Etika Profesi

download Etika Profesi

of 14

description

Food Tech

Transcript of Etika Profesi

  • ETIKAPROFESI

    Nama Anggota :

    Lavenia Yuanita (135100100111050)

    Khairunnisa Nurdiani (135100101111006)

    Widhianti Nila P. (135100101111010)

    Lia Nur Janah (135100101111014)

    Fikriyatul Hanifa (135100100111035)

    PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

    FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

    UNIVERSITAS BRAWIJAYA

    Ketahanan Pangan Indonesia

  • KATA PENGANTAR

    Kami ucapkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya

    dengan rahmat-Nyalah kami dapat menyelesaikan makalah Ketahanan Pangan Indonesia ini

    dengan baik. Makalah ini merupakan tugas yang harus dipenuhi untuk mata kuliah etika

    profesi dengan dosen pengampu Dr. Widya Dwi Rukmi Putri, STP., MP.

    Makalah ini berisi tentang pembahasan masalah ketahanan pangan nasional yang

    terjadi di Indonesia. Beberapa masalah dipaparkan secara mendetail dalam makalah ini yang

    disertai dengan solusi membangun yang penulis harap, dapat ikut membantu menyelesaikan

    permasalahan yang sedang kita hadapai bersama, yaitu masalah ketahanan pangan nasional itu

    sendiri.

    Penulis sadar bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Maka dari itu, kami

    mohon kritik dan saran yang membangun demi tercapainya kesempurnaan. Kami juga ingin

    berterimakasih kepada semua pihak yang membantu kelancaran proses pembuatan makalah

    ini. Akhir kata, penulis ucapkan terima kasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi para

    pembaca.

    Malang, November 2014

    Penulis

  • Beras

    Latar Belakang, Permasalahan, dan Solusinya

  • Berdasarkan data FAO yang berkaitan dengan impor beras dapat diketahui bahwa, 4

    dekade terakhir produksi beras domestik telah mampu memenuhi sekitar 97% dari total

    pasokan yang dibutuhkan setiap tahun. Jumlah pemenuhan pasokan beras tertinggi dicapai

    pada periode 1982-1990 yang mencapai 101% dari total pasokan yang dibutuhkan setiap

    tahun. Namun produksi beras domestic ini menurun terus hingga 3 tahun terakhir yang

    mencapai rata rata 94% dari total pasokan per tahun, sebagian besar atau sekitar 89% dari

    pasokan tersebut digunakan untuk memenuhi kebutuhan pangan nasional. Berdasarkan data

    FAO tingkat konsumsi beras untuk bahan pangan mencapai 121,6 kg per kapita yang pada

    dasarnya telah dapat dipenuhi dari produksi beras domestik.Fakta ini menyebutkan bahwa

    Indonesia masih bisa untuk memenuhi kebutuhan pangan di negeri sendiri. Sehingga dapat

    ditarik kesimpulan bahwa Indonesaia tidak perlu mengimpor beras untuk memenuhi

    kebutuhan pangan. Bahkan seharusnya Indonesia mampu untuk mengekspor beras ke Negara

    lain.

    Dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 06/M-

    DAG/PER/2/2012 tentang ketentuan impor dan ekspor beras menyebutkan bahwa untuk

    menjaga ketersediaan beras nasional, mempertahankan kondisi perberasan nasional yang

    kondusif saat ini, dan menciptakan stabilitas ekonomi nasional, maka perlu diambil kebijakan

    terkait pengadaan beras khususnya yang berasal dari luar negeri. Alasan utama pemerintah

    melakukan impor beras adalah Untuk menahan laju inflasi dimana beras dianggap komoditi

    terpenting sebagai indikator pergerakan inflasi, karena beras merupakan makanan pokok

    sehari-hari rakyat Indonesia. Oleh karena itu diperlukan impor untuk menambah suplai beras

    agar dapat mengontrol harga dasar beras dan gabah pada umumnya. Sesuai hukum ekonomi

