitian ini adalah :
a. Evaluasi dampak kebijakan Program SANIMAS adalah usaha untuk
menentukan dampak atas implementasi kebijakan program SANIMAS
yang dilakukan oleh pelaksana kebijakan pada kelompok sasaran atau
tujuan kebijakan.
b. Pemberdayaan masyarakat merupakan upaya untuk meningkatkan harkat
dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak
40
mampu untuk melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan serta berusaha untuk memampukan dan memandirikan
masyarakat.
1.8 Definisi Operasional
Singarimbun (1989:46) menyatakan definisi operasional adalah unsur
penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel.
Definisi operasional ini semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya
mengukur suatu variabel. Adapun definisi operasional dari variabel evaluasi
dampak kebijakan adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas, yaitu pencapaian hasil yang diinginkan:
- Kualitas yang dihasilkan dari program
- Produktivitas (kuantitas dari jasa yang dihasilkan)
- Motivasi (adanya kekuatan yang muncul dari setiap individu untuk
mencapai tujuan)
2. Efisiensi, yaitu usaha-usaha untuk mencapai hasil yang diinginkan:
- Adanya target pencapaian waktu
- Tersedianya sumber daya manusia
- Adanya sumber daya modal
3. Kecukupan, yaitu adanya pemecahan masalah dari hasil yang diinginkan:
- Kecukupan produktivitas
- Solusi yang dilakukan atas usulan masyarakat
41
4. Pemerataan, yaitu pendistribusian biaya dan manfaat yang merata:
- Distribusi hasil yang merata
- Kesamaan manfaat program yang dirasakan masyarakat
5. Responsivitas, yaitu dampak kebijakan terhadap pemuasan kebutuhan
preferensi atau kelompok tertentu
- Adanya tanggapan positif
- Adanya kritik
- Adanya saran
6. Ketepatan, yaitu manfaat atau kegunaan hasil yang diinginkan
- Program ditujukan kepada masyarakat PAKUMIS
- Kesesuaian hasil program dengan tujuan yang diharapkan
- Adanya perubahan yang dialami masyarakat
1.9 Sistematika Penulisan
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, fokus masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian,
kerangka teori, definisi konsep, definisi operasional dan
sistematika penulisan.
BAB II : METODE PENELITIAN
Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan
penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
42
BAB III : DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN
Bab ini berisikan data tentang gambaran umum dan karakteristik
lokasi penelitian yang relevan dengan topik penelitian.
BAB IV : PENYAJIAN DATA
Bab ini menyajikan data yang diperoleh selama penelitian di
lapangan dan dokumentasi yang akan dianalisis.
BAB V : ANALISIS DATA
Bab ini berisikan tentang kajian dan analisis data yang diperoleh
pada saat penelitian di lapangan dan memberikan interpretasi
terhadap masalah yang diteliti.
BAB VI : PENUTUP
Bab ini berisikan simpulan dari temuan penelitian yang telah
dilakukan.
43
BAB II
METODE PENELITIAN
2.1. Bentuk Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan
pendekatan deskriptif. Penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala
sosial. Menurut Bungin (2007:68), penelitian sosial menggunakan format
deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai
kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial yang ada di masyarakat yang
menjadi objek penelitian, dan berupaya menarik realitas itu ke permukaan sebagai
suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran tentang kondisi, situasi,
ataupun fenomena tertentu. Dengan demikian, penelitian ini akan menjelaskan
gambaran realitas dari masalah yang akan peneliti elaborasi dengan menggunakan
data-data yang ada.
2.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan
Belawan Kota Medan. Lokasi SANIMAS di kelurahan ini tepatnya di Lorong
Ujung Tanjung I Lingkungan V. Lokasi ini dipilih karena Kelurahan Bagan Deli
merupakan salah satu kelurahan yang menjadi sasaran pemerintah dalam
melaksanakan program SANIMAS.
44
2.3 Informan Penelitian
Informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data,
informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian (Bungin, 2007:108). Ia
berpendapat bahwa terdapat dua cara memperoleh informan penelitian yaitu (1)
snowball sampling dan (2) key person.
Dalam penelitian ini, peneliti akan memperoleh informasi dari key person.
Lebih lanjut Bungin (2007:77) mengemukakan untuk memperoleh informan
penelitian melalui key person digunakan apabila peneliti sudah memahami
informasi awal tentang objek penelitian maupun informan penelitian, sehingga ia
membutuhkan key person untuk memulai melakukan wawancara atau observasi.
Adapun informan kunci dalam penelitian ini ada dua yaitu:
(1) Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat Bunga Tanjung : Bapak
Sumarno
(2) Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Infrastruktur Penyehatan
Lingkungan Permukiman (PPK PILP) Dinas Tarukim Sumut : Bapak
Ir. Herianto
Informan utama yang juga mendukung penelitian ini adalah masyarakat
Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli Kecamatan
Medan Belawan.
45
2.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Teknik Pengumpulan Data Primer, merupakan teknik pengumpulan data
yang diperoleh langsung dari objek penelitian yang terdiri dari:
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam secara umum adalah proses memperoleh
keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil
bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang
diwawancarai, dengan atau tanpa menggunakan pedoman wawancara.
b. Observasi
Observasi adalah teknik pengumpulan data yang digunakan untuk
menghimpun data penelitian melalui pengamatan dan pengindraan.
2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder, merupakan data yang tidak secara
langsung diperoleh dari objek penelitian.
a. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan menggunakan
catatan atau foto-foto dan rekaman yang ada di lokasi penelitian serta
sumber-sumber lain yang relevan dengan objek penelitian.
46
b. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan merupakan teknik pengumpulan data dengan
mengggunakan berbagai literatur seperti buku, karya ilmiah dan lainnya
yang berkenaan dengan penelitian ini.
2.5 Teknik Analisis Data
Analisis-analisis kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika
induktif, di mana silogisme dibangun berdasarkan pada hal-hal khusus atau data di
lapangan dan bermuara pada kesimpulan-kesimpulan umum (Bungin, 2007:143).
Melalui metode analisis data, peneliti menguji kemampuan bernalar dalam
mengelaborasi fakta, data dan informasi yang diperoleh. Selanjutnya, peneliti
menganalisisnya sehingga dapat menghasilkan informasi dan kebenaran dari
setiap permasalahan yang ada dalam penelitian ini.
Dalam melakukan analisis data, menurut Miles dan Huberman dalam
Sugiyono (2009: 246) ada langkah-langkah yang harus dilakukan yaitu:
1. Reduksi Data
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih
jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
47
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data.
Dengan menyajikan data, maka akan memudahkan peneliti untuk
memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya berdasarkan
apa yang telah dipahami.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang
sebelumnya belum pernah ada. Kesimpulan ini sebagai hipotesis dan bila
didukung oleh data maka akan dapat menjadi teori.
48
BAB III
DESKRIPSI UMUM LOKASI PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kota Medan
3.1.1 Letak Geografis
Kota Medan terletak di bagian utara Pulau Sumatera dengan posisi
koordinat 3°35′LU dan 98°40′BT. Kota Medan berbatasan dengan Selat Malaka
di sebelah utara dan Kabupaten Deli Serdang di sebelah barat, timur, dan utara.
Luas Kota Medan adalah sekitar 26.510 hektar atau setara dengan 265,10 km².
Dengan kata lain, Kota Medan memiliki wilayah 3,6% dari keseluruhan Sumatera
Utara. Kota Medan jika diperlihatkan secara topografinya cenderung miring ke
utara. Kota ini berada pada 2,5 hingga 3,5 meter di atas permukaan laut.
Secara geografis, Kota Medan memiliki kedudukan strategis sebab
berbatasan langsung dengan Selat Malaka di bagian Utara, sehingga relatif dekat
dengan kota-kota / negara yang lebih maju seperti Pulau Penang Malaysia,
Singapura dan lain-lain. Di samping itu sebagai daerah pinggiran jalur pelayaran
Selat Malaka, Medan memiliki posisi strategis sebagai gerbang (pintu masuk)
kegiatan perdagangan barang dan jasa, baik perdagangan domestik maupun luar
negeri (ekspor-impor). Posisi geografis Medan ini telah mendorong
perkembangan kota dalam dua kutub pertumbuhan secara fisik, yaitu daerah
Belawan dan pusat Kota Medan saat ini.
49
3.1.2 Pemerintahan
Pemerintah Daerah Kota Medan adalah Walikota Medan beserta perangkat
daerah otonom yang lain sebagai unsur penyelenggara pemerintah daerah. Secara
garis besar struktur organisasi Pemerintah Kota Medan, dapat digambarkan
sebagai berikut:
Bagan 3.1 : STRUKTUR ORGANISASI PEMERINTAH KOTA MEDAN
Sumber : Website Pemerintah Kota Medan (www.pemkomedan.go.id) diakses
pada 02 Juni 2014 pukul 20.08 WIB
Administrasi pemrintahan Kota Medan pada saat ini terdiri atas 21
kecamatan dengan 151 kelurahan yang terbagi dalam 2001 lingkungan. Fungsi
Pemerintah Kota Medan pada dasarnya dapat dibagi ke dalam lima (5) sifat, yaitu:
(1) Pemberian pelayanan,
(2) Fungsi pengaturan (penetapan perda),
(3) Fungsi pembangunan,
(4) Fungsi perwakilan (dengan berinteraksi dengan Pemerintah Propinsi
/Pusat),
50
(5) Fungsi koordinasi dan perencanaan pembangunan kota.
Dalam kaitannya dengan penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah,
Pemerintah Kota Medan menyelenggarakan 2 (dua) bidang urusan yaitu :
(1) Urusan pemerintahan teknis yang pelaksanaannya diselenggarakan oleh Dinas-
dinas daerah (Dinas Kesehatan, Pekerjaan Umum) dan
(2) Urusan pemerintahan umum, yang terdiri dari:
Kewenangan mengatur yang diselengarakan bersama-sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Medan, sebagi Badan Legislatif
Kota.
Kewenagan yang tidak bersifat mengatur (segala sesuatu yang dicakup
dalam kekuasaan melaksanakan kesejahteraan umum), yang
diselenggarakan oleh Wlikota/Wakil Walikota, sebagai pimpinan tertinggi
Badan Eksekutif Kota.
Berdasarkan fungsi dan kewenangan tersebut, Walikota Medan membawahi
(pimpinan Eksekutif tertinggi) seluruh Instansi pelaksana Eksekutif Kota.
51
Tabel 3.1 : Banyaknya Kelurahan dan Lingkungan Menurut Kecamatan di
Kota Medan Tahun 2007-2011
No. Tahun/Kecamatan
(1)
Kelurahan
(2)
Lingkungan
(3)
1 Medan Tuntungan 9 75 2 Medan Johor 6 81 3 Medan Amplas 7 77 4 Medan Denai 6 82 5 Medan Area 12 172 6 Medan Kota 12 146 7 Medan Maimun 6 66 8 Medan Polonia 5 46 9 Medan Baru 6 64 10 Medan Selayang 6 63 11 Medan Sunggal 6 88 12 Medan Helvetia 7 88 13 Medan Petisah 7 69 14 Medan Barat 6 98 15 Medan Timur 11 128 16 Medan Perjuangan 9 128 17 Medan Tembung 7 95 18 Medan Deli 6 105 19 Medan Labuhan 6 99 20 Medan Marelan 5 88 21 Medan Belawan 6 143
Jumlah 2011 151 2.001 2010 151 2.001 2009 151 2.001 2008 151 2.001 2007 151 2.001
Sumber : Medan Dalam Angka 2012, hlm. 25
52
3.1.3 Demografi
Penduduk Kota Medan tergolong masyarakat plural yang meliputi unsur
agama, suku etnis, budaya dan keragaman adat istiadat. Hal ini memunculkan
karakter sebagian besar penduduk Kota Medan bersifat terbuka. Secara
demografi, Kota Medan sedang mengalami masa transisi demografi. Pada tahun
2011, penduduk kota Medan mencapai 2.117.224 jiwa. Dibanding hasil Sensus
Penduduk 2010, terjadi pertambahan penduduk sebesar 19.614 jiwa (0,94%).
Dengan luas wilayah mencapai 265,10 kmଶ, kepadatan penduduk mencapai 7.987
jiwa/kmଶ.
53
Tabel 3.2 : Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Berdasarkan
Sensus Penduduk Tahun 2009
No Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) 1. Medan Tuntungan 34 153 35 919 70 073 2. Medan Johor 57 495 58 725 116 220 3. Medan Amplas 57 127 58 029 115 156 4. Medan Denai 69 746 70 194 139 939 5. Medan Area 53 866 55 386 109 253 6. Medan Kota 41 298 42 994 84 292 7. Medan Maimun 28 212 29 646 57 859 8. Medan Polonia 26 389 27 038 53 427 9. Medan Baru 20 822 23 394 44 216 10. Medan Selayang 42 434 43 244 85 678 11. Medan Sunggal 54 452 56 216 110 667 12. Medan Helvetia 71 713 73 662 145 376 13. Medan Petisah 32 795 35 325 68 120 14. Medan Barat 38 513 40 585 79 098 15. Medan Timur 56 201 57 673 113 874 16. Medan Perjuangan 51 752 53 950 105 702 17. Medan Tembung 70 628 71 158 141 786 18. Medan Deli 75 246 74 830 150 076 19. Medan Labuhan 53 522 53 399 106 922 20. Medan Marelan 64 183 62 436 126 619 21. Medan Belawan 48 908 47 791 96 700 Kota Medan 1 049 457 1 071 596 2 121 053 Sumber : Website Pemerintah Kota Medan (www.pemkomedan.go.id )diakses pada 03 Juni 2014 pukul 19.15 WIB
Pembangunan kependudukan dilaksanakan dengan mengindahkan
kelestarian sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup sehingga mobilitas dan
persebaran penduduk tercapai optimal. Mobilitas dan persebaran penduduk yang
optimal, berdasarkan pada adanya keseimbangan antara jumlah penduduk dengan
daya dukung dan daya tampung lingkungan. Persebaran penduduk yang tidak
didukung oleh lingkungan dan pembangunan akan menimbulkan masalah sosial
54
yang kompleks, dimana penduduk menjadi beban bagi lingkungan maupun
sebaliknya.
Program kependudukan di kota Medan seperti halnya di daerah Indonesia
lainnya yaitu pengendalian kelahiran, penurunan tingkat kematian bayi dan anak,
perpanjangan usia harapan hidup, penyebaran penduduk yang seimbang serta
pengembangan potensi penduduk sebagai modal pembangunan yang terus
ditingkatkan. Komponen kependudukan umumnya menggambarkan berbagai
dinamika sosial yang terjadi di masyarakat, baik secara sosial maupun cultural,
menurunnya tingkat kelahiran (fertilitas) dan tingkat kematian (mortalitas),
meningkatnya arus perpindahan antar daerah (migrasi) dan proses urbanisasi,
termasuk arus ulang alik, akan mempengaruhi kebijakan kependudukan yang
diterapkan.
55
Tabel 3.3 : Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin Tahun 2011
No. Kecamatan (1)
Laki-Laki (2)
Perempuan (3)
Jumlah (4)
1 Medan Tuntungan 39.824 41.974 81.798 2 Medan Johor 61.867 63.589 125.456 3 Medan Amplas 57.357 58.186 115.543 4 Medan Denai 71.407 70.459 141.866 5 Medan Area 47.856 48.791 96.647 6 Medan Kota 35.274 37.389 72.663 7 Medan Maimun 19.440 20.206 39.646 8 Medan Polonia 26.275 27.109 53.384 9 Medan Baru 17.593 21.971 39.564 10 Medan Selayang 49.103 50.879 99.982 11 Medan Sunggal 55.479 57.439 112.918 12 Medan Helvetia 71.174 74.065 145.239 13 Medan Petisah 29.401 32.431 61.832 14 Medan Barat 34.782 36.099 70.881 15 Medan Timur 52.687 56.071 108.758 16 Medan Perjuangan 45.211 48.272 93.483 17 Medan Tembung 65.481 68.303 133.784 18 Medan Deli 86.137 83.876 170.013 19 Medan Labuhan 57.248 55.068 112.316 20 Medan Marelan 74.002 71.786 145.788 21 Medan Belawan 48.962 46.701 95.663
Kota Medan 1.046.560 1.070.664 2.117.224 Sumber : Medan Dalam Angka 2012, hlm. 43
3.2 Gambaran Umum Kecamatan Medan Belawan
3.2.1 Letak Geografis
Medan Belawan merupakan salah satu kecamatan dari dua puluh satu
kecamatan di Kota Medan yang terletak diantara 03°-48° Lintang Utara dan 98°-
42° Bujur Timur. Luas wilayah kecamtan ini mencapai 21,82 kmଶ. Berdasarkan
letaknya, Kecamatan Medan Belawan berbatasan dengan Kabupaten Deli Serdang
di sebelah barat dan timur. Di sebelah selatan, Medan Belawan berbatasan dengan
56
Kecamatan Medan Labuhan. Sedangkan di sebelah utara, ia berbatasan dengan
Selat Malaka.
