Esensi Teory Goods Dan Choice

11
Esensi Teory Public Choice” dan Public Goods Dalam Politik Pilihan Publik di awali setelah karya monumental Eli Hecksher (1931) berkenaanmerkantilisme sebagai kumpulan ide- ide yang ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan utama, seperti halnya kekuasaan negara. Namun disisi lain Ekelund dan Tollison menolakinterpretasi standar dari merkantilisme dan menawarkan alternatif. Buku pertama, Merkantilisme sebagai “Rent Seeking Society”: selanjutnya Peraturan Ekonomi dalam Perspektif Sejarah (Ekelund dan Tollison 1981) "melihat proses" regulasi ekonomi didorong oleh kepentingan individu, koalisi politik, atau keduanya; dan yang kedua, Ekonomi dipolitisir: Monarki, Monopoli dan Merkantilisme , diperpanjang pandangan ini kepada keprihatinan yang lebih luas perubahan institusional. Ekelund dan Tollison menemukan bukti baik di Heckscher dan dalam sumber-sumber lain yang bertentangan dengan pandangan bahwa merkantilisme “a collection of ideas or the apotheosis of “state power” (hanyalah kumpulan ide atau pendewaan "kekuasaan negara). Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public goods) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat. Satu terminologi lain yang agak mirip adalah barang kolektif. Bedanya, barang publik adalah untuk masyarakat secara umum (keseluruhan), sementara barang kolektif dimiliki oleh satu bagian dari

