ETIKA PROFESI

48
ETIKA PROFESI Humaryanto

description

ETIKA PROFESI. Humaryanto. - PowerPoint PPT Presentation

Transcript of ETIKA PROFESI

Page 1: ETIKA PROFESI

ETIKA PROFESI

Humaryanto

Page 2: ETIKA PROFESI

Dr. P seorang dokter yang berpengalaman, baru saja akan menyelesaikan tugas jaga malam disebuah rumah sakit. Seorang muda dibawa ke RS oleh ibunya, yang langsung pergi setelah berbicara dengan suster jaga bahwa dia harus menjaga anaknya yang lain. Si pasien mengalami perdarahan vaginal dan sangat kesakitan. Dr.P melakukan pemeriksaan dan menduga bahwa kemungkinan pasien mengalami kguguran atau mencoba untuk melakukan aborsi. Dr.P segera melakukan kuretase dan mengatakan kepada suster untuk menanyakan kepada pasien apakah dia bersedia opname di RS sampai keadaan benar-benar baik. Dr.Q datang menggantikan dr.P yang pulang tanpa berbicara langsung kepada pasien.

Page 3: ETIKA PROFESI

1. Komunikasi – dia tidak mencoba mengkomunikasikan kepada pasien mengenai kondisinya, pilihan-pilihan tindakan dan kemampuan pasien jika dia harus menginap

2. Izin- dia tidak mendapat izin dari pasien mengenai tindakan yang dilakukan

3. Belas kasih-dia hanya menunjukkan sedikit belas kasih kepada pasien

Page 4: ETIKA PROFESI

Tindakannya mungkin sangat kompeten dan mungkin memang benar capek diakhir tugas jaga malamnya namun tidak melepaskan dari kelalaian etik

Page 5: ETIKA PROFESI

I. Etika dan Moral

II. Etika dan Hukum

Page 6: ETIKA PROFESI

I. Etika dan Moral 1,2,3.

Latin

Morales, mos, moris, adat, istiadat,kebiasaan, cara, tingkah laku

Tabiat, watak, akhlak, cara hidup

Yunani

Ethicos, ethos-adat kebiasaan, praktek

Hati nurani & penilaian (judgment)Kegiatan praktis seseorang

ETIKAMORAL

Page 7: ETIKA PROFESI

Kamus besar bahasa Indonesia

ETIKA:

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak)

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenanan dengan akhlak

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Page 8: ETIKA PROFESI

Etika dibagi = 1. Etika Umum(klasifikasi) 2. Etika Khusus

- Individual- Institusional- Sosial

Filsafat : - kajian, ilmu filsafat- moral & moralitas

Praktek : - pedoman & aturan(profesional) baik & benar

Page 9: ETIKA PROFESI

A. Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik Profesi 1

Ajaran MoralAjaran Moral

Moral

Falsafah Moral

Teori2 etika

Ajaran tentang bagaimana manusia harus hidup dan bertindak menjadi manusia yang baik

Sistem nilai tentang perbuatan manusia yang dianggap baik/ buruk, benar / salah, pantas / tidak pantas

Mencari penjelasan , mengapa perbuatan tertentu dinilai baik/ buruk, benar/salah, pantas /tidak pantas

Kerangka berpikir yang disusun oleh filsuf tertentu-untuk memberi pembenaran, mengapa suatu perbuatan dinilai baik dari pendekatan moral

1

2

3

4

Page 10: ETIKA PROFESI

Moral - Etika – Asas – Aturan - Kode Etik Profesi

Ajaran MoralAsas2 etika

Aturan2 etika

Kode Etik Profesi

Asas-asas yang diturunkan dari teori-teori etika sebagai kaidah-kaidah dasar moral bagi manusia

Seperangkat norma atau pedoman untuk mengukur perbuatan, berupa aturan dan larangan yang didasarkan pada asas –asas etika

Seperangkat aturan etika yang khusus berlaku untuk semua anggota asosiasi profesi tertentu, sebagai konsensus bersama, yang memuat aturan dan larangan yang wajib di taati oleh semua anggota dalam menjalankan profesi

