ELLA ROYATI (20.11.000.195)

21
` JURNAL PENGARUH KEPEMIMPINAN, PELATIHAN DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KINERJA KADER POSYANDU DALAM HAL KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMAS KIBIN KABUPATEN SERANG OLEH : ELLA ROYATI 20.11.000.195 PEMINATAN ILMU KESEHATAN REPRODUKSI

Transcript of ELLA ROYATI (20.11.000.195)

Page 1: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

`

JURNAL

PENGARUH KEPEMIMPINAN, PELATIHAN DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KINERJA KADER POSYANDU DALAM HAL

KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMASKIBIN KABUPATEN SERANG

OLEH :ELLA ROYATI

20.11.000.195

PEMINATAN ILMU KESEHATAN REPRODUKSIPROGRAM STUDI PASCASARJANA ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA MAJU2014

Page 2: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

PENGARUH KEPEMIMPINAN, PELATIHAN DAN SARANA PRASARANA TERHADAP KINERJA KADER POSYANDU DALAM HAL

KESEHATAN REPRODUKSI DI PUSKESMASKIBIN KABUPATEN SERANG

Ella Royati1, Hasnerita2, 1Puskesmas Kibin Kabupaten Serang

2Dosen Progam Studi Pascasarja Ilmu Kesehatan masyarakat [email protected], [email protected]

ABSTRAK

Kinerja kader posyandu adalah tingkat keberhasilan seorang kader dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan uraian tugas dan jabatan yang diberikan sebagai kader posyandu. Tujuan umum penelitian adalah diketahuinya pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran pengaruh dari kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana-prasarana terhadap kinerja kader posyandu dalam hal kesehatan reproduksi di Puskesmas Kibin Kabupaten Serang Banten tahun 2012. Penelitian menggunakan metode kuantitatif, desain ex post facto dan pendekatan cross sectional. Besar sampel = total populasi yaitu sebesar 133 responden. Data yang dikumpulkan adalah data primer berupa kuesioner. Data diolah dan dianalisis mengunakan program statistik berbasis komputer yaitu SPSS dan PLS (partial least square). Hasil penelitian 1) kepemimpinan koordinator kader mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan dengan T-Statistic 11.315768 > 1.96; RSquare 0, Total effect 0.707847. 2) pelatihan tidak mempunyai pengaruh signifikan dengan T-Statistic 0.191209 < 1.96; RSquare 0.455897, total effect 0.019791. 3) sarana prasarana mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja dengan T-Statistic 4.071037 > 1.96; RSquare 0,325, total effect 0.383180. 4) Q2 85,58%. Simpulan: terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung secara signifikan antara kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana prasarana terhadap kinerja kader posyandu. Disarankan bagi koordinator kader posyandu untuk meningkatkan fungsi kepemimpinannnya, meningkatkan mutu pelatihan yang tepat sasaran serta menambah sarana prasarana yang lebih memadai agar kader dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya semaksimal mungkin.

Kata kunci : kepemimpinan, pelatihan, sarana prasarana, kinerja.

ABSTRACT

Posyandu performance is the success rate of a cadre in performing their duties and functions in accordance with the job description and position is given as posyandu. The general objective of the research was known direct and indirect effects as well as the amount of influence of the leadership cadre posyandu coordinator, training and infrastructure to posyandu performance in terms of reproductive health at the health center Kibin Serang Banten in 2012. Research using quantitative methods, design and ex post facto cross-sectional approach. Sample size = total population of 133 respondents. Data collected primary data in the form of a questionnaire. Data were processed and analyzed using the computer-based statistical program SPSS and PLS (partial least square). The results: 1) leadership of leader coordinator has a positive and significant effect of the T-Statistic 11.315768 > 1.96; RSquare 0, Total effect 0.707847. 2) training had no significant effect with T-Statistic 0.191209 < 1.96; RSquare 0.455897, total effect 0.019791. 3) infrastructure has a positive and significant effect on the performance of the T-Statistic 4.071037 > 1.96; RSquare 0.325, total effect 0.383180 4) Q2 85.58%. Conclusion: there is a direct and indirect influence significantly between leadership of posyandu coordinator leader, training and infrastructure to posyandu performance leader. Suggested for leadership of posyandu leader coordinator to improve function leadership, improve the quality of training is right on target as well as adding a more adequate infrastructure for cadres to carry out their duties and responsibilities as much as possible.

Keywords : leadership, training, infrastructure, performance

Page 3: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

1

PendahuluanTarget pencapaian Millennium

Development Goals (MDG’s) Tahun 2015 dalam menurunkan angka kematian ibu (AKI) 102 per 1.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 25 per 1.000 kelahiran hidup menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di Indonesia. Dalam rangka membantu percepatan penurunan angka kesakitan dan kematian ibu (AKI) dan bayi (AKB) di Indonesia maka perlu upaya ekstra yang berkesinambungan dengan fokus utama meningkatkan akses, cakupan serta kualitas pelayanan disetiap level/fasilitas pelayanan. Dari target MDG’s 102 per 100.000 kelahiran hidup (KH), pada tahun 2007 AKI telah mengalami penurunan dari 228 per 100.000 menjadi 118 per 100.000 KH. Sedangkan target AKB pada MDGs 23 per 1000 KH, pada tahun yang sama tercatat mengalami penurunan dari 34 per 1.000 menjadi 24 per 1.000 KH. 1

Angka Kematian Bayi (AKB) di Provinsi Banten mencapai 22,8 dari 1.000 kelahiran hidup, melampaui rata-rata nasional dan target sasaran pembangunan millennium (Millennium Development Goals/MDG’s). AKB nasional 2010 sebesar 35 dari 1.000 kelahiran hidup. Sedangkan target MDG’s pada tahun 2015, AKB dipatok sebanyak 25 orang per 1.000 kelahiran hidup. Pemerintah Provinsi Banten telah melaksanakan berbagai upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, seperti peningkatan akses kesehatan bagi seluruh masyarakat. Selain itu, melaksanakan upaya peningkatan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kesehatan. Hasilnya beberapa indikator utama bidang kesehatan berhasil melampaui rata-rata nasional. Angka kematian ibu (AKI) melahirkan, tahun 2010 mencapai 187,3 per 1.000 kelahiran hidup, sedangka rata-rata nasional berada pada angka 228 per 1.000 kelahiran hidup. Angka kematian bayi (AKB) 22,8 per 1.000 kelahiran hidup, dan rata-rata nasional sebesar 35 per 1.000 kelahiran hidup. Bahkan AKB di Provinsi Banten telah melampaui target MDG’s 2015. Pemerintah Provinsi Banten akan berhasil mencapai target MDG’s pada indikator utama bidang kesehatan lainnya, antara lain AKI 102 per 1.000 kelahiran hidup tahun 2015, prevalensi balita kurang gizi 15,5%, persalinan oleh tenaga kesehatan. Pemerintah Provinsi Banten terus berusaha keras mencapai target-terget MDG’s tersebut, melalui kampanye menggalakan gerakan hidup sehat dan

meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan. 2

Pembentukan kader merupakan salah satu metode pendekatan edukatif untuk mengaktifkan masyarakat dalam pembangunan bidang kesehatan. Di samping itu pula diharapkan menjadi pelopor pembaharuan dalam pembangunan bidang kesehatan. Untuk meningkatkan peran serta masyarakat tersebut, maka dilakukan latihan dalam upaya memberikan keterampilan dan pengetahuan tentang pelayanan kesehatan disesuaikan dengan tugas yang diembannya. Para ahli mengemukakan bahwa untuk menimbulkan partisipasi dan menggerakkan masyarakat perlu dibentuk wakilnya dalam bidang kesehatan yang nantinya akan membantu program pelayanan guna mencapai kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar terwujud derajat kesehatan yang optimal Pola pikir pembentukan kader kesehatan berdasarkan prinsip: pertama, dari segi pengorganisasian, bentuk pengorganisasian yang seperti itu diaplikasikan dalam bentuk kegiatan keterpaduan KB kesehatan yang telah dikenal dengan nama Posyandu; kedua, dari segi kemasyarakatan, perilaku kesehatan tidak terlepas daripada kebudayaan masyarakat. Dengan terbentuknya kader kesehatan, pelayanan kesehatan yang selama ini dikerjakan oleh petugas kesehatan saja dapat dibantu oleh masyarakat. Dengan demikian masyarakat bukan hanya merupakan objek pembangunan, tetapi juga mitra pembangunan itu sendiri. 4

Kader adalah warga masyarakat setempat yang dipilih dan ditinjau oleh masyarakat dan dapat bekerja secara sukarela. Sedangkan menurut Santoso Karo-Karo, kader yang dinamis dengan pendidikan rata-rata tingkat desa teryata mampu melaksanakan beberapa hal yang sederhana, akan tetapi berguna bagi masyarakat sekelompoknya meliputi: a) Pengobatan/ringan sederhana, pemberian obat cacing pengobatan terhadap diare dan pemberian larutan gula garam, obat-obatan sederhan dan lain-lain; b) Penimbangan dan penyuluhan gizi; c) Pemberantasan penyakit menular, pencarian kasus, pelaporan vaksinasi, pemberian distribusi obat/alat kontrasepsi KB penyuluhan dalam upaya menanamkan NKKBS: d) Peyediaan dan distribusi obat/alat kontasepsi KB penyuluhan dalam upaya menamakan NKKBS; e) Penyuluhan kesehatan dan bimbingan upaya keberhasilan lingkungan, pembuatan jamban

Page 4: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

2

keluarga da sarana air sederhana; f) Penyelenggaraan dana sehat dan pos kesehatan desa dan lain-lain. 5

Kader adalah anggota masyarakat yang dipilih dari dan oleh masyarakat setempat, disetujui dan dibina oleh LKMD. Dalam pelaksanaan kegiatannya, kader bertanggung jawab pada masyarakat melalui LKMD (. LKMD (sekarang BPD) dan kepala desa bertanggung jawab dalam pembinaan posyandu di tingkat desa. Oleh karena itu, kepemimpinan kepala desa sangat berpengaruh terhadap kinerja kader posyandu. Oleh karena itu, pergantian kepala desa yang terjadi lima tahun sekali sering menjadi penyebab menurunnya kinerja kader posyandu. Pergantian kepala desa kadang diikuti dengan pergantian pengurus lembaga formal dan non formal tingkat desa termasuk posyandu dan melakukan perubahan terhadap kebijakan yang sudah ditetapkan kepala desa sebelumnya. Hal tersebut akan mengganggu kinerja kader yang seharusnya semakin ditingkatkan dari tahun ke tahun. Untuk menghadapi permasalahan ini, sebaiknya kepala desa yang baru tidak melakukan penggantian terhadap kader posyandu yang sudah ada, serta meneruskan program kerja posyandu yang sudah ditetapkan dengan melakukan pembinaan yang lebih baik.6

Agar memiliki kinerja yang baik, kepala desa harus membina kader dengan menerapkan manajemen kader dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen yang meliputi: adalah proses perencanaan, pengorganisasian, penggerakkan, pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumber daya organisasi agar tercapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan. 7 Perencanaan program kerja posyandu serta pengelolaannya dilaksanakan oleh kepala desa serta masyarakat sendiri dalam wadah BPD (Badan Musyawarah Desa) dengan mendapat bantuan dari instansi kesehatan setempat. Pengorganisasian dilakukan dengan merancang struktur organisasi posyandu, memilih kader yang akan mengelola posyandu tersebut, serta menentukan tugas dan tanggung jawab kader tersebut. Fungsi penggerakkan dilakukan kepala desa dengan mengarahkan, memimpin, membina dan mempengaruhi kader posyandu agar melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik. Fungsi pengawasan dilakukan dengan melakukan kunjungan berkala pada hari buka posyandu sehingga tujuan posyandu yang telah ditetapkan bersama akan terwujud.

Kinerja adalah merupakan perilaku yang nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan (Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja antara lain: 1) faktor individu: kemampuan, keterampilan, latar belakang keluarga, pengalaman kerja, tingkat sosial dan demografi, (2) faktor psikologis: persepsi, peran, sikap, kepribadian, motivasi, dan kepuasan kerja, dan (3) faktor organisasi: struktur organisasi, desain pekerjaan, kepemimpinan, dan sistem penghargaan, pelatihan danengembangan serta peralatan dan teknologi. 8

Ilyas menyatakan bahwa kinerja seorang kader posyandu dipengaruhi oleh variabel individu dan psikologis. Variabel individu terdiri dari kemampuan dan keterampilan, tingkat sosial dan pengalaman serta karakteristik demografis seperti umur; sedangkan variabel psikologis meliputi kepribadian dan motivasi. Pramudho, menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader sangat ditentukan oleh karakteistik dan pelatihan kader. Karakteristik tersebut di antaranya umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan lama menjadi kader. Sayogyo juga menyatakan bahwa kinerja kader sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi kader. 9

Ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan, pelatihan, sarana prasarana, secara simultan terhadap kinerja kader posyandu. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada dinas kesehatan untuk meningkatkan kinerja kader koordinator dengan memberikan penghargaan terhadap kader koordinator melalui mekanisme tertentu, misalnya kompensasi/insentif yang memadai, memperbaiki dan melengkapi sarana prasarana, kesempatan mendapatkan pelatihan, memberikan motivasi dan memperbaiki kepemimpinan melalui struktur organisasi yang baik. 12

