Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

25
1 FORUM DIALOG DAN BINSAT SEBAGAI METODA PENCEGAHAN KONFLIK TNI-POLRI (SEBUAH ESSAI FIKTIF UNTUK BELAJAR MEMBUAT ESSAY) Proses reformasi di tubuh TNI dan Polri ditujukan untuk meningkatkan profesionalisme dan kinerja prajurit TNI dan POLRI sebagai penjaga kedaulatan dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses reformasi yang telah berjalan hampir 15 tahun terutama sejak adanya ketetapan MPR tentang pemisahan TNI dan POLRI ini ternyata mengalami hambatan. Sejak tahun 1999-2014, konflik yang berujung kekerasan antara anggota TNI dan POLRI berulang kali terjadi. Dalam kurun waktu ini, data dari Pusat Studi dan Keamanan Unpad menunjukkan telah terjadi konflik kekerasan antara anggota TNI dengan anggota POLRI sebanyak 200 kasus yang menyebabkab korban tewas sebanyak 20 orang. Dari data tersebut, pada tahun 2014 telah terjadi konflik kekerasan sebanyak 8 kali. Fenomena perkelahian prajurit TNI POLRI ini berkelanjutan sampai dengan tahun 2015. Pada awal Januari 2015 telah terjadi tindak pidana penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan yang diduga dilakukan oleh anggota Yonif Macan masing-masing atas nama Koptu Rusa Bulo, koptu Jonastato & pratu flores gona terhadap Bripka Rinaldy Tentenabi dan Briptu Nanang Saleh anggota Polres Kota Badak. Apabila konflik ini dibiarkan,

description

Conflict

Transcript of Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

Page 1: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

1

FORUM DIALOG DAN BINSAT SEBAGAI METODA PENCEGAHAN KONFLIK

TNI-POLRI

(SEBUAH ESSAI FIKTIF UNTUK BELAJAR MEMBUAT ESSAY)

Proses reformasi di tubuh TNI dan Polri ditujukan untuk meningkatkan

profesionalisme dan kinerja prajurit TNI dan POLRI sebagai penjaga kedaulatan

dan keamanan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Proses reformasi yang

telah berjalan hampir 15 tahun terutama sejak adanya ketetapan MPR tentang

pemisahan TNI dan POLRI ini ternyata mengalami hambatan. Sejak tahun 1999-

2014, konflik yang berujung kekerasan antara anggota TNI dan POLRI berulang

kali terjadi. Dalam kurun waktu ini, data dari Pusat Studi dan Keamanan Unpad

menunjukkan telah terjadi konflik kekerasan antara anggota TNI dengan anggota

POLRI sebanyak 200 kasus yang menyebabkab korban tewas sebanyak 20

orang. Dari data tersebut, pada tahun 2014 telah terjadi konflik kekerasan

sebanyak 8 kali.

Fenomena perkelahian prajurit TNI POLRI ini berkelanjutan sampai

dengan tahun 2015. Pada awal Januari 2015 telah terjadi tindak pidana

penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan yang diduga

dilakukan oleh anggota Yonif Macan masing-masing atas nama Koptu Rusa

Bulo, koptu Jonastato & pratu flores gona terhadap Bripka Rinaldy Tentenabi dan

Briptu Nanang Saleh anggota Polres Kota Badak. Apabila konflik ini dibiarkan, di

Indonesia dikhawatirkan akan timbul instabilitas yang dapat mengganggu

jalannya pembangunan nasional.

Setiap konflik mempunyai akar masalah yang apabila dilakukan

penganangan yang tepat akan dapat menyelesaikan permasalahan. Konflik yang

dimaksudkan disini sebagaimana yang disebutkan dalam Undang-Undang

Republik Indonesia nomor 7 Tentang Penanganan Konflik Sosial tahun 2012 (UU

PKS) adalah “situasi atau kondisi dimana terjadi pententangan dan kekerasan

dalam menyelesaikan masalah antara dua kelompok masyarakat atau lebih yang

berlangsung dalam jangka waktu tertentu yang mengakibatkan ketidakamanan

(REPUBLIK INDONESIA, 2012). Beberapa pengamat militer berpendapat bahwa

salah satu penyebab konflik berujung kekerasan adalah karena adanya

Page 2: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

2

pemisahan TNI dan Polri sesuai TAP MPR No. VII/MPR-RI/2000. Pemisahan

yang hitam putih ini mengakibatkan bentrokan dilapangan seperti di Ambon,

Maluku Tengah, Poso, Papua, Palembang, dan Batam. Walaupun sudah

terpisah, menurut beberapa sumber, penyebab konflik TNI dan Polri lainnya

adalah: masih muncul pandangan dikalangan prajurit TNI bahwa kedudukan TNI

dianggap lebih tinggi dibandingkan Polri; anggota TNI dan Polri beranggapan

mereka tidak perlu saling moenghormati lagi karena tidak berada dalam satu

komando; kesenjangan penerimaan fasilitas saat melaksanakan tugas;

kecemburuan karena adanya kesan bahwa gaya hidup anggota Polri lebih

makmur; serta besarnya akses Polri kesumber-sumber ekonomi dibandingkan

TNI. Akan tetapi, pernyataan tentang penyebab konflik tersebut tidak didukung

oleh fakta dilapangan.

Analisis lebih dalam tentang konflik TNI-Polri perlu dilakukan untuk

mendapatkan strategi agar kejadian tersebut tidak berulang. Oleh karena itu,

berdasarkan fakta diatas, dengan berfokus pada kejadian tindak pidana

penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan yang diduga

dilakukan oleh anggota Yonif Macan terhadap anggota Polres Kota Badak, dapat

ditarik rumusan masalah yaitu: 1. Mengapa konflik TNI-Polri dalam kasus Yonif

Macan terjadi?; 2. Bagaimana strategi agar konflik TNI-Polri seperti kasus Yonif

Macan tidak terjadi lagi?

