Entomologi Forensik

23
1 Tanatologi : Perkiraan Time of Death Berdasarkan Entomologi Forensik Andini Afliani Putri A. Pendahuluan Penentuan kematian merupakan hal yang penting dalam suatu kasus kriminal. Hal ini bila dikaitkan dengan proses penyidikan, oleh karena penyidik lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pelaku tindak pidan. Pada kasus kriminal dapat ditetapkan kapan waktu kematian, menghilangkan kemungkinan yang tidak sesuai dengan kasus, dan memperkuat atau menyangkal suatu alibi.Benar tidaknya alibi seseorang yang diduga mempunyai hubungan dengan sebab kematian korban dapat diketahui dari saat kematian korban. Hal ini dapat diketahui dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang yang meninggal dunia (post mortem). 1 B. Tanatologi Tanatologi berasal dari kata Thanatos yaitu yang berhubungan dengan kematian dan logos yaitu ilmu.Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian serta faktor yang memepengaruhi perubahan tersebut. Pengetahuan ini berguna dalam menentukan apakah sudah mati atau belum dan menentukan lama korban telah mati. x Banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain : B.1. Livor Mortis Livor mortis (lebam mayat) atau hipostasis post mortem merupakan perubahan warna merah keunguan pada bagian tubuh mayat yang merupakan kumpulan darah pada pembuluh darah yang dipengaruhi oleh

description

Penentuan kematian merupakan hal yang penting dalam suatu kasus kriminal. Hal ini bila dikaitkan dengan proses penyidikan, oleh karena penyidik lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka pelaku tindak pidan. Pada kasus kriminal dapat ditetapkan kapan waktu kematian, menghilangkan kemungkinan yang tidak sesuai dengan kasus, dan memperkuat atau menyangkal suatu alibi.Benar tidaknya alibi seseorang yang diduga mempunyai hubungan dengan sebab kematian korban dapat diketahui dari saat kematian korban. Hal ini dapat diketahui dari perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh seseorang yang meninggal dunia (post mortem)

Transcript of Entomologi Forensik

Page 1: Entomologi Forensik

1

Tanatologi : Perkiraan Time of Death Berdasarkan

Entomologi Forensik

Andini Afliani Putri

A. Pendahuluan

Penentuan kematian merupakan hal yang penting dalam suatu kasus

kriminal. Hal ini bila dikaitkan dengan proses penyidikan, oleh karena penyidik

lebih terarah dan selektif dalam melakukan pemeriksaan terhadap para tersangka

pelaku tindak pidan. Pada kasus kriminal dapat ditetapkan kapan waktu kematian,

menghilangkan kemungkinan yang tidak sesuai dengan kasus, dan memperkuat

atau menyangkal suatu alibi.Benar tidaknya alibi seseorang yang diduga

mempunyai hubungan dengan sebab kematian korban dapat diketahui dari saat

kematian korban. Hal ini dapat diketahui dari perubahan-perubahan yang terjadi

pada tubuh seseorang yang meninggal dunia (post mortem).1

B. Tanatologi

Tanatologi berasal dari kata Thanatos yaitu yang berhubungan dengan

kematian dan logos yaitu ilmu.Tanatologi adalah bagian dari ilmu kedokteran

forensik yang mempelajari kematian dan perubahan yang terjadi setelah kematian

serta faktor yang memepengaruhi perubahan tersebut. Pengetahuan ini berguna

dalam menentukan apakah sudah mati atau belum dan menentukan lama korban

telah mati.x

Banyak faktor yang digunakan dalam menentukan kematian, antara lain :

B.1. Livor Mortis

Livor mortis (lebam mayat) atau hipostasis post mortem merupakan

perubahan warna merah keunguan pada bagian tubuh mayat yang

merupakan kumpulan darah pada pembuluh darah yang dipengaruhi oleh

Page 2: Entomologi Forensik

2

gravitasi. Pada beberapa orang livor mortis kadang disalahartikan sebagai

sebuah memar pada korban.

Pada bagian tubuh yang tertekan akan tampak pucat yang dikelilingi

oleh lebam. Hal ini disebabkan pembuluh darah pada bagian tersebut

tertekan sehingga mencegah terakumulasinya darah.Bagian tubuh tersebut

biasanya bagian yang menahan beban tubuh seperti bahu, bokong, dan betis.

Bagian tubuh tersebut tidak akan menggambarkan lebam mayat tetapi pucat.

Seperti pada pakaian yang ketat misalnya bra, korset, atau ikat pinggang

yang menekan jaringan lunak juga akan menekan pembuluh darah sehingga

mengakibatkan pucat.

