Epilepsi Case

38
EPILEPSI PADA ANAK PENDAHULUAN Epilepsi merupakan suatu kondisi medis yang umumnya ditemukan pada 0,5-1% dari populasi anak. Para peneliti umumnya mendapatkan insiden 20 -70/100.000 per tahun dan prevalens sewaktu 4 -10/1000 pada populasi umum. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK – UI RSCM pada tahun 1990 insidensnya 2/1000 pasien sedangkan pada tahun 1991 didapatkan suatu insidens sebesar 3/1000 pasien. 22 dari 64 kasus yang terdeteksi pada pemantauan 11 tahun mendapatkan pendidikan khusus. Diantara 32 kasus yang terdeteksi pada pemantauan 16 – 23 tahun, 12 menderita cacat mental. Insidens tertinggi didapatkan pada tahun pertama kehidupan, bangkitan kejang yang timbul saat bayi sering menimbulkan kerusakan yang luas dan membahayakan. Klasifikasi epilepsi dapat menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sebagian besar anak yang menderita epilepsi dapat dikontrol dengan baik dengan satu jenis obat anti epilepsi tanpa menimbulkan efek samping. DEFINISI Epilepsi merupakan suatu kondisi kronik yang ditandai dengan berulangnya kejang. Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik yang berlebihan di sel neuron saraf pusat (Penfield dan Erickson, 1941), keadaan ini merupakan gejala terganggunya fungsi otak (Robb, 1965). 1

description

case

Transcript of Epilepsi Case

Page 1: Epilepsi Case

EPILEPSI PADA ANAK

PENDAHULUAN

Epilepsi merupakan suatu kondisi medis yang umumnya ditemukan pada 0,5-1%

dari populasi anak. Para peneliti umumnya mendapatkan insiden 20 -70/100.000 per tahun

dan prevalens sewaktu 4 -10/1000 pada populasi umum. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak

FK – UI RSCM pada tahun 1990 insidensnya 2/1000 pasien sedangkan pada tahun 1991

didapatkan suatu insidens sebesar 3/1000 pasien. 22 dari 64 kasus yang terdeteksi pada

pemantauan 11 tahun mendapatkan pendidikan khusus. Diantara 32 kasus yang terdeteksi

pada pemantauan 16 – 23 tahun, 12 menderita cacat mental.

Insidens tertinggi didapatkan pada tahun pertama kehidupan, bangkitan kejang yang

timbul saat bayi sering menimbulkan kerusakan yang luas dan membahayakan. Klasifikasi

epilepsi dapat menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sebagian besar anak yang

menderita epilepsi dapat dikontrol dengan baik dengan satu jenis obat anti epilepsi tanpa

menimbulkan efek samping.

DEFINISI

Epilepsi merupakan suatu kondisi kronik yang ditandai dengan berulangnya kejang.

Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik yang berlebihan

di sel neuron saraf pusat (Penfield dan Erickson, 1941), keadaan ini merupakan gejala

terganggunya fungsi otak (Robb, 1965).

Manifestasi klinis yang nampak dapat sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran,

aktivitas motorik abnormal, kelainan prilaku, gangguan sensoris atau disfungsi otonom.

Epilepsi sendiri didefinisikan sebagai kejang berulang yang tidak terkait dengan demam

atau serangan otak akut.

ETIOLOGI

Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di

sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis

atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu

fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.

1

Page 2: Epilepsi Case

Bila ditinjau dari faktor etiologis, maka sindrom epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok :

1) Epilepsi idiopatik

Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak

menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik

disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi

pasien epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan

serangan.

Degan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan

idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi

idiopatik

2) Epilepsi simtomatik

Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan

ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali kongenital, trauma otak,

neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang

bermula ekstrakranial dan kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung,

gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia),

gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi

lebih). Kelainan struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus

dilacak faktor-faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi,

contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar,

hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan emosional.

Kondisi saat prenatal dan neonatal juga berpengaruh terhadap fungsi otak. Kegawatan saat

prenatal, seperti eklampsia, beresiko untuk menimbulkan gangguan fungsi otak neonatus

yang bisa mencetuskan bangkitan epilepsi, dengan angka resiko relatif 12,9%. Keadaan dari

ibu yang menderita hipertensi pada eklampsia bisa menyebabkan terjadinya asfiksia

neonatorum sehingga berakibat terjadinya perinatal hypoxic-ischemic encephalophaty,

keadaan inilah yang dapat menjadi lesi intrakranial sebagai pemicu bangkitan epilepsi.

PATOGENESIS

Konsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John

Hughlings Jackson, bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi

letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat. Letupan ini

menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan

2

Page 3: Epilepsi Case

tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan

depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat

dibuktikan.

Terjadinya epilepsi sampai saat ini belum terungkap secara rinci. Namun beberapa

faktor yang ikut berperan telah terungkap, misalnya :

Gangguan pada membran sel neuron

Potensial sel membran neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion

natrium dan kalium. Membran neuron mudah dilalui oleh ion Kalium dari ekstra ke

intrasel,dan tidak mudah dilalui oleh ion Natrium, Kalsium, dan Chlor, sehingga

didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah

di dalam sel pada keadaan normal. Bila keseimbangan terganggu, sifat semipermeabel

berubah, sehingga ion natrium dan kalium dapat berdifusi melalui membran dan

mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan kadar potensial yang menyertainya.

Semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai berkurangnya ion kalium

dan meningkatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel.

Gangguan pada mekanisme inhibisi presinap dan pascasinap

Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat) mengakibatkan depolarisasi yang

menyebabkan lepasnya muatan listrik, sedang zat transmiter inhibisi (GABA, glisin)

menyebabkan hiperpolarisasi sehingga neuron penerimanya lebih stabil dan tidak

mudah melepaskan muatan listrik. Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan

antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan

terjadinya bangkitan kejang. Gangguan sintesis GABA menyebabkan eksitasi lebih

unggul dan dapat menimbulkan bangkitan epilepsi

Sel Glia.

Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstrasel disekitar neuron dan

terminal presinap. Pada keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur konsentrasi ion

kalium ekstrasel dapat terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel

neuron disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstrasel dibanding

intrasel dapat mendepolarisasi membran neuron. Astroglia berfungsi membuang ion

kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron.

Bila sekelompok sel neuron tercetus maka didapatkan 3 kemungkinan :

1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron

tersebut, kemudian berhenti

3

Page 4: Epilepsi Case

2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, tetapi tidak melibatkan seluruh otak kemudian

menjumpai tahanan dan berhenti

3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak kemudian berhenti

Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi parsial, sedangkan pada keadaan 3

didapatkan kejang umum.

Jenis bangkitan epilepsi bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang

berlepas muatan listrik berlebih serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik terjadi bila

lepas muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Gangguan sensori akan terjadi bila

struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlibat. Kesadaran menghilang bila lepas muatan

melibatkan batang otak dan talapus. Sel neuron di serebelum, di bagian bawah batang otak

dan di medula spinalis tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi.

Saat terjadi bangkitan kejang, aktivitas pemompaan natrium bertambah, dengan

demikian kebutuhan akan senyawa ATP bertambah, dengan kata lain kebutuhan oksigen

dan glukosa meningkat, maka peningkatan kebutuhan ini masih dapat dipenuhi. Namun bila

kejang berlangsung lama, ada kemungkinan kebutuhan akan oksigen dan glukosa tidak

terpenuhi, sehingga sel neuron dapat rusak atau mati.

KLASIFIKASI BANGKITAN ATAU SERANGAN KEJANG

(International League Againts Epilepsi, 1981)

I. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)

Kejang parsial merupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan

biasanya disertai dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas

elektrik otak yang terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu bagian dari

hemisfer otak.

- Kejang parsial sederhana

Pada kejang tipe ini, tidak disertai penurunan kesadaran. Terdiri dari empat, yaitu:

1. dengan gejala motorik

2. dengan gejala sensorik

3. dengan gejala otonom

4. dengan gejala psikis

- Kejang parsial kompleks

Pada kejang tipe ini, didapatkan adanya penurunan kesadaran. Dapat berupa:

1. kejang parsial sederhana yang berkembang ke penurunan kesadaran

4

Page 5: Epilepsi Case

2. adanya penurunan kesadaran sejak awal.

- Kejang parsial yang menjadi umum

II. Kejang Umum

Kejang umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang terjadi pada

seluruh hemisfer otak secara simultan

- Absens (lena). Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan

terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, serangan berupa terhentinya kegiatan

yang sedang dikerjakan, muka tampak membengong, tidak ada reaksi bila diajak

berbicara, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.

- Mioklonik. Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat

atau lemah, umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih

ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.

- Klonik. Pada jenis ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.

Dijumpai terutama sekali pada anak,

- Tonik. Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap

dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi,

dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah

dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva

tidak sensitif, pupil dilatasi.

- Tonik Klonik. Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat

kemudian diikuti oleh gerakan klonik.

- Atonik. Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala

jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien

terjatuh.

III. Kejang Tidak Dapat Diklasifikasi

Sebagian besar serangan yang terjadi pada bayi baru lahir termasuk golongan ini,

berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenag,

menggigil, atau pernafasan yang mendadak berhenti sementara.

MENEGAKKAN DIAGNOSA

Tiap penderita harus diperiksa secara teliti dengan melakukan anamnesa,

pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang lainnya.

Anamnesa

5

Page 6: Epilepsi Case

Untuk menentukan apakah sesorang menderita bangkitan kejang atau epilepsi biasanya

tidak sulit, asal kita dapat menyaksikan sendiri serangan tersebut. Tetapi biasanya

dokter tidak pernah menyaksikan sendiri serangan epilepsi yang dialami pasiennya. Di

luar serangan, maka seorang penderita epilepsi tidak didapatkan tanda-tanda yang

menunjukkan bahwa ia penderita epilepsi, maka dalam menegakkan diagnosis epilepsi,

laporan dari penderita sangat penting, demikian juga dengan laporan dari orang yang

menyaksikan penderita sewaktu mengalami serangan. Laporan yang dibutuhkan

mencakup :

1. Keadaan pada permulaan serangan

Banyak penderita yang kesadarannya tidak segera menghilang pada permulaan

serangan. Pengalaman pada permulaan serangan ini disebut aura, banyak membantu

dalam menentukan sumber epilepsi di otak. Misalnya : mata berkunang-kunang,

membaui sesuatu yang busuk. Selain itu sebagian penderita mengalami kejang fokal

sebelum kesadarannya menghilang.

2. Keadaan pada saat kesadaran penderita menurun atau menghilang

Pada fase ini laporan dari orang yang menyaksikan sangat berharga karena penderita

tidak ingat. Saat kesadaran menurun ini ada penderita yang berjalan hilir mudik,

mengoceh, ada pula yang mengalami kejang umum.

3. Keadaan saat kesadaran pulih kembali

Apa yang dirasakan oleh penderita saat ia sadar kembali. Apakah nyeri kepala, ada

anggota gerak yang lemah/lumpuh atau menjadi sukar berbahasa selama beberapa

saat?

