ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO … · pewarna, bumbu, buah, kayu bakar, pakan ternak,...
Transcript of ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO … · pewarna, bumbu, buah, kayu bakar, pakan ternak,...
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU
JAWA TIMUR
JATI BATORO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Etnobiologi Masyarakat
Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur adalah karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Jati Batoro
NRP. G363070081
ABSTRACT
JATI BATORO. Ethnobiology of Tengger Society in Bromo Tengger Semeru East Java. Under direction of DEDE SETIADI, TATIK CHIKMAWATI, and Y. PURWANTO.
This ethnobiological research focused on the ethnoecological, ethnobotanical, and ethnozoological study of the adaptation process (correlating to management concepts, impact on people’s activities, and technology usage) of the Tengger society in Bromo Tengger Semeru, East Java to environmental conditions where they were actively using and managing natural resources. The goals of this research were to study the beliefs, knowledge, and practice of Tengger society for the comprehensive understanding of landscape use and management, and to reveal the indigenous knowledge of Tengger society in managing their natural resources (plants and animals) which included species diversity, the index of ecological important value (INP), and the index of cultural significance (ICS). The research data consisted of ecological, ethnological, ethnobotanical and ethnozoological data. Ecological data was collected using vagetation analysis, while the rest of the data was collected using the participatory ethnobotanical appraisal, structured and open ended interviews, and direct observation. The Tengger society arranged their areas based on their function and usefulness including area of housing, agriculture, conservation, ecotourism, and sacral. Traditional ecological knowledge applied for environmental conservation consisted of an agricultural system that implement terasiring combined with plant borders, stall locations separated from houses, and planting Casuarina tree arranged by traditions. Tengger people depend on plant resources for their livelihood, and they have good knowledge on plant diversity surrounding them. The various plant utilization by Tengger society include food (75 species); medicines (121 species); construction, firewood and local technology (53 species); cosmetics, handycraft, cigarette, colors (40 species); forage (44 species); ornamental plants (140 species); fruit (49 species); and ritual (94 species). Calculations of the index of cultural significance showed that rice has a very high value and ten other plant species have high value in Tengger culture. For Tengger people, various animals have an economic value, and can be used for food, ritual, transportation, and objects for tourism.The indigenous knowledge on wild animals and their uses were very good. Tengger people distinguished 120 species consisting of 64 species of Aves, 32 species of Mammals, 9 species of Reptilia, 3 species of Diptera, 2 species of Decapoda, 1 species of Arachnidae, 1 species of Orthoptera, 1 species of Hypnoptera and 6 species of Pisces. Keywords: Bromo Tengger Semeru, ethnobiology, indigenous knowledge,
Tengger society.
RINGKASAN
JATI BATORO. Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Dibimbing oleh DEDE SETIADI, TATIK CHIKMAWATI, dan Y. PURWANTO.
Masyarakat suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang menempati wilayah lereng deretan pegunungan Bromo Tengger Semeru, sejak runtuhnya kerajaan Majapahit, mengisolir diri, dan lebih senang hidup pada lingkungannya sendiri. Mereka mempunyai tatanan yang disepakati bersama (pranata) serta adat sosial budaya khas dan unik, agama, kepercayaan, kesenian, bahasa serta organisasi sosial atau sistem kelembagaan sendiri. Pada umumnya masyarakat Tengger hidup di sektor pertanian dan sebagian kecil mengelola wisata, perdagangan maupun peternakan.
Penelitian etnobiologi dimaksudkan untuk mengetahui proses adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger terhadap kondisi lingkungan tempat mereka beraktivitas dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya alam hayati serta lingkungannya terkait dengan konsep pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkannya serta teknologi adaptasi yang dikembangkannya. Keanekaragaman hayati perlu dikelola dan dimanfaatkan secara berkelanjutan baik sebagai sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis maupun genetik serta ekosistemnya agar tetap lestari sumberdaya alamnya.
Tujuan penelitian secara khusus adalah 1. Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang sistem pengelolaan sumber daya hayati (jenis tumbuhan dan hewan) meliputi keanekaragaman jenis tingkat kepentingan ekologis (INP), kegunaan dan cara pemanfaatannya (ICS), pengaruh dan cara pengembangannya. 2. Mengungkap pengetahuan masyarakat Tengger tentang lingkungan di sekitarnya meliputi persepsi dan konsepsi, pembagian tata ruang pada satuan lingkungan, pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkan serta strategi pengembangannya.
Penelitian dilakukan dengan pendekatan etnoekologi, etnobotani, etnozoologi dan strategi konservasi sumberdaya hayati yang menggunakan kombinasi ICS dan INP. Metode antropologi digunakan untuk mengungkap dan mengetahui pola pikir (corpus) masyarakat Tengger yaitu dengan melakukan pengamatan langsung, wawancara bebas (open ended) serta ikut dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dan semi struktural dan struktural. Mendeskripsikan berbagai bentuk aktivitas masyarakat dalam mengelola sumber daya alam, teknologi adaptasi yang dihasilkan serta menganalisis sesuai pandangan mereka. Melakukan pengamatan, analisis, penilaian secara ekologis dampak pemanfaatan sumber daya alam terhadap setiap satuan lingkungan.
Pembagian satuan lingkungan berdasarkan fungsi dan kegunaan oleh masyarakat Tengger meliputi a. Kawasan pemukiman, b. Kawasan pertanian, c. Kawasan konservasi, d. Kawasan pariwisata, dan d. Kawasan sakral. Kawasan pemukiman meliputi rumah individu, pertokoan, warung, homestay, hotel, rumah digunakan fasilitas umum seperti Balai Desa dan Pendopo Agung, Kantor, Langgar, Mesjid, Gereja, Pure, pekarangan, tegalan, ranu (danau), sumber air, sungai, jalan, kuburan, Danyangan dan Sanggar Pamujan. Tata ruang perumahan
dibangun secara semi permanen, permanen, bergerombol tidak berbeda jauh dari perkotaan, bahkan berlantai dua atau tiga berkeramik, yang menggambarkan tingkat kesejahteraan masyarakat Tengger. Sistem tata ruang perumahan meliputi ruang tamu (petamon), kamar tidur (pedaringan), ruang pawon dengan tumang sangat disakralkan sebagai bagian mengadaptasikan kehidupan wilayah yang dingin serta pembelajaran antar generasi, dan kamar mandi (pakiwan). Kawasan ritual dan pariwisata seperti gunung Bromo, Semeru, gunung Pananjakan, lautan pasir milik TNBTS sangat mendukung pengembangan wisata dan ritual adat masyarakat Tengger.
Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap sistem pertanian terutama budidaya sayuran pada lahan perbukitan perlu mendapat perhatian dan pengamatan khusus karena berkaitan dengan terjalnya wilayah, sehingga sistem pertanian terasiring dapat dipertahankan serta dampak kemungkinan longsor dapat diminimalkan demi kelangsungan hidup serta pembangunan berkelanjutan di masyarakat Tengger. Sistem pola gubuk-kandang sangat cocok dalam membantu pengolahan budidaya pertanian, dan peternakan berkelanjutan di wilayah Tengger yang dingin, memudahkan distribusi pupuk, transaksi ekonomi serta pengembangan peternakan. Peternakan sapi, babi, kambing, ayam kampung sangat mendukung ekonomi keluarga maupun mendukung berlangsungnya ritual adat. Sistem sewa (komplangan) dari Perhutani juga menarik, dukungan dari berbagai pihak baik TNBTS seperti jalur hijau, pemanfaatan pakan ternak, pemanfaatan lokasi ritual Kasada serta pentasbihan Dukun Pandhita sangat membantu keberlanjutan serta berjalannya ritual adat serta agama di Tengger.
Pengetahuan ekologi tradisional yang dipergunakan untuk berbagai keperluan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap usaha pelestarian lingkungan. Penanaman cemara gunung dengan diatur hukum adat tebang 1pohon tanam 10 pohon, karena begitu pentingnya pohon cemara sebagai bahan bangunan, kayu bakar, batas lahan, pencegah longsor, selain itu tidak mengganggu tanaman pertanian. Sistem pengelolaan lahan pertanian terasiring telah diatur dalam bentuk petak arah air serta ditanam rumput astruli sebagai penahan erosi.
Kawasan konservasi TNBTS, kawasan hutan lindung Perhutani, tempat sakral sangat berguna sebagai sumber air baik untuk kawasan Tengger sendiri maupun daerah bawah, yang berfungsi sebagai sumber oksigen, sumber genetik, pelindung dan penahan rawan longsor, dan berkembangbiaknya berbagai satwa maupun flora. Kawasan konservasi seperti Danyangan, makam, Sanggar Pamujan, hutan larangan yang diperkuat oleh adanya hukum adat, aspek ritual peladangan memberikan dampak positif terhadap tertatanya pemanfaatan tanah, kehidupan hewan serta lingkungan yang harmoni.
Sistem pengetahuan masyarakat Tengger tentang keanekaragaman jenis tumbuhan cukup baik hal ini dapat di tunjukkan dari cara pengenalan, pencirian, pemanfaatan tumbuhan liar dan tanaman budidaya. Hasil inventarisasi jenis tumbuhan yang dikenal masyarakat Tengger tercatat 326 jenis. Pemanfaatan keanekaragaman tumbuhan adalah sebagai bahan obat, racun, ritual, pangan, pewarna, bumbu, buah, kayu bakar, pakan ternak, konservasi, bangunan, tali-temali, pembungkus, teknologi lokal dan lain-lainnya. Pengetahuan terhadap morfologi yaitu pencirian didapat dari leluhur mereka. Tata nama tumbuhan yang digunakan kebanyakan tunggal, sederhana yang utama digunakan untuk kebutuhan secara praktis dan mudah diingat, terutama tumbuhan yang bermanfaat
dalam kehidupannya seperti putihan (Buddleja asiatica), adas (Foeniculum vulgare) dan cemara (Casuarina junghuhniana). Upacara ritual adat berkaitan dengan keanekaragaman tumbuhan sangat menarik dan unik di masyarakat Tengger yang merupakan modal sosial (capital social) dan dasar dalam pengembangan wisata, serta lingkungan yang sangat mendukung.
Sistem pengetahuan tradisional terhadap keanekaragaman hewan sangat baik terutama jenis yang berada di lingkungannya. Hasil inventarisasi jenis hewan yang tercatat meliputi 120 jenis baik hewan liar di lingkungan, hewan peliharaan maupun yang dibudidayakan. Pemanfaatan keanekaragaman hewan dipergunakan sebagai bahan pangan, penunjang ritual adat, penunjang ekonomi rumah tangga, peliharaan serta keindahan lingkungan.
Keberlanjutan keanekaragaman hayati di wilayah Tengger sebagai wilayah penyangga harus dipertahankan, diperlukan dukungan dari pihak terkait seperti Pemerintah Daerah, Dinas terkait, Kantor Balai TNBTS, Perhutani, serta strategi pengembangan disegala bidang sesuai proposional wilayah, jumlah penduduk, tingkat pendidikan, pelestarian, penyuluhan, pengawasan dalam kerangka dukungan terhadap daerah penyangga. Wilayah lahan desa masyarakat Tengger sangat cocok untuk budidaya sayuran seperti kentang, bawang prei, kobis, ercis, wortel, terong belanda, lombok terong, kopi, apel (Desa Gubuklakah, Kayukebek), kaya akan adat budaya unik sangat perlu dilestarikan, pengobatan tradisional, ritual adat, udara yang sejuk dan dingin di wilayah Tengger dengan obyek wisatanya masyarakat lokal maupun mancanegara perlu dikembangkan, digalakkan sebagai aset pariwisata Jawa Timur. Keberlanjutan ke depan desa Tengger dan sekitarnya tidak terlepas dari kesejahteraan masyarakat, sistem ekologi pegunungan Bromo Tengger Semeru saling ketergantungan dalam sebuah ekosistem, manusia serta adat sosial, keanekaragaman hayati dan lingkungannya.
Kata kunci: Bromo Tengger Semeru, etnobiologi, pengetahuan tradisional,
masyarakat Tengger.
© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebut sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau
seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin Institut Pertanian Bogor.
ETNOBIOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU
JAWA TIMUR
JATI BATORO
Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada Program Studi Biologi Tumbuhan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2012
Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo
Dr. Sri Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc.
Penguji pada Ujian Terbuka :
Prof. Dr. Eko Baroto Waluyo
Prof. Dr. Ir. Edi Guhardja, MSc.
Judul Disertasi : Etnobiologi Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru
Jawa Timur
Nama : Jati Batoro
NRP : G363070081
Program Studi : Biologi
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, MS. Ketua
Dr.Ir. Tatik Chikmawati, M.Si. Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto, DEA. Anggota Anggota
Diketahui
Ketua Program Dekan Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Miftahudin, M.Si. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
Tanggal Ujian: 30 Juli 2012 Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat-Nya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan Judul Etnobiologi
Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Pada kesempatan ini
penulis perlu menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Ir. Dede Setiadi, M.S selaku Ketua Komisi Pembimbing; Dr. Ir. Tatik
Chikmawati M.Si dan Prof. Dr. Ir. Y. Purwanto DEA masing-masing selaku
anggota Komisi Pembimbing yang telah dengan sabar memberikan bimbingan,
saran dan kritikan untuk menyelesaikan tulisan ini.
2. Prof. Dr. Ir. Ervizal A. M. Zuhud banyak memberikan inspirasi.
3. Dr. Ir. Kgs. Dahlan Wakil Dekan FMIPA IPB, Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono DEA
mewakili Pogram Studi Biologi Tumbuhan Sekolah Pasca Sarjana IPB di ujian
tertutup dan terbuka.
4. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB, Ketua Program Studi Biologi
Tumbuhan SPs-IPB, Dr. Ir. Miftahudin MSi.
5. Prof. Dr. Ir. Yogi Sugito MS Rektor Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr.
Marjono M.Phil Dekan FMIPA UB, Dr. Widodo M.Sc, Ketua Jurusan Biologi
FMIPA dan Proyek I-MHERE UB, yang telah memberikan beasiswa program
Doktor.
6. Dr. Rodiyati S.Si, M.Sc sebagai Ketua Laboratorium Taksonomi Tumbuhan
Jurusan Biologi FMIPA UB dan kolega Brian Rahardi M.Sc, Dra.Gustini
Ekowati M.P, Dr. Serafinah Indriyani M.Si, Dr. Luqman Hakim M.Sc, Arifin
dan Apriyono S.Si.
7. Kepala Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS),
Kepala Perhutani Jawa Timur, Kepala Daerah Tingkat II Kabupaten Malang,
Pasuruan, Lumajang dan Probolinggo.
8. Teman-teman dari Puslitbang Biologi LIPI Kebun Raya Pasuruan, Perhutani
dan Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS).
9. Petinggi Desa Ngadisari bapak Supoyo SH. MM, bapak Kartono Petinggi Desa
Ngadas Kidul, bapak Sumartono Petinggi Desa Ngadas Wetan, para Petinggi
Desa seluruh masyarakat Tengger serta staf. Koordinator Dukun Pandhita
masyarakat Tengger bapak Mudjono, Dukun Pandhita bapak Sutomo, bapak
Supayadi, bapak Natrulin dan para Dukun Pandhita seluruh Tengger, Sesepuh
Tengger, masyarakat Tengger di Malang, Pasuruan, Lumajang dan
Probolinggo.
10. Kepada semua pihak yang penulis tidak bisa sebutkan satu persatu yang telah
banyak membantu secara materi dan non materi dalam penulis menyelesaikan
penelitian dan penulisan ini.
11. Secara khusus, penulis menyampaikan terima kasih secara tulus kepada istri
tercinta Dra. Sri Suwanti atas dorongan, pengorbanan, kesabaran,
pengertiannya, anak-anak tercinta Tectona Ekaningtyas S.KG. di FKG UNEJ
Jember, Dian Apriliyani di UB dan Agnes Arimbi A. SMAN 9 Malang. Tidak
lupa doa orang tua Sumardi WS (alm) dan Ibu Suyati serta mertua Hadi
Sukarto (alm) dan Ibu Surtijah (alm), yang semasa hidup mendorong agar
penulis dapat mecapai gelar akademik tertinggi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
Jati Batoro
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Yogyakarta pada tanggal 25 April 1957, sebagai anak
pertama pasangan Sumardi Widyo Sumarto Almarhum (KRT. Widyo Padmo
Dipuro) dan Ibu RR. Suyati. Pendidikan Sekolah Dasar (SD) hingga Sekolah
Lanjutan Pertama SMPN 1 Wates diselesaikan di Kulon Progo Yogyakarta dan
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) SMA Taman Madya Ibu Pawiyatan di
Yogyakarta. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Biologi UGM, lulus pada
tahun 1985. Pada tahun 1998, penulis melanjutkan pendidikan di Jurusan Biologi
FMIPA, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dengan Beasiswa BPPS
dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dan lulus pada tahun 2001.
Kesempatan untuk melanjutkan pendidikan Program Doktor diperoleh pada tahun
2007 pada Program Studi Biologi Tumbuhan, Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor (IPB), dengan bantuan beasiswa proyek I-MHERE Universitas
Brawijaya(UNIBRAW). Penulis bekerja sebagai staf pengajar bidang Taksonomi
Tumbuhan dan ,Etnobotani pada Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahun Alam Universitas Brawijaya sejak tahun 1986, hingga sekarang.
Beberapa karya ilmiah yang berkaitan dengan penelitian disertasi telah
dipublikasikan, diantaranya sebuah artikel dengan judul Pengetahuan Fauna
(Etnozoologi) Masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur
diterbitkan pada Jurnal Biota (SSSN 0853-8670) Vol.17 (1) : 46-56, Februari
2012. Artikel lain yang berjudul: Pengetahuan Botani Masyarakat Tengger Di
Bromo Tengger Semeru telah di terima untuk diterbitkan di Jurnal Wacana Vol 14
No (4) Oktober 2011; Ritual Entas-Entas Di Desa Tengger Ngadas Kidul
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang telah terbit di Jurnal Natural B, Vol
1.No (2) Oktober 2011. Karya Ilmiah lain yang berjudul Pemanfaatan Tumbuhan
dan Hewan dalam Ritual Adat di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur telah
disampaikan pada Seminar, Simposium dan Kongres PTTI (11-13 Oktober) di
Bedugul Bali tahun 2011.
DAFTAR ISI
Halaman
1. PENDAHULUAN ………………………………………………….. 1 1.1 Latar Belakang ………………………………………………….. 1 1.2 Perumusan Masalah …………………………………………….. 3 1.3 Tujuan Penelitian ……………………………………………….. 4 1.4 Manfaat Penelitian ……………………………………………… 4 1.5 Kebaharuan (Novelty)…………………………………………… 5 1.6 Kerangka Pemikiran ……………………………………………. 5
2. TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………. 9 2.1 Etnobiologi ……………………………………………………... 9 2.2 Masyarakat Tengger ……………………………………………. 11 2.3 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)……………. 13
3. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN METODE PENELITIAN... 17 3.1 Lingkungan Fisik ……………………………………………….. 17 3.1.1 Letak Geografi ……………………………………………… 17 3.1.2 Geologi, Tanah dan Hidrologi ……………………………… 17 3.1.3 Iklim ………………………………………………………… 18 3.2 Lingkungan Biologi …………………………………………….. 20 3.3 Lingkungan Sosial Budaya ……………………………………... 22 3.3.1 Aspek Sosial Budaya ……………………………………….. 22 3.3.2 Agama dan Kepercayaan …………………………………… 25 3.3.3 Kepemimpinan Tradisional dan Lembaga Adat ……………. 26 3.3.4 Bahasa Lokal Tengger ……………………………………… 27 3.3.5 Sistem Penguasaan Lahan (Tenurial System) ………………. 28 3.4 Pendekatan Penelitian …………………………………………... 29 3.4.1 Etnoekologi …………………………………………………. 29 3.4.2 Etnobotani …………………………………………………... 28 3.4.3 Etnozoologi …………………………………………………. 28 3.5 Konservasi Sumberdaya Tumbuhan…………………………….. 30
4. ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR……………………………...
31
Abstrak ……………………………………………………………… 31 4.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 32 4.1.1 Latar Belakang………………………………………………. 32 4.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 35 4.2 Bahan dan Metoda ……………………………………………… 35 4.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 35 4.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………… 36 4.2.3 Metode Penelitian …………………………………………… 36 4.2.3.1 Pendekatan Emik (pengetahuan) ………………………… 36 4.2.3.2 Pendekatan Etik (ilmu pengetahuan) ……………………. 36
4.2.3.3 Analisis Vegetasi ………………………………………... 37 4.3 Hasil …………………………………………………………….. 38 4.3.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan ………………... 38 4.3.2 Pengenalan Satuan-satuan Lingkungan menurut Konsep Tata
Ruang Masyarakat Tengger …………………………………
40 4.3.2.1 Kawasan Pemukiman …………………………………… 41 4.3.2.2 Kawasan Pertanian ……………………………………… 49 4.3.2.3 Kawasan Sakral atau Keramat ………………………….. 63 4.3.2.4 Kawasan Hutan TNBTS ………………………………. 67 5.1 Pembahasan …………………………………………………….. 70 6.1 Simpulan ……………………………………………………….. 77
5. ETNOBOTANI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR……………………………...
81
Abstrak ……………………………………………………………… 81 5.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 82 5.1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 82 5.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 85 5.2 Bahan dan Metode ……………………………………………… 85 5.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 85 5.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………… 86 5.2.3 Metode Penelitian …………………………………………… 86 5.2.3.1 Metoda Pengumpulan Data Sosial Budaya Masyarakat
Tengger …………………………………………………
86 5.2.3.2 Pengumpulan Data Etnobtani ………………………….. 86 5.2.3.3 Data Kualitatif ………………………………………….. 87 5.2.3.4 Pemilihan Narasumber …………………………………. 87 5.2.3.5 Perhitungan Nilai Guna Jenis Tumbuhan Berguna …….. 88 5.3 Hasil ……………………………………………………………. 93 5.3.1 Sosial Budaya Masyarakat Tengger ………………………… 93 5.3.1.1 Aspek Sosial Budaya …………………………………... 93 5.3.1.2 Sistem Kepemimpinan Tradisional …………………….. 94 5.3.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan ………………………………………………….
94 5.3.2.1 Pengetahuan botani lokal masyarakat Tengger................... 95 5.3.2.2 Pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan
jenis tumbuhan ……………………………………………
99 5.3.3 Indek Kepentingan Budaya (ICS) …………………………... 5.4 Pembahasan …………………….………………………………. 171 5.5 Simpulan ………………………………………………………... 178
6. ETNOZOOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR ……………………………..
181
Abstrak ……………………………………………………………… 181 6.1 Pendahuluan ……………………………………………………. 182 6.1.1 Latar Belakang ……………………………………………… 182 6.1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………. 184 6.2 Bahan dan Metode ……………………………………………... 184
6.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian ………………………………... 184 6.2.2 Alat dan Bahan ……………………………………………... 184 6.2.3 Metode Penelitian …………………………………………... 185 6.3 Hasil …………………………………………………………….. 185 6.3.1 Pemanfaatan Jenis dan Kategori Pengelompokannya….......... 185 6.3.1 Keanekaragaman Hewan Sebagai Bahan Pangan …………... 187 6.3.3 Keanekaragaman Hewan Buruan …………………………… 188 6.3.4 Keanekaragaman Hewan Mempunyai Makna ……………… 189 6.3.5 Keanekaragaman Hewan Sebagai Bahan Ritual Adat ……… 189 6.3.6 Keanekaragaman Hewan Ternak ……………………………. 192 6.3.7 Keanekaragaman Hewan Peliharaan dan Pariwisata ………... 193 6.3.8 Keanekaragaman Hewan Liar di Lingkungan ………………. 194 6.4 Pembahasan …………………………………………………….. 201 6.5 Simpulan ……………………………………………………….. 204
7. PEMBAHASAN UMUM ………………………………………….. 205 7.1 Sosial Budaya, Adaptasi dan Pengelolaan Lingkungan
Masyarakat Tengger …………………………………………… 205 7.2 Keanekaragaman Hayati, Pengembangan Pertanian, Peternakan
dan Pariwisata di Wilayah Tengger …………………………… 211
7.3 Pembangunan Masyarakat Tengger Berkelanjutan di Wilayah Tengger ………………………………………………………...
215
7.4 Strategi Konservasi wilayah Tengger ………………………….. 217
8. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………………….. 221 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………. 227 LAMPIRAN ………………………………………………………... 235
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah Penduduk di sembilan Desa masyarakat Tengger ………….... 242 Keanekaragaman jenis tanaman pekarangan sebagai bahan pangan … 453 Jenis-jenis tumbuhan sebagai indikator kesuburan tanah dan jenis
mengganggu tanaman budidaya di lingkungan ……………………… 624 Sistem kategorisasi lahan pada masyarakat Tengger…………………. 735 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori
etnobotani (Quality of use categories in ethnobotany)……………….. 896 Kategorisasi intensitas penggunaan (Intensity of use) jenis tumbuhan
berguna ………………………………………………………………. 927 Kategorisasi yang menggambarkan tingkat eklusivitas atau tingkat
kesukaan ……………………………………………………………… 92
8 Terminologi untuk pengenalan dan karakterisasi tumbuhan pada masyarakat Tengger …………………………………………………. 98
9 Kategori pemanfaatan tumbuhan, jumlah jenis dan distribusi di masyarakat Tengger ………………………………………………….. 99
10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan pangan (tanaman budidaya dan non budidaya) di masyarakat Tengger .......................................... 102
11 Kategori jenis penyakit di masyarakat Tengger, jumlah jenis tumbuhan dan organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat ……… 118
12 Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di masyarakat Tengger………. 128
13 Keanekaragaman jenis tanaman hias di perumahan dan gubuk di masyarakat Tengger ………………………………………………...... 134
14 Keanekaragaman jenis tumbuhan digunakan dalam ritual adat di tempat sakral …………………………………………………………. 141
15 Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger ………………………………………………………………. 159
16 Sebelas jenis tanaman dengan Nilai Indek Kepentingan Budaya (ICS) tertinggi dan tinggi masyarakat Tengger …………………………….. 168
17 Kategori nilai ICS jenis tumbuhan bermanfaat masyarakat Tengger ... 16918 Jenis tumbuhan liar yang berpotensi menurut masyarakat Tengger ..... 17119 Jumlah jenis hewan dimanfaatkan dan liar di masyarakat Tengger …. 18720 Keanekaragaman jenis hewan ritual masyarakat Tengger …………… 19121 Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan: ternak, kegunaan dan
jenis hewan liar di lingkungan desa Tengger ………………………… 195
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka fikir studi Etnobiologi dalam kehidupan masyarakat
Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur …………………... 72 Peta lokasi penelitian dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
(TNBTS)………………………………………………….................. 193 (a) Pakaian adat SDN Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten
Probolinggo dan (b) Pure di Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabuparen Lumajang ………………………………….......................... 25
4 Struktur organisasi Pemerintahan Desa dan Lembaga Adat masyarakat Tengger .................................................................................................... 39
5 Sikap dan Pandangan Hidup masyarakat Tengger............................... 396 Rumah Tengger: (a) Dapur (Pawon) dengan tumang dan (b) Homestay
di Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan ……………………………… 437 Pekarangan: (a) Tanaman hias, mawar (Rosa hybrida, tlotok
(Curculigo capitulata) dan (b) Jenis bahan ritual (Fuchia hybrida)… 448 Perkampungan Tengger: (a) Sistem perkampungan bergerombol Desa
Ngadiwono Kecamatan Tosari Pasuruan dan (b) Perkampungan Desa Ranupani Kecamatan Senduro Lumajan……………………………….. 47
9 Sarana Desa: (a) Jalan Desa Ngadas Kidul dan (b) Padmasari di tepi jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan.............................................. 48
10 Pertanian terasiring: (a) Batas Tegalan Desa Ranupani dan Zona Hutan Rimba (TNBTS) dan (b) Lahan pertanian di Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo ..………………………………………………………… 49
11 (a) Lokasi kerja sama antara pihak Perhutani dan Desa Gubuklakah seluas 10 Ha dengan tanaman kopi, suren, jabon dan (b) Tanaman industri poo………….............................................................................. 55
12 Peristiwa alam: (a) Jenis tumbuhan cemara mengalami kerusakan akibat uap belerang dari gunung Bromo dan (b) Longsor lahan pertanian Desa Ngadiwono ………………………………..................... 58
13 (a) Suasana meletusnya gunung Bromo dan (b) Suasana sekolah SDN desa Putus (Ngadirejo)…………………………………………………. 58
14 Pola pertanian Gubuk-kandang di masyarakat Tengger ……………… 6015 (a) Gubuk serta kandang dan (b) Ternak sapi jantan di Desa Ngadas
Kidul Kecamatan Poncokusumo……………………………………….. 60 16 Tata guna lahan tradisional masyarakat Tengger Desa Ngadas Kidul
Kecamatan Poncokusumo: (a) Pedanyangan, (b) Wihara Paramita, (c) Pure,(d) Masjid, (e)Sanggar Pamujan, (f) Makam dan (g) Gubuk-kandang ………………………………………………………………..
6117 Padmasari di tepi jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan. 63
18 Tempat sakral: (a) Lahan makam di Desa Wonokitri dan (b) Sanggar Agung di Desa Ngadas Wetan…………………………….....................
67
19 Sarana Desa: (a) Danau Ranupai (TNBTS) mengalami pendangkalan dan (b) Lahan tegalan subur dengan latar belakang gunung Semeru......................................................................................................
70
20 Aktivitas pertanian: (a) Sigiran jagung dan (b) Menyiwil tanaman tropong atau bawang prei di Desa Wonokitri ………….....................
112
21 Aktivitas pertanian: (a) Budidaya lombok kriting dan (b) Tanaman budidaya lombok terong ………………................................................
116
22 Sarana transportasi: (a) Konstruksi jembatan Desa Keduwung dari kayu cemara dan (b) Transportasi kuda ..………………………………
118
23 Seni tradisional dan olah raga: Kesenian jaranan (a) dan (b) Olah raga balap sepeda motor ………..................................................................
120
24 Seni tradisional: (a) Kesenian reyok Desa Wonotoro dan (b) Tayup di Desa Ngadas Kidul……………………………………………………
121
25 Peralatan rumah tangga: (a) Ibu di Desa Wonokitri menumbuk jagung untuk bahan aron dan (b) Peralatan pertanian di gubuk…...……………
122
26 Tumbuhan obat: (a) Dringu dan (b) Jamur impes, (c) Aseman dan (d) Kentang………………………………………………………….............
131
27 Tanaman bumbu: (a) Ketumbar dan (b) Tanaman jarak……………. 131 28 Upacara Yadnya Kasada: (a) Pure Poten di Lautan Pasir gunung
Bromo dan (b) Masyarakat menunggu sesaji tandur tuwuh (marit) di tebing kawah gunung Bromo……………………………………............
153
29 Upacara Yadnya Kasada: (a) Tempat Mulun (ujian Dukun Pandhita) di Pura Poten pada acara Kasada dan (b) Tetamping di kaki gunung Bromo …………………………………………………………………..
153
30 Ritual Unan-unan: (a) Korban kerbau dengan seperangkat sesaji (foto Purnomo) dan (b) Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang ………………………………………………………………….
154
31 Acara ritual Karo: (a) Kesenian tari sakral Sodoran di Desa Jetak dan (b) Nyadran Karo di makam Desa Ngadas Kidul……………………….
155
32 Acara ritual Entas-entas: (a) Ongkek serta macam sesaji dan (b) pembacaan mantra di depan Petra oleh Dukun Pandhita……………….
157
33 Acara ritual Entas-entas: (a) Iber-iber dalam ritual Entas-entas dan (b) Wong Sepuh membakar Petra di Pedanyangan…………………………
158
34 Acara ritual Leliwet: (a) Mendirikan rumah oleh Dukun Pandhita dan (b) Jumat Legi di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari ………………….
159
35 Dukun Pandhita Zaman Kolonial Belanda …………………………….. 167 36 Acara ritual: (a) Wisuda Sesepuh Tengger oleh Dukun Pandhita
Mudjono dan bapak Sutomo dan (b) Sendra tari Roro Anteng-Joko Seger di Bale Agung Desa Ngadisari ………………………………..
167
37 Peristiwa kebakaran: (a) Padang rumput Jomplangan TNBTS tahun 2011 dan (b) Bekas kebakaran hutan TNBTS tahun 2009……………... 169
38 (a) Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger dan (b) Status jumlah jenis pakan ternak …………………….. 170
39 Katagori nilai ICS tumbuhan berguna pada masyarakat Tengger…………………………………………………………………. 177
40 Keanekaragaman jenis hewan pada saat Yadnya Kasada di kawah gunung Bromo …………………………………………………………. 191
41 Pemanfaatan jenis hewan: (a) Pariwisata kuda dan (b) Hewan peliharaan anjing ………………………………………………………. 191
42 Pengetahuan jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger…………. 20143 Jumlah jenis hewan bermanfaat, pengganggu dan liar……………….… 20144 Interaksi sistem sosial dan ekosistem dari Rambo (1983)………….….. 20945 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman
hayati (Purwanto et al. 2004)…………………………………………... 216
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Keanekaragaman jenis tumbuhan tegalan di lingkungan
masyarakat Tengger .......................................................................... 237
2 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di lahan tegalan masyarakat Tengger……………………………………………………………... 243
3 Nilai Indek Penting (INP) jenis herba di lahan tegalan masyarakat Tengger …………………………………………………………….. 244
4 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang ……….............................. 246
5 Indek Nilai Penting (INP) keanekaragaman jenis perdu di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang …………………. 249
6 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Komplangan Perhutani Kabupaten Malang ………………………………………. 250
7 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di tegalan masyarakat Tengger …………………………………………………………….. 251
8 Keanekaragaman jenis buah-buahan di masyarakat Tengger………. 252
9 Keanekaragaman jenis tumbuhan bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan ………………………………………………………….. 255
10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan bangunan, teknologi lokal, tali-temali, seni, pembungkus dan kayu bakar……………………… 257
11 Index of Cultural Significance (ICS) dan keanekaragaman jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger…………........... 261
1
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat suku Tengger merupakan penduduk asli Jawa yang menempati
wilayah lereng deretan pegunungan Bromo Tengger Semeru sejak runtuhnya
kerajaan Majapahit. Mereka mengisolir diri dan lebih senang hidup pada
lingkungannya sendiri (Stibbe & Uhlenbeck 1921; DKDJPH & PABKSD IV
1984; Suyitno 2001). Masyarakat Tengger mempunyai tatanan yang disepakati
bersama (pranata) serta adat sosial budaya khas dan unik, agama, kepercayaan,
kesenian, bahasa serta organisasi sosial atau sistem kelembagaan sendiri. Pada
umumnya masyarakat Tengger hidup pada sektor pertanian, terutama pertanian
tanaman kentang, bawang prei, kobis, jagung, wortel, dan sebagian kecil
mengelola wisata, perdagangan maupun peternakan.
Masyarakat Tengger menghuni sebagian desa penyangga Taman Nasinal
Bromo Tengger Semeru (TNBTS) yang meliputi empat Pemerintah Daerah
Tingkat II yaitu Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang.
Mereka sudah hidup turun temurun mulai dari nenek moyangnya yang dahulu
menggantungkan kehidupannya berupa sumber daya hayati dari hutan dalam
memenuhi kebutuhannya dengan pedoman bahwa hutan beserta isinya merupakan
anugerah Sang Hyang Widhi untuk dimanfaatkan manusia agar kehidupannya
sejahtera (DKDJPH & PABKSD IV 1984; DKDJPH & PABTNBTS 1999;
Nurudin et al. 2004). Sebagian masyarakat Tengger menempati wilayah di dalam
Zona Pemanfaatan Tradisional (enclave) meliputi Desa Ngadas dan Desa
Ranupani, jauh sebelum TNBTS berdiri. Taman Nasional merupakan kawasan
pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem Zonasi,
mempunyai tujuan konservasi, penelitian, pendidikan dan kepariwisataan.
Kendala yang dihadapi dalam pengelolaan Taman Nasional pada umumnya
disebabkan keterbatasan anggaran dana pemerintah, sumber daya pengelola,
kelemahan infrastruktur, serta belum harmonisnya hubungan antara pihak
pengelola dengan masyarakat sekitar (Primack et al.1998; DKDJPH &
PABTNBTN 1999; DKDJPH & PABTNBTS 2008).
2
Sebagaimana halnya masyarakat lainnya, masyarakat Tengger sebagian
besar hidup pada sektor pertanian yang telah lama melakukan strategi, teknik
adaptasi, teknik pengelolaan, teknik budidaya, teknik produksi, serta teknik
pengobatan tradisional terhadap pemanfaatan keanekaragaman hayati baik
tumbuhan maupun hewan (etnobiologi) sesuai dengan keadaan alam
lingkungannya. Pengetahuan masyarakat lokal tentang pengelolaan lahan dari
sumber daya hayati tidak hanya dipengaruhi oleh sejarah dan adat-istiadat, tetapi
juga kondisi sumber daya alam yang tersedia, kesuburan tanah, teknik peladangan
dan etos kerja. Ketergantungan manusia terhadap keanekaragaman hayati serta
tata cara kehidupan, sangat berkaitan dengan keanekaragaman budaya dari suatu
masyarakat (Taylor 1990; Ellen 1993; Sandbukt & Wiriadinata 1994). Oleh sebab
itu perlu ditelaah bagaimana konsep dan pemahaman serta penguasaan
pengetahuan dari masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya hayati serta
lingkungannya.
Dewasa ini telah banyak pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan
tumbuhan dan hewan serta variasi jenis tumbuhan dan hewan telah hilang
keberadaannya dari suatu masyarakat. Hal ini berarti hilangnya kearifan
tradisional atau berbagai jenis tumbuhan dan variasinya yang belum sempat
diketahui atau dikaji informasinya karena kondisi lingkungan berubah dengan
cepat (Sastrapradja & Rifai 1989; Rifai 1994). Sistem pengetahuan yang berasal
dari adanya akumulasi pengetahuan dalam berinteraksi dengan alam lingkungan
yang berjalan lama, umumnya memiliki pranata, norma adat, yang merupakan
bukti fundamental dari kondisi sosial budaya suatu kelompok masyarakat (Cotton
1996; Purwanto 2006 ).
Pengetahuan masyarakat lokal telah banyak memberikan kesempatan
berharga bagi kita untuk memahami aspek ekologi lanskap lahan pegunungan,
termasuk lanskap hutan di sekitar mereka. Apakah sistem pertanian dan
pemanfaatan keanekaragaman hayati yang mereka lakukan menyebabkan
kerusakan lingkungan atau tidak, informasi ini juga akan membantu kita dalam
memahami sejarah lansekap, perubahan lansekap dan pola-pola vegetasi masa
lalu, sekarang dan mendatang. Ekosistem pegunungan merupakan fakta penting
bagi fungsi ekologis dan konservasi keragaman hayati sumberdaya genetik baik
3
tumbuhan maupun hewan, namun rentan terhadap erosi tanah dan longsor yang
mengakibatkan hilangnya keragaman hayati dan sumberdaya genetik maupun
habitat (Odum 1971; Keating 1994, Primack et al. 1998). Berdasarkan latar
belakang di atas, serta belum adanya penelitian yang mendasar pada bidang
etnobiologi masyarakat Tengger terhadap pemanfaatan, pengelolaan
keanekaragaman hayati baik tumbuhan maupun hewan serta lingkungannya,
sehingga mendorong kami penelitian terhadap kehidupan dan etnobiologi
masyarakat Tengger dilakukan untuk penelitian disertasi ini.
1.2 Perumusan Masalah
Kondisi lingkungan biofisik dipengaruhi oleh proses adaptasi masyarakat
Tengger. Oleh sebab itu kerusakan lingkungan dan keanekaragaman hayati dapat
menyebabkan ancaman bagi kelangsungan kehidupan mereka. Mereka memiliki
ketergantungan pada lahan pertanian untuk memenuhi kebutuhan hidup seperti
bahan pangan, bahan obat-obatan tradisional, bahan ritual, sumber ekonomi
rumah tangga dan berbagai kebutuhan lainnya. Latar belakang sosial budaya dan
ekonomi masyarakat Tengger dapat mempengaruhi perilaku dalam mengelola
sumber daya alam hayati dan lingkungan sekitarnya. Hal ini yang mendasari
dilakukannya penelitian etnobiologi pada masyarakat Tengger. Salah satu aspek
yang dibahas dalam penelitian ini adalah sistem pengetahuan masyarakat Tengger
dalam mengelola sumber daya alam hayati untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
dan pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan di sekitarnya. Pengetahuan lokal
(local knowledge) masyarakat Tengger tentang pengelolaan sumber daya hayati
ini belum tergali dan sangat sedikit informasinya. Oleh karena itu pengetahuan
masyarakat Tengger tersebut perlu untuk didokumentasi sebelum terdegradasi
oleh pengaruh lingkungan, perkembangan ilmu pengetahuan dan informasi serta
intervensi budaya dari luar. Masalah lainnya adalah rendahnya tingkat pendidikan
masyarakat Tengger dan keterbatasan sarana dan prasarana sehingga
menyebabkan terjadinya keterbelakangan teknologi dan kemampuan beradaptasi
serta kemampuan daya saing dengan masyarakat di sekitarnya. Keterbelakangan
tingkat pendidikan masyarakat tersebut berkaitan erat dengan pandangan
4
masyarakat Tengger yang beranggapan bahwa “bersekolah yang tinggipun
masyarakat Tengger akan kembali ke ladang”. Dari uraian permasalahan tersebut
maka perlu dilakukan studi etnobiologi masyarakat Tengger untuk mengetahui
strategi masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya hayati dan selanjutnya
dapat dijadikan pijakan dalam pengembangan dengan pengelolaan sumber daya
hayati yang lebih menguntungkan baik secara ekonomi maupun ekologi dan
pengembangan secara berkelanjutan.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses dari
teknologi adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger terhadap kondisi
lingkungan tempat mereka beraktivitas dalam mengelola dan memanfaatkan
sumberdaya alam hayati serta lingkungannya serta pengaruh yang
ditimbulkannya. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:
1. Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang sistem
pengelolaan sumber daya hayati (tumbuhan dan hewan) yang meliputi
keanekaragaman jenis, kegunaan dan cara pemanfaatannya, pengaruh dan
cara pengembangannya.
2. Mengungkap pengetahuan lokal masyarakat Tengger tentang lingkungan di
sekitarnya meliputi persepsi dan konsepsi, pembagian tata ruang satuan
lingkungan, pengelolaan dan pemanfaatannya, pengaruh yang ditimbulkan
serta strategi pengembangannya.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat:
1. Dapat memberikan sumbangan pemikiran baru tentang pengembangan
interdisiplin bidang etnologi dan biologi untuk menganalisis dan mengevaluasi
hubungan saling ketergantungan antara masyarakat Tengger sebagai produsen
(informan) dalam mengelola pola fikir (corpus) dan memanfaatkan (praxis)
sumberdaya di lingkungan tempat mereka bermukim. Dengan demikian antara
informan, corpus dan praxis menjadi bagian yang penting untuk menjelaskan
5
proses adaptasi yang terjadi sebagai akibat hubungan keterkaitan antara
masyarakat Tengger dengan lingkungannya.
2. Melengkapi khasanah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat Tengger
berkaitan dengan suku-suku di Indonesia. Memberikan sumbangan pemikiran
ilmiah secara komprehensif tentang hubungan masyarakat Tengger dengan
sumber daya alam hayati dan lingkungannya.
3. Memberikan sumbangan data ilmiah aspek etnobiologi masyarakat Tengger
yang dapat dijadikan dasar pertimbangan kebijakan pembangunan yang
berkelanjutan dari masyarakat Tengger.
1.5 Kebaharuan Penelitian (Novelty) 1. Pengetahuan Masyarakat Tengger tentang keanekaragaman jenis-jenis
tumbuhan dan hewan, kegunaan dan potensinya.
2. Pengetahuan Masyarakat Tengger tentang pengelolaan lingkungan dan
pembagian tata ruang di kawasan Pegunungan Bromo Tengger Semeru.
3. Pengetahuan tentang teknologi adaptasi masyarakat Tengger dalam mengelola
sumber daya hayati dan lingkungannya
1.6 Kerangka Pemikiran
Perbedaan aspek historis, sosial, ekonomi dan budaya dapat
mempengaruhi perilaku kehidupan masyarakat Tengger dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber daya hayati dan lingkungannya. Kehidupan masyarakat
yang sebagian besar bersumber dari sektor pertanian tersebut sangat bergantung
dari sumber daya alam hayati dan lingkungannya. Hubungan masyarakat Tengger
dengan alam lingkungannya terlukis dari konsep pengelolaan sumber daya hayati
dan lingkungannya, cara pengelolaan dan pemanfaatannya, satuan lansekap yang
terbentuk, keanekaragaman jenis hayati yang terdapat di setiap satuan lingkungan
dan bentukan karakteristik setiap satuan lingkungan yang ada. Studi ini
memaparkan dan menganalisis bagaimana masyarakat Tengger mengelola dan
memanfaatkan keanekaragaman sumber daya hayati dan lingkungannya untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya baik untuk kepentingan subsisten maupun
kepentingan ekonomi rumah tangganya.
6
Kondisi biofisik alam pegunungan Tengger yang memiliki topografi
berbukit dan bergunung dengan kemiringan hingga mencapai 70o, suhu yang
dingin (kondisi ekstrem bisa mencapai 0oC), berkabut dan kelembaban yang
tinggi memiliki pengaruh terhadap strategi adaptasi masyarakat Tengger.
Kemampuan masyarakat Tengger dalam mengembangkan strategi adaptasi
tersebut adalah dalam rangka memanfaatkan sumber daya alam hayati yang ada
secara optimal guna mencukupi kebutuhannya. Strategi masyarakat Tengger
dalam mengeksploitasi sumber daya hayati dan lingkungannya telah
memunculkan bentuk-bentuk satuan lingkungan yang masing-masing memiliki
karakteristik spesifik sesuai dengan pemanfaatan dan nilai gunanya.
Masyarakat Tengger memiliki pengetahuan dalam mengelola
keanekaragaman jenis sumber daya hayati dan lingkungan serta mengembangkan
sistem produksi di Pegunungan Bromo, Tengger dan Semeru dengan kondisi tipe
ekosistem yang spesifik. Pengetahuan tersebut telah mampu digunakan untuk
mempertahankan eksistensi diri masyarakat Tengger dari tekanan baik dari luar
maupun tekanan dari alam. Pengetahuan pengelolaan sumber daya hayati, sistem
produksi dan teknologi adaptasi yang dikembangkan masyarakat Tengger tersebut
merupakan sumber pengetahuan yang harus digali dan dianalisis untuk
mengetahui kesahihannya, sehingga pengetahuan yang dikembangkan masyarakat
Tengger tersebut dapat bermanfaat bagi pengembangan kawasan tersebut secara
berkelanjutan. Alur pikir studi ini disajikan dalam Gambar 1.
Batasan penelitian etnobiologi pada disertasi ini hanya meliputi
etnoekologi, etnobotani dan etnozoologi masyarakat Tengger di Bromo Tengger
Semeru Jawa Timur.
7
Gambar 1 Kerangka fikir studi Etnobiologi dalam kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur.
Historis, sosial budaya-ekonomi mempengaruhi
perilaku kehidupan masyarakat terhadap
sumber daya hayati, lingk.
Sumber daya alam hayati dalam kehidupan masyarakat Tengger
Lingkungan alam (ekosistem) pada masyarakat Tengger
Pengetahuan sumber daya hayati, keanekaragaman jenis, pemanfaatan dan pengelolaan
Tata ruang, bentuk satuan lingkungan, pandangan (corpus)
dan praktek pemanfaatan, pengelolaan (praxis)
Adaptasi terhadap kondisi lingkungan biofisik
STRATEGI PENGELOLAAN KEANEKARAGAMAN HAYATI DAN LINGKUNGAN MASYARAKAT
TENGGER BERKELANJUTAN
Pengetahuan sumber daya hayati Tumbuhan (Etnobotani ) dan
hewan (Etnozoologi) Pengetahuan lingkungan
(Etnoekologi)
9
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Etnobiologi
Sumber daya alam pada dasarnya menyediakan penghuninya untuk dapat
dimanfaatkan dalam menunjang kelangsungan kehidupannya. Manusia sebagai
bagian dari unsur penghuni bumi paling mudah untuk menyesuaikan dirinya
dengan alam lingkungan dimana mereka bermukim. Melalui daya cipta, rasa dan
karsa manusia melakukan adaptasi berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya
yang diperoleh dari lingkungannya, sehingga setiap kelompok masyarakat atau
etnik memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda dalam mengelola sumber daya
alam hayati di lingkungannya. Indonesia yang mempunyai banyak pulau besar
maupun kecil dihuni oleh berbagai suku dengan sistem adat maupun budaya yang
bermacam-macam. Masing-masing suku tersebut memiiki kemampuan adaptasi
dan berinteraksi dengan lingkungannya dalam rangka memenuhi kebutuhan
hidupnya.
Etnobiologi adalah bidang ilmu yang menelaah tentang hubungan
menyeluruh antara budaya manusia dengan keanekaragaman hayati meliputi pola
pikir, persepsi, konsepsi, pemanfaatan dan pengelolaannya. Menurut Berlin
(1992), Sukarman dan Riswan (1992) etnobiologi merupakan ilmu interdisipliner
yang mempelajari manusia atau suku dengan lingkungan sumberdaya hayati
tumbuhan dan hewan serta mikroorganisme, yang berkaitan dengan pengetahuan,
pengelolaan dan penggunaannya. Di Indonesia etnobiologi belum banyak dikenal,
namun dalam praktek terutama ahli biologi dan antropologi bidang ini menjadi
perhatian karena kegunaan dan status keberadaannya. Etnobiologi berkembang
dengan adanya fakta bahwa budaya suku bangsa dalam memanfaatkan sumber
daya alam hayati berbeda-beda bergantung pada sumber daya alam dan
lingkungannya.
Friedberg (1990) dan Ellen (1993) mempelajari etnobiologi suku Bunaq di
pulau Timor, suku Nuaulu di Pulau Seram Tengah yang mengkaitkan dunia
tetumbuhan dan hewan dari cara pengenalan, penggolongan (klasifikasi) dan
pemanfaatannya. Cara pendekatan dalam pengetahuan tradisional adalah dengan
pendekatan ekonomi atau kajian cara pemanfaatan jenis tumbuhan, pendekatan
10
kognitif dan analisis sosial budaya dalam mengetahui bagaimana persepsi
masyarakat terhadap dunia tumbuhan dan lingkungannya serta pendekatan
ekologis dan ekologi kebudayaan bagaimana mengelola sumber daya alam dan
lingkungannya (Purwanto 2006). Dengan demikian ruang lingkup etnobiologi
merupakan ilmu yang komplek meliputi berbagai disiplin ilmu antropologi,
botani, zoologi, arkeologi, paleobotani, fitokimia, ekologi, ekonomi, pertanian,
kehutanan, ekowisata dan biologi konservasi, selain itu kajiannya dapat
memberikan gambaran, peran serta dorongan terhadap pembangunan
berkelanjutan (Berlin 1992; Toledo 1992; Keating 1994; Fandeli 2002; Dede
2007).
Bukti-bukti paleobotani menunjukkan bahwa ketergantungan manusia
terhadap keanekaragaman hayati sudah diketahui semenjak prasejarah, sehingga
peran manusia atau kelompok suku, etnis dengan segala cara kehidupannya sangat
menentukan nasib lingkungannya. Sumber daya nabati, pengetahuan tradisional,
adaptasi teknologi serta lingkungan alam akan mengalami kepunahan apabila
masyarakat, warga negara, pemerintah tidak proaktif, arif terhadap suku atau
masyarakat tradisional (tradisional people).
Etnobotani menurut Cotton (1996); Purwanto (2006) dan Waluyo (2008)
merupakan ilmu interdisipliner dengan pendekatan holistik hubungan manusia
dengan keanekaragaman jenis tumbuhan. Hubungan kultural, keanekaragaman
hayati, dan lingkungan dapat bersifat menguntungkan tetapi juga merugikan.
Aspek interdisipliner ini meliputi etnofarmakologi, etnomedisional,
etnogynaekologi, etnopediatrik, etnoortopedik, etnooptalmologi, etnoagrikultur,
etnotoksikologi, etnomusikologi, etnoekologi, etnofitokimia, etnolinguistik,
etnokosmetika dan lain-lain. Martin (1988) dan Cotton (1996) menjelaskan
etnobotani adalah ilmu yang mempelajari keseluruhan hubungan langsung antara
manusia dan tumbuhan untuk apa saja kegunaannya. Sedangkan Rifai dan Waluyo
(1992), berpendapat etnobotani sebagai cabang ilmu yang mendalami hubungan
budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya, dalam hal ini lebih diutamakan
persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang dipelajari dalam sistem
pengetahuan anggotanya terhadap tumbuhan dalam lingkungan hidupnya.
11
Etnoekologi muncul karena adanya pandangan baru ilmu ekologi yaitu
keberlanjutan (sustainability). Titik awal studi etnoekologi adalah pemahaman
terhadap alam, kebudayaan dan aspek produksi. Sehingga studi etnoekologi selain
memperhatikan aspek alamiah juga mempertimbangkan aspek kebudayaan
masyarakat atau etnik dalam melakukan proses produksi. Jadi etnoekologi
merupakan disiplin ilmu menyeluruh menggabungkan aspek intelektual dan
praktis, meletakkan pusat analisisnya pada proses kongkrit secara menyeluruh dari
suatu kelompok budaya suatu etnik dalam proses produksi dan mereproduksi
material alam. Masyarakat tradisional diketahui memiliki banyak pengetahuan
yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam secara lestari, sesuai
dengan kondisi wilayahnya. Etnoekologi merupakan dasar hubungan manusia
dengan lingkungannya yaitu pemahaman tentang kebudayaan, alam dan faktor
produksi (Toledo 1992; Sukarman 1992).
2.2 Masyarakat Tengger
Masyarakat Tengger yang mayoritas beragama Hindu Dharma, sejak lama
telah menghuni lereng-lereng pegunungan Bromo Tengger Semeru pada
ketinggian antara 800–2200 m di atas permukaan laut. Persebaran wilayahnya
terletak di kabupaten tingkat II Malang, Probolinggo, Pasuruan dan Lumajang.
Sebagian masyarakat Tengger mendiami daerah penyangga Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru (Stibbe & Ulenbeck 1921; DKDJPH & PABTNBTS
1999; Anonim 2004; DKDJPH & PABTNBTS 2008).
Masyarakat Tengger dengan pengalaman yang telah teruji terhadap alam
lingkungan pegunungan, sehingga mempunyai seperangkat pengetahuan, sistem
pertanian, sistem nilai budaya, sistem kemasyarakatan, sistem kelembagaan,
sistem kepercayaan dan keagamaan. Tatanan kepemimpinan, tata ruang, kesenian,
hak tanah, adat budaya, teknologi tradisional, pengobatan, adat perkawinan,
pantangan, perdagangan, sistem kekerabatan serta hari, bulan dan pasaran,
sehingga mempunyai tatanan sosial (social order) mantap. Sistem pengetahuan
tradisional sangat berhubungan dengan adat istiadat budaya, tradisi serta persepsi
yang merupakan ungkapan pola fikir didalamnya terkandung tata nilai, norma,
kaidah dan sumber daya hayati serta alam lingkungannya (DKDJPH &
PABKSDA IV 1984; Suyitno 2001).
12
Berdasarkan prasasti Walandit (Desa Walandit) berangka tahun 851 Saka
(929 M), masyarakat Tengger berasal dari kerajaan Majapahit, dikenal sebagai
wong Majapahit yang dibebaskan dari pajak (tetileman) dan dipersembahkan pada
gunung Bromo (Bataviaasch Geootschap Voor Kunsten en Wetenschappen
Notulen tahun 1899 dalam DKDJPH & PABKSD IV (1984), dimana para
penghuni dianggap sebagai Hulun Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa, mereka
menempati tempat suci (hila-hila). Berdasarkan prasasti Kumbolo, kitab Pararaton
dan menurut kepercayaan mereka masyarakat Tengger adalah keturunan Roro
Anteng putri Majapahit dan Joko Seger, putra seorang pertapa. Masyarakat
Tengger mempunyai sifat gotong royong yang kuat, jujur, memegang teguh
sistem nilai adat budaya serta kepercayaan sebagai pemersatu yang
mengedepankan musyawarah berlandaskan kasih sayang (Welas Asih Pepitu)
yaitu Welas Asih marang Bapa Kuasa, Syang Hyang Widhi, Welas Asih Ibu
Pertiwi serta tanah dan lingkungannya, Welas Asih Bapa Biyung, Welas Asih
Rasa Jiwa, Welas Asih Sepadane Urip, Welas Asih Sato Kewan dan Welas Asih
Tandur Tinuwuh. Kesemuanya merupakan ajaran nenek moyang mereka yang
diwariskan turun temurun secara lisan. Menurut kepercayaan nenek moyang
mereka, roh ada pada setiap benda, manusia, hewan maupun tumbuhan
(DKDJPH & PABKSDA IV 1984; Suyitno 2001).
Menurut Stibbe dan Ulenbeck (1921) suku Tengger menempati wilayah
Distrik Kandangan, Distrik Pakis (vroeger Toempang), Distrik Pasuruan dan
Distrik Probolinggo. Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk, sekarang
ditemukan lebih dari 33 Desa Tengger, yang sebagian besar dari desa tersebut
merupakan daerah penyangga TNBTS (DKDJPH & PABTNBTS 1999; Nurudin
et al. 2004). Hasil sensus penduduk tahun 1930 jumlah masyarakat Tengger
adalah 10.000 jiwa, dan pada tahun 1990 meningkat menjadi 30.000 jiwa dan
sekarang jumlah masyarakat Tengger diperkirakan 50.000 jiwa yang tersebar di
empat Kabupaten (DKDJPH & PABTNBTS 1999; Anonim, 2004). Keberadaan
masyarakat Tengger di kawasan deretan pegunungan Tengger dan Jambangan
(Semeru) dengan Taman Nasional (TNBTS), Perhutani serta kekhasan tradisi
yang berasal dari kerajaan Majapahit merupakan modal utama untuk
dikembangkan sebagai obyek wisata budaya. Masyarakat Tengger telah
13
mempratekkan sistem pertanian pada kondisi tanah lereng pegunungan terjal dan
bersuhu dingin, dengan membuat teras (Strip Croping), menggunakan pembatas
pepohonan terutama cemara gunung (Casuarina junghuhniana).
Masyarakat Tengger sangat paham tentang bagaimana cara mengatur dan
memanfaatkan tata ruang (lanskap) dalam membangun tempat tinggal maupun
praktek tradisi pertaniannya. Tempat tinggal saling berdekatan dengan yang lain,
tanpa pagar. Rumah adat belum diketahui secara pasti, akan tetapi rumah adat
diperkirakan terbuat dari kayu atau bambu dengan atap berupa klakah (bambu
dibelah) atau alang-alang. Bentuk bangunan selalu dilengkapi perapian (tumang),
lincak dan tempat duduk (dingklik) yang berfungsi untuk tempat berkumpulnya
semua anggota keluarga untuk berdiskusi atau menerima tamu (Suyitno 2001;
Sukari et al. 2004).
Pertambahan penduduk, rendahnya pendidikan dan keterbatasan luas lahan
serta keterbukaan dengan masyarakat lain sedikit demi sedikit akan
mempengaruhi pola serta nilai kehidupan masyarakat Tengger yang sebagian
besar menempati Desa penyangga. Oleh sebab itu diperlukan pengumpulan data
yang akurat sebelum terjadi erosi atau degradasi pengetahuan lokal,
keanekaragaman hayati, kemungkinan juga kerusakan hutan sekitar mereka.
Pengetahuan lokal tentang pemanfaatan tumbuhan maupun hewan dan lingkungan
oleh masyarakat tradisional sudah banyak hilang sebelum ditulis oleh peneliti,
namun disisi lain kita ingin menggunakan sumber nabati alami, seperti obat
tradisional, kosmetika, model perumahan (back to nature).
2.3 Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
Kawasan Bromo Tengger Semeru dijadikan sebagai Taman Nasional
berdasarkan SK Menteri Pertanian No: 736/MentanIX/1982 tanggal 14 Oktober
1982 seluas 58.000 Ha. Pada tahun 1997 dilakukan penunjukan kawasan TNBTS
dengan SK Menhut No. 278/KPTS-IV/1997, tanggal 23 Mei 1997 dengan luas
50.267,20 Ha. Pada tahun 2005 berdasarkan Menteri Kehutanan SK No:
178/Menhut. II/2005 tentang Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
seluas 50.276,20 Ha yang terletak di Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Probolinggo, Kabupaten Lumajang dan Kabupaten Malang. Wilayah TNBTS
sebelumnya merupakan Cagar Alam, Taman Wisata Alam, Hutan lindung dan
14
Hutan produksi. TNBTS dikelola berdasarkan Zonasi meliputi Zona Inti 22.006
Ha, Zona Rimba 23.485,20 Ha, Zona Pemanfaatan Intensif 425 Ha, dan Zona
Rehabilitasi 2.000 Ha, yang terletak di pegunungan Bromo, Tengger Semeru pada
ketinggian berkisar 750–3.676 m dpl serta dikelilingi area hutan Perhutani.
Berdasarkan perbedaan tinggi tempat dan suhu, formasi hutan TN.BTS dibagi
menjadi tiga Zona yaitu Sub Montane (750-1.500 m dpl); Zona Montane (1.500–
2.400 m dpl) dan Zona Sub Alpin (2.400 m dpl keatas) (Van Steenis 1972;
DKDJPH & PABTNBTS 1999; Sardiwina et al. 2002 ).
Gunung Bromo (2.392 m dpl masih aktif), gunung Widodaren (2.600 m
dpl) serta Pure Poten di lokasi lautan pasir merupakan tempat untuk upacara
Yadnya Kasada bagi masyarakat Tengger. Letak kawasan TNBTS meliputi
sebelah utara deretan pegunungan Tengger, dan sebelah selatan komplek
pegunungan Jambangan (gunung Semeru). Di komplek gunung Jambangan
(Semeru 3.676 m dpl masih aktif), sering dipergunakan untuk pendakian dan
merupakan obyek wisata alam menarik serta sering diadakan upacara oleh para
pendaki pada setiap tanggal 17 Agustus. Suhu udara di kawasan Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru berkisar 3°C –20°C, suhu terendah pada musim kemarau
dapat mencapai dibawah 0°C. Jenis tanah adalah regusol dan litosol, warna mulai
dari kelabu, coklat, coklat kekuningan sampai putih, tekstur pasir lepas sampai
lempung berdebu. Di TNBTS terdapat empat buah danau (ranu) yaitu Ranu
Regulo (0.75 Ha), Ranu Pani (1 Ha), Ranu Kumbolo (14 Ha) dan Ranu Darungan
(0.5 Ha), 25 sungai, 28 sumber mata air dan dua air terjun (BKDJPH &
PABTNBTS 2008).
Tugas-tugas Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
flora dan satwa serta pemanfaatan secara lestari potensi sumber daya alam hayati
dan ekosistemnya untuk kepentingan budidaya, pendidikan, penelitian, ilmu
pengetahuan, sosial budaya, rekreasi dan wisata alam. Sejak tahun 1992 TNBTS
dikelola oleh Kantor TNBTS sebagai Unit Pelaksana Teknis Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam Departemen Kehutanan dan
berdasarkan SK No: 185/kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997 menjadi Balai
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS). Melalui Peraturan Menteri
15
Kehutanan No: P.02/Menhut-II/2007 tanggal 1 Februari 2007 manjadi Balai Besar
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) Kelas IB (DKDJPH &
PABTNBTS 2008). Pada dasarnya daerah penyangga berfungsi sebagai
penyangga terhadap berbagai macam kegiatan yang dapat merusak potensi sumber
daya alam Taman Nasional.
Dalam melaksanakan tugas dan wewenang BTNBTS, sebagai pengelola
dan pemangku kawasan tidak terlepas dari gangguan dan ancaman yang salah
satunya ditimbulkan oleh masyarakat desa penyangga di sekitar kawasan hutan.
Secara administratif kawasan TNBTS dikelilingi 63 desa penyangga 23 desa
diantaranya adalah desa Tengger, tersebar di 17 kecamatan dan 4 Pemda TK II
Kabupaten yaitu Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang. Sebagian dari
masyarakat penyangga mempunyai ketergantungan terhadap potensi sumber daya
alam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Pada wilayah hutan lindung tidak
boleh digunakan untuk pemukiman maupun dimanfaatkan, sedangkan hutan
lindung dan wilayah Taman Nasional dengan pembagian Zonasi merupakan
wilayah hukum de facto wilayah tersebut (Barber 1999).
Taman Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki lebih kurang 1.025 jenis
tumbuhan termasuk di dalamnya 226 jenis anggrek, 138 tanaman hias, dan 187
tanaman obat-obatan, dan fauna yang telah teridentifikasi sebanyak 158 jenis
satwa liar yang terdiri dari 130 jenis burung, 22 jenis mamalia, 6 jenis reptil dan
jenis-jenis hewan yang dilindungi yaitu kijang (Muntiacus muncak), trenggiling
(Manis javanica) dan macan tutul (Panthera pardus), kera abu-abu (Macaca
fascicularis), burung rangkong (Buceros rhinoceros) (DKDJPH & PABTNBTS
1997).
17
3. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN PENDEKATAN PENELITIAN
3.1 Lingkungan Fisik
3.1.1 Letak Geografi
Kawasan Bromo Tengger Semeru merupakan rangkaian pegunungan yang,
meliputi komplek pegunungan Tengger dan Jambangan terletak pada ketinggian
750 – 3.676 m dpl, membentang 40 km dari Utara ke Selatan dan 20 – 30 km dari
Timur ke Barat dengan topografi kawasan di dominasi gunung, bukit serta lekuan
atau lembah yang diakibatkan erosi masa lalu (DKDJPH & PABTNBTS 1999;
DKDJPH & PABTNBTS 2008).
Masyarakat Tengger sebagian menempati daerah penyangga dan
berbatasan dengan kawasan konservasi TNBTS dan Perhutani berupa hutan
produksi dan hutan lindung. Desa Ranupani Kabupaten Lumajang dan Desa
Ngadas Kabupaten Malang merupakan daerah penyangga yang berada di dalam
wilayah konservasi TNBTS. Beberapa desa Tengger yang berada di luar kawasan
Taman Nasional merupakan desa penyangga yang berbatasan atau tidak
berbatasan dengan kawasan konservasi (Gambar 2).
3.1.2 Geologi, Tanah dan Hidrologi
Berdasarkan peta Geologi Jawa dan Madura dengan skala 1:500.000 dari
direktorat Geologi Indonesia tahun 1963, kawasan Bromo Tengger Semeru
terbentuk dari gunung api kuarter muda sampai tua, sedangkan jenis tanah adalah
regosol dan litosol, yang merupakan abu dan pasir vulkanik bersifat permiabilitas
sangat tinggi, lapisan teratas mudah terkena erosi, warna tanah mulai dari abu-
abu, coklat sampai coklat kekuningan, putih dan struktur tanah pasir sampai
lempung berdebu (DKDJPH & PTNBTS 2009). Tanah kawasan Tengger yang
terdiri dari debu, pasir dan liat merupakan faktor penting dalam penyebaran
vegetasi. Kawasan Bromo Tengger Semeru mempunyai tata air radikal (Radical
Drainase Pattern), artinya pada saat musim kemarau air permukaan sulit
didapatkan. Hal tersebut disebabkan air hujan jatuh dipermukaan tanah
selanjutnya merembes melalui sebaran tanah serta batuan gunung. Pada musim
penghujan, sungai mengalir di beberapa sungai, tidak meluap, namun air sebagian
18
tertampung di danau (ranu) atau merembes masuk ke dalam tanah. Wilayah
Bromo Tengger Semeru (TNBTS dan Perhutani) mempunyai peranan sangat
penting dalam pengaturan tata guna air, baik terhadap masyarakat Tengger
maupun masyarakat sekitar meliputi wilayah Kabupaten Malang, Pasuruan,
Probolinggo dan Lumajang, dimana sumber air mengalir melalui 50 anak sungai.
Selain itu juga terdapat 4 danau terdiri Ranu Darungan, Ranu Pani, Ranu
Kumbolo dan Ranu Regulo (DKDJPH & PABTNBTS 1999).
3.1.3 Iklim
Jawa Timur memiliki iklim tropis basah. Berdasarkan peta wilayah hujan,
dataran rendah bagian utara dan selatan mempunyai tipe iklim kering dengan rata-
rata curah hujan tahunan 1.000-2.000 mm/tahun, sedangkan bagian tengah
merupakan dataran tinggi, daerah perbukitan dan pegunungan mempunyai iklim
basah, dengan curah hujan rata-rata 2.000-3.000 mm/tahun. Dibandingkan dengan
wilayah pulau Jawa bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah
hujan yang lebih sedikit dengan curah hujan rata-rata 1.900 mm/tahun, dan musim
hujan berlangsung selama 100 hari. Suhu rata-rata berkisar antara 21-34°C, suhu
di daerah pegunungan lebih rendah, bahkan di daerah Ranupani (lereng gunung
Semeru), suhu bisa mencapai minus 4°C yang menyebabkan turunnya salju yang
lembut. Suhu udara kawasan Bromo Tengger Semeru berkisar antara 3-20°C,
suhu udara mencapai puncaknya pada musim kemarau 3-5°C, suhu maksimum
berkisar antara 20–22°C. Berdasarkan klasifikasi tipe hujan menurut Schmidt dan
Ferguson (1951) kawasan Bromo Tengger Semeru termasuk iklim B dengan nilai
Q sebesar 14.36% dan curah hujan rata-rata 3.000 mm/tahun (DKDJPH &
PABTNBTS 1999). Bagian laut pasir dan sekitarnya termasuk iklim C dengan
nilai Q sebesar 43.86% dengan curah hujan rata-rata 166 mm/bulan dengan rata-
rata hari hujan 9.28 hari/bulan. Kelembaban udara kawasan Bromo Tengger
Semeru antara 42%-97% dengan tekanan udara 1.007-1.015 mm Hg.
19
Gambar 2 Peta lokasi penelitian dan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Gubugklakah
Ngadas
Ranu Pani
Argosari
Pandansari
Ngadisari
Ngadas
Keduwung
Wonokitri
Mororejo Ngadirejo
Lumajang
Probolinggo
Pasuruan
Malang
20
3.2 Lingkungan Biologi
Secara umum masyarakat Tengger menempati wilayah pegunungan
Bromo Tengger Semeru yang mempunyai tipe ekosistem didasarkan pada
ketinggian tempat dari permukaan laut, suhu dan formasi hutan yaitu ekosistem
hutan pegunungan bawah atau Sub Montane, ekosistem hutan hujan pegunungan
atas atau Zona vegetasi Montane. Desa-desa Tengger terletak pada ketinggian 800
-2.100 m dpl, suhu rata-rata 10-20°C, dengan lingkungan bekas hutan telah
berubah menjadi lahan tegalan yang ditanami tanaman budidaya sayur mayur.
Jenis budidaya sayur meliputi kentang (Solanum tuberosum), bawang prei (Allium
fistulosum), kobis (Brassica oleracea), ucet (Vigna sinensis), wortel (Daucus
carota), sawi (Brassica juncea). Untuk konservasi masyarakat Tengger
mengandalkan tanaman lokal cemara gunung (Casuarina junghuhniana), putihan
(Buddleja indica), trabasan (Artemisia vulgaris), cubung (Brugmansia
suaneolens), paitan (Tithonia diversifolia), mentigi (Vaccinum varingiefolium),
klandingan (Albizia lophanta), akasia (Acasia decurrens) suren (Toona sinensis),
jabon (Ardina cordifolia) dan keningar (Cinnamomum burmanii)
Wilayah Bromo Tengger Semeru juga mempunyai ekosistem khas yaitu
Lautan Pasir (Kaldera), danau, ekosistem kawah dan padang rumput. Zona Sub
Montana ditandai kekayaan jenis tumbuhan dengan keanekaragaman jenis paling
tinggi dan termasuk hutan hujan tropis dataran rendah pegunungan. Jenis
tumbuhan berupa tegakan hutan pohon tinggi sehingga membentuk lapisan tajuk,
tumbuhan epifit liana, terna dan semak. Zona vegetasi Sub Montana memiliki
struktur yang kompleks dibanding dengan Zona vegetasi lainnya. Jenis-jenis
pepohonan yang paling dominan meliputi jenis dari anggota suku Moraceae,
Anacardiaceae, Lauraceae, Fagaceae, Sterculiaceae, Anacardiaceae, Rubiaceae
dan Euphorbiaceae.
Selain beranekaragam jenis pohon di Zona Sub Montana juga terdapat
tumbuhan epifit, dari suku Polypodiaceae, Hymenophyllaceae, Lycopodiaceae,
Marattiaceae, Orchidaceae, Marchantiacae dan Bryophyta. Berbagai jenis
tumbuhan bawah dari suku Arecaceae seperti Pinanga coronata, suku
Pandanaceae yang meliputi Pandanus tectorius, Freycentia insignis, suku
Begoniaceae, Poaceae, Polypodiaceae, Zingiberaceae dan suku Asteraceae seperti
21
paitan, kerinyu, tehan, trabasan, tanaman anting-anting (Fuchsia hybrida),
anggrek dan jenis paku pohon (Cyathea tenggeriensis).