Livor mortis atau lebam mayat akan muncul pada 30 menit sampai

dengan 2 jam post mortem. Dengan waktu maksimal 8 sampai 12 jam.

Setelah itu lebam akan menetap.1,2

Gambar 1. Daerah yang nampak pucat seperti bokong dan bahu yang menyebabkan

tertekannya pembuluh darahsehingga memberikan gambaran pucat1

Page 3: Entomologi Forensik

3

B.2. Rigor Mortis

Rigor mortis atau kaku mayat merupakan hilangnya Adenosis Triphospat

(ATP) dari otot yang merupakan sumber energi bagi otot untuk

berkontraksi. Sehingga filamen aktin dan myosin menjadi kompleks secara

permanen sehingga kaku mayat terbentuk sampai proses dekomposisi

terjadi. Rigor mortis akan tampak 2 sampai 4 jam post mortem dan

mencapai puncaknya pada 6 sampai 12 jam.1-2

Gambar 2. Bayi yang meninggal dengan wajah yang menekan tempat tidur1

sehingga memberikan gambaran pucat3

Gambar 3.Mayat yang sebelumnya ditemukan dalam keadaan tertelungkup dan tangan tergantung.

Setelah dibalik tangan terangkat dalam keadaan kaku dan kepala menghadap ke samping1

Page 4: Entomologi Forensik

4

B.3. Algor Mortis

Algor mortis atau penurunan suhu tubuh pada korban yang telah

meninggal dapat ditempuh melalui 4 cara yaitu : radiasi, konveksi,

evaporasi, dan konduksi. Namun perkiraan kematian dengan menilai algor

mortis tidak dapat menentukan suatu kejadian kematian karena banyak hal

yang dapat mempengaruhi suhu tubuh sebelum seseorang meninggal.

Misalnya penyakit infeksi dapat meningkatkan suhu tubuh, cedera kepala

dapat merusak bagian otak yang mengatur termoregulasi, dan seseorang

dapat meninggal karena suhu yang sangat dingin.1

B.4. Dekomposisi

Dekomposisi atau pembusukan terdiri atas 2 proses yaitu autolisis dan

putrifikasi. Autolisis merupakan rusaknya sel dan organ yang disebabkan

oleh proses kimiawi dari enzim intraseluler. Sedangkan putrifikasi

merupakan pembusukan yang disebabkan oleh bakteri dan fermentasi.1

B.5. Perubahan kimiawi pada cairan vitreus

Kandungan potasium dari cairan viterus telah ditetapkan sebagai metode

yang terpercaya dalam menetapkan waktu kematian. Setelah kematian

cairan viterus akan berkurang sehingga menyebabkan sklera menjadi

kering.1

Gambar 4. Sklera pada mata yang kering post mortem1

Page 5: Entomologi Forensik

5

B.6. Flow-Cytometry

Walaupun prosedur flow-cytometry masih dalam tahap eksperimen

namun telah digunakan dalam menentukan waktu kematian.Pada flow-

cytometry. Metode yang dilakukan dengan cara membandingkan DNA

seseorang yang ingin diketahui waktu kematiannya dengan seseorang yang

telah diketahui waktu kematiannya.1

B.7. Isi Lambung

Salah satu cara dalam memperkirakan waktu kematian adalah dengan

cara menghitung interval waktu seseorang setelah makan sampai dengan

lamanya makanan tersebut dicerna. Spitz dan Fisher menyatakan bahwa

makanan kecil seperti sandwich dicerna selama 1 jam sedangkan makanan

besar membutuhkan waktu 3 sampai 5 jam untuk dicerna. Sedangkan

Adelson menyatakan bahwa pengosongan lambung tergantung dari ukuran

makanan, sebagai contoh makanan ringan membutuhkan ½ sampai 2 jam

untuk dicerna, sedangakan ukuran yang sedang membutuhkan waktu 3

sampai 4 jam, dan ukuran yang berat 4 sampai 6 jam.1

B.8. Aktivitas Serangga

Faktor-faktor lain yang juga digunakan dalam memperkirakan waktu

kematian adalah aktivitas serangga. Seperti semasa hidupnya , tubuh

manusia yang telah meninggal pun masih menarik terhadap beberapa jenis

serangga. Namun dalam setiap tahap dekomposisi, serangga yang timbul

pun berbeda-beda. Hal ini akan dijelaskan lebih lanjut pada sub bab

entomologi forensik.1,4

B.9. Tanda pada Lokasi Kejadian

Metode ini tidak termasuk metode ilmiah, namun sering kali akurat

dalam menentukan waktu kematian. Tanda yang dapat dilihat antara lain :

