Entomologi Forensik
-
Upload
andini-afliani-putri -
Category
Documents
-
view
865 -
download
24
description
Transcript of Entomologi Forensik
1
Tanatologi : Perkiraan Time of Death Berdasarkan
Entomologi Forensik
Andini Afliani Putri
A. Pendahuluan
Penentuan kematian merupakan hal yang penting dalam suatu kasus
kriminal. Hal ini bila dikaitkan dengan proses penyidikan, oleh karena penyidik
lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka
pelaku tindak pidan. Pada kasus kriminal dapat ditetapkan kapan waktu kematian,
menghilangkan kemungkinan yang tidak sesuai dengan kasus, dan memperkuat
atau menyangkal suatu alibi.Benar tidaknya alibi seseorang yang diduga
mempunyai hubungan dengan sebab kematian korban dapat diketahui dari saat
kematian korban. Hal ini dapat diketahui dari perubahan-perubahan yang terjadi
pada tubuh seseorang yang meninggal dunia (post mortem).1
B. Tanatologi
Tanatologi berasal dari kata Thanatos yaitu yang berhubungan dengan
kematian dan logos yaitu ilmu.Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran
forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian
serta faktor yang memepengaruhi perubahan tersebut. Pengetahuan ini berguna
dalam menentukan apakah sudah mati atau belum dan menentukan lama korban
telah mati.x
Banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain :
B.1. Livor Mortis
Livor mortis (lebam mayat) atau hipostasis post mortem merupakan
perubahan warna merah keunguan pada bagian tubuh mayat yang
merupakan kumpulan darah pada pembuluh darah yang dipengaruhi oleh
2
gravitasi. Pada beberapa orang livor mortis kadang disalahartikan sebagai
sebuah memar pada korban.
Pada bagian tubuh yang tertekan akan tampak pucat yang dikelilingi
oleh lebam. Hal ini disebabkan pembuluh darah pada bagian tersebut
tertekan sehingga mencegah terakumulasinya darah.Bagian tubuh tersebut
biasanya bagian yang menahan beban tubuh seperti bahu, bokong, dan betis.
Bagian tubuh tersebut tidak akan menggambarkan lebam mayat tetapi pucat.
Seperti pada pakaian yang ketat misalnya bra, korset, atau ikat pinggang
yang menekan jaringan lunak juga akan menekan pembuluh darah sehingga
mengakibatkan pucat.
Livor mortis atau lebam mayat akan muncul pada 30 menit sampai
dengan 2 jam post mortem. Dengan waktu maksimal 8 sampai 12 jam.
Setelah itu lebam akan menetap.1,2
Gambar 1. Daerah yang nampak pucat seperti bokong dan bahu yang menyebabkan
tertekannya pembuluh darahsehingga memberikan gambaran pucat1
3
B.2. Rigor Mortis
Rigor mortis atau kaku mayat merupakan hilangnya Adenosis Triphospat
(ATP) dari otot yang merupakan sumber energi bagi otot untuk
berkontraksi. Sehingga filamen aktin dan myosin menjadi kompleks secara
permanen sehingga kaku mayat terbentuk sampai proses dekomposisi
terjadi. Rigor mortis akan tampak 2 sampai 4 jam post mortem dan
mencapai puncaknya pada 6 sampai 12 jam.1-2
Gambar 2. Bayi yang meninggal dengan wajah yang menekan tempat tidur1
sehingga memberikan gambaran pucat3
Gambar 3.Mayat yang sebelumnya ditemukan dalam keadaan tertelungkup dan tangan tergantung.
Setelah dibalik tangan terangkat dalam keadaan kaku dan kepala menghadap ke samping1
4
B.3. Algor Mortis
Algor mortis atau penurunan suhu tubuh pada korban yang telah
meninggal dapat ditempuh melalui 4 cara yaitu : radiasi, konveksi,
evaporasi, dan konduksi. Namun perkiraan kematian dengan menilai algor
mortis tidak dapat menentukan suatu kejadian kematian karena banyak hal
yang dapat mempengaruhi suhu tubuh sebelum seseorang meninggal.