Pada vegetasi Zona Montana jenisnya mulai berkurang meliputi jenis
cemara gunung, paku pohon, mentigi, kemlandingan gunung, akasia, edelweiss
(Anaphalis longifolia) dan senduro (Anaphalis javanica). Tumbuhan bawah
meliputi tumbuhan paku-pakuan, anggota suku Poaceae meliputi alang-alang
(Imperata cylindrica), bambu jajang (Gigantochlea apus), bambu betung
(Dendrocalamus asper) dan rumput merak (Themeda sp), Cypeaceae dan
Asteraceae. Lautan pasir ditumbuhi adas (Foeniculum vulgare), alang-alang,
paku-pakuan dan pusek (Eupatorium sp).
Jenis-jenis eksotik yang ditanam sekitar masyarakat Tengger seperti damar
(Agathis lorantifolia) dari Maluku, Pinus merkusii, Eupatorium palescens, Bidens
pilosa, poo (Melaleuca leucadendron), Acasia iliciformis, apel (Pyrus malus),
keningar, jabon, suren dan mindi (Melia azedarach) (DKDJPH & PABTNBTS
1995; DKDJPH & PABTNBTS 1997).
Hewan liar yang menghuni daerah Tengger dan kawasan Bromo Tengger
Semeru berdasarkan catatan tahun 1996-1997 diketahui ada 113 jenis fauna terdiri
dari 22 jenis mamalia, 85 jenis burung, dan 6 jenis reptilia. Jenis yang terdapat di
hutan dan sekitar perumahan penduduk meliputi Kijang, macan tutul (Panthera
pardus), kucing hutan (Felis bengalensis), ajak (Cuon alpinus) landak (Hystrix
brachyura), trenggiling (Manis javanicus), kera abu-abu (Macaca fascicularis),
budeng (Presbytis cristata), kancil (Tragulus javanicus), lutung (Trachypitecus
auratus). Jenis burung meliputi alap-alap (Accipiter sp), burung bido (Spilormis
chella), rangkong (Buceros rhinoceros), elang bondol (Haliatur indus), srigunting
(Dicrurus macrocercus), raja udang (Halcion capensis), tulung tumpuk
(Megalaima sp) dan belibis ada di sekitar danau (DKDJPH & PABTNBTS 1997).
Hewan peliharaan di wilayah masyarakat Tengger meliputi babi (Sus srofa), sapi
(Bos taurus), kambing (Capra aegragrus), kucing (Felis silvestris), anjing (Canis
lupus), burung dara (Columba livia) dan ayam kampung (Gallus gallus).
22
3.3 Lingkungan Sosial Budaya
3.3.1 Aspek Sosial Budaya
Sistem sosial masyarakat berkembang bersamaan dengan struktur sosial
yang berpengaruh terhadap perubahan sistem sosial masyarakat. Fenomena
tersebut juga terjadi di desa-desa di lingkungan masyarakat Tengger. Mereka
dikenal sebagai suku Tengger, wong Tengger atau wong Majapahit, dimana
masyarakatnya lugu, sederhana, jujur serta menyukai kehidupan dalam harmoni
dan kedamaian. Perubahan dan perkembangan sosial tersebut menyebabkan
terbentuknya unit-unit sosial yang berkembang dari sistem lama dan akan
mengalami perubahan.
Masyarakat sederhana ditandai adanya kelembagaan yang terintegrasi tidak
terdapat perbedaan yang signifikan antara aturan-aturan dan tuntutan. Mereka
mempunyai sistem pertanian, kelembagaan, kemasyarakatan, kepercayaan dan
upacara keagamaan, kepemimpinan, dan adat budaya yang unik. Upacara adat,
kesenian tradisional, teknologi tradisional, hak tanah, pengobatan, pantangan,
perdagangan, sistem kekerabatan serta hari, bulan dan pasaran merupakan bentuk
adaptasi kehidupan mereka. Sistem pengetahuan tradisional sangat berhubungan
dengan adat istiadat budaya, tradisi serta persepsi yang merupakan ungkapan pola
pikir yang didalamnya terkandung tata nilai, norma, kaidah dan sumber daya
hayati serta alam lingkungan sekitar (DKDJPH & PABKSD 1984; Widyoprakosa
1994; Suyitno 2001). Masyarakat Tengger mempunyai sifat gotong royong yang
kuat, jujur, memegang teguh adat budaya serta kepercayaan sebagai pemersatu
yang mengutamakan musyawarah berlandaskan Welas Asih Pepitu yang
merupakan ajaran nenek moyang mereka yang diwariskan secara turun temurun
secara lisan. Menurut kepercayaan nenek moyang mereka adanya roh pada setiap
benda, sampai pada manusia, hewan maupun tumbuhan (Suyitno 2001;
Widyoprakosa 2004).
Gunung Bromo sebagai tempat upacara Yadnya Kasada dipercaya sebagai
tempat suci. Puncak upacara Yadnya Kasada bertempat di Pure Poten dan
diadakan pada tengah malam hingga pagi hari, pada setiap bulan purnama bulan
Kasada atau bulan kesepuluh berdasar penanggalan Tengger. Salah satu hasil
23
karya kesenian tradisional mereka adalah tari sodoran dan ujung-ujungan yang
dimainkan pada perayaan hari besar Karo. Gamelan serta tari sodoran merupakan
cerminan zaman kebesaran kerajaan Majapahit. Struktur komposisi para penari
dan pemain mirip dengan struktur kerajaan masa lalu. Desa Tengger mempunyai
berbagai macam kesenian seperti jaran kepang, lodrok, ketoprak, bantengan,
kerawitan, tayuban, wayang kulit, tari topeng, sodoran, ujung-ujungan, tayup dan
reog. Cara berpakaian masyarakat Tengger sangat unik yaitu selalu memakai
sarung dislempang (disilangkan) baik laki-laki maupun perempuan, yang sudah
dilakukan turun temurun dan digunakan baik sehari-hari maupun sebagai pakaian
adat. Budaya api-api sebagai adat dalam kehidupan menyebabkan konsumsi kayu
bakar tinggi karena tidak hanya berfungsi seagai penghangat badan dan ruangan,
namun juga untuk memasak. Pertambahan penduduk Tengger relatif rendah,
karena keberhasilan Program Keluarga Berencana (KB) dan kesadaran akan
keterbatasan luas lahan. Keadaan tersebut mempengaruhi pola serta nilai
kehidupan masyarakat Tengger yang harmoni.
Suatu ciri khas masyarakat Tengger, dimana desa mempunyai tempat sakral
seperti Danyangan dan Sanggar Pamujan. Tempat tersebut berkaitan dengan
Dukun Pandhita, adat Tengger, tradisi Karo, Kasada dan Unan-unan. Pakaian
adat Tengger selalu terdiri dari sarung, ikat kepala dengan udeng atau blangkon
untuk laki-laki, ketu untuk perempuan, secara antropologi seperti orang Jawa,
namun bagian pipi sedikit memerah dan terutama kelihatan pada anak-anak
Tengger.
Masyarakat Tengger sebagian besar berpendidikan sekolah dasar (SD),
seperti yang dijumpai pada warga Desa Keduwung yang warganya sebagian besar
berpendidikan SD hal ini dapat dimaklumi, karena letak sekolah untuk tingkat
SLTP jauh dari desa serta jalannya sulit dijangkau. Selain itu adanya pepatah
orang Tengger yang berpendapat bahwa “pergi ke sekolah tinggipun akhirnya
akan pulang mengolah ladang kembali”. Oleh karena itu mereka lebih baik
membantu orang tua mengolah lahan pertanian. Hal ini dapat dimengerti karena
masyarakat Tengger lebih menyukai tempat tinggal di lingkungannya sendiri.
Namun sekarang pendapat sebagian masyarakat mulai berubah, dimotori oleh
Petinggi Desa Ngadisari bapak Supoyo SH, MM, yang menerapkan secara adat
24
bagi yang mau menikah minimal harus lulus SLTA. Hal ini disadari Petinggi Desa
Ngadisari yang mempunyai wawasan atas keberlanjutan pembangunan wilayah
Tengger serta pemberdayaan antar generasi ke depan. Mungkin dengan
pendekatan adat masyarakat akan tergerak terutama dalam bidang pendidikan
berbasis lokal. Menurut Anwar dalam Nurudin et al. 2004 masyarakat Tengger
meliputi 33 desa, sedang menurut bapak Dukun Pandhita Mudjono sekarang ada
sejumlah 41 desa Tengger. Jumlah penduduk di sembilan desa masyarakat
Tengger pada Tabel 1.
Tabel 1 Jumlah Penduduk di Sebelas Desa masyarakat Tengger
No Nama Desa Jumlah KK Jumlah Jiwa 1 Pandansari 1.050 3.2632 Ngadas Wetan 184 5173 Ngadisari 343 1.4934 Argosari 477 1.5395 Ranupani 400 1.289 6 Gubuklakah 839 2.9197 Ngadas Kidul 422 1.2978 Ngadirejo 484 1.0329 Mororejo 337 1.39510 Keduwung 391 1.55711 Wonokitri 624 2.400
Jumlah 5.460 18.701
Desa-desa Tengger telah mempunyai SDN, SLTP, sedang SLTA ada di
masing-masing Kecamatan. Desa Ngadisari tersusun atas 440 KK dengan jumlah
penduduk 1553 orang terdiri dari tingkat pendidikan TK 12 orang, SD 863 orang
(Gambar 3a), SLTP 424 orang, SLTA 80 orang, Akademi 3 orang, sarjana (S1-
S3) 42 orang (Anonim 2009). Masyarakat Tengger pada masa lalu rata-rata
berpendidikan SD, namun dengan kesadaran penduduk terutama generasi
mudanya nampaknya mulai melanjutkan ke tingkat SMP. Peralatan di Balai Desa
sudah mempunyai komputer dan beberapa perangkat Desa telah dapat
mengoperasikan secara baik, sedangkan dalam bidang olah raga masyarakat tidak
ketinggalan seperti halnya masyarakat lain meliputi sepak bola dan bola voli.
25
3.3.2 Agama dan Kepercayaan
Masyarakat Tengger pada awalnya mempunyai agama tersendiri yang
termasuk agama Hindu-Budha dengan corak lokal. Sesuai dengan surat keputusan
dari Parisada Hindu Dharma Provinsi Jawa Timur tanggal 6 Maret 1973
No.00/PHB Jatim/Kept/III/73 agama yang dianutnya adalah Budha Mahayana.
Adat kepercayaan masyarakat Tengger terpengaruh paham animisme serta cerita
mitos dan legenda, dimana menurut kepercayaan mereka gunung Bromo-Semeru
merupakan tempat suci dan keramat yang telah diwariskan oleh nenek moyang
mereka. Masyarakat Tengger sangat taat kepada adat budaya mereka yang telah
diwariskan leluhur dan memiliki ikatan pergaulan budi pekerti serta menjadi
ikatan persaudaraan dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Tengger tidak
mengenal kasta seperti Hindu Bali, tetapi mereka mempunyai orientasi kepada
Panca Srada yaitu kepercayaan kepada Sang Hyang Widi, Tuhan Pencipta Alam,
Kepercayaan kepada Atma roh leluhur, kepercayaan kepada Karma Pala (hukum
sebab akibat), kepercayaan kepada Punar Bawa (reinkarnasi), kepercayaan kepada
Moksha (Sirna). Namun masyarakat Tengger juga menganut filsafat hidup atau
Kawruh Budha (pengetahuan Watak) yaitu Prasojo, Prayogo, Pranoto, Prasetyo
dan Prayitno.
Gambar 3 (a) Murid SD SDN Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten Probolinggo dengan menggunakan pakaian adat; (b) Pure Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang.
Dalam perjalanannya masyarakat Tengger ada mempertahankan Budha
Mahayana, Hindu Dharma, Islam dan Kristen. Pure dipergunakan untuk upacara
agama Hindu (Gambar 3b) meliputi Galungan, Nyepi, Saraswati, Pagar Wesi,
b a
26
sedangkan yang beragama Budha, Islam, Kristen seperti tertera aturan peribadatan
agama yang dianut. Dukun Pandhita merupakan seseorang yang sangat dihormati
dan merupakan pemimpin upacara adat serta agama bagi pemeluk agama Hindu
dan Budha.
3.3.3 Kepemimpinan Tradisional dan Lembaga Adat
Dalam masyarakat tradisional kepemimpinan adat menjadi titik sentral
jalannya kehidupan masyarakat. Sistem ini mengatur segala aspek kehidupan dari
norma sosial, budaya, ekonomi, pertahanan dan sistem pengelolaan sumber daya
alam. Pada umumnya kepemimpinan tradisional merupakan suatu lembaga yang
memiliki ciri khas adanya dominansi golongan tertentu dan memiliki otoritas
bersifat turun-temurun dan mempunyai keputusan mutlak dan mengikat seluruh
warga. Sistem kepemimpinan desa Tengger dipimpin oleh seorang Kepala Desa
dikenal Petinggi dan sebagai kepala adat. Petinggi secara formal sebagai Kepala
Pemerintahan dan sebagai ketua adat, didampingi oleh Dukun Pandhita secara
informal bertugas pelaksanaan ritual adat, memberi pertimbangan dan nasihat
tidak hanya dalam bidang keagamaan, namun juga bidang pemerintahan,
pertanian dan pembangunan yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah Desa.
Dalam melaksanakan tugas administrasinya pemerintahan Petinggi dibantu
Sekretaris Desa disebut Carik, dan Kepala Desa dibantu oleh beberapa Kaur
(Kepala Urusan) Pemerintahan meliputi Kaur Pembangunan, Kaur Kesehjahteraan
Rakyat dan Kaur Keuangan. Petinggi dibantu Kasun (Kepala Dusun) yang dibagi
beberapa RW (Rukun Warga) dan RT (Rukun Tetangga). Kelembagaan Desa
memiliki LKMD, LMD, BPD (Badan Permusyawaratan Desa) serta organisasi
kemasyarakatan seperti Kader Pembangunan Desa (KPD), PKK, Karang Taruna,
Kelompok Tani, Koperasi dan Kelompok Pengajian yang fungsinya mempererat
sesama warga desa. Untuk mendukung berjalannya roda Pemerintahan Desa
meliputi Peraturan Desa dan Keputusan Kepala Desa. Untuk mengikuti keluarga
berencana (KB) hampir keseluruhan desa Tengger relatif berhasil, mereka sadar
bahwa tanah terbatas untuk keberlanjuan anak cucu.
Seluruh Dukun Panditha di masyarakat Tengger berjumlah 47 orang yang
tersebar 41 Desa di seluruh Tengger dengan koordinator Dukun Pandhita Bapak
27
Mudjono Brang wetan dari Desa Ngadas Wetan, Dukun Pandhita Astabrata Brang
Kulon dan Dukun Pandhita Senior Bapak Sutomo dari Desa Ngadisari. Pada
setiap Desa Tengger mempunyai satu atau dua Dukun Pandhita dan dibantu oleh
Legen serta Pedande yang bertugas mempersiapkan acara berkaitan perkawinan
serta sesajen dan Wong Sepuh bertugas mempersiapkan acara yang berkaitan
dengan acara kematian dan sesaji. Dukun Pandhita bertugas sebagai pelaksana
ritual adat dan agama, di bidang agama Hindu, Budha serta memberi nasehat
kepada Kepala Desa tentang adat budaya di desanya. Masyarakat Tengger
mempercayai kekuasaan para dewa dan pengaruhnya terhadap kehidupan di alam
jagat raya dan kasuwargan, dan mempercayai bahwa wilayah gunung Bromo
merupakan tempat yang suci. Mereka menjunjung tinggi keharmonisan dan
kelestariaan dalam persaudaraan seperti dalam sesanti lima petunjuk kesetiaan
yaitu Setyo Budaya, Setyo Wacana (sesuai perbuatan), Setyo Semoyo (menepati
janji), Setyo Mitra (selalu membangun setia kawan) dan Setyo Laksana
(bertanggung jawab terhadap tugas). Tradisi masyarakat Tengger tergambar dalam
kehidupan mereka yang merupakan budaya peninggalan Majapahit dan tradisi
mereka terikat bersama kepercayaan mereka dan agama Hindu-Budha sehingga
tetap kokoh. Pemandangan lahan pertanian dan panorama yang indah di sekitar
gunung Bromo, serta adat istiadat dan budaya tradisi unik menarik wisatawan
domestik maupun mancanegara, merupakan modal pembangunan wisata daerah
khususnya dan Jawa Timur Pada umumnya.
3.3.4 Bahasa Lokal Tengger
Bahasa yang digunakan berkomunikasi sehari-hari masyarakat Tengger
adalah bahasa Tengger dan hampir semua orang bisa berkomunikasi dengan
bahasa Indonesia. Bahasa merupakan simbol budaya yang dipergunakan untuk
komunikasi masyarakat Tengger adalah bahasa dialek Jawa Tengger, yaitu
memakai tingkatan ngoko dan kromo dipergunakan terhadap orang yang lebih tua
atau bahasa Indonesia untuk orang pendatang. Mereka masih mempertahankan
beberapa bahasa kawi seperti reang (aku), eyang untuk laki-laki dan aku (ingsun)
untuk perempuan, namun demikian setiap desa mempunyai sedikit perbedaan
dengan logat yang sama. Akhiran kata dalam pembicaraan banyak dipergunakan
akhiran a bukan seperti bahasa jawa o, yang hampir mirip dengan bahasa
28
Banyumas. Dalam berkomunikasi antar mereka menggunakan bahasa ngoko
dialek Tengger dan semakin majunya pendidikan SDN, SMPN dan SMK,
sehingga bahasa Indonesia dan bahasa asing mewarnai kehidupan mereka
terutama generasi muda karena berkaitan dengan banyaknya wisatawan lokal dan
asing.
3.3.5 Sistem Penguasaan Lahan (Tenurial System)
Menurut pandangan masyarakat Tengger, lahan dan tanah adalah warisan
leluhur, yang tidak dapat di jual belikan, karena bukan saja sebagai sumber
kehidupan, ekonomi, namun juga pelaksanaan kegiatan adat budaya, sosial, politik
serta kegiatan ritual. Oleh sebab itu pengetahuan lokal dari leluhur mereka yang
mengajarkan tentang adanya keberlanjutan kehidupan di dunia dan alam
kelanggengan, sebagai contoh perkembangan tentang pembatasan jumlah
penduduk dengan laju pertumbuhan penduduk yang lambat karena mereka sadar
atas keterbatasan lahan. Hal tersebut dilakukan untuk keberlanjutan generasi
sekarang dan yang akan datang. Hukum adat mereka mengatur sebagian besar
aspek sosial baik tata guna lahan maupun tanah, harus dijaga, digarap dan
dimanfaatkan, sehingga jarang sekali tanah ada bero (tidur).
Sistem kekerabatan sama dengan masyarakat Jawa pada umumnya,
pembagian hak waris diatur dalan hukum adat mereka dimana laki-laki dan
perempuan mempunyai hak yang sama. Hukum adat Tengger membagi tanah
yang dipergunakan meliputi tanah dipergunakan untuk umum dan tanah milik
keluarga atau pribadi. Pembagian tata ruang desa berupa tanah perpajakan hak
milik, tanah bengkok, bangunan umum meliputi pekuburan/makam, perkantoran,
Balai desa, rumah ibadah, sarana hiburan seperti tempat rekreasi, perumahan,
tanah komplangan dan yang lain (Anonim 2009).
Pandangan lama terhadap hutan mencerminkan bahwa lingkungan dan
isinya anugerah Sang Hyang Widhi agar dilestarikan dan dimanfaatkan. Tanda
batas lahan, hutan biasanya berdasarkan sungai, gunung, pohon seperti cemara,
gapura, danau seperti di Desa Ranupani serta patok cor milik TNBTS atau
Perhutani. Masyarakat Tengger lebih menyukai tempat yang terpencil,
pegunungan berbukit dan dingin serta berdekatan dengan tempat yang dianggap
suci yaitu gunung Bromo dan Semeru, hal ini berkaitan dengan agama dan
29
kepercayaan yang diajarkan oleh orang tua dalam mengadaptasikan kehidupan
tersebut.
3.4 Pendekatan Penelitian
3.4.1 Etnoekologi
Untuk memperoleh data ekologi dengan menggunakan analisis vegetasi
pada satuan lingkungan pekarangan, tegalan, komplangan dan Sanggar Pamujan.
Menentukan areal vegetasi pada ekosistem tegalan, komplangan dan Sanggar
Pamujan digunakan metode kwadrat secara purposive sampling. Pengamatan
ukuran plot untuk pohon 20 m x 20 m, semak 5 m x 5 m dan herba 1 m x 1 m.
Untuk Sanggar Pamujan plot diambil 20 m x 20 m dan secara kualitatif.
Pengamatan pekarangan dilakukan secara kualitatif. Hasil analisis vegetasi dari
setiap satuan lingkungan adalah nilai penutup setiap jenis tumbuhan. Besarnya
indek nilai penting (INP) jenis tumbuhan =Kerapatan Relatif + Dominansi Relatif
+ Frekwensi Relatif.
3.4.2 Etnobotani
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei yaitu melakukan
pengamatan langsung di lapangan. Melakukan wawancara bebas (open ended) dan
terstruktur, pada setiap desa dengan 7 orang informan kunci untuk menggali
pengetahuan masyarakat tentang keanekaragaman jenis tumbuhan berguna.
Perhitungan Index of Cultural Significance (ICS) didasarkan pada formula yang
dikembangkan oleh Turner (1988). Perhitungan ICS ini memiliki tujuan dan
fungsi untuk mengevaluasi atau mengukur kepentingan jenis tumbuhan bagi
masyarakat Tengger.
3.4.3 Etnozoologi
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan metode survei yaitu dengan
melakukan pengamatan langsung di lingkungan perkampungan, kandang dan ikut
dalam kegiatan yang berkaitan dengan acara ritual adat bersama informan.
Wawancara bebas dilakukan untuk menggali pengetahuan masyarakat tentang
keanekaragaman jenis hewan liar dan hewan yang dipelihara.
30
3.5 Konservasi Sumberdaya Tumbuhan
Metode yang digunakan merupakan kombinanasi perbandingan antara
nilai INP dan ICS dari setiap jenis tumbuhan pada setiap satuan lingkungan
dengan nilai kombinasi sebagai berikut:
a. INP tinggi dan ICS tinggi berarti jenis tumbuhan dapat dipertahankan
karena keberadaan jenis tersebut tinggi dan nilai pemanfaatannya tinggi
di tempat/lokasi.
b. INP tinggi dan ICS rendah berarti jenis tumbuhan tersebut harus
dimanfaatkan lebih lanjut dan dicari kegunaan yang lainnya karena
kehadirannya atau ketersediaannya tinggi di areal tersebut.
c. INP rendah dan ICS rendah berarti jenis tersebut harus tetap ada
walaupun kegunaanya belum diketahui, tetapi untuk konservasi jenis
perlu dilakukan agar jenis tersebut tidak punah.
d. INP rendah dan ICS tinggi berarti jenis tersebut harus dibudidayakan
karena kehadiran atau keberadaannya rendah tetapi kegunaannya tinggi.
31
4. ETNOEKOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO TENGGER SEMERU JAWA TIMUR
Abstrak
Penelitian etnoekologi dimaksudkan untuk mengungkap pengetahuan traditional masyarakat Tengger berkaitan dengan lingkungannya di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur. Penelitian ini meliputi konsepsi, persepsi terhadap pengetahuan lingkungan, berkaitan dengan sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak pengaruh aktivitas yang ditimbulkannya. Data penelitian di lapangan berupa data etnologi dan ekologi. Data etnologi diperoleh dengan pendekatan bersifat partisipasif atau penilaian etnobotani (participatory ethnobotanical appraisal) dan melalui wawancara terstruktur dan wawancara bebas serta pengamatan langsung, sedangkan data ekologi diperoleh dengan analisa vegetasi. Pengembangan serta pengolahan tanaman budidaya di pekarangan, tegalan, kebun, komplangan, kawasan konservasi berupa Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten dan gunung Bromo, lahan makam dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal dan kearifan lokal mereka. Sistem pengetahuan tradisional terutama pertanian di tegal sebagai kunci kelestarian keanekaragaman hayati. Wilayah Tengger dipercayai oleh masyarakat Tengger sebagai lambang kesucian, terhadap keagungan Sang Hyang Widhi Wasa. Kata Kunci: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger,
pengetahuan tradisional
Abstract
The integrative study of beliefs, traditional knowledge and practice of Tengger society in Bromo Tengger Semeru, East Java was studied using ethnoecological approach for the comprehensive understanding of landscape use and management. This study included the concept and perception on the environment indigenous knowledge correlated to the management system and the impact of their activities. The research data consisted of ethnological and ecological data. Ethnological data was collected using the participatory ethnobotanical appraisal, structured and open ended interview, and also directly observation; while ecological data was collected using vagetation analysis for important value index plant. The development and proccessing of agricultural practices in the yard, field, garden, agroforestry, and conservation area that consisted of Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pura Poten and Bromo mountain, grave area, and terasering was the result of local knowledge and local wisdom of Tengger society. The traditionally knowledge of Tengger people especially in the field agricultural practices is the key of sustanibility of biological diversity. Tengger society believe that Tengger area is the symbol of purity of the Sang Hyang Widhi Wasa. Keyword: Bromo Tengger Semeru, etnoekologi, Masyarakat Tengger, traditional knowledge
32
4.1 Pendahuluan
4.1.1 Latar Belakang
Manusia mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan
yang bervariasi sebagai penerapan pengetahuan dan teknologi untuk dapat
menyiasati kondisi lingkungan dimana mereka tinggal. Oleh sebab itu setiap
kelompok masyarakat atau etnik mempunyai tingkat kemajuan kebudayaan yang
berbeda bergantung pada akumulasi pengetahuan dan pengalaman dalam
berinteraksi dengan lingkungannya. Pada umumnya masyarakat telah memiliki
tatanan yang disepakati yang merupakan hasil interaksi dengan lingkungannya
dan telah berjalan lama yang dilakukan untuk menjaga keseimbangan
kehidupannya.
Etnoekologi merupakan suatu ilmu yang menitik beratkan pada
pengetahuan masyarakat tentang hubungan diantara organisme, teknologi adaptasi
dan pengelolaan lingkungan serta pengaruh terhadap kualitasnya. Titik awal studi
etnoekologi adalah pemahaman terhadap alam, kebudayaan dan aspek produksi,
sehingga studi etnoekologi selain memperhatikan aspek alamiah juga
mempertimbangkan aspek kebudayaan masyarakat atau etnik dalam melakukan
proses produksi. Etnoekologi merupakan cabang ilmu yang kemunculannya relatif
masih baru, dimana belum ada terminologi baku yang disepakati oleh para ahli.
Ilmu ekologi terus berkembang bersifat holistik antara pengetahuan kelompok
masyarakat dengan pengelolaan sumber daya alam beserta lingkungannya.
Jadi etnoekologi merupakan disiplin ilmu yang secara menyeluruh
menggabungkan aspek intelektual dan praktis, meletakkan pusat analisisnya pada
proses kongkrit secara menyeluruh dari suatu kelompok budaya suatu etnik dalam
proses produksi dan mereproduksi material alam. Masyarakat tradisional diketahui
memiliki banyak pengetahuan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber
daya alam secara lestari sesuai dengan kondisi wilayahnya. Etnoekologi
merupakan dasar bertumpu pada hubungan kebutuhan praktis bagaimana manusia
memanfaatkan alam lingkungannya (Toledo 1992). Menurut Purwanto (2003)
etnoekologi berasal dari bidang ilmu agroekologi, etnobiologi, geografi
33
lingkungan dan antropologi (etnosains), oleh karena itu pelaksanaanya harus
melibatkan masyarakat sebagai aktornya. Masyarakat lokal maupun masyarakat
pendatang mempunyai pengaruh terhadap perubahan lingkungan akibat aktivitas
dan dampaknya akan dirasakan oleh mereka.
Sebagai makluk sosial manusia senantiasa memerlukan kerja sama dengan
orang lain membentuk sosial grouping diantara sesama dalam upaya
mempertahankan diri dan mengembangkan kehidupannya. Lingkungan sosial
sebagai tempat bemacam-macam interaksi terkait dengan lingkungannya. Manusia
sebagai suatu bagian dari alam merupakan bagian utama bagi lingkungan yang
komplek. Kegiatannya seperti perkembangan jumlah penduduk, pembangunan
sarana prasarana, aktivitas penebangan hutan, penggunaan teknologi di bidang
pertanian, peternakan, penggunaan insektisida dan kegiatan lainnya yang
berkaitan dengan sumber daya alam akan mempengaruhi perubahan lingkungan.
Pada mulanya kegiatan tersebut bertujuan meningkatkan kualitas kesejahteraan
hidupnya, namun kegiatan tersebut dapat menjadi bumerang apabila tidak
mengindahkan kaidah-kaidah ekologi yang berlaku di kawasan tersebut. Manusia
dalam mempertahankan kehidupannya merupakan ekspresi kebudayaannya dalam
memenuhi kebutuhan bahan sandang, pangan, papan, kesenian, dan kebutuhan
lainnya. Didalam mengekpresikan budayanya tersebut manusia memiliki sifat
memilih dan ini merupakan bagian esensial manusia. Meningkatnya jumlah
penduduk serta terbatasnya lahan menyebabkan kebutuhan pangan, sandang,
papan dan pendidikan meningkat sehingga diperlukan usaha intensifikasi dan
ekstensifikasi dalam bidang pertanian.
Untuk mempertahankan hidup berkelanjutan manusia harus belajar
memahami lingkungannya dan mengatur sumber daya alam yang dapat
dipertanggungjawabkan demi kelestariannya Setiadi dan Tjondronegoro (1989).
Sumber alam hayati merupakan bagian mata rantai tatanan lingkungan ekosistem,
sehingga mampu menghidupi manusia. Keanekaragaman hayati merupakan
ungkapan pernyataan dari berbagai bentuk seperti variasi, penampilan, jumlah dan
sifat yang dapat terlihat maupun tidak pada suatu tingkatan ekosistem, jenis serta
tingkatan genetika. Semakin beranekaragam sumber alam hayati semakin stabil
tatanan lingkungan (Odum 1971; Sastrapradja & Rifai 1989). Menurut Rugayah et
34
al. (2004) pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan meliputi
perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis
biota dan ekosistemnya dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam beserta
ekosistemnya. Oleh sebab itu dibutuhkan pengetahuan luas tentang
keanekaragaman flora dan fauna di lingkungannya.
Kawasan gunung Bromo Tengger Semeru memiliki arti penting bagi
konservasi, biodiversitas pegunungan dalam melestarikan jenis-jenis langka dan
mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dan dikembangkan. Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru mempunyai keanekaragan jenis tinggi dan khas, di
lingkari oleh hutan Perhutani (hutan lindung dan hutan produksi), dimana hutan
lindung berfungsi dalam melestarikan tata guna air (hidrologi). Suatu lingkungan
berbeda menimbulkan dampak komposisi vegetasi berlainan misalnya, tegalan,
lautan pasir, pekarangan, hutan produksi, hutan alam. Vegetasi merupakan
masyarakat tumbuhan yang tersusun atas individu-individu atau kumpulan
populasi jenis. Struktur komunitas dengan komposisi keanekaragaman tumbuhan
tinggi mempunyai tempat dengan kelembaban tanah tinggi dan drainase baik.
Ketersediaan data yang baik di kawasan Bromo Tengger Semeru mempunyai
dampak dalam menentukan kebijakan dalam pengelolaan keanekaragaman hayati
berkelanjutan. Keberadaan masyarakat di sekitarnya merupakan bagian yang tidak
dapat dipisahkan dari sebuah mata rantai ekosistem yang saling berkaitan.
Masyarakat Tengger berada di kawasan Bromo Tengger Semeru telah
memiliki pengetahuan tradisional dalam pengelolaan lahan tegalan, pekarangan,
perumahan, tata air serta lingkungan pegunungan yang dingin, dimana
pengetahuan tradisional yang telah diturunkan dari nenek moyang telah menyatu
dalam setiap aspek kehidupannya. Pengetahuan tentang tata ruang tersebut
merupakan strategi adaptasi masyarakat terhadap kondisi lingkungan di
sekitarnya. Mereka melakukan aktivitas pengolahan tegalan terutama budidaya
sayuran, kebutuhan karbohidrat, obat-obatan, ritual, kayu bakar, bangunan serta
kebutuhan konservasi dalam menjaga lingkungannya. Setiap suku mempunyai
sistem pemberdayaan sumber daya tersendiri sesuai dengan keadaan alam
lingkungannya. Perilaku setiap suku akan berbeda dan hal ini dapat dimaklumi
sesuai dengan tingkat stategi adaptasi masyarakat, budaya terhadap
35
lingkungannya. Pengolahan lahan merupakan hasil pikiran manusia dalam
mengelola sumber daya alam dalam menciptakan kesejahteraannya.
4.1.2 Tujuan Penelitian
Untuk (1) mengungkap hubungan keterkaitan antara berbagai kegiatan
yang dilakukan masyarakat Tengger, sehingga mengakibatkan terbentuknya
satuan-satuan lingkungan lansekap dengan berbagai macam penutupan vegetasi.
Untuk (2) mengungkap hubungan keterkaitan antara satuan lingkungan yang satu
dengan lainnya berdasarkan atas pola pemikiran (corpus) untuk memanfaatkan
(praxis) sumberdaya di masing-masing lansekap. (3) Mengalisis secara ilmiah
sistem pengetahuan masyarakat Tengger dalam mengelola sumberdaya alam dan
melakukan analisis perbandingan dan konfrontasi antara pengetahuan lokal (emik)
dengan pengetahuan ilmiah (etik) untuk membuktikan keilmiahannya. (4)
Melakukan analisis vegetasi pada setiap satuan lingkungan yang diketahui jenis-
jenis tumbuhan mempunyai kepentingan ekologi tinggi akan menjadi dasar dalam
pengelolaan sumberdaya hayati bagi masyarakat Tengger.
4.2 Bahan dan Metode
4.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan mulai bulan April 2010 sampai
dengan bulan Mei 2011. Penelitian dilakukan di desa yang dihuni masyarakat
Tengger yaitu desa yang tinggal di luar dan di dalam kawasan TNBTS. Desa-desa
masyarakat Tengger yang terdapat di dalam kawasan TNBTS meliputi Desa
Ranupani Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Desa Gubuklakah
Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang, sedangkan Desa-desa masyarakat
Tengger yang berada di luar kawasan TNBTS meliputi Desa Ngadas Wetan, Desa
Ngadisari Kecamatan Sukapura, Desa Pandansari Kecamatan Sumber Kabupaten
Probolinggo; Desa Gubuklakah Kecamatan Poncokusuma Kabupaten Malang;
Desa Wonokitri, Mororejo Kecamatan Tosari, Desa Keduwung Kecamatan
Sumber dan Desa Ngadirejo Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan Desa
Argosari Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang (Gambar 2).
36
4.2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah meliputi komputer, kompas,
GPS (Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, diameter tape,
altimeter, soiltester, hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau
kayu, gunting stek, cat untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik,
kantong plastik berbagai ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label gantung,
kertas herbarium, kertas koran, sasak, alat dokumentasi kamera, film dan alat-alat
tulis. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, kamper dan
spiritus.
4.2.3 Metode Penelitian
Studi etnoekologi masyarakat Tengger meliputi pengungkapan sistem
pengetahuan masyarakat Tengger secara total tentang lingkungannya yang di
dalamnya terdapat berbagai aktivitas produksi dan pengaruh yang ditimbulkannya.
Untuk merealisasikan studi ini telah dilakukan 2 pendekatan sebagai berikut:
4.2.3.1 Pendekatan Emik (pengetahuan)
Membuat deskripsi secara rinci tentang satuan-satuan lansekap kawasan
studi yang dikenali berdasarkan pemahaman dan pengetahuan masyarakat
Tengger meliputi berbagai aspek ekologi misalnya tipe vegetasi, jenis dan sifat
tanah, kekayaan flora dan fauna, kondisi topografi, kondisi iklim dan lain-lainnya.
Mengungkapkan persepsi dan konsepsi masyarakat Tengger (pola
pemikiran, corpus) mengenai pengelolaan satuan lansekap beserta sumber daya
hayati yang terdapat di dalamnya. Untuk memperoleh data yang lengkap
dilakukan dengan menggunakan metode baku penelitian sosial terutama etnografi
yaitu melakukan pengamatan langsung dalam berbagai aktivitas kehidupan
masyarakat. Teknik yang dipergunakan wawancara (wawancara bebas atau open
ended, semi struktural dan struktural).
4.2.3.2 Pendekatan Etik (ilmu pengetahuan)
Melakukan studi dan analisis tentang bentuk dan kegiatan produksi yang
dilakukan masyarakat dengan cara mendeskripsikan bentuk aktivitas masyarakat
37
dalam mengelola sumberdaya alam hayati berikut teknologinya, produk-produk
yang dihasilkan, pengaruhnya terhadap kondisi lingkungan dan aspek lainnya.
Melakukan penilaian secara ekologis sebuah praxis melalui analisis dampak
pemanfaatan sumberdaya alam hayati terhadap struktur ekosistem yang telah
dimanfaatkan tersebut. Penilaian tersebut didasarkan pada pengamatan langsung
di lapangan dengan dengan menggunakan metode baku penelitian ekologi.
Sebagai contoh untuk untuk mengetahui struktur dan komposisi vegetasi
dilakukan dengan cara membuat plot pada satuan lingkungan yang ukuran dan
cara pengamatannya disesuaikan dengan bentuk dan kondisi lingkungannya.
4.2.3.3 Analisis Vegetasi
Dihitung nilai kepentingan ekologi setiap jenis yang terdapat pada setiap
satuan lingkungannya. Besarnya indek nilai penting (INP) dihitung dengan
persamaan menurut Setiadi dan Muhadiono (2000) dan Cox (2002).
INP = Kerapatan Relatif + Dominansi Relatif+ Frekwensi Relatif.
Kerapatan Jumlah individu suatu jenis Mutlak (KM) = ---------------------------------- Luas area contoh Kerapatan Kerapatan mutlak suatu jenis Relatif (KR) = ----------------------------------- x 100 % Kerapatan seluruh jenis Dominansi Jumlah penutupan suatu jenis Mutlak (DM) = ----------------------------------- Luas areal contoh
Dominansi Dominansi mutlak suatu jenis Relatif (DK) = ------------------------------------ x 100 % Dominansi seluruh jenis
Frekwensi Jumlah plot yang diduduki jenis Mutlak (FM) = --------------------------------------- Total jumlah plot contoh Frekwensi Nilai Frekwensi suatu jenis Relatif (FR) = ----------------------------------- x 100 % Total frekwensi seluruh jenis
38
4.3 Hasil
4.3.1 Persepsi Masyarakat Terhadap Lingkungan
Pandangan masyarakat Tengger terhadap lingkungan sangat berkaitan
dengan falsafah maupun kepercayaan serta religi yang dianut. Masyarakat
Tengger percaya jika aturan dilanggar maka akan berdampak tidak baik dan dosa
(walat). Alam lingkungan tidak bersahabat jika manusia tidak menghormati.
Pandangan tersebut tercermin pada struktur lembaga adat (Gambar 4) serta sikap
dan kepercayaan yang dianutnya (Gambar 5).
Masyarakat Tengger melalui Kelembagaan Adat mampu mengelola
sumber daya alamnya. Adanya kearifan lokal, maka hukum adat telah mengatur
kehidupan harmonis dengan lingkungannya. Kesepakatan sosial antara
masyarakat telah dikuatkan melalui hukum adat seperti hak waris, kepemilikan
tanah dan lahan sakral.
Menurut Nurudin et al. (2004) masyarakat Tengger dalam kehidupan
kesehariannya mengedepankan musyawarah berlandaskan welas asih pepitu (tujuh
cinta kasih) yaitu Welas Asih pada Sang Hyang Widhi, Welas Asih kepada tanah
air dan bangsa, Welas Asih kepada orang tua, Welas Asih pada diri sendiri, Welas
Asih kepada sesama, Welas Asih pada binatang dan Welas Asih pada tanaman
dan tanah serta lingkungannya. Hubungan tersebut menggambarkan pandangan
kehidupan yang harmoni, baik kepada sesama manusia, Sang Hyang Widhi Wasa,
dan terhadap keanekaragaman hayati serta lingkungan di wilayah Tengger.
Pandangan terhadap Sang Hyang Widhi diwujudkan dalam perilaku kehidupan
sehari-hari, hubungan sosial serta ritual adat. Persepsi mereka tidak hanya terbatas
pada organisma hidup namun juga terhadap benda mati serta alam di
sekelilingnya.
39
Gambar 4. Struktur organisasi Pemerintahan Desa dan Lembaga Adat masyarakat Tengger.
Gambar 5 Sikap dan Pandangan Hidup masyarakat Tengger.
PETINGGI
Dukun Pandhita
Legen Wong Sepuh
Pembantu Dukun Pandhita, Pedande
Kepribadian dan Perilaku
Manusia (Waras, Wareg, Wastro, Wisma , Widya
Panca Sradha, Panca Setia, Kawruh Budha
Welas Asih Pepitu
40
Sistem pendayagunaan sumber daya alam pada setiap suku berbeda, hal ini
tergantung dari sumber daya alam lingkungannya. Perbedaan ini mempengaruhi
perilaku, pola fikir dan aktivitas manusia dalam kehidupannya. Pemahaman
pengetahuan lokal sangat berkaitan dengan tingkat stategi adaptasi masyarakat
pada kondisi lingkungan di sekitarnya. Mengidentifikasi aktivitas masyarakat
dalam mengelola dapat digunakan untuk mengetahui sumber daya lingkungan
serta akibat pengaruhnya. Sumber data yang diperoleh berupa sistem menejemen
tradisional. Sistem pengetahuan tradisional tentang pengelolaan tersebut
terakumulasi dari generasi kegenerasi sehingga mereka dekat dengan alam
lingkungannya.
Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan dan cara pengelolaan
tradisional yang unik dalam memanfaatkan sumber daya alam dan lingkungannya
yaitu tecermin dari sistem kepemimpinan tradisioanal dan sikap hidup serta
pandanganya terhadap sumber daya alam hayati tersebut. Pengetahuan masyarakat
lokal tersebut memberikan gambaran kepada kita bagaimana mereka menyikapi
alam dan lingkungannya agar tetap hamonis sehingga mereka terus dapat
mengambil hasil dengan mengolahnya. Misalnya pengolahan lahan tegalan
berbukit terjal dapat menyebabkan kerawanan longsor dan merusak lingkungan.
Namun masyarakat Tengger punya pandangan bahwa pengolahan tanah terjal
dengan sistem strategi terasiring menggunakan tanaman konservasi berupa cemara
(Casuarina junghuhniana), astruli (Penisetum purpureum) dan jenis lain dapat
mencegah tanah longsor. Menurut masyarakat Tengger tanah, lingkungan
haruslah dirawat, dihormati, dilakukan ritual agar jauh dari marabahaya dan
mendapat penghasilan yang melimpah. Jika tanah tidak dirawat, maka dipercaya
alam akan menjadi murka seperti terjadinya tanah longsor, abu vulkanik, uap
belerang, embun upas akan terus terjadi.
4.3.2 Pengenalan Satuan-satuan Lingkungan Menurut Konsep Tata Ruang
Masyarakat Tengger
Studi tentang pengetahuan satuan lingkungan menurut konsep masyarakat
Tengger dimaksudkan mengidentifikasi, mengkarakterisasi dan menganalisis
semua aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan lingkungannya. Sistem
41
pengetahuan lokal dimaksudkan untuk mengetahui tingkat strategi adaptasi
masyarakat terhadap kondisi lingkungan di sekitar mereka.
Persepsi pengetahuan masyarakat Tengger tentang satuan lingkungan
meliputi unit satuan lingkungan pemukiman (pekarangan, desa), satuan
lingkungan pertanian (peladangan atau tegalan, komplangan, pertanian jalur
hijau), satuan lingkungan sakral (makam, Danyangan, Sanggar Agung/Pamujan,
hutan larangan), hutan sekunder, hutan rimba dan satuan lingkungan alamiah
lainnya seperti ranu (danau), kali (sungai), air terjun, segoro wedi (lautan pasir),
ledok (lembah), pereng (lereng gunung), gunung, kawah (lubang lawa), dan
sebagainya.
Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan lokal yang khas tentang
satuan lansekap pada kawasan pegunungan yang dingin. Pola pengetahuan satuan
lansekap erat berkaitannya dengan budaya dan kondisi lingkungan masyarakat
tersebut. Tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kondisi lingkungan tercermin
pula dari strategi adaptasi yang dikembangkan oleh masyarakat tersebut di dalam
mengelola kawasannya.
4.3.2.1 Kawasan Pemukiman
4.3.2.1.1 Omah, Griyo/Rumah Masyarakat Tengger
Menurut masyarakat Tengger rumah disebut sebagai “omah” yaitu
merupakan tempat tinggal keluarga”. Bentuk rumah pada awalnya hampir sama
yaitu berbentuk limasan yang memiliki dua atap yaitu atap yang mengarah
belakang dan atap yang mengarah ke depan.
Umumnya setiap mata rumah dihuni oleh satu keluarga inti yaitu kepala
rumah tangga, isteri dan anak-anaknya. Sistem perumahan masyarakat Tengger
dibangun secara bergerombol dengan jarak antar rumah yang saling berdekatan.
Alasannya adalah untuk memudahkan berkomunikasi antar rumah tangga di
perkampungan tersebut. Tata ruang perumahan masyarakat Tengger berbeda
dengan tata ruang perumahan tradisional masyarakat Jawa. Pada umumnya rumah
masyarakat Jawa dilengkapi dengan tanah pekarangan dan kandang ternak.
Situasi perumahan yang dibangun secara bergerombol dan berdekatan
tersebut mencerminkan kedekatan ikatan keluarga dan individu dalam mengatasi
42
masalah kehidupan diantara mereka. Namun demikian perumahan masyaraat
Tengger di Desa Ranupani, Kecamatan Senduro mempunyai sistem perumahan
yang agak menyebar. Hal ini disebabkan karena kepemilikan lahan dan adanya
tekanan migrasi yang dilakukan oleh masyarakat bukan asli Tengger.
Struktur rumah masyarakat Tengger tersusun atas: ruang tamu dan keluarga
(petamon), kamar tidur (peturon, sedongan) yang dilengkapi ruang Pamujan,
tempat menyimpan makanan (pedaringan atau petaringan) berada di pawon, dan
kamar mandi dan WC berada di bagian belakang. Biasanya rumah masyarakat
Tengger tidak berpagar hal ini menunjukkan masyarakatnya suka bekerja sama
dan bergotong royong. Rumah masyarakat tengger dibangun mengelompok atau
bergerombol dalam satu wilayah karena diakibatkan oleh sistem pewarisan. Pada
umumnya rumah dibangun menghadap kearah jalan atau gang (banjaran), namun
sebenarnya menurut pandangan masyarakat Tengger, rumah dibangun
menghadap ke arah selatan dianggap lebih baik. Akibat dari pengaruh luar,
pembangunan perumahan masyarakat Tengger sudah mengalami perubahan yang
signifikan baik arahnya, bentuk rumahnya yang modern yang dilengkapi sarana
listrik, sebagian besar berdinding tembok, dan berlantai berkeramik. Masyarakat
Tengger yang beragama Hindu sebagian besar di depan rumahnya dilengkapi
dengan ruang Sanggar Pamujan (tempat beribadah dan bersemedi) pada Sang
Hyang Widhi dan tempat sesaji atau Padmasari.
Rumah asli orang Tengger (griyo) hampir serupa seperti rumah orang Jawa
yaitu alas rumah atau lantai dari tanah dan pintu geretan (lawang) dilengkapi
kunci kayu (slorok). Tiang utama berupa soko berjumlah 4-12 dengan sunduk
agung, sunduk kili, pengeret, klilin, lambang sunan atau lambang cancit, ander-
ander. Pada bagian ander-ander luar ditutup dengan dinding gedek disebut
ampik-ampik, bagian bawah ditutup pager sirap dari kayu atau dinding gedek
bambu (bengkurah), bagian bawah dekat tanah disebut galangan atau lagur.
Bagian dapur (pawon) terdapat bangunan tempat memasak (tumang) dan perapian
atau api-api (perapen) (Gambar 6a). Jenis peralatan pawon meliputi lincak berupa
meja kecil (dampar), tempat duduk jumlah dua dari kayu (dingklik), rak, rantai
gantungan pemasak air (ceret), alat dapur seperti nyiru (tampah) diletakkan diatas
api-api, tempat bumbu, alat menumbuk jagung (lesung, lau) dan tumpukan kayu
43
bakar (pekayon). Tata cara adat Tengger adalah duduk di depan api-api atau
pawon (gegeni menghangatkan badan), tidak boleh melompati kayu bakar yang
dipergunakan untuk api-api, ini pantangan dan merupakan adat dari nenek
moyangnya.
Gambar 6 Rumah Tengger: (a). Dapur (pawon) dengan tumang; dan (b)
Homestay di Desa Wonokitri Kabupaten Pasuruan.
Setiap rumah dilengkapi dengan sigiran di bagian luar yang merupakan
lumbung jagung yang ditata rapi diletakkan bergantung, namun hal ini sekarang
sudah mulai langka, kecuali di Desa Wonokitri dan Desa Keduwung masih
banyak dijumpai. Pada dasarnya rumah pada masa kini sudah mengalami
perubahan nyata sesuai dengan keinginan pemiliknya. Secara umum rumah
tersusun atas ruang tamu, ruang keluarga, kamar tidur, dapur atau pawon
berdekatan dengan tumpukan kayu bakar dan jambangan di bagian belakang
(pakiwan), namun juga tergantung luas tanah, apakah depan dilengkapi toko atau
warung.
Rumah ternak atau kandang kebanyakan jadi satu dengan gubuk atau berdiri
sendiri, dan terletak jauh dari perumahan. Hal tersebut dimaksudkan agar tidak
menimbulkan polusi di perumahan serta memudahkan memberi pakan rumput.
Wilayah Tengger relatif aman dari pencurian hal ini karena masyarakatnya jujur
dan adanya sangsi adat serta didukung letak lokasi dengan tebing curam dan
terbatasnya jumlah arah jalan.
Untuk perumahan beragama Hindu tata ruang setiap rumah dilengkapi
Padmasari di bagian depan teras dan Sanggar Pamujan. Rumah juga berisi ruang
tamu, ruang tidur, kamar mandi (jeding) serta dapur (pawon) dengan tumang atau
perapian. Lingkungan perumahan jarang ada pohon karena mereka sudah
a b
44
mengerti apabila pada tanah padas ditanam pohon cemara maka tanah mudah
pecah dan pohon mudah roboh jika terkena tiupan angin.
4.3.2.1.2 Pekarangan
Pekarangan menurut Soemarwoto (2004) adalah sebidang tanah di sekitar
rumah dengan batas tertentu, ada bangunan tempat tinggal (rumah atau gubuk)
mempunyai hubungan fungsional seperti fungsi ekonomi, biofisik, sosial budaya
serta memberi kenyamanan dan ketenteraman bagi penghuninya, estetik, biasanya
digunakan menambah penghasilan berupa ternak unggas atau ikan.
Masyarakat Tengger mengenal istilah pekarangan, namun berbeda dengan
konsep pekarangan seperti kelompok masyarakat lainnya di Indonesia. Menurut
masyarakat Tengger pekarangan berfungsi untuk mendirikan rumah dan
mempersiapkan bahan ritual, tanaman obat seperti dringu (Acorus calamus), adas
(Foeniculum vulgare) dan jenis tanaman hias lainnya seperti bunga mawar (Rosa
hybrida), adas (Foeniculum vulgare), anting-anting (Fuchsia hybrida) (Gambar
7).
Gambar 7 Pekarangan: (a) Tanaman hias, mawar (Rosa hybrida), tlotok (Curculigo capitulata) dan (b) Jenis bahan ritual (Fuchia hybrida)
Masyarakat Tengger juga memanfaatkan pekarangannya untuk ditanami
tanaman budidaya seperti halnya di tegalan yaitu jenis tanaman sayuran, buah-
buahan, bahan bumbu dan bahan minuman, misalnya bawang prei (Allium
45
fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica oleracea), lombok
besar (Capsicum annuum), lombok kecil (Capsicum frustescen), sawi (Brassica
juncea) dan lain-lainnya. Hasil inventarisasi keanekaragaman jenis tumbuhan di
pekarangan tercatat 47 jenis tanaman budidaya. Pekarangan rumah masyarakat
Tengger juga ditanami jenis tanaman yang memiliki nilai ekonomi rumah
tangganya (Tabel 2). Di maping itu, pada pekarangan masyarakat Tengger jarang
dijumpai jenis tanaman dengan perawakan pohon besar. Hal ini dikarenakan
pohon tersebut dapat merusak bangunan dan khawatir roboh
Tabel 2 Keanekaragaman jenis tanaman pekarangan sebagai bahan pangan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan 1 Apel Pyrus malus L. Buah 2 Apokat Persea Americana Mill. Buah 3 Bawang prei Allium fistulosum L. Sayuran/bumbu 4 Bayam Amaranthus hybridus L. Sayuran 5 Benguk Mucuna pruriens DC Sayuran 6 Bentul Xanthosoma violaceum Schott. Pangan tambahan 7 Besaran Morus alba L. Buah 8 Blimbing Averhoa carambola L. Buah 9 Buncis Phaseolus vulgaris L. Sayuran
10 Ercis Pisum sativum L. Sayuran 11 Gandum/jagung Zea mays L. Pangan tambahan 12 Ganyong Canna edulis Kerr. Pangan tambahan 13 Jae Zyngiber officinale Roxb. Bumbu 14 Jambu air Eugenia aquea Burm.f. Buah 15 Jambu wer Prunus persica Zieb&Zucc. Buah 16 Jambu klutuk Psidium guajava L. Buah 17 18
Jeruk bali Jeruk pecel
Citrus maxima Merr. Citurs hystrix
Buah Bumbu
19 Kobis Brassica oleraceae L. Sayuran 21 Kersen Mutingia calabura L. Buah
22 Kentang Solanum tuberosum L. Pangan tambahan 23 Ketumbar Ciriandrum sativum L. Bumbu 24 Kopi Coffea arabica L. Minuman 25 Laos Alpinia galanga (L.) Wild. Bumbu 26 Lombok besar Capsicum anuum L. Bumbu 27 Lombok rawit Capsicum frutescens L. Bumbu 28 Lombok terong Capsicum sp Bumbu 29 Mangga Mangifera indica L. Buah 30 Pandan suji Pleumele angustifolia (Roxb.)
N.E.Brown Pewarna
31 Pandan wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. Penyedap 32 Pisang Musa paradisiaca L. Buah
46
Tabel 2 lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan 34 Sawi Brassica rapa L. Sayuran 35 Siyem Sechium edule (Jacq.) Swartz. Sayuran 36 Sledri Apium graviolens L. Sayuran 37 Srikoyo Carica pbescens Buah 38 Srikoyo Annona squamosa L. Buah 39 Stroberi Fragraria vesta L. Buah 40 Tales Callocasia esculenta (L.)
Schott. Pangan tambahan
41 Tebu ireng Saccharum officinarum L. Minuman 42 Tela rambat Ipomoea batatas (L.) Lamk. Pangan
tambahan 43 Terong londo Cyphomandra batacea Sendtn Buah 44 Tewel Artocarpus heterophylla Lamk. Buah 45 Tomat Lycopersicum esculentum Mill. Buah 46 Ucet Vigna sinensis (L.) Hassk. Sayuran 47 Wortel Daucus carota L. Sayuran
Pekarangan juga dimanfaatkan untuk memelihara hewan peliharaan seperti
ayam kampung yang dimanfaatkan sebagai sumber daging dan sumber protein
hewani serta keperluan untuk ritual.
Setiap lahan pekarangan memiliki batas yang jelas antara pekarangan
rumah satu dengan pekarangan rumah yang lain. Luas pekarangan dipengaruhi
oleh terjadinya perubahan model rumah sehingga pekarangan menjadi lebih
sempit dan hanya dapat ditanami jenis tanaman hias untuk tujuan estetika.
Sehingga jenis tanaman hias yang ditanam di pekarangan masyarakat Tengger
meliputi jenis-jenis tanaman hias.
Struktur tanaman pekarangan setiap Desa Tengger berbeda, hal ini
disebabkan perbedaan ketinggian tempat dan luas tanah pekarangan. Pekarangan
Desa Gubuklakah, Desa Poncokusumo, Desa Pandansari, Kecamatan
Poncokusumo dan Desa Tosari, Kecamatan Tumpang, Desa Kayukebek,
Kecamatan Tutur didominasi oleh perkebunan apel.
4.3.2.1.3 Perkampungan Tengger
Pola pemukiman masyarakat Tengger dibangun dengan cara menyesuaikan
dengan keadaan lingkungan tanah berbukit, dimana jarak rumah satu dengan yang
47
lainnya saling berdekatan (Gambar 8). Perkampungan masyarakat Tengger
terletak di puncak bukit, pereng atau di ledokan.
Perkampungan masyarakat Tengger dibangun di kawasan perbukitan,
sehingga perlu membuat terasering untuk perumahan. Biasanya kawasan
perkampungan tersebut dibuat teras sehingga jalan dapat menuju banyak jurusan
dan terhindar dari tiupan angin. Sebuah perkampungan selalu dilengkapi dengan
beberapa bangunan yang sifatnya religus yaitu Punden atau Danyang, Sanggar
Pamujan, dan lahan Makam, Wihara Paramitha yang beragama Budha, Masjid
yang beragama Islam dan Gereja yang beragama Nasrani.
Gambar 8 Perkampungan Tengger: (a). Sistem perumahan bergerombol Desa Ngadiwono Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan dan (b) Perumahan Desa Ranupani Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang.
Perkampungan juga dilengkapi Balai Desa, Pendopo Agung, gedung
sekolah dan tempat olah raga. Letak Pure ada di tengah perumahan hal ini
dimaksudkan agar mudah terjangkau umat untuk berkunjung dan melakukan
sesaji. Gaya rumah asli Tengger secara umum sudah banyak ditinggalkan, Balai
Desa, Pendopo Agung di Desa Wonokitri sangat unik, hampir bercorak rumah
joglo di Jawa bernuansa Bali (Gambar 9a,b). Balai Desa dan Pendopo Agung
sering dipergunakan untuk masyarakat yang mempunyai hajad acara perkawinan,
ritual adat seperti Entas-entas, upacara Kasada, Karo atau pertemuan acara resmi.
Satuan lingkungan desa yang berbukit-bukit sudah tersusun dengan baik
dalam bentuk teras dan dilengkapi dengan selokan kecil untuk saluran air. Sebuah
a b
48
desa biasanya terbentuk dari pemekaran dan migrasi desa sebelumnya. Pembagian
wilayah perbukitan meliputi puncak bukit disebut pusung, bagian tengah disebut
perengan atau lereng (ereng-ereng), sedang bagian bawah merupakan ledokan,
dasar atau jurangan (curah).
Gambar 9 Sarana kegiatan masyarakat: (a) Rumah kegiatan masyarakat Tengger;
(b) Balai Agung dan Balai Desa Wonokitri Kecamatan Tosari Kabupaten Pasuruan.
Jalan pada umumnya dibangun membelah desa dan satu arah dimana
rumah dibangun di kanan dan di kiri jalan. Gapura desa dibangun di jalan masuk
desa dan di setiap gang (banjaran). Pembangunan jalan di Desa Wonokitri dibuat
dengan satu jalur dengan maksud jika ada pencuri mudah tertangkap. Pengaruh
gaya ukiran Bali mewarnai gaya bangunan seperti gapura, pura, Padmasari, dan
Balai Desa.
Sarana pendidikan di desa masyarakat Tengger meliputi SDN, SMPN, dan
SMK di Desa Ngadisari. Sedangkan sarana kesehatan berupa Puskesmas dan
Pukesdes. Sarana prasarana lainnya yang terdapat di desa adalah pos ronda dan
jalan desa.
Sarana angkutan umum ke wilayah desa masyarakat Tengger di Gunung
Bromo belum memadai kecuali yang terdapat di wilayah Probolingga sudah
lancar. Sarana angkutan di kawasan wisata yang tersedia adalah ojek, kuda, dan
mobil Jeep yang siap untuk mengantar wisatawan ke Gunung Bromo, Lautan
Pasir maupun Gunung Pananjakan dan Gunung Semeru. Masyarakat Tengger
sebagian besar sudah dapat menikmati sarana listrik, PDAM, TV, telepon, wartel,
a b
49
komputer dan prasarana perdagangan seperti pasar, toko, warung dan tempat
tinggal sementara untuk menginap atau homestay maupun hotel.
4.3.2.2 Kawasan Pertanian
Kawasan pertanian masyarakat Tengger meliputi tanah tegalan,
komplangan, pertanian jalur hijau dan pekarangan. Menurut Iskandar (1992) dan
Soemarwoto (1997) lahan pertanian dapat dibagi lahan persawahan, pekarangan
dan tegalan dimana ketiganya mempunyai ciri dan fungsi khusus.
4.3.2.2.1 Tegalan
Lahan pertanian tegalan atau ladang adalah tempat kegiatan utama pertanian
masyarakat Tengger dan merupakan tempat untuk menghasilkan bahan makanan
pokok serta sayuran untuk mencukupi kebutuhan hidupnya (Gambar 10 a,b).
Tegalan tersebut dibuat dengan sistem terasiring dan setiap sebidang tegalan
dibatasi dengan penanaman pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana)
atau dengan jenis tanaman lainnya yaitu jenis jambu wer (Prunus persica) dan
jenis tumbuhan semak seperti paitan (Tithonia diversifolia), triwulan (Eupatorium
sp), cubung (Brugmansia suaveolens), putihan (Buddleja asiatica). Sedang
galengan atau tanggul biasanya ditanami rumput astruli (Pennisetum
purpureum). Rumput astruli disamping sebagai pakan ternak digunakan juga
sebagai tanaman pelindung untuk penahan erosi air.
Gambar 10 Pertanian terasiring: (a) Batas tegalan Desa Ranupani dan Zona Hutan Rimba (TNBTS) dan (b) Lahan pertanian di kawasan perbukitan di desa Ngadas Kidul, Kecamatan Poncokusumo.
a b
50
Pemilihan jenis tanaman cemara gunung sebagai jenis tanaman konservasi
karena jenis tanaman ini dianggap paling kuat dan memiliki kegunaan lainnya
yaitu sebagai kayu bahan bangunan dan kayu bakar. Tanaman cemara gunung
dipilih sebagai tanaman pembatas lahan karena akarnya menancap ke bawah
sehingga tidak mengganggu tanaman budidaya di sekitarnya. Usulan dari pihak
Dinas Pertanian, BBTNBTS, dan pemerintah daerah agar cemara ditanam secara
konsisten di wilayah Tengger. Masyarakat Tengger sendiri telah mempunyai
aturan adat dalam mengelola jenis tanaman cemara gunung ini yaitu jika
seseorang memotong 1 pohon cemara gunung, maka orang tersebut harus
menanam 10 pohon. Jenis tumbuhan lain ditanam sebagai pembatas lahan
meliputi dadap (Erythrina variegata), paitan (Tithonia diversifolia), rumput gajah
(Pennisetum purpureum), acasia (Acacia decurrens), trabasan (Artemisia vulgaris)
dan kaliandra (Calliandra haematocephala). Keanekaregaman jenis tanaman
tegalan selengkapnya di tampilkan pada Lampiran 1.
Masyarakat Tengger dalam mengolah lahan tegalannya juga
memperhitungkan pertanda musim (pranoto mongso) meliputi musim penghujan
dan musim kemarau serta memperhitungkan hari baik menurut perhitungannya.
Pengolahan lahan tegalan dilakukan secara sederhana yaitu dengan cara
mencangkul, menyiangi gulma dan pemberantasan hama dan penyakit. Pada
musim kemarau maupun musim penghujan masyarakat Tengger sudah memiliki
strategi untuk mengusahakan suatu jenis tanaman yang disesuaikan dengan
kondisi musim. Sebagai contoh adalah jenis bawang prei (Allium fistulosum) yang
sangat sesuai untuk di tanam pada musim kemarau. Untuk mengatasi musim
kemarau atau kekurangan air mereka membuat bak tandon air yang dialirkan dari
sumber air atau sungai.
Kawasan pertanian masyarakat Tengger yang didominasi kawasan
perbukitan, masyarakat Tengger mengembangkan strategi adaptasi pembuatan
terasering pada lahan yang memiliki kemiringan terjal meliputi teras bangku dan
tersiring dengan pembuatan tanggul dan kalenan. Pembuatan terasering tersebut
merupakan usaha masyarakat untuk mengurangi erosi lahan.
Sistem pertanian menggunakan sistem terasiring menurut pandangan
masyarakat Tengger sangat cocok, namun jika kurang pengalaman dalam menata
51
arah, posisi, aliran air (menyilang, tegak lurus atau sejajar) akan terjadi longsor.
Pihak dari Dinas Pertanian maupun TNBTS menyarankan membuat teras bangku,
namun masyarakat kurang berminat dan kembali ke terasiring tradisional lagi.
Menurut Setiadi et al. (2007) budidaya dalam strip (strip cropping) merupakan
cara mengubah petak lahan di lereng menjadi lahan dataran tinggi yang produktif.
Hal ini dimungkinkan untuk menstabilkan dan memperkaya tanah,
mempertahankan kelembaban, mengurangi hama dan penyakit serta pupuk kimia.
Tanah tegalan wilayah masyarakat Tengger sebagian besar berupa bukit
dengan lereng rendah sampai curam, struktur tanah padas sampai berpasir.
Tanaman cemara selain digunakan untuk pembatas lahan dan pencegah dari tanah
longsor dan angin, juga dipergunakan sebagai kayu bakar dan bangunan.
Tanaman budidaya yang menjadi andalan pada lahan tegalan adalah bawang
prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum) dan kobis (Brassica
oleracea), karena jenis tanaman sayuran tersebut memiliki nilai atau harga yang
baik. Sedangkan tanaman budidaya lainnya seperti pisang raja (Musa paradisiaca
cv. Raja), lombok (Capsicum annum) dan Lombok rawit (C. frustescens), kapri
(Pisum sativum) dan jagung (Zea mays) adalah sebagai tanaman sampingan atau
ajiran. Jenis lokal tanaman pisang memiliki 11 kultivar lokal diantaranya adalah
pisang raja, salik, cici, pisang ambon, agung, candi, gajih, nongko, rojo molo, dan
saloso.
Masyarakat Tengger mengusahakan juga jenis tanaman sendei (Brassica
sp) merupakan usaha terobosan budidaya untuk kepentingan ekonomi yaitu
hasilnya dijual selain memiliki nilai ekonomi juga jenis tanaman ini cepat
menghasilkan yaitu dalam waktu 70 hari sudah berproduksi.
Pada umumnya masyarakat memiliki pengetahuan dalam memilih lahan
yang sesuai dengan jenis tanaman yang akan diusahakan. Misalnya masyarakat
sudah mengetahui mana tanah yang cocok untuk jenis tanaman tomat yaitu
tumbuh subur pada jenis tanah gembur dan letaknya di lahan yang datar. Budidaya
tanaman tomat berperan penting bagi kehidupan ekonominya. Menurut
masyarakat dengan luas lahan tanah 250 meter yang ditanami tomat jika harganya
baik maka dapat menghasilkan uang sebanyak 20 juta rupiah.
52
Pada tahun 1980 pertanian utama masyarakat Tengger adalah bawang putih
(Allium sativum) dan jagung (Zea mays), namun dengan perjalanan waktu telah
terjadi perubahan jenis-jenis tanaman yang dibudidayakan di lahan tegalan
masyarakat Tengger. Pada saat ini jenis tanaman kentang dan jenis sayuran
lainnya menjadi andalan masyarakat Tengger di lahan tegalan.
Dalam budidaya kentang masyarakat Tengger melakukan pembibitan
kentang sendiri terutama granula atau membeli bibit dari Dinas Pertanian dan dari
masyarakat Tengger sendiri. Proses penanaman pada umumnya didahului dengan
upacara adat sesaji tetamping dan selanjutnya dimulai proses penanaman mulai
dari pengolahan tanah, penanaman, perawatan, pemupukan, hingga pemanenan.
Pengolahan lahan dilakukan secara sederhana dengan cara pencangkulan lahan.
Perawatan meliputi penyiangan gulma dan pemupukan dengan pupuk kandang
yang terbuat dari kotoran ayam dan sapi yang disebut ngecroh. Pembibitan
dilakukan dengan cara memilah umbi kentang yaitu untuk kentang besar dibagi
menjadi kelompok kentang A, B dan C yang dijual. Sedangkan kentang sebesar
telur ayam yang bagus dan sehat dipilih sebagai bibit. Penyiangan kebun disebut
nyetok dilakukan untuk membersihkan rumput dan jenis tumbuhan pengganggu
lainnya. Perawatan lainnya adalah pemberantasan hama dan penyakit dengan
menyemprot pestisida (insektisida). Selain itu dalam perawatan lainnya adalah
penumbuhanbibit kentang melalui stimulasi disemprot dengan pupuk daun
(gentorik, gandasil) yaitu bibit disemprot 2 hari sekali sampai 15 hari.
Budidaya tanaman sayuran yang paling stabil produksinya adalah
budidaya kentang yaitu. Setiap 1 Ha dengan 30000 bibit dapat menghasilkan
kentang sebanyak 2-2.5 ton. Bibit kentang lokal F1 dapat diperoleh dari Dinas
Pertanian yaitu kultivar granula kembang dan granula unggul. Untuk bibit kentang
diambil dari bongkaran kentang dipilih sebesar telur, kemudian diletakkan di
kranjang atau peti, dibiarkan lebih kurang 1-2 bulan maka tunas akan siap untuk
ditanam.
Jenis tanaman budidaya lainnya adalah tanaman kobis. Tahapan yang
dilakukan meliputi pengolahan tanah dengan cara mencangkul tanah dan membuat
bedengan dengan ukuran 3x1 m, penanaman bibit, perawatan, dan pemupukan.
Untuk memacu pertumbuhannya dilakukan pemupukan baik dengan pupuk
53
organik (pupuk kandang) maupun dengan pupuk daun yaitu setiap 1 minggu
disemprot sekali dengan pupuk daun sampai umur 2 bulan. Tanaman kobis mulai
memberikan hasil setelah 3-4 bulan dari penanaman.
Teknik dalam penanaman jens tanaman tropong atau bawang prei dapat
dilakukan sampai umur 2-3 tahun dengan cara pemanenan tehnik siwilan. Jenis
bawang prei ini sering mendapat gangguan serangan hama seperti hama orong-
orong (Grylotaipa grylotaipa), bobor dan wereng berwarna hitam. Untuk lahan
yang berbatasan dengan hutan terkadang diganggu monyet (Macaca fascicularis).
Jenis usaha tani lainnya di kawasan tegalan adalah pengusahaan jenis
tanaman perkebunan seperti jenis apel (Manalagi, Ana, Australi) dan tanaman
kopi. Kedua jenis tanaman perkebunan ini mempunyai nilai ekonomis tinggi dan
sangat mendukung kesejahteraan masyarakat Tengger. Tanaman tersebut tumbuh
dengan baik pada ketinggian sekitar 1100 m dpl. Jenis perkebunan tanaman apel
diusahakan masyarakat di kawasan Tengger bagian barat seperti di Kecamatan
Poncokusumo, Tumpang, Kabupaten Malang dan Kecamatan Tutur, Kabupaten
Pasuruan. Sedangkan Desa Tengger lain tidak sesuai untuk ditanami jenis apel.
Penanaman apel dilakukan secara monokultur, namun beberapa petani
mengusahakannya dengan cara tumpang sari dengan tanaman budidaya lainnya.
Dalam studi ini juga diamati jenis tanaman non budidaya. Hasil analisis di
lahan pertanian (tegalan) diperoleh data jumlah jenis tercatat 17 jenis (Lampiran
2). Untuk tingkat pohon didominasi oleh tanaman cemara gunung (Cassuarina
junghuhniana) yang mempunyai INP paling tinggi adalah (202.86). Hal ini
mengindikasikan bahwa jenis cemara gunung mempunyai peran penting di
lingkungan tegalan masyarakat Tengger. Dari analisis di lahan tegalan untuk data
tingkat perdu menunjukkan jenis ganyong (Canna edulis) mempunyai INP paling
tinggi yaitu (41.21). Jumlah jenis perdu yang tercatat dari hasil analisis tercatat
ada 41 jenis dapat dilihat di Lampiran 3. Pada analisis petak tegalan jenis perdu
Asteraceae mendominasi, sedang tanaman budidaya ganyong (Canna edulis)
digunakan sebagai tanaman bahan makanan mengatasi musim paceklik.
Hasil dari analisis jenis herba tercatat 52 jenis (Lampiran 4) dan jenis
tanaman yang memiliki INP paling tinggi adalah jenis tanaman aseman
(Achyranthes bidentata) dengan INP (43.61). Jenis herba ini merupakan jenis
54
tanaman yang mempunyai peranan penting dan tahan terhadap gangguan
lingkungan berupa abu vulkanik.
4.3.2.2.2 Pertanian Komplangan
Pertanian komplangan merupakan pola pertanian seperti halnya mengolah
lahan pertanian tegalan (Gambar 11a,b), tetapi lahannya berada di wilayah Perum
Perhutani. Bentuk kerja sama Perum Perhutani dengan masyarakat penyangga
dituangkan dalam bentuk kontrak atau sewa yang dilakukan setiap tahun.
Kerjasama tersebut saling menguntungkan dimana masyarakat berkewajiban
untuk memelihara tanaman keras milik Perum Perhutani seperti mahoni (Switenia
mahagoni), damar (Agathis alba), pinus (Pinus merkusii), poo (Melaleuca
leucadendron) atau kayu putih, jabon (Adina cardifolia), keningar (Cinnamomum
burmanii), suren (Toona sureni) dan cemara gunung (Cassuarina junghuhniana).