- Jumlah surat atau koran yang tidak diambil

Page 6: Entomologi Forensik

6

- Lampu yang padam atau menyala

- Kapan TV dinyalakan

- Cara berpakaian

- Sisa makanan atau piring kotor pada bak cuci

- Nota belanja pada kantong baju korban

- Kebiasaan korban yang biasa dilihat oleh para tetangga1

C. Entomologi

Entomologi adalah salah satu cabang ilmu biologi yang mempelajari

serangga atau organisme eksoskeleton yang memiliki 6 kaki, 3 segmen tubuh ,

sepasang antena dan sepasang mata. Istilah ini berasal dari dua kat latin yaitu -ent

omon bermakna serangga danlogos yang bermakna ilmu pengetahuan.

Entomologi selalu berkaitan dengan ilmu-ilmu lainnya dan selalu

berkembang.Contohnya saja entomologi dalam bidang kedokteran, dimana

belakangan ini ditembukan dan di kembangkan serangga untuk pengobatan

manusia. Contoh lainnya adalah entomologi forensik dalam bidang

kesehatan, dimana serangga digunakan dalam hal penyelidikan kematian

manusia.3,11

D. Entomologi Forensik

Entomologi forensik atau forensik medikolegal adalah bidang utama ilmu

forensik yang terutama berkaitan dengan penentuan waktu, tempat dan mode

kematian dari penerapan studi serangga dan arthropoda lainnya yang digunakan

untuk masalah-masalah hukum seperti pembunuhan, bunuh diri, pelecehan

seksual, dan penelantaran anak, keracunan bahan kimia , penyelundupan

perdagangan dll. Entomologi forensik adalah ilmu yang memberikan informasi

yang terkait kematian dengan menggunakan serangga sebagai spesimen untuk

Page 7: Entomologi Forensik

7

menyajikan data yang tidak didaptkan dari metode uji patologi klasik. Oleh karena

itu dengan mengidentifikasi tahap-tahap perkembangan serangga atau arthropoda

dan dengan menganalisis data untuk interpretasi suatu serangg, dapat memberikan

bukti yang signifikan dalam kasus kematian dimana tubuh manusia atau mayat

telah dinvasi oleh serangga. Sehingga dapat ditentukan periode invasi mayat oleh

serangga dengan memperhatikan variabel seperti suhu, kelembaban serta tahap-

tahap perkembangan serangga yang berbeda seperti telur, larva, pupa, dan dewasa

untuk memperkirakan waktu sejak kematian atau Post Mortem Interval (PMI)

berdasarkan perkembangan jumlah dan ekologi dari spesies serangga tertentu

yang ditemukan pada mayat.4,5,6

Dalam kasus entomologi forensik, lalat merupakan invertebrata primer

yang mendekomposisi komponen organik pada hewan termasuk juga mayat

manusia. Pada saat lalat mengambil materi organik yang ada di dalam tubuh

mayat, maka lalat tersebut akan memindahkan telur yang akan berkembang

menjadi larva dan pupa. Adanya berbagai perubahan dari berbagai jenis lalat dan

serangga lain akan menimbulkan suatu komunitas dalam mayat yang secara

ekologi dan evolusi akan terjadi proses kompetisi, predasi, seleksi, penyebaran

dan kepunahan lokal dalam tubuh mayat tersebut7

D.1. Tujuan Entomologi Forensik

Entomologi forensik memiliki beberapa tujuan antara lain :

1. Menentukan waktu dan lama kematian dari suatu kasus pembunuhan.

2. Menentukan pemindahan mayat dari lokasi pembunuhan.

3. Menyelidiki adanya penggunaan racun atau bahan toksik dalam suatu

kematian.

4. Menentukan kejadian penelantaran anak ataupun orang tua.8

D.1.1. Menentukan Waktu dan Lama Kematian Suatu Kasus

Pembunuhan

Post Mortem Interval (PMI) adalah salah satu tujuan yang berusaha

diungkap oleh ahli entomologi forensik sehingga dapat merekonstruksi waktu

Page 8: Entomologi Forensik

8

dan lama kematian suatu korban. Beberapa spesies lalat bangkai (Blow Flies)

sangat sensitif terhadap bau tubuh yang mulai membusuk dan sering datang

beberapa menit dari kematian. Selain itu, spesies lain dari serangga mungkin

tiba. Namun, beberapa spesies tidak tertarik pada mayat ketika tubuh segar,

tetapi hanya tertarik ke mayat pada bentuk yang berbeda seperti Piophilidae,

atau keju skippers yang tiba setelah terjadi proses fermentasi protein.

