ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT
-
Upload
friskapiesesha -
Category
Documents
-
view
214 -
download
0
description
Transcript of ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT
ETIKA KESEHATAN MASYARAKAT
Andi Asri, SKM, M.Kes
A. Pengertian
Etika kesehatan masyarakat adalah suatu tatanan moral berdasarkan
system nilai yang berlaku secara universal dalam eksistensi mencegah
perkembangan resiko pada individu, kelompok dan masyarakat yang mengakibatkan
penderitaan sakit dan kecacatan, serta meningkatkan keberdayaan masyarakat
untuk hidup sehat dan sejahtera.
Etika kesehatan masyarakat sangat berbeda dengan etika kedokteran
yang menyatakan bahwa dalam menjalankan pekerjaan kedokteran seorang dokter
janganlah dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan pribadi, seorang dokter
harus senantiasa mengingat kewajiban melindungi hidup makhluk insani, seorang
dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin
diperlakukan, seorang dokter harus tetap memelihara kesehatan dirinya.
B. Dokter versus Tenaga Kesehatan Masyarakat
Dalam pelayanan kesehatan tidak jarang dokter mengetahui penyakit
pasien yang merupakan aib untuk diri pasien atau rahasia pribadi pasien yang
terpaksa disampaikan oleh pasien tersebut sebagai bagian dari proses pengobatan
penyakit. Sejak masa Hipocrates rahasia pasien tetap aman di kalangan tenaga
kesehatan. Jarang sekali terjadi rahasia pasien yang tidak terjaga oleh dokter.
Dokter berkewajiban menyimpan rahasia kedokteran yang dipercayakan
kepadanya dan dituangkan ke dalam medical record sebagai kewajiban profesinya,
di sini penerjemahan etika profesi kedokteran. Hal ini sejalan dengan doktrin
profesinya bahwa “saya akan merahasikan segala sesuatu yang saya ketahui
karena pekerjaan saya sebagai dokter”.
Rahasia kedokteran diterjemahkan sebagai segala sesuatu yang diketahui
oleh orang-orang tersebut pada waktu atau selama melakukan pekerjaan dalam
lapangan pengobatan. Segala sesuatu yang diketahui adalah segala fakta yang di
dapat dalam pemeriksaan penderita, intrepretasinya untuk menegakkan diagnosa
dan melakukan pengobatan dari anamnesa, pemeriksaan jasmaniah, dan
pemeriksaan dengan alat-alat kedokteran.
Dalam dimensi kesehatan masyarakat rahasia tidak dikenal, bahkan
tranparansi merupakan kekuatan dari penyelesaian problema. Prosedur kerja tenaga
kesehatan masyarakat adalah akuntabiltas dari masyarakat sebagai indicator dari
kualitas. Ketika terjadi suatu upaya penyembuyian fakta-fakta dari tenaga kesehatan
masyarakat, maka di situlah kegagalan dari pekerjaannya, karena fakta-fakta
masalah kesehatan akan terus berkembang dan hadir sebagai sesuatu yang
kongkrit melalui wabah penyakit, ataupun dalam bentuk KLB (kejadian luar biasa).
C. Konsep Etika
Etika adalah usaha manusia dalam memakai akal budi dan daya pikirnya
untuk menyelesaikan masalah bagaimana ia harus hidup, kalau ia mau menjadi
baik.
Alasan etika dibutuhkan saat ini adalah:
1. Masyarakat semakin pluralistic, termasuk dalam hal moralitas, norma-norma moral
sendiri masih diperdebatkan misalnya dalam bidang etika seksual, hubungan anak
dan orang tuanya, kewajiban terhadap negara, sopan santun dalam pergaulan.
2. Desakan transformasi pada dimensi kehidupan manusia, sehingga manusia secara
evolusi, dan radikal menganut nilai-nilai baru yang sesungguhnya tidak sesuai
dengan tatanan sosialnya.
3. Eksploitasi modernisasi dari kelompok tertentu untuk kepentingan sepihak, dan
seringkali manusia tidak sadar, bahwa modernisasi bukanlah untuk mengabaikan
tata nilai, tetapi justeru memberikan kemudahan dalam pencapaian derajat
kesejahteraan.
4. Kaum agama memubutuhkan perbandingan tata nilai yang bersumber dari norma-
norma budaya secara universalistic dalam kapasitas untuk memberikan kemudahan
logic pada manusia dalam memahami keyakinan agama.
Di tengah masyarakat terdapat banyak norma yang berlaku secara khusus
dan umum.Norma-norma tersebut adalah:
1. Norma sopan santun, yaitu tentang sikap lahiria manusia yang bersifat moral.
2. Norma hokum, yaitu norma yang tidak boleh dilanggar karena memiliki sanksi.
3. Norma moral, yaitu norma yang mengatur tentang tuntutan suara hati dalam suatu
kesadaran tertinggi yang memiliki substansi sopan santun dan norma hokum.
Etika selalu berkaitan dengan dengan moralitas, dimana dibutuhkan
pertanggung-gugatan dari manusia sebagai individu dan anggota dari individu-
individu lainnya pada suatu system atau tatanan social. Pertanggung-gugatan itu
sendiri dipengaruhi oleh kebebasan social dan eksistensi.
Kebebasan social adalah kebebasan yang diterima dari orang lain, yaitu
kebebasan jasmani, kebebasan rohani dan kebebasan normative. Sedangkan
kebebasan eksistensi adalah kebebasan dalam arti kemampuan kita untuk
menentukan tindakan kita sendiri. Kebebasan ini berakar pada kebebasan rohani
dalam penguasaan manusia terhadap batinnya, pikiran dan kehendaknya, dalam
pola yang otonom sehingga bukan dipengaruhi oleh rasa takut dan tertekan,
melainkan lahir dari suatu kesadaran karena adanya nilai dan makna. Manifestasi
dari kebebasan eksistensi inilah yang melahirkan suara hati.
