Ergonomi

20
ERGONOMI: FAKTOR MANUSIA DALAM SISTEM PRODUKSI Disusun Oleh: Andri Setiadi 07.1.02.03543 Yudo Nugroho 07.1.02.03544 SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA SURABAYA

description

ergonomic and anthropometri

Transcript of Ergonomi

Page 1: Ergonomi

ERGONOMI:

FAKTOR MANUSIA DALAM

SISTEM PRODUKSI

Disusun Oleh:

Andri Setiadi 07.1.02.03543

Yudo Nugroho 07.1.02.03544

SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI INDONESIA

SURABAYA

2010

Page 2: Ergonomi

ERGONOMI:

FAKTOR MANUSIA DALAM SISTEM PRODUKSI

(Berdasarkan buku karangan Sritomo Wignjosoebroto yang berjudul Ergonomi,

Studi Gerak dan Waktu)

A. ERGONOMI

Sritomo Wignjosoebroto menuturkan bahwa ergonomi berasal dari kata

Yunani, yaitu Ergo yang berarti kerja dan Nomos yang berarti hukum. Dari dua

kata dasar tersebut, ia mendefinisikan ergonomi sebagai disiplin keilmuan yang

mempelajari manusia dalam kaitannya dengan pekerjaannya. Sritomo juga

mendefinisikan ergonomi sebagai perancangan “man-machine interface”. Yang

mempunyai maksud bahwa pekerja dan mesin bisa berfungsi lebih efektif dan

efisien sebagai sistem manusia-mesin yang terpadu. Selain kedua pengertian

diatas, beliau juga mampu mengartikan ergonomi sebagai suatu cabang keilmuan

yang sistematis untuk memanfaatkan informasi-informasi mengenai sifat,

kemampuan dan keterbatasan manusia untuk merancang suatu sistem kerja

sehingga orang dapat hidup dan bekerja pada sistem tersebut dengan baik; yaitu

mencapai tujuan yang diinginkan melalui pekerjaan itu dengan efektif, efisien,

aman dan nyaman.

Maksud dan tujuan utama dari ilmu ergonomi ini menurut Sritomo adalah

ilmu ini dapat diaplikasikan pada upaya memperbaiki performa kerja manusia

seperti menambah kecepatan kerja, accuracy, keselamatan kerja serta mengurangi

datangnya kelelahan yang terlalu cepat. Beliau juga menambahkan bahwa ilmu

ergonomi dapat pula digunakan untuk memperbaiki pendayagunaan sumberdaya

manusia serta meminimalkan kerusakan peralatan yang disebabkan kesalahan

manusia.

Dalam kaitannya dengan penerapan yang sistematis dari segala informasi

yang relevan yang berkaitan dengan karakteristik dan perilaku manusia di dalam

perancangan peralatan, fasilitas, dan lingkungan kerja yang dipakai, maka Sritomo

menjelaskan bahwa ilmu ergonomi dapat dianalisis dan diteliti melalui hal-hal

yang berkaitan dengan:

Page 3: Ergonomi

1. Anatomi (struktur), fisiologi (bekerjanya), dan anthropometri (ukuraan)

tubuh manusia.

2. Psikologi yang fisiologis mengenai berfungsinya otak dan sistem syaraf

yang berperan dalam tingkah laku manusia.

3. Kondisi-kondisi kerja yang dapat mencederai baik dalam waktu yang

pendek maupun panjang ataupun membuat celaka manusia; dan sebaliknya

ialah kondisi-kondisi kerja yang dapat membuat nyaman kerja manusia.

B. ANTHROPOMETRI

Di dalam bukunya, Sritomo Wignjosoebroto menuturkan bahwa istilah

anthropometri sebenarnya berasal dari bahasa Yunani, yaitu Anthro yang berarti

manusia dan Metri yang berarti ukuran. Berangkat dari kedua suku kata tersebut,

akhirnya beliau mendefinisikan anthropometri sebagai satu studi yang berkaitan

dengan pengukuran dimensi tubuh manusia. Jadi, berdasarkan definisi tersebut,

anthropometri dapat digunakan sebagai pertimbangan-pertimbangan ergonomis

dalam memerlukan interaksi manusia.

Sritomo pun mengatakan bahwa data anthropometri dapat diaplikasikan

secara luas dalam hal perancangan areal kerja (working station, interior mobil,

dll), peralatan kerja (mesin, equipment, tools, dsb), perancangan produk-produk

konsumtif (pakaian, kursi/meja computer, dll), dan perancangan lingkungan kerja

fisik.

