ETIK PENGGUNAAN HEWAN PERCOBAAN

7
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Melakukan penelitian menjadi tugas bagi setiap akademisi yang memiliki kesadaran akan perkembangan keilmuan. Memiliki jiwa peneliti pun adalah satu hal wajib yang harus dimiliki. Namun tentu, tak dapat dipungkiri terkadang peneliti tak menyadari ada kode etik yang menjadi modal pedoman. Bisa dicontohkan pada para peneliti yang sering menggunakan hewan coba dalam penelitiannya. Penggunaan hewan coba menurut Prof. Dr. drh. Bambang Sektiari,DEA haruslah dimanfaatkan seefisien mungkin. Ada kalanya penelitian yang dilakukan, terutama di bidang kesehatan, tak bisa langsung di uji cobakan pada manusia. Banyak faktor yang menghalanginya. Selain faktor keamanan karena menyangkut jiwa seseorang, juga faktor kode etik. Salah satu yang bisa menjadi solusi adalah dengan menggunakan hewan coba. Penggunaan hewan coba pun dilakukan dengan pemilihan seksama, sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan. Misalnya saja pada penelitian proses terbentuknya penyakit sirosis. Pada kasus ini, sangat sulit melihat uji produk jika dilakukan pada penderita. Oleh karena itu Prof. Bambang kemudian melakukan penelitian dengan menggunakan hewan tikus putih. Pada uji ini, Prof. Bambang mengikat tusbiliaris pada tikus untuk mengetahui mengapa penderita sirosis kerap drop. Setelah diteliti, ternyata akibat endotoksin yang tinggi, penderita dapat mengalami kondisi drop tiba-tiba. Kondisi drop ini bisa disebabkan karena efek samping penggunaan antibiotik. Selain itu penggunaan obat alternatif untuk pengobatan sirosis juga harus diperhatikan karena bisa menimbulkan efek samping yang tidak menguntungkan. Pada penggunaan hewan coba, ada berbagai hal yang harus diperhatikan para peneliti. Ada kalanya para peneliti menggampangkan bahwa yang digunakan hanyalah hewan. Namun

Transcript of ETIK PENGGUNAAN HEWAN PERCOBAAN

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANGMelakukan penelitian menjadi tugas bagi setiap akademisi yang memiliki kesadaran akan perkembangan keilmuan. Memiliki jiwa peneliti pun adalah satu hal wajib yang harus dimiliki. Namun tentu, tak dapat dipungkiri terkadang peneliti tak menyadari ada kode etik yang menjadi modal pedoman.

Bisa dicontohkan pada para peneliti yang sering menggunakan hewan coba dalam penelitiannya. Penggunaan hewan coba menurut Prof. Dr. drh. Bambang Sektiari,DEA haruslah dimanfaatkan seefisien mungkin. Ada kalanya penelitian yang dilakukan, terutama di bidang kesehatan, tak bisa langsung di uji cobakan pada manusia. Banyak faktor yang menghalanginya. Selain faktor keamanan karena menyangkut jiwa seseorang, juga faktor kode etik. Salah satu yang bisa menjadi solusi adalah dengan menggunakan hewan coba.

Penggunaan hewan coba pun dilakukan dengan pemilihan seksama, sesuai dengan jenis penelitian yang dilakukan. Misalnya saja pada penelitian proses terbentuknya penyakit sirosis. Pada kasus ini, sangat sulit melihat uji produk jika dilakukan pada penderita. Oleh karena itu Prof. Bambang kemudian melakukan penelitian dengan menggunakan hewan tikus putih. Pada uji ini, Prof. Bambang mengikat tusbiliaris pada tikus untuk mengetahui mengapa penderita sirosis kerap drop. Setelah diteliti, ternyata akibat endotoksin yang tinggi, penderita dapat mengalami kondisi drop tiba-tiba. Kondisi drop ini bisa disebabkan karena efek samping penggunaan antibiotik. Selain itu penggunaan obat alternatif untuk pengobatan sirosis juga harus diperhatikan karena bisa menimbulkan efek samping yang tidak menguntungkan.

Pada penggunaan hewan coba, ada berbagai hal yang harus diperhatikan para peneliti. Ada kalanya para peneliti menggampangkan bahwa yang digunakan hanyalah hewan. Namun inilah yang sering dilupakan, hewan juga punya hak untuk tidak merasa sakit, dan terbebas dari penyiksaan. Sehingga jika harus menggunakan hewan coba, gunakan seminimal mungkin untuk hasil yang maksimal. Selain itu kita juga tidak boleh ‘menyiksa’ terlalu lama. Untuk itu, sebelum melakukan penelitian dengan hewan coba, seorang peneliti harus benar-benar paham metode yang akan digunakan sehingga proses penelitiannya bisa berlangsung seefisien mungkin.

Jika menggunakan hewan coba maka peneliti harus mempertimbangkan sejak dini dalam perancangan penelitiannya agar mematuhi peraturan yang berlaku dan mendapatkan persetujuan dari komisi etika riset yang terkait.

B. BATASAN PENULISANPenulisan refrat ini dibatasi pada definisi, kriteria hewan coba, syarat, prinsip dasar dan dasar hukum penelitian pada hewan coba.

C. TUJUAN PENULISANRefrat ini disusun degan tujuan untuk lebih memahami mengenai etika dan hukum penelitian pada hewan coba sekaligus sebagai salah satu pemenuhan sesi pembelajaran dokter muda bagian Forensik dan Medikolegal RSUP DR. M. DJAMIL dalam sesi Clinical Science.

D. MANFAAT PENULISANManfaat dari penulisan refrat ini adalah untuk menambah pengetahuan penulis mengenai etika dan hukum penelitian pada hewan coba dan meningkatkan keterampilan penulis dalam penulisan karya tulis ilmiah.

E. METODE PENULISANRefrat ini merupakan tinjauan kepustakaan dari berbagai literatur.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

II.1 DEFINISIII.1.1 ETIKA DAN HUKUM

Etika (Ethics) berasal dari kata Yunani ‘ethos’, yang berarti akhlak, adat kebiasaan, watak, perasaan, sikap, yang baik, yang layak. 1

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia(Purwadarminta, 1953), etika adalah ilmu pengetahuan tetang azas akhlak. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika adalah:1. Ilmu tentang apa yang baik, apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral2. Kumpulan atau seperangkat asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak3. Nilai yang benar dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat

II.1.2 HEWAN COBA

II.2 KRITERIA HEWAN COBA UNTUK PENELITIAN

II.3 SYARAT PENELITIAN DENGAN HEWAN COBA

Penelitian kesehatan dengan menggunakan hewan percobaan secara etis hanya dapat dipertanggungjawabkan, jika:

1. Tujuan penelitian dinilai cukup bermanfaat2. Desain penelitian dapat menjamin bahwa penelitian akan mencapai tujuannya3. Tujuan penelitian tidak dapat dicapa dengan menggunakan subjek atau prosedur

alternatif4. Manfaat yang akan diperoleh jauh lebih berarti dibandingkan dengan penderitaan

yang dialami hewan percobaan

Penelitian dengan hewan coba haruslah:

1. Untuk kemajuan pengetahuan biologi dan pengembangan cara-cara lebih baik dalam melindungi kesehatan dan kesejahteraan mausia, diperlukan percobaan pada berbagai spesies hewan yang utuh. Ini dilakukan setelah pertimbangan yang seksama karena jika layak, harus digunakan metode seperti model matematika, simulasi komputer, dan sistem in vitro.

2. Hewan yang dipilih untuk penelitian harus sesuai spesies dan mutunya, serta jumlahnya hendaknya sekecil mungkin, namun hasil penelitiannya absah secara ilmiah.

3. Peneliti dan tenaga kerja lainnya harus memperlakukan hewan percobaan sebagai makhluk perasa, memperhatikan pemeliharaan dan pemanfaatannya, serta memahami cara mengurangi penderitaannya.

4. Peneliti harus menganggap bahwa prosedur yang menimbulkan rasa nyeri pada spesies bertulang belakang termasuk primata.

5. Pada akhir penelitian bahkan pada waktu dilakukan percobaan, hewan yang menderita nyeri hebat atau terus menerus atau menjadi cacat yag tidak dapat dihilangkan harus dimatikan tanpa rasa nyeri.

6. Hewan yang akan dimanfaatkan untuk penelitian hendaknya dipelihara dengan baik, termasuk kandang, makanan, air minum, transportasi, dan cara menanganinya sesuai tingkah laku dan kebutuhan tiap spesies.

7. Pimpinan lembaga yang memanfaatkan hewan percobaan bertanggung jawab penuh atas segala hal yang tidak mengikuti efek pemanfaatan hewan percobaan di lembaganya. Sebaliknya pimpinan wajib menjaga keselamatan dan kesehatan para pegelola, dengan cara:a. Pemeriksaan kesehatan setiap tahun sekali dan memberikan imunisasi terhadap

penyakit-penyakit yang mungkin ditularkan akibat pekerjaannyab. Menyediakan alat pelindung seperti masker, sarung tangan, sepatu

karet/pelindung sepatu, tutup kepala, pelindung mata, dan jas laboratorium.c. Meyediakan fasilitas fisik baik ruangan maupun peralatan yang memenuhi

persyaratan keamanan kerja dan ergonomi sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan

d. Penanganan limbah yang baik dan benar untuk mencegah terjadinya pencemaran

II.4 PRINSIP DASAR PENELITIAN DENGAN HEWAN COBA

Dalam memanfaatkan hewan percobaan untuk penelitian kesehatan digunakan prinsip 3R, yaitu: Replacement, Reduction, dan Refinement (Hume and Russel, 1957):

1. ReplacementAda dua alternatif untuk replacement, yaitu:a. Repalcement relatif, yaitu tetap melaksanakan hewan percobaan sebagai donor

organ, jaringan, atau selb. Replacement absolut, yaitu tidak memerlukan bahan dari hewan, melainkan

memanfaatkan galur sel (cell lines) atau program komputer

2. Reduction

Mengurangi pemanfaatan jumlah hewan percobaan sehingga sesedikit mungkin dengan bantuan ilmu statistik, program komputer, dan teknik-teknik biokimia serta tidak mengurangi penelitian dengan hewan percobaan apabila tidak perlu

3. RefinementMengurangi ketidaknyamanan yang diderita oleh hewan percobaan sebelum, selama, dn setelah penelitian, misalnya dengan pemberian analgetik.

Sebagian penelitian biomedik dapat diselesaikan di laboratorium dengan cara kerja in vitro atau dengan menggunakan bahan hidup, seperti galur sel dan biakan jaringan. Pada tahap berikutnya sering kali diperlukan penelitian dengan menggunakan makhluk hidup utuh agar keseluruhan interaksi yang terjadi dalam tubuhnya dapat diamati dan dikaji. Keamanan dan khasiat obat misalnya, perlu diteliti dengan menggunakan hewan percobaan sebelum pnelitian layak dilanjutkan dengan mengikutsertakan relawan manusia. Obat baru tidak boleh digunakan untuk pertama kali langsung pada manusia, sekalipun tanpa uji coba pada hewan percobaan telah dapat diduga dengan wajar keamanannya.

Hewan percobaan akan mengalami berbagai keadaan luar biasa yang menyebabkan penderitaan, seperti rasa nyeri, ketidaknyamanan, ketidaksenangan, dan pada akhirnya kematian. Sebagai bangsa yang beradab hean perobaan yang menderita untuk kebaikan manusia wahib dihormati hak azazinya dan diperlukan secara manusiawi.

II.5 DASAR HUKUM PENELITIAN PADA HEWAN COBA

UU no. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pasal 69 ayat 1 yang berbunyi:

“Penelitian dan pengembangan kesehatan dilaksanakan untuk memilih dan menetapkan ilmu pengetahuan dan teknologi tepat guna yang diperlukan dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan”

UU no. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 44 ayat 4 yang berbunyi:

“Penelitian terhadap hewan harus dijamin untuk melindungi kelestarian hewan tersebutserta mencegah dampak buruk yang tidak langsung bagi kesehatan manusia.”

Penjelasan:

Hewan percobaan harus dipilih dengan mengutamakan hewan dengan sensitivitas neurofisiologik yang paling rendah (nonsentient organism) dan hewan yang paling rendah

pada skala evolusi. Keberhati-hatian (caution) yang wajar harus diterapkan pada penelitian yang dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan hewan yang digunakan dalam penelitian harus dihormati.