Estetika Plato Dengan Aristeoteles

download Estetika Plato Dengan Aristeoteles

of 5

Transcript of Estetika Plato Dengan Aristeoteles

  • 7/29/2019 Estetika Plato Dengan Aristeoteles

    1/5

    2. Estetika Plato

    Plato adalah filusuf pertama didunia barat yang dalam seluruh karyanya mengemukakan

    pandangan yang meliputi hamper semua pokok semua estetika. Pembahasannya tidak utuh

    dan merupakan suatu system tersendiri, tetapi tersebar sebar dalam karyanya. Berikut ini

    kita mengumpulkan dan menyingkatkan pandangannya keindahan dan karya seni.

    a). Keindahan

    Plato berpendapat bahwa untuk mengetahui keindahan sesungguhnya, kita terlebih dahulu

    mengosongkan pikiran dan membersihkan diri dari segala kesalahan dan kekurangan. Kita

    harus membuang kesalahan dan dosa yang pernah terjadi dan mencoba kembali kedalam

    kesucian jiwa kita.

    Keindahan dapat dibagi menjadi dua yang pertama tentang dunia idea, dan kedua dunia

    yang nyata. Pandangan yang pertama, secara mengesankan dan dengan bahasa yang

    sangat indah, ia kemukakan dalam wawancara semposium sebagi pendirian Socrates.

    Socrates mengatakan bahwa ajaran itu diterima dari seorang dewata bernama Diotima yang

    berasal dari Mantineia (dalam terjemahan inggris nama dewata itu adalah fear the lord from

    prophetveille, sesuai dengan sindiran yang termuat dalam bahasa yunani). Menurut

    pandangan itu, yang indah adalah benda yang material, umpamanya tubuh manusia, yangtampak pada saya. Kalau selanjutnya saya melihat beberapa orang seperti itu, pengalaman

    akan keindahan meningkat. Lebih jauh lagi manusia merasa diajak untuk ingat pada yang

    lebih indah daripada tubuh, yaitu jiwa lama kelamaan, socrtaes mengajak pendengar untuk

    maju terus sampai pada idea yang indah. Itulah yang paling indah, sumber segala

    keindahan. Semua keindahan lain haknya ikut ambil pada yang indah dalam dunia idea itu,

    sama halnya seperti idea kebenaran, kebaikan, ataupun segitiga.[4]

    Pandangan plato yang pertama didasarkan pada ajaran tentang idea ini, yakni teori duadunia. Dua dunia tersebut adalah dunia idea (dunia atas) dan dunia sehari-hari (dunia

    bawah). Menurut plato dunia bawah merupakan tiruan dari dunia atas. Dunia atas

    digambarkan sebagai dunia idea, yaitu: dunia kebenaran absolute, sejati, dunia rohani,

    pengetahuan sejati (episteme). Sedangkan dunia bawah adalah dunia yang relative, sehari-

    hari, fana, kebenaran relative, tiruan, dan hanya merupakan pendapat. Pandangan kedua,

    dikemukakan plato dalam salah satu dialognya yang terkenal, yakni phiilebus. Disini

    dinyatakan bahwa yang indah dan sumber segala keindahan adalah yang paling sederhana.

    Yang dimaksud sederhana adalah bentuk dan ukuran yang tidak dapat diberi batasan yanglebih sederhana lagi. Pada pandangan pertama, yang indah itu dilepaskan dari pengalaman

    http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn4http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn4http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn4http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn4
  • 7/29/2019 Estetika Plato Dengan Aristeoteles

    2/5

    jasmani. Keindahan dalam pengertian hidup sehari-hari adalah tingkat dua saja. Keindahan

    sesungguhnya hanya ada di dunia idea, sedangkan pandanagn plato yang kedua, yang

    indah itu tidak dilepaskan dari pengalaman inderawi yang membangun pengalaman estetis

    dan keindahan dalam pengertian sehari-hari.

