Etika-Administrasi-Negara4

16
Etika Administrasi Negara Oleh : Sri Yuliani Prodi Administrasi Negara Fisip UNS Etika merupakan dimensi yang penting dalam administrasi negara . Keban (2004) menyatakan dimensi etika dapat dianalogikan dengan sistem sensor dalam administrasi negara. Etika mempunyai peran yang sangat strategis karena etika dapat menentukan keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi, struktur organisasi, serta manajemen publik. Apabila moralitas dan etika para penyusun kebijakan publik dan struktur organisasi serta para pelaksana manajemen publik sangat rendah , maka akan berpengaruh pada kinerja pencapaian tujuan birokrasi publik. Etika menjadi isu penting dalam administrasi negara terkait erat dengan kedudukan birokrasi sebagai pelayan dan pelindung masyarakat. Sebagai simbol dari kepercayaan publik (public trust) , birokrasi memiliki kewenangan untuk menafsirkan apa yang terbaik bagi masyarakat. Keleluasaan untuk menginterpretasikan bagaimana suatu aturan hendak dijalankan atau kekuasaan diskresi administrasi harus senantiasa dikontrol agar penggunaannya semata-mata demi kepentingan dan kebaikan bersama, bukan kepentingan pribadi atau golongan. Sehubungan dengan ini John A. Rohr menyatakan alasan pentingnya etika sebagai berikut : Through administrative discretion, bureaucrats participate in the governing process of our society; but to govern in a democratic society without being

Transcript of Etika-Administrasi-Negara4

Page 1: Etika-Administrasi-Negara4

Etika Administrasi NegaraOleh :

Sri Yuliani Prodi Administrasi Negara Fisip UNS

Etika merupakan dimensi yang penting dalam administrasi negara . Keban (2004)

menyatakan dimensi etika dapat dianalogikan dengan sistem sensor dalam administrasi

negara. Etika mempunyai peran yang sangat strategis karena etika dapat menentukan

keberhasilan atau pun kegagalan dalam tujuan organisasi, struktur organisasi, serta

manajemen publik. Apabila moralitas dan etika para penyusun kebijakan publik dan struktur

organisasi serta para pelaksana manajemen publik sangat rendah , maka akan berpengaruh

pada kinerja pencapaian tujuan birokrasi publik.

Etika menjadi isu penting dalam administrasi negara terkait erat dengan kedudukan

birokrasi sebagai pelayan dan pelindung masyarakat. Sebagai simbol dari kepercayaan publik

(public trust) , birokrasi memiliki kewenangan untuk menafsirkan apa yang terbaik bagi

masyarakat. Keleluasaan untuk menginterpretasikan bagaimana suatu aturan hendak

dijalankan atau kekuasaan diskresi administrasi harus senantiasa dikontrol agar

penggunaannya semata-mata demi kepentingan dan kebaikan bersama, bukan kepentingan

pribadi atau golongan. Sehubungan dengan ini John A. Rohr menyatakan alasan pentingnya

etika sebagai berikut :

“Through administrative discretion, bureaucrats participate in the governing process of our society; but to govern in a democratic society without being responsible to the electorate raises a serious ethical question for bureaucrats”.

Jadi inti dasar perlunya etika dalam administrasi negara adalah agar administrator

publik dapat mempertanggungjawabkan cara kerjanya berdasarkan pada nilai-nilai dalam

masyarakat demokratis.

Etika dan Administrasi Negara

Etika menurut Merriam-Webster’s Collegiate Dictionary diartikan sebagai ” a set of

moral principles or values a guiding philosophy”. Sedang Kamus Besar Bahasa Indonesia

merumuskan etika sebagai :

1. Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral

2. Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak

Page 2: Etika-Administrasi-Negara4

3. Nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

Bertens (dalam Keban,2004) menyebutkan tiga arti penting etika , yaitu sebagai :

1. Nilai dan norma moral sebagai pedoman tingkah laku seseorang atau kelompok atau

disebut sebagai sistem nilai

2. Kumpulan asas atau nilai moral yang disebut sebagai kode etik

3. Ilmu tentang yang baik atau buruk atau dikenal sebagai filsafat moral

Etika pada prinsipnya berkenaan dengan nilai atau norma moral yang menjadi

pedoman tingkah laku seseorang atau kelompok. Etika dalam administrasi negara adalah

aplikasi dari prinsip-prinsip moral dalam perilaku pejabat pada sebuah organisasi publik atau

birokrasi. Pejabat negara menjalankan mandat kepentingan publik sehingga dalam bertindak,

membuat pernyataan, membuat keputusan, semuanya harus mencerminkan nilai-nilai

kepentingan publik bukan kepentingan pribadi atau golongan. Karena itu, Cooper (dalam

Frederickson,1997:160) menyebut nilai-nilai etika adalah jiwa atau nyawa dari administrasi

negara (values are the soul of public administration).