Efektifitas pelatihan juga tergantung pada upaya persiapan penyelengaraan dan fasilitas atau sarana pelatihan yang memadai. Kirkpatrick menyatakan bahwa fasilitas pelatihan yang baik turut mempengaruhi sikap dari peserta pelatihan. Indikator pelatihan antara lain: tujuan pelatihan, analisa kebutuhan pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, instruktur pelatihan, dan evaluasi pelatihan. 13

Page 5: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

3

Sarana prasarana menjadi komponen yang tidak kalah penting yang mempengaruhi kinerja. Menurut Depkes, salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat.4

Hasil yang diharapkan dari pemenuhan sarana-prasarana di posyandu antara lain: 1) Terselenggaranya kegiatan Posyandu secara rutin dan berkesinambungan, 2) Meningkatnya kualitas kemampuan dan keterampilan kader Posyandu, 3) Meningkatnya kinerja kader posyandu, 4) Terpenuhinya kelengkapan sarana, alat dan obat Posyandu, 5) Meningkatnya frekwensi dan kualitas pembinaan, 6) Terselenggaranya pemantapan kelembagaan Posyandu. 4

Pada penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, diketahui bahwa di wilayah Kecamatan Kibin terdapat 40 unit posyandu dengan 200 kader. Dari jumlah 200 kader tersebut, hanya 70% atau sejumlah 140 orang saja yang aktif. Hal tersebut berarti rata-rata kader yang aktif tiap posyandu adalah kurang lebih 4 orang. Sedangkan syarat minimal posyandu yang baik (posyandu madya) harus mempunyai 5 orang atau lebih kader aktif dan jumlah kader yang aktif pada hari buka posyandu merupakan salah satu indikator kinerja kader posyandu. 6

Atas dasar pembahasan tersebut, maka perlu diadakan penelitian mengenai “pengaruh kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan, dan sarana-prasarana terhadap kinerja kader posyandu dalam hal kesehatan reproduksi di Puskesmas Kibin Kabupaten Serang tahun 2012”. Melalui penelitian tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi peningkatan kinerja kader posyandu di wilayah Kecamatan Kibin.

Kinerja kader posyandu adalah tingkat keberhasilan seorang kader dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan uraian tugas dan jabatan yang diberikan sebagai kader posyandu pada persiapan hari buka posyandu, pelaksanaan hari buka posyandu dan setelah buka posyandu. Penilaian kinerja sangat dibutuhkan tidak saja bagi pengembangan organisasi, melainkan juga bagi individu yang bersangkutan. Bagi organisasi publik, kinerja pegawai yang tinggi di samping meningkatkan kinerja organisasi, juga meningkatkan kualitas pelayanan kepada masyarakat. Jadi, penilaian

terhadap kinerja kader posyandu diharapkan akan meningkatkan kinerja kader posyandu sehingga mendorong peningkatan kualitas pelayanan kepada masyarakat khususnya yang memiliki anak balita, PUS dan WUS.

Indikator-indikator yang dapat dijadikan ukuran dalam mengkaji tingkat kinerja seseorang yaitu: kualitas pekerjaan, penempatan, ketrampilan, inisiatif, kapabilitas dan komunikasi. Sedangkan Hasil penelitian Jantan menyatakan kinerja seorang karyawan akan baik jika mempunyai keahlian yang tinggi, kesediaan untuk bekerja, adanya imbalan atau upah yang layak dan harapan masa depan. 14

Efektifitas pelatihan juga tergantung pada upaya persiapan penyelengaraan dan fasilitas atau sarana pelatihan yang memadai. Kirkpatrick menyatakan bahwa fasilitas pelatihan yang baik turut mempengaruhi sikap dari peserta pelatihan. Indikator pelatihan antara lain: tujuan pelatihan, analisa kebutuhan pelatihan, materi pelatihan, metode pelatihan, instruktur pelatihan, dan evaluasi pelatihan. 13

Sarana prasarana juga menjadi variabel yang tidak kalah penting dalam meningkatkan kineja. Indikator sarana prasarana posyandu antara lain kecukupan pengadaan sarana prasarana pelayanan posyandu antara lain: a) Sarana pelayanan kesehatan, b) Sarana pelayanan penyuluhan, c) Sarana administrasi, dan d) Mebelair dan tempat pelayanan dan dukungan lingkungan.

Pada penelitian pendahuluan yang penulis lakukan di Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten, diketahui bahwa di wilayah Kecamatan Kibin terdapat 40 unit posyandu dengan 200 kader. Dari jumlah 200 kader tersebut, hanya 70% atau sejumlah 140 orang saja yang aktif. Hal tersebut berarti rata-rata kader yang aktif tiap posyandu adalah kurang lebih 4 orang. Sedangkan syarat minimal posyandu yang baik (posyandu madya) harus mempunyai 5 orang atau lebih kader aktif dan jumlah kader yang aktif pada hari buka posyandu merupakan salah satu indikator kinerja kader posyandu.

Atas dasar penjelasan terkait pentingnya teori tersebut, maka penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “bagaimanakah pengaruh kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana-prasarana terhadap kinerja kader posyandu dalam hal kesehatan reproduksi di Puskesmas Kibin Kabupaten Serang Banten tahun 2012”.

Page 6: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

4

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung serta besaran pengaruh dari kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana-prasarana terhadap kinerja kader posyandu dalam hal kesehatan reproduksi di Puskesmas Kibin Kabupaten Serang Banten tahun 2012

Metode

Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang menggunakan pendekatan variabel untuk membuktikan adanya hubungan sebab-akibat, dengan cara melakukan pengumpulan data pada sampel, untuk kemudian dilakukan analisis statistik dan hasilnya digeneralisasi ke populasi di mana sampel berasal. 15

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah ex post facto dengan pendekatan cross sectional (potong lintang).

Dalam penelitian ini, tidak dilakukan pengendalian atau perlakuan tertentu terhadap variabel penelitian. Peneliti hanya meneliti efek kejadian yang telah terjadi secara alamiah, kemudian mengamati hubungan kausalitas antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dalam hal ini, peneliti melakukan penelitian terhadap efek hubungan kausalitas antara kepemimpinan, pelatihan, sarana-prasarana dan motivasi baik secara sendiri-sendiri maupun simultan terhadap kinerja kader posyandu.

Penelitian dilaksanakan di posyandu yang berada di wilayah Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Penelitian dilaksanakan kurang lebih selama satu bulan, yaitu pada bulan Januari 2013.

Populasi terjangkau dalam penelitian ini adalah seluruh kader posyandu yang bertugas di posyandu yang berada di wilayah Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten pada hari buka posyandu pada saat penelitian ini diadakan. Sampel dalam penelitian ini adalah kader posyandu yang hadir dan bertugas pada hari buka posyandu pada saat penelitian dilaksanakan di posyandu yang berada di wilayah Kecamatan Kibin, Kabupaten Serang, Provinsi Banten. Besarnya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah total populasi terjangkau.