Bagan 3.2 : Peta Kecamatan Medan Belawan
Sumber : Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka 2012
Tabel 3.4 : Data Umum Mengenai Kecamatan Medan Belawan
No Data Umum Keterangan 1 Luas 21,82 km2 2 Jumlah Kelurahan 6 Kelurahan 3 Jumlah Penduduk 95.506 Jiwa 4 Panjang Jalan Aspal -
Sumber : Website Pemerintah Kota Medan (www.pemkomedan.go.id)
diakses pada 03 Juni 2014 pukul 20.45 WIB
Kecamatan Medan Belawan adalah daerah pesisir Kota Medan dan
merupakan wilayah bahari dan maritim yang berbatasan langsung pada Selat
Malaka. Di Kecamatan Medan Belawan ini terdapat Pelabuhan Belawan yang
57
merupakan pelabuhan terbuka untuk perdagangan internasional, regional dan
nasional. Pelabuhan Belawan ini merupakan urat nadi perekonomian Sumatera
Utara khususnya arus keluar masuk barang dan penumpang melalui angkutan laut,
sehingga Kota Medan dikenal dengan pintu gerbang Indonesia bagian Barat.
Tabel 3.5 : Luas Wilayah Dirinci per Kelurahan Tahun 2012
No. Kelurahan (1)
Luas (ܕܓ) (2)
Persentase (%) (3)
1. Belawan Pulau Sicanang 15,10 69,20 2. Belawan Bahagia 0,54 2,47 3. Belawan Bahari 1,03 4,72 4. Belawan II 1,75 8,02 5. Bagan Deli 2,30 10,54 6. Belawan I 1,10 5,04 Sumber : Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka 2012, hlm. 5
3.2.2 Pemerintahan
Kecamatan Medan Belawan yang dipimpin oleh seorang camat, saat ini
terdiri dari enam kelurahan yang terbagi atas 143 lingkungan, 171 RW, 432 RT
dan 243 blok sensus. Tahun 2011, Kecamatan Medan Belawan memiliki total 133
pegawai negeri, sementara tahun 2012 sudah memiliki 136 pegawai negeri yang
dialokasikan di kantor camat dan instansi-instansi pemerintah lainnya. Alokasi
pegawai terbesar ada di puskesmas yakni 49 pegawai. Sedangkan alokasi pegawai
terkecil terdapat pada statistik kecamatan dan pertanian yang hanya berjumlah
satu pegawai.
Bila dirinci menurut golongan, dari 136 pegawai negeri di Kecamatan
Medan Belawan, sebagian besar pegawai negeri sudah bergolongan III yaitu 78
58
pegawai. Jumlah pegawai negeri terbanyak berada di Kelurahan Belawan II dan
jumlah pegawai yang paling sedikit berada di Kelurahan Belawan I.
Tabel 3.6 : Banyaknya Pegawai Negeri Kantor Camat dan Instansi
Pemerintah Di Kecamatan Medan Belawan Tahun 2012 (Jiwa)
No. Instansi Golongan Jumlah I II III IV Honor
1 Kantor Camat 0 8 15 1 1 25 2 KUA 1 1 3 0 0 5 3 Statistik 0 0 0 0 0 0 4 PPLKB 0 2 4 0 0 6 5 Pertanian 0 0 1 0 0 1 6 PD. Kebersihan 0 1 1 0 0 2 7 Puskesmas 0 18 24 8 0 50 8 Kelurahan 1 1 28 0 12 42 9 Dinas P & K 0 2 2 1 0 25 Medan Belawan 2 33 78 10 13 136 Sumber : Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka 2012, hlm. 10
Gambar 3.1 : Kantor Kecamatan Medan Belawan Tampak Depan
Sumber : Observasi, 07-05-2014 (Dokumentasi Zudika)
59
3.2.3 Demografi
Kecamatan Medan Belawan dihuni oleh 95.709 orang penduduk dimana
penduduk terbanyak berada di kelurahan Belawan II yakni 20.947 orang. Jumlah
penduduk terkecil berada di kelurahan Belawan Bahagia yakni sebanyak 11.915
orang. Bila dibandingkan antara jumlah penduduk serta luas wilayahnya, maka
kelurahan Belawan Bahagia merupakan kelurahan terpadat yaitu 22,065 jiwa tiap
kmଶ. Jumlah penduduk Kecamatan Medan Belawan sebanyak 95.709 penduduk
terdiri dari 48.917 orang laki-laki dan 46.792 orang perempuan. Berdasarkan
kelompok umur, distribusi penduduk Kecamatan Medan Belawan relatif lebih
banyak penduduk usia produktif.
Pada tahun 2012, tercatat sebanyak 958 penduduk yang lahir di
Kecamatan Medan Belawan, sedangkan hanya 296 orang yang meninggal.
Mobilitas penduduk di Kecamatan Medan Belawan ini cukup ramai, yakni selama
tahun 2012 tercatat 651 orang datang dan 756 orang pindah dari kecamatan ini.
Sebagian besar penduduk di Kecamatan Medan Belawan berprofesi sebagai
pedagang.
60
Bagan 3.3: Jumlah Penduduk Per Kelurahan se-Kecamatan Medan Belawan
Tahun 2012
Sumber : Kecamatan Medan Belawan Dalam Angka 2012, hlm. 18
3.3 Gambaran Umum Kelurahan Bagan Deli
3.3.1 Letak Geografis
Kelurahan Bagan Deli terletak di tepi Muara Deli sampai ke tepian Kuala
Deli. Kelurahan ini merupakan salah satu dari enam kelurahan yang ada didalam
wilayah administrasi Kecamatan Medan Belawan. Kelurahan Bagan Deli berada
di bagian paling timur Kecamatan Medan Belawan dan berbatasan langsung
dengan Selat Malaka.
7551
6045 6103
10531
8274
10385
7145
5843 5883
10382
7586
9776
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
Belawan Pulau
Sicanang
Belawan Bahagia
Belawan Bahari
Belawan II Bagan Deli Belawan II
Laki-laki Perempuan
61
Berdasarkan letak astronomis, Kelurahan Bagan Deli terletak pada 03°
47°LU − 03° 48°LU dan 98° 41’BT − 98° 42’BT. Sedangkan berdasarkan letak
geografis, Kelurahan Bagan Deli berbatasan dengan:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Belawan I
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Muara Sungai Deli
3. Sebelah timur berbatasan dengan Muara Selat Malaka
4. Sebelah barat berbatasan dengan Kelurahan Belawan II dan Kelurahan
Belawan Bahari
Kelurahan Bagan Deli memiliki luas wilayah administrasi 230 Ha/݉ଶ
yang terdiri dari 15 distrik lingkungan. Dari ke-15 lingkungan ini, yang menjadi
objek penelitian penulis adalah Lingkungan V. Lingkungan ini memiliki luas areal
lahan 21,5 Ha. Adapun batas-batas wilayah Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli,
yaitu:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Lingkungan XV
2. Sebelah selatan berbatasan dengan Muara Deli
3. Sebelah timur berbatasan dengan Lingkungan IV
4. Sebelah barat berbatasan dengan Paluh Perta (Selat Malaka)
62
Gambar 3.2 : Gapura Kelurahan Bagan Deli Tampak Dari Seberang Jalan
Sumber : Observasi, 13-05-2014 (Dokumentasi Zudika)
63
3.3.2 Pemerintahan
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 2005 tentang
Kelurahan dinyatakan bahwa kelurahan merupakan perangkat daerah
kabupaten/kota yang berkedudukan di wilayah kecamatan. Kelurahan dipimpin
oleh lurah yang bertanggung jawab kepada bupati/walikota melalui camat. Lurah
mempunyai tugas pokok menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan
dan kemasyarakatan, sebagaimana yang dilimpahkan oleh bupati/walikota.
Kelurahan terdiri dari lurah dan perangkat kelurahan. Perangkat kelurahan terdiri
dari sekretaris kelurahan dan seksi yang sebanyak-banyaknya 4 seksi serta jabatan
fungsional.
Kelurahan Bagan Deli saat ini dipimpin oleh Lurah Irwan Syah Lubis, SH.
Lurah Bagan Deli dibantu oleh tiga kepala urusan (seksi) yaitu Seksi Tata
Pemerintahan, Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Seksi Ketentraman dan
Ketertiban Umum. Kelurahan ini memiliki 15 lingkungan yang masing-masing
dipimpin oleh satu orang kepala lingkungan. Pada penelitian ini, lokasi penelitian
berada di lingkungan V yang dipimpin oleh Nazaruddin.
64
Bagan 3.4 : Struktur Organisasi Kelurahan Bagan Deli
Daftar Nama Kepala Lingkungan di Kelurahan Bagan Deli
Lingkungan Nama Kepala Lingkungan I Subari II Bahtrem Armaya III Khaidir Panjaitan IV Syamsir K. V Nazaruddin VI M. Aminuddin VII Sulaiman VIII Suprianto IX Merry S. X Arisyal Jambak XI Hendra S. XII Monica Panjaitan XIII Siti Syarifah XIV Jomuk Simanungkalit XV Syafaridah
Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
KEPALA LINGKUNGAN
I II III IV V VI VII VIII IX X XI XII XIII XIV XV
LURAH IRWAN SYAH LUBIS SH / III D
JABATAN FUNGSIONAL SEKRETARIS LURAH SESI SUMIATI S. / III B
Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum PH. MHD. SYAFI’I / I D
Seksi Pemberdayaan Masyarakat
NINGRAT SINAGA / III C
Seksi Tata Pemerintahan
SITI MARIAH / III C
65
Gambar 3.3 : Kantor Kelurahan Bagan Deli Tampak Depan
Sumber : Observasi, 08-04-2014 (Dokumentasi Zudika)
Di Kelurahan Bagan Deli, terdapat tiga lembaga kemasyarakatan. Pertama,
Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa yang dibentuk berdasarkan Surat
Keterangan Lurah. Lembaga masyarakat ini sehari-harinya diurus oleh 18 orang
pengurus yang bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan seperti kebersihan,
kerja bakti dan keagamaan.
Kedua, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang dibentuk
berdasarkan SK TP PKK Kelurahan. Lembaga masyarakat PKK ini juga sehari-
hari diurus oleh pengurus yang berjumlah 38 orang. Ketiga, lembaga masyarakat
dengan nama Kelompok Nelayan atau Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang
berjumlah 42 unit organisasi dan diketahui oleh SK Lurah.
66
3.3.3 Demografi
Jumlah penduduk Kelurahan Bagan Deli adalah 17.054 orang yang terdiri
dari 3.735 KK. Adapun jumlah penduduk pada Lingkungan V yang menjadi
lokasi dari penelitian ini adalah 793 orang dengan jumlah kepala keluarga terdiri
dari 354 KK. Agama mayoritas yang dianut masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
adalah agama Islam. Berikut ini adalah persentase mengenai komposisi penduduk
berdasarkan etnis dan agama di Kelurahan Bagan Deli, Kecamatan Medan
Belawan.
Tabel 3.7 Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis di Kelurahan Bagan Deli
No. Etnis Jumlah (Orang)
Persentase
1 Melayu 7.063 41,42 2 Jawa 4.218 24,74 3 Karo 153 0,90 4 Mandailing 905 5,31 5 Batak 2.985 17,51 6 Sunda 138 0,81 7 Padang 407 2,39 8 Tionghoa 170 0,99 9 Suku lainnya 1015 5,93 Jumlah 17.054 100
Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
Penduduk Kelurahan Bagan Deli terdiri dari beragam etnis, yaitu etnis
Melayu, Jawa, Karo, Mandailing, Batak, Sund, Padang, Tionghoa dan lainnya.
Warga Kelurahan Bagan Deli adalah mayoritas suku Melayu disamping suku
Jawa, Batak, dan suku lainnya. Bahasa yang umum digunakan sehari-hari adalah
bahasa Melayu.
67
Tabel 3.8 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama di
Kelurahan Bagan Deli
No. Lingkungan Islam Kristen Katolik Hindu Budha Kepercayaan Jumlah 1 I 880 90 0 0 0 0 970 2 II 905 23 0 0 4 0 932 3 III 1383 69 0 0 0 0 1452 4 IV 1553 0 0 0 0 0 1553 5 V 1520 0 0 0 2 0 1522 6 VI 1175 5 0 0 0 0 1180 7 VII 1208 843 0 0 0 6 2057 8 VIII 235 50 0 0 0 0 285 9 IX 391 28 0 0 0 0 419 10 X 645 472 30 2 0 0 1149 11 XI 34 38 0 0 8 0 80 12 XII 72 993 43 0 0 0 1108 13 XII 1298 148 7 0 0 0 1453 14 XIV 628 572 37 0 0 0 1237 15 XV 1657 0 0 0 0 0 1657
Total 13584 3331 117 2 14 6 17054 Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
Mayoritas penduduk di Kelurahan Bagan Deli ini menganut agama Islam
dan kemudian agama Kristen serta beberapa agama lainnya. Dari tabel di atas
dapat dilihat persebaran jumlah penduduk berdasarkan agamanya di setiap
lingkungan yang ada di Kelurahan Bagan Deli.
68
Tabel 3.9 : Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin dan Usia
di Kelurahan Bagan Deli
Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
Informasi dari tabel di atas menunjukkan jumlah penduduk berdasarkan
jenis kelamin dan pembagian usia dibawah 17 tahun dan diatas 17 tahun. Jumlah
penduduk yang paling banyak di Kelurahan Bagan Deli berada di lingkungan VII,
baik penduduk dibawah 17 tahun (1103 orang) maupun penduduk diatas 17 tahun
(954 orang). Sementara itu, jumlah penduduk yang paling sedikit berada di
lingkungan XI yaitu penduduk dibawah usia 17 tahun ada 44 orang dan penduduk
diatas usia 17 tahun ada 36 orang.
Adapun jumlah penduduk menurut pemakaian MCK (Mandi, Cuci, Kakus)
di Kelurahan Bagan Deli meliputi tiga bagian, yakni penggunaan septik tank
sebanyak 1990 KK, sumber asal sungai sebanyak 1281 KK, dan penggunaan
No. Lingkungan 17 Tahun ≤ Jumlah 17 Tahun ≥ Jumlah Laki-Laki
Perempu-an
Laki-Laki
Perempu-an
1 I 180 310 490 182 298 480 2 II 184 303 487 182 263 445 3 III 236 480 716 248 488 736 4 IV 426 353 779 405 369 774 5 V 331 462 793 293 436 729 6 VI 177 443 620 182 378 560 7 VII 336 767 1103 321 633 954 8 VIII 44 100 144 40 101 141 9 IX 67 126 193 89 137 226 10 X 263 312 575 275 299 574 11 XI 11 33 44 6 30 36 12 XII 240 340 580 220 308 528 13 XII 279 495 774 252 427 679 14 XIV 338 302 640 313 284 579 15 XV 319 563 882 262 513 775
Total 3431 5389 8820 3270 4964 8234
69
MCK sebanyak 464 KK. Sedangkan banyaknya penduduk menurut pemakaian air
dari berbagai sumber air yaitu: air PAM 1926 KK, air sumur biasa 204 KK, air
sumur bor 1510 KK, dan lainnya ada 95 KK.
Tabel 3.10 : Penduduk Menurut Pemakaian MCK di Kelurahan Bagan Deli
No. Sarana Jumlah 1 Septik Tank 1990 KK 2 Sungai 1281 KK 3 MCK 464 KK Jumlah 3735 KK
Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
Tabel 3.11 : Penduduk Menurut Pemakaian Air di Kelurahan Bagan Deli
No. Jenis Air Jumlah 1 Air PAM 1926 KK 2 Air Sumur Biasa 204 KK 3 Air Sumur Bor 1510 KK 4 Lainnya 95 KK Jumlah 3735 KK
Sumber : Data Kelurahan Bagan Deli Tahun 2013
3.4 Gambaran Umum Dinas Penataan Ruang dan Permukiman Provinsi
Sumatera Utara
3.4.1 Tugas dan Fungsi Dinas Penataan Ruang dan Permukiman
(Tarukim)
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara No. 3 Tahun 2001
tentang Dinas-dinas Daerah, Dinas Penataan Ruang dan Pemukiman (Distarukim)
merupakan salah satu dinas pada Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Utara
yang mempunyai tugas pokok membantu Gubernur dalam melaksanakan tugas
70
otonomi, tugas pembantuan serta tugas dekonsentrasi di bidang Penataan Ruang
dan Pemukiman. Tugas pokok Dinas Tarukim ialah melaksanakan urusan
Pemerintahan / Kewenangan Provinsi, di bidang Penataan Ruang, Pembinaan
Perumahan dan Permukiman, Tata Bangunan dan Konstruksi, Penyehatan
Lingkungan Kepenataan Ruang dan Permukiman serta tugas pembantuan.