Mengenai bangkitan kejang selain laporan di atas, perlu juga mengetahui frekuensi

serangan, waktu serangan terjadi dan faktor-faktor atau keadaan yang dapat

memprovokasi atau mencetuskan serangan. Misalnya : melihat televisi, bernafas dalam,

lapar, letih, obat-obatan dan sebagainya. Tidur merupakan faktor pencetus pada banyak

penderita epilepsi. Pada penderita yang serangannya dicetuskan oleh tidur, hal ini sering

terjadi sewaktu ia baru tertidur, sewaktu ia mulai tidur atau sewaktu ia akan bangun.

Mengetahui faktor yang menjadi pencetus serangan sangat penting, agar serangan dapat

dikurangi atau dihindari. Tapi pada seorang penderita epilepsi, serangan biasanya timbul

secara spontan.

Riwayat keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang,

penyakit syaraf dan penyakit lainnya. Hal ini perlu untuk mencari adanya faktor

herediter.

6

Page 7: Epilepsi Case

Riwayat masa lalu:

- Ditanyakan mengenai keadaan ibu waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya

penyakit yang diderita, perdarahan pervaginam, obat yang dimakan

- Ditanyakan pula mengenai riwayat kelahiran penderita, apakah letak kepala,

letak sungsang, mudah atau sukar; apakah digunakan cunam, vakum ekstraksi

atau sectio caesaria; perdarahan antepartum, KPD, asfiksia

- Penyakit yang pernah diderita (trauma kapitis, radang selaput otak/radang otak,

ikterus, reaksi terhadap imunisasi, kejang demam).

- Bagaimana perkembangan kecakapan mental dan motorik

Pemeriksaan jasmani

Dilakukan pemeriksaan yang meiputi pemeriksaan secara pediatri dan neurologis.

Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, dan status generalis secara sistematis. Pada

pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motorik dan mental,

tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan,

pendengaran, syaraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak

terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anestesia),

refleks fisiologis dan patologis

Pemeriksaan penunjang

1. Cairan serebrospinalis. Cairan serebrobrospinalis pada penderita epilepsi umumnya

normal. Pungsi lumbal dilakukan pada penderita yang dicurigai meningitis.

2. Elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada penderita

epilepsi. EEG dapat mengkonfirmasi aktivitas epilepsi bahkan dapat menunjang

diagnosis klinis tetapi tidak dapat menegakkan diagnosis secara pasti. Epilepsi tidak

selalu dapat tercermin pada rekaman EEG. EEG normal dapat dijumpai pada anak

yang menderita kelainan otak. Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila :

o Asimetris irama dan voltage gelombang pada daerah yang sama dikedua

hemisfer otak

o Irama gelombang tidak teratur

o Irama gelombang lebih lambat dibandingkan seharusnya

o Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak yang normal,

seperti gelombang tajam paku (spike), paku-ombak, paku majemuk.

Pemeriksaan EEG berfungsi dalam mengklisifikasikan tipe kejang dan menentukan

terapi yang tepat. EEG harus diulangi apabila kejang sering dan berat walaupun

7

Page 8: Epilepsi Case

sedang dalam pengobatan, apabila terjadi perubahan pola kejang yang berarti atau

apabila timbul defisit neurologi yang progresif.

3. Pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain foto polos kepala,

angiografi serebral, CT-scan, MRI. Pada foto polos kepala dilihat adanya tanda-

tanda peninggian tekanan intrakranial, asimetris tengkorak, perkapuran abnormal

tetapi pemeriksaan ini sudah banyak ditinggalkan. Angiogarafi dilakukan pada

pasien yang akan dioperasi karena adanya fokus epilepsi berupa tumor. CT-scan dan

MRI digunakan untuk mendeteksi adanya malformasi otak kongenital. Indikasi CT-

scan dan MRI antara lain kesulitan dalam mengontrol kejang, ditemukannya

kelainan neurologis yang progresif dalam pemeriksaan fisik, perburukan dalam hasil

EEG, curiga terhadap peningkatan tekanan intrakranial dan pada kasus-kasus

dimana dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan.

4. Pemeriksaan laboratorium tergantung dari umur pasien, keparahan dan tipe kejang.

Setiap kasus yang diduga terjadi gangguan kejang dibenarkan untuk dilakukan EEG.

Kejang pada bayi kadang tanpa gejala. Maka dari itu harus lebih hati-hati dalam

menilai hasil laboratorium.

Kelainan metabolik jarang ditemukan pada anak sehat yang mengalami kejang. Jika

tidak ditemukan tanda klinik dari uremia, hiponatremia, atau kondisi serius yang

lain, tes laboratorium tidak telalu penting.

Pemeriksaan psikologis dan psikiatris

Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah

(retardasi mental), gangguan tingkah laku (behaviour disorders), gangguan emosi,

hiperaktif. Hal ini harus mendapat perhatian yang wajar agar anak dapat berkembang

secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

DIAGNOSIS BANDING

Fisiologis : Sinkop, TIA, migren, gangguan tidur, gangguan gerak, vertigo

Psikologis : Panik, psikosis, pseudoseizure/konversi, anxietas

PENATALAKSANAAN EPILEPSI

Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah timbulnya kejang tanpa mengganggu

kapasitas fisik dan intelek pasien dengan menggunakan dosis optimal terendah. Yang

terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat menembus sawar darah otak dan

mencapai reseptor susunan saraf pusat.

8

Page 9: Epilepsi Case

Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak

kambuh. Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat antiepilepsi.

Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu:

1. Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus

epilepsi

2. Mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari

fokus epilepsi.

Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan yang terakhir ini.