description

kjlkjsakl

Transcript of Esensi Teory Goods Dan Choice

Esensi TeoryPublic Choice dan Public Goods Dalam PolitikPilihan Publik di awali setelah karya monumental Eli Hecksher (1931) berkenaanmerkantilisme sebagai kumpulan ide-ide yang ditujukan untuk mencapai beberapa tujuan utama, sepertihalnya kekuasaan negara. Namun disisi lainEkelund dan Tollison menolakinterpretasi standar dari merkantilisme dan menawarkan alternatif. Buku pertama, Merkantilismesebagai Rent Seeking Society: selanjutnya Peraturan Ekonomi dalam Perspektif Sejarah (Ekelund dan Tollison 1981) "melihat proses" regulasi ekonomi didorong olehkepentingan individu, koalisi politik, atau keduanya; dan yang kedua, Ekonomi dipolitisir: Monarki, Monopoli dan Merkantilisme , diperpanjang pandangan ini kepada keprihatinan yang lebih luas perubahan institusional. Ekelund dan Tollison menemukan bukti baik di Heckscher dan dalam sumber-sumber lain yang bertentangan dengan pandangan bahwa merkantilismea collection of ideas or the apotheosis of state power(hanyalah kumpulan ide atau pendewaan "kekuasaan negara).Barang publik (public goods) adalah barang yang apabila dikonsumsi oleh individu tertentu tidak akan mengurangi konsumsi orang lain akan barang tersebut. Selanjutnya, barang publik sempurna (pure public goods) didefinisikan sebagai barang yang harus disediakan dalam jumlah dan kualitas yang sama terhadap seluruh anggota masyarakat. Satu terminologi lain yang agak mirip adalah barang kolektif. Bedanya, barang publik adalah untuk masyarakat secara umum (keseluruhan), sementara barang kolektif dimiliki oleh satu bagian dari masyarakat (satu komunitas yang lebih kecil) dan hanya berhak digunakan secara umum oleh komunitas tersebut.Barang publik memiliki dua sifat atau dua aspek yang terkait dengan penggunaannya, yaitu : Non-rivalry. Non-rivalry dalam penggunaan barang publik berarti bahwa penggunaan satu konsumen terhadap suatu barang tidak akan mengurangi kesempatan konsumen lain untuk juga mengkonsumsi barang tersebut. Setiap orang dapat mengambil manfaat dari barang tersebut tanpa mempengaruhi menfaat yang diperoleh orang lain. Sebagai contoh, dalam kondisi normal, apabila kita menikmati udara bersih dan sinar matahari, orang-orang di sekitar kita pun tetap dapat mengambil manfaat yang sama, atau apabila kita sedang mendengar adzan dari sebuah mesjid misalnya, tidak akan mengurangi kesempatan orang lain untuk ikut mendengarnya.Non-excludable. Sifat non-excludable barang publik ini berarti bahwa apabila suatu barang publik tersedia, tidak ada yang dapat menghalangi siapapun untuk memperoleh manfaat dari barang tersebut atau dengan kata lain, setiap orang memiliki akses ke barang tersebut. Dalam konteks pasar, maka baik mereka yang membayar maupun tidak membayar dapat menikmati barang tersebut. Sebagai contoh, masyarakat membayar pajak yang kemudian diantaranya digunakan untuk membiayai penyelenggaraan jasa kepolisian misalnya, akan tetapi yang kemudian dapat menggunakan jasa kepolisian tersebut tidak hanya terbatas pada yang membayar pajak saja. Mereka yang tidak membayar pun dapat mengambil menfaat atas jasa tersebut. Singkatnya, tidak ada yang dapat dikecualikan (excludable) dalam mengambil manfaat atas barang publik.Penggabungan analisis pilihan publik dan barang publik ke dalam interpretasi sejarah darimerkantilismetelah menghasilkan reaksi yang beragam,Kritik-kritik yang menolakaksiomakepentingan diri. misalnyaJohn J. McCusker (2000) merasa sulit untuk percaya bahwa salah satukekuatan pendorong utama dan kekal dari perubahan sejarah adalah perilaku mementingkan diri sendiri olehkelompokkepentingan yang menggunakan pemerintah untuk melakukankontrol terhadap ekonomi.Selanjutnya dalam pemahamantentang individu dan"sekolah" melalui kajian schoolpemikiran ekonomididasarkan padapendekatanumum yang sama, untuk analisisekonomiyang sebelumnya telah disebutkan:pilihan publik,implikasi rasionalanalisis kepentingan,kepentingan kelompokdan interaksipolitik danperaturan.Namun sejauh penelusuran penulis terhadap hasil bacaan pada jurnal ini, tidak ada pemahaman yang secara implisit disebutkan tentang teori pilihan publik, yang bisa digambarkan dari berbagai kasus dalam bacaan ini bahwa teori pilihan publik adalah sebuah teori yang masih berada dalam tataran konsep atau idiologi yang apabila diinginkan untuk memenuhi kepuasan dari setiap kepentingan individu dalam sebuah orgnaisasi atau negara. Teori pilihan publik juga banyak diilhami dari tulisan-tulisan Adam Smith yang mana mengunggulkan kebebasan individu, untuk mencapai puncak kesejahteraannya dengan memberikan kebebasan, untuk melakukan pilihan-pilihannya secara rasional. Kendatipun tidak dapat dibuktikan secara empiris bahwa dalam satu negara ataupun organisasi setiap orang dapat memilih dan melaksanakan kebebasannya sendiri, tanpa batas-batas negara, pengaruh kekuasaan dan kelompok kepentingan. Demikian juga terungkap dalam beberapa kasus dalam jurnal yang dibahas. Dari beberapa bacaan penunjang akan saya tampilkan beberapa pemahaman tentang teori ini.Dari bacaan utama dan penunjang ini, penulis kembali menegaskan tentang teori pilihan publik bahwa setiap individu dapat melakukan pilihan-pilihannya secara rasional, sehingga dalam penerapannyapun diharapkan tidak memiliki benturan pada pilihan-pilihan rasional dari pihak lain, dengan demikian maka penerapan teori pilihan publik mengaju pada pada hasil positif yang mengarah pada kepentingan umum yang kiblatnya pada kesejahteraan umum dan melibatkan segala sesuatu hal untuk menyediakan suatu barang public tentunya. Namun perlu hati-hati dan penyelidikan yang serius, bahwa pilihan-pilihan publik individu sulit rasanya bebas dari pemikiran-pemikiran ekonomi non-pasar, sehingga dapat menghasilkan ukuran-ukuran non ekonomi seperti kesetaraan, keadilan dan kesejahteraan. Kalau boleh juga diperwakilkan bahwa kepentingan bermotif ekonomi kebutuhan tentu memerlukan keluasan dan kerarifan cara berpikir tentang motif tindakan manusia sebagai pribadi. Menurut Deliarnov (2006) kebutuhan manusia relatif tidak terbatas, disisi lain alat pemuas berbagai kebutuhan tersebut terbatas. Ketidakseimbangan antara kebutuhan dan alat pemuas menyebabkan diperlukannya sebuah ilmu ekonomi. Ilmu ekonomi pada intinya mengajarkan bagaimana manusia atau sekelompok manusia membuatpilihan-pilihanterbaik, sebagaimana dikemukakan oleh Paul Sauelso (2001) ilmu ekonomi adalah studi mengenai bagaimana orang dan masyarakat memilih, dengan tanpa menggunakan kekerasan, untuk memanfaatkan sumber-sumber daya produktif yang langka demi memproduksi berbagai komuditi dari waktu ke waktu dan mendistribusikannya untuk dikonsumsi, saat ini maupun di masa depan oleh berbagai orang dan kelompok dalam masyarakat.

