Enzim

51
BAB 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan katalis alami yang mampu melakukan reaksi biologis di dalam tubuh berjalan dengan cepat dan terstruktur. Semua enzim merupakan protein, akan tetapi enzim juga memerlukan komponen non protein yang disebut kofaktor untuk menunjang kinerja dari enzim (Palmer and Bonner, 2007). Enzim mempercepat suatu reaksi tanpa harus kehilangan dalam proses reaksi kimia. Enzim hampir terdapat pada semua makhulk hidup di dunia ini. Mereka terdapat di dalam sel, mitokondria, sitoplasma, dan sebagainya. Salah satu ciri-ciri enzim yang menonjol adalah enzim bekerja secara spesifik pada suatu substrat. Selain itu, enzim akan bekerja secara maksimal pada temperatur dan pH tertentu. Perubahan dari kedua faktor tersebut dapat merubah aktivitas kerja dari enzim tersebut (Pandey, 2006). Enzim telah ditemukan sejak jaman dahulu kala saat fungsi dan sifat dari enzim tersebut belum diketahui. Pada sekitar abad ke-19, Louis Pasteur mengungkapkan bahwa enzim sangat berperan dalam proses fermentasi. Sejak saat itu hingga sekarang, penelitian tentang enzim mengalami banyak perkembangan (Pandey, 2006). Sekarang, enzim memiliki penamaan dan klasifikasi 1

description

Biokimia

Transcript of Enzim

BAB 1Pendahuluan

1.1 Latar BelakangEnzim merupakan katalis alami yang mampu melakukan reaksi biologis di dalam tubuh berjalan dengan cepat dan terstruktur. Semua enzim merupakan protein, akan tetapi enzim juga memerlukan komponen non protein yang disebut kofaktor untuk menunjang kinerja dari enzim (Palmer and Bonner, 2007). Enzim mempercepat suatu reaksi tanpa harus kehilangan dalam proses reaksi kimia. Enzim hampir terdapat pada semua makhulk hidup di dunia ini. Mereka terdapat di dalam sel, mitokondria, sitoplasma, dan sebagainya. Salah satu ciri-ciri enzim yang menonjol adalah enzim bekerja secara spesifik pada suatu substrat. Selain itu, enzim akan bekerja secara maksimal pada temperatur dan pH tertentu. Perubahan dari kedua faktor tersebut dapat merubah aktivitas kerja dari enzim tersebut (Pandey, 2006).Enzim telah ditemukan sejak jaman dahulu kala saat fungsi dan sifat dari enzim tersebut belum diketahui. Pada sekitar abad ke-19, Louis Pasteur mengungkapkan bahwa enzim sangat berperan dalam proses fermentasi. Sejak saat itu hingga sekarang, penelitian tentang enzim mengalami banyak perkembangan (Pandey, 2006). Sekarang, enzim memiliki penamaan dan klasifikasi tersendiri. Penamaan dan pengklasifikasian tersebut biasanya menunjukkan substrat yang dituju, contohnya seperti enzim lactase yang menghidrolisis laktosa. (Palmer and Bonner, 2007).Di era modern ini, selain enzim berperan dalam proses katalisis biologis di dalam tubuh makhluk hidup, enzim dari bermacam-macam sumber tersebut memiliki aplikasi yang bermacam-macam di dalam industri makanan, obat-obatan, tekstil, kertas, pengaturan pembuangan, dan sebagainya (Pandey, 2006). Di dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai fungsi dan mekanisme kerja enzim terutama dalam proses katalisis di dalam tubuh.

1.2 Tujuan Penulisan1. Menjelaskan deskripsi tentang enzim2. Menjelaskan klasidikasi dan mekanisme kerja enzim3. Menjelaskan kinetika enzim4. Menjelaskan inhibisi enzim5. Menjelaskan enzim alosterik1.3 ManfaatMahasiswa dapat memahami deskripsi, fungsi, dan mekanisme kerja enzim beserta dengan faktor-faktor yang menghambat kerja enzim di dalam tubuh makhluk hidup.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi EnzimOleh : Wiet Sidharta / 021311133002Enzim melayani beraneka ragam fungsi di dalam organisme hidup. Mereka tidak dapat terpisahkan untuk transduksi sinyal dan regulasi sel, seringkali melalui kinase dan fosfatase (Hunter, 1995)Enzim juga menghasilkan gerakan, dengan ATP penghidrolasi myosin untuk menghasilkan kontraksi otot dan menggerakkan muatan sekitar sel sebagau bagian dari sitoskeleton (Berg et al., 2010). ATPases lain dalam membrane sel adalah pompa ion yang terlibat dalam transport aktif. Enzim juga terlibat dalam fungsi lain yang lebih eksotis seperti luciferaseyang menghasilkan cahaya pada kunang-kunang (Meighen, 1991). Virus juga dapat mengandung enzim untuk menginfeksi sel sepertiintegrase,andreverse, dan transcriptase milik virus HIV, atau untuk pelepasan virus dari sel seperti neuraminidase milik virus influenza.Fungsi penting dari enzim adalah di dalam system pencernaan dari hewan dan manusia. Enzim seperti amylase dan protease memecah molekul besar (seperti karbohifrat dan protein) menjadi molekul yang lebih kecil, sehingga mereka dapat diserap oleh usus halus. Molekul karbohidrat, sebagai contohnya terlalu besar untuk diserap oleh usus halus, tapi enzim menghidrolase rantai karbohidrat menjadi molekul lebih kecil seperti maltose dan pada akhirnya glukosa, yang kemudian dapat diserap tubuh. Enzim berbeda mencerna substansi pada makanan yang berbeda pula. Pada ruminansia, yang merupakan herbivore, mikroorganisme di dalam perut memproduksi enzim lain, selulase, untuk memecah dinding selulosa dari serat tumbuhan. (Mackie and White, 1990)

