ENDOKRIN ANALISIS KRITIS

7
Effciency of Methods to Investigate PAHs Exposure in Fish (Nile tilapia) Analisis Kritis Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Endokrinologi yang Dibina Oleh Dra. Sri Rahayu Lestari, M.Si dan Dra. Susilowati, M.Si Oleh: Offering GZ-HZ Aulia Fitri Wardani 120342422492 Nina Mufida 120342422469 The Learning University UNIVERSITAS NEGERI MALANG FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM JURUSAN BIOLOGI Maret 2015

description

biologi

Transcript of ENDOKRIN ANALISIS KRITIS

  • Effciency of Methods to Investigate PAHs Exposure in Fish (Nile tilapia)

    Analisis Kritis

    Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Endokrinologi

    yang Dibina Oleh Dra. Sri Rahayu Lestari, M.Si dan Dra. Susilowati, M.Si

    Oleh:

    Offering GZ-HZ

    Aulia Fitri Wardani 120342422492

    Nina Mufida 120342422469

    The Learning University

    UNIVERSITAS NEGERI MALANG

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    JURUSAN BIOLOGI

    Maret 2015

  • Effciency of Methods to Investigate PAHs Exposure in Fish (Nile tilapia)

    Khobkul Nongnutch, Voravit Cheevaporn, Herbert F. Helander and Nongnutch

    Tangkrock-olana

    Faculty of Industrial and Technology, Rajamangala University of Technology

    Isan Sakon Nakhon Campus, Sakon Nakhon, 47160 Thailand

    Environment Asia 4(1)(2011) 6-11

    A. PENDAHULUAN

    PAHs merupakan suatu kelompok yang berisi banyak subtansi karsinogenik

    PAHs diklasifikasikan sebagai kontaminan organik hidrofobik

    PAHs dibentuk dan dilepaskan selama pembakaran tidak sempurna dari

    bahan organik terutama bahan bakar fosil seperti minyak dan batubara

    Ketika PAHs mencapai lingkungan air, mereka selalu diserap pada partikel

    padat seperti partikel atau sedimen bawah karena kelarutan dalam air yang

    rendah.

    PAHs dapat berasimilasi ke organisme hidup melalui kulit yang berisi lipid.

    beberapa PAHs seperti naftalena dapat menyebabkan gangguan dalam

    fisiologi yang normal: konsumsi oksigen dan perubahan aktivitas enzim

    pernapasan jika terserap kedalam tubuh.

    Teknik yang digunakan untuk mempelajari proses transformasi, efek

    fisiologis, dan patologis PAHs dalam tubuh meliputi: pengukuran aktivitas

    EROD dan intensitas fluoresense metabolit PAHs dengan metode FF, dua

    metode yang sederhana, cepat, dan murah.

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi efisiensi metode

    pengukuran aktivitas EROD dan intensitas metabolit fuoresense PAHs pada

    ikan terkena PAHs dengan metode FF, faktor yang mempengaruhi, dan

    hubungan antara hasil dari dua metode.

    B. METODE

    1. Organisme yang digunakan adalah ikan nila jantan (Oreochromis niloticus),

    ukurannya sekitar 3-4 inci.

  • 2. Sebelum percobaan, ikan diaklimatisasi selama kurang lebih 1-2 minggu

    dalam tangki 1 m3 dengan air keran aerasi dan suhu konstan pada 23.0-

    25.5oC.

    3. Ikan dipindahkan pada tangki percobaan 30 L, masing-masing tangki berisi

    30 ikan.

    4. Ada tujuh kelompok perlakuan eksperimental

    5. Hati ikan diekstraksi untuk penentuan aktivitas EROD

    6. Metabolit empedu ikan diekstraksi dengan menggunakan metode: sampel

    ikan direndam dalam es, kemudian empedu ditarik dan filled diletakkan

    dalam tabung microcentrifuse. Selanjutnya, etanol 48% ditambahkan ke

    masing-masing tabung microcentrifuse dengan rasio 1:2.500. Proses ini

    dilakukan pada suhu konstan sekitar 4C untuk mencegah aktivitas enzim.

    7. Analisis total protein dalam 100 ml homogenat jaringan dari masing-masing

    ikan dilakukan dengan menggunakan Bio-Rad Protein Assay Kit (Bio-Rad

    Laboratories, Biologi Group, Hercules, CA, USA)

    8. Untuk studi fisiologis, ikan ditempatkan di sebuah ruang respirasi, ikan yang

    di filled dengan pasteurisasi, air soda. Setelah 24 jam aklimatisasi di bawah

    suhu konstan pada 25 C, ruang ini ditutup.

    9. Konsumsi oksigen diukur menggunakan sistem respirometer tertutup

    (volume, 750 ml).

    10. Elektroda oksigen (1302 elektroda oksigen) yang dicoba kedap udara melalui

    tutup ruang respirasi dan terhubung ke probe pemegang meter oksigen

    (Strathkelvin Instrumen oksigen meteran Model 781). Setelah 10 menit dari

    equilibrium, tekanan oksigen (PO2) tercatat setiap 10 menit (nilai pertama

    adalah PO2 awal) selama 30 menit.

