Epidemiologi

download Epidemiologi

of 33

description

epid

Transcript of Epidemiologi

Risiko Impor dari Negara Terjangkit Penyakit Sapi Gila K O M P A S, SENIN, 18 SEPTEMBER 2006 (HALAMAN 7) OPINI

O l e h T R I S A T Y A P U T R I N A I P O S P O S

Prinsip kehati-hatian (precautionary principles) dalam menentukan kebijakan importasi hewan maupun produk hewan harus selalu dikedepankan, terutama apabila ada kaitannya dengan penyakit hewan yang memiliki dampak merugikan terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat. Implementasi kebijakan tersebut merupakan wujud mekanisme pertahanan hayati (biodefense mechanism) suatu negara.

Sesuai dengan kaidah internasional, analisis kebijakan importasi hewan dan produk hewan yang dibuat suatu negara pengimpor akan sangat bergantung pada sejauh mana negara tersebut mempercayai kredibilitas negara pengekspor dalam melaksanakan sistem kesehatan hewan, termasuk pengawasan rantai pangan dan pakan (food and feed chain). Begitu juga sejauh mana negara pengimpor tersebut meyakini kapasitas internalnya untuk mampu melakukan pengawasan terhadap mata rantai distribusi dan konsumsi.

Rencana Pemerintah Indonesia untuk melakukan importasi daging beku tanpa tulang (frozen deboned meat) dan tepung daging-dan-tulang (meat-and-bone meal/MBM) dari negara yang belum bebas penyakit sapi gila atau Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) sangat terkait dengan tingkat kepercayaan dan kemampuan pemerintah dalam menilai kapasitas negara pengekspor dalam memberikan jaminan keamanan pangan (food safety assurance).

Analisis risiko

Apabila rencana importasi akan dilaksanakan, maka titik berat langkah penanganan BSE terletak pada jaminan keamanan terhadap produk daging dan MBM yang dilaksanakan di negara asal. Untuk mendapatkan jaminan itu, Pemerintah Indonesia harus mampu mengkaji sejauh mana negara asal tersebut memenuhi dan telah melaksanakan semua persyaratan kesehatan hewan terkait dengan BSE yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (OIE).

Upaya yang ditempuh pemerintah dapat dilakukan dengan cara menerapkan metoda analisis risiko (risk analysis) sebagai suatu landasan kebijakan untuk memutuskan aman tidaknya suatu importasi dilakukan.

Tidak kalah pentingnya dari bagian rencana itu adalah mengomunikasikan risiko (risk communication) secara transparan dan berkelanjutan kepada berbagai pihak terkait di masyarakat. Hal ini termasuk juga bagaimana upaya pemerintah dalam melakukan tindakan-tindakan pengawasan pada titik-titik kritis untuk mengurangi risiko (risk management).

Penilaian risiko (risk assessment) BSE dimulai dengan mempelajari seluruh skenario mulai dari pihak produsen di negara asal sampai ke pihak pengguna di negara penerima. Perlu diingat bahwa pemerintah sebagai penentu kebijakan harus mampu menilai setiap risiko yang mungkin terjadi dalam setiap skenario tersebut.

Kunjungan tim on-site review yang dikirim Pemerintah Indonesia ke negara asal merupakan tahap pertama untuk mengevaluasi serta menilai kemungkinan dan kecenderungan skenario masuknya dan berkembangnya agen penyebab BSE ke dalam populasi hewan di negara tersebut.

Sangat penting untuk diketahui skenario di negara asal mulai dari sumber dan umur hewan yang akan dipotong, pengangkutan ke rumah pemotongan hewan, pemeriksaan kesehatan sebelum dan sesudah dipotong (ante dan post mortem), perlakuan sebelum dikemas, sampai saat pengangkutan ke kapal. Begitu daging atau MBM masuk ke Indonesia, maka skenario dari saat tiba di karantina pintu masuk, diangkut ke tempat penyimpanan, dikemas dalam bentuk yang lebih kecil, sampai didistribusikan ke konsumen.

Kategori negara atau zona

OIE melakukan perubahan yang cukup drastis terhadap penggolongan status BSE suatu negara atau zona sejak tahun 2005. Ketentuan OIE yang baru menyatakan bahwa penetapan status negara atau zona atau kompartemen didasarkan atas risiko terhadap BSE, yaitu tergolong negligible risk (risiko dapat diabaikan), atau controlled risk (risiko dapat dikendalikan), atau undetermined risk (risiko tidak dapat ditentukan).

Perlu diingat bahwa perubahan yang justru menjadi jauh lebih ringan ini lebih banyak disebabkan lobi-lobi negara maju, terutama Kanada dan Amerika Serikat, yang mengalami hambatan perdagangan yang sangat memberatkan negaranya akibat dampak timbulnya BSE. Sebelumnya, OIE menggolongkan negara atau zona menjadi free (bebas), provisionally free (bebas dengan persyaratan) atau with a minimal risk (risiko minimal).

Dengan perubahan ini, tidak lagi dikenal istilah negara atau zona bebas BSE, tetapi semua negara harus mengikuti kriteria baru yang ditentukan OIE untuk dapat menetapkan status negaranya. Mengingat sapi baru dapat tertular BSE apabila sapi tersebut mengonsumsi MBM ruminansia, maka dalam kenyataannya sampai dengan saat ini tak ada satu negara pun di dunia yang mengklaim wilayah negaranya (zona) memiliki status yang bebas BSE atau dengan istilah yang baru tergolong negligible risk.

Untuk menilai dan mengevaluasi risiko BSE di negara asal, sebagai acuan dapat dilakukan dengan mengidentifikasi seluruh faktor yang berpotensi untuk memicu terjadinya BSE di negara tersebut, termasuk sejarah kapan dimulainya importasi MBM, hewan hidup, pakan ternak, dan bahan baku ternak. Pengamatan juga perlu dilakukan terhadap kapan dimulainya praktik pemberian MBM ruminansia ke ruminansia dipraktikkan di negara tersebut dan kapan pemberlakuan pelarangan MBM ruminansia ke ruminansia (feed ban) diberlakukan.

Surveilans menjadi kriteria kunci bagi suatu negara untuk menyatakan status BSE-nya, terutama dengan memerhatikan struktur populasi sapi dan besaran masing-masing strata. Suatu kriteria yang harus dicermati juga adalah apakah negara tersebut telah melaksanakan sekurang-kurangnya sejak tujuh tahun yang lalu program peningkatan kesadaran berkelanjutan bagi dokter hewan, peternak, dan para pekerja yang berkecimpung dalam pengangkutan, pemasaran, serta pemotongan ternak sapi. Begitu juga notifikasi wajib sapi dengan gejala mirip BSE dan pemeriksaan wajib terhadap sampel otak serta jaringan lainnya pada laboratorium yang telah terakreditasi.

Faktor risiko

Khusus importasi MBM dari AS perlu dipertimbangkan masak-masak dengan memerhatikan seluruh faktor risiko yang berpotensi membahayakan. Dari dua kasus sapi terjangkit BSE yang lahir di AS (indigenous case) yang terjadi pada tahun 2005 dan 2006, paling tidak menunjukkan negara itu masih berpotensi memiliki kasus BSE baru. Aturan OIE mengatakan bahwa sapi-sapi tersebut harus paling tidak berumur lebih dari 11 tahun agar bisa dianggap cukup aman dalam mempertimbangkan masa inkubasi penyakit BSE terlama yang mencapai 18 tahun.

Kemudian perlu dipelajari secara teliti apakah AS benar-benar telah menerapkan persyaratan OIE yang menetapkan hanya sapi-sapi berumur di bawah 30 bulan diizinkan untuk dipotong di Rumah Pemotongan Hewan, baik yang akan masuk ke rantai pangan maupun ke rantai pakan. Untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat AS sendiri melalui kampanye publik US Beef Is Safe, terutama setelah munculnya kasus pertama BSE pada tahun 2004, dapat dikatakan secara pasti bahwa persyaratan yang masuk ke rantai pangan telah dilaksanakan dengan baik.

Akan tetapi, lain halnya dengan rantai pakan, Pemerintah Indonesia harus mampu mendapatkan jaminan dari otoritas veteriner setempat di AS bahwa persyaratan tersebut telah dijalankan bukan hanya berdasarkan sukarela dan imbauan, tetapi melalui regulasi. Ada alasan ekonomi yang masih dapat dimengerti mengapa sisa-sisa dari bagian tubuh sapi di atas umur 30 bulan sedapat mungkin masih ingin dimanfaatkan oleh pabrik pengolah dan pembuat MBM.

Pelarangan bagian-bagian tubuh sapi yang paling berisiko yang disebut specifed risk material (SRM) pada prosedur pemotongan telah diberlakukan sejak tahun 2004 di AS. Dengan penghilangan tersebut, risiko infeksi dapat dikurangi 100 persen, tetapi perlu diingat bahwa pelarangan pemberian pakan MBM ruminansia ke ruminasia (feed ban) baru berlaku sejak tahun 1997. Meskipun OIE mengatakan bahwa pemberlakuan pelarangan paling tidak sekurang-kurangnya sudah dilaksanakan delapan tahun, tetapi masih banyak situasi ketidakpastian yang bisa diprediksi mengingat harus dipelajari bagaimana cara evaluasi yang dilakukan Pemerintah AS terhadap sejauh mana pabrik pakan pengolah dan pembuat MBM telah melaksanakan praktik pembuatan yang baik (good manufacturing practices).