Gambar 1 peran enzim dalam gikolisisBeberapa enzim dapat bekerja dalam urutan spesifik untuk menciptakan suatu jalur metabolism. Dalam suatu jalur metabolisme, satu enzim mengambil produk dari enzim lain sebagai substrat, Setelah reaksi katalitik, produknya kemudian diberikan kepada enzim lain. Terkadang lebih dari satu enzim dapat mengkatalisis reaksi yang sama secara parallel, hal ini mengakibatkan suatu regulasi atau pengaturan yang lebih kompleks : dengan, sebagai contohnya, sebuah aktivitas rendah yang konstan disediakan oleh satu enzim, tapi aktivitas tinggi yang terinduksi dari enzim kedua. Enzim menentukan tahapan apa yang terjadi pada jalur-jalur ini. Tanpa enzim, metabolism tidak akan berlangsung melalui tahapan yang sama dan juga tidak cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan sel. Jalur metabolism seperti glikolisis tentunya tidak akan ada secara secara mandiri tanpa keterlibatan enzim. Glukosa, sebagai contoh, dapat bereaksi secara langsung dengan ATP untuk menjadi terfosforilasi pada satu atau lebih karbonnya. Dalam ketidakadaan enzim, proses ini berlangsung sangat lambat sehingga menjadi tidak signifikan. Namun, apabila hexokinase ditambahkan, reaksi lambat ini tetap berlangsung namun fosforilasi pada karbon 6 terjadi sangat cepat, sehingga apabila campuran di tes tak lama kemudian, glukosa-6-fosfat ditemukan untuk menjadi satu-satunya produk yang signifikan. Sebagai konsekuensi, jaringan dari jalur metabolism di dalam tiap sel bergantung pada rangkaian dari enzim fungsional yang ada. Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase, sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Terdapat pula sejumlah kecil katalis RNA, dengan yang paling umum merupakan ribosom; Jenis enzim ini dirujuk sebagai RNA-enzim ataupun ribozim. Aktivitas enzim ditentukan oleh struktur tiga dimensinya (struktur kuaterner). Walaupun struktur enzim menentukan fungsinya, prediksi aktivitas enzim baru yang hanya dilihat dari strukturnya adalah hal yang sangat sulit. (Shvoong, 2014)Struktur enzimterdiri dari 3 komponen utama :1. APOENZIM (Tidak Aktif)Merupakan senyawa protein dengan struktur kimia tertentu, di mana reaksi biokomiawi berlangsung. Setiap jenis enzim memiliki apoenzim yang sama sekali berbeda struktur molekulnya dari enzim lainnya. Apoenzim menentukan reaksi kimia spesifik yang dikatalisa. Sifat spesifik dari apoenzim ini ditentukan oleh susunan asam aminonya.2. KOENZIM (Tidak Aktif)Koenzim merupakan bagian enzim yang bersifat reaktif. Koenzim tidak bersifat spesifik, suatu koenzim dapat berikatan dengan apoenzim yang berbeda untuk melakukan reaksi katalisa yang sama terhadap substrat yang berbeda. Koenzim mempunyai struktur kimia tertentu yang telah diketahui. Ada 3 koenzim utama yaitu : difosfopiridin nukleotida (DPN), adenosin triposfat (ATP), koenzim A (CoA).3. AKTIVATOR (KOFAKTOR)Aktifator adalah bagian enzim yang berupa kation logam tertentu. Berfungsi untuk mengaktifkan enzim tersebut, menentukan kekuatan ikatan substrat dan enzim. (Shvoong, 2014)Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 34 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Daerah yang mengandung residu katalitik yang akan mengikat substrat dan kemudian menjalani reaksi ini dikenal sebagai tapak aktif. Enzim juga dapat mengandung tapak yang mengikat kofaktor yang diperlukan untuk katalisis. Beberapa enzim juga memiliki tapak ikat untuk molekul kecil, yang sering kali merupakan produk langsung ataupun tak langsung dari reaksi yang dikatalisasi. Pengikatan ini dapat meningkatkan ataupun menurunkan aktivitas enzim. Dengan demikian ia berfungsi sebagai regulasi umpan balik.(Shvoong, 2014)

Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel.(Shvoong, 2014)

2.2Klasifikasi Enzim Berdasarkan Reaksi Oleh : David Christopher Suyanto / 0213111330032.2.1Pembagian EnzimNama-nama yang umum digunakan untuk sebagian besar enzim menggambarkan jenis reaksi yang dikatalisis, diikuti oleh akhiran -ase. Sebagai contoh, dehydrogenase menghilangkan atom hidrogen, protease menghidrolisis protein, dan isomerase mengkatalisasi penyusunan ulang dalam konfigurasi. Pengubah bisa mendahului nama untuk menunjukkan substrat ( xantin oksidase ), sumber enzim ( ribonuklease pankreas ), regulasi ( hormone -sensitif lipase ), atau fitur dari mekanisme kerjanya ( sistein protease ). Dimana dibutuhkan, designators alfanumerik ditambahkan untuk mengidentifikasi berbagai bentuk enzim ( misalnya, RNA polimerase III; protein kinase C ).Untuk mengatasi ambiguitas, International Union of Ahli biokimia ( IUB ) mengembangkan sistem nomenklatur enzim di mana setiap enzim memiliki nama yang unik dan kode nomor yang mengidentifikasi jenis reaksi dikatalisis dan substrat yang terlibat. Enzim dikelompokkan menjadi enam kelas berikut:1. Oxidoreductase - enzim yang mengkatalisis oksidasi dan reduksi.2. Transferase - enzim yang mengkatalisis transfer gugus seperti glycosyl, metil, atau kelompok fosforil.3. Hidrolase - enzim yang mengkatalisis pembelahan hidrolitik dari C - C, C - O, C - N dan ikatan kovalen lainnya.4. Liases - enzim yang mengkatalisis pembelahan C - , C - O, C - N dan ikatan kovalen lain dengan eliminasi atom, menghasilkan ikatan rangkap.5. Isomerase - enzim yang mengkatalisis perubahan geometris atau struktural dalam molekul.6. Ligase - enzim yang mengkatalisis bergabung bersama (ligasi) dari dua molekul dalam reaksi digabungkan dengan hidrolisis ATP.Meskipun kejelasan sistem IUB, nama-nama yang panjang dan relatif rumit, namun kita umumnya terus mengacu pada penamaan enzim oleh tradisi mereka, meskipun kadang-kadang namanya menjadi ambigu. Setiap enzim diberikan sebuah klasifikasi empat bagian jumlah dan nama sistematis, yang mengidentifikasi reaksi yang mengkatalisis. Nama IUB untuk heksokinase menggambarkan kedua kejelasan sistem IUB dan kompleksitasnya. Nama IUB heksokinase adalah ATP: D - heksosa 6 - phosphotransferase. Nama ini mengidentifikasi heksokinase sebagai anggota kelas 2 ( transferase ), subkelas 7 (transfer dari kelompok fosforil ), subsubclass 1 ( alkohol adalah akseptor fosforil ), dan " heksosa - 6 " menunjukkan bahwa alkohol terfosforilasi pada karbon enam dari heksosa.Reaksi katalisis enzim sangat penting untuk kelangsungan sistem kehidupan. Dalam kondisi biologis yang relevan, reaksi tanpa katalisis cenderung lambat. Banyak molekul biologis yang cukup stabil dalam pH netral, temperatur sedang, lingkungan berair di dalam sel. Selain itu, banyak reaksi umum dalam biokimia memerlukan peristiwa kimia yang tidak menguntungkan atau tidak seperti dalam lingkungan seluler, contohnya transien pembentukan intermediet dibebankan yang tidak stabil atau tabrakan dari dua atau lebih molekul dalam orientasi yang tepat diperlukan untuk reaksi. Reaksi diperlukan untuk mencerna makanan, mengirim sinyal saraf, atau kontrak otot yang tidak terjadi pada keadaan tanpa katalis. Keadaan enzim pada masalah ini dengan menyediakan lingkungan tertentu dalam reaksi yang diberikan dapat terjadi dengan lebih cepat. Fitur yang membedakan reaksi enzim-dikatalisasi adalah terjadi dalam batas-batas saku pada enzim yang disebut situs aktif. Molekul yang terikat di situs aktif dan ditindaklanjuti oleh enzim yang disebut substrat. Permukaan situs aktif dipagari dengan residu asam amino dengan gugus substituen yang mengikat substrat dan mengkatalisis transformasi kimia. Seringkali, situs aktif membungkus substrat, eksekusi sepenuhnya dari solusi. Kompleks substrat enzim, yang keberadaannya pertama kali diusulkan oleh Charles-Adolphe Wurtz pada tahun 1880, merupakan pusat aksi enzim. Hal ini juga titik awal untuk matematika perawatan yang menentukan perilaku kinetik reaksi enzim-dikatalisasi dan deskripsi teoritis mekanisme enzim.2.2.2Mekanisme Lock and Key

Gambar 2. Bentuk pelengkap dari substrat dan mengikat situs di enzim.Studi pada spesifisitas enzim dilakukan oleh Emil Fischer pada tahun1894 membawanya untuk mengusulkan bahwa enzim yang struktural melengkapi mereka substrat, sehingga mereka cocok sama seperti gembok dan kunci (Gambar 2). Ide elegan ini, yang spesifik (eksklusif) interaksi antara dua molekul biologis dimediasi oleh permukaan molekul dengan bentuk yang saling melengkapi, telah sangat mempengaruhi perkembangan biokimia, dan interaksi tersebut terletak di jantung banyak proses biokimia. Namun, hipotesis "gembok dan kunci" dapat menyesatkan bila diterapkan pada katalisis enzim. Sebuah enzim benar-benar melengkapi substrat akan menjadi enzim sangat miskin, seperti yang kita dapat tunjukkan. Pertimbangkan reaksi imajiner, pemecahan suatu magnet logam stick. Reaksi unkatalis adalah ditunjukkan pada Gambar 2.2a. Mari kita memeriksa dua imajiner enzim-dua "stickases" yang bisa mengkatalisis reaksi ini, keduanya menggunakan kekuatan magnet sebagai paradigma untuk energi ikat yang digunakan oleh enzim yang nyata. Merancang enzim sempurna melengkapi substrat (Gambar 2.2b). Situs aktif stickase ini saku dilapisi dengan magnet. Untuk bereaksi (istirahat), tongkat harus mencapai keadaan transisi reaksi, tetapi tongkat cocok begitu erat di situs aktif yang tidak dapat menekuk, karena lentur akan menghilangkan beberapa magnetik interaksi antara tongkat dan enzim. Enzim seperti menghambat reaksi, menstabilkan substrat sebagai gantinya. Dalam reaksi koordinat diagram (Gambar 2.2b), semacam ini kompleks ES akan sesuai dengan sebuah palung energi dari mana substrat akan mengalami kesulitan melarikan diri. Enzim tersebut akan sia-sia.

