Emulsi
-
Upload
muhammad-agus-martjianto -
Category
Documents
-
view
35 -
download
3
description
Transcript of Emulsi
BAB IV
PEMBAHASAN
Resep 4
Pada resep 4 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan
untuk pemakaian oral. Obat ini berfungsi sebagai obat pencahar atau obat yang
digunakan untuk melancarkan buang air besar. Adapun bahan obat yang
digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :
1. Paraffin liquid berfungsi sebagai laksativum, yaitu obat yang meningkatkan
defekasi dan yang lebih lemah kerjanya daripada katarik (Ansel, 1928).
2. Gom arab berfungsi sebagai emulgator, yaitu bahan yang digunakan untuk
menyatukan 2 cairan yang berbeda agar dapat salin menyatu.
3. Vanilli berfungsi sebagai korigen, yaitu bahan yang digunakan untuk
memperbaiki aroma dari sediaan.
4. Etanol berfungsi sebagai pelarut.
5. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.
6. Sirupus simplex berfungsi sebagai pengental, untuk meningkatkan stabilitas
emulsi.
7. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.
Pada pengerjaan resep ini dibuat corpus emulsi dengan cara menggerus PGA
dan Paraffin liq sama banyak, setelah homogen ditambahkan air corpus sebanyak
1 ½ kali jumlah PGA, diaduk hingga homogen. PGA disini berfungsi untuk
menyatukan 2 fase yang berbeda. Emulgator ini bekerja dengan membentuk film
(lapisan) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi
mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispersi sebagai fase
terpisah. Paraffin liq berfungsi sebagai pencahar, zat ini tidak dicerna di saluran
lambung-usus dan hanya bekerja sebagai pelican bagi isi usus da tinja. Gunanya
untuk melunakkan tinja pada penyakit wasir. Penggunaannya dapat menimbulkan
iritasi di sekitar dubur. Kelemahan dari paraffin liq adalah sifatnya yang
mengurangi pnyerapan oleh tubuh dar zat-zat gizi, antara lain vitamin yang larut
dalam lemak (A, D, E, dan K). Bila diinhalasi, zat ini dapat mengakibatkan sejenis
radang paru-paru berbahaya. Sirupus simplex berfungsi sebagai pengental, untuk
meningkatakan stabilitas emulsi agar sediaan tidak mudah pecah. Pada resp ini
terdapat nipagin, zat ini berfungsi sebagai zat pengawet air, agar tidak mudah
ditumbuhi mikroorganisme. Selain itu pada resep ini terdapat vanilli, zat ini
berfungsi sebagai pengaroma, agar sediaan lebih mudah diterima pasien. Untuk
penanadaan resep ini dibarikan etiket putih, karena obat ini digunakan sebagai
obat dalam. Obat ini diminum sebelum makan, agar obat ini dapat diabsorbsi
dengan baik di dalam tubuh. Pada resep ini tidak digunakan etanol, karena etanol
dapat merusak emulsi atau membuat emulsi menjadi pecah.
Resep 5
Pada resep 5 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan
untuk pemakaian luar. Sediaan ini berfungsi sebagai sampo. Adapun bahan obat
yang digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :
1. Oleum cocos berfungsi sebagai emulgator.
2. KOH berfungsi sebagai emulgator.
3. Glyserol berfungsi sebagai pengental.
4. Borax berfungsi sebagai antoseptikum ekstern, yaitu obat yang digunakan
untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikrooganisme pada
permukaan kulit (Sulisti Gunawan, 1971).
5. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.
6. Nipasol berfungsi sebagai zat pengawet minyak.
7. Oleum rosae berfungsi sebagai pengaroma.
8. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.
