Emulsi

24
BAB IV PEMBAHASAN Resep 4 Pada resep 4 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian oral. Obat ini berfungsi sebagai obat pencahar atau obat yang digunakan untuk melancarkan buang air besar. Adapun bahan obat yang digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut : 1. Paraffin liquid berfungsi sebagai laksativum, yaitu obat yang meningkatkan defekasi dan yang lebih lemah kerjanya daripada katarik (Ansel, 1928). 2. Gom arab berfungsi sebagai emulgator, yaitu bahan yang digunakan untuk menyatukan 2 cairan yang berbeda agar dapat salin menyatu. 3. Vanilli berfungsi sebagai korigen, yaitu bahan yang digunakan untuk memperbaiki aroma dari sediaan. 4. Etanol berfungsi sebagai pelarut. 5. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air. 6. Sirupus simplex berfungsi sebagai pengental, untuk meningkatkan stabilitas emulsi. 7. Aquadest berfungsi sebagai pelarut. Pada pengerjaan resep ini dibuat corpus emulsi dengan cara menggerus PGA dan Paraffin liq sama banyak, setelah homogen ditambahkan air corpus sebanyak 1 ½

description

Praktikum Elmusi

Transcript of Emulsi

Page 1: Emulsi

BAB IV

PEMBAHASAN

Resep 4

Pada resep 4 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan

untuk pemakaian oral. Obat ini berfungsi sebagai obat pencahar atau obat yang

digunakan untuk melancarkan buang air besar. Adapun bahan obat yang

digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :

1. Paraffin liquid berfungsi sebagai laksativum, yaitu obat yang meningkatkan

defekasi dan yang lebih lemah kerjanya daripada katarik (Ansel, 1928).

2. Gom arab berfungsi sebagai emulgator, yaitu bahan yang digunakan untuk

menyatukan 2 cairan yang berbeda agar dapat salin menyatu.

3. Vanilli berfungsi sebagai korigen, yaitu bahan yang digunakan untuk

memperbaiki aroma dari sediaan.

4. Etanol berfungsi sebagai pelarut.

5. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.

6. Sirupus simplex berfungsi sebagai pengental, untuk meningkatkan stabilitas

emulsi.

7. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.

Pada pengerjaan resep ini dibuat corpus emulsi dengan cara menggerus PGA

dan Paraffin liq sama banyak, setelah homogen ditambahkan air corpus sebanyak

1 ½ kali jumlah PGA, diaduk hingga homogen. PGA disini berfungsi untuk

menyatukan 2 fase yang berbeda. Emulgator ini bekerja dengan membentuk film

(lapisan) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi

mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispersi sebagai fase

terpisah. Paraffin liq berfungsi sebagai pencahar, zat ini tidak dicerna di saluran

lambung-usus dan hanya bekerja sebagai pelican bagi isi usus da tinja. Gunanya

untuk melunakkan tinja pada penyakit wasir. Penggunaannya dapat menimbulkan

iritasi di sekitar dubur. Kelemahan dari paraffin liq adalah sifatnya yang

mengurangi pnyerapan oleh tubuh dar zat-zat gizi, antara lain vitamin yang larut

Page 2: Emulsi

dalam lemak (A, D, E, dan K). Bila diinhalasi, zat ini dapat mengakibatkan sejenis

radang paru-paru berbahaya. Sirupus simplex berfungsi sebagai pengental, untuk

meningkatakan stabilitas emulsi agar sediaan tidak mudah pecah. Pada resp ini

terdapat nipagin, zat ini berfungsi sebagai zat pengawet air, agar tidak mudah

ditumbuhi mikroorganisme. Selain itu pada resep ini terdapat vanilli, zat ini

berfungsi sebagai pengaroma, agar sediaan lebih mudah diterima pasien. Untuk

penanadaan resep ini dibarikan etiket putih, karena obat ini digunakan sebagai

obat dalam. Obat ini diminum sebelum makan, agar obat ini dapat diabsorbsi

dengan baik di dalam tubuh. Pada resep ini tidak digunakan etanol, karena etanol

dapat merusak emulsi atau membuat emulsi menjadi pecah.