Misalnya penyakit infeksi dapat meningkatkan suhu tubuh, cedera kepala
dapat merusak bagian otak yang mengatur termoregulasi, dan seseorang
dapat meninggal karena suhu yang sangat dingin.1
B.4. Dekomposisi
Dekomposisi atau pembusukan terdiri atas 2 proses yaitu autolisis dan
putrifikasi. Autolisis merupakan rusaknya sel dan organ yang disebabkan
oleh proses kimiawi dari enzim intraseluler. Sedangkan putrifikasi
merupakan pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan fermentasi.1
B.5. Perubahan kimiawi pada cairan vitreus
Kandungan potasium dari cairan viterus telah ditetapkan sebagai metode
yang terpercaya dalam menetapkan waktu kematian. Setelah kematian
cairan viterus akan berkurang sehingga menyebabkan sklera menjadi
kering.1
Gambar 4. Sklera pada mata yang kering post mortem1
5
B.6. Flow-Cytometry
Walaupun prosedur flow-cytometry masih dalam tahap eksperimen
namun telah digunakan dalam menentukan waktu kematian.Pada flow-
cytometry. Metode yang dilakukan dengan cara membandingkan DNA
seseorang yang ingin diketahui waktu kematiannya dengan seseorang yang
telah diketahui waktu kematiannya.1
B.7. Isi Lambung
Salah satu cara dalam memperkirakan waktu kematian adalah dengan
cara menghitung interval waktu seseorang setelah makan sampai dengan
lamanya makanan tersebut dicerna. Spitz dan Fisher menyatakan bahwa
makanan kecil seperti sandwich dicerna selama 1 jam sedangkan makanan
besar membutuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna. Sedangkan
Adelson menyatakan bahwa pengosongan lambung tergantung dari ukuran
makanan, sebagai contoh makanan ringan membutuhkan ½ sampai 2 jam
untuk dicerna, sedangakan ukuran yang sedang membutuhkan waktu 3
sampai 4 jam, dan ukuran yang berat 4 sampai 6 jam.1
B.8. Aktivitas Serangga
Faktor-faktor lain yang juga digunakan dalam memperkirakan waktu
kematian adalah aktivitas serangga. Seperti semasa hidupnya , tubuh
manusia yang telah meninggal pun masih menarik terhadap beberapa jenis
serangga. Namun dalam setiap tahap dekomposisi, serangga yang timbul
pun berbeda-beda. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab
entomologi forensik.1,4
B.9. Tanda pada Lokasi Kejadian
Metode ini tidak termasuk metode ilmiah, namun sering kali akurat
dalam menentukan waktu kematian. Tanda yang dapat dilihat antara lain :
- Jumlah surat atau koran yang tidak diambil
6
- Lampu yang padam atau menyala
- Kapan TV dinyalakan
- Cara berpakaian
- Sisa makanan atau piring kotor pada bak cuci
- Nota belanja pada kantong baju korban
- Kebiasaan korban yang biasa dilihat oleh para tetangga1
C. Entomologi
Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari
serangga atau organisme eksoskeleton yang memiliki 6 kaki, 3 segmen tubuh ,
sepasang antena dan sepasang mata. Istilah ini berasal dari dua kat latin yaitu -ent
omon bermakna serangga danlogos yang bermakna ilmu pengetahuan.