Data Anthropometri Dan Cara Pengukurannya

Menurut Sritomo, ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi ukuran

tubuh manusia, antara lain:

1. Umur. Secara umum dimensi tubuh manusia akan tumbuh dan bertambah

besar (seiring dengan bertambahnya umur) yaitu sejak awal kelahirannya

sampai dengan umur sekitar 20 tahunan. Sebagai contoh: laki-laki akan

tumbuh dan berkembang naik sampai dengan usia (sekitar) 21 tahun,

sedangkan wanita hanya sampai usia (sekitar) 17 tahun saja.

2. Jenis kelamin (gender). Dimensi ukuran tubuh laki-laki umumnya akan

lebih besar dibandingkan dengan wanita.

Page 4: Ergonomi

3. Suku/bangsa (ethnic). Setiap suku, bangsa ataupun kelompok etnik akan

memiliki karakteristik fisik yang berbeda satu sama lainnya.

4. Posisi tubuh (posture). Sikap (posture) akan berpengaruh terhadap ukuran

tubuh, oleh sebab itu, posisi tubuh standard harus ditetapkan untuk survei

pengukuran. Dalam kaitannya dengan posisi tubuh dikenal dua cara

pengukuran yaitu:

a. Pengukuran dimensi struktur tubuh

Istilah lain dari pengukuran ini adalah “static anthropometry”. Di

sini tubuh diukur dalam keadaan standard dan tidak bergerak. Dimensi

tubuh yang diukur meliputi berat badan, tinggi tubuh (dalam posisi

berdiri/duduk), ukuran kepala, tinggi/panjang lutut (pada saat

berdiri/duduk), panjang lengan dan sebagainya.

b. Pengukuran dimensi fungsional tubuh

Istilah lain dari pengukuran ini adalah “dynamic anthropometry”.

Di sini tubuh diukur pada saat melakukan gerakan-gerakan tertentu yang

berkaitan dengan kegitan yang harus diselesaikan. Hal ini dilakukan guna

mendapatkan ukuran tubuh yang nantinya akan berkaitan erat dengan

gerakan-gerakan nyata yang diperlukan tubuh untuk melaksanakan

kegiatan-kegiatan tertentu. Sebagai contoh perancangan kursi mobil

dimana di sini posisi tubuh pada saat melakukan gerakan mengoperasikan

kemudi, pemindahan gigi, dan pedal.

Aplikasi Data Anthropometri Dalam Perencangan Produk/Fasilitas Kerja

Sritomo mengatakan bahwa data anthropometri yang menyajikan data

ukuran dari berbagai macam anggota tubuh manusia dalam skala percentile

tertentu akan sangat besar manfaatnya pada saat suatu rancangan produk ataupun

fasilitas kerja akan dibuat. Oleh karena itu, dalam penerapannya harus mengikuti

beberpa prinsip agar rancangan suatu produk nantinya bisa sesuai dengan ukuran

tubuh manusia yang akan mengoperasikannya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain:

1. Prinsip Perancangan Produk Bagi Individu Dengan Ukuran Yang Ekstrem

Di sini rancangan produk dibuat agar bisa memenuhi dua sasaran

produk, yaitu:

Page 5: Ergonomi

a. Bisa sesuai untuk ukuran tubuh manusia yang mengikuti klasifikasi

ekstrim dalam arti terlalu besar atau kecil bila dibandingkan dengan

rata-ratanya.

b. Tetap bisa digunakan untuk memenuhi ukuran tubuh yang lain

(mayoritas dari populasi yang ada)

2. Prinsip Perancangan Produk Yang Bisa Dioperasikan Di antara Rentan

Ukuran Tertentu

Di sini rancangan bisa dirubah-ubah ukurannya sehingga cukup

fleksibel dioperasikan oleh setiap orang yang memiliki berbagai macam

ukuran tubuh. Contohnya adalah perancangan kursi mobil yang mana dalam

hal ini letaknya bisa digeser maju/mundur dan sudut sandarnya pun bisa

dirubah-ubah sesuai dengan yang diinginkan.

3. Prinsip Perancangan Produk Dengan Ukuran Rata-Rata

Dalam hal ini rancangan produk didasarkan terhadap rata-rata ukuran

manusia. Di sini produk dirancang dan dibuat untuk mereka yang berukuran

sekitar rata-rata, sedangkan bagi mereka yang memiliki ukuran ekstrim akan

dibuatkan rancangan tersendiri.

C. ASPEK-ASPEK ERGONOMI DALAM PERANCANGAN STASIUN

KERJA

Di sini, Sritomo mendefinisikan manufacturing sebagai satu unit atau

kelompok kerja yang berkaitan dengan berbagai macam proses kerja untuk

merubah bahan baku menjadi produk akhir yang dikehendaki. Kegiatan masing-

masing unit kerja ini akan berlangsung di suatu loksi kerja atau stasiun kerja.