    supply berbanding terbalik dengan harga. Menurut Tarto (2014) tiga alasan perlu atau

    tidaknya Indonesia mengimpor beras.Yang pertama adalah ketercukupan beras dalam negeri,

    apabila tidak ingin melakukan impor maka produksi dalam negeri harus mencukupi. Yang

    kedua apabila produksi beras mencukupi maka harga akan terjamin stabil. Dan yang ketiga

    adalah faktor stok (pasokan) yang ada di pemerintah, stok ini harus seimbang dimana jumlah

    permintaan dan ketersediaan beras tidak terlalu jauh drastis.

    Namun hal ini tentu saja mengakibatkan efek yang tidak baik bagi para petani

    Indonesia. Karena harga beras dalam negeri tidak akan bisa menyamai harga beras impor.

    Akibatnya, banyak petani yang terlantar akibat berkorban bagi kesejahteraan rakyat

    Indonesia. Dengan adanya para petani yang dirugikan, hal ini tentunya bertentangan dengan

    sila ke-5 dalam Pancasila, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Tingginya

    harga beras menjadi salah satu penyebab kenaikan jumlah penduduk miskin. Hal ini terjadi

  • berbarengan dengan kenaikan harga beras yang signifikan. Kondisi ini menempatkan

    pemerintah pada dua pilihan, mengorbankan petani atau konsumen beras. Pemerintah selalu

    mengorbankan petani dengan membuka keran impor.

    Kaum petani adalah kaum yang tidak pernah mendapatkan keadilan secara sempurna,

    ini dibuktikan dengan adanya penindasan terhadap kaum petani. Penindasan dalam arti kata

    ini adalah pemberian nilai harga yang rendah terhadap produksi pertanian seperti beras. Beras

    produksi petani lebih murah harganya di bandingkan beras impor. Padahal indonesia adalah

    negara agraris yang memiliki potensi sumber daya alam yang besar. Ini menunjukkan bahwa

    nilai keadilan pada petani tidak ada. Semakin tinggi harga beras relatif terhadap harga barang

    lain maka semakin sedikit jumlah produk yang dijual ke pasar karena mampu untuk membeli

    barang lain dengan hanya menjual beras sejumlah itu. Sebaliknya semakin rendah harga beras

    relatif terhadap barang lain maka petani akan menjual semakin banyak beras agar mampu

    membeli barang lain yang dibutuhkan rumahtangganya. Dengan demikian jika harga beras

    relatif lebih rendah dari harga barang lain maka kemampuan rumahtangga petani untuk

    membeli barang lain menurun yang berarti pula menurun tingkat kesejahteraannya. Namun,

    ditinjau dari ketersediaan beras di pasar akan meningkat karena petani menjual lebih banyak

    berasnya ke pasar.

    Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi impor adalah dengan cara

    memperketat pengawasan perdagangan beras nasional. Dengan begitu diharapkan tidak terjadi

    penimbunan maupun penyelewengan oleh pihak-pihak yang ingin mengambil keuntungan

    pribadi. Selain itu yang perlu diperhatikan adalah kersejahteraan petani sebagai sumber

    kekuatan utama pertanian Indonesia. Misalkan jika selama ini lahan petani hanya

    menghasilkan 5 ton per hektare, maka bisa meningkat menjadi 7-10 ton per hektar apabila

    pemerintah member perhatian terhadap petani kecil.. Misalnya dengan penerapan teknologi

    yang bisa menghasilkan bibit padi unggulan yang masa tanamnya tidak membutuhkan waktu

    lama dengan biaya yang sedikit dan menghasilkan panen yang lebih banyak dan berkualitas

    tinggi. Dimana subsidi untuk penerapan metode metode tersebut dapat diambil dari dana

    impor.