Pada pengerjaan KOH dilarutkan dengan air dingin, karena KOH larut
dalam 1 bagian air, sedangkan untuk nipagin harus dilarutkan dengan air
mendidih, karena nipagin sukar larut dalam air dingin, tetapi larut dalam air
mendidih. Pada resep ini terdapat 2 zat pengawet, yaitu nipagin (fase air) dan
nipasol (fase Minyak). Kedua at pengawet ini berfungsi agar sediaan tidak mudah
ditumbuhi mikroorganisme dan agar tidak mudah rusak. Oleum cocos dan KOH
berfungsi sebagai emulgator, yaitu bahan yang dugunakan untuk menyatukan dua
cairan yang berbeda agar dapat saling menyatu. Emulgator ini bekerja dengan
membentuk film (lapisan) disekeliling butir-butir tetesan yang terdispersi dan film
ini berfungsi mencegah terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan disperse
sebagai fase terpisah. Zat aktif yang terkandung pada resep ini adalah borax yang
berfungsi untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme pada
permukaan kulit. Pada resep ini terdapat oleum rosae berfungsi sebagai
pengaroma, agar seidaan mudah diterima pasien. Untuk penandaan resep ini
diberikan etiket biru, karena sediaan ini digunakan sebagai obat luar. Sebelum
digunakan sediaan harus dikocok dahulu untuk menghomogenkan bahan obat
yang mengendap atau agar bahan obat (zat aktif) dapat terdispersi kembali dalam
cairan pembawa. Pada resep ini terdapat gliserin yang berfungsi sebagai
pengental, untuk meningkatkan stabilitas emulsi agar tidak mudah pecah. Jika
terjadi iritasi hentikan pemakaian, agar tidak memperburuk keadaan tubuh yang
mengalami iritasi, Sediaan ini berfungsi sebagai sampo.
Resep 6
Pada resep 6 ini praktikan membuat sediaan berupa emulsi yang ditujukan
untuk pemakaian luar. Sedaan ini berfungsi sebagai pelembab kulit. Adapun
bahan obat yang digunakan pada resep ini adalah sebagai berikut :
1. Mineral oil berfungsi sebagai emolient.
2. Stearic acid berfungsi sebagai emulgator.
3. Lanolin berfungsi sebagai emulgator.
4. Cetyl alcohol berfungsi sebagai emolient.
5. Arlacel 80 berfungsi sebagai emulgator.
6. Tween 80 berfungsi sebagai emulgator.
7. Propilenglikol berfungsi sebagai pelarut.
8. Nipagin berfungsi sebagai zat pengawet air.
9. Nipasol berfungsi sebagai zat pengawet minyak.
10. Oleum rosae berfungsi sebagai pengaroma.
11. Aquadest berfungsi sebagai pelarut.
12. Tocopherolum berfungsi sebagai antioxidant dan vitamin E.
a. Antioxidant yaitu obat yang dapat menangkap radikal oksigen dan
meniadakan efek buruknya. Senyawa ini berkhasiat menghalangi oksidasi
LDL-kolesterol (menjadi produk dengan efek atherogen) dan juga
menghambat agregasi trombosit (dan mungkin pembentukan trombus)
(Kirana Rahardja, 2002).
b. Vitamin E dalam dosis tinggi dapat mengurangi resiko ineksi (Rahardja
Kirana, 2002).
Pada pengerjaan resep ini dibuat fase minyak dengan meleburkan mineral
oil, adeps lanae, stearic acid, cetyl alcohol, arlacel 80, dan nipasol dalam cawan
porselen di atas tangas air. Pada pembuatan fase minyak disini dilakukan
peleburan, karena pada resep ini terdapat beberapa emulgator yang memiliki
konsistensi yang berbeda-beda, sehingga perlu dileburkan agar emulgator-
emulgator tersebut dapat menyatu dengan bahan yang lain termasuk dalam fase
minyak. Emulgator yang terdapat pada resep ini berfungsi agar antara fase air dan
fase minyak dapat menyatu. Fase air dibuat dengan cara nipagin dilarutkan
dengan air mendidih, kemidian ditambahkan propilenglikol, tween 80, dan
tokoferol. Nipagin dilarutkan dengan air mendidih, karena nipagin larut dalam 20
bagian air mendidih. Pada resep ini ditambahkan oleum rosae agar sediaan ini
memiliki aroma yang baik, sehingga mudah diterima pasien. Untuk penandaan
resep ini diberikan etiket biru, karena sediaan ini digunakan sebagai obat luar.
Sebelum digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu, agar sediaan dapat
terdispersi kembali. Jika terjadi iritasi hentikan pemakaian, agar tidak
memperburuk keadaan kulit yang mengalami iritasi.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Resep 4
Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian
oral dengan warna putih kecoklatan. Obat ini berfungsi sebagai obat pencahar atau
obat yang digunakan untuk melancarkan buang air besar. Zat aktif yang
terkandung pada resep ini adalah paraffin liquid. Obat ini diminum 1 x sehari 6
sendok teh setip malam ½ jam sebelum makan. Sebelum diminum obat harus
dikocok dahulu. Untuk penandaan resep ini diberikan etiket putih.
Resep 5
Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian
luar dengan warna kuning bening atau kuning pucat. Sediaan ini berfungsi sebagai
sampo. Zat aktif yang terkandung pada resep ini adalah borax. Sebelum
digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu. Untuk penandaan resep ini diberikan
etiket biru.