Untuk mengkaji hubungan antar-peubah dan menemukan model empiris hubungan antar peubah dan faktor-faktor pendukungnya, digunakan analisis PLS (Partial Least Square) menggunakan program SmartPLS.

Hasil.Data penelitian dikumpulkan dengan

membagikan kuesioner mengenai pengaruh kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan, sarana-prasarana terhadap kinerja kader posyandu di Puskesmas Kibin Serang Banten.

Menurut pengelompokan berdasarkan usia, sebagian besar resoonden berusia 31-40 tahun yaitu 68 orang (51,13%), usia 20-30 tahun sebanyak 37 responden (27,82%), usia 41-50 tahun sebanyak 28 orang (21,05%). Berdasarkan pekerjaan, sebagian besar respoonden berprofesi sebagai IRT yaitu 114 reponden (85,71%), bekerja sebagai karyawati 3 responden (2,26%), bekerja sebagai PNS 11 responden (11%), dan yang berprofesi sebagai wiraswasta 5 responden (3,76%).

Pengelompokkan berdasarkan status perkawinan diketahui bahwa hampir seluruh responden yaitu 131 orang berstatus kawin (98,50%) dan 2 responden berstatus lajang (1,5%).yang tidak memiliki pekerjaan sebanyak 26 orang (86,7%) dan swasta sebanyak 4 orang (13,3%).

Pengelompokkan berdasarkan lama bertugas diketahui bahwa sebagian besar kader yaitu 97 orang bertugas 1-5 tahun (72,93%), 19 orang kader bertugas 6-10 tahun (14,29%), 14 kader bertugas 11-15 tahun (10,53%), dan 3 kader telah bertugas 16-20 tahun (2,26%).

Untuk melihat variasi total jawaban responden per variabel terhadap karakteristik dilakukan Chi-Square test. Variabel kinerja kader tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil Chi Square dengan tingkat signifikasi (α=5%) menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) > 0,05, kecuali untuk status kader yang menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) < 0,05.

Begitu juga dengan variabel kepemimpinan kader posyandu, pelatihan dan sarana prasarana tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil Chi Square dengan tingkat signifikasi (α = 5%) menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) > 0,05 kecuali untuk variabel lama bertugas yang menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) < 0,05.

Hasil evaluasi signifikansi outer model diatur dalam output PLS dibawah ini dengan mengevaluasi refleksi nilai faktor loading melalui evaluasi outer model dan evalausi inner model.Gambar faktor loading dan T statistik melalui evaluasi outer model dan evalausi inner model dapat diligat pada gambar 1 dan 2

Page 7: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

5

Evaluasi Outer Model

Evaluasi model pengukuran dengan square root of average variance extracted adalah membandingkan nilai akar AVE dengan korelasi antar konstruk. Dari output PLS diketahui bahwa hasil akar dari semua konstruk lebih besar daripada korelasi antar konstruk. Nilai AVE untuk semua konstruk lebih besar atau mendekati 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi pengukuran model memiliki diskriminan validity yang baik. nilai Alpha Cronbach’S (AC) > 0,7 untuk variabel-variabel kinerja, kepemimpinan dan pelatihan. Sedangkan variabel sarana prasarana mempunyai nilai Alpha Cronbach’S (AC) < 0,7.

Evaluasi Inner Model

Sedangkan ditinjau dari nilai composite reliabilitiy semua variabel reliabel. Dari output PLS hasil akar dari semua konstrak lebih besar daripada korelasi antar konstrak. Nilai AVE untuk semua konstrak lebih besar dari 0,5 sehingga dapat disimpulkan bahwa evaluasi pengukuran model memiliki diskriminan validity yang baik. Evaluasi model pengukuran dengan Square root of avarage variance extracted adalah membandingkan nilai akar AVE dengan korelasi antar konstruk. Dari tabel diatas terlihat bahwa nilai akar AVE setiap konstruk.

Hasil evaluasi signifikansi outer model

diatur dalam output PLS dengan mengevaluasi

Gambar 1. Output PLS (Faktor Loading)

Gambar 2. Output PLS (T-Statistic)

Page 8: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

6

refleksi nilai T-Statistic indikator terhadap variabelnya. Dari gambar diatas menyatakan bahwa nilai T statistik di refleksikan terhadap variabelnya sebagian besar > 1,96, sehingga menunjukkan blok indikator berpengaruh positif dan signifikan untuk merefleksikan variabelnya. Inner Model disebut juga dengan model struktural dapat dievaluasi dengan melihat uji nilai R Square, uji hipotesis T-Statistik, pengaruh variabel langsung dan tidak langsung dan predictive relavance (nilai Q square).

Nilai R-Square berfungsi untuk menilai besaran keragaman atau variasi data penelitian terhadap fenomena yang sedang dikaji. Berikut hasil outputnya dalam bentuk tabel, yaitu :

Tabel 1. Evaluasi Nilai R Square Menurut Variabel Penelitian

Variabel R Square

Kinerja 0.600403Kepemimpinan 0

Pelatihan 0.455897Sarana-prasarana 0.324760

Sumber: output SmartPLS 2.0, 2014

Berdasarkan tabel dapat dilihat bahwa kepemimpinan berpengaruh langsung terhadap kinerja kader yaitu sebesar 47,66; pelatihan berpengaruh langsung terhadap kinerja kader yaitu sebesar 1,97%; sarana prasarana berpengaruh langsung terhadap kinerja yaitu sebesar 38,22%. Sedangkan untuk pengaruh tidak langsung kepemimpinan terhadap kinerja didapat dari pengaruh kepemimpinan terhadap pelatihan (0.648360) dikali pengaruh pelatihan terhadap kinerja (0.019791) dan dijumlahkan dengan pengaruh kepemimpinan terhadap kinerja (0.4766) yang menghasilkan angka pengaruh tidak langsung kepemimpinan terhadap terhadap kinerja sebesar 0.489472 (48,95%). Pengaruh Variabel tidak langsung

Besaran variabel yang mempengaruhi terhadap variabel yang dipengaruhinya, caranya dengan menggunakan koefisien determinasi (R square). Nilai R Square variabel kinerja menunjukkan nilai R Square sebesar 0.600403, variabel kepemimpinan menunjukkan nilai R Square 0, variabel pelatihan menunjukkan R Square 0.455897 dan variabel sarana prasarana

menunjukkan nilai R Square 0.324760.