Masyarakat diperbolehkan menanam jenis tanaman pangan seperti jenis sayuran
(kobis, wortel, bawang prei, lombok), talas (Calocasia esculenta), bentul
(Xanthosoma violaceum), pisang (Musa paradisiaca), kopi (Coffea arabica),
kapri (Pisum sativum) dan rumput gajah (Pennisetum purpureum) diantara
tanaman keras tersebut. Di dalam pengolahan lahan komplangan masyarakat
membentuk kelompok tani yang bertanggung jawab atas keberhasilannya.
Masyarakat Tengger dalam mengusahakan pertanian komplangan tersebut juga
sudah memahami tentang kesesuaian jenis tanaman yang diusahakan yang cocok
dengan perkembangan jenis tanaman naungan. Jika tanaman keras sudah besar
atau siap disadap, maka tanaman budidaya yang sesuai adalah jenis pisang,
rumput gajah, dan talas karena jenis-jenis tanaman ini dapat tumbuh dibawah
naungan.
Untuk pertanian komplangan di Desa Gubuklakah dibagi dalam kelompok
tani. Masyarakat mengusahakan lahan Perhutani yang telah ditanami jenis mahoni
(Swietenia mahagoni), jati alas, pinus (Pinus merkusii), kayu putih (Melaleuca
leucadendron), masisus, suren (Toona sureni), dan jabon (Anthocephalus
candida) dengan berbagai jenis tanaman pangan. Sistem pengusahaannya
dilakukan dengan sistem komplangan atau sewa atau kontrak yaitu masyarakat
diperbolehkan menanam jenis tanaman budidaya dengan berkewajiban merawat
55
jenis tanaman keras milik Perhutani. Sistem sewa tanah komplangan dibayar
setiap tahun kepada pihak Perhutani. Dalam pertanian komplangan di Desa
Keduwung masyarakat menyewa dengan harga setiap 1 Ha Rp.600000, namun hal
tersebut juga tergantung dari kualitas tanah dan kemiringan lahan. Di Desa
Gubuklakah harga sewa lahan komplangan sebesar 20-25 ribu rupiah untuk setiap
petaknya atau setara dengan seperempat hektar. Masyarakat desa Gubuklakah
dalam menata tanah komplangan dibagi 4 kelompok tani Sumber Sekar, dimana
masing-masing ketua kelompok tani bertanggung jawab untuk pelaksanannya.
Pihak Perum Perhutani Unit II KPH Malang dalam kerja sama dengan LKDPH
Desa Gubuklakah dan KPH Kabupaten Malang tahun 2010, mengembangkan
tanaman kopi jenis Coffea arabica dengan luas lahan 10 Ha di wilayah bekas
hutan lindung yang mengalami kerusakan. Perkembangan lebih lanjut dengan
banyaknya ternak sapi tanah komplangan yang berisi tanaman keras dan sudah
mendekati penebangan mulai ditanam rumput astruli.
Gambar 11 (a) Lokasi kerja sama antara pihak Perhutani di Desa Gubuklakah
seluas 10 Ha, tanaman kopi, suren, jabon dan (b) Tanaman industri poo.
Kerjasama antara masyarakat Tengger dengan pihak Perhutani adalah
penyadapan pohon pinus yang dilakukan dengan sistem bagi hasil. Setiap
kilogram latek sadap dihargai Rp 2000. Pemanenan atau penyadapan dilakukan
satu minggu sekali dan setiap penyadapan menghasilkan sekitar 40 kg latek,
sehingga sekurangnya berpendapatan Rp 80000 per minggu. Peralatan
penyadapan pohon pinus meliputi parang untuk melukai batang atau diplentong,
batok dari kelapa, seng sebagai saluran (talang) dimana setiap pohon besar yang
a b
56
sehat dapat 4-7 plentong. Seperti halnya dengan TNBTS, Perhutani juga
bekerjasama mengelola tempat wisata milik Perhutani sebagai contoh air terjun
Coban Pelangi melalui usaha warung wisata. Desa Wonokitri, Keduwung,
Argosari, Ngadirejo, Mororejo, Sedaeng, Ngadiwono dan beberapa desa Tengger
lain juga melakukan kerjasama dengan pihak Perhutani dalam bentuk
komplangan.
Hasil analisis jenis pohon pada lahan komplangan tercatat terdapat 9 jenis
tanaman (Lampiran 5). Jenis tanaman poo (Melaleuca leucadendron) mempunyai
nilai INP paling tinggi yaitu (80.64) selanjutnya diikuti jenis pisang (Musa
paradisiaca) INP (64.40), pinus (Pinus merkusii) INP (53.88, mahoni (Switenia
mahagoni) INP (27.06), jabon (Adina cardifolia) INP (18.87) dan suren (Toona
sureni) INP (20.52). Sedangkan nilai INP paling rendah adalah keningar dengan
INP (8.17). Jenis pohon poo, pinus, mahoni, jabon dan suren merupakan jenis
tanaman keras yang dikembangkan oleh Perhutani wilayah Malang. Sedangkan
untuk wilayah kecamatan Senduro Lumajang jenis yang diusahakan atau
dikembangkan adalah kayu damar (Agathis alba), pinus (Pinus merkusii) dan
kayu jati (Tectona grandis).
4.3.2.2.3 Pertanian Jalur Hijau
Pertanian jalur hijau merupakan lahan pertanian berbatasan Desa
penyangga dengan wilayah konservasi TNBTS dimaksudkan untuk membantu
masyarakat yang tidak mempunyai lahan. Desa Ngadas Kidul mendapat lahan dari
TNBTS luasnya 7.5 Ha meliputi 10 m sepanjang wilayah batas Desa. Masyarakat
diperbolehkan mengusahakan lahan tersebut dengan berbagai jenis tanaman
tanaman budidaya dan rumput gajah, namun masyarakat memiliki kewajiban
merawat jenis tanaman TNBTS seperti cemara gunung (Cassuarina
junghuhniana) dan klandingan (Albizia lophanta). Akibat dari semakin besarnya
tanaman konservasi menyebabkan hasil menurun dan sekarang kerja sama
tersebut telah ditutup, namun masyarakat masih mengharapkan ada wilayah
penggantinya. Masyarakat dapat menanam sayuran, rumput, namun sekarang
tanah tersebut sudah ditutup.
57
4.3.2.2.4 Aktivitas Pertanian
Aktivitas dalam mengolah lahan pertanian terutama tegalan yang berbukit
sesuai dengan lingkungan udara dingin merupakan praktek kegiatan perwujudan
sistem pengetahuan, akal pikiran masyarakat Tengger dalam menciptakan teknik
pemanfaatan, menggali sumberdaya alam dalam membangun kesejahteraan
kehidupannya. Peralatan pertanian yang dipergunakan dalam aktivitas pertanian
meliputi cangkul, tali, topi (caping), arit, pecok, sepatu bot, kranjang, pikulan,
kebo plastik, alat semprot, mesin semprot, obat tanaman dan limbat (wadung).
Sistem pertanian tegalan yang dikelola intensif sudah mampu mengatasi,
menghidupi, mempertahankan kesejahteraan masyarakat. Praktek adaptasi
budidaya pada kondisi lingkungan sebagai lahan pertanian terutama budidaya
sayur mayur.
Dalam pengolahan tanah pertanian diperlukan penambahan unsur hara
yaitu berupa pupuk kompos dari tanaman, pupuk kandang, pupuk buatan serta
penggunaan bibit unggul. Pupuk kandang berasal dari sapi, babi, kambing dan
untuk kotoran ayam membeli dari luar Tengger setiap pak (grangsi) dengan harga
Rp.10000. Pada umumnya pengolahan dilakukan dengan menggunakan peralatan
cangkul, pecok, garpu, dan petani selalu menggunakan sepatu bot. Tahapan
pengolahan lahan dimulai monjo atau pengolahan tanah dengan cara mencangkul
dan tanaman liar ditutup tanah, kecuali beberapa tanaman dibuang seperti, alang-
alang, aseman dan lobak liar (tanaman pengganggu). Pembibitan biasanya
membuat sendiri dari bibit sebelumnya seperti jenis kentang granula dipersiapkan
sendiri dan dilakukan di gubuk. Pemupukan yang dilakukan menggunakan
beberapa jenis pupuk seperti NPK, ponska, urea, ZA, petroganik, mutiara, obat
tanaman seperti tetrakol dan diperoleh dengan membeli dari toko pertanian atau
kelompok tani.
Pengetahuan lokal tentang pertanian masyarakat Tengger mengadaptasikan
pengetahuan teknik lokal dengan jenis yang dapat dimanfaatkan serta
mengunakan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi seperti kentang, kobis,
bawang prei, tomat, ercis dan apel. Mereka telah paham tanah subur berwarna
kehitaman, sedang yang tandus atau kurang subur berwarna kekuningan. Sebagai
indikator tanah subur ditandai jenis tumbuhan seperti menjari, kuningan,
58
jlabrangan, damarwojo, cimplukan, ecek-ecek, aseman, sawian dan berokan
(Tabel 3). Sedangkan naungan yang tidak begitu berpengaruh terhadap dampak
pertanian adalah cemara, terkadang dilakukan perempesan cabang daun, yang
difungsikan memperbanyak sinar matahari atau agar batang dapat lurus. Tahapan
pengolahan pertanian tegal menggunakan pedoman penanggalan Tengger, namun
sekarang tergantung dari kemauan masyarakat sendiri tentang jenis sayuran apa
yang mau ditanam. Peristiwa alam juga dianggap sebagai petanda baik dan buruk,
misalnya adanya peristiwa uap belerang, embun upas, longsor, meletusnya
gunung, ucapan yang tidak baik, oleh sebab itu setiap pekerjaan pengolahan
pertanian didahului dengan ritual yang dimaksudkan agar dijauhkan dari roh jahat
dan terhindar dari marabahaya (Gambar 12 a,b dan 13 a,b).
Gambar 12 Peristiwa alam: (a) Jenis tumbuhan cemara mengalami kerusakan akibat uap belerang dari gunung Bromo dan (b) Longsor lahan pertanian Desa Ngadiwono.
Gambar 13 (a) Suasana meletusnya gunung Bromo (a) dan (b) Suasana sekolah
SDN Desa Putus (Ngadirejo).
a b
a b
59
Keyakinan ritual adat masyarakat Tengger sangat kuat dalam segala hal,
termasuk yang berkaitan dengan pengolahan lahan pertanian. Tradisi gotong
royong dalam pengolahan lahan tegalan disebut “sayan” yang anggotanya adalah
anggota keluarga, kerabat dekat, tetangga dekat, atau tetangga lahan berdekatan.
Pembagian kerja dalam mengolah pertanian antara pria dan wanita saling
membantu. Untuk mencangkul lebih banyak dikerjakan laki-laki karena
memerlukan tenaga yang ekstra, sedang wanita menanam, membersihkan rumput,
biasanya anak-anak mereka membantu pekerjaan orang tuanya. Oleh sebab itu
mengapa banyak anak-anak tidak sekolah jika musim tanam karena membantu
pekerjaan mengolah lahan pertanian. Tidak semua masyarakat Tengger
mempunyai lahan pertanian, sebagian menjadi buruh atau menyewa lahan, untuk
biaya tenaga buruh tani laki-laki maupun perempuan dalam 1 hari sama yaitu
Rp.15000.
Pada waktu siang masyarakat Tengger jarang ditemui karena seharian dari
pagi sampai siang berada di tegalan, baru sore hari mereka berkumpul sekeluarga
di dapur sambil api-api, menghilangkan kepenatan serta menghangatkan badan
sambil minum kopi dan makan jajanan. Masyarakat Tengger menghabiskan
waktunya untuk kegiatan pertanian, sebagian peternakan, pariwisata, berdagang
seperti toko, warung, menyadap latek pinus dan damar di Perhutani dan
melakukan kegiatan ritual adat.
Masyarakat Tengger menimbun hasil panen, pupuk, menyimpan peralatan
pertanian, bibit serta beristirahat selama bekerja di rumah kecil yang disebut
Gubuk atau Pondok. Pada waktu pekerjaan padat dalam pengolahan lahan dan
penanaman mereka tidak pulang karena letak gubuk dari rumah berjauhan dan
harus terus bekerja. Gubuk dilengkapi perapian, tempat tidur, alat memasak,
terkadang menjadi satu dengan kandang sapi atau babi. Lantai kandang dibuat
dengan lantai tanah, disemen atau dengan alas kayu cemara yang dibuat miring.
Letak gubuk biasanya di lereng dengan tanah datar dan disekitarnya ditanami
tumbuhan pelindung seperti jambu wer, dadap, cemara gunung, dan lombok
terong. Pada umumnya disekitarnya juga ditanami tanaman ritual seperti
maribang, senikir, bunga tasbih, tanalayu, tembakau, dan buah-buahan seperti
terong Belanda, besaran, pisang dan srikaya. Gubuk bentuknya berupa rumah
60
kampung atau panggang pepe, terbuat dari bahan kayu terutama kayu cemara,
bambu, dapat juga dikelilingi tembok dengan pintu. Atap terbuat dari alang-alang,
genteng, seng, asbes atau bambu betung dibuat dengan cara disusun disebut
klakah, sehingga disebut gubuk klakah. Jarak gubuk dengan rumah dapat
mencapai hingga 8 km dan lahan pertaniannya berbukit ditempuh dengan jalan
kaki, namun demikian dengan semakin baiknya perekonomian masyarakat
menggunakan sepeda motor, kuda untuk memudahkan transportasi.
Bagi masyarakat Tengger fungsi gubuk-kandang sangat penting artinya,
secara ekonomi memudahkan berjalannya roda pertanian, peternakan dan
sekaligus sebagai transaksi jual beli (Gambar 14, 15a,b). Oleh sebab itu setiap
keluarga suku Tengger pasti mempunyai gubuk. Fungsi gubuk tersebut
merupakan konsep turun temurun bagi masyarakat Tengger mempunyai fungsi
kesehatan dan pada umumnya untuk tempat istirahat, diskusi dengan keluarga dan
tetangga tentang masalah pertanian.
Gambar 14 Pola pertanian Gubuk-kandang di masyarakat Tengger.
Gambar 15 (a) Gubuk serta kandang dan (b) Ternak sapi jantan di Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo
a b
Rumah
Gubuk-kandang Berfungsi:
‐ Istirahat ‐ Persiapan pengolahan
lahan ‐ Kandang ternak ‐ Transaksi ekonomi ‐ Pembelajaran
61
Tata guna lahan Desa Ngadas Kidul merupakan desa enclave di Taman
Nasional Bromo Tengger Semeru meliputi 2 dusun yaitu Dusun Ngadas dan Jarak
Ijo. Perkampungan dengan luas 5092 Ha dilengkapi perumahan, lahan tegalan,
Danyangan, Sanggar Pamujan, Makam, Wihara, Pure, Masjid dan gubuk-kandang
(Gambar 16).
Gambar 16 Tata guna lahan tradisional masyarakat Tengger Desa Ngadas Kidul Kecamatan Poncokusumo: (a) Pedanyangan, (b) Wihara Paramita, (c) Pure, (d) Masjid, (e) Sanggar Pamujan, (f) Makam dan (g) Gubuk-kandang.
g
Perumahan
a
b
c
d
f
e
Perumahan
Hutan primer Tegal
g
62
Tabel 3 Jenis-jenis tumbuhan sebagai indikator kesuburan tanah dan jenis merusak tanaman budidaya di lingkungan No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Keterangan
1 Adas Foeniculum vulgare
Mill. Apiaceae Kesuburan
2 Alang-alang Imperarata cylindrica Beauv.
Poaceae Mengganggu
3 Aseman/sureng Achyranthes bidentata Bl.
Brassicaceae Mengganggu/ pupuk
4 Banyon/amprong/ Emilia sonchifolia Asteraceae Kesuburan 5 Bayam duri Amaranthus spinosus L. Amaranthaceae Menganggu/ meliar 6 Sengketan Achiranthes aspera Asteraceae Subur 7 Berokan/ Sinedrella nodiflora
Gaertn Asteraceae Subur
8 Cemplukan Nicandra physalodes Solanaceae Subur 9 Cimplukan Physalis minima L. Solanaceae Subur 10 Cimplukan Physalis angulata L. Solanaceae Subur 11 Cubung Brugmansia soaveolens
B.& Pr. Solanaceae Kesuburan
12 Damarwojo Spigula arvensis L. Loganiaceae Subur 13 Ecek-ecek/
Orok-orok Crotalaria striata D.C. Fabaceae Subur
14 Embun Upas Merusak 15 Ganjan Eupatorium sp Asteraceae Kritis, pupuk 16 Jlabrangan Digitaria argyrostachya Poaceae Subur 17 Kembang
srengenge/paitan Tithonia diversifolia Gray.
Asteraceae Subur, pupuk
18 Kuningan/ jaringan
Widelia montana Asteraceae Subur, pupuk
19 Lobak alas/liar Raphanus sativus L. Brassicaceae Mengganggu, pupuk
20 Lulangan Eleusine indica Gaertn. .
Poaceae Mengganggu
21 Menjari Sonchus javanicus Jungh.
Asteraceae Subur
22 Mladehan Scurulla Montana Loranthaceae Mengganggu pohon cemara
23 Pariontuk/ pari apo
Leersia hexandra Poaceae Subur
24 Rumput Grinting Cynodon dactylon L. Poaceae Mengganggu 25 Sawian Nosturtium sp Brassicaceae Subur, pupuk,
tanaman meliar 26 Tali putri Cassytha filiformis L. Lauraceae Merusak 27 Tehan Eupatorium riparium Asteraceae Subur, pupuk 28 Teki Cyperus monocephalus
L. Cyperaceae Subur,
mengganggu 29 Trabasan Atemisia vulgaris L. Asteraceae Subur, pupuk 30 Tubar Grangea
maderaspatana Asteraceae Subur, pupuk
63
4.3.2.3 Kawasan Sakral atau Keramat
Tempat keramat atau sakral merupakan lahan yang tidak boleh diganggu
dan dibuka sebagai lahan pertanian, lahan komersial, atau pemukiman. Bentuk
tempat keramat di wilayah Tengger meliputi lahan makam, Pedanyangan, Sanggar
Pamujan, gunung Bromo dan Hutan Larangan. Tempat tersebut biasanya ditandai
adanya jenis-jenis pohon besar yang berumur ratusan tahun sebagai tanda
dimulainya adat budaya Tengger. Pada Sanggar Agung, Danyangan, Makam
biasanya juga ditanami berbagai jenis tanaman hias yang sering dimanfaatkan
sebagai tempat berteduh jenis hewan terutama burung. Tempat-tempat yang
membahayakan atau rawan kecelakaan biasanya dibangun Padmasari agar tempat
tersebut dijauhkan dari marabahaya atau roh jahat (Gambar 17). Kawasan keramat
yang ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan pohon besar dan tempat kehidupan
satwa merupakan implementasi dari konservasi alami masa kini. Menurut Martin
(1998) konservasi bukanlah dimanfaatkan hanya untuk pelestarian jenis endemik
maupun bukan endemik, namun juga berkaitan dengan banyak aspek seperti
hidrologi, flora-fauna dan ekosistem yang diperuntukkan pembangunan
berkelanjutan (sustainable).
Gambar 17 Padmasari di tepi jalan Desa Ngadirejo Kabupaten Pasuruan.
Lahan sakral seperti makam, pedanyangan, sanggar agung digunakan
untuk kegiatan ritual adat seperti Jumat Legi, Karo dan pelaksanaan ritual adat
lainnya. Letak makam menurut adat Tengger dipisahkan dengan perumahan, agar
orang meninggal lebih tenang dari kesibukan warga, karena Makam merupakan
tempat suci dan menjadi tempat ritual.
64
4.3.2.3.1 Danyangan
Danyangan atau Punden artinya jangan meninggalkan sobo atau adat,
kawasan Danyangan ada yang baurekso atau ada yang menjaga dan menguasainya
dan merupakan pemangku alam. Menurut Suyitno (2001) Danyang bagi
masyarakat Tengger adalah tempat roh penjaga desa, puser desa (pusat desa),
tempat pembakaran Petra, yang di sekitarnya ditumbuhi banyak pohon tumbuh
subur dan rindang. Pedanyangan adalah tempat berkumpulnya roh leluhur dimana
kawasan ini sebagai tempat meletakkan sesaji, berdoa untuk mencari berkah agar
warga desa aman dan selamat jiwa raga atau dipergunakan mempersiapkan hajat,
berdoa agar keinginannya terkabul. Danyang juga dapat diartikan tempat keramat
merupakan titisan yang tidak bisa ditinggalkan kedanyangannya dan merupakan
tempat sesaji (tetamping) di wilayah tersebut. Pedanyangan biasanya terdapat
beberapa bagian antara lain tempat pemujaan dan pohon yang dikeramatkan
sebagai tanda dimulainya kegiatan kehidupan adat leluhur.
Hasil inventarisasi keanekaragaman jenis di area Pedanyangan terdapat 8
jenis pohon tumbuhan yang menyusunnya antara lain cemara gunung
(Cassuariana junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata), beringin (Ficus
benyamina), ringin (Ficus sp), pampung (Unanthe javanica), kayu kebek (Ficus
grassulasilasinoides), aren (Arenga pinnata) dan kayu bendo (Artocarpus
elasticus). Di Desa Wonotoro Danyangan biasanya dibatasi atau dipagari dengan
jenis tanaman bambu loring (Bambusa multiplex), paitan (Tithonia diversifolia),
triwulan (Eupatorium rotundifolium), lombok udel (Solanum capicastrum) dan
trabasan (Artemisia vulgaris). Danyang ada kaitannya dengan dukun Pandhita,
Wong Sepuh dan Legen serta masyarakat karena kawasan Pedanyangan ini
merupakan tempat pelaksanaan ritual adat. Danyang merupakan tradisi leluhur
atau titisan tradisi leluhur, tempat memuja dan memohon keselamatan bagi
masyarakat Tengger.
4.3.2.3.2 Sanggar Pamujan
Sanggar Pamujan atau Sanggar Agung merupakan tempat keramat atau
gawat, atau tempat yang tidak boleh diganggu. Sanggar Pamujan atau Sanggar
Agung adalah lingkungan sakral, tempat upacara Unan-unan yang dilakukan
65
sekali dalam lima tahun dan ritual ini berfungsi sebagai tempat penghormatan
terhadap roh atau atma leluhur (Gambar 18a). Upacara Unan-unan diikuti dengan
penyembelihan hewan korban yaitu kerbau (Bos bubalus) dimana kepala kerbau
dan kulitnya diletakkan di atas ancak besar terbuat dari bambu dan diarak menuju
ke Sanggar Pamujan. Sanggar Pamujan terdiri dari tempat untuk sesaji dan di
kawasan tersebut ditumbuhi 15 jenis pohon diantaranya jenis cemara (Cassuarina
junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata), ringin (Ficus benyamina), pampung
(Unanthe javanica), aren (Arenga pinnata), kemuning (Muraya paniculata), Kayu
kebek (Ficus sp), bendo (Artocarpus elasticus), dan ilat-ilat (Ficus callosa) yang
berumur ratusan tahun (Lampiran 6).
Tempat keramat ini merupakan tempat sakral bagi masyarakat Tengger
dan apabila dipandang secara ilmiah tempat ini sangat diperlukan dalam kaitannya
dengan konservasi baik jenis tumbuhan maupun jenis fauna seperti berbagai jenis
burung memanfaatkan kawasan ini. Perlindungan suatu tempat atau kawasan
dengan cara mensakralkan atau mengkeramatkan mempunyai keberhasilan dalam
menjaga lingkungan.
Hasil inventarisasi salah satu tempat sakral Sanggar Agung yang terdapat
di desa Poncokusumo, Kabupaten Malang seluas 450 m persegi tercatat 11 jenis
pohon dan jenis beringin jenis aren paling banyak ditemukan di kawasan tersebut .
Hasil inventarisasi jenis perdu tercatat 3 jenis perdu (Lampiran 7) dan jenis
kecubung paling banyak tumbuh di kawasan tersebut. Sedangkan Sanggar Agung
di Desa Ngadas Wetan jenis pohon yang tumbuh di kawasan tersebut 100%
berupa pohon cemara (Gambar 18b).
4.3.2.3.3 Tanah Kuburan
Menurut masyarakat Tengger lahan kuburan ditempatkan agak berjauhan
dari pemukiman agar tidak mengganggu karena merupakan tempat sakral. Tanah
kuburan atau makam adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang meninggal
dan arsiteknya bervariasi tergantung masing-masing desa di kawasan Tengger.
Namun pada umumnya diberi tanda dengan kijing atau batu nisan atau dengan
tanda tertentu. Secara adat masyarakat Tengger memakamkan menghadap selatan,
timur atau ke arah gunung Bromo. Tempat makam di Desa Wonokitri dalam satu
66
keluarga di tempatkan pada satu tempat di susun berjajar (sak ratu balane)
(Gambar 19b). Berbeda dengan Desa Sedaeng tempat makam dibuatkan cungkup
(rumah). Tempat makam Desa Mororejo, Desa Ngadas Kidul dengan maesan atau
kijing dan dalam lingkungan terbuka. Tempat makam merupakan tempat sakral
atau keramat dan dilindungi adat yang sangat penting, karena pada setiap kegiatan
ritual adat tempat tersebut digunakan untuk sesaji. Tempat makam berkaitan
dengan atma leluhur, dipergunakan pada setiap ritual adat seperti Karo, Entas-
entas, Jumat Legi acara perkawinan (walagara) serta ritual adat lainnya. Beberapa
jenis pohon yang tercatat di area makam meliputi cemara gunung (Cassuarina
junghuhniana), danglu (Engelhardia spicata) dan pampung (Unanthe javanica).
Disini masyarakat Tengger menunjukkan begitu dekat kehidupan di dunia dan
alam kelanggengan dimana mereka sangat menghormati terhadap arwah leluhur
mereka.
Gambar 18 Tempat sakral: (a) Lahan Makam di Desa Wonokitri dan. (b) Sanggar Agung di Desa Ngadas Wetan
4.3.2.3.4 Hutan Larangan
Hutan larangan (sacred forest) adalah kawasan hutan yang secara hukum
adat dilindungi sejak nenek moyang mereka. Hutan ini merupakan tempat angker
atau keramat dan perlu dilindungi, karena dihuni roh jahat. Menurut Purwanto
(2004) kawasan hutan yang dikeramatkan dikarenakan alasan historis suatu
kejadian masa lalu (mitos). Hutan larangan masih menyimpan keanekaragaman
hewan dan tumbuhan yang tinggi sebagai contoh ular, ayam alas, bido, kancil,
budeng serta bermacam-macam jenis mamalia, burung dan organisme lain. Nilai
hutan larangan dari aspek konservasi merupakan kawasan konservasi yang secara
a b
67
ilmiah dapat dipertanggung-jawabkan nilai konservasinya. Namun bagi
masyarakat Tengger, mereka mempunyai kepentingan yang berbeda dengan
menetapkan sebagai hutan larangan, karena kawasan ini memiliki nilai religi.
Nilai religi masyarakat lokal terhadap suatu kawasan dapat dipandang sebagai
sesuatu yang menguntungkan dalam mempertahankan kawasan hutan konservasi.
Hutan keramat di sekitar Desa Mororejo dan Desa Kalitejo langsung berbatasan
dengan Pedanyangan, merupakan hutan lindung milik Perhutani yang secara turun
temurun dipercaya sebagai hutan larangan. Meskipun penetapan hutan ;larangan
tersebut tidak didasarkan pada kaidah ekologi, namun kawasan hutan larangan
tersebut memiliki nilai konservasi tinggi diantaranya adalah merupakan sumber
air, kaya keanekaragaman flora dan fauna sehingga perlu dilestarikan.
Kekawatiran yang muncul adalah adanya tekanan dan perubahan pola fikir
sehingga menganggap kawasan tersebut tidak sakral lagi, sehingga tidak ada lagi
respek terhadap kawasan tersebut. Akibatnya adalah kawasan tersebut dianggap
kurang bermanfaat sehingga ada kemungkinan untuk dikonversi.
4.3.2.4 Kawasan Hutan TNBTS
Kawasan hutan rimba hanya ditemukan di Kawasan Taman Nasional
Bromo Semeru. Kawasan TNBTS ini memiliki berbagai tipe ekosistem seperti
kawasan pegunungan dan gunung berapi, savana, lautan pasir (kaldera), hutan
primer, danau atau ranu dan sungai.
Kawasan hutan alami ini memiliki arti penting bagi masyarakat Tengger
sebagai penyedia oksigen, menjaga lingkungan yang sejuk dan dingin. Hutan
konservasi TNBTS dan hutan lindung merupakan kawasan sumber hasil hutan
yang diperlukan masyarakat meliputi jamur grigit (Schizophyllum aineum) yang
tumbuh di hutan pada pohon klandingan (Albizia lophanta) dan jamur pasang
(Pleuratus sp) yang hanya terdapat pada pohon pasang (Quercus lincata). Jenis
jamur grigit ini memiliki nilai ekonomi yaitu setiap 1 panci memiliki harga
berkisar antara Rp.5000-10000. Sedangkan jamur pasang (Pleuratus sp) memiliki
harga lebih mahal dengan nilai dapat mencapai 2 kali lipat dengan harga jamur
grigit.
68
Jenis tumbuhan di kawasan ini berupa tegakan hutan pohon tinggi sehingga
membentuk lapisan tajuk, tumbuhan epifit liana, terna dan semak. Suku
pepohonan yang paling dominan meliputi suku Moraceae, Anacardiaceae,
Lauraceae, Fagaceae, Sterculiaceae, Anacardiaceae, Rubiaceae dan
Eupborbiaceae. Selain beranekaragam dalam jenis pohon juga terdapat jenis
tumbuhan epifit yang merupakan anggota dari suku Polypodiaceae,
Hymenophyllaceae, Lycopodiaceae, Marattiaceae, Orchidaceae, Marchantiacae,
Bryophyta. Pada vegetasi Zona Montane jenisnya mulai berkurang meliputi jenis
cemara gunung, paku pohon, mentigi, kemlandingan gunung, akasia, edelweiss
dan senduro (DKDJPH & PATNBTS 1995).
Kawasan hutan (alas) meliputi Lautan Pasir, Padang rumput Jomplangan,
danau, sungai dan hutan. Lautan Pasir dan Padang rumput meliputi 15 jenis
terutama ditumbuhi alang-alang, pusek, peketek, pinjalan, adas dan paku-pakuan.
Hutan TNBTS tercatat 476 jenis tumbuhan meliputi tumbuhan berkayu, liana dan
tumbuhan bawah 395 jenis dan angrek 81 jenis (DKDJPH & PATNBTS 1995).
4.3.2.5 Kawasan Wisata TNBTS dan Perhutani
Pengembangan pariwisata dan wisata alam di Tengger mempunyai potensi
strategis di wilayah Bromo Tengger Semeru karena didukung oleh adanya
masyarakat tradisional dengan budaya yang unik dan keadaan alam yang menarik.
Keindahan alam berupa sungai, laut pasir, bukit teletabis, padang rumput, air
terjun, danau, pegunungan dan gunung aktif dengan udara bersih dan dingin
merupakan modal Taman Nasional dan Perum Perhutani. Di Desa Ngadisari telah
dilakukan kerjasama dengan pihak TNBTS dengan pengembangan wisata alam,
gunung Bromo, gunung Pananjakan, wisata kuda, hotel, homestay, warung, toko
di Zona Pemanfaatan Intensif. Demikian pula Desa Wonokitri yang berbatasan
TNBTS memanfaatan jasa wisata gunung Penanjakan (sun rise), Lautan Pasir dan
gunung Bromo. Desa yang mempunyai ketinggian 2100 m dpl adalah Desa
Ranupani yang merupakan shelter untuk pendakian ke gunung Semeru. Desa
tersebut merupakan wilayah Zona Pemanfaatan Tradisional. Danau Ranupani
(Gambar 19a) dan Ranu Gumbolo berdekatan dengan Desa Ranupani merupakan
aset wisata alam milik TNBTS.
69
Sumber Air
Sumber air masyarakat Tengger berasal dari sumber air alami milik Desa,
berasal dari kawasan TNBTS dan Perhutani. Oleh sebab itu perlu dikembangkan
kerjasama dan usaha pelestariannya. Sumber air tersebut berupa sungai, mata air,
danau, air terjun dan sangat diperlukan bukan hanya masyarakat Tengger, namun
juga oleh masyarakat dibawahnya. Adanya sumber mata air bagi masyarakat
Tengger merupakan sumber kehidupan. Oleh karenanya permulaan kegiatan ritual
seperti Kasada, Karo dilakukan di kawasan keramat yang berdekatan dengan
sumber mata air. Untuk melestarikan sumber air mereka mensakralkan tempat
tersebut dalam bentuk Danyang Banyu. Zaman dahulu air diambil dari sumber
mata air dengan mempergunakan bambu disebut sudang, sekarang dengan
menggunakan jirigen atau dengan membuat bak penampungan umum dan
disalurkan mempergunakan pralon atau bambu ke seluruh warga masyarakat.
Air merupakan kebutuhan manusia yang esensial untuk berbagai keperluan
seperti mencuci, mandi, minum, memasak, dan pertanian. Masyarakat Desa
Ranupani letaknya berdekatan dengan danau Ranupani yang terdapat di kawasan
TNBTS. Masyarakat desa tersebut bila kesulitan air dapat memamnfafatkan air
danau tersebut sebagai sumber air terutama pada musim kemarau (Gambar 19 a).
Sumber air juga digunakan dalam kegiatan pertanian yaitu untuk irigasi lahan
pertanian dan kegiatan perikanan dan peternakan. Masyarakat Desa Ranupani dan
Desa Ngadas Kidul mengambil air minum dari sumber air Ayeg-ayeg sekitar 6.7
km dari Desa Ngadas. Desa Gubuklakah menggunakan sumber air greja milik
Perhutani, namun sekarang mengambil air dari sungai Amprong yang dialirkan
melalui pipa paralon. Di Desa Wonokitri tata cara pembayaran PDAM dilakukan
setiap bulan dan setiap keluarga dikenakan biaya PDAM Rp.5000/bulan. Sumber
air di Desa Wonokitri meliputi sumber air Tangar, Muntur, Galingsali dan
Ngerang (Dusun Sanggar).
70
Gambar 19 Sarana Desa: (a) Danau Ranupai (TNBTS) mengalami pendangkalan dan (b) Lahan tegalan subur dengan latar belakang gunung Semeru.
Lingkungan sumber air merupakan sumber kehidupan sehingga perlu
dilestarikan. Jenis-jenis tumbuhan yang terdapat di kawasan itu antara lain jenis
rumput-rumputan (Gramineae), kecubung (Brugmansia suaveolens), cemara
gunung (Cassuarina junghuhniana) dan kelompok Asteraceae. Kebutuhan air
minum Desa Gubuklakah menggunakan sumber Greja milik Perhutani, dan aliran
air Coban Pelangi merupakan aliran sungai Amprong juga berasal dari TNBTS
dan Perhutani. Kerja sama dengan TNBTS berupa air terjun raksasa Tirtowening,
pengembangan wisata sumur tiban, masih dalam tahap pemikiran dan belum ada
realisasi dalam pengembangan desa wisata.
4.4 Pembahasan
Masyarakat suku Tengger mendiami wilayah pegunungan Tengger Semeru
di empat Kabupaten Malang, Pasuruan, Probolinggo dan Lumajang sejak zaman
kerajaan Majapahit bahkan diperkirakan sebelumnya. Mereka merupakan salah
satu suku bangsa Indonesia yang mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan
kehidupannya. Kehidupan yang masih tradisional telah mereka pertahankan
dengan berbagai keterbatasan menyesuaikan dengan kondisi lingkungannya.
Mereka membuka diri dan sangat memerlukan peningkatan kehidupan yang lebih
baik. Lingkungan pegunungan yang dingin dan berbukit terjal serta berdekatan
dengan gunung vulkanik menggambarkan mereka harus berupaya sekuat tenaga
a b
71
mempertahankan serta mengadaptasikan diri terhadap kondisi tersebut. Untuk
mengatasi keadaan dingin tersebut masyarakat membuat tumang (tempat api-api)
sebagai sarana penghangat badan. Hasil teknologi lokal terasiring di lahan
berbukit dengan jenis tumbuhan cemara dan astruli dalam mengatasi longsor.
Seperangkat pranata adat dan kepercayaan telah mereka sepakati dalam mengatasi
hal yang tidak diinginkan yaitu melakukan acara ritual adat, juga sebagai pengikat
kelompok suku agar harmoni dalam kehidupannya.
Mengungkap praktek kehidupan masyarakat Tengger di Bromo Tengger
Semeru Jawa Timur berkaitan dengan lingkungan, menyangkut konsepsi,
persepsi, pengetahuan lingkungan, sistem pengelolaan, pemanfaatan dan dampak
pengaruhnya sangat menarik untuk dikaji lebih mendalam. Pembagian atau
kategorisasi terhadap tempat atau tata ruang berkaitan dengan fungsi apakah
berbentuk lahan pemukiman pekarangan, tegalan, kebun, tempat sakral, sumber
air, hutan, danau, gunung, bukit dan lembah atau dasar telah mereka pahami
dengan baik. Pembagian kawasan telah ditetapkan melalui Lembaga Adat yang
telah diturunkan dari nenek moyangnya. Tempat sakral sangat dihormati dan ritual
adat budaya mereka taati secara turun temurun sehingga lestari hingga kini.
Pelanggaran kesepakatan sesepuh merupakan pelanggaran adat dan dapat dijatuhi
hukum adat. Pada setiap pelaksanaan pengolahan, penggunaan, pemanfaatan lahan
selalu berhubungan dengan kegiatan ritual dan telah disepakati dan dilakukan
dengan senang hati, iklas semua warga Tengger. Mereka juga telah paham
terhadap fungsi hutan konservasi, hutan lindung maupun hutan produksi, terutama
terhadap manfaat air (hidrologi), pentingnya udara (O2) bagi kehidupan manusia,
namun belum ada penelitan berapa nilai ekonomi yang terkandung dalam
ekosistem Tengger.
Sejarah pemukiman serta perkembangan peladangan budidaya sayuran
(tegalan), konservasi (Pedanyangan, Sanggar pamujan, Pure Poten dan gunung
Bromo, lahan makam) dan terasiring merupakan hasil pengetahuan lokal serta
kearifan lokal mereka. Pengolahan lahan yang berbukit terjal serta kesakralan
gunung Bromo merupakan lambang ucapan terimakasih terhadap keagungan Sang
Hyang Widhi. Proses antropisasi terhadap lingkungan alami yang dilakukan
masyarakat Tengger untuk digunakan sebagai lahan pertanian telah
72
mempengaruhi keanekaragaman jenis di lingkungannya. Secara umum klasifikasi
kawasan didasarkan pada kegunaan dan fungsi pada masyarakat Tengger. Setiap
bentuk satuan lingkungan dicirikan oleh karakterisasi ekologi tidak saja kondisi
habitatnya (topografi, jenis tanah dan strukturnya), fenomena geologi, jenis
tumbuhan dan hal ini berkaitan dengan masyarakatnya.
Satuan lingkungan desa sudah tersusun dengan baik, karena wilayah desa
yang berbukit-bukit disusun dalam bentuk teras serta selokan kecil untuk jalannya
air. Jalan pada umumnya satu arah dimana rumah berada dikanan kiri jalan
dengan gapura dan nama Desa, disetiap gang (banjaran) di Desa Wonokitri hal ini
sangat menguntungkan sehingga pencuri mudah tertangkap.
Pada perumahan penduduk yang beragama Hindu setiap rumah dilengkapi
Padmasari di bagian depan teras dan terdapat ruang tamu, ruang tidur, jambangan
serta pawon dengan tumang atau perapian.
Desa selalu dilengkapi Punden atau Danyang, Sanggar Pamujan dan Pure.
Sanggar menurut mereka sebaiknya berdekatan dengan lingkungan rumah,
sedangkan tempat makam sebaiknya agak jauh dari pemukiman. Rumah ibadah
Wihara Paramita yang beragama Budha, Masjid atau Langgar yang beragama
Islam dan Gereja yang beragama Nasrani. Tempat pendidikan sudah terdapat
SDN, SMPN, SMK (Ngadisari), bidang kesehatan terdiri Puskesmas dan
Puskesdes. Sistem kategorisasi lahan menurut masyarakat Tengger sebagai berikut
(Tabel 4).
Aktivitas pertanian: pengetahuan dalam mengolah lahan pertanian
(indigenous agricultural knowledge) terutama tegalan yang berbukit sesuai
dengan lingkungan dan udara dingin merupakan praktek kegiatan perwujudan
sistem pengetahuan, akal pikiran masyarakat Tengger dalam menciptakan teknik
pemanfaatan, menggali sumberdaya dalam membangun kesejahteraan
kehidupannya. Sistem pertanian dengan pendekatan budaya mereka seperti model
terasiring maupun teras bangku di lahan tegalan mampu mengatasi, menghidupi,
mempertahankan kesehjahteraan masyarakat, hal ini merupakan hasil praktek
adaptasi kondisi lingkungan sebagai lahan terutama pertanian sayur mayur.
73
Tabel 4 Sistem kategorisasi lahan pada masyarakat Tengger
No Kategorisasi Lahan/Hutan
Kepemilikan Fungsi Lahan
1 Kawasan pemukiman
Komunal/pribadi Pemukiman/perumahan, masarakat desa
2 Kawasan Pertanian a. Tegalan b. Kebun c. Pekarangan
Pribadi dan keluarga
a. Kawasan pertanian budidaya sayuran b. Kawasan perkebunan apel, kopi c. Tanaman hias, ritual
3 Kawasan Agroforestri a. Jalur hijau b. Tempat wisata c. Komplangan
TNBTS TNBTS Perhutani
a. TNBTS (sudah tutup) b. TNBTS, (Perhutani) atau wisata c. Perhutani, budidaya sayur mayur, pisang, rumput astruli, tanaman keras : mahoni, kopi, kayu putih, damar.
4 Kawasan Sakral a. Pedanyangan b. Danyang banyu c. Sanggar Agung d. Lahan makam e. Hutan larangan f. Gunung Bromo
Komunal Komunal Komunal komunal Perhutani TNBTS
a, b, c. (Kawasan sakral, acara adat, hidrologi) d. Lahan tempat penguburan e. Lahan hutan lindung (Perhutani), f. Ritual adat Kasada.
5 Kawasan konservasi alami (gunung Bromo, lautan pasir, ranu, hutan alami)
TNBTS (hutan konservasi alami (Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)/Perhutani
f. Hutan konservasi gunung Bromo, Semeru, ranu, air terjun, sungai, lautan pasir TNBTS/Perhutani
Jenis jagung dari hasil silangan merupakan hasil teknologi lokal mereka
yang pada masa lalu telah dapat mempertahankan kehidupannya. Pada masa lalu
jenis jagung merupakan jenis tanaman budidaya utama karena jenis ini merupakan
makanan utama masyarakat Tengger pada masa lalu. Namun demikian dampak
kepraktisan dan jenis tanaman bernilai ekonomi tinggi mengubah pandangan
mereka. Mereka mulai meniggalkan budidaya jagung sebagai tanaman utama dan
digantikan dengan jenis-jenis yang dianggap memiliki nilai ekonomi tinggi,
misalnya jenis tanaman sayuran dan jenis tanaman perkebunan.
74
Kondisi topografi kawasan masyarakat Tengger yang berbukit-bukit,
memerlukan strategi untuk menghindari terjadinya tanah longsor. Untuk
mengatasi terjadinya tanah longsor masyarakat lokal mengembangkan penanaman
jenis cemara gunung di bagian tepi lahan tegalan. Selain sebagai jenis tanaman
penghambat longsor jenis ini juga bermanfaat sebagai pembatas kebun, kayu
bakar dan kayu bahan bangunan. Menurut masyarakat Tengger penggunaan jenis
tanaman cemara mempunyai keuntungan ganda antara lain selain dapat
melindungi kawasan dan sebagai tanaman pembatas, juga jenis tanaman ini tidak
banyak pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman budidaya, karena akarnya
berkembang mengarah kebawah sehingga bukan merupakan kompetitor
penyerapan unsur hara dengan jenis tanaman budidaya. Jenis tanaman berupa
pohon cemara gunung (Casuarina junghuhniana) merupakan jenis tanaman
dominan di lahan tegalan dengan INP (202.96), sedangkan jenis perdu tanaman
yang dominan jenis ganyong (Canna edulis) INP (41.21), sedangkan jenis herba
yang dominan adalah aseman (Achyranthes bidentata) dengan nilai INP (42.61).
Tanaman rumput astruli banyak ditanam di tengah tegalan utamanya pada
tanggul untuk mengatasi longsor atau pakan ternak, tetapi tananam cemara jarang
di tengah tegalan karena mengurangi produksi sayuran.
Akibat dari sistem pertanian berwawasan ekonomi menyebabkan bibit
unggul hasil teknologi masa lalu mulai langka seperti jagung lokal Tengger makin
tersisih dan dapat menjadikan erosi genetika, jika tidak ada pelestariannya.
Dampak dari aktivitas pertanian tanpa berpijak pada lingkungan seperti terjadi di
Ranupani menyebabkan danau Ranupani mengalami pendangkalan, ini sangat
memprihatinkan, sehingga perlu reboisasi disekitarnya.
Sistem lahan pertanian dilengkapi gubuk sangat menguntungkan
berdampak positif bagi kelangsungan kehidupan di Tengger. Gubuk sebagai
persiapan pengolahan lahan, tempat penimbunan pupuk, bibit, menyimpan hasil
panen, sekaligus transaksi ekonomi merupakan strategi adaptasi mereka. Gubuk-
kandang sebagai tempat ternak, dilengkapi perapian, tempat tidur diperuntukan
istirahat, sewaktu pekerjaan padat.
Pada lingkungan kawasan sakral seperti Danyangan atau punden
(pemangku alam), Danyang banyu, Sanggar Pamujan, makam, hutan larangan
75
merupakan tempat keramat dan tidak boleh diganggu. Pedanyangan adalah tempat
berkumpulnya roh leluhur dimana masyarakat Tengger meletakkan sesaji, berdoa
untuk mencari berkah agar warga desa aman dan selamat jiwa raga atau
mempersiapkan hajat, berdoa agar keinginannya terkabul. Danyang banyu
mempunyai fungsi sebagai /Pedanyangan dan disekitarnya terdapat mata air yang
sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. Danyangan dilengkapi tempat
pemujaan, pohon yang dikeramatkan sebagai tanda mulainya kegiatan adat
leluhur. Jenis tumbuhan pohonnya terutama cemara gunung , danglu, beringin,
pampung, kayu kebek, pinus, aren. Danyang ada kaitan dengan dukun Pandhita,
Wong Sepuh dan Legen serta masyarakat karena tempat pelaksanaan ritual adat.
Danyang merupakan tradisi leluhur atau titisan tradisi leluhur, tempat untuk
memuja dan memohon keselamatan bagi umat di wilayah tersebut, contoh pujan,
barikan, hari Kasada dan Entas-entas. Sanggar Pamujan adalah tempat upacara
Unan-unan yang dilakukan selama lima tahun sekali berfungsi sebagai tempat
penghormatan terhadap roh atau atma leluhur. Sanggar Pamujan terdiri dari
tempat untuk sesaji, jenis tanaman komposisi sama dengan di Danyangan meliputi
cemara, danglu, ringin, pampung berumur ratusan tahun. Tempat ini merupakan
tempat keramat bagi masyarakat Tengger, dan dipandang secara ilmiah tempat ini
sangat diperlukan dalam kaitannya dengan konservasi binatang terutama burung.
Makam adalah tempat peristirahatan terakhir orang yang meninggal, sedang
arsiteknya berbeda-beda tergantung masing-masing desa Tengger. Namun pada
umumnya makam diberi tanda dengan kijing, atau dengan tanda tertentu. Menurut
adat mayat masyarakat Tengger dikubur menghadap Selatan atau Timur atau ke
arah gunung Bromo atau Semeru, dipeti dan dipocong, hal ini menunjukkan
begitu dekat dan penghargaan masyarakat Tengger dengan leluhur mereka.
Menurut masyarakat Tengger hutan Larangan (sacred forest) adalah
kawasan hutan, yang merupakan tempat angker atau keramat dan perlu dilindungi,
karena dihuni roh jahat. Tempat yang gawat di lingkungan pada umumnya diberi
tanda dengan Padmasari agar tidak diganggu roh jahat. Menurut hukum adat
keyakinan tersebut telah diikuti secara turun temurun dari nenek moyang mereka.
Secara ilmiah nilai religi seperti tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan
larangan adalah alasan sangat tepat untuk melakukan konservasi alam, namun
76
bagi masyarakat Tengger mempunyai kepentingan yang berbeda. Pedanyangan,
Sanggar Pamujan dapat menjaga kestabilan tumbuhan, hewan mamalia, tempat
bertenggernya bermacam-macam burung dalam mewujudkan konservasi. Hutan
larangan Pedanyangan dan Sanggar Pamujan masih menyimpan keanekaragaman
jenis hewan dan tumbuhan yang tinggi. Keberadaan keanekaragaman jenis
tumbuhan liar sangat penting berkaitan dengan organisme lain. Hilangnya
keanekaragaman jenis di lingkungan menyebabkan hilangnya jenis liar yang
mengandalkan keberadaannya. Menurut Purwanto (2004) kawasan yang
dikeramatkan dapat sebagai simbol identitas budaya, kepercayaan tertentu
(historis dan mitos), elemen penting pertautan alam dengan kultur dan memiliki
nilai keanekaragaman yang relatif tinggi. Kawasan keramat atau sakral sebagai
kawasan konservasi budaya dan sumber daya hayati mengalami tekanan terhadap
keberadaannya. Hal tersebut diakibatkan perubahan persepsi dan konsepsi
terhadap pengetahuan lokal yang telah lama diyakininya. Hal yang mendorong
adanya tekanan terhadap kawasan sakral adalah pertanian tradisional, jumlah
penduduk serta pendidikan dan teknologi.
Pertanian komplangan merupakan pola pertanian seperti halnya mengolah
lahan pertanian tegalan, hanya bedanya mengolah pertanian di wilayah Perhutani
(kerja sama perhutani). Bentuk kerja samanya adalah masyarakat menanam
tanaman pertanian, tetapi masyarakat berkewajiban untuk memelihara tanaman
perhutani seperti mahoni, damar, pinus, kayu putih, jabon, keningar, suren dan
cemara gunung. Jenis yang dominan di lahan komplangan adalah kayu poo
(Melaleuca leucadendron) INP (80.64), hal ini menunjukkan Perhutani
berdekatan dengan Desa Gubuklakah banyak menanam kayu poo, disusul pisang
INP (64.40) dan pinus INP (53.88). Di dalam pengolahan tanaman komplangan,
masyarakat membentuk kelompok tani yang bertanggung jawab atas
keberhasilannya. Pertanian jalur hijau merupakan lahan pertanian berbatasan
dengan wilayah konservasi TNBTS dimaksudkan untuk membantu masyarakat
yang tidak mempunyai lahan, luasnya 10 m sepanjang wilayah Desa Ngadas
Kidul sekitar 7 Ha. Penanaman dapat berupa tanaman budidaya, rumput gajah,
namun masyarakat juga berkewajiban merawat tanaman TNBTS seperti cemara
gunung. Akibat dari semakin besarnya tanaman konservasi menyebabkan tanaman
77
pertanian kurang produktif dan sekarang lahan tersebut telah ditutup. Sebenarnya
masyarakat menginginkan lahan jalur hijau dapat digantikan di lokasi lain. Namun
demikan diperlukan kesadaran betapa pentingnya keberadaan TNBTS dalam
pengertian lebih luas seperti potensi wisata, kebutuhan hidrologi, oksigen, serasah
dan pelestarian keanekaragaman hayati.
4.5 Simpulan
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya yang dilakukan oleh
masyarakat Tengger telah menunjukkan pola dan strategi adaptasi lokal
masyarakat tersebut.
Masyarakat Tengger memiliki pengetahuan yang baik dalam mengelola
dan memanfaatkan kawasan, sumber daya hayati dan lingkungannya di dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Masyarakat Tengger mampu mengembangkan
sistem pertanian yang mampu memenuhi kebutuhannya baik untuk kepentingan
subsisten maupun kebutuhan ekonomi rumah tangganya. Pengusahaan jenis
sayuran dalam kontek tegalan merupakan strategi adaptasi masyarakat Tengger
untuk mendapatkan komoditi usahatai yang paling menguntungkan di kawasan
tersebut.
Dalam hubungan dengan konservasi pengembangan sistem terasiring
merupakan strategi masyarakat Tengger untuk menyiasati kawasan pertanian agar
tetap lestari dan berkelanjutan. Penanaman jenis tanaman cemara gunung sebagai
pembatas lahan memiliki nilai tidak saja nilai konservasi yang mampu mencegah
kelongsoran lahan, jenis ini juga berguna sebagai kayu bahan bangunan dan kayu
bakar. Penetapan kawasan yang dikeramatkan juga memiliki nilai konservasi
sumber daya hayati yang tingi. Adanya peraturan adat kalau menebang 1 pohon
harus menanam 10 pohon merupakan upaya konservasi oleh masyarakat Tengger
terhadap lingkungannya dan berdasarkan analisa kehadirannya mempunyai nilai
INP (202.86). Selain itu pelaksanaan tatanan adat dalam bentuk pranata sosial
dan praktek ritual adat memiliki peran dalam pengembangan pengelolaan sumber
daya alam yang lebih lestari yaitu mengatur pembagian pemanfaatan lahan di
kawasan tersebut.
78
Praktek budidaya pertanian lokal (indigenous agricultural knowledge)
ladang atau tegal yang dilakukan masyarakat Tengger sangat berperan penting
dalam tata guna lahan yang memiliki peran sosial ekonomi dan konservasi. Sistem
pertanian dengan model gubuk-kandang pada lahan pertanian milik masyarakat
sendiri mempunyai dampak mempermudah pengolahan lahan, pemupukan dan
transaksi hasil. Kandang yang berjauhan dari pemukiman mempunyai dampak
positif terhadap kesehatan masyarakat Tengger. Pertanian yang berkelanjutan
dengan sistem terasiring dan tumpang sari yang cocok sangat penting
dikembangkan. Untuk lahan yang sedikit datar lebih tepat membuat teras bangku
serta menanam tanaman sayur dengan komoditi unggulan diutamakan bernilai
ekonomi tinggi dalam mendukung pertanian Tengger.
Kerjasama antara masyarakat dengan Perhutani yang saling
menguntungkan dalam mengelola lahan Perhutani dalam bentuk tanah
komplangan dan jalur hijau milik TNBTS sangat membantu masyarakat dan
Perhutani juga berdampak melindungi wilayah kawasan hutan lindung milik
Perhutani dan hutan konservasi TNBTS.
Strategi adaptasi pembangunan sistem perumahan yang mengelompok pada
daerah bukit yang rata mempunyai arti kebersamaan dan mempermudah
pengaturan pembagian tata ruang pemukiman.
Strategi adaptasi yang dikembangkan masyarakat terhadap udara dingin
adalah melakukan pelarangan menanam pohon besar di sekitar kawasan
perumahan mempunyai pengaruh terhadap kondisi lingkungan pemukiman
menjadi lebih hangat dan menghindari bencana pohon tumbang. Strategi adaptasi
lainnya adalah pengembangan konsep pawon dengan tumang sangat menarik yang
menunjukkan usaha masyarakat Tengger untuk mengadaptasikan kehidupannya
pada udara yang dingin.
Pengembangan konsep gubuk-kandang dalam sistem usahatani
mempunyai keuntungan ganda bagi kehidupan masyarakat Tengger yaitu
keuntungan yang berkaitan dengan kesehatan dimana letak kandang yang
berjauhan dengan pemukiman akan lebih higiensi. Pembangunan gubuk di lahan
pertanian yang berbukit memiliki manfaat mempermudah perawatan kebun,
efisiensi tenaga dan mempermudah transaksi hasil panen.
79
Kondisi lingkungan Gunung Bromo, Tengger dan Semeru yang sewaktu-
waktu menimbulkan bencana seperti letusan vulkanik, mengeluarkan awan
belerang dan embun upas, telah memacu masyarakat Tengger mengembangkan
strategi adaptasi dengan mengidentifikasi jenis-jenis tanaman budidaya yang
tahan abu vulkanik yaitu jenis bawang prei.
Identifikasi pengetahuan etnoekologi masyarakat Tengger ini dapat
dijadikan sebagai dasar pijakan pengembangan wilayah berikut sumber daya
hayati dan lingkungannya menjadi lebih berdaya guna dan bermanfaat bagi
pengembangan kawasan tersebut. Persepsi dan konsepsi masyarakat Tengger
terhadap sistem pengelolaan lingkungan dapat dijadikan acuan dalam menentukan
kebijakan pengembangan kawasan tersebut terutama erat kaitannya dengan
pengelolaan kawasan konservasi di kawasan tersebut.
81
5. ETNOBOTANI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO
TENGGER SEMERU JAWA TIMUR
Abstrak
Penelitian etnobotani masyarakat Tengger Bromo Tengger Semeru Jawa Timur mengungkapkan sistem pengetahuan botani tradisional masyarakat Tengger yang meliputi pemanfaatan, pengelolaan tumbuhan untuk pemenuhan berbagai kebutuhan hidupnya dipelajari. Penelitian ini juga menguraikan pengaruh hubungan antara faktor sosial budaya dan ekonomi terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan. Penelitian dilakukan dengan wawancara terstruktur dan wawancara bebas, pengamatan langsung kemudian dianalisis dengan ICS (index cultural significance). Masyarakat Tengger dalam kehidupannya mengandalkan sumber alam tumbuhan untuk berbagai keperluan dan memiliki pengetahuan cukup baik tentang keanekaragaman jenis tumbuhan di sekitar mereka. Berbagai pemanfaatan jenis tumbuhan digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah untuk bahan pangan (75 jenis), obat-obatan (121 jenis), bahan bangunan, kayu bakar, tali temali dan kerajinan (53 jenis), kecantikan, bumbu, rokok, pewarna (40 jenis), buah-buahan (49 jenis), pakan ternak (44 jenis), tanaman hias (140 jenis), dan bahan ritual (94 jenis). Hasil perhitungan indeks kepentingan budaya menunjukkan 1 jenis memiliki nilai tinggi yaitu padi dan 10 jenis memiliki nilai manfaat jenis tinggi. Kata kunci: Etnobotani, indeks kepentingan budaya, masyarakat Tengger
Abstract Ethnobotanical research of Tengger society from Bromo Tengger Semeru, East Java revealed the botanical indigenous knowledge system of the society covering useful plants for their livelihood. This research also described the effects of the relationships between social, cultural and economic factors to the plant diversity. The research was conducted using structural and open ended interview and direct observation. To better assess to the extractive activities and the utilization of the plant diversity by indigenous people, an index of cultural significance (ICS) analysis was employed. Tengger people depend on plant resources for their livelihood, and they have a good knowledge on plant diversity surrounding them. There are various plant utilization by Tengger society including as food (75 species), medicines (121 species), construction, firewood and local technology (53 species), cosmetics, handycraft, cigarette, colors (40 species), forage (44 species), ornamental plants (140 species), fruit (49 species) and ritual (94 species). Based on the calculation of the index of cultural significance showed that rice has very high value, together with the order ten plant species have high value in Tengger culture. Key words: Ethnobotany, index of cultural significance, Tengger society.
82
5.1 Pendahuluan
5.1.1 Latar Belakang
Etnobotani adalah suatu ilmu yang menelaah tentang penggunaan, pengelolaan
serta hubungan budaya manusia dalam masyarakat atau suku bangsa terhadap
keanekaragaman hayati tumbuhan. Di Indonesia bidang ilmu etnobotani
pengembangannya banyak dilakukan oleh para peneliti laboratorium Etnobotani,
Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Peneliti etnobotani harus mampu merangkai
pengetahuan bidang ilmu sosial dan biologi menjadi suatu rangkaian yang saling
mendukung untuk mengungkapkan sistem pengetahuan suatu kelompok masyarakat
tentang pemanfaatan jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya. Sehubungan dengan
hal tersebut di atas, studi etnobotani mencakup berbagai aspek pengetahuan
masyarakat, diantaranya: pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumber daya
hayati tumbuhan, pengetahuan masyarakat tentang lingkungan (etnoekologi),
pengetahuan tentang pengobatan tradisional yang menggunakan ramuan dari berbagai
jenis tumbuhan dan hewan (etnomedisin), pengetahuan tentang sejarah pengelolaan
sumber daya hayati (etnopaleobotani), pengetahuan tentang pertanian
(etnoagrikultur), pengetahuan tentang linguistik (etnolinguistik), dan lain-lainnya.
Setiap bentuk pengetahuan tersebut dikaji dan dibahas secara holistik dari berbagai
sudut pandang yaitu aspek sosial budaya, botani, sosio-ekonomi, ekologi, dan lain-
lainnya. Purwanto (2003) dan Waluyo (2008) mengemukakan bahwa ilmu etnobotani
merupakan ilmu interdisipliner dengan pendekatan holistik hubungan manusia
dengan keanekaragaman jenis tumbuhan berikut lingkungannya. Hubungan tersebut
dapat bersifat menguntungkan atau sebaliknya yaitu merugikan bagi manusia atau
bagi jenis-jenis hayatinya. Beberapa ahli seperti Cotton (1996) dan Martin (1988)
juga menjelaskan tentang ilmu etnobotani yaitu bidang ilmu yang mempelajari
keseluruhan hubungan langsung antara manusia dengan tumbuhan. Sedangkan Rifai
dan Waluyo (1992), menyatakan bahwa ilmu etnobotani merupakan cabang ilmu
yang mendalami hubungan budaya manusia dengan alam nabati sekitarnya. Dalam
83
hal ini lebih diutamakan persepsi dan konsepsi budaya kelompok masyarakat yang
dipelajari dalam sistem pengetahuan terhadap tumbuhan dalam lingkungan hidupnya.
Jadi data etnobotani adalah data tentang pengetahuan botani suatu masyarakat yang
menyangkut pengelolaannya, dan juga bagaimana masyarakat tersebut
mengorganisasinya yaitu mendiskripsi, menamakan, mengklasifikasi sesuai dengan
kemampuan pengetahuannya. Suatu contoh kajian pengetahuan lokal ditunjukkan
oleh Friedberg (1990) yang mempelajari sistem pengetahuan botani suku Bunaq di
pulau Timor dan Ellen (1993) yang mempelajari pengetahuan lokal masyarakat suku
Nuaulu di pulau Seram Tengah. Keduanya mengkaitkan dunia tumbuhan dan hewan
dari cara pengenalan, penggolongan, penamaan dan pemanfaatannya yang dibahas
secara holistik.
Pengetahuan etnobotani dapat mengetahui pengembangan wilayah dan
pembangunan suatu kawasan serta ”need assessment” yang diperlukan suatu
kelompok masyarakat. Menurut Rambo (1983) subsistem sosial manusia dengan
subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi,
materi dan informasi. Suatu prosedur dalam mempelajari aktivitas manusia serta
keterkaitan antara sosial masyarakat dan lingkungan dilakukan secara progressif dan
kontektual, terus-menerus dengan lebih padat dan tajam, sehingga diperoleh suatu
manfaat (Vayda 1983). Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang multi-
etnik terdiri dari berbagai suku yang masing-masing memiliki kekhasan budaya dan
mereka saling melakukan adaptasi dan berinteraksi dengan kondisi sumber daya alam
dan lingkungannya. Pada akhir-akhir ini banyak masyarakat memanfaatkan obat-
obatan tradisional yang diambil dari lingkungan alami seperti kehidupan masyarakat
tradisional. Oleh sebab itu pengetahuan tradisional merupakan modal informasi yang
sangat berharga.
Pada saat ini masyarakat Tengger tersebar meliputi 33 desa Tengger dan
sebagian besar desa tersebut terletak di kawasan penyangga TNBTS. Berdasarkan
hasil sensus penduduk masyarakat Tengger pada tahun 1930 berjumlah 10000 jiwa
dan jumlah penduduk pada tahun 1990 meningkat menjadi 30000 jiwa, di Kecamatan
Sukapura 13.565 jiwa (Stibbe 1921; Anonim 2004; Nurudin et al. 2004).
84
Masyarakat Tengger menghuni kawasan lereng di Pegunungan Bromo Tengger
Semeru pada ketinggian antara 800-2100 m dpl, mereka mempunyai teknologi
adaptasi dan pengetahuan tradisional terhadap pemanfaatan dan pengelolaan berbagai
macam jenis tumbuhan.
Mayoritas masyarakat Tengger beragama Hindu Dharma dan dalam
kehidupan spiritual mereka mempercayai cerita legenda, tempat keramat (Punden
atau Danyang), dan mereka beribadat di Pure dan Sanggar Pamujan. Mereka
berinteraksi dengan lingkungannya melalui aktivitas pengelolaan sumber daya alam
dan lingkungannya seperti sistem pertanian, kegiatan ekstraktivisme, dan lain-lainnya
yang diatur melalui sistem kelembagaan, kepemimpinan dan peraturan adat. Berbagai
ritual dalam upacara keagamaan seperti upacara Yadnya Kasada, Karo, dan Unan-
unan merupakan bentuk manifestasi budaya dalam beradaptasi dengan alam dan
lingkungannya.
Masyarakat Tengger berasal dari kerajaan Majapahit dikenal wong Majapahit
berdasarkan prasasti Walandit (Desa Walandit) dibebaskan dari pajak (tetileman)
dipersembahkan pada gunung Bromo (Bataviaasch Geootschap Voor Kunsten en
Wetenschappen Notulen tahun 1899 dalam DKDJPH & PABKSD IV (1984),
berangka tahun 851 Saka (929 M), dimana para penghuni dianggap sebagai Hulun
Spiritual Sang Hyang Widhi Wasa, menempati tempat suci (hila-hila), prasasti
Kumbolo, kitab Pararaton dan menurut kepercayaan mereka adalah keturunan Roro
Anteng putri Majapahit dan Joko Seger putra seorang pertapa Tengger.
Penelitian ini mengungkapkan pengetahuan tentang pemanfaatan, pengelolaan
sumberdaya alam hayati tumbuhan serta perannya dalam memenuhi kebutuhan
hidupnya sehari-hari meliputi bahan pangan, bangunan, kayu bakar, tanaman obat,
tanaman racun, bahan sandang, tanaman ritual, bahan seni kerajinan, teknologi lokal,
tumbuhan penikmat, pewarna dan lain-lainnya. Untuk mengetahui keanekaragaman
flora dilakukan melalui, inventarisasi, identifikasi setiap jenis baik nama lokal, nama
ilmiah, pengenalan serta pengetahuan mereka tentang jenis tersebut. Masyarakat
Tengger telah mempratekkan teknologi adaptasi tradisionalnya pada kondisi
lingkungan pegunungan terjal dan bersuhu dingin. Mereka membuat teras (strip
85
croping), dengan pembatas terutama cemara gunung merupakan corak perilaku dalam
memperlakukan lahan pertanian dan lingkungannya.
5.1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk: (1). Mengungkap berbagai macam cara
pemanfaatan sumber daya alam hayati tumbuhan yang masyarakat Tengger kenali
berdasarkan tingkat pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki dalam upaya
mempertahankan dan mengembangkan diri di lingkungannya. (2). Mengungkap dan
mempelajari peran sumber daya hayati tumbuhan dalam kehidupan masyarakat
Tengger.
5.2 Bahan dan Metode
5.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 14 bulan mulai bulan April 2010 sampai Mei
2011. Penelitian dilakukan di desa yang dihuni masyarakat Tengger yaitu desa yang
tinggal di luar dan di dalam kawasan TNBTS. Desa masyarakat Tengger yang
terdapat di dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger semeru meliputi
Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten
Malang, sedangkan masyarakat Tengger yang berada di luar kawasan TNBTS
meliputi Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo;
Kecamatan Poncokusuma Kabupaten Malang; Kecamatan Tosari, Kecamatan Sumber
dan Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan Kecamatan Senduro Kabupaten
Lumajang.
86
5.2.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian meliputi komputer, kompas, GPS
(Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, altimeter, soiltester,
hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau kayu, gunting stek, cat
untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik, kantong plasik berbagai
ukuran, amplop sampel, kertas mounting, label gantung, kertas herbarium, kertas
koran, sasak, alat dokumentasi kamera, dan alat-alat tulis. Bahan kimia yang
digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, FAA, kamper dan spiritus.
5.2.3 Metoda Penelitian 5.2.3.1 Metode Pengumpulan Data Sosial Budaya Masyarakat Tengger
Pengumpulan data aspek sosial budaya masyarakat Tengger meliputi data
demografi (kependudukan), sejarah, adat istiadat (ritual dan keagamaan), sistem
kepemimpinan dan sistem penguasaan lahan. Data dikumpulkan dengan pengamatan
langsung di lapangan dan data sekunder dari berbagai sumber meliputi pustaka, hasil
penelitian antropologi, sosiologi dan aspek sosial (Kuncaraningrat 1980). Data aspek
sosial budaya masyarakat Tengger tersebut sangat penting sebagai dasar, acuan dan
pijakan dalam menganalisis pengetahuan masyarakat Tengger dalam mengelola
keanekaragaman jenis tumbuhan dan lingkungannya.
5.2.3.2 Pengumpulan Data Etnobotani
Kajian etnobotani dalam penelitian ini adalah menggali secara holistik
pengetahuan masyarakat Tengger tentang pengelolaan keanekaragaman jenis hayati
dan lingkungannya dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, meliputi (a).
Pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan untuk bahan pangan, bangunan, obat-
obatan, racun, pengendalian hama tanaman, ritual dan keagamaan, peralatan dan seni,
pewarna, kayu bakar dan lain-lain; (b). Studi aktivitas produksi “sistem pertanian
tradisional” masyarakat Tengger, meliputi; jenis tanaman budidaya berikut kultivar
lokal, teknik budidaya, produksinya, dan aspek produksi lainnya; (c). Studi
87
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan hubungannya dengan budaya materi;
dan (d). Kajian tentang pengelolaan dan pemanfaatan keanekaragaman hayati ditinjau
dari aspek pemanfaatan secara berkelanjutan.
5.2.3.3 Data Kualitatif
Metode ini didukung oleh pendekatan dan teknik pengumpulan informasi
yang bersifat partisipatif atau penilaiain etnobotani partisipasif (participatory
ethnobotanical appraisal, PEA) yang terdiri dari (a). Wawancara semi terstruktur dan
terjadwal untuk inventarisasi pengetahuan lokal (Grandstaff & Grandstaff 1987); (b).
Observasi partisipatif dan transect-walks sistematis dengan masyarakat sebagai
pemandu (Martin 1995); dan (c). Ikut aktif dalam aktivitas masyarakat baik harian
maupun khusus seperti berladang, ke pasar dan upacara ritual.
Metode ini melibatkan masyarakat sebagai pemandu dan informan kunci. Pada
tahap pertama dibuat semua jenis manfaat lokal (katagori-katagori emik) yang
disebutkan oleh narasumber untuk satu jenis tumbuhan. Selanjutnya peneliti bersama-
sama dengan narasumber membahas tentang peringkat manfaat tersebut. Setelah
peneliti mencatat peringkat manfaat yang ditentukan oleh narasumber, lembaran data
diperlihatkan kembali kepada narasumber untuk pemeriksaan ulang terhadap
peringkat manfaat yang kurang sesuai dengan persepsi narasumber. Jika narasumber
menyetujui pencatatan data manfaat tersebut, maka data tersebut adalah independen
dari pengaruh subjektivitas peneliti.
5.2.3.4 Pemilihan Narasumber
Narasumber yang dipilih dalam penelitian ini adalah masyarakat Tengger yang
bermukim di desa pengamatan yang memiliki pengetahuan yang baik mengenai
keanekaragaamn jenis hayati, yaitu ahli pengobatan lokal, tokoh masyarakat dan
anggota masyarakat yang memiliki pengetahuan tentang keanekaragaman hayati.
Konsensus pemilihan informan khusus di konsultasikan dengan tokoh atau pemimpin
masyarakat dan beberapa anggota masyarakat (Purwanto 2007). Komposisi
narasumber dipilih berdasarkan pertimbangan faktor-faktor demografi penduduk di
desa yang langsung berkaitan dengan pengetahuannya terhadap dunia tumbuhan di
88
lingkungannya, misalnya faktor usia, jenis kelamin (pria dan wanita), jenis pekerjaan
dan tingkat pendidikan. Faktor usia penduduk dalam pemilihan narasumber bertujuan
untuk menarik narasumber yang tidak bias pada kelompok usia tertentu saja,
misalnya berusia tua saja atau berusia muda saja. Untuk memilih narasumber yang
mewakili perbedaan usia penduduk, peneliti menerapkan rentangan usia penduduk di
atas 15 tahun untuk menjadi calon narasumber.
5.2.3.5 Perhitungan Nilai Guna Jenis-Jenis Tumbuhan Berguna.
Analisis data yang lebih mendalam bagi pemanfaatan setiap jenis tumbuhan
digunakan indeks kepentingan budaya (index of cultural significance, ICS) dari
Turner (1988). Indek kepentingan budaya merupakan hasil analisis etnobotani
kuantitatif yang menunjukkan nilai-nilai kepentingan tiap-tiap jenis tumbuhan
berguna berdasarkan kebutuhan masyarakat. Angka hasil penghitungan ICS
menunjukkan tingkat kepentingan setiap jenis tumbuhan berguna oleh masyarakat.