Sedangkan serangga lain tidak tertarik pada tubuh secara langsung tetapi

datang untuk memangsa serangga lainnya di tempat kejadian.

Telur yang diletakkan oleh serangga awalnya tiba (paling sering lalat)

serta larva yang kemudian menetas melekat dan berkembang di mayat dan

digunakan untuk memberikan gambaran PMI minimun. Misalnya, jika peneliti

menemukan larva maka setidaknya serangga tersebut telah tiga hari

berkembang, sehingga dapatdisimpulkan bahwa korban telah mati selama

setidaknya tiga hari.

Untuk menentukan tanggal kematian, ahli entomologi forensik

menggunakan usia perkembangan belatung. Belatung adalah larva dalam

tahap matang dari Diptera, atau lalatbersayap dua. Penentuan kematian lalu

dihitung sesuai dengan siklus hidup serangga tersebut.8

Adapun metode yang dapat digunakan dalam menentukan waktu dan lama

kematian terdiri atas 2 metode, yaitu :

D.1.1.1. Succesional Waves of Insects (Gelombang Perubahan Jenis

Serangga)

Metode ini adalah melihat lama waktu kematian dengan

mengidentifikasi serangga yangada pada mayat tersebut.Hal ini dapat

dilakukan karena ada jenis serangga yang menyukaimayat yang masih

baru, namun ada juga serangga yang menyukai mayat yang

sudahmembusuk, salah satunya Piophilidae yang datang ke mayat setelah

terjadi prosesfermentasi. Secara kronologis, jika ada mayat yang mati dan

masih baru, serangga yangmenyukainya yaitu golongan lalat mayat (blow

flies) atau Calliphoridae dan lalat daging (flesh flies) atau Sarcophagidae

akan langsung menuju mayat tersebut, melakukan reaksi enzimatis

Page 9: Entomologi Forensik

9

padamayat tersebut (dapat berupa proses fermentasi) dan apabila sudah

selesai, makagelombang serangga yang berikutnya akan datang, dan

melakukan reaksi enzimatis pula, begitu seterusnya.7

Tabel 1.Succesional Waves of Insect13

Urutan

Gelombang

Jenis Serangga Keadaan

Mayat

Perkiraan Usia

Mayat

1 Lalat (blow flies) Segar 3 bulan pertama

2 Lalat (blow flies

dan flesh flies)

Membusuk

3 Demestid beetles Lemak yang

anyir

3-6 bulan

4 Various flies

5 Various flies dan

beetles

Fermentasi

ammonia

4-8 bulan

6 Mites 6-12 bulan

7 Dermestid beetles Kering

sempurna

1-3 tahun

8 Beetles >3 tahun

D.1.1.2. Maggot Age and Development (Perkembangan Belatung)