5

6

7

Page 11: ETIKA PROFESI

Asas – Asas Etika medis Traditional

1. Beneficence2. Non maleficence

(Primum non nocere)3. Menghormati hidup

manusia4. Konfidensialitas5. Kejujuran (veracity)6. Tidak mementingkan

diri7. Budi Pekerti

Tingkah laku luhur

Asas-Asas Etika Medis KONTEMPORER

1. - Menghormati otonomi pasien

- Universal Human right UN,

- HAM 2. Keadilan /justice3. Berkata benar / truth

telling / veracity

Page 12: ETIKA PROFESI

B. Kaidah –Kaidah Dasar Moral

Beneficence & non maleficenceRespect for personKeadilan /justiceBudi pekerti

Kegiatan-kegiatan :Kegiatan-kegiatan :• PendidikanPendidikan• Penelitian & pengembanganPenelitian & pengembangan• Pelayanan Pelayanan

Page 13: ETIKA PROFESI

The patient’s contexts for prima facie’s choice(Agus Purwadianto, 2004)

J usticeNon maleficence

AutonomyBeneficence

Time

General benefi t result, mos t o f people,

Elect iv e, educ at ed, bread-winner, ma ture person

Vu lnerab les, emergency, lif e sav ing, minor

> 1 p erson, others similari ty, community / social ’s r ights

Page 14: ETIKA PROFESI

Kaidah dasar moral

1. Tindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence :

melindungi & mempertahankan hak yang lain mencegah terjadi kerugian pada yang lain, menghilangkan kondisi penyebab kerugian

pada yang lain,

Specific beneficence: menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari bahaya

Page 15: ETIKA PROFESI

Mengutamakan kepentingan pasien

Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain

beneficence

Page 16: ETIKA PROFESI

Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk)

Menjamin nilai pokok : “apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya” (apalagi ada yg hidup).

beneficence

Page 17: ETIKA PROFESI

2. Tidak merugikan atau nonmaleficence /primum non nocere

Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti :

Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien

Minimalisasi akibat buruk

Page 18: ETIKA PROFESI

Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :

a. Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau

berisiko hilangnya sesuatu yang penting

b. Dokter sanggup mencegah bahaya atau

kehilangan tersebut

Nonmaleficence

Page 19: ETIKA PROFESI

c. Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

d. Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).

Norma tunggal, isinya larangan.

nonmaleficence

Page 20: ETIKA PROFESI

3. Keadilan Treat similar cases in a similar way = justice

within morality. Memberi perlakuan sama untuk setiap orang

(keadilan sebagai fairness) yakni :

a. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan / membahagiakannya)

Page 21: ETIKA PROFESI

b. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien).

Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik

keadilan

Page 22: ETIKA PROFESI

Jenis keadilan : a. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan

penerima). b.Distributif (membagi sumber) : kebajikan

membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada :

Setiap orang andil yang samaSetiap orang sesuai dengan kebutuhannyaSetiap orang sesuai upayanya.Setiap orang sesuai kontribusinyaSetiap orang sesuai jasanyaSetiap orang sesuai bursa pasar bebas

keadilan

Page 23: ETIKA PROFESI

c. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama :

Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien.

Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social – ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil).

Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu.

Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).

keadilan

Page 24: ETIKA PROFESI

d. Hukum (umum) : Tukar menukar : kebajikan memberikan /

mengembalikan hak-hak kepada yang berhak. pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk

kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.[1]

[1] Criminal justice (penjatuhan sanksi pidana bagi terpidana) dan rectificatory justice (pemberian kompensasi pelanggaran transaksi/kontrak, melalui hukum perdata). PBE , hal 327.

keadilan

Page 25: ETIKA PROFESI

4. Otonomi (self-determination)

Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia.

Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi.

Page 26: ETIKA PROFESI

Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat).

Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi

otonomi

Page 27: ETIKA PROFESI

Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi klien, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting.

Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.

otonomi

Page 28: ETIKA PROFESI

Selain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut,

dikenal prinsip "turunan"nya dengan nilai-nilai seperti :

1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling

2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise

3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)

4. Konfidensialitas.

5. Menghormati kontrak (perjanjian)

6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, pemerintah, dll.