Untuk melaksanakan tugas, Dinas Tarukim menyelenggarakan fungsi
sebagai berikut:
(1) Perumusan kebijakan teknis di bidang sekretariat, penataan ruang,
perumahan dan permukiman, tata bangunan dan jasa konstruksi serta
penyehatan lingkungan Kepenataan Ruang dan Permukiman;
(2) Penyelenggaraan urusan Pemerintah dan Pelayanan Umum di bidang
penataan ruang, perumahan dan permukiman, tata bangunan dan jasa
konstruksi serta penyehatan lingkungan Kepenataan Ruang Dan
Permukiman;
(3) Pelaksanaan pemberian perizinan di bidang Kepenataan Ruang Dan
Permukiman;
(4) Pemberian dukungan atas penyelenggaraan Pemerintah Daerah di bidang
penataan ruang, perumahan dan permukiman, tata bangunan dan jasa
konstruksi serta penyehatan lingkungan Kepenataan Ruang Dan
Permukiman;
(5) Pembinaan dan Pelaksanaan tugas di bidang Kepenataan Ruang Dan
Permukiman;
71
(6) Pelaksanaan tugas pembantuan di bidang kepenataan ruang dan
permukiman;
(7) Pelaksanaan pelayanan Administrasi Internal dan Eksternal;
(8) Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur, sesuai dengan tugas
dan fungsinya.
3.4.2 Visi dan Misi Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara
Dengan mempertimbangkan perkembangan, masalah, serta berbagai
kecenderungan pembangunan ke depan, dan juga dalam mencapai sasaran
pembangunan permukiman sesuai tata ruang yang tertuang di dalam RPJMD
Provinsi Sumatera Utara tahun 2009-2013, VISI DINAS TARUKIM PROVINSI
SUMATERA UTARA adalah : "TERWUJUDNYA PERMUKIMAN SESUAI
RENCANA TATA RUANG"
Penjelasan dari visi tersebut di atas adalah sebagai berikut :
Terwujudnya Permukiman, mengandung pengertian bagian dari
lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari satu satuan perumahan
yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta mempunyai
penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan.
Rencana tata ruang, mengandung pengertian hasil perencanaan tata
ruang yang menjadi pedoman pembangunan yang memberikan arah
pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang guna
72
tercapainya hasil pembangunan yang optimal baik rencana umum tata
ruang maupun rencana rinci tata ruang.
Kemudian, dalam rangka mewujudkan visi tersebut, misi Dinas Tarukim
Provinsi Sumatera Utara adalah :
1. Mewujudkan kualitas organisasi yang efisien, tata laksana yang efektif
dan Sumber Daya Manusia yang professional, mandiri, dengan
menerapkan prinsip good governance.
2. Mewujudkan rencana tata ruang sebagai basis pembangunan wilayah
dan kawasan.
3. Mewujudkan perumahan dan permukiman di perkotaan dan perdesaan
yang layak huni, produktif, terjangkau dan berkelanjutan melalui
pengembangan sistem, prasarana dan sarana lingkungan perumahan dan
permukiman dalam mendukung pengembangan wilayah.
4. Mewujudkan bangunan gedung yang fungsional dan sesuai dengan tata
bangunan gedung yang serasi dan selaras dengan lingkungannya
5. Mewujudkan pelayanan prasarana dan sarana penyehatan lingkungan
yang prima.
Sebagai penjabaran Visi Misi Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara,
maka tujuan yang akan dicapai adalah :
Membangun prasarana dan sarana permukiman pada kawasan lintas
kabupaten / kota, kawasan kumuh, agropolitan/minapolitan, pulau-
73
pulau terluar dan terpencil, desa nelayan, kawasan bencana, daerah
tertinggal, serta kawasan khusus.
Meningkatkan kualitas penyelenggaraan penataan ruang di Provinsi
Sumatera Utara.
Mengembangkan fungsi-fungsi kawasan Permukiman yang dapat
dijadikan sebagai pusat orientasi dan magnet kawasan dengan
menyediakan kebutuhan sarana dan prasarana lingkungan serta
diimbangi dengan penataan sistem sirkulasi dan ruang terbuka hijau
yang baik dan memadai serta berkelanjutan.
Meningkatkan kualitas bangunan gedung dan lingkungannya yang
tertib penyelenggaraan bangunan gedung dan menjamin
keandalan teknis bangunan gedung dari segi keselamatan, kesehatan,
kenyamanan, dan kemudahan;
Meningkatkan kualitas pelayanan prasarana dan sarana penyehatan
lingkungan yang terjangkau bagi semua golongan
Meningkatkan kualitas organisasi, tata laksana dan Sumber Daya
Manusia yang profesional, mandiri, dengan menerapkan prinsip good
governance.
74
3.4.3 Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
(Satker PPLP)
Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman atau
disingkat Satker PPLP merupakan “penyambung tangan” dari Kementerian
Pekerjaan Umum yang dalam penelitian ini berada didalam naungan Dinas
Tarukim Sumatera Utara. Sebagaimana tertulis pada Peraturan Menteri Pekerjaan
Umum No. 08/PRT/M/2010 yang di dalamnya antara lain mengatur tentang tugas
pokok dan fungsi, pada Pasal 656 dituliskan bahwa Direktorat Pengembangan
Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian
tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan,
perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standarisasi teknis
dibidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.
Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana maksud dalam Pasal 656,
Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman
menyelenggarakan fungsi :
Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah,
persampahan dan drainase;
Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air
limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana
alam dan kerusuhan sosial;
Pembinaan investasi dibidang air limbah, persampahan dan drainase;
75
Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan
kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase
dan persampahan; dan
Pelaksanaan tata usaha direktorat
3.4.3.1 Program dan Kegiatan
Masalah sanitasi di Indonesia masih relatif tertinggal, masih banyak
penduduk yang belum mendapatkan akses sanitasi layak. Perlu pendekatan
paradigma baru untuk mengejar ketertinggalan sanitasi. Hal ini dilakukan dengan
menjadikan masyarakat pengguna sebagai subyek utama dan kelestarian
lingkungan sebagai prinsip utama. Berikut adalah paradigma baru yang diterapkan
untuk masing-masing sektor yaitu :
1. Sektor Air Limbah
Pendekatan melalui paradigma baru ini dilakukan dengan mendorong
kesadaran masyarakat untuk merubah perilaku buang air besar (BAB) dari BAB
sembarangan ke BAB yang aman dan sehat. Hal ini dilakukan dengan pendekatan
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS). Sanitasi Berbasis
Masyarakat atau SANIMAS merupakan salah satu opsi program untuk
peningkatan kualitas dibidang sanitasi khususnya pengelolaan air limbah yang
diperuntukkan bagi masyarakat yang tinggal di kawasan padat kumuh miskin
perkotaan dengan menerapkan pendekatan berbasis masyarakat.
76
SANIMAS menggunakan prinsip Demand Responsive Approach (DRA)
atau Pendekatan yang Tanggap Terhadap Kebutuhan. Apabila kota/kabupaten
tidak menyampaikan minat maka tidak akan difasilitasi. Minat tersebut salah
satunya dicerminkan dengan kemauan untuk mengalokasikan dana dari APBD.
Oleh karena itu, SANIMAS juga menekankan prinsip pendanaan multi sumber
(multisource of fund). SANIMAS juga menggunakan prinsip seleksi-sendiri (self
selection), opsi teknologi sanitasi, partisipatif dan pemberdayaan. Pola
penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh Kelompok Swadaya Masyarakat
(KSM) dengan difasiitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan (TFL) yang memiliki
kemampuan teknis dan social kemasyarakatan, mulai dari perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.
2. Sektor Persampahan
Untuk pengelolaan sampah, dulunya hanya kumpul-angkut-buang hingga
TPA kelebihan beban dan tidak mampu lagi menampung sampah. Kini
pengurangan timbulan sampah dilakukan semaksimal mungkin dari sumbernya
melalui pendekatan program 3R yaitu Reduce, Reuse dan Recycle dengan
dukungan peran serta masyarakat, dunia usaha dan swasta untuk meminimalkan
jumlah dan komposisi sampah.
3. Sektor Drainase Perkotaan
Demikian juga halnya dengan pengelolaan drainase, dulunya mengalirkan
limpasan air hujan kebadan air penerima secepatnya, kini pembangunan
infrastruktur drainase dilakukan dengan pendekatan drainase berwawasan
77
lingkungan dengan berupaya memperlambat limpasan air hujan agar lebih banyak
yang meresap ke dalam tanah melalui bangunan resapan baik buatan atau alamiah
sesuai dengan kaidah konservasi dan keseimbangan lingkungan.
Pengelolaan drainase dengan konsep baru ini dilakukan dengan
pendekatan konservasi, bukan semata membuang kelebihan air secepat dan
sebanyak-banyaknya, namun penyaluran kelebihan air hanya dilakukan jika usaha
mengendalikan (menahan dan memanfaatkan) air hujan telah dilakukan secara
optimal. Inilah yang dinamakan pengelolaan drainase berwawasan lingkungan.
Konsep ini ingin mengubah paradigma lama dalam pembangunan drainase
khususnya di perkotaan. Selama ini drainase difungsikan untuk mengalirkan air
hujan yan mengalirkan air hujan yang berupa limpasan (run-off) secepat-cepatnya
ke penerima air/badan air terdekat.
3.5 Gambaran Umum Program Sanitasi Berbasis Masyarakat
(SANIMAS)
3.5.1 Program Sanitasi Berbasis Masyarakat
Pembangunan prasarana dan sarana air limbah permukiman di Indonesia
saat ini belum mencapai kondisi yang diinginkan terutama bagi masyarakat
berpenghasilan rendah di lingkungan permukiman padat penduduk, kumuh dan
rawan sanitasi di perkotaan. Akses penduduk kepada prasarana dan sarana air
limbah permukiman pada dasarnya erat kaitannya dengan aspek kesehatan,
lingkungan hidup, pendidikan, sosial budaya serta kemiskinan. Hasil berbagai
78
pengamatan dan penelitian telah membuktikan bahwa semakin besar akses
penduduk kepada fasilitas prasarana dan sarana air limbah permukiman (serta
pemahaman tentang hygiene), maka semakin kecil kemungkinan terjadinya kasus
penyebaran penyakit yang ditularkan melalui media air (waterborne diseases).
Salah satu solusi dalam penyediaan prasarana dan sarana air limbah
permukiman bagi masyarakat berpenghasilan rendah di lingkungan padat
penduduk, kumuh dan rawan sanitasi, telah dikenalkan kegiatan Sanitasi Berbasis
Masyarakat (SANIMAS), yaitu sebuah inisiatif untuk mempromosikan
penyediaan prasarana dan sarana air limbah permukiman yang berbasis
masyarakat dengan pendekatan tanggap kebutuhan. Fokus kegiatan Sanitasi
Berbasis Masyarakat adalah penanganan air limbah rumah tangga khususnya tinja
manusia, namun tidak tertutup juga untuk menangani limbah cair industri rumah
tangga yang dapat terurai secara alamiah seperti industri tahu, tempe dan
sejenisnya. Melalui pelaksanaan Sanitasi Berbasis Masyarakat ini, masyarakat
memilih sendiri prasarana dan sarana air limbah permukiman yang sesuai, ikut
aktif menyusun rencana aksi, membentuk kelompok dan melakukan
pembangunan fisik termasuk mengelola kegiatan operasi dan pemeliharaannya,
bahkan bila perlu mengembangkannya.
Pada dasarnya kegiatan SANIMAS dilaksanakan untuk memfasilitasi
masyarakat miskin perkotaan dalam merencanakan, melaksanakan pembangunan,
mengoperasikan dan memelihara sistem sanitasi yang mereka pilih. Mengingat
kegiatan ini didasarkan pada kebutuhan masyarakat dan memerlukan pelibatan
79
masyarakat dan pemerintah daerah secara menyeluruh serta menyebar di 31
Provinsi sehingga diperlukan monitoring dan evaluasi dalam hal teknis maupun
manajemen pelaksanaan program (Dikutip dari
http://ciptakarya.pu.go.id/sanimas/statis-4-sekilassanimas.html)
Program Sanimas dimulai sejak Agustus 2001 dan berakhir pada Februari
2004. Inisiatif program diprakarsai dan dibiayai oleh kerjasama Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah Australia melalui Australian International Agency
for International Development (AusAID) dan Water and Sanitation Program
(WSP) serta Bank Dunia (World Bank). Tahun 2004 program ini dilanjutkan oleh
Bappenas melalui POKJA AMPL bekerja sama dengan Bremen Overseas
Research and Development Association (BORDA), bersama mitra LPTP, BEST,
BALIFOKUS, YIS dan LPKP, sebagai executing agency. Sejak tahun 2006
Sanimas telah dijadikan sebagai program nasional oleh Departemen Pekerjaan
Umum (sekarang Kementerian Pekerjaan Umum) (disadur berdasarkan
http://id.wikipedia.org/wiki/Sanimas diakses pada 10 Nopember 2013 pukul 20.11
WIB).
Konsep pemberdayaan masyarakat melalui program SANIMAS ini
dimaksudkan untuk menjadikan masyarakat sebagai aktor utama dalam proses
perencanaan, pembangunan, operasional dan pemeliharaan fasilitas sanitasi
komunal. Hai ini bertujuan agar fasilitas yang terbangun dapat memberikan
manfaat yang berkelanjutan. Konsep tersebut menggunakan prinsip-prinsip
pembangunan air minum dan penyehatan lingkungan berbasis-masyarakat seperti:
80
pilihan yang diinformasikan sebagai dasar dalam pendekatan tanggap kebutuhan,
air merupakan benda sosial dan ekonomi, pembangunan berwawasan lingkungan,
peran aktif masyarakat, serta penerapan prinsip pemulihan biaya.
3.5.2 Visi dan Misi Program SANIMAS
Adapun visi program SANIMAS yaitu sebagai berikut:
“Pedoman Sanitasi Berbasis Masyarakat ini dimaksudkan sebagai acuan bagi para
pemangku kepentingan (Kelompok masyarakat, LSM/Swasta dan Pemerintah)
dalam menyelenggarakan kegiatan Sanitasi Berbasis Masyarakat.”
Untuk mencapai visinya, maka diperlukan misi yang dikerjakan sesuai
dengan visi yang ditetapkan. Berikut ini merupakan misi program SANIMAS,
yaitu: “Pedoman Sanitasi Berbasis Masyarakat ini bertujuan agar masyarakat dan
para pemangku kepentingan mengerti dan memahami penyediaan prasarana dan
sarana air limbah melalui penyelenggaraan Sanitasi Berbasis
Masyarakat, sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk melaksanakan
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), meningkatkan peran serta masyarakat
atau kelompok masyarakat serta membina dan memfasilitasi masyarakat atau
kelompok masyarakat”.
3.6 Gambaran Umum Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No.
15/PRT/M/2010
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 15/PRT/M/2010 merupakan
peraturan yang berisi tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus
81
Bidang Infrastruktur. Sesuai dengan Pasal 2, peraturan menteri ini dimaksudkan
sebagai pedoman bagi Kementerian, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah
Kabupaten/Kota dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi,
penilaian kinerja, pemanfaatan serta pembinaan dari segi teknis terhadap kegiatan
yang dibiayai melalui DAK Bidang Infrastruktur. Adapun ruang lingkup
pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi perencanaan dan pemrograman,
koordinasi penyelenggaraan, pelaksanaan, tugas dan tanggung jawab pelaksanaan
kegiatan, pemantauan, monitoring dan evaluasi, pengendalian, pelaporan
kegiatan/fisik dan keuangan, serta penilaian kinerja (Pasal 2 ayat 3).
Didalam Peraturan Menteri tersebut, dilampirkan mengenai Petunjuk
Pelaksanaan Subbidang Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat. Petunjuk
Teknis dimaksudkan untuk menyediakan bahan sebagai acuan bagi Pemerintah
Kabupaten/Kota dan masyarakat dalam menyelenggarakan kegiatan Sanitasi
Lingkungan Berbasis Masyarakat yang dialokasikan melalui Dana Alokasi
Khusus (DAK) mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi
hingga pengelolaan (operasi dan pemeliharaan), dalam rangka meningkatkan
pelayanan sanitasi skala kawasan di daerah perkotaan yang rawan sanitasi dengan
penduduk berpenghasilan rendah.
Pelaksanaan kegiatan DAK Sanitasi Lingkungan Berbasis Masyarakat ini
diselenggarakan secara swakelola melalui proses pemberdayaan masyarakat,
mulai dari tahap persiapan, perencanaan, pelaksanaan konstruksi dan
pemeliharaan.
82
BAB IV
PENYAJIAN DATA
Setelah melakukan pengumpulan data di lapangan tentang Evaluasi
Dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat Dalam Pemberdayaan
Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan, maka hasil
temuan penelitian akan disajikan pada bab ini. Data-data yang diperoleh
merupakan hasil observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi yang peneliti
lakukan selama ± 3 bulan.
Pada sebuah penelitian, analisis data diperlukan sebagai suatu tahap
mengorganisir data sesuai dengan pola, kategori, dan unit-unit deskriptif tertentu.
Sedangkan interpretasi juga penting sebagai proses memberi arti dan signifikansi
terhadap analisis yang dilakukan, menjelaskan pola-pola deskriptif, mencari
hubungan dan keterkaitan antar deskripsi-deskripsi data yang ada (Barnsley &
Ellis (1992) dalam Yeremias T. Kaban dikutip dari
http://www.ut.ac.id/html/suplemen/mapu5103/materi4_4.htm). Berikut ini peneliti
menyajikan karakteristik informan dan hasil temuan penelitian yang telah
dikumpulkan.