Dengan alasan tertentu, sebagian besar pabrik MBM di AS tak menjalankan sepenuhnya ketentuan OIE, terutama mengenai tidak digunakannya tekanan absolut 3 bar pada pemanasan bahan baku MBM sekurang-kurangnya pada suhu 133 derajat Celsius selama 20 menit.

Sampai dengan bulan September 2006, AS telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap 21.216 sapi dewasa. Secara kumulatif telah diperiksa 785.638 sapi sejak Juni 2004. Meskipun secara ilmiah, AS telah melakukan surveilans melampaui ketentuan jumlah sampel yang dipersyaratkan OIE, tetapi perlu diingat bahwa rentang masa inkubasi BSE yang begitu panjang dan belum ada uji yang benar-benar akurat pada kenyataannya memperlemah kemampuan deteksi BSE pada sapi hidup.

Pengawasan rantai distribusi

Apabila Pemerintah Indonesia beranggapan bahwa meskipun negara pengekspor memiliki kasus BSE, pemenuhan persyaratan OIE dinilai cukup memberikan perlindungan terhadap kehidupan dan kesehatan manusia dan hewan, maka titik berat jaminan keamanan benar-benar beralih kepada pengawasan rantai distribusi di dalam negeri.

Sistim kesehatan hewan nasional harus mampu memberikan jaminan keamanan yang dibutuhkan, terutama dalam menjalankan pengawasan di titik-titik kritis sepanjang mata rantai distribusi mulai dari karantina pemasukan sampai ke industri pengolah/pengecer untuk daging atau industri pakan ternak untuk MBM.

Faktor yang mempersulit pengawasan dalam negeri adalah diagnosis BSE tidak bisa dikonfirmasi pada hewan hidup ataupun dalam bentuk daging atau MBM. Pemeriksaan mikroskopis terhadap jaringan otak merupakan satu-satunya cara saat ini untuk mendiagnosis BSE. Mengingat hal tersebut, uji terhadap hewan hidup sangat diperlukan karena uji akan mampu mengidentifikasi hewan yang terinfeksi jauh sebelum menjadi sakit.

Meskipun praktik pengolahan dan pembuatan MBM (rendering) sulit dilakukan di negara berkembang, seperti Indonesia, karena tidak ada sisa-sisa karkas (semua bagian tubuh sapi) dimanfaatkan, baik yang digolongkan dapat dimakan (edible offal) maupun yang tidak dapat dimakan (non-edible offal). Dengan demikian apabila MBM impor berisiko tidak dapat diawasi dengan baik dan menimbulkan potensi ancaman ke manusia, maka akan jauh lebih sulit bagi Indonesia menghindar dari kemungkinan timbulnya penyakit new variant Creutzfeldt Jacob Disease (nvCJD) sebagai bentuk BSE pada manusia.

DRH TRI SATYA PUTRI NAIPOSPOS MPHIL PHDCenter for Indonesian Veterinary Analytical StudiesLatar Belakang

Koleksi Pribadi Foto Dr Nanung Danar Dono

Bovine spongiform encephalopathy (BSE) merupakan penyakit gangguan syaraf progresif pada sapi yang disebabkan oleh infeksi prion. Sifat prion belum dipahami dengan baik. Saat ini, teori yang paling diterima adalah prion merupakan bentuk modifikasi dari protein normal (CDC 2012). Agen tersebut tidak menimbulkan respon imunitas pada induk semang sehingga belum ada uji yang secara praktis dan efektif yang dapat mendeteksi hewan terinfeksi. Penyakit BSE atau mad cow disease termasuk golongan penyakit degenerasi saraf yang disebut transmissible spongiform encephalophathy (TSE) (FDA 2012). Penyakit yang tergolong TSE meliputi scrapie pada domba, Creutzfeldt-Jakob disease (CJD), new variant CJD (vCJD), Gerstmann-Straussler Syndrome (GSS), dan kuru pada manusia (Bhunia 2008).Wabah pertama BSE terjadi di Inggris pada tahun 1986, sejak saat itu lebih dari 180.000 kasus telah dikonfirmasi dari tahun 1986 sampai 2008. Kejadian epidemi di Inggris mencapai puncaknya pada tahun 1992 dengan hampir 1000 kasus baru yang dikonfirmasi setiap minggunya. Kasus BSE terjadi juga pada sapi lokal di beberapa negara seperti Islandia, Australia. Keberadaan penyakit BSE pada suatu negara bisa ditentukan apabila negara tersebut memiliki program pengawasan yang memadai (CFSPH2012a)Sapi dapat tertular BSE melalui konsumsi meat bone meal asal ruminansia yang mengandung prion. Di Inggris, wabah BSE menyebar ke seluruh industri peternakan karena pemberian pakan meat bonne meal yang terinfeksi prion kepada anak sapi. BSE termasuk penyakit zoonotik. Penularan BSE dari hewan ke manusia terutama melalui konsumsi jaringan hewan yang mengandung prion, sehingga BSE dikategorikan sebagai foodborne diseae. Manusia yang terinfeksi prion BSE akan menderita penyakit vCJD. Prevalensi penyakit ini belum diketahui secara pasti. Kebanyakan kasus terjadi pada masyarakat yang tinggal di Inggris selama puncak epidemi BSE. Kejadian vCJD tercatat sebanyak 28 kasus pada tahun 2000, kemudian turun secara bertahap menjadi 5 kasus per tahun pada tahun 2005 dan 2006. Sampai pada bulan Oktober 2008 telah tercatat 167 kasus vCJD dengan 164 diantaranya mengalami kematian(CFSPH2012a).Meskipun saat ini situasi BSE di tempat asalnya yaitu di Eropa semakin menurun dan praktek pemberian MBM untuk ternak ruminansia sudah dilarang di banyak negara namun tidak berarti bahwa ancaman penyakit ini menurun.Dengan demikian penulisan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan, pengetahuan dan antisipasi masyarakat terhadap resiko penyakit BSE yang disebabkan oleh penggunaan MBM sebagai pakan ternak

PEMBAHASAN

Mekanisme infeksi prionSumber agen yang menjadi media penularan dari hewan ke manusia ialah jaringan sapi yang mengandung prion yang dikenal dengan specified risk material (SRMs) (Kitamoto 2005). Jaringan sapi yang termasuk SRMs diantaranya ialah distal ileum, otak, medulla spinalis, tonsil dan mata. SRMs awalnya masuk ke saluran pencernaan kemudian melakukan penetrasi ke bagian distal ileum, yaitu pada daun Payer. Setelah itu prion menuju saraf perifer dan terus ke sistem saraf pusat (SSP). Saat prion BSE kontak dengan prion normal (PrPC ), maka prion normal akan berubah struktur menjadi prion BSE (PrPSc ). Fibril akan bergabung membentuk plaque PrPSc . Kerusakan sel saraf yang disertai pembentukan plaque akan menimbulkan vakuola-vakuola pada jaringan otak. Kerusakan syaraf yang parah akan memunculkan gejala klinis pada individu yang terinfeksi (Yokoyama dan Tsutsui 2005).

Penularan dari manusia ke manusiaPenularan dari manusia ke manusia telah dilaporkan melalui rute iatrogenik. Kebanyakan kasus terjadi pada pasien yang menerima transfusi darah dari orang yang asimptomatis terinfeksi prion BSE. Rute iatrogenik lainnya misalnya transplantasi organ. Selain itu peralatan yang terkontaminasi selama operasi juga bisa menularkan prion BSE. Transmisi antar manusia tidak terjadi melalui kontak langsung.