Pembahasan ini perlu dilakukan agar pihak yang berkepentingan terutama

Danyonif dan Kapolres dapat menerapkan strategi yang benar untuk mencegah

dan pada saat terjadinya konflik kekerasan. Oleh karena itu tulisan ini bertujuan

untuk menggambarkan faktor penyebab konflik TNI dan Polri pada kasus di

Mapolres Badak. Selain itu, penulis juga akan menganalisa faktor masalah

sehingga dapat menghasilkan solusi. Penjelasan akan dimulai dari pemaparan

gambaran fakta secara umum secara kronologis. Selanjutnya, peneliti akan

menganalisis faktor penyebab dan mencari solusinya.

Tindak penganiayaan dan pengancaman/perbuatan tidak menyenangkan

yang diduga dilakukan oleh anggota Yonif Macan terhadap Bripka Rinaldy

Tentenabi dan Briptu Nanang Saleh bermula dari penyitaan kendaraan bodong.

Pada hari Kamis tanggal 8 Januari 2015 sekira pukul 15.30 WITA bertempat di

Page 3: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

3

bengkel kawanua Kel. Ipilo Kec. Kota Timur Kota Badak Polres Kota Badak

Bripka Rinaldy melakukan penyitaan sebuah kendaraan jenis Toyota Avansa

Nopol DB 4995 AS. Kendaran tersebut diduga kendaraan bodong atau tanpa

dilengkapi surat-surat. Kendaraan ini milik Sdr. Gomes alamat Kwandang Kab.

Gorut. Pada hari berikutnya, Pratu Folkman Gahauna mengatakan kepada

Bripka Rinaldy bahwa kendaraan Toyota Avansa Nopol DB 4995 AS adalah

miliknya yang dibeli seharga Rp. 25.000.000 (dua puluh lima juta rupiah). Uang

tersebut merupakan hasil tabungannya selama bertugas di Papua. Selanjutnya

Bripka Rinaldy menyampaikan kepada Pratu Folkman Gahauna untuk bersabar

karena akan menghadap kepada Kanit Buser dan Kasatreskrim dimana kasus

tersebut sudah ditangani oleh pihak Polres Kota Badak. Pada hari minggu

tanggal 11 Januari Pratu Folkman menyakan keberadaan Bripka Rinaldi dan

kendaraan Toyota Avanza yang disita. Bripka Rinaldy menyarankan agar Pratu

Folkman menghadap Kasatreskrim Polres Kota Badak dengan maksud agar

Kasatreskrim mendengar penjelasan langsung Pratu Folkman.

Pada saat menelepon Bripka Rinaldy, Pratu Folkman sedang berada di

tempat acara makan-makan di rumah Praka Adam Hinelo anggota Kodim

1304/Gtlo. Pratu Folkman menyampaikan kepada teman-teman lainnya sesama

anggota Yonif Macan bahwa ia akan mengambil kendaraan tersebut yang disita

oleh Bripka Rinaldy Tentenabi anggota Polres Kota Badak. Pratu Folkman

selanjutnya berangkat bersama dengan Kopda Ruslianto Bukoting, Kopda Jenli

Tahulending dan Kopda Serles Balatjai menuju ke Polsek Kota Selatan untuk

menemui Bripka Rinaldy Tentenabi. Sesampai di Polsek Kota Selatan mereka

tidak menemukan Bripka Rinaldy. Akhirnya, mereka mendapat info bahwa Serka

Rinaldy dan kendaraan Inova berada di Mapolres Kota Badak, dan mereka

meluncur ke sana.

Sesampainya di Mapolres Kota Badak, selanjutnya Pratu Folkman

Gahauna menemui Saksi dan membicarakan masalah kendaraan tersebut.

Sepuluh menit kemudian datang Kopda Ruslianto Bukoting mendekati Bripka

Rinaldy. Kemudian Kopda Ruslianto Bukoting memukul Bripka Rinaldy dengan

menggunakan tangan kosong sebanyak satu kali mengenai wajah Bripka

Rinaldy. Selanjutnya, Bripka Rinaldyi berusaha membalas sehingga terjadi

Page 4: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

4

perkelahian. Bripka Rinaldy selanjutnya mencabut pistol jenis Revolver 38 dari

pinggangnya sambil berteriak ” jangan ada yang mendekat ”.

Dilain sisi, Kopda Jenli Tahulending yang sudah dikenal sebelumnya

dengan Bripka RInaldy berteriak mengatakan ” Naldy jangan ” sambil memeluk

dan mengancam/menodongkan sajam jenis badik kebagian leher Briptu Nanang

Saleh. Briptu Nanang Saleh adalah anggota Sabhara Polres Kota Badak yang

berusaha melerai perkelahian tersebut. Bripka Rinaldy selanjutnya mengarahkan

pistolnya kepada Kopda Jenli Tahulending, kemudian ke atas dan menembakan

peluru ke udara sebanyak satu kali. Bripka Rinaldy kemudian menyelipkan

pistolnya kembali ke dalam pinggang. Bersamaan dengan itu, Kopda Jenli

Tahulending melepaskan Briptu Nanang Saleh, selanjutnya bersama dengan

Pratu Muh. Zulkhaidir berjalan menuju ke rumah Wakapolres Kota Badak

Kompol Fikri Sakri, Sik.

Beberapa saat kemudian, datanglah Kompol Fikri Sakri dan ia melerai

pertengkaran. Setelah berkoordinasi dengan Pratu Folkman Gahauna, ia

memerintahkan ketujuh orang anggota Yonif Macan tersebut untuk kembali

pulang. Anggota Yonif Macan yang berada di tempat kejadian saat itu berjumlah

kurang lebih tujuh orang. Bripka Rinaldi Kopda Jenli Tahulending, Pratu

Folkman Gahauna, Kopda Selresi Balatjai, Pratu Muhamad Zulkhaidir serta

beberapa orang lainnya yang tidak dikenal oleh Saksi. Akibat penganiayaan

tersebut Bripka Rinaldy menderita sakit pada pipi sebelah kiri, memar pada

wajah sebelah kiri namun tidak mengganggu aktivitas sehari-hari.