4.1 Karakteristik Informan
Jenis informan dalam penelitian ini ada dua yakni informan kunci dan
informan utama. Adapun karakteristik tentang Evaluasi Dampak Program Sanitasi
83
Berbasis Masyarakat Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan adalah sebagai berikut.
4.1.1 Klasifikasi Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
Peneliti melakukan wawancara kepada orang-orang yang bersedia menjadi
informan. Informan penelitian ini sama sekali tidak ada unsur kesengajaaan yang
ditentukan berdasarkan jenis kelamin. Baik informan kunci, maupun informan
utama merupakan orang-orang yang langsung peneliti temui di Kelurahan Bagan
Deli, khususnya di Lingkungan V sebagai objek lokasi penelitian.
Tabel 4.1 : Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah Persentase (%) 1 Laki-laki 7 orang 50 2 Perempuan 7 orang 50 Total 14 orang 100
Sumber : Hasil wawancara, 2014
Menurut pengklasifikasian informan berdasarkan jenis kelamin di atas,
diperoleh persentase informan yang berjenis kelamin laik-laki dan perempuan
sama banyaknya yaitu masing-masing 50 %. Karakteristik informan yang
diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin ini tidak mempengaruhi informasi
yang diberikan kepada peneliti. Data-data yang peneliti sajikan merupakan
informasi yang diberikan oleh informan melalui wawancara. Pada saat
wawancara, peneliti mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang sama baik kepada
informan laki-laki maupun perempuan.
84
4.1.2 Klasifikasi Informan Berdasarkan Pendidikan
Pengkasifikasian kedua yang peneliti sajikan yaitu informan berdasarkan
tingkat pendidikan. Peneliti tidak lupa menanyakan informan tentang pendidikan
terakhir yang ditempuhnya. Adapun temuan terhadap informan menurut
pendidikannya seperti di bawah ini.
Tabel 4.2 : Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Tingkat Pendidikan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%) 1 Tidak Sekolah 1 orang 7,69 2 SD 8 orang 57,15 3 SMP 3 orang 23,08 4 SMA 1 orang 7,69 5 Diploma 0 0 6 Sarjana 1 orang 7,69 Total 14 orang 100
Sumber : Hasil Wawancara, 2014
Keterangan dari tabel tersebut menunjukkan bahwa kebanyakan informan
penelitian ini memiliki tingkat pendidikan hingga SD yaitu 57,15 %. Hanya
informan kunci yang memiliki tingkat pendidikan paling tinggi yaitu sarjana.
Sebagian besar warga Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli ternyata masih cukup
tertinggal dalam bidang pendidikan.
4.1.3 Klasifikasi Informan Berdasarkan Pekerjaan
Selain mengumpulkan informasi tentang jenis kelamin dan pendidikan,
peneliti juga mengelompokkan informasi berdasarkan jenis pekerjaan informan.
Data ini merupakan data primer yang penulis peroleh setelah bertanya langsung
kepada para informan.
85
Tabel 4.3 : Pengklasifikasian Informan Berdasarkan Jenis Pekerjaan
No. Jenis pekerjaan Jumlah Persentase (%) 1 Tidak bekerja 0 0 2 Petani 0 0 3 Nelayan 4 orang 28,58 4 Wiraswasta 1 orang 7,69 5 Buruh 0 0 6 Nelayan 0 0 7 Ibu Rumah Tangga 7 orang 53,85 8 PNS/TNI/POLRI 1 orang 7,69 9 Lain-lain (Kepala
Lingkungan 1 orang 7,69
Total 14 orang 100 Sumber : Hasil wawancara, 2014
Sesuai dengan tabel pengklasifikasian informan berdasarkan jenis
pekerjaan di atas, dapat dilihat bahwa informan penelitian lebih banyak ibu rumah
tangga yakni 53,85 %. Sementara itu hanya satu orang informan berprofesi
sebagai PNS yaitu informan kunci. Perolehan data hasil penelitian ini tidak
dengan sengaja memilih ibu rumah tangga sebagai informan terbanyak. Peneliti
melakukan wawancara kepada pengguna layanan Program SANIMAS yang telah
ditunjukkan oleh Kepala Lingkungan V sebagai fokus lokasi penelitian.
4.2 Deskripsi Hasil Wawancara tentang Evaluasi Program Sanitasi
Berbasis Masyarakat Dalam Pemberdayaan Masyarakat di
Kelurahan Bagan Deli
Pada penelitian ini, peneliti membuat pedoman wawancara dan
mewawancarai beberapa informan yang dianggap mengetahui pelaksanaan
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat. Dari empat belas orang informan, hanya
86
satu orang pejabat pelaksana program SANIMAS yang peneliti wawancarai yaitu
Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Infrastruktur PLP Dinas Tarukim
Provinsi Sumatera Utara. Lalu, ada dua orang yang terlibat dalam Kelompok
Swadaya Masyarakat selaku pelaksana program di lapangan yaitu Ketua KSM
Bunga Tanjung dan Sekretaris KSM Bunga Tanjung. Sebelas orang lainnya
merupakan masyarakat yang sehari-harinya turut merasakan hasil program
SANIMAS.
Masing-masing informan bersedia dan telah menjawab pertanyaan-
pertanyaan peneliti mengenai dampak Program Sanitasi Berbasis Masyarakat
dalam pemberdayaan masyarakat, khususnya di Lingkungan V Kelurahan Bagan
Deli. Kemudian, seluruh jawaban dari informan akan diabstraksikan dan
disimpulkan. Hasil wawancara tentang Evaluasi Dampak Program Sanitasi
Berbasis Masyarakat Dalam Pemberdayaan Masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
dapat dilihat berdasarkan indikator evaluasi sebagai berikut:
4.2.1 Indikator Efektivitas
Sebagai suatu proses, sebuah kebijakan menunjuk pada cara dimana
melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan
darinya. Demikian Graycar menyebutkan konsep kebijakan dipandang dari
perspektif prosesnya. Pengambil kebijakan menetapkan kebijakan sebagai salah
satu cara untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Cara yang ditetapkan dan
disahkan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki diantaranya dengan adanya
87
program. Efektivitas selalu terkait dengan hubungan antara hasil yang diharapkan
dengan hasil yang sesungguhnya dicapai.
Program SANIMAS merupakan bentuk bantuan pengelolaan sanitasi bagi
masyarakat yang tinggal di permukiman padat kumuh dan miskin kota
(PAKUMIS). Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, peneliti
menemukan rata-rata informan kurang mengerti apa yang dimakud dengan
sanitasi. Peneliti harus menjelaskan makna yang lebih sederhana untuk membantu
informan memahami tentang sanitasi. Dari penjelasan peneliti, barulah informan
dapat mengerti makna sanitasi yaitu usaha untuk membina dan menciptakan
keadaan yang baik di bidang kesehatan, terutama kesehatan masyarakat. Peneliti
juga menanyakan informan mengenai pemahaman dan kebutuhannya terhadap
sanitasi dalam kehidupan mereka. Semua informan menyadari pentingnya
kebutuhan akan sanitasi. Bapak Mislan Harun salah satunya yang berpendapat
bahwa sanitasi itu penting terutama air bersih.
Dari 13 orang infroman mewakili masyarakat Lingkungan V yang peneliti
wawancarai, ada 8 orang tidak mengetahui tentang program SANIMAS.
Masyarakat sebagai informan yang peneliti tanyai dan tahu program SANIMAS
ternyata karena mereka terlibat didalam pelaksanaan program, seperti Bapak
Sumarno sebagai Ketua KSM Bunga Tanjung, Bapak Nazaruddin sebagai Kepala
Lingkungan sekaligus sekretaris KSM Bunga Tanjung dan Bapak Zailani sebagai
anggota KSM di lokasi lainnya. Namun hanya ada satu orang warga biasa yaitu
Ibu Sarah yang memang tahu SANIMAS karena tahu dari Kepala Lingkungannya.
88
Selanjutnya, peneliti menanyakan pengetahuan informan mengenai
bentuk program SANIMAS yang telah dilaksanakan di Lingkungan V Kelurahan
Bagan Deli. Pertama-tama peneliti memberi tahu bahwa SANIMAS merupakan
program yang diturunkan oleh Dinas Tata Ruang dan Permukiman Provinsi
Sumatera Utara bagi masyarakat di Kelurahan Bagan Deli. Jadi, peneliti
menegaskan bahwa SANIMAS berupa bantuan pemerintah dalam bidang
kesehatan lingkungan dengan maksud untuk memberdayakan masyarakat.
Informasi yang peneliti peroleh menunjukkan dari 13 orang sebagai
informan penelitian, hanya 11 orang yang benar-benar tahu bentuk program yang
dikerjakan di Lingkungan V yaitu sarana mandi, cuci, kakus (MCK+). Sedangkan
2 orang lainnya mengaku tidak tahu bentuk program tersebut. Meskipun informan
mengggunakan sarana yang dibangun dari program SANIMAS, ternyata mereka
tidak mengetahui kalau itulah bentuk bantuan pemerintah dari program
SANIMAS. Ketidaktahuan informan tentang bentuk bantuan tersebut adalah
wajar karena sebelumnya informan juga tidak tahu adanya program SANIMAS di
lingkungan tempat tinggal mereka.
Sebagian besar informan (11 orang) mengetahui keberadaan bangunan
MCK+ yang berada tepat disamping rumah Kepala Lingkungan V merupakan
bantuan pemerintah atas program SANIMAS. MCK+ adalah bangunan MCK
yang dilengkapi dengan bangunan pengolah limbahnya berupa tangki septik
(septic tank ) bersusun atau biasa disebut Baffled Reaktor. MCK+ yang dibangun
pada tahun 2012 itu memiliki tiga kamar mandi masing-masing untuk laki-laki
89
dan perempuan yang sudah dilengkapi dengan jamban didalamnya serta
disediakan juga tempat untuk mencuci kain.
Gambar 4.1 : Bangunan MCK+ di Lorong Ujung Tanjung I Tampak Depan
Sumber : Observasi, 26-06-2014 (Dokumentasi Zudika)
Kemudian, peneliti menanyakan pendapat informan mengenai kualitas
yang dirasakan sejak MCK+ mulai digunakan hingga tahun ini. Semua informan
menyatakan kepuasan yang sama setelah adanya program SANIMAS dengan
bantuan pembangunan MCK+. Menurut informan, kini masyarakat sangat
terbantu kebutuhannya akan penggunaan MCK. Karena sebelumnya, masyarakat
cukup kesulitan untuk dapat menikmati air dan fasilitas kamar mandi yang layak
di kelurahan tersebut.
Peneliti juga menanyakan mengenai motivasi masyarakat terhadap
pelaksanaan program SANIMAS. Pertanyaan mengenai motivasi ini sekaligus
menggali apakah informan mengetahui tujuan dari program SANIMAS. Dari hasil
90
wawancara, diperoleh jawaban bahwa masyarakat menyadari kebutuhannya akan
sanitasi yang layak bagi kepentingan masyarakat sendiri. Ada tiga orang informan
yang menyatakan SANIMAS membantu masyarakat yang tidak mempunyai WC
di rumah masing-masing. Ketiadaan WC kerap membuat masyarakat buang air
besar sembarangan (BABS) di belakang rumah atau pinggir laut.
Lalu, ada pula lima orang informan menyatakan SANIMAS menjadi solusi
bagi masyarakat yang selama ini kesulitan dalam memperoleh air bersih. Seorang
informan memberitahu bahwa ia pernah mendapatkan air dengan menyelang dari
orang yang memiliki air dan harus mengeluarkan uang sebesar Rp 6.000 untuk
satu jam. Pengetahuan akan SANIMAS memberikan motivasi positif bagi
masyarakat demi terpenuhi kebutuhan masyarakat akan air bersih dan MCK.
Agar dapat diketahui apakah program terlaksana dengan efektif atau tidak,
maka perlu dilihat dari pencapaian tujuannya. Peneliti mengumpulkan data
mengenai tujuan SANIMAS dengan mewawancarai PPK Pengembangan
Infrastruktur PLP Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara yaitu Bapak Ir.
Herianto sebagai pelaksana kebijakan dan Ketua KSM Bunga Tanjung yakni
Bapak Sumarno sebagai perwakilan penerima kebijakan.
Bapak Ir. Herianto mengatakan bahwa program SANIMAS bertujuan
memotivasi masyarakat untuk memberikan usulan kegiatan yang dimulai dari
bawah (bottom-up), mengurangi Buang Air Besar Sembarangan (BABS), dan
mencapai target MDG’s untuk pelayanan sanitasi yang layak. Sementara itu,
menurut Bapak Sumarno, tujuan progam SANIMAS ialah untuk membersihkan
91
lingkungan. Karena menurut beliau, sebelumnya masyarakat masih kurang
menjaga kebersihan lingkungan, khususnya pada saat buang air besar (BAB).
4.2.2 Indikator Efisiensi
Program dan proyek merupakan dua hal yang berbeda. Program dibuat
sebagai suatu kegiatan yang dirancang oleh berbagai macam tugas dengan jangka
waktu relatif panjang. Biasanya program ini terdiri dari beberapa proyek kerja dan
memberikan arahan tentang tujuan yang ingin dicapai serta persoalan yang perlu
dipecahkan. Sementara proyek berupa kesatuan tugas yang berjangka waktu lebih
pendek terdiri dari beberapa tugas yang memiliki sasaran, jadwal serta anggaran
tertentu.
Efektivitas dan efisiensi sangatlah berhubungan. Apabila kita berbicara
tentang efisiensi bilamana kita membayangkan hal penggunaan sumber daya
(resources) kita secara optimum untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Efisiensi
akan terjadi jika penggunaan sumber daya diberdayakan secara optimum sehingga
suatu tujuan akan tercapai.
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat telah dikerjakan sejak tahun 2006
di Sumatera Utara dan masih tetap diimplementasikan secara berkelanjutan
hingga tahun 2014. Pada bulan September 2011, Satker PPLP Dinas Tarukim
Provinsi Sumatera Utara menaruh fokus pengerjaan program SANIMAS di
Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan. Setelah disepakati baik oleh
pemerintah daerah maupun masyarakat, program SANIMAS mulai dilaksanakan
92
di Kelurahan Bagan Deli. Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V menjadi lokasi
sasaran pembangunan MCK+ yang diselesaikan selama 100 hari.
Suatu program dapat dikatakan efisien apabila dalam menjalankan sesuatu
memperhatikan ketepatan cara baik usaha, kerja, tidak membuang waktu, tenaga
dan biaya. Ini sangat penting apalagi program SANIMAS dirancang khusus untuk
memberdayakan masyarakat dan menempatkan masyarakat sebagai pelaku,
pengambil keputusan dan penanggung jawab seluruh kegiatan. Program
SANIMAS sengaja menarik keterlibatan masyarakat dalam memenuhi
kebutuhannya sendiri.
Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh Kelompok Swadaya
Masyarakat (KSM) dengan difasilitasi oleh Tenaga Fasilitator Lapangan.
Penentuan orang-orang sebagai anggota KSM ini menurut Bapak Sumarno adalah
sukarelawan yang diperoleh berdasarkan musyawarah di kantor lurah dan
masyarakat sendiri yang memilih. Sebagai sukarelawan, artinya masyarakat itu
sendiri yang memberikan diri untuk mengerjakan program tanpa memperoleh
upah.
Adapun jumlah anggota KSM yang diberi nama KSM Bunga Tanjung
adalah tujuh orang yang terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara, operator,
pengutip dan dua orang anggota. Bapak Sumarno menerangkan tentang pekerja
program merupakan orang-orang di kelurahan itu sendiri, tapi kalau ahlinya dari
luar (kelurahan). Tenaga ahli yang dimaksudkan Bapak Sumarno adalah Tenaga
93
Fasilitator Lapangan (TFL) berjumlah tiga orang. TFL inilah yang bertugas untuk
mendokumen dan menggambar pola bangunan MCK+.
Selain itu, peneliti mengumpulkan data mengenai bentuk dukungan yang
diberikan oleh warga lainnya di sekitar lokasi pembangunan MCK+. Hal ini untuk
menilai apakah warga kelurahan benar-benar ikut berpartisipasi dalam
memberdayakan masyarakat. Jawaban dari informan menunjukkan dukungan
yang beragam bagi pelaksanaan program SANIMAS, diantaranya tanah milik
pribadi yang disumbangkan untuk lokasi pembangunan, materi berupa makanan
dan minuman, persetujuan atau izin saja, bahkan sekadar semangat dan juga doa
agar tidak ada yang menghambat pembangunan.
Dari segi permodalan, pelaksanaan program SANIMAS menurut Bapak Ir.
Herianto didanai oleh pemerintah pusat dan daerah dengan adanya kesepakatan
bersama. Kemauan mengalokasikan dana APBD merupakan salah satu prinsip
pelaksanaan SANIMAS yang sebelumnya telah disetujui oleh pemerintah daerah.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Sumarno, biaya yang diterima oleh Pengurus
KSM Bunga Tanjung sebagai modal untuk menyelesaikan pembuatan MCK+
adalah sebesar Rp 400.000.000. Biaya ini dialokasikan untuk membeli bahan-
bahan fisik bangunan dan operasionalnya.
