Epilepsi Case
-
Upload
ana-hendriana -
Category
Documents
-
view
28 -
download
3
description
Transcript of Epilepsi Case
EPILEPSI PADA ANAK
PENDAHULUAN
Epilepsi merupakan suatu kondisi medis yang umumnya ditemukan pada 0,5-1%
dari populasi anak. Para peneliti umumnya mendapatkan insiden 20 -70/100.000 per tahun
dan prevalens sewaktu 4 -10/1000 pada populasi umum. Di bagian Ilmu Kesehatan Anak
FK – UI RSCM pada tahun 1990 insidensnya 2/1000 pasien sedangkan pada tahun 1991
didapatkan suatu insidens sebesar 3/1000 pasien. 22 dari 64 kasus yang terdeteksi pada
pemantauan 11 tahun mendapatkan pendidikan khusus. Diantara 32 kasus yang terdeteksi
pada pemantauan 16 – 23 tahun, 12 menderita cacat mental.
Insidens tertinggi didapatkan pada tahun pertama kehidupan, bangkitan kejang yang
timbul saat bayi sering menimbulkan kerusakan yang luas dan membahayakan. Klasifikasi
epilepsi dapat menentukan jenis terapi yang akan diberikan, sebagian besar anak yang
menderita epilepsi dapat dikontrol dengan baik dengan satu jenis obat anti epilepsi tanpa
menimbulkan efek samping.
DEFINISI
Epilepsi merupakan suatu kondisi kronik yang ditandai dengan berulangnya kejang.
Bangkitan kejang merupakan satu manifestasi daripada lepas muatan listrik yang berlebihan
di sel neuron saraf pusat (Penfield dan Erickson, 1941), keadaan ini merupakan gejala
terganggunya fungsi otak (Robb, 1965).
Manifestasi klinis yang nampak dapat sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran,
aktivitas motorik abnormal, kelainan prilaku, gangguan sensoris atau disfungsi otonom.
Epilepsi sendiri didefinisikan sebagai kejang berulang yang tidak terkait dengan demam
atau serangan otak akut.
ETIOLOGI
Gangguan fungsi otak yang bisa menyebabkan lepasnya muatan listrik berlebihan di
sel neuron saraf pusat, bisa disebabkan oleh adanya faktor fisiologis, biokimiawi, anatomis
atau gabungan faktor tersebut. Tiap-tiap penyakit atau kelainan yang dapat menganggu
fungsi otak, dapat menyebabkan timbulnya bangkitan kejang.
1
Bila ditinjau dari faktor etiologis, maka sindrom epilepsi dibagi menjadi 2 kelompok :
1) Epilepsi idiopatik
Sebagian besar pasien, penyebab epilepsi tidak diketahui dan biasanya pasien tidak
menunjukkan manifestasi cacat otak dan tidak bodoh. Sebagian dari jenis idiopatik
disebabkan oleh interaksi beberapa faktor genetik. Kata idiopatik diperuntukkan bagi
pasien epilepsi yang menunjukkan bangkitan kejang umum sejak dari permulaan
serangan.
Degan bertambah majunya pengetahuan serta kemampuan diagnostik, maka golongan
idiopatik makin berkurang. Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi
idiopatik
2) Epilepsi simtomatik
Hal ini dapat terjadi bila fungsi otak terganggu oleh berbagai kelainan intrakranial dan
ekstrakranial. Penyebab intrakranial, misalnya anomali kongenital, trauma otak,
neoplasma otak, lesi iskemia, ensefalopati, abses otak, jaringan parut. Penyebab yang
bermula ekstrakranial dan kemudian menganggu fungsi otak, misalnya: gagal jantung,
gangguan pernafasan, gangguan metabolisme (hipoglikemia, hiperglikemia, uremia),
gangguan keseimbangan elektrolit, intoksikasi obat, gangguan hidrasi (dehidrasi, hidrasi
lebih). Kelainan struktural tidak cukup untuk menimbulkan bangkitan epilepsi, harus
dilacak faktor-faktor yang ikut berperan dalam mencetuskan bangkitan epilepsi,
contohnya, yang mungkin berbeda pada tiap pasien adalah stress, demam, lapar,
hipoglikemia, kurang tidur, alkalosis oleh hiperventilasi, gangguan emosional.
Kondisi saat prenatal dan neonatal juga berpengaruh terhadap fungsi otak. Kegawatan saat
prenatal, seperti eklampsia, beresiko untuk menimbulkan gangguan fungsi otak neonatus
yang bisa mencetuskan bangkitan epilepsi, dengan angka resiko relatif 12,9%. Keadaan dari
ibu yang menderita hipertensi pada eklampsia bisa menyebabkan terjadinya asfiksia
neonatorum sehingga berakibat terjadinya perinatal hypoxic-ischemic encephalophaty,
keadaan inilah yang dapat menjadi lesi intrakranial sebagai pemicu bangkitan epilepsi.
PATOGENESIS
Konsep terjadinya epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John
Hughlings Jackson, bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi
letupan yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat. Letupan ini
menjadi bangkitan umum bila neuron normal disekitarnya terkena pengaruh letupan
2
tersebut. Konsep ini masih tetap dianut dengan beberapa perubahan kecil. Adanya letupan
depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis diferensial epilepsi memang dapat
dibuktikan.
Terjadinya epilepsi sampai saat ini belum terungkap secara rinci. Namun beberapa
faktor yang ikut berperan telah terungkap, misalnya :
Gangguan pada membran sel neuron
Potensial sel membran neuron bergantung pada permeabilitas sel tersebut terhadap ion
natrium dan kalium. Membran neuron mudah dilalui oleh ion Kalium dari ekstra ke
intrasel,dan tidak mudah dilalui oleh ion Natrium, Kalsium, dan Chlor, sehingga
didapatkan konsentrasi ion kalium yang tinggi dan konsentrasi ion natrium yang rendah
di dalam sel pada keadaan normal. Bila keseimbangan terganggu, sifat semipermeabel
berubah, sehingga ion natrium dan kalium dapat berdifusi melalui membran dan
mengakibatkan perubahan kadar ion dan perubahan kadar potensial yang menyertainya.
Semua konvulsi, apapun pencetus atau penyebabnya, disertai berkurangnya ion kalium
dan meningkatnya konsentrasi ion natrium di dalam sel.