Beliau juga memaparkan bahwa terdapat problematika dalam suatu stasiun kerja,

yaitu pengaturan komponen-komponen yang terlibat dalam kegiatan produksi

yaitu menyangkut material (bahan baku, produksi jadi dan scrap), mesin/peralatan

kerja, perkakas-perkakas pembantu, fasilitas-fasilitas penunjang (utilitas),

lingkungan fisik kerja dan manusia pelaksana kerja (operator).

Oleh karena itu, itu Sritomo meninjau problematika ini melalui sudut

pandang ilmu ergonomi. Ia mengharapkan dengan adanya campur tangan dari

ilmu ergonomi sistem produksi dapat dirancang untuk melaksanakan kegiatan

Page 6: Ergonomi

tertentu dengan didukung oleh keserasian hubungan antara manusia dengan

system kerja yang dikendalikannya (man-machine system). Sistem kerja yang

dimaksudkan oleh beliau adalah sistem kerja yang melibatkan komponen-

komponen kerja seperti mesin/peralatan dan lingkungan fisik kerja (temperature,

pencahayaan, kebisingan, dan lain-lain) dimana kegiatan tersebut berlangsung.

Dengan demikian diharapkan moral kerja operator akan naik dan produktivitas

akan meningkat pula.

Macam Disiplin Dan Keahlian Kerja Yang Terkait Dengan Perancangan

Stasiun Kerja

Sritomo mengungkapkan terdapat 6 aspek yang harus diperhatikan dalam

perancangan stasiun kerja. Aspek-aspek tersebut antara lain:

1. Aspek metode atau cara kerja. Aspek ini menekankan pada prinsip-prinsip

ekonomi gerakan dengan tujuan pokoknya adalah meningkatkan efisiensi

dan produktivitas kerja.

2. Aspek anthropometric data. Data ini menunjang didalam proses

perencanaan produk dengan tujuan untuk mencari keserasian hubungan

antara produk dan manusia yang memakainya.

3. Aspek tata letak fasilitas dan pengaturan ruang kerja. Aspek ini bertujuan

untuk mencari gerakan-gerakan kerja yang efisien.

4. Aspek pengukuran enersi. Beban kerja (baik beban statis maupun dinamis)

akan diukur berdasarkan parameter-parameter fisiologis seperti volume

oksigen yang dikonsumsi, detak jantung, dan lain-lain.hal ini berguna

untuk penjadwalan kerja.

5. Aspek keselamatan dan kesehatan kerja. Persyaratan UU K3

mengharuskan areal kerja bebas dari kondisi-kondisi yang memiliki

potensi bahaya.

6. Aspek hubungan dan perilaku manusia. Pengukuran waktu kerja dan

maintainability akan perkepentingan dengan perancangan serta

pengukuran kerja dengan tujuan untuk memperbaiki motivasi dan

performans kerja.

Page 7: Ergonomi

Pendekatan Ergonomis Dalam Perancangan Stasiun Kerja

Berdasarkan dengan perancangan areal/stasiun kerja dalam industri, maka

ada beberapa aspek ergonomis yang harus dipertimbangkan seperti apa yang

dipaparkan oleh Sritomo sebagai berikut:

1. Sikap Dan Posisi Kerja

Untuk menghindari sikap dan posisi kerja yang kurang favorable ini

pertimbangan-pertimbangan ergonomis antara lain menyarankan hal-hal

seperti:

a. Mengurangi keharusan operator untuk bekerja dengan sikap dan posisi

membungkuk dengan frekwensi yang sering dalam jangka waktu lama.

Untuk mengatasi problem seperti ini maka stasiun kerja harus

dirancang agar operator dapat menjaga sikap dan posisi kerjanya tetap

tegak dan normal.

b. Operator tidak seharusnya menggunakan jarak jangkauan maksimum

yang bisa dilakukan. Pengaturan posisi kerja harusnya dilakukan

dalam jarak jangkauan normal.

c. Operator tidak seharusnya duduk atau berdiri pada saat bekerja untuk

waktu yang lama dalam sikap atau posisi miring, atau sedapat mungkin

menghindari posisi terlentang atau tengkurap.

d. Operartor tidak seharusnya bekerja dengan tangan atau lengan berada

dalam posisi diatas level siku normal dalam waktu yang lama.

2. Anthropometri Dan Dimensi Ruang Kerja

Anthropometri pada dasarnya akan menyangkut ukuran fisik atau

fungsi dari tubuh manusia termasuk di sini ukuran linier, berat, volume, ruang

gerak, dan lain-lain. Data anthropometri ini akan sangat bermanfaat didalam

perencanaan peralatan kerja atau fasilitas-fasilitas kerja. Persyaratan

ergonomis mensyaratkan agar supaya peralatan dan fasilitas kerja sesuai

dengan orang yang menggunakannya khususnya yang menyangkut dimensi

ukuran tubuh.