    Secara psikologis, petani yang notabene bekerja pagi siang disawah namun hasil

    kerjanya maish harus bersaing dengan barang impor akan menjadi jenuh untuk menjalani

    profesinya, karena menganggap profesi yang mereka jalani tidak diperlukan lagi jika semua

    sudah tersedia dengan cara impor. Setidaknya apabila pemerintah masih melakukan impor,

    janganlah melakukan impor padi misalnya apabila kenyataannya kebutuhan padi di Indoensia

    masih banyak. Pemerintah juga dapat menerapkan pajak yang sesuai untuk impor beberapa

  • produk pangan yang jumlahnya di negeri sendiri sebenarnya sudah mencukupi. Ketidaktahuan

    para petani mengenai beras imopor ataupun masalah ekonomi lain yang terjadi apabila tidak

    dilakukan impor harus disosialisasikan meskipun dilakukan dengan cara yang perlahan

    lahan karena tidak semua petani di Indoensia faham akan hal ekonomi dan politik

    perdagangan. Penyuluhan, seminar, motivasi, dan arahan perlu diadakan pemerintah untuk

    petani Indoesia guna menyambut MEA 2015 ataupun mengimbangi pangsa produk impor di

    Indonesia sehingga sebagai pemerintah etika yang seharusnya dimiliki yaitu sesuai pancasil

    dan sesuai ajaran ajaran budi pekerti nasionalisme yang diterapkan di Indonesia seperti

    mementingkan kepentingan rakyat diatas kepentingan pribadi, individu atau kelompok.

  • Ubi Jalar

    Latar Belakang, Permasalahan, dan Solusinya

  • Ubi jalar merupakan bahan dengan kandungan karbohidrat yang tinggi, sehingga dapat

    dimanfaatkan sebagai bahan makanan pokok yang dapat menggantikan beras, terigu atau

    jagung. Ubi jalar juga dapat diekstraksi patinya yang juga dapat digunakan sebagai bahan

    baku pangan maupun non pangan. Ubi jalar merupakan tanaman pangan yang berpotensi

    sebagai pengganti beras dalam program diversifikasi pangan karena efisien dalam

    menghasilkan energi, vitamin,dan mineral, berdasarkan produktivitas per hektar per hari

    dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya. Dari segi nutrisi, ubi jalar merupakan sumber

    energi yang baik, mengandung sedikit protein,vitamin, dan mineral berkualitas tinggi.

    Keistimewaan ubi jalar terletak pada kandungan beta karotennya yang cukup tinggi

    dibanding jenis tanaman pangan lain terutama ubi jalar oranye. Secara umum ubi jalar

    mengandung pati sebesar 8-29%, karbohidrat bukan sebesar 0.5-7.5%, gula reduksi sebesar

    0.5-2.5%, ekstrak eter sebesar 1.8- 6.4%, karoten sebesar 1-12% dan mineral lainnya sebesar

    0.9-1.4% dalam setiap 100 gram bahan segar.

    Akhir akhir tahun ini, terjadi permasalahan pada ketahanan pangan di Indonesia .

    Salah satunya yaitu ketahanan pangan ubi jalar yang semakin menurun produktivitasnya pada

    tiap tahun. Di ambil contoh pada salah satu provinsi di Indonesia yaitu di provinsi Sumatera

    Utara pada tahun 2008, produksi ubi jalar di tiap tahun mengalami penurunan sebesar

    114.187 ton, turun sebesar 3.454 ton dibanding produksi ubi jalar Tahun 2007. Penurunan

    tersebut disebabkan penurunan luas panen sebesar 1.813 hektar atau 14,95 persen, sedangkan

    hasil perhektar mengalami kenaikan sebesar 13,70 ku/ha atau 14,12 persen. Angka ramalan

    (ARAM) II produksi ubi jalar di Sumatera Utara diperkirakan pada tahun 2009 sebesar

    142.602 ton menjadi naik sebesar 28.415 ton dibandingkan produksi tahun 2008. Dan

    kenaikan ini disbabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 2.525 hektar atau 24.48 %, dan hasil

    per hektarnya juga akan mengalami kenaikan sebesar 0,36 ku/ha atau 0,32%.