Gejala PenyakitGejala penyakit pada hewanMasa inkubasi BSE biasanya 2 sampai 8 tahun. Sapi yang tertular BSE menunjukkan gejala saraf seperti ataxia, respon stimuli sensoris yang berlebihan, dan perilaku agresif. Tahap akhir ditandai dengan kepasrahan diri, koma, dan kematian (Kudesa dan Wreghitt 2009).Gejala penyakit pada manusiaManusia yang terinfeksi prion BSE akan menderita vCJD. Gejala vCJD sangat mirip dengan bentuk CJD genetik. Median onset untuk vCJD rata-rata 26 tahun (kisaran 12-74 tahun) dan untuk CJD genetik rata-rata 65 tahun (kisaran 15-94 tahun). Tanda wal vCJD biasanya berupa gejala kejiwaan seperti kecemasan, depresi, insomnia, penarikan sosial, dan persisten terhadap gejala sensorik. Kebanyakan pasien meninggal dalam waktu 6 bulan sampai 2 tahun setelah terinfeksi. Hanya pengobatan suportif yang tersedia bagi penderita vCJD (CFSPH2012a)DiagnosaSaat ini uji laboratorium spesifik yang bersifat definitf (golden atandard) untuk diagnosis BSE adalah pewarnaan imunohistokimia terhadap jaringan otak. Uji-uji lain yang sedang dikembangkan yaitu uji untuk mendeteksi prion yang terdapat dalam darah, tonsil, dan cairan serebrospinal. Hasil pewarnaan imunohistokimia terhadap jaringan otak hewan terinfeksi menunjukkan adanya plaque yang menyerupai amiloid. Akumulasi prion terdapat pada plaque tersebut. Sedangkan hasil pewarnaan hematoksilin-eosin menunjukkan degenerasi syaraf yang membentuk lubang atau vakuola yang disertai astrositosis (Kudesia dan Wreghitt 2009).Bovine spongiform encephalophathy (BSE) biasanya didiagnosis dengan mendeteksi prion di SSP terutama di bagian obex. Obex merupakan bagian batang otak yang berbentuk V. Akumulasi prion banyak ditemukan pada bagian obex tersebut. Perlindungan Konsumen/MasyarakatPerlindungan terhadap konsumen/masyarakat sangatlah penting mengingat penyakit ini sangatlah fatal. Pemerintah harus melakukan pengawasan terhadap distribusi pada daging maupun produk olahannya. Selain itu konsumen sendiri harus berhati-hati di dalam membeli daging dan produk olahannya.Pencegahan dan PengendalianHewan yang dinyatakan positif BSE oleh uji akan ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan negara yang bersangkutan. Di Irlandia sapi yang positif BSE dan seluruh kawanannya didepolusasi. Karkas yang terinfeksi dimusnahkan dan kawanan sapi yang didepopulasi dikirim ke pabrik pemotongan khusus. Kohort dan keturunan dari hewan yang positif BSE dilacak dan dimusnahkan. Produk dari kawanan yang terinfeksi tidak boleh memasuki rantai makanan, baik maunisa maupun hewan. Semua hewan dan karkas dikirim ke pabrik pengolahan SRMs (perusahaan pengolahan kategori 1) untuk diproses dan dihancurkan. Kompensasi akan diberikan kepada peternak untuk seluruh ternak yang terdaftar yang dipotong sesuai dengan harga pasar. Kegiatan di peternakan yang terinfeksi dibatasi, proses disinfeksi peternakan ditunda dan dilakukan penyelidikan untuk melacak sumber infeksi (DAF 2005).Belum ada obat maupun vaksin BSE untuk hewan dan manusia. Semua hewan dan manusia yang tertular prion BSE berakhir dengan kematian apabila gejala klinis telah muncul. World Organization for Animal Health (WOAH) telah mengeluarkan rekomendasi untuk pencegahan dan pengendalian BSE, diantaranya :1. Setiap negara memiliki penilaian atau analisis risiko untuk penyakit BSE2. Menghilangkan SRMs dari seluruh karkas sapi berumur 12 bulan atau lebih3. Memperbaiki standar pengolahan produk buangan menggunakan temperatur, tekanan, dan waktu yang sesuai saat diproses ( 133 0C, 3 bar, dan 20 menit)4. Menghindari kontaminasi silang dari produk buangan5. Melakukan surveilan secara aktif dan pasif6. Memusnahkan sapi yang menderita BSERekomendasi TAHC WOAH (2010) mengenai impor sapi dan produk asal sapi terkait penyakit BSE1. Semua sapi dan komoditas asal sapi harus memiliki sertifikat veteriner internasional yang menyertakan status BSE dari negara, zona atau kompartemen pengekspor. Status negara terdiri atas kategori bebas risiko atau risiko diabaikan (negligible), telah dikontrol(controlled) maupun status risiko tidak diketahui (undetermined).2. Untuk impor sapi dari negara, zona atau kompartemen bebas namun pernah terpapar, disyaratkan memiliki sertifikat veteriner internasional yang menyatakan bahwa :a Sapi telah diidentifikasi dengan sistem identifikasi permanen yang menunjukka bahwa sapi tersebut tidak terkena kasus BSEb. Sapi lahir setelah tanggal dimana larangan pemberian meat bone meal dan lemak asal ruminansia untuk pakan ternak telah efektif dilaksanakan.3. Untuk impor sapi dari negara, zona atau kompartemen dengan status risiko BSE telah dikontrol, disyaratkan hal yang sama seperti no 2.4. Untuk impor sapi dari negara, zona atau kompartemen dengan status risiko BSE tidak diketahui, disyaratkan memiliki sertifikat veteriner internasional yang menyatakan bahwa :a Larangan pemberian meat bone meal dan lemak asal ruminansia untuk pakan ternak telah efektif dilaksanakan.b Sapi diidentifikasi oleh sistem identifikasi permanen yang menunjukkan bahwa sapi tersebut tidak terkena BSE

5. Untuk impor daging dan produk asal daging dari negara, zona ataupun kompartemen bebas, disyaratkan sertifikat veteriner international yang menyatakan bahwa :a. Daging dan produk asal daging telah lolos dalam pemeriksaan antemortem dan postmortem.b. Negara-negara dengan status bebas BSE namun pernah terpapar, semua daging dan produk asal daging yang diterima ialah daging yang didapatkan setelah larangan pemberian meat bone meal dan lemak asal ruminansia untuk pakan trenak sudah efektif dilaksanakan.6. Untuk impor daging dan produk asal daging dari negara, zona atau kompartemen dengan status risiko BSE telah dikontrol disyaratkan melalui sertifikat internasional yang menyatakan bahwa :a. Daging dan produk asal daging telah lolos dalam pemeriksaan antemortem dan postmortem.b. Daging dan produk asal daging berasal dari sapi yang tidak mengalami proses pemingsanan saat dipotong.c. Daging dan produk asal daging dijamin tidak terkontaminasi agen BSE (memisahkan daging dari tengkorak dan columna vertebralis untuk sapi berumur 30 bulan atau lebih)

SIMPULANPemberian pakan MBM pada ternak mempunyai mempunyai potensi di dalam menimbulkan penyakit food borne disease pada kejadian BSE sehingga perlu dilakukan tindakan pencegahan dan pengendalian.

Risiko penyakit sapi gila melalui impor daging Oleh: Tri Satya Putri Naipospos

Kekhawatiran masyarakat terhadap semakin merebaknya kasus daging impor ilegal terutama yang berasal dari negara belum bebas penyakit bovine spongiform encephalopathy (BSE) atau lebih dikenal dengan istilah penyakit sapi gila tentunya tidak dapat begitu saja diabaikan, akan tetapi tidak juga harus disikapi secara berlebihan.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah menggunakan haknya dengan benar dalam membela konsumen terhadap ancaman penyakit sapi gila yang dapat menjangkiti manusia yang mungkin terbawa melalui daging impor ilegal tersebut. Namun demikian, timbulnya berbagai reaksi yang berbeda terhadap isu BSE yang dikaitkan dengan daging impor dari Amerika Serikat yang pada akhir tahun 2003 dilaporkan terjangkit satu kasus sapi gila, justru semakin membingungkan masyarakat dan bahkan tidak menambah pemahaman masyarakat tentang penyakit ini.

Dunia sudah mengenal BSE sejak 18 tahun yang lalu dan begitu banyak informasi mengenai penyakit ini dapat ditemukan di internet. Ribuan lembar kertas dapat dicetak dari internet untuk mengetahui secara lebih mendalam tentang penyakit ini. Yang jelas BSE bukan merupakan suatu penyakit yang dapat menular dari hewan ke hewan. BSE adalah penyakit degenerasi syaraf pada sapi yang dihubungkan dengan konsumsi pakan yang berasal dari sisa-sisa karkas sapi yang tidak dikonsumsi manusia (rendered material) yang disebut meat and bone meal (MBM).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa agen penyebab BSE yang disebut prion (PrP) terdapat dalam MBM yang dimakan sapi tersebut. Prion (PrP) adalah suatu molekul protein yang terdapat pada membran sel syaraf yang mampu mereplikasi dirinya sendiri. Meskipun prion ada pada kebanyakan mamalia, akan tetapi sampai saat ini BSE baru ditemukan pada sapi. Prion ini sifatnya infektif dan berada pada tingkat kandungan tertentu dalam jaringan tubuh sapi, sehingga menentukan tingkat infektivitas bagian-bagian tubuh sapi. Konsentrasi prion yang sangat tinggi ada di beberapa bagian tubuh sapi yang disebut specified risk materials (SRM). Daftar SRM meliputi tengkorak, otak, trigeminal ganglia, mata, tonsil, urat syaraf tulang belakang, dan dorsal root ganglia sapi berumur 30 bulan atau lebih, dan usus bagian distal ileum sapi semua umur.

BSE dan kesehatan manusia

Meskipun para ahli belum sepakat benar tentang kaitan BSE dengan kesehatan manusia, akan tetapi variant Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD) dianggap penyakit pada manusia yang ekuivalen dengan BSE pada sapi. Sejak timbulnya BSE pada tahun 1986, dilaporkan sampai dengan saat ini terjadi lebih dari 188.000 kasus BSE di dunia, sebagian besar di Inggris.

