EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL DALAM MENGURANGI …digilib.unila.ac.id/54841/3/TESIS TANPA BAB...
Transcript of EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL DALAM MENGURANGI …digilib.unila.ac.id/54841/3/TESIS TANPA BAB...
EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL DALAM MENGURANGI GERUSAN
PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS
(Tesis)
oleh
MIRNANDA CAMBODIA
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL DALAM MENGURANGI GERUSAN
PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS
Oleh
Mirnanda Cambodia
Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi kedalaman maksimum gerusan yang
terjadi pada pilar jembatan dan memberikan evaluasi mengenai dampak bangunan
groundsill dalam mengurangi gerusan tersebut serta memberikan gambaran
mengenai proses perubahan profil dasar sungai akibat degradasi dan agradasi.
Data yang digunakan adalah data topografi, data geoteknik dan data curah hujan
harian stasiun Cikao-Plered dengan panjang data tahun 2007-2016 yang berada di
Kabupaten Purwakarta.
Analisis terhadap gerusan maksimum pada pilar jembatan dilakukan
menggunakan software HEC-RAS pada menu bridge scour antara kondisi
groundsill Eksisting dan groundsill alternatif. Dalam analisis perubahan dasar
sungai akibat degradasi dan agradasi dilakukan dengan melakukan simulasi
transpor sedimen pada menu analysis sediment transport yang disediakan oleh
software HEC-RAS.
Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh kedalaman maksimum gerusan
groundsill eksisting pada debit banjir kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun, 20
tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun berturut-turut adalah 3,03 m, 3,28 m,
3,37 m, 3,43 m, 3,46 m, 3,52 m, dan 3,57 m, sedangkan pada groundsill alternatif
kedalaman gerusan maksimum berkurang menjadi 2,91 m, 2,08 m, 3,16 m, 3,23
m, 3,25 m, 3,30 m, dan 3,35 m sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan
groundsill di sebelah hilir jembatan berfungsi sebagai salah satu alternatif dalam
mengurangi gerusan pada pilar jembatan.
Kata kunci: gerusan maksimum, groundsill, HEC-RAS
ABSTRACT
EVALUATION OF EFFECT OF GROUNDSILL ON REDUCING
SCOURING ON BRIDGE PILE USING HEC-RAS
By
Mirnanda Cambodia
This research is performed to predict the maximum depth of the scouring which
occurs to bridge pile and to present the effect of groundsill on reducing the
scouring and to provide the illustration of transformation process of riverbed
profile due to degradation and aggradation. The required data is topography
data, geotechnical data and rainfall data of Cikao-Plered station in Purwakarta
from 2007-2016.
The analysis of maximum scouring on bridge pile by using bridge scour menu in
HEC-RAS between existing and alternative groundsill condition. The analysis of
riverbed transformation due to degradation and aggradation is performed by
using analysis sediment transport option which is provided in HEC-RAS.
Based on the result of the research, the maximum scouring in existing groundsill
for return period of 2 years, 5 years, 10 years, 20 years, 25 years, 50 years, 100
years is 3.03 m, 3.28 m, 3.37 m, 3.43 m, 3.46 m, 3.52 m, and 3.57 m, respectively
and for the alternative groundsill, the maximum scouring depth decreases to 2.91
m, 2.08 m, 3.16 m, 3.23 m, 3.25 m, 3.30 m, and 3.35 m respectively. To conclude,
the existence of groundsill in the downstream of the bridge will be one of the
alternatives to reduce the scouring on the bridge pile.
Keywords: maximum scouring, groundsill, HEC-RAS
EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL DALAM MENGURANGI GERUSAN
PADA PILAR JEMBATAN MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS
Oleh
MIRNANDA CAMBODIA
Tesis
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
MAGISTER TEKNIK
Pada
Program Pascasarjana Magister Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Lampung
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sidoarjo pada tanggal 4 Januari 1993.
Penulis merupakan putri dari pasangan Bapak Peltu Idris dan Ibu
Ulil Hidayati, anak kedua dari empat bersaudara.
Dengan rahmat Allah SWT penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-
kanak Kartika II/13 Prabumulih pada tahun 2004, pendidikan Sekolah Dasar
Negeri 50 Prabumulih pada tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 1
Tegineneng pada tahun 2008, dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Natar tahun
2011. Pendidikan Sarjana (S1) pada Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil
Universitas Lampung melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri
(SNMPTN) Jalur Undangan pada tahun 2011 dan lulus pada tahun 2015. Pada
tahun 2015 Penulis tercatat sebagai Mahasiswa Program Pascasarjana Magister
Teknik di Perguruan Tinggi Negeri Universitas Lampung.
HALAMAN PERSEMBAHAN
Sebuah karya kecil ini aku persembahkan untuk :
Orang tua dan keluargaku yang selalu ada disampingku,
mendukungku dan mendoakanku.
Suamiku “Muhammad Imam Riady” dan buah hatiku tercinta “Adiba Khanza
Rinanda Basyar” yang tak henti-hentinya memberikan motivasi untuk selalu
semangat dan pantang menyerah.
Orang yang ku sayang, sahabat, teman – teman yang selalu memberi semangat,
dukungan dan masukan selama ini.
Dan,
Almamater Tercinta.
MOTTO
Perkecillah dirimu maka kau akan tumbuh lebih besar dari dunia. Tiadakan dirimu, maka jati
dirimu akan terungkap tanpa kata-kata
(Rumi)
Aku tidak ingin kaya. Aku hanya ingin hidup. Aku ingin melihat banyak tempat. Aku
ingin mendengar banyak suara. Aku ingin menghirup seribu satu bau kehidupan.
Alangkah mengerikannya terpenjara di satu tempat. Alangkah menjemukannya. Alangkah
memuakkan. Aku mesti pindah tempat setiap saat, meski cuma selangkah
(Seno Gumira Ajidarma)
Kamu tidak akan memperoleh apa yang kamu cintai, kecuali meninggalkan apa yang kamu
cintai tersebut. Kamu tidak akan dapat meraih apa yang kamu cita-citakan, kecuali dengan
bersabar menghadapi apa yang tidak kamu sukai
(Hasan Al-Bashri)
Seseorang yang melakukan kesalahan dan tidak membetulkannya
telah melakukan satu kesalahan lagi
(Confucius)
Hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi
takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku
(Umar bin Khattab)
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil alamin, segala Puji bagi Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, sehingga Tesis ini dapat terselesaikan
dengan baik. Tesis dengan judul “EVALUASI DAMPAK GROUNDSILL
DALAM MENGURANGI GERUSAN PADA PILAR JEMBATAN
MENGGUNAKAN SOFTWARE HEC-RAS” merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Magister Teknik pada Program Pascasarjana Magister Teknik
Sipil Universitas Lampung.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Suharno, M.sc., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas
Lampung.
2. Ibu Dr. Dyah Indriana K., S.T., M.Sc., selaku ketua Program Magister Teknik
Sipil Universitas Lampung sekaligus sebagai dosen pembimbing 2 yang telah
memberikan bantuan, saran, ide dan motivasi dalam penyempurnaan
penyusunan tesis ini.
3. Bapak Ir. Ahmad Zakaria, M.T. Ph.D., selaku dosen pembimbing 1 yang
telah memberikan sumbangan ide, motivasi dan telah meluangkan waktu
dalam penyusunan tesis. Terima kasih untuk ilmu, saran, nasehat dan
masukan yang bersifat membangun bagi penulis.
4. Gatot Eko Susilo, S.T., M.Sc.,Ph.D, selaku Dosen penguji I atas masukan,
saran dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.
5. Bapak Dr. Endro P. Wahono, S.T., M.Sc., selaku Dosen penguji II atas
masukan, saran dan motivasi dalam penyusunan tesis ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Magister Teknik Sipil Universitas Lampung atas ilmu
yang telah diberikan selama perkuliahan.
7. Keluargaku terutama orangtuaku tercinta, Papa Idris dan Mama Ulil Hidayati,
terima kasih atas doa dan motivasinya selama ini dan semoga papa dan mama
selalu sehat dan bahagia, saudara kandungku, Mbakku Riska Dahliyati
beserta Kakak Iparku Agus Didi Darmaji dan keponakan cantik Izzati Suci
Rahmania, Adikku Ghanang Idris Saputra dan Salsabila Aulia Zahra, terima
kasih untuk doa, kasih sayang dan kebersamaannya selama ini, mbak selalu
merindukan kalian.
8. Suamiku tercinta Muhammad Imam Riady, terima kasih untuk kesabaran,
pengertian, kasih sayang, motivasi dan doanya selama ini, terima kasih untuk
semuanya.
9. Buah hatiku tercinta Adiba Khanza Rinanda Basyar, terima kasih karena
sudah hadir di dalam kehidupan ummi, terima kasih karena sudah menjadi
penyemangat tersendiri untuk ummi, pengisi hari-hari ummi, pemberi
senyuman, dan penghilang rasa lelah.
10. Bapak dan mamak mertua, terima kasih atas doa dan motivasinya selama ini,
terima kasih karena telah menganggapku seperti anak sendiri, semoga bapak
dan mamak selalu diberi kesehatan dan kebahagiaan.
11. Mbak-mbak dan kakak iparku, Mbak mie, Mbak Sari, Teteh, kak ipul serta
dua keponakanku atin alifiandra dan kakak davin, terima kasih untuk doa,
motivasi dan kasih sayangnya selama ini, semoga kita selalu menjadi hamba-
Nya yang bersyukur.
12. Teman-teman Magister Teknik Sipil Angkatan 2015 atas bantuan, dukungan,
motivasi dan kebersamaannya selama ini, Yuk Aca, Kak Anta, Kak Ijal, Kak
Nia, Mbak Nawang, Mbak Diana, Pak Muchlis, Pak Widodo, Pak Yudi, Kak
Chepi Penulis ucapkan terima kasih banyak semoga kita bertemu di Gedung
Serba Guna itu dan semoga sukses selalu mengiringi kita semua.
13. Mas Andi, Aini, Indah atas bantuan informasi akademis, saran dan pemberi
semangat selama menyelesaikan tugas akhir.
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan dan keterbatasan,
oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Akhir kata, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan pihak-pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini dan semoga tesis ini dapat
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Bandar Lampung, 28 November 2018
Penulis,
Mirnanda Cambodia, S.T.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ………………………………………………..………….
DAFTAR TABEL ………………………………………………........…
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………...…
I. PENDAHULUAN………………………………………………….
1.1. Latar Belakang …………………………………………………..
1.2. Rumusan Masalah …………………………………………...….
1.3. Batasan Masalah ……………………………………………...…
1.4. Tujuan Penelitian ………………………………………………..
1.5. Manfaat Penelitian ……………………………………………....
II. TINJAUAN PUSTAKA ………………………………..…………
2.1. Sungai………………………………….........……………….....
2.1.1. Alur Sungai......................................................................
2.1.2. Perilaku Sungai................................................................
2.2. Analisis Hidrologi.............................………………………...…
2.2.1. Data Hidrologi.................................................................
2.2.2. Curah Hujan Kawasan (Areal Rainfall)...........................
2.2.3. Perhitungan Hujan Rencana.............................................
2.2.4. Parameter Statistik Analisis Data Hidrologi....................
2.2.5. Analisis Frekuensi............................................................
2.2.6. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi................................
2.2.7. Perhitungan Debit Rancangan...............................
2.3. Aliran pada Saluran Terbuka…………………………….……..
2.3.1. Unsur Geometrik ……………………………….……....
2.3.2. Kemiringan Saluran..........................................................
2.3.3. Kecepatan Maksimum yang diinginkan...........................
2.3.4. Energi Spesifik.................................................................
i
iii
iv
1
1
3
3
3
4
5
5
6
7
9
10
11
12
12
14
16
18
22
26
27
28
28
ii
2.4. Gerusan.. ………………..………….………………..................
2.4.1. Tipe-tipe Gerusan.............................................................
2.4.2. Gerusan dengan Perbedaan Kondisi Angkutan................
2.4.3. Mekanisme Gerusan...................................................
2.4.4. Pola Gerusan Lokal di Sekitar Pilar.............................
2.4.5. Faktor yang mempengaruhi Kedalaman Gerusan………
2.4.6. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan………………….
2.4.7. Pengendalian Gerusan Lokal……………………………
2.5.Degradasi Dasar Sungai…………………………..........…….....
2.6. Sedimentasi..................................................................................
2.6.1. Mekanisme Pengangkutan Sedimen.................................
2.6.2. Mekanisme Transportasi Sedimen...................................
2.6.3. Kapasitas Transpor Sedimen............................................
2.6.4. Sifat-sifat Material yang Terangkut.................................
2.7. Analisis Bedload Sediment.........................................................
2.8.Software HEC-RAS ....................................................................
2.8.1. Memulai Pekerjaan Baru..................................................
2.8.2. Memasukkan Data Geometri............................................
2.8.3. Memasukkan Data Aliran Steady Flow............................
2.8.4. Melakukan Perhitungan....................................................
2.8.5. Menampilkan Hasil..........................................................
2.9. Penelitian Terkait....................................................................
III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………….
3.1. Lokasi Penelitian..……………………………………………...
3.2. Data yang digunakan………………………………….……......
3.3. Prosedur Penelitian………..…………………………………....
3.4. Diagram Alir Penelitian…………………………………….......
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………...……………….
4.1. Analisis Hidrologi.……………………………………………...
4.1.1. Data Curah Hujan……………………………………….
4.1.2. Curah Hujan Maksimum………………………………..
4.1.3. Penentuan Hujan Rancangan……………………………
4.1.4. Perhitungan Debit Banjir Rancangan…………………...
4.2. Analisis Hidrolika….………………………………….……......
4.2.1. Analisis Data Menggunakan Software HEC-RAS……..
4.2.2. Analisis Kedalaman Gerusan…………………………...
4.2.3. Analisis Analitik Gerusan……………………………....
4.2.4. Pola Gerusan pada Pilar akibat Groundsill.…………....
30
31
32
32
35
37
39
42
43
44
45
46
48
49
50
54
55
56
60
63
64
64
68
68
69
69
71
72
72
72
72
74
80
85
85
98
106
108
iii
4.2.5. Analisis Gradasi Butir Sedimen……………………....
4.2.6. Proses Degradasi dan Agradasi Dasar Sungai……….
V. KESIMPULAN DAN SARAN…………………...……………….
5.1. Kesimpulan..………………………….………………………...
5.2. Saran……………………………………………………………
LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA
108
111
121
121
122
iv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi......………...