Diketahui bahwa variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan pada taraf 95% karena memiliki nilai T-Statistic 11.315768 > 1.96, sarana prasarana mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pada taraf 95% karena memiliki nilai T-Statistic 4.071037 > 1.96 dan kepemimpinan terhadap sarana prasarana memiliki pengaruh yang positif dan signifikan karena memiliki nilai T-Statistic 7.967012 > 1.96. Kecuali untuk pengaruh pelatihan terhadap kinerja yang mempunyai T-Statistic 0.19120 dan sarana prasarana terhadap pelatihan pengaruhnya tidak signifikan.

sarana prasarana terhadap kinerja didapatkan dengan mengalikan pengaruh sarana prasarana terhadap pelatihan (0.045299) dikalikan pengaruh pelatihan terhadap kinerja (0.019791) ditambah sarana prasarana terhadap kinerja (0.382284) didapatkan hasil sebesar 0.383181 (38,32%). Total effect diketahui bahwa kepemimpinan koordinator kader memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja kader posyandu yaitu sebesar 0.707847 dibandingkan dengan variabel lainnya. Jadi dapat disimpulkan bahwa total pengaruh langsung dan tidak langsung variabel kepemimpinan terhadap kinerja adalah 0.707847 (70,78%), pengaruh langsung dan tidak langsung pelatihan terhadap kinerja 0.019791 (1,98%), pengaruh langsung dan tidak langsung sarana prasarana terhadap kinerja 0.383180 (38,32%). Persamaan matematis dari

Sumber LVcorrelation

Direct Rho

Indirect Rho Total Direct

%Indirect

%Total

%

Kepemimpinan 0.707847 0.477 0.01296 0.489 33.7 43,7 34.13

Pelatihan 0.499701 0.020 0 0.020 0.99 0 0.99

Sarana dan Prasarana 0.662124 0.382 0.0009 0.00034 25.3 1,9 25.32

Total 60.0% 45,6%

Tabel 2 Persentase Pengaruh Antar Variabel

Page 9: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

7

model pengaruh langsung dan tidak langsung kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana prasarana terhadap kinerja kader posyandu adalah sebagai berikut:

= 0.707847ε1 + 0.019791ε2 + 0.383180ε3 + ξ

Nilai Q-square berfungsi untuk menilai besaran keragaman atau variasi data penelitian terhadap fenomena yang sedang dikaji dan hasilnya sebagai berikut: Q2 = 1- (1-R1

2)(1-R22)

= 1 – (1-0.600)(1-0)(1-0.466)(1-0.325)

= 1 – (0.4)(1)(0.534)(0.675) = 0.8558 = 85,58 %

Q2 predictive relavance sebesar 85,58% bermakna bahwa model dapat menjelaskan fenomena yang sedang dikaji sebesar 85,58% atau dengan kata lain, model mampu menjelaskan variablitas data sebesar 85,58%, sedangkan sisanya yaitu 14,42% dipengaruhi oleh variabel lain.

DiskusiPengaruh Kepemimpinan Koordinator Kader Terhadap Kinerja Kader Posyandu

Hasil pengujian PLS menyatakan bahwa variabel kepemimpinan koordinator kader posyandu tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil Chi Square dengan tingkat signifikasi (α = 5%) menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) > 0,05 kecuali untuk variabel lama bertugas yang menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) < 0,05.

Uji signifikansi inner model T-statistik diketahui bahwa variabel kepemimpinan mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan pada taraf 95% karena memiliki nilai T-Statistic 11.315768 > 1.96,. Uji Goodness of Fit Test Inner model mengasilkan R Square kepemimpinan 0, yang berarti bahwa variabel kepemimpinan koordinator kader posyandu memberikan kontribusi yang netral terhadap kinerja kader posyandu. Hal tersebut berarti peningkatan atau penurunan variabel kepemimpinan coordinator kader tidak akan menyebabkan penurunan atau peningkatan kinerja kader. Sedangkan berdasarkan total effect diketahui bahwa kepemimpinan koordinator kader memiliki pengaruh yang paling besar terhadap kinerja kader yaitu sebesar 0.707847 dibandingkan dengan variabel lainnya.

Menurut Utsman, kepemimpinan adalah proses membangkitkan usaha bersama yang berlangsung dengan adanya timbal balik yang aktif antar beberapa individu sehingga dengan usaha ini dapat dicapai tujuan-tujuan tertentu. Sedangkan pemimpin adalah orang yang mampu membangkitkan semangat para bawahannya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu (Jawwad, 2004). Hurber juga mendefinisikan kepemimpinan sebagai suatu proses mempengaruhi orang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh organisasi. 8

Pada tahap pertama dalam usaha menetapkan keputusan, pemimpin kerap kali memerlukan bahan pertimbangan, yang mengharuskannya berkonsultasi dengan orang-orang yang dipimpinnya. Konsultasi itu dapat dilakukannya secara terbatas hanya dengan orang-orang tertentu saja, yang dinilainya mempunyai berbagai bahan informasi yang diperlukannya dalam menetapkan keputusan. Di samping itu, mungkin pula konsultasi itu dilakukannya untuk mendengarkan pendapat dan saran, apabila suatu keputusan yang direncanakannya ditetapkan. Selanjutnya konsultasi dapat pula dilakukan secara meluas melalui pertemuan dengan sebagian besar atau semua anggota kelompok/organisasi. Konsultasi itu dilakukan apabila keputusan yang akan ditetapkan sifatnya sangat prinsipil (penting), baik bagi kelompok/organisasi maupun sebagian besar/seluruh anggotanya.

Dengan menjalankan fungsi konsultatif dapat diharapkan keputusan-keputusan pimpinan, akan mendapat dukungan dan lebih mudah menginstruksikannya, sehingga kepemimpinan berlangsug efektif. Fungsi konsultatif ini mengharuskan pimpinan belajar menjadi pendengar yang baik, yang biasanya tidak mudah melaksanakannya, mengingat pemimpn lebih banyak menjalankan peranan sebagai pihak yang didengarkan. Untuk itu, pemimpin harus meyakinkan dirinya bahwa setiap karyawan selalu mungkin memberikan gagasan, aspirasi, saran, dan pendapat yang konstruktif bagi pengemangan kepemimpinannya.

Pemimpin berusaha mengaktifkan orang-orang yang dipimpin, baik dalam keikutsertaan mengambil keputusan maupun dalam melaksanakannya. Setiap anggota kelompoknya memperoleh kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam melaksanakan kegiatan yagn dijabarkan dari tugas-tugas

Page 10: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

8

pokok, sesuai dengan posisi/jabatan masing-masing. Partisipasi tidak berarti bebas berbuat semaunya, tetapi dilakukan secara terkendali dan terarah berupa kerja sama dengan tidak mencampuri atau mengambil tugas pokok orang lain.