Entomologi selalu berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya dan selalu
berkembang.Contohnya saja entomologi dalam bidang kedokteran, dimana
belakangan ini ditembukan dan di kembangkan serangga untuk pengobatan
manusia. Contoh lainnya adalah entomologi forensik dalam bidang
kesehatan, dimana serangga digunakan dalam hal penyelidikan kematian
manusia.3,11
D. Entomologi Forensik
Entomologi forensik atau forensik medikolegal adalah bidang utama ilmu
forensik yang terutama berkaitan dengan penentuan waktu, tempat dan mode
kematian dari penerapan studi serangga dan arthropoda lainnya yang digunakan
untuk masalah-masalah hukum seperti pembunuhan, bunuh diri, pelecehan
seksual, dan penelantaran anak, keracunan bahan kimia , penyelundupan
perdagangan dll. Entomologi forensik adalah ilmu yang memberikan informasi
yang terkait kematian dengan menggunakan serangga sebagai spesimen untuk
7
menyajikan data yang tidak didaptkan dari metode uji patologi klasik. Oleh karena
itu dengan mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan serangga atau arthropoda
dan dengan menganalisis data untuk interpretasi suatu serangg, dapat memberikan
bukti yang signifikan dalam kasus kematian dimana tubuh manusia atau mayat
telah dinvasi oleh serangga. Sehingga dapat ditentukan periode invasi mayat oleh
serangga dengan memperhatikan variabel seperti suhu, kelembaban serta tahap-
tahap perkembangan serangga yang berbeda seperti telur, larva, pupa, dan dewasa
untuk memperkirakan waktu sejak kematian atau Post Mortem Interval (PMI)
berdasarkan perkembangan jumlah dan ekologi dari spesies serangga tertentu
yang ditemukan pada mayat.4,5,6
Dalam kasus entomologi forensik, lalat merupakan invertebrata primer
yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat
manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh
mayat, maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang
menjadi larva dan pupa. Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan
serangga lain akan menimbulkan suatu komunitas dalam mayat yang secara
ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran
dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut7
D.1. Tujuan Entomologi Forensik
Entomologi forensik memiliki beberapa tujuan antara lain :
1. Menentukan waktu dan lama kematian dari suatu kasus pembunuhan.
2. Menentukan pemindahan mayat dari lokasi pembunuhan.
3. Menyelidiki adanya penggunaan racun atau bahan toksik dalam suatu
kematian.
4. Menentukan kejadian penelantaran anak ataupun orang tua.8
D.1.1. Menentukan Waktu dan Lama Kematian Suatu Kasus
Pembunuhan
Post Mortem Interval (PMI) adalah salah satu tujuan yang berusaha
diungkap oleh ahli entomologi forensik sehingga dapat merekonstruksi waktu
8
dan lama kematian suatu korban. Beberapa spesies lalat bangkai (Blow Flies)
sangat sensitif terhadap bau tubuh yang mulai membusuk dan sering datang
beberapa menit dari kematian. Selain itu, spesies lain dari serangga mungkin
tiba. Namun, beberapa spesies tidak tertarik pada mayat ketika tubuh segar,
tetapi hanya tertarik ke mayat pada bentuk yang berbeda seperti Piophilidae,
atau keju skippers yang tiba setelah terjadi proses fermentasi protein.
Sedangkan serangga lain tidak tertarik pada tubuh secara langsung tetapi
datang untuk memangsa serangga lainnya di tempat kejadian.
Telur yang diletakkan oleh serangga awalnya tiba (paling sering lalat)
serta larva yang kemudian menetas melekat dan berkembang di mayat dan
digunakan untuk memberikan gambaran PMI minimun. Misalnya, jika peneliti
menemukan larva maka setidaknya serangga tersebut telah tiga hari
berkembang, sehingga dapatdisimpulkan bahwa korban telah mati selama
setidaknya tiga hari.