Gangguan pada mekanisme inhibisi presinap dan pascasinap
Transmiter eksitasi (asetilkolin, asam glutamat) mengakibatkan depolarisasi yang
menyebabkan lepasnya muatan listrik, sedang zat transmiter inhibisi (GABA, glisin)
menyebabkan hiperpolarisasi sehingga neuron penerimanya lebih stabil dan tidak
mudah melepaskan muatan listrik. Pada keadaan normal didapatkan keseimbangan
antara eksitasi dan inhibisi. Gangguan keseimbangan ini dapat mengakibatkan
terjadinya bangkitan kejang. Gangguan sintesis GABA menyebabkan eksitasi lebih
unggul dan dapat menimbulkan bangkitan epilepsi
Sel Glia.
Sel glia diduga berfungsi untuk mengatur ion kalium ekstrasel disekitar neuron dan
terminal presinap. Pada keadaan cedera, fungsi glia yang mengatur konsentrasi ion
kalium ekstrasel dapat terganggu dan mengakibatkan meningkatnya eksitabilitas sel
neuron disekitarnya. Rasio yang tinggi antara kadar ion kalium ekstrasel dibanding
intrasel dapat mendepolarisasi membran neuron. Astroglia berfungsi membuang ion
kalium yang berlebihan sewaktu aktifnya sel neuron.
Bila sekelompok sel neuron tercetus maka didapatkan 3 kemungkinan :
1. Aktivitas ini tidak menjalar ke sekitarnya melainkan terlokalisasi pada kelompok neuron
tersebut, kemudian berhenti
3
2. Aktivitas menjalar sampai jarak tertentu, tetapi tidak melibatkan seluruh otak kemudian
menjumpai tahanan dan berhenti
3. Aktivitas menjalar ke seluruh otak kemudian berhenti
Pada keadaan 1 dan 2 didapatkan bangkitan epilepsi parsial, sedangkan pada keadaan 3
didapatkan kejang umum.
Jenis bangkitan epilepsi bergantung kepada letak serta fungsi sel neuron yang
berlepas muatan listrik berlebih serta penjalarannya. Kontraksi otot somatik terjadi bila
lepas muatan melibatkan daerah motor di lobus frontalis. Gangguan sensori akan terjadi bila
struktur di lobus parietalis dan oksipitalis terlibat. Kesadaran menghilang bila lepas muatan
melibatkan batang otak dan talapus. Sel neuron di serebelum, di bagian bawah batang otak
dan di medula spinalis tidak mampu mencetuskan bangkitan epilepsi.
Saat terjadi bangkitan kejang, aktivitas pemompaan natrium bertambah, dengan
demikian kebutuhan akan senyawa ATP bertambah, dengan kata lain kebutuhan oksigen
dan glukosa meningkat, maka peningkatan kebutuhan ini masih dapat dipenuhi. Namun bila
kejang berlangsung lama, ada kemungkinan kebutuhan akan oksigen dan glukosa tidak
terpenuhi, sehingga sel neuron dapat rusak atau mati.
KLASIFIKASI BANGKITAN ATAU SERANGAN KEJANG
(International League Againts Epilepsi, 1981)
I. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
Kejang parsial merupakan kejang dengan onset lokal pada satu bagian tubuh dan
biasanya disertai dengan aura. Kejang parsial timbul akibat abnormalitas aktivitas
elektrik otak yang terjadi pada salah satu hemisfer otak atau salah satu bagian dari
hemisfer otak.
- Kejang parsial sederhana
Pada kejang tipe ini, tidak disertai penurunan kesadaran. Terdiri dari empat, yaitu:
1. dengan gejala motorik
2. dengan gejala sensorik
3. dengan gejala otonom
4. dengan gejala psikis
- Kejang parsial kompleks
Pada kejang tipe ini, didapatkan adanya penurunan kesadaran. Dapat berupa:
1. kejang parsial sederhana yang berkembang ke penurunan kesadaran
4
2. adanya penurunan kesadaran sejak awal.
- Kejang parsial yang menjadi umum
II. Kejang Umum
Kejang umum timbul akibat abnormalitas aktivitas elektrik neuron yang terjadi pada
seluruh hemisfer otak secara simultan
- Absens (lena). Ciri khas serangan absens adalah durasi singkat, onset dan
terminasi mendadak, frekuensi sangat sering, serangan berupa terhentinya kegiatan
yang sedang dikerjakan, muka tampak membengong, tidak ada reaksi bila diajak
berbicara, terkadang disertai gerakan klonik pada mata, dagu dan bibir.
- Mioklonik. Kejang mioklonik adalah kontraksi mendadak, sebentar, dapat kuat
atau lemah, umum atau terbatas pada wajah, batang tubuh, satu atau lebih
ekstremitas, atau satu grup otot. Dapat berulang atau tunggal.
- Klonik. Pada jenis ini tidak ada komponen tonik, hanya terjadi kejang kelojot.
Dijumpai terutama sekali pada anak,
- Tonik. Merupakan kontraksi otot yang kaku, menyebabkan ekstremitas menetap
dalam satu posisi. Biasanya terdapat deviasi bola mata dan kepala ke satu sisi,
dapat disertai rotasi seluruh batang tubuh. Wajah menjadi pucat kemudian merah
dan kebiruan karena tidak dapat bernafas. Mata terbuka atau tertutup, konjungtiva
tidak sensitif, pupil dilatasi.
- Tonik Klonik. Merupakan suatu kejang yang diawali dengan tonik, sesaat
kemudian diikuti oleh gerakan klonik.
- Atonik. Berupa kehilangan tonus. Dapat terjadi secara fragmentasi hanya kepala
jatuh ke depan atau lengan jatuh tergantung atau menyeluruh sehingga pasien
terjatuh.
III. Kejang Tidak Dapat Diklasifikasi
Sebagian besar serangan yang terjadi pada bayi baru lahir termasuk golongan ini,
berupa gerakan bola mata yang ritmik, mengunyah-ngunyah, gerakan seperti berenag,
menggigil, atau pernafasan yang mendadak berhenti sementara.
MENEGAKKAN DIAGNOSA
Tiap penderita harus diperiksa secara teliti dengan melakukan anamnesa,
pemeriksaan jasmani dan pemeriksaan penunjang lainnya.