    Pandangan yang kedua ada dalam Philebus. Disana dinyatakan bahwa yang indah dan

    sumber segala keindahan adalah yang paling sederhana, umpamanya nada yang paling

    sederhana, warna yang sederhana. Yang dimaksud dengan sederhana ialah bentuk dan

    ukuran yang tidak dapat diberi batasan lebih lanjut berdasarkan sesuatu yang lebih

    sederhana lagi. Oleh karena itu keindahan bersifat terpilah-pilah baik dalam alam maupun

    dalam karya seni.[5]

    Pandangan plato yang kedua ini mempunyai keistimewaan karena tidak melepaskan diri dari

    pengalaman inderawi yang merupakan unsure konstitutif dari pengalaman estetis dan

    keindahan dalam pengertian sehari-hari.

    Bagaimana hubungan antara dunia atas dan dunia bawah? Menurut plato, antara dunia atas

    dan bawah terdapat hubungan timbal balik. Hubungan tersebut dapat dijelaskan melalui tiga

    kata kunci:

    1). Paradigma: dunia atas menjadi contoh, prototype, pola, bagi dunia bawah.

    2). Hadir pada: dunia atas selalu hadir pada (presence) dunia bawah.

    3). Partisipasi: dunia bawah mengambil bagian (berpartisipasi) di dunia atas.[6]

    b). Karya Seni.

    Plato menyatakan sikapnya terhadap karya seni, terutama dalam karyanya yang terbesar

    yaitu politea (republik). Dalam penilaiannya ada dua unsur: yang satu teoritis dan kedua

    praktis.

    Unsur teoritis menyatakan bahwa: segala kenyataan yang ada di dunia ini merupakan tiruan

    (mimesis) dari yang asli yang terdapat di dunia idea dan jauh lebih unggul daripada

    kenyataan di dunia ini. Karya seni merupakan tiruan dari (mimesis memeseos). Oleh karena

    itu plato menilai rendah karya seni. Tafsiran plato tentang karya seni sebgai tiruan darikenyataan yang ada di dunia ini tidak hanya jauh dari pandanagn karya seni dewasa ini,

    http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn5http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn5http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn5http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn6http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn6http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn6http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn6http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn5
  • 7/29/2019 Estetika Plato Dengan Aristeoteles

    3/5

    tetapi sudah pada jaman plato dan dalam karyanya sendiri mengalami kesulitan, mungkin

    karya seni rupa dan sebagian karya sastra, bisa ditafsirkan sebagai tiruan dari kenyataan,

    tetapi karya seni music amat sulit di tafsirkan.[7]

    Jadi menurut plato, karya seni adalah tiruan dari kenyataan yang ada di dunia ini (kecuali

    music), jadi jauh dari kebenaran sejati. Itulah sebabnya kemapa ia menyebut karya seni

    sebagai tiruan dari (mimesis memeseos). Plato memiliki dua kebertan terhadap karya seni.

    Pertama, karena karya seni menirukan sesuatu di dunia ini, yang sebenarnya sudah

    merupakan tiruan dari dunia idea. Jadi, karya seni adalah tiruan dari tiruan artinya tiruan dua

    tingkat. Itulah sebabnya mengapa menurut Plato, seni tidak baik untuk dijadikan sebagai

    sumber pengetahuan.

    Bagi plato, hanya filsafatlah yang pantas menjadi sumber pengetahuan, kebijakan dan

    moral.

    Keberatan plato terhadap seni terkait dengan pengaruh buruk seni terhadap masarakat.

    Seni memberi pengaruh bagi penonton dan masarakat. Mengapa? Karena, hakikat seni

    bersifat emosional. Plato menantang karya sastra dan drama, karena dalam drama banyak

    terdapat adegan adegan yang kurang baik dipertontonkan dan akan menjauhkan warga

    Negara dari tugasnya membangun Negara. Baginya, pusi itu prosesnya irasional dan kurang

    control terhadap akal, sehingga akan member pengaruh buruk pada penontonnya.[8]

    3. Estetika Aristoteles

    Sebagai murid plato, Aristoteles mengemukakan beberapa pandangan yang mirip dengan

    ajaran sang guru, tetapi sudut pandangnya berbeda. Mengapa? Karena Aristoteles menolak

    dunia idea Plato sebagai sumber pengetahuan. Sumbangan utama Aristoteles bagi estetika

    diuraikan dalam buku Poetika (poetics).

    a). Keindahan

    Pandangan Aristoteles tentang keindahan agak dekat dengan pandangan kedua dari plato:

    keindahan menyangkut keseimbangan dan keteraturan ukuran, yakni ukuran material.