7. Menghindari membunuh

Page 29: ETIKA PROFESI

Keberlakuan etika kedokteran sebagai norma:

1. Bersyarat (hipotetis) = teleologis

Betul tidaknya tindakan bergantung pada akibat-akibatnya.

a. Bila akibat baik : wajib; b. Bila buruk : haram. Hendak dicapai tujuan kedokteran tertentu namun

tetap dalam bingkai “mempertahankan martabat kemanusiaan” (bukan tujuan asal-asalan).

Dasar : pengalaman (efektif – efisien). Kelemahan : menghilangkan dasar pembawa

kepastian etis, tidak berketegasan, pemicu “tujuan menghalalkan cara”.

Page 30: ETIKA PROFESI

2. Tidak bersyarat (kategoris) = deontologis Tidak bergantung pada tujuan tertentu Betul tidaknya tindakan bergantung pada

perbuatan/cara bertindak itu sendiri, bukan pada akibat tindakan.

Dasar : kewajiban/keharusan mutlak/absolut atau “kewajiban demi kewajiban”.

Kelemahan : pemicu fanatisme buta, tidak luwes dalam perkembangan jaman, tidak mampu memecahkan dilema etis.

Page 31: ETIKA PROFESI

Sifat etika kedokteran

1. Etika khusus (tidak sepenuhnya sama dengan etika umum)

2. Etika sosial (kewajiban terhadap manusia lain / pasien).

3. Etika individual (kewajiban terhadap diri sendiri = selfimposed, zelfoplegging)

4. Etika normatif (mengacu ke deontologis, kewajiban ke arah norma-norma yang seringkali mendasar dan mengandung 4 sisi kewajiban = gesinnung yakni diri sendiri, umum, teman sejawat dan pasien/klien & masyarakat khusus lainnya)

Page 32: ETIKA PROFESI

5. Etika profesi (biasa):

a. Bagian etika sosial tentang kewajiban & tanggungjawab profesi

b. Bagian etika khusus yang mempertanyakan nilai-nilai, norma-norma/kewajiban-kewajiban dan keutamaan-keutamaan moral

c.Sebagian isinya dilindungi hukum, misal hak kebebasan untuk menyimpan rahasia pasien/rahasia jabatan (verschoningsrecht)

Sifat etika kedokteran

Page 33: ETIKA PROFESI

d. Hanya bisa dirumuskan berdasarkan pengetahuan & pengalaman profesi kedokteran.

e.Untuk menjawab masalah yang dihadapi (bukan etika apriori); karena telah berabad-abad, yang-baik & yang-buruk tadi dituangkan dalam kode etik (sebagai kumpulan norma atau moralitas profesi)

f. Isi : 2 norma pokok : i. Sikap bertanggungjawab atas hasil pekerjaan dan

dampak praktek profesi bagi orang lain; ii. Bersikap adil dan menghormati Hak Asasi

Manusia (HAM).

Sifat etika kedokteran

Page 34: ETIKA PROFESI

6. Etika profesi luhur/mulia :

Isi : 2 norma etika profesi biasa ditambah dengan : Bebas pamrih (kepentingan pribadi dokter <

kepentingan pasien) = altruisme. Ada idealisme : tekad untuk mempertahankan cita-

cita luhur/etos profesi = l’esprit de corpse pour officium nobile

7. Ruang lingkup kesadaran etis : prihatin terhadap krisis moral akibat pengaruh teknologisasi dan komersialisasi dunia kedokteran.

Sifat etika kedokteran

Page 35: ETIKA PROFESI

F. Bidang Kesehatan5

1. Kode Etik Kedokteran

2. Kode Etik Keparawatan

3. Kode Etik Rumah Sakit

4. Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK)

5. Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit (MAKERSI)

6. Majelis Kehormatan DISIPLIN Kedokteran Indonesia (MKDKI)

Page 36: ETIKA PROFESI

II. ETIKA & HUKUM

1. Hukum menurut standar moral yang minimal larangan-larangan

Etika menurut standar moral yang tertinggi larangan-larangan dan hal- hal

yang positif dokter kepada pasiennya.2. Perbuatan seorang yang profesional

a. Etis dan legalb. Etis tidak legal – tidak ada – kriteria etis melanggar

hukumc. Tidak Etis dan legal – dokter mengiklankan dirid. Tak Etis dan tidak legal – dokter membuat tagihan