2.2. Kemiringan Saluran Berdasarkan Bahan.............................................
2.3. Kecepatan Maksimum Menurut Fortier dan Scobey...........................
2.4. Transpor Sedimen pada tampang memanjang saluran.........................
2.5. Faktor Koreksi K1................................................................................
2.6. Faktor Koreksi K2................................................................................
2.7. Faktor Koreksi K3................................................................................
2.8. Transpor Sedimen pada Tampang Memanjang Saluran…..………...
2.9. Ukuran Sedimen..................................................................................
4.1. Data Curah Hujan Maksimum Sta. Cisomang-Plered.........................
4.2. Parameter Statistik Curah Hujan..........................................................
4.3. Ketentuan dalam Pemilihan Distribusi................................................
4.4. Perhitungan Uji Chi-Kuadrat...............................................................
4.5. Perhitungan Uji Smirnov-Kolmogorov................................................
4.6. Perhitungan Metode Log Pearson III...................................................
4.7. Perhitungan Curah Hujan Rencana......................................................
4.8. Intensitas Hujan Jam-jaman dengan Rumus Mononobe DAS Cikao
4.9. Perhitungan Debit Rancangan dengan Metode Rasional.....................
4.10. . HSS Nakayasu DAS Cikao.................................................................
4.11. . Rekapitulasi Hasil Perhitungan Debit Banjir Rancangan...................
4.12. . Rekap Debit Banjir Rancangan untuk setiap Metode.........................
4.13. . Kedalaman Total Scouring Groundsill Eksisting..............................
4.14. . Kedalaman Total Scouring Groundsill Alternatif………………….
4.15. . Hasil Perhitungan Gerusan dengan Analitik………………………..
4.16. . Hasil Perbandingan Kondisi Groundsill Eksiting dan Alternatif…...
13
27
28
38
41
41
41
49
50
73
74
75
77
77
78
79
80
81
82
83
84
105
105
107
119
.
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Proses Terjadinya Meander Sungai ……………….........………......
2.2. Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu...................................................
2.3. Bagian Saluran Sepanjang ∆x.............................................................
2.4. Kurva Lengkung Energi Spesifik pada Saluran Terbuka...................
2.5. Mekanisme Gerusan Akibat Pola Aliran di Sekitar Pilar…………...
2.6. Hubungan antara Kedalaman Gerusan dengan Waktu……………
2.7. Hubungan antara Kedalaman Gerusan dengan Kecepatan Geser…
2.8. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Jajar Genjang………..
2.9. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bulat………………….
2.10. . Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bujur Sangkar…………
2.11. . Perlindungan dengan Groundsill……………………………………
2.12. . Ragam Gerakan Sedimen dalam Media Cair……………………….
2.13. . Ilustrasi Transpor Sedimen pada Tampang Memanjang Saluran….
2.14. . Main Window Program HEC-RAS...................................................
2.15. . Tampilan New Project Program HEC-RAS.....................................
2.16. . Jendela Geometri Data......................................................................
2.17. Jendela Editor Data Cross Section....................................................
2.18. Jendela Editor Data Aliran Steady Flow............................................
2.19. Tampilan Steady Flow Analysis.......................................................
3.1. Foto Satelit Lokasi Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392...
3.2. Foto Udara Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392...............
3.3. Diagram Alir Penelitian.....................................................................
4.1. Grafik Curah Hujan Harian Maksimum DAS Cikao……………….
4.2. Grafik HSS Nakayasu DAS Cikao………………………………….
4.3. HSS Nakayasu dengan Berbagai Periode Kala Ulang……………..
4.4. Tampilan Awal Nama Direktori File……………………………….
4.5. Skema Geometri Sungai Cikao……………………………………..
4.6. Penampang Sungai Cikao Sta. Hilir 7………………………………
4.7. Tampilan Data Editor Jembatan....………………………………….
4.8. Tampilan Data Editor Pilar…………………………………………
4.9. Tampilan Cross Section Jembatan dan Pilar………………………..
4.10. Tampilan Data Editor Groundsill.……………...…………………..
4.11. Tampilan Cross Section…………………………………………….
4.12. Tampilan Masukan Data Aliran Tetap (Steady Flow)….………….
4.13. Tampilan Masukan Data Aliran Tidak Tetap (Unsteady Flow)…...
4.14. Tampilan Masukan Data Quasy-Unsteady Flow…….……………..
4.15. Tampilan Input Data Flow Series…………………………………..
4.16. Tampilan Hasil Input Data Sedimen……………….……………….
9
21
24
29
33
34
34
36
36
36
42
47
49
55
56
57
58
60
63
68
69
71
73
82
84
86
86
87
88
88
89
89
90
91
92
93
93
94
vi
4.17. Tampilan Running Analisis Transpor Sedimen…………..………...
4.18. Tampilan Penampang Melintang Sungai Sta.18…….……………...
4.19. Tampilan Profil Memanjang Sunga………………………………...
4.20. Tampilan Perspektif Sungai Cikao.………………………………...
4.21. Hasil Running dalam Bentuk Tabel………..……………………….
4.22. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 2 tahun …..
4.23. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 5 tahun ….
4.24. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 10 tahun...
4.25. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 20 tahun ....
4.26. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 25 tahun….
4.27. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 50 tahun..
4.28. Total Scouring groundsill eksisting dengan Kala Ulang 100 tahun
4.29. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 2 tahun...
4.30. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 5 tahun…
4.31. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 10 tahun..
4.32. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 20 tahun..
4.33. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 25 tahun..
4.34. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 50 tahun..
4.35. Total Scouring groundsill alternatif dengan Kala Ulang 100 tahun..
4.36. Pola Gerusan pada Pilar Sharp Nose Groundsill Eksisting………..
4.37. Pola Gerusan pada Pilar Sharp Nose Groundsill Alternatif ………..
4.38. Grafik gradasi butir sedimen bagian hulu ……………………...…..
4.39. Degradasi dan Agradasi pada Alur Sungai Cikao ………..…….…..
4.40. Kerusakan pada dinding pengaman tebing ……………….………..
4.41. Agradasi di Bagian Hilir Pilar ……………..………………...……..
4.42 Groundsill pada bagian hilir sungai……………………...……..…..
4.43. Identifikasi Kerusakan Groundsill Eksisting ……………………..
4.44. Tampilan Kondisi Groundsill Eksisting ……………...…..…….…..
4.45. Hasil Simulasi Akhir Kondisi Groundsill Eksisting …………….....
4.46. Grafik Perbandingan Tampang Memanjang Sungai Cikao ………..
4.47 Tampilan Kondisi Groundsill Alternatif.…………………….....…..
4.48. Hasil Simulasi Akhir Groundsill Alternatif Cikao ………………...
4.49. Grafik Perbandingan Tampang Memanjang Sungai Cikao ………..
95
95
96
97
98
99
100
100
100
101
101
101
102
102
103
103
103
104
104
108
109
110
111
112
113
113
115
116
116
117
117
118
118
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jalur Kereta Api antara Padalarang – Purwakarta merupakan jalur penting
dan jalur utama yang menghubungkan antara Jakarta – Bandung. Kawasan studi
masuk ke dalam wilayah pengembangan Purwasuka yang meliputi daerah
Kabupaten Subang, Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang. Wilayah
ini memiliki potensi pengembangan pada sektor pertanian, perkebunan,
kehutanan, peternakan, perikanan, industri pengolahan, pariwisata, dan
pertambangan.
Hal ini menjadi perhatian terutama pada kondisi prasarana Kereta Api, yaitu
jalan dan jembatan dimana pada lintas ini terdapat sungai dengan pola aliran
deras, curam dan dalam. Dengan kondisi topografi pegunungan dan berbukit,
aliran air akan sulit dikendalikan dan akan menimbulkan bahaya terhadap
konstruksi pilar jembatan yang berada di lokasi yang dilintasi oleh sungai
tersebut.
Pilar merupakan struktur bawah jembatan yang berfungsi untuk menopang
jembatan. Keberadaan pilar pada aliran sungai dapat menyebabkan perubahan
pola aliran sungai. Perubahan pola aliran tersebut menyebabkan terbentuknya
2
down flow (aliran ke bawah) dan horseshoe (pusaran tapal kuda) yang
menyebabkan dasar sungai di sekitar pilar terangkut aliran air sehingga
mengakibatkan terjadinya gerusan lokal di sekitar pilar.
Gerusan pada pilar jembatan sangat berbahaya karena dampak yang
ditimbulkan akan menurunkan stabilitas keamanan struktur jembatan. Dalam
usaha mencegah atau mengurangi gerusan pada pilar jembatan maka di lokasi
tersebut dibangun bangunan melintang sungai yaitu groundsill di sebelah hilir
jembatan. Groundsill merupakan bangunan melintang sungai yang berfungsi
untuk mengurangi kecepatan arus dan meningkatkan laju pengendapan sedimen di
bagian hulu groundsill sehingga bangunan yang berada di bagian hulu sungai
seperti pilar jembatan aman terhadap gerusan. Salah satu software yang dapat
digunakan untuk memprediksi kedalaman penggerusan pada pilar jembatan adalah
HEC-RAS.
HEC-RAS merupakan software aplikasi untuk memodelkan aliran satu
dimensi pada sungai untuk dianalisis seberapa besar gerusan yang terjadi pada
pilar jembatan. Selain itu, dengan menggunakan HEC-RAS dapat dilihat dampak
adanya bangunan groundsill terhadap gerusan yang terjadi pada pilar jembatan.
Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dilakukan penelitian untuk
memprediksi kedalaman maksimum penggerusan pada pilar jembatan dan
melakukan evaluasi mengenai dampak groundsill dalam mengurangi terjadinya
gerusan pada pilar jembatan. Sehingga diharapkan dapat meminimalisir dampak
buruk yang mungkin akan terjadi dan sebagai referensi dalam mengatasi
permasalahan serupa.
3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka rumusan
masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi pada pilar jembatan
menggunakan software HEC-RAS ?
2. Bagaimana dampak groundsill dalam mengurangi gerusan pada pilar jembatan
menggunakan software HEC-RAS ?
1.3. Batasan Masalah
Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Panjang sungai yang ditinjau m ke arah hulu dan m ke arah hilir
dengan titik acuannya pada Jembatan BH. 337 Km 105+392.
2. Sedimen yang dikaji hanya sedimen dasar (bed load).
3. Analisis dilakukan pada groundsill eksisting yang telah mengalami kerusakan
dan groundsill alternatif.
4. Aplikasi yang digunakan adalah Software HEC-RAS dengan analisis 1 (satu)
dimensi
1.4. Tujuan Penelitian
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi pada pilar jembatan
menggunakan software HEC-RAS
2. Menganalisis dampak groundsill dalam mengurangi gerusan pada pilar
jembatan menggunakan software HEC-RAS.
4
1.5. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut :
1. Memperkirakan seberapa besar gerusan yang terjadi pada pilar jembatan.
2. Memberikan informasi mengenai dampak groundsill dalam mengurangi
gerusan pada pilar jembatan.
3. Memberikan gambaran mengenai proses perubahan profil dasar sungai akibat
agradasi dan degradasi.
4. Memberikan data dan informasi awal bagi para peneliti untuk melaksanakan
penelitian lanjutan.
5. Sebagai panduan untuk melakukan simulasi analisa terhadap gerusan dan
dampak groundsill pada pilar jembatan menggunakan software HEC-RAS.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sungai
Sungai atau saluran terbuka merupakan saluran dimana air mengalir dengan
muka air bebas. Pada saluran terbuka, misalnya sungai (saluran alam), variabel
aliran sangat tidak teratur terhadap ruang dan waktu. Variabel tersebut adalah
tampang lintang saluran, kekasaran, kemiringan dasar, belokan debit aliran dan
sebagainya (Triatmodjo, 2008).
Sebagian besar air hujan yang turun ke permukaan tanah mengalir ke
tempat-tempat yang lebih rendah. Kemudian setelah mengalami bermacam-
macam perlawanan akibat adanya gaya berat, akhirnya melimpah ke danau atau
ke laut. Suatu alur panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang
berasal dari hujan disebut alur sungai. Sedangkan perpaduan antara alur sungai
dan aliran air yang ada di dalamnya disebut sungai (Sosrodarsono, 1985).
Mulai dari mata airnya di bagian yang paling hulu di daerah pegunungan
dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran, air sungai secara berangsur-angsur
berpadu dengan banyak sungai lainnya, sehingga lambat laun tubuh sungai
menjadi semakin besar. Terkadang sebelum aliran sungai berakhir di sebuah
danau atau di pantai laut, sungai membentuk beberapa cabang yang disebut
cabang sungai (enffluent).
6
Kerumitan sistem sungai dapat dilihat dari berbagai komponen penyusun
sungai, misalnya bentuk alur dan percabangan sungai, formasi dasar sungai (river
bed form), morfologi sungai (river morphology), dan ekosistem sungai (river
ecosystem). Percabangan sungai akan menyerupai pohon sungai mulai dari sungai
orde pertama sampai orde ke-n. Formasi dasar sungai jika diperiksa sekilas sangat
sulit untuk diadakan identifikasi dan karakteristik. Bentuk alur meander
dipengaruhi oleh kemiringan memanjang bentang alam, jenis material dasar
sungai, dan vegetasi di daerah bersangkutan (Maryono, 2003).
2.1.1. Alur Sungai
Menurut Sandy (1985), selain melarutkan sesuatu, dalam pergerakannya air
juga dapat mengikis bumi, sehingga pada akhirmya akan terbentuk cekungan
dimana air tertampung melalui saluran kecil dan atau besar yang disebut dengan
istilah alur sungai (badan sungai). Suatu alur sungai dapat dikategorikan menjadi
tiga bagian, yaitu bagian hulu, bagian tengah, dan bagian hilir.
a. Bagian Hulu
Bagian hulu sungai biasanya merupakan daerah konservasi dan juga daerah
sumber erosi. Alur di bagian hulu ini memiliki arus yang cukup deras dengan
kecepatan yang lebih besar daripada bagian hilir, hal ini dikarenakan daerah hulu
memiliki kemiringan lereng yang besar (lebih besar dari 15%). Selain itu,
alirannya memiliki daya erosi yang besar, arah erosinya (terutama bagian dasar
sungai) vertikal. Palung sungai berbentuk V dan lerengnya cembung (convecs),
kadang-kadang terdapat air terjun atau jeram dan tidak terjadi pengendapan.
7
b. Bagian Tengah
Bagian tengah merupakan daerah peralihan dari bagian hulu dan hilir.
Kemiringan dasar sungai lebih landai sehingga arusnya tidak begitu deras dan
kecepatannya relatif lebih kecil dari bagian hulu. Bagian ini merupakan daerah
keseimbangan antara proses erosi dan sedimentasi yang sangat bervariasi dari
musim ke musim. Selain itu, daya erosinya mulai berkurang, arah erosi ke bagian
dasar dan samping (vertikal dan horizontal), palung sungai berbentuk U (konkaf),
mulai terjadi pengendapan (sedimentasi) dan sering terjadi meander yaitu kelokan
sungai yang mencapai 180° atau lebih.
c. Bagian Hilir
Alur sungai di bagian hilir biasanya memiliki kecepatan aliran yang lambat.