Permasalahan diatas dapat didiagnosa dengan menggunakan teori dari

Christopher Moore dalam Furlong (2005) yang menyatakan bahwa dari

pandangan diagnostik terdapat lima penyebab atau penggerak konflik. Penyebab

konflik tersebut diantaranya: konflik hubungan; konflik nilai; konflik eksternal; dan

konflik data (Furlong, 2005). Untuk mendapatkan strateginya, model dari moore

menyarankan bahwa kita dapat menangani atau mengatur konflik hubungan,

namun tidak dapat secara langsung pada keduanya (Furlong, 2005, Hal. 30).

Model tersebut menyarankan agar kita menangani kedua hal tersebut terlebih

dahulu, baru kemudian pada area lain yang ada solusinya (Furlong, 2005, Hal.

30).

Page 5: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

5

Dengan menggunakan kerangka analisis lingkaran konflik dari Moore

dalam Furlong (2005, Hal. 30), terdapat permasalahan terhadap nilai pada kasus

penganiayaan terhadap Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi Anggota Reskrim

Polres Kota Badak. Yang pertama, Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi

beranggapan bahwa ia telah melakukan perbuatan sesuai aturan. Ia telah

menangkap kendaraan yang bodong. Mobil yang ia sita merupakan sebuah

kendaraan jenis Toyota Avansa Nopol DB 4995 AS yang diduga merupakan

kendaraan tanpa dilengkapi surat-surat milik Sdr. Gomes. Kendaraan tersebut

ternyata milik saudara Eby yang buronan. Di lain pihak, Pratu Folkman Lineker

Junister Gahauna anggota Ru 1 Ton 3 Kipan A Yonif Macan Brigif 22/Om

berpandangan bahwa ia bertindak benar untuk membantu mengambil mobil Sdr

Eby yang disita Brigadir Kepala Renaldy. Begitu pula dengan Kopda Jenli

Tahulending dan Kopda Ruslianto Bukoting anggota Kima Yonif Macan Brigif

22/Om berpandangan melakukan tindakan benar karena membantu mengambil

mobil Avanza milik teman atau yuniornya Pratu Folkman Lineker Junister

Gahauna yang disita di Mapolres Badak. Kopda Jenli Tahulending dan Kopda

Ruslianto melakukan ini karena kedekatannya walaupun berbeda Kompi

disebabkan seringnya kumpul bersama. Kepercayaan Brigadir Kepala (Bripka)

Renaldy Tentenabi terhadap tindakan yang sesuai aturan dan kepercayaan

prajurit Yonif Macan Brigif 22/Om untuk membantu teman tanpa melihat aturan

yang benar ini yang memperjelas perbedaan nilai diantara kedua pihak.

Yang kedua, pada saat terjadi perkelahian, Bripka Renaldy berkeyakinan

bahwa karena ia terdesak, ia dibenarkan mengeluarkan pistol untuk membela

diri. Sekitar pukul 13.30 WITA Pratu Folkman Gahauna dengan beberapa

orang temannya dengan menggunakan dua kendaraan jenis Nissan March

warna putih Nopol DM 1147 AG dan Toyota Avansa warna hitam tidak diketahui

Nopolnya datang menemui Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi yang pada saat

itu sedang duduk di depan piket Mapolres Kota Badak. Kemudian, Pratu

Folkman Gahauna menemui Saksi dan membicarakan masalah kendaraan

tersebut. Sepuluh menit kemudian datang Kopda Ruslianto Bukoting mendekati

Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi. Lalu, ia melakukan penganiayaan terhadap

Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi dengan cara memukul dengan menggunakan

tangan kosong sebanyak satu kali mengenai wajah Brigadir Kepala Renaldy

Page 6: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

6

Tentenabi. Brigadir Kepala Renaldy Tentenabi selanjutnya berusaha membalas

sehingga terjadi perkelahian. Karena merasa terdesak, Brigadir Kepala Renaldy

Tentenabi kemudian mencabut pistol jenis Revolver 38 dari pinggangnya sambil

berteriak ” jangan ada yang mendekat. Dilain pihak, Kopda Jenli Tahulending

memandang bahwa Brigadir Kepala Renaldy telah bertindak emosional dengan

menodongkan pistol. Untuk meredam amarah Brigadir Kepala Renaldy, Kopda

Jenli Tahulending kemudian melakukan pengancaman terhadap Briptu Nanang

Saleh dengan menggunakan senjata tajam jenis Badik yang dibawanya dari

Asmil Yonif Macan. Kopda Jenli Tahulending merangkul Briptu Nanang Saleh

dengan menggunakan tangan kiri, mencabut sajam jenis badik dan

menodongkannya ke bagian leher Briptu Nanang Saleh sambil berkata ”

jangan tembak teman saya, kalau tembak sama-sama kita korban ”. Bripka

Rinaldy Gahauna kemudian melepaskan tembakan sebanyak satu kali ke atas

dan menyelipan kembali senpinya ke pinggang. Sekali lagi, karena berniat untuk

membantu teman, Kopda Jenli Tahuleding berpendapat ia dapat melakukan

perbuatan penodongan terhadap orang lain. Hal ini memperkuat perbedaan nilai

antara kedua pihak.

Konflik ini juga mempunyai permasalahan yang berawal dari hubungan.