Kasus-kasus Pertentangan dan Dukungan terhadapPublic Choice dan Public GoodsKasus-kasus dalam jurnal ini menunjukkan bahwa bukti empiris tentang penerapan teori pilihan publik dan teori penyediaan barang publik dapat terpenuhi manakala hasil penerapannya pada kelompok kepentingan terbukti. Namun yang menjadi pertanyaan besar adalah Publik yang mana? Dari beberapa kasus ditunjukkan bahwa publik dari kelompok pemenang, mayoritas, penguasa dan pengusaha tak satupun menunjukkan bahwa publik itu pada kepentingan umum, yaitu kepentingan dari sebagian besar masyarakat atau kaum buruh yang terwakilinya. Untuk lebih jelasnya akan dibeberkan kasus-kasus sebagai berikut.Dalam merkantilis Inggris, perdagangan dan bisnis diberikan status monopoli melalui satudari tiga wilayah kerja: (1) undang-undang Parlemen, (2) paten proklamasi kerajaan dan surat, dan(3) keputusan dari Privy Council dari Perlindungan "Pengadilan Raja." Diberikan kepada tenaga kerja adalah produk dari koalisi pengrajin yang berhasil mengamankan undang-undang perlindungan, seperti Statuta artificers. Monopoli lokal dipercayakan pada Hakim JPS, dimana praktik pilihan publik orang-orang mengejar kepentingannya sendiri dan penerapannyaumumnya berkorelasi dengan imbalan atas jasa yang diberikan, dan mereka menawarkan menguatkan bukti sejarah untuk kepentingan mereka. Akhirnya dua sistem pengadilan muncul, satu sejajar dengan raja dan lain selaras dengan DPR. Pada dasarnya masalah ini adalah: "yang memiliki hak untuk lembaga atau mengubah peraturan atas perdagangan, tenaga kerja dan perdagangan.Aplikasi pilihan dan penyediaan barang publik oleh kepentingan kelompok lebih menjelaskan mengapa prinsip-prinsip sejarah merkantilisme salah satu bentuk yang paling efektif redistribusi kekayaan bertahan di Prancis dan Spanyol. Perancis mendirikan monopoli produk jadi (tembakau, garam, barang-barang mewah, tekstil, dan manufaktur domestik. Spanyol sangat menekankan pada sistem agrariadan ekstraksi sistem sewa dari sektor penghasil wol.Spanyol efektif dalam monopoli mengumpulkan sewa di input (Merino wol) sejumlah titik produksi dan distribusi. Selain itu, Spanyolmengeksploitasi otoritas dan kekuasaan Gereja Katolik Roma dalam mengelola peraturan pada produksi dan pertukaran, termasuk perdagangan internasional. Para InkuisisiSpanyol, misalnya, digunakan untuk menghilangkan "Yahudi" kompetitif di semua bidang perdagangan, uang dan keuangan. SelanjutnyaAnderson dan Tollison (1983b) menunjukkan bahwa abad pertengahan kelompok kepentingan yang relatif efisien dalam menciptakan dan menegakkan perjanjian kartel saat tekanan kompetitifhadir. Sebagai contoh, perusahaan yang didirikan "sindikat penjualan" agen penjualan umum dalam rangka untuk meningkatkan penjualan di kota-kota Inggris.Gary Anderson, Tollison telah menekankan pada pilihanmasyarakat dan analisis kepentingan kelompok di luar topik merkantilisme untuk ditempatkan sebagai subyek sepertiLuddism (1986b), Perang Sipil Amerika (1991a) Militer "membiarkan" sanksi terutama di daerah yang memiliki sejarah pemilihan Partai Republik, sehingga meningkatkan prospek pemilihan kembali Lincoln pada tahun 1864, dan mengubah jalannya perang dan New Deal Roosevelt (1991b) dicocokkan dengan "kebutuhan" dan kemiskinan., pola pengeluaran kongres yang disesuaikan dengan hasil pemilu. Penanganan kematian di perang Vietnam (Goff dan Tollison 1987), Tollison difokuskan pada insentif politik. medan kematian selama Perang Vietnam secara acak dialokasikan di seluruh negara. Mereka menunjukkan bahwa dukungan untuk perang atau, lebih tepatnya, kurangnya dukungan, berdampak pada tugas di medan perang.Selanjutnya, tentangindividu dan"sekolah"pemikiran ekonomididasarkan padapendekatanumum yang sama, untuk analisisekonomiyang sebelumnya telah kitasebutkan:pilihan publik,implikasi rasionalanalisis kepentingan,kepentingan kelompokdan interaksipolitik danperaturan.Para sponsor Jerman pada sistem universitas sangat otoriter, dengan janji politik menyoroti praktek akademisi.Kasus selanjutnyasebagai upayauntuk pelajaran dari Adam Smith, yaitu bahwa aksioma kepentingan berlaku untuk koalisi kelompok kepentingan swasta dan politisi serta individu. Undang-undang Pabrik 1833 (juga dikenal sebagai Undang-Undang Althorp itu) dilarang pekerja di bawah sembilan tahun di pabrik tekstil Inggris, dan membatasi jam kerja anak-anak antara usia sembilan dan tiga belas. Tidak terinspirasi oleh "kepentingan umum" begitu banyak hal yang oleh kepentingan pekerja dewasa,berusaha untuk menaikkan upah mereka dengan mengorbankan yang lebih muda, pengganti pekerja. Terancam oleh kemajuan teknologi di industri tekstil yang berdampak pada pengurangan upah secara bertahap dan pekerjaan, pemintal didukung pembatasan jam kerja.