Hal ini dikarenakan alirannya mengalir melalui dataran dengan kemiringan dasar
sungai yang relatif landai. Keadaan ini menyebabkan beberapa tempat menjadi
daerah banjir (genangan) dan memudahkan terbentuknya pengendapan atau
sedimen. Endapan yang terbentuk biasanya berupa endapan pasir halus, lumpur,
endapan organik, dan jenis endapan lain yang sangat stabil.
2.1.2. Perilaku Sungai
Menurut Sosrodarsono (1985), Sungai terbentuk secara alamiah berupa
saluran drainase yang mengalirkan air di dalamnya. Akan tetapi, sungai secara
terus-menerus menggerus tanah dasarnya sepanjang masa eksistensinya dan
terbentuklah lembah-lembah sungai. Besarnya volume sedimen yang dihasilkan
dari keruntuhan tebing-tebing sungai di daerah pegunungan dan tertimbun di dasar
sungai tersebut, terangkut ke hilir oleh aliran sungai. Dikarenakan kemiringan
8
sungai di daerah pegunungan yang curam, maka gaya tarik aliran airnya cukup
besar. Sedangkan setelah aliran sungai mencapai dataran, maka gaya tarik aliran
airnya menjadi sangat menurun. Dengan demikian beban yang terdapat dalam
arus sungai berangsur-angsur diendapkan. Oleh karena itu, ukuran butiran
sedimen yang mengendap di bagian hulu sungai lebih besar daripada sedimen di
bagian hilirnya.
Dari hasil penelitian Sternberg di sungai Rhein diperoleh hubungan sebagai
berikut:
..................................................................................................... (1)
Dan ukuran butiran d adalah :
..................................................................................................... (2)
Dimana, Berat partikel
Jarak
Berat partikel di tempat asal
Diameter partikel di tempat asal
Rumus ini disebut dengan hukum Sternberg yang dapat digunakan untuk
memperkirakan perubahan dasar dari hulu ke hilir.
Dengan terjadinya perubahan kemiringan yang mendadak pada saat alur
sungai ke luar dari daerah pegunungan yang curam dan memasuki dataran yang
lebih landai, maka pada lokasi ini terjadi proses pengendapan yang sangat intensif
menyebabkan mudah berpindahnya alur sungai. Pada lokasi tersebut sungai
bertambah lebar dan dangkal. Dasar sungai secara terus-menerus mengalami
kenaikan bersama dengan luapan air banjir yang tersebar dan mengendap secara
9
luas membentuk dataran aluvial. Pada daerah dataran yang rata alur sungainya
tidak stabil dan apabila sungai mulai membelok, maka akan terjadi proses erosi
pada tebing di tikungan luar sungai yang berlangsung sangat intensif, sehingga
terbentuk meander seperti yang terlihat pada gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1 Proses terjadinya meander sungai
(Sumber : Djauhari Noor. 2009. Pengantar Geologi)
Meander semacam ini pada umumnya terjadi di ruas-ruas sungai di dataran
rendah dan apabila proses meander berlangsung terus-menerus, maka akan
terbentuk sudetan alam pada kedua belokan luar yang terletak sudah sangat dekat
dan terbentuklah sebuah danau berbentuk tanduk sapi (Sosrodarsono, 1985).
2.2. Analisis Hidrologi
Analisis Hidrologi merupakan kumpulan keterangan atau fakta mengenai
fenomena hidrologi yang terjadi. Fenomena hidrologi seperti besarnya curah
hujan, temperatur, penguapan, lama penyinaran matahari, kecepatan angin, debit
sungai dan tinggi muka air akan selalu berubah menurut waktu. Untuk tujuan
10
tertentu data-data hidrologi dapat dikumpulkan, dihitung, disajikan dan ditafsirkan
dengan menggunakan prosedur tertentu (Yuliana, 2002).
Tujuan dari analisis hidrologi dimaksudkan untuk memperkirakan debit
banjir yang akan terjadi dalam kala ulang tertentu pada daerah yang diobservasi.
Debit semacam ini dikenal dengan sebutan debit rancangan. Debit rancangan
biasanya dihitung dengan mengolah data debit harian. Tetapi karena data debit
harian suatu sungai sulit didapat maka perhitungan debit rancangan dilakukan
dengan mentransfer hujan rancangan menjadi debit rancangan.
Untuk keperluan perencanaan bangunan air, biasanya perhitungan debit
rancangan dilakukan untuk mengetahui debit puncak banjir guna mengukur
dimensi bangunan air. Tetapi untuk keperluan pengendalian banjir, perhitungan
debit rancangan dilakukan untuk mengetahui perilaku debit berdasarkan waktu.
Pada akhirnya analisis hidrologi akan diikuti dengan analisis hidrolika untuk
membandingkan besaran debit dengan kapasitas alir sungai.
2.2.1. Data Hidrologi
Data curah hujan dan data debit sangat dibutuhkan dalam setiap analisis
hidrologi, terutama untuk menghitung debit banjir rancangan (design flood) yang
terdapat di suatu daerah studi. Data curah hujan dan klimatologi untuk analisa
hidrologi dapat diperoleh dari “Publikasi Data Hidrologi dan Klimatologi” yang
diterbitkan oleh balai besar wilayah sungai setempat atau instansi terkait. Jumlah
seri data yang digunakan minimal 10 tahun data terbaru. Adapun Data hujan
diambil dari stasiun terdekat yang setelah dianalisa memberi pengaruh terhadap
DAS tersebut.
11
2.2.2. Curah Hujan Kawasan (Areal Rainfall)
Stasiun penakar hujan hanya memberikan data kedalaman hujan di titik
dimana stasiun tersebut berada, sehingga hujan pada suatu luasan harus
diperkirakan dari titik pengukuran tersebut. Dalam analisis hidrologi suatu DAS
pada umumnya menggunakan lebih dari satu stasiun penakar curah hujan
sehingga perlu dilakukan perhitungan curah hujan kawasan.
Curah Hujan kawasan (Areal Rainfall) merupakan hujan rerata yang
terjadi dalam daerah tangkapan hujan yang terdapat di suatu Daerah Aliran Sungai
(DAS). Hujan rata-rata kawasan dihitung berdasarkan hujan yang tercatat pada
masing-masing stasiun penakar hujan (point rainfall) yang terdapat di dalam
suatu kawasan DAS (Suripin, 2004).
Metode yang umum digunakan dalam menghitung hujan rata-rata suatu
kawasan adalah Metode Rata-rata Aljabar (Mean Aritmatic Method), Metode
Isohyet dan Metode Poligon Thiessen.
Dalam penelitian ini digunakan Metode Poligon Thiessen dengan
persamaan sebagai berikut :
..................................................................................................... (3)
................................................................. (4)
Keterangan :
, , : Koefisien Thiessen
An : Luas Poligon (Km2)
: Luas Poligon Total (Km2)
12
: Hujan Rata-rata Kawasan (mm)
R1, R2, …, Rn : Hujan pada stasiun 1, 2 ………, n (mm)
2.2.3. Perhitungan Hujan Rencana
Perhitungan curah hujan rencana akan dilakukan terhadap data curah hujan
harian maksimum tahunan dan akan dihitung dengan kala ulang 2, 5, 10, 20, 25,
50 dan 100 tahun dengan menggunakan analisis frekuensi.
Tujuan dari analisis frekuensi data hidrologi adalah untuk mencari
hubungan antara besarnya kejadian ekstrim terhadap frekuensi kejadian dengan
menggunakan distribusi probabilitas. Analisis frekuensi dapat diterapkan untuk
data debit sungai atau data hujan. Data yang digunakan adalah data debit atau
data hujan maksimum tahunan, yakni data terbesar yang terjadi selama satu tahun
yang terukur selama beberapa tahun (Triatmodjo, 2008).
2.2.4. Parameter Statistik Analisis Data Hidrologi
Pengukuran parameter statistik yang sering digunakan dalam analisis data
hidrologi meliputi pengukuran tendensi sentral dan dispersi.
a. Tendensi Sentral
Nilai rerata merupakan nilai yang cukup representatif dalam suatu distribusi.
Nilai rerata dapat digunakan untuk pengukuran suatu distribusi dan mempunyai
bentuk sebagai berikut (Triatmodjo, 2008):
∑
........................................................................................ (5)
13
b. Dispersi
Tidak semua variat dari variabel hidrologi sama dengan nilai reratanya, namun
ada yang lebih besar atau lebih kecil. Penyebaran data dapat diukur dengan
deviasi standar dan varian.
Varian dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
√
∑
................................................................. (6)
Koefisien varian adalah nilai perbandingan antara deviasi standar dan nilai
rerata yang mempunyai bentuk :
..................................................................................................... (7)
Kemencengan (skewness) dapat digunakan untuk mengetahui derajat
ketidaksimetrisan dari suatu bentuk distribusi dengan rumus sebagai berikut :
∑
........................................................................................ (8)
Koefisien kurtosis dirumuskan dalam persamaan sebagai berikut :
∑
............................................................................ (9)
Tabel 2.1. Parameter Statistik untuk Menentukan Jenis Distribusi
Jenis Distribusi Syarat
Metode Normal Cs 0
Ck 3
Metode Log Normal Cs (log X) = 0
Ck (log X) = 3
Metode Gumbel Cs 1,14
Ck 5,4
Metode Log Pearson III Cs 0
(Sumber : Triatmodjo, 2008)
14
2.2.5. Analisis Frekuensi
Menurut Triatmodjo (2008), Analisis frekuensi dalam hidrologi digunakan
untuk memperkirakan curah hujan atau debit rancangan dengan kala ulang
tertentu. Analisis frekuensi dalam hidrologi sendiri didefinisikan sebagai
perhitungan atau peramalan suatu peristiwa hujan atau debit yang menggunakan
data historis dan frekuensi kejadiannya. Jenis distribusi yang banyak digunakan
untuk analisis frekuensi dalam hidrologi, antara lain sebagai berikut :
a. Distribusi Normal
Distribusi normal adalah simetris terhadap sumbu vertikal dan berbentuk
lonceng yang juga disebut distribusi gauss. Fungsi distribusi normal memiliki
bentuk :
√
........................................................................... (10)
Keterangan :
P(X) : Fungsi densitas peluang normal
X : Variabel acak kontinyu
: Rata-rata nilai X
= Simpangan baku dari X
b. Distribusi Log Normal
Jika variabel acak Y = Log x terdistribusi secara normal, maka x dikatakan
mengikuti distribusi Log Normal. Ini dapat dinyatakan dengan model matematik
dengan persamaan :
....................................................................................... (11)
15
Keterangan :
: Besarnya nilai perkiraan yang diharapkan terjadi dengan periode T
: Nilai rata-rata hitung sampel
: Faktor frekuensi
: Standar deviasi nilai sampel
c. Distribusi Gumbel
Menurut Triatmodjo (2008), analisis frekuensi dengan menggunakan metode
Gumbel juga sering dilakukan dengan persamaan sebagai berikut :
....................................................................................... (12)
Dengan K adalah frekuensi faktor yang bisa dihitung dengan persamaan
sebagai berikut :
....................................................................................... (13)
Keterangan :
: Besarnya curah hujan dengan periode ulang t
: Curah hujan harian maksimum rata-rata
: Faktor frekuensi
: Standar deviasi
: Nilai rerata
: Deviasi standar dari variat gumbel
d. Distribusi Log Pearson Tipe III
Bentuk Kumulatif dari distribusi log pearson III dengan nilai variat X apabila
digambarkan dalam kertas probabilitas logaritmik akan membentuk persamaan
garis lurus. Persamaan tersebut mempunyai bentuk sebagai berikut :
16
...................................................................................... (14)
Keterangan :
: Nilai logaritmik dari x dengan periode ulang T
: Nilai rerata dari
: Deviasi standar dari
\ : Faktor frekuensi
Dalam pemakaian sebaran log pearson III harus dikonversikan rangkaian data
menjadi bentuk logaritma sebagai berikut :
............................................................... (15)
∑
....................................................................................... (16)
√∑
........................................................................... (17)
∑
........................................................................... (18)
Keterangan :
: Besarnya curah hujan dengan periode ulang t (mm)
: Curah hujan maksimum rata-rata dalam harga logaritmik
: Standar deviasi dari rangkaian data dalam harga logaritmik
: Koefisien skewness
: Jumlah tahun pengamatan
: Curah hujan pada tahun pengamatan ke-i
2.2.6. Uji Kesesuaian Distribusi Frekuensi
Pemeriksaan uji kesesuaian ini bertujuan untuk mengetahui apakah
distribusi frekuensi yang telah dipilih bisa digunakan atau tidak untuk serangkaian
17
data yang tersedia. Uji kesesuaian ini terdiri dari dua macam yaitu uji chi kuadrat
dan smirnov kolmogorov (Sri Harto, 1991).
a. Uji Chi Kuadrat
Uji chi kuadrat digunakan untuk menguji simpangan secara vertikal yang
dirumuskan sebagai berikut :
∑
....................................................................................... (19)
Keterangan :
: Parameter chi kuadrat terhitung
: Frekuensi teoritis kelas K
: Frekuensi pengamatan kelas K
Jumlah kelas distribusi dan batas kelas dihitung dengan rumus :
....................................................................................... (20)
Keterangan :
: Jumlah kelas distribusi
: Banyaknya data
Besarnya nilai derajat kebebasan (DK) dihitung dengan rumus :
....................................................................................... (21)
Keterangan :
= Derajat kebebasan
= Jumlah kelas distribusi
= Banyaknya keterkaitan untuk sebaran chi kuadrat = 2
Nilai yang diperoleh harus lebih kecil dari nilai (Chi Kuadrat Kritik)
untuk suatu derajat nyata tertentu yang biasanya sering diambil 5%.
18
b. Uji Smirnov Kolmogorov
Pengujian ini dilakukan dengan menggambarkan probabilitas untuk tiap data
yakni dari perbedaan distribusi empiris dan distribusi teoritis yang disebut dengan
. Dalam bentuk persamaan ditulis sebagai berikut :
[ ] ....................................... (22)
Keterangan :
: Selisih antara peluang teoritis dan empiris
: Simpangan kritis
: Peluang teoritis
: Peluang empiris
Perhitungan peluang empiris dan teoritis dengan persamaan Weibull
(Soemarto 1986) :
....................................................................................... (23)
....................................................................................... (24)
Keterangan :
: Nomor urut data
n : Jumlah data
2.2.7. Perhitungan Debit Rancangan
Debit merupakan volume aliran yang mengalir melalui sungai per satuan
waktu. Besar debit biasanya dinyatakan dalam satuan meter kubik per detik
(m3/detik) (Soewarno 1995). Data debit aliran sungai berfungsi dalam
memberikan informasi mengenai jumlah air yang mengalir pada waktu tertentu,
sehingga data debit berguna untuk mengetahui cukup tidaknya penyediaan air
19
dalam berbagai keperluan misalnya seperti domestik, irigasi, pelayaran, tenaga
listrik, industri, pengelolaan DAS, pengendalian sedimen, prediksi kekeringan dan
penilaian kondisi pencemaran air.