Sebelum pemukulan yang dilakukan oleh Kopda Ruslianto Bukoting terhadap

Bripka Renaldy Tentenabi, Kopda Ruslianto Bukoting mempunyai persepsi yang

buruk terhadap Bripka Renaldy. Jenli Tahulending menerangkan penyebab

terjadinya penganiayaan oleh Kopda Ruslianto Bukoting karena merasa jengkel

dipermainkan oleh Bripka Rinaldy Tentenabi yaitu pertama berjanji di Polsek

Kota Selatan dan setelah didatangi tidak ada melainkan berada di Mapolres Kota

Badak. Kemudian, setelah ia sampai di Mapolres Badak, Bripka Renaldy

menyuruh Pratu Folman Gahauna untuk menemui Kasatreskrim Polres Kota

Badak terlebih dahulu, padahal Bripka Rinaldy Tentenabi sudah berjanji akan

memberikan kendaraan tersebut kepada Pratu Folkman Gahauna. Karena

merasa dipermainkan, Kopda Ruslianto Bukoting selanjutnya melakukan

pemukulan terhadap Bripka Rinaldy. Sedangkan menurut Bripka Rinaldy sendiri,

penyebab kejadian tersebut adalah karena salah paham dari rekan-rekan Pratu

Folkman Gahauna yang mengira Bripka Renaldy Tentenabi mempersulit

pengurusan kendaraan tersebut. Padahal, yang terjadi saat itu adalah Bripka

Page 7: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

7

Rinaldy akan membantu mengeluarkan kendaraan tersebut. Akan tetapi, ia

terlambat karena harus menunggu proses lebih lanjut dari Kasatreskrim. Selain

itu, kunci kendaraan dipegang oleh Kasatreskrim. Kopda Ruslianto memandang

bahwa Bripka Renaldy suka mempermainkan orang dengan memperumit

birokrasi karena pengalamannya dari ucapan dan tindakan dari Bripka Rinaldy.

Pada dimensi struktur, terdapat hal- hal yang secara birokratis

menghambat penyelesaian konflik. Bripka Rinaldy menganggap bahwa ia tidak

berwenang untuk menyerahkan kendaraan tersebut karena telah diambil alih

oleh Kasatreskrim Polres Kota Badak. Untuk menyerahkan kendaraan Avanza

yang diminta oleh Pratu Folkman Gahauna, Bripka Rinaldy bernpandangan

bahwa ia dan Pratu Folman harus menghadap Kasatreskrim terlebih dahulu.

Akibatnya, hal ini dianggap oleh Kopda Ruslianto Bukoting sebagai alasan untuk

memperumit masalah atau mempermainkan. Dari sisi Kopda Ruslianto Bukoting,

Bripka Rinaldy seharusnya dapat dengan cepat menyerahkan kendaraan

tersebut karena ia yang menangkapnya. Kemungkinan ini ada hubungannya

dengan budaya organisasi TNI yang serba cepat berbeda dengan di pihak

Kepolisian yang harus mengikuti aturan birokrasi karena berkaitan dengan

prosedural hukum.

Yang kedua, Pratu Jenli Tahulending menganggap berbeda organisasi

dengan Bripka Nanang Saleh. Karena merasa sebagai anggota organisasi yang

berbeda, Kopda Jenli Tahulending beranggapan tidak bermasalah apabila ia

bertindak kekerasan terhadap Bripka Nanang Saleh. Akhirnya, untuk meredam

kemarahan Bripka Rinaldy, Kopda Jenli Tahulending menyekap dan

meodongkan pisau terhadap Briptu Nanang Saleh.

Kejadian ini mempunyai konflik pada data. Yang pertama, Pratu Folkman

Gahauna menganggap bahwa kendaraan Avanza milik temannya saudara Eby

sah secara hukum karena memiliki STNK. Dilain pihak, Bripka Rinaldy menyita

kendaraan Avanza milik saudara Gomez karena diperkirakan bodong yang

ditunjukkan oleh perbedaan antara nomor yang ada di mesin dengan yang ada di

STNK. Hal ini menyebabkan Pratu Folkman Gahauna bersedia untuk membantu

temannya Eby untuk meminta kendaran tersebut kepada Bripka Rinaldy.

Kemungkinan besar, Bripka Rinaldy menganggap bahwa Pratu Folman

Page 8: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

8

mengetahui bahwa kendaraan tersebut tidak sah, sehingga mengakibatkan

Bripka Rinaldy tidak berani untuk menyerahkan secara langsung karena harus

mengikuti aturan. Yang kedua, Kopda Ruslianto Bukoting dan Kopda Jenli

Tahulending tidak mengetahui bahwa kendaraan Avanza yang disita tersebut

tidak sah karena percaya kepada temannya Pratu Folkman Gahauna yang

menyatakan bahwa kendaraan tersebut milik Pratu Folkman. Perbedaan data

pada kedua pihak ini yang menimbulkan konflik dan persepsi negatif dari kedua

pihak.

Perbedaan data yang ketiga, Bripka Rinaldy tidak mengetahui Kopda

Ruslianto Bukoting adalah anggota TNI AD sedangkan Kopda Ruslianto

Bukoting mengetahui Bripka Rinaldy anggota Polsek Kota Badak. Hal ini

menyebabkan Bripka Rinaldy berani mengeluarkan pistol pada saat perkelahian

dengan Kopda Ruslianto. Setelah kejadian penganiayaan, Bripka Rinaldy

akhirnya mengetahui pelaku penganiayaan terhadapnya adalah anggota TNI

AD.

Yang keempat, Kopda Jenli Tahulending menerangkan tidak melihat

kejadian penganiayan yang dilakukan oleh Kopda Ruslianto Bukoting terhadap

Bripka Rinaldy Tentenabi karena saat itu masih berada di dalam mobil. Hal ini

berakibat timbulnya persepsi di dalam diri Kopda Jenli Tahulending bahwa

Bripka Rinaldy bertindak emosional dengan bertindak sewenang-wenang dengan

mengeluarkan pistol dan diarahkan terhadap Kopda Ruslianto. Karena melihat

temannya terancam, Kopda Jenli Tahulending akhirnya mengancam kembali

dengan menodong Briptu Nanang Saleh.