Untuk menghitung index of cultural significance dilakukan dengan persamaan
sebagai berikut :
n
ICS = ∑ ( q x i x e )ni (Turner 1988) i = 1
Karena setiap jenis tumbuhan mempunyai beberapa kegunaan, maka
persamaannya menjadi sebagai berikut:
n
ICS = ∑ ( q1 x i1 x e1 )n1 + ( q2 x i2 x e2 )n2 + ……… + ( qn x in x en )ni
i = 1 Keterangan: ICS = index of cultural significance, adalah jumlah dari perhitungan pemanfaatan suatu jenis tumbuhan dari 1 hingga n, dimana n menunjukkan pemanfaatan ke-n (terakhir); i adalah nilai 1 hingga ke n, dan seterusnya.
Sedangkan perhitungan nilai parameter dari suatu jenis tumbuhan adalah sebagai berikut:
q = nilai kualitas (quality value); dihitung dengan cara memberikan skor atau nilai terhadap nilai kualitas dari suatu jenis tumbuhan: 5 = makanan pokok; 4 = makanan sekunder/tambahan + material primer, 3 = bahan makanan lainnya + material sekunder + tumbuhan obat; 2 = ritual, mitologi, rekreasi dan lain sebagainya; 1 =
89
mere recognition (Tabel 5).
i = nilai intensitas (intensity value); menggambarkan intensitas pemanfaatan dari jenis tumbuhan berguna dengan memberikan nilai: nilai 5= sangat tinggi intensitasnya; 4 = secara moderat tinggi intensitas penggunaannya; 3 = sedang intensitas penggunaannya; 2 = rendah intensitas penggunaannya; dan nilai 1= intensitas penggunaannya sangat jarang (Tabel 6).
e = nilai eklusivitas (exclusivitv value), sebagai berikut 2 = paling disukai, merupakan pilihan utama dan tidak ada duanya; 1= terdapat beberapa jenis yang ada kemungkinan menjadi pilihan; dan 0,5 = sumber sekunder atau merupakan bahan yang sifatnya sekunder (Tabel 7). Tabel 6-8 berikut merupakan kategorisasi nilai kegunaan dari setiap jenis tumbuhan
yang dimanfaatkan oleh masyarakat berdasarkan pada cara perhitungan yang
dikemukakan oleh Turner (1988) dalam Purwanto (2002).
Tabel 5 Nilai kualitas kegunaan suatu jenis tumbuhan menurut kategori etnobotani (Quality oj use categories in ethnobotany).
No Deskripsi Kegunaan Nilai Guna Makanan Utama:
1 Makanan pokok 5 Bahan Pangan Tambahan (Secondary Foods)
2 Umbi-umbian 4 3 Bahan makanan berupa batang, daun, pucuk daun, bunga, kecambah 4
4 Bahan makanan berupa buah-buahan, biji-bijian 4 5 Bahan makanan berupa tunas, pucuk tumbuhan dan bagian tanaman
lainnya 4
6 Bahan makanan yang berupa jamur yang tidak beracun 4 7 Bahan makanan yang hanya dimanfaatkan pada saat paceklik,
kekurangan makanan 4
8 Bahan minuman 4 Bahan pangan lain yang digunakan
9 Menambah rasa, aroma, manis, bumbu-bumbuan dan penambah rasa lainnya.
3
10 Bahan pangan suplemen sebagai campuran bentuk menu makanan, pembungkus bahan pangan dan bahan lain yang digunakan dalam persiapan pembuatan bahan pangan
3
11 Bahan rokok (misalnya: tembakau) 3 12 Pakan ternak dan makanan hewan 3
90
Tabel 5 Lanjutan
No Deskripsi Kegunaan Bahan Materi Utama
13 Kayu bahan bangunan, bahan wadah 4 14 Kayu bahan bakar 4 15 Bahan serat, bahan pakaian, dan bahan kerajinan atau teknologi
tradisional 4
16 Kulit kayu sebagai wadah dan konstruksi 4
Bahan Materi Sekunder 17 Penghasil tannin, berguna untuk perawatan 3 18 Bahan pewarna, tato, dekorasi dan kosmetika 3
19 Bahan deodoran, bahan pembersih 3 20 Bahan perekat, tali, bahan tahan air 3 21 Bahan sebagai alas, bahan tikar, bahan pengelap, bahan pembalut 3 22 Bahan campuran berbagai jenis bahan yang berguna 3
Bahan Obat-obatan 23 Tonikum, obat-obatan yang menyegarkan, merangsang 3 24 Purgatif, laksatif, emetik 3 25 Bahan obat untuk demam, obat batuk, TBC, influenza 3 26 Bahan pembersih luka, luka bakar 3 27 Bahan obat untuk arthritis, rheumatik, sakit persendian, lumpuh atau
paralis 3
28 Obat-obatan untuk penyakit saluran kencing 3 29 Obat-obatan untuk penyakit dalam 3 30 Obat-obatan untuk infeksi mata 3 31 Obat-obatan untuk perempuan, obstetrik atau ginekologi atau
reproduksi 3
32 Obat-obatan yang secara khusus untuk anak-anak 3 33 Obat-obatan untuk kanker 3 34 Obat-obatan untuk penyakit hati, sistem sirkulasi, tekanan darah 3 35 Obat anti iritasi 3 36 Analgetik dan anesthetik 3 37 Obat anti racun 3 38 Obat-obatan sakit perut atau masalah pencernaan, disentri 3 39 Obat-obatan untuk aphrodisiac 3 40 Obat-obatan untuk penyakit infeksi telinga 3 41 Obat-obatan untuk demam dan malaria 3 42 Obat sakit gigi. 3 43 Obat-obatan untuk penyakit hewan 3 44 Obat-obatan untuk infeksi Wit dan perwatan kulit 3 45 Medicine miscellaneous or unspecified 3
91
Tabel 5 Lanjutan
No Diskrisi kegunaan Nilai KegunaanRitual atau Spiritual
46 Ritual kelahiran 2 47 Ritual inisiasi 2 48 Ritual kematian atau ritual keberanian, kepahlawanan dalam perang
antar suku 2
49 Ritual pengobatan (Shaman's ceremonies "training' "witchcraft"protection againt “witchcraft”)
2
50 Ritual perburuan, pemancingan dan ritual kegiatan pertanian 2 51 Bahan pangan utama untuk ritual 2
52 Jenis yang secara spesifik ditabukan atau hanya digunakan untuk ritual adat maupun penyembuhan
2
53 Sebagai jimat, tanda cinta kasih (symbol), permainan, atau sebagai bahan ritual penolak hujan dan lain-lain.
2
Mitologi 54 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural atau mitos 2
55 Jenis tumbuhan berperan dalam supernatural dalam mitos yang yang bersifat magis religius
2
56 Jenis tumbuhan berperan secara alami dalam mitos-mitos atau sejarah
2
57 Keperluan totem, simbol dansa 2 58 Misthik atau secara tradisional berasosiasi dengan hewan 2 59 Bahan campuran 2 60 Untuk kesenangan, indikator lingkungan, nama seseorang, desa dan
sebagainya 2
61 Tumbuhan yang dihargai atau memiliki nilai 2 62 Tumbuhan yang secara spesifik tidak diketahui kegunaannya, tetapi
diketahui mempunyai gambaran yang indah atau memiliki kemiripan dengan jenis tumbuhan lainnya
2
63 Tumbuhan yang memiliki nilai, tetapi tidak digunakan secara khusus atau ada kalanya sangat khusus atau mempunyai kekecualian
1
64 Tumbuhan tidak berharga atau tidak bernilai atau tidak diketahui oleh siapapun.
0
Catatan: Kategorisasi kegunaan tumbuhan tersebut di atas dimodifikasi dari kategori yang
dibuat oleh Turner (1988); Purwanto (2002)
92
Tabel 6 Kategorisasi intensitas penggunaan (Intensity of use) jenis tumbuhan berguna
Nilai Deskripsi 5 Sangat tinggi intensitas penggunaannya; yaitu jeni-jenis tumbuhan yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara regular, hampir setiap hari dalam memenuhi kebutuhan hidupnya
4 Intensitas penggunaannya tinggi; meliputi jenis-jenis tumbuhan yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, digunakan secara reguler harian, musiman, atau dalam waktu berkala
3 Intensitasnya sedang; penggunaan jenis-jenis tumbuhan secara reguler tetapi dalam kurun waktu-waktu tertentu, misalnya pemanfaatan yang bersifat musiman. Biasanya jenis-jenis ini diramu, diekstrak, atau bila hasilnya berlebihan bisa diperjual belikan
2 Intensitas penggunaannya rendah, meliputi jenis-jenis yang jarang digunakan dan tidak mempunyai pengaruh dalam kehidupan sehari-hari masyarakat
1 Sangat jarang intensitas penggunaannya, meliputi jenis-jenis tumbuhan yang sangat minimal atau sangat jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988); Purwanto (2002)
Tabel 7 Kategorisasi tingkat eklusivitas atau tingkat kesukaan.
Nilai Deskripsi 2
Paling disukai, merupakan pilihan utama, jenis tumbuhan yang menjadi komponen utama dan sangat berperan dalam kultural. Jenis ini memiliki kegunaan yang paling disukai atau juga bagi jenis-jenis yang mempunyai nilai guna tidak tergantikan oleh jenis lain
1 Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang disukai tetapi terdapat jenis-jenis lain apabila jenis tersebut tidak ada
0,5 Meliputi jenis-jenis tumbuhan berguna yang hanya sebagai sumber daya sekunder, eklusivitasnya atau nilai kegunaannya rendah.
Catatan: Kategorisasi tersebut merupakan modifikasi dari Turner (1988), Purwanto (2002)
93
5.3 Hasil
5.3.1 Sosial Budaya Masyarakat Tengger
Sejarah masyarakat Tengger diawali dengan adanya mitos sepasang suami-istri
yang bernama Joko Seger dan Roro Anteng. Mereka mempunyai anak 25 orang,
sedang putranya yang bungsu bernama Raden Kusuma sirna di kawah gunung
Bromo. Sesuai dengan petunjuk suara gaib yang isinya “Hai, kadang-kadangku
kabeh, reang ajo digoleki. Reang wis dadi siji karo Sang Hyang Widhi Wasa. Mung
wae sak ilange reang iki, saben purnama sasih Kasada reang jaluk kiriman tandur
tuwuh rika kabeh, kanggo reang kang dadi korban”. Artinya Wahai saudara-
saudaraku semua, saya jangan dicari, karena saya sudah menyatu dengan Sang Hyang
Widhi Wasa. Hanya saja sehilangnya saya, setiap Purnama bulan Kasada, saya minta
dikirim hasil bumi (pertanian, peternakan) sebagai ganti saya yang menjadi korban.
Setelah kerajaan Majapahit mulai runtuh sebagian masyarakatnya berpindah ke
wilayah deretan Bromo Tengger Semeru serta melakukan asimilasi dengan penduduk
lokal dan mulai berkembang adat budaya di wilayah Tengger.
5.3.1.1 Aspek Sosial Budaya
Sistem sosial masyarakat berkembang bersamaan dengan kontruksi sosial
masyarakat, artinya bahwa perubahan sosial berpengaruh terhadap sistem sosial
masyarakat. Fenomena evolusi sosial pada masyarakat akan mempengaruhi sistem
sosial yang dimiliki masyarakat tersebut. Perubahan terjadi dari masyarakat yang
sederhana berkembang menjadi masyarakat yang kompleks. Perubahan dan
perkembangan sistem sosial tersebut mendorong terbentuknya unit sosial yang
berkembang dari suatu sistem lama mengalami revisi, diperbaharuhi dan terus
mengalami perubahan. Demikian pula dalam sistem kepemimpinan tradisional
masyarakat Tengger melalui proses yang panjang dimana masing-masing unsur
mempunyai jabatan, tugas, fungsi dan tanggung jawab. Beberapa faktor sosial budaya
yang melatar belakangi terbentuknya pola kedudukan, pembagian tugas dan fungsi
94
serta peran adat adalah pengaruh lingkungan, demografi, sistem hirarki masyarakat
dan sistem politik lokal.
Masyarakat Tengger menjunjung tinggi serta memegang teguh nilai-nilai luhur
nenek moyangnya. Sistem nilai sosial budaya yang terbentuk tidak terlepas dari
faktor sosial budaya yang melatar belakangi serta peran generasi mudanya. Peran
orang tua, tokoh karismatik Petinggi dan Dukun Pandhita, peraturan pemerintah
maupun adat mempunyai pengaruh besar terhadap kepatuhan nilai sosial budaya.
Proses nilai-nilai sosial budaya dari orang tua kepada anaknya diperkenalkan melalui
pembelajaran, kegiatan kehidupan sehari-hari dan kegiatan adat.
5.3.1.2 Sistem Kepemimpinan Tradisional
Dalam kehidupan masyarakat tradisional, kepemimpinan adat menjadi titik
sentral berlangsungnya kehidupan masyarakat sehari-hari. Pada umumnya
kepemimpinan adat tradisional merupakan suatu lembaga yang memiliki ciri khas
yaitu adanya dominasi golongan tertentu, otoritas, bersifat turun menurun, mutlak
keputusannya dan bersikap mengikat. Kepemimpinan tradisional masyarakat Tengger
adalah Petinggi (Kepala Desa) yang bertugas dalam pemerintahan desa. Sedangkan
Dukun Pandhita bertugas dalam bidang keagamaan dan ketua pelaksana upacara adat.
Petinggi juga sebagai kepala adat, sedangkan Dukun Pandhita juga bertugas memberi
nasihat kepada Kepala Desa. Kepemimpinan formal dan informal (Petinggi dan
Dukun Pandhita) sangat kharismatik dan berpengaruh besar dalam kepemimpinan
sehingga masyarakat Tengger yang damai dan harmoni. Pemerintah Desa Ngadisari
dan Ngadas Wetan memliki BPD (Badan Permusyawaratan Desa berjumlah 11
orang) dan kelengkapan lain sesuai Perda.
5.3.2 Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis Tumbuhan
Sebagai masyarakat yang hidupnya mengandalkan sumber daya alam
khususnya dalam menyediakan bahan pangan, mereka mempunyai pengetahuan yang
baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada di lingkungannya.
Masyarakat Tengger mengandalkan kehidupannya dari sumber daya alam dalam
95
memenuhi sebagian besar kebutuhan kehidupannya. Interaksi dengan kondisi alam
telah berjalan turun-temurun menghasilkan pengetahuan yang baik tentang
pemanfaatan sumber daya alam di lingkungannya. Mereka mampu dan memiliki
pengetahuan tentang bagaimana mengidentifikasi, menggolongkan, memberi nama
tumbuhan, membedakan jenis tanaman budidaya, pakan ternak, obat dan racun,
bangunan, kayu bakar dan ritual. Mereka paham dalam mengungkapkan potensi
berbagai jenis tumbuhan yang dimanfaatkan baik di lingkungan pemukiman, area
pertanian serta hutan. Berbagai pemanfaatan jenis diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari seperti bahan pangan, obat-obatan, ritual dan kayu bakar. Masyarakat
Tengger juga mengenal karakter-karakter tumbuhan berhubungan dengan pengenalan
jenis, pemberian nama jenis tumbuhan yang dikaitkan dengan lingkungan dan nama
desa, sebagai contoh Desa Kayu Kebek, Ngadas, Gubuklakah, Wonotoro dan Desa
Wonokitri, demikian pula nama Desa Tengger yang lainnya.
5.3.2.1 Pengetahuan botani lokal masyarakat Tengger
Masyarakat Tengger dahulu hidup di lingkungan hutan tetapi sekarang
sebagian desa berdekatan bahkan berbatasan langsung dengan hutan konservasi dan
hutan Perhutani. Sehingga mereka memiliki pengetahuan, pengalaman yang baik
tentang pengelolaan sumber daya dan mempunyai kearifan lokal sangat berkompeten
dengan konservasi dan hidrologi. Kesadaran terhadap perlunya pelestarian
lingkungan berkaitan dengan kultur masyarakat Tengger yang merupakan bagian
dari keberadaan eksistensi keanekaragaman yang membentuk bahasa khas, struktur
sosial, seni dan budaya, agama, kepercayaan serta sejumlah simbul lainnya. Manusia
mempunyai kemampuan beradaptasi pada kondisi lingkungan melalui penerapan
pengetahuan dan teknologi baik secara teori berdasarkan pengalamannya secara turun
temurun, serta praktek dalam menyiasati kondisi lingkungannya. Pada setiap
kelompok etnis atau suku mempunyai pengetahuan yang tidak sama, hal ini
tergantung kondisi lingkungan, tingkat kemajuan budaya dalam berakumulasi dan
berinteraksi dengan lingkungan tempat tinggal.
96
Identifikasi serta pengenalan tumbuhan berkaitan dengan pemanfaatan
merupakan dasar di dalam penelitian etnobotani dalam mengungkap potensi jenis
yang dipergunakan secara tradisional oleh masyarakat lokal. Pendekatan inventarisasi
masih umum dilakukan dan dipergunakan dalam mengidentifikasi keanekaragaman
alam hayati. Perkembangan berlanjut melalui metode-metode dan perkembangan
baru lain seperti bersifat kuantitatif (Turner 1988; Cotton 1996). Karakter-karakter
penting yang dipergunakan oleh masyarakat dalam mengidentifikasi tumbuhan
menggunakan beberapa kriteria meliputi morfologi, anatomi, sensorial, ekologi,
mekanik serta mitologi. Kriteria morfologi seperti bentuk dan tekstur baik akar,
batang, daun, bunga, buah dan biji. Karakter morfologi juga digunakan dalam
persiapan pengolahan tanaman pertanian seperti kentang bibit diambil sebesar telur
ayam, karakter bunga tanalayu, senikir, daun tlotok, putihan, digunakan dalam
imajinasi ritual. Berbagai macam bentuk morfologi tanaman pisang dengan karakter
khas. Kriteria sensorial (bau, rasa, warna) dapat digunakan dalam membandingkan
dengan antar jenis tumbuhan sebagai contoh rasa pedas lombok terong, warna merah
dan biru seperti bunga anting-anting, warna bung (bambu muda), bisa membedakan
antara bambu betung dan bambu jajang, tanaman putihan dimana daun bagian bawah
berwarna putih. Ciri khas aroma (fitokimia) seperti pada daun tanaman sempretan,
daun sere, jambu wer, dringu, pohon poo laki-laki (lanang) dan perempuan (wadon)
mempunyai aroma khas. Kriteria mekanik digunakan untuk menentukan kekuatan
dan daya tahan suatu bahan seperti kekuatan pohon cemara untuk bangunan maupun
kayu bakar lebih baik dibandingkan kayu dari jenis lain. Demikian pula kayu dadap,
dan kayu klandingan kurang baik dibuat arang karena cepat habis.
Kriteria ekologi telah menghasilkan karakter suatu tanaman yang digunakan
dalam mengkonservasi kemiringan lahan yaitu tanaman cemara, mentigi, dadap,
astruli dan gronggong pada lahan pertanian maupun lahan hutan. Untuk menghadapi
tanah longsor meliputi jenis-jenis tanaman rumput-rumputan, cemara, kecubung,
dadap. Kriteria lahan subur maupun tidak subur ditandai adanya tanaman banyon
(Asteraceae), ecek-ecek (Crotalaria striaca), tehan (Eupatorium riparium), demikian
pula jenis tanaman ternaungi yang dapat dibudidayakan. Mereka juga telah
97
mengetahui jenis tanaman yang tahan terhadap gas belerang maupun akibat abu
vulkanik yaitu bawang prei (Allium fistulosum), tanaman yang berdekatan dengan
hutan akan lebih subur karena mendapatkan serasah dari tumbuhan hutan. Kriteria
mitologi seperti tebu, piji, pisang yang mempunyai tunas banyak memiliki makna
terkait dengan mitologi kesuksesan atau keberhasilan seseorang. Teknik
pencangkulan serta perlakuan tegalan pada pengolahan ladang telah disesuaikan
dengan jenis tumbuhan tertentu. Kriteria fisik untuk tanah subur berwarna agak gelap,
sedang untuk tanah kurang subur berwarna kuning keputihan. Tanda alam seperti
kabut, uap belerang, aturan musim (pranoto mongso), juga merupakan kriteria
lingkungan dalam melakukan adaptasi terhadap lingkungan pertanian.
Pendekatan identifikasi pada pemanfaatan tumbuhan merupakan langkah awal
studi etnobotani untuk mengungkap serta mempelajari potensi keanekaragaman
hayati yang digunakan oleh masyarakat Tengger. Dalam identifikasi mereka
mengenal bagian organ tanaman (organ vegetatif dan generatif) serta nama lokalnya,
sebagai contoh nama wit atau pohon, pang (cabang), pentul (putik) dan gagang
kembang (tangkai bunga) (Tabel 8). Ukuran dan bentuk suatu benda mempunyai
makna sebagai contoh bibit kentang sebesar telur ayam, pohon besar disebut wit
gede, ujung daun runcing (lancip), bundar (pepek). Kemampuan masyarakat Tengger
dalam mengidentifikasi dan memberi nama jenis tumbuhan diperoleh dari orang tua
baik pengetahuan jenis tanaman budidaya maupun jenis tumbuhan liar dan jenis
tanaman berguna seperti jenis tanaman obat, bahan ritual, bahan bangunan, bahan
teknologi lokal, dan jenis tanaman yang terdapat di lingkungan rumah, di kawasan
tegalan dan di kawasan hutan. Mereka memberi nama sederhana, praktis dan mudah
dikenal dan biasanya berupa nama tunggal dan jarang memberikan nama majemuk
serta tidak pernah terjadi masalah atau kesalahan. Masyarakat Tengger menyebut
rumput-rumputan sebagai jukut yang sebenarnya terdiri dari banyak jenis yang
berbeda. Nama-nama sinonim lokal juga banyak dijumpai walaupun di dalam
masyarakat Tengger sendiri, sebagai contoh aseman atau surengan (Achiranthes
bidentata), paitan atau nyamu atau liyer (Tithonia diversifolia).
98
Tabel 8 Terminologi untuk pengenalan dan karakterisasi tumbuhan pada masyarakat Tengger
No Organ tumbuhan Terminologi lokal Terminologi Indonesia 1 Organ vegetatif Wit/pohon/kayu/kajeng,
bonggol, gedebok pada pisang Pohon
Jelun, mrambat Liana Wit cilik/kajeng alit Semak/pohon kecil Wit gede/kajeng ageng Pohon besar Suket/jukut Rumput Oyot, tlencer Akar, akar utama Jangkar Akar papan atau banir Lanceran Akar gantung Prapatan, bulet Bentuk dan struktur Abang, biru, putih, kuning, ireng
Warna merah, biru, kuning, hitam
Kasar (jengkrik), alus Gambaran kulit batang kasar, halus
Godong (rosong), daun muda pisang (tlajungan), kering (klaras)
Daun, daun muda masih mengulung, daun pisang kering
Gagang/ papah pada daun pisang, lompong (tangkai daun, lumbu daun muda tales)
Tangkai daun
Pang Cabang Semai, bungkil pada pisang, entos pada mbote
Tunas
Ri Duri Ganci Rizoma
2 Organ generatif Bentuk dan ukuran Gede, cilik, sedengan Besar, kecil, cukup
Jumlah Siji, loro, telu, papat Satu, dua,tiga, empat dst
Cekap Sedang Cilik Kecil
Bagian buah Whoh Buah Kulit kandel, tipis Daging, tebal, tipis
Wiji Biji Wiji Biji
Bagian bunga Gagang kembang Tangkai bunga No Organ tumbuhan Terminologi lokal Terminologi Indonesia
Mentul/kudup Bunga belum mekar/kuncup Ron kembang Mahkota Wiji/klenteng Biji, Benang sari Pentul Putik Warno Warna Alat tambahan
99
5.3.2.2 Pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan jenis tumbuhan
Pendekatan pengamatan dilakukan dengan mengidentifikasi pemanfaatan
tumbuhan untuk mengungkap potensi berbagai jenis tumbuhan yang digunakan
dalam kehidupan sehari-hari. Memberi nama dan menggolongkan adalah cara penting
dalam pengelolaan sumber daya hayati. Mereka mengerti betul terutama tanaman
budidaya, jenis liar maupun tanaman yang tidak dibudidaya dan meliar secara alami
sebagai contoh lobak liar. Jenis-jenis tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat
Tengger meliputi jenis tumbuhan bahan pangan pokok dan buah-buahan, bahan
bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan, jenis tumbuhan obat dan racun, ritual, pakan
ternak, tanaman hias, bahan bangunan, teknologi lokal, tali temali, pembungkus,
tumbuhan untuk konservasi dan liar (Tabel 9).
Tabel 9 Kategori pemanfaatan tumbuhan, jumlah jenis dan distribusi di masyarakat Tengger
No Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Jumlah Jenis Σ Kultivar
A Tanaman Budidaya (Domesticated Plants)
1 Makanan Pokok 1 5 2 Makanan Tambahan a. Biji-bijian 3 4 b. Umbi-umbian 6 2 c. Sayuran 28 d. Buah-buahan 34 14 e. Bumbu 15 - f. Minuman 4 - g. Minyak nabati 2 - h. Rokok dan nginang 8 - i. Stimulan 10
3 Racun 5 - 4 Kayu bakar 16 - 5 Pakan ternak 4 - 6 Ritual dam magis 73 7 Obat 65 8 Bahan bangunan 23
100
Tabel 9 lanjutan
No Kategori Pemanfaatan Jenis Tumbuhan Jumlah Jenis Σ Kultivar
9 Teknologi lokal/tulis 7 10 Penghasil latek dan resin 3 - 11 Penghasil serat 5 - 12 Bahan aromatik dan kosmetik 7 - 13 Bahan pewarna 4 - 14 Pupuk hijau 3 - 15 Pembungkus 4 4 16 Konservasi 30 17 Tanaman Hias 126 18 Bahan lain B Tumbuhan Liar 1 Bahan pangan pokok/tambahan a. Sayuran 10 1 b. Umbi-umbian 1 - c. Biji-bijian 2 - d. Buah-buahan 6 - d. Bumbu 1 - e. Minuman 1 - f. Stimulan 3 -
2 Tumbuhan hias 14 - 3 Bahan serat dan tali 3 - 4 Kayu bakar 13 - 5 Bahan bangunan/teknologi lokal - a. Bangunan rumah 11 - b. Teknologi lokal 5 -
6 Bahan stimulan 3 - 7 Bahan Jamur 4 - 8 Indikator ekologis 16 - 9 Tumbuhan obat dan racun 46 - 10 Tumbuhan ritual dan magis 18 - 11 Pakan Ternak 40 - 12 Pewarna 3 - 13 Bahan kesenian dan adat 3 - 14 Konservasi 107 - 15 Bahan lain-lain C Tanaman semi-Budidaya
Bahan pangan 3 - D Jamur 3 -
101
5.3.2.2.1 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Bahan Pangan dan Buah-buahan
Masyarakat Tengger dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya bertani pada
ladang berbukit terjal dengan penghasilan utama bawang prei, kobis, kentang dan
jagung. Makanan pokok masyarakat Tengger dahulu adalah nasi aron dibuat dari
bahan jagung, dengan makanan tambahan karbohidrat berupa ketela pohon, ganyong,
bentul dan talas serta bahan pangan dari hutan. Dengan berkembangnya kehidupan
masyarakat, sekarang ini padi (beras) menjadi makanan pokok, sedang lauk pauk
yang digunakan sesuai dengan selera, hal ini disebabkan mudahnya trasportasi masuk
ke wilayahnya, serta banyaknya toko, warung dan pasar. Demikian pula pedagang
(mlijo) mempergunakan angkutan pick up, sepeda motor dari Probolinggo, Malang,
Nongkojajar Pasuruan dan Senduro Lumajang. Jenis lauk pauk yang dijual meliputi
daging ayam, daging kambing, daging sapi, telur, tahu, tempe, ikan pindang, ikan
kering (gereh), ikan lele serta buah-buahan dan sayuran. Keanekaragaman jenis
bahan pangan masyarakat Tengger cukup tinggi terdiri dari 75 jenis meliputi tanaman
budidaya (cultivated plants) sejumlah 26 jenis dan yang tidak dibudidayakan (jenis
tumbuhan liar, meliar) 10 jenis (Tabel 10). Secara umum tanaman pangan dapat
dikelompokkan bahan pangan utama, bahan makanan pengganti, sayuran dan buah-
buahan yang dibudidayakan dan tidak dibudidayakan (Lampiran 8)
Jenis tumbuhan untuk bahan pangan terutama dihasilkan dari budidaya di
tegalan, pekarangan namun ada jenis pangan yang berasal dari hutan. Bahan sayuran
dan buah yang berasal hutan hanya merupakan pangan tambahan meliputi pakis
sayur (Diplazium esculentum), tunas (bung) bambu betung (Dendrocalamus asper)
atau bambu jajang (Gigantochlea apus), umbut rotan, batang muda piji (Pinanga
coronata), cimplukan (Physalis angulata), rukem (Flacourtiaceae rukam) dan lo
gondang (Ficus sp). Sedangkan jenis jamur yang sering diramu dari hutan meliputi
jamur grigit (Schizophyllum aineum), jamur pasang (Pleuratus sp) dan jamur kuping
yang tumbuh pada musim tertentu. Kegiatan ekstraktivisme sekarang jarang
dilakukan masyarakat Tengger karena kesadaran akan fungsi hutan di Taman
Nasional dan hutan lindung.
102
Tabel 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan pangan (tanaman budidaya dan non budidaya) dan jamur di masyarakat Tengger
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 1 Andewi Cichorium endevia L. Asteraceae Budidaya, tegalan 2 Apel Pyrus malus L. Rosaceae Budidaya, tegalan 3 Apokat Persea americana Mill. Lauraceae Budidaya, tegalan 4 Astruli/gajahan Pennisetum purpureum
L. Poaceae Budidaya, tegalan
5 Bambu betung (bung)
Dendrocalamus asper (Schultes f.) Backer ex Heyne.
Poaceae Budidaya, liar, tegalan
6 Bambu jajang Gigantochloa apus Kurz Poaceae Budidaya, liar, tegalan
7 Bawang merah Allium cepa L. Liliaceae Budidaya, tegalan 8 Bawang Prei Allium fistulosum L. Liliaceae Budidaya, tegalan 9 Bawang putih Allium sativum L. Apiaceae Budidaya, tegalan 10 Bayam Amaranthus hybrida L. Amaranthaceae Budidaya, meliar,
tegalan 11 Benguk Mucuna pruriens (L.)
DC. Fabaceae Budidaya, tegalan
12 Bentul Xanthosoma violaceum Shott.
Araceae Budidaya, tegalan
13 Brokoli Brasssica oleracea L. Brassicaceae Budidaya, tegalan 14 Buncis Phaseolus vulgaris L. Fabaceae Budidaya, tegalan 15 Empos Maclura sp Moraceae Liar,TNBTS,
Perhutani, 16 Ercis/kapri/
tomeo Pisum sativum L. Fabaceae Budidaya, tegalan
17 Gandum Triticum sativum L. Poaceae Budidaya, tegalan 18 Gandum/jagung Zea mays L. Poaceae Budidaya,
tegalan,komplangan, tegalan
19 Ganyong Canna edulis Ker. Cannaceae Budidaya, tegalan 20 Gude Cajanus cajan (L.) Mill Fabaceae Budidaya, tegalan,
Perhutani 21 Terong londo Cyphomandra betacea Solanaceae Budidaya, tegalan 22 Tomat Lycopersicum
esculentum L. Solanaceae Budidaya, tegalan
23 Ucet Pisum sativum L. Fabaceae Budidaya, tegalan 24 Wortel Daucus carota L. Apiaceae Budidaya, tegalan 25 Jeruk siyem Citrus auranthium L. Rutaceae Tegalan, budidaya 26 Kentang Solanum tuberosum L. Solanaceae Budidaya, tegalan
103
Tabel 10 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 27 Kerut/garut Maranta arundinacea L. Maranthaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 28 Ketela rambat Ipomoea batatas (L.)
Lamk. Convonvulaceae Budidaya, tegalan,
budidaya 29 Ketumbar Coriandrum sativum L. Apiaceae Budidaya, tegalan 30 Ketirem Ipomoea sp Solanaceae Liar,tegalan/TNBTS
Perhutani 31 Kobis Brassica oleracea L Brasicaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 32 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 33 Kucai Allium odoratum L. Apiaceae Budidaya, tegalan 34 Kuningan Widelia Montana (Bl.)
Boerl. Asteraceae Liar, tegalan
35 Lengkeng Letchi chinensis Sonn. Sapindaceae Budidaya, tegalan 36 Litus Brassica sp Brassicaceae Budidaya, tegalan 37 Lo gondang Ficus glomerata Roxb. Moraceae Liar, TNBTS,
Perhutani 38 Lobak Daikong Raphanus sativus L. Brassicaceae Budidaya, tegalan
Komplangan 39 Lombok besar Capsicum anuum L. Solanaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 40 Lombok rawit Capsicum frutescens L. Solanaceae Budidaya, tegalan 41 Lombok terong Capsicum sp Solanaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 42 Mentigi Vaccinum variriefolium
(Bl.) Miq. Vaccinaceae Liar, tegalan,
TNBTS, Perhutani/ 43 Nangka Artocarpus heterophylla
L. Moraceae Budidaya, tegalan,
komplangan 44 Padi Oryza sativa L. Poaceae Budidaya, luar
daerah 45 Paku sayur Diplazium esculentum
(Retzius) Swartz Drypteridaceae Liar, komplangan,
TNBTS 46 Pete Parkia speciosa Hassk. Fabaceae Budidaya, tegalan 47 Pisang agung Musa paradisiaca L. Musaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 48 Pisang ambon Musa paradisiaca L. cv.
Ambon Musaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 49 Pisang candi Musa paradisiaca
L.cv.Candi Musaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 50 Pisang cici Musa paradisiaca L. Musaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 51 Pisang hutan Musa balbisiana Musaceae Liar, TNBTS,
Perhutani
104
Tabel 10 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Distribusi 52 Pisang raja Musa paradisiaca L.
cv.Rojo Musaceae Budidaya, tegalan,
komplangan 53 Pisang
rajomolo Musa paradisiaca L. Musaceae Budidaya, tegalan,
TNBTS, Perhutani 54 Pisang
rojonongko Musa paradisiaca L. Musaceae Budidaya,
tegalan,Perhutani 55 Pisang salek Musa paradisiaca L.
cv.Salik Musaceae Budidaya, tegalan
56 Pisang selolosa Musa paradisiaca L. Musaceae Budidaya, tegalan,Perhutani
57 Pohong Monohot utilisima Pohl. Euphorbiaceae Tegalan, budidaya, komplangan
58 Ranti Solanum torvum Sw. Solanaceae Liar, tegalan 59 Rukem Flacourtia rukam Zoll.&
Moritzi Flacourtiaceae Liar, Prhutani,
TNBTS 60 Sawi ijo Brasica juncea L. Brasicaceae Budidaya, tegalan 61 Sawi ireng Brassica rapa L. Brassicaceae Budidaya, tegalan 62 Sawian Nosturtium sp Brassicaceae Meliar, tegalan 63 Siyem Sechium edule (Jacq)
Swartz. Cucurbitaceae Budidaya, tegalan
63 Sledri Apium graviolens L. Apiaceae Budidaya, tegalan 65 Spinax/horinso Brassica sp Brassicaceae Budidaya, tegalan 66 Srikoyo Carica pubescens Caricaceae Budidaya,
pekarangan, tegalan 67 Stroberi Fragraria vesta L. Rosaceae Budidaya,
pekarangag, tegalan 68 Talas Calocasia esculenta (L.)
Schott. Araceae Budidaya, tegalan
69 Tebu Sacharum officinarum L.
Poaceae Budidaya, tegalan
70 Tembakau Nicotiana tabacum L. Solanaceae Budidaya, tegalan 71 Terong Solanum melongena L. Solanaceae Budidaya, tegalan 72 Jamur entos Lycoperdon pratense Polyporaceae Liar, Perhutani,
TNBTS/ 73 Jamur Grigit Schizephyllum aineum Schizophyllaceae Liar, TNBTS,
Perhutani 74 Jamur
kuping/jamur bibir
Auricularia auricularis Loid.
Auriculaceae Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani
75 Jamur Pasang Pleuratus sp Agaricales Liar, TNBTS, Perhutani
Untuk mengatasi musim paceklik mereka membuat lumbung jagung yang
disebut sigiran, atau mereka menanam ganyong (Canna edulis) yang sewaktu-waktu
105
dapat dipanen. Kentang juga dapat disimpan di tegalan hingga 2-3 bulan dengan cara
membiarkan tanaman tetap di ladang. Keanekaragaman bahan pokok untuk
menunjang perekonomian terletak di daerah yang tinggi (>1700 m dpl) adalah
bawang prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica
oleracea), sedang di wilayah Tengger yang mempunyai ketinggian lebih rendah
dibawah 1.700 m dpl meliputi kobis (Brassica oleracea), apel (Pyrus malus), tomat
(Lycopersicum esculentum), kentang (Solanum tuberosum), bawang prei (Allium
fistulosum), wortel (Daucus carota) dan ketela pohon (Monihot esculenta).
Tanaman penghasil karbohidrat lokal meliputi jagung (Zea mays), bentul
(Xanthosoma violacium), tales (Calocasia esculenta), ganyong (Canna edulis) dan
ketela rambat (Ipomoea batatas). Di Desa Gubuklakah dan Desa Poncokusumo
Kecamatan Poncokusumo, ketela pohon dapat tumbuh dengan baik. Padi tidak dapat
tumbuh di lingkungan Tengger sedangkan budidaya gandum (Triticum sativum)
masih dalam taraf uji coba dari Dinas Pertanian.
Perkembangan sistem transportasi dan mudahnya memperoleh sarana
transportasi ke wilayah Tengger masyarakat yang dahulu makan jagung sebagai
bahan pokok, sekarang bergeser ke beras. Hal ini disebabkan beras mempunyai
keunggulan mudah dimasak dan praktis. Pihak pemerintah ternyata memberi bantuan
beras baik melalui raskin maupun bentuk dana bantuan lain, sehingga masyarakat
Tengger yang biasa makan aron membiasakan untuk makan nasi. Padi tidak dapat
ditanam di wilayah Tengger. Sedangkan jagung sangat cocok terutama jagung
kultivar Tengger yang mempunyai umur 7-9 bulan. Proses pembuatan bahan pangan
nasi aron diperlukan proses yang panjang. Umur yang panjang jagung inilah yang
menurut mereka terlalu lama dan kurang praktis dibanding tanaman bawang prei
umur 2-3 bulan panen. Demikian pula budidaya bawang putih, bawang merah
mencapai 8 bulan, karena waktu yang panjang tersebut kurang menguntungkan dalam
segi waktu, ekonomi dibanding bawang prei dan kentang.
Tanaman buah-buahan terdiri dari (49 jenis) (Lampiran 3), namun demikian
sebagian besar bukan buah lokal. Adapun buah lokal Tengger hanya sekitar 30%
yang tumbuh baik pada ketinggian 1500-2100 m dpl meliputi srikoyo, besaran, jambu
106
wer, cimplukan, stroberi, calingan, terong belanda, pisang salik dan pisang raja. Pada
ketinggian dibawah 1200 m dpl keanekaragaman jenis buah lebih bervariasi seperti
apel tumbuh baik pada bagian Barat Tengger, pepaya dan berbagai kultivar pisang. Di
Desa Gubuklakah dan Desa Kayukebek, jenis kultivar pisang bervariasi terutama
pisang raja, pisang salek, pisang ambon, pisang cici, pisang rojomolo, pisang salosa
dan pisang agung. Jenis buah-buahan yang berasal dari luar daerah berjumlah lebih
banyak seperti salak (Salacca edulis), mangga (Mangifera indica), anggur (Vitis
vinifera), timun (Cucumis sativus), dan kelapa (Cocos nucifera) didatangkan dari
Malang, Probolinggo, Lumajang dan Pasuruan.
Pada zaman dahulu kebutuhan gula masyarakat Tengger dapat dipenuhi
dengan cara membuat sendiri gula dengan bahan baku tebu (Sacharum officinarum)
yang diperas dan dicampur kapur gamping dan sedikit garam kemudian dimasak
sampai hampir kental dan selanjutnya dicetak dengan bumbung (buku bambu) terbuat
dari bambu membentuk gula merah. Gula merah ini dulu dijual-belikan dan
digunakan untuk pemanis makanan atau jajanan, Namun sekarang ini di Desa
Gubuklakah lahan pertanian banyak di sewa pabrik gula dari Krebet Malang dan
mempunyai produksi cukup baik.
Masyarakat Tengger tetap melestarikan bahan pangan jagung varietas
Tengger (Zea mays cv. Tengger), ganyong (Canna edulis), tales (Calocasia
esculenta), bentul (Xanthosoma violacium) sebagai strategi untuk mengatasi situasi
paceklik. Tanaman jagung tersebut hanya ditanam sebagai sampingan (ijir),
sedangkan ketela pohon (Monihot utilisima) tambah baik pada ketinggian dibawah
1000 m dpl di wilayah masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger yang tinggal di
Desa Ngadas Wetan mulai banyak menanam jagung hibrida yang berumur 4 bulan.
Hal ini karena kawasan ini memiliki jenis tanah yang cocok untuk tanaman jagung
walaupun pada ketinggian 1650 m dpl sedangkan masyarakat Tengger yang tinggal di
kawasan pada ketinggian lebih dari 1700 m dpl, mereka lebih memilih menanam jenis
tanaman budidaya seperti kentang (Solanum tuberosum), kobis (Brassica oleracea),
tropong atau bawang prei (Allium fistulosum) sebagai komoditi utama. Jenis tanaman
budidaya sayuran lainnya yang ditanam meliputi benguk (Mucuna pruriens), siyem
107
(Sechium edule), ercis (Pisum sativum), ucet (Vigna sinensis), brokoli (Brassica
oleracea), mencogan (Allium sativum), bawang merah (Allium cepa), sledri (Apium
graviolens), lombok rawit (Capsicum frutescens), lombok kriting (Capsicum
annuum), lombok terong (Capsicum sp), tomat (Lycopersicum esculentum), lobak
(Raphanus sativus), dan sawi (Brassica juncea). Untuk jenis tanaman jagung kultivar
Tengger, bibit dipersiapkan sendiri melalui seleksi masa terhdapa hasil jagung yang
memiliki 1 tongkol atau 2 tongkol yang besar.
Tempat atau lumbung penyimpanan jagung terletak diluar rumah yaitu dengan
membuat sigir (seperti para-para) yang selanjutnya buah jagung disusun (disigir) agar
tidak dimakan bubuk disebut sigiran. Sigiran masih banyak dijumpai di Desa
Wonokitri dan Desa Keduwung. Sigiran tersebut terbuat dari bambu atau kayu
berfungsi tempat menyusun dan menyimpan jagung. Jagung tua dikeringkan di pohon
ladang pertanian kemudian di ikat (dipocong) dengan tali tutus dari bambu jajang
(Gigantochlea apus) dan dibawa ke rumah. Jagung yang telah dipocong disusun
dalam bentuk sigir pada kayu dan bambu yang kemudian atasnya ditutup dengan
alang-alang dan klakah (bambu yang dibelah). Gambar 20a di bawah menunjukkan
penyimpanan jagung kering hasil panen disusun yang disusun dalam bentuk sigiran
atau lumbung, sedang (Gambar 20b) teknik pemanenan bawang prei (Allium
fistulosum) dengan disiwil.
Gambar 20 Aktivitas pertanian: (a) Sigiran jagung dan (b) Menyiwil tanaman
tropong atau bawang prei di Desa Wonokitri.
a b
108
Untuk mengolah biji jagung menjadi makanan aron dilakukan dengan cara
menumbuk di lumpang. Untuk membuat nasi aron yaitu biji jagung direndam selama
1 minggu sampai 2 bulan. Air rendaman jagung selalu diganti setiap 2 hari sekali. Biji
jagung kemudian ditumbuk menjadi tepung yang berwarna putih dan selanjutnya siap
untuk dikukus menjadi nasi aron. Nasi aron ini zaman dahulu merupakan makanan
pokok masyarakat Tengger. Menurut mereka bila kita makan nasi aron maka kita
merasa kenyang dan tahan untuk makan 1 kali sehari. Pengolahan buah jagung juga
dapat langsung dibakar, digodok, atau dibuat tepung untuk digunakan sebagai bahan
bermacam-macam kue seperti kue pasung dan roti dan lain-lain. Jenis sayuran yang
dibudidayakan masyarakat Tengger adalah jenis kobis (Brassica oleracea), wortel
(Daucus carota), sawi (Brassica oleacea), ucet (Phaseolus vulgaris), buncis
(Phaseolus sp), lombok kriting (Capsicum anuum), lombok terong (Capsicum sp)
(Gambar 21) dan sebagainya.
Gambar 21 Aktivitas pertanian: (a) Budidaya lombok kriting dan (b) tanaman lombok terong.
5.3.2.2.2 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Bahan Teknologi Lokal
dan Seni
Jika kita mengklasifikasikan peralatan yang dipergunakan masyarakat Tengger,
maka terdapat lebih 6 macam jenis peralatan yang digunakan dalam kehidupannya.
Sistem peralatan tersebut meliputi (1) peralatan pengangkutan dan transportasi; (2)
peralatan produksi; (3) peralatan perang; (4) Peralatan menyalakan api; (5); peralatan
ba
109
seni tradisional; (6); peralatan rumah tangga. Keanekaragaman jenis tumbuhan dan
peralatan tersebut meliputi:
5.3.2.2.2.1 Peralatan Pengangkutan dan Transportasi
Masyarakat Tengger menggunakan peralatan pengangkutan tradisional melalui
pengangkutan di darat atau menggunakan kuda (Gambar 22b). Secara tradisonal
mereka mengangkut hasil pertaniannya, atau kayu bakar dengan cara digendong,
dipanggul dan dipikul menggunakan kranjang dari bambu. Perkembangan sekarang
masyarakat Tengger dalam transportasi ke tegalan banyak menggunakan sepeda
motor bahkan mobil Jeep.
Gambar 22 Sarana transportasi: (a) Konstruksi jembatan di Desa Keduwung dari kayu cemara dan (b) Transportasi kuda.
5.3.2.2.2.2 Peralatan Produksi
Berdasarkan dari pengalaman yang diturunkan dari nenek moyangnya
masyarakat Tengger mampu memilih jenis kayu yang dapat digunakan untuk
membuat berbagai peralanan pertanian, peralatan berburu dan peralatan menangkap
ikan. Peralatan berladang dan berkebun merupakan alat yang digunakan dalam proses
produksi khususnya dalam bidang pertanian. Peralatan pertanian meliputi kranjang,
sudang dari bambu, pikulan, garpu, cangkul, arit, sabit, pecok dan limbat. Limbat
digunakan untuk memotong pohon, sedang arit digunakan untuk memotong rumput.
Pegangan atau hulu cangkul, arit, limbat, garpu tersebut terbuat dari bahan kayu
kipres (Cassuarina rumphiana), kayu jambu wer (Prunus persica), cemara gunung
a b
110
(Cassuariana junghuhniana) dan kayu tewel (Artocarpus heterophylla). Dalam
melakukan pekerjaan di ladang, masyarakat Tengger telah memakai sepatu bot untuk
melindungi kaki dari berbagai gangguan seperti duri maupun ular. Pemupukan dan
penyemprotan hama tanaman dilakukan dengan mempergunakan alat semprot
(tangki) atau mesin penyemprotan. Bahan pikulan terbuat dari jenis bambu betung
(Dendrocalamus asper), bambu jajang (Gigantochlea apus), kayu kipres (Cassuarina
rumphiana) dan cemara (Cassuarina junghuhniana), karena jenis kayu tersebut lebih
kuat. Kotak bibit terbuat dari kayu dadap (Erythrina variegata) dan biasanya
digunakan untuk persiapan pembibitan kentang.
Pada masa lalu kegiatan berburu merupakan kegiatan yang cukup penting di
masyarakat. Akan tetapi kegiatan berburu mulai berkurang dengan berlakunya hutan
lindung (Perhutani) dan TNBTS dan berlakunya hukum adat. Oleh karena itu
masyarakat Tengger tidak mempunyai keahlian baik dalam perburuan liar. Pada masa
lalu masyarakat untuk berburu menggunakan bantuan anjing dan peralatan tombak
atau parang. Peralatan menangkap ikan juga tidak berkembang karena kondisi
lingkungannya yang tidak mendukung baik di tempat danau maupun sungai.
5.3.2.2.2.3 Peralatan Perang
Setiap kelompok masyarakat di dunia ini mempunyai senjata khusus yang
digunakan menjadi alat berperang untuk mempertahankan diri dari serangan musuh.
Masyarakat Tengger mempunyai senjata khas yang menjadi alat berperang dalam
rangka mempertahankan diri dari serangan lawan. Mereka dikenal sebagai wong
Tengger yang sejak lama menempati tanah hila-hila artinya sebagai abdi atau Hulun
Spriritual Sang Hyang Widhi Wasa, sehingga dapat dimaklumi kalau peralatan
perang tidak banyak berkembang, namun demikian mereka tetap mempunyai
peralatan perang seperti keris, panah dan tombak. Mata tombak terbuat dari besi
degan bentuk bervariasi salah satu contohnya berbentuk trisula. Tombak dari bambu
dengan ujung runcing disebut taki ari yang terbuat dari bambu jajang atau betung.
Pegangan (gagang) tombak atau keris terbuat dari kayu cemara dan kayu aren.
111
5.3.2.2.2.4 Peralatan Penerangan
Wilayah Tengger hampir semua sudah menggunakan listrik, namun zaman
dulu alat penerangan yang digunakan berupa obor terbuat dari bambu atau
menggunakan biji jarak yang di susun atau disunduk dengan bambu (sujen). Tumang
merupakan tempat atau tungku untuk memasak bahan pangan dan digunakan untuk
penghangat badan. Prapen adalah tempat untuk tempat membakar kemenyan yang
terbuat dari besi atau kuningan dan pada umumnya dipergunakan oleh para dukun
Pandhita.
5.3.2.2.2.5 Peralatan Seni Tradisional
Keanekaragaman kesenian masyarakat Tengger meliputi kesenian tradisional
yang berasal dari masyarakat dan kesenian dari luar Tengger. Peralatan seni
merupakan ekspresi seni masyarakat dalam mengungkap nilai esteika, seni suara
berkaitan seni tari dan religi. Kesenian tradisional asli Tengger adalah tari Sodoran
dan Ujung-ujungan yang dimainkan satu tahun sekali pada bulan Karo. Tari Sodoran
ini mempunyai pola khusus dan setiap menari meliputi empat pasang pemain dengan
membawa tongkat sodoran diiringi musik gamelan. Alat musik gamelan terdiri
kendang, gong, saron, bonang, slentem, peking dan kenong. Tempat duduk Ratu dan
dan Tuan Rumah adalah tiga Petinggi Desa sebagai ketua adat terbuat dari kayu jati.
Alat tongkat tari sodoran terbuat dari bambu jajang panjangnya 2 meter yang diisi
biji-bijian ujungnya ditutup dengan sabut kelapa. Tari Sodoran kelihatan sederhana
dengan penunjukan telunjuk jari yang menurut Sukari et al. (2004) merupakan
lambang Pyrusan dan Prodana bermakna pertama dan alam semesta yang bersifat
abadi. Sedangkan tari Ujung-ujungan memakai batang penjalin dimainkan
berpasangan dengan letak pukulan di bagian punggung. Tari ini melambangkan
kehidupan manusia baik dalam keadaan suka dan duka tetap mengedepankan
kerukunan dan kedamaian abadi. Jenis kesenian lain meliputi jaran kepang (Gambar
23), reog dan tari tayup (Gambar 24), bantengantari topeng, ketoprak, ludrok, campur
sari, gamelan dan sendra tari modern Roro Anteng-Joko Seger. Peralatan seni jaran
kepang dan reog terbuat dari bambu jajang maupun bambu betung, sabut aren dan
112
bahan tari topeng Gubuklakah terbuat dari kayu pampung atau dadap. Sarak terbuat
dari tanduk kerbau dipergunakan untuk menari (nyarak) pada waktu tari Sodoran.
Kentongan yang terbuat dari kayu atau bambu betung atau jajang merupakan alat
untuk komunikasi zaman dahulu. Kerajinan lokal membuat gedek sekarang sudah
jarang karena hanya pekerjaan sambilan, sedang kerajinan seni seperti bunga tanalayu
dan bunga paitan dikeringkan sering kita dapatkan dan dijual belikan.
Gambar 23 Seni tradisional Kesenian jaranan.
Gambar 24 Seni tradisional: (a) Kesenian reog Desa Wonotoro, dan (b) Tayup di
Desa Ngadas Kidul.
a b
113
Masyarakat Tengger juga menyimpam benda-benda keramat yang merupakan
warisaran nenek moyang berupa jimat Klontongan meliputi tombak, sejumah uang
logam dari abad-keabad, siwur dari kelapa, sarak (tanduk kerbau), tumbu dari bambu,
periuk dan pakaian warna hitam tanpa jahitan. Serbang merupakan tempat alat-alat
seperti jimat klontongan dan sodor berupa tongkat dari bambu berisi biji-bijian yang
dipergunakan pada waktu tarian sakral Sodoran. Ancak adalah tempat (wadah) yang
terbuat dari bambu betung dan jajang, digunakan untuk meletakkan sesaji, sedangkan
tempat air yang digunakan Dukun Pandhita untuk japa mantra disebut prasen dan
tempat api untuk membakar kemenyan disebut prapen.
5.3.2.2.2.6 Peralatan Rumah Tangga
Peralatan rumah tangga meliputi wadah, peralatan dapur, peralatan makan,
minum, peralatan menyalakan api, perabotan rumah tangga dan peralatan mengambil
air. Peralatan untuk wadah digolongkan sebagai alat untuk menampung, menyimpan
barang seperti air, pakaian, hasil pertanian, makanan dan lain-lain. Alat untuk
mengambil air dari sumber yang jauh letaknya dengan bahan dari bambu betung atau
bambu jajang disebut sudang, sekarang sudah banyak menggunakan pipa paralon dan
jerigen. Alat memasak meliputi cepel, irus, siwur atau gayung (cebok) terbuat dari
tempurung kelapa, tampah (tempeh), kukusan (tanggi) dan tumbu terbuat dari bambu
jajang, ulekan dari kayu cemara, parut kelapa dan sapu lidi aren atau dari daun
kelapa. Masyarakat Tengger juga memanfaatkan sumberdaya hayati tumbuhan yang
ada disekitar untuk lumpang, alu (lau) dari kayu danglu (Engelhardia spicata),
cemara gunung (Casuarina junghuhniana), kayu tewel (Artocarpus heterophylla),
dan kayu pasang (Quercus lincata). Tempat untuk menyimpam makanan disebut
pedaringan yang terbuat dari bambu atau kayu. Sedangkan lincak (dampar)
digunakan menaruh makanan, minuman yang diletaknan di depan tumang yang
terbuat dari kayu pampung (Unanthe javanica), jati (Tectona grandis), damar
(Agathis alba) dan kayu kembang (Michelia velutina). Tempat untuk menyimpan
peralatan makan seperti piring, gelas, cingkir, sendok disebut jodang yang terbuat
114
dari kayu cemara (Casuarina junghuhniana), tewel (Artocarpus heterophylla) dan jati
(Tectona grandis). Sedangkan alat pikulnya terbuat dari bambu (Gambar 25).
Gambar 25 Peralatan rumah tangga: (a) Ibu Desa Wonokitri menumbuk jagung untuk
bahan aron dan (b) Peralatan disimpan di gubuk.
Berbagai peralatan pertukangan seperti halnya masyarakat lain meliputi pasah,
limbat, wadung, linggis, cetok, kasutan, petil, gergaji, tatah dan bor. Peralatan
tersebut dipunyai secara lengkap oleh kelompok masyarakat Tengger yang profesinya
sebagai tukang. Namun demikian peralatan pertukangan seperti parang dan limbat
digunakan untuk setiap keluarga Tengger. Untuk membuat rumah, dan peralatan
meja, dingklik (kursi panjang berkaki pendek), amben (tempat tidur) dari kayu
cemara gunung, kayu pinus, kayu dadap, bambu, kayu pasang, kayu kembang dan
kayu pampung. Peralatan dapur yang dipergunakan untuk makan dan minum terbuat
dari porselin, plastik, keramik dan metal. Namun pada zaman dulu mereka
menggunakan peralatan makan dan minum dari jenis tumbuhan diantaranya adalah
tempayan dari tanah, sendok dan tempat sayur dari tempurung kelapa, gelas dari jenis
bambu jajang.
5.3.2.2.3 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Bahan Bumbu, Rokok,
Pewarna dan Kecantikan.
Dari penelitian ini diperoleh berbagai macam jenis tanaman bumbu berjumlah
23 jenis (Lampiran 9). Pemanfaatan bahan bumbu-bumbuan berdasarkan pengalaman
tradisionalnya masyarakat mampu memilih jenis tanaman untuk keperluan bahan
pangan contohnya masakan dari bahan daging atau sayuran. Jenis masakan daging
a b
115
dapat disate, sate goreng, gulai, rawon, sedangkan bumbu meliputi kluwek, sere, daun
jeruk, bawang merah, bawang putih, bawang prei, tumbar, sledri, kelapa dan lain-lain.
Untuk masakan sayuran mempunyai bumbu hampir sama tergantung jenis
sayurannya apakah sayur bening, sop, pada umumnya mereka lebih menyukai
kulupan. Kulupan lebih dominan karena merupakan hasil budidaya mereka sendiri
apalagi dengan sambal dari lombok terong dan ikan asin, lalapan buah klandingan,
ketirem dan ranti. Jenis penyedap, pewangi adalah pandan wangi sedangkan jenis
bumbu meliputi kelapa, mrica, didatangkan dari luar Tengger.
5.3.2.2.3.1 Bahan pewarna
Sebelum dikenal bahan pewarna sintetis masyarakat Tengger telah
menggunakan bahan pewarna alami, yang telah turun temurun dipergunakan. Untuk
mempercantik diri digunakan warna dari denges (bunga waru), bunga pacar sebagai
cat kuku, bedak dari tepung beras. Pewarna makanan terdiri dari kunyit (Curcuma
domestica) untuk memberi warna kuning dan gambir untuk menginang biasnya untuk
warna merah. Dalam berbagai ritual adat masyarakat Tengger menggunakan warna
untuk bahan makanan meliputi jenang merah (abang) dan jenang putih. Tumbuhan
pewarna bahan makanan meliputi daun suji (Pleomele angustifolia) untuk warna
hijau, kunyit (Curcuma domestica) untuk warna kuning dan sabut kelapa (Cocos
nucifera) untuk pewarna hitam caranya yaitu sabut kelapa tersebut dibakar kemudian
disaring sebagai pewarna hitam.
Bahan pakaian masyarakat Tengger meliputi baju adat berwarna hitam,
sedangkan warna selempang untuk para Dukun Pandhita berwarna kuning. Bagi
masyarakat Tengger masing-masing warna mempunyai makna seperti warna merah
melambangkan keberanian, putih kebersihan hati yang suci, bersih dan kuning
melambangkan kebikjaksanaan.
5.3.2.2.3.2 Bahan rokok
Tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) oleh masyarakat Tengger dapat di
tanam sebagai tanaman budidaya untuk bahan rokok. Tanaman ini diusahakan hanya
116
untuk keperluan lokal, sedang bibit tembakau dijual untuk dikembangkan di wilayah
lain seperti Probolinggo, Situbondo dan Lumajang. Tembakau juga dipergunakan
sebagai bahan nginang (gambir, sirih, injet). Pada umumnya rokok tembakau
digulung sendiri. Sebagian besar masyarakat Tengger baik laki-laki dan perempuan
merokok, hal ini dilakukan untuk menghilangkan rasa dingin disertai minum kopi.
Selain itu bahan rokok juga mempergunakan klobot jagung. Beberapa jenis tumbuhan
lokal juga bisa digunakan untuk bahan merokok yaitu daun kecubung dan ganjan
namun jenis tumbuhan tersebut dapat memabukkan.
5.3.2.2.3.3 Bahan Kecantikan
Dalam hal kecantikan yang berkaitan dengan penghilang bau badan masyarakat
Tengger menggunakan bunga mawar dan melati yang diletakkan di saku, minyak
klentik (kelapa) dicampur bunga mawar, kenanga atau melati sebagai pewarna rambut
kelihatan rapi (klimis). Bahan pembersih rambut digunakan merang padi (Oryza
sativa) dibakar atau klerek (Sapindus rarak) untuk menghilangkan kutu kepala atau
tumo. Bagi orang tua lebih menyukai nginang dari bahan tembakau, injet, gambir,
sirih sehingga bibir kelihatan mempunyai warna. Hasil inventarisasi jenis tumbuhan
sebagai bahan pewarna berjumlah 8 jenis antara lain: kelapa (Cocos nucifera), kunyit
(Curcuma domestica), pacar (Lawsonia inermis).
5.3.2.2.4 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Bahan Obat Tradisional
Keanekaragaman jenis tumbuhan obat tradisional dalam masyarakat Tengger
di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur ada sekitar 98 jenis (Indriyani et al. 2006).
Pada akhir-akhir ini dengan perkembangan bidang kesehatan seperti Puskesdes,
Polindes, Puskesmas dan toko obat, masyarakat Tengger lebih banyak meninggalkan
obat tradisional dengan alasan lebih cepat sembuh (manjur) dan lebih praktis.
Pengetahuan tentang penggunaan obat tradisional tinggal sebatas pengetahuan
mereka yang didapat secara turun temurun, namun demikian sebagian mereka masih
menggunakan bahan tradisional (Tabel 11) dan suwuk (mantera). Sebagai contoh
bahan dari obat tradisional meliputi getah pisang, rizoma alang-alang (Imperata
117
cylindrica), daun binahong (Basella rubra), getah lamtoro (Leucaena glauca)
digunakan untuk obat luka. Umbi bawang putih (Allium sativum) dan daun dringu
(Acorus calamus ) untuk pengobatan anak-anak panas atau kena sawan. Daun tepung
otot (Stellaria saxatilis), cimplukan (Physalis angulata) (daun dan buah), yodium
(Jatropha multifida), dan daun sirih (Piper betle), digunakan untuk obat mimisan.
Untuk obat masuk angin masyarakat menggunakan daun dringu (Acorus calamus),
bawang putih (Allium fistulosum), dan adas (Foeniculum vulgare). Obat kesleo,
vitalitas tubuh dan perut kembung digunakan jenis tumbuhan akar sempretan, tepung
otot (Stellaria saxatilis), jae wono (Zingiber officinale)), pulosari (Alixia reinwardtii),
jahe (Zingiber officinale), kencur (Kaemferia galanga), kunyit (Curcuma domestica),
pronojiwo (Euchresta horsfieldii), kayu ampet (Astronia macrophylla), lobak
(Raphanus sativus) dan poo (Melaleuca leucadendron). Untuk obat batuk meliputi
cimplukan (Physalis angulata), adas (Foeniculum vulgare), pulosari (Alixia
reinwardii), jeruk pecel (Citrus hystrix) dan bawang prei (Allium fistulosum). Obat
menanggulagi darah tinggi dan darah rendah menggunakan timun (Cucumis sativus),
cimplukan (Physalis minima), srikaya (Carica pubescent), bayam (Amaranthus
hybridus), ketumbar (Coriandrum sativum) dan seledri (Apium graveolens). Obat
sakit gigi menggunakan getah atau biji jarak (Ricinus comunnis), bawang putih
(Allium sativum) dan tembakau (Nicotiana tabacum). Untuk obat sakit mata
menggunakan air dari bunga muda (kuncup) kecubung (Brugmansia suaveolens) dan
bunga danglu (Engelhardia spicata).
Masyarakat Tengger mengenal beberapa tanaman racun meliputi buah jarak
(Ricinus comunnis), jamur kayu (Ganoderma cochlear), tehan (Eupatorium
riparium), jamur impes (Calvatia borista), triwulan (Eupatorium rotundifolium),
kecubung hutan (Datura metel) dan trabasan (Artemisia vulgaris). Biji jarak (Ricinus
comunnis) dan ranti (Solanum nigrum) dikenal beracun, namun bagi mereka
digunakan sebagai bumbu atau lalapan, demikian pula ki racun digunakan sebagai
tanaman hias. Masyarakat Tengger dalam pengobatan tradisional biasanya
menggunakan 1 jenis tumbuhan atau berupa campuran dari beberapa jenis tumbuhan
seperti obat masuk angin ramuan daun dringu (Acorus calamus) dan bawang putih
118
(Allium sativum) ditumbuk kemudian dibobok. Bagian tumbuhan yang digunakan
berupa bagian rimpang, akar, kulit batang, daun, buah dan biji.
Tabel 11 Keanekaragaman jenis tumbuhan obat di masyarakat Tengger.
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
1 Adas Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae Daun, biji + pulosari tumbuk+dringu +bawang putih, minum, dibobok, beras+kencur
Perut kembung, batuk, flu, sesak napas, sawan, linu, penghangat bayi, panas, pusing
2 Apel Pyrus malus L. Rosaceae Buah dimakan, dijus
Vitalitas, sariawan,darah tinggi
3 Asam Tamarindus indica L.
Fabaceae Buah campur air panas+gula
Minuman setelah melahirkan,batuk,bumbu
4 Alang-alang
Imperata cylindrica L.
Poaceae Rizoma tumbuk, oles,+air minum
Luka, vitalitas, ginjal
5 Apokat Persea gratissima
Lauraceae Buah dimakan +gula
Darah tinggi, mejen
6 Aseman/jarongan
Achiranthes aspera L.
Amaranthaceae Akar,daun ditumbuk+air
Panas,pegal linu,vitalitas
7 Anggrung Trema amboinensis (Wild) Bl.
Moraceae Daun bobok Gatal
8 Bawang prei
Allium fistulosum L.
Liliaceae Batang, daun masak, bening, makan
Batuk
9 Bayam Amaranthus hybridus L.
Amaranthaceae Daun di masak, kulup
Darah rendah, pelancar asi
10 Bawang putih/mencogan
Allium sativum L.
Liliaceae Umbi tumbuk, + dringu +minyakkelapa,+bawang merah, minyak gas
Panas, kembung, sakit gigi, kesleo, masuk angin, sawan
11 Binahong Basella rubra L. Basellaceae Batang, daun ditumbuk, oles
Luka, kesleo, rematik, sakit perut
12 Cemara Casuarina junghuhniana Miq.
Casuarinaceae Abu kayu + air panas+gula Minum
Sakit perut, mencret, pegal linu
119
Tabel 11 Lanjutan
No Nama lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
13 Cimplukan Physalis heterophylla L.
Solanaceae Buah muda diambil air dioleskan, daun dimakan
Luka, kulit gatal, darah tinggi, sariawan, batuk, sakit kuning
14 Calingan/pagan
Centella asiatica (L.) Urb.
Umbelliferae Daun tumbuk+air panas minum
Batuk, kencing batu, pegal linu
15 Dilem Pogostemon hortensis Back.
Labiatae Daun +air panas minum
Kembung, masuk angin
16 Digitalis Digitalis purpureaL.
Scrophulariaceae Daun bobok, temple
Luka luar
17 Dringu Acorus calamus L.
Araceae Daun+mencogan tumbuk,direbus+bobok,rimpang, tumbuk
Panas, kesleo, kembung, pegal linu, sakit kepala obat tidur bayi,bidur,sawan
18 Dadap Erythrina variegata L.
Fabaceae Daun+air hangat dibobok, tempel
Panas, step
19 Danglu Engelhardia spicata L.
Juglandaceae Kulit batang, bunga tumbuk
Sariawan, sakit mata
20 Ganjan Artemisia vulgaris L.
Asteraceae Daun tumbuk, dioles
Mimisan
21 Grinting Cynodon dactylon Pers.
Poaceae Batang, tangkai Luka
22 Gandum Zea mays L. Poaceae Buah muda di tumbuk+air minum
Batuk, pelancar asi, vitalitas
23 Grunggung/ calingan
Rubus rosaefolius J.E.Smith.
Rosaceae Buah dimakan+air panas
Sariawan, mencret
24 Jamur impes
Calvatia bovista(L.) Van Overeem.
Lycoperdaceae Badan buah, dibobok +air mandi, obat dan racun
Borok, bengkak, kadas kudiis
25
Jamur kayu
Ganoderma cochlear Bl. et Nees.
Polyporaceae
Badan buah direndam,+air mandi obat dan racun
Borok, bengkak, kadas,gatal
26 Jamur es Polyporaceae Badan buah digodok
Sesak
120
Tabel11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
27 Jambu wer
Prunus persica Zieb.&Zucc.
Myrtaceae Buah dan daun muda tumbuk+air panas, direbus di minum
Mencret, diare, sariawan
28 Jarak Ricinus comunnis L.
Euphorbiaceae Getah batang, daun dioles, biji dibakar oles gigi bengkak
Sakit gigi, biji bumbu, racun, lampu, kesleo, sengat tawon
29 Jarak jawa/pagar
Jatropa curcas L.
Euphorbiaceae Biji, getah Sakit gigi, colok lampu,minyak,racun
30 Jambe Areca catechu L.
Arecaceae Buah tumbuk Sakit gigi, kosmetik
31 Jae wono Zingiber sp Zingiberaceae Rizoma,tumbuk+madu+air panas
Vitalitas, batuk, kesleo, setelah melahirkan, panas
32 Jae jawa Zingiber officinale Roxb.
Zingiberaceae Rizoma tumbuk,bakar +air diminum, bobok
Kesleo,penghangat, pegal linu, sakit gigi, pusing, panas, bau badan
33 Jeruk nipis
Citrus aurantifolia Swing.
Rutaceae Buah diperas+air +gula
Batuk, pegal linu, bumbu,pilek,minuman, asma
34 Jeru siyem
Citrus sinensis Osb.
Rutaceae Buah dimakan Sariawan
35 Jeruk bali Citrus maxima Merr.
Rutaceae Buah dimakan, kulit bakar,buah+air minum
Sariawan, setelah melahirkan
36 Jambu jawa
Psidium quajava L.
Myrtaceae Daun muda bobok+air,minum
Mencret
37 Kencur Kaempferia galangal L.
Zingiberaceae Rizoma tumbuk/parut, minum, bobok,+beras bobok
Kesleo, pegal linu, pusing,panas,kembung, setelah melahirkan,kesuburan,bengkak
121
Tabel 11 Lanjutan
No Nama lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
38 Kunyit/ kunir
Curcuma domestica Val.
Zingiberaceae Rizoma tumbuk+air
Kembung, pegal linu, minuman, bidur, bengkak, setelah melahirkan, sawan,panas, pusing, bau badan
39 Kentang Solanum tuberosum L.
Solanaceae Umbi, rebus, Vitalitas, sayuran, sakit perut
40 Krangean Abrus laevigatus E. Mey
Fabaceae Biji Racun
41 Ketumbar Coriandrum sativum L.
Apiaceae Buah tumbuk+air panas
Kembung, darah tinggi, bumbu
42 Keningar Cinnamomum burmanii Bl.
Lauraceae Buah, kulit batang tumbuk+air, campuran jamu
Vitalitas, pusing, darah tinggi, sakit perut, obat kuat
43 Kecu-bung
Brugmansia suaviolens Barcht.& Presl.
Solanaceae Daun,bunga, air bunga muda,kuncup, diambil oleskan/tetes dimata
Obat mata, daun merokok,racun
44 Klanding Albitzia lopantha (Wild) Beth.
Fabaceae Buah untuk lalapan+sambal, kulit bobok
Vitalitas, nafsu makan,cacingan, luka luar
45 Kecu bung ungu
Datura metel L. Solanaceae Buah dan daun bunga racun,= air, memabukkan
Memabukkan, racun, lelap tidur,merokok
46 Kayu ampet
Astronia macrophilla Bl.
Apocynaceae Kulit kayu rebus, bakar, bobok +air, minum,daun
Patah tulang, mejen,mencret,sakit mata,masuk angin
47 Ketirem Ipomoea sp Convolvulaceae Daun direbus, lalapan
Vitalitas, nafsu makan, sakit perut, pelancar asi
122
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
48 Ketiu Emilia prenanthoidea D.C.
Asteraceae Getah dibobokkan atau dioles
Luka, sayur
49 Kunci Kaemppferia angustifolia L.
Zingiberaceae Rizoma Panas, bumbu
50 Kapulogo Amomum cardamomum L.
Zingiberaceae Campuran jamu
Vitalitas
51 Kayu pule
Alstonia shcolaris R.Br.
Apocynaceae Getah dibobokkan atau dioles
Luka
52 Kopi Coffea arabica L.
Rubiaceae Biji kering tumbuk+air panas+gula
Vitalitas, pusing,tekanan darah naik
53 Kemangi/telasih
Oscimum basilicum L.
Labiatae Daun lalap Bau keringat, nafsu makan, demam
54 Lobak Rhapanus sativus L.
Brassicaceae Batang ,umbi parut/tumbuk air minum, bunga
Perut kembung, pegal linu, ginjal,ambien, sengat lebah
55 Lombok rawit
Capsicum frutescens L.
Solanaceae Buah+bawang putih tumbuk
Nafsu makan
56 Lombok kriting
Capsicum anuum L.
Solanaceae Buah+bawang putih+tumbuk
Nafsu makan
57 Lombok terong
Capsicum sp Solanaceae Buah+bawang putih+tumbuk, raja pedas
Nafsu makan, pusing, pelancar asi
58 Lombok udel
Solanum capicastrum Link.