Dalam lingkup administrasi negara atau pelayanan publik , etika diartikan sebagai

filsafat dan profesional standard (kode etik) atau ’right rules of conduct” (aturan berperilaku

yang benar) yang seharusnya dipatuhi oleh pemberi pelayanan publik (Dernhart dalam Keban

2004:148). Lewis dan Gilman (2005) menyebutkan tiga prinsip atau nilai yang menjadi

pedoman manajer publik antara lain : (1) demokrasi, (2) profesionalisme, dan (3) etika.

Ketiga nilai ini bersama-sama akan menentukan integritas individu maupun institusi. Nilai-

nilai tersebut tergambar dalam bagan berikut :

Page 3: Etika-Administrasi-Negara4

DEMOKRASIKeadilan, imparsialitas, kebenaran (akuntabilitas,disclosure) kemerdekaan,keadilan,kewarganegaraan (citizenship), responsivitas, transparansi,aksesibilitas

PROFESIONALISMEMerit (system), imparsialitas, kompetensi,kualitas, sadar diri (self-awareness),tahu diri, harga diri (kehormatan,reputasi), responsibilitas.

ETIKANilai dan kebajikan, prinsip dan tugas, penilaian dan pertanggungjawaban

+

+

Sumber : Lewis dan Gilman (2005 : 38)

Paradigma Etika

Chadler & Plano (dalam Keban,2004:149) menyebutkan ada empat aliran utama

dalam etika yaitu :

1. Empirical theory :

Aliran ini berpendapat bahwa etika diturunkan dari pengalaman manusia dan

persetujuan umum.

2. Rational theory :

Berpendapat bahwa baik atau buruk tergantung reasoning atau alasan dan logika yang

melandasi suatu perbuatan bukan pengalaman. Dalam paradigma ini, setiap situasi

INTEGRITY (individual and institutional)Autentik, tulus, ikhlas/sungguh-sungguh, rasa sebagai pribadi yang utuh dan lengkap

Page 4: Etika-Administrasi-Negara4

dilihat sebagai suatu yang unik dan membutuhkan penerapan yang unik dari logika

manusia dan memberikan kesimpulan yang unik pula tentang baik dan buruk.

3. Intuitive theory :

Teori ini berpendapat bahwa etika tidak harus berasal dari pengalaman atau logika,

tetapi dari intuisi atau nurani. Manusia secara alamiah memiliki pemahaman tentang

apa yang benar dan salah, apa yang baik dan yang buruk. Teori ini menggunakan

hukum moral alamiah atau ”natural moral law”

4. Revelation theory :

Teori berpendapat yang benar atau salah berasal dari kekuasaan di atas manusia atau

dari Tuhan sendiri. Apa yang dikatakan Tuhan (dalam berbagai kitab suci) menjadi

rujukan utama untuk memutuskan apa yang benar dan apa yang salah.

Dalam pelayanan publik juga dikenal adanya pergeseran paradigma etika. Dernhart

dalam bukunya The Ethics of Public Service menggambarkan sejarah etika pelayanan publik

ke dalam lima model (dalam Keban 2004 : 152-156).

Model I – 1940an :

Model ini dimulai oleh tulisan Wayne A.R Leys tahun 1944. Leys memberi saran

kepada pemerintah AS bagaimana menghasilkan kebijakan publik yang baik. Agar suatu

kebijakan publik dapat dipertanggungjawabkan secara etis, menurut Leys , administrator

harus senantiasa menguji dan mempertanyakan standard yang digunakan dalam pembuatan

keputusan bukan sekedar menerima atau tergantung pada kebiasaan dan tradisi yang ada.

Kebiasaan dan tradisi harus dipertanyakan dengan standard etika dimana etika harus dilihat

sebagai ”source of doubt”

Model II – 1950an :

Model ini diilhami oleh pidato Hurst A. Anderson yang berjudul Ethical Values in

Administration. Anderson berpendapat masalah etika sangat penting dalam keputusan

administratif. Etika harus dipandang sebagai asumsi-asumsi yang menjadi penuntun hidup

individu maupun sosial (philosophy of personal and social living). Agar dapat dianggap etis ,

seorang administrator hendaknya menguji dan mempertanyakan standard atau asumsi-asumsi

yang digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan. Standard tersebut harus mencerminkan

nilai-nilai dasar masyarakat, tidak sekedar bergantung semata pada kebiasaan dan tradisi.