Prinsip pengobatan epilepsi :

1. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom epilepsi

2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi

3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang pertama

gagal

4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang

OAE pilihan pertama dan kedua:

1. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)

OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin

OAE II : Benzodiazepin, asam valproat

2. Serangan tonik klonik

OAE I :Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat

OAE II : Benzodiazepin, asam valproat

3. Serangan absens

OAE I : Etosuksimid, asam valproat

OAE II : Benzodiazepin

4. Serangan mioklonik

OAE I : Benzodiazepin, asam valproat

OAE II : Etosuksimid

5. Serangan tonik, klonik, atonik

Semua OAE kecuali etosuksinidTabel 1. Penuntun Terapi Obat Antiepilepsi pada Anak

Obat DosisnyaKadar dalam

darahTercapainya kadar

Karbamazepin 15-25 mg/kgBB/hari 4-12 µg/ml 3-6 hari

9

Page 10: Epilepsi Case

dibagi 2-4 dosis (> 15)

Asam valproat15-60 mg/kgBB/hari

dibagi 2-4 dosis

50-120 µg/ml

(> 140)2-4 hari

Fenitoin5-10 mg/kgBB/hari

dibagi 1-2 dosis

5-20 µg/ml

(> 25)5-10 hari

Fenobarbital3-5 mg/kgBB/hari

dosis tunggal setiap hari

15-40 µg/ml

(> 45)10-21 hari

Primidon10-25 mg/kgBB/hari

dibagi 3-4 dosis

4-12 µg/ml

(> 15)1-5 hari

Etosuksimid10-40 mg/kgBB/hari

dibagi 1-2 dosis

40-100 µg/ml

(> 150)5-6 hari

Klonazepam0,1-0,2 mg/kgBB/hari

dibagi 2-3 dosis

15-80 µg/ml

(> 80)5-10 hari

PENGHENTIAN OBAT ANTI EPILEPSI

● Pada epilepsi yang sulit diatasi lakukan pemantauan yang intensif untuk mencari

diagnosis yang sebenarnya dan pengobatan yang sesuai. Selain itu dipergunakan

pemantauan EEG yang cermat dan lebih lama dari 20 menit.

● Epilepsi dicegah dengan perawatan pada masa prenatal dan perinatal. Tindakan

selanjutnya adalah diagnosis dan pengobatn dini semasa bayi dengan OAE yang tepat.

Bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali, dapat dipertimbangkan untuk

pembedahan. Bila pada pemeriksaan PET scan pada anak dengan berbagai jenis epilepsi

yang berat ditemukan adanya hipometabolisme unilateral yang difus, maka dapat

dilakukan reseksi lokal sampai hemisferektomi.

● Pertimbangan penghentian pengobatan didasarkan atas pertimbangan keseimbangan

antara resiko penggunaan OAE yang terus menerus (intoksikasi kronis, efek teratogenik)

dan resiko kemungkinan kambuh serangan (cedera, pekerjaan). Penghentian pengobatan

dilakukan setelah bebas serangan selama 2 tahun atau lebih, perlahan-lahan dalam waktu

beberapa bulan (4-6 bulan atau 25% setiap 2-4 minggu), diskusikan kemungkinan

kekambuhan. Risiko kambuh setelah penghentian obat dalam 1 tahun pertama 25% dan

menjadi 29% dalam 2 tahun. Kekambuhan terjadi 80% dalam tahun pertama.

10

Page 11: Epilepsi Case

● Faktor yang mempengaruhi risiko kekambuhan : masa bebas serangan sebelum

penghentian obat singkat, banyak macam tipe serangan, kejang tonik-klonik, perlu

waktu lama untuk mencapai bebas serangan, poloterapi, EEG abnormal, pemeriksaan

neurologis abnormal, timbul serangan pada saat penghentian obat.

PENATALAKSANAAN KEJANG AKUT DAN STATUS EPILEPTIKUS

Adapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, kita harus melakukan langkah

penanganan sebagi berikut:

1. Manajemen jalan nafas, pernafasan dan fungsi sirkulasi adekuat

Bila anak datang dalam keadaan kejang, tanyakan beberapa hal penting saja agar

tidak membuang waktu, sambil memeriksa fungsi vital dengan cepat. Pasien kejang

seringkali mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih normal bila kejang

sudah berhenti. Bradikardi, hipotensi dan perfusi yang buruk merupakan tanda yang

buruk. Lakukan resusitasi bila diperlukan dan atasi kejang. Anamnesis dan

pemeriksaan fisis lengkap baru dilakukan setelah kejang teratasi.

2. Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang

Salah satu penyebab kegagalan pengobatan adalh kesulitan mendapatkan akses

intravena. Akan tetapi, saat ini sudah tersedia antikonvulsan dengan berbagai cara

pemberian, misalnya intravena (diazepam, lorazepam, midazolam, fenobarbital,

fenitoin), intramuskular (midazolam), rektal (diazepam, paraldehid) dan sublingual

(lorazepam, midazolam).

Tabel 2. Algoritme penatalaksanaan kejang akut dan satus epileptikus* pada anak

Pastikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi baik

0-5 menit Diazepam 0,3 mg/kg (IV), maks. 10 mg

0,5-0,75 mg/kg (PR)

Midazolam 0,2 mg/kg (IM)

Kejang belum berhenti dalam 5-10 menit, ulang dengan dosis dan cara yang sama

10 menit Diazepam 0,3 mg/kg (IV), maks. 10 mg

0,5-0,75 mg/kg (PR)

Midazolam 0,2 mg/kg (IM)

15 menit Fenitoin 20 mg/kg (IV), maks 1 gram

11

Page 12: Epilepsi Case

IV drip 20 menit dalam 50 ml NaCl (infus 1

mg/kg/menit)

35 menit Fenobarbital 20 mg/kg (IV), bolus 5-10 menit (infus 1

mg/kg/menit), hati-hati depresi pernafasan

Bila masih kejang setelah 10 menit pemberian fenobarbital, terapi sebagai status epileptikus

refrakter*

45-60 menit Midazolam IV infus bolus 0,2 mg/kg dilanjutkan drip 0,02-0,4 mg/kg/jam

Pertimbangkan tambahan fenobarbital 10-15 mg/kg

Bila tidak kejang selama 24 jam, tukar midazolam 1

g/menit setiap 15 menit

+ konsul divisi neurologi

*Status pileptikus adalah bangkitan kejang yang berlangsung terus-menerus atau kejang

berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang selama lebih dari 30 menit

*Status epileptikus refrakter adalah status epileptikus yang tidak memberikan respons

terhadap pengobatan antikonvulsan golongan benzodiazepin, fenitoin, atau fenobarbital.