Adapun analisis perhitungan debit rancangan pada Daerah Aliran Sungai
Cikao menggunakan 2 metode yaitu Metode Rasional dan Metode Nakayasu. Di
bawah ini keterangan mengenai masing-masing metode perhitungan debit
rancangan :
a. Metode Rasional
Chow (1964) menyatakan bahwa salah satu metode yang digunakan dalam
menentukan nilai debit berdasarkan pada faktor-faktor fisik lahan dikenal dengan
metode rasional. Variabel-variabel dalam metode rasional adalah koefisien aliran,
intensitas hujan dan luas.
....................................................................................... (25)
Keterangan :
Q : Debit rancangan (m3/detik)
C : Koefisien aliran
I : Intensitas hujan (mm/jam)
A : Luas DAS (Km2)
Intensitas hujan dapat dihitung menggunakan rumus Mononobe :
....................................................................................... (26)
Keterangan :
R : Hujan maksimum (mm)
20
Tc : Waktu konsentrasi (jam)
Waktu konsentrasi dihitung menggunakan rumus yang dikembangkan oleh
Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut :
........................................................................... (27)
Keterangan :
: Waktu konsentrasi (jam)
L : Panjang sungai (Km)
i : Kemiringan sungai
b. Metode HSS Nakayasu
Hidrograf satuan sintetis Nakayasu dikembangkan berdasarkan beberapa
sungai yang terdapat di jepang (Soemarto, 1987). Hidrograf Satuan Sintetik
(HSS) Nakayasu merupakan suatu cara untuk mendapatkan hidrograf banjir
rancangan dalam suatu DAS. Untuk menghasilkan suatu hidrograf banjir pada
sungai, perlu diketahui karakteristik atau parameter daerah pengaliran tersebut.
Persamaan Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu adalah sebagai berikut :
....................................................................................... (32)
Keterangan :
: Debit puncak banjir (M3/detik)
: Hujan satuan (mm)
: Tenggang waktu (time log) dari permulaan hujan sampai puncak
banjir (jam)
: Waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai
21
menjadi 30% dari debit puncak (jam)
Gambar 2.2 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Untuk menentukan Tp dan T0,3 digunakan pendekatan rumus sebagai berikut :
....................................................................................... (33)
....................................................................................... (34)
Tg dihitung berdasarkan rumus berikut ini :
Untuk L < 15 Km .................................................... (35)
Untuk L > 15 Km ................................................... (36)
Lama hujan efektif yang besarnya 0,5 1 tg
Persamaan kurva hidrograf satuan sintetisnya adalah sebagai berikut :
a. Bagian lengkung naik untuk ,
[
]
....................................................................................... (37)
b. Bagian lengkung turun :
- Untuk Untuk ....................................... (38)
(
) ........................................................................... (39)
- Untuk Untuk ............... (40)
22
(
) ............................................................... (41)
- Untuk Untuk ........................... (42)
(
) ............................................................... (43)
Hubungan antara bentuk daerah pengaliran dengan dapat dinyatakan :
........................................................................... (44)
Dengan :
....................................................................................... (45)
Maka :
....................................................................................... (46)
Keterangan :
: Limpasan sebelum mencapai debit puncak (m3/detik)
: Limpasan setelah mencapai debit puncak (m3/detik)
t : Waktu (jam)
L : Panjang alur sungai (Km)
tg : Waktu konsentrasi (jam)
: Konstanta
2.3. Aliran pada Saluran Terbuka
Aliran air dapat terjadi pada saluran terbuka, yaitu aliran dengan permukaan
bebas yang dipengaruhi oleh kecepatan, kekentalan, gradien dan geometri saluran.
Menurut asalnya saluran dapat digolongkan menjadi saluran alam (natural) dan
saluran buatan (artificial). Saluran alam meliputi semua alur air yang terdapat
23
secara alamiah di bumi, mulai dari anak selokan kecil di pegunungan, selokan
kecil, sungai kecil dan sungai besar sampai ke muara sungai (Chow, 1988).
Pada kasus sungai alam, tipe aliran yang ada adalah aliran tidak seragam
(non-uniform flow). Aliran sungai alam bisa dianggap sebagai aliran mantap
(steady flow) maupun aliran tak mantap (unsteady flow).
Profil muka air dihitung dengan cara membagi saluran menjadi bagian-
bagian saluran pendek, lalu menghitung secara bertahap dari satu ujung ke ujung
saluran lainnya. Cara atau metode ini biasa disebut sebagai Metode Tahapan
Langsung (Direct Step Methods).
Gambar 2.3 melukiskan bagian saluran sepanjang ∆x, tinggi energi total di
kedua ujung penampang 1 dan penampang 2 dapat disamakan sebagai berikut:
........................................................................... (51)
..................................................................................... (52)
Dengan E energi spesifik, dan dianggap
................................................................................................... (53)
Dimana : y : Kedalaman aliran (m)
V : Kecepatan rata-rata (m/dt)
α : Koefisien energi
: Kemiringan dasar
: Kemiringan geser
24
Gambar 2.3. Bagian Saluran Sepanjang ∆x (Sumber : Ven Te Chow, 1988)
Bila dipakai rumus Manning, kemiringan geser dinyatakan sebagai berikut:
................................................................................................... (54)
Dimana R adalah jari-jari hidrolis.
Besarnya nilai V pada kedua penampang dihitung dengan persamaan berikut :
............................................................................................. (55)
Dimana : : Kecepatan aliran pada penampang 1 (m/dt)
: Kecepatan aliran pada penampang 2 (m/dt)
Q : Debit aliran (m3/dt)
: Luas basah penampang 1 (m2)
: Luas basah penampang 2 (m2)
25
Tipe aliran saluran terbuka, karena kecepatan aliran dan kekasaran dinding
relatif besar. Aliran melalui saluran terbuka akan turbulen apabila angka
Reynolds Re > 1.000, transisi apabila 500 < Re < 1000 dan laminer apabila Re <
500 (Triatmodjo, 2008). Aliran melalui saluran terbuka dianggap seragam
(uniform) apabila berbagai variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah,
kecepatan, dan debit pada setiap tampang saluran terbuka adalah konstan. Aliran
melalui saluran terbuka disebut tidak seragam atau berubah (non-uniform flow
atau varied flow), apabila variabel aliran seperti kedalaman, tampang basah,
kecepatan di sepanjang saluran tidak konstan.
Adapun Persamaan untuk menghitung bilangan Reynolds yaitu sebagai
berikut:
.................................................................................................. (56)
Dimana : Bilangan Reynolds
Kecepatan aliran (m/dtk)
Panjang karakteristik (m)
Viskositas kinematik (m2/dtk)
Apabila perubahan aliran terjadi pada jarak yang pendek maka disebut
aliran berubah cepat, sedang apabila terjadi pada jarak yang panjang disebut aliran
berubah tidak beraturan. Aliran disebut mantap apabila variabel aliran di suatu
titik seperti kedalaman dan kecepatan tidak berubah terhadap waktu, dan apabila
berubah terhadap waktu disebut aliran tidak mantap. Selain itu aliran melalui
saluran terbuka juga dapat dibedakan menjadi aliran sub kritis (mengalir) jika Fr
26
<1, dan super kritis (meluncur) jika Fr >1. Di antara kedua tipe tersebut aliran
adalah kritis (Fr =1).
Persamaan untuk menghitung bilangan Frouds yaitu sebagai berikut:
√ ...................................................................................................... (57)
Dimana : Bilangan Froude
Kecepatan aliran (m/dtk)
Percepatan gravitasi (m/dtk2)
Kedalaman aliran (m)
Nilai U diperoleh dengan rumus :
............................................................................................................ (58)
Dimana : Debit aliran (m3/dtk)
Luas saluran (m2)
Nilai A diperoleh dengan rumus :
........................................................................................... (59)
Dimana : Tinggi saluran (m)
Lebar atas saluran (m)
Lebar saluran (m)
2.3.1. Unsur Geometrik
Unsur-unsur geometrik pada saluran terbuka antara lain :
a. Kedalaman aliran (y) adalah jarak vertikal titik terendah pada suatu penampang
saluran sampai ke permukaan bebas.
27
b. Lebar puncak (T atau b) adalah lebar penampang saluran pada permukaan
bebas.
c. Luas basah (A) adalah luas penampang melintang aliran yang tegak lurus
dengan arah aliran.
d. Keliling basah (P) adalah panjang garis perpotongan dari permukaan basah
saluran dengan bidang penampang melintang yang tegak lurus arah aliran.
e. Jari-jari hidraulik (R) adalah rasio luas basah dengan keliling basah.
............................................................................................................ (60)
f. Kedalaman hidraulik (D) adalah rasio luas basah dengan lebar puncak.
(
) ..................................................................................................... (61)
2.3.2. Kemiringan Saluran
Kemiringan memanjang pada dasar saluran biasanya ditentukan oleh
keadaan topografi yang diperlukan untuk mengalirkan air. Kemiringan dinding
saluran tergantung jenis bahan seperti yang terlihat pada tabel 2.2 di bawah ini.
Table 2.2 Kemiringan Saluran Berdasarkan Bahan
No. Bahan Kemiringan Dinding Saluran
1 Batu Hampir tegak lurus
2 Tanah Gambut ¼ : 4
3 Lempung Teguh ½ : 4 atau 1 : 1
4 Tanah berpasir batu 1 : 1
5 Lempung kaku 1,5 : 1
6 Tanah berpasir lepas 2 : 1
7 Lempung berpasir 3 : 1
28
2.3.3. Kecepatan Maksimum yang diinginkan
Kecepatan Maksimum yang diinginkan adalah kecepatan rata-rata terbesar
yang tidak menimbulkan erosi pada tubuh saluran. Kecepatan ini sangat tidak
menentu dan bervariasi. Saluran lama biasanya mengalami banyak pergantian
musim mampu akan menerima kecepatan yang lebih besar dibanding saluran baru.
Karena saluran lama biasanya lebih stabil terutama adanya pengendapan bahan-
bahan koloida. Tabel kecepatan maksimum yang diijinkan dipilih pada air jernih,
berdasarkan bahan yang digunakan menurut Fortier dan Scobey, dapat dilihat
pada tabel 2.3 dibawah ini:
Tabel 2.3 Kecepatan Maksimum Menurut Fortier dan Scobey
No. Bahan Nilai n V
1 Pasir Halus 0.02 1.5
2 Debu Vulkanis 0.02 2.5
3 Kerikil Halus 0.02 2.5
4 Bebatuan 0.035 5
2.3.4. Energi Spesifik
Prinsip energi yang diturunkan untuk aliran melalui pipa dapat juga
digunakan untuk aliran melalui saluran terbuka. Energi yang terkandung di dalam
satuan berat air yang mengalir di dalam saluran terbuka terdiri dari tiga bentuk
yaitu energi kinetik, energi tekanan dan energi elevasi di atas garis referensi.
29
Gambar 2.4 Kurva Lengkung Energi Spesifik pada Saluran Terbuka
Untuk saluran dengan kemiringan dasar kecil dan α = 1 (Koefisien energi =
1), Energi spesifik adalah jumlah kedalaman aliran ditambah tinggi kecepatan.
Dapat dilihat pada persamaan berikut :
atau
.................................................................. (62)
Kurva energi spesifik untuk nilai E tertentu mempunyai 2 kemungkinan
kedalaman yaitu y1 dan y2. Jika persamaan (14) diturunkan terhadap y
(dideferensialkan) dengan Q konstan, maka :
............................................................................................ (63)
Mengingat bahwa dA = Ady atau Da/dy = T dan kedalaman hidrolik D =
A/T maka persamaan di atas menjadi :
................................................................................................ (64)
Pada keadaan kritis energi spesifik saluran adalah minimum atau dE/dy = 0
sehingga persamaan di atas menjadi :
........................................................................................... (65)
30
Dengan demikian dapat ditulis
atau
maka :
........................................................................................................... (66)
Ini berarti pada kondisi aliran kritis, tinggi sama dengan setengah dari
kedalaman hidrauliknya. Persamaan di atas juga dapat diubah menjadi :
√ ........................................................................................................... (67)
Bilangan Froude
√ pada kondisi kritis, nilai F = 1. Dimana kriteria
ini dapat dipakai dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut
e. Aliran sejajar atau berubah lambat laun
f. Kemiringan saluran kecil
g. Koefisien energi dianggap sama dengan 1
2.4. Gerusan
Gerusan merupakan penurunan dasar sungai yang diakibatkan karena
terjadinya erosi di bawah permukaan alami atau datum yang diasumsikan.
Gerusan adalah proses semakin dalamnya dasar sungai akibat interaksi antara
aliran dengan material dasar sungai (Legono, 1990).
Gerusan didefinisikan sebagai proses pembesaran dari suatu aliran yang
disertai pemindahan material melalui aksi gerakan fluida. Gerusan lokal (local
scouring) terjadi pada suatu kecepatan aliran dimana sedimen ditranspor lebih
besar daripada sedimen yang disuplai. Transpor sedimen bertambah dengan
meningkatnya tegangan geser sedimen, dan gerusan terjadi ketika perubahan
kondisi aliran menyebabkan peningkatan tegangan geser dasar Hanwar, 1999).
31
Sifat alami gerusan mempunyai fenomena sebagai berikut :
c. Besar gerusan akan sama selisihnya antara jumlah material yang diangkut
keluar daerah gerusan dengan jumlah material yang diangkut masuk ke dalam
daerah gerusan.
d. Besar gerusan akan berkurang apabila penampang basah di daerah gerusan
bertambah. Untuk kondisi aliran bergerak akan terjadi suatu keadaan gerusan
yang disebut gerusan batas yang besarnya akan asimtotik terhadap waktu.
2.4.1. Tipe-tipe Gerusan
Tipe gerusan menurut Rudkivi dan Ettema (1983) adalah sebagai berikut :
a. Gerusan umum di alur sungai, tidak berkaitan sama sekali dengan ada tidaknya
bangunan sungai.
b. Gerusan di lokalisir di alur sungai, terjadi karena penyempitan aliran sungai
menjadi terpusat.
c. Gerusan lokal di sekitar bangunan, terjadi karena pola aliran lokal di sekitar
bangunan sungai.