Yang dimaksud nilai-nilai dasar (core values) masyarakat meliputi antara lain kebebasan,

kesetaraan, keadilan, kebenaran, kebaikan, dan keindahan.

Page 5: Etika-Administrasi-Negara4

Model III – 1960an :

Pada tahun 1960an mulai muncul kritik terhadap teori organisasi tradisional. Robert T.

Golembiewski dalam bukunya Men, Management, and Morality menyatakan praktek

organisasi yang mendasarkan pada prinsip-prinsip organisasi tradisional telah membawa

dampak negatif bagi individu yang bekerja di dalam organisasi itu sendiri. Individu merasa

tertekan dan frustasi. Standard yang ditetapkan dalam organisasi jaman dulu belum tentu

cocok sepanjang masa. Dalam hal ini, Golembiewski melihat etika sebagai ”contemporary

standards of right conduct” yang harus disesuaikan dengan perubahan waktu. Untuk itu, agar

menjadi etis seorang administrator senantiasa menguji dan mempertanyakan standard atau

asumsi yang merefleksikan nilai-nilai masyarakat dan semata tidak bergantung pada

kebiasaan atau tradisi. Standard etika bisa berubah ketika tercapai suatu pemahaman yang

lebih baik terhadap standard-standard moral yang absolut.

Model IV – 1970an :

Lahirnya Paradigma New Public Administration di tahun 1970an melahirkan tuntutan agar

administrator memperhatikan ”administrative responsibility”. David K.Hart menyarankan

agar ”social equity” menjadi pegangan pokok administrasi negara , sebagaimana disarankan

John Rawls dalam Teori Keadilan. Nilai keadilan sosial sesungguhnya merupakan bagian dari

core values dalam nilai-nilai masyarakat. Model ini merupakan penyempurnaan dari model-

model sebelumnya. Intinya agar etis, administrator harus senantiasa menguji dan

mempertanyakan standard yang melandasi pembuatan keputusan administratif dan standard

ini harus selalu disesuaikan dengan tantangan dan tuntutan perubahan lingkungan.

Model V – After Rohr

Tokoh [penting yang memberi kontribusi pada Model V adalah John Rohr dalam karyanya

Ethics for Bureaucrats yang ditulis tahun 1978. John Rohr dalam tulisannya berpendapat

bahwa dalam menguji dan mempertanyakan standard dan asumsi dalam pembuatan

keputusan diperlukan “independensi”, dan tidak boleh tergantung pada pemikiran pihak luar

seperti Mahkamah Agung atau Pengadilan Negeri,dsb. Untuk dapat disebut etis , seorang

administrator harus secara independen masuk dalam proses menguji dan mepertanyakan

standard-standard pembuatan keputusan. Administrator harus memahami bahwa ia akan

bertanggungjawab baik secara perorangan maupun kelompok terhadap keputusan yang dibuat

dan terhadap standard etika yang dijadikan dasar suatu keputusan.

Page 6: Etika-Administrasi-Negara4

Model VI – After Cooper

Tokoh penting pada model ini adalah Terry L. Cooper penulis buku The Responsible

Administrator terbit tahun 1986. Model ini menggambarkan pemikiran Cooper bahwa antara

administrator, organisasi, dan etika terdapat hubungan penting dimana etika para

administrator justru sangat ditentukan oleh konteks organisasi dimana ia bekerja. Agar dapat

dikatakan etis , seorang administrator harus mampu mengatur secara independen proses

menguji dan mempertanyakan standard yang digunakan dalam pembuatan keputusan . Isi dan

standard bisa berubah dari waktu ke waktu bila nilai-nilai sosial dipahami secara lebih baik

dan masalah-masalah sosial baru mulai terungkap. Administrator harus siap menyesuaikan

standard-standard tersebut dengan perubahan-perubahan tersebut, senantiasa merefleksikan

komitmennya pada nilai-nilai dasar masyarakat dan tujuan organisasinya. Administrator akan

bertanggungjawab secara perorangan dan profesional, dan bertanggungjawab dalam

organisasi terhadap keputusan yang dibuat dan terhadap standard etika yang digunakan dalam

keputusan itu.