Gambar 3. Sebuah enzim imajiner ( stickase ) dirancang untuk mengkatalisasi kerusakan dari tongkat logamGagasan modern katalisis enzimatik, pertama kali diusulkan oleh Michael Polanyi (1921) dan Haldane (1930), diuraikan oleh Linus Pauling pada tahun 1946: untuk mengkatalisasi reaksi, enzim harus melengkapi keadaan transisi reaksi. Ini berarti bahwa optimal interaksi antara substrat dan enzim terjadi hanya dalam keadaan transisi. Gambar 2.2c menunjukkan bagaimana enzim tersebut dapat bekerja. Logam tongkat mengikat stickase, tetapi hanya sebuah substrat dari interaksi magnetik mungkin digunakan dalam membentuk kompleks ES. Substrat terikat masih harus menjalani peningkatan grafis energi yang diperlukan untuk mencapai keadaan transisi. Sekarang, bagaimanapun, peningkatan energi bebas yang diperlukan untuk menarik, tetap menjadi membungkuk dan sebagian rusak adalah keadaan offset, atau "dibayar," oleh interaksi magnetik (mengikat energi) yang terbentuk antara enzim dan substrat dalam keadaan transisi. Banyak dari interaksi ini melibatkan bagian-bagian dari tongkat yang jauh dari titik dari kerusakan; sehingga interaksi antara stickase dan nonreaksi bagian tongkat menyediakan beberapa energi dibutuhkan untuk mengkatalisis tongkat kerusakan. Ini "energi pembayaran "diterjemahkan ke dalam energi aktivasi yang lebih rendah bersih dan laju reaksi yang lebih cepat.Enzim nyata bekerja pada prinsip analog. Beberapa interaksi lemah terbentuk di kompleks ES, tetapi lengkap interaksi tersebut antara substrat dan enzim terbentuk hanya ketika substrat mencapai keadaan transisi. Energi bebas (energi ikat) dirilis oleh pembentukan interaksi ini sebagian offset energi yang dibutuhkan untuk mencapai puncak energi bukit. Penjumlahan dari yang tidak menguntungkan (positif) energi aktivasi G+ dan menguntungkan (negatif) yang mengikat GB dalam energi aktivasi yang lebih rendah. Bahkan pada enzim, keadaan transisi bukan spesies stabil tapi titik singkat dalam waktu yang substrat menghabiskan di atas sebuah bukit energi. Reaksi katalis enzim lebih cepat daripada proses unkatalisis, namun, karena bukit jauh lebih kecil. Prinsip penting adalah bahwa interaksi mengikat lemah antara enzim dan substrat memberikan substansial pendorong untuk katalisi enzim. Kelompok pada substrat yang terlibat dalam interaksi lemah bisa agak jauh dari obligasi yang rusak atau berubah. Interaksi lemah terbentuk hanya dalam keadaan transisi adalah mereka yang membuat primer kontribusi terhadap katalisis. Persyaratan untuk beberapa interaksi lemah untuk menjalankan katalisis adalah salah satu alasan mengapa enzim ( dan beberapa koenzim ) yang begitu besar. Sebuah enzim harus menyediakan fungsional kelompok untuk ionik, hidrogen - ikatan, dan interaksi lainnya, dan juga harus tepat posisi kelompok-kelompok ini sehingga energi yang mengikat dioptimalkan dalam keadaan transisi. Dapat mengikat paling mudah oleh posisi substrat dalam rongga ( situs aktif ) di mana itu secara efektif dihilangkan dari air. Ukuran protein mencerminkan kebutuhan suprastruktur untuk terus berinteraksi kelompok diposisikan dengan benar dan untuk menjaga rongga dari kerusakan.

2.2.3Spesifitas Enzim

Gambar 4. Peran energi dalam mengikat katalisis. Persamaan 2.3 memungkinkan kita untuk menghitung G + harus diturunkan sekitar 5,7 kJ / mol untuk mempercepat orde pertama reaksi, di bawah kondisi yang umum ditemukan dalam sel. Energi yang tersedia dari pembentukan interaksi lemah tunggal umumnya diperkirakan 4 sampai 30 kJ / mol. Keseluruhan energi yang tersedia dari sejumlah interaksi tersebut Oleh karena itu cukup untuk menurunkan aktivasi energi oleh 60-100 kJ / mol yang diperlukan untuk menjelaskan tingkat besar yang diamati selama bertahun- enzim.

Energi ikat yang sama menyediakan energi untuk katalisis juga memberikan kekhususan enzim, kemampuan untuk membedakan antara substrat dan molekul yang bersaing. Secara konseptual, spesifisitas mudah untuk membedakan dari katalisis, tapi perbedaan ini jauh lebih sulit untuk membuat eksperimen, karena katalisis dan spesifisitas muncul dari fenomena yang sama. Jika enzim aktif situs memiliki kelompok fungsional diatur secara optimal untuk membentuk berbagai interaksi lemah dengan substrat tertentu dalam keadaan transisi, enzim tidak akan mampu berinteraksi ke tingkat yang sama dengan molekul lain. Misalnya, jika substrat memiliki gugus hidroksil bahwa bentuk-bentuk ikatan hidrogen dengan residu Glu tertentu pada enzim, setiap molekul kurang gugus hidroksil pada saat itu tertentu posisi akan menjadi substrat miskin untuk enzim. Selain itu, setiap molekul dengan kelompok fungsional tambahan yang enzim tidak memiliki saku atau situs mengikat adalah mungkin dikecualikan dari enzim. Secara umum, spesifisitas berasal dari pembentukan banyak interaksi lemah antara enzim dan substrat spesifik molekul. Enzim seringkali sangat spesifik dalam jenis reaksi mereka mengkatalisasi, dan bahkan tertentu zat yang akan terlibat dalam reaksi. Asam kuat mengkatalisis hidrolisis amida setiap atau ester, dan dehidrasi alkohol. Enzim urease mengkatalisis hidrolisis dari amida tunggal, urea. Sebuah enzim dengan spesifitas relatif mengkatalisis beberapa substrat yang memiliki ikatan kimia sejenis. (enzim amilase dapat menghidrolisis ikatan 1-4 a glikosidik yang terdapat pada amilum, glikogen, dan dekstrin) Sebuah enzim dengan spesifisitas mutlak mengkatalisis reaksi dari satu dan hanya satu substansi. (enzim pepsin menghidrolisis ikatan-ikatan peptida di bagian dalam rantai peptida dengan syarat : salah satu asam amino yang membentuk gugus amino dari ikatan peptida yang bersangkutan adalah asam amino aromatic) Sebuah enzim dengan spesifisitas relatif mengkatalisis reaksi zat struktural terkait (lipase menghidrolisis lipid, protease berpisah protein, dan fosfatase menghidrolisis ester fosfat). Sebuah enzim dengan spesifisitas stereokimia mengkatalisis reaksi hanya salah satu dari dua kemungkinan enantiomer (oksidase asam D-amino mengkatalisis reaksi asam D-amino, tetapi tidak asam L-amino).Pentingnya mengikat energi untuk katalisis dapat dengan mudah dibuktikan. Sebagai contoh, glikolitik isomerase enzim triose fosfat mengkatalisis interkonversi yang gliseraldehida 3 - fosfat dan dihidroksiaseton fosfat: Reaksi ini menata kembali karbonil dan hidroksil kelompok pada karbon 1 dan 2 . Namun, lebih dari 80 % percepatan laju enzimatik telah dilacak ke interaksi enzim - substrat yang melibatkan fosfat kelompok pada karbon 3 dari substrat. Ini ditentukan oleh hati-hati perbandingan enzim dikatalisasi reaksi dengan gliseraldehida 3 - fosfat dan dengan gliseraldehida ( tidak ada gugus fosfat pada posisi 3 ) sebagai substrat. Prinsip-prinsip umum yang diuraikan di atas dapat digambarkan dengan berbagai mekanisme katalitik diakui. Mekanisme ini tidak saling eksklusif , dan diberikan enzim mungkin menggabungkan beberapa jenis dalam suatu mekanisme keseluruhan tindakan.