Anamnesa
5
Untuk menentukan apakah sesorang menderita bangkitan kejang atau epilepsi biasanya
tidak sulit, asal kita dapat menyaksikan sendiri serangan tersebut. Tetapi biasanya
dokter tidak pernah menyaksikan sendiri serangan epilepsi yang dialami pasiennya. Di
luar serangan, maka seorang penderita epilepsi tidak didapatkan tanda-tanda yang
menunjukkan bahwa ia penderita epilepsi, maka dalam menegakkan diagnosis epilepsi,
laporan dari penderita sangat penting, demikian juga dengan laporan dari orang yang
menyaksikan penderita sewaktu mengalami serangan. Laporan yang dibutuhkan
mencakup :
1. Keadaan pada permulaan serangan
Banyak penderita yang kesadarannya tidak segera menghilang pada permulaan
serangan. Pengalaman pada permulaan serangan ini disebut aura, banyak membantu
dalam menentukan sumber epilepsi di otak. Misalnya : mata berkunang-kunang,
membaui sesuatu yang busuk. Selain itu sebagian penderita mengalami kejang fokal
sebelum kesadarannya menghilang.
2. Keadaan pada saat kesadaran penderita menurun atau menghilang
Pada fase ini laporan dari orang yang menyaksikan sangat berharga karena penderita
tidak ingat. Saat kesadaran menurun ini ada penderita yang berjalan hilir mudik,
mengoceh, ada pula yang mengalami kejang umum.
3. Keadaan saat kesadaran pulih kembali
Apa yang dirasakan oleh penderita saat ia sadar kembali. Apakah nyeri kepala, ada
anggota gerak yang lemah/lumpuh atau menjadi sukar berbahasa selama beberapa
saat?
Mengenai bangkitan kejang selain laporan di atas, perlu juga mengetahui frekuensi
serangan, waktu serangan terjadi dan faktor-faktor atau keadaan yang dapat
memprovokasi atau mencetuskan serangan. Misalnya : melihat televisi, bernafas dalam,
lapar, letih, obat-obatan dan sebagainya. Tidur merupakan faktor pencetus pada banyak
penderita epilepsi. Pada penderita yang serangannya dicetuskan oleh tidur, hal ini sering
terjadi sewaktu ia baru tertidur, sewaktu ia mulai tidur atau sewaktu ia akan bangun.
Mengetahui faktor yang menjadi pencetus serangan sangat penting, agar serangan dapat
dikurangi atau dihindari. Tapi pada seorang penderita epilepsi, serangan biasanya timbul
secara spontan.
Riwayat keluarga. Ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita kejang,
penyakit syaraf dan penyakit lainnya. Hal ini perlu untuk mencari adanya faktor
herediter.
6
Riwayat masa lalu:
- Ditanyakan mengenai keadaan ibu waktu hamil (riwayat kehamilan), misalnya
penyakit yang diderita, perdarahan pervaginam, obat yang dimakan
- Ditanyakan pula mengenai riwayat kelahiran penderita, apakah letak kepala,
letak sungsang, mudah atau sukar; apakah digunakan cunam, vakum ekstraksi
atau sectio caesaria; perdarahan antepartum, KPD, asfiksia
- Penyakit yang pernah diderita (trauma kapitis, radang selaput otak/radang otak,
ikterus, reaksi terhadap imunisasi, kejang demam).
- Bagaimana perkembangan kecakapan mental dan motorik
Pemeriksaan jasmani
Dilakukan pemeriksaan yang meiputi pemeriksaan secara pediatri dan neurologis.
Diperiksa keadaan umum, tanda-tanda vital, dan status generalis secara sistematis. Pada
pemeriksaan neurologis diperhatikan kesadaran, kecakapan, motorik dan mental,
tingkah laku, berbagai gejala proses intrakranium, fundus okuli, penglihatan,
pendengaran, syaraf otak lain, sistem motorik (kelumpuhan, trofik, tonus, gerakan tidak
terkendali, koordinasi, ataksia), sistem sensorik (parastesia, hipestesia, anestesia),
refleks fisiologis dan patologis
Pemeriksaan penunjang
1. Cairan serebrospinalis. Cairan serebrobrospinalis pada penderita epilepsi umumnya
normal. Pungsi lumbal dilakukan pada penderita yang dicurigai meningitis.
2. Elektroensefalografi (EEG). Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada penderita
epilepsi. EEG dapat mengkonfirmasi aktivitas epilepsi bahkan dapat menunjang
diagnosis klinis tetapi tidak dapat menegakkan diagnosis secara pasti. Epilepsi tidak
selalu dapat tercermin pada rekaman EEG. EEG normal dapat dijumpai pada anak
yang menderita kelainan otak. Rekaman EEG dikatakan abnormal apabila :
o Asimetris irama dan voltage gelombang pada daerah yang sama dikedua
hemisfer otak
o Irama gelombang tidak teratur
o Irama gelombang lebih lambat dibandingkan seharusnya
o Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada anak yang normal,
seperti gelombang tajam paku (spike), paku-ombak, paku majemuk.
Pemeriksaan EEG berfungsi dalam mengklisifikasikan tipe kejang dan menentukan
terapi yang tepat. EEG harus diulangi apabila kejang sering dan berat walaupun
7
sedang dalam pengobatan, apabila terjadi perubahan pola kejang yang berarti atau
apabila timbul defisit neurologi yang progresif.
3. Pencitraan. Pemeriksaan pencitraan yang dilakukan antara lain foto polos kepala,
angiografi serebral, CT-scan, MRI. Pada foto polos kepala dilihat adanya tanda-
tanda peninggian tekanan intrakranial, asimetris tengkorak, perkapuran abnormal
tetapi pemeriksaan ini sudah banyak ditinggalkan. Angiogarafi dilakukan pada
pasien yang akan dioperasi karena adanya fokus epilepsi berupa tumor. CT-scan dan
MRI digunakan untuk mendeteksi adanya malformasi otak kongenital. Indikasi CT-
scan dan MRI antara lain kesulitan dalam mengontrol kejang, ditemukannya
kelainan neurologis yang progresif dalam pemeriksaan fisik, perburukan dalam hasil
EEG, curiga terhadap peningkatan tekanan intrakranial dan pada kasus-kasus
dimana dipertimbangkan untuk dilakukan pembedahan.
4. Pemeriksaan laboratorium tergantung dari umur pasien, keparahan dan tipe kejang.
Setiap kasus yang diduga terjadi gangguan kejang dibenarkan untuk dilakukan EEG.
Kejang pada bayi kadang tanpa gejala. Maka dari itu harus lebih hati-hati dalam
menilai hasil laboratorium.