Untuk menentukan tanggal kematian, ahli entomologi forensik
menggunakan usia perkembangan belatung. Belatung adalah larva dalam
tahap matang dari Diptera, atau lalatbersayap dua. Penentuan kematian lalu
dihitung sesuai dengan siklus hidup serangga tersebut.8
Adapun metode yang dapat digunakan dalam menentukan waktu dan lama
kematian terdiri atas 2 metode, yaitu :
D.1.1.1. Succesional Waves of Insects (Gelombang Perubahan Jenis
Serangga)
Metode ini adalah melihat lama waktu kematian dengan
mengidentifikasi serangga yangada pada mayat tersebut.Hal ini dapat
dilakukan karena ada jenis serangga yang menyukaimayat yang masih
baru, namun ada juga serangga yang menyukai mayat yang
sudahmembusuk, salah satunya Piophilidae yang datang ke mayat setelah
terjadi prosesfermentasi. Secara kronologis, jika ada mayat yang mati dan
masih baru, serangga yangmenyukainya yaitu golongan lalat mayat (blow
flies) atau Calliphoridae dan lalat daging (flesh flies) atau Sarcophagidae
akan langsung menuju mayat tersebut, melakukan reaksi enzimatis
9
padamayat tersebut (dapat berupa proses fermentasi) dan apabila sudah
selesai, makagelombang serangga yang berikutnya akan datang, dan
melakukan reaksi enzimatis pula, begitu seterusnya.7
Tabel 1.Succesional Waves of Insect13
Urutan
Gelombang
Jenis Serangga Keadaan
Mayat
Perkiraan Usia
Mayat
1 Lalat (blow flies) Segar 3 bulan pertama
2 Lalat (blow flies
dan flesh flies)
Membusuk
3 Demestid beetles Lemak yang
anyir
3-6 bulan
4 Various flies
5 Various flies dan
beetles
Fermentasi
ammonia
4-8 bulan
6 Mites 6-12 bulan
7 Dermestid beetles Kering
sempurna
1-3 tahun
8 Beetles >3 tahun
D.1.1.2. Maggot Age and Development (Perkembangan Belatung)
Dengan adanya telur, larva, pupa, maupun imago pada mayat
tersebut, dapat diketahui berapa lama waktu meninggal pada mayat
tersebut, karena pada serangga, tiap perubahandari satu fase ke fase lain
mempunyai waktu-waktu tertentu yang pasti, sehingga
dapatmengidentifikasi mayat dengan metode tersebut. Walau tetap
terdapat kemungkinan tidak akurat karena adanya berbagai faktor, salah
satunya perpindahan yang menyebabkan perbedaan suhu yang berimbas
pada metabolisme perkembangbiakan serangga tersebut.7
10
D.1.2. Menentukan Pemindahan Mayat Dari Lokasi Pembunuhan
Serangga dan arthropoda tertarik untuk berkumpul di bagian bawah
tubuh mayat.Beberapa serangga yang berada di atas atau bawah mayat
merupakan serangga pertama yang muncul di tubuh mayat tersebut. Sehingga
seorang ahli entomologi forensik dapat mengetahui apakah mayat tersebut
telah dipindahkan dari lokasi awal pembunuhan dengan cara membandingkan
lingkungan dimana mayat ditemukan dengan informasi dari tubuh mayat
(seperti rigor mortis dan dekomposisi) sehingga dapat ditentukan jika tubuh
telah dipindahkan setelah kematian. Selain itu jika siklus serangga terganggu
maka seorang ahli entomologi forensik dapat menentukan informasi terkait
lainnya seperti apakah pembunuh kembali ke TKP.8,12
D.1.3. Menyelidiki Penggunaan Racun atau Bahan Toksik Dalam Suatu
Kematian
Racun merupakan substansi yang dapat merusak tubuh bahkan
membunuh seseorang. Kadar substansi racun yang mempengaruhi tubuh
seseorang tergantung jumlah racun yang dicerna dihubungkan dengan usia,
berat badan, dan keadaan umum dari seseorang. Substansi racun dapat masuk
ke tubuh melalui berbagai cara antara lain melalui pencernaan, penyuntikan,
dan penyerapan melalui kulit. Seseorang yang telah meninggal karena
terkontaminasi dengan substansi beracun dan mayatnya dihinggapi oleh
serangga yang memakan bagian tubuh dari korban tersebut, maka serangga
tersebut pun dapat mencerna substansi beracun tersebut. Oleh karena itu
melakukan ekstraksi dan menganalisa isi perut dari larva yang telah memakan