Begitu takutnya masyarakat dunia terhadap ancaman penularan dari daging sapi ke manusia, akan tetapi perlu disadari bahwa kasus vCJD pada manusia selama kurun waktu 25 tahun hanya terjadi kurang dari 160 kasus dan itupun 143 kasus terjadi di Inggris. Data lain menunjukkan pula bahwa meskipun pendedahan masyarakat Inggris terhadap daging terinfeksi BSE begitu meluas, presentase populasi yang didiagnosa vCJD sampai saat ini sangat kecil sekali. BSE menyebar di sebagian besar negara di Eropa, namun dalam perjalanannya telah meluas ke Jepang tahun 2001, satu-satunya negara tertular BSE di Asia, dan juga ke Kanada dan Amerika Serikat (AS) tahun 2003 (lihat Gambar 1).Gambar 1: Distribusi geografis negara-negara tertular BSE (1989 2004)

Sumber: FAO (2004)

Sejumlah negara melaporkan kasus BSE pada tahun 2003 ke OIE seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini. AS tidak dimasukkan ke dalam tabel ini, karena kasus positif BSE terjadi pada sapi impor asal Kanada. Pengalaman negara-negara tertular menunjukkan bahwa BSE hanya ditemukan pada sapi berumur lebih dari 24 bulan. Tabel 1: Negara-negara yang melaporkan kasus BSE pada tahun 2003

Sumber: Animal Health Status Worldwide in 2003, OIE (2004)

BSE dan impor daging sapi

Dalam rangka mencegah masuknya BSE, pemerintah Indonesia hanya mengizinkan impor daging dari negara bebas BSE. Australia adalah negara pengimpor daging sapi ke Indonesia terbesar (68%), diikuti Selandia Baru (18%). Proporsi impor daging sapi dari AS pada tahun 2001 hanya menduduki peringkat ke-4 setelah Australia, Selandia Baru dan Uni Eropa dengan pangsa pasar hanya sebesar 6 persen (lihat Gambar 2). Larangan sementara impor daging dari Kanada dan AS segera diberlakukan setelah ditemukan satu ekor positif BSE di Kanada pada bulan Mei 2003 dan satu ekor lagi di AS pada bulan Desember 2003.Gambar 2: Proporsi impor daging sapi ke Indonesia (2001)

Sumber: UN Trade Database (2001)

Dampak BSE menyebabkan ekspor daging sapi AS sebagai negara pengekspor nomor satu dunia merosot sampai 83 persen. Lebih dari 70 negara didunia memberlakukan pelarangan impor daging sapi dari AS. Pada tahun 2003, Indonesia melakukan impor 11,3 persen daging dan 88,7 persen jeroan (offal) dari AS. Jeroan meliputi jantung 8.098 ton (58,5%) dan hati 2.295,4 ton (16,6%). Jeroan dan hati disukai seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Di Indonesia, jantung digunakan sebagai bahan baku industri baso.

Para ahli mengatakan bahwa keberadaan prion bukan pada otot daging (muscle meat), akan tetapi pada syaraf yang ada pada daging. Dengan demikian resiko penularan dari daging yang berasal dari sapi semua umur sesungguhnya dapat diabaikan apabila prosedur pemotongan hewan dijalankan sesuai persyaratan kesehatan masyarakat veteriner. Tingkat infektivitas BSE bagian-bagian tubuh sapi dapat digolongkan menjadi tinggi, sedang, rendah dan tidak ada infektivitas. Hati tergolong tingkat infektivitas rendah, sedangkan jantung tidak memiliki infektivitas.

Faktor risiko BSE

Indonesia mencermati sejumlah faktor risiko (risk factor) yang digunakan untuk mencegah masuknya BSE melalui impor daging. Risiko yang harus dianalisa sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal, terutama tindakan-tindakan apa yang telah dilaksanakan oleh negara pengekspor daging dalam mengantisipasi kejadian BSE dan juga tindakan-tindakan baru apa yang dilaksanakan setelah ditemukannya kasus positif BSE. Pemerintah Indonesia menghentikan pelarangan impor daging dari AS pada bulan Juni 2004, setelah mempertimbangkan tujuh faktor risiko sebagai suatu alat untuk melakukan penilaian terhadap situasi BSE dan tindakan penanggulangan yang telah dilakukan oleh AS.

Prinsip kehati-hatian (precautionary principles) yang dianut pemerintah dalam menghadapi penyakit yang memiliki dampak terhadap kehidupan dan kesehatan masyarakat selalu dikedepankan sebagai suatu mekanisme pertahanan diri (bio-defense mechanism). Ada tujuh faktor risiko yang dianggap penting untuk menganalisa situasi BSE di suatu negara seperti diuraikan dibawah ini.

Pelepasan SRM dari rantai pangan. Upaya untuk memastikan agar SRM ini tidak menjadi bagian dari karkas sapi yang akan dikonsumsi manusia merupakan tindakan yang kritis dan sangat menentukan untuk melindungi kesehatan masyarakat.

MBM asal ruminansia sebagai pakan sapi. Sumber infeksi MBM harus dilarang untuk dikonsumsi oleh sapi untuk memotong siklus penularan. Praktek rendering sangat umum dijalankan di negara-negara industri sebagai upaya memanfaatkan sisa-sisa karkas hewan yang tidak dimakan manusia (non-edible offal) sebagai pakan ternak. Negara-negara tertular BSE tidak menghentikan praktek ini, akan tetapi menghilangkan SRM dari rantai pakan dan sebagian negara mengizinkan MBM untuk dimanfaatkan sebagai pakan unggas.

Impor sapi hidup dari Inggris dan negara lainnya yang tertular BSE. Masa inkubasi BSE sangat lama, rata-rata 7 tahun, sedangkan deteksi penyakit baru bisa dilakukan pada 6 bulan terakhir masa inkubasi. Untuk memperkirakan ada tidaknya resiko BSE, perlu diketahui kapan terakhir negara tersebut melakukan impor sapi hidup dari Inggris atau negara lainnya yang memiliki infeksi BSE pada sapi lokal dengan memperhitungkan lamanya masa inkubasi tersebut.

Impor MBM dari negara tertular BSE. Untuk memperkirakan seberapa besar resiko suatu negara, perlu diketahui kapan dimulai, berapa lama dan berapa jumlah impor MBM ke negara tersebut. Pada masa lalu, ekspor MBM dari Inggris dilakukan ke sejumlah negara terutama pada saat Inggris mengalami puncak wabah BSE tahun 1991-1996 dan dunia khawatir bahaya resiko belum dapat dihilangkan.

Pemeriksaan sebelum pemotongan hewan dengan gejala syaraf dan tidak mampu berdiri (downer animals). Sangat penting untuk memastikan bahwa pemeriksaan hewan sebelum dipotong (ante mortem) di rumah potong hewan dijalankan secara memadai, sehingga mampu mendeteksi hewan yang menunjukkan gejala syaraf dan tidak mampu berdiri, untuk kemudian diuji terhadap BSE.

Surveilans. Program surveilans BSE merupakan kegiatan yang dijalankan oleh negara tersebut secara reguler dan terstruktur yang memungkinkan sistem deteksi dini (early warning system). Jumlah sampel harus memadai untuk mampu mendeteksi infeksi sesuai tingkat insidens yang terjadi. Surveilans harus didukung oleh kemampuan diagnosa dan jaringan laboratorium yang memadai.

Sistem identifikasi ternak dan penelusuran(traceability). Kemampuan suatu negara untuk menelusuri ke belakang maupun ke depan (trace back and forward) sangat bergantung kepada sistem identifikasi ternak yang dijalankan. Sistem ini akan sangat berguna dalam menemukan sumber infeksi BSE.

*) Drh. Tri Satya Putri Naipospos, MPhil, PhD, Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan, Departemen Pertanian. Faktor Risiko Masuknya Bovine Spongiform Encephalopathy (BSE) ke Indonesia Melalui Importasi Produk Hewan Tri Satya Putri Naipospos

Bovine spongiform encephalopathy (BSE) adalah bentuk yang paling baru dari penyakit transmissible spongiform encephalopathy (TSE) yang selama ini dikenal menyerang sapi dewasa. Kejadian klinis BSE pertama kali dilaporkan di Inggris pada bulan April 1985.

Selain Inggris, sampai saat ini kasus BSE dilaporkan telah terjadi di Belgia, Denmark, Perancis, Jerman, Irlandia, Liechtenstein, Luxemburg, Belanda, Portugal, Italia dan Switzerland. Sejumlah kecil kasus BSE ditemukan di Kanada, Kepulauan Falkland, Kuwait dan Oman, namun semua terjadi pada sapi yang diimpor dari Inggris. Negara-negara yang baru dua tahun terakhir ini melaporkan adanya kasus BSE yaitu Spanyol, Yunani dan Czech.

Tingkat insidensi penyakit lebih tinggi di Inggris dibandingkan dengan negara lain yang juga pernah dilaporkan terjadi BSE, akan tetapi kejadian menurun secara drastis sebagai hasil dari pengendalian yang efektif terutama dengan mencegah infeksi baru dalam pakan ternak. Tingkat insidensi juga menurun di Switzerland dan Perancis, sebaliknya meningkat di negara-negara lain yang tercatat sebagai negara tertular meskipun kasus yang dilaporkan per tahun hanya sedikit.

BSE adalah anggota dari kelompok penyakit yang dikenal sub akut yaitu transmissible spongiform encephalopathy (TSE) atau penyakit "prion". Ini mencakup juga "Creutzfeldt-Jakob disease" (CJD) yang menyerang manusia, "scrapie" pada domba dan kambing, transmissible mink encephalopathy (TME) dan yang hanya ditemukan di Amerika Utara saja yaitu "chronic wasting disease" (CWD) pada wapiti (Cervus canadensis) dan beberapa jenis rusa. Penyakit-penyakit ini hanya dapat dikonfirmasi secara pasca mati (post mortem) dengan pemeriksaan spesimen otak.

Agen penyebab penyakit ini belum dapat ditetapkan secara jelas (mungkin prion, virinos atau virus inkonvensional lainnya). Agen tersebut tidak menimbulkan respons imunitas pada induk semang (konsekuensinya tidak ada uji yang secara praktis dan efektif yang dapat mendeteksi hewan terinfeksi) dan resisten berlebihan terhadap inaktivasi oleh panas radiasi dan kimiawi. Yang jelas semua penyakit tanpa kecuali bersifat fatal.