Kelainan metabolik jarang ditemukan pada anak sehat yang mengalami kejang. Jika
tidak ditemukan tanda klinik dari uremia, hiponatremia, atau kondisi serius yang
lain, tes laboratorium tidak telalu penting.
Pemeriksaan psikologis dan psikiatris
Tidak jarang anak yang menderita epilepsi mempunyai tingkat kecerdasan yang rendah
(retardasi mental), gangguan tingkah laku (behaviour disorders), gangguan emosi,
hiperaktif. Hal ini harus mendapat perhatian yang wajar agar anak dapat berkembang
secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
DIAGNOSIS BANDING
Fisiologis : Sinkop, TIA, migren, gangguan tidur, gangguan gerak, vertigo
Psikologis : Panik, psikosis, pseudoseizure/konversi, anxietas
PENATALAKSANAAN EPILEPSI
Tujuan pengobatan adalah untuk mencegah timbulnya kejang tanpa mengganggu
kapasitas fisik dan intelek pasien dengan menggunakan dosis optimal terendah. Yang
terpenting adalah kadar obat antiepilepsi bebas yang dapat menembus sawar darah otak dan
mencapai reseptor susunan saraf pusat.
8
Serangan epilepsi dapat dihentikan oleh obat dan dapat pula dicegah agar tidak
kambuh. Obat tersebut disebut sebagai obat antikonvulsi atau obat antiepilepsi.
Terdapat 2 mekanisme antikonvulsi yang penting, yaitu:
1. Mencegah timbulnya letupan depolarisasi eksesif pada neuron epileptik dalam fokus
epilepsi
2. Mencegah terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengaruh dari
fokus epilepsi.
Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan yang terakhir ini.
Prinsip pengobatan epilepsi :
1. Mendiagnosis secara pasti, menentukan etiologi, jenis serangan dan sindrom epilepsi
2. Memulai pengobatan dengan satu jenis obat antiepilepsi
3. Penggantian obat antiepilepsi secara bertahap apabila obat antiepilepsi yang pertama
gagal
4. Pemberian obat antiepilepsi sampai 1-2 tahun bebas kejang
OAE pilihan pertama dan kedua:
1. Serangan parsial (sederhana, kompleks dan umum sekunder)
OAE I : Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
2. Serangan tonik klonik
OAE I :Karbamazepin, fenobarbital, primidon, fenitoin, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin, asam valproat
3. Serangan absens
OAE I : Etosuksimid, asam valproat
OAE II : Benzodiazepin
4. Serangan mioklonik
OAE I : Benzodiazepin, asam valproat
OAE II : Etosuksimid
5. Serangan tonik, klonik, atonik
Semua OAE kecuali etosuksinidTabel 1. Penuntun Terapi Obat Antiepilepsi pada Anak
Obat DosisnyaKadar dalam
darahTercapainya kadar
Karbamazepin 15-25 mg/kgBB/hari 4-12 µg/ml 3-6 hari
9
dibagi 2-4 dosis (> 15)
Asam valproat15-60 mg/kgBB/hari
dibagi 2-4 dosis
50-120 µg/ml
(> 140)2-4 hari
Fenitoin5-10 mg/kgBB/hari
dibagi 1-2 dosis
5-20 µg/ml
(> 25)5-10 hari
Fenobarbital3-5 mg/kgBB/hari
dosis tunggal setiap hari
15-40 µg/ml
(> 45)10-21 hari
Primidon10-25 mg/kgBB/hari
dibagi 3-4 dosis
4-12 µg/ml
(> 15)1-5 hari
Etosuksimid10-40 mg/kgBB/hari
dibagi 1-2 dosis
40-100 µg/ml
(> 150)5-6 hari
Klonazepam0,1-0,2 mg/kgBB/hari
dibagi 2-3 dosis
15-80 µg/ml
(> 80)5-10 hari
PENGHENTIAN OBAT ANTI EPILEPSI
● Pada epilepsi yang sulit diatasi lakukan pemantauan yang intensif untuk mencari
diagnosis yang sebenarnya dan pengobatan yang sesuai. Selain itu dipergunakan
pemantauan EEG yang cermat dan lebih lama dari 20 menit.
● Epilepsi dicegah dengan perawatan pada masa prenatal dan perinatal. Tindakan
selanjutnya adalah diagnosis dan pengobatn dini semasa bayi dengan OAE yang tepat.
Bila pengobatan tidak memberikan efek sama sekali, dapat dipertimbangkan untuk
pembedahan. Bila pada pemeriksaan PET scan pada anak dengan berbagai jenis epilepsi
yang berat ditemukan adanya hipometabolisme unilateral yang difus, maka dapat
dilakukan reseksi lokal sampai hemisferektomi.
● Pertimbangan penghentian pengobatan didasarkan atas pertimbangan keseimbangan
antara resiko penggunaan OAE yang terus menerus (intoksikasi kronis, efek teratogenik)
dan resiko kemungkinan kambuh serangan (cedera, pekerjaan). Penghentian pengobatan
dilakukan setelah bebas serangan selama 2 tahun atau lebih, perlahan-lahan dalam waktu
beberapa bulan (4-6 bulan atau 25% setiap 2-4 minggu), diskusikan kemungkinan
kekambuhan. Risiko kambuh setelah penghentian obat dalam 1 tahun pertama 25% dan
menjadi 29% dalam 2 tahun. Kekambuhan terjadi 80% dalam tahun pertama.
10
● Faktor yang mempengaruhi risiko kekambuhan : masa bebas serangan sebelum
penghentian obat singkat, banyak macam tipe serangan, kejang tonik-klonik, perlu
waktu lama untuk mencapai bebas serangan, poloterapi, EEG abnormal, pemeriksaan
neurologis abnormal, timbul serangan pada saat penghentian obat.
PENATALAKSANAAN KEJANG AKUT DAN STATUS EPILEPTIKUS
Adapun jenis dan etiologi kejang yang dihadapi, kita harus melakukan langkah
penanganan sebagi berikut:
1. Manajemen jalan nafas, pernafasan dan fungsi sirkulasi adekuat
Bila anak datang dalam keadaan kejang, tanyakan beberapa hal penting saja agar
tidak membuang waktu, sambil memeriksa fungsi vital dengan cepat. Pasien kejang
seringkali mengalami hipertensi dan takikardi, yang akan pulih normal bila kejang
sudah berhenti. Bradikardi, hipotensi dan perfusi yang buruk merupakan tanda yang
buruk. Lakukan resusitasi bila diperlukan dan atasi kejang. Anamnesis dan
pemeriksaan fisis lengkap baru dilakukan setelah kejang teratasi.
