Epistemologi makna & kebenaran ok
-
Upload
rizal-fahmi -
Category
Science
-
view
36 -
download
7
Transcript of Epistemologi makna & kebenaran ok
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia hidup didunia tidak hanya memerlukan kebutuhan pokok saja. Akan
tetapi manusia juga memerlukan informasi untuk mengetahui keadaan di
lingkungan sekitar mereka. Dalam upaya untuk memperoleh informasi, manusia
seringkali melakukan komunikasi ataupun cara-cara lain yang bisa digunakan.
Salah satu informasi yang didapat dari komunikasi adalah pengetahuan.
Pengetahuan sangat diperlukan bagi kehidupan manusia karena dapat memberikan
manfaat yang sangat besar bagi kehidupan. Dalam mencari pengetahuan, tak
jarang manusia harus mempelajari Epistemologi. Epistemologi disebut juga
sebagai teori pengetahuan karena mengkaji seluruh tolok ukur ilmu-ilmu manusia,
termasuk ilmu logika dan ilmu-ilmu manusia yang bersifat gamblang, merupakan
dasar dan pondasi segala ilmu dan pengetahuan.
Sejak semula, epistemologi merupakan salah satu bagian dari filsafat
sistematik yang paling sulit. Sebab epistemologi menjangkau permasalahan-
permasalahan yang membentang luas, sehingga tidak ada sesuatu pun yang boleh
disingkirkan darinya. Selain itu pengetahuan merupakan hal yang sangat abstrak
dan jarang dijadikan permasalahan ilmiah di dalam kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan biasanya diandaikan begitu saja. Oleh sebab itu, perlu diketahui apa
saja yang menjadi dasar-dasar pengetahuan yang dapat digunakan manusia untuk
mengembangkan diri dalam mengikuti perkembangan informasi yang pesat.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Epistemologi ?
2. Bagaimana ruang lingkup Epistimologi ?
3. Apa saja aliran- aliran yang ada dalam Epistemologi ?
4. Bagaimana pengaruh Epistemologi terhadap peradaban manusia ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian Epistemologi
2. Untuk mengetahui ruang lingkup Epistemoligi
3. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada dalam Epistemologi
4. Untuk mengetahui pengaruh epistemologi bagi kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Epistemologi
Istilah “Epistemologi” berasal dari bahasa Yunani yaitu “episteme” yang
berarti pengetahuan dan ‘logos” berarti perkataan, pikiran, atau ilmu. Kata
“episteme” dalam bahasa Yunani berasal dari kata kerja epistamai, artinya
menundukkan, menempatkan, atau meletakkan. Maka, secara harafiah episteme
berarti pengetahuan sebagai upaya intelektual untuk menempatkan sesuatu dalam
kedudukan setepatnya. Bagi suatu ilmu pertanyaan yang mengenai definisi ilmu
itu, jenis pengetahuannya, pembagian ruang lingkupnya, dan kebenaran
ilmiahnya, merupakan bahan-bahan pembahasan dari epistemologinya.
Epistemologi sering juga disebut teori pengetahuan (theory of knowledge).
Epistemologi lebih memfokuskan kepada makna pengetahuan yang berhubungan
dengan konsep, sumber, dan kriteria pengetahuan, jenis pengetahuan, dan lain
sebagainya.
Beberapa ahli yang mencoba mengungkapkan definisi dari pada
epistemologi adalah P. Hardono Hadi. Menurut beliau epistemologi adalah cabang
filsafat yang mempelajari dan mencoba menentukan kodrat dan skope
pengetahuan, pengandaian-pengandaian dan dasarnya, serta pertanggung jawaban
atas pernyataan mengenai pengetahuan yang dimiliki. Tokoh lain yang mencoba
mendefinisikan epistemoogi adalah D.W Hamlyin, beliau mengatakan bahwa
epistemologi sebagai cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup
pengetahuan, dasar dan pengandaian – pengandaian serta secara umum hal itu
dapat diandalkannya sebagai penegasan bahwa orang memiliki pengetahuan.[1]
Runes dalam kamusnya menjelaskan bahwa epistemology is the branch of
philosophy which investigates the origin, stukture, methods and validity of
knowledge. Itulah sebabnya kita sering menyebutnya dengan istilah epistemologi
untuk pertama kalinya muncul dan digunakan oleh J.F Ferrier pada tahun 1854
(Runes, 1971-1994).