    11. Ikan ditimbang dan kemudian tingkat konsumsi oksigen dihitung dengan

    menggunakan persamaan MO2 = (PO2 start - PO2 end) x a x V x 60/t/W

    (mol/g.h)

    12. pengukuran lebih lanjut menentukan osmolaritas darah menggunakan

    osmometer

    13. Untuk penentuan protein, sampel hati ditempatkan dalam tabung

    microcentrifuge flled dengan buffer homogenisasi (4C) pada rasio 1/ 5-1 /10

  • g / ml (w / v). Kemudian, dihomogenisasi dengan homogenizer pada 700 rpm

    dan disentrifugasi pada 10.000 rpm (4C) selama 20 menit. Akhirnya,

    supernatan (S9) ditarik untuk mengukur tingkat aktivitas EROD dan

    konsentrasi protein.

    C. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Konsumsi Oksigen dan Osmoregulasi

    Hasil penelitian menunujukkan kenaikan waktu terbuka dan PAHs atau

    konsentrasi benzene terlihat pada naiknya laju konsumsi oksigen dan kapasitas

    osmoregulasi. Pada konsumsi oksigen, laju maksimal dapat dicapai setelah 16

    hari (4 mol/L) seperti pada gambar 1. Laju konsumsi oksigem dan osmoregulasi

    naik, dapat memungkinkan kenaikan aktivitas detoksifikasi yang diinduksi oleh

    PAHs (4 mol/L). Hal tersebut dapat menaikkan intensitas fluorescence pada

    metabolisme benzena, flourene, anthracene, chrysene dan benzopyrene pada

    empedu ikan setelah materi ikan ditunjukkan pada 4 mol/L (gambar 2). Kenaikan

    tersebut bertambah dengan naiknya waktu kejadian, dan tingginya intensitas,

    dijangkau pada 16 hari, diindikasi oleh kenaikan yang signifikan.

  • Intensitas fluorescence dari metabolit BaP naik signifikan dengan

    tingginya konsentrasi BaP (gambar 3). Tingginya intensitas fluorescence dapat

    dijangkau pada konsentrasi 4 mol/L. Kenaikan dari intensitas fluorescence dari

    metabolit PAHs dengan kenaikan waktu dan konsentrasi disebabkan oleh

    biotranformasi pada proses detoksifikasi pada ikan. Ketika ikan ditunjukkan pada

    PAHs, ditranformasikan menjadi metabolit oleh enzim CYP1A pada proses

    detoksifikasi. Demikian, jumlah metabolit PAHs naik dengan kejadian waktu dan

    konsentrasi PAHs.

    Aktivitas EROD pada ikan yang diekspos naik dengan adanya waktu dan

    konsentrasi PAHs (gambar 4.5). EROD mencerminkan jumah dari enzim CYP1A

    yang secara signifikan naik ketika ikan yang diekspos diinduksi, pada kasus ini

    benzopyrene. Pada hubungan antara intensitas fluorenscence metabolit PAHs dan

    aktivitas EROD, hasilnya menunjukkan secara statistik signifikan sebagai korelasi

    positif antara intensitas fluorescence dari metabolit PAHs pada empedu ikan dan

    aktivitas EROD pada hati (gambar 6-7). Aktivitas EROD ditunujukkan dari

    jumlah enzim CYP1A yang terlibat pada fase I dari detoksifikasi dan intensitas

    fluorescence yang mencerminkan jumlah PAHs dan proses benzena. Jadi dapat

    disimpulkan bahwa ukuran nilai secara signifikan positif berkorelasi dan

    menaikkan waktu dan konsentrasi PAHs.

  • KESIMPULAN

    Ketika ikan diekspos menjadi PAHs, kelompok dari toksik, respon secara

    fisiologis dan detoksifikasi akan diinduksi. Demikian, laju konsumsi oksigen dan

    osmoregulasi meningkat, sebelumnya diyakini untuk menaikkan aktifitas

    detoksifikasi. Untuk detoksifikasi, enzim CYP1A meningkat untuk mengizinkan

    laju tinggi detoksifikasi. Enzim tersebut mentransformasi PAHs menjadi

    metabolit PAHs dengan sulbilitas air yang tinggi, yang sangat mudah dikeluarkan.

    Dari hubungan tersebut, kita dapat menggunakan ukuran dari produksi CYP1A

    (Aktivitas EROD) dan intensitas fluorescence dari metabolit PAHs pada taksiran

    dan pengawasan kondisi polusi pada penyerapan air. Lagipula, kedua metode

    sangat paraktis untuk diaplikasikan pada pembelajaran lingkungan, karena

    simpel, cepat dan murah.

    D. IDE YANG DAPAT DIKEMBANGKAN

    1. Kedua metode tersebut dapat dikembangkan dalam mengidentifikasi

    PAHs untuk mencegah zat karsinogenik tersebut menginfeksi ikan Nile

    tilapia. Sehingga hal tersebut juga dapat mengurangi angka kematian ikan

    Nile tilapia sendiri.

    2. Kedua metode tersebut juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi dan

    menemukan paparan PAHs pada ikan Nile tilapia yang akan dipasarkan

    kepada konsumen (manusia).