4.2.3 Indikator Kecukupan
Dalam mengevaluasi kebijakan, perlu melihat sudah seberapa jauh
pencapaian hasil yang diinginkan dapat memecahkan masalah. Kebijakan atau
program dibuat untuk membantu memecahkan masalah publik. Program harus
94
dapat meringankan masalah di lingkungan masyarakat sehingga kebutuhan
masyarakat tidak lagi terhambat. Karenanya, pelaksana kebijakan juga mesti tahu
apa yang dihadapi masyarakat sehingga tidak salah memberikan pemecahan
masalah.
Pada saat di lapangan, peneliti mengamati keadaan Kelurahan Bagan Deli,
khususnya Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V. Berdasarkan pengamatan
peneliti, kondisi lingkungan kelurahan tidak terpelihara dengan baik dan tidak
sehat. Masyarakat di kelurahan ini masih kurang menyadari pentingnya hidup
bersih dan sehat. Di sekitar rumah masyarakat, peneliti temui banyak sekali
sampah yang dibuang sembarangan sehingga menimbulkan bau tidak sedap
dimana-mana.
Peneliti menanyakan kepada informan mengenai kebutuhan yang paling
prioritas dan diharapkan segera disediakan oleh pemerintah daerah maupun
pemerintah kota. Hampir seluruh informan menjawab kebutuhan akan air bersih
merupakan prioritas. Bahkan atas program SANIMAS pun, masyarakat
mengajukan usulan agar disediakan air bila pemerintah memberikan bantuan
sarana MCK+ bagi masyarakat di Kelurahan Bagan Deli.
Bapak Sumarno selaku Ketua KSM menjadi pelopor untuk kelancaran
program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli. Ia tidak serta mengiyakan
menerima program SANIMAS bagi kelurahan tersebut. Sebabnya, pada tahun-
tahun sebelumnya pun pemerintah sudah pernah memberikan bantuan sanitasi di
Kelurahan Bagan Deli, tetapi beberapa bulan kemudian terlantar hingga sekarang
95
karena tidak tersedianya air dan kurang perawatan. Bapak Sumarno dengan tegas
mengatakan kepada pejabat pemberi program bahwa SANIMAS dapat diterima
masyarakat kelurahan asalkan tetap ada airnya. Kalau tidak ada airnya, kata
Bapak Suamarno, nanti orang mau mandi, buang air besar, airnya darimana?
Ternyata pada waktu itu, air yang selama ini bersumber dari PDAM tidak ada
masuk ke Kelurahan Bagan Deli karena pernah terjadi kasus penggelapan uang.
Apabila kebutuhan akan air merupakan masalah yang perlu diperhatikan
pemerintah, maka sepatutnya pemerintah pula berupaya agar kebutuhan
masyarakat tercukupi. Atau dengan kata lain, harus ada jalan keluar supaya
masalah ini diselesaikan. Salah satunya yaitu melalui program SANIMAS berupa
sarana MCK+ yang juga telah disediakan air seperti usulan masyarakat.
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan informan kunci yakni Bapak
Ir. Herianto tentang pelaksanaan program SANIMAS dalam memecahkan
masalah di Kelurahan Bagan Deli, ia memberikan jawaban kalau pemerintah
pusat sifatnya stimulan. Stimulan itu artinya merangsang kabupaten/kota untuk
dapat mengandalkan diri sendiri dan melakukan. Artinya kalau dibuat satu,
maunya ditambah kuantitasnya. Di Sumatera Utara, sudah menjamur atau terbiasa
membangun di kabupaten/kota dalam rangka mengurangi BABS.
Ketika peneliti menanyakan langkah seperti apa yang telah dilakukan agar
program SANIMAS dapat tercapai, ia menerangkan langkah yang dilakukan agar
tercapainya program SANIMAS seharusnya ada pendampingan dan pembinaan
dari pemerintah kabupaten/kota. “Program SANIMAS memang menjadikan
96
masyarakat sebagai aktor utama dari pelaksanaan program ini. Akan tetapi,
operasional selanjutnya seperti iuran masyarakat atas pemakaian MCK itulah
diperuntukkan membayar listrik dan air. Mestinya pemerintah daerah yang
membina masyarakat agar mengerti konsep kelanjutannya. Sekarang yang
menjadi permasalahan adalah Pemda-nya pun tidak ada yang mau
memberdayakan. Jadi kalau masyarakat tidak didampingi, tidak dibimbing, dibuat
pelatihan di kabupaten/kota, program SANIMAS menjadi terhenti. Salah siapa?
Yang pertama, salah pembinaan di lingkungan. Yang kedua, memang
masyarakatnya tidak punya kemauan untuk hidup bersih dan sehat. Contohnya
begini. Iuran harus dibayar tiap bulan. Ternyata ada masyarakat yang keras
kepala, tak mau dia bayar seribu sehari, tapi merokok dia dua bungkus.
Seharusnya dia berhenti merokok. Artinya ada orang yang membina untuk
membukakan ini kepada dia supaya dia sadar” (Wawancara dengan Bapak Ir.
Herianto).
Jadi, menurut Bapak Ir. Herianto, program SANIMAS akan semakin
efisien apabila pemerintah daerah/kota melakukan pembinaan bagi masyarakat
dalam rangka pemberdayaan masyarakat. Pemerintah daerah/kota tidak boleh
cepat lepas tangan, tetapi sebaiknya merencanakan waktu yang tepat untuk
meneruskan pemberdayaan masyarakat.
4.2.4 Indikator Pemerataan
Faktor biaya dan manfaat adalah dua hal dalam mengukur tingkat
pemerataan terhadap suatu kebijakan. Kebijakan yang berorientasi pada
97
pemerataan adalah kebijakan yang akibatnya atau usaha secara adil
didistribusikan. Suatu program tertentu mungkin dapat efektif, efisien, dan
mencukupi apabila biaya-manfaat merata. Pembiayaan yang dibagikan dengan
merata kepada kelompok masyarakat harus sesuai dengan anggaran yang telah
disediakan sehingga pada akhirnya masyarakat dapat merasakan manfaatnya
bersama.
Peneliti mencari tahu tentang anggaran dana yang disediakan oleh
pemerintah untuk pengerjaan program SANIMAS. Bapak Ir. Herianto
mengutarakan penyiapan anggaran ini merupakan perencanaan pertama yang
dilakukan oleh kabupaten/kota apabila ingin menerima program SANIMAS.
Perencanaan pertama adalah kabupaten/kota mengusulkan kepada pemerintah
pusat untuk penanganan daerah-daerah yang masih banyak BABS. Dananya
diusulkan terlebih dahulu. Di tahun 2006, kabupaten/kota menyiapkan anggaran
Rp 250 juta. Ada perjanjian antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat.
Pemerintah daerah menyediakan anggaran untuk upah dan fisik (pengadaan bahan
bangunan) sebesar Rp 200 juta, kalau pemerintah pusat Rp 76 juta.
Akan tetapi, saat peneliti juga menanyakan pertanyaan yang sama kepada
informan utama yaitu Ketua KSM Bunga Tanjung sebagai pelaksana program
SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli, biaya yang diterima dari pemerintah
provinsi adalah sebesar Rp 400.000.000. Bahkan, ia mengaku bahwa anggaran
yang ada tersebut masih belum bisa mencukupi kebutuhan. Bahkan menurut
98
perkiraan Bapak Sumarno, anggaran tersebut masih kurang, apalagi untuk
merehab.
Selain biaya, peneliti mewawancarai seluruh informan mengenai pendapat
mereka terhadap program SANIMAS yang telah dirasakan langsung, khususnya
sudah dua tahun ini. Setiap informan menyatakan melalui program SANIMAS,
masyarakat telah merasakan manfaat yang lebih baik dibandingkan kehidupan
mereka sebelumnya. Manfaat tersebut dialami secara merata bagi masyarakat
yang turut menikmati hasil program SANIMAS.
Salah satu informan utama, yakni Bapak Zailani menyatakan manfaat
besar yang dialaminya setelah program SANIMAS ada di Kelurahan Bagan Deli.
Ia mengingat kembali sewaktu dahulu masih mengambil air pada orang lain dan
sekarang kapan saja ia bebas mengambil air bahkan sudah punya air sendiri di
rumah. Bagi masyarakat, air yang dulunya mahal jadi murah. Dari yang jaraknya
jauh, kini jadi dekat.
4.2.5 Indikator Responsivitas
Sebuah kebijakan yang berhasil tampak melalui tanggapan masyarakat
yang menanggapi pelaksanaan setelah terlebih dahulu memprediksi pengaruh
yang akan terjadi jika suatu kebijakan akan dilaksanakan. Dan juga tanggapan
masyarakat setelah dampak kebijakan sudah mulai dapat dirasakan dalam bentuk
yang positif berupa dukungan ataupun wujud yang negatif berupa penolakan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, peneliti
memperoleh data mengenai responsivitas masyarakat terhadap program
99
SANIMAS, baik sebelum dilakukannya program maupun setelah program sudah
dinikmati. Sebelumnya peneliti menanyakan bagaimana respons informan
sewaktu dimintai pendapat terhadap program SANIMAS. Jawaban informan
menyatakan persetujuan atau mendukung program SANIMAS dilaksanakan di
Kelurahan Bagan Deli mengingat kebutuhan masyarakat akan MCK dan terutama
air sangat terbatas.
Bapak Sumarno, sebagai orang tua yang dipercayai masyarakat dalam hal
pengelolaan program-program dari pemerintah di Kelurahan Bagan Deli ikut serta
menanyakan respons positif sekaligus saran masyarakat kala program SANIMAS
disosialisasikan di kelurahan tersebut. Masyarakat Bagan Deli kini belajar dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya ketika telah menerima bantuan sanitasi juga.
Pasalnya, sudah pernah dibangun MCK di Kelurahan Bagan Deli, tetapi tidak ada
air dan itulah yang gagal padahal bangunan MCK-nya besar. Dari pengalaman
demikian, masyarakat memberikan usulan. Alangkah baiknya apabila dibuat
sumur bor.
Setelah itu, peneliti pun menanyakan respons informan ketika program
SANIMAS telah nyata dialami masyarakat dalam bentuk pembangunan MCK+.
Menurut salah satu informan yaitu Bapak Zailani, masyarakat sebagai pengguna
MCK di Lingkungan V cukup senang dengan bantuan sarana yang telah tersedia.
Saat ini masyarakat sudah mudah mendapatkan air bersih. Dahulu ada masyarakat
yang biasanya buang air besar ke sungai. Ia bercerita, kalau bulan puasa setelah
berbuka jam 6 sore, biasanya usai makan apabila sakit perut masyarakat tidak
100
perlu lagi nunggu antrian kamar mandi. Karena sudah tersedia beberapa unit
kamar mandi.
Sampai hari ini, menurut informan, masyarakat menerima dengan senang
hati hasil dari program SANIMAS yang setiap hari dapat dinikmati. Meskipun
dalam setiap penggunaan MCK, masyarakat memberikan uang sebagai
pembayaran operasional sehari-hari, namun masyarakat tidak merasa keberatan.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Nazaruddin selaku Kepala Lingkungan yang
juga bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pemeliharaan fasilitas MCK+
menyatakan bahwa masyarakat tidak diberikan keharusan membayar jasa
penggunaan MCK. Hanya saja masyarakat diberitahu untuk ikut serta
menyumbangkan uang guna membayar biaya operasional seperti beban listrik dan
air atau penggantian bola lampu yang rusak maupun lainnya.
Informasi yang peneliti peroleh dari masing-masing informan, masyarakat
boleh dengan sekadar saja memberikan uang kepada Bapak Nazaruddin kalau
sudah selesai menggunakan MCK. Ada yang memberikan Rp 1.000 – Rp 2.000
per hari atau Rp 10.000- Rp 20.000 per bulan. Ada pula yang tidak membayar
karena memang tidak sanggup atau tidak memiliki uang untuk membayarkannya.
Akan tetapi, peneliti juga memperoleh informasi kalau pemerintah daerah
maksudnya lurah ternyata memberikan bantuan anggaran Rp 50.000 juga per
bulannya untuk pembayaran operasionalnya.
Jawaban dari masing-masing informan mengenai pembayaran atas
penggunaan MCK ini menyatakan dukungan dan persetujuan. Alasan yang
101
diberikan oleh informan terhadap dukungan tersebut ialah karena penanggung
jawab atau pengelola MCK adalah orang yang telah dipercayai sejak lama
sekaligus Kepala Lingkungan V itu sendiri. Menurut informan, masyarakat juga
cukup jeli untuk setiap penggunaan uang tersebut. Masyarakat mau juga bertanya
tentang beban listrik dan air yang ditangguhkan tiap bulannya. Itulah sebabnya
masyarakat tidak merasa keberatan mengeluarkan uang dari kantong masing-
masing asalkan uang tersebut memang digunakan untuk kebutuhan operasional
dan pengelolaan MCK.
Selanjutnya, peneliti pun menanyakan respons informan terhadap kendala
atau kerugian yang dialami dalam menggunakan fasilitas MCK+. Dari tiga belas
informan, sepuluh orang informan menyatakan tidak ada kendala yang dialami
sampai sejauh ini. Masyarakat tetap dapat menggunakan fasilitas MCK+ dengan
nyaman. Akan tetapi, ada tiga orang informan yang berpendapat sama mengenai
kendala yang dialami yaitu Bapak Sumarno, Ibu Sarah dan Bapak Amat. Ketiga
informan mengatakan kendala yang pernah dialami ialah aliran listrik padam.
Menurut Bapak Amat, kalau listrik padam, maka pipa air tidak dapat menyala.
Akibatnya, masyarakat yang hendak menggunakan MCK harus menunggu sampai
listrik menyala kembali.
4.2.6 Indikator Ketepatan
Pada akhirnya, jika sebuah kebijakan atau program telah
diimplementasikan, hasilnya adalah melihat apakah tujuan-tujuan yang ditetapkan
102
sudah tepat sesuai dengan perencanaan di awal. Ketepatan merujuk pada nilai dari
tujuan program dan pada kuatnya asumsi yang melandasi tujuan-tujuan tersebut.
William N. Dunn berpendapat bahwa ketepatan (appropriateness) adalah kriteria
yang dipakai untuk menseleksi sejumlah alternatif untuk dijadikan rekomendasi
dengan menilai apakah hasil dari alternatif yang direkomendasikan tersebut
merupakan pilihan tujuan yang layak (Dunn, 2003:499).
Pertama, peneliti menanyakan kepada informan kunci mengenai ketepatan
sasaran atau target program SANIMAS. Informasi yang diperoleh dari Bapak Ir.
Herianto yang mengatakan bahwa masyarakat penerima program ialah masyarakat
yang berpenghasilan rendah dan hidup di daerah KUMIS (kumuh dan miskin).
Program SANIMAS hanya ditujukan bagi masyarakat yang tinggal di daerah yang
kurang terawat dengan bersih. Salah satunya masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.
Apabila dikaitkan dengan tujuan program SANIMAS yang telah
dikemukakan oleh Pejabat Pembuat Komitmen Pengembangan Infrastruktur PLP
Dinas Tarukim Provinsi Sumatera Utara, Bapak Ir. Herianto yakni dapat
memotivasi masyarakat, mengurangi BABS dan mencapai target MDG’s untuk
pelayanan sanitasi yang layak. Peneliti mewawancarai informan untuk
mengetahui apakah program SANIMAS ini telah sesuai dengan tujuan seperti
yang diungkapkan tersebut.
Bapak Ir. Herianto mengungkapkan bahwa kenyataan yang terjadi di
lapangan sekarang dengan tujuan belum nampak begitu jelas. Tetapi ia tetap
103
mengharapkan dampak dari program SANIMAS dapat memberdayakan
masyarakat. Menurut Bapak Ir. Herianto, mulai dari perencanaan, persiapan,
pelaksanaan sampai operasi dan perawatannya, masyarakat melakukan sendiri
tanpa dukungan pemerintah pembiayaannya. Ia sendiri berharap masyarakat
merasakan proses pemberdayaan tersebut, tetapi kalau masyarakat tidak ada
pembinaan dan sebagainya, menurut beliau masyarakat menjadi “mati suri”.
Sebab, SANIMAS bukanlah orientasi proyek, melainkan program yang dari awal
sampai berlanjut dikerjakan oleh masyarakat itu sendiri.
Program SANIMAS yang ditujukan bagi masyarakat di Kelurahan Bagan
Deli sejak tahun 2012 menurut Bapak Sumarno telah memberikan dampak positif
seperti membantu masyarakat tidak BAB sembarang lagi karena sudah ada kakus,
serta dapat mencuci dan mandi dengan sarana kamar mandi dan air yang tersedia.
Pernyataan ini sejalan pula dengan pendapat Bapak Mislan Harun dan Ibu
Aminah yang merasa sangat terbantu dengan adanya sarana MCK sehingga ia
tidak susah lagi BAB ke sungai.