Dengan adanya telur, larva, pupa, maupun imago pada mayat

tersebut, dapat diketahui berapa lama waktu meninggal pada mayat

tersebut, karena pada serangga, tiap perubahandari satu fase ke fase lain

mempunyai waktu-waktu tertentu yang pasti, sehingga

dapatmengidentifikasi mayat dengan metode tersebut. Walau tetap

terdapat kemungkinan tidak akurat karena adanya berbagai faktor, salah

satunya perpindahan yang menyebabkan perbedaan suhu yang berimbas

pada metabolisme perkembangbiakan serangga tersebut.7

Page 10: Entomologi Forensik

10

D.1.2. Menentukan Pemindahan Mayat Dari Lokasi Pembunuhan

Serangga dan arthropoda tertarik untuk berkumpul di bagian bawah

tubuh mayat.Beberapa serangga yang berada di atas atau bawah mayat

merupakan serangga pertama yang muncul di tubuh mayat tersebut. Sehingga

seorang ahli entomologi forensik dapat mengetahui apakah mayat tersebut

telah dipindahkan dari lokasi awal pembunuhan dengan cara membandingkan

lingkungan dimana mayat ditemukan dengan informasi dari tubuh mayat

(seperti rigor mortis dan dekomposisi) sehingga dapat ditentukan jika tubuh

telah dipindahkan setelah kematian. Selain itu jika siklus serangga terganggu

maka seorang ahli entomologi forensik dapat menentukan informasi terkait

lainnya seperti apakah pembunuh kembali ke TKP.8,12

D.1.3. Menyelidiki Penggunaan Racun atau Bahan Toksik Dalam Suatu

Kematian

Racun merupakan substansi yang dapat merusak tubuh bahkan

membunuh seseorang. Kadar substansi racun yang mempengaruhi tubuh

seseorang tergantung jumlah racun yang dicerna dihubungkan dengan usia,

berat badan, dan keadaan umum dari seseorang. Substansi racun dapat masuk

ke tubuh melalui berbagai cara antara lain melalui pencernaan, penyuntikan,

dan penyerapan melalui kulit. Seseorang yang telah meninggal karena

terkontaminasi dengan substansi beracun dan mayatnya dihinggapi oleh

serangga yang memakan bagian tubuh dari korban tersebut, maka serangga

tersebut pun dapat mencerna substansi beracun tersebut. Oleh karena itu

melakukan ekstraksi dan menganalisa isi perut dari larva yang telah memakan

bagian tubuh mayat, dapat membantu penyidik untuk mengetahui apakah

dalam tubuh korban mengandung obat-obatan yang menunjukkan korban

dapat meninggal disebabkan bunuh diri atau over dosis suatu bahan toksik

atau obat-obatan .5,9,12

D.1.4. Menentukan Kejadian Penelantaran Anak ataupun Orang Tua

Serangga merupakan indicator forensic yang bernilai dalam menentukan

adanya kejadian penelantaran anak-anak atau orang tua. Beberapa serangga

seperti green bottle flies (Lucilia sericata) tertarik dengan bau ammonia yang

Page 11: Entomologi Forensik

11

berasal dari urin atau kontaminasi kotoran. green bottle flie syang dewasa

cenderung tertarik pada individu yang mengalami inkontinensia urin atau

gangguan ekskresi urin. Seperti pada bayi yang popoknya tidak pernah diganti

begitupula pada orang tua yang dibantu dalam menjaga kebersihan diri. Maka

lalat akan mengeluarkan telurnya di sekitar pakaian yang kemudian akan

berkembang menjadi belatung atau larva. Sehingga bagian tubuh dari anak

atau orang tua dapat dimakan oleh serangga tersebut. Hal ini yang disebut

dengan myasis.10,12

E. Klasifikasi Serangga Dalam Entomologi Forensik

Dalam entomologi forensik, serangga yang sering kali ditemukan terdiri

atas 2 famili antara lain :

E.1. Famili Lalat

E.1.1 Famili Calliphoridae : Blow Flies

E.1.2. Famili Sarcophagidae: Flesh Flies

E.1. 3.Famili Muscidae: Muscid Flies

E.1. 4.Famili Piophilidae: Skipper Flies

E.1. 5.Famili Scathophagidae: Dung Flies

E.1. 6.Famili Sepsidae: Black Scavenger Flies

E.1.7. Famili Sphaeroceridae: Small Dung Flies dan Minute Dung

Flies

E.1. 8.Famili Stratiomyidae: Soldier Flies

E.1.9. Famili Phoridae: Humpbacked Flies or Scuttle Flies

E.1. 10.Famili Psychodidae: Moth Flies, Sand Flies dan Owl Midges

E.2. Famili Kumbang

E.2.1. Famili Silphidae: Carrion Beetles

E.2.2. Famili Dermestidae: Skin Beetles, Leather Beetles, Hide

Beetles, Carpet Beetles and Larder Beetles.

E.2.3. Famili Staphylinidae: Rove Beetles

E.2.4. Famili Histeridae: Clown Beetles

E.2.5. Famili Cleridae: Checkered Beetles

Page 12: Entomologi Forensik

12

E.2.6. Famili Trogidae: Hide Beetles

E.2.7. Famili Scarabaeidae: Scarab Beetles

E.2.8. Famili Nitidulidae: Sap Beetles13

E.3. Kelas Kutu (Acari)

E.3.1. Macrocheles

E.3.2. Tyrogliphidae

E.3.3. Oribatidae : Rostrozetes21

E.4. Ngengat (Ordo Lepidoptera)

E.4.1. Famili Tineidae : Clothes moths21

E.5. Tawon, Semut, dan Lebah (Ordo Hymenoptera)

E.5.1. Famili Vespidae : Tawon

E.5.2. Famili Formicidae : Semut

E.5.3. Famili Apidea : Lebah22

F. Faunal Succesion

Serangga yang hinggap pada suatu mayat memiliki rangkaian urutan yang

tergantung pada tahapan dekomposisi.Hal inilah yang disebut insect succesion

atau faunal succesion.Seorang entomolog forensik mempelajari hal ini sebagai

metode yang membantu dalam mengungkap suatu penyelidikan.Entomolog

forensik bekerja pada suatu badan investigasi dan bertugas dalam menentukan

waktu kematian seseorang yang dikenal sebagai Post Mortem Interval (PMI).