Pemimpin memilah-milah tugas pokok organisasinya dan mengevaluasi yang dapat dan tidak dapat dilimpahkan pada orang-orang yang dipercayainya. Fungsi delegasi pada dasarnya berarti kepercayaan. Pemimpin harus bersedia dan dapat mempercayai orang-orang lain, sesuai dengan posisi/jabatannya, apabila diberi/mendapat pelimpahan wewenang. Sedang penerima delegasi harus mampu memelihara kepercayaan itu, dengan melaksanakannya secara bertanggung jawab.

Fungsi pendelegasian harus diwujudkan seorang pemimpin karena kemajuan dan perkembangan kelompok/organisasinya tidak mungkin diwujudkannya sendiri. Pemimpin seorang diri tidak akan dapat berbuat banyak bahkan mungkin tidak ada artinya sama sekali. Oleh karena itu, sebagian wewenangnya perlu didelegasikan pada para pembantunya, agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.

Menurut Davis, tanpa kepemimpinan organisasi hanya merupakan kelompok manusia yang kacau, tidak teratur dan tidak akan melahirkan perilaku yang meningkatkan kinerja. Pemimpin yang baik dapat membuat bawahan berprestasi/berkinerja melebihi target dengan cara menyampaikan visi, memberikan panutan, memupuk kepentingan/tujuan kelompok, memberikan dukungan individu dan stimulasi intelektual. Bentuk tindakan ini berbeda dari bentuk pemberian sangsi dan penghargaan. Korelasi antara sikap pemimpin dengan kinerja penjualan sudah dibuktikan dalam penelitian serta dalam sejumlah studi lapangan. 9

Salah satu alasan bawahan termotivasi oleh pemimpin transformasional untuk berkinerja ’melebihi target’ adalah karena mereka percaya dan menghormati pimpinannya. Sementara sikap kepemimpinan transaksional merupakan timbal balik antara pimpinan dan bawahan dimana pihak pimpinan memberikan penghargaan atas upaya yang dilakukan bawahannya karena prestasi yang dicapai melebihi target. 12

Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Kader Posyandu

Hasil pengujian PLS menyatakan bahwa variabel pelatihan tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil Chi Square dengan tingkat signifikasi (α = 5%) menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) > 0,05.

Uji signifikansi dari output inner model T-Statistic diketahui bahwa pelatihan tidak mempunyai pengaruh signifikan pada taraf 95% karena memiliki nilai T-Statistic 0.191209 < 1.96. Uji Goodness of Fit Test Inner model menunjukkan hasil R Square sebesar 0.455897. Hal tersebut berarti bahwa pelatihan memberikan kontribusi sebesar 45,58% terhadap kinerja kader posyandu. Sedangkan berdasarkan total effect diketahui bahwa pelatihan memiliki pengaruh terhadap kinerja kader yaitu sebesar 0.019791.

Pelaksanaan program pelatihan dapat dikatakan berhasil apabila dalam diri peserta pelatihan tersebut terjadi suatu proses transformasi dalam: 1) Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas; 2) Perubahan perilaku yang tercermin pada sikap, disiplin dan etos kerja. Untuk mengetahui terjadi tidaknya perubahan tersebut dilakukan penilaian atau evaluasi atas pelaksanaan Pelatihan tersebut. 16.

Panggabean, mendefinisikan pelatihan sebagai suatu cara yang digunakan untuk memberikan atau meningkatkan keterampilan yang dibutuhkan untuk melaksanakan pekerjaannya sekarang. Menurut Panggabean, tujuan diadakannya pelatihan adalah untuk kepentingan perusahaan, karyawan dan konsumen. Penjelasan dari tujuan tersebut adalah sebagai berikut: tujuan pelatihan untuk karyawan antara lain: 1) memberikan keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan karyawan; 2) meningkatkan moral karyawan, 3) memperbaiki kinerja; 4) membantu karyawan dalam menghadapi perubahan-perubahan, baik perubahan struktur organisasi, teknologi, maupun sumber daya manusia; 5) peningkatan karier karyawan; 6) meningkatkan jumlah balas jasa yang diterima karyawan. Tujuan pelatihan untuk perusahaan antara lain: 1) memenuhi kebutuhan-kebutuhan perencanaan sumber daya manusia; 2) penghematan; 3) mengurangi tingkat kerusakan dan kecelakaan; 4) memperbaiki komitmen karyawan. Sedangkan tujuan pelatihan untuk konsumen adalah: 1) konsumen akan memperoleh produk yang lebih baik dalam hal kualitas dan kuantitas; 2) meningkatkan pelayanan karena pemberian pelayanan yang lebih baik merupakan daya

Page 11: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

9

tarik yang sangat penting bagi rekanan perusahaan yang bersangkutan dan konsumen. 17

Tujuan lain dari pelatihan adalah untuk membantu karyawan memecahkan masalah yaitu: bagaimana mengetahui masalah, memisahkan inti masalah, menentukan solusi, melaksanakan solusi, dan mengevaluasi masalah. Karyawan harus diajarkan cara yang efektif untuk melaksanakan proses tersebut. 14

Pelatihan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam pengembangan SDM. Pelatihan tidak saja menambah pengetahuan, tetapi juga meningkatkan kemampuan dan ketrampilan kerja, sehingga dengan demikian meningkat pula produktivitas kerja. Apabila terjadi penurunan produktivitas kerja sebagai akibat dari kurangnya kemampuan pegawai maka jalan keluarnya adalah memberikan pelatihan yang tepat dan efektif dalam rangka meningkatkan kemampuan pegawai yang bersangkutan. Akan tetapi jika penurunan produktivitas diakibatkan oleh kondisi lingkungan atau kurangnya semangat kerja maka jalan keluarnya adalah dengan memberikan motivasi. 13

Variabel hasil yang paling erat hubungannya dengan pelatihan adalah kinerja. Dua faktor yang umumnya sangat berkorelasi dengan kinerja yaitu faktor-faktor pribadi dan ketrampilan. Tingkat ketrampilan secara umum dikembangkan melalui kombinasi dari pengalaman dan pelatihan sedangkan faktor pribadi yang paling penting adalah semua yang ’dapat dipengaruhi’ melalui pelatihan yang lebih baik. 18

Dari hasil penelitian dan teori tersebut dapat disintesiskan bahwa pelatihan adalah keseluruhan kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan, serta mengembangkan potensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi jabatan dan pekerjaan. Pelatihan terdiri atas serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman, ataupun perubahan sikap seseorang. Indikator pelatihan antara lain: tujuan pelatihan, analisa kebutuhan pelatihan (training need assessment), materi pelatihan, metode pelatihan, instruktur pelatihan, evaluasi pelatihan, dan biaya pelatihan.

Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan terhadap kinerja kader

posyandu mungkin disebabkan oleh kurangnya kemampuan kader dalam menyerap materi pelatihan, kurangnya frekuensi pelatihan yang diberikan, kader tidak diberi kesempatan mempraktekan langsung pelatihan yang didapatkan ataupun pengaruh variabel yang lain.