Ada informan lain yang mengungkapkan kesenangannya karena sudah ada
bantuan MCK sehingga kebutuhannya akan air dapat terpenuhi seperti Ibu Sarah
dan Ibu Suhaibah. Bahkan Ibu Rukiyah dengan bangga mengatakan bahwa
sekarang ia sudah bebas mendapatkan air. Sedangkan bagi Bapak Ahmad Fauzi
yang sehari-hari menjadi tukang ojek merasakan kesenangan juga karena tukang
ojek sepertinya bisa singgah untuk sekadar mencuci muka.
104
Namun, ada pula seorang informan yang berpendapat kalau ia belum
merasakan dampak yang sebenarnya, yaitu Bapak Amat. Bagi dirinya sendiri, ia
belum merasakan pengaruh yang nyata. Hanya saja ia turut senang karena
kebutuhannya bersama-sama dengan warga kelurahan akan air dapat dipenuhi.
Bagaimanapun, sebuah program dapat ditentukan hasilnya berdasarkan
indikator-indikator tertentu. Adapun indikator dari sasaran program SANIMAS
menurut Bapak Ir. Herianto yakni membantu layanan sanitasi bagi masyarakat
yang tinggal di daerah kumuh dan miskin, mengurangi BAB sembarang. Selaras
dengan pernyataannya, ia menegaskan bahwa “sekecil apapun ini, itu sudah
perubahan”.
Tetapi, ia juga menyadari setiap program yang telah dikerjakan belum
sepenuhnya sesuai dengan target yang ditetapkan. Ia meyakini meskipun
pencapaian tujuan masih sangat kecil, yang penting pola hidup masyarakat
sudah mulai berubah menjadi lebih baik. Menurutnya, tidak ada pekerjaan yang
sempurna, tetapi pada dasarnya yang sesuai dengan indikator itu sudah dirasakan
masyarakat.
“Hal ini dapat dilihat dari dampak sosial saja, misalnya. Andaikata ada
orang yang bertanya, “Kau tinggal dimana?” kalau ditanya kawan sekolah. Dan
dijawab “di kampung sana”. “Kampung tempat parade orang BABS malam ya?
Malu ‘nggak kita sekarang? Apa dampaknya dari yang didapatkan sekarang?”
Bapak Ir. Herianto menegaskan bahwa dampak dari program SANIMAS telah
cukup dapat memberikan perubahan bagi masyarakat, seperti meningkatkan
105
derajat martabat masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan, dan meningkatkan
martabat keluarga itu. Melalui program SANIMAS masyarakat dapat
meningkatkan derajat kesehatan dan harga diri” (Wawancara dengan Bapak Ir.
Herianto).
4.3 Pelaksanaan Program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli
Program Sanitasi Berbasis Masyarakat telah dimulai pada tahun 2006 di
Sumatera Utara dengan prakarsa Satuan Kerja Pengembangan Infrastuktur
Penyehatan Lingkungan Permukiman (Satker PPLP) Dinas Tata Ruang dan
Permukiman Sumatera Utara. Pola penyelenggaraan SANIMAS dilakukan oleh
Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) dengan difasiitasi oleh Tenaga Fasilitator
Lapangan (TFL) yang memiliki kemampuan teknis dan sosial kemasyarakatan,
mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, monitoring, dan evaluasi.
Pada prinsipnya, keseluruhan tahapan mulai dari perencanaan,
implementasi konstruksi, pengawasan hingga operasi pemeliharaan semuanya
dilakukan oleh masyarakat. Pemberdayaan masyarakat melalui program
SANIMAS ini berupaya menjadikan masyarakat sebagai aktor utama didalam
seluruh proses dengan tujuan agar fasilitas yang terbangun dapat memberikan
manfaat yang berkelanjutan.
Proses penentuan lokasi yang membutuhkan SANIMAS diseleksi terlebih
dahulu. Perencanaan pertama yaitu pemerintah kota, khususnya dalam penelitian
ini adalah Pemerintah Kota Medan, mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk
106
penanganan daerah-daerah yang masih banyak BABS. Lalu pemerintah kota
menyiapkan daftar panjang (longlist) daerah BABS. Tim fasilitator menyeleksi
lokasi menjadi daftar pendek (short list). Kuota yang disediakan ternyata tidak
banyak. Kalau di kota itu ada sepuluh lokasi yang daerahnya BABS, maka tim
fasilitator akan melakukan survei. Dari survei tersebut, akan diperolehlah
beberapa lokasi saja yang menjadi short list.
Lokasi-lokasi dalam daftar pendek kemudian dikompetisikan atau
diseleksi kembali dengan melihat kesiapan lahan. Lahan harus merupakan
kontribusi dari masyarakat atau pemerintah kota. Kalau tidak ada lahan, maka
tidak akan diberikan program SANIMAS. Makanya dari sepuluh lokasi yang
menjadi short list, diadakanlah seleksi kampung. Maksudnya adalah dari satu
kuota lokasi sesuai anggaran yang ada, diperebutkan oleh beberapa lokasi.
Selanjutnya, masyarakat pun diundang untuk sosialisasi supaya diberitahu
tentang program SANIMAS. Dengan sosialisasi, masyarakat akan dibukakan dan
mengetahui apa dan bagaimana SANIMAS karena disitulah pendekatan yang
tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (Demand Responsive Approach). Setelah
sosialisasi, tim melakukan RPA (Rural Participatory Assesment) atau isitilahnya
survei kampung cepat berupa kompetisi memperebutkan satu lokasi tadi dengan
menggunakan metode focus group discussion. Kalau sudah didapatkan satu lokasi
yang memang bersedia menyediakan lahan dan mengerti program SANIMAS, tim
akan melakukan simulasi program SANIMAS bagi lokasi tersebut.
107
Kemudian, barulah dibentuk Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) yang
dipilih oleh masyarakat di sekitar lokasi SANIMAS itu sendiri. Yaitu seperti
KSM Bunga Tanjung di Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan
Deli. Anggota KSM adalah sukarelawan yang bersedia bekerja demi kebutuhan
masyarakat bersama tanpa diupah. KSM inilah yang merencanakan apa yang mau
dibangun. KSM tidak bekerja sendirian, tetapi didampingi oleh Tim Fasilitator
Lapangan yaitu pejabat pelaksana program SANIMAS dari Dinas Tarukim.
Akhirnya, program pun dilaksanakan dan yang bekerja masyarakat itu sendiri.
Berikut ini merupakan susunan pengurus KSM Bunga Tanjung yang
mengerjakan Program SANIMAS di Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli
Kecamatan Medan Belawan.
Tabel 5.1 : Nama Pengurus KSM Bunga Tanjung
Sumber : Wawancara, 2014
Didalam merencanakan apa yang hendak dibangun di Lingkungan V,
anggota KSM tidak serta merta mengambil keputusan sendiri karena mereka pun
tetap bertanya kepada masyarakat tentang apa yang harus dibangun sesuai dengan
kebutuhan masyarakat seperti yang dilakukan Bapak Sumarno selaku Ketua KSM
Bunga Tanjung yakni menanyakan apa kemauan masyarakat supaya dia merasa
1. Ketua : Sumarno 2. Sekretaris : Nazaruddin 3. Bendahara : Nurrehan 4. Tim Perencana : Supiani 5. Tim Pelaksana : Lela 6. Tim Pengawas : Umar 7. Panitia Pengadaan : Ramlah 8. Seksi Operasi dan Pemeliharaan : Syafaridah
108
lebih baik. Jadi, upaya mereka adalah menanyakan apa kebutuhan masyarakat di
Lingkungan V tersebut.
Setelah memperoleh saran dan respons positif dari masyarakat, maka
pembangunan pun segera dilakukan. Pada masa pembangunan, menurut Bapak
Sumarno, masyarakat turut serta membantu meskipun kadang kala saja. Bantuan
dari masyarakat bermacam-macam. Ada yang memberikan makanan dan
minuman, rokok, sekadar semangat bahkan doa supaya pekerjaan mereka lancar.
Begitulah yang dialami selama masa pengerjaan program SANIMAS dalam
bentuk MCK+ selama 100 hari.
Selama pekerjaan dilakukan, Pejabat Pembuat Komitmen yang mengurusi
pelaksanaan program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli tetap memantau
pembangunan bersama-sama tim pengawas yang telah dibentuk hingga
pembangunan selesai dikerjakan. Berikutnya, pengelolaan operasional dan
pemeliharaan sarana yang telah ada tetap diserahkan kepada masyarakat itu
sendiri tanpa campur tangan pemerintah daerah.
Pengelolaan operasional ditanggungjawabi oleh satu orang yaitu Bapak
Nazaruddin sebagai Kepala Lingkungan yang bertepatan lokasi SANIMAS
disamping rumahnya. Bapak Nazaruddin bertanggung jawab untuk membayar
biaya listrik setiap bulan, mengganti bola lampu apabila rusak, menjaga dan
membersihkan sarana MCK. Masyarakat sebagai pengguna sarana memang tidak
diwajibkan untuk membayar setiap kali menggunakan MCK. Namun, karena
109
masyarakat menyadari ada biaya operasional yang harus ditanggung, maka
masyarakat mau memberikan uang kepada pihak penanggung jawab.
Uang yang diberikan kepada penanggung jawab sesuai dengan
kemampuan masing-masing orang. Ada yang membayar Rp 1.000 per orang
setiap kali menggunakan MCK, atau Rp 10.000 setiap bulan. Lalu uang yang
terkumpul digunakan untuk membayar beban listrik atau bila bersisa, uang
tersebut disisihkan untuk dapat digunakan bila suatu waktu ada kerusakan. Dari
hasil wawancara dengan informan, mereka mengaku tidak keberatan kalau
memberikan uang tersebut karena itu juga digunakan hal yang wajar dan diketahui
oleh masyarakat bersama. Malah ada masyarakat yang rela membayar karena
merasa sangat senang sudah ada MCK yang bagus di lingkungannya.
Gambar 4.2 dan 4.3 : Ketua KSM Bunga Tanjung Di Depan Bangunan
MCK+ di Lorong Ujung Tanjung (Kiri) dan Bangunan MCK++ Tahun 2013
di Lingkungan IV
Sumber : Observasi, 22-04-2014 (Dokumentasi Zudika)
110
BAB V
ANALISIS DATA
Didalam BAB ini, penulis menganalisis data, yaitu penyusunan data secara
sistematis yang diperoleh dari hasil wawancara, observasi, catatan lapangan dan
dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori-kategori,
lalu menjabarkan dan menyusunnya ke dalam unit-unit sehingga dapat dipahami
baik oleh peneliti sendiri maupun orang lain.
5.1 Analisis Evaluasi Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS)
Dalam penelitian ini, evaluasi program SANIMAS diukur dari data-data
temuan di lapangan yang telah diklasifikasikan sebelumnya ke dalam indikator-
indikator dalam teori evaluasi kebijakan publik. Kemudian indikator-indikator
tersebut dianalisis untuk mengonfirmasi jawaban informan dengan data sekunder.
Adapun indikator-indikator yang digunakan peneliti adalah efektivitas, efisiensi,
kecukupan, pemerataan, responsivitas, dan ketepatan.
5.1.1 Efektivitas
Indikator efektivitas digunakan untuk melihat apakah hasil dari suatu
program yang sudah terlaksana sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Atau
dengan kata lain, adakah keterkaitan antara hasil yang ada dengan hasil yang
diharapkan sesuai tujuan? Berdasarkan visi dan misi Program SANIMAS,
111
program ini bertujuan agar masyarakat dan para pemangku kepentingan mengerti
dan memahami penyediaan prasarana dan sarana air limbah melalui
penyelenggaraan Sanitasi Berbasis Masyarakat, sehingga dapat meningkatkan
kesadaran untuk melaksanakan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS),
meningkatkan peran serta masyarakat atau kelompok masyarakat serta membina
dan memfasilitasi masyarakat atau kelompok masyarakat.
Sebuah program akan efektif bila para pelaksana program memahami
tujuan SANIMAS. Program dikerjakan tentu karena melihat sebuah tujuan, itulah
visi dan misi program, demi kepentingan publik. Pelaksana kebijakan dari Dinas
Tarukim menyebutkan ada tiga poin yang diingin dicapai sebagai tujuan program
SANIMAS, yakni memotivasi masyarakat untuk memberikan usulan kegiatan
yang dimulai dari bawah (bottom-up), mengurangi Buang Air Besar Sembarangan
(BABS), dan mencapai target Millenium Development Degrees (MDG’s) untuk
pelayanan sanitasi yang layak.
Berdasarkan hasil penelitian selama kurang lebih 3 bulan di Kelurahan
Bagan Deli, tepatnya di Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V, masyarakat
sudah cukup aktif memberikan usulan maupun opininya demi kebaikan
lingkungan mereka. Masyarakat di Lingkungan V menyadari keadaan
lingkungannya yang tidak bersih dan kebiasaan BABS karena tidak mempunyai
sarana yang memadai baik di rumah masing-masing maupun di tempat umum.
Dengan adanya program SANIMAS, masyarakat terbantu dalam meningkatkan
pengelolaan sanitasi yang layak di Kelurahan Bagan Deli. Kesadaran masyarakat
112
mulai terbentuk karena bantuan pemerintah khususnya pembangunan sarana
MCK+ untuk mengurangi BABS dan memberikan pelayanan sanitasi layak
seperti air bersih. Dari hasil penelitian, masing-masing informan menyatakan
sikap senang atas bantuan sarana MCK yang telah berdiri di lingkungan V.
Dari hasil penelitian ditemukan masyarakat yang semakin termotivasi
untuk menggunakan sarana dengan fasilitas kamar mandi, tempat mencuci dan
kakus. Bahkan seperti usulan Ketua KSM Bunga Tanjung yang telah dipenuhi
sekarang, masyarakat pun sangat mudah dan bebas memperoleh air bersih. Kedua,
bantuan sarana MCK kini telah membenahi kebiasaan masyarakat yang selama ini
BABS di sungai/pinggir laut menjadi di kakus. Masyarakat sadar karena nihilnya
sarana kakus yang baik maka mereka terpaksa BABS. Masyarakat juga tidak
mempersoalkan apabila menggunakan kakus umum. Bagi mereka, disediakannya
MCK sudah membantu kehidupan mereka menjadi lebih baik.
Terakhir, jika menilik poin ketiga dalam rangka mencapai target MDG’s
untuk peningkatan sanitasi yang layak belum bisa diasumsikan secara signifikan.
Program SANIMAS diadakan sebagai salah satu upaya pencapaian target
tersebut. Kebutuhan akan sanitasi layak berupa air bersih untuk kesehatan
masyarakat adalah yang paling dibutuhkan masyarakat. Hasil wawancara dengan
informan mengungkapkan pernah ada sarana MCK dibangun namun beberapa
bulan kemudian tidak dipakai masyarakat lagi karena ketiadaan air bersih.
Merujuk pada ketiga poin seperti yang disampaikan oleh PPK PI PLP
Distarukim Sumut, program SANIMAS dalam bentuk pembangunan MCK+ di
113
Lorong Ujung Tanjung I telah cukup baik dirasakan oleh masyarakat
penggunanya. Program tidak hanya sekadar diberikan dan dilaksanakan begitu
saja, namun upaya pemerintah menstimulus masyarakat agar tanggap terhadap
kebutuhannya tampak berhasil. Hal ini sesuai dengan salah satu prinsip
penyelenggaran sanitasi lingkungan berbasis masyarakat yang termuat didalam
Lampiran Permen No. 15/PRT/M/2010 yakni dapat diterima, artinya pilihan
kegiatan berdasarkan musyawarah sehingga memperoleh dukungan dan diterima
masyarakat.
Selain itu, melalui sosialisasi program SANIMAS di awal perencanaan,
masyarakat pun dipahamkan mengenai kesadaran untuk melaksanakan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Sosialisasi dimaksudkan agar kelompok
masyarakat pengguna mengerti penjelasan PHBS dan tata cara penggunaan sarana
Sanitasi Berbasis Masyarakat yang telah terbangun.
Program SANIMAS memang berusaha untuk meningkatkan peran serta
masyarakat melalui penyadaran perilaku hidup bersih dan sehat. Akan tetapi,
setelah program tersebut terlaksana, ternyata masyarakat kurang didampingi untuk
tahap selanjutnya. Artinya, tidak ada pembinaan bagi masyarakat untuk
memfasilitasi masyarakat atau kelompok masyarakat mengenai tindak lanjut
program.
Berdasarkan penelitian ini, ditemukan bahwa hasil dari program memang
telah dirasakan cukup baik oleh masyarakat, tetapi hasil yang ada belum sesuai
dengan tujuan yang ditetapkan karena tidak adanya pembinaan bagi masyarakat.
114
Gambar 5.1 dan 5.2 : Tiga Kamar Mandi Tampak Depan (Kiri) dan Tiga
Kamar Mandi Tampak Dari Dalam MCK+(Kanan)
Gambar 5.3 : Tempat Khusus Cuci
Sumber : Observasi 26-06-2014 (Dokumentasi Zudika)
115
Gambar 5.4 : Tempat Khusus Mandi
Gambar 5.5 : Kamar Mandi Dilengkapi Dengan Kakus
Sumber : Observasi, 26-06-2014 (Dokumentasi Zudika
116
5.1.2 Efisiensi
Sebenarnya efektivitas dan efisiensi sangat berhubungan. Ukuran
efisiensinya suatu program dalam kebijakan publik dilihat dari penggunaan
sumber daya yang optimum sehingga suatu tujuan tertentu akan tercapai. Baik itu
sumber daya manusia (tenaga), sumber daya alam, maupun sumber daya modal.