Titer infektivitas tertinggi yang diukur dengan metoda bioassay ditemukan pada susunan syaraf pusat (SSP) dari kasus klinis yang sudah berlangsung lama. Infektivitas kemungkian berada pada jaringan lymphoreticular dan/atau SSP selama periode inkubasi, akan tetapi tidak terdeteksi sampai beberapa bulan setelah terdedah. Pada sapi yang menderita klinis BSE, infektivitas hanya ditemukan pada otak, sumsum tulang belakang dan retina mata.

Infektivitas tidak pernah ditemukan pada susu atau daging secara alamiah pada hewan yang tertular TSE. Oleh karenanya pengendalian penyakit dapat mengurangi risiko kemungkinan terekspos BSE pada setiap spesies (termasuk manusia) dengan cara mengkonsentrasikan upaya untuk mengeliminasi hewan-hewan yang secara klinis diduga tertular BSE dari seluruh mata rantai makanan dan pakan ternak dan menghancurkan material tertentu yang berisiko (seperti jaringan tubuh hewan yang paling mungkin mengandung infeksi terutama jaringan SSP) dari semua sapi diatas umur tertentu baik yang dipotong untuk konsumsi maupun yang tidak.

Infeksi BSE Bersumber Dari Pakan

Tidak diragukan bahwa BSE (dan penyakit lain yang berkaitan pada kucing domestik dan hewan liar yang ditangkap) adalah penyakit yang ditularkan melalui pakan (feed-borne disease). Pada sapi dan bovidae liar yang ditangkap, unsur pembawa adalah "meat and bone meal" (MBM) yang mengandung protein ruminansia berasal dari jaringan terinfeksi (material tertentu yang berisiko) dimana yang paling penting adalah jaringan SSP.

Spesies yang menjadi sumber asli penularan untuk BSE kemungkinan adalah sapi, tetapi adalah lebih masuk akal untuk mengatakan bahwa domba yang menderita scrapie bertanggung jawab sebagai sumber penularan sejak ditemukan bahwa hanya domba satu-satunya yang diketahui sebagai hewan "reservoir" untuk infeksi TSE.

Apapun sumber penularan, kejadian epidemik penyakit selalu diikuti dengan siklus berulang daripada jaringan sapi terinfeksi melalui pakan ternak. Pakan yang terekspos dengan BSE atau agen scrapie dapat menyebabkan kasus scrapie pada domba dan/atau kambing meskipun tidak ada kenyataan langsung yang menyatakan bahwa hal praktis terjadi.

Apabila agen BSE menginfeksi domba dan/atau kambing maka hal ini dapat menjadi ancaman bagi manusia. Beberapa negara telah mengambil langkah-langkah untuk mencegah hal ini dengan bentuk larangan terhadap daging tetelan (offal) domba dan kambing sebagai bagian dari strategi mengurangi risiko. Larangan ini menekankan pada SSP dan mencegahnya untuk dikonsumsi oleh manusia dan hewan.

Penilaian Risiko (Risk Assessment) BSE

Risk assessment BSE mencakup 2 (dua) hal yaitu: (1) Risiko 'exogenous' (exogenous risks) dari importasi hewan hidup, embryo atau ova atau dari importasi bahan campuran/tambahan pakan ternak (compounded feed concentrate) atau tepung daging dan tulang (meat and bone meal/MBM); dan (2) Risiko 'endogenous' (endogenous risk) dari pakan ternak terkontaminasi, dari prosedur 'rendering' yang tidak memadai atau dari transmisi maternal dari hewan impor.

Risiko 'exogenous' (exogenous risks)Risiko dapat bersifat 'exogenous' - datang dari luar negeri - dan ini berarti dapat dicegah melalui kontrol importasi sapi hidup dan produknya yang datang dari negara-negara yang mempunyai risiko (at-risk countries) seperti yang direkomendasi dalam OIE Code. Yang diperlukan bukan mencegah importasi akan tetapi lebih kepada memastikan bahwa risiko dapat ditekan seminimum mungkin dengan menetapkan standar untuk sertifikasi. Risiko utama yang timbul dari importasi hewan hidup (termasuk keturunan/generasi berikut dari hewan yang terinfeksi BSE) atau bahan pakan yang mengandung MBM yang berasal dari ruminansia.

Penting diperhatikan risiko kontaminasi silang yang timbul secara tiba-tiba pada diet ruminansia pada pabrik pakan ternak dan pada peternakan, meskipun bahan pakan ternak impor tersebut tidak dimaksudkan untuk dimakan oleh ruminansia. Sampai dengan saat ini, tidak ada data yang menyatakan bahwa embryo yang berasal dari hewan tertular BSE menyebabkan infeksi BSE. OIE Code menguraikan bagaimana cara untuk mengurangi resiko yang timbul dari importasi embryo dan ova sapi sampai pada tingkat yang dapat diterima sambil tetap melaksanakan upaya perbaikan gentika ternak.

Risiko 'endogenous' (endogenous risks)Risiko dapat juga bersifat 'endogenous' - timbul dari dalam negeri. Dalam hal ini ada 3 (tiga) risiko utama yaitu: (1) Terhadap sapi (dan ruminansia lain) dari pakan yang terinfeksi; (2) Terhadap manusia dan hewan dari material yang mempunyai risiko khusus (specified risk materials/SRM) atau produk yang dibuat dari SRM untuk dikonsumsi; dan (3) Berasal dari produk hasil 'rendering' dengan proses yang tidak menginaktivasi agen.

Pengalaman menunjukkan bahwa risiko 'exogenous' biasanya dapat berespons, tetapi risiko 'endogenous' tidak diperhitungkan secara serius sehingga bisa menyebabkan situasi yang berpotensi untuk berbahaya apabila agen BSE timbul sewaktu-waktu.

Gambar 1 memperlihatkan adanya 2 (dua) kemungkinan alur masuknya BSE ke suatu negara yaitu melalui impor sapi tertular BSE atau impor MBM yang terkontaminasi BSE.Gambar 1: Skema penularan BSE melalui impor MBM dan impor sapi

Sumber: Final Opinion of the Scientific Steering Committee on the Geographical Risk of BSE (GBR), 2000

Faktor Risiko BSE

Faktor-faktor yang digunakan dalam menganalisa risiko BSE mencakup: (1) Importasi MBM atau pakan yang terkontaminasi dengan TSE atau bahan baku pakan yang mengandung salah satu dari keduanya; (2) Importasi hewan, embryo atau ova yang potensial terinfeksi TSE; (3) Konsumsi MBM atau pakan yang mengandung bahan asal ruminansia; (4) Asal hasil sampingan ternak, parameter proses rendering dan metoda produksi pakan ternak; (5) Situasi epidemiologi seluruh hewan TSE di negara atau wilayah negara; dan (6) Struktur dan dinamika populasi sapi, domba dan kambing di negara atau wilayah negara.Gambar 2: Total Ekspor MBM dari Inggris ke berbagai negara 1988 1993

Indonesia bersama-sama dengan negara lainnya di Asia Tenggara dinyatakan sebagai negara-negara yang kemungkinan mendapat masalah dengan BSE. Dari Gambar 3 dapat dilihat bagaimana Indonesia memiliki faktor risiko dimana Indonesia melakukan impor MBM dari Inggris sejak tahun 1991 - 1993 dimana jumlahnya mencapai lebih dari 20.060 ton.

Jumlah MBM yang diimpor Indonesia dari Inggris sepanjang tahun 19911996 mencapai 60 ribu ton. Namun faktor risiko ini bisa saja dapat diabaikan mengingat MBM impor tersebut di Indonesia bukan digunakan untuk ruminansia, akan tetapi hanya digunakan untuk pakan ternak unggas, ikan atau babi. Disamping itu Indonesia tidak mempunyai industri pembuangan hasil sampingan ternak (rendering plant).

Kesimpulan

Meskipun sampai dengan saat ini BSE belum dilaporkan terjadi di Indonesia, akan tetapi dengan munculnya kasus BSE pertama di Asia yaitu di Jepang, maka BSE tetap perlu diwaspadai.

Pemerintah perlu melakukan hal-hal yang direkomendasikan FAO/WHO/OIE seperti: (1) Ketentuan pelaporan yang mewajibkan notifikasi dan penyidikan terhadap semua sapi yang menunjukkan gejala klinis kompatibel dengan BSE; (2) Menerapkan sistem surveilans dan monitoring dengan pemeriksaan otak dan jaraingan lainnya di laboratorium yang telah mendapatkan pelatihan; (3) Melakukan studi penilaian risiko (risk assessment study) terhadap impor MBM dan produk hewani lainnya yang kemungkinan menjadi media pembawa BSE; (4) Mengatur penggunaan pakan MBM; dan (5) Melakukan pengawasan karantina yang ketat terhadap impor produk-produk peternakan yang bisa menjadi media pembawa agen BSE.

REFERENSI

Scientific Steering Commitee (2000). Final Opinion of the Scientific Steering Committee on the Geographical Risk of Bovine Spongiform Encephalophaty (GBR). Adopted on 6 July 2000.