Resep 6
Hasil sediaan yang diperoleh berupa emulsi yang ditujukan untuk pemakaian
luar dengan warna putih. Sediaan ini berfungsi sebagai pelembab kulit. Zat aktif
yang terkandung pada resep ini adalah mineral oil, cetyl alcohol, dan tokoferol.
Sediaan ini digunakan dengan cara dioleskan pada permukaan kulit. Jika terjdi
iritasi hentikan pemakaian. Sebelum digunakan sediaan ini harus dikocok dahulu.
Untuk penandaan resep ini diberikan etiket biru.
5.2 Saran
Adapun saran yang ingin praktikan sampaikan kepada praktikan yang lain
maupun pada diri praktikan sendiri adalah dalam melakukan praktikum sebaiknya
dilakukan dengan hati-hati, teliti, cermat, dan sungguh-sungguh agar hasil yang di
dapat sesuai dengan yang diinginkan. Selain itu di dalam praktikum jangan
melakukan tindakan yang dapat membahayakan praktikan yang lain dan diri
sendiri. Sebelum melaksanakan praktikum sebaiknya praktikan mempersiapkan
diri untuk dapat melaksanakan praktikum dengan baik dan demi memperlancar
jalannya praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Anief, Moh. 1987. Ilmu Meracik Obat Cetakan VI. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Press.
Anonim. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Anonim. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, C. Howard. 1928. Pengantar Sediaan Farmasi. Jakarta : Universitas
Indonesia.
Gunawan, Sulistia. Dkk. 1971. Farmakologi Dan Terapi Edisi V. Jakarta :
Departemen Farmakologi Kedokteran - Universitas Indonesia.
Paraffit, Khatleen. 1999. Martindale, The Complete Drug Reference 28th. London :
Pharmaceutical Press :
Rahardja, Kirana dan Tan Hoan Tjay. 2002. Obat Obat Penting Edisi V. Jakarta :
PT. Elek Media Komputindo Klompok Gramedia.
Sirait, Midian dan Fauzi Kasim. 2008. Infomasi Sepesialite Obat Volume 43.
Jakarta : PT. ISFI.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud Praktikum
Adapun maksud dari praktikum ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui proses pembuatan obat
pada sediaan cair khususnya untuk sediaan emulsi.
2. Agar mahasiswa mampu membuat sediaan yang nantinya dapat
bermanfaat bagi pasien maupun masyarakat luas.
1.2 Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu :
1. Agar mahasiswa dapat membuat sediaan cair berupa emulsi dengan baik
dan benar sesuai dengan prinsip kerja.
2. Agar dapat memberikan pengalaman serta menambah keterampilan dalam
mengerjakan resep yang berisi sediaan emulsi.
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui fungsi dari masing-masing obat, efek
samping dari suatu obat, dan dapat memberikan informasi kepada pasien.
BAB II
DASAR TEORI
Emulsi adalah sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat
yang terdispersi dalam cairan pembawa dan distabilkan oleh zat pengemulsinya
atau surfaktan yang cocok (Farmakope Indonesia Ed.III).
Emulsi merupakan sediaan yang mengandung dua zat yang tidak dapat
bercampur, biasanya terdiri dari minyak dan air, dimana cairan yang satu
terdispersi menjadi butir-butir kecil dalam cairan yang lain. Dispersi ini tidak
stabil, butir-butir ini bergabung (koalesen) dan membentuk dua lapisan yaitu ar
dan minyak yang terpisah yang di bantu oleh zat pengemulsi (emulgator) yang
merupakan komponen yang paling penting untuk memperoleh emulsa yang stabil.
Semua emulgator bekerja dengan membentuk film (lapisan) di sekeliling
butir-butir tetesan yang terdispersi dan film ini berfungsi agar mencegah
terjadinya koalesen dan terpisahnya cairan dispersi sebagai zat pemisah.
Terbentuk dua macam tipe emulsi yaitu tipe M/A dimana tetes minyak terdispersi
dalam fase air dan tipe A/M dimana fase intern adalah air dan fase ekstern adalah
minyak.
Tipe-tipe emulgator
1. Bahan-bahan karbohidrat seperti zat-zat yang terjadi secara alami : Acacia
(gom), Tragakan, Agar, dan Pektin. Bahan-bahan ini membentuk koloida
hidrofilik bila ditambahkan ke dalam air dan umumnya menghasilkan emulsi
M/A.
2. Zat-zat protein seperti gelatin, kuning telur, kasein. Zat-zat ini menghasilkan
emulsi M/A.
3. Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti alkohol, cetyl alkohol, dan
gliserin monostearat. Bahan-bahan ini digunakan terutamasebagai zat
pengental dan penstabil untuk emulsi M/A dari lotio dan salep tertentu yang
digunakan sebagai obat luar.
4. Zat-zat pembasah yang bersifat kationik, anionic, dan ion-anionik. Zat-zat ini
mengandung gugus-gugus hidrofilik dan lipofilik dengan bagian lipofilikdari
molekul menyebabkan aktivitas permukaan dari molekul tersebut.
5. Zat padat yang terbagi halus, seperti tanah liat koloid termasuk bentonit,
magnesium hidrofilik, dan aluminium hidroksida, ini membentuk emulsi M/A.
Bila bahan yang tidak larut ditambahkan ke fase air akan lebih besar dari fase
minyaknya.
Dari asal emulgatornya, emulsi dibagi menjadi 2 macam, yaitu :
1. Emulsi alam (Emulsa vera)
Emulsi yang dibuat dari biji-bijian alam dan buah dimana emulgandum dan
emulgatornya sudah terdapat di dalamnya sehingga hanya perlu mengencerkan
dengan air saja. Contohnya : biji kacang, biji labu merah, dan daging buah
kelapa.
2. Emulsi buatan (Emulsa spuria)
Emulsi yang dibuat dari suatu emulgandum (emulsi alam) dan harus
ditambahkan dengan emulgator, kemudian dibuat corpus emulsi dengan cara
menambahkan air 11/2 kali jumlah emulgator dan diencerkan hingga diperoleh
cairan yang homogen. Kecuali untuk oleum ricini, emulgator yang ditambahkan
adalah ½ kali jumlah minyak yang ada dan ditambahkan air corpus sebanyak 2
½ kali jumlah emulgator yang digunakan.
Contoh bahan yang dapat digunakan sebagai emulgandum, yaitu :
1. Minyak lemak, contohnya : oleum cocos, oleum ricini, oleum sesami,
arachidis, oleum lini, oleumiecoris, dan lain-lain.
2. Lemak padat, contohnya : oleum cacao, cera flava, cera alba, cetaceum..
3. Minyak menguap, contohnya : oleum menthae pip, oleum rosae, dan creosot.
4. Balsam-balsam dan extrac fillicis.
5. Bahan-bahan obat yang larut dalam minyak, contohnya : menthol dan timol.
Tahap awal yang penting dalam pembuatan emulsi adalah pemilihan
emulgator (zat pengemulsi) dengan kualitas tertentu. Emulgator harus dapat
dicampur dengan bahan lain, tidak mengganggu stabilitas atau efektivitas dari zat
terapetik, stabil, tidak toksik dalam jumlah yang digunakan dan mampu menjaga
stabilitas emulsi. Umumnya suatu emulsi dianggap tidak stabil secara fisik jika :
1. Fase dalam atau fase terdispersi cenderung membentuk agregat dari bulatan-
bulatan.
2. Agregat dari bulatan-bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi
membentuk suatu lapisan pekat.
3. Semua atau sebagian cairan fase dalam tidak teremulsikan dan membentuk
suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau dasar emulsi.
Surfaktan dapat membantu pembentukan emulsi dengan mengabsorpsi antar
muka, dengan menurunkan tegangan iterfasial dan bekerja sebagai pelindung agar
butir-butir tetesan tidak bersatu. Emulgator membantu terbentuknya emulsi
dengan 3 jalan, yaitu :
1. Penurunan tegangan antar muka (stabilisasi termodinamika).
2. Terbentuknya film antar muka yang kaku (pelindung mekanik terhadap
koalesen).
3. Terbentuknya lapisan ganda listrik, merupakan pelindung listrik dari pertikel.
Penggunaan Emulsi
Penggunaan Emulsi dibagi menjadi 2 golongan yaitu emulsi untuk
pemakaian dalam dan emulsi untuk pemakaian luar. Emulsi untuk pemakaian
dalam meliputi peroral atau injeksi intravena sedangkan untuk pemakaian luar
digunakan pada kulit atau membran mukosa yaitu linimen, lotion, krim, dan salep.
Emulsi untuk penggunaan oral biasanya mempuyai tipe M/A. Emulgator
merupakan film penutup dari minyak obat agar menutupi rasa obat yang tidak
enak. Emulsi juga berfaedah untuk menaikkan absorpsi lemak melalui dinding
usus. Emulsi parental banyak digunakan pada makanan dan minyak obat untuk
hewan dan juga manusia .