Page 3: Emulsi

Resep 5

Pada resep 5 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan

untuk pemakaian luar. Sediaan ini berfungsi sebagai sampo. Adapun bahan obat

yang digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :

1. Oleum cocos berfungsi sebagai emulgator.

2. KOH berfungsi sebagai emulgator.

3. Glyserol berfungsi sebagai pengental.

4. Borax berfungsi sebagai antoseptikum ekstern, yaitu obat yang digunakan

untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikrooganisme pada

permukaan kulit (Sulisti Gunawan, 1971).

5. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.

6. Nipasol berfungsi sebagai zat pengawet minyak.

7. Oleum rosae berfungsi sebagai pengaroma.

8. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.

Pada pengerjaan KOH dilarutkan dengan air dingin, karena KOH larut

dalam 1 bagian air, sedangkan untuk nipagin harus dilarutkan dengan air

mendidih, karena nipagin sukar larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air

mendidih. Pada resep ini terdapat 2 zat pengawet, yaitu nipagin (fase air) dan

nipasol (fase Minyak). Kedua at pengawet ini berfungsi agar sediaan tidak mudah

ditumbuhi mikroorganisme dan agar tidak mudah rusak. Oleum cocos dan KOH

berfungsi sebagai emulgator, yaitu bahan yang dugunakan untuk menyatukan dua

cairan yang berbeda agar dapat saling menyatu. Emulgator ini bekerja dengan

membentuk film (lapisan) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film

ini berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan disperse

sebagai fase terpisah. Zat aktif yang terkandung pada resep ini adalah borax yang

berfungsi untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada

permukaan kulit. Pada resep ini terdapat oleum rosae berfungsi sebagai

pengaroma, agar seidaan mudah diterima pasien. Untuk penandaan resep ini

diberikan etiket biru, karena sediaan ini digunakan sebagai obat luar. Sebelum

digunakan sediaan harus dikocok dahulu untuk menghomogenkan bahan obat

Page 4: Emulsi

yang mengendap atau agar bahan obat (zat aktif) dapat terdispersi kembali dalam

cairan pembawa. Pada resep ini terdapat gliserin yang berfungsi sebagai

pengental, untuk meningkatkan stabilitas emulsi agar tidak mudah pecah. Jika

terjadi iritasi hentikan pemakaian, agar tidak memperburuk keadaan tubuh yang

mengalami iritasi, Sediaan ini berfungsi sebagai sampo.

Page 5: Emulsi

Resep 6

Pada resep 6 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan

untuk pemakaian luar. Sedaan ini berfungsi sebagai pelembab kulit. Adapun

bahan obat yang digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :

1. Mineral oil berfungsi sebagai emolient.

2. Stearic acid berfungsi sebagai emulgator.

3. Lanolin berfungsi sebagai emulgator.

4. Cetyl alcohol berfungsi sebagai emolient.

5. Arlacel 80 berfungsi sebagai emulgator.

6. Tween 80 berfungsi sebagai emulgator.

7. Propilenglikol berfungsi sebagai pelarut.

8. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.

9. Nipasol berfungsi sebagai zat pengawet minyak.

10. Oleum rosae berfungsi sebagai pengaroma.

11. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.

12. Tocopherolum berfungsi sebagai antioxidant dan vitamin E.

a. Antioxidant yaitu obat yang dapat menangkap radikal oksigen dan

meniadakan efek buruknya. Senyawa ini berkhasiat menghalangi oksidasi

LDL-kolesterol (menjadi produk dengan efek atherogen) dan juga

menghambat agregasi trombosit (dan mungkin pembentukan trombus)

(Kirana Rahardja, 2002).

b. Vitamin E dalam dosis tinggi dapat mengurangi resiko ineksi (Rahardja

Kirana, 2002).