bagian tubuh mayat, dapat membantu penyidik untuk mengetahui apakah
dalam tubuh korban mengandung obat-obatan yang menunjukkan korban
dapat meninggal disebabkan bunuh diri atau over dosis suatu bahan toksik
atau obat-obatan .5,9,12
D.1.4. Menentukan Kejadian Penelantaran Anak ataupun Orang Tua
Serangga merupakan indicator forensic yang bernilai dalam menentukan
adanya kejadian penelantaran anak-anak atau orang tua. Beberapa serangga
seperti green bottle flies (Lucilia sericata) tertarik dengan bau ammonia yang
11
berasal dari urin atau kontaminasi kotoran. green bottle flie syang dewasa
cenderung tertarik pada individu yang mengalami inkontinensia urin atau
gangguan ekskresi urin. Seperti pada bayi yang popoknya tidak pernah diganti
begitupula pada orang tua yang dibantu dalam menjaga kebersihan diri. Maka
lalat akan mengeluarkan telurnya di sekitar pakaian yang kemudian akan
berkembang menjadi belatung atau larva. Sehingga bagian tubuh dari anak
atau orang tua dapat dimakan oleh serangga tersebut. Hal ini yang disebut
dengan myasis.10,12
E. Klasifikasi Serangga Dalam Entomologi Forensik
Dalam entomologi forensik, serangga yang sering kali ditemukan terdiri
atas 2 famili antara lain :
E.1. Famili Lalat
E.1.1 Famili Calliphoridae : Blow Flies
E.1.2. Famili Sarcophagidae: Flesh Flies
E.1. 3.Famili Muscidae: Muscid Flies
E.1. 4.Famili Piophilidae: Skipper Flies
E.1. 5.Famili Scathophagidae: Dung Flies
E.1. 6.Famili Sepsidae: Black Scavenger Flies
E.1.7. Famili Sphaeroceridae: Small Dung Flies dan Minute Dung
Flies
E.1. 8.Famili Stratiomyidae: Soldier Flies
E.1.9. Famili Phoridae: Humpbacked Flies or Scuttle Flies
E.1. 10.Famili Psychodidae: Moth Flies, Sand Flies dan Owl Midges
E.2. Famili Kumbang
E.2.1. Famili Silphidae: Carrion Beetles
E.2.2. Famili Dermestidae: Skin Beetles, Leather Beetles, Hide
Beetles, Carpet Beetles and Larder Beetles.
E.2.3. Famili Staphylinidae: Rove Beetles
E.2.4. Famili Histeridae: Clown Beetles
E.2.5. Famili Cleridae: Checkered Beetles
12
E.2.6. Famili Trogidae: Hide Beetles
E.2.7. Famili Scarabaeidae: Scarab Beetles
E.2.8. Famili Nitidulidae: Sap Beetles13
E.3. Kelas Kutu (Acari)
E.3.1. Macrocheles
E.3.2. Tyrogliphidae
E.3.3. Oribatidae : Rostrozetes21
E.4. Ngengat (Ordo Lepidoptera)
E.4.1. Famili Tineidae : Clothes moths21
E.5. Tawon, Semut, dan Lebah (Ordo Hymenoptera)
E.5.1. Famili Vespidae : Tawon
E.5.2. Famili Formicidae : Semut
E.5.3. Famili Apidea : Lebah22
F. Faunal Succesion
Serangga yang hinggap pada suatu mayat memiliki rangkaian urutan yang
tergantung pada tahapan dekomposisi.Hal inilah yang disebut insect succesion
atau faunal succesion.Seorang entomolog forensik mempelajari hal ini sebagai
metode yang membantu dalam mengungkap suatu penyelidikan.Entomolog
forensik bekerja pada suatu badan investigasi dan bertugas dalam menentukan
waktu kematian seseorang yang dikenal sebagai Post Mortem Interval (PMI).
Faktor lingkungan yang mempengaruhi faunal succesionmencakup : cuaca
(suhu), paparan sinar matahari, apakah tubuh mayat ditemukan di dalam ruangan,
tergantung atau terbakar juga mempengaruhi faunal succesion.13
G. Siklus Hidup Serangga
Setiap jenis serangga yang berkembang biak pada mayat, menggambarkan
tahapan waktudari mulai meninggalnya korban. Ibaratnya jam yang dapat dilacak
dan diketahui, kapan titik nolnya. Dengan begitu perkiraan waktu kematian dapat
ditegakkan dengan akurat, dalam kisaranketepatan beberapa jam. Dua jenis
13
serangga yang pertama mendatangi mayat adalah blow flies (Calliphoridae) dan
flesh flies(Sarcophagidae).
G.1. Siklus Hidup Lalat
Blow flies mendatangi mayat dengan hanyamelalui bau walaupun dari
jarak jauh sekitar beberapa menit sehingga beberapa jam setelahkematian.