Emulsi yang dipakai pada kulit sebagai obat luar bisa dibuat sebagai emulsi
M/A atau A/M, tergantung pada berbagai faktor seperti sifat zat terapeutik yang
akan dimasukkan ke dalam emulsi, keinginan untuk mendapatkan efek emolient
atau pelembut jaringan dari preparat tersebut dan dengan keadaan permukaan
kulit. Zat obat yang mengiritasi kulit umumnya kurang mengiritasi jika ada dalam
fase luar yang mengalami kontak langsung dengan kulit (Ansel, 1928).
Pembuatan Emulsi
Dalam membuat emulsi dapat dilakukan dengan 3 metode, yaitu :
1. Metode Gom Basah (Metode Inggris)
Yaitu dengan membuat mucilago yang kental dengn sedikit air lalu
ditambahkan minyak sedikit demi sedikit dengan diaduk cepat. Bila emulsi
terlalu kental, ditambahkan air sedikit demi sedikit agar mudah diaduk dan
diaduk lagi ditambah sisa minyak. Bila semua minyak sudah masuk
ditambahkan air sambil diaduk sampai volume yang dikehendaki. Cara ini
digunakan terutama bila emulgator yang akan dipakai berupa cairan atau harus
dilarutkan dulu dengan air .
2. Metode Gom Kering
Metode ini juga disebut metode 4:2:1 (4 bagian minyak, 2 bagian air dan 1
bagian gom), selanjutnya sisa air dan bahan lain ditambahkan. Caranya
ialah 4 bagian minyak dan 1 bagian gom diaduk dan dicampur dalam mortir
yang kering dan bersih sampai tercampur benar, lalu ditambahkan 2 bagian air
sampai terjadi corpus emulsi. Ditambahkan sirup dan ditambahkan sisa air
sedikit demi sedikit, bila ada cairan alkohol hendaklah ditambahkan setelah
diencerkan sebab alkohol dapat merusak emulsi.
3. Metode HLB
Dalam hal ini berhubungan dengan sifat-sifat molekul surfaktan mengenal
sifat relatif dari keseimbangan HLB (Hydrophiel-Lyphopiel Balance)
(Moh.Anief, 1993).
Ketidakstabilan emulsi dapat digolongkan sebagai berikut, yaitu :
1. Flokulasi dan Creaming
Merupakan pemisahan dari emulsi menjadi beberapa lapis cairan, dimana
masing-masing lapis mengandung fase dispers yang berbeda.
2. Koalesen dan pecahnya emulsi ( Craking atau breaking )
Pecahnya emulsi yang bersifat tidak dapat kembali. Penggojokkan sederhana
akan gagal untuk mengemulsi kembali butir-butir tetesan dalam bentuk emulsi
yang stabil .
3. Inversi adalah peristiwa berubahnya tipe emulsi M/A ke tipa A/M atau
sebaliknya (Moh.Anief, 1993).
Teori Emulsifikasi
Ada 3 teori tentang pembentukan emulsi, yaitu :
1. Teori Tegangan Permukaan
Teori ini menjelaskan bahwa emulsi terjadi bila ditambahkan suatu substansi
yang menurunkan tegangan antar muka diantara 2 cairan yang tidak
bercampur.
2. Teori Orientasi Bentuk Baji
Teori ini menjelaskan fenomena terbentuknya emulsi dengan dasar adanya
kelarutan selektif dari bagian molekul emulgator, ada bagian yang bersifat
suka terhadap air atau mudah larut dalam air (hidrofil) dan ada bagian yang
suka dengan minyak atau larut dalam minyak (Lifofil).
3. Teori Film Plastik
Teori ini menjelaskan bahwa emulgator ini mengendap pada permukan
masing-masing butir tetesan fase dispers dalam bentuk film yang plastis
(Moh.Anief, 1993).
Keuntungan sediaan emulsi
1. Menutupi rasa obat berupa minyak yang tidak enak.
2. Mempermudah absorpsi partikel minyak yang ukuran kecil.
3. Obat yang mengiritasi kulit dapat menjadi kurang mengiritasi jika dibuat fase
dalam.
4. Antiseptik 2 obat lain umumnya lebih efektif jika digunakan sebagai emulsi
minyaj dalam air.
5. Emulsi A/M lebih lembut dikulit untuk mencegah mengeringnya kulit dan
tidak mudah hilang bila terkena air.
Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak
kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakain luar. Tipe krim ada 2, yaitu
krim tipe minyak dalam air (M/A) dan air dalam minyak (A/M). Untuk membuat
krim digunakan zat pengemulsi, umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik,
kationik, dan nonionik.