Kritik Penulis dan Analisas Kasus Empiris di IndonesiaCoba kita menyimak peristiwa nyata yang merupakan kebijakan perubahan kenaikan harga BBM semasa pemerintahan Jokowi yang di mulai tahun 2014, dan di turunkan di bulan berikutnya karena pemerintah sebenarnya mempertimbangkan anatara pilihan public dan juga penyediaan barang publik. sebuah pilihan publik dari pemikiran ekonomi penguasa yang memperhitungkan anggaran negara dengan perbandingan kenaikan harga minyak dunia. Eksistensi upaya mempertahankan keterpurukan negara dari pengaruh naiknya harga minyak dunia, akan ditantang oleh realitas ekonomi para pengusaha kecil yang memakai BBM maupun masyarakat Indonesia yang secara keseluruhan roda perekonomiannya digerakkan oleh BBM. Mampukah memberikan subsidi silang kepada publik si miskin lebih banyak. Hal ini juga memperpanjang diskursus tentang pencabutan subsidi bagi masyarakat kepentingan publik sampai saat ini. Sungguh sulit kiranya mengkampanyekan pilihan publik sampai beberapa tahun mendatang, karena di negara majupun di mana teori ini dikemukan tidak mampu terwujud yang dapat memuaskan dan meningkatkan kepuasaan kepentingan publik secara umum. Namun hal yang menggembirakan pilihan publik dapat menjadi sebuah konsep idiologi yang mampu mencerdas generasi bangsa tentang apa yang benar dan salah dalam praktik kebijakan publik, maupun alasan-alasan pembenar dari diambilnya sebuah kebijakan. Hal ini diakui oleh Down,Perlu adanya sebuah perangkat sistemik yang mampu mengeliminir kebijakan yang berpihak pada lembaga birokrasi ketimbang rakyat banyak , seperti yang disampaikan oleh Down (dalam Adi Sasono, 2008: 209)bahwa paradigmapublic choice, dianggap mampu memagari kecendrungan psikologis para birokrat yang lebih melayani dirinya sendiri ketimbang melayani kepentingan umum.

