Etika Pengobatan Islam
-
Upload
riva-noviani -
Category
Documents
-
view
276 -
download
3
Transcript of Etika Pengobatan Islam
ETIKA PENGOBATAN DALAM ISLAM
Disusun oleh :
Kelompok 6
Kelas : C
Nunik Nurwulandari (3311111101)
Siti Rifa (3311111102)
Chaerani Permatasari (3311111103)
Etika Pengobatan Dalam Islam
Bagaimanapun juga obat yang ditelan pada hakekatnya adalah makanan. Sebagaimana yang
juga dikatakan oleh para perintis ilmu kedokteran seperti Hipokrates ataupun Ibnu Sina (Avisena)
bahwa obat adalah makanan dan makanan pun adalah obat. Jelas sekali obat dan makanan adalah
dua hal yang tidak bisa dipisah-pisahkan. Oleh karena itu maka status kehalalan obat-obatan
terutama yang ditelan adalah wajib adanya bagi kaum muslim.
Sertifikat halal ini diberikan setelah suatu produk pangan diperiksa oleh Lembaga
Pengkajian Pangan, Obat dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM-MUI), melalui proses
audit yang ketat dalam hal asal-usul bahannya, komponen campurannya maupun proses
produksinya.
Namun, sayang sekali pada prakteknya sertifikasi halal produk pangan ini tidak diwajibkan
kepada tiap produsen, tetapi hanya bersifat sukarela bergantung kepada kemauan produsen apakah
mau ataukah tidak untuk mendapatkan sertifikat halal.
dalam islam yang di ajarkan Nabi Muhammad, saw, adalah dengan cara catuk,
(mengeluarkan toksin/racun dalam tubuh) yang utama adalah sholat. insya allah dengan
melaksanakan sholat 5 wktu khususnya, dengan cara yang benar dan khusu' akan jauh dari segala
penyakit, dan sudah di buktikan seluruh umat islam di dunia. sebab gerakan sholat yang benar dapat
melenturkan tubuh, sama halnya dengan senam YOGA.
Rasulullah bersabda:
"Gunakanlah Habbatus Sauda. Sesungguhnya padanya terdapat obat bagi segala penyakit kecuali
mati". (HR Bukhari).
ada kemudahan dalam pengobatan islam, yaitu sesuatu yang haram bisa menjadi halal, jika memang
tidak ada sesuatu halal yang dapat menyembuhkan, dan sesuatu haram tersebut dapat dipertanggung
jawabkan khasiat penyembuhannya. . .
Obat-obatan Bermasalah
Beberapa temuan yang didapatkan di dunia obat antara lain adalah penggunaan bahan utama dari
babi/ Unsur Babi (Porcine), penggunaan bahan tambahan dari babi, penggunaan bahan penolong
dari babi, penggunaan embrio dan organ manusia serta penggunaan alkohol.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang digunakan untuk mengatur gula tubuh. Penderita diabetes
memerlukan hormon insulin dari luar guna mengembalikan kondisi gula tubuhnya menjadi normal
kembali. Insulin ini dimasukkan dengan cara penyuntikan atau injeksi. Menurut Prof Dr Sugijanto
dari Universitas Airlangga, sumber insulin ini bisa berasal dari kelenjar mamalia atau dari
mikroorganisme hasil rekayasa genetika. Jika dari mamalia, insulin yang paling mirip dengan
insulin manusia adalah dari babi (lihat strukturnya).
Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7
Insulin babi : C257H383N65O77S6 MW=5777,6
(hanya 1 asam amino berbeda)
Insulin manusia : C256H381N65O76S6 MW=5807,7
Insulin sapi : C254H377N65O75S6 MW=5733,6
(ada 3 asam amino berbeda)
Di pasaran ada beberapa produsen yang mengeluarkan produk ini. Salah satu yang cukup
terkenal adalah Mixtard yang diproduksi Novonordisk. Ada banyak tipe mixtard yang diproduksi,
masing-masing dengan kode produk yang berbeda. Di dalamnya ada yang berasal dari manusia
dengan perbanyakan melalui DNA recombinant dan proses mikroba serta berasal dari hewan (babi).