Dalam SANIMAS, program ini dirancang khusus untuk memberdayakan
masyarakat itu sendiri. Pemerintah hanya sebagai fasilitator yang menyediakan
anggaran dana sesuai kebutuhan.
Program SANIMAS telah menggerakkan masyarakat untuk membentuk
sumber daya manusia yang mandiri dengan adanya Kelompok Swadaya
Masyarakat. Didalam Permen PU No. 15/PRT/M/2010, KSM merupakan wakil
masyarakat calon penerima manfaat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana
sanitasi lingkungan berbasis masyarakat. Kelompok masyarakat di lokasi
penelitian ini yakni KSM Bunga Tanjung.
Seperti yang telah diketahui bersama, swadaya berarti kekuatan (tenaga)
sendiri. Masyarakatlah yang paling banyak berperan dengan kemampuannya
sendiri agar tujuan bisa tercapai. Dari hasil wawancara diperoleh data kalau
masyarakat siap sedia melaksanakan program ini dengan sukarela tanpa upah.
Bahkan dengan kerjasama yang baik diantara pengurus KSM dan masyarakat,
pembangunan dapat dilaksanakan sesuai pencapaian target waktu yaitu 100 hari.
Pembiayaan kegiatan DAK Sanitasi ini berasal dari berbagai sumber yaitu
Pemerintah Pusat (APBN), DAK, Pemerintah Kabupaten/Kota, swadaya
117
masyarakat, swasta atau LSM (Lihat rincian pembiayaan didalam lampiran
Permen PU). Pembiayaan yang diterima KSM Bunga Tanjung dalam pengerjaan
program SANIMAS ada sekitar Rp 400 juta (peneliti tidak dapat mengetahui
rincian pembiayaan karena kesulitan meminta data). Mulai dari proses
perencanaan hingga pelaksanaan, program ini telah terlaksana dengan modal yang
cukup. Kalau pun masih ada kekurangan, Bapak Sumarno Ketua KSM Bunga
Tanjung berpendapat bahwa itu bisa ditutupi kalau ada bantuan lainnya. Artinya,
mereka membutuhkan nilai tambahan agar kualitas yang hendak digunakan lebih
baik dari sebelumnya.
Berdasarkan hasil analisis dari segi sumber daya manusia, modal, dan
waktu, program ini telah terlaksana dengan efisien dan benar-benar sudah
mengaktifkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaannya. Dengan melihat
bahwa fokus dari program ini adalah untuk memberdayakan masyarakat,
SANIMAS berhasil membentuk kelompok masyarakat yang swadaya sehingga
mampu membenahi kekurangan akan kebutuhan sanitasi dari lingkungan tempat
tinggalnya sendiri.
5.1.3 Kecukupan
Indikator kecukupan masih erat kaitannya dengan efektivitas. Program
bisa dikatakan efektif apabila produktivitas atau ketersediaan sarana telah ada dan
dapat mencapai tujuan. Akan tetapi, diperlukan penilaian apakah tujuan yang
sudah tercapai benar-benar mencukupi kebutuhan dalam berbagai hal.
118
Berdasarkan observasi peneliti, masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
membutuhkan prasarana dan sarana sanitasi yang layak bagi kehidupan mereka.
Keberadaan program SANIMAS dan program-program lainnya cukup membantu
masyarakat mengurangi beban kebutuhannya terhadap sanitasi. Informan
penelitian menyatakan belum ada mengalami masalah atau kendala selama
menggunakan sarana MCK+ hasil program SANIMAS. Kebutuhan masyarakat
Bagan Deli akan air bersih juga dapat dipenuhi.
Keadaan yang dirasakan masyarakat Lingkungan V sekarang menurut
informan sudah lebih baik dibanding tahun-tahun sebelumnya saat ada bantuan
MCK tetapi tidak ada air untuk digunakan. Sejauh ini, masyarakat merasa sudah
tercukupi dengan bantuan yang ada, khususnya program SANIMAS. Namun,
kuantitasnya dianggap masih kurang dan mereka mengharapkan lebih banyak lagi.
Sejalan dengan pendapat Bapak Sumarno yang menganggap kebutuhan
yang bisa terpenuhi bagi masyarakat Bagan Deli baru sekitar 30%. Artinya,
mereka masih merasakan kekurangan dalam pemenuhan kebutuhan tersebut.
Kecukupan berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkat efektivitas memuaskan
kebutuhan, nilai, atau kesempatan yang menumbuhkan adanya masalah.
Dari beberapa temuan di atas, program SANIMAS sebenarnya sangat
membantu kebutuhan masyarakat Bagan Deli terhadap sanitasi yang bersih. Akan
tetapi, hingga sekarang jumlah yang diharapkan belum bisa mencukupi kebutuhan
dari banyaknya penduduk di Bagan Deli apalagi mereka yang tergolong dalam
masyarakat berpenghasilan rendah. Meskipun begitu, namun masyarakat kini
119
sudah lebih tercukupi dengan ketersediaan air bersih yang menunjang kehidupan
mereka sehari-hari.
5.1.4 Pemerataan
Pemerataan dalam kebijakan publik dapat diartikan dengan keadilan yang
diberikan dan diperoleh oleh sasaran kebijakan publik. Keadilan yang bisa tampak
yaitu jumlah biaya yang diterima kelompok sasaran dan juga manfaat dari hasil
program yang terlaksana. Masyarakat butuh kesamarataan atas segala sesuatu
yang diterima dari pemerintah karena pemerintah berfungsi untuk melayani
kebutuhan publik secara adil.
Melalui program SANIMAS yang telah terlaksana sebanyak tiga kali di
Kelurahan Bagan Deli, sampai hari ini masyarakat menurut data yang bersumber
dari informan menyatakan telah cukup merasakan manfaat program SANIMAS,
namun memang belum merata ke seluruh lingkungan. Ketidakmerataan ini
sebenarnya sangat wajar karena sebelum masyarakat menerima program, mereka
telah mengikuti seleksi kampung terlebih dahulu berupa syarat-syarat yang mesti
disepakati masyarakat bersama di setiap lingkungan dan pemerintah daerah.
Misalnya seperti kesiapan lahan yang merupakan kontribusi dari masyarakat atau
pemerintah.
Berdasarkan penelitian ini, peneliti juga memperoleh data bahwa
masyarakat yang dapat merasakan program SANIMAS baru sekitar 30%. Artinya,
masih sangat sedikit masyarakat yang bisa menikmati hasil program SANIMAS.
120
Bahkan kalau dihitung menurut jumlah kepala keluarga, Bapak Sumarno
mengatakan baru 20 KK saja yang sudah turut merasakan manfaat SANIMAS.
Kriteria kesamaan (equity), menurut Dunn erat berhubungan dengan
rasionalitas legal dan sosial dan menunjuk pada distribusi akibat dan usaha antara
kelompok-kelompok yang berbeda dalam masyarakat. Dari temuan di lapangan,
peneliti juga memperoleh informasi bahwa di Kelurahan Bagan Deli terdapat
kelompok-kelompok masyarakat yang berbeda. Kelompok ini terbentuk menjadi
dua kubu, yakni kubu yang lebih mendukung pada gerakan masyarakat dan kubu
yang mendukung pada pemerintah daerah (Lurah). Akibatnya, kadang kala terjadi
kecemburuan sosial seperti yang dinyatakan Bapak Sumarno didalam tubuh
masyarakat Bagan Deli karena tidak merasakan pemerataan.
Dalam kondisi demikian, program SANIMAS sesungguhnya belum
melindungi kesejahteraan minimum yang mengupayakan peningkatan
kesejahteraan sebagian orang dan pada saat yang sama melindungi posisi orang-
orang yang dirugikan (worst off). Penelitian ini menunjukkan belum tercapainya
pemerataan yang adil bagi masyarakat Bagan Deli, baik hasil dan manfaat
program SANIMAS. Sasaran program ini ditujukan pada kelompok masyarakat
yang sama, tetapi pada kenyataannya didalam masyarakat itu sendiri pun didapati
kelompok-kelompok lain yang menyebabkan kecemburuan sosial kelompok yang
satu kepada kelompok lainnya.
121
5.1.5 Responsivitas
Responsivitas mengandung maksud adanya tanggapan sasaran kebijakan
publik atas penerapan suatu kebijakan. Responsivitas tidak hanya berupa sikap
menerima, tetapi juga penolakan dan kritikan merupakan respons yang berasal
dari kelompok sasaran penerima kebijakan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa sebenarnya responsivitas masyarakat
adalah hal utama. Karena program SANIMAS pun bergerak dari landasan
pendekatan yang tanggap terhadap kebutuhan. Pertama sekali masyarakat yang
harus tanggap bagaimana keadaan di sekitar lingkungannya dan apa yang
seyogianya dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri demi mencapai kehidupan
yang nyaman.
Semenjak pejabat pelaksana program SANIMAS datang ke hadapan
masyarakat Bagan Deli, masyarakat diundang untuk tanggap secara langsung
tentang cikal-bakal program SANIMAS ini. SANIMAS bukanlah seperti
program-program lainnya yang hanya berupa bantuan dari pemerintah dan
masyarakat tinggal menikmati. Program SANIMAS menuntut masyarakat
memahami dan mendorong dirinya sendiri untuk memperbaiki keadaannya
dengan konsep pemberdayaan.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa tanggapan masyarakat terhadap
program SANIMAS ialah mendukung terwujudnya program SANIMAS di
Lorong Ujung Tanjung I lingkungan V, khususnya. Dukungan ini merupakan
tanggapan dari kesadaran masyarakat akan kebutuhannya terhadap perbaikan
122
sanitasi di lingkungan tempat tinggalnya. Peneliti tidak ada mendapati respons
negatif mengenai pelaksanaan program SANIMAS ini.
Usai program ini terwujud pun, respons masyarakat dapat dikatakan
semakin meningkat. Ada rasa senang dan syukur karena tersedianya sarana baru
yang bisa digunakan bagi kehidupannya sehari-hari. Ada pula yang menjadi sadar
bahwa ternyata pemerintah masih melihat keberadaan kelurahan mereka yang
selama ini belum terurus dengan baik.
Kriteria responsivitas adalah cerminan nyata kebutuhan, preferensi, dan
nilai dari kelompok-kelompok tertentu terhadap kriteria efektivitas, efisiensi,
kecukupan, dan kesamaan. Kalau respons masyarakat terhadap program
SANIMAS sudah baik membuktikan itulah cerminan kebutuhan, prioritas dan
nilai yang sepatutnya lebih diperhatikan lagi bagi kebaikan masyarakat.
Responsivitas yang ditemukan dalam penelitian ini tidak hanya dukungan
atau persetujuan adanya pembangunan MCK+ dari program SANIMAS.
Masyarakat sudah lebih tanggap terhadap kebutuhannya sendiri, seperti
memberikan usulan atas rencana pemenuhan kebutuhan. Selain itu, respons baik
masyarakat dapat terlihat dari adanya kemauan masyarakat untuk membayar uang
berupa iuran agar keberadaan MCK tetap utuh dan terpelihara dengan baik. Dari
sini, dapat dilihat bahwa masyarakat ternyata tidak mau menyia-nyiakan begitu
saja bantuan yang telah diberikan bagi mereka.
123
5.1.6 Ketepatan
Indikator ketepatan dinilai dengan kembali melihat tujuan awal dari suatu
kebijakan kepada kelompok sasaran. Kesesuaian antara tujuan yang diharapkan
dengan hasil dari pelaksanaan program adalah keberhasilan program tersebut.
Tujuan-tujuan semula akan nampak pada hasil yang sudah nyata di depan mata.
Apakah tujuan tersebut telah terwujud didalam pelaksanaan program dan sesuai
dengan ekspektasi para pembuat program.
Kriteria ketepatan saling berhungan dengan kriteria lainnya mulai dari
efektivitas dan efisiensi, kecukupan dan pemerataan, serta responsivitas.
Kesemuanya akan memberikan jawaban atas implementasi program yang
dikerjakan. Suatu program menjadi sia-sia bila tidak dapat mencapai tujuan yang
diharapkan dan perlu dicari tahu apa yang menjadi kesalahan dari
implementasinya.
Ketepatan tidak jauh berbeda dengan efektivitas. Berdasarkan hasil
penelitian, program SANIMAS sampai saat ini sudah cukup efektif dalam
memotivasi masyarakat untuk tanggap terhadap kebutuhannya sendiri dan
mendorong masyarakat agar mengurangi BABS. Ini dikatakan sudah tepat karena
akhirnya setelah program terwujud dalam sarana MCK, masyarakat lebih
menggunakan sarana tersebut ketimbang melakukan kebiasaan tidak sehat lagi.
Kehadiran program SANIMAS sangat menolong masyarakat yang tinggal
di daerah perkumuhan dan miskin kota ini, seperti Kelurahan Bagan Deli. Meski
kehadirannya belum terdistribusi secara merata, namun dengan perlahan-lahan
124
kesadaran dan pola perilaku masyarakat mulai terbentuk untuk hidup lebih baik
dan sehat dengan sanitasi yang layak. Pikiran masyarakat kini lebih terbuka akan
perlunya perubahan didalam diri mereka.
Berdasarkan penelitian ini, adanya dukungan positif, usulan bantuan yang
lain, dan sikap senang atas program SANIMAS merupakan respons sejujurnya
dari masyarakat yang menyatakan bahwa SANIMAS adalah program yang cukup
tepat bagi masyarakat Bagan Deli sekarang ini. Meskipun masih ada kekurangan
dalam pencapaian tujuannya, namun SANIMAS sudah mampu membentuk pola
pikir dan perilaku hidup bersih dan sehat bagi masyarakat. Program SANIMAS
saat ini benar-benar menolong masyarakat berpenghasilan rendah yang tinggal di
permukiman padat, kumuh dan miskin di Kelurahan Bagan Deli ini. Bagaimana
pun, dengan adanya SANIMAS, masyarakat Bagan Deli merasakan manfaat dan
perubahan menjadi kelompok masyarakat yang lebih baik daripada sebelumnya.
V.2 Analisis Evaluasi Dampak Program SANIMAS dalam Pemberdayaan
Masyarakat
Berdasarkan analisis evaluasi program SANIMAS melalui indikator-
indikator evaluasi kebijakan seperti yang telah dikemukakan di atas, ada dua
indikator yang terlaksana dengan baik, yaitu efisiensi dan responsivitas. Dari
kedua indikator tersebut, peneliti akan menjabarkan dampak-dampaknya terhadap
masyarakat kelompok sasaran didalam bagian ini.
125
Sebuah program dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif dan
kalau diamati dampak tersebut ada yang direncanakan maupun dampak yang tidak
direncanakan. Program-program, baik yang memiliki dampak positif maupun
dampak negatif merupakan kesempatan belajar untuk optimalisasi pendekatan dan
implementasi ke depan. Upaya evaluasi kebijakan ialah untuk menentukan
dampak dari kebijakan pada kondisi kehidupan nyata. Dampak dapat dilihat pada
perubahan kondisi baik secara fisik maupun sosial yang merupakan akibat dari
hasil kebijakan.
Hasil penelitian di Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V sebagai
kelompok masyarakat yang menerima program SANIMAS menunjukkan, selain
menerima manfaat, masyarakat juga dapat merasakan dampak program
SANIMAS. Dampak dari program SANIMAS bagi masyarakat tersebut ialah
meningkatkan derajat martabat masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan,
dan meningkatkan martabat keluarga.
1) Meningkatkan derajat martabat masyarakat
Ternyata selama ini masyarakat Bagan Deli sadar akan kebiasaan
mereka BABS di sungai atau pinggir laut karena keterbatasan sarana MCK
yang layak dan air bersih. Kesadaran ini diakui kalau mereka kedatangan
tamu atau keluarga dari jauh dan mengetahui kondisi tempat tinggal
mereka yang sangat terbatas. Ada pula anak-anak mereka yang juga
merasa malu kalau ada teman-temannya yang bertanya tentang kampung
mereka dan dikenal dengan kampung yang buruk akibat BABS.
126
Hal ini sesuai dengan pengalaman seorang informan yang
menikmati program SANIMAS yakni Ibu Aminah yang mulanya merasa
malu kalau ada tamu atau keluarganya datang ke rumah tetapi tidak ada
kamar mandi yang layak. Bahkan ia lebih malu karena tamu dan
keluarganya dari jauh tahu harus BABS di sungai. Namun, dengan
hadirnya SANIMAS melalui pembangunan MCK, Ibu Aminah tidak
merasa malu lagi pada tamu-tamunya. Ia pun mengaku martabat dirinya
sudah tidak lebih rendah dibandingkan dengan orang lain yang memiliki
kamar mandi pribadi di rumah masing-masing.
Program SANIMAS menunjukkan bahwa upaya membenahi
kehidupan masyarakat khususnya dalam bidang sanitasi dengan konsep
pemberdayaan ternyata dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat
Bagan Deli. Adanya peningkatan derajat martabat di tengah masyarakat.