Gerusan dari jenis (2) dan (3) selanjutnya dapat dibedakan menjadi gerusan
dengan air bersih (clear water scour) maupun gerusan dengan air bersedimen (live
bed scour). Gerusan dengan air bersih berkaitan dengan suatu keadaan dimana
dasar sungai di sebelah hulu bangunan dalam keadaan diam (tidak ada material
yang terangkut) atau secara teoritik t0 < tc. Sedangkan gerusan dengan air
bersedimen terjadi ketika kondisi aliran dalam saluran menyebabkan material
dasar bergerak. Peristiwa ini menunjukkan bahwa tegangan geser pada saluran
lebih besar dari nilai kritiknya atau secara teoritik t0 > tc.
32
2.4.2. Gerusan dengan Perbedaan Kondisi Angkutan
Berdasarkan perbedaan kondisi angkutan pada gerusan, terdapat 2 kondisi
yakni sebagai berikut :
a. Kondisi clear water scour dimana gerusan dengan air bersih terjadi jika
material dasar sungai di sebelah hulu gerusan dalam keadaan diam atau tidak
terangkut.
Untuk
gerusan lokal tidak terjadi dan proses transportasi sedimen
tidak terjadi.
Apabila
gerusan lokal terjadi secara terus menerus dan proses
transportasi sedimen tidak terjadi.
b. Kondisi live bed scour dimana gerusan yang disertai dengan terangkutnya
sedimen material dasar saluran, jika :
................................................................................................... (68)
Dimana : : Kecepatan aliran rata-rata (m/dtk)
: Kecepatan aliran kritis (m/dtk)
2.4.3. Mekanisme Gerusan
Struktur yang diletakkan pada suatu arus sungai mampu merubah aliran air
dan gradien kecepatan vertikal (vertical velocity gradient) pada permukaan ujung
struktur tersebut (Miller, 2003). Aliran bawah yang terjadi pada dasar struktur ini
membentuk pusaran yang akhirnya menyapu sekeliling dan bagian bawah
struktur. Kejadian ini dinamakan pusaran tapal kuda (horseshoe vortex)
dikareakan apabila dilihat dari atas maka bentuk pusaran ini mirip tapal kuda.
33
Interaksi aliran dan struktur pada permukaan air membentuk busur imbak
(bow wave) yang disebut dengan gulungan permukaan (surface roller). Saat
terjadi pemisahan aliran pada struktur bagian dalam akan mengalami wake
vortices.
Gambar 2.5. Mekanisme Gerusan Akibat Pola Aliran di Sekitar Pilar
(Sumber : Miller, 2003)
Tegangan geser (shear stress) umumnya meningkat pada dasar saluran di
bagian depan struktur. Apabila dasar saluran mudah tergerus maka lubang
gerusan akan terbentuk di sekitar struktur. Hal inilah yang disebut dengan
gerusan lokal (local or structure induced sediment scour).
Proses gerusan dimulai pada saat bergeraknya partikel yang terbawa
mengikuti pola aliran dari hulu ke bagian hilir saluran. Pada saat kecepatan
tinggi, partikel yang terbawa akan semakin banyak dan membuat ukuran dan
kedalaman lubang gerusan menjadi semakin besar. Apabila kecepatan aliran
mencapai kecepatan kritik maka kedalaman gerusan akan menjadi maksimum.
Hubungan antara kedalaman gerusan terhadap waktu dapat dilihat pada Gambar
2.6. dan hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser pada
Gambar 2.7. di bawah ini (Breusers dan Raudkivi, 1991).
34
Gambar 2.6. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan waktu
(Sumber : Breusers dan Raudkivi, 1991)
Gambar 2.7. Hubungan antara kedalaman gerusan dengan kecepatan geser
(Sumber : Breusers dan Raudkivi, 1991)
Pada grafik di atas menunjukkan bahwa kedalaman gerusan untuk clear
water scour dan live-bed scour merupakan fungsi dari kecepatan geser.
Terjadinya kesetimbangan gerusan tergantung pada kondisi yang ditinjau yaitu
gerusan dengan air tanpa sedimen (clear- water scour) atau gerusan dengan air
bersedimen ( live-bed scour). Gerakan dasar sungai pada clear- water scour)
diasumsikan terjadi pada sekitar pilar, sedangkan pada live-bed scour gerakan
dasar sungai hamper terjadi di sepanjang dasar sungai.
35
Proses awal terjadinya gerusan ditandai dengan berpindahnya sedimen
yang menutupi pilar jembatan serta degradasi dasar sungai yang mengikuti pola
alira. Seiring bertambahnya waktu maka lubang gerusan akan semakin besar dan
mencapai kedalaman maksimum.
Adapun tahap-tahap terjadinya gerusan antara lain sebagai berikut (Miller,
2003) :
a. Peningkatan aliran pada saat perubahan garis aliran di sekeliling pilar.
b. Pemisahan aliran dan peningkatan pusaran tapal kuda secara intensif sehingga
menyebabkan lubang gerusan semakin membesar.
c. Longsor atau turunnya material di sekitar lubang gerusan setelah terkena
pusaran tapal kuda.
2.4.4. Pola Gerusan Lokal di Sekitar Pilar
Pilar merupakan suatu bangunan bawah yang letaknya berada di tengah
bentang antara dua buah abutment dan memiliki fungsi sebagai pemikul beban-
beban bangunan atas dan bangunan lainnya yang selanjutnya diteruskan ke
pondasi serta disebarkan ke tanah dasar yang keras (Mukti, 2016).
Rahmadani (2014) menjelaskan penggerusan lokal pada pilar terjadi akibat
terganggunya aliran baik besar maupun arahnya yang menimbulkan turbulensi air
sehingga menyebabkan hanyutnya material-material dasar atau tebing sungai. Hal
ini dapat terjadi secara langsung oleh kecepatan aliran sedemikian rupa sehingga
daya tahan material terlampaui.
36
Menurut Ariyanto (2010), gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar akan
membentuk suatu pola gerusan yang dapat diamati setelah proses gerusan terjadi.
Gambar 2.8. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Jajar Genjang
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)
Gambar 2.9. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bulat
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)
Gambar 2.10. Pola Kedalaman Gerusan Lokal pada Pilar Bujur Sangkar
Debit 848 cm3/dtk (Sumber : Ariyanto, 2010)
37
Dilihat dari ketiga gambar di atas bahwa pola kedalaman gerusan lokal di
sekitar pilar adalah sama untuk posisi pilar yang sejajar dengan arah aliran datang
yaitu terjadi proses gerusan di depan dan belakang pilar yangmana di bagian
depan pilar terjadi gerusan maksimum. Namun pada Gambar 2.8 pilar jajar
genjang memiliki karakter yang berbeda dengan bentuk pilar bulat dan bujur
sangkar. Hal ini dikarenakan pada pilar jajar genjang membentuk sudut terhadap
arah aliran yang datang sehinga proses kedalaman maksimum terjadi pada sisi
pilar. Semakin besar bentuk sudut terhadap aliran, maka akan semakin besar pula
kedalaman gerusan pada sisi pilar (Ariyanto, 2010).
2.4.5. Faktor yang Mempengaruhi Kedalaman Gerusan
Kedalaman gerusan yang terjadi di sekitar di sekitar bangunan air,
jembatan dan penyempitan air dipengaruhi beberapa faktor antara lain sebagai
berikut :
a. Kecepatan Aliran pada Alur Sungai
Kedalaman maksimum rata-rata gerusan lokal yang terjadi di sekitar pilar
sangat tergantung pada nilai relative kecepatan alur sungai (perbandingan antara
kecepatan geser dengan kecepatan rerata aliran), nilai diameter butiran (Seragam/
tidak seragam) dan lebar pilar.
b. Gradasi Sedimen dan Ukuran Butir Material Dasar
Gradasi sedimen pada sedimen transpor merupakan salah satu factor yang
mempengaruhi kedalaman gerusan pada kondisi air bersih (Clear Water Scour).
Kedalaman gerusan maksimum pada media alir clear water scour juga
dipengaruhi oleh ukuran butiran material dasar.
38
c. Ukuran dan Bentuk Pilar
Ukuran dan bentuk pilar berpengaruh pada kedalaman gerusan lokal. Ukuran pilar
mempengaruhi waktu yang diperlukan gerusan lokal pada kondisi clear water
sampai dengan kedalaman terakhir sedangkan bentuk pilar yang tidak bulat akan
memberikan sudut yang lebih tajam terhadap aliran datang yang diharapkan dapat
mengurangi gaya pusaran tapal kuda sehingga kedalaman gerusan menjadi
berkurang.
Menurut Wibowo (2007), kedalaman gerusan lokal tergantung pada
kedudukan atau posisi pilar terhadap sudut arah aliran serta panjang dan lebarnya
pilar. Hal ini dikarenakan bahwa gerusan merupakan rasio dari panjang, lebar dan
sudut dari tinjauan terhadap arah aliran. Masing-masing bentuk pilar mempunyai
faktor koefisien bentuk Ks menurut Breuser dan Raudkivi (1991) yang
dilampirkan dalam Tabel 2.4 berikut :
Tabel 2.4. Koefisien Faktor Bentuk Pilar
Bentuk Pilar b/l B’/l’ Ks Gambar Bentuk Pilar
Silinder 1.0
Persegi (Rectangular) 1:1
1:5
1.22
0.99
Persegi dengan ujung setengah
lingkaran (Rectangle with semi
circular nose)
1:3 0.90
Ujung setengah lingkaran
dengan bentuk belakang lancip
(Semi circular nose with
1:5 0.86
39
wedge shape tail)
Persegi dengan sisi depan
miring (Rectangle with wedge
shape nose)
1:3 1:2
1:4
0,76
0,65
Elips (Elliptic)
1:2
1:3
1:5
0,83
0,80
0,61
Lenticular 1:2
1:3
0,80
0,70
Aerofoil 1:3,5 0,80
(Sumber : Breuser dan Raudkivi, 1991)
2.4.6. Persamaan untuk Kedalaman Gerusan
Ada beberapa persamaan yang dipakai untuk menghitung besar kedalaman
gerusan yang terjadi pada dasar sungai di sekitar pilar.
Laursen dan Toch (1956) mempresentasikan persamaan untuk menghitung
kedalaman gerusan berdasarkan pada data hasil studi kasus angkutan sedimen.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kedalaman gerusan lokal maksimum
seperti bentuk pilar, gradasi sedimen dan sudut datang aliran. Persamaannya yaitu
sebagai berikut :
ds = 1,35 b0,7
y 0,3
Breuser dan Raudkivi (1991) menyebutkan bahwa kedalaman gerusan
merupakan fungsi dari angka Reynolds. Berdasarkan data laboratorium
persamaannya adalah sebagai berikut :
ds = 1,05 b0,75
Simon dan Senturk (1992) mengembangkan persamaan berikut ini :
40
ds = K y (b/y)0,65
Fr0,43
Dengan :
K = 2,0 (Pilar berujung kotak)
K = 1,5 (Pilar berujung bulat)
K = 1,2 (Pilar berujung runcing)
Persamaan yang dikembangkan oleh Dr. David Froehlich (1987)
menyatakan bahwa kedalaman gerusan sebagai fungsi dari bilangan Froude, lebar
pilar, sudut aliran, jenis pilar dan ukuran butiran. Adapun bentuk persamaannya
yaitu seperti di bawah ini :
ds = 0,32 b K (b’/b)0,02
(y/b)0,46
Fr0,2
(b/d50)0,08
+ 1,0
b’ = b cos β + 1 sin β
Dengan :
K = 1,3 (Pilar persegi)
K = 1,0 (Pilar Lingkaran)
K = 0,7 (Pilar Segitiga)
Persamaan Colorado State University (CSU) dipresentasikan oleh
Richardson (1990) merupakan persamaan yang paling banyak digunakan di
Amerika. Adapun bentuk persamaannya adalah seperti di bawah ini :
ds = 2,0 y K1 K2 K3 Fr0,43
(b/y)0,65
Dimana :
ds : Kedalaman gerusan (m)
b : Lebar pilar (m)
y : Kedalaman aliran (m)
Fr : Bilangan Froude
41
d50 : Ukuran butiran lolos saringan 50 %
Tabel 2.5 Faktor Koreksi K1
Bentuk dari Ujung Pilar K1
Persegi 1,1
Lingkaran 1,0
Silinder Lingkaran 1,0
Kumpulan Silinder 1,0
Segitiga 0,9
Sumber : Richardson (1990)
Tabel 2.6 Faktor Koreksi K2
Sudut Aliran l/b = 4 l/b = 8 l/b = 12
0 1,0 1,0 1,0
15 1,0 2,0 2,5
30 2,0 2,5 3,5
45 2,3 3,3 4,3
90 3,9 3,9 5,0
Sumber : Richardson (1990)
Tabel 2.7 Faktor Koreksi K3
Kondisi Saluran Ukuran (m) K3
Clear Water Scour n.a 1,1
Pane bed/anti dunes n.a 1,1
Small dunes 0,6 – 3,0 1,1
Medium dunes 3,0 – 9,1 1,1 – 1,2
Large dunes > 9,1 1,3
Sumber : Richardson (1990)
42
2.4.7. Pengendalian Gerusan Lokal
Dalam Suyono Sosrodarsono (1993), Salah satu alternatif perlindungan
terhadap gerusan adalah dengan membuat ambang (Groundsill). Ambang
merupakan suatu bangunan pengendali sedimen yang bertujuan untuk menjaga
supaya dasar sungai tidak turun secara berlebihan dan diharapkan dengan adanya
ambang tersebut maka gerusan lokal pada bangunan sungai dapat di reduksi.
Ambang dibangun pada posisi porosnya tegak lurus arah aliran.
Menurut Adiputra (2012), Tipe ambang terdiri dari 2 jenis yaitu sebagai
berikut :
1. Ambang datar (Bed gindle work) yaitu ambang yang hamper tidak mempunyai
terjunan dan elevasi mercunya hampir sama dengan permukaan dasar sungai dan
memiliki fungsi untuk menjaga agar permukaan dasar sungai tidak turun lagi.
2. Ambang pelimpah (Head work) yaitu ambang yang memiliki terjunan dimana
elevasi bagian hulu lebih besar daripada elevasi hilir dan berfungsi untuk
melandaikan kemiringan dasar saluran.
Gambar 2.11 Perlindungan dengan Groundsill
(Sumber: Adiputra, 2012)
43
Sebuah groundsill ditempatkan di hilir jembatan untuk menstabilkan dasar
sungai dengan cara mencegah degradasi dasar sungai dan mempertahankan posisi
dasar sungai sejajar dengan mercu groundsill.