2.2.4Mekanisme Induced Fit

Gambar 5. Mekanisme Induced Fit. Sebuah modifikasi dari teori lock-and-key disebut teori diinduksi-fit mengusulkan bahwa enzim memiliki konformasi yang fleksibel yang dapat beradaptasi dengan substrat yang masuk. Situs aktif mengadopsi bentuk yang melengkapi substrat hanya setelah substrat terikat.

Bagi kebanyakan enzim, sulit untuk mengukur kontribusi satu katalitik mekanisme untuk tingkat dan / atau kekhususan tertentu enzim -katalis reaksi . Seperti yang kita ketahui , energi mengikat membuat penting, dan kadang-kadang dominan, kontribusi terhadap katalisis. Pertimbangkan apa yang perlu terjadi karena reaksi untuk mengambil tempat . Faktor fisik dan termodinamika, penghalang reaksi, mungkin termasuk ( 1 ) pengurangan entropi , dalam bentuk penurunan kebebasan gerak dari dua molekul dalam larutan; ( 2 ) cangkang solvasi air hidrogen - ikatan yang mengelilingi dan membantu untuk menstabilkan paling biomolekul dalam larutan berair; ( 3 ) distorsi substrat yang harus terjadi pada banyak reaksi; dan ( 4 ) kebutuhan untuk keselarasan kelompok fungsional katalitik pada enzim. Ikatan energi dapat digunakan untuk mengatasi semua hambatan ini. Pertama, pembatasan besar dalam gerakan relative dua substrat yang bereaksi, atau pengurangan entropi, adalah salah satu manfaat yang jelas mengikat mereka untuk enzim. Ikatan energi memegang substrat dalam orientasi yang tepat bereaksi - kontribusi besar untuk katalisis, karena tabrakan produktif antara molekul dalam solusi dapat menjadi sangat langka. Substrat dapat tepat selaras pada enzim, dengan banyak interaksi lemah antara masing-masing substrat dan berlokasi strategis kelompok pada enzim menjepit molekul substrat ke posisi yang tepat. Penelitian telah menunjukkan bahwa yang menjadi kendala gerakan dua reaktan dapat menghasilkan tingkat perangkat tambahan dari banyak pesanan dari besarnya. Kedua, pembentukan ikatan lemah antara substrat dan enzim juga menghasilkan desolvation substrat. Interaksi enzim - substrat menggantikan sebagian atau semua ikatan hidrogen antara substrat dan air. Ketiga , mengikat energi yang melibatkan interaksi lemah terbentuk hanya dalam keadaan transisi reaksi membantu mengkompensasi termodinamika untuk distorsi, terutama redistribusi elektron, bahwa substrat harus menjalani bereaksi . Akhirnya, enzim itu sendiri biasanya mengalami perubahan konformasi ketika substrat mengikat, diinduksi oleh beberapa interaksi lemah dengan substrat.Hal ini disebut sebagai induced fit, mekanisme didalilkan oleh Daniel Koshland pada tahun 1958. Induced fit berfungsi untuk membawa kelompok fungsional tertentu pada enzim ke dalam posisi yang tepat untuk mengkatalisis reaksi. Konformasi perubahan juga memungkinkan pembentukan tambahan lemah interaksi ikatan dalam keadaan transisi. Dalam kedua kasus, konformasi enzim baru telah meningkatkan katalitik properti. Sebagaimana telah kita lihat, cocok diinduksi adalah fitur umum dari pengikatan reversibel ligan dengan protein Induced fit juga penting dalam interaksi hampir setiap enzim dengan substrat nya.