Namun informasi mengenai kehalalannya sangat minim, sehingga dokterpun tidak mengetahui
apakah ia bersumber dari babi atau bukan. Masalahnya, insulin dari DNA recombinant ini harganya
lebih mahal dibandingkan yang berasal dari hewan.
Data dari International Diabetes Federation menyebutkan bahwa pada tahun 2003 insulin
yang berasal dari manusia sebanyak 70%, disusul insulin babi sebanyak 17%, insulin sapi 8% dan
sisanya 5% merupakan campuran antara babi dan sapi.
Heparin
Obat ini berfungsi sebagai anti koagulan atau anti penggumpalan pada darah. Banyak
digunakan bagi penderita penyakit jantung untuk menghindari penyumbatan pada pembuluh darah.
Ketika terjadi penyumbatan yang menyebabkan terhambatnya aliran darah ke otak, maka pasien
akan mengalami stroke.
Obat jenis ini juga banyak di pasaran, hampir semuanya impor. Salah satu yang
teridentifikasi berasal dari babi adalah Lovenox 4000 keluaran Aventis Pharma Specialities,
Maisons-Alfort, Perancis dan diimpor oleh PT Aventis Pharma, Jakarta. Kandungan obat tersebut
adalah heparin sodium yang bersumber dari babi. Hal ini diperkuat dengan registrasi Badan POM
dengan nomor DKI0185600143A1 dan di dalam labelnya berisi keterangan “Bersumber Babi”.
Sayangnya tulisan itu sangat kecil dan berada di kemasan, bukan pada jarum suntik. Sehingga
ketika kemasan itu telah dibuang, maka dokter dan pasien yang bersangkutan tidak akan
mengenalinya lagi.
Kapsul
Sebenarnya cangkang kapsul merupakan bahan penolong yang digunakan untuk
membungkus sediaan obat. Namun cangkang ini ikut ditelan dan masuk ke dalam tubuh kita. Bahan
pembuat cangkang kapsul adalah gelatin. Gelatin ini bersumber dari tulang atau kulit hewan, bisa
dari sapi, ikan atau babi.
Sebenarnya Badan POM telah menegaskan bahwa gelatin yang masuk ke Indonesia hanya
yang berasal dari sapi. Masalahnya, gelatin sapi ini tidak lantas halal begitu saja. Perlu dikaji
apakah sapi tersebut disembelih secara Islam ataukah tidak. Masalah inilah yang sampai saat ini
masih sulit dipecahkan.
Selain itu ada pula obat yang diimpor sudah dalam bentuk kapsul. Misalnya untuk beberapa
obat dan multi vitamin, yang kebanyakan dibungkus dalam kapsul lunak (soft capsule). Kapsul
lunak ini banyak yang dibuat dari gelatin babi karena lebih bagus dan murah. Dari data yang ada,
banyak obat-obatan impor yang berbentuk kapsul, baik keras maupun lunak. Misalnya saja Yunnan
Baiyao yang diproduksi oleh Yunnan Baiyao Group Co. Ltd., Cina, dan diimpor oleh PT Saras
Subur Ayoe. Selain itu juga multi vitamin, vitamin A dosis tinggi dan vitamin E yang dikemas
dalam kapsul lunak.
Plasenta
Akhir-akhir ini organ tubuh yang disebut plasenta sedang tren digunakan dalam produk
kosmetika maupun obat tertentu. Plasenta atau disebut juga ari-ari, adalah jaringan yang tumbuh di
dalam rahim wanita ketika hamil, yang merupakan penghubung antara janin yang dikandung
dengan ibu hamil yang mengandungnya. Plasenta ini berfungsi untuk menyalurkan zat-zat
makanan, air, oksigen, dan zat-zat lainnya dari darah ibu hamil ke darah janin. Sebaliknya plasenta
juga berfungsi untuk membuang karbondioksida, sisa metabolisme atau sampah, serta zat-zat
lainnya dari janin ke tubuh ibu hamil.
Plasenta atau ari-ari ini memang selalu ditemukan pada semua makhluk hidup jenis mamalia
yang sedang hamil, dan akan lepas dibuang dari rahim ketika melahirkan setelah keluarnya bayi.
Adapun plasenta yang sering digunakan untuk kosmetika atau produk kesehatan tersebut, bisa
berasal dari plasenta hewan atau dari plasenta manusia.