2. Terminasi kejang dan pencegahan kembalinya kejang
Salah satu penyebab kegagalan pengobatan adalh kesulitan mendapatkan akses
intravena. Akan tetapi, saat ini sudah tersedia antikonvulsan dengan berbagai cara
pemberian, misalnya intravena (diazepam, lorazepam, midazolam, fenobarbital,
fenitoin), intramuskular (midazolam), rektal (diazepam, paraldehid) dan sublingual
(lorazepam, midazolam).
Tabel 2. Algoritme penatalaksanaan kejang akut dan satus epileptikus* pada anak
Pastikan jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi baik
0-5 menit Diazepam 0,3 mg/kg (IV), maks. 10 mg
0,5-0,75 mg/kg (PR)
Midazolam 0,2 mg/kg (IM)
Kejang belum berhenti dalam 5-10 menit, ulang dengan dosis dan cara yang sama
10 menit Diazepam 0,3 mg/kg (IV), maks. 10 mg
0,5-0,75 mg/kg (PR)
Midazolam 0,2 mg/kg (IM)
15 menit Fenitoin 20 mg/kg (IV), maks 1 gram
11
IV drip 20 menit dalam 50 ml NaCl (infus 1
mg/kg/menit)
35 menit Fenobarbital 20 mg/kg (IV), bolus 5-10 menit (infus 1
mg/kg/menit), hati-hati depresi pernafasan
Bila masih kejang setelah 10 menit pemberian fenobarbital, terapi sebagai status epileptikus
refrakter*
45-60 menit Midazolam IV infus bolus 0,2 mg/kg dilanjutkan drip 0,02-0,4 mg/kg/jam
Pertimbangkan tambahan fenobarbital 10-15 mg/kg
Bila tidak kejang selama 24 jam, tukar midazolam 1
g/menit setiap 15 menit
+ konsul divisi neurologi
*Status pileptikus adalah bangkitan kejang yang berlangsung terus-menerus atau kejang
berulang tanpa disertai pulihnya kesadaran di antara kejang selama lebih dari 30 menit
*Status epileptikus refrakter adalah status epileptikus yang tidak memberikan respons
terhadap pengobatan antikonvulsan golongan benzodiazepin, fenitoin, atau fenobarbital.
KOMPLIKASI
Gangguan emosional seperti : gelisah, depresi, marah dan perasaan bersalah. Kadang-
kadang aura yang timbul bisa berupa fantasi tentang kematian yang bisa menuntun
penderita untuk melakukan tindakan bunuh diri.
Psudoretardasi dapat muncul pada anak-anak dengan kejang yang tidak dikontrol
dengan baik, hal ini berhubungan dengan kemampuan mereka dalam belajar. Obat
antikonvulsi yang dikonsumsi sedikit mempengaruhi hal ini, kecuali bila diberikan dalam
dosis yang berlebihan (toksik). Retardasi mental umumnya karena proses patologik yang
menyebabkan kejang, tapi bisa bertambah buruk bila frekuensi kejang sering, lama kejang
bertambah dan disertai dengan hipoksia. Cedera fisik seperti laserasi di daerah dagu dan
dahi sering terjadi pada kejang atonik (sering disebut ”drop attacks”). Pada jenis kejang
yang lain cedera fisik jarang terjadi.
PROGNOSIS
Prognosis anak yang menderita epilepsi tergantung bermacam-macam faktor medis,
sosial dan psikologis. Secara umum prognosis epilepsi berhubungan dengan beberapa faktor
12
seperti kekerapan kejang, ada atau tidaknya defisit neurologis atau mental, jenis dan
lamanya kejang.
Prognosis epilepsi tergantung pada jenis epilepsi yang dideritanya. Faktor yang
berhubungan dengan baiknya prognosis antara lain tidak terdapatnya penyebab organik,
tidak terdapatnya kelainan neurologik dan mental, tidak kerapnya serangan kejang dan
cepatnya kejang dikendalikan. Sebaliknya faktor yang berhubungan dengan prognosis buruk
diantaranya penyebab kejang organik serta terdapatnya kelainan neurologik atau mental,
terdapatnya beberapa jenis kejang termasuk serangan tonik-klonik umum dan atau kejang
tonik dan atonik.
Umur onset yang relatif lambat sesudah usia 2 atau 3 tahun, juga merupakan faktor
yang menguntungkan. Resiko kekambuhan setelah penghentian pengobatan tergantung pada
faktor yang sama dengan remisi kejang.
EFUSI SUBDURAL
DEFINISI
13
Efusi subdural adalah akumulasi cairan serebrospinal di dalam rongga subdural yang
berhubungan dengan proses infeksi, trauma kranioserebral, tumor otak, hipotensi
intrakranial,ataupun sebab yang lainnya.
GEJALA KLINIS
Gejala klinis dari efusi subdural meliputi fontanela menonjol, sutura yang melebar,
demam yang persisten, muntah, kejang, letargi, dan kelemahan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada efusi subdural meliputi:
USG kepala
CT brain
MRI kepala
PENATALAKSANAAN
Surgical drainage pada efusi subdural sangat diperlukan. Terkadang diperlukan
drainage yang permanent berupa pemasangan shunt yang dibutuhkan untuk mengalirkan
cairan yang terus-menerus timbul dan pada kasus yang berulang. Pemberian antibiotik
secara intravena juga diperlukan.
PROGNOSIS
Dengan penatalaksanaan yang adekuat diharapkan menghasilkan prognosis yang
baik. Tetapi jika terjadi gangguan neurologi, dapat menimbulkan prognosis yang buruk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Passat, Jimmy. Epidemiologi Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar
Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 190 – 197.
14
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FK-UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak 2.
Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 2002; 855-860
3. Behrman, Kliegman, Arvin. Wahab, AS (ed). Nelson Ilmu Kesehatan Anak vol.3. Edisi
15. Jakarta: EGC, 2000; 2053-2069
4. Lumbantobing, SM. Etiologi dan Faal Sakitan Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S
(eds). Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 197-203
5. Splete, Heidi. Cohort Study: Childhood Epilepsy Strongly linked to Eclampsia.
Available on: http://www.findarticles.com/p/articles. Last updated September 1,
2004
6. Utama H, Gan VHS. Antikonvulsi. In: Farmakologi dan Terapi. Edisi 4. Jakarta: Bagian
Farmakologi FK-UI, 2000; 163-174
7. Lumbantobing, SM. Menegakkan Diagnosis. In: Epilepsi (Ayan). Jakarta; Balai
Penerbit FK-UI, 2002; 39-40
8. Lumbantobing, SM. Keadaan yang Dapat Mencetuskan Serangan Epilepsi. In: Epilepsi
(Ayan). Jakarta; Balai Penerbit FK-UI, 2002; 19-21
9. Soetomenggolo, Taslim S. Pemeriksaan Penunjang Pada Epilepsi. In: Buku Ajar
Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 223-226
10. Ismael, Sofyan. Klasifikasi Bangkitan atau Serangan Kejang pada Epilepsi. In:
Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 204-
209
11. Lazuardi, Samuel. Pengobatan Epilepsi. In: Soetomenggolo, Taslim S (eds). Buku Ajar
Neurologi Anak. Jakarta: IDAI, 1999; 226-241
12. Widodo, Dwi Putro. Algoritme Penatalaksanaan Kejang Akut dan Status Epileptikus
pada Bayi dan Anak. In: Pediatric Neurology and Neuroemergency in Daily Practice.
Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan Ilmu Kesehatan Anak XLIX. Jakarta:
Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSCM,
27-28 Maret 2006;63-69
13. Hay W, Hayward AR, Levin MJ, Sondheimer JM. Seizure Disorders (Epilepsies). In:
Current Pediatric Diagnosis & Treatment. 15 th Edition; 641-654
14. Jasmin Luc D. Subdural Effusion. Available at www.umn.edu
15
PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
• Nama : An. RA
• Tgl lahir (umur) : 13 Desember 2002 (3 3/12 tahun)
• Jenis kelamin : Perempuan
• Alamat : Jl. Kerja bakti No. 10 RT. 03/RW.09, Kramat Jati, JakTim
• Agama : Islam
• Pendidikan : -
IDENTITAS WALI
Wali Ayah
Nama : Tn. D
Umur : 45 tahun
Suku bangsa : Sunda
Alamat : (sama seperti pasien)
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Hubungan dgn wali : Keponakan
RIWAYAT PENYAKIT
• Keluhan utama :
Kejang
• Keluhan tambahan :
Riwayat perjalanan penyakit
Riwayat penyakit sekarang :
+ 1 jam sebelum masuk Rumah Sakit pasien mendadak kejang separuh badan
(sebelah kiri), kejang + 30 menit, klojotan, sebelum kejang pasien bengong, pandangan
kosong, kejang tanpa didahului demam, aktivitas sebelum kejang pasien tidur. Kemudian
pasien dibawa berobat ke puskesmas. Di puskesmas pasien diberi obat melalui pantat,
tetapi kejang tetap tidak berhenti sehingga dari peskesmas pasien langsung disarankan
untuk pergi ke RS UKI untuk dirawat lebih lanjut.
16
Wali Ibu
Nama : Ny. S
Umur : 39 tahun
Suku bangsa : Betawi
Alamat : (sama seperti pasien)
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat pasien kejang dimulai saat berumur 2 bulan, saat itu kejang mendadak,
seluruh tubuh, klojotan dan berlangsung < 5 menit tanpa didahului demam, riwayat trauma
(-). Dalam satu hari pasien bisa mengalami kejang sebanyak 3 atau 4 kali tanpa didahului
demam, setelah kejang pasien masih sadar tetapi lemas, tidak menangis, pasien tidak
dibawa berobat saat itu. Karena pasien terus mengalami kejang setiap hari dan dapat
berlangsung kejang sebanyak 3 atau 4 kali, maka pasien dibawa berobat ke RSCM saat
berusia 6 bulan, saat di RSCM pasien dinyatakan mengalami gangguan syaraf pada otak,
pasien tidak dirawat, hanya diberi obat warna putih kecil untuk berobat jalan dan diminum
sebanyak 1 kali 1 hari. Pasien teratur minum obat, tetapi kejang masih berlangsung setiap
hari, lama kejang < 5 menit dan banyak kejang 3 atu 4 kali dalam sehari demam (-). Pasien
juga pernah dirawat di Budi Asih + 2 tahun yang lalu karena keluhan yang sama dan
dirawat inap selama tiga hari, pasien juga pernah dirawat di RS UKI + 1 tahun yang lalu
sebanyak 2 kali dan masing-masing dirawat selama 3 hari, setelah dirawat pasien tidak
mengalami kejang selama + 3 bulan, kemudian kejang timbul lagi. Pasien sekarang tetap
menjalani berobat jalan di puskesmas, minum obat teratur.
Riwayat Kehamilan dan Kelahiran
Riwayat kehamilan :
Saat hamil ibu kandung pasien menderita tekanan darah tinggi sampai mengalami
kejang dan dirawat selama 2 minggu, ibu pasien melahirkan pasien dalam keadaan lemas
di RS, kemudian ibu pasien meninggal saat pasien berusia 10 hari.
Riwayat kelahiran
Pasien lahir cukup bulan (9 bulan), saat lahir pasien tidak langsung menangis, aspirasi
mekonium (+), badan pasien biru setelah lahir.