Dari sisi eksternal atau mood, kejadian penganiayaan ini dilatar balakangi

oleh adanya kenjengkelan Kopda Ruslianto terhadap kondisi yang ada. Jenli

Tahulending menerangkan pada hari Minggu tanggal 11 Januari 2015 sekira

pukul 11.45 WITA bersama dengan rekan-rekannya antara lain Pratu Folkman

Gahauna, Kopda Ruslianto Bukoting, Kopda Jenli Tahulending, Pratu Zulkhaidir

dan Kopda Selres Balatjai berada di rumah Praka Adam Hinelo anggota Kodim

1304/Badak dalam rangka acara bakar ikan. Sekitar pukul 13.00 WITA Pratu

Folkman Gahauna menerima telpon dari seseorang yang ia tidak kenal. Tidak

lama kemudian Pratu Folkman Gahauna mengatakan ” mari torang pergi ambil

Page 9: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

9

mobil di Polsek Kota Selatan sudah ditungga Bripka Rinaldy ”, Pratu Folkman

Gahauna saat itu menyampaikan bahwa kendaraan yang disita pihak Polres

Kota Badak jenis Toyota Avansa warna Silver Nopol DB 4995 AS adalah

miliknya (Pratu Folkman Gahauna). Karena sedang makan-makan kemudian

harus pergi ke Mapolres Badak, hal ini membuat kondisi yang tidak enak pada

diri Kopda Ruslianto. Kondisi jengkel Kopda Ruslianto ditambah oleh adanya

berita dari Bripka Rinaldy yang berubah-ubah. Akibatnya, Kopda Ruslianto

melampiaskan kejengkelannya terhadap Bripka Rinaldy di Mapolsek Badak

dengan memukul.

Terlihat dari uraian diatas bahwa telah terjadi dinamika antara perbedaan

data yang mengakibatkan konflik nilai dan perbedaan struktur yang

mengakibatkan konflik hubungan dan keduanya diperkuat konflik eksternal.

Pihak dari Kopda Jenli Tahulending dan kawan-kawan melihat konflik ini dari

perspektif nilai. Sedangkan dari Bripka Rinaldy dan kawan-kawan, mereka

melihat ini dari persoalan data. Bripka Rinaldy berusaha terus untuk memberikan

data-data untuk meyakinkan pihak Kopda Jenli dkk. Pihak Kopda Jenli dkk

sangat sulit untuk merubah pikirannya kalau hanya berdasarkan data. Hal ini

yang mengakibatkan konflik bereskalasi dengan sangat cepat menjadi

kekerasan, yang mana pihak Kopda Jenli dkk menganggap Bripka Rinaldy

sebagai orang yang tidak berprinsip, dan Bripka Rinaldy menganggap Kopda

Jenli dkk sebagai orang yang buruk. Perbedaan struktur karena kedua pihak

berada pada organisasi dan budaya organisasi berbeda mengakibatkan

hubungan yang tidak baik. Bripka Rinaldy bekerja pada organisasi kepolisian

terutama Polres Badak bekerja mengikuti prosedur dan tidak mau bekerja

terburu-buru karena berkaitan dengan hukum. Dilain pihak Kopda Jenli dkk

berada di organisasi Yonif Macan yang pada kasus ini terbiasa dengan

kecepatan dan kepercayaan. Dengan lamanya serta berubah-rubahnya

perkataan atau janji dari Bripka Rinaldy Kopda Jenli dan kawan-kawan

mengaggap Bripka RInaldy tidak mau membantu mereka. Hal ini juga

mempercepat eskalasi dari konflik menjadi kekerasan pada lingkaran konflik.

Untuk menemukan strategi penanganan dan pencegahan dapat dilakukan

dengan menggunakan lebih lanjut dari model lingkaran konflik. Furlong (2005,

Hal. 40) menyarankan agar kita menghindari mempermasalahkan nilai,

Page 10: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

10

hubungan atau isu eksternal. Dalam kasus ini, mempermasalahkan nilai Kopda

Jenli dkk tentang kebersamaan dan komitmen serta kecepatan. Disisi lain

pandangan Bripka Rinaldy adalah entang aturan hukum. Pandangan Kopda Jenli

dkk tentang rumit dan lambatnya birokrasi Polres Badak. Dilain sisi Bripka

Rinaldy memandang Kopda Jenli dkk tidak memperhatikan data. Model lingkaran

konflik mengarahkan kita untuk berfokus pada data, struktur dan kepentingan.

Dengan demikian fokus penyelesaian masalah harus menekankan pada

penambahan data dan perbaikan struktur yang mengarah pada kepentingan

bersama.

Untuk menghindari agar konflik tidak mengarah pada kekerasan, satuan

TNI dan Polri di daerah harus mengadakan forum dialog. Pada forum dialog ini

seluruh pihak harus menjelaskan, menguji dan memperbaiki permasalahan data.

Peserta yang hadir pada forum ini sebaiknya merupakan seluruh anggota dari

pangkat terendah sampai tertinggi di satuan. Pihak Polri dapat menjelaskan

kriteria dari aturan yang harus dilakukan oleh prajurit. Pihak anggota polisi harus

menjelaskan bagaimana seharusnya Prajurit bersikap dan bertingkah laku di

tengah kehidupan masyarakat sipil pada masa damai. Pihak anggota polisi harus

menjelaskan prosedur-prosedur, aturan-aturan Polisi dalam menjalankan tugas.