Pada pengerjaan resep ini dibuat fase minyak dengan meleburkan mineral

oil, adeps lanae, stearic acid, cetyl alcohol, arlacel 80, dan nipasol dalam cawan

porselen di atas tangas air. Pada pembuatan fase minyak disini dilakukan

peleburan, karena pada resep ini terdapat beberapa emulgator yang memiliki

konsistensi yang berbeda-beda, sehingga perlu dileburkan agar emulgator-

emulgator tersebut dapat menyatu dengan bahan yang lain termasuk dalam fase

Page 6: Emulsi

minyak. Emulgator yang terdapat pada resep ini berfungsi agar antara fase air dan

fase minyak dapat menyatu. Fase air dibuat dengan cara nipagin dilarutkan

dengan air mendidih, kemidian ditambahkan propilenglikol, tween 80, dan

tokoferol. Nipagin dilarutkan dengan air mendidih, karena nipagin larut dalam 20

bagian air mendidih. Pada resep ini ditambahkan oleum rosae agar sediaan ini

memiliki aroma yang baik, sehingga mudah diterima pasien. Untuk penandaan

resep ini diberikan etiket biru, karena sediaan ini digunakan sebagai obat luar.

Sebelum digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu, agar sediaan dapat

terdispersi kembali. Jika terjadi iritasi hentikan pemakaian, agar tidak

memperburuk keadaan kulit yang mengalami iritasi.

Page 7: Emulsi

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Resep 4

Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian

oral dengan warna putih kecoklatan. Obat ini berfungsi sebagai obat pencahar atau

obat yang digunakan untuk melancarkan buang air besar. Zat aktif yang

terkandung pada resep ini adalah paraffin liquid. Obat ini diminum 1 x sehari 6

sendok teh setip malam ½ jam sebelum makan. Sebelum diminum obat harus

dikocok dahulu. Untuk penandaan resep ini diberikan etiket putih.

Resep 5

Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian

luar dengan warna kuning bening atau kuning pucat. Sediaan ini berfungsi sebagai

sampo. Zat aktif yang terkandung pada resep ini adalah borax. Sebelum

digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu. Untuk penandaan resep ini diberikan

etiket biru.

Resep 6

Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian

luar dengan warna putih. Sediaan ini berfungsi sebagai pelembab kulit. Zat aktif

yang terkandung pada resep ini adalah mineral oil, cetyl alcohol, dan tokoferol.

Sediaan ini digunakan dengan cara dioleskan pada permukaan kulit. Jika terjdi

iritasi hentikan pemakaian. Sebelum digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu.

Untuk penandaan resep ini diberikan etiket biru.

5.2 Saran

Adapun saran yang ingin praktikan sampaikan kepada praktikan yang lain

maupun pada diri praktikan sendiri adalah dalam melakukan praktikum sebaiknya

dilakukan dengan hati-hati, teliti, cermat, dan sungguh-sungguh agar hasil yang di

Page 8: Emulsi

dapat sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu di dalam praktikum jangan

melakukan tindakan yang dapat membahayakan praktikan yang lain dan diri

sendiri. Sebelum melaksanakan praktikum sebaiknya praktikan mempersiapkan

diri untuk dapat melaksanakan praktikum dengan baik dan demi memperlancar

jalannya praktikum.

Page 9: Emulsi

DAFTAR PUSTAKA

Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Anief, Moh. 1987. Ilmu Meracik Obat Cetakan VI. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press.

Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan

Republik Indonesia.

Ansel, C. Howard. 1928. Pengantar Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas

Indonesia.

Gunawan, Sulistia. Dkk. 1971. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta :

Departemen Farmakologi Kedokteran - Universitas Indonesia.