KOMPLIKASI

Gangguan emosional seperti : gelisah, depresi, marah dan perasaan bersalah. Kadang-

kadang aura yang timbul bisa berupa fantasi tentang kematian yang bisa menuntun

penderita untuk melakukan tindakan bunuh diri.

Psudoretardasi dapat muncul pada anak-anak dengan kejang yang tidak dikontrol

dengan baik, hal ini berhubungan dengan kemampuan mereka dalam belajar. Obat

antikonvulsi yang dikonsumsi sedikit mempengaruhi hal ini, kecuali bila diberikan dalam

dosis yang berlebihan (toksik). Retardasi mental umumnya karena proses patologik yang

menyebabkan kejang, tapi bisa bertambah buruk bila frekuensi kejang sering, lama kejang

bertambah dan disertai dengan hipoksia. Cedera fisik seperti laserasi di daerah dagu dan

dahi sering terjadi pada kejang atonik (sering disebut ”drop attacks”). Pada jenis kejang

yang lain cedera fisik jarang terjadi.

PROGNOSIS

Prognosis anak yang menderita epilepsi tergantung bermacam-macam faktor medis,

sosial dan psikologis. Secara umum prognosis epilepsi berhubungan dengan beberapa faktor

12

Page 13: Epilepsi Case

seperti kekerapan kejang, ada atau tidaknya defisit neurologis atau mental, jenis dan

lamanya kejang.

Prognosis epilepsi tergantung pada jenis epilepsi yang dideritanya. Faktor yang

berhubungan dengan baiknya prognosis antara lain tidak terdapatnya penyebab organik,

tidak terdapatnya kelainan neurologik dan mental, tidak kerapnya serangan kejang dan

cepatnya kejang dikendalikan. Sebaliknya faktor yang berhubungan dengan prognosis buruk

diantaranya penyebab kejang organik serta terdapatnya kelainan neurologik atau mental,

terdapatnya beberapa jenis kejang termasuk serangan tonik-klonik umum dan atau kejang

tonik dan atonik.

Umur onset yang relatif lambat sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan faktor

yang menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan tergantung pada

faktor yang sama dengan remisi kejang.

EFUSI SUBDURAL

DEFINISI

13

Page 14: Epilepsi Case

Efusi subdural adalah akumulasi cairan serebrospinal di dalam rongga subdural yang

berhubungan dengan proses infeksi, trauma kranioserebral, tumor otak, hipotensi

intrakranial,ataupun sebab yang lainnya.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis dari efusi subdural meliputi fontanela menonjol, sutura yang melebar,

demam yang persisten, muntah, kejang, letargi, dan kelemahan.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada efusi subdural meliputi:

USG kepala

CT brain

MRI kepala

PENATALAKSANAAN

Surgical drainage pada efusi subdural sangat diperlukan. Terkadang diperlukan

drainage yang permanent berupa pemasangan shunt yang dibutuhkan untuk mengalirkan

cairan yang terus-menerus timbul dan pada kasus yang berulang. Pemberian antibiotik

secara intravena juga diperlukan.

PROGNOSIS

Dengan penatalaksanaan yang adekuat diharapkan menghasilkan prognosis yang

baik. Tetapi jika terjadi gangguan neurologi, dapat menimbulkan prognosis yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

1. Passat, Jimmy. Epidemiologi Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar

Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 190 – 197.

14

Page 15: Epilepsi Case

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.

Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 2002; 855-860

3. Behrman, Kliegman, Arvin. Wahab, AS (ed). Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi

15. Jakarta: EGC, 2000; 2053-2069

4. Lumbantobing, SM. Etiologi dan Faal Sakitan Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S

(eds). Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 197-203

5. Splete, Heidi. Cohort Study: Childhood Epilepsy Strongly linked to Eclampsia.

Available on: http://www.findarticles.com/p/articles. Last updated September 1,

2004

6. Utama H, Gan VHS. Antikonvulsi. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian

Farmakologi FK-UI, 2000; 163-174

7. Lumbantobing, SM. Menegakkan Diagnosis. In: Epilepsi (Ayan). Jakarta; Balai

Penerbit FK-UI, 2002; 39-40

8. Lumbantobing, SM. Keadaan yang Dapat Mencetuskan Serangan Epilepsi. In: Epilepsi

(Ayan). Jakarta; Balai Penerbit FK-UI, 2002; 19-21

9. Soetomenggolo, Taslim S. Pemeriksaan Penunjang Pada Epilepsi. In: Buku Ajar

Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 223-226

10. Ismael, Sofyan. Klasifikasi Bangkitan atau Serangan Kejang pada Epilepsi. In:

Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 204-

209

11. Lazuardi, Samuel. Pengobatan Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar

Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 226-241

12. Widodo, Dwi Putro. Algoritme Penatalaksanaan Kejang Akut dan Status Epileptikus

pada Bayi dan Anak. In: Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily Practice.

Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIX. Jakarta:

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM,

27-28 Maret 2006;63-69

13. Hay W, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Seizure Disorders (Epilepsies). In:

Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 15 th Edition; 641-654

14. Jasmin Luc D. Subdural Effusion. Available at www.umn.edu

15

Page 16: Epilepsi Case

PRESENTASI KASUS

IDENTITAS PASIEN

• Nama : An. RA

• Tgl lahir (umur) : 13 Desember 2002 (3 3/12 tahun)

• Jenis kelamin : Perempuan

• Alamat : Jl. Kerja bakti No. 10 RT. 03/RW.09, Kramat Jati, JakTim

• Agama : Islam

• Pendidikan : -

IDENTITAS WALI

Wali Ayah

Nama : Tn. D

Umur : 45 tahun

Suku bangsa : Sunda

Alamat : (sama seperti pasien)

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Buruh

Hubungan dgn wali : Keponakan

RIWAYAT PENYAKIT

• Keluhan utama :

Kejang

• Keluhan tambahan :

Riwayat perjalanan penyakit

Riwayat penyakit sekarang :

+ 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit pasien mendadak kejang separuh badan

(sebelah kiri), kejang + 30 menit, klojotan, sebelum kejang pasien bengong, pandangan

kosong, kejang tanpa didahului demam, aktivitas sebelum kejang pasien tidur. Kemudian

pasien dibawa berobat ke puskesmas. Di puskesmas pasien diberi obat melalui pantat,

tetapi kejang tetap tidak berhenti sehingga dari peskesmas pasien langsung disarankan

untuk pergi ke RS UKI untuk dirawat lebih lanjut.

16

Wali Ibu

Nama : Ny. S

Umur : 39 tahun

Suku bangsa : Betawi

Alamat : (sama seperti pasien)

Agama : Islam

Pendidikan : SD

Pekerjaan : Ibu rumah tangga

Page 17: Epilepsi Case

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat pasien kejang dimulai saat berumur 2 bulan, saat itu kejang mendadak,

seluruh tubuh, klojotan dan berlangsung < 5 menit tanpa didahului demam, riwayat trauma

(-). Dalam satu hari pasien bisa mengalami kejang sebanyak 3 atau 4 kali tanpa didahului

demam, setelah kejang pasien masih sadar tetapi lemas, tidak menangis, pasien tidak

dibawa berobat saat itu. Karena pasien terus mengalami kejang setiap hari dan dapat

berlangsung kejang sebanyak 3 atau 4 kali, maka pasien dibawa berobat ke RSCM saat

berusia 6 bulan, saat di RSCM pasien dinyatakan mengalami gangguan syaraf pada otak,

pasien tidak dirawat, hanya diberi obat warna putih kecil untuk berobat jalan dan diminum

sebanyak 1 kali 1 hari. Pasien teratur minum obat, tetapi kejang masih berlangsung setiap

hari, lama kejang < 5 menit dan banyak kejang 3 atu 4 kali dalam sehari demam (-). Pasien

juga pernah dirawat di Budi Asih + 2 tahun yang lalu karena keluhan yang sama dan

dirawat inap selama tiga hari, pasien juga pernah dirawat di RS UKI + 1 tahun yang lalu

sebanyak 2 kali dan masing-masing dirawat selama 3 hari, setelah dirawat pasien tidak

mengalami kejang selama + 3 bulan, kemudian kejang timbul lagi. Pasien sekarang tetap

menjalani berobat jalan di puskesmas, minum obat teratur.

Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

Riwayat kehamilan :

Saat hamil ibu kandung pasien menderita tekanan darah tinggi sampai mengalami

kejang dan dirawat selama 2 minggu, ibu pasien melahirkan pasien dalam keadaan lemas

di RS, kemudian ibu pasien meninggal saat pasien berusia 10 hari.

Riwayat kelahiran

Pasien lahir cukup bulan (9 bulan), saat lahir pasien tidak langsung menangis, aspirasi

mekonium (+), badan pasien biru setelah lahir.

• Tempat kelahiran : rumah sakit

• Penolong persalinan : dokter

• Cara persalinan : spontan pervaginam

• Penyulit persalinan : Eklampsia

• Masa gestasi : cukup bulan

• Keadaan bayi :

- Berat badan lahir : 2500 gram

- Panjang badan lahir : 50 cm

- Kelainan bawaan : disangkal

17

Page 18: Epilepsi Case

Riwayat Perkembangan

• Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan

• Psikomotor

- Duduk : 3 tahun

- Berdiri : -

- Berjalan : -

- Berbicara : -

- Membaca dan menulis : -

Kesan : anak mengalami gangguan perkembangan

Riwayat Imunisasi

• B.C.G : 1 bulan

• D.P.T : 2, 3, 4 bulan

• Polio : 2, 3,4 bulan

• Campak : 9 bulan

• TIPA : -

• Hep.-B : 0,1,6 bulan

Kesan imunisasi dasar lengkap

Riwayat Makanan

Umur

(bulan)A.S.I/P.A.S.I Buah/biskuit

Bubur

susuBubur tim

0-2 ASI

2-4 ASI

4-6 PASI ü ü

6-8 PASI ü ü

8-10 PASI ü ü

10-12 PASI ü ü

Riwayat Keluarga

Pasien anak tunggal

Riwayat Penyakit yang pernah diderita

Kejang : Umur 2 bulan

Peny. Kuning : Umur 4 tahun

18

Page 19: Epilepsi Case

Riwayat penyakit dalam keluarga

Riwayat TBC, Asma, sakit jantung, darah tinggi, kencing manis, sakit kuning

Disangkal

Riwayat penyakit pada anggota keluarga lain/orang lain serumah

Riwayat TBC, Asma, sakit jantung, darah tinggi, kencing manis, sakit kuning

Disangkal

Psikologi/Perkembangan Mental

Menghisap jempol (+)

Mengompol (+)

PEMERIKSAAN FISIK

Tanggal : 08/03/ 2006

• Pemeriksaan Umum

- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

- Kesadaran : Komposmentis

- Frekuensi nadi : 112 X/mnt (reguler, isi cukup, kuat angkat)

- Frekuensi napas : 28 X/mnt (adekuat)

- Suhu tubuh : 36 °C (axilla)

• Data Antropometri

Berat badan : 12 kg

Tinggi badan : 95 cm

- BB/BB P50 = 80%

- PB/PB P50 = 98%

- BB/BB(PB P50) = 85%

Kesan : Gizi Kurang

• Pemeriksaan Sistematis

a.Kepala

- Bentuk dan ukuran : Bulat

- Rambut dan kulit kepala : hitam , lebat, distribusi merata

- Mata : Kelopak mata tidak cekung, sklera tidak ikterik, konjungtiva tdk pucat.