Faktor lingkungan yang mempengaruhi faunal succesionmencakup : cuaca

(suhu), paparan sinar matahari, apakah tubuh mayat ditemukan di dalam ruangan,

tergantung atau terbakar juga mempengaruhi faunal succesion.13

G. Siklus Hidup Serangga

Setiap jenis serangga yang berkembang biak pada mayat, menggambarkan

tahapan waktudari mulai meninggalnya korban. Ibaratnya jam yang dapat dilacak

dan diketahui, kapan titik nolnya. Dengan begitu perkiraan waktu kematian dapat

ditegakkan dengan akurat, dalam kisaranketepatan beberapa jam. Dua jenis

Page 13: Entomologi Forensik

13

serangga yang pertama mendatangi mayat adalah blow flies (Calliphoridae) dan

flesh flies(Sarcophagidae).

G.1. Siklus Hidup Lalat

Blow flies mendatangi mayat dengan hanyamelalui bau walaupun dari

jarak jauh sekitar beberapa menit sehingga beberapa jam setelahkematian.

Tetapi blow flies tidak mendatangi mayat yang sudah mengalami

mumifikasi dan pengeringan.Blow flies pada tahap awal, sekitar 23 jam,

telur menetas menjadi larva berupa belatung yangkerjanya hanya makan.

Sekitar 27 jam kemudian, belatung memasuki tahapan kedua dan

mulaimenyiapkan diri untuk menjadi kempompong. Belatung tahapan kedua

ini umurnya sekitar 50 jam, setelah itu memasuki tahapan ketiga, dengan

kesiapan menjadi kepompong bertambahmatang. Tahapan ketiga ini

umurnya sekitar 72 jam.Tahapan selanjutnya belatung menjadikepompong.

Pada tahapan ini diperlukan waktu sekitar 273 jam untuk menetas menjadi

lalat.14,15,17

Seekor lalat dewasa di sekitar mayat korban pembunuhan, dipastikan

sudah berumur sekitar 500 jam. Jadi, jika dalam penelitian ditemukan

belatung pada fase akhir tahap ketiga misalnya, berarti korban sudah

meninggal sekitar 160 jam atau sekitar seminggu. Dengan mengetahui

identitas lainnya dari korban, maka dapat dilacak dimana seminggu lalu

terakhir kali korban berada, bersama siapa atau melakukan apa. Jika semua

daging pada mayat telah dimakan belatung, penelitian kerangka manusia

dari sudut ilmu entomologi forensik masih dapat dilakukan. Para pakar

mengatakan, semua proses kegiatan serangga atau binatang lainnya pasti

meninggalkan jejak. Misalnya cangkang kepompong dan kulit luar lainnya.

Dengan meneliti sisa-sisa serangga tadi, para pakar entomologi forensik

masih dapat menentukan umur kerangka yang bersangkutan.14,15,17

Page 14: Entomologi Forensik

14

Gambar 6.Siklus hidup lalat 16

Page 15: Entomologi Forensik

15

Tabel 2. Siklus hidup lalat mayat (Black Carrion Fly) dari telur hingga menjadi

lalat dewasa18

Tahap Perkemabangan

Awal

Tahap Perkembangan

Akhir

Durasi Waktu

(jam)

Keterangan

Telur Larva 26

Lalat akan bertelur pada

tubuh mayat, biasanya di

daerah hidung, mata,

dan anus

Larva 1 Larva 2 95.5

Pada tahap larva awal,

ukurannya pada kisaran

2.37mm dan

berkembang sampai

dengan 5.47mm

Larva 2 Larva 3 128

Tahap larva ketiga

mencapai ukuran

14.8mm

Gambar 7. Hipotesis perkembangan lalat17

Page 16: Entomologi Forensik

16

Larva 3 Pupae 372

Pupae Lalat dewasa 518

Total durasi waktu dari

telur hingga menjadi

lalat dewasa adalah 21.6

hari

H. Tahap Dekomposisi

Pada setiap tahap dekomposisi atau pembusukan bangkai juga akan diikuti

oleh perbedaan serangga yang muncul. Tahapan dekomposisi ini disusun

berdasarkan tahapan karakteristik dan merupakan proses yang berlanjut. Tahap

dekomposisi tersusun atas 5 tahap antara lain :

H.1.Tahap Awal (Fresh Stage)

Pada tahap ini berlangsung sesaat setelah kematian sampai mayat

bengkak.Serangga pertama yang menghinggapi mayat adalah lalat yang

berasal dari family Calliphoridae dan Sarcophagidae.Seringkali serangga

tersebut memakan bagian tubuh mayat, dan bertelur hingga menjadi pada

larva di atas tubuh mayat.Bagian tubuh yang sering ditempati untuk bertelur

antara lain area kepala meliputi mata, hidung, mulut, dan telinga serta area

anogenital. Luka merupakan daerah sekunder yang menjadi daya tarik dari

serangga spesies tropikal tetapi juga dapat menjadi wilayah utama tempat

berkumpulnya serangga.