B. Ruang Lingkup Epistemologi
M. Arifin merinci ruang lingkup epistemologi, meliputi hakekat, sumber
dan validitas pengetahuan. Mudlor Achmad merinci menjadi enam aspek, yaitu
hakikat, unsur, macam, tumpuan, batas, dan sasaran pengetahuan. Bahkan, A.M
Saefuddin menyebutkan, bahwa epistemologi mencakup pertanyaan yang harus
dijawab, apakah ilmu itu, dari mana asalnya, apa sumbernya, apa hakikatnya,
bagaimana membangun ilmu yang tepat dan benar, apa kebenaran itu,
mungkinkah kita mencapai ilmu yang benar, apa yang dapat kita ketahui, dan
sampai dimanakah batasannya. Semua pertanyaan itu dapat diringkat menjadi dua
masalah pokok ; masalah sumber ilmu dan masalah benarnya ilmu. Mengingat
epistemologi mencakup aspek yang begitu luas, sampai Gallagher secara ekstrem
menarik kesimpulan, bahwa epistemologi sama luasnya dengan filsafat. Usaha
menyelidiki dan mengungkapkan kenyataan selalu seiring dengan usaha untuk
menentukan apa yang diketahui dibidang tertentu.
Dalam pembahasa-pembahsan epistemologi, ternyata hanya aspek-aspek
tertentu yang mendapat perhatian besar dari para filosof, sehingga mengesankan
bahwa seolah-olah wilayah pembahasan epistemologi hanya terbatas pada aspek-
aspek tertentu. Sedangkan aspek-aspek lain yang jumlahnya lebih banyak
cenderung diabaikan.
M. Amin Abdullah menilai, bahwa seringkali kajian epistemologi lebih
banyak terbatas pada dataran konsepsi asal-usul atau sumber ilmu pengetahuan
secara konseptual-filosofis. Sedangkan Paul Suparno menilai epistemologi banyak
membicarakan mengenai apa yang membentuk pengetahuan ilmiah. Sementara
itu, aspek-aspek lainnya justru diabaikan dalam pembahasan epistemologi, atau
setidak-tidaknya kurang mendapat perhatian yang layak.
Namun, penyederhanaan makna epistemologi itu berfungsi memudahkan
pemahaman seseorang, terutama pada tahap pemula untuk mengenali sistematika
filsafat, khususnya bidang epistemologi. Hanya saja, jika dia ingin mendalami dan
menajamkan pemahaman epistemologi, tentunya tidak bisa hanya memegangi
makna epistemologi sebatas metode pengetahuan, akan tetapi epistemologi dapat
menyentuh pembahasan yang amat luas, yaitu komponen-komponen yang terkait
langsung dengan “bangunan” pengetahuan.
C. Aliran-Aliran Epistemologi
Ada beberapa aliran yang berbicara tentang ini, diantaranya :
1. Empirisme
Kata empiris berasal dari kata yunani empieriskos yang berasal dari kata
empiria, yang artinya pengalaman. Menurut aliran ini manusia memperoleh
pengetahuan melalui pengalamannya. Dan bila dikembalikan kepada kata
yunaninya, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman inderawi. Manusia tahu
es dingin karena manusia menyentuhnya, gula manis karena manusia
mencicipinya.
John locke (1632-1704) bapak aliran ini pada zaman modern
mengemukakan teori tabula rusa yang secara bahasa berarti meja lilin. Maksudnya
ialah bahwa manusia itu pada mulanya kosong dari pengetahuan, lantas
pengalamannya mengisi jiwa yang kosong itu, lantas ia memiliki pengetahuan.
Mula- mula tangkapan indera yang masuk itu sederhana, lama-lama sulit, lalu
tersusunlah pengetahuan berarti.berarti, bagaimanapun kompleks (sulit)-nya
pengetahuan manusia, ia selalu dapat dicari ujungnya pada pengalaman indera.