- Telinga : Liang lapang, sekret -/-, m. tympani utuh.

- Hidung : Lapang, sekret -/-, Pernapasan cuping Hidung Θ

19

Page 20: Epilepsi Case

- Bibir : Lembab

- Gigi-geligi : baik

- Mulut : Sianosis Sirkumoral Θ,

- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis

- Lidah : Tidak kotor

- Faring : Tidak hiperemis

- Leher : KGB tdk teraba

b.Toraks

- Dinding toraks : pergerakan simetris

- Paru : Vokal Fremitus kanan =kiri, sonor, BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-).

- Jantung : BJ I,II normal, murmur (-)

c. Abdomen : perut datar, BU (+) 4X/mnt, timpani, turgor baik, Hepar dan Lien

tdk teraba membesar

d. Anus dan rektum : Haemoroid (-)

e. Genitalia : Perempuan

f. Anggota gerak : akral hangat, deformitas(-) edema (-), sianosis (-).

g. Tulang belakang : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-).

h. Kulit : ruam (-)

I. Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

RESUME

Telah diperiksa seorang anak perempuan usia 3 3/12 tahun dengan berat badan 12

Kg, tinggi badan 95 cm datang dengan keluhan utama kejang.

Dari anamnesis didapatkan :

Pasien kejang separuh badan mendadak tanpa didahului demam, lama kejang + 30

menit, klojotan. Sebelum kejang, pasien bengong mata mendelik ke atas, aktivitas sebelum

kejang adalah tidur.

Pasien mempunyai riwayat kejang sejak usia 3 bulan, kejang seluruh tubuh,

klojotan, berlangsung < 5 menit tanpa didahului demam. Serangan dapat berlangsung 3-4

kali perhari. Setelah kejang, pasien tidak menangis, masih sadar tetapi lemas. Pada usia 6

bulan pernah direkam otak dan dinyatakan mengalami gangguan syaraf, pasien dianjurkan

berobat jalan dengan diberi obat putih kecil yang diminum 1x sehari. Karena keluhan yang

sama, pasien pernah dirawat di RS Budi asih 2 thn yang lalu dan di RS UKI 1 tahun yang

lalu. Setelah dirawat di RS UKI, pasien sempat tidak kejang selama 3 bulan. Pasien

berobat jalan di puskesmas, minum obat teratur.

20

Page 21: Epilepsi Case

Riwayat kehamilan : Penyulit pranatal, ibu pasien mengalami tekanan darah tinggi dan

kejang

Riwayat kelahiran : Pasien lahir secara spontan pervaginam, tidak langsung menangis,

aspirasi mekonium (+), keadaan bayi biru setelah lahir. Berat badan lahir 2300 gr, panjang

badan lahir 50 cm, kelainan bawaan (-).

Riwayat perkembangan : Pasien mengalami gangguan perkembangan psikomotor (pasien

belum dapat berbicara; duduk usia 3 tahun)

Psikologis/perkembangan mental : menghisap jempol (+), mengompol (+)

Pemeriksaan fisik : tidak didapatkan kelainan

DIAGNOSIS KERJA

- Epilepsi

DIAGNOSIS BANDING

-

ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG

• EEG

• Darah lengkap

• Elektrolit

PROGNOSIS

• Ad vitam : dubia ad bonam

• Ad sanationum: dubia ad malam

• Ad functionum : dubia ad malam

PENATALAKSANAAN

• Rawat inap

• Diet : lunak

• IVFD : Kaen I B 10 tts/mnt (makro)

• O2 2 LPM K/P kejang

• Obat : - Luminal 2 x 30 mg (po)

- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang

- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas

FOLLOW UP (SOAP 3 JAM) PH1/PP1

• Tgl. 08/03/2006

21

Page 22: Epilepsi Case

S : Kejang (-), Rewel, Cengeng

O: KU : Tampak Sakit Ringan

Kes:Compos Mentis

N: 110 x/mnt S:37°C

RR: 24 x/mnt

- Kepala : Normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks cahaya +/+

- Hidung : Lapang, sekret -/-

- Telinga : Lapang, serumen -/-

- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkumoral (-), tonsil T1-T1 tidak

hiperemis, faring tidak hiperemis

- Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar

- Thoraks :

I : Pergerakan dinding dada simetris

Pal : VF simetris, sonor

Per : Sonor, ka=ki

Aus : BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-), BJ I,II murni, murmur

(-), gallop (-)

- Abdomen :

I : Perut datar

Aus : BU (+) 4x/mnt

Per : Tympani

Pal : Lemas, Hepar dan Lien tidak teraba membesar

- Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 dtk

- Kulit : Turgor Cukup

- Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

A: Epilepsi

P: - Diet lunak

- IVFD KAEN 1B 10 tts/mnt

- Luminal 2 x 30 mg (po)

- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang

- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas

FOLLOW UP PH2/PP2

• Tgl. 09/03/2006

S : Kejang (-)