H.2.Tahap Pembengkakan (Bloated Stage)

Pada tahap ini merupakan tahap utama suatu pembusukan atau

putrifikasi.Gas mulai diproduksi sebagai suatu aktivitas metabolik dari

bakteri anaerob sehingga memberikan gambaran pembesaran pada daerah

perut dan kemudian menyebabkan suatu mayat membengkak seperti balon

secara keseluruhan. Suhu dalam tubuh mayat akan meningkat sepanjang

tahapan ini yang disebabkan oleh pembusukan bakteri dan aktivitas

metabolik dari larva dipteran. Calliphoridae sangat tertarik pada mayat

Page 17: Entomologi Forensik

17

dalam tahap ini. Cairan tubuh mayat pun akan keluar dan merembes ke

dalam tanah. Cairan tubuh yang merembes tersebut akan bercampur dengan

hasil metabolism dari larva dipteran berupa ammonia,dll. Sehingga

menyebabkan tanah setempat menjadi alkali atau basa.

H.3.Tahap Pembusukan (Decay Stage)

Pada tahap ini pembusukan dimulai dengan rusaknya struktur kulit

sehingga gas keluar dari tubuh dan mayat mulai mengempis. Selanjutnya

sejumlah larva dalam jumlah yang besar akan berkumpul dan memakan

bagian tubuh mayat. Walaupun beberapa jenis predator seperti kumbang,

tawon, dan semut juga dapat ditemui pada tahap ini. Namun kelompok

necrophagous dan predator juga ditemui pada akhir tahap pembusukan .Pada

tahap akhir pembusukan kebanyakan Calliphoridae dan Sarcophagidae telah

menyelesaikan tahap perkembangannya dan berubah menjadi pupa.

Sedangkan larva Dipteran akan menghilang dari jaringan lunak mayat pada

akhir tahap pembusukan.19

Gambar 8. Bangkai babi pada tahap pembusukan setelah hari ke 8, sekelompok larva Chrysomya

rufifacies memakan bagian tubuh babi19

Page 18: Entomologi Forensik

18

H.4.Tahap Pasca Pembusukan (Postdecay Stage)

Pada tahap ini pembusukan dimulai dengan rusaknya struktur kulit,

tulang rawan, dan tulang. Pada habitat xerophytic dan mesophytic,

bermacam-macam jenis Coleoptera berkumpul dan bertambah banyak

pada tahap ini. Hal ini pun berhubungan dengan peningkatan jumlah

parasit dan hewan predator atau pemangsa berupa kumbang.

H.5.Tahap Kerangka (Skeletal Stage)

Tahap ini terjadi apabila yang tinggal pada tubuh mayat hanya tulang

dan rambut.Tak ada lagi sisa bangkai. Sedangkan yang ditemukan untuk

memperkirakan Post Mortem Interval pada tahap ini adalah kelompok

Acarine atau kutu. 19

Gambar 9.Hari ke 13, tahap akhir pembusukan selesai. Larva meninggalkan bangkai babi dan

berubah menjadi pupa19

Page 19: Entomologi Forensik

19

I.Faktor yang Mempengaruhi Serangga

I.1. Kelembaban

Hujan dan tingkat kelembaban pada tubuh mayat dapat mempengaruhi

perkembangan serangga. Pada kebanyakan spesies, hujan secara tidak

langsung akan memperlambat perkembangan serangga disebabkan

rendahnya suhu. Hujan gerimis atau lingkungan yang sangat lembab, dapat

mempertahankan suhu menjadi stabil bagi perkembangan belatung

sehingga mempercepat perkembangan serangga.13

I.2. Air

M.Lee Goff, seorang pakar entomologi forensik menemukan mayat

yang terendam dalam suatu kapal yang terletak beberapa mil dari tepi

pantai. Dari kumpulan belatung pada mayat tersebut hanya ditemukan satu

serangga jenis Chrysomya megacephala. Kemudian ia menyimpulkan

bahwa lalat tidak akan mendekati suatu tubuh mayat apabila terendam air

Gambar 10. Tahap akhir dekomposisi berupa tahap kerangka20

Page 20: Entomologi Forensik

20

kecuali apabila zat cair tersebut merupakan zat yang menarik bagi

serangga.13

I.3. Paparan Sinar Matahari

Tubuh serangga yang terpapar sinar matahari akan menjadikan area

tempat hunian serangga menjadi hangat dan baik untuk perkembangan

serangga dan mengurangi waktu berkembang. Serangga yang berkembang

di tempat yang teduh, suhu tubuhnya akan lebih dingin dan membutuhkan

waktu perkembangan yang lebih lama.