Suara hati adalah kesadaran moral dalam situasi yang konkrit. Kita sadar
pada apa yang sesungguhnya kita tuntut, dengan memutuskan sendiri apa yang
harus dikatakan dengan segala konsekwensi dari apa yang telah kita putuskan.
Suatu keputusan akan melahirkan pertanggung-gugatan moralitas apakah karena
menyebabkan resiko atau manfaat.
Sebagai gerbang paling akhir dari suatu tindakan spritual untuk berbuat,
suara hati merupakan pusat kemandirian manusia, yang bertataran pada lembaga-
lembaga normative, yaitu:
1. Komunitas, yang meliputi keluarga, dan anggota keluarga, serta karib dan kerabat.
2. Superego, yang merupakan perasaan moral spontan yang memiliki manifestasi
dalam rasa malu atau bersalah secara otomatis dalam diri kita, jika kita melanggar
norma-norma yang telah kita adopsi dari lingkungan kita.
3. Ideologi, yang merupakan ajaran atau dogma-dogma tentang dasar dan makna
hidup, dimana terjadi pengaruh yang kuat untuk menghadirkan kontrol ajaran atau
dogma pada setiap tindakan dan pemikiran individu-individu.
Thoreau dalam karyanya, “life without principle” (1861), menulis:
“Jika seseorang berjalan-jalan di siang hari menelusuri hutan karena ia pencinta
alam, mudah dekali ia dicap pemalas. Tetapi kalau ia menghabiskan seluruh harinya
untuk menjadi speculator dan menebangi hutan itu dan menggunduli dunia sebelum
waktunya, maka ia pasti dianggap seorang warga negara yang rajin berusaha dan
membangun. Seakan-akan kota tak ada kaitannya dengan hutan, kecuali untuk
ditebangi!…”
Ilustrasi pada hidup tanpa prinsip dalam karya Thoreau secara dalam ingin
memberikan kedalaman spritual pada suatu akuntabilitas, dan tentu saja bukan
pemandangan sempit sebagaimana “pencinta alam” dianggap pemalas, dan
“perusak lingkungan” dianggap rajin, karena pada satu segi keduanya melahirkan
perbedaan makna pengakuan bahwa tindakan kebenaran adalah sesuatu yang
universal, bukan hanya dimaknai untuk tujuan kebendaan. Alam adalah roh
kehidupan. Manusia ditentukan keberlangsungannya oleh roh-nya. Pelepasan roh
dengan jasad sudah ditentukan oleh Tuhan YME, ketika manusia bunuh diri,
manusia tidak percaya pada apa yang sudah ditentukan secara pasti oleg sang
khalik. Begitu pula dengan alam, manusia hanya bisa mengambil manfaat dari apa
yang disediakan oleh alam sesuai hakekatnya, bukan menurut sekehendaknya
sendiri sebagai sesuatu yang harus dimanfaatkan. Hutan raya memiliki fungsi
sebagai pengendali kehidupan dalam arti yang seutuhnya, memanfaatkan hutan
bukan berarti mengurangi kapasitasnya sebagai hutan, karena terkandung suatu
upaya pelepasan fungsi-fungsi hutan itu sendiri secara alamiah. Ketika area hutan
disulap sebagai lahan industri, dan menggantikannya dengan hutan buatan pada
area yang berbeda, maka kapasitas hutan sudah dilepaskan dalam dimensi
keutuhannya. Sebab hutan adalah asumsi dari sesuatu yang tersembunyi pada
perut bumi yang membutuhkan perlindungan seperti pusat-pusat dari mata air yang
tidak bisa tergantikan pada area yang lain.
Emile Durkheim menyebut, “Individu dan kelompok sudah tidak lagi
berfungsi secara memuaskan, bahwa individu dan kelompok hidup dalam kondisi
anomie—yaitu kurangnya kehidupan social yang terstruktur dan bermakna, sehingga
individu-individu semakin mengikuti suatu gerakan yang gelisah, suatu
perkembangan yang tak terencana, dan tujuan hidup yang tidak lagi mempunyai
criteria nilai. Didalamnya kebahagiaan selalu terletak di masa depan dan tak pernah
ada kemajuan masa kini”.
Pendapat Durkheim ini seringkali menjadi sesuatu yang dimaknai sebagai
kenyataan pada kehidupan sekarang. Banyaknya pencemaran lingkungan yang
banyak menghadirkan penderitaan pada manusia, secara bermakna adalah lahir
dari suatu kegelisahan manusia pada hidupnya yang tidak pernah merasa cukup,
dan ingin terus menambah tanpa mempertimbangkan nilai-nilai penderitaan bagi
orang lain. Industrialisasi kemudian dijadikan asumsi kesejahteraan, tetapi justeru
yang menikmatinya kelompok tertentu saja, dan manusia-manusia yang lemah
disekitarnya menjadi korban-korban secara lahirian, dan batiniah.
Kata Mayo, “…maka kita dihadapkan pada kenyataan, bahwa di dalam
upaya penting pemahaman dan kontrol manusia, kita menganggap sepi fakta-fakta
dan kodrat manusia; oportunisme kita dalam administrasi dan penelitian social
justeru membuat kita tidak berdaya untuk berbuat apapun kecuali penelitian impoten
terhadap malapetaka yang semakin menumpuk…maka kita terpaksa menunggu
apakah organisme social itu dapat pulih atau binasa, tanpa ada upaya
penyembuhan yang memadai”.