Plasenta dalam bentuk krim yang dioleskan ke permukaan kulit maupun dalam bentuk pil
yang ditelan, diyakini dapat berfungsi untuk regenerasi sel-sel kulit sehingga dapat
mempertahankan kulit agar tetap sehat, segar, muda dan cantik. Tidak hanya itu, plasenta juga
diyakini mampu mengembalikan kemulusan kulit akibat luka atau penyakit kulit. Tetapi dari
manakah plasenta ini berasal?
Menurut ahli farmasi, yang paling banyak digunakan oleh industri obat-obatan di luar
negeri, justru adalah plasenta manusia yang diperoleh dari berbagai rumah sakit bersalin di sana.
Kalaupun plasentanya berasal dari hewan, tentunya konsumen pun tidak akan tahu hewan apa yang
diambil plasentanya, apakah babi, sapi ataukah apa. Dalam daftar komposisi pada kemasan produk
obat berplasenta ini memang biasanya tidak disebutkan asal-usul plasentanya.
Meskipun kebanyakan penggunaan plasenta manusia ini bukan untuk produk pangan, akan
tetapi penggunaan organ tubuh atau setidaknya penggunaan bagian dari kehidupan manusia ini telah
menimbulkan pro dan kontra.
Dalam Keputusan Fatwa MUI nomor: 2/Munas /VI/ MUI/ 2000 ditetapkan bahwa :
Penggunaan obat-obatan yang mengandung atau berasal dari bagian organ tubuh manusia,
hukumnya adalah haram. Kecuali dalam keadaan darurat dan diduga kuat dapat menyembuhkan
menurut keterangan dokter ahli terpercaya.
Penggunaan kosmetika yang mengandung atau berasal dari bagian organ manusia hukumnya adalah
haram. Kecuali setelah masuk ke dalam proses Istihalah.
Al-Istihalah adalah perubahan suatu benda menjadi benda lain yang berbeda dalam semua sifat-
sifatnya dan menimbulkan akibat hukum dari benda najis atau mutanajis menjadi benda suci dan
dari benda yang diharamkan menjadi benda yang dibolehkan (mubah).
Kalaupun memang darurat, maka ukuran kedaruratannya ini tidak bisa hanya berdasarkan
perasaan seseorang belaka, tetapi harus berdasarkan pertimbangan obyektif dari beberapa orang ahli
kesehatan yang berkompeten, sekurang-kurangnya dari 3 (tiga) orang ahli.
Namun bila ternyata masih ada obat lainnya yang bisa digunakan, maka sifat kedaruratan
nya menjadi batal atau tidak syah secara hukum Syariah alias haram.
Menurut seorang pakar farmasi yang juga staf ahli di LPPOM-MUI, sekarang ini di pasaran
ada beberapa obat pil atau kapsul merk tertentu yang bahan aktifnya terbuat dari plasenta manusia.
Di antaranya adalah obat perangsang atau pelancar air susu ibu (ASI). Penggunaan obat ini yaitu
untuk menstimulasi aktifitas kelenjar air susu ibu, agar setelah melahirkan produksi ASI-nya
meningkat. Namun perlu juga diketahui bahwa masih ada obat jenis lain yang khasiatnya serupa
tapi tidak mengandung plasenta manusia.
Alkohol (Etanol)
Arak dipakai untuk berobat Dalam hal ini Rasulullah s.a.w. pernah menjawab kepada orang
yang bertanya tentang hukum arak. Lantas Nabi menjawab: Dilarang! Kata laki-laki itu kemudian:
"Innama nashna'uha liddawa' (kami hanya pakai untuk berobat).
Maka jawab Nabi selanjutnya:
"Arak itu bukan obat, tetapi penyakit." (Riwayat Muslim, Ahmad, Abu Daud dan Tarmizi)
Dan sabdanya pula:
Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obat, dan menjadikan untuk kamu
bahwa tiap penyakit ada obatnya, oleh karena itu berobatlah, tetapi jangan berobat dengan yang
haram." (Riwayat Abu Daud)
Dan Ibnu Mas'ud pernah juga mengatakan perihal minuman yang memabukkan:
"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas
kamu." (Riwayat Bukhari).
Walaupun demikian, kalau sampai terjadi keadaan darurat, maka darurat itu dalam
pandangan syariat Islam ada hukumnya tersendiri.