Paraffit, Khatleen. 1999. Martindale, The Complete Drug Reference 28th. London :

Pharmaceutical Press :

Rahardja, Kirana dan Tan Hoan Tjay. 2002. Obat Obat Penting Edisi V. Jakarta :

PT. Elek Media Komputindo Klompok Gramedia.

Sirait, Midian dan Fauzi Kasim. 2008. Infomasi Sepesialite Obat Volume 43.

Jakarta : PT. ISFI.

Page 10: Emulsi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Maksud Praktikum

Adapun maksud dari praktikum ini, yaitu :

1. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses pembuatan obat

pada sediaan cair khususnya untuk sediaan emulsi.

2. Agar mahasiswa mampu membuat sediaan yang nantinya dapat

bermanfaat bagi pasien maupun masyarakat luas.

1.2 Tujuan Praktikum

Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :

1. Agar mahasiswa dapat membuat sediaan cair berupa emulsi dengan baik

dan benar sesuai dengan prinsip kerja.

2. Agar dapat memberikan pengalaman serta menambah keterampilan dalam

mengerjakan resep yang berisi sediaan emulsi.

3. Agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari masing-masing obat, efek

samping dari suatu obat, dan dapat memberikan informasi kepada pasien.

Page 11: Emulsi

BAB II

DASAR TEORI

Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat

yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan oleh zat pengemulsinya

atau surfaktan yang cocok (Farmakope Indonesia Ed.III).

Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat

bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu

terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak

stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu ar

dan minyak yang terpisah yang di bantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang

merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsa yang stabil.

Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling

butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah

terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispersi sebagai zat pemisah.

Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi

dalam fase air dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah

minyak.

Tipe-tipe emulgator

1. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : Acacia

(gom), Tragakan, Agar, dan Pektin. Bahan-bahan ini membentuk koloida

hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan umumnya menghasilkan emulsi

M/A.

2. Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur, kasein. Zat-zat ini menghasilkan

emulsi M/A.

3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti alkohol, cetyl alkohol, dan

gliserin monostearat. Bahan-bahan ini digunakan terutamasebagai zat

Page 12: Emulsi

pengental dan penstabil untuk emulsi M/A dari lotio dan salep tertentu yang

digunakan sebagai obat luar.

4. Zat-zat pembasah yang bersifat kationik, anionic, dan ion-anionik. Zat-zat ini

mengandung gugus-gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilikdari

molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.

5. Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk bentonit,

magnesium hidrofilik, dan aluminium hidroksida, ini membentuk emulsi M/A.

Bila bahan yang tidak larut ditambahkan ke fase air akan lebih besar dari fase

minyaknya.

Dari asal emulgatornya, emulsi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :

1. Emulsi alam (Emulsa vera)

Emulsi yang dibuat dari biji-bijian alam dan buah dimana emulgandum dan

emulgatornya sudah terdapat di dalamnya sehingga hanya perlu mengencerkan

dengan air saja. Contohnya : biji kacang, biji labu merah, dan daging buah

kelapa.

2. Emulsi buatan (Emulsa spuria)

Emulsi yang dibuat dari suatu emulgandum (emulsi alam) dan harus

ditambahkan dengan emulgator, kemudian dibuat corpus emulsi dengan cara

menambahkan air 11/2 kali jumlah emulgator dan diencerkan hingga diperoleh

cairan yang homogen. Kecuali untuk oleum ricini, emulgator yang ditambahkan

adalah ½ kali jumlah minyak yang ada dan ditambahkan air corpus sebanyak 2

½ kali jumlah emulgator yang digunakan.

Contoh bahan yang dapat digunakan sebagai emulgandum, yaitu :

1. Minyak lemak, contohnya : oleum cocos, oleum ricini, oleum sesami,

arachidis, oleum lini, oleumiecoris, dan lain-lain.

