Elemen mesin 2
-
Upload
enda-krista-tarigan -
Category
Documents
-
view
100 -
download
7
description
Transcript of Elemen mesin 2
TEGANGAN
1. Tegangan Normal (Normal Stress)
Gaya internal yang bekerja pada sebuah potongan dengan luasan yang sangat kecil akan bervariasi baik besarnya maupun arahnya. Pada umumnya gaya-gaya tersebut berubah-ubah dari suatu titik ke titik yang lain, umumnya berarah miring pada bidang perpotongan. Dalam praktek keteknikan intensitas gaya diuraikan menjadi tegak lurus dan sejajar dengan irisan, seperti terlihat pada Gambar 1.1.
Gambar 1.1. Komponen-Komponen Tegangan Normal dan Geser dari Tegangan.Tegangan normal adalah intensitas gaya yang bekerja normal (tegak lurus) terhadap irisan yang mengalami tegangan, dan dilambangkan dengan ζ (sigma). Bila gaya-gaya luar yang bekerja pada suatu batang sejajar terhadap sumbu utamanya dan potongan penampang batang tersebut konstan, tegangan internal yang dihasilkan adalah sejajar terhadap sumbu tersebut.
Gaya-gaya seperti itu disebut gaya aksial, dan tegangan yang timbul dikenal sebagai tegangan aksial. Konsep dasar dari tegangan dan regangan dapat diilustrasikan dengan meninjau sebuah batang prismatik yang dibebani gaya-gaya aksial (axial forces) P pada ujung-ujungnya. Sebuah batang prismatik adalah sebuah batang lurus yang memiliki penampang yang sama pada keseluruhan pajangnya. Untuk menyelidiki tegangan-tegangan internal yang ditimbulkan gaya-gaya aksial dalam batang, dibuat suatu pemotongan garis khayal pada irisan mn(Gambar 1.2). Irisan ini diambil tegak lurus sumbu longitudinal batang. Karena itu irisan dikenal sebagai suatu penampang(cross section).
1
Gambar 1.2. Batang Prismatik yang Dibebani Gaya Aksial
Tegangan normal dapat berbentuk:
a. Tegangan Tarik (Tensile Stress)
Apabila sepasang gaya tarik aksial menarik suatu batang, dan akibatnya batang ini cenderung menjadi meregang atau bertambah panjang. Maka gaya tarik aksial tersebut menghasilkan tegangan tarik pada batang di suatu bidang yang terletak tegak lurus atau normal terhadap sumbunya.
Gambar 1.3. Gaya Tarik Aksial
b. Tegangan Tekan (Compressive Stress)
Apabila sepasang gaya tekan aksial mendorong suatu batang, akibatnya batang ini cenderung untuk memperpendek atau menekan batang tersebut. Maka gaya tarik aksial tersebut menghasilkan tegangan tekan pada batang di suatu bidang yang terletak tegak lurus atau normal terhadap sumbunya.
Gambar 1.4. Gaya Tekan Aksial
Intensitas gaya (yakni, gaya per satuan luas) disebut tegangan (stress) dan lazimnya ditunjukkan dengan huruf Yunani ζ (sigma). Dengan menganggap bahwa tegangan terdistribusi secara merata pada seluruh penampang batang, maka resultannya sama dengan intensitas ζ kali luas penampang A dari batang. Selanjutnya, dari kesetimbangan benda yang diperlihatkan pada Gambar 1.2, besar resultan gayanya sama dengan beban P yang dikenakan, tetapi arahnya berlawanan. Sehingga diperoleh rumus :
2
2. Tegangan Geser
a. Tegangan geser
Tegangan geser (bahasa Inggris: shear stress), diberi lambang
(Yunani: tau), didefinisikan sebagai komponen tegangan coplanar dengan
penampang melintang sebuah benda. Tegangan geser timbul dari
komponen vektor gaya paralel ke penampang melintang.tegangan normal, di sisi
lain, muncul dari komponen vektor gaya tegak lurus dari penampang melintang
bahan.
Rumus untuk menghitung tegangan geser rata-rata adalah gaya dibagi luas:
di mana:
= tegangan geser;
= gaya yang diterapkan;
= luas cross-sectional bahan dengan luas paralel dengan vektor gaya yang
diterapkan.
b. Tegangan geser murni
Tegangan geser murni berhubungan dengan regangan geser murni, dilambangkan
dengan , dengan persamaan berikut:
di mana adalah modulus geser bahan itu, yang dihitung dengan
Di sini adalah modulus Young dan adalah rasio Poisson.