Oleh karena itu, kalau seandainya arak atau obat yang dicampur dengan arak itu dapat
dinyatakan sebagai obat untuk sesuatu penyakit yang sangat mengancam kehidupan manusia,
dimana tidak ada obat lainnya kecuali arak, dan setelah mendapat pengesahan dari dokter muslim
yang mahir dalam ilmu kedokteran dan mempunyai jiwa semangat (ghirah) terhadap agama, maka
dalam keadaan demikian berdasar kaidah agama yang selalu membuat kemudahan dan
menghilangkan beban yang berat, maka berobat dengan arak tidaklah dilarang, dengan syarat dalam
batas seminimal mungkin.
Sesuai dengan firman Allah:
"Barangsiapa terpaksa dengan tidak sengaja dan tidak melewati batas maka sesungguhnya Tuhanmu
Maha Pengampun dan Maha Belas-kasih." (al-An'am: 145)
Menurut pendapat salah seorang pakar farmasi Drs Chilwan Pandji Apt Msc, fungsi alkohol
itu sendiri adalah untuk melarutkan atau mencampur zat-zat aktif, selain sebagai pengawet agar obat
lebih tahan lama. Dosen Teknologi Industri Pertanian IPB itu menambahkan bahwa berdasarkan
penelitian di laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas
terhadap proses penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami.
Sedangkan salah seorang praktisi kedokteran, dr Dewi mengatakan, “Efek ketenangan akan
dirasakan dari alkohol yang terdapat dalam obat batuk, yang secara tidak langsung akan
menurunkan tingkat frekuensi batuknya. Akan tetapi bila dikonsumsi secara terus menerus akan
menimbulkan ketergantungan pada obat tersebut.”
Alkohol (etanol) yang biasa dipakai sebagai pelarut pada obat-obatan sirup jenis tertentu ada
perbedaan pendapat di kalangan kaum Muslimin tentang status halal dan haramnya. Namun, perlu
juga kita ketahui, hasil rapat Komisi Fatwa MUI tahun 2001 menyimpulkan bahwa minuman keras
adalah minuman yang mengandung alkohol minimal 1 % (satu persen).
Menurut analisis para pakar, memang minuman beralkohol (etanol) di atas 1% akan
berpotensi memabukkan. Hal ini merujuk pada keterangan hadis Rasulullah SAW riwayat Muslim
dan Ahmad. Dalam hadis tersebut disebutkan bahwa Rasulullah SAW melarang meminum air jus
buah-buahan yang sudah didiamkan lebih dari 2 (dua) hari karena bisa memabukkan (khamar).
Menurut pakar teknologi pangan, memang air jus buah yang didiamkan lebih dari 2 hari di dalam
suhu kamar akan menghasilkan alkohol (etanol) dengan kadar sekitar 1 %.
Pada acara muzakarah tentang alkohol dalam minuman yang diselenggrakan MUI pada
tahun 1993, dr Kartono Muhammad MPH, selaku ketua umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) saat
itu, mengatakan bahwa fungsi alkohol dalam obat yang diminum sudah dapat digantikan dengan
bahan lain sehingga disarankan untuk mencari alternatif pengganti alkohol dengan jenis pelarut
lainnya yang lebih aman secara Syariah.
Bila alkohol atau etanol ini berada pada campuran obat-obatan antiseptik untuk pemakaian
pada tubuh bagian luar atau permukaan kulit, dan bukan untuk diminum, tentunya masih bisa
dimaklumi. Meskipun larutan antiseptik kulit umumnya berkadar alkohol 70 %, hal ini tidak perlu
untuk dipermasalahkan, karena obat luar ini tidak untuk diminum. Bila melihat dalilnya di dalam
Alquran maupun hadis bahwa khamar (minuman keras) itu hanyalah haram untuk diminum. Tetapi,
bila minuman keras ini hanya disentuh atau dioleskan ke permukaan kulit maka tidak akan
menjadikannya haram.
Untuk Kehati-hatian
Chilwan Pandji mengatakan, “Konsumsi alkohol berlebih akan menimbulkan efek fisiologis
bagi kesehatan tubuh, yaitu mematikan sel-sel baru yang terbentuk dalam tubuh. Selain itu juga efek
sirosis dalam hati, di mana jika dalam tubuh manusia terdapat virus maka virus tersebut akan
bereaksi dan menimbulkan penyakit hati (kuning).”