2. Lemak padat, contohnya : oleum cacao, cera flava, cera alba, cetaceum..

3. Minyak menguap, contohnya : oleum menthae pip, oleum rosae, dan creosot.

4. Balsam-balsam dan extrac fillicis.

5. Bahan-bahan obat yang larut dalam minyak, contohnya : menthol dan timol.

Tahap awal yang penting dalam pembuatan emulsi adalah pemilihan

emulgator (zat pengemulsi) dengan kualitas tertentu. Emulgator harus dapat

Page 13: Emulsi

dicampur dengan bahan lain, tidak mengganggu stabilitas atau efektivitas dari zat

terapetik, stabil, tidak toksik dalam jumlah yang digunakan dan mampu menjaga

stabilitas emulsi. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika :

1. Fase dalam atau fase terdispersi cenderung membentuk agregat dari bulatan-

bulatan.

2. Agregat dari bulatan-bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi

membentuk suatu lapisan pekat.

3. Semua atau sebagian cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk

suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.

Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar

muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja sebagai pelindung agar

butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi

dengan 3 jalan, yaitu :

1. Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika).

2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap

koalesen).

3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel.

Penggunaan Emulsi

Penggunaan Emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi untuk

pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian

dalam meliputi peroral atau injeksi intravena sedangkan untuk pemakaian luar

digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu linimen, lotion, krim, dan salep.

Emulsi untuk penggunaan oral biasanya mempuyai tipe M/A. Emulgator

merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa obat yang tidak

enak. Emulsi juga berfaedah untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding

usus. Emulsi parental banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk

hewan dan juga manusia .

Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi

M/A atau A/M, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang

akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolient

atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan dengan keadaan permukaan

Page 14: Emulsi

kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam

fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit (Ansel, 1928).

Pembuatan Emulsi

Dalam membuat emulsi dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu :

1. Metode Gom Basah (Metode Inggris)

Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengn sedikit air lalu

ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi

terlalu kental, ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan

diaduk lagi ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk

ditambahkan air sambil diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini

digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus

dilarutkan dulu dengan air .

2. Metode Gom Kering

Metode ini juga disebut metode 4:2:1 (4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1

bagian gom), selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya

ialah 4 bagian minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir

yang kering dan bersih sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air

sampai terjadi corpus emulsi. Ditambahkan sirup dan ditambahkan sisa air

sedikit demi sedikit, bila ada cairan alkohol hendaklah ditambahkan setelah

diencerkan sebab alkohol dapat merusak emulsi.

3. Metode HLB

Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenal

sifat relatif dari keseimbangan HLB (Hydrophiel-Lyphopiel Balance)

(Moh.Anief, 1993).

Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut, yaitu :

1. Flokulasi dan Creaming

Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana

masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.

2. Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )

Page 15: Emulsi

Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana

akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi

yang stabil .

3. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau

sebaliknya (Moh.Anief, 1993).

Teori Emulsifikasi

Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi, yaitu :

1. Teori Tegangan Permukaan

Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi

yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak

bercampur.

2. Teori Orientasi Bentuk Baji

Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya

kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat

suka terhadap air atau mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada bagian yang

suka dengan minyak atau larut dalam minyak (Lifofil).

3. Teori Film Plastik

Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan

masing-masing butir tetesan fase dispers dalam bentuk film yang plastis

(Moh.Anief, 1993).

Keuntungan sediaan emulsi

1. Menutupi rasa obat berupa minyak yang tidak enak.

2. Mempermudah absorpsi partikel minyak yang ukuran kecil.

3. Obat yang mengiritasi kulit dapat menjadi kurang mengiritasi jika dibuat fase

dalam.

4. Antiseptik 2 obat lain umumnya lebih efektif jika digunakan sebagai emulsi

minyaj dalam air.

5. Emulsi A/M lebih lembut dikulit untuk mencegah mengeringnya kulit dan

tidak mudah hilang bila terkena air.

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak

kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakain luar. Tipe krim ada 2, yaitu

Page 16: Emulsi

krim tipe minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M). Untuk membuat

krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik,

kationik, dan nonionik.