2.3Kinetika EnzimOleh : Asarizka Bena / 021311133005Kinetika enzim adalah bidang biokimia yang berkaitan dengan pengukuran kuantitatif laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim dan studi sistematik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi laju tersebut.Analisis kinetik dapat mengungkapkan jumlah dan urutan tahapan-tahapan transformasi substrat menjadi produk oleh enzim. Analisis kinetik juga dapat mengungkapkan detail mekanisme katalitik suatu enzim. (Murray et al, 2009)Sebagian zat biokimia bersifat stabil dalam bentuk murni, tetapi terurai dengan cepat bila terdapat enzim. Ada perbedaan penting antara stabilitas termodinamik (dilukiskan sebagai tetapan kesetimbangan reaksi) dan stabilitas kinetik suatu za. Stabilitas kinetik yakni seberapa cepat reaksi berlangsung, sedangkan stabilitas termodinamik yakni posisi akhir reaksi yang dilukiskan dalam bentuk jumlah relative substrat dan produk pada kesetimbangan. Emzim mempengaruhi stabilitas kinetik suatu zat. Perbedaan antara stabilitas kinetika dan stabilitas termodinamika sangatlah penting. Perbedaan ini dijelaskan dengan konsep energi bebas aktivasi yang diperlukan untuk mengubah substrat ke dalam keadaan transisinya, yakni substrat harus melampaui suatu batasan energi. Batasan energi adalah energi bebas pada keadaan transisi. (Ngili, 2010)Untuk mempelajari kinetika enzim, diperlukan pengetahuan tentang energi bebas, energi aktivasi dan rasio konstanta laju reaksi. G0 menunjukkan perubahan energi bebas yang menyertai transisi pada keadaan standar, konsentrasi satu molar substrat dan produk, menuju keseimbangan. Istilah biokimia yang lebih bermanfaat adalah G0, yang mendefinisikan G0 pada keadaan standar 10-7 M proton, ph 7,0. Jika G0 adalah suatu angka negatif, maka hasil kali konsentrasi produk-produk reaksi, masing-masing dipangkatkan sesuai stoikiometrinya, dibagi hasil kali substrat yang masing-masing dipangkatkan stoikiometrinya (Keq) akan lebih besar dari satu dan konsentrasi produk pada keseimbangan akan melebihi konsentrasi substrat. Jika G0 positif, Keq akan kurang dari satu dan akan menguntungkan pembentukan substrat. Konsep keadaan transisi (transition state) adalah hal mendasar untuk memahami dasar kimiawi dan termodinamik katalisis. Persamaan dibawah melukiskan suatu reaksi penggantian, yaitu suatu gugus E yang masuk menggantikan gugus L yang keluar, yang semula melekat pada R.E + R L E R + LPada pertengahan perjalanan reaksi penggantian ini, ikatan antara R dan L telah melemah, tetapi belum terputus total, sedangkan ikatan baru antara E dan R belaum terbentuk sempurna. Zat antara transien ini (tidak ada substrat atau produk yang berada dalam keadaan bebas pada keadaan ini) disebut keadaan transisi, E .... R . L. Garis titik-titik mewakili ikatan parsial yang mengalami pembentukan dan pemutusan. Pembentukan zat-zat antara keadaaan transisi mengharuskan diatasinya hambatan energi. Untuk mengatasi hambatan energi tersebut diperlukan suatu energi yang disebut sebagai energi aktivasi (Eact). GF sering disebut sebagi energi aktivasi. Tingkat kemudahan mengatasi hambatan ini berbanding terbalik dengan Eact. Jadi, parameter termodinamik yang menentukan seberapa cepat suatu reaksi berlangsung adalah nilai GF untuk pembentukan keadaan transisi yang dilalui oleh reaksi.Teori kinetik disebut juga teori tumbukan (collision theory) pada kinetika kimia menyatakan bahwa agar dua molekul bereaksi, keduanya harus (1) saling berdekatan dalam jarak yang memungkinkan pembentukan ikatan (bond-forming distance) satu sama lain, (2) memiliki energi kinetik yang cukup untuk mengatasi hambatan energi untuk mencapai keadaan transisi. Semua yang meningkatakan frekuensi atau energi tumbukan antara substrat akan meningkatkan laju reaksi yang dijalani substrat-substrat tersebut.Peningkatan suhu akan meningkatkan energi kinetik molekul. Peningkatan energi kinetik molekul juga meningkatkan gerakan molekul sehingga frekuensi tumbukan juga meningkat. Kombinasi tumbukan yang lebih sering dan lebih berenergi serta produktif akan meningkatkan laju reaksi.Frekuensi tumbukan molekul berbanding lurus dengan konsentrasi molekul-molekul yang bersangkutan. Untuk dua molekul yang berbeda (misal A dan B), frekuensi tumbukan antara keduanya akan menjadi dua kali lipat jika konsentrasi A atau B dinaikkan dua kali lipat. Jika konsentrasi A dan B digandakan, kemungkinan tumbukan akan meningkat empat kali lipat. Keq adalah rasio konstanta laju reaksi. Sementara semua reaksi sedikit banyak bersifat reversibel, pada keseimbangan konsentrasi keseluruhan reaktan dan produk tetap konstan. Oleh karena itu, pada keseimbangan, laju perubahan substrat menjadi produk setara dengan laju perubahan produk menjadi substrat. (Murray et al, 2009)Kinetika enzim berkaitan dengan pengukuran laju reaksi enzimatik, serta dengan faktor-faktor yang mempengaruhi laju tersebut. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi laju reaksi enzimatik adalah konsentrasi substrat dan enzim, konsentrasi ion hidrogen atau ph, suhu dan adanya kofaktor serta ion logam. (Ngili, 2010)Enzim menurunkan hambatan energi aktivasi suatu reaksi. Semua enzim mempercepat laju reaksi dengan membentuk keadaan-keadaan transisi dengan GF yang lebih rendah. Lingkungan di bagian aktif enzim menurunkan GF dengan menstabilkan zat-zat antara keadaan transisi. Stabilisasi dapat melibatkan (1) gugus asam-basa yang berada di tempat yang tepat untuk memindahkan proton kea tau dari zat antara pada keadaan transisi yang terbentuk, (2) gugus bermuatan atau ion logam di tempat yang tepat untuk menstabilkan muatan yang terbentuk, atau (3) penerapan hambatan sterik pada substrat sedemikian rupa sehingga geometri substrat mendekati geometri keadaan transisi.Katalisis oleh enzim yang berlangsung melalui suatu mekanisme reaksi unik biasanya terjadi jika zat antara keadaan transisi membentuk ikatan kovalen dengan enzim (katalisis kovalen).Enzim mempercepat laju reaksi dengan menurunkan hambatan aktivasi GF. Meskipun dapat mengalami modifikasi sesaat sewaktu proses katalisis, namun enzim mucul tanpa mengalami perubahan pada akhir reaksi. Oleh karena itu, adanya suatu enzim tidak berpengaruh pada G0 untuk reaksi keseluruhan yang semata-mata merupakan fungsi dari keadaan awal dan akhir reaktan. (Murray et al, 2009)Banyak faktor yang memengaruhi laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim. Salah satunya adalah suhu. Peningkatan suhu akan meningkatkan laju baik reaksi yang tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis enzim dengan meningkatakan energi kinetic dan frekuensi tumbukan molekul-molekul yang bereaksi. Energi panas juga dapat meningkatkan energi kinetik enzim untuk merusak interaksi non-kovalen yang mempertahankan struktur tiga dimensi enzim. Rantai polipeptida enzim kemudian mulai terurai, atau mengalami denaturasi, disertai hilangnya kemampuan katalitik enzim. Rentang suhu suatau enzim mempertahankan konformasi yang stabil dan secara katalisis kompeten bergantung pada suhu normal sel tempat enzim tersebut berada. Enzim dari manusia umumnya memperlihatkan stabilitas pada suhu hingga 450 550C. Sebaliknya, enzim dari mikroorganisme thermofilik yang berada di mata air panas vulkanik mungkin stabil hingga suhu 1000C.Q10 atau koefisien suhu adalah faktor yang menunjukkan seberapa besar laju suatu proses biologis meningkat pada peningkatan suhu 100C. Untuk kisaran suhu dengan enzim yang stabil, laju sebagian besar proses biologis biasanya meningkat dua kali lipat untuk peningkatan suhu 100C (Q10 = 2). Perubahan laju reaksi yang dikatalisis oleh enzim yang menyertai peningkatan atau penurunan suhu tubuh merupakan suatu hal penting dalam kelangsungan hidup makhluk berdarah dingin, seperti kadal atau ikan yang suhu tubuhnya ditentukan oleh lingkungan eksternalnya. Namun, untuk mamalia dan organisme homeotermik lain, perubahan laju reaksi enzim sesuai suhu memiliki mkana fisiologis hanya dalam keadaan-keadaan, seperti demam atau hipotermia. (Lehninger et al, 2005)Selain suhu yang berpengaruh terhadap laju reaksi enzim, konsentrasi hidrogen juga mempunyai pengaruh terhadap laju reaksi enzim. Laju hampir semua reaksi yang dikatalisis oleh enzim memperlihatkan ketergantungan yang signifikan pada konsentrasi ion hidrogen. Sebagian besar enzim intrasel memperlihatkan aktivitas optimal pada nilai ph antara 5 dan 9. Hubungan aktivitas dengan konsentrasi ion hidrogen mencerminkan keseimbangan antara denaturasi enzim pada ph tinggi atau rendah dan efek pada keadaan bermuatan dari enzim, substrat, atau keduanya. Bagi enzim yang mekanismenya melibatkan katalisis asam-basa, residu-residu yang terlibat harus berada dalam keadaan terprotonasi yang tepat agar reaksi dapat berlangsung. Pengikatan dan pengenalan molekul substrat dengan gugus-gugus disosiatif melibatkan pembentukan jembatan garam dengan enzim. Gugus bermuatan tersering adalah gugus karboksilat negatif dan gugus amin berproton yang bermuatan positif. Oleh karena itu, penambahan atau pengurangan gugus-gugus bermuatan akan memengaruhi secara negatif pengikatan substrat sehingga katalisis akan melambat atau lenyap. (Murray et al, 2009)Pengaruh ph yang mungkin terjadi yakni mengubah keadaan ionisasi dari (1) gugus-gugus yang terlibat dalam katalisis, (2) gugus-gugus yang terlibat dalam pengikatan substrat, (3) gugus-gugus yang terlibat dalam pengikatan sisi-sisi selain sisi aktif (disebut sisi efektor alosterik), dan (4) gugus-gugus pada substrat. Keadaan bermuatan yang telah berubah ini akan mempengaruhi afinitas enzim terhadap substratnya, serta mempengaruhi laju katalisis (Ngili, 2010)Untuk suatu enzim tipikal, peningkatan konsentrasi substrat akan meningkatkan vi hingga tercapai nilai maksimal Vmax. Jika peningkatan lebih lanjut konsentrasi substrat tidak meningkatkan vi, enzim dikatakan jenuh oleh substrat.