Tetapi blow flies tidak mendatangi mayat yang sudah mengalami
mumifikasi dan pengeringan.Blow flies pada tahap awal, sekitar 23 jam,
telur menetas menjadi larva berupa belatung yangkerjanya hanya makan.
Sekitar 27 jam kemudian, belatung memasuki tahapan kedua dan
mulaimenyiapkan diri untuk menjadi kempompong. Belatung tahapan kedua
ini umurnya sekitar 50 jam, setelah itu memasuki tahapan ketiga, dengan
kesiapan menjadi kepompong bertambahmatang. Tahapan ketiga ini
umurnya sekitar 72 jam.Tahapan selanjutnya belatung menjadikepompong.
Pada tahapan ini diperlukan waktu sekitar 273 jam untuk menetas menjadi
lalat.14,15,17
Seekor lalat dewasa di sekitar mayat korban pembunuhan, dipastikan
sudah berumur sekitar 500 jam. Jadi, jika dalam penelitian ditemukan
belatung pada fase akhir tahap ketiga misalnya, berarti korban sudah
meninggal sekitar 160 jam atau sekitar seminggu. Dengan mengetahui
identitas lainnya dari korban, maka dapat dilacak dimana seminggu lalu
terakhir kali korban berada, bersama siapa atau melakukan apa. Jika semua
daging pada mayat telah dimakan belatung, penelitian kerangka manusia
dari sudut ilmu entomologi forensik masih dapat dilakukan. Para pakar
mengatakan, semua proses kegiatan serangga atau binatang lainnya pasti
meninggalkan jejak. Misalnya cangkang kepompong dan kulit luar lainnya.
Dengan meneliti sisa-sisa serangga tadi, para pakar entomologi forensik
masih dapat menentukan umur kerangka yang bersangkutan.14,15,17
14
Gambar 6.Siklus hidup lalat 16
15
Tabel 2. Siklus hidup lalat mayat (Black Carrion Fly) dari telur hingga menjadi
lalat dewasa18
Tahap Perkemabangan
Awal
Tahap Perkembangan
Akhir
Durasi Waktu
(jam)
Keterangan
Telur Larva 26
Lalat akan bertelur pada
tubuh mayat, biasanya di
daerah hidung, mata,
dan anus
Larva 1 Larva 2 95.5
Pada tahap larva awal,
ukurannya pada kisaran
2.37mm dan
berkembang sampai
dengan 5.47mm
Larva 2 Larva 3 128
Tahap larva ketiga
mencapai ukuran
14.8mm
Gambar 7. Hipotesis perkembangan lalat17
16
Larva 3 Pupae 372
Pupae Lalat dewasa 518
Total durasi waktu dari
telur hingga menjadi
lalat dewasa adalah 21.6
hari
H. Tahap Dekomposisi
Pada setiap tahap dekomposisi atau pembusukan bangkai juga akan diikuti
oleh perbedaan serangga yang muncul. Tahapan dekomposisi ini disusun
berdasarkan tahapan karakteristik dan merupakan proses yang berlanjut. Tahap
dekomposisi tersusun atas 5 tahap antara lain :
H.1.Tahap Awal (Fresh Stage)
Pada tahap ini berlangsung sesaat setelah kematian sampai mayat
bengkak.Serangga pertama yang menghinggapi mayat adalah lalat yang
berasal dari family Calliphoridae dan Sarcophagidae.Seringkali serangga
tersebut memakan bagian tubuh mayat, dan bertelur hingga menjadi pada
larva di atas tubuh mayat.Bagian tubuh yang sering ditempati untuk bertelur
antara lain area kepala meliputi mata, hidung, mulut, dan telinga serta area
anogenital. Luka merupakan daerah sekunder yang menjadi daya tarik dari
serangga spesies tropikal tetapi juga dapat menjadi wilayah utama tempat
berkumpulnya serangga.