KesimpulanPenempatan pada pemuasan kepentingan individu melalui pilihan publik dan juga penyediaan barang public memiliki dampak positif dan negatif, secara kenyataan lebih bernuansa normatif idiologis sebagai ukuran alat untuk mengakaji apa yang benar dan apa yang salah dari dilaksanakannya pilihan publik, baik dalam tataran kebijakan negara maupun yang melandasi sebuah pilihan yang dilakukan oleh individu. Karena secara terapan pilihan publik tidak bisa menjamin secara benar-benar dapat memberikan pencerahan yang berpihak pada kepentingan publik atau keinginan dari sebagian besar the voter pada praktik kenegaraan. Dari beberapa kasusditemukan percaturan politik melalui kebijakan publik lebih mengedepankan kepentingan kelompok tertentu (penguasa) atau ideologi jargon politik yang diperjuangkan oleh kelompok tertentu yang berkepentingan untuk memperoleh simpati dan kemenangannya di masa mendatang, ketimbang pada pilihan publik yang sebenarnya yaitu mengejar kesejahteraan dan kepentingan umum. Namun demikian kita tidak perlu kecewa, karena karena kehadiran teori pilihan publik dapat menjadikan kerangka landasan dan batasan dari kerakusan sebuah kekuasaan yang mementingkan diri sendirigreed of a selfishpower, yang nantinya akan diperhadapkan pada kekuasaan yang lebih besar pilihan publik rakyat (publicchoiceof the people) yang telah menjadi cerdas oleh jasa teori public choice dan dapat memenuhi penyedian barang public goods oleh pemerintah.

Daftar PustakaDeliarnov, 2006. Ekonomi Politik. Erlangga, SurabayaEkelund Jr ,Robert B,& Robert F. Hbert, 2010. Interest-group analysis in economic history and the history of economic thought, dalam Jurnal Public Choice Public Choice & Public Goods (2010) 142: 471480 Department of Economics, Auburn University, 404 Blake St., AuburnHolcombe, Randall G. & Dmitry Ryvkin, 2010. Policy errors in executive and legislative decision-making dalam Jurnal Public Choice (2010) 144: 3751, Department of Economics, Florida State University, TallahasseeQuiggin, John 1987. Egoistic Rationality and Public Choice: A Critical Review of Theory and Evidence, Australian National UniversityShughart II , William F., & Fred S. McChesney, 2010. Public goods theory and antitrust policy. Dalam Public Choice (2010) 142: 385406 Department of Economics, University of Mississippi, P.O. Box 1848, University, MS