Solanaceae Buah di peras diminum
Sariawan, pusing
59 Lidah buaya
Aloe vera Mill. Liliaceae Daun, buah direbus, minum
Batuk, darah tinggi
60 Lempuyang
Zingiber aromaticum Val.
Zingiberaceae Rimpang Panas
61 Laos Alpinia galanga (L) Wild.
Zingibearaceae Rizoma tumbuk, gosok
Vitalitas, bumbu, pegal linu, mriang
62 Lerak Sapindus rarak DC.
Sapindaceae Buah tumbuk+air
Obat tumo, serangga, cuci, sampo
123
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
63 Menjari/gembokan
Sonchus javanicus Jungh.
Asteraceae Getah bunga, batang, daun
Sariawan, ginjal, luka
64 Manggis Garcinia mangostana L.
Guttiferae Kulit buah dibakar
Mencret
65 Mrica Piper nigum L. Piperaceae Buah Vitalitas, pegel linu, pusing
66 Mahoni Switenia mahagoni (L.) Jacq.
Meliaceae Buah Pusing
67 Nanas muda
Ananas comusus Merr.
Bromeliaceae Buah muda Obat KB/aborsi
68 Pari Oriza sativa L. Poaceae Biji, bunga Campuran obat, sampo, kesleo, kesuburan wanita,bedak,pelancar asi
69 Pisang raja
Musa paradisiaca L.cv.Rojo
Musaceae Buah dimakan, getah batang, buah bakar
Mejen, luka, mencret,abeien, luka bakar
70 Pisang salek
Musa paradisiaca L.cv.Salik
Musaceae Buah dimakan, getah oles
Mejen, luka
71 Pisang hutan
Musa paradisiaca L.
Musaceae Getah batang dioles
Luka, ritual
72 Pohong Monihot utilisima Pohl.
Euphorbiaceae Daun godok Pelancar asi
73 Pisang ambon
Musa paradisiaca L.cv.Ambon
Musaceae Buah dimakan Mejen, luka,sakit perut, mencret
74 Pronoji-wo
Euchresta horsfieldii (Lesch.) Benn.
Fabaceae Buah, biji tumbuk+air minum, bobok
Pegal-linu, sakit perut,rematik,vitalitas
75 Pepaya Carica papaya L.
Caricaceae Buah dimakan, daun direbus atau tumbuk+air minum
Mejen, sariawan, vitalitas, setelah melahirkan
76 Purwoceng/antanan
Pimpinella pruatjan Molkenb.
Umbelliferae Akar,batang, daun, bunga , buah+air buah rebus
Vitalitas tubuh, lemah syahwat
124
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
77 Poo lanang, poo wadon
Melaleuca leucadendron L.
Myrtaceae Kulit batang, daun direbus, minum,dioles
Masuk angin, batuk, penghangat bayi, kembung,pegal linu,
78 Petungan Equisetum debile Roxb.
Equisetaceae Batang,daun tumbuk, bobok
Pegal linu, diare
79 Permenan Mentha arvensis L.
Menispermaceae Daun Gatal
80 Piji Pinanga coronata (Bl.ex Mart.) Bl.
Arecaceae Batang muda Mencret
81 Pusek Gynura procumbens (Lour.) Merr.
Asteraceae Bunga Campuran mandi anak-anak
82 Pulosari Alyxia reinwardii L.
Apocynaceae Daun, biji +adas tumbuk +air minum, kulit tumbuk+air minum
Vitalitas, sakit perut,batuk, flu,panas, pusing, mencret
83 Ranti Solanum nigrum L.
Solanaceae Buah, daun lalapan
Nafsu makan, pelancar seni,maag, darah tinggi
84 Rotan Daemonorop sp Arecaceae Umbut digodok Mencret 85 Sirih Piper betle L. Piperaceae Daun+tembaka
u+kapur kunyah,sumbat daun+air, bakar,direbus,rembang
Sakit gigi, sakit mata, borok, mimisen,keputihan, melahirkan
86 Suri pandak
Plantago mayor L.
Campanulaceae Daun bobok, Kesleo, ambeien, luka
87 Siyem Sechium edule (Jacq) Swartz.
Cucurbitaceae Buah dimasak, makan kompres
Panas,menggigil
88 Sawi ireng
Brassica rapa L. Brassicaceae Daun rebus,kulup dimakan
Pusing, demam
89 Sawian Nostorticum sp Brassicaceae Daun Sengat lebah 90 Sledri Apium
graviolens L. Apiaceae Daun+air
minum Daarah tinggi, bau keringat
125
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
91 Sesuruh Piperomia pellucid (L.) Kunth.
Piperaceae Daun tumbuk +air minum
Sariawan, asam urat, bisul
92 Senduro Sindora javanica (K. & V.) Back.
Fabaceae Daun tumbuk, bobok
Pegel linu
93 Semanggi Oxalis corniculata L.
Oxalidaceae Daun Demam,flu
94 Sembukan
Paederia scandens (Lour) Merr.
Rubiaceae Daun Masuk angin, kentut
95 Semboja Plumeria acuminata W.T.Ait.
Apocynaceae Getah, daun,batang
Sakit gigi
96 Sintok Cinnamomum sintoc Bl.
Lauraceae Kulit batang Vitalitas
97 Singkong Monihot utilisisima Pohl.
Euphorbiaceae Daun muda rebus+garam
Pelancar asi, vitalitas
98 Sempre-tan/lumpungan
Eupatoriun sp Asteraceae Akar ditumbuk+air panas Diminum atau dioles
Vitalitas, batuk, kesleo,luka masuk angin, berbagai penyakit
99 Srikoyo/karikaya
Carica pubescens L.
Caricaceae Buah dimakan Mejen, darah rendah, mriang
100
Stroberi
Fragraria vesta L.
Rosaceae
Buah dimakan
Sariawan, vitamin, mencret
101 Susuh angin/ janggut wesi
Usnea dasypoga (Acharius) Nylander.
Usneaceae Badan buah tumbuk +Air panas diminum
Campruan obat, jawa, asma,ginjal, pegal linu, vitalitas
102 Tebu ireng
Sacharum officinarum L.
Poaceae Air tebu dibakar minuman
Penghangat badan, batuk,vitalitas
103 Tembakau Nicotiana tabacum L.
Solanaceae Daun di potong,rokok, susur/kunyah, rokok ditempel luka gigitan
Rokok, vitalitas, sakit gigi, racun untuk binatang ular, tawon
126
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
104 Toro Leucaena leucocephalla (Lam.) de Wit
Fabaceae Biji dimakan, masak, getah daun muda dioles
Nafsu makan, luka, bisul, sakit gigi
105 Trabasan Eupatorium sp Asteraceae Daun ditumbuk Racun 106 Tehan Eupatoriun
riparium Regel Asteraceae Daun
ditumbuk+air panas diminum
Racun, obat mencret, rokok
107 Triwulan Eupatorium pallescens DC.
Asteraceae Daun, bunga ditumbuk
Racun ternak
108 Timun Cucumis sativus L.
Cucurbitaceae Buah ditumbuk +air diminum
Darah tinggi
109 Tepung otot
Stellaria saxatilis Ham.
Caryophyllaceae Batang,daun ditumbuk bobok
Kesleo, pegal linu, asam urat, patah tulang,
110 Tomat Lycopersicum esculentum Mill.
Solanaceae Buah makan,masak+ air+gula, diminum
Sariawan, ambeien, vitamin
111 Teki Cyperus monocephalus L.
Cyperaceae R hizoma tumbuk +air+garam diminum
Pusing, campuran jamu
112 Temu lawak
Curcuma xanthorhiza L.
Zingiberaceae Rhizoma+air+asam
Jamu,vitalits
113 Temu ireng
Curcuma aeruginosa Roxb.
Zingiberaceae Rimpang Bidur
114 Terong belanda
Solanum sp Solanaceae Buah ditumbuk+air atau dimakan
Sariawan
115 Talas/mbote
Calocasia esculenta Schott.
Araceae Batang/umbi digodok
Tidur, luka bakar
116 Tibar Sonchus arvensis L.
Asteraceae Getah batang, dioles
Sakit gigi
117 The Commelina sinensis L.
Theaceae Daun+gula+air panas
Vitalitas
118 Ulan-ulan Tinospora coriaceae (Bl.) Beumee.
Menispermae Daun, bunga Kesleo
127
Tabel 11 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Cara meramu Kegunaan
119 Wortel Daucus carota L.
Apiaceae Batang ditumbuk+air diminum
Sariawan, mata
120 Waron Abelmonchus moschatus Medik.
Malvaceae Bunga Sengat tawon, cuci pakaian
121 Yodium Jatropha multifida L.
Euphorbiaceae Getah tangkai daun, di oles
Luka
Masyarakat Tengger memanfaatkan obat dan racun tradisional dari tumbuhan
sekitar 121 jenis, yang termasuk 75 marga dan 41 suku. Sebagian besar kelompok
tumbuhan berperawakan terna dan sebagian kecil pohon, tumbuhan lumut dan jamur
dipergunakan untuk mengatasi 61 gejala penyakit. Salah satu jenis tumbuhan yang
paling mahal dan sulit dicari adalah sempretan, yang berada di kawasan hutan
konservasi TNBTS maupun di hutan Perhutani. Jenis-jenis tumbuhan obat pada
umumnya diambil di sekitar rumah, tegalan, atau hutan dan digunakan untuk
mengobati sekitar 63 macam gejala penyakit. Metoda pelaksanaan pengobatan
tradisional mereka mempergunakan satu jenis tumbuhan atau beberapa jenis (racikan)
dengan cara ditumbuk, dikunyah, dibobok, direbus, digosok, ditetes dan diikuti
dengan mantra yang disebut suwuk. Mereka percaya bahwa semua tumbuhan yang
tumbuh di alam mempunyai maksud dan fungsi tertentu, bahkan semua tanaman
bahan pangan, sayuran, buah-buahan juga berfungsi sebagai obat.
Jenis tumbuhan obat sering ditanam sebagai tanaman hias rumah atau gubuk,
tanaman ritual, tanaman konservasi dan tanaman liar. Tumbuhan obat yang paling
banyak di temukan di sekitar perumahan secara liar adalah adas, jarak, kecubung,
cimplukan, pisang hutan , dan jenis dibudayakan seperti dringu dan jambu wer. Adas,
bawang putih mudah di dapat dipergunakan mengobati perut kembung, sawan, panas,
sedangkan buah muda cimplukan, getah pisang, rumah laba-laba, rizoma alang-alang
untuk obat luka. Beberapa jenis tumbuhan dari hutan seperti sempretan, kayu ampet,
purwoceng, ketirem, klandingan, jahe wono, pulosari biasanya harus diambil dari
128
hutan. Kategori jenis penyakit, jumlah jenis tumbuhan dan bagian tumbuhan yang
digunakan masyarakat Tengger ditunjukkan pada Tabel 12.
Tabel 12 Kategori jenis penyakit dalam masyarakat Tengger, jumlah jenis tumbuhan dan organ tumbuhan yang digunakan sebagai obat
No Kategori jenis penyakit Jumlah jenis Organ tumbuhan 1 Sawan 3 Batang, daun 2 Sakit mata/ gatal/ klilip 3 Batang,bunga muda, bunga 3 Pegal linu/rematik 18 Rimpang 4 Influensa 2 Rimpang, daun 5 Sakit diare/mencret/ berak
darah 9 Batang, umbut, daun, buah
6 Sariawan 11 Buah 7 Penyakit kulit/borok 3 Badan buah, batang,
daun,umbi 8 Penyakit batuk 5 Rimpang, daun, buah 9 Sakit gigi 6 Getah batang, daun 10 Ibu melahirkan/persalinan 5 Rimpang, batang, daun, buah 11 Obat luka 11 Batang, daun,rimpang, getah 12 Luka bakar 2 Buah muda 13 Perut kembung, masuk angin 16 Akar, batang, daun, bunga,
biji 14 Mimisan 2 Daun 15 Obat kuat/vitalitas 22 Rimpang,kulit,daun,buah 16 Kosmetika dan parfum 5 Rimpang, buah, daun, biji 17 Perangsang nafsu
makan/stimulant 9 Rimpang, daun muda, buah
muda, biji 18 Menstruasi 3 Rimpang, batang, daun 19 Kesleo/patah tulang 4 Rimpang, batang, daun 20 KB 2 Rimpang, daun, buah 21 Pasca persalinan 5 Rimpang, batang, daun,
buah, biji 22 Ginjal 2 Rimpang, daun 23 Demam 4 Rimpang, daun,bunga,
batang 24 Tekanan darah (darah tinggi) 6 Daun, buah 25 Tekanan darah (darah rendah) 4 Rimpang, daun, biji 26 Sengatan lebah 3 Daun, bunga 27 Penghangat badan 4 Rimpang, biji 28 Bisul 1 Daun, badan buah 29 Menambah vitalitas tubuh 13 Rimpang, batang, daun,
buah, biji 30 Pelancar asi 3 Rimpang,daun, buah, biji 31 Obat tumo 1 Buah 32 Asam urat 2 Rimpang, daun 33 Bengkak-bengkak 3 Badan buah, daun
129
Tabel 12 Lanjutan
No Kategori jenis penyakit Jumlah jenis Organ tumbuhan 34 Sakit kuning 1 Daun 35 Asma/sesak napas 2 Badan buah, buah 37 Penurun panas/step 7 Rimpang, daun 38 Pusing/sakit kepala 8 Rimpang, batang, daun,
buah,biji 39 Gatal 4 Badan buah,daun 40 Kadas 2 Badan buah 41 Penyakit TBC 1 Buah, biji 42 Ambein/mejen 7 Daun,buah 43 Pembersih rambut/shampoo 2 Buah, bunga 44 Bidur 2 Rimpang, daun 45 Kencing batu 1 Daun 46 Cegah lek 3 Rimpang, biji 47 Kadas kudis 3 Badan buah, daun 48 Penyakit cacingan 2 Biji 49 Gigit ular 1 Daun 50 Keracunan 2 Buah, didih 51 Aborsi 1 Buah 52 Kesuburan wanita/ pria 4 Rimpang, akar, daun 53 Cacingan 2 Buah, biji 54 Luka bakar 2 Buah 55 Obat tidur bayi 1 Daun 56 Racun hewan 3 Daun 57 Sakit kepala/pusing 8 Bunga 58 Keputihan 1 Daun 59 Bau badan/keringat 3 Daun
Menurut masyarakat Tengger beberapa tumbuhan beracun adalah kelompok
Asteraceae meliputi trabasan, tehan dan jenis lain terdiri lerak, kecubung ungu, jamur
impes, jarak dan jamur kayu. Menurut Tyler (1976) kecubung ungu beracun karena
mengandung alkaloid berupa scopolamine atau hyocine. Sebagian kelompok
Eupatorium spp merupakan racun untuk binatang, jarak mengandung globulin,
albumin nucleoalbumin, glycoprotein dan ricin (racun). Jambu wer mengandung
minyak persic dipergunakan dalam bidang farmasi bunga maupun daun trabasan
mengandung racun L-thujone dan d-isotujone, daun tembakau mengandung alkaloid
nicotine (C10 H14 N2), ranti (Solanum nigrum) dikenal (Black Nighshade). Seperti
halnya kentang juga mengandung racun steroidal glycoalkaloids yaitu solanin dan
demisine, sedangkan kopi mengandung caffeine.
130
Beberapa jenis obat bermanfaat untuk vitalitas tubuh seperti akar sempretan,
jahe dan purwoceng. Jenis tumbuhan berguna untuk menambah nafsu makan meliputi
buah klandingan, lombok terong, ranti dan toro. Untuk menyembuhkan racun gigitan
ular dan sengatan lebah digunakan tembakau atau rokok bersama api, dapat juga
berbagai macam bunga seperti bunga sawi dan maribang. Menurut Lemmes et al.
(1989) katagori tumbuhan racun dan obat dimasukkan dalam satu kelompok seperti
Achiranthes bidentata, Datura metel, Acorus javanica, masuk tumbuhan obat, namun
demikian pengetahuan tanaman obat masyarakat Tengger didapat dari nenek moyang
mereka, meliputi rizoma alang-alang, getah pisang, akar sempretan dan racun hewan
seperti Eupatorium spp, sehingga perlu penelitian lebih mendalam tentang aspek
farmakologinya.
Jenis tanaman yang terdapat di sekitar lingkungan masyarakat Tengger yang
dapat digunakan sebagai bahan obat adalah jenis srikaya (Carica pubescent), kopi
(Coffea arabica), toro (Leucaena glauca), apel (Pyrus malus), kobis (Brassica
oleracea), bawang prei (Allium fistulosum), kentang (Solanum tuberosum), dan
jagung (Zea mays). Teridentifikasinya keanekaragaman jenis tumbuhan obat sangat
penting sebagai dasar pengembangannya. Namun pengetahuan ini juga memiliki
resiko terjadinya peningkatan pemanfaatan atau ekploitasi yang berlebihan dari pihak
luar yang dapat mengakibatkan penurunan populasi. Oleh karena itu pemanfaatannya
harus dikemas secara arif, sehingga pemanfaatannya dapat meningkatkan
perekonomian masyarakat. Hal ini memberi peluang kemajuan jamu tradisional,
karena pilihan terhadap obat-obatan alami tradisional (herbal) semakin meningkat,
oleh sebab itu masyarakat Tengger memiliki peluang untuk mengembangkan
berbagia jenis tumbuhan obat yang terdapat di kawasan tersbut. Selain itu kawasan
orang Tengger juga berdekatan dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru
yang memiliki keanekaragaman jenis cukup tinggi.
Upaya pengembangan dan usaha budidaya jenis-jenis tumbuhan obat dapat
meningkatkan perekonomian masyarakat lokal dalam industri tanaman obat
tradisional alami maupun program konservasi in-situ maupun ex-situ. Jenis-jenis
tumbuhan obat yang mempunyai nilai ekonomi dan pemanfaatan tinggi seperti
131
Pimpinella pruatjan, pronojiwo, Alyxia reinwardtii, adas (Foeniculum vulgare),
dringu (Acorus calamus), sempretan dan jarak (Jatropha curcas). Upaya lain adalah
perlu di kembangkan jenis-jenis tumbuhan obat potensial di kebun obat milik
masyarakat Tengger, sehingga berdampak pada ekonomi, konservasi dan pariwisata.
Menurut Hidayat et al. (1986) jenis tumbuhan obat di TNBTS diantaranya adalah
jenis Pimpinella pruatjan digolongkan extinct, Euchresta horsfieldii status least
concern, Cinnamomum sintoc dan Alyxia reinwardtii memiliki status endangered.
Keadaan jenis-jenis tumbuhan obat tersebut perlu mendapat perhatian dan segera
dilakukan usaha budidaya untuk mendukung usaha pelestarian maupun industri obat
tradisional di masyarakat Tengger. Usaha menanam berbagai tanaman jenis obat di
lingkungan masyarakat Tengger pernah dilakukan, namun karena faktor teknologi
pembudidayaan dan modal yang terbatas, pemasaran yang belum optimal dan belum
ada etikat kerja sama dengan perusahaan jamu, maka upaya ini mengalami kegagalan.
Masyarakat Tengger bersifat terbuka dan berinteraksi dengan masyarakat lain
dan senantiasa berlangsung pertukaran arus energi, materi dan informasi, yang
mempengaruhi pemanfatan obat tradisional, seperti dikemukakan Rambo (1983).
Perkembangan arus informasi serta munculnya toko obat kebanyakan masyarakat
Tengger telah menggunakan obat modern dari Puskesmas, Puskesdes yang dirasakan
lebih praktis. Namun beberapa pandangan dan praktek masih berlangsung
menggunakan obat-obatan yang mudah diambil seperti aseman, dringu, jamur impes,
ketumbar, kentang, jarak (Gambar 26 dan 27) serta tumbuhan sayuran, lalapan seperti
sawi, ketirem, klandingan, lombok terong, ranti dan minuman jahe.
Sejarah pemanfaatan jenis tumbuhan bahan obat banyak diperoleh dari leluhur
yang mempunyai kemampuan meramu yang tidak kalah dengan yang dibuat bangsa
lain. Fenomena tentang pengetahuan tradisional tumbuhan obat di Indonesia tanpa
kecuali masyarakat Tengger di Jawa Timur. Masyarakat sekarang sudah jarang sekali
menggunakan keanekaragaman jenis sebagai ramuan obat-obatan. Mereka tidak harus
bersusah payah pergi ke hutan atau tegalan cukup membeli obat dari toko. Khusus
penyakit yang berkaitan dengan roh halus, salah urat mereka masih menggunakan
obat tradisional. Perubahan pandangan terutama pada generasi muda dan sebagian
132
masyarakat, menyebabkan tidak menguntungkan terhadap pelestarian pengetahuan
tradisional tentang pengobatan tradisional.
Gambar 26 Tumbuhan dan jamur sebagai obat: (a) Dringu dan (b) Jamur impes,
(c) Aseman dan (d) Tanaman kentang.
Gambar 27 Tanaman bumbu: (a) Ketumbar dan (b) Tanaman jarak.
a b
c d
a b
133
5.3.2.2.5 Keanekaragaman jenis tanaman yang memiliki fungsi perlindungan
dan konservasi
Jenis tanaman yang memiliki fungsi konservasi di wilayah Tengger adalah
jenis cemara gunung (Casuarina junghuhniana) karena jenis tanaman ini mempunyai
beberapa kelebihan yaitu akar tunggang masuk lurus kedalam tanah, batangnya kuat,
daun kecil sehingga tidak banyak mengganggu lahan pertanian, tahan terhadap
penyakit, tahan terhadap uap belerang, sangat cocok pada lingkungan dingin, berbukit
dan tumbuh mencapai umur ratusan tahun. Pengetahuan masyarakat Tengger tentang
konservasi cukup baik yaitu terlihat dari cara mereka dalam mengelola jenis tanaman
yang digunakan untuk menghadapi tanah longsor, menahan air dan pembatas tegalan.
Jenis tanaman konservasi meliputi jenis tanaman dibudidayakan dan jenis tumbuhan
liar diantaranya adalah jenis cemara gunung (Casuarina junghuhniana), putihan
(Buddleja asiatica), danglu (Engelhardia spicata), rumput gajah (Pennisetum
purpureum), pampung (Unanthe javanica), jarak (Ricinus comunnis), kecubung
(Brugmansia suaveolens), lamtoro (Leucaena glauca), paitan (Tithonia diversifolia),
kemlandingan gunung (Albizia lophanta), dadap (Erythrina variegata), triwulan
(Eupatorium rotundifolium) dan trabasan (Artemisia vulgaris). Tanaman trabasan
(Artemisia vulgaris), putihan (Budleja asiatica), bambu loring (Bambusa multiplex)
dan kaliandra (Calliandra haematocephala) selain sebagai jenis untuk kepentingan
konservasi juga sering ditanam untuk pagar di kawasan tegalan dan juga sebagai
batas jalan. Kejadian penting seperti tanah longsor akibat hujan serta kurangnya
tanaman konservasi, embun upas pada musim kemarau dan uap belerang dari kawah
gunung Bromo, awan berkabut, abu vulkanik menyebabkan kerusakan jenis tanaman
budidaya pertanian. Kejadian alam yang merusak seperti uap belerang dan embun
upas sampai sekarang belum pernah dapat diatasi dan bagaimana solusinya. Uap
belerang dapat memusnahkan tanaman pertanian, bahkan jenis tanaman konservasi
utama cemara gunung dapat mati kering.
134
5.3.2.2.6 Keanekaragaman Jenis Tanaman Hias
Tanaman hias bagi masyarakat Tengger merupakan bagian penting dalam
berbagai hal karena fungsinya berkaitan dengan seni dan keindahan lingkungan. Pada
setiap bagian atau lingkungan depan rumah masyarakat Tengger biasanya ditanami
berbagai jenis tanaman hias dan sekaligus dimanfaatkan sebagai bahan obat dan
kegiatan ritual adat.
Keanekaragaman tanaman hias tercatat berjumlah 140 jenis dari 63 suku yang
termasuk jenis tanaman berkaitan keindahan dan bahan ritual meliputi bunga
bugenvil, tebu ireng, anggrek, maribang, senikir, senduro, mawar, palem cina, lidah
mertua , dringu, mentigi, kembang soko dan lainnya. Tanaman hias lokal meliputi
paku pohon, tanalayu, anting-anting, tlotok dan kecubung. Jenis lain sering dijumpai
meliputi, keladi hias , bunga tasbih, lili, puring, paku sepat, dan sebagainya (Tabel
13). Lingkungan gubuk juga dilengkapi beberapa jenis tanaman hias meliputi suku
Rosaceae, Asteraceae, Amaryllidaceae, Solanaceae, Malvaceae dan sebagainya.
Jenis-jenis tanaman hias juga ditanam baik di lingkungan perumahan, sekolah, Balai
Desa, tempat sakral maupun gubuk.
Tabel 13 Keanekaragaman jenis tanaman hias di perumahan dan gubuk di masyarakat Tengger. No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Lokasi
1 Adam Rhoe discolor Hance
Bromeliaceae Hias Rumah
2 Adas Foeniculum vulgare Mill.
Apiaceae Hias, obat Rumah, gubuk
3 Agave Agave angustifolia Haw.
Amaryllidaceae Hias Rumah
4 Agave Agave americana L. Liliaceae Hias Rumah 5 Akasia Acasia
auriculiformis A.Cunn.
Fabaceae Hias Gubuk
6 Alamanda Allamanda cathartica L.
Apocynaceae Hias Rumah
7 Andong Cordyline fruticosa A.Chev.
Liliaceae Hias Rumah, gubuk
8 Anggrek Dendrobium sp. Orchidaceae Hias Rumah 9 Anggur Vitis vinifera L. Vitaceae Hias, buah Rumah 10 Angrek Sphatoglottis
plicata Bl. Orchidaceae Hias Rumah
135
Tabel 13 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan Lokasi 11 Anting-
anting Fuchsia hybrida Hort.
Onagraceae Hias, ritual Rumah, gubuk
12 Apel Pyrus malus L. Rosaceae Hias, buah Rumah, gubuk 13 Apokat Persea americana
Mill. Lauraceae Buah Rumah, gubuk
14 Astruli Pennisetum purpureum L.
Poaceae Hias Gubuk
15 Ayaman Iris sp Asteraceae Hias Rumah 16 Bakung Crinum asiaticum
L. Amaryllidaceae
Hias Rumah
17 Bambu kuning
Bambusa vulgaris Schrad.
Poaceae Hias Rumah, pekarangan
18 Bambu loring
Bambusa multiplex Auct.non Raeusch.
Poacae Hias Rumah, gubuk, Danyangan
19 Bawang prei Allium fistulosum L. Liliaceae Sayur, hias Rumah, gubuk 20 Bayam
merah Alternanthera amoena Voss.
Amaranthaceae Hias Rumah
21 Begonia Begonia glabra Kuiz.ex Puv.
Begoniaceae Hias Rumah
22 Belimbing Averrhoa bilimbi L. Oxalidaceae Hias Rumah 23 Bentul Xanthosoma
violaceum Schott. Araceae Hias, umbi Rumah, gubuk
24 Besaran Morus alba L. Moraceae Hias, buah Rumah, gubuk 25 Bugenvil Bougenvillea
spectabilis L. Nygtaginaceae Hias, ritual Rumah, gubuk
26 Bunga matahari/
Tithonia diversifolia Asteraceae Liar Gubuk
27 Cemara Casuarina junghuhniana Miq.
Casuarinaceae Pelindung Gubuk, Danyangan, Sanggar
28 Cemoro norfolk
Aracaucaria heterophylla (Salisb.) Franco.
Araucariaceae Hias Rumah
29 Cengkeh Eugenia aromatica O.K.
Myrtaceae Hias, buah Gubuk
30 Cocor bebek Kalanchoe spathulata DC.
Crassulaceae Hias Rumah
31 Cubung Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl.
Solanaceae Hias, obat Rumah, gubuk
32 Dadap Erythrina variegata L.
Fabaceae Hias,pelindung
Gubuk
33 Damar Agathis alba Foxw. Araucariaceae Hias, penahan longsor
Batas hutan berpereng
136
Tabel 13 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Lokasi 34 Delima Punica granatum L. Punicaceae Hias,buah Rumah 35 Dringu Acorus calamus L. Araceae Hias, obat Rumah, gubuk 36 Endogan Sanseviera sp Liliaceae Hias Rumah 37 Entongan Nopalea
cochenillifera (Salm.) Dyck.
Cactaceae Hias Rumah
38 Euphorbia Euphorbia splendens Bojer ex. Hook.
Euphorbiaceae Hias Rumah
39 Gandum Zea mays L. Poaceae Hias, makanan
Rumah, gubuk
40 Ganjan Eupatorium sp Asreraceae Liar Gubuk 41 Gladiol Gladiolus
gandavensis V. Houte.
Iridaceae Hias Rumah
42 Grunggung Rubus rosaefolium J.E.Sm.
Rosaceae Hias, ritual Rumah, gubuk
43 Jambu air Eugenia malaccensis l.
Myrtaceae Hias Rumah
44 Jambu klutuk
Psidium guajava L. Myrtaceae Hias Rumah
45 Jambu wer Prunus persica Sieb.&Zucc.
Myrtaceae Hias, buah Rumah, gubuk
46 Jarak Ricinus communis L.
Euphorbiaceae Hias, bumbu, ritual
Rumah, gubuk
47 Jeru nipis Citrus aurantium L. Rutaceae Hias Rumah 48 Jeruk manis Citrus sinensis
Osbeck. Rutaceae Hias Gubuk
49 Jeruk gulung Citrus maxima Merr.
Rutaceae Hias, buah Gubuk, Sanggar Agung
50 Jodium Jatropa multifida L. Euphorbiaceae Hias Rumah 51 Kanna Canna hybrida
Hort. Cannaceae Hias Rumah
52 Keji beling Strobilanthus crispus Bl.
Acanthaceae Hias Rumah
53 Keladi hias Caladium bicolor (Ait.) Vent.
Araceae Hias Rumah
54 Kelor Mongifera oleifera Lamk.
Moringaceae Hias, sayur Rumah, sekolah, gubuk
55 Kembang abang
Digitalis purpurea Shropulariaceae
Hias Rumah, jalan
56 Kembang matahari
Helianthus annuus L.
Asteraceae Hias Rumah
137
Tabel 13 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Lokasi 57 Kembang
merak Caesalpinia pulcherima (L.) Swartz.
Fabaceae Hias Rumah
58 Kemiri Aleurites moluccana (L.) Willd.
Euphorbiaceae Hias Peneduh jalan
59 Kemuning Muraya paniculata L.
Rutaceae Hias Rumah
60 Kenikir Tagetes erecta L Asteraceae Hias Rumah. gubuk, Danyangan
61 Keningar Cinnamomum bormanii Bl.
Lauraceae Hias Gubuk
62 Kenongo Cananga odoratum Baill.
Annonaceae Hias Rumah
63 Kersen Muntingia calabura L.
Moringaceae Hias, buah Rumah, jalan, sekolah
64 Ketumbar Coriandrum sativus L.
Apiaceae Hias, bumbu
Rumah, gubuk
65 Kipres Casuarina rumphiana Miq.
Casuarinaceae Hias Rumah, jalan, sekolah
66 Klengkeng Euphorbia longana Lamk.
Sapindaceae Hias Rumah
67 Kobis Brassica oleracea L.
Brassicaceae Hias, sayur Rumah, gubuk
68 Koleus Coleus antropurpurius Bantham.
Labiatae Hias Rumah
69 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae Hias Rumah, gubuk 70 Krokot Portulaca oleracea
L. Portulacaceae Hias Rumah
71 Kesemek Diospyros kaki L. Ebenaceae Hias Rumah 72 Kuping
gajah Anturium clarinervum
Araceae Hias Rumah
73 Kupu-kupu Sesbania grandiflora Pers.
Fabaceae Hias Rumah, jalan
74 Lamtoro Leucaena glauca Bth.
Fabaceae Hias Gubuk
75 Lidah buaya Aloe vera L. Liliaceae Hias Rumah 76 Lidah
mertua Sansevieria trivasciata Prain.
Liliaceae Hias Rumah
77 Lombok kriting
Capsicum annuum L.
Solanaceae Hias, sayur Rumah, gubuk
78 Lombok riwit
Capsicum frutescens L.
Solanaceae Hias, sayur Rumah, gubuk
138
Tabel 13 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Lokasi 79 Lombok
udel Solanum capicastrum
Solanaceae Hias Gubuk
80 Magdalea Rosa sp Rosaceae Hias, ritual Rumah 81 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae Hias, buah Rumah, gubuk 82 Mangkoan Nathopanax
scutellarium Araliaceae Rumah Rumah
83 Maribang Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae Hias Rumah, gubuk
84 Mawar Rosa hibrida L. Rosaceae Hias, ritual Rumah 85 Mentigi Vaccinum
varingiaefolium (Bl.) Miq.
Vacciniaceae Hias Rumah, gubuk
86 Mindi Melia acedarach L. Meliaceae Penahan longsor
Batas rumah pereng
88 Oleander Nerium oleander L. Apocynaceae Hias Rumah 89 Pakis pohon Cyathea
contaminans (Wall.exHook.) Copel.
Cyatheaceae Hias Rumah
90 Pakis Tengger
Cyathea tenggeriensis
Chyateaceae Hias, ritual Rumah
91 Paku Nephrolepis biserata
Polypodiaceae Hias Rumah
92 Paku menjangan
Platycerium bifurcatum C.Chr.
Polypodiaceae Hias Rumah
93 Palm cina Raphis excelsa (Thunb.) Henry ex Rehder
Arecaceae Hias Rumah, Danyangan, Sanggar Agung
94 Palm kuning Areca sp Arecaceae Hias Rumah, Danyangan
95 Palm raja Roystonea regia O.F. Cook.
Palmae Hias Tepi jalan
96 Pandan suji Pleumele angustifolia N.E.Brown.
Liliaceae Hias Rumah
97 Pandan ri Pandanus tectorius Park.
Pandanaceae Hias, Rumah
98 Pandan wangi
Pandanus amaryllifolius L.
Pandanaceae Hias Rumah
99 Patah kaki Pedianthus tithymaloides Poir.
Euphorbiaceae Hias Rumah
100 Penitian Gliseridae sepium (Jacq.) Walp.
Fabaceae Hias Rumah
139
Tabel 13 Lanjutan No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Distribusi 101 Pepaya Carica papaya L. Caricaceae Hias, buah Rumah, gubuk 102 Permenan Gynura procumbens
(Lour.) Merr. Asteraceae Hias Rumah
103 Petungan Equisetum debile Roxb.
Equisetaceae Hias Rumah
104 Pisang-pisangan
Heliconia rostrata Heliconiaceae Hias Rumah
105 Poncowarno Primula sinensis Primulaceae Hias Rumah 106 Pukul empat Mirabilis jalapa L. Nyctaginaceae Hias Rumah 107 Puring Codiaeum
variegatum Bl. Euphorbiaceae Hias Rumah
108 Putihan Buddeja asiatica Lour.
Asteraceae Hias, ritual Rumah, gubuk
109 Randu Ceiba petandra L. Bombaceae Peneduh jalan
Jalan
110 Sawi Brassica rapa L. Brasicaceae Sayur, hias Rumah, gubuk 111 Sempur Dillenia ovate Wall. Dileniaceae Hias Rumah 112 Sengketan Achyranthes
bidentata Bl. Amaranthaceae Hias Rumah, gubuk
113 Senikir Tagetes erecta L. Asteraceae Hias, ritual Gubuk, rumah 114 Senikir Cosmos caudatus
H.B.K. Asteraceae Hias Rumah
115 Sereh Andropogon citratus DC.
Poaceae Hias Rumah
116 Sirih Piper betle L. Piperaceae Hias Rumah 117 Siyem Sechium edule
(Jacq). Swartz. Cucurbitaceae Sayur Rumah, gubuk
118 Sledri Apium graviolens L. Apiaceae Hias Rumah 119 Soka Ixora paludosa
Kurz. Rubiaceae Hias, ritual Rumah
120 Srikoyo Carica pubescent Caricaceae Hias, buah Rumah, gubuk 121 Srikoyo Annona squamosa
L. Annonaceae Hias Rumah
122 Sruni Wedelia biflora D.C.
Asteraceae Hias, meliar
Rumah, jalan
123 Stroberi Fragraria vesta L. Rosaceae Hias, buah Rumah 124 Suji Pleomele
angustifolia N.E. Brown.
Liliaceae Hias Rumah
125 Suplir Adiantum codaeum L.
Polypodiaceae Hias Rumah
126 Talas Calocasia esculenta Shott.
Araceae Hias, umbi Rumah, gubuk
127 Tanalayu Anaphalis longifolia Asteraceae Hias, ritual Gubuk, rumah 128 Tapak doro Catharatus roseus
G.Don. Apocynaceae Hias Rumah
140
Tabel 13 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan Distribusi 129 Tebu ireng Saccharum
officinarum L. Poaceae Hias, ritual Rumah, gubuk
130 Teki Cyperus papyrus L. Cyperaceae Hias Rumah 131 Teki Cyperus
compressus L. Cyperaceae Hias Rumah
132 Tembakau Nicotiana tabacum L.
Solanaceae Hias, rokok Rumah, gubuk
133 Terong belanda
Solanum sp. Solanaceae Hias Rumah, gubuk
134 Tewel Artocarpus heterophylla Lamk.
Moraceae Hias Rumah
135 Tiris Iris tectorium Max. Iridaceae Hias Rumah 136 Tlotok Curculigo
capitulata O.K.(Lour.) Kunze
Amaryllidaceae Hias, ritual Rumah, gubuk
137 Tomat Solanum tuberosum L.
Solanaceae Hias, sayur Rumah
138 Trabasan Artemisia sp Asteraceae Hias Rumah, jalan 139 Trembesi Samaea saman
(Jacq.) Merr. Fabaceae Hias Peneduh jalan
140 Wit racun Euphorbia pulcherima Willd.
Euphorbiaceae Hias Rumah, makam
5.3.2.2.7 Keanekaragaman Jenis Tanaman Ritual
Masyarakat Tengger mempergunakan berbagai macam jenis tumbuhan untuk
kegiatan ritual adat. Keanekaragaman tumbuhan yang dipergunakan dalam keperluan
ritual adat maupun keagamaan meliputi 94 jenis dari 43 suku (Tabel 14). Jenis
tumbuhan ritual dikemas dalam bentuk gedang ayu, jambe ayu, kembang boreh, Petra
(Bespa), tetamping, tuwuhan dan ongkek. Ongkek adalah tempat sesaji terbuat dari
kayu atau bambu yang tersusun beberapa jenis tumbuhan seperti daun pandan wangi,
soka, piji, daun pelowo, alang-alang, jagung, bunga padi, batang pisang bersama
buah, bunga (ontong), tandur tuwuh dan jajan pasar.
141
Tabel 14 Keanekaragaman jenis tumbuhan digunakan dalam ritual adat di tempat sakral.
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Bagian
berguna 1 Adas Foeniculum
vulgare Mill. Apiaceae Entas-entas, ritual
adat lain Bunga, batang, daun
2 Alang-alang
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Poaceae Entas-entas (petra), Danyangan, Sanggar Pamujan
Batang, daun
3 Andewi Cichorium endevia L.
Brasicaceae Kasada Bunga
4 Andong Cordaline fructicosa L.
Liliaceae Entas-entas, Kasada, makam, Danyangan Sanggar Pamujan, acara adat lain
Tanaman, daun
5 Anting-anting
Fuchsia hybrida Hort.
Onagraceae Entas-entas, Kasada Bunga
6 Apel Pyrus malus L. Rosaceae Kasada Buah 7 Aren Arenga piñata
Merr. Arecaceae Kasada, Unan-unan Daun
9 Bambu betung
Dendocalamus asper
Poaceae Kasada, Karo, Entas-entas, acara adat lain
Batang
10 Bambu jajang
Gigantochloa apus Kurz.
Poaceae Tali petra, umbul-umbul, kematian, acara adat lain
Batang
11 Bambu loring
Bambusa multiplex Auct. Non Raeusch.
Poaceae Kasada Batang
12 Bawang prei
Allium fistulosum L.
Liliaceae Kasada. Tanaman
13 Bayam Amaranthus viridis
Amaranthaceae
Kasada Tanaman
14 Bentul Xanthosoma violacium Schott.
Araceae Kasada Umbi
15 Brokoli Brassica oleracea L.
Brassicaceae Kasada Bunga
16 Bugenvil Bougainvillea spectabilis Willd.
Nygtaginaceae Entas-entas, Kasada, Jumat legi, leliwet, adat lain
Bunga
17 Cemara Casuarina junghuhniana L.
Casuarinaceae Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan
Tanaman
18 Cengkeh Eugenia aromatic O.K.
Myrtaceae Kasada Bunga
142
Tabel 14 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Organ
19 Cubung Brugmansia suaviolens B.& Pr.
Solanaceae Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan
Tanaman, bunga
20 Dadap Erythrina variegata L.
Fabaceae Sesajen kematian, bespa
Daun
21 Danglu Engelhardia spicata L.
Juglandaceae Danyangan, Danyang banyu, Sanggar Pamujan
Tanaman
22 Gambir Uncaria gambir Roxb.
Rubiaceae Karo, unan-unan, entas-entas, ritual adat lain
Akar, batang
23 Gandum Triticum sativum L.
Poaceae Kasada Buah
24 Gandum/ jagung
Zea mays L Poaceae Entas-entas, Kasada, leliwet
Bunga, buah
25 Jambe Areca catechu L.
Arecaceae Leliwet, Entas-entas, Kasada
Bunga, buah
26 Jarak Ricinus comunis L.
Solanaceae Leliwet, Kasada, acara adat lain
Biji
27 Jeruk bali Citrus maxima Rutaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
28 Kayu kebek
Ficus grassulasioides Burm.f.
Moraceae Sanggar Pamujan, Danyangan, syarat hasil bumi kebek (penuh)
Tanaman
29 Kayu kesek
Dondisia viscose Jaeq.
Sapindaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
30 Kemenyan Styrax benzoin Dryand.
Styracaceae Entas-entas, Kasada, leliwet, adat lain
Getah
31 Kenanga Cananga odorata Baill.
Anonaceae Entas-entas, Kasada, Jumat legi, adat lain
Bunga
32 Kentang Solanum tuberosum L.
Solanaceae Kasada Batang
33 Ketela rambat
Ipomoea batatas Lamk.
convolvulaceae
Kasada Umbi batang
34 Ketumbar Coriandrum sativum L.
Apiaceae Kasada Tanaman, buah
35 Klopo Cocos nucifera L.
Arecaceae Ritual, leliwet, Entas-entas, Karo, Kasada, kematian
Buah muda, sabut, bunga, daun (janur)
36 Kobis Brassica oleracea L.
Brassicaceae Kasada Daun
143
Tabel 14 Lanjutan
No Nama Lokal
Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Organ
37 Kopi Coffea arabica L.
Rubiaceae Kasada, Jumat legi, acara adat lain
Biji
38 Koro babi/benguk
Mucuna pruriens (L.) DC.
Fabaceae Kasada Buah
39 Lobak Raphanus sativus L.
Brassicaceae Kasada Batang
40 Locari Michelia champaca L.
Annonaceae Karo, Entas-entas, Jumat legi, acara adat lain
Bunga
41 Lombok rawit
Capsicum frutescens L.
Solanaceae Kasada Buah
42 Lombok terong
Solanum sp. Solanaceae Kasada Buah
43 Lombok udel
Solanum capiscatrum L.
Solanaceae Batas Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
44 Magdalea Rosa sp Rosaceae Entas-entas, adat lain Bunga 45 Maribang Hibiscus rosa-
sinensis L. Malvaceae Makan, Sanggar
Pamujan Tanaman, bunga
46 Mawar Rosa hybrida Rosaceae Kasada, Entas-entas, acara adat lain
Bunga
47 Mencogan Allium sativum L.
Liliaceae Kasada. Tanaman
48 Mentigi Vaccinum varingiefolium (Bl.) Miq.
Ericaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Pohon
49 Mladean Scurulla Montana
Loranthaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Parasit pada cemara
50 Paku Tengger
Cyathea tenggeriensis
Cyatheaceae Kasada Daun
51 Pakuan/suplir
Adiantum sp Polypodiaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
52 Pampung Uanthe javanica Moraceae Danyangan, Sanggar Pamujan (petra)
Tanaman, daun
53 Pandan wangi
Pandanus amaryllifolius Roxb..
Pandanaceae Leliwet, Karo, Kasada, acara adat lain
Daun
54 Pari Oryza sativa L. Poaceae Kasada, Entas-entas, Leliwet, adat lain
Bunga, buah
144
Tabel 14 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Organ
55 Pelawo Tristania obovata Benn.
Amaranthaceae
Kasada, adat lain Daun
56 Penitian Gliseridae sepium (Jacq.) Walp.
Fabaceae Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
57 Piji Pinanga coronata Blume
Arecaceae Entas-entas, Kasada Batang, daun
58 Pisang ambon
Musa paradisiaca L. cv. Ambon
Musaceae Kasada, Karo, Entas-entas, Unan-unan
Daun, bunga, buah
59 Pisang cici
Musa paradisiaca L.
Musaceae Kasada, Karo, Entas-entas
Buah
60 Pisang hutan
Musa paradisiaca L.
Musaceae Kasada, Karo, Entas-entas, leliwet acara adat lain
Daun, bunga buah
61 Pisang raja
Musa paradisiaca L. cv. Rojo
Musaceae Kasada, Karo, Entas-entas, Unan-unan, leliwet, sesanding adat lain
Batang,daun, bunga, buah
62 Pisang rajomolo
Musa paradisiaca L.
Musaceae Kasada, Karo Buah
63 Pisang salek
Musa paradisica L.cv. Salik
Musaceae Kasada, Karo, Entas-entas, Jumat legi,Unan-unan, Sesanding, adat
Pisang, daun, buah
64 Poo Melaleuca leucadendron L.
Myrtaceae Danyangan Tanaman
65 Prenjalin Calamus sp Arecaceae Permainan ujung-ujungan
Batang
66 Puring Codaeum variegatum Bl.
Euphorbiaceae Makam, Danyangan, Sanggar Pamujan
Tanaman
67 Putihan Buddleja asiatica Lour.
Asteraceae Danyangan, Sanggar Pamujan, (petra), wiwit, leliwet, ritual adat lain
Tanaman,daun
68 Ringin Ficus benyamina Roxb.
Moraceae Makam, Danyangan, Sanggar Pamujan, Entas-entas, Kasada
Tanaman, daun
69 Rumput grinting
Cynodon dactylon Pers.
Poaceae Sesajen kematian Batang, daun
70 Salak Salaca edulis Reinw.
Arecaceae Kasada Buah
145
Tabel 14 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Organ
71 Samboja Plumeria acuminata Ait.
Apocynaceae Kasada, Entas-entas Bunga
72 Sawi ijo Brassica juncea Brasicaceae Kasada Tanaman 73 Sawi putih Brassica rapa L. Brasicaceae Kasada Tanaman 74 Senikir Tagetes erecta
L. Asteaceae Danyangan, Sanggar
Pamujan, Entas-entas, Kasada, acara adat lain
Bunga
75 Sirih Piper betle L. Piperaceae Entas-entas, Kasada, Jumat legi, Unan-unan, adat lain
Daun
76 Siyem/manisah
Sechium edule (Jacq) Swarz.
Cucurbitaceae Kasada Buah
77 Sledri Apium graveolens L.
Apiaceae Kasada Tanaman
78 Soka Ixora paludosa (Bl.) Kurz.
Rubiaceae Kasada, entas-entas, Jumat legi, Karo, ritual lain.
Bunga
79 Spinax Brassica sp Brassicaeae Kasada Bunga 80 Srikoyo Carica
pubescens Caricaceae Kasada Buah
81 Stroberi Fragraria vesta L.
Rosaceae Kasada Buah
82 Sundel Polianthes tuberose L.
Solanaceae Ritual agama dan adat, Kasada, Entas-entas, Jumat legi
Bunga
83 Talas Colacasia esculenta Schott.
Araceae Kasada Umbi
84 Tanalayu/ edelweis
Anaphalis longifolia L.
Asteraceae Danyangan, Sanggar Pamujan, (petra), ritual adat
Bunga
85 Tapak doro
Catharanthu roseus G.Don.
Apocynaceae Danyangan Daun
86 Tasbih Canna edulis Ker.
Cannaceae Kasada, Danyangan, Sanggar Pamujan,
Bunga
87 Tebu ireng
Sacharum officinarum L.
Poaceae Entas-entas, Kasada, acara adat lain
Daun
89 Tlotok Curculigo capitulata O.K. (Lour.) Kunze
Amaryllidaceae
Danyangan, Entas-entas, Kasada, Leliwet, acara adat
Daun
88 Tikar mendong
Fimbristylis globulosa (Retz.) Kunth.
Cyperaceae Entas-entas, Kasada, kematian, ritual adat lain
Daun
146
Tabel 14 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan Ritual Organ
90 Tomat Solanum lycopersicum L.
Solanaceae Kasada Buah
91 Tomeo/kapri
Pisum sativum L.
Fabaceae Kasada Buah
92 Ucet Vigna sinensis (L.) Hassk.
Fabaceae Kasada Buah
93 Wit nyampuh
Litzea volutina Boerl.
Lauraceae Danyangan, Kasada, Entas-entas, adat lain
Pohon, daun
94 Wortel Daucus carota L.
Apiaceae Kasada Batang
Keberadaan masyarakat Tengger diperkirakan sebelum kerajaan Majapahit
berdiri dan menempati tanah suci (hila-hila) yang dianggap sebagai Hulun Spiritual
Sang Hyang Widhi Wasa tertulis pada prasasti Tengger 851 Saka atau tahun 929 M.
serta mempunyai tradisi unik (DKDJPH & PABKSD IV 1984). Warisan adat budaya
Tengger berkembang seiring perpindahan masyarakat Majapahit ke wilayah Tengger.
Masyarakat Tengger diketahui masih baik dan kokoh memegang teguh adat
budayanya turun temurun yang merupakan akumulasi dari kehidupan di lingkungan
mereka. Mereka mempunyai adat budaya yang unik, khas, demikian pula agama dan
kepercayaannya yang berkembang merupakan perpaduan animisme, dinamisme
Hindu dan Budha. Agama Hindu yang dianut masyarakat Tengger berbeda dengan
agama Hindu Bali berkaitan dengan kasta. Mereka percaya mitos seperti mitos
Ajisaka, Yadnya Kasada, Unan-unan, dan mempunyai kalender tersendiri, yaitu
kalender Tengger. Berdasarkan kepercayaannya setiap acara adat dilakukan secara
ikhlas turun-temurun tidak hanya berkaitan dengan kehidupannya, juga terhadap alam
lingkungan. Setiap upacara ritual diyakini masyarakat Tengger memiliki nilai sakral
yang sangat penting bagi kelangsungan hidup dalam tatanan kehidupan mantap.
Pranata tersebut dapat dijadikan sebagai modal sosial (social capital) yang telah kita
kenal seperti Kelembagaan Adat. Demikian pula lingkungan pegunungan dengan
udara sejuk, dingin, berdekatan TNBTS, gunung Bromo, gunung Semeru, gunung
Pananjakan, sebagai modal lingkungan (environment capital) dalam mendukung
kehidupan ekonomi dan pariwisata.
147
Menurut penanggalan Tengger tahun bumi terdiri dari 360 hari dan
menggunakan perhitungan pasaran, hari, wuku dan bulan. Pasaran (Legi, Paing, Pon,
Wage, Kliwon), Nama hari (Radite, Somo, Anggara, Budha, Wraspati, Sukra dan
Tumpek artinya hari Saptu), sedang nama wuku 30 hari. Menurut perhitungan tahun
Saka (Tengger) dibagi 12 bulan yaitu Kasa, Karo, Katiga, Kapat, Kalima, Kanem,
Kapitu, Kawolu, Kasanga, Kasepuluh, Desta, dan bulan keduabelas disebut Kasada.
Hari Raya Karo dilakukan selama 7-14 hari merupakan acara terbesar bagi
masyarakat Tengger merupakan pemujaan pada Sang Hyang Widhi Wasa dan
penghormatan terhadap roh leluhur. Karo merupakan peringatan terhadap asal usul
manusia, memperingati zaman Setyo Yoga atau kesucian artinya manusia suci bersih
dari segala dosa serta mitos Tengger tentang kepahlawanan dan kegigihan Ajisaka
dalam menghancurkan angkara murka.
Sekitar abad 15 dengan runtuhnya kerajaan Majapahit dimana tradisi yang
pernah ada lambat laun mengalami kemunduran, kecuali masyarakat Tengger masih
mempertahankan tradisi spiritual yang dipersatukan dengan masyarakat lokal. Semua
tradisi Hindu-Budha masih dapat dipertahankan oleh para penghuni Tengger dikenal
masyarakat suku Tengger hingga kini. Mereka mempunyai adat yang unik dan khas
berbeda dengan masyarakat Jawa, serta menarik, demikian pula masalah agama dan
kepercayaannya yang berkembang merupakan warisan Majapahit, sehingga dikenal
Wong Majapahit (Anonim 1998, Suyitno 2001). Dalam melakukan acara adat mereka
merasa bahagia, dengan kebersamaan dan terlihat keakrabannya, santun serta merasa
sangat bangga, sebagai contoh tari religious dan sakral Sodoran dilakukan tarian
begantian antara yang muda dan tua pada bulan Karo.
Masyarakat Tengger bagian tengah hingga kini masih kuat memegang teguh
adat budaya sedangkan masyarakat Tengger bagian luar atau pinggiran mulai terjadi
erosi pelaksanaan adat budaya yang disebabkan pengaruh luar atau akibat asimilasi
dengan suku lain. Kegiatan ritual adat tidak hanya dilakukan masyarakat yang
beragama Hindu atau Budha saja tetapi juga dilakukan masyarakat Tengger yang
beragama Muslim dan Nasrani. Hal ini dapat diketahui pada waktu Kasada,
148
pelaksanaan Karo di Desa Tengger di empat Kabupaten Malang, Probolinggo,
Lumajang maupun Pasuruan.
Dalam satu tahun masyarakat Tengger melakukan acara adat sesuai
penanggalan Tengger baik dilakukan secara umum dan individu. Sesaji di gunung
Bromo merupakan perwujudan masyarakat Tengger agar mendapat berkah
kemakmuran, kesehatan, kebahagiaan, keselamatan dari Sang Hyang Widhi dalam
mengarungi bahtera kehidupannya dan merupakan pesan Raden Kusumo. Bahan
sesaji utama jenang merah (abang), jenang putih diikuti pasung, pipis dan jadah yang
terbuat dari beras, beras ketan, tepung terigu atau jagung, uang satak, gedang ayu,
kembang boreh, sesaji tersebut mempunai makna sebagai penanda (tetenger), tolak
balak, ucapan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Agung. Masyarakat Tengger
melakukan tetamping setiap hari terutama di Padmasari yang beragama Hindu,
maupun tempat sakral dan selalu ada gedang ayu sebagai sesanding.
Bagi masyarakat Tengger yang beragama Hindu memperingati Galungan,
Saraswati akan memasang umbul-umbul disebut benjor terdiri dari batang bambu
apus atau jajang, dilengkapi janur, tandur tuwuh seperti buah kelapa, jagung, kobis,
kentang, wortel, buah siyem dan sebagainya. Untuk yang beragama Hindu dilakukan
di Pure atau Sanggar Pamujan, sedangkan yang beragama Budha ke Wihara Paramita.
Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dipergunakan bervariasi tergantung pada
jenis hajat ritual adat, dan bahan diambil dari lingkungan dan dari daerah lain atau
hutan. Kegiatan ritual adat masyarakat Tengger dapat dibagi ritual adat berkaitan
dengan kehidupan masyarakat, siklus kehidupan seseorang dan siklus pertanian,
mendirikan rumah, gejala alam dan pengobatan. Pemanfaatan keanekaragaman hayati
untuk ritual tidak mengganggu wilayah konservasi, bahkan tempat sakral Danyangan
dan Sanggar Pamujan sangat penting untuk konservasi alami.
5.3.2.2.7.1 Acara ritual adat umum dan agama
Upacara Yadnya Kasada dilakukan setiap tahun pada bulan Kasada tanggal
bulan Purnama dan menurut perhitungan tahun Saka disebut juga Pujan Kasada. Pada
bulan Kasada termasuk yang paling ramai dikunjungi wisatawan terutama dipusatkan
149
di Pure Poten, gunung Penanjakan, Lautan Pasir (Kaldera) dan gunung Bromo.
Upacara Kasada dapat dimaknai sebagai upacara korban, nglabuh ke kawah gunung
Bromo untuk melaksanakan pesan Raden Kusumo nenek moyang masyarakat
Tengger (Gambar 28a,b dan 29 a,b).
Prosesi dimulai dengan pengambilan air suci dari gunung Widodaren dan
persiapan sesaji dalam bentuk ongkek yang dibuat oleh para Dukun Pandhita yang
memenuhi syarat adalah Desa Tengger yang pada bulan Desta sampai Kasada
masyarakatnya tidak ada yang meninggal. Setiap desa membuat 2 buah ongkek yang
berisi jenis-jenis tanaman hasil bumi meliputi ucet, bawang prei, kentang, siyem,
jagung, wortel, padi, jagung, kelapa, yang didasarkan dari maksud dan tujuannya.
Pada pelaksanaan adat Kasada adalah berdasarkan keinginan (uni) setiap masyarakat
untuk mengorbankan sebagian miliknya ke kawah gunung Bromo agar segala
keinginan baik dalam bidang pertanian, peternakan, kesehatan, kedamaian keluarga
dapat dikabulkan oleh Sang Hyang Widhi. Dalam pelaksanaan bahan yang
dikorbankan ternyata tidak terbatas hasil bumi (tandur tuwuh) tetapi juga berasal dari
hasil bumi luar daerah, seperti kelapa, padi, salak, dan dapat berupa uang, rokok, kue
dengan maksud lebih praktis, dibawa mendaki gunung Bromo diperlukan kesehatan
yang prima. Sesaji dilakukan pula di rumah berupa gedang ayu, dalam bentuk
tetamping diletakkan dibeberapa tempat seperti pintu, sanggar, jeding, Danyang,
Sanggar Pamujan berupa dandanan pras, nasi liwet, bunga-bungaan bunga kenanga,
bunga tanalayu, putihan, senikir, kembang boreh (kenanga, sundel, bugenvil, pandan
wangi dan soka).
Sesaji dalam bentuk ongkek terbuat dari bambu atau kayu cemara sebagai alat
pikul, dilengkapi dengan berbagai macam tanaman hias, sayur mayur, ritual meliputi
batang pisang beserta bunga dan buahnya, pisang, pelowo, bunga jambe dan buahnya,
kelapa muda, daun nyangkuh, batang serta daun piji, daun tebu, bunga senikir, bunga
edelweis, bunga padi, bunga jagung, sayur mayur seperti ucet, kentang, siyem,
bawang prei, ketela rambat, serta macam-macam jajanan pasar
150
Gambar 28 Upacara Yadnya Kasada: (a) Pure Poten di Lautan Pasir gunung Bromo dan (b) Masyarakat menunggu sesaji tandur tuwuh (marit) di tebing kawah gunung Bromo.
Gambar 29 Upacara Yadnya Kasada: (a) Tempat Mulun (ujian Dukun Pandhita) di Pura Poten pada acara Kasada dan (b) Tetamping di kaki gunung Bromo.
. Sanggar Pamujan adalah tempat upacara Unan-unan yang dilakukan selama
lima tahun sekali bertujuan untuk penghormatan terhadap roh leluhur. Upacara diikuti
penyembelihan hewan kerbau dimana kepala kerbau dan kulit di letakkan diatas
ancak besar terbuat dari bambu dan diarak, di pusatkan di Sanggar Pamujan (Gambar
31 a,b). Unan-unan adalah “nguna” artinya memanjangkan bulan pada setiap lima
tahun sekali. Mitos Unan-unan menurut keyakinan masyarakat Tengger bertujuan
untuk menghormati tiga raksasa (buta) Kala (buta Dunggulan, buta Galungan dan
buta Amangkurat) agar tidak mengganggu desa, sehingga masyarakat perlu
melakukan penyembelihan hewan besar (kerbau), sesajen dan tamping yang diketuai
Dukun Pandhita. Sesaji Unan-unan utamanya kerbau, tumbuhan meliputi gedang ayu,
a b
a b
151
sirih, jambe, tikar dari mendong, nasi tumpeng. Sanggar Pamujan juga dipergunakan
sesaji jika pada suatu saat ada penyakit maka pak dukun Pandhita akan memberikan
penyuluhan kepada keluarga. Sanggar Pamujan merupakan tempat tradisi sebagai
pemangku kawasan Tengger (tetenger), terdiri tempat untuk sesaji, pohon tua
meliputi cemara, danglu, ringin, kayu kebek. aren, ilat-ilat, bendo dan pampung.
Gambar 30 Ritual Unan-unan: (a) Korban kerbau dengan seperangkat sesaji (foto Purnomo) dan (b) Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang.
Karo merupakan hari besar masyarakat Tengger yang dilakukan satu tahun
sekali pada bulan Karo dan sering disebut Pujan Karo. Upacara Karo dapat diartikan
sebagai bersih desa dan mempunyai rangkaian panjang yaitu Ngumpul untuk
mempersiapkan dan musyawarah menyambut Pujan Karo. Mepek artinya persiapan
mencukupi jalannya Pujan Karo. Pujan Pitu mempunyai makna mengundang roh
leluhur. Prepegan dimana para ibu membuat kue-kue, seperti pasung, tetel, lemper,
pisang goreng, Sodoran adalah tarian sakral dilakukan untuk tahun 2010 di Desa
Jetak, sedang tahun 2011 di Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten
Probolinggo. Tari Sodoran dimainkan banyak pemain dengan struktur tarian sebagai
berikut kursi 7 buah, sesajen, serbang dan tempat musik gamelan sarak (tanduk
kerbau). Tarian sodoran diiringi gamelan dengan khas Tengger meliputi gending
surabalen, rancakan jaten dan titir. Pada waktu siang (istirahat) acara tersebut ibu-ibu
Tengger mengirim tumpeng Bandungan yang dikemas dengan kranjang dari janur
(Gambar 31a). Sesajen tersusun atas alas (lemek), bunga senikir, tanalayu, bambu
a b
152
betung, gedang ayu dan janur. Pada acara Pujan Karo juga dilakukan ritual untuk
membersihkan jimat klontongan oleh dukun Pandhita. Nyadran merupakan acara
ritual yang diakukan di makam (pekuburan) (Gambar 31b), dan sebagai penutupan
upacara Karo adalah tari ritual Ujung-ujungan.
Gambar 31 Acara ritual Karo: (a) Kesenian tari sakral Sodoran di Desa Jetak dan (b) Nyadran Karo di makam Desa Ngadas Kidul.
Struktur kelembagaan Dukun Pandhita di Tengger tersusun atas Dukun-dukun
seluruh masyarakat Tengger. Pada setiap Desa Tengger mempunyai 1 atau 2 Dukun
Pandhita dan masing-masing dibantu Legen dan Wong Sepuh yang masing-masing
dibantu Pedande. Untuk acara adat besar seperti Kasada, Karo biasanya dilakukan
oleh Ketua Koordinator Dukun Pandhita dari Desa Ngadas Wetan bapak Mudjono
dan bapak Sutomo sebagai dukun senior dari Desa Ngadisari.
5.3.2.2.7.3 Acara ritual berkaitan dengan siklus kehidupan
Pandangan masyarakat Tengger tentang kehidupan manusia mempunyai
hubungan timbal balik antara kehidupan duniawi dan alam kelanggengan. Pada
setiap siklus perubahan kehidupan dapat mempengaruhi keseimbangan yang
berdampak kurang baik. Oleh sebab itu pengaruhnya harus dihindari dengan
melakukan upacara selamatan meliputi upacara Sayut, Kekerik, Tugel Kuncung
untuk laki-laki dan Tugel Gombak untuk perempuan, Walagara (perkawinan),
Kematian dan Entas-entas.
a b
153
Upacara Sayut atau tujuh bulanan dilakukan pada waktu bayi masih dalam
kandungan ibu. Upacara kekerik atau cuplak puser dilakukan sekitar 6 hari setelah
puser bayi lepas, sedang upacara Tugel Gombak dan Tugel Kuncung diakukan pada
waktu anak-anak umur sekitar 12 tahun. Upacara Walagara dilakukan mulai dari
lamaran pihak laki-laki ke pihak perempuan dan jika umur mereka telah memenuhi
syarat untuk menikah. Di Desa Ngadisari Petinggi memberlakukan umur dan
pendidikan setelah tamat SLTA agar kedua pihak sudah siap masuk kehidupan
berumah tangga.
Upacara pemakaman dimana jasat dikafan, dipocong diletakkan dipeti, dipikul
dari rumah duka ke makam dan secara adat dikubur dengan kepala di Selatan atau
Timur. Makam diberi tanda kijing atau hanya tanda nama, dicungkup atau tidak
dengan lingkungan ditanamani tanaman hias seperti andong, puring, cemara gunung
dan lain-lain. Sedekah penguburan dilakukan dukun dibantu Wong Sepuh dengan
membuat sesajen. Untuk sesaji di kuburan tersusun atas kembang boreh, nasi
tumpeng, minuman dan pakaian orang meninggal. Sesaji di rumah dilakukan berupa
ontong pisang, rumput grinting, daun dadap, telur ayam kampung, gula kelapa,
carang bambu, nasi tumpeng, dandanan pras, dan dilengkapi dengan Bespa.
Ritual adat Entas-entas yang berlangsung sampai 3 hari mulai dari awal pawai
masyarakat dan keluarganya maupun anak-anak dihias naik kuda hias, kuda joget
yang sampai terakhir pembakaran Petra dilakukan di Danyangan (Gambar 33b). Petra
dibuat oleh Wong Sepuh dengan susunan daun pampung dimaksudkan untuk tempat
duduk atau lemek, bunga senikir untuk menyingkirkan roh jahat, tanalayu agar roh
diterima Sang Hyang Widhi, tusuk bambu melambangkan tulang, tali bambu agar
tidak lepas sebagai otot, kuali dilambangkan kawah dan cowek simbul lautan pasir
gunung Bromo. Pada acara Entas-entas atau adat Jawa disebut Seribu Hari (Nyewu),
dilakukan untuk mengentaskan roh leluhur dengan acara puncak pembakaran Petra
(Gambar 32 a, b dan 33 a, b). Petra adalah orang-orangan yang terbuat dari tumbuhan
senikir, tanalayu, tlotok, pampung, tali bambu jajang, bambu betung, tanalayu dan
diberi pakaian dan dilakukan ritual oleh dukun Pandhita.
154
Sesajen jenis binatang seperti sapi, ayam, kerbau, babi, bebek, sedang kuda
hias dilengkapi dengan bulu burung merak dilakukan sebagai kuda tunggangan pada
setiap acara ritual. Bulu burung merak (Pavo muticus) menurut mereka cukup mahal
dan dibeli dari alas purwo atau dari Taman Nasional Meru Betiri. Arak-arakan
dimulai dari tempat hajat berjalan diiringi dengan gamelan berputar menuju makam.
Di makam dilakukan sesaji (tetamping), dengan membakar kemenyan, kue-kue,
buah-buahan seperti pisang/gedang ayu daun dan bunga seperti daun pandan bunga
soka, bunga kenongo dan mawar. Setiap pertigaan memecah telur ayam dan sesaji
berbagai jenis bunga-bungaan. Acara selanjutnya ketempat Petinggi, Dukun Pandhita
dan terakhir ke yang punya hajat. Acara malam hari acara tandakan atau tayup,
diiringi dengan gamelan dan joget bergantian.
Gambar 32 Acara ritual Entas-entas: (a) Ongkek serta macam sesaji dan (b)
pembacaan mantra di depan Petra oleh Dukun Pandhita.
Gambar 33 Acara ritual Entas-entas: (a) Iber-iber dan (b) Wong Sepuh membakar Petra di Pedanyangan.
a b
a b
155
5.3.2.2.7.3 Acara ritual berkaitan dengan pertanian, gejala alam dan mendirikan rumah
Ritual berkaitan dengan penanaman jagung dilakukan acara selamatan di Desa
Wonokitri untuk permulaan penanaman jagung meliputi 1. Wiwit terdiri dari jenang
abang, putih, liwet, pecak bakal (bumbu-bumbuhan), jae, garam (uyah); 2. Pada saat
mulai tumbuh rambut jagung kemerahan (mantenan), rujak (pencit, timun). 3.
Susupan dimana klobot mulai garing/kering. Pada saat itu jagung belum boleh
diambil, kalau berkeinginan untuk dibakar dapat diambil berupa larikan. 4. Pada saat
panen diadakan upacara wiwit/pawit, pembakaran (ngobong) menyan dan didoakan
agar terkabul hasil panen. Demikian pula acara ritual dilakukan pada tanaman
kentang dan bawang prei diadakan jika ada waktu saja.
Acara ritual juga dilakukan pada tanaman kentang, apel dan bawang prei tapi
sekarang dilakukan jika ada waktu. Ritual sesaji untuk penanaman sekarang masih
dilakukan namun tergantung petaninya. Untuk ritual panen kentang dapat dengan
bantuan Dukun atau masyarakat sendiri tapi pada prinsipnya dicari hari baik, agar
hasil dapat melimpah. Acara Leliwet adalah ritual adat, wiwit atau permulaan
mendirikan bangunan rumah dipimpin oleh Dukun Panditha, maksud diadakan ritual
agar keluarga yang menempati diberi kemudahan dan keselamatan (Gambar 35a).
Bahan sesajen meliputi ayam bakar (ingkung), kelapa muda 2 diikat, jambe dengan
tongkol bunga, gedang ayu 2 sisir (tangkep), bunga mawar, padi, soka, tasbih, tangkai
beserta daun beringin, daun pandan wangi dipotong kecil-kecil, biji jarak dibakar
diletakkan pada setiap tiang bangunan. Sesajian lengkap diletakkan di atas tikar
mendong sebagai alas (lemek), 2-3 bulir padi, jika padi tidak ada dapat diganti bulir
jagung, kupat dari beras dan janur, lepet dari daun pisang didalamnya tersusun beras
atau jagung, kendi 2, dengan makanan diatas tampah terdiri ketan, wajik, tetel,
pasung, pepes dan satu perangkat pakaian laki-laki dan perempuan serta bendera
merah putih.
Pada acara leliwet Dukun Panditha mengatur acara dan membaca mantra
dengan membakar kemenyan dengan menyiratkan air suci dengan daun beringin,
buah jarak ditusuk dengan bambu dan dibakar, diikat disetiap tiang (jagak) rumah
156
(Gambar 34a). Pada acara leliwet masyarakat ikut bergotong royong disebut “sayan”
sampai tiyang utama berdiri dan selanjutnya dilakukan oleh tukang profesional.
Masyarakat Tengger, melakukan selamatan tetuwuh yang meliputi tetamping artinya
makanan kita sedikit-sedikit, gedang, tebu, putihan, klopo, jambe, piji dan bunga
boreh terdiri dari kenanga, sundel, jambe dan bunga locari (sedap malam).
Gambar 34 Acara ritual Leliwet: (a) Mendirikan rumah oleh Dukun Pandhita dan (b) Jumat Legi di Desa Wonokitri Kecamatan Tosari. Masyarakat Tengger mempunyai modal sosial (social capital), yang mantap
dan terjaga dengan baik dan teruji, modal sosial dicerminkan dari interaksi sosial dan
didukung kebersamaan, ikatan keluarga, kerabat, antar sesama saling menghargai
menyebabkan suasana damai jauh dari konflik. Mereka memegang teguh nilai luhur
yang telah diturunkan dari nenek moyangnya berupa kepercayaan dan kegiatan ritual
seperti Unan-unan, Karo, Kasada, Entas-entas merupakan kristalisasi perjalanan
kehidupan yang diwarnai animisme, dinamisme, Hindu, Budha dengan kemasan seni,
teknologi lokal dan kegiatan hiburan. Peranan tokoh kharismatik Dukun Pandhita,
Petinggi Desa, serta hukum adat didukung pandangan agama dan kepercayaan
sehingga masyarakatnya selalu mendekatkan diri kepada Sang Maha Agung.
Konsep tentang kehidupan, nilai budaya, informasi keluarga biasanya
diturunkan dan dilakukan di dekat tumang atau pawon atau perapian sambil
menghangatkan badan, begitu pentingnya tempat tersebut sehingga adat memberikan
nilai sakral bahwa kayu diperapian tidak baik untuk dilompati. Makna inilah masih
a b
157
berkesinambungan hingga kini merupakan warisan leluhur, sebagai tempat
pembelajaran keluarga suku Tengger. Pada setiap ritual adat dipimpin oleh Dukun
Pandhita dibantu Legen dan Wong Sepuh, dimana Legen menyiapkan acara,
perkawinan, Wong Sepuh acara berkaitan dengan kematian, namun demikian ada
Desa yang hanya mempunyai seorang pembantu Dukun jadi merangkap. Petinggi
sebagai orang sangat dihormati karena sebagai sebagai Kepala Pemerintahan juga
sebagai Kepala Adat. Pada acara adat besar seperti Kasada misalnya ujian Dukun
(Mulun), penstabihan sesepuh adat yang dipimpin koordinator Dukun Pandhita dan
dukun Pandhita senior Tengger (Gambar 35 dan 36).