Cohen, J.T. , Duggar, K., Gray, M. and Kreindel, S. (2001). Evaluation of the Potential for Bovine Spongiform Encephalophaty in the United States. Harvard Center for Risk Analysis, Harvard School of Public Health, U.S.A. Meat and Bone Meal (MBM) adalah tepung yang berasal dari daging dan tulang ruminansia (umumnya sapi) yang biasanya dipakai untuk pakan unggas dan hewan air.Kondisi dilapangan saat ini masih ada peternak yang melakukan pencampuran pakan konsentrat unggas dan pakan konsentrat babi yang mengandung MBM kedalam pakan ternak ruminansia (sapi, kambing dan domba) untuk memacu pertumbuhan. Pakan konsentrat unggas dan babi DAPAT mengandung MBM dengan kadar protein 50-60% dan tingkat kecernaan lebih 82%. Maraknya penggunaan pakan konsentrat unggas/babi kedalam pakan ternak ruminansia, karena harganya relatif murah dibandingkan tepung ikan.BAHAYA PENGGUNAAN PAKAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG MBM PADA TERNAK RUMINANSIA Praktek pencampuran pakan unggas dan babi dalam pakan ruminansia dapat mengakibatkan terjadinya penyakit BSE/Madcow/Sapi Gila pada sapi dan membahayakan kesehatan manusia. BSE adalah penyakit pada sapi yang menyerang susunan syaraf pusat dengan ditandai adanya Spongious atau terbentuknya lubang kosong pada sel otak yang berdampak fatal (fatal neurological disease). BSE disebabkan oleh Protein Prion (PrP) yang berasal dari MBM (meat bone meal). Prion adalah sejenis protein yang abnormal yang memiliki sifat : mempunyai kemampuan merusak protein lain, tidak dapat dihancurkan dengan disinfektan, bahan kimia maupun suhu tinggi. Prion terdapat dalam otak, sumsum tulang belakang dan tonsil sapi berumur lebih 30 bulan dan tidak rusak dalam pengolahan dengan pemanasan biasa. Cara penularan prion terutama terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh MBM yang berasal dari hewan penderita. Yang dapat tertular adalah : hewan ruminansia (sapi, kambing, domba), karnivora (kucing rumah, harimau) serta primata (monyet).PERATURAN TERKAIT PEMBERIAN PAKAN1. UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 22 ayat (4) mengatur pelarangan untuk : Mengedarkan pakan yang tidak layak konsumsi Menggunakan dan/atau mengedarkan pakan ruminansia yang mengandung bahan pakan yang berupa darah, daging, dan/atau tulang. Menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan2. PeraturanMenteri Pertanian No. 471/Kpts/OT.210/5/2002 mengatur tentang Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung Tulang, Tepung Darah, Tepung Daging dan Tulang (TDT) dan Bahan Lainnya asal Ruminansia sebagai Pakan Ternak Ruminansia3. Surat Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan tanggal 4 Januari 2012 kepada Kepala Dinas Peternakan Seluruh Propinsi tentang Pelarangan Penggunaan Bahan Pakan asal Ruminansia (MBM) untuk pakan ternak RuminansiaSANKSI PELANGGARAN PELARANGANPasal 87 UU 18/2009 adalah :Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).TINDAK LANJUT Diharapkan semua pihak, utamanya para petugas lapangan dan fungsional pengawas mutu pakan bersama-sama memberikan pemahaman melalui sosialisasi kepada peternak terhadap bahaya penggunaan pakan konsentrat yang mengandung MBM dalam pakan ternak ruminansia. Laboratorium Pakan sudah harus mampu mendeteksi adanya MBM dalam pakan ternak ruminansia dengan menggunakan test kit MBM dan alat Eliza ReaderPenyakit Sapi Gila lebih dikenal dengan Penyakit BSE (Bovine Spongiform Encephalophaty) atau yang dikenal sebagai mad cow disease ini sebenarnya telah lama diketahui dan banyak sekali penelitian yang terus berlangsung sejak dilaporkan pertama kali tahun 1985 di Inggris. Untuk memahami dan mengatasi penyakit ini ke depan perlu kiranya mengetahui dengan baik apa sebenarnya penyebab penyakit sapi gila ini. Meskipun para ahli belum sepakat benar tentang kaitan BSE dengan kesehatan manusia, akan tetapi variant Creutzfeldt-Jakob disease (vCJD) dianggap penyakit pada manusia yang ekuivalen dengan BSE pada sapi. Sejak timbulnya BSE pada tahun 1986, dilaporkan sampai dengan saat ini terjadi lebih dari 188.000 kasus BSE di dunia, sebagian besar di Inggris. Begitu takutnya masyarakat dunia terhadap ancaman penularan dari daging sapi ke manusia, akan tetapi perlu disadari bahwa kasus vCJD pada manusia selama kurun waktu 25 tahun hanya terjadi kurang dari 160 kasus dan itupun 143 kasus terjadi di Inggris.Lihat Tabel APA Menular pada manusia..? Penyakit yang diakibatkan oleh prion abnormal ini, menurut para Ahli, merupakan penyakit zoonoisis yang ada kaitannya dengan new variant Creutzfeldt-Jakob Disease (nvCJD) pada manusia. Nah, penyakit nvCJD ini pernah menyerang Inggris pada 1996 yang menghebohkan dunia internasional. Otak yang terserang penyakit mad cow ini bentuknya akan menyerupai spons. Otak akan berubah menjadi bentuk yang rapuh, mirip busa yang berpori-pori. Penyakit ini memiliki implikasi sosio ekonomis atau kesehatan masyarakat, terutama dalam perdagangan hewan dunia. Penyakit nvCJD pada manusia mampu menularkan secara horisontal melalui transplantasi atau oral dan bisa juga penularan melalui turunan, bersifat genetik. Jadi, jangan sedikitpun makan bagian tubuh sapi, kambing, dan domba BSE, serta material yang memiliki risiko spesifik karena itu sangat berisiko tinggi tertular, kata Bambang. Jika manusia sudah terkena nvCJD, maka tidak ada lagi kekebalan tubuh dan masa inkubasinya 2-10 tahun. Penyakit sapi gila diduga berawal dari perubahan pola hidup manusia dan hewan. Adalah ilmiah, jika sapi makannya rumput, karena sapi adalah hewan herbivora. Namun akibat pola tingkah manusia modern, sapi diberi makan tulang, daging, dan sebagainya yang menyalahi kodratnya sebagai binatang memamah biak. Penyakit mad cowberawal dari pemberian pakan sapi asal tepung tulang dan daging domba yang terkena penyakitscrapie.Juga daging dan tulang asal sapi yang terjangkit BSE, yang didaur ulang menjadi pakan ternak sapi. Sebenarnya inilah kanibalisme. Nah, kondisi seperti inilah yang menyalahi aturan alam semesta. Kemudian manusia makan daging sapi yang tercemar BSE tadi, sehingga manusia pun terjangkit nvCJD. Ciri-ciri sapi yang terkena sapi gila antara lain adanya perubahan mental seperti temperamen berubah, gelisah, takut, dan agresif; perubahan sikap, seperti ataksia, tremor, jatuh tidak bangun; perubahan sensasi, seperti peka terhadap sentuhan. Agen penyakit ini diduga berasal dari struktur protein yang disebut prion. Prion yang tidak mati pada temperatur mendidih ini terutama berkumpul di sistem saraf termasuk mata. Prion ini sangat tahan terhadap segala macam tingkat keasaman (pH), juga terhadap pendinginan atau pembekuan. Protein ini baru inaktif setelah dipanaskan dengan otoklaf (alat pemanas dengan tekanan tinggi) pada suhu 134-1380 C selama 18 menit. Sementara menurut OIE (1999), prion akan inaktif pada suhu 1330 C selama 20 menit dengan tekanan 3 bar dan maksimum partikel 50 mm. Agar Indonesia bebas dari sapi gila, kunci pencegahannya adalah pada kemauan dan komitmen bersama seluruh stake holder yang terkait dengan persoalan ini, seperti pemerintah, perguruan tinggi, pengusaha, pedagang, dan peternak untuk menghadang dan mencegah masuknya hewan dan produknya dari negara yang tertular sapi gila. Disamping itu, pemeriksanaan hewan sebelum dipotong/disembelih, menjadi sebuah keharusan yang tak bisa diabaikan dan pemotongan hewan pun harus mematuhi kaidah aman, sehat, dan halal. APA ITU MBM.? MBM (Meat and Bone Meal) adalah tepung yang berasal dari daging dan tulang uminansia (umumnya sapi)lebih dikenal istilah Tepung Daging Tulang (TDT) yang biasanya dipakai untuk pakan unggas dan hewan air. Kondisi dilapangan saat ini masih ada peternak yang melakukan pencampuran pakan konsentrat unggas dan pakan konsentrat babi yang mengandung MBM kedalam pakan ternak ruminansia (sapi, kambing dan domba) untuk memacu pertumbuhan. Pakan konsentrat unggas dan babi DAPAT mengandung MBM dengan kadar protein 50-60% dan tingkat kecernaan lebih 82%. Maraknya penggunaan pakan konsentrat unggas/babi kedalam pakan ternak ruminansia, karena harganya relatif murah dibandingkan tepung ikan. APA BAHAYANYA PENGGUNAAN PAKAN KONSENTRAT YANG MENGANDUNG MBM PADA TERNAK RUMINANSIA..? Praktek pencampuran pakan unggas dan babi dalam pakan ruminansia dapat mengakibatkan terjadinya penyakit BSE/Madcow/Sapi Gila pada sapi dan membahayakan kesehatan manusia. BSE adalah penyakit pada sapi yang menyerang susunan syaraf pusat dengan ditandai adanya Spongious atau terbentuknya lubang kosong pada sel otak yang berdampak fatal (fatal neurological disease). BSE disebabkan oleh Protein Prion (PrP) yang berasal dari MBM (Meat Bone Meal). Prion adalah sejenis protein yang abnormal yang memiliki sifat : mempunyai kemampuan merusak protein lain, tidak dapat dihancurkan dengan disinfektan, bahan kimia maupun suhu tinggi. Prion terdapat dalam otak, sumsum tulang belakang dan tonsil sapi berumur lebih 30 bulan dan tidak rusak dalam pengolahan dengan pemanasan biasa. Cara penularan prion terutama terjadi melalui pakan yang terkontaminasi oleh MBM yang berasal dari hewan penderita. Yang dapat tertular adalah : hewan ruminansia (sapi, kambing, domba), karnivora (kucing rumah, harimau) serta primata (monyet).PERATURAN TERKAIT PELARANGAN MBM UNTUK PAKAN RUMINANSIA 1. UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 22 ayat (4) mengatur pelarangan untuk : Mengedarkan pakan yang tidak layak konsumsi Menggunakan dan/atau mengedarkan pakan ruminansia yang mengandung bahan pakan yang berupa darah, daging, dan/atau tulang. Menggunakan pakan yang dicampur hormon tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan2. PeraturanMenteri Pertanian No. 471/Kpts/OT.210/5/2002 mengatur tentang Pelarangan Penggunaan Tepung Daging, Tepung Tulang, Tepung Darah, Tepung Daging dan Tulang (TDT) dan Bahan Lainnya asal Ruminansia sebagai Pakan Ternak Ruminansia 3. Surat Direktur Jenderal Peternakan Dan Kesehatan Hewan tanggal 4 Januari 2012 kepada Kepala Dinas Peternakan Seluruh Propinsi tentang Pelarangan Penggunaan Bahan Pakan asal Ruminansia (MBM) untuk pakan ternak Ruminansia 4. Pasal 27 ayat (2) Perda No. 08 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Nakkeswan Jateng Setiap orang yang mengolah pakan dan/atau pakan yang diedarkan secara komersial di Daerah, wajib memperoleh ijin usaha dan memenuhi standar mutu pakan, serta labelisasi pakan ternak sesuai peraturan per-UU 5. Pasal 28 ayat (1) Perda No. 08 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Nakkeswan Jateng Pemerintah Daerah melakukan Pengawasan Mutu Pakan, bahan baku pakan melalui pengujian di Laboratorium yang telah terakreditasi. SANKSI PELANGGARAN PELARANGAN Pasa l87 UU 18/2009 adalah :Setiap orang yang melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (4) dipidana dengan pidana kurungan paling singkat 3 (tiga) bulan dan paling lama 9 (sembilan) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp.75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dan paling banyak Rp.750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah). BAGAIMANA UPAYA PENCEGAHAN? Diharapkan semua pihak, utamanya para petugas lapangan dan fungsional pengawas mutu pakan bersama-sama memberikan pemahaman melalui sosialisasi kepada peternak terhadap bahaya penggunaan pakan konsentrat yang mengandung MBM dalam pakan ternak ruminansia. Pabrik Pakan / Produsen Pakan ternak Unggas agar menambahkan label LARANGAN PENGGUNAAN PAKAN UNGGAS UNTUK TERNAK SAPI DAN KERBAU. Laboratorium Pakan harus turun ke bawah untuk deteksi adanya MBM dalam pakan ternak ruminansia dengan menggunakan test kit MBM dan alat Eliza Reader