2.5. Degradasi Dasar Sungai
Degradasi dasar sungai umumnya merupakan akibat adanya erosi dan
sebagai perantara utama adalah air yang dipengaruhi oleh kecepatan aliran.
Sungai adalah suatu aliran drainase yang terbentuk secara alamiah, akan tetapi
disamping fungsinya tersebut dengan adanya air yang mengalir didalamnya,
sungai menggerus tanah dasarnya secara terus menerus (degradasi) sepanjang
waktu.
Volume sedimen yang sangat besar yang dihasilkan di daerah pegunungan
dari dasar sungai tersebut terangkat ke hilir oleh aliran sungai. Karena di daerah
pegunungan atau pada daerah dengan kemiringan dasar sungai yang curam, maka
dengan kecepatan aliran cukup besar, gaya tarik aliran airnya cukup besar, tetapi
setelah aliran sungai mencapai daerah dataran, maka gaya tariknya menurun,
karena itu ukuran butir sedimen yang terangkut dan mengendap di bagian hulu
sungai lebih besar daripada di bagian hilirnya.
Tindak pengatasan terjadinya penurunan dasar sungai (degradasi) dapat
dibangun bendung/ambang (groundsill), dan usahakan penempatannya di sebelah
hilir dari ruas sungai. Apabila ruas sungai tersebut cukup panjang, maka
diperlukan beberapa buah groundsill yang dibangun secara berurutan membentuk
terap-terap, sehingga bendung yang lebih hulu tertimbun oleh tumpukan sedimen
yang tertahan oleh bendung di hilirnya. Tujuan pembangunan groundsill ini
44
adalah pelandaian dasar sungai yang semula curam dengan kecepatan aliran cukup
besar menjadi kecepatan yang lebih kecil (aliran super kritik menjadi aliran sub
kritik).
2.6. Sedimentasi
Tanah atau bagian-bagian tanah yang terangkut oleh air dari suatu tempat
yang mengalami erosi pada suatu daerah aliran sungai (DAS) dan masuk kedalam
suatu badan air secara umum disebut sedimen. Sedimen yang dihasilkan oleh
proses erosi dan terbawa oleh aliran air akan diendapkan pada suatu tempat yang
kecepatan alirannya melambat atau terhenti. Peristiwa pengendapan ini dikenal
dengan peristiwa atau proses sedimentasi (Arsyad, 2010).
Proses sedimentasi berjalan sangat komplek, disebabkan dimulai dari
jatuhnya hujan yang menghasilkan energi kinetik yang merupakan permulaan dari
proses erosi. Begitu tanah menjadi partikel halus, lalu menggelinding bersama
aliran, sebagian akan tertinggal di atas tanah sedangkan bagian lainnya masuk ke
sungai terbawa aliran menjadi angkutan sedimen.
Adapun proses sedimentasi dibedakan menjadi dua bagian yaitu :
a. Proses sedimentasi secara geologis
Secara geologis sedimentasi merupakan suatu proses erosi tanah yang
berjalan secara normal, artinya proses pengendapan yang berlangsung masih
dalam batas-batas yang diperkenankan atau dalam keseimbangan alam dari proses
degradasi dan agradasi pada perataan kulit bumi akibat adanya pelapukan.
45
b. Proses sedimentasi yang dipercepat
Sedimentasi yang dipercepat merupakan suatu proses terjadinya sedimentasi
yang menyimpang dari proses secara geologi dan berlangsung dalam waktu yang
cepat, bersifat merusak atau merugikan dan dapat mengganggu keseimbangan
alam atau kelestarian lingkungan hidup. Kejadian tersebut biasanya disebabkan
oleh kegiatan manusia dalam mengolah tanah yang salah sehingga menyebabkan
erosi tanah dan sedimentasi yang tinggi.
2.6.1. Mekanisme Pengangkutan Sedimen
Proses pengangkutan sedimen (sediment transport) dapat diuraikan
menjadi tiga proses sebagai berikut :
a. Pukulan air hujan (rainfall detachment)
Pukulan air hujan terhadap bahan sedimen yang terdapat di permukaan tanah
sebagai hasil dari erosi percikan (splash erosion) yang dapat menggerakkan
partikel-partikel tanah tersebut dan akan terangkut bersamaan dengan limpasan
permukaan (overland flow)
b. Limpasan permukaan (overland flow)
Limpasan permukaan mengangkut bahan sedimen yang terdapat di atas
permukaan tanah yang selanjutnya dihanyutkan ke dalam alur-alur (rills), dan
seterusnya masuk ke dalam selokan yang pada akhirnya menuju ke sungai.
46
c. Pengendapan sedimen
Terjadi pada saat kecepatan aliran yang dapat mengangkat (pick up velocity)
dan mengangkut bahan sedimen mencapai kecepatan pengendapan (setting
velocity) yang dipengaruhi oleh besarnya partikel-partikel sedimen dan kecepatan
aliran.
Konsentrasi sedimen yang terkandung pada pengangkutan sedimen
merupakan hasil dari erosi total (gross erosion) yang merupakan jumlah dari erosi
permukaan (interillerosion) dengan erosi alur (rill erosion) (Foster, Meyer, dan
Onstad, 1977).
2.6.2. Mekanisme Transportasi Sedimen
Dalam pengangkutan sedimen dari batuan induk ke tempat
pengendapannya, ada dua kelompok cara yaitu suspensi (suspendedload) dan
muatan sedimen dasar (bedload transport). Berikut ini penjelasan mengenai
keduanya :
a. Suspensi
Dalam teori segala ukuran butir sedimen dapat dibawa dalam suspensi apabila
arus cukup kuat. Akan tetapi di alam, kenyataannya hanya material halus saja
yang dapat diangkut suspensi. Sifat sedimen hasil pengendapan suspensi ini
mengandung persentase masa dasar yang tinggi sehingga butiran tampak
mengambang dalam masa dasar dan umumnya disertai pemilahan butir yang
buruk. Ciri lain dari jenis ini adalah butir sedimen yang diangkut tidak pernah
menyentuh dasar aliran.
47
b. Bedload Transport
Partikel-partikel kasar yang bergerak sepanjang dasar sungai secara
keseluruhan disebut dengan muatan sedimen dasar (bed load). Adanya muatan
sedimen dasar ditunjukan oleh gerakan partikel-partikel dasar sungai. Gerakan itu
dapat bergeser, menggelinding, atau meloncat-loncat, akan tetapi tidak pernah
lepas dari dasar sungai. Gerakan ini kadang-kadang dapat sampai jarak tertentu
dengan ditandai bercampurnya butiran partikel tersebut bergerak ke arah hilir.
(Soewarno, 1995).
Berdasarkan tipe gerakan media pembawanya, sedimen dapat dibagi menjadi:
1. Endapan arus traksi
2. Endapan arus pekat (density current) dan
3. Endapan suspensi
Pada dasarnya butir-butir sedimen bergerak di dalam media pembawa, baik
berupa cairan maupun udara, dalam 3 cara yang berbeda: menggelundung
(rolling), menggeser (bouncing) dan larutan (suspension) seperti Gambar 2.12.
Gambar 2.12 Ragam Gerakan Sedimen dalam Media Cair
48
Keterangan :
A : Suspension umumnya terjadi pada sedimen-sedimen yang sangat kecil
ukurannya (seperti lempung) sehingga mampu diangkut oleh aliran air atau
angin.
B : Saltation yang dalam bahasa latin artinya meloncat umumnya terjadi
pada sedimen berukuran pasir dimana aliran fluida mampu menghisap dan
mengangkut sedimen pasir sampai akhirnya karena gaya gravitasi yang
ada mampu mengembalikan sedimen pasir tersebut ke dasar.
C : Bed load ini terjadi pada sedimen yang relatif lebih besar (seperti pasir,
kerikil, dan bongkah) sehingga gaya pada aliran yang bergerak dapat
berfungsi memindahkan pertikel-partikel yang besar di dasar. Pergerakan
dari butiran pasir dimulai pada saat kekuatan gaya aliran melebihi
kekuatan inersia butiran pasir tersebut pada saat diam. Gerakan-gerakan
sedimen tersebut bisa menggelundung, menggeser, atau bahkan bisa
mendorong sedimen yang satu dengan lainnya.
2.6.3. Kapasitas Transpor Sedimen
Kapasitas transpor sedimen adalah kapasitas dari sungai untuk melewatkan
sejumlah sedimen sehubungan dengan karakter pengaliran dan karakter sedimen
pada suatu penggal sungai yang ditinjau (Kinori, 1984). Tujuan pokok dari
pengetahuan transpor sedimen adalah untuk mengetahui apakah pada keadaan
tertentu tampang suatu sungai mengalami keadaan seimbang, erosi atau
pengendapan dan untuk mengetahui kuantitas proses tersebut (Mardjikoen, 1987).
49
Gambar 2.13. Ilustrasi Transpor Sedimen pada tampang memanjang saluran
Tabel 2.8. Transpor Sedimen pada tampang memanjang saluran
Perbandingan T Proses
Sedimen Dasar
T1 = T2 Seimbang Stabil
T1 < T2 Erosi Degradasi
T1 > T2 Pengendapan Agradasi
2.6.4. Sifat-sifat Material yang Terangkut
Proses pengangkutan dan pengendapan sedimen tidak hanya tergantung
pada sifat-sifat arus tetapi juga pada sifat-sifat sedimen itu sendiri. Sifat-sifat di
dalam proses sedimentasi terdiri dari sifat partikelnya dan sifat sedimen secara
menyeluruh. Namun sifat yang paling penting adalah ukuran partikel, Krumbein
(1934) mengembangkan Skala Wentworth dengan menggunakan unit phi
tujuannya untuk mempermudah dalam pengklasifikasian apabila suatu sampel
sedimen mengandung partikel yang berukuran kecil dalam jumlah yang besar.
Untuk mengkonversi unit phi menjadi milimeter digunakan persamaan
(USACE,200):
................................................................................................... (69)
........................................................................... (70)
Keterangan :
50
: Diameter partikel (mm)
: Skala Wentworth
Tabel 2.9. Ukuran Sedimen
No. Tipe D (mm) Keterangan
1 Lempung < 0,002 > 9 Selalu terlarut
2 Lumpur 0,002 0,0625 4 9 Sebagian terlarut
3 Pasir 0,0625 2 -1 4 Tidak terlarut
4 Kerikil 2 64 -6 -1 Tidak terlarut
5 Pecahan Batu 64 256 -8 -6 Tidak terlarut
6 Batu 256 < -8 Tidak terlarut
(Sumber : Gerry Parker, ID Sediment Transport Morphodynamics with
Applications to Rivers and Turbidity Currents, 2004)
2.7. Analisis Bedload Sediment
Sedimentasi merupakan suatu gabungan dari berbagai proses seperti erosi,
pemuatan (pengangkutan), pengendapan dan pemadatan bahan sedimen. Proses
ini diawali dengan erosi (splash erotion, sheet erotion, gully erotion dan
sebagainya) yang diartikan sebagai pemecahan dan pemindahan partikel sedimen
akibat tenaga air atau angin (Rochdyanto, 1995). Sedimen yang termuati dalam
air yang diakibatkan oleh erosi tersebut kemudian mengalami suatu proses
pemindahan melalui media air sebagai pengangkut bahan sedimen.
Dalam perhitungan bedload sediment perlu dilakukan uji dan analisis
saringan. Analisis ini dimaksudkan untuk mengetahui prosentase ukuran butiran
tanah dan susunan butiran tanah (gradasi) dari suatu jenis tanah yang tertahan di
atas dsaringan No.200. Analisis saringan ini digunakan untuk partikel-partikel
berdiameter lebih dari 0,075 mm.
51
Nilai koefisien keseragaman ( ) dapat dihitung dengan menggunakan
rumus :
................................................................................................... (71)
Keterangan :
: Koefisien keseragaman
: Diameter yang bersesuaian dengan 60 % lolos saringan yang ditentukan
dari kurva distribusi ukuran butiran
: Diameter yang bersesuaian dengan 10 % lolos saringan yang ditentukan
dari kurva distribusi ukuran butiran
Nilai koefisien gradasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
.................................................................................................. (72)
Keterangan :
: Koefisien gradasi
: Diameter yang bersesuaian dengan 30 % lolos saringan yang ditentukan
dari kurva distribusi ukuran butiran
: Diameter yang bersesuaian dengan 60 % lolos saringan yang ditentukan
dari kurva distribusi ukuran butiran
: Diameter yang bersesuaian dengan 10 % lolos saringan yang ditentukan
dari kurva distribusi ukuran butiran
Untuk menghitung laju bedload sediment pada dasar sungai yang berupa
pasir kasar sampai kerikil dilakukan dengan menggunakan persamaan Meyer-
Peter-Muller (1948) dengan rumus:
52
[(
)
]
√ ......................................... (73)
.................................................................................................. (74)
Keterangan :
s : Laju sedimen per satuan lebar (m3/dt/m)
h : Tinggi air sungai dari dasar (m)
i : Kemiringan dasar sungai
g : Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
: Massa jenis sedimen
: Massa jenis air
: Diameter sedimen 50 % gradasi butiran dasar sungai
Sedangkan untuk perhitungan laju sedimen bedload pada dasar sungai yang
berupa pasir halus sampai pasir kasar dilakukan dengan menggunakan persamaan
Engelund Hansen (1967) :
(
)
√ .............................................................. (75)
(
)
.......................................................................... (76)
.................................................................................................. (77)
Keterangan :
s : Laju sedimen per satuan lebar (m3/dt/m)
h : Tinggi air sungai dari dasar (m)
i : Kemiringan dasar sungai
g : Percepatan gravitasi (9,81 m/dt2)
: Massa jenis sedimen
53
: Massa jenis air
: Diameter sedimen 50 % gradasi butiran dasar sungai
Langkah pertama adalah menghitung besaran kecepatan aliran dan
kedalaman aliran sungai pada berbagai debit. Hal ini mengingat pada prinsipnya
metode ini adalah menghitung gaya geser yang diakibatkan oleh aliran air dan
membandingkannya dengan gaya gesek kritis akibat besaran material dasar
sungai. Apabila gaya geser aliran lebih besar maka akan terjadi angkutan sedimen
dari dasar, namun jika aliran lebih kecil maka materia tidak akan bergerak.