Gambar 35 Dukun Pandhita Zaman Kolonial Belanda
Gambar 36 Acara ritual: (a) Wisuda Sesepuh Tengger oleh Dukun Pandhita Mudjono
dan bapak Sutomo dan (b) Sendra tari Roro Anteng Joko Seger di Balai Agung Desa Ngadisari.
a b
158
Pada setiap acara adat dilakukan beberapa kegiatan yaitu dengan pembacaan
doa dan mantra, pembakaran kemenyan (dupa), dan dilengkapi dengan makanan (nasi
tumpeng), jajanan, jenis-jenis tanaman dan hewan, perangkat pakaian, alas, ongkek,
sedangkan pada acara adat besar seperti Unan-unan, Kasada, Karo, Entas-entas
dilengkapi gamelan serta macam-macam kesenian. Kebiasaan setiap hari mereka
melakukan tetamping dengan tujuan agar dihindarkan dari marabahaya serta
mendapat kemakmuran. Pemanfaatan tanaman yang dipergunakan dalam sesaji paling
banyak jenisnya adalah ritual Kasada yang pada dasarnya melaksanakan permintaan
(ucapan) Raden Kusuma putra bungsu Roro Anteng dan Joko Seger yaitu sesaji
berupa hasil bumi (tandur tuwuh), sedangkan jenisnya tergantung maksud dan
tujuannya.
Keanekaragaman hayati telah menyumbangkan perekat dalam kehidupan
melalui pemanfaatan dalam setiap jenis ritual adat baik pemanfaatan di tempat sakral
seperti pohon cemara gunung, danglu dan beringin. Bahan jenis tanaman untuk sesaji
meliputi buah-buahan, sayur mayur dan dikemas dalam bentuk petra, gedang ayu,
kembang boreh dan ongkek. Jenis-jenis tumbuhan yang dipergunakan berasal baik
dari lingkungan, hutan bahkan dari luar Tengger seperti janur, kelapa muda (degan)
maupun padi. Jenis hewan juga mempunyai nilai sebagai ikatan susunan rangkaian
adat seperti sapi, kerbau, kambing, kuda, ayam, bebek dalam sebuah kemasan adat
Tengger. Jumlah biaya yang dikeluarkan pada setiap acara ritual adat cukup besar,
untuk acara adat Entas-entas berkisar 50 juta rupiah bahkan lebih, namun demikian
biaya tergantung dari kekayaan dan biasanya masyarakat sebelum upacara adat
menabung.
5.3.2.2.8 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Sebagai Pakan Ternak.
Berternak merupakan mata pencaharian sampingan bagi masyarakat Tengger.
Mereka memelihara beberapa jenis ternak yang pada awalnya bertujuan untuk
kepentingan adat dan sebagai simpanan atau tabungan, jika mereka memerlukannya.
Ternak pada mulanya yang banyak dikelola adalah hewan babi dan kambing, namun
dengan keberhasilan ternak sapi masyarakatpun banyak berpindah ke ternak sapi
159
jantan potong untuk penggemukan karena lebih menguntungkan. Dengan beragamnya
hewan peliharaan dan suburnya serta baiknya kualitas rumput pakan ternak maka
masyarakat mulai beternak sapi, babi, kambing sebagai sambilan dalam mengolah
pertanian. Dalam berternak masyarakat menggunakan banyak jenis tumbuhan.
Keanekaragaman pakan ternak meliputi 44 jenis tumbuhan tergolong dalam 35 marga
dan 14 suku (Tabel 15). Dari seluruh tumbuhan pakan ternak, 4 jenis dibudidayakan,
34 jenis liar berasal dari lingkungan dan 6 jenis liar dari TNBTS atau Perhutani
(Gambar 37) Jenis-jenis pakan ternak yang dibudidayakan tersebut diantaranya
rumput rumput astruli, jagung, sedangkan yang liar meliputi alang-alang, petungan,
genggeng, pari apa, daun peketek, grinting, gewor, aseman, gronggong, kolonjono
dan damarwojo.
Table 15 Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger No Nama lokal Nama ilmiah Suku Status 1 Alang-alang Imperata cylindrica (L.)
Beauw. Poaceae Pakan utama
2 Antanan Centella asiatica (L.) Urb.
Umbelliferae Pakan tambahan
3 Aseman Achyranthes bidentata Bl. Amaranthaceae Pakan tambahan 4 Astruli/
gajahan Pennisetum purpureum Schumach..
Poaceae Pakan utama
5 Brambangan Comelina sp Comelinaceae Pakan tambahan 6 Damarwojo Spigula arvensis L. Loganiaceae Pakan tambahan 7 Dibal Isachne rhabdiana
(Steud.) Ohwi Poaceae Pakan tambahan
8 Empritan Eragrostis amabilis (L.) W.& A.
Poaceae Pakan tambahan
9 Genggeng Microstegium rufisticum (Steud.) A.Camus
Poaceae Pakan utama
10 Gewor Comelina nodiflora Comellinaceae Pakan tambahan 11 Glagah Saccharum spontaneum
L. Poaceae Pakan tambahan
12 Grinting Cynodon dactylon (L.) Pers.
Poaceae Pakan tambahan
13 Gronggong Erianthus arundinaceus Poaceae Pakan tambahan 14 Ijoan Paspalum sp Poaceae Pakan tambahan 15 Jagung Zea mays L. Poaceae Pakan tambahan 16 Jaringan Sonchus javanicus Jungh. Asteraceae Pakan tambahan 17 Jlabrangan Paspalum srobiculatum Poaceae Pakan tambahan 18 Jukut Eragrostis nigra Nees ex
Steud. Poaceae Pakan tambahan
19 Jukut Comelina benghalensis Comelinaceae Pakan tambahan
160
Tabel 15 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status 20 Kaliandra Calliandra
haematocephala Hassk. Fabaceae Pakan utama
kambing 21 Kalonjono Hierochloe horsfieldii Poaceae Pakan tambahan 22 Kawatan/lulan
g Elleusine indica Gaertn. Poaceae Pakan tambahan
23 Ketanan Paspalum commersonii Poaceae Pakan tambahan 24 Kobis Brassica oleracea L. Brassicaceae Pakan tambahan 25 Kolomento Axonopus compressus Poaceae Pakan tambahan 26 Kuningan Widelia Montana (Bl.)
Boerl. Asteraceae Pakan tambahan
27 Lamtoro Leucaena glauca L. Fabaceae Pakan tambahan 28 Merakan Themeda gigantea (Cav.)
Hack. Poaceae Pakan tambahan
29 Padi Oryza sativa L. Poaceae Pakan ternak 30 Pari apo Leersia hexandra Sw. Poaceae Pakan tambahan 31 Petungan Equisetum debile Roxb. Equisetaceae Pakan tambahan 32 Pinjalan Capillipedium
parviflorum (R.Br.) Stapf.Poacae Pakan utama
33 Pisang Musa paradisiaca L. Musaceae Pakan tambahan, daun
34 Peketek Pogonatherum paniceum Hack.
Poaceae Pakan tanbahan
35 Sawian Nosturtium sp Brassicaceae Pakan tambahan 36 Suket jukut Schizachyrium fragile
(R.Br.) A.Camus. Poaceae Pakan tambahan
37 Srigotong Arundinella setosa Trin. Poaceae Pakan tambahan 38 Tebu Saccharum officinarum
L. Poaceae Pakan tambahan
39 Teki Cyperus monocephalus L. Cyperaceae Pakan tambahan 40 Teki Cyperus brevifolius L. Cyperaceae Pakan tambahan 41 Tepung otot Plantago mayor L. Plantaginaceae Pakan tambahan 42 Tewel Artocarpus heterophylla
Lam. Moraceae Pakan kambing
43 Tibar Grangea maderaspatana (L.) Poir.
Asteraceae Pakan tambahan
44 Tela rambat Ipomoea batatas (L.) Lam.
Solanaceae Pakan tambahan
161
Gambar 37 (a) Keanekaragaman jenis tumbuhan pakan ternak di masyarakat Tengger dan (b) Status jumlah jenis pakan ternak.
Penanaman rumput astruli diantara petak tegalan sangatlah menguntungkan
untuk pakan ternak, disamping berdampak positif mencegah tanah longsor. Dengan
semakin berkembangnya ternak sapi, kambing, babi maka lahan untuk penyedia
pakan menjadi semakin terbatas. Di Desa Gubuklakah tanaman rumput astruli juga
banyak ditanam di tanah komplangan, demikian pula di Desa-desa Tengger yang
terdapat Perhutani. Pemanfaatan rumput dari TNBTS berupa rumput alang-alang,
genggeng, petungan, pinjalan dan gronggong, atau jika terjadi musim kemarau
dimana rumput di Desa kurang subur. Untuk hal inilah perlunya pemikiran bersama
baik masyarakat, dinas terkait untuk memikirkan dampak perluasan ternak sapi. Sisa
dari keanekaragaman tumbuhan hasil produksi seperti kobis, jagung serta ritual adat
(jumat legen), dapat juga dimanfaatkan kembali sebagai pakan ternak babi, sapi
maupun kambing atau dapat digunakan untuk pupuk.
a
b
162
Untuk mengatasi kekurangan pakan ternak sebagai contoh desa Ngadas Kidul
yang berjumlah 400 ekor sapi, 200 ekor babi, 50 ekor kambing maka dilakukan
penanaman tumbuhan pakan ternak terutama astruli, namun demikian karena
banyaknya ternak maka masyarakatpun harus memanfaatkan rumput dari TNBTS.
Setiap satu ekor sapi membutuhkan 1 hingga 2 pikul rumput per hari dengan harga
satu pikul rumput Rp.15.000, sedangkan untuk kuda porsinya lebih banyak. Hewan
ternak hanya dikandangkan karena lingkungannya berbukit-bukit. Aturan adat yang
diberlakukan untuk ternak harus berada jauh dari perumahan sangatlah positif untuk
mendukung kesehatan masyarakat.
Dengan beragamnya serta baiknya kualitas pakan ternak masyarakat Tengger
memanfaatkan potensi tersebut dengan beternak sebagai sambilan dalam mengolah
pertanian. Sebagian masyarakat ada yang khusus bekerja merumput atau hanya
sebagai buruh saja. Bahan pakan ternak tambahan berupa polar atau dedak yang harus
dibeli dari Malang, Pasuruan dan Probolinggo. Pada umumnya mereka merumput
terutama astruli dan alang-alang, namun menurut mereka semua rumput-rumputan
dapat digunakan sebagai pakan ternak kecuali tanaman beracun kelompok Asteraceae
seperti tehan, kerinyu, trabasan dan kecubung. Kerja sama dengan pihak Perhutani
juga telah dilakukan dalam mengatasi keperluan pakan ternak yaitu di Komplangan,
biasanya disekitar tanaman keras yang sudah rimbun.
Pemanfaatan rumput di padang savana Jomplangan merupakan kerjasama
partisipasif antara masyarakat dan TNBTS dalam bentuk kompensasi dimana
masyarakat diharuskan menanam terutama pohon cemara gunung. Pada musim
kemarau wilayah tersebut rawan kebakaran seperti yang terjadi pada tahun 2009 dan
2011 (Gambar 38).
163
Gambar 38 Peristiwa kebakaran: (a) Padang rumput Jomplangan TNBTS tahun
2011 dan (b) Bekas kebakaran hutan TNBTS tahun 2009.
5.3.2.2.9 Keanekaragaman Jenis Tumbuhan sebagai Bahan Bangunan, Kayu
bakar, Pembungkus dan Tali serta Penikmat
Masyarakat Tengger telah mampu memilih serta memanfaatkan jenis-jenis
tumbuhan yang cocok dan tepat dipergunakan untuk keperluannya, berdasarkan
teknologi tradisional yang mereka peroleh dari nenek moyangnya. Keanekaragaman
jenis tumbuhan bahan bangunan, teknologi lokal, seni, kayu bakar ditampilkan pada
Lampiran 10.
5.3.2.2.9.1 Bahan Bangunan
Keanekaragaman jenis tumbuhan yang digunakan sebagai bahan bangunan
masyarakat Tengger berjumlah 22 jenis dari 21 marga termasuk dalam 17 suku. Salah
satu jenis tumbuhan bahan bangunan tersebut adalag cemara gunung. Kualitas kayu
cemara gunung tidak dapat diragukan karena kuat, tahan penyakit dan sangat cocok
ditanam di ladang terutama sebagai batas tegalan, jalan atau tempat yang mempunyai
kemiringan tinggi. Jenis jenis lain yang berkualitas dapat dipergunakan sebagai bahan
bangunan adalah bambu betung (Debdrocalamus asper), bambu jajang (Gigantochlea
apus), nangka atau tewel (Artocarpus heterophylla), kembang (Michelia velutina),
damar (Agathis alba), pampung (Unanthe javanica), jambu wer (Prunus persica),
pinus (Pinus merkusii), dadap (Erythrina variegata) dan mahoni (Swietenia
mahagoni). Jenis-jenis tumbuhan yang berasal dari luar Tengger meliputi kayu
a b
164
meranti kamper (Cinnamomum camphora) dan kayu jati (Tectona grandis).
Bangunan atap dulu mempergunakan klakah dari bambu betung atau alang-alang,
namun sekarang alang-alang lebih banyak dimanfaatkan sebagai pakan ternak.
Rumah Tengger sekarang sudah mengikuti perkembangan zaman, dan bentuk
lama sudah banyak ditinggalkan karena pengaruh dari luar yang begitu kuat dan lebih
praktis. Bentuk rumah adat yang lama memiliki bentuk khas, dengan atap terdiri dari
alang-alang, kayu bangunannya terutama dari cemara, nyampuh, kembang dan
bambu. Namun demikian masih ada masyarakat yang tetap melestarikan gaya asli
rumah Tengger dengan berbagai perubahan. Kayu yang paling baik dan kuat untuk
bahan bangunan rumah zaman dulu adalah cemara gunung mepunyai keunggulan
kayu keras tahan terhadap cuaca, hujan, mempunyai keawetan jika digunakan kayu
bakar karena kadar pemanasan paling unggul.
Jenis-jenis bahan bangunan rumah diantaranya kayu kembang dan kayu
nyampuh sebagai rangka, bambu sebagai cagak, gedek atau atap susunan dari bambu
(klakah), susunan alang-alang (welit), sekarang sudah banyak menggunakan triplek,
kayu kalimantan seperti kayu meranti, kayu kamper dan kayu jat. Struktur rumah
Tengger terdiri dari soko guru atau cagak 4-12, tergantung dari besarnya rumah,
sunduk tanganan, sunduk agung, sunduk kili, sunduk cengkel, usuk, pengeret, dengan
atap dari alang-alang atau klakah, gedek dari bambu atau kayu, pintu tarikan dari
bambu atau kayu. Pawon atau dapur dilengkapi tumang, biasanya dengan lubang 2
dan bagian depan dilengkapi rantai untuk meletakkan ceret, dingklik, lincak
sedangkan kamar atau tempat tidur disebut sedongan atau peturon. Makanan di
simpan dalam pedaringan atau petaringan, masyarakat Tengger biasanya
mempersilahkan tamu di pawon sambil api-api sambil minum kopi. Tempat api-api
merupakan tempat dimana keluarga berkumpul, bermusyawarah, dan berbincang
terutama masalah ritual adat, pertanian dan lain-lain.
5.3.2.2.9.2 Kayu bakar
Bahan bakar utama masyarakat Tengger adalah kayu bakar yang digunakan
untuk memasak bahan pangan dan menghangatkan badan. Kayu bakar merupakan
165
sumber energi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat Tengger. Kayu bakar
diperlukan setiap saat baik di rumah maupun di peladangan. Menurut mereka hampir
jenis kayu dapat digunakan sebagai kayu bakar, namun jenis kayu cemara yang
mengandung resin mempunyai kualitas unggul baik nyala maupun keawetannya.
Keanekaragaman tumbuhan kayu bakar terdiri atas 16 jenis, yang meliputi kayu
cemara, klandingan, bambu jajang, bambu betung, pampung, jambu wer, paitan,
akasia dan sebagainya (Lampiran 7).
Penggunaan kayu bakar sangat berkaitan dengan suhu udara pegunungan yang
dingin, bahkan di Desa Ranupani pada musim kemarau dapat mencapai suhu 0°C.
Kayu bakar bagi masyarakat Tengger merupakan bahan primer seperti halnya bahan
pangan, yang diperlukan setiap hari untuk memasak baik saat tinggal di
perkampungan maupun di ladang sehingga penduduk selalu mempunyai gubuk yang
dilengkapi dengan tumang atau perapian. Masyarakat Tengger menyukai tanaman
cemara gunung, akasia dan jambu wer karena jenis-jenis kayu tersebut menghasilkan
kualitas api yang baik dan awet. Setiap keluarga memerlukan 2 pikul hingga 3 pikul
kayu pada setiap minggunya, namun dengan masuknya listrik serta kompor gas
kebutuhan kayu berkurang sepertiganya. Masyarakat yang mampu kadang-kadang
membeli kayu bakar dalam bentuk arang. Harga 1 pikul kayu bakar Rp.10000,
sedangkan untuk 1 pikul grangsi (pontang) arang dari kayu klandingan, pasang dan
akasia Rp.40000-50000, untuk arang kayu cemara gunung Rp.50000-60000. Untuk
Desa Keduwung memproduksi paling banyak arang untuk dijual ke desa-desa
Tengger. Kebutuhan kayu di masyarakat Tengger belum dilakukan perhitungan,
sehingga seberapa besar volume kayu bakar yang dibutuhkan setiap minggu atau
setiap bulannya.
Ketergantungan dan kebutuhan kayu bakar sangat tinggi dan pada umumnya
masyarakat Tengger menggunakan kayu bakar yang berasal dari pekarangan mereka
sendiri. Pada daerah inclave yang berbatasan dengan TNBTS terkadang masih juga
terjadi pemanfaatan kayu seperti akasia, cemara gunung dan klandingan. Oleh karena
itu pemerintah dan dinas terkait perlu melakukan pendekatan tentang bagaimana cara
166
menyiapkan bahan kayu bakar diperlukan dengan menggunakan tanaman yang cepat
tumbuh dan tidak mengganggu pertanian.
Teknologi lokal membuat arang kayu cemara meliputi: kayu dipotong 0.5-1.5
meter dimasukkan galian. Pada galian bagian bawah dan tepi di batasi jenis-jenis
rumput atau dedaunan yang masih basah seperti dibal, jukut, genggeng, trebah,
trabasan, tehan, potongan kayu cemara kemudian disusun pada galian dan ditutup
jenis rumput tersebut, dibakar dan ditutup tanah, jangan sampai bocor, selama 3 hari
hingga 1 bulan, tergantung jenis, ukuran serta banyaknya tumpukan kayu.
5.3.2.2.9.3 Bahan tali dan pembungkus
Bebagai jenis tumbuhan pohon dan semak merupakan bahan baku yang sangat
penting dalam pembuatan kerajinan dan teknologi tradisional. Penggunaan tali
penting bagi masyarakat Tengger meliputi 9 jenis yang digunakan untuk membawa
kayu bakar, rumput, bangunan rumah, tali petra, tali pagar, tali ikat jagung (tutus), tali
sapi atau kuda dan ritual. Jenis tali-temali tersebut meliputi, serat dari pohon waru,
rotan, bambu jajang (bahan tutus atau tali petra), kulit batang paitan, batang atau daun
pandan rambat, batang pisang dan benang kapas pada acara ritual adat. Bahan tutus
dari bambu jajang banyak digunakan sebagai tali atap rumah, pengikat jagung pada
sigiran. Kulit batang waru zaman dahulu sering digunakan sebagai tali sapi atau kuda
karena kuat, tahan lama dan tidak mudah putus. Masyarakat Tengger pada umumnya
banyak mempergunakan kantong plastik, tali plastik, kranjang bambu, dalam
merumput atau mengambil pupuk kandang, pupuk anorganik dengan kuda atau
sepeda motor. Dalam acara ritual Entas-entas masyarakat Tengger mempergunakan
tali dan tusuk dari bambu dalam membuat Petra, prenjalin atau rotan gunung acara
ujung-ujungan menggunakan bambu yang diisi biji-biian pada acara tari sodoran.
Sebagai bahan pembungkus kue dan bahan pangan terutama digunakan daun pisang
raja, pisang hutan, pisang salek, janur dan daun tlotok.
5.3.2.2.9.4 Bahan penikmat
Jenis tanaman sebagai penikmat diantaranya adalah tembakau (Nicotiana
tabacum), kopi (Coffea arabica), jae (Zingiber officinale), teh (Thea sinensis),
167
klembak (Rheum officinale), cengkeh (Eugenia aromatica), bahan kinang terdiri
tembakau (Nicotiana tabacum), jambe (Areca catechu), sirih (Piper betle) dan kapur
(injet).
5.3.3 Indeks Kepentingan Budaya (ICS)
Dari hasil perhitungan ICS (Gambar 39) menunjukkan bahwa kebutuhan
masyarakat Tengger masih tergantung sebagian besar dari sumberdaya alam lokal
sekitar dan sebagian kecil disuplai dari luar. Secara keseluruhan pengetahuan
keanekaragaman tetumbuhan tercatat 326 jenis yang dimanfaatkan (Lampiran 11)
yang. Perhitungan indek kepentingan budaya (ICS) dimaksudkan untuk mengetahui
sejauh mana tumbuhan yang paling penting dan penting dipergunakan bagi kehidupan
masyarakat. Nilai dari ICS merupakan hasil perhitungan kuantitatif dari masing-
masing jenis tumbuhan yang dimanfaatkan berdasarkan nilai kualitas (Quality value),
intensitas (intensity value) dan eksklusivitas (exclusity value). Analisis serta evaluasi
dari nilai kepentingan budaya merupakan langkah yang perlu diperhitungkan mulai
dari tingkat keperluan kebutuhan masyarakat Tengger dari hal yang paling penting
sampai minimal dimanfaatkan dalam budaya kehidupan masyarakat.
Gambar 39 Kategori nilai ICS tumbuhan berguna pada masyarakat Tengger.
168
Berdasarkan hasi perhitungan ICS tumbuhan dari yang kecil hingga sangat
tinggi kegunaannya pada masyarakat Tengger (Lampiran 11) memudahkan dalam
menganalisis jenis-jenis tumbuhan yang berguna dan penting dalam kehidupan
masyarakat Tengger. Kategori nilai pemanfaatan tumbuhan berguna di masyarakat
Tengger (Tabel 16) dengan kategori seperti tercantum Tabel 17, menghasilkan satu
jenis memiliki ICS sangat tinggi (> 87) yaitu padi yang berasal dari luar Tengger, 10
jenis mempunyai kategori tinggi (60-87) berupa tanaman sayuran kobis, kentang,
bawang prei, cemara gunung, pisang, kelapa, rumput astruli, bambu betung, bambu
jajang dan kopi. Kategori sedang dengan nilai 38-60 terdiri dari 11 jenis meliputi
tumbuhan ritual, obat, bangunan, kayu bakar, pakan ternak, buah-buahan, sayur
mayur, konservasi, kerajinan lokal dan makanan tambahan. Jagung dahulu
merupakan bahan pokok masyarakat Tengger sekarang hanya menjadi makanan
tambahan seperti halnya ganyong dan tales. Jumlah tumbuhan yang memiliki ICS
rendah 16-38 berjumlah 121 jenis yang terdiri dari jenis tumbuhan obat, kerajinan,
bumbu, tanaman hias, pakan ternak, sedang tumbuhan dengan nilai katagori ICS 1-15
meliputi 183 jenis tumbuhan pakan ternak, kayu bakar, teknologi lokal, liar, hasil
hutan seperti jamur, pakan rumput tambahan, racun dan tanaman hias.
Tabel 16 Sebelas jenis tanaman dengan Nilai Indek Kepentingan Budaya (ICS) tertinggi dan tinggi masyarakat Tengger
No Nama Lokal Nama Ilmiah Nilai ICS 1 Beras/padi Oryza sativa L. 90 2 Cemara Casuarina junghuhniana Miq. 86.5 3 Kentang Solanum tuberosum L. 72 4 Pisang salek Musa paradisiaca L. cv. Salik 73 5 Pisang raja Musa paradisiaca L.cv. Rojo 64 6 Pisang ambon Musa paradisiaca L.cv. Ambon 63 7 Klopo Cocos nucifera L. 78 8 Bawang prei Allium fistulosum L. 85 9 Kobis Brassica oleracea L. 61
10 Astruli Pennisetum purpureum Schumach. 68 11 Kopi Coffea arabica L. 60 12 Bambu jajang Gigantochlea apus Kurs 68 13 Bambu betung Dendrocalamus asper (Schult.) Backer 64
169
Tabel 17 Kategori nilai ICS jenis tumbuhan bermanfaat masyarakat Tengger.
No Kategori ICS Jumlah Jenis Tumbuhan 1 Sangat Tinggi (> 87) 1 2 Tinggi (60-87) 10 3 Sedang (38 - 60) 11 4 Rendah (16 -38) 121 5 Sangat Rendah (1-15) 183 6 Nol (0-<1) 0
Total 326
Dari hasil wawancara langsung (kualitatif) sangat mendukung perkiraan nilai ICS
tinggi seperti beras, bawang prei, kentang, kobis, cemara gunung. Jagung, ganyong,
talas dan singkong merupakan andalan makanan pokok masa lalu masyarakat
Tengger dan sekarang telah bergeser menjadi padi. Beras menjadi bahan pangan
utama, serta mempunyai kegunaan lebih praktis dibandingkan dalam pengolahan nasi
aron, serta berfungsi dalam ritual adat, bahan kosmetik, membuat makanan kue dan
obat.
Nilai ICS cemara 86.5 yang berarti mempunyai fungsi penting yaitu sebagai
tanaman konservasi agar tanah tidak longsor, kayu bakar sangat baik dan kuat, bahan
teknologi lokal seperti tangkai cangkul, arit, limbat, alu, bangunan rumah, jembatan.
Kentang mempunyai nilai ICS 72, tanaman ini mempunyai nilai jual stabil dengan
harga tinggi serta dapat disimpan dalam tanah selama 1-3 bulan dan dapat
dimanfaatkan sebagai makanan tambahan. Bawang prei memiliki nilai ICS 85,
merupakan salah satu tanaman yang tahan abu vulkanik dan kobis ICS 61 merupakan
tanaman sangat cocok di Tengger karena mempunyai nilai jual tinggi, namun harga
terkadang turun naik. Jenis pisang seperti salek, raja dapat tumbuh baik di ketinggian
1800 m dpl, pisang ambon, salosa dapat tumbuh baik di wilayah Tengger yang
mempunyai ketinggian sekitar 1200 m dpl berfungsi sebagai buah-buahan, obat,
pembungkus, ritual adat dan membuat kue.
Demikian pula kopi dengan nilai ICS 60, dapat tumbuh baik di ketinggian 900-
1200 m dpl di daerah Tengger bawah seperti Desa Gubuklakah, Sapikerep, Kayu
kebek, Pandansari dan Poncokusumo, mempunyai kegunaan tinggi untuk minuman
170
sehari-hari karena sebagai penghangat badan di depan tumang. Kelapa mempunyai
nilai ICS 78 dimana tanaman ini baik buah, bunga, daun digunakan pada setiap
kegiatan adat, bumbu, kosmetik dan bahan pangan masyarakat Tengger.
Secara umum pada Tabel 16 menunjukkan padi sebagai bahan pangan pokok
menggantikan jagung lokal dan jagung hanya sebagai makanan tambahan. Kayu
cemara sebagai kayu paling baik untuk teknologi lokal seperti bangunan rumah,
peralatan pertanian, peralatan rumah tangga, kayu bakar dan konservasi. Tiga varietas
pisang merupakan jenis buah utama karena mempunyai nilai ICS antara 63-73 juga
digunakan pada setiap hari sebagai bahan ritual dalam bentuk gedang ayu, karena
sangat bermagna. Pengembangan bidang peternakan terutama sapi sangat tinggi
sehingga diperlukan pakan yang memadai digunakan setiap hari seperti astruli.
Definisi dan konsep manfaat tentang sumber daya tumbuhan akan berbeda-beda
antara budaya satu dengan lainnya tergantung lingkungan maupun ketinggian tempat.
Nilai kepentingan budayapun akan berbeda disetiap saat karena tumbuhan masa lalu
hanya sedikit diketahui oleh masyarakat sekarang. Nilai indek kepentingan budaya
hasil penelitian ini juga dapat berubah dari waktu ke waktu maupun perbedaan
informan dan hanya terbatas pada masyarakat Tengger.
Keanekaragaman jenis tumbuhan liar yang diketahui oleh masyarakat Tengger
berjumlah 100 jenis yang tergolong dalam 38 suku. Jenis-jensi tumbuhan liar tersebut
mempunyai potensi sebagai bahan obat, bahan ritual, bahan bangunan, jenis
konservasi, bahan teknologi lokal, kayu bakar dan bahan pangan (Tabel 18).
171
Tabel 18 Jenis tumbuhan liar yang berpotensi menurut masyarakat Tengger
No Nama lokal Kegunaan ICS 1 Adas Bahan obat, hias 18 2 Alang-alang Bangunan, ritual adat, pakan ternak 32 3 Anting-anting Bahan ritual, hias 18 4 Bambu betung Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual
adat, bahan pangan 64
5 Bambu jajang Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual adat, bahan pangan
68
6 Beringin Bahan ritual adat, konservasi, kayu bakar 24 7 Cemara Bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, ritual
adat, konservasi, obat 86.5
8 Danglu Obat, kayu bakar, konservasi, ritual adat 30 9 Grunggung Bahan buah, kayu bakar, konservasi 25
10 Jarak gunung Obat, ritual adat, bumbu, konservasi 45 11 Kayu kembang Bahan bangunan, kayu bakar 22 12 Kayu nyampuh Bahan bangunan, kayu bakar 13 Kecubung Obat, hias, konservasi 20 14 Ketirem Bahan obat, bahan pangan 24 15 Mentigi Bahan pangan, kayu bakar, konservasi 30 16 Paitan Kayu bakar, teknologi local, konservasi 26 17 Paku pohon Bahan bangunan, hias, konservasi, media
anggrek 24
18 Pampung Bahan bangunan, kayu bakar, ritual adat 24 19 Piji Obat, ritual adat 20 20 Pisang hutan Obat, ritual adat, pembungkus, bahan pangan 43 21 Putihan Ritual adat, kayu bakar, konservasi, hias 32 22 Ranti Lalapan, buah, obat 21 23 Sempretan Bahan obat, hias 24 24 Tanalayu Bahan ritual adat, tanaman hias, teknologi
lokal 29
25 Telekan Kayu bakar, konservasi, racun 22 26 Tlotok Bahan ritual adat, tanaman hias, pembungkus 29
5.4 Pembahasan
Kehidupan masyarakat Tengger sangat tergantung dari keanekaragaman jenis
sumber daya tumbuhan. Masyarakat Tengger mengusahakan keanekaragaman jenis
tumbuhan tersebut melalui kegiatan ekstraktivisme bagi jenis-jenis tumbuhan yang
masih liar dan membudidayakan jenis-jenis tanaman budidaya. Secara umum
172
pemanfaatan keanekaragaman jenis tumbuhan tersebut adalah untuk mencukupi
kebutuhan hidupnya baik kebutuhan subsisten maupun ekonominya. Kegunaan dan
pemanfaatan jenis tumbuhan tersebut adalah sebagai bahan pangan, bahan sandang,
bahan bangunan, kayu bakar, bahan obat tradisional, bahan racun, bahan ritual, bahan
tali, bahan pewarna, bahan teknologi lokal (kerajinan) dan peralatan, dan ;lain-
lainnya. Sehubungan dengan ketergantungan tersebut, maka masyarakat Tengger
memiliki pengetahuan yang baik terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan yang ada
dan tumbuh di lingkungannya.
Pemenuhan kebutuhan kehidupannya dilakukan dengan dua cara utama yaitu
kegiatan meramu (ekstraktivisme) dan kegiatan budidaya. Kegiatan ekstraktif
dilakukan untuk jenis-jenis hasil hutan non kayu dan kayu bahan bangunan. Hasil
hutan non kayu yang sering diramu antara lain jenis-jenis rumbuhan bahan obat-
obatan, bahan pangan dan sayuran, bahan racun, bahan kayu bakar, dan lain-lainnya.
Kegiatan meramu tersebut sifatnya adalah sambilan dan hanya dilakukan bila
memerlukannya dan bukan merupakan pekerjaan utama masyarakat Tengger.
Kegiatan utama masyarakat Tengger adalah petani yang membudidayakan berbagai
jenis tanaman pangan dan jenis tanaman perkebunan. Sesuai dengan karakter
lingkungannya, maka masyarakat Tengger adalah petani sayur yang cukup handal
yang mengusahakan berbagai jenis tanaman sayuran seperti kentang, kobis, bawang
prei, bawang putih, kol bunga, kobis, lombok, tomat, terong, dan berbagai jenis
sayuran lainnya. Sedangkan jenis tanaman pangan sumber karbohidrat adalah
budidaya jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Sedangkan budidaya buah-buahan
meliputi buah apel, jeruk, strowberry, terong belanda, pepaya, srikaya, pisang, dan
lain-lainnya .
Pengetahuan masyarakat Tengger terhadap karakter dan pencirian jenis
tumbuhan cukup baik. Pengetahuan ini digunakan untuk upaya identifikasi,
penamaan dan pengklasifikasian jenis sumber daya hayati. Menurut Friedberg (1990)
secara prinsip setiap tipe tumbuhan berbeda dengan jenis tumbuhan lainnya dan
mempunyai nama yang membedakannya dengan determinan. Penamaan suatu jenis
yang dilakukan masyarakat Tengger yaitu dengan cara memberi nama dasar atau
173
nama primer dan diikuti atau tidak dengan satu sampai beberapa determinan atau
nama sekunder. Penamaan tersebut mempunyai formula nama marga dan nama jenis.
Sebagai contoh pengatahuan lokal masyarakat Dani seperti yang dikemukakan oleh
Purwanto (1997) dimana nama dasar yang sama yaitu haningkukuh dan setelah
diidentifikasi pada nama tersebut ternyata terdiri atas 3 jenis yaitu Bidens biternata,
Erigeron linifolia dan Emilia monchifolia (Asteraceae). Demikian pula masyarakat
Tengger menggunakan karakter lokal dalam memanfaatkan, mengelola, memberi
nama tumbuhan di lingkungannya. Mereka memberi nama untuk digunakan
kebutuhan praktis dan sebagian besar dalam bentuk nama tunggal.
Pengetahuan lokal tentang pemanfaatan sumber daya hayati tumbuhan
masyarakat Tengger memberikan pengetahuan yang berharga sebagai hasil
pembelajaran, praktek langsung, pemikiran, persepsi, teknologi lokal dan tidak hanya
memberi sumbangan kemajuan ilmu dan teknologi, namun juga untuk menentukan
atau memprediksi, memahami, menginterpretasi berdasarkan alasan logis, dalam
melakukan kegiatan adaptasi terhadap lingkungan. Sistem pengetahuan lokal dapat
digunakan sebagai sumber pengembangan gagasan alternatif seperti kelembagaan
desa, sistem klasifikasi bahasa, pengembangan keluarga berencana, penyelesaian
konflik, masalah pemukiman, sistem pengairan dan sebagainya. Pendekatan yang
didukung pemahaman sistem pengetahuan lokal sejalan dengan konsep pembangunan
berwawasan lingkungan. Perubahan pengaruh luar, asimilasi, bertambahnya jumlah
penduduk, terbatasnya lahan pertanian memberikan dampak berupa pemanfaatan
jenis tumbuhan lebih selektif berkaitan dengan nilai ekonomi maupun kebutuhan
praktis. Hal ini dikemukakan Rambo (1983) bahwa subsistem sosial dengan
subsistem ekosistem saling berinteraksi sangat erat dan teratur memerlukan energi,
materi dan informasi. Berbagai pemanfaatan, pengelolaan jenis tumbuhan yang
dipergunakan dan dimanfaatkan sehari-hari masyarakat Tengger adalah sebagai
dampak pengaruh langsung maupun tidak langsung baik dari teknologi informasi,
masyarakat, lingkungan maupun pihak pemerintah yang terkait.
Hutan yang dulu merupakan wilayah yang menopang kehidupan telah dibatasi
oleh perubahan status kawasan hutan menjadi kawasan hutan lindung, hutan
174
produksi, dan hutan konservasi sehingga menyebabkan masyarakat tidak leluasa lagi
melakukan kegiatan ekstraktivisme di kawasan tersebut. Sehubungan dengan hal
tersebut masyarakat Tengger mengembangkan lahannya secara optimal untuk
kegiatan produksi.
Pelarangan pemanfaatan hasil hutan kayu bahan bangunan dan hasil hutan non
kayu bahan bangunan memberikan dampak positif bagi masyarakat terutama dalam
kegiatan pengembangan jenis tumbuhan. Misalnya untuk memenuhi kebutuhan kayu
bahan bangunan, masyarakat Tengger melakukan penanaman jenis cemara gunung di
kawasan usahataninya. Jenis cemara gunung tersebut ditanam masyarakat tidak saja
digunakan sebagai jenis tanaman pembatas lahan juga kayu dari jenis ini
dipergunakan sebagai kayu bakar dan kayu bahan bangunan serta sebagai jenis
tanaman untuk penanggulangan dampak erosi. Pemanfaatan hasil hutan ikutan atau
hasil hutan non kayu (non-timber forest products) hanya digunakan untuk
kepentingan subsisten dan dilakukan hanya bila memerlukannya. Misalnya peramuan
untuk mendapat bahan baku tumbuhan obat, bahan tali, bahan pewarna dan lain-
lainnya.
Keberadaan pemukiman masyarakat Tengger di daerah penyangga secara
langsung maupun tidak langsung dapat mengakibatkan kerawanan terhadap wilayah
konservasi maupun hutan lindung. Namun sebaliknya keberadaan masyarakat di
kawasan penyangga ini juga dapat sebagai modal pengelolaan kawasan konservasi.
Dengan catatan bahwa masyarakat di kawasan ini dikembangkan dan merasa bahwa
kawasan konservasi memiliki nilai dalam kehidupannya. Salah satu upaya yang telah
dilakukan adalah melakukan kerjasama dalam mengelola kawasan dengan TNBTS
dan Perhutani seperti kegiatan pengembangan pertanian jalur hijau dan komplangan.
Disamping itu usaha pembinaan masyarakat yang mempunyai kerawananan terhadap
ketergantungan hasil hutan perlu mendapat dukungan baik melalui pendidikan,
pengetahuan, ketrampilan dan diversifikasi modal usaha.
Kebutuhan kayu bakar selama ini masih dapat ditanggulangi oleh masyarakat
Tengger sendiri yaitu dengan menanam jenis pohon cemara gunung, Acacia, jambu
wer (Prunus persica), dan keningar (Cinnamomum burmanii) di lahan tegalannya.
175
Penanaman jenis-jenis pohon tersebut memiliki beberapa manfaat antara lain: jenis
pohon tersebut berfungsi juga sebagai batas lahan, pencegah erosi, dan sebagai bahan
kayu bakar dan khusus untuk cemara dapat digunakan sebagai bahan bangunan.
Kegiatan masyarakat Tengger dalam proses produksi telah mebnerapkan
strategi adaptasi yang baik tidak saja untuk kepentingan pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari, tetapi juga untuk kepentingan pelestarian alam atau konservasi. Sebagai
contoh penanaman jenis-jenis pohon tersebut di atas, penanaman rumput di lahan
tegalan (penanaman rumput gajah) pada teras tegalan sangat berguna tidak saja
berguna sebagai pakan ternak tetapi juga berfungsi sebagai penahan erosi tanah.
Disamping itu kegiatan produksi pengembangan sistem terasering juga merupakan
pengembangan strategi adaptasi usahatani di kawasan pegunungan. Kegiatan ini
selain untuk mencegah erosi dna longsor, juga bermanfaat mengurani ancaman akibat
erosi.
Pengungkapan terhadap pengetahuan masyarakat Tengger tentang pemanfaatan
keanekaragaman jenis tumbuhan memiliki nilai penting dalam rangka
mengungkapkan budaya masyarakat Tengger dalam mengelola sumber daya
tumbuhan. Pengetahuan ini sangat berguna sebagai pijakan dalam pengembangan
wilayah masyarakat Tengger.
Penelitian ini juga mengungkapkan sistem strategi adaptasi yang
dikembangkan masyarakat Tengger dalam rangka menanggulangi tantangan dan
ancaman masa depan, misalnya strategi dalam rangka menanggulangi tekanan
terhadap budaya masyarakat Tengger, khususnya tentang kemampuan masyarakat
Tengger mangadaptasikan diri pada kondisi lingkungan yang memiliki karakteristik
spesifik, misalnya suhu dingin, kawasan pegunungan dan lain-lainnya. Kemampuan
eksistensi atau keberadaan masyarakat Tengger perlu mendapatkan apresiasi dan
menjadi acuan dalam mengembangkan strategi adaptasi terhadap berbagai tekanan.
Hal ini wajar karena keberadaan masyarakat Tengger di kawasan tersebut sudah sejak
lama yaitu semasa kerajaan Majapahit masih berdiri. Kemampuan masyarakat
Tengger ini memberikan inspirasi untuk mengembangkan strategi adaptasi yang lebih
176
baik dalam menyikapi kawasan Tengger yang rawan bencana, khususnya bencana
vulkanik dari Gunung Bromo.
Bencana abu vulkanik telah menimbulkan kerugian besar bagi kegiatan
pertanian. Hasil pengamatan lapangan ditemukan satu jenis tanaman sayuran yaitu
bawang prei yang memiliki ketahanan terhadap abu vulkanik. Sedangkan jenis pohon
yang mampu bertahan hidup terhadap abu vulkanik adalah jenis cemara gunung.
Dari aspek budaya: masyarakat Tengger memiliki kegiatan budaya yang tetap
dipertahankan dengan baik hingga kini, misalnya ritual Kasodo yang cukup terkenal
dan menjadi daya tarik wisata budaya yang sangat menarik turis domestik maupun
mancanegara. Dampak pengembangan wisata juga perlu diantisipasi yaitu semakin
semaraknya penjualan tanaman edelweis (tanalayu) dari hutan, sebaiknya dilakukan
budidaya.
Pengetahuan tradisional masyarakat Tengger mengenai jenis tumbuhan obat
cukup baik tercatat 121 jenis tumbuhan obat. Pengetahuan ini mulai terancam punah
akibat perubahan sosio-budaya yang secara umum mempengaruhi nilai-nilai sosial,
dimana generasi mudanya mencari alternatif yang lebih praktis. Pengetahuan obat
tradisional mereka hanya terbatas oleh kelompok orang tua dan alasan ini juga
menyebabkan mereka lebih sering memilih pengobatan modern ke pak mantri,
Puskesmas, Polindes, bidan, dukun bayi yang telah dibekali ilmu kesehatan dan dari
pemerintah sendiri melakukan pengobatan gratis. Teknologi pengobatan akhirnya
tidak berkembang secara baik, apalagi penggunaanya kurang praktis dan lambat,
sehingga sekarang dapat dikatakan hanya beberapa jenis saja yang dimanfaatkan dan
terbatas pada pengetahuan orang tua mereka.
Pemanfaatan jenis tumbuhan yang dipergunakan dalam teknologi lokal
meliputi teknologi pembuatan rumah, peralatan rumah tangga, peralatan ritual adat,
dan peralatan pertanian. Pengungkapan teknologi lokal tersebut dapat menjadi
dokumen penting mengenai teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger.
Teknologi lokal yang dikembangkan masyarakat Tengger memiliki nilai yang tinggi
dan dapat dipakai sebagai pijakan untuk pengembangan selanjutnya. Misalnya
pengetahuan pembangunan perkampungan, bentuk rumah, peralatan dan lain-lainnya
177
merupakan hasil karya masyarakat Tengger yang telah diadaptasikan dengan kondisi
lingkungannya. Primack et al. (1998) mengemukakan bahwa perlindungan
kebudayaan tradisional di dalam lingkungan alami merupakan suatu kesempatan
melindungi keanekaragaman hayati dan lingkungannya serta memelihara
keanekaragaman kebudayaan. Toledo (1988) berpendapat melindungi warisan alami
tanpa melindungi kebudayaan memperkecil alam menjadi tidak dikenal, statis, jauh
dan hampir mati. Kebijakan konservasi tanpa mempertimbangkan dimensi
kebudayaan sulit dilakukan keberhasilannya. Indonesia memiliki keanekaragaman
jenis tumbuhan tertinggi ketiga dunia setelah Brazilia, sangat berpotensi untuk
pengembangan produksi pertanian, kehutanan, perikanan tanaman hias, obat-obatan
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi dan sangat mejanjikan untuk dikembangkan
(Primack et al, 1998; Sastrapraja et al, 1989).
Keanekaragaman jenis tumbuhan berguna yang memiliki nilai penting bagi
masyarakat adalah jenis padi, kelapa, cemara, bawang prei, bambu betung, bambu
jajang, kopi, dan pisang. Penentuan nilai kepentingan bagi masyarakat tersebut
didasarkan pada perhitungan ICS yang datanya berbasis pada pengetahuan
masyarakat. Hal yang menarik dari analisis adalah nilai ICS padi dan kelapa dimana
kedua jejnis tersebut tidak terdapat di kawasan Tengger. Namun ke dua jenis tersebut
memiliki nilai yang penting terutama padi sebagai makanan utama saat ini yang telah
menggantikan jenis jagung sebagai makanan utama. Beralihnya makanan utama
masyarakat Tengger dari jagung ke beras disebabkan oleh kemudahan transportasi,
tersedianya beras, mudah didapat, mudah pengolahannya dan ada program
pemerintah mengenai raskin (beras untuk orang miskin), walaupun masyarakat
Tengger bukan termasuk masyarakat miskin. Disamping itu pemerintah kurang peka
terhadap kebiasaan makan jagung yang dipertahankan berabad-abad dan mempunyai
teknologi lokal yang telah menghasilkan varietas lokal jagung Tengger dengan rasa
lebih gurih dan lebih tahan lama kenyang. Walaupun tanaman jagung telah tergeser
fungsinya sebagai makanan utama, namun jenis ini tetap penting bagi masyarakat
Tengger sebagai bahan makanan tambahan dan makanan cadangan bila beras sulit
didapat. Jagung juga memiliki nilai ekonomi yang cukup baik bagi masyarakat
178
Tengger terutama untuk kepentingan ekonomi rumah tangganya yaitu dijual di pasar
lokal. Jenis-jenis tumbuhan yang penting bagi masyarakat Tengger dapat dilihat pada
tabel Lampiran 1.
Sedangkan jenis sayuran yang mempunyai nilai tinggi bagi masyarakat
Tengger adalah jenis bawang prei, kentang, dan kobis. Ketiga jenis sayuran tersebut
selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi juga memiliki nilai ICS yang tinggi pula.
5.5 Simpulan
1. Hasil studi etnobotani masyarakat Tengger tercatat sebanyak 326 jenis tumbuhan
yang digunakan sebagai bahan pangan 75 jenis, bahan obat 121 jenis, bahan
racun 7 jenis, bahan bangunan (22 jenis), bahan peralatan dan teknologi lokal
(22 jenis), bahan tali temali (5 jenis), bahan pembungkus 4 jenis, bahan bumbu
23 jenis, bahan kayu bakar 16 jenis, bahan pakan ternak 44 jenis, jenis tumbuhan
konservasi 137 jenis, bahan buah-buahan 49 jenis, bahan ritual 94 jenis, bahan
pewarna 8 jenis, bahan kosmetika 10 jenis, bahan rokok dan nginang 10 jenis dan
jenis tanaman hias 140 jenis.
2. Pengetahuan masyarakat Tengger tentang keanekaragaman jens tumbuhan obat
cukup baik dengan dikenalnya 121 jenis tumbuhan bahan obat tradisional.
Terdapat 59 jenis penyakit yang dikenal masyarakat yang pada masanya
pengobatannya dengan menggunakan bahan dari jenis tumbuhan. Pengetahuan
pengobatan tradisional masyarakat Tengger mulai ditinggalkan seiring dengan
kemajuan dan kemudahan akses serta tersedianya sarana dan prasarana
pengobatan modern yang disediakan pemerintah.
3. Pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis tumbuhan oleh masyarakat
Tengger mempunyai pengaruh baik langsung maupun tidak langsung terhadap
kehidupan sosial budaya masyarakat Tengger. Pemanfaatan jenis tanaman
budidaya bernilai tinggi memberikan dampak positif terhadap pelestarian jenis
bahan pangan lokal berkaitan pelestarian keanekaragaman hayati. Hasil
perhitungan nilai kepentingan budaya jenis padi mempunyai nilai ICS tertinggi
179
yaitu 90 dan merupakan bahan pangan utama. Walaupun jenis padi ini tidak
diusahakan atau dibudidayakan oleh masyarakat Tengger, namun beras atau padi
ini memiliki nilai kegunaan yang tinggi dan merupakan makanan utama
menggantikan peran jagung. Hal ini dikarenakan rasa padi yang lebih enak,
mudah mengolahnya, murah harganya, mudah didapat dan tersedia dijual di
kawasan tersebut.
4. Hasil identifikasi jenis tumbuhan berguna di kawasan Tengger, tercatat 1 jenis
sayuran yaitu bawang prei (Allium fistulosum) memiliki ketahanan terhadap abu
vulkanik. Jenis ini tetap mampu tumbuh walaupun ketika itu terjadi hujan abu
vulkanik. Demikian juga satu jenis tanaman pohon yaitu cemara gunung
(Casuarina junghuhniana) juga memiliki sifat tahan terhadap hujan abu
vulkanik.
181
6. ETNOZOOLOGI MASYARAKAT TENGGER DI BROMO
TENGGER SEMERU JAWA TIMUR Abstrak
Penelitian Etnozologi masyarakat Tengger di Bromo Tengger Semeru Jawa Timur mengungkapkan sistem pengetahuan tentang pemanfaatan, pengelolaan hewan berpotensi dan pelestarian lingkungan oleh masyarakat Tengger. Dalam penelitian ini juga digambarkan interaksi antara masyarakat dan lingkungannya dalam aspek praktek, persepsi, serta representasinya. Pengumpulan data menggunakan survei exploratif yang meliputi inventarisasi jenis hewan di kandang, lingkungan rumah, tegalan, wilayah konservasi hutan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Perhutani. Data ditampilkan sebagai nama lokal dan nama ilmiah. Pengambilan data dilakukan dengan teknik ethnodirect sampling melalui wawancara langsung, semi struktural terhadap penduduk, pemangku adat dan dukun, serta dengan pendekatan bersifat partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA). Pemanfaatan hewan oleh masyarakat Tengger sangat penting dalam mendukung ekonomi, sebagai bahan pangan, ritual, transportasi, pariwisata. Pengetahuan keanekaragaman satwa liar dan hewan yang dimanfaatkan masyarakat Tengger sangat bagus, meliputi 120 jenis meliputi Aves 64 jenis, Mamalia 32 jenis, Reptilia 9 jenis, Diptera 3 jenis, 2 Decapoda, 1 Arachnidae, 1 Orthoptera, 1 Hypnoptera dan Pisces 6 jenis.
Kata Kunci: Etnozoologi, masyarakat Tengger.
Abstract
The Ethnozoological research of Tengger society in Bromo Tengger Semeru East Java revealed the knowledge system of Tengger community on the use of the potential animals and the environment conservation. This research also described the interaction between people and their environment in the aspects of social, practical, perception and representation of the society. The research was conducted using the explorative survey to record the number, identity, and the benefit of the animals in cage, and surround their houses, field, conservation area of Bromo Tengger Semeru National Park (TNBTS), and Perhutani. Sample was collected using ethnodirect sampling methods including direct and semi structural interview to ordinary people, traditionally leaders and shaman. The collected data were supported by participatory approach or participatory ethnobotanical appraisal (PEA). For Tengger people, various animals have an economic value, and can be used for food, ritual, transportation, and the object for tourism. The indigenous knowledge on wild animals and the useful animals were very good. Tengger people distinguished 120 species consisted of 64 species of Aves, 32 species of Mammals, 9 species of Reptilia, 3 species of Diptera, 2 species of Decapoda, 1 species of Arachnidae, 1 species of Orthoptera, 1 species of Hypnoptera and 6 species of Pisces.
Keywords: Ethnozoology, Tengger society.
182
6.1 Pendahuluan
6.1.1 Latar Belakang
Keanekaragaman hayati Indonesia baik hewan, tumbuhan maupun mikroba
cukup tinggi di dunia, meliputi 10% jenis tumbuhan, 12% binatang menyusuhi, 16%
reptilia dan amfibia, 17% burung, 25% ikan dan 15% serangga (BAPPENAS 1993
dalam Primack et al. 1998). Masyarakat suku Tengger mendiami wilayah Bromo
Tengger Semeru ratusan tahun yang lalu, menempati kawasan Tengger di empat
Kabupaten yaitu Malang, Pasuruan Probolinggo dan Lumajang. Mereka telah
melakukan strategi adaptasi di lingkungan secara turun-temurun serta telah
melakukan percampuran antara budaya lokal dengan budaya Majapahit sehingga
mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya (Stibe & Uhlenbeck
1921; DKDJPH & PABKSD IV 1984). Sebagian wilayah masyarakat Tengger
berbatasan dengan TNBTS dan Perhutani yang merupakan daerah penyangga
kawasan konversvasi. Kawasan ini menjadi penting untuk dikembangkan sebagai
buffer lingkungan ekologis melalui peningkatan kehidupan sosial ekonomi dan
kualitas hidupnya melalui pengembangan berkelanjutan. Daerah penyangga
diharapkan mampu menjadi penyangga kehidupan kawasan konservasi dan dapat
melindungi kawasan konservasi dari gangguan yang berasal dari luar. Menurut
UNESCO (United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization)
melalui program Man and the Biosfer (MAB), zona penyangga kawasan cagar biosfer
memiliki peran melindungi area inti (kawasan konservasi) dan mampu menjadi zona
pendukung pengembangan area transisi yang berada di sekitarnya dalam rangka
pembangunan berkelanjutan. Daerah penyangga berfungsi menjembatani penyebaran
satwa serta aliran gen antara kawasan konservasi yang dilindungi dan wilayah
transisi. Menurut DKDJPH & PABTNBTS (1999) dan Primack et al. (1998) daerah
penyangga Taman Nasional Bromo Tengger Semeru adalah wilayah berada di luar
kawasan konservasi baik sebagai kawasan konservasi, kawasan hutan, tanah negara,
183
bebas maupun tanah yang dibebani hak dan mampu menjaga keutuhan wilayah
konservasi yang pada dasarnya merupakan kawasan diluar daerah konservasi.
Etnozoologi merupakan bagian dari bidang etnobiologi yang mempelajari
tentang pemanfaatan dan pengelolaan keanekaragaman jenis hewan yang erat
kaitannya dengan budaya masyarakat suatu kelompok, etnik ataupun suku bangsa.
Dalam sejarah perkembangan manusia, tumbuhan dan hewan telah memainkan
peranan penting dalam mengembangkan, mengadaptasikan untuk keperluan
pemenuhan bahan pangan, sandang, papan, ritual dan keperluan lainnya.
Keanekaragman jenis satwa liar yang tercatat di kawasan TNBTS hingga tahun 1997
diketahui ada 113 jenis fauna terdiri atas: 22 jenis mamalia, 85 jenis burung, dan 6
jenis reptilia (DKDJPH & PABTNBTS 1997). Sekarang masing-masing jenis
tersebut diketahui mengalami penyusutan jumlah jenisnya
Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem
asli dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan pendidikan,
penelitian, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi (Primack et al. 1989).
DKDJPH & PABTNBTS (1997) dan Basuni (2003) mengemukakan bahwa Taman
Nasional adalah salah satu bentuk kawasan konservasi yang pengelolaannya
diarahkan dalam pemenuhan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman flora dan fauna serta pemanfaatan sumber alam hayati
dan ekosistemnya secara berkelanjutan. Penetapan untuk wilayah konservasi
diprioritaskan pada kekhasan komunitas hayati endemik, keterancaman jenis pada
kepunahan serta nilai kegunaan nyata dan potensi bagi manusia serta nilai konservasi
alami.
Pengetahuan tentang pengelolaan, pemanfaatan, kelestarian fauna di
lingkungan masyarakat Tengger dapat memberikan kesempatan sangat berharga
dalam memahami lansekap lahan desa dan hutan. Informasi ini merupakan sumber
penting berkaitan dengan keanekaragaman genetik satwa, ekosistem, sejarah
lansekap, erosi pemanfatan akibat perubahan budaya serta kemajuan informasi
menuju kebutuhan praktis (Rambo 1983; Mackinnon 1993; Sheil 2004). Penelitian
pengetahuan, pemanfaatan, pengelolaan terhadap keanekaragaman jenis hewan sangat
184
perlu dilakukan terutama yang terfokus dan terintegrasi dengan lingkungan
masyarakat Tengger sebagai daerah penyangga wilayah konservasi.
6.1.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk dapat mengungkap berbagai macam cara
pemanfaatan sumber daya alam hayati hewan yang mereka kenali berdasarkan tingkat
pengetahuan dan teknologi yang mereka miliki dalam upaya mempertahankan dan
mengembangkan diri di lingkungannya. Mengungkap dan mempelajari peran sumber
daya hayati hewan dalam kehidupan masyarakat Tengger di lingkungannya.
6.2 Bahan dan Metode
6.2.1 Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 hingga bulan Mei 2011 di
Kecamatan Poncokusumo Kabupaten Malang, Kecamatan Tutur, Kecamatan Tosari,
Kecamatan Puspo Kabupaten Pasuruan; Kecamatan Sukapura, Kecamatan Sumber
Kabupaten Probolinggo; Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang dan lahan
komplangan Perhutani di lingkungan TNBTS yang berdekatan dengan wilayah desa
Tengger.
6.2.1 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut: komputer,
kompas, GPS (Geographical Position System), clinometer, peta lokasi, altimeter,
soiltester, hygrometer, jangka sorong, parang, patok dari bambu atau kayu, gunting
stek, cat untuk penomoran, peralatan jelajah lapangan, tali plastik, kantong plastik
berbagai ukuran, amplop sample, label gantung, kamera, film, tropong dan alat-alat
185
tulis. Bahan kimia yang digunakan meliputi alkohol 70%, formalin, FAA, kamper
dan spiritus.
6.2.2 Metode Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2010 hingga Mei 2011 di Kecamatan
Poncokusumo Kabupaten Malang, Kecamatan Senduro Kabupaten Lumajang,
Kecamatan Sukapura dan Kecamatan Sumber Kabupaten Probolinggo, Kecamatan
Tosari dan Kecamatan Tutur Kabupaten Pasuruan dan TNBTS serta komplangan
Perhutani. Penelitian menggunakan metode survei exploratif yang meliputi
inventarisasi jenis hewan di kandang, tegalan, rumah, lingkungan, bahan pangan dan
ritual dan data berupa nama lokal dan ilmiah. Teknik pengumpulan informasi serta
pendekatan bersifat partisipasif (participatory ethnobotanical appraisal, PEA)
melalui wawancara langsung, semistruktural, terjadwal, observasi partisipasif dan
ikut aktif dalam aktivitas harian. Survey ekploratif meliputi inventarisasi jenis hewan
yang dimanfaatkan masyarakat Tengger meliputi bahan pangan, ritual, peliharaan
serta pencatatan hewan liar baik di lingkungan, Perhutani (komplangan) maupun
lahan berdekatan TNBTS. Identifikasi burung dilakukan dari suara, cara terbang, bulu
dan warna, paruh, kaki burung, habitat dan pakan (MacKinnon et al.1999).
6.3 Hasil
6.3.1 Pemanfaatan Jenis dan Kategori Pengelompokannya
Pandangan mayarakat Tengger terhadap fauna, seperti halnya manusia adalah
ciptaan Sang Maha Agung. Oleh sebab itu mereka juga harus dijaga, dilindungi
keberadaannya, apalagi binatang liar yang berada di hutan yang dilindungi undang-
undang dan dikembangkannya. Konsep kepercayaan yang terkandung dalam lontar
berisi cinta kasih (Welas Asih Pepitu) menunjukkan kandungan prinsip yang dalam,
dimana didalamnya berupa cinta kasih pada fauna (sato kewan), tumbuhan dan
186
lingkungannya. Kidungan serta cerita yang ditanamkan dari nenek moyang mereka ke
generasi selanjutnya seperti cerita membunuh anak burung mempergunakan alat
ketepil melambangkan kearifan lokal terhadap keberadaan fauna. Kepercayaan
tersebut memberikan petunjuk adanya suatu bentuk kehidupan harmoni dengan alam
lingkungannya. Namun demikian ada jenis hewan yang merugikan seperti ulat,
wereng, tikus, babi hutan (celeng), budeng karena sering mengganggu tanaman
pertanian.
Masyarakat Tengger merupakan salah suku bangsa di Indonesia yang
mempunyai keunikan tersendiri dalam tatanan kehidupannya. Mereka mempunyai
sistem pengetahuan yang baik terhadap sumber daya alam di lingkungannya.
Masyarakatnya berusaha meningkatkan kehidupannya dengan berbagai keterbatasan
kondisionalnya. Sistem pengelolan sumber daya alam dikelola secara lestari yang
dipadukan dengan keadaan alam yang adaptif terintegrasi dengan strategi dan
partisipasif. Budaya tempat tumang juga memberikan kontribusi untuk pembelajaran
sangat efektif tidak hanya pada anak-anaknya, saudaranya namun antar generasi
berikutnya. Hal ini dikuatkan kesepakatan sosial, pranata dan berkaitan hukum adat di
lingkungannya dimana tanah dan lingkungannya termasuk keanekaragaman hewan
mempunyai arti penting bagi kehidupan yang diciptakan Sang Hyang Widhi Wasa.
Tata ruang pengembangan bidang peternakan sangat logis serta menarik.
Masyarakat Tengger sudah memikirkan kesehatan lingkungan perumahan, dan
pertimbangan keamanan serta kesehatan ternak yaitu membuat kandang ternak yang
beralaskan kayu cemara dengan sistem miring. Pada umumya kandang ternak juga
dilengkapi tumang, karena kandang dan gubuk menjadi satu (Gambar 17). Letak
kandang dipisahkan dari lingkungan perumahan karena mereka khawatir akan
menimbulkan bau kurang sedap dan mengganggu kesehatan, sehingga kandang
dibangun di tegalan dengan jarak 0.5 hingga 8 km dari perumahan. Konsep kandang
di tegalan sangat logis untuk memudahkan memberi pakan dari ladang sendiri serta
memudahkan pengolahan kompos sebagai pupuk kandang untuk persiapan pertanian.
Hal ini sudah dilakukan secara turun temurun yang berbeda dengan konsep kandang
pada masyarakat Jawa.
187
Masyarakat Tengger dalam kehidupannya mengandalkan sumber daya alam
dari usaha ternak sebagai bahan pangan dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani.
Mereka mempunyai pengetahuan yang baik terhadap usaha pengelolaan peternakan
terutama sapi, babi, kambing dan ayam kampung serta pengetahuan keanekaragaman
hayati jenis tumbuhan dan hewan di lingkungannya. Jumlah jenis fauna di lingkungan
masyarakat Tenger tidak begitu banyak, karena kondisi alam yang dingin dan relatif
kering. Jenis hewan yang menguntungkan secara ekonomi adalah hewan ternak baik
sapi, babi, kuda, kambing dan ayam kampung. Pengembangan hewan ternak bagi
mereka sangat menguntungkan terutama untuk mendukung perekonomian keluarga,
kegiatan ritual, memenuhi kebutuhan protein hewani, serta mendukung kegiatan
pertanian yaitu sebagai pupuk. Pembagian kategori jenis hewan berhubungan dengan
fungsi manfaat bagi masyarakat Tengger (Tabel 19).
Tabel 19 Jumlah jenis hewan dimanfaatkan dan liar di masyarakat Tengger.
No Kategori Pemanfaatan Jumlah Jenis 1 Hewan untuk bahan pangan 16 2 Hewan untuk ritual 11 3 Hewan untuk pariwisata 1 4 Kesenangan/peliharaan 8 5 Hewan untuk obat 1 6 Hewan menguntungkan ekonomi 6 7 Hewan pengganggu tanaman budidaya 5 8 Hewan mempunyai nilai makna 9 9 Hewan Liar 95
Total 120
6.3.2 Keanekaragaman Hewan sebagai Bahan Pangan
Kebutuhan akan protein hewani masyarakat Tengger dipenuhi dengan
mengkonsumsi berbagai macam jenis hewan terutama dari hasil peternakan,
sedangkan kebutuhan ikan disuplai dari luar daerah terutama dari Probolinggo,
Pasuruan dan Malang. Untuk memenuhi kebutuhan protein hewani lokal mereka
beternak pada umumnya babi, kambing, sapi dan ayam kampung. Dengan semakin
188
majunya kehidupan sekarang ini kebutuhan lauk pauk disesuaikan dengan selera, hal
ini disebabkan mudahnya trasportasi yang masuk ke wilayahnya. Para pedagang
(mlijo) mempergunakan angkutan mobil truk, pikup, sepeda motor dari Probolinggo,
Malang, Pasuruhan dan Lumajang sampai wilayah Tengger. Pemanfaatan lauk-pauk
bagi masyarakat tidak harus ada karena mereka lebih menyukai sayur-sayuran.
Kebutuhan lauk pauk sebagai sumber protein hewani seperti ikan kering (gereh) juga
mudah di dapat, namun untuk daging kambing, sapi, ayam biasanya disediakan jika
ada acara pesta adat seperti Entas-entas, leliwet dan lain-lain.
Keanekaragaman jenis makanan di masyarakat Tengger tidak seperti di
perkotaan yang mempunyai banyak variasi menu. Pengolahan makanan berbahan
dasar daging dilakukan dengan cara digoreng, disate, dirawon, dipanggang, dikecap
dan gulai. Bidang perikanan kurang menguntungkan karena kondisi lingkungan
dingin, dari pihak masyarakat maupun pemerintah daerah sudah mencoba usaha
perikanan di danau Ranu Pani dan Ranu Regulo namun hasilnya kurang produktif dan
kurang efektif sehingga tidak mendukung pengembangannya.
6.3.3 Keanekaragaman Hewan Buruan
Masyarakat Tengger tidak suka (pantang) membunuh hewan, kecuali untuk
keperluan ritual, hal ini berkaitan dengan kepercayaan mereka. Sifat tersebut dapat
tercermin pada tingkah laku dalam kehidupan sehari-harinya. Pemanfaatan fauna dari
berburu di hutan konservasi dan Perhutani jarang terjadi karena mereka tahu kawasan
tersebut di lindungi undang-undang, sehingga teknologi perburuan tidak berkembang.
Perburuan binatang liar hampir tidak ada, sehingga lingkungan masih terjaga. Mereka
lebih baik beternak, bertani, melakukan kegiatan ritual, pengembangan wisata
kesenian dan berdagang. Namun masih juga terjadi penangkapan jenis burung di
lingkungan Perhutani maupun wilayah konservasi yang dilakukan oleh masyarakat
luar Tengger yaitu dengan cara menggunakan bantuan anjing, jaring dan getah
(pulut). Perburuan babi hutan juga dilakukan oleh orang luar Tengger hal ini terlihat
adanya penjualan daging tersebut di pasaran. Di lingkungan desa suara ayam hutan,
deluk, sriti, burung gereja, cendet masih bersahutan terutama dekat Pedanyangan,
189
Sanggar Pamujan dan area dekat aliran sungai yang bersih dan nyaman. Masyarakat
Tengger sangat menghargai hutan karena mereka tahu akan fungsinya terhadap
kelestarian, tataguna air, keselamatan, kesejahteraan hidup masyarakat sangat erat
hubungannya dengan lingkungan.
6.3.4 Keanekaragaman Jenis Hewan dan Maknanya bagi Masyarakat Tengger
Masyarakat Tengger mempercayai suara binatang mempunyai makna tertentu,
sebagai contoh suara gagak (Corvus enca) dipercayai ada orang meninggal, suara
lalat hijau (Lucilia sp) dan suara prenjak (Prinia familiaris) menandakan dirumah
mereka akan kedatangan tamu. Bunyi jangkrik (Grylus campestris) menunjukkan
bulan kesembilan, demikian juga dengan bunyi garengpung (Diptera) menandakan
musim penghujan. Aturan musim (pranoto mongso) juga digambarkan atas
keberadaan serta kelakuan jenis binatang tertentu. Jenis binatang kambing korban
(Capra aegagrus) yang digunakan dalam ritual Entas-entas dimaknai sebagai
tunggangan atman (roh) orang yang sudah meninggal. Demikian pula dengan
perhitungan hari, jika dalam perhitungan menunjukkan hari tidak baik maka harus
dilakukan acara ritual “ngepras”. Demikian pula kejadian akibat kecelakaan sebagai
contoh pada tahun 2010 di tempat wisata Coban Pelangi terjadi kecelakaan yang
mengakibatkan orang meninggal karena berenang, maka masyarakat Tengger
melakukan ritual juga disebut ritual “Kepras”.
6.3.5 Keanekaragaman Jenis Hewan sebagai Bahan Ritual Adat
Masyarakat Tengger melakukan kegiatan keagamaan maupun ritual adat secara
beriringan. Keanekaragaman hewan digunakan dalam ritual adat meliputi 7 jenis
mamalia dan 2 jenis aves (Tabel 20). Pada setiap macam ritual adat dilakukan dengan
menyembelih sapi (Bos taurus), babi (Sus srofa) khusus masyarakat Hindu, ayam
(Gallus gallus), bebek (Anas ciliosa) khusus acara “iber-iber”, kambing (Capra
aegagrus), domba (Ovis aries) dan kerbau (Bos bubalus). Penyembelihan jenis
binatang dalam acara ritual adat juga dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan
190
protein hewani masyarakat di lingkungannya. Pada ritual Entas-entas misalnya
dilakukan arak-arakan dengan diiringi gamelan dengan tunggangan kuda goyang atau
kuda hias. Tidak semua masyarakat Tengger mempunyai kuda, oleh karena itu untuk
acara ritual dapat diatasi dengan menyewa kuda dari daerah sendiri atau desa lain
dengan harga sehari per ekor Rp.60000. Pada acara Nglukat Entas-entas acara ritual
dengan memberi makan beras pada ayam (Gallus gallus) dan bebek (Anas ciliosa)
untuk “iber-iber” dan diakhiri dengan pembakaran Petra dan acara Wayon (penutup)
untuk mengembalikan atman (arwah). Pada acara ritual leliwet dalam mendirikan
rumah dipergunakan ayam bakar (ingkung) dengan berbagai macam tanaman ritual
seperti beringin, pisang serta jajanan, seperangkat pakaian, bendera merah putih,
kemudian mantra dibacakan oleh dukun Pandhita dengan disertai pembakaran dupa.
Pelaksanaan acara adat Unan-unan berlangsung setiap 5 tahun sekali yang
dipusatkan di Sanggar Pamujan, dengan melakukan arak-arakan dengan korban
kerbau (Bos bubalus). Pujan Kasada dilakukan pada bulan purnama bulan Kasada
dimaksudkan persembahan hasil bumi (tandur tuwuh) seperti pesan nenek moyang
masyarakat Tengger, acara ini dipusatkan di pura Poten serta dilakukan ujian Dukun
baru dan pelantikan dukun Pandhita (Dhiksa Widhi). Ritual adat Kasada disamping
tandur tuwuh juga menggunakan sesaji berbagai jenis binatang seperti kambing
(Capra aegagrus), domba (Ovis aries) dan ayam (Gallus gallus) (Gambar 40).
Sebagian besar masyarakat Tengger percaya bahwa melakukan acara wayang orang
maupun wayang kulit merupakan pantangan, namun demikian desa Gubuklakah
dapat melakukan acara wayang kulit yaitu hanya dalam acara ruwatan seperti Tugel
Kuncung, Tugel Gombak dan anak ontang-anting. Desa Gubuklakah mempunyai
tradisi tari topeng yang dilakukan pada acara khusus, bantengan, namun acara-acara
ritualnya mulai berkurang karena adanya pengaruh desa lain maupun berkembangnya
agama baru. Pada waktu acara malam jumat legi di rumah masing-masing juga
dilakukan acara ritual untuk menghormati leluhur, berupa makanan, ikan, kopi dan
kembang boreh.
191
Gambar 40 Keanekaragaman jenis hewan pada saat Yadnya Kasada di kawah gunung Bromo.
Tabel 20 Keanekaragaman jenis hewan ritual masyarakat Tengger
No Nama lokal Nama Ilmiah Suku/Bangsa Kegunaan 1 Ayam
kampung Gallus gallus Phasianidae/Aves Ritual Kasada,
leliwet, Entas-entas, Karo, Jumat legi, ritual adat lain
2 Babi Sus srofa Suidae/Mamalia Entas-entas, ritual adat lain
3 Bebek Anas sp Anatidae/Aves Entas-entas 4 Ikan asin/
gereh Leiognathus sp, Pennahia argentata
Pisces Jumat legi
5 Ikan lele Clarias sp Clariidae/Pisces Jumat legi 6 Kambing Capra aegagrus Bovidae/Mamalia Kasada, Entas-
entas, ritual adat 7 Kerbau Bos bubalus Bovidae/Mamalia Unan-unan, karo
berupa sudang (tanduk)
8 Kuda Equus caballus Bovidae/Mamalia Acara, Entas-entas, Kasada, Karo, ritual adat.
9 Merak Pavo muticus Phasianidae/Aves Entas-entas, Karo, Kasada, ritual adat lain
10 Sapi Bos Taurus Bovidae/Mamalia Entas-entas, ritual adat
192
6.3.6 Keanekaragaman Hewan Ternak
Binatang ternak yang utama dan menguntungkan adalah sapi penggemukan
khususnya jantan, sedang babi banyak terdapat di Desa Wonokitri, kambing (Capra
aegagrus), kelinci (Lepus capensis), ayam kampung (Gallus gallus), berada di sekitar
perumahan. Secara ekonomi memelihara hewan sama dengan menabung, disamping
kotorannya dipergunakan pupuk kandang, karena dirasa membeli pupuk kandang dari
luar daerah juga mahal. Hewan sapi (Bos taurus) sangat menguntungkan karena harga
4-6 juta rupiah per ekor dan mudahnya merumput. Hewan babi juga mempunyai
keuntungan karena anaknya banyak dapat mencapai 12 ekor dalam sekali melahirkan.