Kode Etik Aparatur Pelayanan Publik

Setiap negara memiliki sistem nilai atau kode etik sebagai acuan bagi aparat publik

untuk melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya sehari-hari. Nilai-nilai yang menginspirasi

kode etik aparatur atau pegawai negeri umumnya berasal dari nilai atau norma sosial, prinsip-

prinsip demokrasi dan etos profesionalisme. Berikut ini nilai-nilai etika aparatur publik yang

dirumuskan oleh Independent Sector pada Januari 2004 (dalam Lewis dan Gilman, 2005;37) :

Komitmen pada kebaikan publik

Akuntabilitas publik

Komitmen pada hukum

Hormat pada martabat individu

Inklusivitas dan keadilan sosial

Menghargai pluralisme dan keberagaman

Transparansi , integritas, dan kejujuran

Bertanggungjawab atas pemanfaatan sumber daya

Komitmen pada keunggulan dan menjaga kepercayaan publik

Page 7: Etika-Administrasi-Negara4

Kode Etik Adminitrator Publik Amerika Serikat sebagaimana dinyatakan oleh

American Society for Public Administration (ASPA) meliputi (dalam Keban, 2004):

Menjaga integritas, kebenaran, kejujuran, ketabahan, respek, beri perhatian,

keramahan, cepat tanggap, mengutamakan kepentingan publik diatas kepentingan

lain, bekerja profesional, pengembangan profesionalisme, komunikasi terbuka,

kreativitas, dedikasi, kasih sayang, penggunan kekuasaan untuk kepentingan publik,

beri perlindungan terhadap informasi yang sepatutnya dirahasiakan, dukungan

terhadap informasi yg sepatutnya dirahasiakan, dukungan terhadap sistem “merit” dan

program “affirmative action”

Etika administrasi negara di Indonesia yang paling mendasar adalah janji PNS yang

diucapkan saat diangkat sebagai pegawai negeri dan sumpah jabatan bagi mereka yang

menduduki jabatan struktural di birokrasi.

Inilah bunyi sumpah atau janji yang diucapkan saat seseorang diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil :

” Demi Allah, saya bersumpah/berjanji .

Bahwa saya, untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil, akan setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara, dan Pemerintah;

bahwa saya, akan menaati segala peraturan perundang-undangan yang berlaku dan melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada saya dengan penuh pengabdian, kesadaran, tanggung jawab;

bahwa saya, akan senantiasa menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan martabat Pegawai Negeri, serta akan senantiasa mengutamakan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri seseorang atau golongan;

bahwa saya, akan memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;

bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan Negara.

Inilah bunyi sumpah atau janji saat seorang PNS memegang jabatan :

“Demi Allah ! Saya bersumpah/berjanji,

Page 8: Etika-Administrasi-Negara4

Bahwa saya, untuk diangkat dalam jabatan ini, baik langsung maupun tidak langsung, dengan rupa atau dalih apapun juga, tidak memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun juga;

Bahwa saya akan setia dan taat kepada Negara Republik Indonesia;

Bahwa saya akan memegang rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus saya rahasiakan;

Bahwa saya tidak akan menenma hadiah atau suatu pemberian berupa apa saja dan dari siapapun juga, yang saya tahu atau patut dapat mengira, bahwa ia mempunyai hal yang bersangkutan atau mungkin bersangkutan dengan jabatan atau pekerjaan saya;

Bahwa saya dalam menjalankan jabatan atau pekerjaan saya, saya senantiasa akan lebih mementingkan kepentingan Negara daripada kepentingan saya sendiri atau golongan;

Bahwa saya senantiasa akan menjunjung tinggi kehormatan Negara, Pemerintah, dan Pegawai Negeri;

Bahwa saya akan bekerja dengan jujur, tertib, cermat dan bersemangat untuk kepentingan Negara

Kode etik pegawai negeri di Indonesia secara lebih detail diatur dalam Peraturan

Pemerintah (PP) No. 42 Th. 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai

Negeri. Kode etik Pegawai Negeri Sipil dalam peraturan ini diartikan sebagai pedoman

sikap, tingkah laku, dan perbuatan Pegawai Negeri Sipil di dalam melaksanakan tugasnya dan

pergaulan hidup sehari-hari. Dalam PP ini dirumuskan etika pegawai baik etika profesional,

etika organisasi, etika sosial, maupun etika personal.

Etika profesional pegawai negeri diatur dalam pasal Pasal 6 yang menyatakan nilai-

nilai dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi:

a. ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;

b. kesetiaan dan ketaatan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

c. semangat nasionalisme;

d. mengutamakan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi atau golongan;

e. ketaatan terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

f. penghormatan terhadap hak asasi manusia;

g. tidak diskriminatif;

Page 9: Etika-Administrasi-Negara4

h. profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;

i. semangat jiwa korps.