Sesuatu yang tidak dapat diamati dengan indera bukan pengetahuan yang benar.
Jadi, pengalaman indera itulah sumber pengetahuan yang benar.
Karena itulah metode penelitian yang menjadi tumpuan aliran ini adalah
metode eksperimen. Kesimpulannya bahwa aliran empirisme lemah karena
keterbatasan indera manusia. Misalnya benda yang jauh kelihatan kecil,
sebenarnya benda itu kecil ketika dilihat dari jauh sedangkan kalau dilihat dari
dekat benda itu besar.
2. Rasionalisme
Secara singkat aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian
pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal.
Manusia, menurut aliran ini, menmperoleh pengetahuan melalui kegiatan akal
menangkap objek. Bapak aliran ini adalah Descartes (1596-1650). Descartes
seorang filosof yang tidak puas dengan filsafat scholastic yang pandangannya
bertentangan, dan tidak ada kepastian disebabkan oleh kurangnya metode berpikir
yang tepat. Dan ia juga mengemukakan metode baru, yaitu metode keragu-raguan.
Jika orang ragu terhadap segala sesuatu, dalam keragu-raguan itu jelas ia sedang
berpikir. Sebab, yang sedang berpikir itu tentu ada dan jelas ia sedang erang
menderang. Cogito Ergo Sun (saya berpikir, maka saya ada).
Rasio merupakan sumber kebenaran. Hanya rasio sajalah yang dapat
membawa orang kepada kebenaran. Yang benar hanya tindakal akal yang terang
benderang yang disebut Ideas Claires el Distictes (pikiran yang terang benderang
dan terpilah-pilah). Idea terang benderang inilah pemberian tuhan seorang
dilahirkan ( idea innatae = ide bawaan). Sebagai pemberian tuhan, maka tak
mungkin tak benar. Karena rasio saja yang dianggap sebagai sumber kebenaran,
aliran ini disebut rasionlisme. Aliran rasionalisme ada dua macam , yaitu dalam
bidang agama dan dalam bidang filsafat. Dalam bidang agama , aliran
rasionalisme adalah lawan dari otoritas dan biasanya digunakan untuk mengkritik
ajran agama. Adapun dalam bidang filsafat, rasionalisme adalah lawan dari
empirisme dan sering berguna dalam menyusun teori pengetahuan .
3. Positivisme
Tokoh aliaran ini adalah august compte (1798-1857). Ia menganut paham
empirisme. Ia berpendapat bahwa indera itu sangat penting dalam memperoleh
pengetahuan. Tetapi harus dipertajam dengan alat bantu dan diperkuat dengan
eksperimen. Kekeliruan indera akan dapat dikoreksi lewat eksperimen.
Eksperimen memerlukan ukuran-ukuran yang jelas. Misalnya untuk mengukur
jarak kita harus menggunakan alat ukur misalnya meteran, untuk mengukur berat
menggunakan neraca atau timbangan misalnya kiloan . Dan dari itulah kemajuan
sains benar benar dimulai. Kebenaran diperoleh dengan akal dan didukung oleh
bukti empirisnya. Dan alat bantu itulah bagian dari aliran positivisme. Jadi, pada
dasarnya positivisme bukanlah suatu aliran yang dapat berdiri sendiri. Aliran ini
menyempurnakan empirisme dan rasionalisme.
4. Intuisionisme
Henri Bergson (1859-1941) adalah tokoh aliran ini. Ia menganggap tidak
hanya indera yang terbatasa, akal juga terbatas. Objek yang selalu berubah,
demikian bargson. Jadi, pengetahuan kita tentangnya tidak pernah tetap.
Intelektual atau akal juga terbatas. Akal hanya dapat memahami suatu objek bila
ia mengonsentrasikan dirinya pada objek itu, jadi dalam hal itu manusia tidak
mengetahui keseluruhan (unique), tidak dapat memahami sifat-sifat yang tetap
pada objek. Misalnya manusia menpunyai pemikiran yang berbeda-beda. Dengan
menyadari kekurangan dari indera dan akal maka bergson mengembangkan satu
kemampuan tingkat tinggi yang dimiliki manusia, yaitu intuisi.