Pengaruh Sarana Prasarana Terhadap Kinerja Kader Posyandu

Hasil pengujian PLS menyatakan variabel sarana-prasarana tidak dipengaruhi oleh karakteristik responden karena hasil Chi Square dengan tingkat signifikasi (α = 5%) menunjukkan Pvalue (Asymp.Sig) > 0,05 kecuali untuk variabel pekerjaan dengan Pvalue (Asymp.Sig) < ,0,05.

Uji signifikansi inner model T-statistik diketahui bahwa sarana prasarana mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerja pada taraf 95% karena memiliki nilai T-Statistic 4.071037 > 1.96. Uji Goodness of Fit Test Inner model menunjukkan hasil R Square sebesar 0,325 yang berarti bahwa sarana prasarana memberikan kontribusi sebesar 32,5 terhadap kinerja kader posyandu. Sedangkan berdasarkan total effect diketahui bahwa sarana prasarana memiliki pengaruh terhadap kinerja kader yaitu sebesar 0.383180.

Sarana dan prasarana merupakan salah satu alat penunjang bagi seserang dalam menjalankan tugasnya. Menurut Depkes, salah satu komponen penting dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan adalah sarana kesehatan yang mampu menunjang berbagai upaya pelayanan kesehatan baik pada tingkat individu maupun masyarakat. 4

Hasil yang diharapkan dari pemenuhan sarana-prasarana di posyandu antara lain: 1) Terselenggaranya kegiatan Posyandu secara rutin dan berkesinambungan, 2) Meningkatnya kualitas kemampuan dan keterampilan kader Posyandu, 3) Meningkatnya kinerja kader posyandu, 4) Terpenuhinya kelengkapan sarana, alat dan obat Posyandu, 5) Meningkatnya frekwensi dan kualitas pembinaan, 6) Terselenggaranya pemantapan kelembagaan Posyandu .4

Semakin baik sarana prasarana diharapkan akan meningkatkan kinerja kader posyandu, karena dengan sarana prasarana yang memadai dan baik akan memudahkan kader untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya dalam memberikan penyuluhan

Page 12: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

10

tentang kesehatan reproduksi dan memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat.

Pengaruh Kepemimpinan Koordinator Kader Posyandu, Pelatihan dan Sarana Prasarana terhadap Kinerja Kader Posyandu Dalam Hal Kesehatan Reproduksi.

Q2 predictive relavance sebesar 85,58% bermakna bahwa model dapat menjelaskan fenomena yang sedang dikaji sebesar 85,58% atau dengan kata lain, model mampu menjelaskan variablitas data sebesar 85,58%, sedangkan sisanya yaitu 14,42% dipengaruhi oleh variabel lain. Hal tersebut berarti terdapat pengaruh langsung dan tidak langsung secara signifikan antara kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana prasarana terhadap kinerja kader posyandu dalam hal kesehatan reproduksi. Sedangkan pengaruh langsung dan tidak langsung variabel kepemimpinan terhadap kinerja adalah 0.707847 (70,78%), pengaruh langsung dan tidak langsung pelatihan terhadap kinerja 0.019791 (1,98%), pengaruh langsung dan tidak langsung sarana prasarana terhadap kinerja 0.383180 (38,32%).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah: 1) Kemampuan pribadi untuk melakukan pekerjaan tersebut (Ability-A) yaitu: bakat, minat dan faktor kepribadian; 2) Tingkat usaha (Effort-E) yaitu: motivasi, etika kerja, kehadiran, rancangan tugas; dan 3) Dukungan organisasi (Support-S) yaitu: pelatihan & pengembangan, peralatan & teknologi, standar kinerja, manajemen dan rekan kerja. Hubungan tiga faktor tersebut digambarkan dalam formula sebagai berikut: Kinerja (Performance-P) = Kemampuan (Ability-A) x Usaha (Effort-E) x Dukungan (Support-S). 8

Kinerja pribadi dapat ditingkatkan sampai pada tingkat ketiga komponen tersebut yang ada di dalam diri karyawan, tetapi kinerja berkurang apabila ketiga faktor tersebut (A, E atau S) dikurangi. Kinerja pribadi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan salah satu, dua atau ketiganya dari ketiga komponen tersebut. Akan tetapi, menurutnya menurunnya salah satu komponen tersebut akan menurunkan tingkat kinerja pribad.20

Sebagai contoh: beberapa kader posyandu telah bekerja keras sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya, akan tetapi sarana dan prasarana tidak mendukung atau tidak adanya kepemimpinan yang baik dari ketua kader posyandu, sehingga tujuan

posyandu untuk memberikan pelayanan kesehatan dan menurunkan tingkat AKI/AKB tidak tercapai.

Steers dan Porter mengungkapkan bahwa kinerja dipengaruhi oleh motif-motif pribadi yang berinteraksi dengan lingkungannya. Posisi motivasi untuk mencapai kinerja yang diinginkan dapat diidentifikasi berdasarkan kepada teori Maslow. Motivasi kerja dimulai dari hirarki yang ketiga yaitu rasa memiliki dan kebutuhan kasih sayang (belongingness and love needs) sampai pada aktualisasi diri (self actualization). Aktualisasi diri merupakan puncak motivasi dan prestasi kerja atau kinerja seseorang. 8

Kinerja merupakan fungsi beberapa faktor, tetapi dapat dibagi menjadi tiga perhatian utama, yaitu: motivasi (motivation), yaitu: ambisi karir, konflik pegawai, rasa frustasi, cukup/rasa puas, tujuan/harapan; lingkungan (environtment), yaitu: alat/bahan (sarana prasarana), bentuk pekerjaan, kondisi perekonomian, serikat, aturan dan keijakan, dukungan manajemen, hokum dan peraturan; dan kemampuan (ability), yaitu: ketrampilan teknis, ketrampilan antar pribadi, ketrampilan memecahkan masalah, ketrampilan analisis, dan ketrampilan komunikasi. 8

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja kader sangat ditentukan oleh karakteistik dan pelatihan kader. Karakteristik tersebut di antaranya umur, jenis kelamin, status perkawinan, tingkat pendidikan dan lama menjadi kader. Kinerja kader sangat ditentukan oleh kondisi ekonomi kader. 13, 19

ada pengaruh yang signifikan antara kepemimpinan, pelatihan, sarana prasarana, secara simultan terhadap kinerja kader posyandu. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan kepada dinas kesehatan untuk meningkatkan kinerja kader koordinator dengan memberikan penghargaan terhadap kader koordinator melalui mekanisme tertentu, misalnya kompensasi/insentif yang memadai, memperbaiki dan melengkapi sarana prasarana, kesempatan mendapatkan pelatihan, memberikan motivasi dan memperbaiki kepemimpinan melalui struktur organisasi yang baik. Sedangkan hasil penelitian Sahrul, menyatakan bahwa terdapat hubungan pengetahuan, pelatihan dan motivasi kerja dengan kinerja kader posyandu. 12

Meningkatnya salah satu variabel diharapkan akan meningkatkan kinerja kader. Peningkatan ketiga variabel secara bersamaan

Page 13: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

11

akan meningkatakan kinerja kader secara signifikan. Menurunnya salah satu variabel akan memberikan pengaruh negatif terhadap kenaikan kinerja kader posyandu. Oleh karena itu diharapkan bagi koordinator kader posyandu untuk meningkatkan fungsi kepemimpinannnya, meningkatkan mutu pelatihan yang tepat sasaran serta menambah sarana prasarana yang lebih memadai agar kader dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya semaksimal mungkin.