Sumber Berita: http://dinakkeswan.jatengprov.go.id

http://www.pertanian.go.id/dinakkeswan_jateng/berita-penyakit-sapi-gila--menular-pada-manusia.html#ixzz3dGkVGSfrBSE and other Transmissible Spongiform EncephalopathiesCattle, sheep and goats are susceptible to a group of brain diseases known as transmissible spongiform encephalopathies (TSEs). The best known of these diseases is bovine spongiform encephalopathy in cattle, it is also known as BSE or mad cow disease. There are strict controls in place in the UK to protect people from BSE. The Food Standards Agency monitors these controls and publicises any breaches, as well as the actions taken to prevent further failures.Although no sheep in the UK flock have been found to have BSE, there are a number of precautionary safety measures in place since it has been shown under laboratory conditions that sheep can be infected with BSE. The Agency continues to review and support research into TSEs in animal species used for food.The Advisory Committee on Dangerous Pathogens (ACDP) TSE risk assessment subgroup provides independent expert advice on TSEs to the FSA and other departments. RegulationThe European TSE Regulation 999/2001 (as amended) sets out the requirements for TSE monitoring, animal feeding and the removal of specified risk material.The corresponding legislation in the UK is:The Transmissible Spongiform Encephalopathies (England) Regulations 2010 (SI No. 2010/801)The Transmissible Spongiform Encephalopathies (Wales) Regulations 2008 (SI No. 2008/3154(W.282) (as amended by SI 2008/3266 (W.288))The Transmissible Spongiform Encephalopathies (Scotland) Regulations 2010 (SSI 2010/177)The Transmissible Spongiform Encephalopathies Regulations (Northern Ireland) 2010 (SR 2010 No. 406) How is BSE being controlled in the UK?The Government has had in place a range of measures to reduce the risk of people eating beef or meat products that might be infected with BSE since the late 1980s. These control measures have been revised from time to time based on current scientific knowledge. The key food safety control is the removal of specified risk material, however there are also controls on animal feed and a requirement to test certain categories of animal for BSE. In addition to these controls, cattle with BSE or suspected of having BSE and the offspring and cohorts of BSE cases are removed from the food chain. Specified Risk Material (SRM) SRM is the parts of cattle, and sheep and goats most likely to carry BSE. All SRM must be removed in either the slaughterhouse or cutting plant. The SRM must be stained and disposed of and does not go into our food or animal feed. In cattle, the SRM controls are estimated to remove almost all potential infectivity in the unlikely event of an animal infected with BSE, but not yet showing any clinical signs, being slaughtered for human consumption.The European TSE regulation defines specified risk material as follows:Specified risk material in all member states

CattleAll ages The tonsils, the intestines, from the duodenum to the rectum, and the mesentery;Over 12 months Skull excluding the mandible but including the brains and eyes, and spinal cord.Over 30 months Vertebral column, excluding the vertebrae of the tail the spinous and transverse processes of the cervical, thoracic and lumbar vertebrae, the median sacral crest and the wings of the sacrum, but including the dorsal root ganglia .

Sheep and goatsAll ages The spleen and the ileumOver 12 months (or permanent incisor erupted) Skull including the brains and eyes, tonsils, spinal cord.

Feed controlsAnimal feed containing meat and bone meal is thought to have been responsible for the spread of BSE among cattle. A ban on the feeding of meat and bone meal to ruminants was introduced in the UK in 1988. In August 1996 this was extended to cover the feeding of meat and bone meal to all farm animals. EU Regulations now prohibit (with certain exceptions) the use of processed animal protein in feed to all livestock.The following controls are in force across Europe: a prohibition on the use of mammalian protein in feed to ruminant animalsa prohibition on the incorporation of mammalian meat and bone meal in any farmed livestock feeda ban, except in tightly defined circumstances, on having mammalian meat and bone meal material on premises where livestock feed is used, produced or stored BSE testingCattle aged over 72 months at slaughter (O72M) must test negative for BSE before being allowed into our food if born in one of the following EU member states:Austria, Belgium, Cyprus, Czech Republic, Denmark, Estonia, Finland, France, Germany, Greece, Hungary, Ireland, Italy, Latvia, Lithuania, Luxembourg, Malta, Netherlands, Poland, Portugal, Slovakia, Slovenia, Spain, Sweden and the United Kingdom. Cattle born in any other country must be tested if aged over 30 months. Mechanically Separated Meat (MSM)In the past, products such as low-cost burgers, sausages, pies and mince included mechanically separated meat (MSM). This is residual meat that is stripped from the bone by mechanical means at high pressure. The consumption of these products made from cattle infected with BSE is thought to have contributed to vCJD occurring in humans.The production of MSM from the bones and bone in cuts of meat from cattle, sheep and goats has been prohibited for several years. How are controls enforced the in UKThe FSA has inspection staff in all slaughterhouses and cutting plants to monitor compliance with the requirements of the European and domestic legislation. Every carcass is subject to a final inspection before being health marked as fit for human consumption.The Food and Veterinary Office (FVO) of the European Commission, operates a rolling programme of inspection to ensure compliance with the EU requirements in member states.