5. Kritisme
Aliran ini muncul pada abad ke-18 suatu zaman baru dimana seseorang
ahli pemikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara
rasionalisme dengan empirisme. Seorang ahli pikir jerman Immanuel Kant (1724-
18004) mencoba menyelesaikan persoalan diatas, pada awalnya, kant mengikuti
rasionalisme tetapi terpengaruh oleh aliran empirisme. Akhirnya kant mengakui
peranan akal harus dan keharusan empiris, kemudian dicoba mengadakan sintesis.
Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal (rasionalisme), tetapi adanya
pengertian timbul dari pengalaman (empirime).
Jadi, metode berpikirnya disebut metode kiritis. Walaupun ia mendasarkan
diri dari nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari bahwa adanya
persoalan-persoalan yang melampaui akal.
6. Idealisme
Idealisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa hakikat dunia fisik
hanya dapat dipahami dalam kaitan dengan jiwa dan roh. Istilah idealisme diambil
dari kata idea yaitu suatu yang hadir dalam jiwa. Pandangan ini dimiliki oleh plato
dan pada filsafat modern.
Idealisme mempunyai argumen epistemologi tersendiri. Oleh karena itu,
tokoh-tokoh teisme yang mengajarkan bahwa materi tergantung pada spirit tidak
disebut idealisme karena mereka tidak menggunakan argumen epistemologi yang
digunakan oleh idealisme. Idealisme secara umum berhubungan dengan
rasionalisme. Ini adalah mazhab epistemologi yang mengajarkan bahwa
pengetahuan apriori atau deduktifdapat diperoleh dari manusia denganakalnya
D. Pengaruh Epistemologi
Secara global epistemologi berpengaruh terhadap peradaban manusia.
Suatu peradaban, sudah tentu dibentuk oleh teori pengetahuannya. Epistemologi
mengatur semua aspek studi manusia, dari filsafat dan ilmu murni sampai ilmu
sosial. Epistemologi dari masyarakatlah yang memberikan kesatuan dan koherensi
pada tubuh, ilmu-ilmu mereka itu suatu kesatuan yang merupakan hasil
pengamatan kritis dari ilmu-ilmu dipandang dari keyakinan, kepercayaan dan
sistem nilai mereka. Epistemologilah yang menentukan kemajuan sains dan
teknologi. Wujud sains dan teknologi yang maju disuatu negara, karena didukung
oleh penguasaan dan bahkan pengembangan epistemologi. Tidak ada bangsa yang
pandai merekayasa fenomena alam, sehingga kemajuan sains dan teknologi tanpa
didukung oleh kemajuan epistemologi. Epistemologi menjadi modal dasar dan
alat yang strategis dalam merekayasa pengembangan-pengembangan alam
menjadi sebuah produk sains yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Demikian
halnya yang terjadi pada teknologi. Meskipun teknologi sebagai penerapan sains,
tetapi jika dilacak lebih jauh lagi ternyata teknologi sebagai akibat dari
pemanfaatan dan pengembangan epistemologi.
Epistemologi senantiasa mendorong manusia untuk selalu berfikir dan
berkreasi menemukan dan menciptakan sesuatu yang baru. Semua bentuk
teknologi yang canggih adalah hasil pemikiran-pemikiran secara epistemologis,
yaitu pemikiran dan perenungan yang berkisar tentang bagaimana cara
mewujudkan sesuatu, perangkat-perangkat apa yang harus disediakan untuk
mewujudkan sesuatu itu, dan sebagainya.
E. Makna dan Kebenaran
Kebenaran adalah suatu nilai utama di dalam kehidupan manusia, sebagai
nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi atau
martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk suatu kebenaran (Syam dalam
Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut Russel (dalam Sofyan, 2010: 425)
mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat kepercayaan dan diturunkan dari
kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu
hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta. Menurut Djaelani (dalam Sofyan,
2010: 425) kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dengan fakta-fakta itu
sendiri atau pertimbangan (judgment) dan situasi yang dipertimbangkan itu
berusaha melukiskannya.