Chilwan Pandji menambahkan bahwa pada saat ini telah ditemukan berbagai macam obat
alternatif yang memiliki fungsi sama dengan obat batuk yang mengandung alkohol tersebut.
Oleh karena itu, dari sisi inilah obat yang mengandung alkohol bisa kita katakan sebaiknya
dijauhi. Alasannya, karena jika dikonsumsi secara berlebihan dapat menimbulkan efek samping.
Padahal Allah Ta’ala berfirman,
ح�يم�ا ر� �م �ك ب �ان� ك �ه� الل �ن� إ �م ك ف�س� ن� أ �وا �ل �قت ت و�ال�
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang
kepadamu.” (QS. An Nisa’: 29). Di antara maksud ayat ini adalah janganlah menjerumuskan diri
dalam kebinasaan yaitu yang dapat mencelakakan diri sendiri. Di antara bentuknya adalah
mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat membahayakan jiwa.
Begitu pula sebagaimana dikatakan oleh Chilwan Pandji di awal, berdasarkan penelitian di
laboratorium diketahui bahwa alkohol dalam obat batuk tidak memiliki efektivitas terhadap proses
penyembuhan batuk, sehingga dapat dikatakan bahwa alkohol tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap penurunan frekuensi batuk yang kita alami.
Sebagai solusi, disarankan menggunakan obat herbal, di mana diketahui tidak membutuhkan
alkohol dalam pelarutan zat-zat aktif, tetapi dapat menggunakan air sebagai bahan pelarut. Obat
batuk herbal yang berasal dari bahan alami ini pada dasarnya tidak berbahaya, dan dari segi
kehalalannya sudah lebih dapat dibuktikan. Inilah solusi yang lebih aman.
Dalam hal obat yang berpotensi memabukkan, barangkali hanya obat bius (anestesi) saja
yang bisa dikatagorikan darurat. Bagaimanapun juga, sesungguhnya orang yang dibius di kamar
operasi bedah itu, pada dasarnya adalah orang yang sengaja dibuat mabuk hingga tak sadarkan diri,
hanya saja mabuknya terkendali.
Namun status darurat bagi obat bius pun ada batasannya. Tentu saja batasannya adalah:
siapa yang memakainya dan untuk apa tujuannya. Dengan demikian status darurat obat bius ini
hanyalah berlaku bila digunakan oleh ahlinya untuk tujuan pengobatan yang rasional, dan bukan
untuk drug abuse atau penyalahgunaan obat, seperti untuk teler atau mabuk-mabukan. Oleh karena
itu hukum darurat obat bius ini akan berlaku bila pemakaiannya bukan untuk perilaku yang
bertentangan dengan aturan Allah SWT.
Narkotik
Al-KHAMRU maa khaamaral aqla (arak ialah semua bahan yang dapat menutupi akal),
suatu ungkapan yang pernah dikatakan oleh Umar Ibnul-Khattab dari atas mimbar Rasulullah s.a.w.
Kalimat ini memberikan pengertian yang tajam sekali tentang apa yang dimaksud arak itu. Sehingga
dengan demikian tidak banyak lagi pertanyaan-pertanyaan dan kesamaran.
Demikianlah, maka setiap yang dapat mengganggu fikiran dan mengeluarkan akal dari
tabiatnya yang sebenarnya, adalah disebut arak yang dengan tegas telah diharamkan Allah dan
Rasul sampai hari kiamat nanti.
Dari itu pula, semua bahan yang kini dikenal dengan nama narkotik, seperti ganja, marijuana
dan sebagainya yang sudah terkenal pengaruhnya terhadap perasaan dan akal fikiran, sehingga yang
jauh menjadi dekat dan yang dekat menjadi jauh, dapat melupakan suatu kenyataan, dapat
mengkhayal yang tidak akan terjadi dan orang bisa tenggelam dalam mimpi dan lamunan yang
bukan-bukan. Orang yang minum bahan ini dapat melupakan dirinya, agamanya dan dunianya serta
tenggelam dalam lembah khayal.
Ini, belum lagi apa yang akan terjadi pada tubuh manusia, bahwa narkotik dapat
melumpuhkan anggota tubuh manusia dan menurunkan kesehatan.