22

Page 23: Epilepsi Case

O: KU : Tampak Sakit Ringan

Kes:Compos Mentis

N: 100 x/mnt S:36°C

RR: 24 x/mnt TD : 100/70 mmHg

- Kepala : Normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut

- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks cahaya +/+

- Hidung : Lapang, sekret -/-

- Telinga : Lapang, serumen -/-

- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkumoral (-), tonsil T1-T1 tidak

hiperemis, faring tidak hiperemis

- Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar

- Thoraks :

I : Pergerakan dinding dada simetris

Pal : VF simetris, sonor

Per : Sonor, ka=ki

Aus : BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-), BJ I,II murni, murmur

(-), gallop (-)

- Abdomen :

I : Perut datar

Aus : BU (+) 4x/mnt

Per : Tympani

Pal : Lemas, Hepar dan Lien tidak teraba membesar

- Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 dtk

- Kulit : Turgor Cukup

- Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)

- Lab :

1. Darah Lengkap : - LED : 20 mm/jam

- Hb : 12,1 gr/dl

- Eri : 5 jt/µL

- Leu : 9600/µL

- Hitung Jenis : 0/2/1/60/36/1

- Retikulosit : 8 %

- Trombosit : 378.000/µL

- Hematokrit : 37 %

2. Elektrolit : - Na : 144 meq/L

- K : 3,5 meq/L

- Cl : 115 meq/L

23

Page 24: Epilepsi Case

A: Epilepsi

P: - Diet lunak

- IVFD KAEN 1B 10 tts/mnt

- Luminal 2 x 30 mg (po)

- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang

- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas

• Kesan : Pasien mengalami perbaikan dari hari sebelumnya karena sudah tidak

mengalami kejang lagi.

• Hasil Visit Konsulen

- Pasien boleh pulang

- Obat pulang : - Nootropil syrup 3 x 1 cth

- Luminal 2 x 30 mg

- Elkana 2 x 1 cth

- Sanmol 3 x 120 mg

ANALISA KASUS

Seorang anak perempuan usia 3 3/12 tahun dengan berat badan 12 kg, tinggi badan 95

cm dirawat di RSU FK UKI dengan diagnosis kerja EPILEPSI. Hal ini bisa disimpulkan dari

hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik.

Anamnesis:

- Riwayat kejang berulang tanpa demam sejak usia 2 bulan

- Munculnya aura sebelum bangkitan kejang, yaitu bengong, pandangan kosong

mata mendelik ke atas

- Faktor pencetus kejang pada pasien ini adalah tidur

- Sifat kejang klojotan tonik – klonik

- Usia 6 bulan pernah direkam otak (EEG) karena kejang

- Pengobatan teratur, obat putih kecil

- Terdapat faktor etiologi yang mendasari timbulnya serangan kejang, hal ini bisa

dilihat adanya riwayat penyulit kehamilan ibu (eklampsia) dan riwayat kelahiran

(aspirasi mekonium), keduanya bisa berakibat terjadinya asfiksia neonatorum

perinatal hypoxic-ischemic ensefalopati lesi intracranial fokus epilepsi

pemicu bangkitan kejang

- Gangguan perkembangan psikomotor dijumpai pada pasien ini. Hal ini dapat

menjadi kelainan penyerta pada sebagian kasus penderita epilepsy

24

Page 25: Epilepsi Case

Pemeriksaan fisik: pada pasien ini tidak didapati kelainan tanda-tanda infeksi (-)

Pemeriksaan laboratorium : Hasil darah lengkap & elektrolit tidak didapati kelainan

Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan

Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien ini:

- Rawat inap, untuk mengobservasi kejang, mengingat serangan kejang yang baru

terjadi berlangsung lama

- Oksigenasi 2 LPM, bila pasien kejang, untuk membantu distribusi O2 ke jaringan

- IVFD : KAEN I B 10 tetes/menit

- Diet lunak

- Obat-obatan:

• Luminal 2 X 30 mg (oral), sebagai antikonvulsan yang murah dan efektif untuk

kejang yang bersifat tonik-klonik

• Diazepam 3 mg (IV) k/p kejang, sebagai terapi konvulsi rekuren, misalnya

pada status epileptikus

• Sanmol 3 x 120 mg k/p panas, sebagai antipiretik

Selama dirawat, pasien tidak pernah kejang, sehingga pasien hanya dirawat sehari lalu

kembali disarankan untuk berobat jalan. Obat-obatan saat pulang:

Nootropil syrup 3 x 1 cth

Berisi : piracetam sebagai antikonvulsan dan dapat bekerja pada susunan

saraf pusat dengan cara melindungi korteks serebri dari defisiensi oksigen.

Luminal 2 x 30 mg, antikonvulsan yang murah dan efektif untuk kejang yang

bersifat tonik-klonik

Elkana 2 x 1 cth, sebagai roborantia

Sanmol 3 x 120 mg, sebagai antipiretik bersifat simptomatis bila ada demam

Prognosis bagi pasien ini bersifat buruk mengingat onset kejang yang dimulai saat pasien

berusia 2 bulan disertai kejang yang berlangsung setiap hari yang dapat terjadi 3 sampai 4

kali, penyebab kejang organik, adanya gangguan mental dan jenis kejang tonik-klonik.

Pasien diharuskan untuk teratur menjalani pengobatan, dengan pengobatan frekuensi

serangan dapat dikurangi, bentuk serangan menjadi lebih ringan, lebih singkat, dan

mengurangi resiko cedera pada pasien.

Pendidikan terhadap keluarga, tetangga dan teman-teman pasien agar mereka dapat

mengerti apa itu epilepsi, bagaimana prognosisnya dan dapat berperan serta dalam

penanggulangannya, mengetahui tanda permulaan serangan epilepsi, menjaga kesehatan

umum anak dengan epilepsi serta membina suasana keluarga agar dapat memberi

pengaruh positif bagi anak, anak harus mendapat perhatian yang wajar agar dapat

berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.

25

Page 26: Epilepsi Case

26