    Pandangan ini, menurut Aristoteles menyangkut benda-benda alam maupun untuk karya

    seni buatan manusia.[9]

    http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn7http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn7http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn7http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn8http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn8http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn8http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn9http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn9http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn9http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn9http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn8http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn7
  • 7/29/2019 Estetika Plato Dengan Aristeoteles

    4/5

    b). Karya Seni.

    Pandangan Aristoteles tentang ini mirip dengan Plato: karya seni adalah sebuah tiruan

    (imitasi), yakni tiruan dari dunia alamiah dan dunia manusia. Bagi Aristoteles, seni tidak

    hanya tiruan dari benda yang ada dari alam, tetapi lebih sebagai tieuan dari sesuatu yang

    universal. Aristoteles tidak setuju dengan penilaian negative Plato atas karya seni, karena

    dia berpendapat bahwa bentuk-bentuk (form) tidak terpisah dari dunia inderawi, karenanya

    dia tidak memiliki keberatan terhadap dunia inderawi dan seni yang meniru dunia inderawi.

    Maksud ini sudah jelas, karena pertam-tama minat aristoteles bukan seni rupa melainkan

    seni drama dan musik.[10]

    Aristoteles cukup panjang lebar memeriksa dan memerinci segala syarat yang harus

    dipenuhi agar suatu tragedi menjadi karya seni yang sempurna. Yang sangat diperhatikan

    adalah pandangan pokok Aristoteles yang mendasari syarat-syarat itu, yaitu pandangannya

    tentang khatarsis artinya pemurnian, yang diasalkan dari kata khatarus artinya murni atau

    bersih. Menurut Aristoteles, khatarsis adalah puncak dan tujuan karya seni drama dalam

    bentuk tragedi. Segala peristiwa, pertemuan, wawancara, keberhasilan, dan kegagalan serta

    kekecewaan harus di susun dan dipentaskan sedemikian rupa sehingga pada suatu saat

    secara serentak semuanya tampak logis, tetapi juga seolah-olah tak terduga. Pada saat

    itulah khatarsis terjadi secara tiba-tiba: seakan-akan segala masalah dan kejadian yang

    muncul bertimbun dalam peran-peran utama dan dalam diri penonton tiba-tiba pecah atau

    mencair, tak jarang in terjadi secara mengharukan.[11]

    Teori khatarsis Aristoteles ini sangat berpengaruh dalam filsafat seni, terutama dalam teori

    drama. Biasanya khatarsis diharapkan terjadi pada diri penonton dan kemudian dibawanya

    pulang sebagai pemahaman yang lebih mendalam tentang manusia, sebagai pembebasan

    batin sebagai pengalaman penderitaan. Dengan demikian, khatarsis ini memiliki makna

    terapeutik, bahkan sering sekali terdapat unsure penyesalan dan perubahan, semacampencerahan atau pertobatan dalam pengalaman religius.[12]

    Kesimpulan

    Keindahan merupakan jalan menuju kontemplasi. Pandangan ini Nampak dalam pemikiran

    Socrates, Plato, dan Aristoteles. Keindahan itu sendiri di anggap ada di luar dan subyek,

    biasanya dengan penekanan bahwa keindahan itu ada di seberang.

    http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn10http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn10http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn10http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn11http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn11http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn11http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn12http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn12http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn12http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn12http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn11http://e/semester%205/makalah%20estetika%20smster%20V.docx%23_ftn10
  • 7/29/2019 Estetika Plato Dengan Aristeoteles

    5/5

    Perhatian akan apa yang secara empiris terjadi didalam diri si subyek termuat dalam

    pandangan Aristoteles, yang kedua-duanya menyajikan penyelidikan terhadap pengalaman

    manusia secara aposteriori-empiris.