Haramnya narkotik ini telah disepakati oleh ahli-ahli fiqih yang pada zamannya dikenal
dengan nama alkhabaits (yang jelek-jelek).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam tinjauannya, mengatakan: "Ganja (hasyisy) adalah
bahan yang haram, baik orang yang merasakan itu mabuk ataupun tidak ... Hasyisy ini selalu
dipakai oleh orang-orang jahat, karena di dalamnya mengandung unsur-unsur yang memabukkan
dan menyenangkan. Biasanya dicampur dengan minuman-minuman yang memabukkan.
Bedanya hasyisy dengan arak, bahwa arak dapat menimbulkan suatu reaksi dan
pertentangan. Tetapi hasyisy dapat menimbulkan suatu krisis dan kelemahan. Justru itu dia dapat
merusak fikiran dan membuka pintu syahwat serta hilangnya perasaan semangat (ghirah). Justru itu
dia lebih berbahaya daripada minuman keras.
Barangsiapa yang dengan terang-terangan merasakan hasyisy ini dia akan ditempatkan
sebagaimana halnya orang yang terang-terangan minum arak, dan dalam beberapa hal lebih buruk
daripada arak. Untuk itu dia akan dikenakan hukuman sebagaimana hukuman yang berlaku bagi
peminum arak."
Kata Ibnu Taimiyah selanjutnya: "Menurut kaidah syara', semua barang haram yang dapat
mengganggu jiwa seperti arak, zina dan sebagainya dikenakan hukum had (hukuman tindak
kriminal), sedang yang tidak mengganggu jiwa seperti makan bangkai dikenakan tindakan ta'zir.
Sedang hasyisy termasuk bahan yang barangsiapa merasakannya berat untuk mau berhenti.
Obat lain-lainnya
Dr. Anna P. Roswiem, wakil direktur LPPOM MUI lebih lanjut menjelaskan, dalam proses
pembuatan obat (produk farmasi) sering ditambahkan bahan lain selain bahan aktif obat itu sendiri,
yang dikenal dengan nama farmaseutik (bahan pembantu eksipien). Seperti bahan pengemulsi,
pensuspensi, pewarna, perasa, mikro enkapsulasi, pelarut, pemanis, pengawet, anti-oksidan, dll.
Bahan parmaseutik dalam pembuatan tablet misalnya, adalah magnesium stearat (garam asam
lemak), monogliserida (bahan turunan lemak atau minyak), yang mungkin berasal dari lemak atau
minyak hewan. Begitu pula vaksin ada yang menggunakan media penumbuhnya berupa ginjal kera
dan bahan yang terkontaminasi enzim babi.
Bahkan, menurut Prof. Dr. H. Jurnalis Uddin, PAK dari Universitas YARSI, ada vaksin
yang dibuat dengan bahan berasal dari embrio hewan atau manusia, seperti Hepatitis A dan
Smallpox. “Maka perlu kajian yang lebih mendalam, apakah hewan itu termasuk yang halal untuk
dikonsumsi atau diharamkan, seperti babi itu tadi! Dan walaupun berasal dari hewan yang halal,
masih perlu diteliti pula bagaimana proses penyembelihannya? Apakah sesuai dengan syariah atau
tidak?”
Sedangkan untuk obat yang berasal dari ektrak bagian tubuh manusia, para ulama telah
bersepakat mengharamkannya.
Daruratnya Berobat
Daruratnya berobat, yaitu ketergantungan sembuhnya suatu penyakit pada memakan sesuatu dari
barang-barang yang diharamkan itu. Dalam hal ini para ulama fiqih berbeda pendapat. Di antara
mereka ada yang berpendapat, berobat itu tidak dianggap sebagai darurat yang sangat memaksa
seperti halnya makan. Pendapat ini didasarkan pada sebuah hadis Nabi yang mengatakan:
"Sesungguhnya Allah tidak menjadikan kesembuhanmu dengan sesuatu yang Ia haramkan atas
kamu." (Riwayat Bukhari)
Sementara mereka ada juga yang menganggap keadaan seperti itu sebagai keadaan darurat,
sehingga dianggapnya berobat itu seperti makan, dengan alasan bahwa kedua-duanya itu sebagai
suatu keharusan kelangsungan hidup. Dalil yang dipakai oleh golongan yang membolehkan makan
haram karena berobat itu, ialah hadis Nabi yang sehubungan dengan perkenan beliau untuk
memakai sutera kepada Abdur-Rahman bin Auf dan az-Zubair bin Awwam yang justru karena
penyakit yang diderita oleh kedua orang tersebut, padahal memakai sutera pada dasarnya adalah
terlarang dan diancam.