Dimensi ruang kerja akan dipengaruhi oleh dua hal yaitu situasi fisik

dan situasi kerja yang ada. Didalam menentukan dimensi ruang kerja perlu

diperhatikan hal hal seperti jarak jangkau yang bisa dilakukan oleh operator,

Page 8: Ergonomi

batasan-batasan ruang yang enak dan cukup memberikan keleluasaan gerak

operator dan kebutuhan area minimum yang harus dipenuhi untuk kegiatan-

kegiatan tertentu.

3. Kondisi Lingkungan Kerja

Adanya lingkungan fisik kerja yang bising, bergetar, panas, atau

atmosfir yang tercemar akan memberikan dampak negative terhadap performa

maupun moral/motivsi kerja operator. Suara-suara bising dapat menyebabkan

pendengaran operator menurun dan juga dapat menyebabkan tergangunya

sinyal peringatan untuk kondisi-kondis darurat. Begitu juga dengan adanya

getaran-getaran dari mesin yang tidak terkendali. Hal ini akan mempengaruhi

performa mesin yang lain. Jadi, penggunaan prinsip-prinsip ergonomi

sangatlah penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek lingkungan fisik

kerja yang memiliki potensi bahaya pada saat proses perancangan stasiun

kerja dan system pengendaliannya. Dengan demikian kondisi-kondisi bahaya

tersebut bisa diantisipasi dan diberi tindakan-tindakan preventif sebelumnya.

4. Efisiensi Ergonomi Gerak Dan Pengaturan Fasilitas Kerja

Berikut akan diuraikan beberapa ketentuan-ketentuan pokok yang

berkaitan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerak yang perlu dipertimbangkan

dalam perancangan stasiun kerja:

a. Mengorganisasi fasilitas kerja sehingga operator secara mudah akan

mengetahui lokasi penempatan material, spare-parts, peralatan kerja,

dan lain-lain yang dibutuhkan.

b. Membuat rancangan fasilitas kerja dengan dimensi yang sesuai data

anthropometri dalam range 5-95th percentile agar operator bisa bekerja

dengan leluasa dan tidak cepat lelah.

c. Mengatur suplai material ataupun peralatan secara teratur ke stasiun-

stasiun kerja yang membutuhkan agar operator tidak membuang waktu

dan enersi untuk mengambilnya.

d. Membakukan rancangan lokasi dari peralatan kerja untuk model atau

tipe yang sama. Hal ini bertujuan untuk menghindari pelatihan ulang

yang tidak perlu dan kesalahan-kesalahan manusia karena pola

kebiasaan yang sudah ada.

Page 9: Ergonomi

e. Membuat rancangan kerja yang sedemikian rupa sehingga akan terjadi

keseimbangan kerja antara tangan dan kaki.

f. Mengatur tata letak pabrik sesuai aliran proses produksinya dengan

cara mengatur letak mesin atau fasilitas kerja yang disesuaikan dengan

aliran proses yang ada. Hal ini untuk meminimalkan jarak pemindahan

material selama proses produksi berlangsung terutama sekali untuk

fasilitas-fasilitas yang frekwensi perpindahan atau volume material

handlingnya cukup besar.

g. Mengkombinasikan dua atau lebih peralatan kerja yang sudah berada

dalam arah dan posisi yang sesuai sehingga akan memperketat proses

kerja.

5. Enersi Kerja Yang Dikonsumsi

Enersi kerjayang dikonsumsi pada saat seseorang melaksanakan

kegiatan merupakan faktor yang begitu kurang diperhatikan, karena dianggap

tidak penting bila mana dikaitkan dengan performa kerja yang ditunjukkan.

Meskipun enersi dalam jumlah besar harus dikeluarkan untuk periode yang

lama bisa menimbulkan kelelahan fisik, akan tetapi bahaya yang lebih besar

justru ketika manusia mengalami kelelahan mental. Kelelahan mental adalah

musuh terbesar manusia karena hal ini akan member kontribusi pada

kesalahan-kesalahan kerja. Tujuan pokok dari perancangan kerja seharusnya

bisa menghemat enersi yang harus dikonsumsi untuk penyelesaian suatu

kegiatan. Aplikasi prinsip ergonomi dan ekonomi gerakan dalam tahap

perancangan dan pengembangan sistem kerja secara umum akan dapat

meminimalkan enersi yang harus dikonsumsikan dan meningkatkan efisiensi

output kerja itu sendiri.

Page 10: Ergonomi

LAMPIRAN

Page 11: Ergonomi

LAMPIRAN

Page 12: Ergonomi

LAMPIRAN

Page 13: Ergonomi

LAMPIRAN

Page 14: Ergonomi

DAFTAR PUSTAKA

Wignjosoebroto, Sritomo. 2000. Ergonomi, Studi Gerak Dan Waktu – Teknik

Analisis Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Edisi Pertama – Cetakan

Kedua. Surabaya: Guna Widya.