Pada masa damai ini, Polri-lah yang berwenang untuk menangani masalah

ketertiban dan keamanan di dalam negeri, kecuali dalam hal adanya ancaman

yang menjadi tugas TNI sesuai UU no. 34 tentang TNI. Pada kasus ini, pihak

anggota polisi menginginkan anggota TNI AD dari Yonif Macan untuk bersabar

mengikuti prosedur dalam penanganan penarikan mobil sitaan. Selain itu, tentu

saja mereka berharap untuk TNI tidak melakukan beking terhadap kejahatan

pencurian kendaraan bermotor. Disamping itu, anggota Yonif Macan seharusnya

tidak perlu melakukan perbuatan pemukulan terhadap Bripka Rinaldy.

Setelah itu, pihak anggota TNI harus menjelaskan bagaimana seharusnya

anggota Polri dalam menjalankan tugasnya. Dalam hal ini, pihak anggota Yonif

Macan menginginkan anggota Polisi untuk bersikap transparan dan konsekuen

dalam menjalankan tugas sesuai prosedurnya. Pada saat adanya berita telepon

dari Pratu Folkman Gahauna, Bripka Rinaldy seharusnya menyampaikan

informasi bahwa kendaraan tersebut tidak sah.

Page 11: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

11

Pada forum dialog tersebut, pihak Polri harus menyampaikan motifnya

dalam setiap tindakan dalam menjalankan tugasnya. Bripka Rinaldy harus

menjelaskan tindakannya pada saat menyita mobil Inova dan kenapa harus

diserahkan kepada Kasatreskrim. Bripka Rinaldy juga harus menjelaskan kenapa

ia menodongkan pistol dan mengeluarkan tembakan pada saat kejadian di

depan markas Polres Badak. Disisi lain, Pihak TNI juga harus menjelaskan

motifnya pada setiap tindakan yang berbenturan dengan Polisi. Pratu Folkman

Lineker Junister Gahauna harus menjelaskan motifnya dalam upaya membantu

temannya saudara Eby pada saat meminta kendaraan tersebut kepada Bripka

Rinaldy. Pratu Folkman Lineker Junister harus secara jujur mengakui mengapa

ia membawa teman dan seniornya ke Mapolres Badak untuk mengambil mobil

sitaan. Pratu Folkman Lineker Junister Gahauna harus secara jujur mengatakan

alasan menyatakan bahwa kendaraan tersebut adalah miliknya. Kopda Jenli

Tahulending harus juga menjelaskan mengapa ia menodongkan badik pada

Briptu Nanang. Kopda Ruslianto Bukoting harus menjelaskan motifnya mengapa

ia memukul Bripka Rinaldy.

Berikutnya, kedua pihak harus mengemukakan asumsi masing-masing

pada saat bertindak. Bripka Rinaldy harus mengemukakan asumsi pada saat

menyita kendaraan bodong. Misalkan Bripka Rinaldy berasumsi bahwa apabila

tidak disita, maka pelaku pencurian mobil akan merajalela. Atau, dengan

menangkap mobil bodong, Bripka Rinaldy akan mendapat penghargaan dari

atasannya yaitu Kasatreskrim. Pratu Folkman juga harus mengemukakan

asumsi pada saat membantu temannya Eby. Misalnya, Pratu Folkman

beranggapan bahwa dengan membantu Eby ia akan dihargai oleh temannya itu

atau mendapat balas jasa dalam bentuk materi. Begitupula dengan Kopda

Ruslianto Bukoting.

Kopda Ruslianto Bukoting pada forum dialog harus menyampaikan

asumsinya pada saat memukul Bripka Rinaldy. Misalnya, Kopda Ruslianto

Bukoting kemungkinan berasumsi bahwa dengan memukul Bripka Rinaldy, ia

akan mendapat pujian dan respek dari Pratu Folkman dan teman-temannya

bahwa ia peduli. Sama juga dengan Kopda Jenli. Misalnya, Kopda Jenli

menodong Briptu Nanang karena berasumsi kalau tidak dilakukan ancaman

maka Bripka Rinaldy akan menembak Kopda Ruslianto. Penyampaian motif dan

Page 12: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

12

asumsi diatas untuk mendapatkan ketidakcocokan data pada saat kejadian. Dari

benang merah ini dapat ditemukan informasi seperti apa yang harus

disampaikan oleh kedua pihak agar apabila kejadian seperti ini lagi tidak

terulang. Apabila informasi tersebut berhubungan dengan perbedaan struktur,

maka dimensi ini juga harus didiskusikan secara bersama untuk

penyelesaiannya.

Dialog yang dilakukan harus membahas tentang bagaimana

menyelesaikan hambatan pada aspek struktural. Yang pertama, kedua pihak

dapat memulai dengan membahas tentang masalah keterbatasan sumberdaya

(Furlong, 2005, Hal.48). Selanjutnya, pembahasan mengarah pada sumber daya

lain apa saja yang dapat membantu (Furlong, 2005, Hal.48). Pihak Polisi atau

dalam kasus ini Bripka Rinaldi harus menyampaikan fakta bahwa posisi dan

tugasnya telah dimandatkan oleh atasannya dalam hal ini oleh Kasatreskrim dan

hal ini berlaku untuk seluruh anggota reskrim. Bripka Rinaldy dapat meminta

pihak Kopda Jenli dan kawan-kawan untuk menanyakannya pada anggota lain di

Polres tersebut. Dalam dialog, Bripka Rinaldy diberi kesempatan untuk

menyampaikan tingkat fleksibilitasnya dan dimana batasannya. PIhak Jenli dan

kawan-kawan harus mengemukakan apakah mereka tahu peran dan tugasnya

sebagai TNI yang dalam kehidupan bermasyarakat dapat bersinggungan dengan

pihak Kepolisian. Kemudian, pihak polisi diberi kesempatan berbicara tentang

bagaimana mereka sebenarnya menginginkan kerjasama dalam melakukan

pemeliharaan ketertiban dan hukum ditengah masyarakat. Selanjutnya, pihak

Jenli dkk diberi kesempatan untuk menyampaikan mengapa mereka tidak

meminta bantuan atau melapor kepada atasannya terutama Danyonif Macan.