Sedangkan ternak ayam kampung dipelihara untuk dikonsumsi sendiri dan acara
ritual adat. Pembelian anak sapi maupun penjualannya sapi melalui para pengumpul
(pengepul) di kampung masing-masing dan dapat langsung dijual tetapi harus
menggunakan jasa angkutan yang mahal, karena pasar hewan hanya ada di masing-
masing kota kecamatan.
Sisa dari keanekaragaman tumbuhan bahan sayur atau ritual adat dapat juga
diambil kembali sebagai pakan ternak babi. Untuk mengatasi kekurangan makanan
ternak Desa Ngadas Kidul yang terdiri 400 ekor sapi, 200 ekor babi, 50 ekor kambing
menanam terutama rumput gajah atau astruli, namun demikian karena banyaknya
jumlah ternak maka masyarakatpun memanfaatkan rumput dari padang rumput
Jomplangan TNBTS. Demikian pula jumlah ternak sapi di Desa Ngadisari (kambing
388 ekor, sapi 115 ekor dan kuda 108 ekor), Desa Ranupani dan Desa Wonokitri
terus meningkat, hal ini perlu dipikirkan masalah tersedianya pakan baik berupa
rumput astruli maupun jenis lain karena keterbatasan lahan pertanian. Berapa
kebutuhan pakan ternak seluruh desa Tengger belum dapat dihitung, hal ini harus ada
survei jumlah ternak, jenis pakan, jenis ternak dan luas lahan pakan ternak.
Jenis sapi yang menguntungkan di masyarakat Tengger adalah sapi potong,
artinya masyarakat membeli sapi jantan muda (pedet) dari jenis sapi lokal atau jenis
sapi potong dan hanya untuk dibesarkan. Hal ini berkaitan dengan baiknya rumput
astruli serta keuntungan dan berkaitan ritual adat. Jenis pakan ternak yang digunakan
193
sebagian besar rumput-rumputan dan jenis lain meliputi kaliandra, tewel, lamtoro,
daun pisang dan lain-lain. Jenis rumput di Jomplangan TNBTS yang dimanfaatkan
masyarakat meliputi jenis gengeng, pinjalan, petungan, gronggong dan alang-alang
(Imperata cylindrica). Kerja sama masyarakat dengan TNBTS dan Perhutani dapat
diwujudkan dalam bentuk kompensasi atau sistem sewa.
6.3.7 Keanekaragaman Hewan Peliharaan dan Pariwisata
Jenis binatang peliharaan di daerah Tengger meliputi anjing (Gambar 41a),
kucing, burung dara, ayam kampung dan kuda Masyarakat sangat jarang memelihara
burung dalam sangkar, namun beberapa kejadian hasil pengamatan dijumpai jenis
punglor dan puter.
Gambar 41 Pemanfaatan jenis hewan: (a) Pariwisata kuda dan (b) Hewan peliharaan anjing.
Untuk transportasi dan pariwisata dimanfaatkan 1 jenis hewan yaitu kuda, yang
pada zaman dahulu merupakan alat transpor utama (Gambar 41b). Pada
perkembangan sekarang sudah banyak mempergunakan mobil (hartop), sepedamotor,
ojek untuk jasa pariwisata ke Lautan Pasir Bromo, gunung Bromo, gunung
Pananjakan (Sun rise), maupun ke gunung Semeru. Penggunakan mobil sewaan jeeb
tersebut dimaksudkan agar kenyamanan berwisata lebih terjaga karena medannya
yang cukup berbahaya. Kuda juga dipergunakan untuk transportasi mengambil
rumput, berdagang, acara ritual seperti pawai obor pada acara Kasada, arak-arakan
a b
194
pada acara Entas-entas, Unan-unan, acara Tugel Kuncung, Tugel Gombak dan
Walagara (perkawinan). Untuk keindahan kuda kecak (kuda goyang) mereka hias
dengan bulu merak yang didatangkan dari wilayah Jember maupun Banyuwangi.
Biasanya dalam acara adat dapat menyewa beberapa kuda yang telah disediakan
masyarakat mereka sendiri atau dari desa lain, sedang binatang peliharaan kuda
terbanyak dijumpai di Desa Ngadisari. Kuda dimanfaatkan untuk kegiatan pariwisata,
dan dalam sekali sewa pendakian gunung Bromo tarif berkisar Rp.60000 - Rp.75000
hal ini sangat menguntungkan secara ekonomi masyarakat. Desa Ngadisari
mempunyai 108 ekor kuda yang siap mengantar wisatawan baik lokal maupun
mancanegara untuk dapat menikmati keindahan gunung Bromo.
6.3.8 Keanekaragaman Hewan Liar di Lingkungan
Pengetahuan tentang binatang liar cukup baik hal ini karena mereka hidup
berdekatan dengan lingkungan hutan. Keanekaragaman jenis binatang liar di
lingkungan meliputi ayam alas, deluk, cabak, salawiti, cendet, peking, pelatuk,
jangkrik, terkadang juga masih banyak terbang burung bido dan alap-alap (Tabel 21).
Jenis binatang mamalia liar seperti macan tutul, budeng, kijang, babi hutan yang
masuk perkampungan jarang terjadi namun demikian pada tegalan masih banyak
binatang liar. Desa Gubuklakah dan Desa Ranupani sering diganggu babi hutan (Sus
verucossus), monyet (Presbitis cristata) dan budeng (Macaca fascicularis), terurama
tanaman budidaya kentang, bawang prei dan jagung.
Populasi burung di Tengger berkurang salah satu penyebabnya adalah
kedatangan pemburu liar dari daerah lain, disamping itu juga pengaruh obat-obatan
dari pertanian, dan semakin berkurangnya populasi tanaman liar karena beralih fungsi
menjadi tanaman budidaya disekitar mereka. Keanekaragaman jenis fauna tergantung
dari ketinggian lokasi, dimana pada ketinggian 900 m dpl sampai 1500 m dpl
mempunyai variasi jenis lebih beragam dibanding pada ketinggian diatas 1800 m dpl.
Berdasarkan pengetahuan fauna yang dijumpai di lingkungan masyarakat
memberikan peran sumber informasi penting dalam hal konservasi, sumber genetik
195
pengembangan, pengelolaan kawasan desa Tengger dan wilayah konsevasi. .Jenis
yang sering dimanfaatkan ditangkap di lingkungan Perhutani misalnya jenis cendet,
bido, trocokan, prenjak, pelatuk, bido dan kacamata. Jenis burung dengan populasi
banyak di lingkungan desa adalah salawiti, deluk, cendet, ayam hutan, pelatuk, gereja
dan peking.
Tabel 21 Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan: ternak, kegunaan dan jenis hewan liar di lingkungan desa Tengger.
No Nama Lokal Spesies Suku/Kelas Status, kegunaan dan distribusi
1 Anjing Canis lupus Canidae/Mamalia Peliharaan, lingkungan
2 Ayam hutan hijau
Gallus varius Phasidae/Aves Liar,lingkungan, TNBTS, Perhutani
3 Ayam hutan merah
Gallus bonkiva Phasianidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
4 Ayam kampung
Gallus gallus Phasianidae/Aves Ternak bahan pangan, ritual adat, lingkungan
5 Babi Sus srofa Suidae/Mamalia Peliharaan, Bahan pangan, ritual, lingkungan
6 Babi hutan/celeng
Sus barbatus Suidae/Mamalia Liar,lingkungan,TNBTS, Perhutani
7 Bajing Tupaia sp. Tupaidae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
8 Bajing tanah Laricus insignis Tupaidae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
9 Banteng Bos javanicus Bovidae/Mamalia Cerita rakyat zaman Belanda
10 Banyak Anas sp Anatidae/Aves Peliharaan, Ranupani
11 Bebek Anas superciliosa
Anatidae/Aves Peliharaan, ritual Entas-entas, lingkungan
12 Bunglon Goniyocephalus diophus
Agamidae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
13 Burung ceret gunung
Cettia vulcania Aves Liar/ranupani, TNBTS
14 Burung gelatik
Padda oryzivora Sittidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
15 Burung alap-alap tikus
Elanus caeruleus
Falconidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
16 Burung alap-alap
Accipiter novanellandiae
Falconidae/Aves Liar, lingkungan, Perhutani, TNBTS
196
Tabel 21 lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, kegunaan dan distribusi
17 Burung belibis/itik gunung
Dendrocygna arcuata
Anatidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS
18 Burung betet Lanius cristatus Psittacidae/Laniidae /Aves
Liar, TNBTS, Perhutani
19 Burung betet Psittacula alexandri
Lainidae/Aves Liar, TNBTS
20 Burung bido/elang bido
Spilornis cheela Accipitridae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
21 Burung branjangan
Micrafa javanica
Alaudidae/Aves Liar, Jomplangan TNBTS
22 Burung cabak Caprimulgus pulchellus/ Caprimulgus indicus
Caprimulgidae/Aves
Liar, lingkungan,TNBTS
23 Burung cawu Hirundo tahitica Hirundinidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
24 Burung cendet Lanius schach Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
25 Burung ciu Pterotius aenobartus
Aves Liar, lingkungan, TNBTS Perhutani
26 Burung cucak Pycnonotus zeylanicus
Pycnonotidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
27 Burung cucak gunung
Pycnonotus bimaculatus
Pycnonotidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
28 Burung dara Columba livia Columbidae/Aves Peliharaan, lingkungan
29 Burung decu Saxicola caprata
Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
30 Burung Derkuku/deluk
Streptopelia chinensis
Columbidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
31 Burung elang hitam
Ictinaeus malaynensis
Accipitridae/Aves Liar, Perhutani, TNBTS
32 Burung elang gunung
Henicopernis lengicauda
Falconidae/Aves Liar, TNBTS, Perhutani
33 Burung emprit Lonchura leucogastroides
Ploceidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
34 Burung gagak Corvus enca. Corvidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
35 Burung gentilang
Chloropsis sonerati
Irinidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
36 Burung gereja Passer montanus
Ploceidae/Aves Liar, lingkungan
197
Tabel 21 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, kegunaan dan distribusi
37 Burung gemak Turnix suscitator
Turnidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS
38 Burung glatik gunung
Pitta azurea Paridae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
39 Burung hantu Otus bakkamoena/ Tylo alba
Strigidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
40 Burung jalak gunung
Acridotheres javanicus
Sturnidae/ Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
41 Burung jalak putih
Sturnus melanopteris
Sturnidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
42 Burung kacamata
Zosterops montanus
Zosteropidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
43 Burung kapinis rumah
Apus afinis Apopidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
44 Burung rangkong
Bucheros rhinoceros
Bucerotidae/Aves Liar, TNBTS, Perhutani
45 Burung kepodang
Oriolus chinensis
Oriolidae/Aves Liar, TNBTS, Perhutani
46 Burung kutilang
Pycnonotus aurigaster
Pycnonotidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
47 Burung layang-layang api
Hirundo mustica Hirundinidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
48 Burung mantenan
Treron griseicauda
Aves Liar,, TNBTS, Perhutani
49 Burung merak Puvo cristatus Phasianidae/Aves Liar, Bulu untuk ritual, TNBTS
50 Burung paok Pitta caerulea Aves Liar, TNBTS, Perhutani
51 Burung peking Lonchura punctulata
Ploceidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
52 Burung pelatuk
Picoides tridactylus
Picidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
53 Burung Pendet/cendet
Lanius schach Lannidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
54 Burung perkutut
Geopelia striata striata
Aves Peliharaan (jarang), lingkungan
55 Burung prenjak
Abroscoppus superciliaris/Prinia familiaris
Cisticolidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
56 Burung punglor
Zoothera citriana
Aves Liar, peliharaan, lingkungan, TNBTS, Perhutani
198
Tabel 21 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, kegunaan dan distribusi
57 Burung puter Streptopelia bitorquata
Columbridae/Aves Peliharaan, lingkungan
58 Burung puyuh Arborophyla javanica
Turnidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
59 Burung rangkong
Bucherus rhinocerus
Bucerotidae/Aves Liar, TNBTS, Perhutani
60 Burung walet Callocalia esculenta
Apodidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
61 Burung sepah gunung
Pericrocotus miniatus
Campephagidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
62 Burung sesap madu/sriganti
Nectarinia sperata
Nectariniidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
63 Burung sikatan
Cyornis sp Muscicapidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
64 Burung srigunting
Dicrurus macrocercus
Dicruridae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
65 Burung sriti Appus afinis Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
66 Burung tekukur
Steptopelia chinensis
Columbidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
67 Burung tledean
Pycnonotus squamatus
Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
68 Burung trocokan
Pycnonotus goiavier
Pycnonotidae/Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
69 Burung trulek jawa
Vanilus macroterus
Charadriidae/Aves Liar, TNBTS, Perhutani
70 Burung cemblek cemplir
Orthotomus sutorius
Aves Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
71 Cumi-cumi Lolligo sp Cephalopoda/Pisces Pasar
72 Domba Ovis aries Bovidae/Mamalia Peliharaan,Bahan pangan, ritual, lingkungan
73 Entok Cairina moschata
Anatidae/Aves Peliharaan, lingkungan
74 Garangan Viverricula indica
Viverridae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
75 Gembiring/tawon besar
Hemipepsin sp Pompilidae/Hypnoptera
Liar, TNBTS, Perhutani
76 Gogor/macan kumbang
Panthera pardus Felidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
199
Tabel 21 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, kegunaan dan distribusi
77 Ikan asin (pepetek),tigawaja
Leiognathus sp, Pennahia argentata
Pisces Pasar, lauk
78 Ikan lele Clarias batracus Clariidae/Pisces Pasar, lauk
79 Jagkrik Grylus campestris
Gryllidae/Orthoptera Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
80 Jaran/kuda Equus caballus Equidae/Mamalia Peliharaan, wisata, ritual/wisata
81 Kadal Maboia javanica
Lacertidae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
82 Kalong Pteropus vampyrus
Pteropodidae/Mamalia
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
83 Kambing Capra aegagrus Bovidae/Mamalia Bahan pangan, ritual
84 Kancil Tragulus javanica
Tragulidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
85 Kelelawar Emballonura monticula
Emballonuridae/Chiroptera/Mamalia
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
86 Kelinci Lepus capensis Leporidae/Mamalia Peliharaan/bahan pangan
87 Kepiting Cancer pagurus Portunidae/ Decapoda
Pasar, bahan pangan
88 Kerbau Bos bubalus Bovidae/Mamalia Peliharaan, ritual, luar Tengger
89 Kijang Muntiacus muncal
Cervidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
90 Kucing Felis silvestris Felidae/Mamalia Peliharaan, lingkungan
91 Kuniran Upeneus sulphureus
Panaeidae/Pisces Pasar, lauk
92 Laba-laba Tegenaria saeva Arachnidae Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
93 Lalat Lucilia sp Calliphoridae/ Diptera
Liar, lingkungan
94 Lalat hijau Lucilia sp Calliphoridae/ Diptera
Liar, lingkungan
95 Landak Histrix brachyura
Hystricidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
96 Lutung Presbytis cristata
Cercopithecidae/ Mamalia
Liar, TNBTS, Perhutani
97 Luwak Paradoxurus hermaproditur
Viverridae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
98 Macan dahan/ rangutan
Neofelis nebulosa
Felidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
200
Tabel 21 lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, kegunaan dan distribusi
99 Macan tutul Panthera pardus Felidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
100 Monyel abu-abu
Macaca fascicularis
Cercopithecidae/ Mamalia
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
101 Monyet hitam Trachypithecus auratus
Cercopithecidae/ Mamalia
Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
102 Mujair Oreochromis mossambicus
Cichlidae/Pisces Peliharaan/pasar, Ranupani
103 Musang Prionodon linsang
Viveridae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
104 Orong-orong Grylotaipa grylotaipa
Grylotaipidae Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
105 Pindang Euthynnus affinis
Scombridae/Pisces Pasar, lauk
106 Rangutan/ macan dahan
Neofelis nebulosa
Felidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
107 Rusa Cervus timorensis
Cervidae/ Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
108 Sapi Bos taurus Bovidae/Mamalia Peliharaan, bahan pangan,ritual,
109 Teledu Mydaus javanensis
Mustelidae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
110 Tikus Rattus rattus Muridae/Mamalia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
111 Tokek Gekko gecko Gekkonidae/Reptil Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
112 Tombro Cyprinus carpio Cyprinidae/Pisces Pasar, peliharaan di danau Ranupani
113 Trenggiling Manis javanica Manidae/Mamalia Liar, TNBTS, Perhutani
114 Udang Penaeus merquiensis
Penaeidae/Decapoda Pasar, lauk
115 Ular bandotan Vipera ruselli Viverridae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
116 Ular gadung/hijau
Ahaetulla prasina
Colubridae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
117 Ular kobra Naja spp Elapidae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
118 Ular sowo Phyton reticulates
Boidae/Reptilia Liar, TNBTS, Perhutani
119 Ular tanah Calloselasma rhodostoma
Viperidae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
120 Ular weling Bungarus fasciatus
Colubridae/Reptilia Liar, lingkungan, TNBTS, Perhutani
201
6.4 Pembahasan
Keanekaragaman jenis satwa liar seperti burung di kawasan Tengger masih
cukup tinggi dan jenis-jenis burung tersebut dibiarkan hidup liar dan tidak diburu
serta tidak dimanfaatkan karena mereka memiliki pantangan untuk membunuh sesuai
yang diajarkan leluhur mereka. Satuan lingkungan yang memiliki nilai konservasi
seperti tempat sakral seperti Danyangan, Sanggar Pamujan, makam, Danyang banyu
dan hutan larangan dapat mendukung usaha pelestarian keanekaragaman hayati.
Keberadaan keanekaragaman hayati liar di lingkungan masyarakat Tengger juga
sangat mendukung keberadaan makluk hidup lainnya.
Keanekaragaman jenis satwa liar dan ternak yang dikenal memiliki kegunaan
oleh masyarakat Tengger berjumlah 120 jenis terdiri atas jenis aves (64 jenis),
mamalia (32 jenis), reptil (9 jenis) dan ikan (3 jenis), sedangkan (3 jenis) berupa ikan
kering berasal dari luar Tengger. Jenis hewan ternak berjumlah 6 jenis mamalia, 6
jenis aves dan 3 jenis pisces (Gambar 42). Sedangkan jenis satwa yang digunakan
untuk bahan ritual adat berjumlah 8 jenis meliputi sapi, babi, kuda, kerbau, kambing,
domba, ayam dan bebek.
Gambar 42 Pengetahuan jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger.
202
Kearifan lokal masyarakat Tengger yang melarang atau pantang melakukan
pembunuhan atau perburuhan hewan liar sangat membantu keberhasilan upaya
konservasi SDH di kawasan konservasi yang dilakukan TNBTS. Demikian pula
peran persepsi dan konsepsi yang terkait dalam ajaran tujuh cinta kasih (Welas Asih
Pepitu) dan pandangan tentang karma yang telah tertanam dari generasi ke generasi.
Kebutuhan ekonomi dan peranan akan protein hewani masyarakat Tengger
lebih mengandalkan hasil pemeliharaan ternak sendiri, sedang kebutuhan ikan
dipenuhi dengan membeli di pasar atau mlijo yang disuplai dari Malang dan
Probolinggo (11%). Perburuhan satwa liar jarang dilakukan sehingga lingkungan
dapat dikatakan sangat mendukung wilayah konservasi TNBTS maupun Perhutani
(62%) (Gambar 43). Hal ini dapat kita lihat di lapangan, pada pagi, siang, sore hari
suara burung, ayam hutan, deluk di lingkungan terutama berdekatan dengan hutan
atau lingkungan sungai di sekitar mereka. Sekarang kebutuhan daging mudah didapat
dari pasar yang disuplai dari luar daerah meliputi ayam, daging kambing, daging babi,
daging sapi, telur, ikan pindang, ikan kering (gereh), ikan lele (Clarias batracus).
Suatu kebiasaan pesta adat sangat membantu dalam pemenuhan protein hewani
masyarakat Tengger, karena pada saat itulah mereka menikmati variasi lauk pauk
mulai dari daging sapi, babi, kambing dan ayam.
Gambar 43 Jumlah jenis hewan bermanfaat, pengganggu dan liar
203
Hewan yang digunakan pada ritual adat Tengger meliputi ayam (Gallus
gallus), sapi (Bos taurus), kambing (Capra aegagrus), babi (Sus scrofa) untuk
digunakan dagingnya, sedangkan kerbau (Bos bubalus) hanya digunakan acara ritual
adat Unan-unan setiap lima tahun. Selain digunakan pada setiap acara adat kuda
(Equus cabalus) digunakan pada acara wisata, transportasi dan ritual sebagai
tunggangan atau kuda joget. Bebek (Anas supercilliosa) dipergunakan pada acara
iber-iber ritual Entas-entas mempunyai makna dikemudian hari dapat mencari dan
memberi penghidupan. Suara burung prenjak (Prinia familiaris), gagak (Corvus
enca), jangkrik (Grylus campestris) memberi penanda baik suatu kejadian atau
aturan musim (pranoto mongso) dan memberikan pengetahuan dalam kehidupan
manusia. Pandangan tentang tingkah laku dan suara hewan merupakan pengetahuan
dari hasil kristalisasi pemikiran dan catatan pengalaman tentang kehidupan organisme
di alam.
Hewan peliharan yang sering dijumpai di perumahan anjing, burung dara dan
kucing, sedang punglor dan puter sangat jarang dijumpai. Jenis hewan penggangu
ternak seperti garangan, macan tutul sekarang jarang dijumpai, sedangkan hewan
yang mengganggu tanaman budidaya yaitu babi hutan (Sus verrusus), kera abu-abu
sering berada di tegalan yang berbatasan dengan hutan konservasi. Fungsi beternak
adalah untuk menambah pemasukan atau income masyarakat selain dari hasil
pertanian dan membuat pupuk kandang dari kotoran ternak mereka. Ternak dan
rumah serta kepemilikan tanah merupakan simbol status kekayaan seseorang.
Kandang ternak ditempatkan di luar atau jauh dari perumahan dimaksudkan untuk
kesehatan lingkungan masyarakat dan mudahnya memberi pakan ternak dan
memudahkan pengolahan pupuk kandang, biasanya kandang menjadi satu dengan
gubuk atau berdekatan.
Ayam dan itik biasanya ditempatkan di kandang yang berada di belakang
rumah dan tidak ditempatkan di dekat dengan tegalan, karena akan dapat menggangu
pertaniaan tetangga. Walaupun letak kandang ternak berada jauh dari rumah namun
masyarakat tidak khawatir ternak akan hilang. Karena wilayah Tengger sangat aman
204
terhadap pencurian, rasa aman tercipta karena masyarakatnya pantang mencuri seperti
yang diajarkan kepercayaan dan agama mereka. Bentuk bangunan kandang berupa
panggang pepe atau kampung dengan alas dari tanah, lantai atau kayu cemara dengan
permukaan sedikit miring agar air kencing dapat mengalir. Pakan ternak terutama
untuk sapi, babi, kuda adalah rumput astruli yang ditanam masyarakat di batas
terasiring. Untuk pakan ternak kambing diantaranya adalah jenis kaliandra dan jenis
lamtoro yang ditanam sebagai pagar atau ditepi jalan, tanah komplangan serta
dimanfaatkan sebagai tanaman konservasi untuk mencegah tanah longsor.
6.5 Simpulan
Pengetahuan keanekaragaman jenis hewan di lingkungan masyarakat Tengger
berjumlah 120 jenis yang terdiri dari hewan peliharaan dan liar. Hewan peliharaan
yang dimanfaatkan masyarakat Tengger terdiri dari Aves (8 jenis), Mamalia (10
jenis), sedang jenis ikan danau (3 jenis), dan jenis ikan berasal dari luar Tengger
adalah ikan kering (3 jenis), Decapoda (2 jenis). Pengetahuan masyarakat Tengger
terhadap binatang liar di sekitar mereka meliputi, Mamalia (32 jenis), Reptilia (9
jenis), Aves (64 jenis), Diptera (2 jenis), Arachnidae (1 jenis), Grylotaipidae (1 jenis),
Hypnoptera (1 jenis).
Pengetahuan tentang keanekaragaman jenis hewan di lingkungan maupun jenis
hewan di hutan sangat baik, karena masyarakat Tengger selalu berkomunikasi dengan
alam sekitar. Perburuan terhadap binatang liar tidak ada, hal ini sangat mendukung
konservasi keanekaragaman hayati.
Masyarakat suku Tengger memanfaatkan hewan untuk mendukung kebutuhan
ekonomi, kebutuhan protein hewani, menjaga keamanan dan bahan ritual adat
meliputi ayam, babi, sapi, kambing, domba, bebek, sedangkan kuda mendukung jasa
transportasi dan pariwisata. Peran jenis hewan tertentu mengandung nilai makna
kepercayaan suatu kejadian maupun indikasi aturan musim (pranoto mongso). Dalam
mendukung perekonomian keluarga dan ritual adat jenis penting meliputi ternak sapi,
babi, kambing dan ayam dan berdampak positif dalam pengolahan lahan pertanian
untuk dipergunakan sebagai pupuk kandang.
205
7. PEMBAHASAN UMUM
7.1 Sosial Budaya, Adaptasi dan Pengelolaan Lingkungan Masyarakat Tengger
Sikap dan pandangan hidup masyarakat Tengger tercermin di dalam agama,
kepercayaan, dan pranata sosial yang mengatur hubungan antara manusia dengan
Sang Hyang Widhi, manusia dengan manusia, manusia dengan sumber hayati dan
alam lingkungan. Pedoman kepribadian tersebut didasari kepercayaan Kawruh Budha
(prasojo, prayogo, pranoto, prasetya dan prayitno), Panca Sradha (Percaya Sang
Hyang Widhi Wasa, Percaya Atman, Percaya Karmapala, Percaya Purnabawa dan
percaya Moksa), hubungan antar manusia bersikap Panca Setia (Setyo Budoyo, Setyo
Semoyo, Seryo Wacana, Setyo Laksana dan Setyo Mitro). Menurut Sukari et al.
(2004) dan Nurudin et al. (2004) masyarakat Tengger mempunyai sikap waras
(sehat), wareg (kenyang) wastro (sandang) dan widya (ilmu dan teknologi) dan welas
asih pepitu (cinta kasih tujuh) (Gambar 5). Keberhasilan dalam mempertahankan,
nilai sosial budaya dan kepribadian di masyarakat tidak terlepas dari peran orang tua,
pemimpin adat maupun pemerintahan setempat.
Kehidupan masyarakat Tengger di kawasan Bromo Tengger Semeru sudah
berlangsung lama diperkirakan setelah keruntuhan kerajaan Majapahit. Mereka telah
mampu mengadaptasikan kehidupan sosial ekonomi, budaya serta lingkungan
beratus-ratus tahun yang lalu secara turun temurun. Interaksi dan hubungan yang
serasi tersebut sudah berlangsung lama hingga pada saat ini. Hubungan timbal balik
antara sistem sosial masyarakat Tengger dengan lingkungan biofisik (ekosistem)
menyebabkan mereka mampu mengelola sumber daya alam yang ada. Pengetahuan
dalam pengelolaan sumber hayati dan lingkungannya sesuai kaidah ekologi
(sustainable) seperti pembagian satuan-satuan lansekap, struktur sistem
pemerintahan, pranata sosial dan lembaga adat, pengetahuan konservasi tradisional
dan pengetahuan tradisional berkaitan dengan petanian. Berbagai aspek sosial seperti
jumlah penduduk, teknologi lokal, kearifan lokal, sistem kepercayaan, mitos, seni
budaya, sistem kelembagaan dan struktur sosial. Kelembagaan tradisional ternyata
206
mempunyai nuansa kesetaraan dengan tugas dan fungsinya dalam mengatur
pengelolaan sumber daya alam (Purwanto 2004). Sedang aspek lingkungan bio-fisik
(ekosistem) berupa komponen fisik meliputi udara, tanah, air dan hayati meliputi
tumbuhan budidaya dan tumbuhan liar, hewan ternak, peliharaan, hewan liar, dan
sebagainya.
Masyarakat Tengger dengan berbagai aspek sosial budaya, populasi penduduk,
kearifan lokal, teknologi lokal, struktur sosial dan kelembagaan telah terbentuk secara
alami sesuai kemampuan mereka. Tatanan sosial masyarakat terjaga dengan baik
sehingga tercipta suasana tenteram, damai dan jauh dari konflik. Menurut Nurudin et
al. (2004) modal sosial (social capital) masyarakat Tengger meliputi konsep hidup
dan nilai budaya. Modal sosial seperti nilai-nilai adat dan aturan-aturan informal
digunakan setiap individu dalam perilaku kehidupan sehari-harinya. Keadaan
masyarakat Tengger tradisional namun terbuka serta nampaknya mengalami dampak
perubahan zaman yang begitu cepat, hal tersebut merupakan beban berat, karena
kondisi wilayah maupun pendidikan masyarakat. Namun masyarakat Tengger tetap
tegar mempertahankan adat budaya, bahkan menerima tradisi yang bersifat lokal
dalam memperkaya khasanah seni budaya. Kesenian yang dilakukan pada saat acara
perkawinan, maupun acara adat seperti tari tayup yang diiringi tari gamelan
merupakan tradisi turun temurun, dilakukan di rumah, di Balai Desa dan tempat
Danyangan.
Peran kawasan keramat dari pandangan ekologi adalah memiliki nilai
konservasi tinggi dan sebagai konservasi sumber air dan kondisi fisik lainnya seperti
perlindungan terhadap kondisi lahan. Sistem konservasi lokal masyarakat yang
dikaitkan dengan pandangan religi dan kepercayaan lokal ternyata lebih dihormati
dibanding dengan sistem konservasi formal. Kawasan ini juga mempunyai peran
ekologis diantaranya adalah sebagai habitat jenis yang terancam keberadaannya dan
jenis endemik. Konservasi yang didasarkan pada pengetahuan lokal berkaitan dengan
religi lebih sustainable. Kawasan keramat terjaga dalam kurun waktu yang panjang,
maka suksesi biologi sumber daya hayati lebih lengkap yang dapat dijadikan sebagai
kawasan public awareness demonstrasi bagi pendidikan lingkungan dalam rangka
207
pengelolaan sistem sumber daya hayati yang berkelanjutan. Tempat sakral
mempunyai keterkaitan erat antara sumber daya alam sebagai wujud integrasi antara
budaya dan nilai alamiah dalam sistem pengelolaan sumber daya hayati. Kawasan
keramat merupakan perlindungan terhadap pengetahuan lokal dan budaya masyarakat
yang mempunyai religi tradisional. Kawasan keramat juga mempunyai nilai kultural
sebagai acuan dari budaya, agama dan merupakan identitas suatu kelompok
masyarakat. Kawasan keramat tidak hanya menguntungkan baik sosial, ekonomi dan
ekologi, tapi berdampak pada kekayaan budaya dan sumber daya alam yang memiliki
kekhususan tersendiri dan dapat dijadikan obyek eko-turisme. Oleh sebab itu kawasan
sakral mempunyai nilai religi yang harus dihargai, dihormati dan dilindungi sebagai
manifestasi yang mendasar dari suatu kepercayaan tradisional, spiritual dan nilai
spesifik dari budaya lokal.
Beberapa kelemahan dari pada kawasan sakral atau keramat yaitu belum
adanya pengakuan, kerahasiaan pengetahuan oleh masyarakat adat, tidak mengikuti
tata cara yang sistemik, memiliki ukuran yang relatif kecil, perubahan budaya
manusia akibat pengaruh pendidikan, teknologi, modernisasi dan budaya lain.
Disamping itu juga pengelolaan sumber daya hayati hanya berorientasi kepentingan
ekonomi dan analisis keilmiahan dari sudut pandangan ekologi barat. Tempat ritual
adat seperti gunung Bromo, Danyangan, Sanggar Pamujan, Makam, hutan larangan
merupakan tempat sakral dan magis dan secara pandangan ekologis merupakan
tempat konservasi dalam mendukung pelestarian keanekaragaman hayati.
Akibat pengaruh intervensi budaya lain yang dialami masyarakat Tengger
bagian luar, dengan masyarakat suku lain, sehingga mengalami tekanan yang
mengakibatkan terjadi erosi budaya karena kuatnya pengaruh, perkawinan silang, dan
secara evolusi tidak dapat terbendung dari perubahan, hal ini situasinya berbeda
dengan Tengger bagian dalam. Dampak arus informasi serta teknologi mempengaruhi
pola di semua aspek kehidupan masyarakat Tengger. Aspek sosial budaya lokal
masyarakat berkaitan dengan populasi penduduk, teknologi lokal hingga peralatan
modern, sistem kepercayaan, sistem pertanian, kearifan lokal serta kelembagaan, adat
budaya masih kuat bahkan sangat kokoh. Mitos Ajisaka, Roro Anteng Joko Seger,
208
terjadinya gunung serta simbol-simbol memberikan arti khusus yang membuahkan
ritual adat, kepercayaan yang disepakati. Sistem organisasi sosial, politik, aspek
ekonomi, teknologi, sistem pertanian, pengelolaan lingkungan sangat dipengaruhi
oleh sistem sosial budaya mereka. Beberapa aspek sosial budaya, simbol bahasa,
pakaian adat serta tatanan yang mapan dan terjaga baik tidak lepas dari unsur
lingkungan, ikatan keluarga, kekerabatan, kelembagaan, sifat individu yang suka
menolong berkaitan dengan kepercayaan, sehingga menjadi modal dasar terciptanya
suasana damai, tenang dan tenteram.
Ikatan kekerabatan hampir sama dengan suku Jawa pada umumnya mulai dari
canggah, buyut, simbah, bapak/ibu, anak dan cucu/putu. Perkawinan masyarakat
Tengger, biasanya dalam satu desa atau desa lain dalam lingkungan masyarakat
Tengger, namun suku Tengger yang berbatasan dengan masyarakat Jawa banyak
melakukan perkawinan silang. Pada setiap acara yang dilakukan mempergunakan
salam “Houng Ulum Basuki Langgeng” yang mempunyai arti Tuhan tetap
memberikan keselamatan, kemakmuran yang kekal, hal ini juga dimaksudkan
mempererat hubungan dalam persatuan masyarakat Tengger. Salam untuk yang
beragama Hindu Dharma dengan “Om Swasti Astu”.
Adaptasi yang dilakukan masyarakat Tengger berlangsung melalui proses
waktu yang panjang dari generasi ke generasi melalui kehidupan sosial ekonomi,
budaya serta lingkungannya telah mengantarkan sistem kehidupan yang harmonis dan
mantap. Hubungan tersebut mempersatukan berbagai komponen melalui proses
evolusi budaya dari berbagai macam aspek dan berlangsung hingga saat ini sebagai
contoh adaptasi kultural dengan penggunaan teknologi tumang dan simbol adat selalu
berpakaian sarung baik laki-laki maupun perempuan. Dalam mempertahankan seni
budaya seperti tari Sodoran dan Ujung-ujungan, Sendra tari Roro Anteng-Joko Seger
menggambarkan kerukunan antara warga Tengger. Lembaga adat, Petinggi sebagai
kepala adat dan koordinasi Dukun Pandhita menjadi lebih berdaya guna dalam
masyarakat dalam melakukan ritual adat. Untuk mempertahankan eksistensi adat dan
budaya serta wilayah Tengger mereka lebih mengutamakan perkawinan diantara
sesama warga Tengger.
209
Demikian pula dalam mengadaptasikan bentuk perkampungan yang
disesuaikan dengan tanah perbukitan agar tidak longsor, tanpa pohon besar sehingga
menerima sinar matahari lebih banyak dan lingkungan lebih hangat. Kerangka rumah
dengan kayu cemara gunung lebih kuat, hal ini untuk menghindari dampak abu
vulkanik dari gunung Bromo maupun gunung Semeru. Pada kondisi dingin, kabut
dan ekstrim mereka membuat tempat api-api (tumang), baik di lingkungan
perumahan, gubuk-kandang, pos ronda dan Balai desa.
Dalam bidang pertanian budidaya yang sesuai dan mempunyai nilai ekonomi
tinggi seperti kentang, kobis, bawang prei, jagung dan variasi jenis bahan pangan
mereka menanam ganyong, talas dalam mengatas musim paceklik. Pembagian pupuk
anorgnik diatur dalam kelompok tani, demikian pula pengolahan lahan komplangan.
Pengolahan lahan tegalan dengan terasiring lebih cocok dan pembatas lahan tanaman
cemara, astruli serta mensakralkan tempat Danyangan, Sanggar Pamujan, makam,
gunung Bromo, hutan larangan menjadikan kelestarian sumber daya hayati di
Tengger. Hubungan yang serasi dan berkesinambungan antara sistem sosial budaya
serta lingkungan biofisik. Interaksi tersebut menimbulkan pengetahuan, pengelolaan
dan pemanfaatan terhadap sumber daya alam serta lingkungannya (Gambar 44).
Gambar 44 Interaksi sistem sosial dan ekosistem dari Rambo (1983).
210
Rambo (1983) dan Soemarwoto (2004) menjelaskan bahwa kehidupan
manusia akan selalu berkaitan dengan lingkungan dimana mereka tinggal. Dampak
dimana mereka tinggal termasuk keanekaragaman flora, fauna, tanah, udara akan
saling mempengaruhi. Interaksi timbal balik kehidupan masyarakat Tengger di
Bromo Tengger Semeru telah dimulai sejak zaman Majapahit. Arus tersebut
menyebabkan terbentuknya budaya dengan unik seperti kesenian Sodoran, Ujung-
ujungan dan lain-lain. Struktur organisasi, pengetahuan tentang tempat keramat,
sistem pertanian seperti kentang, bawang prei, kobis, peternakan sapi, babi,
perumahan, pola makan, terasiring dan sebagainya. Di dalam lingkungan populasi
manusia berusaha melakukan strategi adaptasi melalui seleksi alam untuk dapat
sukses dan bertahan sehingga membentuk sistem sosial. Pertukaran arus energi,
materi dan informasi antara sistem sosial dan sistem biofisik dengan daerah lain
menyebabkan terbentuknya struktur dan fungsi khusus. Idiologi dan pandangan
masyarakat Tengger terhadap lingkungan mempunyai nilai positif, kearifan
berlangsung secara turun menurun, menerima dan pasrah terhadap wedar Sang
Hyang Widi sehingga mempunyai dampak praktek ke dalam bentuk kepercayaan,
kearifan, tata nilai dan ini dapat dilihat dalam bentuk perilaku kehidupan se-hari-
harinya. Oleh sebab itu dari banyaknya pengalaman, dan pengetahuan selama
mendiami wilayah Tengger sehingga mempunyai dampak keberhasilan atau
eksistensi kehidupan masyarakat Tengger.
Pengetahuan lokal membentuk gaya arsitek masyarakat yang sesuai zamannya
akan berdampak pada pemanfaatan sumber daya hayati, lingkungan berkaitan dengan
kehidupan sosialnya seperti kalender Tengger, adat budaya, struktur organisasi dan
ritual kepercayaan. Ekosistem di lingkungan mereka dimana di dalamnya terdapat
keanekaragaman hayati, udara, suhu, tanah, air, iklim saling berinteraksi.
Pengetahuan serta tata nilai yang terakumulasikan dalam kehidupan keseharian
mereka nampak dalam kehidupan sosialnya. Oleh sebab itu dampak pengetahuan
tradisionalnya diterapkan dalam teknik pengolahan lahan atau lansekap pegunungan
yang curam, tata ruang desa, teknologi, seni, kerajinan, pengobatan, sosial budaya,
arsitek, kelembagaan serta ritual kepercayaan mereka. Norma adat yang dilakukan
211
terhadap kontrol sosial, sikap, tingkah laku, tindakan serta tokoh kharisma Petinggi
sebagai ketua adat dan dukun Panditha sebagai pelaksana ritual adat sangat disegani
dalam menciptakan suasana harmonis di wilayah Tengger. Menurut Purwanto et al.
(2011) etnoekologi dijadikan dasar untuk pengembangan wilayah tanpa harus
mengorbankan kehidupan suatu kelompok masyarakat dan kondisi lingkungan
berikut sumber daya alam hayati di suatu lingkungan.
7.2 Keanekaragaman Hayati, Pengembangan Pertanian, Peternakan dan
Pariwisata di Wilayah Tengger
Sistem pertanian paling cocok di wilayah Tengger adalah tanaman sayuran, hal
ini sangat potensial dalam mendukung perekonomian daerah sesuai dengan tanah,
lingkungan serta udara sejuk dan dingin. Faktor sosial budaya dan ekonomi
mempengaruhi keanekragaman jenis tanaman pekarangan maupun tanaman tegalan,
kebun serta tanaman liar di lingkungannya. Ditinjau dari lingkungan ekologi, seperti
suhu, tanah, musim, ketinggian dan kemiringan diperlukan usaha pemikiran análisis
dari pengalaman mereka tentang pengelolaan lahan di perbukitan yang terjal karena
hal ini dapat menimbulkan rawan longsor. Konsep serta model terasiring ini perlu
pemikiran yang akurat dari para peneliti dan para pemikir Tengger dalam
mempertahankan, mengembangkan, mengantisipasi tanah longsor serta dampak yang
diakibatkannya. Teknologi mereka dalam bidang pertanian sangat mengagumkan
terutama jagung varietas Tengger, proses penanaman, pemeliharaan, penyimpanan
dalam lumbung sigiran sampai menjadi bahan baku aron. Menurut mereka makan
nasi aron dapat bertahan satu hari dan baru merasa lapar, ini sangat menguntungkan
dalam pekerjaan yang jauh tempatnya.
Untuk menanggulangi pekerjaan ladang mereka yang jauh dan berbukit-bukit
membuat tempat istirahat yang disebut gubuk, dimana fungsinya untuk penimbunan
bibit, hasil produksi, istirahat, tempat memasak, musyawarah dengan keluarga,
transaksi penjualan, sehingga keluarga masyarakat Tengger dipastikan mempunyai
gubuk. Dalam bidang pertanian masyarakat Tengger sudah memikirkan tanaman
budidaya apa yang menguntungkan secara ekonomi, namun juga mempertimbangkan
212
modal, seperti budidaya kentang harus mempunyai modal yang cukup. Tanaman
andalan masyarakat Tengger terutama kentang, bawang prei, kobis, selanjutnya ercis,
tomat, wortel, lobak, lombok, apel (Desa Gubuklakah), dan yang lain digunakan
untuk sayur mayur.
Keanekaragaman hayati berkaitan dengan kebutuhan yang sangat penting
adalah kayu bakar dan kayu bangunan, hal ini perlu mendapakan prioritas. Kayu
bakar merupakan sumber energi yang berkaitan dengan kehidupan seperti halnya
kebutuhan pokok. Mayoritas masyarakat Tengger menggunakan kayu bakar untuk
memasak makanan dan menghangatkan badan. Demikian pula kayu bangunan untuk
membuat rumah dan perabotan rumah tangga, perlu pemikiran untuk keberlanjutan
keanekaragaman hayati di Tengger.
Peternakan utama sekarang adalah sapi penggemukan yaitu sapi jantan, babi,
sedangkan ternak kambing, ayam kampung, kelinci hanya digunakan sendiri.
Permasalahan yang muncul dengan banyaknya ternak sapi mengakibatkan lumbung
rumput di tegalan seperti astruli tidak memenuhi, hal in dapat menyebabkan
gangguan wilayah konservasi. Dampak masalah pakan ternak perlu ditanggulangi
sedini mungkin dengan menanam di wilayah komplangan Perhutani pada lahan
tanaman keras. Untuk masyarakat tidak berbatasan dengan Perhutani akan lebih tepat
melakukan kerjasama dengan pihak terkait saling menguntungkan sebagai contoh
kesepakatan kerjasama kompensasi.
Dalam bidang pariwisata masyarakat Tengger berbangga hati karena
lingkungannya sangat mendukung seperti gunung api, pegunungan, udara yang
dingin sejuk, sistem pertanian unik, budaya istiadat unik, sehingga wisata dimasa
akan datang merupakan penambangan divisa bagi masyarakatnya. Wilayah perkotaan
yang padat dan bising serta perekonomian semakin baik akan berdampak
berkeinginan menikmati keindahan Tengger dengan adat budaya yang menarik serta
masyarakatnya yang ramah. Para wisatawan mancanegarapun banyak tertarik
menikmati keindahan wilayah Bromo Tengger Semeru dengan adat budaya Tengger
yang unik dan gunung api yang masih aktif. Bidang kesenian masyarakat Tengger
juga bervariasi karena terpengaruh dari luar sehingga kesenianpun sangat
213
berkembang meliputi jaran kepang, bantengan, kerawitan dan gamelan, tari topeng
(Desa Gubuklakah), wayang kulit hanya untuk ruwatan, tayuban, campur sari,
dangdutan, reog, dan tari ritual Sodoran serta Ujung-ujungan. Menurut para sesepuh
Tengger wayang kulit dan wayang orang tidak diperbolehkan karena wilayah
Tengger merupakan wilayah pertapaan (kadewatan), dan menjauhkan dari hal yang
kurang baik.
Pengetahuan lokal atau tradisional merupakan pengetahuan yang berasal dari
masyarakat tradisional dalam memanfaatkan, mengolah berbagai jenis tumbuhan,
hewan serta lingkungan untuk bahan dasar keperluan kehidupannya. Kemampuan
yang dimiliki sebagian masyarakat lokal dalam mengidentifikasi jenis-jenis tumbuhan
maupun hewan merupakan langkah awal kegiatan etnobiologi. Pengetahuan tentang
keanekaragaman hayati sangat baik hal ini dapat dibuktikan tidak ada permasalahan
dalam mengidentifikasi serta memberi nama lokal. Nama-nama jenis-jenis tumbuhan
lokal serta pemanfaatannya dalam praktek kehidupan mereka baik secara individu
maupun kelompok dianggap sebagai strategi dan merupakan klasifikasi atau
penggolongan tradisional. Pengetahuan tradisional yang dikembangkan oleh
masyarakat di lingkungannya kemudian dipelajari di olah, diilmiahkan akhirnya
terbentuk etnobiologi yang sebenarnya yang merupakan hasil akumulasi pengetahuan
serta praktek masyarakat lokal. Pengetahuan serta praktek masyarakat tradisional,
serta pemikiran tentang ritual, baik ritual pengobatan (suwuk), maupun ritual adat
sangatlah berkaitan dengan kepercayaan mereka.
Evaluasi nilai budaya jenis-jenis tumbuhan (etnobotani) sangat perlu untuk
diteliti, dievaluasi secara mendalam. Dalam penelitian ini juga berkaitan taksa-taksa
yang mempunyai nilai dengan budaya dan mempunyai kegunaan dituangkan dalam
nilai penting (ICS) dari setiap taksa. Kegunaan jenis tumbuhan terdokumentasi dari
hasil penelitian ini sejumlah 326 jenis. Berbagai macam tumbuhan digunakan sebagai
bahan pangan (75 jenis), bahan obat (121 jenis), bahan ritual (94 jenis), bahan
bangunan, kayu bakar, teknologi lokal, tali-temali, bungkus dan kayu bakar (53
jenis), tanaman hias 140 jenis, tumbuhan liar (100 jenis), bahan indikator kesuburan
tanah dan merusak (29 jenis), bahan pangan buah (49 jenis), bumbu, pewarna, rokok,
214
kecantikan (40 jenis) dan pakan ternak (44 jenis). Untuk hewan liar, bahan pangan,
peliharaan dan ritual (120 jenis) terdiri dari mamalia (32 jenis), burung (64 jenis),
reptilia (9 jenis) dan ikan (6 jenis).
Indek nilai penting (ICS) yang tercatat dari 326 jenis yang dimanfaatkan oleh
masyarakat Tengger menunjukkan padi mempunyai nilai ICS (90) paling tinggi
sebagai bahan pangan utama, selanjutnya nilai ICS tinggi seperti cemara digunakan
bangunan, konservasi dan teknologi lokal, sayur mayur seperti bawang prei, kobis
dan kentang merupakan pilihan ujung tombak ekonomi, pisang sebagai bahan buah-
buahan, ritual dan mitos, rumput astruli pakan ternak utama serta konservasi lahan di
masyarakat Tengger. Hubungan antara nilai ICS dan INP dapat menjadi bahan
analisis untuk dapat dikembangkan dalam mengatasi permasalahn di Tengger.
Cemara mempunyai nilai INP 202.86 sangat tinggi merupakan tanaman dominan di
Tengger, sedangkan cemara mempunyai nilai ICS tinggi (86.5) karena mempunyai
pemanfaatan kepentingan nilai budaya. Nilai padi ICS (90) sangat tinggi, tidak dapat
di tanam di Tengger dan harus diimpor dari luar Tengger, demikian pula kelapa ICS
(78), hal ini perlu pemikiran bagaimana mengantisipasinya. Sepeti halnya kayu
bangunan lokal kayu kembang, dadap sangat jarang ditemui di tegalan, pihak
pemerintah telah menganjurkan menanam sengon, suren dan jabon. Pemanfatan
pisang dengan ICS tinggi tetapi INP rendah (16.01) sehingga perlu pembudidayaan
terutama pisang salik dan pisang raja.
Menurut Rambo (1983) faktor-faktor biofisik disekitar manusia yang sangat
bervariasi termasuk iklim, udara, tanah, air dan keanekaragaman jenis hewan,
tumbuhan serta lingkungan tidak pernah lepas dengan kehidupan sehari-hari.
Bergesernya kebiasaan menggunakan bahan pokok jagung varietas lokal merupakan
dampak perubahan, adaptasi yang tidak dapat dihindari serta akan menimbulkan erosi
sumber genetik lokal. Berkembangnya budidaya ternak babi, sapi, kambing juga
berkaitan dengan meluasnya penanaman rumput astruli yang ditanam pada lahan
tegalan dan komplangan milik Perhutani berdampak pada ekonomi masyarakat.
215
7.3 Pembangunan Masyarakat Tengger Berkelanjutan di Wilayah Tengger.
Tatanan sosial yang stabil dan mantap dari berbagai konflik, serta modal
budaya yang unik, institusi sosial, jumlah penduduk yang cukup stabil merupakan
hasil adaptasi mereka di lingkungannya. Lingkungan gunung vulkanik dan deretan
pegunungan, udara dingin, sejuk, kaya oksigen juga merupakan modal yang dapat
dikembangkan di masa depan. Perkembangan penduduk stabil sangat menguntungkan
terhadap ekosistem, tanah, air dan udara, sehingga aktivitas ekonomi mempunyai
dampak positif terhadap masyarakat lokal (Dharmawan 2006). Sifat masyarakat
Tengger yang terbuka, dengan jiwa berpegang pada adat budaya kepercayaan
merupakan nilai positif sebagai modal sosial (social capital) serta konsep pandangan
mereka akan kehidupan, kejujuran dan kebersamaan merupakan nilai hakiki yang
luhur. Keterbukaan terhadap pembangunan kehidupan modern, namun tetap
meletakkan tradisi leluhur serta budaya merupakan kekuatan antar generasi yang
sangat berharga. Modal dasar tersebut jika didukung partisipasi masyarakat, kualitas
sumber daya, partisipasi, pemberdayaan masyarakat serta kesiapan semua pihak
terkait (stakeholder), dengan proses perencanaan yang matang, pelaksanaan,
pengawasan serta evaluasi menuju pembangunan masyarakat yang berkelanjutan
berwawasan lingkungan. Perhatian kearifan serta etika masyarakat terhadap
lingkungan, pranata sosial mereka harus dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh
serta mempersempit dampak konflik baik terhadap masyarakat lain, wilayah
konservasi maupun Perhutani.
Menurut Purwanto et al. 2004 pada dasarnya terdapat tiga dimensi peran
sumber daya hayati yaitu peran yang berdimensi ekologi, ekonomi dan dimensi etik
(Gambar 45). Dimensi ekologi jelas manfaatnya berkaitan dengan keanekaragaman
hayati pada ekosistem. Peran ekologi dan sosial budaya sering diabaikan karena
mempunyai dampak nyata dan dapat dirasakan perannya terhadap ekonomi. Ketiga
dimensi keanekaragaman hayati tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan. Jika pengelolaan sumber daya hayati tidak mengacu pada kepentingan
216
tiga dimensi tersebut maka dapat dipastikan sumber daya hayati mengalami
kerusakan.
Gambar 45 Konsep peran, potensi, kegunaan dan konservasi keanekaragaman hayati (Purwanto et al. 2004).
Menurut Purba (2002) lima prinsip dasar pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan yaitu keadilan antar generasi (intergenerational equity),
keadilan dalam satu generasi (intragenerational equity), pencegahan dini
(precautionary principle), perlindungan keanekaragaman hayati (biodiversity
conservation) dan internalisasi biaya lingkungan serta mekanisme insentif. Primack et
al. (1998) menekankan disiplin biologi konservasi karena konsep pembangunan
KEANEKARAGAMAN HAYATI
Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Etik
Asal usul dan keanekaragaman, respon terhadap gangguan dan peran dalam
fungsi ekosistem
Berguna Pandangan hidup, persepsi dan
konsepsi masyarakat
Keuntungan ekosistem
alami
Sumberdaya (Budidaya dan non budidaya
ANCAMAN
Pengolahan dan Konservasi
Pembangunan Berkelanjutan
217
berkelanjutan perlu dilangsungkan tanpa disertai pertumbuhan dalam penggunaan
sumber daya alam, maka upaya pelestarian keanekaragaman hayati sering
berbenturan dengan kebutuhan manusia. Perlindungan kebudayaan tradisional di
lingkungan alami sangat berkaitan erat dengan pelestarian keanekaragaman hayati
dan pelestarian keanekaragaman genetika.
Beberapa strategi upaya pelestarian keanekaragaman hayati harus dipadukan
dengan adat masyarakat tradisional. Pendekatan melalui partisipasi masyarakat
tradisional merupakan elemen penting atau kunci dalam pengelolaan konservasi.
Deklarasi Rio tentang lingkungan dan pembangunan menyatakan untuk mencapai
ekonomi jangka panjang harus mengaitkan dengan perlindungan lingkungan.
Pembangunan berkelanjutan diperlukan adaptasi, pembelajaran terhadap lingkungan,
organisasi sosial, ekonomi, kebijakan dan perencanaan untuk menuju keselarasan
(Sugandhy 2007).
Menurut Clay (1991) dalam Primack et al. (1998) strategi top down dimana
pemerintah bertindak menentukan rencana pengelolaan dipadukan dengan program
botton up, dimana masyarakat desa atau kelompok lokal mampu merumuskan,
merencanakan pengembangan pembangunan. Strategi keanekaragaman hayati di
wilayah Tengger sebagai suatu sistem hakiki, kehidupan harmoni yang natural harus
melibatkan masyarakat termasuk sosial budayanya, keanekaragaman hayati, hutan
konservasi maupun hutan Perhutani, kalangan swasta, dan pihak pemerintah yang
terkait. Keanekaragaman hayati sebagai pengikat sosial budaya masyarakat serta
lingkungan di wilayah Tengger merupakan faktor penting sebagai daya dukung
pembangunan berkelanjutan.
7.4 Strategi Konservasi di Wilayah Tengger
Sistem pertanian pada lahan tegalan merupakan sistem ekonomi subsistem
sebagian besar penduduk masyarakat Tengger. Sistem pertanian pada lahan berbukit
sebagai inti budaya, karena hal tersebut merupakan pola adaptasi terhadap
lingkungannya. Inti budaya meliputi teknik produksi dan pengetahuan masyarakat
218
termasuk sumber daya yang ada didalamnya serta tenaga kerja yang terlibat dalam
teknik tersebut.
Strategi konservasi di lahan pertanian dapat dilakukan dengan membandingkan
nilai INP dan nilai ICS. Pada lahan pertanian nilai INP cemara mempunyai nilai
(202.86), sedang nilai ICS (86.5) hal ini perlu dipertahankan sebagai strategi
konservasi. Jenis tersebut mempunyai penyebaran yang banyak (INP) tinggi dan
manfaatnya tinggi (ICS) tinggi, demikian pula dengan adanya aturan adat kalau
menebang satu pohon harus menanam 10 pohon untuk jenis cemara gunung. Hal ini
berarti masyarakat Tegger telah teradaptasi dengan sumberdaya hayati yang
merupakan kawasan konservasi TNBTS. Bambu jajang mempunyai INP (7.20)
rendah dan nilai ICS tinggi (68), bambu betung INP (1.68) rendah dan nilai ICS
tinggi (64), kedua jenis tersebut perlu dilakukan pembudidayaan (pengayakan)
intensif di lahan tegalan Tengger. Pisang mempunyai nilai INP rendah yaitu (16.01)
dan ICS (64) tinggi perlunya dilakukan pembudidayaan (pengayakan) terutama
varietas yang sesuai di lahan tegalan Tengger. Untuk tanaman dengan nilai INP
rendah dengan ICS sedang seperti jambu wer INP (11.96) dan ICS (33), dadap INP
(10.29) dan ICS (24), mentigi INP (1.68) dan ICS (20) perlu dilakukan penanaman
karena tanaman tersebut sangat cocok tumbuh pada ketinggian diatas 1.500 m dpl.
Untuk semak berkaitan meliputi jarak nilai ICS (45) dan INP (17.83), cubung ICS
(20) dan INP (13.80), putihan ICS (32) dan INP (4.5) diperlukan penanaman dan
pelestarian. Tanaman ganyong INP tinggi (41.21), pemanfaatannya sedang ICS (18),
sehingga perlu dipertahankan dan usaha pemanfaatannya. Untuk jenis herba aseman
mempunyai INP tinggi (42.60) yang mempunyai peran di lingkungan, sedangkan ICS
(14) rendah agar dipertahanan, sedang rumput astruli INP (10.08) rendah, ICS (68)
tinggi sehingga diperlukan pengayakan (pembudidayaan) intensif sebagai pakan
ternak. Untuk jenis INP rendah contohnya pokak (0.75), adas (2.98) dengan ICS
sedang agar dipertahankan karena tanaman tersebut sebagai bahan obat.
Untuk lingkungan Perhutani di lingkungan Desa Gubuklakah bahwa jenis
poo/kayu putih (Melaleuca leucadendron) mempunyai INP tinggi (80.64), sedangkan
INP sedang (24) perlu dipertahankan, sedangkan paku tiyang INP (8.18) dan ICS (24)
219
dan keningar (8.17) dan ICS (24), keduanya rendah keduanya perlu pembudidayaan.
Untuk semak tanaman cubung INP (207.19) dan ICS (20) perlunya jenis tanaman
tersebut dipertahankan.
Pada lahan Sanggar Pamujan di Desa Poncokusumo mempunyai INP paling
tinggi beringin (88.52) dan ICS (26), disusul aren INP (50.079) dan ICS (16), kedua
jenis tersebut perlu dipertahankan. Pada Sanggar Pamujan di Desa Ngadas Wetan
100% tanaman yang ada cemara gunung, ICS (202.86) perlu dipertahankan.
Melalui studi etnobiologi masyarakat Tengger diperoleh suatu sistem
pengetahuan lokal tentang pengelolaan sistem sumber daya alam yang dapat diadopsi
untuk pengelolaan sumber daya hayati dan lingkungannya. Sehingga peran
pengetahuan lokal tersebut dapat mengeliminir konflik dengan penguasa. Melalui
kajian sosial budaya menunjukkan masyarakat Tengger mempunyai kelembagaan
tradisional yang tugas dan fungsinya mengatur sistem pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya alam yang lebih mempunyai suasana kesetaraan dan konservasi.
Kepemimpinan tradisional formal dan informal antara Petinggi dan Dukun Pandhita
sebagai dua pemimpin kharismatik sehingga norma adat dapat dipegang teguh
termasuk dalam pengelolaan sumber daya alam dan lingkungannya.
221
8. SIMPULAN DAN SARAN
8.1 Simpulan
1. Masyarakat Tengger mempunyai pengetahuan pengelolaan kawasan berwawasan
konservasi. Mereka membagi menjadi kawasan pemukiman; kawasan pertanian
(pekarangan, tegalan dan kebun); kawasan agroforestri (jalur hijau dan
komplangan); kawasan sakral (Danyangan, Sanggar Pamujan, hutan larangan,
gunung Bromo) dan kawasan alami yaitu kawasan hutan. Pengetahuan ekologi
tradisional (tradisional ecological knowledge) telah digunakan pada berbagai
keperluan dan menunjukkan apresiasi yang baik terhadap upaya konservasi
sumberdaya hayati dan lingkungan terutama pada lahan pemukiman, peribadatan,
ladang pertanian terasiring, teras bangku, gubuk, kandang, daerah tangkapan air
(catchment area). Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi sakral
berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Kearifan lokal masyarakat Tengger
telah dimanifestasikan dalam bentuk aturan-aturan adat serta kepercayaan dalam
menjaga keberlanjutan (sustainability) kehidupan di Tengger. Dimensi ekologi dan
keanekaragaman hayati manfaatnya sangat jelas karena berkaitan dengan satuan
lingkungan. Masyarakat Tengger melakukan kerja sama saling menguntungkan
dengan pihak Perhutani dan TNBTS telah diwujudkan dalam bentuk pertanian
jalur hijau dan komplangan Dalam bidang budaya dan parwisata alam meliputi
tempat sakral Pure Poten, Pedanyangan, Lautan Pasir, gunung Pananjakan, danau
(ranu), air terjun Coban Pelangi, gunung Bromo dan gunung Semeru.
Pengembangan Zona Pemanfaatan Intensif, Zona Pemanfaatan Tradisional sangat
mendukung kehidupan, perekonomian dan membuka lapangan pekerjaan di
wilayah Tengger. Masyarakat Tengger masih memegang teguh ritual adat sebagai
modal sosial yang merupakan bagian dari pada kehidupannya dan telah berjalan
turun temurun, dipandang merupakan cara mempersatukan mereka sebagai
komunitas Tengger dan hal ini sangat mengagumkan dalam mempertahankan
budaya lokal dan menarik serta unik dalam membangun wisata daerah, nasional
serta menarik turis lokal dan turis mancanegara.
222
2. Pengetahuan keanekaragaman flora serta pemanfaatannya oleh masyarakat
Tengger tercermin dari berbagai bentuk pemanfaatan untuk berbagai keperluan
meliputi jenis-jenis tumbuhan sebagai bahan pangan (75 jenis), bahan obat (121
jenis), bahan ritual (94 jenis), kayu bakar, tali-temali, bahan bangunan, bahan
kerajinan dan teknologi lokal (53 jenis), bahan kecantikan, rokok, pewarna, bumbu
(40 jenis) dan bahan buah-buahan (49 jenis), tanaman hias (140 jenis), pakan
rumput (44 jenis) dan tumbuhan liar (100 jenis). Keaneragaman tanaman
budidaya baik yang bernilai ekonomi tinggi seperti kentang, bawang prei, kobis,
apel dan tanaman budaya lokal seperti jagung, pisang sangat berperan penting
dalam kehidupan dan ekonomi keluarga. Bahan bangunan, teknologi lokal, kayu
bakar berkualitas seperti cemara sangat berperan dalam kelangsungan kehidupan
masyarakat Tengger. Keanekaragaman hayati yang digunakan, maupun lokasi
sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger. Dalam kehidupannya
masyarakat Tengger telah mampu memanfaatkan sumber daya yang ada
disekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan kehidupannya terdiri dari teknologi
lokal dan seni meliputi berbagai kebutuhan peralatan pertanian, peralatan rumah
tangga, transportasi dan berbagai macam barang kerajinan dan peralatan kesenian
maupun adat. Berdasarkan perhitungan nilai ICS jenis tumbuhan di lingkungan
masyarakat Tengger yang mempunyai nilai ICS tinggi mempunyai indikasi jenis
penting bagi kehidupan masyarakat Tengger.
3. Dalam pengelolaan sumberdaya tumbuhan masyarakat Tengger melakukan upaya
konservasi jenis tumbuhan terutama terhadap cemara gunung (Casuarina
junghuhniana) yang mempunyai nilai INP tinggi (202.86) dengan menerapkan
hukum adat bahwa menebang 1 pohon harus menanam 10 pohon cemara gunung.
4. Pengetahuan tentang jenis-jenis hewan di lingkungan dan jenis hewan yang
bermanfaat untuk masyarakat Tengger meliputi 120 jenis, terdiri dari hewan
mamalia 32 jenis, aves 64 jenis, reptilia 9 jenis, ikan 6 jenis, Arachnidae 1 jenis,
Grylotaipidae 1 jenis dan Hypnoptera 1 jenis. Keanekaragaman hayati yang
digunakan, maupun lokasi sakral berperan dalan pengikat adat budaya Tengger
berkaitan kehidupan fauna di lingkungan. Peternakan terutama babi, sapi, kambing
223
dan ayam merupakan sumberdaya hayati untuk memenuhi kebutuhan protein
hewani serta berlangsungnya keberlanjutan adat budaya. Faktor peternakan juga
mendukung keberlanjutan pariwisata dan sistem pertanian di wilayah Tengger
terutama sebagai pupuk organik. Pengetahuan lokal, kearifan lokal dan etik
merupakan warisan pengetahuan yang tak ternilai harganya.
8.2 Saran
Ada beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Pemanfaatan serta pengelolaan lahan pertanian yang mempunyai implikasi
ekonomi cukup tinggi perlu dipertimbangkan dalam membuat dasar kebijakan,
keputusan dan pengelolaan, namun juga perlu diadakan jenis komoditi lain yang
tahan terhadap hama penyakit, faktor alam seperti uap belerang dan embun upas
serta abu vulkanik. Perlu ada diversivikasi makanan pokok selain beras dari jenis
lain (umbi-umbian) yang banyak dijumpai di Tengger seperti ganyong, jagung dan
talas. Jangan hanya bergantung pada beras yang harus didatangkan dari daerah
lain, karena padi tidak bisa ditanam di daerah tersebut atau harus dilakukan lebih
lanjut untuk mencari jenis padi seperti padi (gogo), gandum (Triticum sativum)
yang cocok untuk daerah Tengger yang merupakan dataran tinggi.
2. Teknik terasiring yang sangat cocok dalam pengolahan lahan pertanian bukit pada
posisi kemiringan rendah sampai tinggi diperlukan pertimbangan dan diteliti lebih
mendalam baik secara teori maupun praktek turun-temurun sebagai kebijakan
yang baik dan terarah untuk mengantisipasi ke depan. Diperlukannya
menggalakkan tanaman pembatas lahan, jalan dengan cemara gunung dalam
mengatasi longsor, serta mencari jenis lain yang mempunyai kualitas sama dengan
cemara yang monopoli, jenis pohon mentigi dan perdu, rumput, karena hal ini
diperlukan untuk mengatasi dampak longsor yang tidak diinginkan.
3. Alam pegunungan yang dingin dengan gunung Bromo, lautan pasir serta gunung
Semeru perlu dijaga kelestariannya karena berkaitan dengan tata guna air atau
hidrologi dan lingkungan alami. Adat budaya yang luhur, unik masyarakat
Tengger perlu dipertahankan karena merupakan potensi pariwisata sangat menarik
224
bagi turis lokal dan turis mancanegara. Promosi dan transportasi perlu ditingkatkan
sehingga dapat meningkatkan kunjungan wisatawan yang sekaligus dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat dan daerah.
4. Dengan melimpahnya keanekaragaman bahan obat tradisional dengan ritualnya,
maka diperlukan penelitian lebih terarah terorganisir berkaitan budidaya dan
perusahaan obat yang berkompeten, atau dibuat kebun raya Tengger sebagai pusat
kajian sehingga dapat dinikmati masyarakat Tengger khususnya. Masyarakat
Tengger juga mempertahankan hasil teknologi lokal seperti jagung varietas
Tengger yang mempunyai rasa khas, dan merupakan bahan nasi aron tahan di
perut dan tidak cepat lapar serta gurih.
5. Memberikan pengarahan tentang pentingnya wilayah Bromo Tengger Semeru,
baik berdekatan dengan wilayah konservasi (TNBTS), hutan lindung dan hutan
produksi (Perhutani) berkaitan dengan sumber oksigen dan hidrologi baik kepada
masyarakat Tengger maupun masyarakat di bagian bawah, departemen terkait dan
internasional.
6. Kualitas sumber daya manusia masyarakat Tengger perlu ditingkatkan berkaitan
dengan kebutuhan yang akan datang melalui pendidikan, kursus, untuk mengatasi
masuknya dampak peralatan teknologi pertanian, teknik budidaya dan
pengembangan plasma nutfah, pariwisata alam seperti agrowisata, desa wisata,
teknologi tepat guna misalnya gas, tungku dan listrik.
7. Meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pengendalian jumlah penduduk
karena areal lahan pertanian tegal terbatas, sedang masyarakat Tengger sangat
hormat terhadap tanah leluhur serta lingkungannya. Kualitas pendidikan
ditingkatkan berkaitan kualitas sumber daya manusia koordinasi dengan Dinas
Pendidikan baik tingkat desa maupun Kecamatan, Kabupaten dan Kota. Dalam
bidang hukum terhadap masalah Undang-undang Pokok Agraria, hukum adat, hak
waris akan memberikan pengertian yang lebih baik dan luas.
8. Berkaitan dengan wilayah konservasi TNBTS dan Perhutani maka kerjasama
saling menguntungkan dalam mendukung wilayah konservasi, sumber air
225
(hidrologi), tapal batas, sangat diperlukan untuk mengantisipasi pemanfaatan hutan
(kayu, bambu, hasil hutan), termasuk pendidikan pencinta alam dan kegiatan riset.
9. Perlu pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati (bioregional
development plant) dalam memenuhi kebutuhan secara mandiri.
Masyarakat Tengger mempunyai kearifan lokal dalam mengelola sumber daya
hayati dan lingkungan, yang dapat diadopsi sebagai pelengkap alternatif dalam
pengelolaan sumber alam di pemukiman agar lebih mempunyai keserasian dengan
lingkungannya.
227
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja K. 1986. Sistem Pengetahuan Lokal dan Pembangunan Masyarakat Desa di Indonesia. Unit Pelaksana Teknis Indonesia Resource Centre for Indigenous Knowledge: Universitas Pajajaran Bandung.
[Anonim] 2004. Tengger Ensiklopedi Nasional Indonesia. Jakarta: Delta Pamungkas. [Anonim] 2002. Peraturan Perundangan Kehutanan di Era Reformasi. Bogor:
Penerbit Rif Dexts. [Anonim] 2000. Undang-Undang Lingkungan Hidup & Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan. Jakarta: Tamamita Utama. [Anonim] 2009. Data Monografi Desa Ngadisari Kecamatan Sukapura Kabupaten
Probolinggo. [Anonim] 2011. Suku Tengger. http://www. id Wikipedia.org/wiki/Suku_Tengger.
Html. [22 Agustus 2011]. Backer CA, van Den Brink BRC. 1963. Flora of Java. Vol. I,II . Groningen:
Noordhoff. NV Balgooy MMJ. 1987. Collecting. in Vogel, E. de (ed.) Manual of Herbarium
Taxonomy Theory and Practice. UNESCO and MAB. Banilodu L. 1998. Implikasi etnobotani kuantitatif dalam kaitannya dengan
konservasi gunung Mutis, Timor. [disertasi] Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Barber CV, Johnson NC, Hafild E. 1999. Menyelamatkan Sisa Hutan di Indonesia
dan Amerika Serikat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Basuni S. 2003. Inovasi institusi untuk meningkatkan kinerja daerah Penyangga
kawasan konservasi (studi kasus) di Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Berlin B. 1992. Ethnobiological Classification Principles of Catagorization
Traditional Socioeties. New Jersey: Princeton University Press. Cox WG. 1972. Laboratory Manual of General Ecology. Dubuque-Iowa: MW. C.
Brown Company Publishers.195 p.
228
Cotton CM. 1996. Ethnobotany: Principles and Applications. New York: John Wiley & Sons.
Darusman D. 2002. Pembenahan Kehutanan Indonesia. Dokumentasi Tulisan (1986 –
2002). Lab. Politik Ekonomi dan Sosial Kehutanan. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
[DKDJPH dan PABKSD IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. 1984. Rencana Karya Lima Tahun Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABKSDA IV.
[DKDJPH dan BKSDA IV] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam 1992. Pola Hubungan Masyarakat Penyangga Dengan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & BKSDA IV.
[DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam. 1999. Potret Desa Penyangga Balai Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BTNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS.
[DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Flora (Tanaman Obat-obatan dan Tanaman Hias) di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS.
[DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam 1997. Laporan Inventarisasi Fauna Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PABTNBTS.
[DKDJPH dan PATNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Pelestarian Alam 1995. Laporan Inventarisasi Flora Penting Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: DKDJPH & PATNBTS.
[DKDJPH dan PABBTNBTS] Departemen Kehutanan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam 2009. Rencana Kerja (RENJA) Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS). Malang: DKDJPH & PABBTNBTN.
Dharmawan AH. 2008. Bahan Kuliah Gerakan Sosial dan Dinamika Masyarakat
Pedesaan. Mayor Sosiologi Pedesaan-Departemen Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat. Institut Pertanian Bogor.
229
Ellen R. 1993. The Cultural Relations of Classification. An Analysis of Nuaulu
Animal Catagories from Central Seram.Cambridge: University Press. Fandeli C. 2002. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Yogyakarta: Fakultas
Kehutanan Kehutanan Universitas Gadjah Mada Bulaksumur, Yogyakarta. Friedberg C. 1990. Le Savoir botanique des Bunaq Percevoir et classer dans le Haut
Lemaknen (Timor, Indonesie). Memoires du Museum Nati d’Histoire Naturelle. Botanique. Tome. hlm 32: 303p.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia Jilid 1-.4. Badan Litbang Kehutanan.