Tetapi perkenan (rukhsah) dalam menggunakan obat yang haram itu harus dipenuhinya syarat-
syarat sebagai berikut:
1. Terdapat bahaya yang mengancam kehidupan manusia jika tidak berobat.
2. Tidak ada obat lain yang halal sebagai ganti Obat yang haram itu.
3. Adanya suatu pernyataan dari seorang dokter muslim yang dapat dipercaya, baik
pemeriksaannya maupun agamanya (i'tikad baiknya).
Juga perlu diingat tidak boleh berobat dengan cara yang diharamkan (menggunakan sesajen, minta
bantuan jin, dukun syirik, dll).
Kesimpulan dan Saran
Dalam ajaran Islam darurat itu ada batasannya, pemahaman yang berasumsi bahwa benda
apapun akan halal dikonsumsi bila untuk obat, haruslah segera ditinggalkan jauh-jauh karena tidak
sesuai dengan Syariah. Selama ini umumnya masyarakat tidak mengetahui dari apa saja dibuatnya
bahan aktif suatu obat. Demikian juga pada brosur obat-obatan yang ada, produsen obat biasanya
tidak menjelaskan asal-usul bahan aktif dan bahan penyerta pada produk obatnya secara lengkap.
Para dokter pun mungkin belum tentu semuanya mengetahui asal-usul dibuatnya bahan dasar semua
obat-obatan.
Berhubung banyaknya obat-obatan yang diragukan dan tidak dijamin kehalalannya, maka
sekarang sudah saatnya Departemen Agama, Departemen Kesehatan RI dan MUI membahas
masalah status halal bagi obat-obatan. Apalagi sekarang ini populasi berbagai jenis obat cukup
banyak seiring dengan semakin majunya bidang farmasi dan hampir setiap tahun selalu hadir
berbagai merk obat-obatan yang baru.
Terlebih lagi karena obat-obatan itu umumnya adalah produk dari luar negeri yang belum
dijaminan kehalalannya, maka perlu sekali adanya perlindungan bagi kalangan konsumen umat
Islam agar tidak terjebak mengkonsumsi produk yang haram.
“Ini adalah PR buat kita semua, khususnya bagi kalangan medis dan ahli farmasi,” menurut
Prof. Jurnalis Udin. Bagaimana umat Islam bisa menemukan alternatif pembuatan obat dan vaksin
yang terjamin kehalalannya. Minimal untuk jangka pendek ini, bagaimana para dokter bisa
mendapatkan pelatihan mengenai halal dan haram, sehingga bisa menggunakan informasi itu dalam
memberikan obat kepada pasien-pasiennya. (hendra-Jurnal Halal)
Para ahli farmasi muslim juga perlu sekali menjelaskan, bahan aktif obat apa saja yang
berasal dari bahan-hahan yang haram, agar umat Islam mudah untuk menghindarinya. Hal ini
mengingat bahwa obat-obatan itu umumnya adalah produk impor dari luar negeri, yang diciptakan
atau diformulasikan oleh ilmuwan yang belum tentu mengenal masalah halal dan haram.
Rasulullah Saw bersabda : “Setiap daging (jaringan tubuh) yang tumbuh dari makanan
haram, maka api nerakalah baginya.” (HR At-Tirmidzi)
Daftar Pustaka
http://adhie-helene.blogspot.com/2009/10/menggugat-bahan-haram-dalam-obat.html
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/20114.html
http://media.isnet.org/islam/Qardhawi/Halal/201195.html
http://rumaysho.com/hukum-islam/umum/2966-polemik-alkohol-dalam-obat-obatan.html
http://www.halalmui.org/index.php?option=com_content&view=article&id=367%3Amenyoal-
kehalalan-obat&catid=93%3Ahalal-article&Itemid=428&lang=in
http://www.halalguide.info/2008/12/15/obat-obatan-bermasalah/