Kebenaran adalah soal hubungan antara pengetahuan dan apa yang
dijadikan objeknya, yaitu apabila terdapat persesuaian dalam hubungan antara
objek dan pengetahuan kita tentang objek itu (Gazalba dalam Sofyan, 2010: 426).
Menurut adalah kesesuaian dengan fakta. Kebenaran adalah perwujudan dari
pemahaman subjek tentang sesuatu, terutama yang bersumber dari sesuatu yang di
luar subjek, yaitu fakta, peristiwa, nilai-nilai (norma hukum) yang bersifat umum.
Kebenaran menurut Plato dan Aritoteles adalah pernyataan yang dianggapbenar
itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya (Jalaludin
dalamSofyan, 2010: 426). Kebenaran itu tampaknya bersifat relatif sebab apa
yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa, belum tentu akan dinilai
sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Dari beberapa
pengertian di atas, penulis memahami bahwa kebenaran adalah sesuatu yang nyata
dan sesuai dengan fakta dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang
benar, belum tentu orang lain menganggap benar.
1. Sifat Kebenaran
Menurut Mintaredja (dalamSofyan, 2010: 430) mengatakan kebenaran
dapat digunakan sebagai suatu benda yang konkret atau abstrak. Subjek
menyatakan suatu preposisi yang diuji memiliki suatu kualitas, sifat, hubungan,
dan nilai itu sendiri. Kebenaran dalam filsafat dibedakan menjadi tiga hal.
a. Pengetahuan biasa memiliki inti kebenaran sifatnya subjektif, artinya
amat terikat pada subjek yang mengenal. Dengan demikian,
pengetahuan tahap pertama ini memiliki sifat selalu benar, sejauh
sarana untuk memperoleh pengetahuan bersifat normal atau tidak ada
penyimpangan.
b. Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang tetap menetapkan objek
yang khas atau spesifik dengan menerapkan metodologi yang khas
pula. Kebenaran ilmiah bersifat relatif, maksudnya kandungan
kebenaran mendapatkan revisi yaitu selalu diperkaya oleh penemuan
yang paling mutakhir.
c. Pengetahuan filsafat, yaitu pengetahuan yang pendekatannya melalui
metodologi pemikiran filsafat yang sifatnya mendasar dan menyeluruh
dengan model pemikiran yang analitis, kritis, dan spekulatif. Sifat
kebenaran dalam pengetahuan filsafat itu absolut.
d. Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama
memiliki sifat dogmatis. Suatu agama selalu dihampiri oleh keyakinan
tertentu, sehingga pernyataan dalam kitab suci agama memiliki
kebenaran sesuai dengan keyakinan yang digunakan untuk memahami.
a) Teori-Teori Kebenaran
a. Teori koherensi
Teori ini menegaskan bahwa suatu proposisi (pernyataan suatu
penegetahuan) diakui benar atau sahih jika proposisi itu memiliki hubungan
dengan ide atau gagasan dari proposisi sebelumnya yang juga sahih dan dapat
dibuktikan secara logika sesuai dengan keterangan dan ketentuan logika. Teori
koherensi adalah kebenaran yang ditegakkan atas dasar hubungan keputusan baru
dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya
terlebih dahulu. Matematika dan silogisme adalah contoh teori koherensi. Contoh:
3 + 4= 7; 5 + 2=7; 6 + 1=7. Tiga pernyataan tadi benar dan konsisten, sebab
pernyataan dan kesimpulan yang ditariknya adalah konsisten dengan pernyataan
dan kesimpulan terdahulu yang dianggap benar.
b. Teori Korespondensi
Teori ini mengatakan bahwa suatu pengetahuan itu benar, apabila
proposisi bersesuaian dengan realitas yang menjadi objek pengetahuan itu dan
kepastian inderawi. Dengan demikian, kesahihan pengetahuan itu dapat
dibuktikan secara langsung. Suatu pernyataan benar apabila materi pengetahuan
yang dikandung pernyataan itu berkoresponden (berhubungan) dengan objek yang
dituju. Ibu kota Indonesia adalah Jakarta. Maka pernyataan itu benar oleh karena
pernyataan itu berkorespenden dengan objek aktual yaitu Jakarta memang Ibu
Kota Republik Indonesia.