H.2.Tahap Pembengkakan (Bloated Stage)
Pada tahap ini merupakan tahap utama suatu pembusukan atau
putrifikasi.Gas mulai diproduksi sebagai suatu aktivitas metabolik dari
bakteri anaerob sehingga memberikan gambaran pembesaran pada daerah
perut dan kemudian menyebabkan suatu mayat membengkak seperti balon
secara keseluruhan. Suhu dalam tubuh mayat akan meningkat sepanjang
tahapan ini yang disebabkan oleh pembusukan bakteri dan aktivitas
metabolik dari larva dipteran. Calliphoridae sangat tertarik pada mayat
17
dalam tahap ini. Cairan tubuh mayat pun akan keluar dan merembes ke
dalam tanah. Cairan tubuh yang merembes tersebut akan bercampur dengan
hasil metabolism dari larva dipteran berupa ammonia,dll. Sehingga
menyebabkan tanah setempat menjadi alkali atau basa.
H.3.Tahap Pembusukan (Decay Stage)
Pada tahap ini pembusukan dimulai dengan rusaknya struktur kulit
sehingga gas keluar dari tubuh dan mayat mulai mengempis. Selanjutnya
sejumlah larva dalam jumlah yang besar akan berkumpul dan memakan
bagian tubuh mayat. Walaupun beberapa jenis predator seperti kumbang,
tawon, dan semut juga dapat ditemui pada tahap ini. Namun kelompok
necrophagous dan predator juga ditemui pada akhir tahap pembusukan .Pada
tahap akhir pembusukan kebanyakan Calliphoridae dan Sarcophagidae telah
menyelesaikan tahap perkembangannya dan berubah menjadi pupa.
Sedangkan larva Dipteran akan menghilang dari jaringan lunak mayat pada
akhir tahap pembusukan.19
Gambar 8. Bangkai babi pada tahap pembusukan setelah hari ke 8, sekelompok larva Chrysomya
rufifacies memakan bagian tubuh babi19
18
H.4.Tahap Pasca Pembusukan (Postdecay Stage)
Pada tahap ini pembusukan dimulai dengan rusaknya struktur kulit,
tulang rawan, dan tulang. Pada habitat xerophytic dan mesophytic,
bermacam-macam jenis Coleoptera berkumpul dan bertambah banyak
pada tahap ini. Hal ini pun berhubungan dengan peningkatan jumlah
parasit dan hewan predator atau pemangsa berupa kumbang.
H.5.Tahap Kerangka (Skeletal Stage)
Tahap ini terjadi apabila yang tinggal pada tubuh mayat hanya tulang
dan rambut.Tak ada lagi sisa bangkai. Sedangkan yang ditemukan untuk
memperkirakan Post Mortem Interval pada tahap ini adalah kelompok
Acarine atau kutu. 19
Gambar 9.Hari ke 13, tahap akhir pembusukan selesai. Larva meninggalkan bangkai babi dan
berubah menjadi pupa19
19
I.Faktor yang Mempengaruhi Serangga
I.1. Kelembaban
Hujan dan tingkat kelembaban pada tubuh mayat dapat mempengaruhi
perkembangan serangga. Pada kebanyakan spesies, hujan secara tidak
langsung akan memperlambat perkembangan serangga disebabkan
rendahnya suhu. Hujan gerimis atau lingkungan yang sangat lembab, dapat
mempertahankan suhu menjadi stabil bagi perkembangan belatung
sehingga mempercepat perkembangan serangga.13
I.2. Air
M.Lee Goff, seorang pakar entomologi forensik menemukan mayat
yang terendam dalam suatu kapal yang terletak beberapa mil dari tepi
pantai. Dari kumpulan belatung pada mayat tersebut hanya ditemukan satu
serangga jenis Chrysomya megacephala. Kemudian ia menyimpulkan
bahwa lalat tidak akan mendekati suatu tubuh mayat apabila terendam air
Gambar 10. Tahap akhir dekomposisi berupa tahap kerangka20
20
kecuali apabila zat cair tersebut merupakan zat yang menarik bagi
serangga.13
I.3. Paparan Sinar Matahari
Tubuh serangga yang terpapar sinar matahari akan menjadikan area
tempat hunian serangga menjadi hangat dan baik untuk perkembangan
serangga dan mengurangi waktu berkembang. Serangga yang berkembang
di tempat yang teduh, suhu tubuhnya akan lebih dingin dan membutuhkan
waktu perkembangan yang lebih lama.