I.4. Aliran Udara

Tubuh korban yang meninggal karena tergantung akan menunjukkan

lebih banyak lalat yang menghinggapi. Tubuh yang tergantung akan lebih

cepat ditinggalkan oleh serangga karena proses pengeringan mayat lebih

baik disebabkan lancarnya aliran udara dibandingkan tubuh mayat yang

ditemukan di tanah.

I.5. Kondisi Geografis

Mayoritas kumbang dan lalat dapat ditemukan di seluruh dunia, namun

beberapa jenis bertahan pada habitat tertentu. Oleh karena itu penting

utnuk mengetahui distribusi geografis dari serangga untuk memastikan

data Post Mortem Interval.

Calliphoridae merupakan kelompok serangga yang paling penting

dalam entomologi forensik karena serangga inilah yang pertama kali

berada di tubuh korban yang meninggal. Habitat famili ini tersebat di

wilayah selatan Amerika Serikat. Sedangga Chrsomya rufifaces yang

berupa larva dari blow fly juga merupakan bagian dari Calliphoridae yang

tersebat di Amerika Selatan, Arizona, Mexico, Louisiana, Florida, dan

daerah Illinois

Page 21: Entomologi Forensik

21

Page 22: Entomologi Forensik

22

DAFTAR PUSTAKA

1. Vincent JD. Dominick JD. Forensic Pathology Second Edition. United

States; 2001; p

2. x (cari ebook tanatologi)

3. LiddelHG, Robert S. A Greek English Lexicon Abridge Edition. United

Kingdom; Oxford University Press; 1980.

4. Jagmahender S. Sharma BR. Forensic Entomology : A Supplement to

Forensic Death Investigation. India; 2008; p 26-31.

5. Martin H. Amoret B. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012,

November 30. Available from : http://www.scienceinschool.org

6. Cedric KS. Insect Activity. In : Changes After Death. New York; Oxford

University Press; 1997; page 20-30.

7. Gail SA. Forensic Entomology : The Use of Insects in Death

Investigation[online]. Cited on 2012, November 30. Available from :

http://www.sfu.ca/forensicentomology_files.xml

8. Annonomiuous. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012, November

30. Available from : http://www.forensiccolleges.net

9. David B. Forensic Toxicology[online]. Cited on 2012, November 30.

Available from : http://www.forensic-medecine.info

10. Gennard DE.Forensic Entomology. Wiley and Sons Ltd; 2007; p 13-14.

11. Jason HB. Stephen JC. Forensic Entomology[online]. Cited on 2012,

November 30. Available from : http://www.emedicine.medscape.com

12. Suzanne E. Forensic Entomology [online]. Cited on 2012, November 30.

Available from : http://www.exploreforensics.co.uk

13. FSE 07. Forensic Entomology : Use of Insects to Help Solve Crime. In :

Forensic Investigation. Australia. Australian School Innovation In Science

Technology and Mathematics; 2007; p 1-8.

14. Goff ML. A Fly for the Prosecution: How Insect Evidence Helps Solve

Crimes. 1996.

Page 23: Entomologi Forensik

23

15. Jason HB. Forensic Entomology : Insects in Legal Investigation [online].

Cited on 2012, November 30. Available from

:http:///www.forensicentomology.com

16. The Amateur Entomologists’s Society London. Forenis Entomology :

Insect at the secens of crime [online]. Cited on 2012, November 30.

Available from :http://www.amenstoc.org

17. Grassberger M. Relter C. Forensic Entomology : Post-Mortem

Interval(PMI) Estimation Using Insect Development Data. Institute of

Forensic Medicine University of Vienna; 2004 [online]. Cited on 2012,

November 30. Available from : http://www.univle.ac.at

18. Albert MC. Crime Scene Intelligence : An Experiment in Forensic

Entomology. The National Defense Intelligence College Press; 2006.

19. Forensic Entomology (insects[online]. Cited on 2012, November 30.

Available from :http://www.what-when-how.com

20. Kurt BN. Richard DP. Wayne DL. Insect Larvae Used to Detect Poisoning

in A Decomposed Body. Journal of Forensics Vol 37; 1992.p 1179-85.

21. Sean O. Reproductive Caste Determination In Eusocial Wasps. In :

Annual Review of Entomology;1998; p 323-46.

22. Neil DT. Suarez AV. The Colony Structure and Population Biology of

Invasive Ants. In: Conservation Biology; 2003; p 48-58.