Atau, mengapa Kopda Jenli dkk tidak meminta bantuan pihak Polisi Militer untuk

menangani. Pada dialog ini harus diberi kesempatan pada kedua pihak untuk

melakukan brainstorming untuk menyelesaikan perbedaan struktur.

Yang terakhir, setelah membahas perbedaan data dan struktur, kedua

pihak harus membahas kepentingan. Kedua pihak harus menyampaikan apa

yang menjadi kepentingan utamanya (Furlong, 2005, Hal.49). Pihak Polisi dalam

hal ini Bripka Rinaldy menginginkan adanya ketaatan pada tata tertib dan hukum

serta bertingkah laku sesuai prosedur. Pihak Kopda Jenli dkk menginginkan

kendaraan mereka kembali dan diperlakukan dengan penuh konsekuen serta

Page 13: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

13

transparansi. Dari diskusi kedua pihak dapat menarik satu titik yang menjadi

kepentingan bersama. Misalnya, Pihak Polisi dapat menyerahkan kendaraan

asal saudara Eby yang menjadi buronan diserahkan ke pihak Polres Badak.

Atau, kedua pihak dapat melakukan kegiatan patrol bersama.

Berikut, strategi apabila masih ada perdebatan tentang nilai maka kedua

pihak harus mengalihkan fokus pada transparansi informasi. Kedua pihak harus

membagi infromasi tentang nilai yang mereka anut (Furlong, 2005, Hal.49).

Dalam hal ini kedua pihak harus berfokus pada nilai yang menjadi nilai bersama.

Bila terpaksa, maka dapat diberi jalan alternatif yaitu kedua pihak tidak boleh ikut

campur pada tugas masing-masing (Furlong, 2005, Hal.49). Secara perlahan

kedua pihak harus membuka nilai yang tidak relevan (Furlong, 2005, Hal.49).

Strategi apabila diskusi hanya berputar pada permasalahan hubungan,

kedua pihak dapat mengambil langkah untuk berfokus pada masa depan

(Furlong, 2005, Hal. 50). Kedua pihak harus menghilangkan asumsi yang salah

tentang pandangan buruk pada keduanya (Furlong, 2005, Hal.50). Pihak polisi

dan TNI harus menemukan apa yang mereka inginkan dari masing-masing pihak

bertingkah laku. Kedua pihak harus berkomiten untuk menerapkan perilaku yang

disetujui (Furlong, 2005, Hal.50). Selanjutnya, kedua pihak berfokus pada

kepentingan dan melupakan isu yang berhubungan dengan masa lalu (Furlong,

2005, Hal. 50). Pihak mediator baik dari atasan Polisi maupun Danyonif harus

membantu masing-masing pihak untuk dapat mengambil langkah kecil yang

dapat menumbuhkan kepercayaan dan mulai untuk merubah persepsi terhadap

pihak lain (Furlong, 2005, Hal. 50).

Strategi untuk menghadirkan pihak ketiga harus dilakukan apabila pihak

Polri dan TNI terkunci pada pembahasan aspek eksternal/mood (Furlong, 2005,

Hal.50). Masing-masing pihak harus mengakui aspek eksternal apa yang tidak

dapat mereka kontrol dan fokus pada yang dapat dikontrol (Furlong, 2005,

Hal.50). Kedua pihak dapat meminta seseorang yang dapat mengontrol emosi

apabila terjadi konflik. Pihak ketiga ini harus yang menjadi penengah yang

dipercaya keduanya (Furlong, 2005, Hal.50). Seperti di kasus Batam, Bupati

dapat menjadi penengah pihak TNI-Polri untuk mereadam agar konflik tidak

berujung kekerasan (Furlong, 2005, Hal.50). Sekali lagi, dalam setiap bertindak,

Page 14: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

14

kedua pihak harus di tekankan untuk berfokus pada kepentingan dan bukan

pada faktor eksternal (Furlong, 2005, Hal.50).

Forum Dialog diatas harus diadakan secara kelembagaan agar dapat

dilakukan rekonsiliasi secara terus menerus dan benar-benar mengakar. Polri

yang tugasnya menjaga ketertiban dan keamanan sipil mempunyai kegiatan

yang padat. Begitu pula dengan TNI. TNI juga merupakan organisasi alat utama

pertahanan yang harus terus mengasah diri untuk menempa kekuatan dan

kemammpuan melalui latihan. Forum dialog memang dapat dilakukan pada saat

paska konflik. Akan tetapi, untuk menghindari kejadian konflik yang berujung

pada kekerasan dan untuk menjaga keharmonisan kedua lembaga, TNI dan Polri

harus membentuk suatu lembaga dialog yang organisasinya diawaki oleh

anggota TNI dan Polri yang ada di daerah yang disupervisi oleh lembaga

independen pemerintah seperti Pemda, atau badan lain. Secara berkala kegiatan

dialog harus terus dilakukan untuk menyediakan kesempatan bagi kedua pihak

untuk melakukan update terhadap nilai, hubungan, struktur, informasi atau data

serta kondisi terkini tentang faktor eksternal.

Dalam forum dialog diatas, pihak Kepolisian dapat memberikan

penyuluhan tentang hukum yang berlaku dilingkungan sipil. Dilain pihak, TNI

dapat memberikan penyuluhan terhadap norma dan aturan yang berlaku di

lingkungan TNI. Dengan adanya sinkronisasi informasi serta adanya jembatan

struktural melalui forum dialog. Selain melalui forum dialog, faktor internal seperti

pemahaman terhadap hukum, peningkatan disiplin, dan loyalitas terhadap

atasan yang sesuai aturan juga harus diitngkatkan.