    Selain permasalahan mengenai lahan, permasalahan penurunan ubi jalar yaitu karena

    semakin sedikitnya jumlah petani yang menanam atau memproduksi ubi jalar. Petani-petani

    ini lebih suka menanam tanaman yang sekiranya tidak menyebabkan dia merugi atau semakin

    sedikitnya konsumen yang ingin membeli ubi jalar karena ubi jalar semakin hari tidak menjai

    tren dalam gaya konsumsi oleh konsumen. Kedua permasalahan inilah yang menjadi masalah

    bagi ketahanan pangan di Indonesia.

    Dari kedua permasalahan tersebut, dapat diambil beberapa solusi yang dapat

    menyelesaikan permasalahan ketahanan pangan di Indonesia. Salah satu upaya yang harus

    dilakukan untuk mencegah timbulnya kembali masalah ketahanan pangan ini yaitu dengan

  • diversifikasi pangan. Dimana penyediaan pangan alternative merupakan salah satu aspek

    penting dalam upaya diversifikasi ini. Misalnya dengan mengolah ubi jalar menjadi produk

    pangan dengan bentuk, rasa, tekstur, aroma lain yang dapat menarik perhatian konsumen

    untuk beralih mengkonsumsi ubi jalar. Hal ini juga sesuai dengan program pemerintah untuk

    mengatasi masalah kebutuhan bahan pangan non-beras. Dalam pengolahan bahan pangan

    untuk diversifikasi ubi jalar ini harus sesuai dengan cara teknologi pengolahan pangan yang

    benar. Misalnya, dalam pengolahan ubi jalar ingin ditambahkan bahan tambahan lain seperti

    perasa, pemanis, pewarna, pengembang, atau yang lainnya sebisa mungkin menggunakan

    bahan tambahan alami. Akan tetapi jika ingin menggunakan bahan tambahan sintetis harus

    sesuai dengan dosis yang telah ditentukan oleh badan resmi BPOM Indonesia. Dari segi etika

    profesi, pengolahan pangan yang baik ini juga bernilai terhadap tanggung jawab seseorang

    terhadap profesinya sebagai orang yang mengolah bahan pangan.

    Solusi lainnya yaitu menambah lahan untuk menanam ubi jalar. Karena tanaman ini

    dapat ditumbuhkan dengan cara sederhana, penambahan lahan bisa menggunakan lahan

    kosong di sekitar rumah untuk menanam tanaman ini. Walaupun dalam jumlah yang sedikit,

    itu bisa membantu mengatasi masalah ketahanan pangan mengenai produksi ubi jalar di

    Indonesia.

    Dari segi yang memproduksi yaitu petani, solusinya bisa dengan melakukan sosialisasi

    pada petani ubi jalar mengenai cara penanaman yang baik, pemilihan dan pemeberian pupuk

    yang baik, penanganan pasca panen yang baik agar menghasilkan kualitas produk panen yang

    bernilai tinggi sehingga bisa menciptakan daya tarik sendiri terhadap konsumen. Cara lainnya

    yaitu dengan mensejahterakan hidup petani dengan memberi gaji yang sesuai dengan kerja

    kerasnya, member jaminan sosial baginya, dan lain sebagainya. Hal ini digunakan untuk

    membangun semangat petani agar lebih suka menanam ubi jalar ketimbang yang lainnya.

    Dengan hal itu masalah ketahanan pangan tentang ubi jalar bisa teratasi.

  • Daging

    Latar Belakang, Permasalahan, dan Solusinya

  • Dasar pertimbangan sebuah negara dikatakan sebagai negara madiri bisa dilihat dari

    ketergantungan ketersediaan pangan nasional pada produksi pangan dalam negeri.