Gambar 6. Efek konsentrasi substrat pada kecepatan awal suatu reaksi yang dikatalisis oleh enzim (Lehninger et al, 2005)

Pada setiap saat, hanya molekul substrat yang berikatan dengan enzim dalam bentuk komplek ES yang dapat diubah menjadi produk. Kedua, konstanta keseimbangan enzim-substrat tidaklah besar tanpa batas. Oleh karena itu, jika terdapat kelebihan substrat, hanya sebagian enzim yang mungkin berada dalam bentuk komplek ES. Jika konsentrasi substrat telah melebihi konsentrasi enzim, maka semua enzim telah membentuk komplek ES. Karena tidak ada enzim bebas yang tersedia untuk membentuk komplek ES, peningkatan lebih lanjut substrat tidak dapat meningkatkan laju reaksi. (Lehninger, 2005)Gambar 7. Representasi suatu enzim pada konsentrasi substrat yang rendah, setara dengan konsentrasi enzim dan tingggi (Sullivan, 2014)Persamaan Michaelis-Menten memperlihatkan secara matematis hubungan antara kecepatan awal reaksi vi dan konsentrasi substrat [S]

Konstanta Michaelis Km adalah konsentrasi substrat dengan vi adalah separuh dari kecepatan maksimal (Vmax/2) yang dapat dicapai pada konsentrasi tertentu enzim. Oleh karena itu, Km memiliki besaran konsentrasi substrat. Ketergantungan kecepatan reaksi awal pada [S] dan Km dapat diilustrasikan dengan mengevaluasi persamaan Michaelis-Menten dalam tiga kondisi(1) Jika [S] jauh lebih kecil daripada Km, Km + [S] pada hakikatnya sama dengan Km. Jika [S] jauh lebih rendah daripada Km, vi setara dengan k[S]. Dengan demikian kecepatan reaksi awal berbanding lurus dengan [S].(2) Jika [S] jauh lebih besar daripada Km, Km + [S] pada hakikatnya setara dengan [S] dan kecepatan reaksinya adalah maksimal (Vmax) dan tidak dipengaruhi oleh peningkatan lebih lanjut konsentrasi substrat.(3) Jika [S] = Km maka kecepatan awal adalah separuh maksimal. Gambar 1.3: Grafik persamaan Michaelis-Menten (Koning, 2014)Afinitas suatu enzim terhadap substratnya adalah kebalikan dari konstanta disosiasi Kd untuk penguraian kompleks enzim substrat ES. Dengan kata lain semakin kecil kecenderungan enzim dan substratnya terurati, semakin besar afinitas enzim terhadap substratnya. (Murray, 2009)Meskipun kebanyakan enzim memperlihatkan kinetika saturasi sederhana dan secara adekuat dapat dijelaskan dengan persamaan Michelis-Menten, namun sebagian enzim mengikat substrat mereka secara kooperatif analog. Perilaku kooperatif ini adalah suatu sifat eksklusif enzim multimetrik yang mengikat substrat di banyak tempat. (Ngili, 2010)Bagi enzim yang memperlihatkan kooperativitas positif dalam mengikat substratnya, bentuk kurva yang menghubungkan perubahan vi dengan perubahan [S] berbentuk sigmoid. Untuk mengetahui representasi kooperativitas enzim, ahli enzimologi menggunakan persamaan Hill yang semula digunakan untuk menjelaskan pengikatan kooperatif O2 oleh hemoglobin. (Lehninger, 2005)

2.4Inhibisi EnzimOleh : Kevin Young / 021311133001Di dalam kinerja enzim, dikenal sebuah istilah inhibitor enzim. Inhibitor enzim merupakan sebuah molekul yang berikatan dengan enzim dan dapat menurunkan aktivitas kerja dari enzim tersebut (Rowland, 1992). Contoh dari enzim inhibitor terdapat pada sebagian besar obat-obatan, karena adanya penurunan atau pemblokiran aktivitas dari enzim dapat membunuh pathogen dan menyembuhkan ketidakseimbangan metabolisme. Selain itu, enzim juga dapat digunakan pada pestisida dalam bidang pertanian. Pada umumnya, enzim inhibitor diklasifikasikan menjadi 2 tipe, yaitu non-specific inhibitor dan specific inhibitor. Non specific inhibitor terdiri dari seluruh faktor yang menyebakna terjadinya denaturasi protein (secara fisik dan kimiawi), sedangkan specific inhibitor memiliki berbagai macam bentuk, antara lain :a) Coenzyme inhibitorsb) Inhibitors of specific ion cofactorc) Prosthetic group inhibitorsd) Apoenzyme inhibitorse) Physiological modulator dari reaksi pH dan temperature yang melakukan denaturasi situs aktif pada kalasis enzim. (Sharma, 2012)Apoenzyme inhibitors dibagi menjadi 2 macam, yaitu reversible inhibitors dan irreversible inhibitors. Reversible inhibitors (atau antagonis metabolik) adalah inhibitor yang melakukan asosiasi reversible dengan enzim, sedangkan irreversible inhibitors adalah inhibitor yang memodifikasi ikatan kovalen pada bagian penting dari enzim terebut sehingga situs menjadi inaktif. Pada apoenzyme inhibitors terdapat 3 subtipe, yaitu kompetitif, unkompetitif dan non kompetitif. Ketiga subtipe tersebut memiliki efek masing-masing pada Km dan Vmax. (Sharma, 2012)

2.4.1 Reversible Inhibition2.4.1.1 Competitive InhibitionInhibitor kompetitif memiliki struktur bentuk yang hampir mirip dengan substrat dan mampu berikatan secara reversible dengan situs aktif dari enzim. Oleh karena itu, inhibitor tersebut berkompetisi untuk mendapatkan situs aktif dari enzim. Menurut law of mass action, semakin tinggi konsentrasi inhibitor akan semakin menurunkan kemampuan enzim untuk mengikat substrat. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan ikatan ES (Enzim-Substrat) menjadi EI (Enzim-Inhibitor). Kompleks ES mampu menghasilkan enzim bebas dan produk, sedangkan kompleks EI tidak menghasilkan apa-apa. (Sharma, 2012)

Gambar 8. Grafik inhibisi kompetitifInhibisi reversible ini terjadi pada waktu singkat pada sistem biologis tergantung pada konsentrasi substrat dan kecepatan katabolisme inhibitor.Kinetisnya, inhibitor yang mengikat enzim membentuk kompleks EI akan mengakibatkan enzim tersebut tmenjadi tidak aktif dan tidak mampu mengikat substrat. Inhibitor ini meningkatkan harga Km awal menjadi Km baru (aKm), dimana konsentrasi substrat pada saat Vo = Vmax sama dengan aKm. (Sharma, 2012)Selain itu, inhibitor kompetitif tidak mempengaruhi efisiensi kerja dari enzim. Setelah inhibitor lepas dari enzim, maka enzim akan kembali bekerja secara normal. (Sharma, 2012)

2.4.1.2 Uncompetitive InhibitionInhibitor uncompetitive tidak memiliki bentuk struktural yang sama atau mirip dengan substrat. Inhibitor ini mampu berikatan dengan enzim bebas atau kompleks ES yang memiliki Inhibitor Binding Site. Ikatan dari inhibitor ini dapat mengkibatkan distorsi pada struktur situs aktif dan situs alosterik dari kompleks enzim sehingga enzim tersebut tidak dapat melakukan katalisis. Ikatan ini mengakibatkan turunnya Km dan Vmax. Penambahan jumlah substrat tidak mempengaruhi tipe inhibisi ini dan diperlukan penanganan khusus untuk mengembalikan ke keadaan normal. Inhibisi ini jarang terjadi, tetapi kadang-kadang muncul pada enzim multimeric atau multi-substrates. Reaksi katalisis pada enzim tersebut tanpa inhibitor adalah : E + S1 ES1 + S2 ES1S2 E + Ps, sedangkan reaksi katalisis dengan adanya inhibitor adalah : E + S1 ES1 + I ES1I no product. Kinetisnya, berikut adalah modifikasi dari rumus Michaelis-Menten : (Sharma, 2012)