c. Teori Pragmatis
Menegaskan bahwa pengetahuan itu sahih, jika proposisinya memiliki
konsekuensi kegunaan atau benar-benar bermanfaat bagi yang memiliki
pengetahuan itu. Aliran pragmatisme menyatakan bahwa nilai akhir dari suatu ide
atau kebenaran yang disepakati adalah kegunaannya untuk menyelesaikan
masalah-masalah praktis. Teori kesahihan pragmatis adalah teori kesahihan yang
termasuk teori tradisional, selain koheren dan korespodensi. Teori berkembang
pada abad XIX dan awal abad XX.
Suatu pernyataan benar diukur dengan kriteria apakah pernyataan tersebut
bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Konsekuensi dari pernyataan
tersebut memunyai kegunaan praktis dalam kehidupan manusia. Sekiranya ada
orang mengatakan teori X tersebuat dikembangkan teknik Y dalam meningkatkan
kemampuan belajar dan ternyata secara aktual bahwa teknik Y dalam
meningkatkan kemampuan belajar, maka teori X dianggap benar, sebab teori X ini
adalah bersifat fungsional dan memunyai kegunaan. Suatu benar kalau dapat
dimanfaatkan secara praktis dan tidak mempermasalahkan hakikatnya.
d. Teori kesahihan semantik
Teori yang menekankan arti dan makna suatu proposisi. Menurut teori ini
arti dan makna sesungguhnya mengacu pada referensi atau realitas dan bisa juga
arti definitif dengan menunjuk ciri khas yang ada. Teori kebenaran semantik
menyatakan bahwa proposisi itu memunyai nilai kebenaran bila proposisi itu
memiliki arti.
e. Teori kebenaran sintaksis
Proposisi yang mengikuti keteraturan gramatika yang telah diisyaratkan.
Suatu adalah benar, bila mengikuti atau mematuhi hal yang diisyaratkan dari
proposisi itu tidak mengikuti syarat atau keluar dari hal yang diisyaratkan, maka
proposisi itu memunyai arti.
f. Teori kesahihan logika yang berlebihan
Teori ini hendak menunjukkan bahwa proposisi menunjukkan bahwa
proposisi logis yang memiliki term berbeda, tetapi berisi informasi sama, dan
tidak perlu dibuktikan lagi atau sudah menjadi bentuk logik yang berlebihan.
Misal, siklus adalah lingkaran atau lingkaran adalah bulatan dan sebagainya.
Proposisi lingkaran bulat tidak perlu dibuktikan lagi karena lingkaran adalah
sesuatu yang terdiri dari rangkaian titik tertentu, sehingga berupa garis yang bulat.
Teori ini banyak dianut olah kelompok aliran positivism, seperti Ayer, Gallagher.
F. Kepercayaan
Disamping berdimensi berfikir maka manusia itu berdimensi percaya.
Percaya adalah sikap dan sifat, membenarkan sesuatu, atau menganggap sesuatu
sebagai benar. Kepastian adalah sikap mental atas dasar keyakinan bahwa ada
kebenaran, tetapi kebenaran yang diselidiki sendiri. Adapula kemungkinan bahwa
orang memunyai keyakinan akan kebenaran bukan karena penyelidikkan sendiri,
melainkan atas pemberitahuan pihak lain. Ahli ilmu falak mengatakan misalnya
bahwa pada tanggal tertentu akan ada gerhana bulan. Penulis yakin bahwa
pemberitahuan itu benar, jadi setelah diberitahu itu, penulis tahu akan sesuatu
kebenaran. Pengetahuan yang tercapai itu disebut kepercayaan. Kepastian terdapat
karena percaya ini tidak perlu kurang pastinya dari kepastian yang diperoleh
sendiri. Jadi, kepercayaan itu adalah anggapan atau sikap mental bahwa sesuatu
itu benar. Arti lain dari kepercayaan adalah sesuatu yang diakui sebagai benar.
Kita tidak bisa membayangkan manusia dapat hidup tanpa kepercayaan apapun
baik dalam arti yang pertama maupun dalam arti yang kedua.
Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia
merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
Karena keyakinan merupakan suatu sikap, maka keyakinan seseorang tidak selalu
benar atau keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Jika keyakinan tidak
ada keraguan yang akan muncul dan kesalahan akan sering kali menghalangi.
Keyakinan sangat penting dalam kehidupan seperti keyakinan dalam memeluk
agama. Kepercayaan adalah suatu keadaan psikologis pada saat seseorang
menganggap suatu premisi benar. Kita yakin dalam satu hal maka kepercayaan
akan muncul. Keyakinan sangan berdampingan dalam hidup. Contoh, pada saat
kesulitan menghampiri maka sangat di perlukan sikap keyakinan agar kesulitan
yang di alami dapat di lewatkan. Kenyakinan sangat vital dalam hidup. Tidak
ada salahnya kita gunakan keyakinan kita dengan penuh percaya, mudah-mudahan
bisa membantu dalam hidup.
1. Macam-macam Kepercayaan
a. Kepercayaan dalam kehidupan sehari-hari
Kita lihat dalam kehidupan sehari-hari yang kita akui sebagai ibu kandung
kita, sesungguhnya kita terima semata-mata atas dasar kepercayaan karena kita
tidak merasa perlu membuktikannya. Kita dapat makan sebagai hal yang dapat
kita lakukan sehari-hari, apabila kita senantiasa dikuasai kesangsian atau
ketidakpercayaan atas setiap makanan yang kita makan itu. Dihubungkan dengan
contoh lain, kita tidak akan pernah naik kendaraan bermotor yang dikemudikan
orang lain bila kita tidak memunyai kepercayaan atas kendaraan (mobil, kereta
api, kapal laut, pesawat terbang, dan sebagainya) yang kita tumpangi dan bila kita
memunyai kepercayaan kepada pengemudinya tanpa kita terlebih dahulu
mempelajari dan menyelidiki secara ilmiah segala seluk beluk mesin kendaraan.
Tanpa kita terlebih dahulu mengetes dan mengecek kemampuan dan kemahiran
pengemudi secara seksama. Walaupun yang kita percayai pada mulanya dengan
begitu saja itu mungkin saja kemudian dapat diperkuat dengan bukti-bukti hasil
penyelidikan rasional, namun itu masalah kemudian bukan masalah permulaan.
b. Kepercayaan dalam ilmu pengetahuan
Amidjaja, Rektor ITB pernah mengemukakan bahwa dalam ilmu
pengetahuan yang dilandasi dengan kesangsian, namun masalah kepercayaan
tidak dapat dikesampingkan. Para pemula dalam disiplin ilmu pengetahuan
tertentu pertama-tama menerima saja terlebih dahulu suatu dalil atau aksioma atas
dasar kepercayaan. Walaupun dalam perkembangan kemudia melalui proses
analisa dan penelitian rasional akhirnya sampai juga pada dalil aksioma yang pada
mulanya diterima begitu saja atas dasar kepercayaan itu. Ilmu pengetahuan dalam
mengemukakan pendapat bersandar pada ponstulat-ponstulat tertentu atau
kebenaran-kebenaran yang sudah diterima dengan begitu sebelum secara mutlak
yang diterima begitu saja atas dasar kepercayaan semat-mata. Sekali lagi kita
tegaskan bahwa dalam bidang-bidang ilmu pengetahuan sekalipun yang konon
diawali dengan keraguan dan kesangsian itu sendiri.
c. Kepercayaan dalam filsafat
Seseorang yang terkemukan dari penyangsi modern ialah Descartes (1596-
1650) seorang ilmu pasti yang paling ulung pada zamannya yang juga peletak
dasar rasionalisme yang sebenarnya di Eropa. menurut aliran rasionalime akal
manusia itu memang cukup kuat untuk memecahkan segala soal, cukup kuat
untuk mencapai kebenaran yang terakhir setidak-tidaknya cukup kuat untuk
mengejarnya atas dasar akal sendiri. Penuh keyakinan aliran rasionalisme percaya
dengan maksud percaya adalah esa, akan hal manusia sebagai kunci yang
membuka segala rahasia. Hanyalah dapat ditanyakan keyakinan itu berdasarkan
atas apa? Pada pikiran hemat kami tidak dapat dihindarkan, keterangan bahwa
penelitian akal manusia sebagai dasar atas pangkal filsafat dan ilmu pengetahuan
adalah suatu pemilihan yang ada pada tidak akal sifatnya. Rasionalisme memilih
akal itu karena kepercayaan terhadap akal. Dalam kepercayan itu tidak dicapai
dengan jalan pikiran yang akali melainkan kepercayaan itulah tidak lain daripada
keyakinan. Atas dasar rasionalisme memilih akal manusia sebagai titik berangkat
atau akal pikiran.