    Berdasarkan hasil pendataan sapi dan kerbau yang dilakukan pada bulan Juni tahun 2011

    menunjukkan bahwa jumlah sapi potong 14,8 juta ekor, sapi perah 597,1 ribu ekor dan kerbau

    1,3 juta ekor; dengan struktur sapi potongnya sebagai berikut: Jantan (3,85%) 4.713.800,

    dengan komposisi anak (30,68%) 1,446 jt , muda (38,52%) 1,815 jt, dewasa (30,8%) 1,451 jt;

    dan betina Betina (68,15%) 10.086.200 dengan komposisi anak (14,03%) 1,415 jt, muda

    (19,88%) 2,005 jt, dewasa (66,09%) 6,665 jt; sementara potensi stok sapi dan kerbau

    menunjukkan hal yang pesimistic terhadap ketersediaan daging nasional dalam rangka

    swasembada daging 2014. Sehingga dapat dinyatakan bahwa kondisi saat ini Indonesia

    belum dapat dikatakan sudah mencapai swasembada daging sapi Ada beberapa hal yang

    menjadi masalah terkait dengan ketersediaan daging nasional yang dapat kita temui di

    lapangan. Masalah-masalah tersebut dapat diidentifikasi yaitu, penyaluran ternak dari sentra

    produksi ke pusat konsumen, harga sapi hidup yang cenderung menurun, sementara harga

    daging sapi cenderung meningkat dan impor daging sapi meningkat tajam sebagai akibat

    harga daging sapi yang cenderung meningkat. Permasalahan-permasalahan di atas tentunya

    tidak terlepas dari kondisi peternakan sapi potong di dalam negeri. Peternakan sapi potong

    dalam negeri pada tingkat on farm digerakkan oleh 2 (dua) sistem peternakan yang memiliki

    karakteristik yang berbeda, yaitu:

    1. Peternakan rakyat (farming system) yang mana hal ini dijadikan sebagai identitas

    status sosial

    2. Perusahaan peternakan (industri peternakan), yang memiliki SOP dan berorientasi

    pada keuntungan usaha

    Oleh karena itu, pembenahan peternakan sapi potong di dalam negeri terkait dengan

    ketersediaan daging nasional harus didasari pada kondisi peternakan sapi potong itu sendiri

    yang real di lapangan.

    Adapun solusi yang dapat dilakukan sebagai pemecahan atas persoalan ketersediaan

    daging nasional yang beretika dan profesional yaitu dengan melakukan integrasi usahatani

    pola kawasan, dengan mempertimbangkan:

    1. Rasio ternak di lahan pertanian

    2. Konsep leading sector dalam pengembangan kawasan, bukan komoditi unggulan.

    Konsep ini, akan mendukung pengembangan komoditi di suatu wilayah.

  • Solusi yang kedua yaitu dengan restrukturisasi sistem agribisnis sapi potong. pada

    sistem agribisnis di tingkat on farm nilai tambahnya sangat rendah jika dibandingkan di

    tingkat off farm , oleh karenanya perlu dilakukan pergeseran produk on farm yang semula

    hanya memproduksi sapi siap potong menjadi produk karkas. Artinya, yang semula

    merupakan kegiatan pasca produksi, menjadi satu sistem onfarm. Maknanya, produk onfarm

    akan memiliki nilai tambah lebih baik dari sebelumnya.selanjutnya dengan pembenahan peran

    para pelaku usaha:

    1. Bagi pengusaha penggemukan sapi potong impor (feedloter) harus melakukan

    kemitraan dengan para peternak rakyat, yaitu sekurang-kurangnya 10 % dari

    sapi yang diimpor harus diplasmakan; hal ini akan terjadi transfer knowledge

    (teknologi) dari perusahaan kepada peternak rakyat; selain itu peternak rakyat

    akan memperoleh jaminan pasar dan fasilitas kredit. Selain itu, perusahaan

    feedlot, wajib menyerap produksi sapi lokal minimal 10 %, menyediakan

    produk sapi bakalan (bibit) sekurang-kurangnya 5%; dan juga melakukan

    program penyelamatan betina produktif.