Jakarta: Yayasan Sarana Wana Jaya. Hill AF. 2006. Economyc Botany (adopted by) Pharma. O. P. Tata McGraw- Hill
Publishing Company Limited New Delhi. Hidayat et al. 2006. Kajian Status Konservasi Tumbuhan Obat Langka di Jawa :
Ekspedisi di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, Jawa Timur LIPI Bogor. Indrayanto G. 2006. Laporan Eksplorasi Keanekaragaman dan Kandungan kimia
Tumbuhan Obat di Hutan Tropis Gunung Bromo Semeru dan Ijen. Fakultas Farmasi. Surabaya: Universitas Airlangga Surabaya.
Indriyani S, Batoro J, Ekowati G. 2007. Inventarisasi Jenis dan Potensi Tanaman
Obat Suku Tengger, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Malang: Universitas Brawijaya Malang.
Kassa S. 2009. Konsep pengembangan co-management untuk melestarikan Taman
Nasional Lore Lindu. [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Keating M. 1994. Bumi Lestari Menuju Abad 21. Agenda 21 dan hasil KTT Bumi.
Jakarta: Konphalindo. Keng H. 1978. Orders and Families of Malayan Seed Plants. Singapore: University
Press. Koentjaraningrat 1980. Pengantar Imu Antropologi, Jakarta: Aksara Baru. Mackinnon J, Phillips K, van Balen B. 1993. Panduan Lapangan: Burung-burung di
Sumatra, Jawa, Bali dan Kalimantan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
230
Martin GJ. 1998. Ethnobotani. Sebuah Manual Pemeliharaan Manusia dan Tumbuhan. Borneo: Natural History Publications.
Ngadiono 2004. Pengolahan Hutan Indonesia. Refleksi dan Prospek. Yayasan Adi
Sanggoro. Nurudin, Salvina, Faturrohman D. editor 2004. Agama Tradisional : Potret Kearifan
Hidup Masyarakat Samin dan Tengger. LKIS Yogyakarta. Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. W. B. Saunders Company. Purwanto Y. 2009. Pengetahuan Botani Lokal dan Klasifikasi Populer. Bahan Kuliah
Pasca Sarjana S2-S3 Biologi IPB (tidak dipublikasikan). Laboratorium Etnobotani Balitbang Botani Puslitbang Biologi LIPI. Bogor.
Purwanto Y. 2007. Hasil hutan Bukan Kayu (NTFPs) : Terminologi dan Perannya
Bagi Masyarakat di Sekitar Hutan. Bahan Kuliah Pasca Sarjana IPB. Laboratorium Etnobotani. Pusat Penelitian Biologi LIPI. Bogor.
Purwanto Y. 2006. Metode Penelitian Kuanitatif Etnobiologi. Bahan Kuliah Pasca
Sarjana S2-S3 Biologi IPB. Laboratorium Etnobotani, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi. LIPI. Bogor.
Purwanto Y, Laumonier Y, Malaka M. 2004. Antropologi dan Etnobiologi
Masyarakat Yamdena di Kepulauan Tanimbar, Jakarta: The TLUP Project Director, Tanimbar LUP/BAPPEDA
Purwanto Y. 2011. Valuasi Hasil Hutan Bukan Kayu (Kawasan Lindung PT
Wirakarya Sakti Jambi). Jakarta: LIPI Press. Purba J. 2002. Pengelolaan Lingkungan Sosial, Kantor Menteri Negara Lingkungan
Hidup. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Primack RB, Supriatna J, Indrawan M, Kramadibrata P. 1998. Biologi Konservasi.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Puri RK. 2001. Bulungan Ethnobiology Handbook. Center for International Forestry
Research, Bogor Indonesia. Rambo AT, Gillogly K, Hutterer KL. 1988. Ethnic Diversity and the Control of
Natural Resources in Southeast Asia. Center for South and Southeast Asian Studies The University of Michigan USA.
231
Rambo AT. 1983. Conceptual Approaches to Human Ecology. East-West Environment and Policy Institute, East-West Center, Honolulu, Hawaii. USA. Research Report No.14:6, 1-26.
Rifai MA. 1994. A Discourse on Biodiversity Utilization in Indonesia. Tropical
Biodiversity 2(2) : 339. Rifai MA. 1976. Sendi-Sendi Botani Sistematika. Bogor: Lembaga Biologi Nasional-
LIPI. Herbarium Bogoriense Bogor. Rugayah, Widjaya EA, Praptini, penyunting. 2004. Pedoman Pengumpulan Data
Keanekaragaman Flora. Bogor: Pusat Penelitian Biologi-LIPI. Sandbukt Q, Wiriadinata H. 1994. Rain Forest and Resource Management.
Proceeding of the NORINDRA Seminar, LIPI. Jakarta. Sangat HM, Zuhud FAM, Damayanti EK. 2000. Kamus Penyakit dan Tumbuhan
Obat Indonesia. Yayasan Obor Indonesia. Sardiwina O. et al. 2002. Laporan Eksplorasi Anggrek Kawasan Nasional Bromo
Tengger Semeru Jawa Timur. Pusat Konservasi Tumbuhan Kebun Raya, LIPI. Bogor.
Sastrapradja DS, Adisoemarto, Kartawinata, Sastrapradja S, Rifai MA. 1989.
Keanekaragaman Hayati Untuk Kelangsungan Hidup Bangsa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi–LIPI. Bogor.
Sastrapradja DS, Rifai MA. 1989. Sumber Pangan Nabati dan Plasma Nutfahnya.
Puslitbang Bioteknologi-LIPI. Bogor. Setiadi D. et al. 2007. Konservasi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Buku Materi
Pokok PEB14522/2SKS/Modul 1 – 6. Indonesia: Penerbit UT. Setiadi D, Muhadiono I. 2000. Penuntun Praktikum Ekologi: Laboratorium Ekologi
Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB. Seymour C, Smith 1990. Macmillan Dictionary of Anthropology. Sheil D. et al. 2004. Mengeksplorasi keanekaragaman Hayati, Lingkungan dan
Pandangan Masyarakat Lokal Mengenai Lanskap Hutan. Bogor: Center for International Forestry Research (CIFOR). Indonesia.
232
Sinukaban N. 2007. Konservasi Tanah dan Air. Kunci Pembangunan Berkelanjutan. Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Institut Pertanian Bogor. Direktorat Jenderal RLPS.
Soekarman, Riswan S. 1992. Status Pengetahuan Etnobotani di Indonesia Prosiding
Seminar Etnobotani Balitbang Botani-Balitbang Biologi, LIPI. Bogor. Soeriaatmadja RE. 1981. Ilmu Lingkungan. Bandung: Penerbit Institut Teknologi
Bandung. Soemarwoto O. 2004. Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta:
Djambatan. Stearn WT. 1992. Botanical Latin. Fourth ed. Redwood Press Ltd. Melksham for
Davis & Charles England. Stibbe DG, Uhlenbeck UM. 1921. Tengger, Encyclopedie van Nederlandch-Indie
Leiden. Suyitno 2001. Mengenal Upacara Tradisional Masyarakat Suku Tengger. Ttt:
Satubuku. Suparto, Ponidi. 2006. Arahan Tata Ruang Pertanian Provinsi Jawa Timur. Jakarta:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sugandhy A, Hakim R. 2007. Prinsip Dasar Pembangunan Berkelanjutan
Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Sukari, Salamun, Mudjijono, Munawaroh S, Sumarno 2004. Kearifan Lokal di
Lingkungan Masyarakat Tengger Kabupaten Pasuruhan, Propinsi Jawa Timur. Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata Deputi Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta: Proyek Pemanfaatan Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Taylor PM. 1990. The Folk Biology of the Tobelo People A Study in Folk
Classification. Washington: Smithsonian Institution Press. Tylor V.E, Brady LR. and Robbers JE. 1976. Pharmacognosy Lea & Febiger
Philadelphia USA. Toledo MV. 1992. What is Ethnoecology? Origen, Scope and Implications of A
Rising Dicipline. Ethnoecologica 1(1): 5–21.
233
Turner NJ. 1988. “The Importance of a Rose”: Evaluating the Cultural Significance of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish. American Anthropolist. 90 (2): 272-290.
Usman H, Akbar PS. 2008. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: Bumi Aksara. Vayda AP. 1983. Progressive Contextualization: Methods for Research in Human
Ecology. Plenum Publishing Corporation. Human Ecology, 3: 264-278. van Steenis CGGJ. 1972. The Montain Flora of Java. Leiden: The Rijkherbarium
Netherlands. van Steenis CGGJ. 2005. Flora Untuk Sekolah di Indonesia. Jakarta: PT PradNya
Paramita. van Steenis CGGJ. 1972. Preliminary Checklist of The Flora of Bromo Tengger
Semeru. Field Report of UNDP/FAO. Waluyo EK. 2008. Review: Research Ethnobotany in Indonesia and the Future
Perspectives. Biodiversitas 9 (1), 59-63. Widianto et al. 2003. Fungsi dan Peran Agroforestri 3 World AgroForestry Centre
(ICRAF). Widyaprakosa S. 1994. Masyarakat Tengger: Latar Belakang Daerah Taman Nasional
Bromo Tengger Semeru. Yogyakarta: Kanisius Yogyakarta. Yuniati E. 2004. Pengaruh faktor sosial budaya dan ekonomi terhadap
keanekaragaman jenis tumbuhan pekarangan pada perkampungan yang di huni oleh masyarakat Sunda dan Jawa di Kabupaten Brebes. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Zahorka H. 2004. The Shamanic Belian Sentiu Ritual of Benuaq Ohookng, with
Special Attention to the Ritual Use of Plants. Borneo Research Bulletin vol. 38. Zuhud EAM, Haryanto 1994. Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan
Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumber Daya Hutan Fakultas Kehutanan IPB. Bogor: Lembaga Alam Tropika (LATIN).
235
LAMPIRAN
237
Lampiran 1 Keanekaragaman jenis tumbuhan tegalan di lingkungan masyarakat Tengger No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi
1 Adas Foeniculum vulgare Mill. Apiaceae Liar,tegalan 2 Akasia Acasia auriculiformis
A.Cunn.ex Benth. Fabaceae Budidaya,
tegalan 3 Akasia
gunung Acacia decurens Fabaceae Tegalan
4 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauv.
Poaceae Liar, tegalan
5 Anting-anting
Funchia hybrida Hort. Onagraceae Liar, tegalan
6 Anggrung Trema amboinensis (Wild) Bl.
Ulmaceae Liar, tegalan
7 Aren Arenga pinnata Merr. Arecaceae Liar, egalan 8 Aseman/sure
ngan Achyranthes bidentata Bl. Asteraceae Liar, tegalan
9 Astruli/gajahan/kalonjono
Pennistum purpureum Schumch.
Poaceae Budidaya, tegalan
10 Awar-awar Ficus septica Burm.f. Moraceae Liar,tegalan 11 Bambu
betung Dendrocalamus asper (Schult.f.) Backer ex Heyne
Poaceae Liar, tegalan
12 Bambu Jajang
Gigantochloa apus (Blume ex Schult.f.) Kurz.
Poaceae Liar, tegalan
13 Bambu loring
Bambusa multiplex Schult. Poaceae Budidaya, tegalan
14 Bandotan Ageratum conyzoides L. Asteraceae Liar, tegalan 15 Bayam duri Amaranthus spinosus L. Amaranthaceae Meliar, tegalan 16 Calincing Oxalis corniculata L. Oxalidaceae Liar, tegalan,
jalan 17 Calingan Rubus rosaefolius
J.E.Smith. Rosaceae Liar, tegalan
18 Cemara/ Cemara Gunung
Casuarina junghuhniana L. Casuarinaceae Budidaya, liar di batas tegalan
19 Cimplukan Physalis minima L. Solanaceae Liar, tegalan 20 Cimplukan
gunung Physalis peruviana L. Solanaceae Liar, tegalan
21 Cubung Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl.
Solanaceae Liar, budidaya, tegalan, rumah
22 Cubung Brugmansia candida Pers. Solanaceae Liar, tegalan, rumah, gubuk, Danyangan
23 Dadap Erythrina variegata L. Fabaceae Budidaya, tegalan, gubuk
24 Damar Agathis alba Foxw. Araucariaceae Budidaya, tegalanTNBTS
238
Lampiran 1 lanjutan
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 25 Damarwojo Spegula arvensis L. Caryophyllaceae Liar, tegalan 26 Dangglu Engelhardia spicata L. Juglandaceae Liar,
Danyangan, Sanggar Pamujan
27 Dibal Isachne rhabdiana Poaceae Liar, tegalan 28 Dringu Acorus calamus L. Araceae Budidaya,
rumah, gubuk 29 Ecek-
ecek/Orok-orok
Crotalaria striata D.C. Fabaceae Liar, tegalan
30 Empikan Centrosoma pubesens Bth. Fabaceae Liar, tegalan 31 Empritan Eragrostis amabilis O.K. Poaceae Liar, tegalan 32 Flamboyan Delonix regia Raf. Fabaceae Budidaya,jalan
Perhutani 33 Ganjan Artemisia vulgaris Jungh Asteraceae Liar, tegalan 34 Ganyong Canna edulis L. Cannaceae Budidaya,
tegalan 35 Genggeng Microstegium rufisticum Poaceae Liar, tegalan 36 Gewor Commelina benghalensis Commelinaceae Liar, tegalan 37 Grinting/
kawatan Cynodon dactylon Pers. Poaceae Liar, tegalan
38 Gronggong Erianthus arundinaceus (Retz.) Jeswiet.
Poaceae Liar, tegalan
39 Gronggong/pring-pringan
Pogonatherum paniceum L..
Poaceae Liar, tegalan
40 Grunggung Rubus rosaefolius J.E. Smith.
Rosaceae Liar, tegalan
41 Ijoan Paspalum sp Poaceae Liar, tegalan 42 Intil-intil
daun Oxalis corniculata Oxalidaceae Liar, tegalan
43 Jabon Ardina cordifolia Hook.f. Rubiaceae Budidaya, tegalan
44 Jae wono Zingiber sp Zingiberaceae Liar, tegalan, TNBTS
45 Jambu Jono Prunus sp Myrtaceae Liar, budidaya 46 Jambu wer Prunus persica
Sieb.&Zucc. Myrtaceae Liar, tegalan,
budidaya 47 Jarak Ricinus comunnis L. Euphorbiaceae Liar 48 Jaringan Paspalum commersonii
Lamk. Poaceae Liar, tegalan
49 Jati lando Quasoma ulmifolia Sterculaceae Budidaya, Perhutani
50 Jukut Pogonatherum paniceum Hack.
Poaceae Liar, tegalan
51 Kapuk randu Ceiba petandra Gaertn. Bombaceae Budidaya, jalan
239
Lampiran 1 lanjutan
No. Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 52 Kayu jati Tectona grandis L.f. Verbenaceae Budidaya,
tegalan, Perhutani
53 Kayu kebek Ficus grossulasioides Burm.f.
Moraceae Liar, Danyangan, makam, Sanggar Agung
54 Kayu Kidang Photinia notoniana W.et A. Rosaceae Liar, tegalan 55 Kayu pasang Quercus lincata Bl. Fagaceae Liar, tegalan 56 Kembang
kacuk bedes Sonchus sp Asteraceae Liar, tegalan
57 Kemiri Aleurites moluccana Willd. Euphorbiaceae Budidaya, tegalan
58 Kemlandingan gunung
Albizia lophanta (Wild) Beth
Fabaceae Liar, tegalan, TNBTS, Perhutani
59 Keningar Cinnamomum burmanii Bl. Lauraceae Budidaya, tegalan
60 Kerinyu Euphantorium palescens Asteraceae Liar, tegalan 61 Kesek Dodonaon viscose Jaeq. Sapindaceae Liar, tegalan 62 Ketanan Isachne albens Trin Poaceae Liar, tegalan 63 Ketirem Ipomoea sp Convolvulaceae Liar, tegalan,
TNBTS, Perhutani
64 Ketiu Sonchus javanensis Asteraceae Liar, TNBTS 65 Kipres/cemor
o londo Casuarina sp Casuarinaceae Budidaya,
rumah, jalan 66 Kladean Scurulla montana Loranthaceae Liar, parasit 67 Kopi Coffea arabica L. Rubiaceae Budidaya,
tegalan, Perhutani
68 Krokot Portulaca grandiflora Lindl.
Portulacaceae Liar, tegalan
69 Krokot Portulaca oleracea L. Portulacaceae Liar, tegalan 70 Kuningan Widelia montana (Bl.)
Boerl. Asteraceae Liar, tegalan
71 Lempuyang Zingiber aromaticum Val. Poaceae Liar, tegalan 72 Lobak Raphanus sativus L. Brassicaceae Meliar, tegalan 73 Lombok udel Solanum capicastrum L. Solanaceae Liar, tegalan 74 Lulangan Eleusin indica Gaertn Poaceae Liar, tegalan 75 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. Meliaceae Budidaya,
tegalan, jalan, Perhutani
76 Mangga Mangifera indica L. Anacardiaceae Budidaya, rumah tegalan
240
Lampiran 1 lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi
77 Maribang Hibiscus rosa-sinensis L. Malvaceae Budidaya, rumah, gubuk
78 Mencogan Allium sativum L. Liliaceae Liar, tegalan 79 Menjari/
Ketiu Sonchus javanicus Jungh. Asteraceae Liar, tegalan
80 Mentigi Vaccinum varingiefolium (Bl.) Miq.
Vaccinaceae Liar,tegalan,Danyangan, Sanggar Pamujan
81 Menuran Eriglostis amabilis Poaceae Liar, tegalan 82 Merakan Chloris barbata Swarts. Poaceae Liar, tegalan 83 Mindi Melia azedarach L. Meliaceae Budidaya,
tegalan 84 Mlandingan/
toro Leucaena glauca Bth. Fabaceae Budidaya,
tegalan 85 Pakis
Tengger Cyathea tenggeriensis Cyatheaceae Liar, tegalan
86 Paku Adiantum tenerum Sw. polypodiacaea Tegalan, liar 87 Paku sarang Platycerium bifurcatum
C.Chr. Polypodiaceae Liar, tegalan,
TNBTS 88 Paku sayur Diplazium esculentum
Swartz. O. F. Cook. Polypodiaceae Liar, tegalan,
TNBTS, Perhutani
89 Paku tangkar Selliqua heterocarpa BL. Polypodiaceae Liar, tegalan 90 Paku tiang Cyathea contaminans
(Wall.ex Hook) Copel Cyatheaceae Liar, tegalan,
TNBTS, Perhutani
91 Palem raja Roystonea regia Arecaceae Budidaya, jalan 92 Pandan ri Pandanus tectorius Park. Pandanaceae Liar, tegalan 93 Pariapo Leersia hexandra Poaceae Liar, tegalan 94 Petungan Equisetum debile Roxb. Equisetaceae Liar, tegalan 95 Pokak Solanum torvum Sw. Solanaceae Liar, tegalan 96 Piji Pinanga coronata Blume Arecaceae Liar, tegalan,
TNBTS 97 Pinjalan Andropogon parviflorus Poaceae Liar, tegalan,
TNBTS 98 Pinus Pinus merkusii Jung.& De
Vr. Pinaceae Budidaya,
Perhutani 99 Pisang hutan Musa balbisiana. Musaceae Liar, tegalan 100 Poo lanang,
Poo wadon Melaleuca leucadendron L. Myrtaceae Budidaya,
jalan, tegalan, Perhutani
241
Lampiran 1 lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 101 Pulutan Urena lobata L. Malvaceae Liar, tegalan 102 Putihan Buddlyeja indica Lour. Asteraceae Liar, tegalan 103 Ranti Solanum nigrum L. Solanaceae Liar, tegalan 104 Resep Tylophora villosa Asclepiadaceae Liar, tegalan 105 Ringin Ficus benyamina L. Moraceae Liar, Budidaya,
Danyangan, Sanggar Agung
106 Ringin (ilat-ilat)
Ficus callosa Wild. Moraceae Liar, tegalan, Danyangan, Sanggar Pamujan
107 Riwilkop Mimosa pudica L. Fabaceae Liar, tegalan 108 Sawian Nostorticum sp Brassicaceae Liar, tegalan 109 Semanggi Oxalis corniculata L. Oxalidaceae Liar, tegalan 110 Semanggi
gunung Marsilea crenata Presl. Marseliaceae Liar, tegalan
111 Senduro Anaphalis javanica Asteraceae Liar, tegalan, TNBTS
112 Sengketan Achyranthes aspera L. Asteraceae Liar, tegalan 113 Sengon Albizzia falcata Back. Fabaceae Budidaya,
tegalan 114 Sirih hutan Piper aduncum L. Piperaceae Liar, tegalan 115 Srigotong Arundinella setosa Poaceae Liar, tegalan 116 Sripandak Plantago mayor L. Campanulaceae Liar, tegalan 117 Suren Toona sinensis M.Roem. Meliacae Budidaya,
tegalan 118 Suruhan Peperomia pellucida (L.)
Kunth. Piperaceae Liar, tegalan.
119 Susuh angin Usnea dasypoga (Acharius) Nilander
Usneaceae Liar, tegalan di pohon Poo, Pinus, danglu
120 Tanalayu/edelweis
Anaphalis longifolia Asteraceae Liar, budidaya tegalan
121 Tehan Eupatorium riparium Asteraceae Liar, tegalan 122 Teki Cyperus rotundus L. Cyperaceae Liar, tegalan 123 Teki Cyperus brevifolius L. Cyperaceae Liar, tegalan 124 Telanan Ipomoea sp Convolvulaceae Liar, tegalan 125 Telekan Lantana camara L. Asteraceae Liar, tegalan 126 Tepung otot Stellaria saxatilis Ham. Caryophyllaceae Liar, tegalan 127 Tereside Glericidae sepium Steud. Fabaceae Budidaya,
tegalan 128 Tewel/
nongko Artocarpus heterophylla Lamk.
Moraceae Budidaya, tegalan
129 Tibar Grangea maderaspatana Asterceae Liar, tegalan 130 Trabasan Artemisia vulgaris L. Asteraceae Liar, tegalan,
jalan, Danyang
242
Tabel 1 lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah Suku Status, Lokasi 131 Trebah/Paita
n/nyamu Tithonia deversifolia Gray. Asteraceae Liar, tegalan
132 Trembesi Samaea saman Merr. Fabaceae Budidaya, jalan 133 Triwulan Euphantorium
rotundifolium Asteraceae Liar,tegalan
134 Turi Sesbania grandiflora Pers. Fabaceae Budidaya, tegalan
135 Waru Hibiscus tiliaceus L. Malvaceae Budidaya, jalan 136 Wit kidang Aglaia heptandra K.et V. Meliaceae Liar, tegalan 137 Wit ri Mimosa invisa Mart. Fabaceae Liar, tegalan
243
Lampiran 2 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di tegalan masyarakat Tengger
Nama Ilmiah Jml Ind KM KR DM DR FM FR INP
Acacia decurrens Auct. non Wild.
36 1.64 2.40 2.52 0.05 0.73 12.90 15.36
Adina cardifolia Hook.f.
40 1.95 2.87 2.49 0.05 0.27 4.84 7.76
Albisia falcata sensu Backer
13 0.59 0.87 0.38 0.01 0.18 3.23 4.10
Carica papaya L. 2 0.09 0.13 0.01 0.00 0.18 3.23 3.36 Carica pubescens 2 0.09 0.13 0.01 0.00 0.09 1.61 1.75 Casuarina junghuhniana L.
1273 58.09 85.37 4,820.36
99.75 1.00 17.74 202.86
Chyathea tenggeriensis
3 0.14 0.20 0.04 0.00 0.09 1.61 1.81
Cinnamomum burmanii Bl.
20 0.91 1.34 0.01 0.00 0.27 4.84 6.18
Dendrocalamus asper (Schultes f.) Back. Ex Heyne
1 0.05 0.07 0.02 0.00 0.09 1.61 1.68
Erythrina variegata L.
9 0.41 0.60 0.20 0.00 0.55 9.68 10.28
Gigantochloa apus Kurz.
11 0.50 0.73 0.69 0.01 0.36 6.45 7.20
Melia azedarach L. 16 0.73 1.07 0.30 0.01 0.09 1.61 2.69 Musa paradisiaca l. 45 2.05 3.01 5.04 0.10 0.73 12.90 16.01 Prunus persica Sieb.& Zucc.
10 0.45 0.67 0.15 0.00 0.64 11.29 11.96
Switenia mahagoni Jacq.
3 0.14 0.20 0.03 0.00 0.09 1.61 1.81
Toona sinensis M.Roem
12 0.55 0.80 0.19 0.00 0.18 3.23 4.03
Vaccinum varingiaefolium (Bl.) Miq.
1 0.05 0.07 0.00 0.00 0.09 1.61 1.68
1497 68.41 100.53 4,832.4 100.00 5.64 100.00 300.53
244
Lampiran 3 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di lahan tegalan masyarakat Tengger
Nama Ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Acacia decurens Willd
0.00 0.78 346.50 1.33 0.18 1.54 3.65
Achiranthes bidentata Bl.
0.00 0.26 201.14 0.77 0.09 0.77 1.80
Artemisia vulgaris 0.02 6.48 1,886.50 7.24 0.64 5.38 19.10 Brugmansia suaveolens Barcht.& Presl.
0.01 2.33 1,386.00 5.32 0.73 6.15 13.80
Buddleja asiatica Lour.
0.00 1.04 113.14 0.43 0.36 3.08 4.55
Calliandra haematocephala Hassk
0.00 0.52 28.29 0.11 0.09 0.77 1.40
Canna edulis Kerr. 0.03 9.59 7,241.14 27.78 0.45 3.85 41.21 Carica pubescens 0.00 0.52 201.14 0.77 0.18 1.54 2.83 Casuarina rumphiana Miq.
0.00 0.26 7.07 0.03 0.09 0.77 1.06
Citrus sinensis Osb. 0.00 0.26 3.14 0.01 0.09 0.77 1.04 Coffea arabica L. 0.02 5.44 1,886.50 7.24 0.45 3.85 16.52 Crotalaria striaca DC.
0.00 0.52 12.57 0.05 0.09 0.77 1.34
Curculigo capitulata O.K.
0.00 0.26 28.29 0.11 0.09 0.77 1.14
Eugenia aromatica O.K.
0.00 0.26 7.07 0.03 0.09 0.77 1.06
Eupatorium inulifolium
0.05 15.54 2,043.64 7.84 0.36 3.08 26.46
Eupatorium rotundifolium
0.02 4.40 1,757.87 6.74 0.82 6.92 18.07
Eupatotium sp 0.02 6.99 415.64 1.59 0.27 2.31 10.90 Euphorbia pulcherrima Wild.
0.00 0.26 12.57 0.05 0.09 0.77 1.08
Foeniculum vulgare 0.01 3.63 551.77 2.12 0.64 5.38 11.13 Fuchsia hybrida Merr.
0.00 0.78 19.64 0.08 0.18 1.54 2.39
Glericidae sepium (Jacq.) Walp.
0.00 0.78 201.14 0.77 0.18 1.54 3.09
Gynura procumbens (Lour.) Merr.
0.00 0.52 201.14 0.77 0.18 1.54 2.83
Hibiscus tiliaceus L. 0.01 2.33 254.57 0.98 0.45 3.85 7.15 Lantana camara L. 0.01 3.89 962.50 3.69 0.55 4.62 12.19
245
Lampiran 3 lanjutan
Nama Ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Leucaena leucocephalla (Lam.) de Wit
0.00 1.30 314.29 1.21 0.36 3.08 5.58
Lycopersicum esculentum Mill.
0.01 1.55 63.64 0.24 0.18 1.54 3.34
Monihot utilisima Pohl.
0.01 2.59 201.14 0.77 0.09 0.77 4.13
Morus alba L. 0.00 0.26 7.07 0.03 0.09 0.77 1.06Nosturtium sp 0.00 0.26 3.14 0.01 0.09 0.77 1.04Physalis angulata L. 0.00 0.78 19.64 0.08 0.27 2.31 3.16Plumeria acuminata W.T. Aiton
0.00 0.26 28.29 0.11 0.09 0.77 1.14
Pyrus malus L. 0.00 0.78 38.50 0.15 0.18 1.54 2.46Ricinus comunis L. 0.01 3.37 1,964.29 7.54 0.82 6.92 17.83Rubus rosaefolius J.E. Smith.
0.01 2.59 452.57 1.74 0.64 5.38 9.71
Sacharum officinarum L.
0.00 0.52 50.29 0.19 0.18 1.54 2.25
Sacharum sp 0.00 0.52 201.14 0.77 0.09 0.77 2.06Sechium edule (Jacq.) Swartz
0.00 0.52 12.57 0.05 0.18 1.54 2.10
Solanum involucratum Bl.
0.00 0.26 3.14 0.01 0.09 0.77 1.04
Tithonia diversifolia Gray.
0.02 5.18 1,386.00 5.32 0.55 4.62 15.11
Vaccinum varingiafolium (Bl.) Miq.
0.00 0.26 28.29 0.11 0.09 0.77 1.14
Zea mays L. 0.04 11.40 1,521.14 5.84 0.45 3.85 21.08 0.35 100.00 26,064.14 100.00 11.82 100.00 300.00
246
Lampiran 4 Nilai Indek Penting (INP) jenis herba di lahan tegalan masyarakat Tengger
Nama ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Achiranthes bidentata Bl.
1.955 6.585 1359.049 30.107 0.909 5.917 42.609
Allium fistulosum L.
0.409 1.378 68.580 1.519 0.273 1.775 4.673
Amaranthus spinosus L.
0.159 0.536 3.497 0.077 0.273 1.775 2.389
Artemisia arvensis
0.477 1.608 8.635 0.191 0.364 2.367 4.166
Axonopus compressus P.B.
0.318 1.072 13.987 0.310 0.182 1.183 2.565
Brassica oleracea L.
0.159 0.536 1.784 0.040 0.182 1.183 1.759
Brassica rapa 0.045 0.153 0.642 0.014 0.091 0.592 0.759 Brassica sp 0.250 0.842 144.511 3.201 0.182 1.183 5.227 Calocasia esculenta (L.) Schott.
0.068 0.230 64.227 1.423 0.182 1.183 2.836
Canna edulis Ker.
0.159 0.536 28.545 0.632 0.182 1.183 2.352
Capsicum fructescens L.
0.045 0.153 4.567 0.101 0.091 0.592 0.846
Centela asiatica Urb.
0.682 2.297 28.545 0.632 0.273 1.775 4.705
Centrosoma pubesens Bth.
0.023 0.077 0.285 0.006 0.091 0.592 0.675
Chloris barbata auct. non Sw.
0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751
Comelina nodiflora L.
0.114 0.383 2.569 0.057 0.182 1.183 1.623
Cynodon dactylon Pers.
2.886 9.724 515.602 11.422 0.909 5.917 27.064
Cyperus monocephala L.
1.273 4.288 55.949 1.239 0.909 5.917 11.444
Cyperus rotundus L.
0.341 1.149 23.122 0.512 0.364 2.367 4.028
Eleusine indica Gaertn.
1.386 4.671 274.322 6.077 0.636 4.142 14.890
Emilia sonchifolia DC.
0.091 0.306 1.784 0.040 0.091 0.592 0.938
Equisetum debile Roxb.
1.114 3.752 114.182 2.529 0.364 2.367 8.648
Eragostis amabilis (L.) W.& A.
0.295 0.995 8.635 0.191 0.182 1.183 2.370
247
Lampiran 4 Lanjutan Nama ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Eupatorium inulifolim H.B.K.
1.727 5.819 329.985 7.310 0.909 5.917 19.047
Euphorbia hirta L.
0.045 0.153 0.642 0.014 0.091 0.592 0.759
Foeniculum vulgare Mill.
0.091 0.306 13.987 0.310 0.364 2.367 2.983
Grangea sp 0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751 Gynura procumbens
0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751
Imperata cylindrica (L.) Beauv.
1.955 6.585 380.297 8.425 0.636 4.142 19.152
Ipomoea batatas (L.) Lamk.
0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751
Ipomoea sp 0.045 0.153 0.642 0.014 0.091 0.592 0.759 Isachne rhabdiana (Steud.)
0.045 0.153 1.142 0.025 0.091 0.592 0.770
Leersia hexandra
0.568 1.914 13.987 0.310 0.545 3.550 5.774
Mimosa pudica L.
0.023 0.077 0.285 0.006 0.091 0.592 0.675
Mucuna pruriens DC.
0.409 1.378 12.060 0.267 0.182 1.183 2.829
Oxalis corniculata L.
0.023 0.077 0.071 0.002 0.091 0.592 0.670
Paspalum longifolium Roxb.
0.864 2.910 37.751 0.836 0.727 4.734 8.480
Paspalum srobiculatum
1.682 5.666 283.242 6.275 0.636 4.142 16.083
Pennisetum purpureum Schumach.
1.364 4.594 87.420 1.937 0.545 3.550 10.081
Physalis angulata L.
0.045 0.153 7.136 0.158 0.091 0.592 0.903
Plantago mayor L.s.l.
0.295 0.995 12.060 0.267 0.273 1.775 3.038
Portulaca oleracea
0.068 0.230 2.569 0.057 0.091 0.592 0.878
Sellequa heterocarpa Bl.
0.023 0.077 0.285 0.006 0.091 0.592 0.675
Sida rhombifolia L.
0.023 0.077 0.285 0.006 0.091 0.592 0.675
248
Lampiran 4 Lanjutan Nama ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Sinedrella nodiflora
0.795 2.680 5.780 0.128 0.182 1.183 3.991
Solanum tuberosum L.
0.091 0.306 1.142 0.025 0.091 0.592 0.923
Sonchus arvensis L.
0.023 0.077 0.642 0.014 0.091 0.592 0.683
Sonchus javanicus Jungh.
0.318 1.072 55.949 1.239 0.455 2.959 5.270
Spigula aevensis 3.386 11.409 339.762 7.527 0.545 3.550 22.486 Widelia montana (Bl) Boerl.
2.750 9.265 200.460 4.441 0.727 4.734 18.439
Widelia sp 0.523 1.761 1.784 0.040 0.182 1.183 2.984 Zea mays L. 0.045 0.153 0.285 0.006 0.091 0.592 0.751 29.682 100.000 4514.107 100.000 15.364 100.000 300.000
249
Lampiran 5 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon di lahan Komplangan Perhutani Kabupaten Malang
Nama Ilmiah KM KR DM DR FM FR INP Ardina cardifolia Hook.f
10.00 9.52 2.26 1.65 0.25 7.69 18.87
Cinnamomum burmanii Bl.
0.50 0.48 0.01 0.01 0.25 7.69 8.17
Cyathea tenggeriensis
0.50 0.48 0.02 0.01 0.25 7.69 8.18
Erythrina variegata L.
2.00 1.90 0.77 0.56 0.50 15.38 17.85
Melaleuca leucadendron L.
17.50 16.67 76.93 56.28 0.25 7.69 80.64
Musa paradisiaca L. 27.50 26.19 20.69 15.14 0.75 23.08 64.40Pinus merkusii Jungh. De. Vr.
16.00 15.24 31.79 23.26 0.50 15.38 53.88
Swietenia mahagoni Jacq.
20.00 19.05 1.00 0.74 0.25 7.69 27.48
Toona sinensis M. Roem
11.00 10.48 3.21 2.35 0.25 7.69 20.52
105.00 100.00 136.68 100.00 3.25 100.00 300.00
250
Lampiran 6 Indek Nilai Penting (INP) jenis pohon lahan di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Kabupaten Malang
Nama Lokal
Nama Ilmiah jml KM KR DM DR FM FR INP
Aren Arenga pinnata (Wurm.) Merr.
7 0.016 31.818 87.529 9.170 1.000 9.091 50.079
Bendo Artocarpus elasticus Reinw.
2 0.004 9.091 20.347 2.132 1.000 9.091 20.314
Ilat-ilat Ficus callosa Wild.
1 0.002 4.545 109.028
11.423 1.000 9.091 25.059
Jati awang
Hymenodictyon exelsum Wall.
3 0.007 13.636 4.019 0.421 1.000 9.091 23.148
Kemuning Muraya paniculata Jack.
1 0.002 4.545 0.504 0.053 1.000 9.091 13.689
Pandan ri Pandanus tectorius Park.
1 0.002 4.545 0.393 0.041 1.000 9.091 13.677
Pepaya Carica papaya L.
1 0.002 4.545 0.698 0.073 1.000 9.091 13.709
Randu Ceiba petandra Gaertn.
1 0.002 4.545 0.698 0.073 1.000 9.091 13.709
Ringin Ficus benyamina L.
3 0.007 13.636 628.000
65.795 1.000 9.091 88.522
Ringin Ficus sp 1 0.002 4.545 100.480
10.527 1.000 9.091 24.163
Tapasan Tiliacae 1 0.002 4.545 2.791 0.292 1.000 9.091 13.929
0.049 100.000 954.487 100.000 11.000 100.000 300.000
251
Lampiran 7 Indek Nilai Penting (INP) jenis perdu di Sanggar Pamujan Desa Poncokusumo Malang
Nama lokal
Nama Ilmiah jml KM KR DM DR FM FR INP
Cubung Brumansia suaviolen B.& Pr.
7 0.28 77.78 0.62 96.08 1.00 33.33 207.19
Palem Areca sp 1 0.04 11.11 0.01 1.96 1.00 33.33 46.41 Penitian Glericidae
sepium (Jacq.) Walp.
1 0.04 11.11 0.01 1.96 1.00 33.33 46.41
0.36 100.00 0.64 100.00 3.00 100.00 300.00
252
Lampiran 8 Keanekaragaman jenis buah-buahan di masyarakat Tengger No. Nama lokal Nama Ilmiah Suku Distribusi Bagian
digunakan 1 Anggur Vitis vinifera L. Vitaceae Luar,lokal Buah
2 Apel Pirus malus Mill. Rosaceae Lokal Buah
3 Apokat Persea americana
Mill. Lauraceae Lokal Buah
4 Besaran Morus alba L. Moaceae Lokal Buah 5 Blimbing Averrhoa
carambola L. Oxalidaceae Lokal, luar Buah
6 Cimplukan Physalis minima L.
Solanaceae Lokal, liar Buah
7 Delima Punica granatum L.
Punicaceae Lokal Buah
8 Durian Durio zibethinus Murr.
Bombaceae Luar, lokal Buah
9 Empos Maclura sp Moraceae Lokal, hutan
Buah
10 Gigit mantung
Eugenia cymosa Lamk.
Myrtaceae Lokal, hutan
Buah
11 Grunggung/ calingan
Rubus rosifolius Smith.
Rosaceae Lokal Buah
12 Jambu air Eugenia jambos L. Myrtaceae Luar, lokal Buah
13 Jambu air Eugenia aquea Burm.f.
Myrtaceae Lokal, luar Buah
14 Jambu jono Prunus sp Myrtaceae Lokal Buah
15 Jambu klutuk Psidium guajava L.
Myrtaceae Lokal, luar
16 Jambu wer Prunus persica Zieb&Zucc
Myrtaceae Lokal Buah
17 Jeruk bali Citrus maxima Merr.
Rutaceae Lokal, luar Buah
18 Jeruk purut Citrus sp Rutaceae Lokal, luar Buah 19 Jeruk pecel Citrus aurantifolia
Swingle. Rutaceae Lokal Buah
20 Jeruk siyem Citrus sinensis Osb.
Rutaceae Lokal, luar Buah
21 Kersen Mutingia calabura L.
Tiliaceae Lokal Buah.
253
Lampiran 8 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Distribusi Bagian digunakan
22 Kesemek Diospyros kaki L. Ebenaceae Luar Buah
23 Klengkeng Euphoria longana Lam.
Sapindaceae Lokal, luar Buah
24 Klopo Cocos nucifera L. Arecaceae Luar Buah
25 Lo gondang Ficus glomerata Roxb.
Moraceae Lokal, hutan
Buah hutan
26 Mangga Mangifera indica L.
Sapindaceae Luar/lokal Buah
27 Manggis Garcinia mangostana L.
Guttiferae luar Buah
28 Mentigi Vaccinum varingiafolium (Bl.) Miq.
Vaccinaceae Buah Buah hutan
29 Mentimun Cucumis sativus L.
Cucurbitaceae Luar Buah
30 Mlanding Leucaena leucocephala De Wit.
Fabaceae Lokal Buah
31 Nanas Ananas comusus (L.) Merr.
Bromeliaceae Luar Buah
32 Pepaya/kates Carica papaya L. Caricaceae Lokal, luar Buah
33 Pisang agung Musa paradisiaca L.
Musaceae Luar, lokal Buah
34 Pisang ambon
Musa paradisiaca L. cv. Ambon
Musaceae lokal Buah
35 Pisang candi Musa paradisiaca L. cv. Candi
Musaceae Luar,lokal Buah
36 Pisang cici Musa paradisiaca L.
Musaceae Lokal Buah
37 Pisang gajih Musa paradisiaca L. cv. Gajih
Musaceae Luar, lokal Buah
38 Pisang gendruwo
Musa paradisiaca L.
Musaceae Luar, lokal Buah
39 Pisang raja Musa paradisiaca L. cv. Rojo
Musaceae Lokal Buah
40 Pisang salek Musa paradisiaca L. cv. Salik
Musaceae Lokal Buah
41 Rukem Flacourtia rukam Zoll.& Mor.
Flacourtiaceae Lokal Buah hutan/liar
254
Lampiran 8 Lanjutan
No Nama Lokal Nama Ilmiah Suku Distribusi Bagian digunakan
42 Salak Salacca edulis Reinw.
Aracaceae Luar Buah
43 Srikoyo Carica pubescent Caricaceae lokal Buah 44 Srikoyo Annona squamosa
L. Annonaceae lokal Buah
45 Sroberi Fragraria vesta L. Rosaceae Lokal Buah 46 Tebu ireng Sacharum
officinarum L. Poaceae Lokal Batang
47 Terong Londo
Cyphomandra betacea
Solanaceae Lokal Buah
48 Tewel Artocarpus heterophylla L.
Moraceae Lokal, luar Buah
49 Tomat Solanum tuberosum L.
Solanaceae Lokal Buah
255
Lampiran 9 Keanekaragaman jenis tumbuhan bumbu, pewarna, rokok dan kecantikan No. Nama lokal Nama Ilmiah Suku Kegunaan, asal Organ 1 Asem Tamarindus
indica L. Fabaceae Bumbu, luar Buah
2 Bawang bombai
Allium cepa L. Liliaceae Bumbu, luar Batang semu
3 Bawang merah
Allium cepa L. Liliaceae Bumbu, luar Batang semu
4 Beras Oriza sativa L. Poaceae Pemutih wajah, luar
Biji
5 Cengkeh Eugenia aromatica O.K.
Myrtaceae Rokok, lokal Buah
6 Gambir Uncaria gambir Roxb.
Verbenaceae Nginang/kecantikan,warna, luar
Batang, akar
7 Ganjan Artemisia vulgaris L.
Asteraceae Rokok, lokal Daun
8 Jae Zingiber officinale l.
Zingiberaceae Minuman/bumbu, lokal, luar
Rhizoma
9 Jarak Ricinus comunis L.
Euphorbiaceae Bumbu, lokal Biji
10 Jeruk nipis Citrus aurantifolia L.
Rutaceae Bumbu, lokal Daun, buah
11 Kemiri Aleurites moluccana (L.) willd.
Euphorbiaceae Bumbu, lokal, luar
Biji
12 Kencur Kaempferia galanga L.
Zingiberaceae Bumbu, pembersih wajah, lokal, luar
Rhizoma
13 Ketirem Ipomoea sp Convolvulaceae Sayuran, lalapan, lokal
Daun
14 Ketumbar Coriandrum sativus L.
Apiaceae Bumbu, lokal Buah
15 Klandingan Albizia lophanta Fabaceae Lalapan, lokal Buah
16 Klembak Rheum officinale Baill.
Polygonaceae Rokok, luar Batang
17 Klopo Cocos nucifera L. Arecaceae Bumbu, minyak/pewarna, campuran pewangi, luar
Buah, biji, sepet dibakar
18 Kluek Pangium edule Reinw.
Flacourtiaceae Bumbu masak , (rawon), luar
Biji
19 Kunci Kaempferia angustifolia Rosc.
Zingiberaceae Bumbu, lokal, luar
Rhizoma
256
Lampiran 9 Lanjutan
No Nama lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan, asal Organ 20 Kunir/kunyit Curcuma
domestica Val. Zingiberaceae Penyedap,
pewarna lokal Rhizoma
21 Laos Alpinia galanga (L.) Willd.
Zingiberaceae Bumbu, lokal Rhizoma
22 Lombok kriting
Capsicum annuum L.
Solanaceae Bumbu/sambal, lokal
Buah
23 Lombok rawit Capsicum frutescen L.
Solanaceae Bumbu/sambal, lokal
Buah
24 Lombok terong
Capsicum sp. Solanaceae Bumbu/sambal, lokal
Buah
25 Mbako Nicotiana tabacum L.
Solanaceae Rokok, lokal Daun
26 Melati Jasmicum sambac Ait.
Oleaceae Pewangi, lokal Bunga
27 Mencogan/ bawang putih
Allium sativum L. Liliaceae Bumbu, lokal Batang semu, daun
28 Mrico Piper nigrum L. Piperaceae Bumbu, luar Biji 29 Pacar Lawsonia inermis
L. Lythraceae Cat kuku, lokal Buah,
bunga 30 Pandan suji Pleumele
angustifolia N.E.Brown.
Liliaceae Pewarna, lokal Daun
31 Pandan wangi Pandanus amaryllifolius L.
Pandanaceae Penyedap, pewangi, lokal
Daun
32 Pokak Solanum torvum Sw.
Solanaceae Lalapan, sayur lokal
Buah
33 Ranti Solanum nigrum L.
Solanaceae Lalapan, lokal Buah, daun
34 Salam Eugenia polyantha Wight.
Myrtaceae Bumbu penyedap lokal, luar
Daun
35 Sereh Andropogon nardus L.
Poaceae Bumbu, lokal Batang, daun
36 Sledri Apium graveolens Apiaceae Penyedap, sayur, lokal
Batang, daun
37 Sirih Piper betle L. Piperaceae Nginang, lokal, luar
Daun
38 Temulawak Curcuma xanthorhiza Roxb.
Zingiberaceae Minuman, luar, lokal
Rhizoma
39 Tropong/bawang prei
Allium fistulosum L.
Liliaceae Bumbu, sayur, lokal
Batang semu, daun
40 Waru Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae Warna bibir, lokal
Bunga
257
Lampiran 10 Keanekaragaman jenis tumbuhan bahan bangunan,teknologi lokal, tali-temali, seni, pembungkus dan kayu bakar No Nama
lokal Nama ilmiah Suku Kegunaan, asal Bagian
digunakan 1 Akasia Acacia decurens
Willd. Fabaceae Bangunan, kayu
bakar, (lokal) Batang
2 Alang-alang
Imperata cylindrica Beauv.
Poaceae Bangunan atap, petra, (lokal)
Batang, daun
3 Anggrung Trema orientatalis Bl.
Ulmaceae Bangunan, kayu bakar, (lokal)
Batang
4 Aren Arenga pinnata (Wurb.)Merr.
Arecaceae Menulis, (lokal) Daun
5 Bambu jajang
Gigantochloa apus Kurz.
Poaceae Tali, kayu bakar, kranjang, pikulan, welat, petra, benjor, sigiran, ongkek, gedek, getek, lanjaran, layang-layang, tutus, lokal
Batang
6 Bambu betung
Dendrocalamus asper (Shultes f.) Back. Ex Heyne
Poaceae Bangunan rumah, gubuk, pikulan, kayu bakar, sigiran, petra, ongkek, gedek, getek, lanjaran, (lokal)
Batang
7 Bambu ori
Bambusa vulgaris Schrad.
Poaceae Bangunan, welat(alat potong puser), kranjang, pikulan, (lokal)
Batang
8 Bambu loring
Bambusa bambos Backer.
Poaceae Benjor, (lokal) Batang
9 Batang pisang
Musa paradiaca L.
Musaceae Tali, (lokal) Batang
10 Damar Agathis alba Foxw
Araucariaceae
Bangunan/papan/perkakas/kayu bakar, (lokal)
Batang,
11 Ganjan Artemisia vulgaris L.
Asteraceae Pupuk (lokal) Batang, daun
12 Jabon Adina cardifolia Hook.f.
Rubiaceae Kayu bangunan, cagak, kayu bakar (lokal)
Batang
13 Jabungan/telasih
Eupatorium sp Asteraceae Kayu bakar (lokal) Batang
14 Jambu air Eugenia jambos Myrtaceae Kayu bakar (lokal) Batang
258
Lampiran 10 Lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan, asal
Bagian digunakan
15 Jambu wer
Prunus persica Sieb. & Zucc.
Rosaceae Kayu bakar/bangunan, teknologi lokal, pegangan pacul, arit (lokal)
Batang
16 Kaliandra Calliandra haematocephala Hassk.
Fabaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang
17 Kayu kamper
Cinnamomum camphora Ness & Eberm.
Dipterocarpa ceae
Bangunan rumah,pintu (luar)
Batang,
18 Kayu pinus
Pinus merkusii L. Pinaceae Bangunan, getah, kayu bakar, (lokal)
Batang
19 Kayu cemara
Casuarina junghuhniana L.
Casuarinaceae Bangunan, cagak,kayu bakar, kerajinan, lumpang, alu, tangkai pacul (kayu utama Tengger),( lokal)
Batang
20 Kayu dadap
Erythrina variegata L.
Fabaceae Bangunan, papan, kayu bakar, seni (lokal)
Batang
21 Kayu danglu
Engelhardia spicata L.
Juglandaceae Lumpang, kayu bakar (lokal)
Batang
22 Kayu jati Tectona grandis L.
Lauraceae Bahan bangunan, cagak, pintu (lokal, luar)
Batang
23 Kayu Kebek
Ficus grossulasioides Burm.f.
Moraceae Ritual, kayu bakar (lokal)
Batang
24 Kayu kembang
Michelia velutina Bl.
Magnolia-ceae Bangunan, cagak rumah,kayu bakar (lokal)
Batang
25 Kayu kidang
Aglaia heptandra K.et V.
Meliaceae Kayu bakar, tangkai arit, limbat (lokal)
Batang
259
Lampiran 10 lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan, asal Bagian digunakan
26 Kayu kipres/cemara londo
Casuarina rumphiana Miq.
Pinaceae Kerajinan, pikulan, gagang arit, pisau (lokal)
Batang
27 Kayu meranti
Shorea acuminata Dyer.
Dipterocarpaceae
Bangunan rumah.pintu (luar)
Batang
28 Kayu pakis Tengger
Cyathea tenggeriensis
Cyatheaceae Bangunan cagak gubuk, tempat anggrek (lokal)
Batang, akar
29 Kayu pasang
Quercus crassinervis Bl.
Fagaceae Bahan bangunan, teknologi lokal dingklik (lokal),
Akar, batang
30 Kayu poh Alstronia macrophylla L.
Apocynaceae Bahan bangunan, lumpang, (lokal)
Batang
31 Kayu mahoni
Swietenia mahagoni Jacq.
Meliaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang
32 Kayu sengon
Albisia falcata Fabaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang
33 Kayu tewel
Artocarpus heterophylla L.
Moracaeae Bangunan, kayu bakar, lumpang (lokal)
Batang
34 Kayu waru
Hibiscus tiliaceus L.
Malvaceae Tali, kayu. Bangunan, bakar (lokal)
Kulit batang
35 Kemladingan
Leucaena leucocephalla (Lam.) de Wit.
Fabaceae Kayu bakar bangunan, tangkai pecok (lokal)
Batang
36 Klandingan
Albitzia montana Benth.
Fabaceae Kayu bakar, lalapan (lokal)
Batang, daun, buah
37 Klopo Cocos nucifera L. Arecaceae Pembungkus, umbul-umbul (luar)
Daun
38 Mindi Melia azedarach L.
Meliaceae Kayu bangunan. Kayu bakar (lokal)
Batang
39 Nyampuh
Litsea volutina Boerl.
Lauraceae Bangunan, kayu bakar. (lokal), topeng Gubuklakah
Batang
40 Ocek-ocek
Crotalaria striaca D.C.
Fabaceae Pupuk (lokal) Batang, daun
41 Pakis/wit pakis
Cyathea contaminans (Wall.exHook.)Copel.
Cyatheaceae Bangunan gubuk, tempat media anggrek (lokal)
Batang, akar
260
Lampiran 10 Lanjutan
No Nama lokal
Nama ilmiah Suku Kegunaan, asal Bagian digunakan
42 Pampung Unanthe javanica Moraceae Bangunan, kayu bakar, topeng, petra (lokal)
Batang, daun
43 Poo Melaleuca leucadendron L.
Myrtaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang,
44 Prenjalin/rotan
Calamus javensis Bl.
Arecaceae Tali, tari Ujung-ujungan (lokal)
Batang
45 Salam Eugenia polyantha Wight.
Myrtaceae Bangunan, kayu bakar (lokal, luar)
Batang
46 Sengon laut
Albizia falcataria (L,) Wielsen.
Fabaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang
47 Srengege/ jabongan/paitan, nyamu
Thitonia diversifolia Gray.
Asteraceae Kayu bakar, hiasan,tali (lokal)
Batang, kulit batang, bunga
48 Suren Toona sinensis M.Roem.
Meliaceae Bangunan, kayu bakar (lokal)
Batang
49 Tanalayu, gubahan, edelweis
Anaphalis longifolia
Asteraceae Hiasan, petra Bunga
50 Tehan Eupatorium riparium Reg.
Asteraceae Pupuk (lokal) Batang, daun
51 Telekan Lantana camara L.
Asteraceae Kayu bakar, pupuk (lokal)
Batang, daun
52 Tlotok Curculigo capitulata (Cour.) Kunze
Amaryllidaceae
Pembungkus, ritual petra (lokal)
Daun
53 Trabasan Artemisia vulgaris L.
Asteraceae Kayu bakar, pupuk Batang, daun
261
Lampiran 11 Index of Cultural Significance (ICS) dan keanekaragaman jenis Tumbuhan dan jamur dimanfaatkan dan liar masyarakat Tengger No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 1. Adas Foeniculum vulgare Mill. 18 2 Agave Agave angustifolia Haw. 6 3 Akasia Acasia auriculiformis
A.Cunn.ex Benth. 14
4 Alamanda Allamanda cathartica L. 12 5 Alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauw. 32 6 Andewi Cichorium endivia L. 16 7 Andong Cordaline fructicosa (L. ) A.
Chev. 24
8 Anggrek Dendrobium sp 6 9 Anggrek tanah Spatoglotis plicata Bl. 6 10 Anggrung Trema orientalis Bl. 20 11 Anggur Vitis vinifera L. 12 12 Anting-anting Fuchsia hybrid Hort. 18 13 Apel Pyrus malus L. 32 14 Apokat Persea americana Miller 19 15 Aren Arenga pinnata(Wurm.) Merr.) 16 16 Asam Tamarindus indica L. 20 17 Aseman/surengan Achyranthes bidentata Bl. 14 18 Astruli Pennisetum purpureum
Schumach. 68
19 Awar-awar Ficus septica Burm.f. 2 20 Bakung Crinum asiaticum L. 4 21 Bambu betung Dendrocalamus asper
(Schult.)Backer 64
22 Bambu jajang Gigantochlea apus Kurs. 68 23 Bambu loring Bambusa multiplex Auct. Non
Raeusch. 18
24 Bambu ori Bambusa vulgaris Schrad. 18 25 Bandotan Ageratum conyzoides L. 6 26 Banyon Sonchus sp 15 27 Bawang bombai Allium cepa L. 14 28 Bawang merah Allium cepa L. 18 29 Bawang prei Allium fistulosum L. 85 30 Bawang
putih/mencoga Allium sativum L. 21
31 Bayam sayur Amaranthus hybridus L. 15 32 Bayam duri Amaranthus spinosus L. 3 33 Begonia Begonia longifolia Kuiz.ex Puv. 6
262
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 34 Benguk Mucuna pruriens DC. 16 35 Bentul Xanthosoma violacium Schott. 25 36 Berakan Synedrella nodiflora (L.) Gaertn. 6 37 Beringin Ficus benyamina L. 26 38 Besaran Morus alba L. 18 39 Binahong Basella rubra L. 8 40 Blimbing Averhoa carambola L. 16 41 Brokoli Brassica oleracea L. 20 42 Bugenvil Bougainvilea spectabilis Wild. 22 43 Buncis Phaseolus vulgaris L. 22 44 Cakar kucing Polyscias fructicosa Harms. 10 45 Calingan Centella asiatica Urb. 9 46 Cemara Casuarina junghuhniana Miq. 86.5 47 Cemoro norfolk Araucaria heterophylla (Salisb.)
Franco. 21
48 Cemplukan Nicandra physalodes 10 49 Cengkeh Eugenia aromatica O.K. 16 50 Cimplukan Physalis angulata L. 21 51 Cocor bebek Kalanchoe pinnata Pers. 6 52 Cubung Brugmansia suaveolens
Barcht.& Presl. 20
53 Cubung biru Datura metel L. 3 54 Dadap Erythrina variegata L. 24 55 Digitalis abang Digitalis purpurea L. 9 56 Damar Agathis alba Foxw. 36 57 Damarwojo Spergula arvensis L. 9 58 Danglu Engelhardia spicata L. 30 59 Delima Punica granatum L. 6 60 Dibal Isachne rhabdiana (Steud.)
Ohwi 9
61 Dringu Acorus calamus L. 24 62 Duren Durio zibethinus Murray 12 63 Ecek-ecek Crotalaria striaca DC. 8 64 Empikan Centrosoma pubesens Bth. 8 65 Empos Maclura sp 8 66 Empritan Eragrostis amabilis (L.) W.& A. 9 67 Endogan Polygalaceae 6 68 Entongan Nopalea cochenillifera Salm-
Dyck. 6
69 Ercis/tomeo/kapri Pisum sativum L. 18
263
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 70 Euphorbia Euphorbia splendens Bojer ex
Hook. 6
71 Flamboyan Delonix regia Raf. 6 72 Gambir Uncaria gambir Roxb. 21 73 Gandum Triticum sativum L. 14 74 Gandum/jagung Zea mays L. 47 75 Ganjan Eupatorium sp 12 76 Ganyong Canna edulis Kerr. 18 77 Gembokan Asteraceae 6 78 Genggeng Microstegium rufisticum (Steud.)
A. Camus18
79 Gewor Comelina nodiflora L. 4 80 Gigit mantung Eugenia sp 8 81 Gladiol Gladiolus gandavensis v.Houtte 10 82 Glagah Saccharum spontaneum L. 9 83 Grinting Cynodon dactylon Pers. 9 84 Gronggong Erianthus arundinaceus (Retz.)
Jeswiet. 15
85 Grunggung Rubus rosaefolius J.E. Smith. 25 86 Gude Cajanus cajan (L.) Mill. 17 87 Ijoan Paspalum sp 6 88 Intil-intil
wedus/calincin Oxalis corniculata L. 9
89 Jabon Adina cardifolia Roxb. 24 90 Jae Zingiber officinale Roxb. 17 91 Jae wono Zingiber officinale Rosc. 17 92 Jambe Areca catechu L. 32 93 Jambu air Eugenia aquea Burm.f. 12 94 Jambu jono Prunus pesica Zieb&Zucc. 33 95 Jambu klutuk Psidium guajava L. 12 96 Jambu wer Prunus persica Zieb&Zucc. 33 97 Jamur grigit Schizophyllum aineum 12 98 Jamur impes Calvatia borista (L.) Van.
Overeem. 3
99 Jamur kayu Ganoderma cochlear (Bl. et Nees)Murrill.
3
100 Jamur krucu Polyporaceae 9 101 Jamur
kuping/bibir Auricularia polystricha (Montagne)Saccardo
12
102 Jamur pasang Pleuratus sp 12 103 Jamur siung Polyporaceae 8
264
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 104 Jamur wulan Polyporaceae 8 105 Jarak gunung Ricinus comunis L. 45 106 Jarak pager Jathropa curcas L. 10 107 Jaringan/jlabrang Paspalum srobiculatum 6 108 Jati Tectona grandis L.f. 14 109 Jati belanda Quasoma ulmifolia 3 110 Jelantir/jonggol Emilia sonchifolia (L.) DC. 5 111 Jeruk bali Citrus maxima Merr. 12 112 Jeruk manis Citrus aurantium Swing. 20 113 Jeruk pecel Citrus hystrix DC. 20 114 Jukut Paspalum longifolium Roxb. 9 115 Kacuk bedes Oxalis corniculata 9 116 Kaktus tiyang Cereus peruvianus (L.) Mill. 6 117 Kaliandra Calliandra haematocephala
Hassk. 25
118 Kalomento Leersia hexandra Swartz. 4 119 Kapuk randu Ceiba petandra (L) Gaerth. 6 120 Kawatan Axonopus compressus (Sw.)
Beauv. 10
121 Kayu ampet Astronia macrophylla L. 9 122 Kayu kamper Cinnamomum camphora T.
Fries 12
123 Kayu kebek Ficus grassulasioides Burm.f. 10 124 Kayu kembang Michelia velutina L. 22 125 Kayu pasang Quercus lincata Bl. 9 126 Kayu pule Alstonia shcolaris R.Br. 14 127 Keladi hias Caladium bicolor (Ait.) Vent. 4 128 Kelor Moringa oleracea Lamk. 4 129 Kemangi Oscimum basilicum L. 9 130 Kembang hias Dieffenbachia sequine (Jacq.)
Schott. 12
131 Kembang merak Caesalpinia pulcherima (L.) Swartz.
6
132 Kembang srengene/trebah/paitan/nyamu
Tithonia diversifolia Gray. 26
133 Kemenyan Styrax benzoin Dryand. 20 134 Kemiri Aleurites moluccana Willd. 9 135 Kemuning Muraya paniculata (L.) Jack. 12 136 Kencur Kaempferia galangal L. 17
265
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 137 Kenikir Tagetes erecta L. 8 138 Keningar Cinnamomum burmanii Bl. 24 139 Kenongo Cananga odorata Hook.f.& Th. 25 140 Kentang Solanum tuberosum L. 72 141 Kersen Muntingia calabura L. 16 142 Kerut Maranta arundinacea L. 12 143 Kerinyu Eupatorium inulifolium H.B.K. 144 Kesek Dodonaon viscose Jaeq. 6 145 Kesemek Diospyros kaki L. 8 146 Ketanan Paspalum sp 6 147 Ketirem Ipomoea sp 24 148 Ketiu/menjari Sonchus javanicus L. 12 149 Ketumbar Coriandrum sativum L. 16 150 Kidangan/kayu
kidang Photinia notoniana W. et A. 16
151 Kipres Casuarina rumphiana Miq. 24 152 Klandingan Albizia lophanta (Wild.) Bth. 32 153 Klembak Rheum officinale Baill. 6 154 Klopo Cocos nucifera L. 78 155 Kobis Brassica oleracea L. 61 156 Koleus Coleus acutellaroides L. Benth. 6 157 Kolonjono Hierochloe horsfieldii 6 158 Kopi Coffea arabica L. 60 159 Krangean Abrus rosaefolius L. 9 160 krokot Portulaca oleracea L. 6 161 Kucei Zephyranthes grandiflora 12 162 Kunci Scheffera aromatic L. 12 163 Kuningan/trebah Widelia montana (Bl.) Boerl. 9 164 Kunyit/kunir Curcuma domestica Val. 21 165 Kuping gajah Athurium clarinervum 6 166 Kupu-kupu Sesbania grandiflora (L.) Pers. 6 167 Lamtoro Leucaena leucocephala (Lam.)
de Wit. 31
168 Laos Alpinia galanga (L.) Wild. 18 169 Lempuyang Zingiber serumbet (L.) Sm. 9 170 Lengkeng Lechi sinensis Sonn. 16 171 Lerak Sapindus rarak L. 9 172 Lidah buaya Aloe vera Mill. 18 173 Lidah mertua Sansevieria trivfasciata Prain. 12 174 Lili Crinum asiaticum L. 12
266
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 175 Litus Brassicaceae 12 176 Lo gondang Ficus glomerata Roxb. 9 177 Lobak daikong Raphanus sativus L. 21 178 Lobak liar Raphanus sativus L. 18 179 Locari Michelia champaca L. 12 180 Lombok besar Capsicum anuum L. 21 181 Lombok kriting Capsicum anuum L. 21 182 Lombok rawit Capsicum frutescens L. 18 183 Lombok terong Capsicum sp 25 184 Lombok udel Solanum capiscastrum L. 12 185 Lulangan Eleusine indica Gaertn. 9 186 Magdalea/ria n Rosa sp 6 187 Mahoni Swietenia mahagoni Jacq. 42 188 Mangga Mangifera indica L. 12 189 Manggis Garcinia mangostana L. 11 190 Mangkoan Nathopanax scutellarium
(Burm.f.) Merr. 9
191 Maribang Hibiscus rosa-sinensis L. 6 192 Mawar Rosa hybrida Hort. 16 193 Melati Jasmicum sambac (L.) W. Ait 16 194 Mendong Fimbristylis globulosa (Retz.)
Kunth. 12
195 Mentigi Vaccinum varingiaefolium (Bl.) Miq.
20
196 Menuran Eriogrostis amabilis 6 197 Merakan Themeda gigantea (Cav.) Hack. 9 198 Meranti Shorea acuminata Dyer. 16 199 Mindi Melia acedarach L. 16 200 Mladean Scurulla montana 6 201 Mrico Piper nigrum L. 16 202 Nanas Ananas comusus Merr. 17 203 Nyampuh Litzea volutina Boerl. 26 204 Pacar Lawsonia inermis L. 12 205 Paku jangan Diplazium esculentum Swartz. 8 206 Paku menjangan Platicerium bifurcatum C.Chr. 6 207 Paku pohon Cyathea contaminans (wall.ex
Hook.) Copel. 24
208 Paku sarang Drynaria quercifolia J.Sm. 6 209 Paku sepat Neprolepis biserrata Schott. 6 210 Paku tangkur Sellequa heterocarpa Bl. 2
267
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 211 Paku tengger Cyathea tenggeriensis 24 212 Palem cina/jari Raphis exelta Henry ex Render 6 213 Palem kuning Chrysalidocarpus lutescens 6 214 Palem raja Roystonea regia O.F.Cook. 6 215 Pampung Unanthe javanica 24 216 Pandan mendong Fimbristylis globulosa (Retz.)
Kuntz. 20
217 Pandan rambat Freycinetia insignis 6 218 Pandan ri Pandanus tectorius Soland. Ex.
Park. 8
219 Pandan suji Pleumele angustifolia (Roxb.) N.E.Brown
15
220 Pandan wangi Pandanus amaryllifolius Roxb. 40 221 Pari Oryza sativa L. 90 222 Pari apo Leersia hexandra 6 223 Patah tulang Euphorbia tirucalli L. 6 224 Pelawo Tristania obovata Benn. 20 225 Penitian Glericidae sepium (Jacq.) Walp. 8 226 Pepaya Carica papaya L. 33 227 Permenan Mentha piperita L. 3 228 Pepagan Centela asiatica Urb. 9 229 Petungan/greges
otot Equisetum debile Roxb. 13
230 Piji Pinanga coronata Blume 20 231 Pinjalan Capillipedium parviflorus
(R.Br.) Stapf. 9
232 Pinus Pinus merkusii Jung& De.Vr. 32 233 Pisang agung Musa paradisiaca L. 28 234 Pisang ambon Musa paradisiaca L.cv. Ambon 63 235 Pisang candi Musa paradisiaca L. cv. Candi 28 236 Pisang cici Musa paradisiaca L. 36 237 Pisang gajih Musa paradisiaca L. cv. Gajih 30 238 Pisang hutan Musa acuminata 43 239 Pisang nongko Musa paradisiaca L. cv.
Nongko 30
240 Pisang raja Musa paradisiaca L. cv. Rojo 64 241 Pisang rajomolo Musa paradisiaca L. 24 242 Pisang salaloso Musa paradisiaca L. 34 243 Pisang salek Musa paradisiaca L. cv.Salik 73 244 Pisang-pisangan Heliconia rostrata 6
268
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 245 Pohong Monihot esculenta Crantz. 40 246 Pokak Solanum torvum Sw. 6 247 Poo lanang Melaleuca leucadendron L. 24 248 Poroan Polygonum chinense L. 6 249 Poo wadon Melaleuca leucadendron L. 24 250 Prenjalin Calamus javensis Bl. 30 251 Pronojiwo Euchresta horsfieldii (Lesch.)
Benn. 6
252 Pukul empat Mirabilis jalapa L. 6 253 Pulosari Alyxia reinwardtii L. 9 254 Pulutan Triumfetta bartrania Lour. 9 255 Puring Codiaeum variegatum (L.) Bl. 10 256 Purwoceng Pimpinella pruacan Molkenb. 9 257 Pusek Gynura procumbens (Lour.)
Merr. 6
258 Putihan Buddleja asiatica Lour. 32 259 Ranti Solanum nigrum L. 21 260 Resep Tylophora villosa 9 261 Ri Mimosa invisa Mart. 6 262 Riwilkop Mimosa pudica L. 6 263 Rukem Flacourtiaceae rukam Zoll.&
Mor. 9
264 Salak Salacca edulis Reinw. 16 265 Salam Eugenia polyantha Wight. 17 266 Samboja Plumeria acuminata Ait. 12 267 Sawi ireng Brassica rapa L. 44 268 Sawi putih Brassica juncea Cosson 44 269 Sawian Nostorticum sp 17 270 Sempretan Eupatorium sp. 24 271 Sempur Dillenia ovata Wall. 26 272 Sendei Brassicaceae 10 273 Senduro Sindora javanica (K.& V.)
Beck. 25
274 Senggani Melastoma polyanthum Bl. 5 275 Sengketan Achyranthes bidentata Bl. 6 276 Sengon/johar Albizzia procera (Roxb.) Benth. 12 277 Sengon laut Albizia falcata Back. 20 278 Senikir Tagetes erecta L. 38 279 Sereh Adropogon citrates DC. 12 280 Sesuruhan Piperomia pellucid (L.) Kunth. 12
269
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 281 Sintok Cinnamomum sintoc Bl. 9 282 Sirih Piper betle L. 29 283 Siyem Sechium edule (Jacq.)Swart. 21 284 Sledri Apium graviolens L. 22 285 Soka Ixora paludosa Kurz. 16 286 Spinak Spinacia oleracea L. 10 287 Srigotong Arundinella setosa Trin. 9 288 Srikoyo Carica pubescens 26 289 Srikoyo Annona squamosa L. 16 290 Srunen Widelia biflora D.C. 6 291 Stroberi Fragraria vesta L. 24 292 Sundel Polianthes tuberosa L. 20 293 Suplir Adiantum tenerum Sw. 6 294 Suren Toona sureni M.Roem. 22 295 Suripandak Plantago mayor L.S.L. 9 296 Sidoguri Sida rhombifolia L. 6 297 Susuh angin Usnea dasypoga (Acharius)
Nylander 12
298 Tales/mbote Calocasia esculenta (L.) Schott. 40 299 Tali putri Cassytha filiformis L. 4 300 Tanalayu Anaphalis longifolia 29 301 Tapak doro Catharanthus roseus (L.) G.
Don. 13
302 Tasbih Canna hybrida Hort. 10 303 Tebu Sacharum officinarum L. 12 304 Tebu ireng Sacharum officinarum L. 30 305 Tehan/tegelan Eupatorium riparium Reg. 6 306 Teki Cyperus brevivolius L. 6 307 Teki Cyperus rotundus L. 6 308 Teki Cyperus monocephalus L. 6 309 Teki hias Cyperus papyrus L. 4 310 Telanan Convolvulaceae 2 311 Telekan/waung Lantana camara L. 22 312 Telo rambat Ipomoea batatas (L.) Lamk. 26 313 Tembakau/mbako Nicotiana tabacum L. 37 314 Temu Curcuma xanthorhiza Roxb. 12 315 Temu ireng Curcuma aeroginosa Roxb. 6 316 Temu lawak Curcuma xanthorhiza Roxb. 21 317 Tespong Opuntea sp. 6
270
Lampiran 11 Lanjutan
No Nama lokal Nama Ilmiah ICS 318 Tepung
otot/greges otot Stellaria saxatilis Ham. 6
319 Tereside Glirecidae sepium (Jacq.) Walp. 4 320 Terong londo Cyphomandra betacea Sendtn. 26 321 Tewel Artocarpus heterophylla Lamk. 39 322 Teh Thea sinensis L. 24 323 Telasih Eupatorium inulifolium H.B.K. 24 324 Timun Cucumis sativus L. 18 325 Tiris Iris tectorium 5 326 Tlotok Curculigo capitulata O.K. 29 327 Tomat Lycopersicum esculentum Mill. 20 328 Trabasan/saung Atemisia vulgaris L. 12 329 Trembesi Samaea saman Merr. 2 330 Triwulan/telasih Eupatorium rotundifolium 18 331 Turi Sesbania grandiflora Pers. 2 332 Ucet Vigna sinensis (L.) Hassk. 16 333 Ulan-ulan Tinospora coriacea (Bl.)
Beumee. 6
335 Waron Abelmonchus moschatus Medik.. 6 336 Waru Hibiscus tiliaceus L. 20 337 Wlingi/teki rawa Cyperus kyllingia Endl. 2 338 Wortel Daucus carota L. 56 339 Yodium/racun Jatropha multifida L. 12 Jml 326 jenis