Untuk menghitung besaran laju sedimen digunakan koefisien Chezy (C)
dengan rumus sebagai berikut :
√ .................................................................................................. (78)
(
) ...................................................................................... (79)
Keterangan :
: Koefisien Chezy
: Kecepatan aliran
: Kedalaman aliran
: Gradien memanjang sungai
: Koefisien Chezy akibat besaran
Berdasarkan besaran kedua koefisien tersebut kemudian dihitung ripple
factor dan variabel lainnya dengan rumus masing-masing sebagai berikut :
(
)
.................................................................................................. (80)
54
...................................................................................... (81)
.......................................................................... (82)
Dengan besaran ini kemudian nilai laju sedimen per satuan lebar dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
[ ] .............................................................. (83)
Jika dikalikan dengan besaran lebar rerata alur utama (B) maka akan didapat
besaran laju sedimen S (m3/dt). Sedangkan untuk mendapatkan volume sedimen
yang diakibatkan oleh besaran debit banjir tertentu maka besaran laju sedimen
yang didapat (S) dikalikan dengan durasi kejadian debit yang dirubah dalam
satuan detik.
2.8. Software HEC-RAS
Untuk mengetahui karakteristik aliran sungai dan sedimentasi, maka
diperlukan suatu model pendekatan yang dapat mewakili permasalahan yang
sedang dihadapi semirip mungkin. Model pendekatan ini dapat berupa model
numerik/matematik atau model fisik.
Pada pekerjaan ini digunakan model matematik untuk menyelesaikan
permasalahan hidrolik. Meski hasil outputnya tidak seakurat jika digunakan model
fisik tetapi model matematik memiliki keunggulan dalam hal penghematan waktu,
biaya dan tenaga.
Paket program yang umum digunakan dalam pemodelan matematik sungai
adalah Paket program HEC-RAS yang dibuat dan dikembangkan oleh Hydraulic
55
Engineering Center, salah satu divisi dari the Institute for Water Resources (IWR),
U.S. Army Corps of Engineer. Program ini merupakan salah satu bagian dari
pengembangan Next Generation (NextGen) dari software Hydrologic
Engineering.
Gambar 2.14. Main Window Program HEC-RAS
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
Terdapat lima langkah penting dalam membuat model hidrolika dengan
menggunakan HEC-RAS yaitu sebagai berikut :
a. Memulai proyek baru
b. Memasukkan data geometri
c. Memasukkan data aliran dan kondisi batas
d. Melakukan perhitungan hidrolika
e. Menampilkan dan mencetak hasil
2.8.1. Memulai Pekerjaan Baru
Langkah pertama dalam mengembangkan model hidrolika dengan HEC-
RAS adalah menetapkan direktori yang diinginkan untuk memasukkan judul dan
menyimpan pekerjaan atau proyek baru. Untuk mengawali proyek baru, buka file
menu pada jendela utama HEC-RAS dan pilih New Project. Akan muncul
tampilan New Project seperti berikut :
56
Gambar 2.15. Tampilan New Project Program HEC-RAS
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
Seperti ditunjukkan pada gambar 2.8 langkah pertama dipilih drive dan path
tempat pekerjaan akan disimpan (untuk memilih, double click directory yang
diinginkan pada kotak directories), kemudian masukkan judul proyek dan nama
file. Nama file harus dengan ekstensi “.prj”. kemudian tekan “OK”. Setelah
tombol “OK” ditekan, muncul message box yang menampilkan judul dan
directory tempat pekerjaan disimpan. Jika informasi dalam message box benar,
tekan “OK”. Jika sebaliknya tekan “cancel” untuk kembali ke tampilan New
Project.
2.8.2. Memasukkan Data Geometri
Sebelum data geometri dan data aliran dimasukkan, harus ditentukan
terlebih dahulu Sistem Satuan (English atau Metric) yang akan dipakai. Langkah
ini dilakukan dengan memilih Unit System dari menu Option pada jendela utama
HEC-RAS.
Langkah selanjutnya adalah memasukkan data geometri yang diperlukan,
yang terdiri dari skema sistem sungai, data cross section, dan data bangunan
57
hidrolika jembatan, gorong-gorong, dsb.) Data geometri dimasukan dengan
memilih Geometric Data pada menu Edit pada jendela utama. Setelah opsi ini
terpilih, jendela geometri data akan muncul seperti ditunjukan pada Gambar 2.16.
(ketika anda membuka pekerjaan baru, layar akan kosong).
Gambar 2.16. Jendela Geometri Data
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
a. Menggambar Skema Alur Sungai
Langkah pertama dalam memasukkan data geometri adalah menggambar
skema sistem sungai. Ini dilakukan garis demi garis, dengan menekan tombol
River Reach dan kemudian menggambar alur dari hulu ke hilir (dalam arah
positif). Setelah alur digambar, masukkan nama sungai dan ruas (reach). Jika
terdapat pertemuan antara ruas sungai, masukan pula nama titik pertemuan
(junction) tersebut.
b. Memasukkan Data Cross Section
Setelah skema sistem sungai tergambar, selanjutnya memasukkan data
cross-section dan data bangunan hidrolika. Tekan tombol Cross Section akan
58
memunculkan editor cross section. Editor ini seperti ditampilkan pada Gambar
2.10. Seperti pada tampilan, setiap cross-section memiliki nama sungai (River),
ruas (Reach), River Station, dan Description, yang berfungsi untuk
mengambarkan letak cross section tersebut pada sistem sungai. “River Station”
tidak secara aktual menunjukan letak cross-section pada sistem sungai (miles atau
Kilometer keberapa), tetapi hanya berupa angka (1,2,3,...dst.). Cross section
diurutkan dari nomor river station terbesar ke nomor River station terkecil. Pada
sistem sungai, cross section dengan nomor river station terbesar akan terletak di
hulu sungai.
Gambar 2.17. Jendela Editor Data Cross Section
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
Data masukan yang dibutuhkan untuk setiap cross-section ditunjukkan pada
editor data cross-section seperti pada Gambar 2.10. Langkah-langkah dalam
memasukkan data Cross Section adalah sebagai berikut:
1. Pilih sungai dan ruas sungai yang akan di-entry data cross section-nya, dengan
cara menekan panah pada kotak River dan Reach.
59
2. Pada menu Options pilih Add a New Cross Section. Kotak input muncul,
masukan nomor river station untuk cross section yang baru kemudian tekan
OK.
3. Masukkan semua data yang diperlukan. Data-data yang diperlukan data yang
terdapat pada layar editor cross section.
4. Masukan informasi tambahan yang diperlukan (misal: bendungan, penghalang
aliran, dsb), melalui menu Options.
5. Tekan tombol Aplly Data. Setelah semua data geometri dimasukkan,
simpanlah melalui Save Geometric Data As pada menu File yang terletak pada
tampilan utama editor Geometric Data.
Data-data yang diperlukan adalah:
1. Nama sungai (River) dan ruas sungai (Reach), dengan tanda panah yang
terletak pada kotak, pilih sungai (River) dan ruas sungai (Reach) yang hendak
dimasukkan data cross section-nya.
2. Gambaran (Description), diisi dengan informasi tambahan tentang lokasi cross
section pada sistem sungai.
3. Cross Section X-Y Coordinates. Tabel ini digunakan untuk memasukkan
informasi stasiun dan elevasi dari cross section. Stasiun cross section
(koordinat x) dimasukan dari kiri ke kanan, dengan pandang ke arah hilir.
4. Jarak cross section dengan cross section di bawahnya (Downstreams Reach
Lengths). Jarak ini terbagi atas jarak tepi bantaran kiri (LOB), saluran uatama
(Channel), dan tepi bantaran kanan (ROB).
5. Koefisien kekasaran Manning (Manning’s n Values), terdiri dari koefisien
untuk bantaran sebelah kiri, saluran utama, dan bantaran sebelah kanan.
60
6. Stasiun tepi saluran utama (Main Channel Bank Station), merupakan titik
terluar dari saluran utama.
7. Koefisien kontraksi dan ekspansi (Contraction and Expansion Coefficients).
2.8.3. Memasukkan Data Aliran Steady Flow
Setelah semua data geometri dimasukkan, langkah selanjutnya adalah
memasukkan data aliran steady flow yang dibutuhkan. Pilih Steady Flow Data
dari menu Edit pada tampilan utama HEC-RAS. Editor data steady flow akan
muncul seperti ditunjukan pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18. Jendela Editor Data Aliran Steady Flow
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
a. Data Aliran
Informasi yang diperlukan adalah:
Jumlah profil yang akan dihitung;
Data aliran maksimum;
Data yang diperlukan untuk kondisi batas.
61
Langkah pertama adalah memasukkan jumlah profil yang akan dihitung,
dan kemudian data alirannya. Data aliran dimasukkan langsung ke dalam tabel.
Data aliran dimasukkan dari hulu ke hilir. Setelah data aliran dimasukkan,
besarnya aliran dianggap tetap sampai menemui lokasi yang memiliki nilai aliran
berbeda.
Untuk menambahkan lokasi perubahan aliran pada tabel, pilih sungai dan
ruas sungai dimana pada tempat tersebut diinginkan ada perubahan besar aliran.
Setelah itu pilihlah stasiun yang diinginkan dan tekan Add Flow Change
Location lokasi perubahan aliran akan ditambahkan pada tabel.
Setiap profil secara otomatis akan diberi nama berdasarkan nomor profil
(PF1,PF2, dst). Nama profil ini bisa diubah melalui menu Options, Edit Profiles
Names Nama profil ini umumnya diganti dengan lamanya periode ulang
banjir/aliran yang ada dibawahnya, misal: 10 tahun, 50 tahun, dsb.
b. Kondisi Batas
Setelah semua data aliran dimasukan kedalam tabel, langkah selanjutnya
adalah kondisi atas yang mungkin dibutuhkan. Untuk memasukkan data kondisi
batas, tekan tombol Boundary Conditions.
Kondisi batas diperlukan untuk menentukan permukaan air mula-mula di
ujung-ujung sistem sungai (hulu dan hilir). Muka air awal dibutuhkan oleh
program untuk memulai perhitungan. Pada resim aliran subkritik, kondisi batas
hanya diperlukan di ujung sistem sungai bagian hilir. Jika resim aliran superkritik
yang hendak dihitung, kondisi batas hanya diperlukan pada ujung hulu dari sistem
62
sungai. Jika perhitungan resim aliran campuran yang akan dibuat, kondisi batas
harus dimasukan pada kedua ujung sistem sungai.
Editor kondisi batas berisi daftar tabel untuk setiap ruas. Tiap ruas
memiliki kondisi batas hulu dan hilir. Kondisi batas internal secara otomatis
terdaftar pada tabel, didasarkan pada bagaimana sistem sungai ditetapkan pada
editor data geometri. Pengguna hanya diminta untuk memasukkan kondisi batas
eksternal yang diperlukan.
Untuk memasukkan kondisi batas, gunakan pointer mouse untuk memilih
lokasi pada tabel yang diinginkan. Kemudian pilih kondisi batas dari empat tipe
yang tersedia.
Known Water Surface Elevations. Untuk kondisi ini pengguna harus
memasukkan muka air yang diketahui pada setiap profil.
Critical Depth. Ketika kondisi batas ini yang dipilih, pengguna tidak diminta
untuk memasukkan informasi lebih lanjut. Program akan menghitung
kedalaman kritis untuk setiap profil dan menggunakannya sebagai kondisi
batas.
Normal Depth. Pada tipe ini, pengguna diminta untuk memasukkan
kemiringan energi yang ingin dipergunakan dalam perhitungan kedalaman
normal (persamaan Manning) pada lokasi tersebut. Kedalaman normal akan
dihitung untuk tiap profil didasarkan pada kemiringan yang telah dimasukkan.
Jika kemiringan energi tidak diketahui, pengguna harus memperkirakannya
dengan memasukkan salah satu dari kemiringan muka air dan kemiringan
dasar saluran.
63
Rating Curve. Ketika tipe ini dipilih, pengguna diminta untuk memasukkan
kurva elevasi-debit. Untuk setiap profil, elevasi ditambahkan dari kurva.
Fitur tambahan editor kondisi batas memungkinkan pengguna dapat
menentukan tipe kondisi batas yang berbeda untuk tiap profil pada satu lokasi.
c. Menyimpan Data Steady Flow
Langkah terakhir dalam mengembangkan data steady flow adalah
menyimpan informasi yang sudah dibuat. Untuk menyimpan data, pilih Safe Flow
Data As dari menu File pada editor data steady flow.
2.8.4. Melakukan Perhitungan
Setelah semua data geometri dan data aliran dimasukkan, pengguna dapat
memulai perhitungan profil muka air. Untuk melakukan simulasi, pilih Steady
Flow Analysis dari menu Run pada tampilan utama HEC-RAS. Tampilan Steady
Flow Analysis akan muncul seperti pada Gambar 2.19.
Gambar 2.19. Tampilan Steady Flow Analysis
(Sumber : User’s Manual HEC-RAS)
64
Sebelum perhitungan dilakukan, pertama kali tentukan terlebih dahulu data
geometri dan aliran (plan) mana yang akan dihitung. Kemudian pilih resim aliran
yang diinginkan. Perhitungan dilakukan dengan menekan tombol compute pada
jendela Steady Flow Analysisis. Ketika tombol ini ditekan, HEC-RAS mengemas
semua data untuk plan yang dipilih dan menuliskannya pada run file.
2.8.5. Menampilkan Hasil
Setelah perhitungan model diselesaikan, anda dapat memulai
menampilkan hasil. Beberapa fitur untuk menampilkan hasil tersedia pada menu
View dari jendela utama. Menu ini terdiri dari:
Plot Cross Section;
Plot profil;
Plot rating curve;
Plot perspektif X-Y-Z;
Plot hidrograf (jika dilakukan perhitungan unsteady flow);
Keluaran dalam bentuk tabel untuk lokasi tertentu (tabel keluaran detail);
Keluaran dalam bentuk tabel untuk banyak lokasi (tabel rekapitulasi profil);
dan
Rekapitulasi kesalahan, peringatan dan catatan.
2.9. Penelitian Terkait
Pudyono, Sunik (2013) melakukan penelitian mengenai Penentuan
Kedalaman dan Pola Gerusan Akibat Aliran Superkritik di Hilir Pintu Air
Menggunakan End Sill dan Buffle Block dengan Simulasi Model Integrasi
Numerik. Penelitian ini menggunakan 3 jenis model yaitu model apron kosong di
65
hilir pintu, model apron-end sill dan model apron-buffle block dengan variasi
bukaan pintu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kedalaman gerusan
menggunakan apron-end sill berada dalam range 26 mm – 82 mm (Gerusan
berkurang 10 % - 15 %) sedangkan menggunakan apron-buffle block berada
dalam range 21 mm – 64 mm (Gerusan berkurang 20 % - 30 %).