Program Pembinaan Satuan (Binsat) dapat digunakan oleh satuan untuk

meningkatkan pemahaman hukum dan disiplin prajurit. TNI terutama TNI AD

memiliki program pembinaan satuan yang merupakan fungsi komando untuk

meningkatkan kekuatan dan kemampuan satuan agar dapat melaksanakan

tugas. Salah satu aspek kekuatan adalah pemeliharaan disiplin, hukum dan tata

tertib. Tindakan Kopda Ruslianto Bukoting yang dengan tiba-tiba melakukan

pemukulan ke wajah Bripka Rinaldy merupakan tindakan yang bertentangan

dengan hukum Pidana Prajurit. Apabila Kopda Ruslianto mengetahui, memahami

dan menyadari bahwa perbuatan yang ia lakukan adalah salah karena

Page 15: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

15

melanggar hukum dan akan diberi sanksi yang berat, kemungkinan ia akan

mengurungkan niatnya. Apabila Kopda Ruslianto tidak mengetahui, memahami

atau menyadari akan keberadaan hukum pidana yang melarang seseorang

untuk melakukan penganiayaan terhadap orang lain, dapat dipastikan kurang

efektifnya pembinaan pemeliharaan disiplin, hukum dan tata tertib di Satuan

Yonif Macan. Oleh karena itu, kedepan, setiap satuan TNI AD harus dengan

sungguh-sungguh dan efektif dalam melakukan pembinaan hukum disiplin dan

tata tertib.

Salah satu metoda dalam Binsat untuk meningkatkan disiplin, kepatuhan

terhadap hukum dan tata tertib adalah melalui penyuluhan, latihan aplikasi dan

pengawan melekat. Komandan satuan dapat menggunakan jam komandannya

untuk memberikan penjelasan tentang hukum-hukum dan tata tertib yang berlaku

dilingkungan TNI dan sipil. Pada jam komandan tersebut, pengarahan harus

disertai sesi tanya-jawab dan praktek sehingga prajurit dapat lebih memahami

dan menerapkannya. Untuk memberikan pandangan lain atau untuk

menguatkan, penyuluhan dapat diberikan oleh perwira dari lembaga Pembinaan

Mental TNI AD (Bintal AD) dan Korem. Program penyuluhan ini harus ada

dukungan dari komando atas dalam hal penyediaan anggaran dan otorisasi.

Diharapkan dengan adanya peningkatan pemahaman hukum dan tata tertib

serta perbaikan disiplin, terjadi perubahan nilai pada diri prajurit tentang

bagaimana seharusnya keputusan yang dibuat serta perilaku yang diperbuat.

Selanjutnya, unsur komandan harus dapat menerapkan kepemimpinan

yang efektif agar tercipta penerapan loyalitas yang benar bukan solidaritas atau

jiwa korsa yang sempit. Dengan adanya loyalitas yang benar ini, prajurit akan

berusaha menghindari pelanggaran hukum dan selalu akan berkonsultasi pada

unsur komandan apabila terjadi permasalahan. Apabila loyalitas ini ada pada diri

Pratu Folkman Gahauna, maka pada saat mengetahui ada permasalahan ia

akan melaporkan kepada atasannya langsung untuk dimintai pendapat dan

bahkan bantuan. Loyalitas ini tidak akan terbentuk apabila unsur komandan tidak

berperilaku sesuai pada kepemimpinan yang efektif. Komandan harus dapat

mengayomi dan menyelami permasalahan anggotanya. Melalui kepemimpinan

transaksional komandan dapat memberlakukan reward dan punishment. Selain

Page 16: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

16

itu, komandan harus dapat memberikan contoh tentang bagaimana penyelesaian

permasalahan dengan masyarakat secara benar.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor

penyebab terjadinya konflik kekerasan antara TNI dan Polri pada kasus

penganiayaan Bripka Rinaldy dan penodongan Briptu Nanang oleh oknum

anggota Yonif Macan. Faktor yang pertama adalah perbedaan informasi yang

menjurus pada faktor yang kedua yaitu perbedaan nilai pemaknaan pada

pandangan dari setiap kejadian. Faktor yang ketiga, adanya perbedaan struktural

berupa kewenangan yang mengakibatkan faktor yang keempat yaitu hubungan

yang tidak baik antara kedua belah pihak.Dari keempat faktor tersebut terdapat

kepentingan dari masing-masing pihak yang dapat disatukan melalui dialog.

Strategi untuk mencegah agar konflik tidak terulang adalah dengan

pembentukan forum dialog dan penerapan binsat dan kepemimpinan yang

efektif. Forum dialog untuk memediasi atau menjembatani pertukaran informasi

dan perubahan struktural sangatlah penting agar konflik TNI Polri tidak terulang

kembali. Forum diskusi ini harus dimediasi oleh pihak ketiga yang berkompeten

dan netral, seperti misalnya Bupati. Selanjutnya dengan memanfaatkan jam

komandan baik pada jam kerja dan diluar jam kerja, diperkirakan akan

menumbuhkan loyalitas ‘tegak lurus’ dan keseganan untuk melanggar aturan.

Proses mediasi tidak akan berjalan apabila pihak ketiga tidak

berkomitmen untuk membantu proses dialog. Oleh karena itu, akan lebih efektif

apabila ada memorandum of understanding (MOU) antara Panglima Komando

Utama (Pangkotama) dengan bupati dan Kapolren dalam rangka pembentukan

forum dama antara organisasi TNI dan Polri. Selain itu, harus adanya program

yang konsisten terutama dari Binsat tentang bagaimana memeperbaiki

Kesatuannya.

Page 17: Essay Penganggulangan Konflik TNI POLRI

17

Daftar PustakaFurlong, G. T. (2005). The conflict resolution toolbox : models & maps for

analyzing, diagnosing, and resolving conflict. Mississauga, Ontario: John Wiley & Sons Canada, Ltd.

REPUBLIK INDONESIA. (2012). UNDANG UNDANG TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL. Jakarta: KEMENKUMHAM.