• Tempat kelahiran : rumah sakit
• Penolong persalinan : dokter
• Cara persalinan : spontan pervaginam
• Penyulit persalinan : Eklampsia
• Masa gestasi : cukup bulan
• Keadaan bayi :
- Berat badan lahir : 2500 gram
- Panjang badan lahir : 50 cm
- Kelainan bawaan : disangkal
17
Riwayat Perkembangan
• Pertumbuhan gigi pertama : 5 bulan
• Psikomotor
- Duduk : 3 tahun
- Berdiri : -
- Berjalan : -
- Berbicara : -
- Membaca dan menulis : -
Kesan : anak mengalami gangguan perkembangan
Riwayat Imunisasi
• B.C.G : 1 bulan
• D.P.T : 2, 3, 4 bulan
• Polio : 2, 3,4 bulan
• Campak : 9 bulan
• TIPA : -
• Hep.-B : 0,1,6 bulan
Kesan imunisasi dasar lengkap
Riwayat Makanan
Umur
(bulan)A.S.I/P.A.S.I Buah/biskuit
Bubur
susuBubur tim
0-2 ASI
2-4 ASI
4-6 PASI ü ü
6-8 PASI ü ü
8-10 PASI ü ü
10-12 PASI ü ü
Riwayat Keluarga
Pasien anak tunggal
Riwayat Penyakit yang pernah diderita
Kejang : Umur 2 bulan
Peny. Kuning : Umur 4 tahun
18
Riwayat penyakit dalam keluarga
Riwayat TBC, Asma, sakit jantung, darah tinggi, kencing manis, sakit kuning
Disangkal
Riwayat penyakit pada anggota keluarga lain/orang lain serumah
Riwayat TBC, Asma, sakit jantung, darah tinggi, kencing manis, sakit kuning
Disangkal
Psikologi/Perkembangan Mental
Menghisap jempol (+)
Mengompol (+)
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 08/03/ 2006
• Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
- Kesadaran : Komposmentis
- Frekuensi nadi : 112 X/mnt (reguler, isi cukup, kuat angkat)
- Frekuensi napas : 28 X/mnt (adekuat)
- Suhu tubuh : 36 °C (axilla)
• Data Antropometri
Berat badan : 12 kg
Tinggi badan : 95 cm
- BB/BB P50 = 80%
- PB/PB P50 = 98%
- BB/BB(PB P50) = 85%
Kesan : Gizi Kurang
• Pemeriksaan Sistematis
a.Kepala
- Bentuk dan ukuran : Bulat
- Rambut dan kulit kepala : hitam , lebat, distribusi merata
- Mata : Kelopak mata tidak cekung, sklera tidak ikterik, konjungtiva tdk pucat.
- Telinga : Liang lapang, sekret -/-, m. tympani utuh.
- Hidung : Lapang, sekret -/-, Pernapasan cuping Hidung Θ
19
- Bibir : Lembab
- Gigi-geligi : baik
- Mulut : Sianosis Sirkumoral Θ,
- Tonsil : T1-T1, tidak hiperemis
- Lidah : Tidak kotor
- Faring : Tidak hiperemis
- Leher : KGB tdk teraba
b.Toraks
- Dinding toraks : pergerakan simetris
- Paru : Vokal Fremitus kanan =kiri, sonor, BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-).
- Jantung : BJ I,II normal, murmur (-)
c. Abdomen : perut datar, BU (+) 4X/mnt, timpani, turgor baik, Hepar dan Lien
tdk teraba membesar
d. Anus dan rektum : Haemoroid (-)
e. Genitalia : Perempuan
f. Anggota gerak : akral hangat, deformitas(-) edema (-), sianosis (-).
g. Tulang belakang : skoliosis (-), kifosis (-), lordosis (-).
h. Kulit : ruam (-)
I. Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
RESUME
Telah diperiksa seorang anak perempuan usia 3 3/12 tahun dengan berat badan 12
Kg, tinggi badan 95 cm datang dengan keluhan utama kejang.
Dari anamnesis didapatkan :
Pasien kejang separuh badan mendadak tanpa didahului demam, lama kejang + 30
menit, klojotan. Sebelum kejang, pasien bengong mata mendelik ke atas, aktivitas sebelum
kejang adalah tidur.
Pasien mempunyai riwayat kejang sejak usia 3 bulan, kejang seluruh tubuh,
klojotan, berlangsung < 5 menit tanpa didahului demam. Serangan dapat berlangsung 3-4
kali perhari. Setelah kejang, pasien tidak menangis, masih sadar tetapi lemas. Pada usia 6
bulan pernah direkam otak dan dinyatakan mengalami gangguan syaraf, pasien dianjurkan
berobat jalan dengan diberi obat putih kecil yang diminum 1x sehari. Karena keluhan yang
sama, pasien pernah dirawat di RS Budi asih 2 thn yang lalu dan di RS UKI 1 tahun yang
lalu. Setelah dirawat di RS UKI, pasien sempat tidak kejang selama 3 bulan. Pasien
berobat jalan di puskesmas, minum obat teratur.
20
Riwayat kehamilan : Penyulit pranatal, ibu pasien mengalami tekanan darah tinggi dan
kejang
Riwayat kelahiran : Pasien lahir secara spontan pervaginam, tidak langsung menangis,
aspirasi mekonium (+), keadaan bayi biru setelah lahir. Berat badan lahir 2300 gr, panjang
badan lahir 50 cm, kelainan bawaan (-).
Riwayat perkembangan : Pasien mengalami gangguan perkembangan psikomotor (pasien
belum dapat berbicara; duduk usia 3 tahun)
Psikologis/perkembangan mental : menghisap jempol (+), mengompol (+)
Pemeriksaan fisik : tidak didapatkan kelainan
DIAGNOSIS KERJA
- Epilepsi
DIAGNOSIS BANDING
-
ANJURAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
• EEG
• Darah lengkap
• Elektrolit
PROGNOSIS
• Ad vitam : dubia ad bonam
• Ad sanationum: dubia ad malam
• Ad functionum : dubia ad malam
PENATALAKSANAAN
• Rawat inap
• Diet : lunak
• IVFD : Kaen I B 10 tts/mnt (makro)
• O2 2 LPM K/P kejang
• Obat : - Luminal 2 x 30 mg (po)
- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang
- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas
FOLLOW UP (SOAP 3 JAM) PH1/PP1
• Tgl. 08/03/2006
21
S : Kejang (-), Rewel, Cengeng
O: KU : Tampak Sakit Ringan
Kes:Compos Mentis
N: 110 x/mnt S:37°C
RR: 24 x/mnt
- Kepala : Normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
- Hidung : Lapang, sekret -/-
- Telinga : Lapang, serumen -/-
- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkumoral (-), tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
- Thoraks :
I : Pergerakan dinding dada simetris
Pal : VF simetris, sonor
Per : Sonor, ka=ki
Aus : BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-), BJ I,II murni, murmur