Anggapan dan pandangan yang merendahkan masyarakat mulai
dipatahkan dengan bantuan SANIMAS. Masyarakat merasa bahwa mereka
memiliki derajat yang sama di tengah masyarakat meskipun mereka tidak
memiliki kamar mandi sendiri namun itu saja dapat memperbaiki martabat
dirinya.
2) Meningkatkan derajat kesehatan
Tidak hanya meningkatkan derajat martabat masyarakat, tetapi
juga SANIMAS mampu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak memberikan dampak
127
positif bagi kesehatan masyarakat. Jika masyarakat sudah sadar arti
pentingnya sanitasi sehat, maka mereka pun merubah kebiasaan buruknya
dengan perilaku BAB yang bersih.
3) Meningkatkan derajat keluarga
Kemudian, program SANIMAS ini secara nyata mampu
meningkatkan martabat keluarga. Keluarga mereka tidak lagi dicap
sebagai keluarga yang memiliki gaya hidup tidak sehat walaupun miskin.
SANIMAS membuat mereka bisa mengakses dan menggunakan sarana
yang tersedia untuk pemenuhan kebutuhan fisik sehari-hari. Anak-anak
mereka juga menjadi semakin percaya diri bila berhadapan dengan orang
lain yang sering menjelek-jelekkan kampung tempat tinggalnya. Itulah
dampak sosial yang dialami masyarakat dengan bantuan program
SANIMAS.
Selain untuk melihat dampak dari SANIMAS, penelitian ini juga
menganalisis kaitan dampak program tersebut terhadap pemberdayaan
masyarakat. SANIMAS yang dirancang dengan pendekatan tanggap terhadap
kebutuhan berupaya memandirikan masyarakat dengan kemampuan dan
partisipasi masyarakat di lingkungan SANIMAS.
Pemberdayaan dapat dipahami dengan dua cara pandang. Pertama,
pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat.
Posisi masyarakat bukanlah obyek penerima manfaat (beneficiaries) yang
128
tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam
posisi sebagai subyek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara
mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggungjawab negara.
Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan
kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumber
dayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri.
Dari penelitian ini, proses pemberdayaan yang dialami masyarakat Bagan
Deli di Lingkungan V berlangsung secara berkelanjutan. Artinya, SANIMAS
menjadikan masyarakat langsung sebagai pelaku, pengambil keputusan, dan
penanggung jawab kegiatan mulai dari identifikasi, perencanaan, pelaksanaan,
pengelolaan, dan pengawasan.
Hasil wawancara dengan informan, yakni Bapak Sumarno selaku Ketua
KSM Bunga Tanjung, menunjukkan bahwa masyarakat memang diberi hak
sebagai pelaku dan penanggung jawab kegiatan. Hal ini dapat terlihat dari
masyarakat bersama pemerintah daerah dan tim fasilitator lapangan mengadakan
rapat musyawarah untuk menentukan pengurus Kelompok Swadaya Masyarakat.
Dalam proses pemilihan ini, masyarakat Bagan Deli sendiri yang menentukan
orang-orang yang bertanggung jawab sebagai pengurus. Kemudian, KSM ini
terlebih dahulu mengidentifikasi apa kebutuhan paling urgen bagi Lingkungan V.
Anggota KSM juga tetap bertanya kepada masyarakat lainnya mengenai saran dan
persetujuan untuk rencana pembangunan. Kalau mendapat dukungan dan
persetujuan dari masyarakat, lalu anggota KSM mulai melaksanakan
129
pembangunan MCK sesuai dengan target waktu, dana dan tenaga yang telah
disiapkan.
Hingga pembangunan selesai dilakukan, namun proses pemberdayaan
tetap berlanjut, yaitu melalui pengelolaan sarana yang telah berdiri. Ternyata
pengelolaan yang terjadi di Lingkungan V yaitu mempercayakan kepada Bapak
Nazaruddin sebagai pengelola MCK. Hal ini disebabkan oleh dua hal. Pertama,
karena ia adalah Kepala Lingkungan dan masyarakat telah percaya kepada beliau
selama bertahun-tahun. Kedua, karena lokasi SANIMAS memang bertepatan
disamping rumah Bapak Nazaruddin.
Bapak Nazaruddin dan keluarganyalah yang menjaga dan membersihkan
sarana MCK. Pengelolaan yang dilakukan seperti membayar beban listrik,
membersihkan MCK, dan memperbaiki lampu apabila ada yang rusak. Ketika
peneliti menanyakan bagaimana dengan pengelolaan masyarakat, informan
lainnya memberikan informasi bahwa masyarakat pun ikut serta menjaga
kebersihan MCK dan membersihkannya jika telah selesai menggunakannya.
Peneliti melihat proses pemberdayaan masyarakat belum terlaksana
dengan efektif. Kalau melihat kenyataan yang ada sekarang, sesungguhnya belum
semua masyarakat benar-benar diberdayakan. Masyarakat penerima program
SANIMAS ini belum berpartisipasi secara aktif. Karena dari informasi yang
peneliti peroleh, belum pasti juga semua pengguna MCK ikut serta mengelola
sarana tersebut. Adapun proses pemberdayaan masyarakat menurut Permen PU
yaitu penguatan kelembagaan masyarakat berupa pelatihan terhadap Tim
130
Fasilitator Lapangan, pelatihan terhadap KSM, mandor, pengelola dan sosialisasi
terhadap masyarakat pengguna. Sedangkan pengawasan dan pengendaliannya
dilakukan sejak tahap rembug warga tahap pertama, untuk menjaga
dilaksanakannya prinsip-prinsip dasar sanitasi lingkungan berbasis masyarakat.
Itulah yang menjadi batasan bagi pejabat pelaksana program dalam
mengimplementasikan program ini di Kelurahan Bagan Deli.
Selanjutnya dalam hal pengawasan pun sebenarnya belum dilakukan
dengan baik. Setelah program SANIMAS selesai dilaksanakan, tidak ada lagi
keberlanjutan baik dari tim fasilitator maupun dari Pejabat Pembuat Komitmen.
Namun, Bapak Ir. Herianto berpendapat besar harapannya pada proses
pemberdayaannya. Menurutnya langkah yang dilakukan agar tercapainya program
SANIMAS, seharusnya ada pendampingan dan pembinaan dari pemerintah kota.
Tetapi kalau masyarakat tidak ada pembinaan dan sebagainya, masyarakat akan
“mati suri”. Karena SANIMAS bukanlah orientasi proyek sehingga masyarakat
seharusnya terlibat dari awal sampai berlanjut.
Hasilnya sekarang memang dapat dikatakan masyarakat “mati suri” karena
sudah tidak ada keberlanjutan apapun lagi. Pemerintah daerah rupanya pun belum
ada melakukan pendampingan dan pembinaan setelah program SANIMAS
berakhir dilaksanakan. Akhirnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dampak
program SANIMAS dalam pemberdayaan masyarakat di Kelurahan Bagan Deli
belum terlaksana sesuai tujuan yang diharapkan.
131
BAB VI
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan penyajian data dan analisis data pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa hasil evaluasi program Sanitasi Berbasis Masyarakat di
Lorong Ujung Tanjung I Lingkungan V Kelurahan Bagan Deli memberikan
dampak positif bagi masyarakat sasaran. Sesuai dengan petunjuk teknis yang
terdapat dalam Permen PU No. 15/PRT/M/2010, program SANIMAS perlu
dilanjutkan dan sebaiknya memperluas cakupan serta memelihara wujud program
yang telah ada. Sebab, dampak program ini cukup baik untuk menjaga
kesinambungan antara masyarakat dan pemerintah.
Dampak yang dirasakan masyarakat seperti meningkatkan derajat martabat
masyarakat, meningkatkan derajat kesehatan dan meningkatkan martabat
keluarga. Meskipun dalam pelaksanaannya masih ada kekurangan yang
seharusnya dapat memfasilitasi pemberdayaan masyarakat, namun program
SANIMAS sedikit demi sedikit telah memberikan perubahan bagi kemandirian
masyarakat. Hal ini dilihat dari hasil wawancara, observasi dan data sekunder
yang menunjukkan bahwa indikator-indikator evaluasi hampir semuanya dapat
tercapai cukup baik.
Hasil evaluasi program SANIMAS didasarkan pada enam indikator
evaluasi diantaranya: efektivitas, efisiensi, kecukupan, pemerataan, responsivitas
132
dan ketepatan. Kesemua indikator tersebut tetap saling berhubungan satu sama
lain. Namun, indikator efisiensi dan responsivitas memiliki nilai yang lebih besar
dibandingkan indikator lainnya dalam pelaksanaan program SANIMAS di
Kelurahan Bagan Deli. Faktor sumber daya manusia, sumber daya modal dan
capaian waktu yang ditetapkan menujukkan efisiensi program, dan adanya
tanggapan positif, kritik serta saran memperlihatkan tingginya responsivitas
masyarakat terhadap program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli. Secara
ringkas, kesimpulan dari tiap-tiap indikator adalah sebagai berikut:
1. Efektivitas program SANIMAS sudah terlaksana cukup baik
meskipun hasil yang ada belum sesuai dengan tujuan yang
ditetapkan. Hasil program hanya sampai pada pembangunan MCK+
dan dapat meningkatkan kesadaran untuk melaksanakan Perilaku
Hidup Bersih dan Sehat. Namun, pemeliharaan dan evaluasi
selanjutnya diserahkan kepada masyarakat tanpa ada pendampingan
dari tim fasilitator.
2. Efisiensi program memiliki nilai yang baik karena SANIMAS telah
menggerakkan masyarakat untuk bekerja secara mandiri dengan
adanya Kelompok Swadaya Masyarakat yang bertanggung jawab
terhadap program mulai dari perencanaan hingga evaluasinya.
Kinerja KSM pun dinilai baik karena dapat menggunakan biaya
pembangunan dan waktu dengan tepat.
133
3. Indikator kecukupan masih dirasa kurang oleh masyarakat khususnya
dari segi pembinaan dari pemerintah daerah untuk memfasilitasi
pemberdayaan masyarakat. Akan tetapi, SANIMAS telah menjadi
jawaban bagi masalah sanitasi yang selama ini dialami masyarakat
karena ketiadaan MCK yang layak dan air bersih.
4. Dalam hal pemerataan, program SANIMAS sebenarnya telah
berupaya untuk memberikan bantuan bagi masyarakat di daerah
perkumuhan, namun belum seluruhnya masyarakat daapt merasakan
manfaat program. Masyarakat yang dapat merasakan manfaat hasil
SANIMAS baru dalam skala kecil yaitu 30%.
5. Responsivitas masyarakat pada program SANIMAS didapati sangat
baik. Program ini memang berjalan sesuai dengan pendekatannya
yaitu agar masyarakat tanggap terhadap pada kebutuhannya sendiri.
Melalui program SANIMAS, masyarakat tidak lagi hanya sekadar
menjadi penerima program, tetapi juga pemberi usulan, pengambil
keputusan dan pelaksana program demi tercapainya kebutuhan
umum.
6. Program SANIMAS memang sudah terlaksana dengan cukup baik di
Kelurahan Bagan Deli, namun hasil yang diinginkan belum tercapai
dengan tepat. Sekalipun program ini sudah tepat pada kelompok
sasaran, namun masih ada kekurangan dari segi kuantitas bantuan,
permodalan dan pembinaan pemerintah daerah, sehingga tujuan dari
134
program ini yaitu meningkatkan peran serta masyarakat atau
kelompok masyarakat serta membina dan memfasilitasi masyarakat
atau kelompok masyarakat belum dapat tercapai.
6.2 Saran
Agar program SANIMAS di Kelurahan Bagan Deli dapat mencapai hasil
yang maksimal, ada beberapa saran yang peneliti berikan, antara lain:
1. Perlunya pendampingan dan pembinaan yang berkelanjutan bagi
masyarakat penerima program oleh pemerintah daerah/kota agar
pemberdayaan masyarakat tetap dapat dipantau.
2. Pemerintah daerah sebagai pelayan dari masyarakat sebaiknya
bekerjasama dengan mahasiswa atau tim fasilitator dari lembaga swadaya
masyarakat untuk membantu dalam hal pencerahan atau penyadaran
tentang pentingnya berperilaku hidup bersih sebagai bentuk pemberdayaan
masyarakat.
3. Bagi masyarakat yang tinggal di daerah perkumuhan seperti Kelurahan
Bagan Deli, sebaiknya pemerintah daerah memberikan perhatian melalui
pengadaan program-program yang bermanfaat dan berdampak langsung
untuk kebaikan masyarakat.
4. Perlunya menggerakkan masyarakat agar terlibat secara partisipatif dalam
setiap program atau kegiatan sehingga tidak hanya kelompok masyarakat
tertentu saja yang menerima imbas dari suatu program, tetapi masyarakat
lainnya juga melalui ide dan gagasan yang kreatif.
135
DAFTAR PUSTAKA
Asy’ari, Sapari Imam. 1993. Sosiologi Perkotaan dan Desa. Surabaya: Usaha
Nasional
Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana
Chandra, Budiman. 2005. Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC
Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press
Hariyono, Paulus. 2007. Sosiologi Kota Untuk Arsitek. Jakarta: Bumi Aksara
Jones, Charles O. 1994. Pengantar Kebijakan Publik. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada
Kartasasmita, Ginandjar. 1997. Pembangunan Sosial dan Pemberdayaan : Teori,
Kebijaksanaan, dan Penerapan”. Jakarta: CIDESS
Kaban, Yeremias. 2008. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik.
Yogyakarta: Penerbut Gava Media
Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2012. Kecamatan Medan Belawan Dalam
Angka. Medan: Badan Pusat Statistik Kota Medan
Badan Pusat Statistik Kota Medan. 2012. Kota Medan Dalam Angka. Medan:
Badan Pusat Statistik Kota Medan
Kusumanegara, Solahuddin. 2010. Model dan Aktor Dalam Proses Kebijakan
Publik. Yogyakarta: Gava Media
136
Marbun, BN. 1994. Kota Indonesia Masa Depan Masalah dan Prospek. Jakarta:
Erlangga
Parsons, Wayne. 2008. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis
Kebijakan. Jakarta: Kencana
Sadyohutomo, Mulyono. 2008. Manajemen Kota dan Wilayah. Jakarta: Bumi
Aksara
Singarimbun, Masri. 2008. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES
Slamet, Juli Soemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press
Steers, Richard M. 1985. Efektivitas Organisasi. Jakarta: Erlangga
Subarsono. 2005. Analisis Kebijakan Publik Konsep, Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung:
Alfabeta
Sulistiyanti, Ambar Teguh. 2004. Kemitraan dan Model-model Pemberdayaan.
Yogyakarta: Gava Media.
Tangkilisan, Hessel Nogi S. 2003. Implementasi Kebijakan Publik. Yogyakarta:
Lukman Offset
Tangkilisan. 2003. Kebijakan Publik Yang Membumi. Yogyakarta : YAPI
Wahab, Solichin Abdul. 2008. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Malang:
UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang
Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media
137
Pressindo
Sumber Perundang-undangan:
Peraturan Presiden (PP) Republik Indonesia No. 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua Atas Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14 Tahun 2010 tentang Standar
Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 15/PRT/M/2010 tentang Petunjuk Teknis
Penggunaan Dana Alokasi Khusus Bidang Infrasttuktur
E-Jurnal
Khausar. Mengatasi Kemiskinan Melalui Pemberdayaan Masyarakat. Volume III.
Nomor 2. Juli – Desember 2012 | 39
(http://ejournal.stkipgetsempena.ac.id/index.php/visipena/article/view/42/42)
diakses 09 Maret 2014 pukul 22.00 WIB
138
Sumber Internet:
“Program Sanitasi Berbasis Masyarakat (SANIMAS)”.
(http://ciptakarya.pu.go.id/plp/?p=417) diakses 10 Nopember 2013 pukul 20.06
WIB
“Sekilas SANIMAS” (http://www.ampl.or.id/old/ampl/sekilassanimas.php)
diakses 10 Nopember 2013 pukul 16.30 WIB
“Perlu Paradigma Baru Kejar Ketertinggalan Sanitasi”.
(http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/11/09/60942/perlu_paradigm
a_baru_kejar_ketertinggalan_sanitasi/#.Un9UznBHKkQ) diakses 10 Nopember
2013 pukul 16.45 WIB
“Syarat Permukiman Sehat” (http://www.indonesian-
publichealth.com/2012/05/syarat-pemukiman-sehat.html diakses pada 09 Maret
2014 pukul 10.50 WIB).
“Lokasi Sanitasi Disiapkan Kementerian PU Sumut”.
(http://liputanbisnis.com/2013/02/20/300-lokasi-sanitasi-disiapkan-kementerian-
pu-di-sumut/) diakses 10 Nopember 2013 pukul 16.58 WIB
“Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat”. Bahan Kuliah PPS SP ITB.
(http://suniscome.50webs.com/data/download/005%20Konsepsi%20Pemberdayaa
n.pdf) diakses 09 Maret 2014 pukul 21.59
(http://www.ut.ac.id/html/suplemen/mapu5103/materi4_4.htm)