Etilen Oksida

2
Etilen Oksida Etilen oksida bereaksi sebagai bakterisida dengan alkalis asam amino, hidroksi atau gugus sulfur dari enzim seluler atau protein. Tingkat kelembaban dibutuhkan untuk etilen oksida berpenetrasi dan menghancurkan sel. Kelembaban rendah misalnya minimal 20%, angka kematian tidak logaritmik (tidak nyata). Tetapi mikroorganisme akan mengalami peningkatan resistensi dengan menurunnya kelembaban. Dalam prakteknya, kelembaban dalam chamber pensteril ditingkatkan dari 50-60% dan dijaga beberapa waktu pada permukaan dan kelembaban membran sel sebelum penggunaan etilen oksida. Etilen oksida bersifat eksplosif ketika dicampur dengan udara. Penghilangan sifat eksplosif dengan menggunakan campuran etilen oksida dan karbondioksida, seperti Carboxide, Oxyfume 20, campuran etilen oksida dengan hidrokarbon terflouronasi seperti Storoxide 12. Keduanya diluent inert yang mempunyai tekanan uap yang tinggi dan bereaksi sebagai pembakar etilen oksida keluar dari silinder masuk ke dalam chamber steril. Komponen terfloronasi mempunyai keuntungan dibandingkan karbondioksida yang disimpan dalam wadah yang ringan dan campuran dapat memiliki tekanan parsial tinggi dari etilen oksida pada chamber pensteril dalam tingkat tekanan total yang sama. Sterilisasi gas berjalan lambat pada proses sterilisasi tergantung pada keberadaan kontaminasi, kelembaban, temperatur dan konsentrasi etilen oksida. Konsentrasi minimum etilen oksida dalam 450 mg/L, 271 Psi, konsentrasi ini 85°C dan 50% kelembabannya relative, dan dibutuhkan 4-5 jam pemaparan. Di

description

asdasd

Transcript of Etilen Oksida

Page 1: Etilen Oksida

Etilen OksidaEtilen oksida bereaksi sebagai bakterisida dengan alkalis asam amino, hidroksi atau gugus

sulfur dari enzim seluler atau protein. Tingkat kelembaban dibutuhkan untuk etilen oksida

berpenetrasi dan menghancurkan sel. Kelembaban rendah misalnya minimal 20%, angka

kematian tidak logaritmik (tidak nyata). Tetapi mikroorganisme akan mengalami peningkatan

resistensi dengan menurunnya kelembaban. Dalam prakteknya, kelembaban dalam chamber

pensteril ditingkatkan dari 50-60% dan dijaga beberapa waktu pada permukaan dan

kelembaban membran sel sebelum penggunaan etilen oksida.

Etilen oksida bersifat eksplosif ketika dicampur dengan udara. Penghilangan sifat eksplosif

dengan menggunakan campuran etilen oksida dan karbondioksida, seperti Carboxide,

Oxyfume 20, campuran etilen oksida dengan hidrokarbon terflouronasi seperti Storoxide 12.

Keduanya diluent inert yang mempunyai tekanan uap yang tinggi dan bereaksi sebagai

pembakar etilen oksida keluar dari silinder masuk ke dalam chamber steril. Komponen

terfloronasi mempunyai keuntungan dibandingkan karbondioksida yang disimpan dalam

wadah yang ringan dan campuran dapat memiliki tekanan parsial tinggi dari etilen oksida

pada chamber pensteril dalam tingkat tekanan total yang sama.

Sterilisasi gas berjalan lambat pada proses sterilisasi tergantung pada keberadaan

kontaminasi, kelembaban, temperatur dan konsentrasi etilen oksida. Konsentrasi minimum

etilen oksida dalam 450 mg/L, 271 Psi, konsentrasi ini 85°C dan 50% kelembabannya

relative, dan dibutuhkan 4-5 jam pemaparan. Di bawah kondisi yang sama, 1000 mg/L

membutuhkan sterilisasi 2-3 jam. Dalam sebuah partikel, 6 jam pemaparan etilen oksida

digunakan untuk menyiapkan partikel yang aman dan dapat membuat penetrasi gas ke dalam

bahan sterilisasi. Sisa gas dihilangkan dengan terminal vakum dilanjutkan oleh pembersihan

udara yang difiltrasi. Cara ini digunakan untuk mensterilkan obat serbuk seperti penisilin,

juga telah digunakan untuk sterilisasi benang, plastik tube. Penggunaan etilen oksida untuk

sterilisasi akhir peralatan parenteral tertentu seperti kertas karf dan lapisan tipis polietilen.

Semprot aerosol etilen oksida telah digunakan untuk mensterilkan daerah sempit dimana

dilakukan teknik aseptis. Metode sterilisasi etilen oksida merupakan metode sterilisasi suhu

rendah.

Sumber: :

Husain FW, Hasjmy MA, Akib KM. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi (Central Sterile

Supply Department/CSSD) Di Rumah Sakit. Jakarta; Departemen Kesehatan RI; 2009.