    2. Sedangkan bagi importir daging diwajibkan melakukan penyerapan daging

    sapi lokal sekurangnya 10%, wajib mendukung program breeding. Cara yang

    dapat ditempuh dengan mengalokasikan setiap 100 ton daging sapi yang

    diimpor, pengusaha importir daging melakukan kemitraan dengan peternak

    rakyat sebanyak seekor sapi diperuntukkan untuk bibit. Pembiayaannya

    dengan memanfaatkan dana Corporate Social Responsibility (CSR) untuk

    pembinaan perbibitan nasional

    Apabila kita melakukan solusi-solusi di atas dengan memperhatikan kode etik

    sebagaimana yang berlaku pada suatu organisasi profesi maka bisa dikatakan bahwa program

    swasembada daging sapi dan kerbau akan berhasil. Program ini merupakan suatu program

    yang dicanangkan oleh pemerintah dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan hewani

    yang berbasis sumberdaya domestik.

  • Jagung

    Latar Belakang, Permasalahan, dan Solusinya

  • 2Saat ini pemenuhan kebutuhan makanan pokok diberbagai daerah di Indonesia

    bertumpu pada beras. Fakta menunjukan bahwa ketergantungan pada satu jenis karbohidrat

    melemahkan ketahanan pangan. Oleh karena itu diperlukan sumber karbohidrat lain yang

    berbasis pada sumber daya lokal.

    Menurut UU RI No. 7 Tahun 1996 Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia

    paling utama, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu.

    Pemenuhan pangan juga sangat penting sebagai komponen dasar untuk membentuk sumber

    daya manusia berkualitas untuk melaksanakan pembangunan. Pangan yang aman, bermutu,

    bergizi, beragam dan tersedia cukup merupakan persyaratan utama yang harus dipenuhi dalam

    upaya terselenggaranya suatu sistem pangan yang memberikan perlindungan bagi kepentingan

    kesehatan serta berperan dalam meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat.

    Selama ini komoditas pangan yang diusahakan petani adalah padi dan jagung. Oleh

    karena itu untuk memperkokoh ketahanan pangan komoditas jagung yang merupakan bahan

    pangan setelah komoditas padi, maka perlu dipertahankan. Dengan pergeseran pola makan

    petani, jagung yang semula diusahakan sebagai sumber pangan menjadi salah satu sumber

    pakan ternak, dan kebutuhannya memperlihatkan tren meningkat. Untuk mencukupi

    kebutuhan pangan dan pembuatan pakan ternak tersebut, makan kontinuitas ketersedian

    jagung harus dapat dipertahankan, karena jagung merupakan salah satu komponen bahan

    pakan yang harganya relatif murah.

    Jagung bisa dipilih sebagai pengganti beras karena nilai gizinya tinggi dalam 100

    gram jagung terdapat energi 154 kilokalori. Jagung juga mengandung antioksidan dan kaya

    betakaroten sebagai pembentuk vitamin A. Tak hanya itu, jagung merupakan sumber asam

    lemak esensial linolenat yang penting untuk pertumbuhan dan kesehatan kulit, dan juga kaya

    akan serat.

    Jagung saat ini sering dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Indonesia sebagai

    pengganti nasi, dalam berpartisipasi untuk pelaksanaan diversifikasi pangan yang

    dicanangkan oleh pemerintah dan lembaga-lembaga yang terkait. Itulah sebabnya mengapa

    akhir-akhir ini banyak petani yang menanam jagung sebagai alternatif pengganti makanan

    pokok berupa nasi yang sering dikonsumsi oleh orang Indonesia. Budidaya tanaman jagung

    tidaklah sulit dan tidak begitu membutuhkan perlakuan ekstra seperti yang dilakukan pada

    budidaya tanaman padi.