I.4. Aliran Udara
Tubuh korban yang meninggal karena tergantung akan menunjukkan
lebih banyak lalat yang menghinggapi. Tubuh yang tergantung akan lebih
cepat ditinggalkan oleh serangga karena proses pengeringan mayat lebih
baik disebabkan lancarnya aliran udara dibandingkan tubuh mayat yang
ditemukan di tanah.
I.5. Kondisi Geografis
Mayoritas kumbang dan lalat dapat ditemukan di seluruh dunia, namun
beberapa jenis bertahan pada habitat tertentu. Oleh karena itu penting
utnuk mengetahui distribusi geografis dari serangga untuk memastikan
data Post Mortem Interval.
Calliphoridae merupakan kelompok serangga yang paling penting
dalam entomologi forensik karena serangga inilah yang pertama kali
berada di tubuh korban yang meninggal. Habitat famili ini tersebat di
wilayah selatan Amerika Serikat. Sedangga Chrsomya rufifaces yang
berupa larva dari blow fly juga merupakan bagian dari Calliphoridae yang
tersebat di Amerika Selatan, Arizona, Mexico, Louisiana, Florida, dan
daerah Illinois
21
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Vincent JD. Dominick JD. Forensic Pathology Second Edition. United
States; 2001; p
2. x (cari ebook tanatologi)
3. LiddelHG, Robert S. A Greek English Lexicon Abridge Edition. United
Kingdom; Oxford University Press; 1980.
4. Jagmahender S. Sharma BR. Forensic Entomology : A Supplement to
Forensic Death Investigation. India; 2008; p 26-31.
5. Martin H. Amoret B. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012,
November 30. Available from : http://www.scienceinschool.org
6. Cedric KS. Insect Activity. In : Changes After Death. New York; Oxford
University Press; 1997; page 20-30.
7. Gail SA. Forensic Entomology : The Use of Insects in Death
Investigation[online]. Cited on 2012, November 30. Available from :
http://www.sfu.ca/forensicentomology_files.xml
8. Annonomiuous. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012, November
30. Available from : http://www.forensiccolleges.net
9. David B. Forensic Toxicology[online]. Cited on 2012, November 30.
Available from : http://www.forensic-medecine.info
10. Gennard DE.Forensic Entomology. Wiley and Sons Ltd; 2007; p 13-14.
11. Jason HB. Stephen JC. Forensic Entomology[online]. Cited on 2012,
November 30. Available from : http://www.emedicine.medscape.com
12. Suzanne E. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012, November 30.
Available from : http://www.exploreforensics.co.uk
13. FSE 07. Forensic Entomology : Use of Insects to Help Solve Crime. In :
Forensic Investigation. Australia. Australian School Innovation In Science
Technology and Mathematics; 2007; p 1-8.
14. Goff ML. A Fly for the Prosecution: How Insect Evidence Helps Solve
Crimes. 1996.
23
15. Jason HB. Forensic Entomology : Insects in Legal Investigation [online].
Cited on 2012, November 30. Available from
:http:///www.forensicentomology.com
16. The Amateur Entomologists’s Society London. Forenis Entomology :
Insect at the secens of crime [online]. Cited on 2012, November 30.
Available from :http://www.amenstoc.org
17. Grassberger M. Relter C. Forensic Entomology : Post-Mortem
Interval(PMI) Estimation Using Insect Development Data. Institute of
Forensic Medicine University of Vienna; 2004 [online]. Cited on 2012,
November 30. Available from : http://www.univle.ac.at
18. Albert MC. Crime Scene Intelligence : An Experiment in Forensic
Entomology. The National Defense Intelligence College Press; 2006.
19. Forensic Entomology (insects[online]. Cited on 2012, November 30.
Available from :http://www.what-when-how.com
20. Kurt BN. Richard DP. Wayne DL. Insect Larvae Used to Detect Poisoning
in A Decomposed Body. Journal of Forensics Vol 37; 1992.p 1179-85.
21. Sean O. Reproductive Caste Determination In Eusocial Wasps. In :
Annual Review of Entomology;1998; p 323-46.
22. Neil DT. Suarez AV. The Colony Structure and Population Biology of
Invasive Ants. In: Conservation Biology; 2003; p 48-58.