Tiap-tipa filosof membutuhkan suatu pangkal pikiran atau titik berangkat.
Ada yang memilih akal sebagai titik berangkat, ada yang memilih arus hidup ada
yang memilih eksistensi. Pemilihan itu tergantung daripada keyakinan ahli pikir
sendiri. Jadi dalam filsafat sekalipun yang katanya mencari keberanaran secara
radikal, integral, universal itu, terbukti bahwa ada unsur atau faktor kepercayaan
tersebut menjadi pangkal tolaknya sendiri.
d. Kepercayaan dalam agama
Manusia memerlukan suatu bentuk kepercayan. Hal itu akan
mengahadirkan nilai-nilai guna untuk menopang hidupnya. Sikap kepercayaan
atau ragu yang sempurna tidak mungkin dapat terjadi, tetapi selain kepercayaan
itu dapat dianut sesuai dengan kebutuhan demikian pula cara kepercayaanpun
harus benar pula. Menganut kepercayaan yang salah bukan saja dikehendaki,
tetapi bahkan berbahaya. Disebabkan kepercayaan itu diperlukan maka dalam
kenyataannya kita temui bentuk-bentuk kepercayaan iu berbeda satu dengan yang
lainnya.
Faktor kepercayaan ini mutlak dalam agama. Dalam agama, kepercayaan
merupakan suatu unsur yang amat penting dan dalam hal ini amat masuk akal
alaannya kebenaran yang dipercayai oleh kaum yang beragama ini diyakini sebab
diberitahukan oleh yang tak dapat berdusta (Tuhan sendiri) atau paling sedikit
seorang yang menerima tugas memberitahukan kebenaran ini kepada umat
manusia, ia patut dipercaya. Percaya ialah menerima kebenaran demi
kewibawaan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengetahuan dapat diperoleh melalui beberapa hal yaitu:
1. Pengetahuan diperoleh dari akal, yakni pengetahuan yang didapatkan
melalui proses berpikir yang logis sehingga dapat diterima oleh akal. Dari
sini memunculkan aliran rasionalisme.
2. Pengetahuan diperoleh dari pengalaman, yakni pengetahuan baru muncul
ketika indera manusia menimba pengalaman dengan cara melihat dan
mengamati berbagai kejadian dalam kehidupan, jadi ketika manusia lahir
benar-benar dalam keadaan yang bersih dan suci dari apapun. Aliran yang
mempunyai paham ini adalah aliran empirisme.
3. Pengetahuan diperoleh dari intuisi, yakni pengetahuan yang bersifat
personal, dan hanya orang-orang tertentu yang mendapatkan pengetahuan
ini.
B. Saran
Manusia dalam berbuat tentunya terdapat kesalahan yang sifatnya tersilap
dari yang telah ditetapkan atau seharusnya. Apalagi dalam kegiatan menyusun
makalah ini. Untuk itu, penulis harapkan dari pembaca, mohon kritik dan
sarannya guna perbaikkan penyusunan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad tafsir, 2009. filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra. Remaja Rosdakarya, Bandung.hal 23
Ahmad Tafsir,2009. Filsafat umum akal dan hati sejak thales sampai capra.Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. Hal 24-28
Achmadi,asmoro,2012. Filsafat umum. PT. Raja grafindo persada, jakarta. Hal 118-119
Hakim, M.A. dan Drs. Bani Ahmad Saebani, M.Si. 2008. filsafat umum dari metologi sampai teofilosofi. Pustaka Setia, Bandung. Hal 206