Number of cases of bovine spongiform encephalopathy (BSE) reported in the United KingdomAlderneyGreat BritainGuernsey (3)Isle of Man (2)JerseyNorthern IrelandTotalUnited Kingdom

1987 and before(4)04424000446

1988(4)02 469346142 514

198907 1375264297 228

1990014 1818322811314 407

1991025 03275671517025 359

1992036 682921092337437 280

1993034 3701151113545935 090

1994223 94569552234524 438

1995014 30244331017314 562

199608 016361112748 149

199704 3124495234 393

199803 1792558183 235

199902 274113672 301

200001 3551300751 443

200101,113200871,202

200201,044101981,144

2003054900062611

2004030900034343

2005020300022225

2006010400010114

20070530001467

2008033000437

200909000312

2010011000011

20110500027

20120200013

20130300003

20140100001

2015(5)0000000

(1) Cases are shown by year of restriction. (2) In the isle of Man BSE is confirmed on the basis of a laboratory examination of tissues for the first case on a farm and thereafter by clinical signs only. However, all cases in animals born after the introduction of the feed ban have been subjected to histopathological/scrapie-associated fibrils analysis. To date, a total of 277 animals have been confirmed on clinical grounds only. (3) In Guernsey BSE is generally confirmed on the basis of clinical signs only. To date, a total of 600 animals have been confirmed without laboratory examination. (4) Cases prior to BSE being made notifiable are shown by year of report, apart from cases in Great Britain which are shown by year of clinical onset of disease. (5) Data as of 24 April 2015. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 482/Kpts/PD.620/8/2006Memperhatikan : World Animal Health Organization/Organization

Internationale des Epizooties (WAHO/OLIE)Terresterial Animal Health Code Tahun 2005. MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN MENTERI PERTANIAN TENTANGPEMASUKAN TERNAK RUMINANSIA DAN

PRODUKNYA DARI NEGARA ATAU BAGIAN DARINEGARA (ZONE) TERTULAR PENYAKIT BOVINE SPONGIFORM ENCEPHALOPATHY (BSE) KEDALAM WILAYAH NEGARA REPUBLIK INDONESIA Pasal 1 (1) Negara atau bagian negara (zone) asal ruminansia dan produknyayang dapat disetujui pemasukannya ke dalam wilayah Negara Republik Indonesia adalah negara yang berstatus dapat diabaikanterhadap Bovine Spongiform Encephalopathy yang selanjutnya disebut BSE ( Negligible BSE Risk).

(2) Jenis ruminansia dan produknya yang berisiko membawa agen penyakit BSE yang berasal dari negara atau bagian negara (zone)yang terjangkit BSE yang statusnya tidak dapat ditentukan (Undeterminated BSE Risk) dan negara atau bagian negara (zone) yang terjangkit BSE yang statusnya dapat dikendalikan (ControlledBSE Risk) dilarang pemasukannya ke dalam Wilayah Negara Republik Indonesia.

(3) Jenis ruminansia dan produknya yang berisiko membawa agenpenyakit BSE yang dilarang pemasukannya sebagaimana dimaksudpada ayat (2) adalah sebagaimana tercantum pada Lampiran I Peraturan ini.

Kejadian Di Amerika

Tepung kedelai merupakan material yang murah dan berlimpah di Amerika Serikat . Sebanyak 1,5 juta ton tepung biji kapas yang diproduksi di Amerika Serikat setiap tahun tidak cocok untuk manusia atau hewan dengan tipikal lambung sederhana, bahkan lebih murah daripada bungkil kedelai. Secara historis, tepung daging dan tulang, tepung darah dan potongan daging hampir selalu ada dengan harga yang lebih tinggi sebagai aditif pakan dibandingkan tepung nabati di Amerika Serikat , sehingga tidak ada banyak insentif untuk menggunakan produk hewani untuk pakan ruminansia . Akibatnya , tidak banyak pakan hewan yang menggunakan bahan yang berasal dari hewan sebagai bahan bakunya seperti yang terjadi di Benua Eropa. Namun, peraturan AS hanya melarang penggunaan sebagian produk sampingan hewan dalam pakan hewan. Pada tahun 1997, terbit peraturan yang melarang penggunaan produk sampingan dari hewan mamalia untuk digunakan dalam pembuatan pakan bagi ruminansia, misalnya sapi dan kambing. Namun, produk sampingan dari ternak ruminansia masih dapat secara legal diberikan kepada hewan peliharaan atau ternak lainnya , termasuk babi dan unggas , seperti ayam.Pada bulan Februari tahun 2001, USGAO melaorkan FDA, sebuah institusi yang bertanggung jawab dalam manajemen pengaturan pakan, belum menegakkan berbagai macam larangan. Tingkat kepatuhan terhadap perauran sangatlah rendah sebelum ditemukan seekor sapi di Washington DC yang positif terjangkiti BSE pada tahun 2003, namun sekarang perwakilan perusahaan menyatakan kepatuhan total. Meski begitu, para kritikus menyebut bahwasannya larangan parsial belumlah cukup. Memang, produsen daging bernama Creekstoner Farms dsecara paksa dicegah dari melakukan pengujian BSE oleh USDA, yang mana menurut undang-undang 1913 jelas memiliki kewenangan untuk memberikan pembatasan penjualan kit uji BSE, diduga untuk melindungi produsen yang lain untuk dapat dipaksa melakukan uji yang sama agar menjaga situasi kompetisi.

Kasus BSE di Amerika Serikat yang telah di identifikasi.

Pernah terjadi 4 kasus BSE di Amerika Serikat. Informasi berikut ini akan mendeskripsikan kasus-kasus tersebut ; Pada tanggal 23 Desember tahun 2003, Departemen Pertanian Amerika Serikat mengumumkan diagnosa awal dari kasus pertama BSE di Amerika Serikat. Kasus ini terjadi pada sapi ras Holstein yang berada di negara bagian Washington. Diagnosa ini kemudian telah dikonfirmasi oleh Laboratorium Referensi Internasional yang berada di Weybridge, Inggris, pada tanggal 25 Desember. Penelusuran dengan menggunakan metode identifikasi ear tag dan pengujian genetik menghasilkan kesimpula bahwa sapi yang terjangkit BSE merupakan sapi yang berasal dari Kanada yang diimpor pada bulan Agustus tahun 2001. Dikarenakan hewan tidak dalam kondisi rawat jalan (seekor sapi ambruk) pada tempat pemotongan, sample organ otak diambil oleh Petugas Inspeksi Layanan Kesehatan Hewan dan Tumbuhan dari USDA sebagai bagian dari kegiatan surveillans terhadap penyakit BSE. Namun kondisi hewan yang seperti ini terjadi sebagai komplikasi dari kondisi setelah melahirkan. Setelah dilaksanakan pemeriksaan terhadap hewan tersebut oleh dokter hewan dari FSIS pada saat sebelum dan sesudah disembelih, karkas yang dihasilkan di jual di apsaran sebagai bahan pangan hewani untuk konsumsi manusia. Selama proses penyembelihan jaringan yang rawan menjadi material penyebaran BSE disingkirkan. Pada 24 Desember 2003, FSIS menarik dari pasar peredaran daging sapi yang disembelih pada perusahaan yang sama, pada hari yang sama, dengan diketemukannya sapi yang posistif terjangkiti BSE. Pada tanggal 24 Juni tahun 2005 pihak USDA mengumumkan penerimaan hasil akhir uji yang diterima dari Badan Laboratorium Veteriner di Weybridge, Inggris, mengkonfirmasi kejadian BSE pada seekor sapi yang memberikan hasil uji yang bertentangan pada tahun 2004. Sapi ini berasal dari negara bagian Texas, mati dalam umur sekitar 12 tahun, dan mewakili kasus endemk pertama di Amerika Serikat. Pada tanggal 15 bulan Maret tahun 2006, pihak USDA mengkonfirmasikan kejadian BSE pada seekor sapi di negara bagian Alabama. Kasus in diidentifikasikan pada seekor sapi ambruk pada suatu peternakan di negara bagian Alabama. Sapi ini telah dieuthanasi oleh dokter hewan setempat dan keudian di kubur di dalam tanah pada area peternakan tersebut. Dari susunan gigi sapi sapi tersebut di perkirakan berusia 10 tahun. Sapi tersebut tanpa ear tag dan tanda karakteristik yang jelas sehingga tidak akan dapat ditelusuri kawanan asalnya meskipun melalui sistem investigasi yang mendalam. Pada bulan Agustus tahun 2008, beberapa peneliti ARS melaporkan bahwa kejadian langka, kelainan genetik yang dapat bertahan dalam populas sapi dianggap telah menyebabkan atipikal BSE pada hewan di negara bagian Alabama Pada tanggal 24 April tahun 2012 pihak USDA mengkonfirmasi adanya kejadian BSE pada sapi perah di negara bagian California. Sapi ini di uji sebagai bagian dari sampel acak dari kegiatan surveillans yang dilaksanakan di negara Amerika Serikat. Sapi perah tersebut berumur 10 tahun 7 bulan dan diklasifikan terjangkiti strain BSE tipe-L.

Kejadian di Indonesia

Menurut Subronto, BSE di Indonesia merupakan penyakit eksotik, Apabila ada kecurigaan ke arah BSE, tiap dokter hewan yang menangani harus segera melaporkan kepada Dinas Peternakan, dan segera meminta bantuan profesional dari laboratorium Diagnostik terdekat. Bagi pengusaha pabrik pakan ternak, bahan makanan yang berasal dari lemak, tulang, jerohan, syaraf dan sebagainya, harus benar benar memperoleh izin importasinya dari instansi berwenang. Meskipun kaitan antara BSE dengan penyakit oleh prion pada manisia belim diketahui benar, pemasukan bahan makanan , daging, susu, atau produk lain harus dilakukan secara hati- hati, dan melalui pengawasan ketat.

Di Indonesia belum pernah dijumpai penyakit ini tetapi Indonesia mengimpor berbagai jenis bahan sebagai pembawa penyakit ini berupa ; bahan makanan, bahan pakan obat-obatan, kosmetika, hewan hidup, bahan-bahan diagnostik, dan organ tubuh untuk transplantasi, dll.

Gambar dibawah menyajikan penyebaran kejadian BSE di dunia menurut OIE, berdasarkan laporan negara yang bersangkutan, dimulai dari tahun 1989 sampai dengan insidensi terlaporkan yang terakhir terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2012