(-), gallop (-)
- Abdomen :
I : Perut datar
Aus : BU (+) 4x/mnt
Per : Tympani
Pal : Lemas, Hepar dan Lien tidak teraba membesar
- Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 dtk
- Kulit : Turgor Cukup
- Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
A: Epilepsi
P: - Diet lunak
- IVFD KAEN 1B 10 tts/mnt
- Luminal 2 x 30 mg (po)
- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang
- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas
FOLLOW UP PH2/PP2
• Tgl. 09/03/2006
S : Kejang (-)
22
O: KU : Tampak Sakit Ringan
Kes:Compos Mentis
N: 100 x/mnt S:36°C
RR: 24 x/mnt TD : 100/70 mmHg
- Kepala : Normocephali, rambut hitam, merata, tidak mudah dicabut
- Mata : Konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, refleks cahaya +/+
- Hidung : Lapang, sekret -/-
- Telinga : Lapang, serumen -/-
- Mulut : Mukosa bibir lembab, sianosis sirkumoral (-), tonsil T1-T1 tidak
hiperemis, faring tidak hiperemis
- Leher : Kelenjar getah bening tidak membesar
- Thoraks :
I : Pergerakan dinding dada simetris
Pal : VF simetris, sonor
Per : Sonor, ka=ki
Aus : BND vesikuler, ronki (-), wheezing (-), BJ I,II murni, murmur
(-), gallop (-)
- Abdomen :
I : Perut datar
Aus : BU (+) 4x/mnt
Per : Tympani
Pal : Lemas, Hepar dan Lien tidak teraba membesar
- Ekstremitas : akral hangat, capillary refill < 2 dtk
- Kulit : Turgor Cukup
- Pemeriksaan neurologis : refleks fisiologis (+), refleks patologis (-)
- Lab :
1. Darah Lengkap : - LED : 20 mm/jam
- Hb : 12,1 gr/dl
- Eri : 5 jt/µL
- Leu : 9600/µL
- Hitung Jenis : 0/2/1/60/36/1
- Retikulosit : 8 %
- Trombosit : 378.000/µL
- Hematokrit : 37 %
2. Elektrolit : - Na : 144 meq/L
- K : 3,5 meq/L
- Cl : 115 meq/L
23
A: Epilepsi
P: - Diet lunak
- IVFD KAEN 1B 10 tts/mnt
- Luminal 2 x 30 mg (po)
- Diazepam 3 mg (IV) K/P Kejang
- Sanmol 3 x 120 mg K/P Panas
• Kesan : Pasien mengalami perbaikan dari hari sebelumnya karena sudah tidak
mengalami kejang lagi.
• Hasil Visit Konsulen
- Pasien boleh pulang
- Obat pulang : - Nootropil syrup 3 x 1 cth
- Luminal 2 x 30 mg
- Elkana 2 x 1 cth
- Sanmol 3 x 120 mg
ANALISA KASUS
Seorang anak perempuan usia 3 3/12 tahun dengan berat badan 12 kg, tinggi badan 95
cm dirawat di RSU FK UKI dengan diagnosis kerja EPILEPSI. Hal ini bisa disimpulkan dari
hasil anamnesis serta pemeriksaan fisik.
Anamnesis:
- Riwayat kejang berulang tanpa demam sejak usia 2 bulan
- Munculnya aura sebelum bangkitan kejang, yaitu bengong, pandangan kosong
mata mendelik ke atas
- Faktor pencetus kejang pada pasien ini adalah tidur
- Sifat kejang klojotan tonik – klonik
- Usia 6 bulan pernah direkam otak (EEG) karena kejang
- Pengobatan teratur, obat putih kecil
- Terdapat faktor etiologi yang mendasari timbulnya serangan kejang, hal ini bisa
dilihat adanya riwayat penyulit kehamilan ibu (eklampsia) dan riwayat kelahiran
(aspirasi mekonium), keduanya bisa berakibat terjadinya asfiksia neonatorum
perinatal hypoxic-ischemic ensefalopati lesi intracranial fokus epilepsi
pemicu bangkitan kejang
- Gangguan perkembangan psikomotor dijumpai pada pasien ini. Hal ini dapat
menjadi kelainan penyerta pada sebagian kasus penderita epilepsy
24
Pemeriksaan fisik: pada pasien ini tidak didapati kelainan tanda-tanda infeksi (-)
Pemeriksaan laboratorium : Hasil darah lengkap & elektrolit tidak didapati kelainan
Pemeriksaan penunjang lain : tidak dilakukan
Penatalaksanaan yang telah dilakukan pada pasien ini:
- Rawat inap, untuk mengobservasi kejang, mengingat serangan kejang yang baru
terjadi berlangsung lama
- Oksigenasi 2 LPM, bila pasien kejang, untuk membantu distribusi O2 ke jaringan
- IVFD : KAEN I B 10 tetes/menit
- Diet lunak
- Obat-obatan:
• Luminal 2 X 30 mg (oral), sebagai antikonvulsan yang murah dan efektif untuk
kejang yang bersifat tonik-klonik
• Diazepam 3 mg (IV) k/p kejang, sebagai terapi konvulsi rekuren, misalnya
pada status epileptikus
• Sanmol 3 x 120 mg k/p panas, sebagai antipiretik
Selama dirawat, pasien tidak pernah kejang, sehingga pasien hanya dirawat sehari lalu
kembali disarankan untuk berobat jalan. Obat-obatan saat pulang:
Nootropil syrup 3 x 1 cth
Berisi : piracetam sebagai antikonvulsan dan dapat bekerja pada susunan
saraf pusat dengan cara melindungi korteks serebri dari defisiensi oksigen.
Luminal 2 x 30 mg, antikonvulsan yang murah dan efektif untuk kejang yang
bersifat tonik-klonik
Elkana 2 x 1 cth, sebagai roborantia
Sanmol 3 x 120 mg, sebagai antipiretik bersifat simptomatis bila ada demam
Prognosis bagi pasien ini bersifat buruk mengingat onset kejang yang dimulai saat pasien
berusia 2 bulan disertai kejang yang berlangsung setiap hari yang dapat terjadi 3 sampai 4
kali, penyebab kejang organik, adanya gangguan mental dan jenis kejang tonik-klonik.
Pasien diharuskan untuk teratur menjalani pengobatan, dengan pengobatan frekuensi
serangan dapat dikurangi, bentuk serangan menjadi lebih ringan, lebih singkat, dan
mengurangi resiko cedera pada pasien.
Pendidikan terhadap keluarga, tetangga dan teman-teman pasien agar mereka dapat
mengerti apa itu epilepsi, bagaimana prognosisnya dan dapat berperan serta dalam
penanggulangannya, mengetahui tanda permulaan serangan epilepsi, menjaga kesehatan
umum anak dengan epilepsi serta membina suasana keluarga agar dapat memberi
pengaruh positif bagi anak, anak harus mendapat perhatian yang wajar agar dapat
berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuannya.
25
26