Gambar 9 Grafik inhibisi unkompetitif

2.4.1.3 Non-competitive Inhibition

Gambar 10. Grafik inhibisi nonkompetitifInhibitor non-kompetitif atau mixed type inhibitior tidak memiliki bentuk struktural yang mirip dengan substratnya, akan tetapi inhibitor tersebut dapat mengikat enzim bebas dan kompleks ES. Inhibitor tersebut tidak berkompetitif dengan substrat dan konsentrasi substrat juga tidak mempengaruhi kemampuan inhibitor untuk berikatan dengan enzim. Akan tetapi, ikatannya dapat mengubah konformasi dari enzim tersebut sehingga mengurangi kemampuan enzim untuk melakukan katalisis. Kompleks EI dan ESI bersifat nonproduktif dan peningkatan konsentrasi substrat menurunkan Vmax, tetapi tidak mengubah Km. Berikut adalah rumus modifikasi Michaelis-Menten terhadap inhibisi nonkompetitif ini : (Sharma, 2012)

2.4.2 Irreversible InhibitionIrreversible inhibitors merupakan sesuatu yang bergabung degan gugus fungsi dari suatu enzim dan merusak gugus fungsi tersebut sehingga aktivitas dari enzim tersebut terganggu. Inhibitor irreversible mengalami disosiasi yang sangat lambat pada enzim target karena ikatannya pada situs aktif sangat kuat. Ikatan tersebut dapat berupa ikatan kovalen atau non kovalen. Alkylating agents seperti iodoacetamide, menginhibisi secara irreversible aktivitas katalisis pada enzym dengan cara merubah rantai sistein dan yang lain. Selain itu juga ada senyawa fosfor organo seperti diisopropyl phosphoflouridate merupakan inhibitor irreversible yang berpotensial pada enzym yang memiliki residu seryl yang aktif pada situs katalisisnya. (Geetha et al., 2005)

2.5Enzim AlosterikOleh : Aprodita Permata Yuliana / 021311133004

Alosterik dalam bahasa Yunani berarti "bentuk yang berbeda", menekankan bahwa struktur regulatornya tidak perlu menyerupai substrat atau produk langsung. Enzim alosterik berubah bentuk antara bentuk aktif dan tidak aktif sebagai akibat dari pengikatan substrat di situs aktif, dan molekul regulator di situs lain (Schwartz JC, 2006).Enzim alosterik adalah enzim yang mengubah konformasi ikatan mereka setelah pengikatan efektor, yang menghasilkan sebuah perubahan jelas dalam mengikat afinitas pada situs pengikatan ligan yang berbeda. Proses alosterik memainkan peran penting dalam banyak proses biologis dasar, termasuk signaling sel sinyal yang tak terbatas dan regulasi metabolisme (Monod J et al, 2005). Enzim alosterik memainkan peran penting dalam sel karena mereka memiliki dua fungsi, tidak hanya mengkatalisis reaksi dalam jalur metabolik, tetapi juga mengontrol tingkat jalur tersebut. Regulasi enzim alosterik melibatkan pengikatan molekul sinyal ke bagian regulasi tertentu, dan ikatan ini menginduksi perubahan konformasi yang mengakibatkan perubahan dalam aktivitas katalitik (Kantrowitz and Lipscomb, 2000)Enzim alosterik memiliki dua sisi reseptor. Sisi pertama sebagai pengikat substrat sebagaimana pada enzim lain. Sisi lainnya mengikat molekul inhibitor atau aktivator. Molekul yang terikat pada sisi alosterik ini disebut effector atau modulator. Pengikatan substrat ke salah satu situs pengikatan dapat meningkatkan atau menurunkan pengikatan situs lain (Monod J et al, 2005).

Gambar 10. Gambaran enzim alosterik (Alhomida AS, 2007)

Sifat-sifat yang berbeda dari enzim alosterik yang membuatnya berbeda dibandingkan dengan enzim lain, antara lain: 1. Enzim alosterik tidak mengikuti model kinetika Michaelis - Menten. Hal ini karena enzim alosterik memiliki beberapa active site. Beberapa situs aktif ini menunjukkan kooperatititas, dimana pengikatan satu active site mempengaruhi afinitas active site lainnya pada enzim. Seperti disebutkan sebelumnya, itu adalah active site lain yang menghasilkan kurva sigmoidal untuk enzim alosterik.2. Enzim alosterik dipengaruhi oleh konsentrasi substrat. Sebagai contoh, pada konsentrasi tinggi dari substrat, enzim yang ditemukan dalam keadaan relaxed (R state). Tense (T state) adalah ada jumlah yang cukup substrat untuk mengikat enzim. Dalam kata lain, keseimbangan T dan R state tergantung pada konsentrasi substrat.3. Enzim alosterik diatur oleh molekul lain. Ini terlihat ketika molekul 2,3- BP, pH , dan CO2 memodulasi afinitas pengikatan hemoglobin terhadap oksigen. 2,3- BPG mengurangi afinitas pengikatan O2 hemoglobin dengan menstabilkan T state. Menurunkan pH dari pH fisiologis = 7,4-7,2 ( pH dalam otot dan jaringan ) mengakibatkan pelepasan O2. Hemoglobin lebih cenderung melepaskan oksigen di daerah yang kaya CO2 dalam tubuh (Berg JM et al, 2006).Aktivitas enzim alosterik mengikuti kurva sigmoid terhadap konsentrasi substrat dan konsentrasi efektor, dan sangat dipengaruhi oleh perubahan kecil dalam konsentrasi efektor. Afinitas untuk substrat meningkat dengan meningkatnya konsentrasi substrat. Pengikatan inhibitor atau aktivator alosterik tidak berpengaruh Vmax, tetapi tidak mengubah Km. Sebidang pembentukan produk sebagai fungsi dari konsentrasi substrat menghasilkan kurva sigmoidal karena pengikatan substrat ke salah satu situs aktif mengakibatkan konversi seluruh enzim menjadi R-state, meningkatkan aktivitas di situs aktif lainnya. Dengan demikian, situs aktif menunjukkan kooperatititas (Huang Z, 2011).

Gambar 11. Ikatan antara enzim alosterik dan substrat mengikuti kurva sigmoid, yang bergerak dari sisi ke sisi tergantung pada konsentrasi efektor, sehingga mengatur aktivitas enzimatik (Huang Z, 2011).

Gambar 12. Perbandingan kurva sigmoid dengan kurva hiperbolik (Alhomida AS, 2007).Umumnya, enzim alosterik adalah polimer yang terdiri dari banyak subunit, dan memiliki simetri steric. Hal ini tidak mungkin hanya satu subunit untuk mengubah struktur, tapi semua subunit secara bersamaan dapat mengambil struktur yang sedikit berbeda. Oleh karena itu enzim alosterik memiliki dua konformasi T-state dan R-state yang berada pada kesetimbangan. Dalam hal ini diasumsikan bahwa sub unit T kurang aktif dibandingkan sub unit R, sub unit T memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk efektor, dan subunit R lebih kuat terikat substrat (Moriyama T, 2012). Sub unit T dengan ketidakmampuan mereka untuk mengubah struktur dengan mudah, lambat untuk mengikat substrat dengan konsentrasi substrat meningkat, sekali konsentrasi tertentu terlampaui, meningkatkan aktivitas mereka dalam bentuk kurva sigmoid. Demikian pula subunit R lambat untuk mengikat efektor sedangkan konsentrasi efektor rendah, tetapi sekali ambang batas tertentu terlampaui, mereka secara bersamaan mengikat efektor dan berubah menjadi sub unit T, sehingga secara signifikan menurunkan aktivitas enzimatik (Moriyama T, 2012).