palsu kepada perusahaan asuransi beaya

pengobatan & perawatan

Page 37: ETIKA PROFESI

Kasus : US Supreme Court (Makamah Agung AS). Memutuskan – Hak

konstitutional seorang wanita untuk dapat melakukan aborsi kehamilan trisemester pertama

kontroversi moral & etika : - prochoice

- prolife

Page 38: ETIKA PROFESI

-

KeputusanMedis

Keputusan etis

Pilar Keputusan Klinis sehari2

Page 39: ETIKA PROFESI

-

KeputusanMedis

Keputusan etis

Pilar Keputusan Klinis sehari2Biomedik

Info-medik

Indikasimedik

pilihan pasienkualitas hidup

fitur kontekstual

Mindset non medisStruktur Psiko-Sosio-budaya

Page 40: ETIKA PROFESI

Principles-based ethics Prima FacieT.Beauchamp & Childress (1994) & Veatch (1989)

Beneficence

Non Maleficence

Autonomy

Justice

Contextual featuresQuality of life

Clinical DecisionMaking

Patient’s preference

Medical indicationValue-based medicine

EBM

Page 41: ETIKA PROFESI

Etika kedokteran; 4 bab

Bab I: Kewajiban umum, pasal 1 -9Bab II: Kewajiban dokter terhadap pasien,

pasal 10-13Bab III: Kewajiban dokter terhadap teman

sejawat, pasal 14 – 15Bab IV: kewajiban dokter terhadap diri

sendiri, pasal 16 dan 17

Page 42: ETIKA PROFESI

Pasal 1 : Sumpah dokterPasal 2 : Standar profesi tertinggiPasal 3 : Tidak dipengaruhi, hilang

kebebasan dan kemandirian profesiPasal 4 : Menghindari diri dari sifat

memuji diriPAsal 5 : hindari nasehat yang

melemahkan daya tahan psikisPasal 6 : hati-hati memakai penemuan

baru

Page 43: ETIKA PROFESI

Pasal 7 : surat keterangan dan pendapat yang benar

Pasal 7a : Pelayanan medis yang kompeten, dasar moral dan empati

Pasal 7b : bersikap jujur dan membantu pelayanan, tetap jujur

Pasal 7c : hak pasien dan tenaga kesehatan

Pasal 7d : kewajiban melindungi hidup mahluk insani

Page 44: ETIKA PROFESI

Pasal 8 : perhatikan kepentingan masyarakat, promotif,preventif, kuratif dan rehabilitatif

Pasal 9 : kerjasama didasari saling menghormati

Page 45: ETIKA PROFESI

Pasal 10 : sikap tulus ikhlas – tidak mampu, rujuk

Pasal 11 : berikan pasien kesempatan berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya

Pasal 12 : rahasia kedokteranPasal 13: memberi pertolongan darurat

Page 46: ETIKA PROFESI

Pasal 14 : kesejawatanPasal 15 : tidak mengambil alih pasien

teman sejawatPasal 16 : jaga kesehatanPasal 17 : ikuti perkembangan ilmu

pengetahuan dan tehnologi kedokteran/ kesehatan

Page 47: ETIKA PROFESI

The man who did not want his leg amputated

Physician: This was a 64-year-old man who had had a stroke which had affected his mental condition, though his awareness was good. He also suffered from diabetes

mellitus and hypertension. One day gangrene was found on his leg with sepsis, high fever, and it was a progressive gangrene. I advised him and his family to have an

amputation. The family agreed, but the patient did not. The family followed my reasoning, that is, I did not want the patient to die merely because of gangrene and

diabetes. Then I suggested to the family that if the patient falls into a coma, I would have the right to undertake a professional intervention to save his life without having to obtain his approval. Once the patient went into coma, I asked the family to sign the informed

consent for the amputation. The amputation was finally done. When the patient became conscious, he was delighted because he felt that he had

recovered. He was able to sit and became quite happy and felt that he still had his two legs. When he became completely conscious, and was about to descend from the bed and walk, he realized that he had been amputated. He was shocked. He flew into an

extraordinary rage and threatened that he would prosecute me and his family. He was a former lawyer. He was aware of his rights and he had not permitted that his leg be

amputated.

Page 48: ETIKA PROFESI