Penelitian ini masih jauh dari sempurna karena memiliki keterbatasan seperti: 1) keterbatasan dalam hal variabel penelitian: penelitian ini hanya meneliti satu variabel eksogen yaitu kinerja kader posyandu dan tiga variabel endogen yaitu kepemimpinan koordinator kader posyandu, pelatihan dan sarana-prasarana; 2) keterbatasan dalam hal besar sampel yaitu 133 sampel; 3) keterbatasan dalam area penelitian: penelitian ini hanya meneliti kader posyandu yang bertugas di wilayah kerja Puskesmas Kibin Kabupaten Serang, serta 4) keterbatasan dalam teori yang mendasari penelitian.

Dengan adanya keterbatasan penelitian tersebut, maka masih terbuka kemungkinan bagi penelitian selanjutnya untuk meneliti dengan meningkatkan jumlah variabel, sampel, memperluas area penelitian, dan memperkuat landasan teori sehingga dapat diperoleh hasil penelitian yang lebih signifikan dan bisa digeneralisasikan.

Kesimpulan penelitian ini adalah kepemimpinan koordinator kader mempunyai pengaruh yang positif dan signifikan terhadap kinerjs kader posyandu yaitu sebesar 70,78%. Pelatihan tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap kinerja kader yaitu 1,98%. Tidak adanya pengaruh yang signifikan antara pelatihan terhadap kinerja kader posyandu mungkin disebabkan oleh kurangnya kemampuan kader dalam menyerap materi pelatihan, kurangnya frekuensi pelatihan yang diberikan, kader tidak diberi kesempatan mempraktekan langsung pelatihan yang didapatkan ataupun pengaruh variabel yang lain. Sarana prasarana memiliki pengaruh terhadap kinerja kader yaitu sebesar 38,32%. Q2

predictive relavance sebesar 85,58% bermakna bahwa model dapat menjelaskan fenomena yang sedang dikaji sebesar 85,58% atau dengan kata lain, model mampu menjelaskan variablitas data sebesar 85,58%, sedangkan

sisanya yaitu 14,42% dipengaruhi oleh variabel lain.

Saran Bagi koordinator kader posyandu diharapkan untuk meningkatkan fungsi kepemimpinannnya dengan meningkatkan kemampuannya memberikan saran, mengambil keputusan dan mendelegasikan tugas-tugas, meningkatkan mutu pelatihan yang tepat sasaran dan menambah frekuensi pelatihan minimal 3 bulan sekali dan memberikan pelatihan kepada setiap kader sebelum bertugas untuk pertama kalinya, serta menambah sarana prasarana yang lebih memadai agar kader dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya semaksimal mungkin. Untuk penelitian selanjutnya, agar bisa dilakukan penelitian lanjutan dengan memperbanyak variabel penelitian, memperbesar jumlah sampel, memperluas area penelitian serta memperkuat landasan teori yang digunakan.

Daftar Pustaka1. Ditjen BUK Kemenkes RI, Bidan

Berperan Penting Turunkan AKI dan AKB, 2011.

2. Biro humas dan Protokol Provinsi Banten, Penurunan AKB di Banten Lampaui Target MDG’s, 2012.

3. Mckirchy K., Powerful Performance Appraisals, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, 2004.

4. Nusi, Rahman Agus, Analisis Kinerja Posyandu di Kota Gorontalo Provinsi Gorontalo, Skripsi, Bogor: IPB, 2009.

5. Purba J., Pengelolaan Lingkungan Sosial, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2012.

6. Departemen Kesehatan RI, Pedoman Umum Pengelolaan Posyandu, Jakarta: 2008.

7. Hasibuan M, Organisasi dan Motivasi: Dasar Peningkatan Produktivitas, Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

8. Hafizurrachman, Manajemen Pendidikan dan Kesehatan, Jakarta: Sagung Seto, 2009.

9. Kustiandi, Asep, Karakteristik Internal dan Eksternal Kader Posyandu yang Berhubungan dengan Kemampuan Kader dalam Mencatat Pemantauan Pertumbuhan Balita pada KMS di Kabupaten Sukabumi Tahun 2010, Jakarta: Program Pascasarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat UI, 2010.

Page 14: ELLA ROYATI (20.11.000.195)

12

10. Gomes, Faustino Cardoso, Manajemen Sumber Daya Manusia, Yogyakarta: Andi Offset, 2011.

11. Nawawi, Hadari, dkk., Instrumen Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2009

12. Sahrul, Studi Tentang Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Kader Posyandu Di Wilayah Kerja Puskesmas Pompanua Kecamatan Ajangale Kabupaten Bone Tahun 2009, Skripsi, 2009.

13. Kirkpatrick, Donald, Evaluating Training Program, New York: Mc. Graw Hill International Inc., 2007.

14. Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, Bandung: CV. Mandar Maju, 2009.

15. Myrnawati, Buku Ajar Metodologi Penelitian, Jakarta: Bagian Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas YARSI, 2004

16. Notoatmodjo, Soekidjo, Pengembangan Sumberdaya Manusia, Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

17. Panggabean, Mutiara S., Manajemen Sumber Daya Manusia, Editor: Sofyan & Lolita, Bogor: Penerbit Ghalia Indonesia, 2008.

18. Cushway, Barry, Manajemen Sumber Daya Manusia: Perencanaan, Analisa, Kinerja dan Penghargaan, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,1999.

19. Mulyaningrum, Pengaruh Pelatihan Dan Kepemimpinan Terhadap Kinerja Karyawan Divisi Marketing AJB Bumiputera 1912 Cabang Kebayoran, Jakarta: Program Pascasarjana FISIP UI, 2010.

20. Pace, R. Wayne dan Don F. Faules, Komunikasi Organisasi, Strategi Meningkatkan Kinerja Perusahaan, Penerjemah: Deddy Mulyana, et.al., Editor: Deddy Mulyana, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2006.