Hapsari, Mulat Widhi (2016) melakukan Kajian Kedalaman Gerusan pada
Pilar Jembatan Tipe Tiang Pancang Bersusun. Penelitian ini dilakukan di
laboratorium dengan menggunakan beberapa factor pengaruh seperti bilangan
Reynolds (turbulensi aliran), bilangan Froude dengan variasi parameter aliran
antara lain variasi kemiringan dasar saluran dan debit aliran. Berdasarkan hasil
penelitian dari 3 (tiga) variasi slope yang diamati, gerusan seimbang pada waktu
yang berbeda-beda. Pada slope 0,006 gerusan stabil pada menit 180, slope 0,0125
stabil pada menit ke-270, sedangkan slope 0,020 gerusan stabil pada menit ke-270
sampai menit ke-300.
Peliang, Arafat Marbawie (2014) melakukan penelitian mengenai Tinjauan
Ulang Perencanaan Pembangunan Groundsill Sungai Batang Agam Kota
Payakumbuh. Groundsill yang direncanakan pada penelitian ini adalah mercu tipe
Ogee dengan debit banjir kala ulang 25 tahun. Dari hasil perhitungan didapat
lebar efektif groundsill 48 m dan tinggi groundsill diambil 1 m.
Putra, Ichwan Rachmat (2015) melakukan penelitian mengenai Perencanaan
Groundsill di Sungai Senjoyo Kabupaten Semarang. Dalam penelitian ini
diperoleh hasil bahwa kemiringan dasar sungai mencapai kondisi stabil pada slope
sebesar 0,00024 dengan tinggi groundsill sebesar 2 m, sehingga dengan
66
dibangunnya groundsill dapat mengamankan pondasi jembatan dan dapat
mengembalikan elevasi dasar sungai seperti semula.
Sucipto dan Tugiono (2009) melakukan penelitian mengenai Analisis
Penempatan Groundsill sebagai Perlindungan Abutment Jembatan Terhadap
Gerusan Lokal. Pada penelitian ini menggunakan material pasir dengan dimensi
butiran yang berbeda-beda, ada bahan A dan bahan B dengan d50 = 0,51 mm dan
0,36 mm, dan berat jenisnya 2,99 gram/cm3 yang ditaburkan di sepanjang saluran
tersebut. Kecepatan pada percobaan ini bervariasi yaitu V1 = 0,22 m / s dan V2 =
0,19 m/s. Hasil penelitian menunjukkan bahwa material dasar dan parameter
lainnya dapat mempengaruhi kedalaman gerusan dan pola gerusan. Sedangkan
penempatan grounsill sebagai pelindung dari gerusan. Untuk debit yang sama,
semakin jauh penempatan groundsill maka menyebakan semakin dangkal
kedalaman gerusan.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian terkait Pudyono, Sunik (2013),
Hapsari, Mulat Widhi (2016), Peliang, Arafat Marbawie (2014), Putra, Ichwan
Rachmat (2015) dan Sucipto dan Tugiono (2009) terletak pada objek penelitian
yakni mengenai prediksi kedalaman gerusan yang terjadi pada pilar jembatan.
Selain itu, menganalisis bangunan air yang digunakan dalam usaha mengamankan
bangunan air di sebelah hulu Groundsill. Sedangkan perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu adalah dalam hal pemilihan metode analisis. Dalam
penelitian ini, penulis melakukan analisis menggunakan Software HEC-RAS
sehingga nantinya akan dapat menganalisis kedalaman gerusan yang terjadi pada
67
pilar jembatan dan memberikan evaluasi mengenai fungsi dari bangunan
groundsill dalam mengurangi gerusan pilar.
68
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Sungai Cikao yang berada di Desa
Sindangkasih, Kabupaten Purwakarta. Panjang sungai yang ditinjau yaitu sejauh
500 m ke arah hulu dan 200 m ke arah hilir dengan jembatan BH. 337 Km.
105+392 sebagai titik acuannya.
Gambar 3.1. Foto Satelit Lokasi Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392
(Sumber : Google Earth)
69
Gambar 3.2. Foto Udara Titik Acuan Jembatan BH. 337 Km. 105+392
3.2. Data yang Digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa
data topografi sungai, data geoteknik, data sedimen, data sungai, dan data curah
hujan. Sub DAS yang berada pada lokasi penelitian yakni, sub DAS Cikao. Data
curah hujan didapat dari Balai Besar Wilayah Sungai Citarum.
3.3. Prosedur Penelitian
Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
a. Studi kepustakaan dilakukan untuk mendapatkan data yang bersifat teoritis,
landasan teori serta berbagai literatur yang mendukung penelitian mengenai
kedalaman gerusan maksimum pada pilar jembatan dan kemungkinan
dampak yang terjadi dengan adanya groundsill pada lokasi penelitian.
70
b. Mengumpulkan data primer atau sekunder yang terdiri dari data topografi
sungai, data geoteknik, peta geologi, data sedimen, data sungai dan data curah
hujan.
c. Melakukan analisa hidrologi yaitu melakukan perhitungan data curah hujan
dan debit rancangan.
d. Melakukan analisa hidrolika menggunakan software HEC-RAS mengenai
pola aliran sungai, pemodelan hidrolika sungai dan perhitungan kedalaman
gerusan pada pilar jembatan.
e. Melakukan pemodelan menggunakan HEC-RAS mengenai dampak yang
terjadi akibat groundsill eksisting yang mengalami kerusakan dan groundsill
alternatif di sebelah hilir jembatan.
f. Menentukan kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.
71
3.4. Diagram Alir Penelitian
Untuk menyederhanakan kegiatan penelitian, maka dibentuklah suatu bagan alir
penelitian sebagai berikut.
Gambar 3.3. Diagram Alir Penelitian
Kondisi
Groundsill
Eksisting
Kondisi
Groundsill
Alternatif
Analisa Hasil dan
Pembahasan
Perhitungan CH Rancangan
Analisa Hasil Kedalaman
Gerusan pada Pilar Jembatan
Pemodelan Menggunakan
Software HEC-RAS
Input Data Debit dan Sedimen
Kesimpulan
CH Jam-jam an &
Intensitas Hujan
Uji Kesesuaian Distribusi Tidak
Ya
Analisa Hidrolika
Mulai
Analisa Hidrologi
Pengumpulan
Data Penelitian
Diterima
Selesai
Perhitungan Debit
Banjir Rancangan
121
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari uraian hasil analisis dan pembahasan dapat ditarik beberapa kesimpulan
sebagai berikut :
1. Besar debit banjir rancangan di sungai Cikao untuk kala ulang 2 tahun 5
tahun, 10 tahun, 20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun secara berturut-
turut adalah 114,8112 m3/dt, 139,6104 m
3/dt, 153,1125 m
3/dt, 162,7134
m3/dt, 167,7373 m
3/dt, 177,2401 m
3/dt, 185,7622 m
3/dt.
2. Berdasarkan hasil running HEC-RAS pada penelitian ini, terlihat adanya
perubahan dasar sungai akibat degradasi dan agradasi.
3. Berdasarkan hasil analisis menggunakan software HEC-RAS, dapat diketahui
jika keberadaan jembatan memberikan pengaruh terhadap degradasi dan
agradasi di penampang sungai di sekitarnya. Pada penelitian ini terdapat
jembatan BH.337 di sungai cikao yang memberikan pengaruh di penampang
sungainya.
4. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa pilar jembatan menyebabkan
terjadinya gerusan. Kedalaman gerusan maksimum yang terjadi pada kondisi
groundsill eksisting untuk debit banjir kala ulang 2 tahun, 5 tahun, 10 tahun,
20 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun berturut-turut adalah 3,03 m,
3,28 m, 3,37 m, 3,43 m, 3,46 m, 3,52 m, dan 3,57 m. Sedangkan pada
122
groundsill alternatif, kedalaman gerusan maksimum berkurang menjadi 2,91
m, 2,08 m, 3,16 m, 3,23 m, 3,25 m, 3,30 m, dan 3,35 m.
5. Berdasarkan hasil analisis maka keberadaan groundsill di sebelah hilir
jembatan berfungsi sebagai salah satu alternatif dalam mengurangi gerusan
pada pilar jembatan.
5.2. Saran
Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perlindungan pilar jembatan dengan
menggunakan cara yang lain, sehingga didapat hasil upaya yang efektif dan
diharapkan dapat menjadi referensi dalam mengatasi permasalahan serupa.
DAFTAR PUSTAKA
Adiputra M.W, Daniel. 2012. Pengaruh Groundsill terhadap perubahan profil
aliran sungai porong. Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Jember.
Ariyanto, Anton. Analisis Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Potensi Gerusan
Lokal. 2010. Jurnal APTEK Vol. 2 No. 1 Juli 2010.
Arsyad Sitanala, (2010). Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua, IPB Press.
Bogor
Breuser. H.N.C. and Raudkivi. A.J. 1991. Scouring IAHR Hydraulic Structure
Design Manual. Rotterdam : AA Balkema
Chow, V.T., Maidment D.R., Mays L.W. 1988. Applied Hydrology. Mc. Graw-
Hill Book Company. Singapore.
England, F., and Hansen, E. 1967. A Monograph on Sediment Transport Alluvial
Streams. Copenhagen : Teknik Vorlag.
Foster, G.R., Meyer, L.D., and Onstad, C. A. 1977. A Run off erosivity factor and
variable slope length exponent for soil loss estimates. Transactions of the
ASAE, Vol. 20. Pp. 683-687.
Froehlich, David C. 1989. Abutment Scour Prediction. Paper presented at the 68
TRB Annual meeling. Washington O. C.
Hanwar, S. 1999. Gerusan Lokal Disekitar Abutmen Jembatan. TESIS. Jogjakarta
: PPS UGM.
Hapsari, Mulat Widhi. 2016. Kajian Kedalaman Gerusan pada Pilar Jembatan
Tipe Tiang Pancang Bersusun. Publikasi Ilmiah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
Kinori, B. Z. 1984. Manual of Surface Drainage Engineering. Elsevier Science
Publishing Company. Amsterdam. Netherland.
Kirpich, T.P. 1940. Time of concentration of small agricultural watersheds. Civil
Engineering, 10(6), 362.
Krumbein, W.C. 1934. Size frequency distributions of sediments. Journal of
Sedimentary Petrology, 4: 65–77.
Laursen, E.M. and Toch, A. Scour around bridge piers and abutments, Bulletin
No.4, Iowa Highways Research Board, Ames, Iowa, U.S.A, 1956.
Legono, D. 1990. Gerusan pada Bangunan Sungai. PAU Ilmu-Ilmu Teknik UGM,
Yogyakarta.
Mardjikoen, P. 1987. Angkutan Sedimen. Diktat. Pusat Antar Universitas (PAU).
Ilmu Teknik. UGM. Yogyakarta.
Maryono, Agus. 2003. Pembangunan Sungai Dampak dan Restorasi Sungai.
Magister Sistem Teknik Program Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada.
Meyer‐Peter and Muller. 1948. International Course In Hydraulic Engineering,
Belanda.
Miller Jr, W. 2003. Model For The Time Rate Of Local Sediment Scour At A
Cylindrical Structure. Disertasi. Florida : PPS Universitas Florida.
Mukti, Aditya Wibawa. 2016. Pengaruh Bentuk Pilar Jembatan Terhadap Gerusan
Lokal Menggunakan Software iRIC: Nays2DH 1.0. Teknik Sipil Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta.
Noor, Djauhari. 2009. Pengantar Geologi 1. CV Graha Ilmu : Bogor.
Parker, G. (2004), Review of 1‐D open channel hydraulics, in 1D Sediment
Transport Morphodynamics With Applications to Rivers and Turbidity
Currents .chap. 5, Univ. of Ill. at Urbana‐Champaign, Urbana.
Peliang, Arafat Marbawie. 2014. Tinjauan Ulang Perencanaan Pembangunan
Groundsill Sungai Batang Agam Kota Payakumbuh. Skripsi. Universitas
Bung Hatta : Padang.
Pudyono, Sunik. 2013. Penentuan Kedalaman dan Pola Gerusan Akibat Aliran
Superkritik di Hilir Pintu Air Menggunakan End Sill. Skripsi. Universitas
Brawijaya : Malang.
Putra, Ichwan Rachmat. 2015. Perencanaan Groundsill di Sungai Senjoyo
Kabupaten Semarang. Skripsi. Universitas Diponegoro.
Rahmadani, Sarra. 2014. Mekanisme Gerusan Lokal dengan Variasi Bentuk Pilar
(Eksperimen). Skripsi. Fakultas Teknik. Universitas Sumatera Utara
Raudviki A.J and Ettema R.. 1983. Clear Water Scour at Cylindrical Piers.
Journal Hydraulic Engineering Volume 103.
Richardson, E.V. and Abed, L. 1990. Estimating Scour at Bridges. Transportation
Research Record 1290. Resource Consultants Inc., FL. Collins CO, 80522.
Rochdyanto, Saiful. 1995. Pengukuran Kecepatan Aliran Bermuatan Sedimen di
Saluran Irigasi. Agritech Vol. 14, No. 2, halaman 14-20.
Sandy, IM. 1985. DAS-Ekosistem Penggunaan Tanah. Publikasi Direktorat
Taguna Tanah Departemen Dalam Negeri (Publikasi 437).
Simon, D. dan Senturk F., 1992, Sediment Transport Technology: Water and
Sediment Dynamic. Water Resources Pubns., New-York.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.
Soewarno. 1995. Hidrologi, Aplikasi Metode Statistik untuk Analisa Data.
Penerbit Nova : Bandung.
Sosrodarsono, Suyono. 1985. Perbaikan dan Pengaturan Sungai. PT. Pradnya
Paramita: Jakarta.
Sosrodarsono, Suyono. 1993. Bendungan Type Urugan. PT. Pradnya Paramita.
Jakarta.
Sri Harto, Br. 1981. Mengenal Dasar Hidrologi Terapan. Keluarga Mahasiswa
Teknik Sipil. Yogyakarta.
Sucipto dan Tugiono. 2009. Analisis Penempatan Groundsill sebagai
perlindungan Abutment Jembatan Terhadap Gerusan Lokal. Skripsi.
Fakultas Teknik. Universitas Negeri Semarang.
Suripin. 2004 Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan. Andi Offset :
Yogyakarta.
Triatmodjo, Bambang. 2008. Hidraulika II. Beta Offset: Yogyakarta.
U.S. Army Corps of Engineers – Hydrologic Engineering Center (HEC). 2001.
Hydraulic Reference Manual HEC-RAS 5.01. California : U.S. Army Corps
of Engineers.
Wibowo, Okky Martanto. Pengaruh Arah Aliran Terhadap Gerusan Lokal Di
Sekitar Pilar Jembatan. Teknik Sipil S1. Jurusan : Teknik Sipil.
Yuliana, Ade. 2002. Perencanaan Sistem Drainase dengan Sumur Resapan dan
Kolam Retensi dalam Rangka Konservasi Air di Perumahan Katumiri
Cihanjun. Laporan Tugas Akhir. Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan.
Institut Teknologi Bandung.