Etika penyelenggaraan negara diatur dalam Pasal 8 yang menyatakan etika dalam

bernegara meliputi:

a. melaksanakan sepenuhnya Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

b. mengangkat harkat dan martabat bangsa dan negara;

c. menjadi perekat dan pemersatu bangsa dalam Negara Kesatuan Republik

Indonesia;

d. menaati semua peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam melaksanakan

tugas;

e. akuntabel dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih

dan berwibawa;

f. tanggap, terbuka, jujur, dan akurat, serta tepat waktu dalam melaksanakan setiap

kebijakan dan program Pemerintah;

g. menggunakan atau memanfaatkan semua sumber daya Negara secara efisien dan

efektif;

h. tidak memberikan kesaksian palsu atau keterangan yang tidak benar.

Etika berorganisasi diatur dalam Pasal 9 yang menyatakan etika dalam bernegara

meliputi:

a. melaksanakan tugas dan wewenang sesuai ketentuan yang berlaku;

b. menjaga informasi yang bersitat rahasia;

c. melaksanakan setiap kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang;

d. membangun etos kerja untnk meningkatkan kinerja organisasi;

e. menjalin kerja sama secara kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait dalam

rangka pencapaian tujuan;

f. memiliki kompetensi dalam pelaksanaan tugas;

g. patuh dan taat terhadap standar operasional dan tata kerja;

h. mengembangkan pemikiran secara kreatif dan inovatif dalam rangka peningkatan

kinerja organisasi;

i. berorientasi pada upaya peningkatan kualias kerja.

Etika dalam bermasyarakat ( sosial) diatur dalam Pasal 10 yang meliputi:

Page 10: Etika-Administrasi-Negara4

a. mewujudkan pola hidup sederhana;

b. memberikan pelayanan dengan empati hormat dan santun tanpa pamrih dan tanpa

unsur pemaksaan;

c. memberikan pelayanan secara cepat, tepat, terbuka, dan adil serta tidak

diskriminatif;

d. tanggap terhadap keadaan lingkungan masyarakat;

e. berorientasi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam melaksanakan

tugas.

Etika terhadap diri sendiri (personal ethics) diatur dalam Pasal 11yang meliputi :

a. jujur dan terbuka serta tidak memberikan informasi yang tidak benar.

b. bertindak dengan penuh kesungguhan dan ketulusan;

c. menghindari konflik kepentingan pribadi, kelompok, maupun golongan;

d. berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan, kemampuan, keterampilan,

dan sikap;

e. memiliki daya juang yang tinggi;

f. memelihara kesehatan jasmani dan rohani;

g. menjaga keutuhan dan keharmonisan keluarga;

h. berpenampilan sederhana, rapih, dan sopan

Adanya kode etik tidak menjamin bahwa birokrasi pelayanan publik di Indonesia

menjadi birokrasi yang efisien, bersih dan akuntabel. Yang penting bukan sekedar adanya

aturan yang merumuskan dengan terperinci apa nilai-nilai etika PNS tapi bagaimana nilai-

nilai itu diimplementasikan. Dua hal yang sangat penting dalam mengimplementasikan etika

adalah : adanya standard (aturan atau norma) yang harus dipatuhi dan kehendak kuat untuk

menjalankannya. Kode etik atau kesepakatan nilai bersama yang sering dilanggar akan

menjadi budaya etika yang buruk. Budaya etika yang buruk akan membuat pegawai

berpribadi buruk mempunyai lisensi untuk menjadi semakin buruk, pegawai yang pada

dasarnya berpribadi baik menjadi terdorong atau terpengaruh untuk ikut buruk, akibatnya

penyimpangan etika publik diterima sebagai hal yang lumrah. Inilah yang berkontribusi pada

pembusukan birokrasi.

Sumber :

Page 11: Etika-Administrasi-Negara4

Carol W.Lewis dan Stuart C.Gilman. 2005. The Ethics Challenge in Public Service ; A Problem-Solving Guide. Jossey-Bass. San Fransisco.

H. George Frederickson. 1997. The Spirit of Public Administration. Jossey-Bass Publishers. San Fransisco

Yeremias T.Keban. 2003. Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik : Konsep, Teori dan Isu. Penerbit Gaya Media. Yogyakarta.

Peraturan Pemerintah No. 42 Th. 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri