etambutol

8
VIVI, INI LANJUTAN YANG ISNIN YA. SAMA TAMBAHAN EVALUASI HEHEEH 1. Ethambutol Ethambutol digunakan dengan obat lain untuk mengobati tuberkulosis (TB). Ethambutol adalah obat jenis antibiotik kelas antituberkulosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Ethambutol tidak efektif untuk kuman lain kecuali M. tuberkulosis dan M. kansasii. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomycin (Herchline, 2013; Istiantoro dan Setiabudy, 2012). a. Mekanisme Kerja Obat Mekanisme kerja obat ini adalah dengan menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik (Istiantoro dan Setiabudy, 2012). b. Farmakokinetik 1) Absorpsi Pada pemberian oral sekitar 75-80% ethambutol diserap dalam saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15,mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5g/mL pada 2-4 jam (Istiantoro dan Setiabudy, 2012). 2) Distribusi Ethambutol terdistribusi luas ke seluruh tubuh, namun terkonsentrasi di ginjal, paru-paru, air liur, dan eritrosit. Kadar ethambutol dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma, sehingga eritrosit berperan sebagai depot ethambutol yang melepaskannya sedikit-demi sedikit ke dalam plasma. Ikatan dengan protein yang terjadi

description

TB

Transcript of etambutol

VIVI, INI LANJUTAN YANG ISNIN YA. SAMA TAMBAHAN EVALUASI HEHEEH 1. EthambutolEthambutol digunakan dengan obat lain untuk mengobati tuberkulosis (TB). Ethambutol adalah obat jenis antibiotik kelas antituberkulosis dan bekerja dengan menghentikan pertumbuhan bakteri. Ethambutol tidak efektif untuk kuman lain kecuali M. tuberkulosis dan M. kansasii. Obat ini tetap menekan pertumbuhan kuman tuberkulosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomycin (Herchline, 2013; Istiantoro dan Setiabudy, 2012).a. Mekanisme Kerja ObatMekanisme kerja obat ini adalah dengan menghambat sintesis metabolit sel sehingga metabolisme sel terhambat dan sel mati. Karena itu obat ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan khasiat tuberkulostatik (Istiantoro dan Setiabudy, 2012).b. Farmakokinetik1) AbsorpsiPada pemberian oral sekitar 75-80% ethambutol diserap dalam saluran cerna. Kadar puncak dalam plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Dosis tunggal 15,mg/kgBB menghasilkan kadar dalam plasma sekitar 5g/mL pada 2-4 jam (Istiantoro dan Setiabudy, 2012).2) DistribusiEthambutol terdistribusi luas ke seluruh tubuh, namun terkonsentrasi di ginjal, paru-paru, air liur, dan eritrosit. Kadar ethambutol dalam eritrosit 1-2 kali kadar dalam plasma, sehingga eritrosit berperan sebagai depot ethambutol yang melepaskannya sedikit-demi sedikit ke dalam plasma. Ikatan dengan protein yang terjadi sekitar 20-30% (Herchline, 2013; Istiantoro dan Setiabudy, 2012).3) Metabolisme Obat ini dimetabolisme di hepar (20%) menjadi metabolit inaktif (Herchline, 2013).4) Ekskresi Dalam waktu 24 jam, 50% ethambutol diekskresikan dalam bentuk asal melalui urin, 10% sebagai metabolit, berupa derivate aldehid dan asam karboksilat. Klirens ginjal untuk ethambutol kira-kira 8,6 mL/menit/kg menandakan obat ini selain mengalami filtrasi glomerulus juga disekresi melalui tubuli (Istiantoro dan Setiabudy, 2012).c. IndikasiTerapi tuberkulosis dan mencegah timbulnya resistensi kuman terhadap antituberkulosis lain. untuk pengobatan tuberkulosa dikombinasikan dengan obat antituberkulosis lainnya (Istiantoro dan Setiabudy, 2012; Kasim, 2012).d. KontraindikasiKontraindikasi ethambutol adalah optic neuritis dan hipersensitivitas terhadap ethambutol (Herchline, 2013).e. Efek Samping ObatEthambutol jarang menimbulkan efek samping. Namun ada beberapa efek samping yang mungkin timbul akibat konsumsi ethambutol, antara lain (Istiantoro dan Setiabudy, 2012):1) Penurunan ketajaman pengelihatan2) Ruam kulit3) Demam4) Pruritus5) Nyeri sendi6) Gangguan saluran cerna7) Malaise8) Sakit kepala9) Disorientasi dan halusinasi10) Peningkatan kadar asam uratf. Bentuk Sediaan ObatSediaan ethambutol yang tersedia adalah dalam bentuk tablet 200 mg dan 500 mg (Kasim, 2012).g. DosisDosis yang dianjurkan untuk konsumsi dewasa adalah (Kasim, 2012):1) Dosis awal 15 mg/kgBB/hari dosis tunggal2) Kasus ulangan 25 mg/kgBB/hari dosis tunggal selama dua bulan kemudian diturunkan 15 mg/kgBB/hariSementara untuk anak dosis yang dianjurkan berdasarkan American Academy of Pediatric adalah 15-25 mg/kgBB/hari per oral, tidak lebih dari 1 g/hari atau 50 mg/KgBB peroral dua kali seminggu, dengan jumlah tidak lebih dari 2,5 g/dosis. Walaupun demikian, ethambutol tidak dianjurkandiberikan pada usia kurang dari 13 tahun (Herchline, 2013).

2. SteptomycinStreptomycin adalah antituberkulosis pertama yang secara klinik dinilai efektif. Namun, sebagai obat tunggal bukanlah obat yang ideal. Streptomycin in vitro bersifat bakteriostatik dan bakterisidal terhadap kuman tuberkulosis (Istiantoro dan Setiabudy, 2012).a. Mekanisme Kerja ObatKerja streptomycin in vivo adalah supresi, bukan eradikasi kuman tuberkulosis. Streptomycin mengganggu sintesis protein normal bakteri dengan mengikat sub-unit ribosom 30S (Istiantoro dan Setiabudy, 2012; Herchline, 2013).b. Farmakokinetik1) AbsorpsiPemberian melalui intra muscular dapat diserap tubuh dengan baik, namun streptomycin tidak diserap dari usus. Setelah diserap, hampir semua streptomycin berada dalam plasma (Istiantoro dan Setiabudy, 2012; Herchline, 2013).2) DistribusiStreptomycin didistribusikan ke semua cairan ekstraselular termasuk serum, abses, pericardial, pleura, synovial, limfatik, dan cairan peritoneal, melewati plasenta, dan sejumlah kecil memasuki kelenjar mammae. Kira-kira sepertiga obat ini (34%) terikat dengan protein (Hercline, 2013). 3) EkskresiStreptomycin diekskresi melalui filtrasi glomerulus. Kira-kira 50-60% dosis yang diberikan secara parenteral diekskresi dalam bentuk utuh dalam waktu 24 jam pertama. Sebagian besar jumlah ini diekskresikan dalam waktu 12 jam. Masa paruh obat ini pada orang dewasa antara 2-3 jamdan dapat sangat memanjang pada kasus gagal ginjal (Istiantoro dan Setiabudy, 2012). c. IndikasiInfeksi karena M. tuberkulosis, H. influenza, E. coli, Proteus vulgaris, K. pneumonia, Aerobacter aerogenes dan P. aeruginosa; peritonitis, abses hati, infeksi paru-paru kronik, dan emfisema; disentri basiler, chancraidgonore, dan tularemia (Kasim, 2012).d. Kontra indikasiHipersensitivitas terhadap streptomycin atau aminoglikosida lainnya, hipersensitivitas berat terhadap sulfit, dan pemberian bersamaan dengan vaksin hidup (Hercline, 2013).e. Efek Samping ObatUmumnya streptomycin dapat diterima dengan baik. Namun ada beberapa efek samping yang dapat timbul, antara lain (Istiantoro dan Setiabudy, 2012):1) Sakit kepala2) Malaise3) Parestesi muka4) Nefrotoksik5) Ototoksik 6) Reaksi anafilaktik7) Neurotoksik8) Agranulositosis9) Anemia aplastik10) Demam obat.f. Bentuk Sediaan ObatBentuk sediaan streptomycin yang ada di pasaran antara lain bubuk injeksi dalam vial 1 dan 5 gram (Istiantoro dan Setiabudy, 2012).g. DosisDosis untuk pasien dewasa yang dapat diberikan adalah 20 mg/kgBB secara IM, maksimum 1 g/hari selama 2-3 minggu. Kemudian frekuensi pemberian dikurangi menjadi 2-3 kali seminggu atau 25-30 mg/kg BBsecara IM diberikan 2 kali seminggu, maksimum 1,5 g/hari. Sementara untuk anak, pada terapi harian diberikan 20-40 mg/kgBB secara IM, maksimum 1 g/hari atau 20-40 mg/kgBB secara IM 2 kali seminggu, maksimum 1,5 g/hari (Istiantoro dan Setiabudy, 2012; Herchline, 2013).

Evaluasi Pengobatan Tuberkulosis ParuEvaluasi pasien meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan berobat, dijelaskan sebagai berikut (PDPI, 2006):1. Evaluasi klinika. Pasien dievaluasi setiap 2 minggu pada 1 bulan pertama pengobatan selanjutnya setiap 1 bulan.b. Evaluasi respon pengobatan dan ada tidaknya efek samping obat serta ada tidaknya komplikasi penyakit.c. Evaluasi klinis meliputi keluhan, berat badan,dan pemeriksaan fisik.2. Evaluasi Bakteriologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)Bertujuan untuk mendeteksi ada tidaknya konversi dahaka. Pemeriksaan & evaluasi pemeriksaan mikroskopik harus selalu dilakukan yaitu:1) Sebelum pengobatan dimulai2) Setelah 2 bulan pengobatan (setelah fase intensif)3) Pada akhir pengobatan b. Bila ada fasiliti biakan: dilakukan pemeriksaan biakan dan uji resistensi.3. Evaluasi Radiologik (0-2-6/9 bulan pengobatan)Pemeriksaan dan evaluasi foto toraks dilakukan pada:a. Sebelum pengobatanb. Setelah 2 bulan pengobatan (kecuali pada kasus yang juga dipikirkan kemungkinan keganasan dapat dilakukan 1 bulan pengobatan) c. Pada akhir pengobatan.4. Evaluasi Keteraturan berobatYang tidak kalah pentingnya adalah evaluasi keteraturan berobat dan minum obat tersebut. Dalam hal ini maka sangat penting penyuluhan atau pendidikan mengenai penyakit dan keteraturan berobat. Penyuluhan atau pendidikan dapat diberikan kepada pasien, keluarga dan lingkungannya. Ketidakteraturan berobat akan menyebabkan timbulnya masalah resistensi.Pemantauan kemajuan hasil pengobatan pada dewasa dilaksanakan dengan pemeriksaan ulang dahak secara mikroskopis lebih baik dibandingkan dengan pemeriksaan radiologis dalam memantau kemajuan pengobatan. Untuk memantau kemajuan pengobatan dilakukan pemeriksaan spesimen sebanyak dua kali (sewaktu dan pagi). Hasil pemeriksaan dinyatakan negatif bila dua spesimen tersebut negatif. Bila salah satu atau kedua spesimen positif, maka hasil pemeriksaaan ulang dinyatakan positif. Tindak lanjut hasil pemeriksaan ulang dahak mikroskopis dapat dilihat pada tabel di bawah ini (DEPKES, 2009):

Gambar 1. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Ulang Dahak (DEPKES,2009).

Istiantoro, Yati H dan Rianto Setiabudy. 2012. Tuberkulostatik dan Leprostatik. Dalam: Gunawan, Sulistia Gan, Rianto Setiabudy, Nafrialdi, dan Elysabeth, eds. 2012. Farmakologi dan Terapi FKUI. Edisi 5. Jakarta: Badan Penerbit FKUI. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2009. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Edisi 2. Dapat diunduh di (Diakses 1 Maret 2015).