Gambar 13. Model perubahan struktural kooperatif enzim alosterik (Moriyama T, 2012).Transisi sub unit T menjadi sub unit R pada alosterik ada 2 model. Dalam model terpadu (concerted), protein diperkirakan memiliki dua "all-or-none" situs global. Model ini didukung oleh kooperatititas positif di mana mengikat satu ligan dapat meningkatkan kemampuan enzim untuk mengikat ligan lain. Model ini tidak didukung oleh kooperatititas negatif di mana kehilangan satu ligan memudahkan enzim kehilangan lagi. Pada model ini terikatnya ligan pada sub unit T mengakibatkan perrubahan secara serentak menjadi sub unit R yang kemudian mudah untuk mengikat substrat (Samina HH, 2010). Dalam model sequential ada banyak konformasi global yang berbeda. Pengikatan satu substrat menginduksi konformasi berubah bentuk dari sub unit T menjadi sub unit R secara individual sehingga meningkatkan sisi yang tersedia untuk mengikat substrat lain (Samina HH, 2010).

Gambar 14. Transisi sub unit T menjadi sub unit R (Samia HH, 2010).

Efektor pada enzim alosterik dapat berupa efektor positif atau negatif, dapat juga berupa efektor homotropik atau heterotropik. Molekul yang memengaruhi pengikatan selain dirinya sendiri disebut efektor heterotropik (substrat efektor). Molekul ini dapat berupa aktivator atau inhibitor enzim. Misalnya, H +, CO2, dan 2,3-bisphosphoglycerate adalah modulator alosterik heterotropic hemoglobin (Edelstein SJ, 2005). Efektor yang merangsang pengikatan substrat disebut efektor heterotropik positif atau aktivator alosterik. Efektor yang mengurangi pengikatan substrat disebut efektor heterotropik negatif atau inhibitor alosterik (Alhomida AS, 2007).Efektor alosterik homotropik adalah substrat untuk enzim target, serta molekul regulasi aktivitas enzim. Molekul ini biasanya merupakan aktivator enzim. Mengikat satu efektor setara dengan penambahan S ke molekul protein yang sama (substrat = efektor). Sebagai contoh, O2 adalah alosterik modulator homotropik hemoglobin (Edelstein SJ, 2005).

Gambar 15. Mekanisme alosterik oleh inhibitor dan aktivator (Volkenstein and Goldstein, 2006).

Gambar 16. Mekanisme dan contoh efek alosterik (Alhomida AS, 2007).

BAB 3PENUTUP

3.1 KesimpulanEnzim sebagai komponen penting yang berperan dalam proses katalisis biologis di dalam tubuh makhluk hidup. Enzim memiliki komponen, mekanisme kerja dan regulasi yang telah diatur untuk menjalankan fungsinya tersebut.3.2 SaranDari penjabaran mengenai diatas kita menjadi lebih mengerti mengenai enzim yang kompleks dan berperan penting dalam katalis proses biologis di dalam tubuh kita. Sehingga kita harus tetap menjaga kondisi tubuh sehingga enzim tetap dapat bekerja secara optimal dan proses biologis kitapun juga optimal.

DAFTAR PUSTAKA

A. S. Alhomida. 2007. King Saud University. College of Science. Department of Biochemistry. Mechanism of EnzymeAction. Berg, Jeremy M; Tymoczko, John L; Stryer, Lubert. W.H. Biochemistry 6th edition. 2006.. Freeman Company, New YorkBerg, JS, Powell, BC & Cheney, RE 2010, A millennial myosin census, Mol. Biol. Cell, vol12, no. 4, pp. 78094.Bioinfo.org.cn. 2014. Chapter 8 : Enzymes. [online] Available at: http://www.bioinfo.org.cn/book/biochemistry/chapt08/sim1.htm [Accessed 24 May. 2014].Edelstein, SJ (2005). "Cooperative interactions of hemoglobin".Annu Rev Biochem44: 209232.Geetha, A., Venkatesan, T., Devi, R., Subramanian, S. and Kalaiselvi, P. 2005. Biochemistry. 1st ed. Chennai: Tamil Nadu Textbook Corporation.Huang Z, L. Zhu, Y. Cao, G. Wu, X. Liu, et al (2011) ASD: a comprehensive database of allosteric proteins and modulators.Nucleic Acids ResVolume 39, D663-669Hunter, T 1995, Protein kinases and phosphatases : the yin and yang of protein phosporilation and signaling, Cell, vol 80, no. 2, pp. 225-36Jacob C. Schwartz. 2006. Energy, Enzymes, and Catalysis Problem Set. The Biology Project Department of Biochemistry and Molecular BiophysicsUniversity of Arizona.Kantrowitz, E. R. and Lipscomb, W. N. 2000 "EscherichiacoliAspartate Transcarbamylase: The Molecular Basis for a Concerted Allosteric Transition,TrendsBiochem.Sci.,15, 53-59.Koning, Ross E. 2004. Enzyme Kinetics, Available: http://plantphys.info/plant_physiology/enzymekinetics.shtml [21 Mei 2014].Lehninger, A., Nelson, D. and Cox, M. (2005)Principles of Biochemistry, 2ndedition, New York: Worth Publisher.Mackie, RI & White, BA 1990, Recent advances in rumen microbial ecology and metabolism: potential impact on nutrient output, J. Dairy Sci., vol 73, no 10, pp. 297195. Meighen, EA 1991, Molecular biology of bacterial bioluminescence, Microbiol. Rev, vol55, no. 1, pp. 12342.Monod, J., Wyman, J, Changeux, J.P. 2005. On the nature of allosteric transitions: a plausible model.J Mol Biol. 12:88-118.Moriyama T. 2012. RegulationofEnzymatic Activity. TheUniversity of TokyoMurray, R., Granner, D. and Rodwell, V. (2009)Harpers Illustrated Biochemistry, 27ndedition, New York: Worth The McGraw-Hill Companies Inc.Murray R. 2012. Harper's illustrated biochemistry 29th ed. New York: McGraw-Hill Medical.p. 97.Nelson D, Nelson D, Lehninger A, Cox M. 2008. Lehninger principles of biochemistry 4th ed. New York: W.H. Freeman.p. 193-200.Ngil, Y. (2010) Biokimia Dasar, 1st edition, Bandung: Rekayasa Sains.Palmer, T. and Bonner, P. 2007. Enzymes. 2nd ed. Chichester: Horwood.Pandey, A. 2006. Enzyme technology. 1st ed. New York: Springer.Rowland, M. 1992. Biology. 1st ed. Walton-on-Thames, Surrey: Nelson.Samina Hyder Haq. 2010. Allosteric Enzyme. Dept of Biochemistry King Saud UniversitySharma, R. 2012. Enzyme Inhibition and Bioapplications. 1st ed. Rijeka: InTech.Sullivan, J. (2014) 5 Draw simple diagrams of the four levels of protein structure, including the significance of and types of bonds in each level, Available:http://predoc.org/docs/index-186415.html [20 Mei 2014].Shvoong, (2014). Struktur enzim dan hal-hal yang mempengaruhi reaksi enzimatik. [online] Available at: http://id.shvoong.com/exact-sciences/biology/2224698-struktur-enzim-dan-hal-hal/#ixzz32AzilaJT [Accessed 25 May. 2014].Volkenstein, MV & Goldstein, BN. 2006. Allosteric enzyme models and their analysis by the theory of graphs. Biochim Biophys Acta115: 478485

34