3
3. Tegangan LengkungTerjadi pada benda atau beban yang dalam keadaan ditumpu sehingga
menimbulkan tegangan lengkung.4. Tegangan Puntir
Terjadi pada pengeboran,yang sering terjadi pada poros roda gigi dan batang-batang torsi pada mobil,juga saat melakukan pengeboran.
4
MODULUS ELASTISITAS
1. Modulus Young
Modulus Young, disebut juga dengan modulus tarik (bahasa
Inggris: tensile modulus atau elastic modulus), adalah ukuran kekakuansuatu
bahan elastis yang merupakan ciri dari suatu bahan. Modulus Young didefinisikan
sebagai rasio tegangan dalam sistem koordinat
Kartesius terhadap regangan sepanjang aksis pada jangkauan tegangan di
mana hukum Hooke berlaku. Dalam mekanika benda padat, kemiringan (slope)
pada kurva tegangan-regangan pada titik tertentu disebut dengan modulus tangen.
Modulus tangen dari kemiringan linear awal disebut dengan modulus Young.
Nilai modulus Young bisa didapatkan dalam eksperimen menggunakan
uji kekuatan tarikdari suatu bahan. Pada bahan anisotropis, modulus Young dapat
memiliki nilai yang berbeda tergantung pada arah di mana bahan diaplikasikan
terhadap struktur bahan.
Modulus Young adalah penggambaran modulus elastis yang paling
umum. Modulus elastis yang lainnya adalah modulus kompresi (bulk modulus)
dan modulus geser (shear modulus).
Modulus Young dinamai berdasarkan ilmuwan Inggris abad ke 19, Thomas
Young. Namun konsep yang sama dikembangkan terlebih dahulu oleh Leonhard
Euler pada tahun 1727, dan eksperimen pertama yang memanfaatkan konsep yang
sama dengan modulus Young dilakukan oleh Giordano Riccati pada tahun 1782.
Modulus Young adalah ukuran bagaimana sulitnya untuk memampatkan material, seperti baja. Mengukur tekanan biasanya dihitung dalam satuan pascal (Pa). Hal ini paling sering digunakan oleh fisikawan untuk menentukan besar tegangan dari pengukuran seberapa material, dalam menanggapi stress seperti terjepit atau diregangkan.
Modulus Young, E, dapat dihitung dengan membagi tegangan tarik oleh regangan tarik dalam batas elastisitas linier pada bagian dari kurva tegangan-regangan:
5
Elastisitas adalah kemampuan suatu material untuk kembali ke keadaan atau dimensi aslinya setelah beban, atau stres, dihilangkan. Regangan elastis adalah reversibel, yang berarti regangan akan hilang setelah tegangan tersebut dihilangkan dan material akan kembali ke keadaan semula. Bahan yang terkena tingkat stres yang intens dapat rusak ke titik di mana stres merubah bahan tersebut tidak akan kembali ke ukuran aslinya. Hal ini disebut sebagai deformasi plastis atau regangan plastis.
Kemampuan materi untuk menolak atau meneruskan tegangan adalah penting, dan sifat ini sering digunakan untuk menentukan apakah bahan tertentu cocok untuk tujuan tertentu. Sifat ini sering ditentukan di laboratorium, menggunakan teknik eksperimental yang dikenal sebagai uji tarik, yang biasanya dilakukan pada sampel bahan dengan bentuk dan dimensi tertentu. Modulus Young dikenal untuk berbagai bahan struktural, termasuk logam, kayu, kaca, karet, keramik, beton, dan plastik.
Gbr. Profil data hasil uji tarik
6
Kita akan membahas istilah mengenai sifat-sifat mekanik bahan dengan
berpedoman pada hasil uji tarik seperti pada Gbr.5. Asumsikan bahwa kita
melakukan uji tarik mulai dari titik O sampai D sesuai dengan arah panah dalam
gambar.
1) Batas elastis σE ( elastic limit)
Dalam Gbr.5 dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi
beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut
akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula)
yaitu regangan “nol” pada titik O (lihat inset dalam Gbr.5). Tetapi bila beban
ditarik sampai melewati titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat
perubahan permanen dari bahan. Terdapat konvensi batas regangan permamen
(permanent strain) sehingga masih disebut perubahan elastis yaitu kurang dari
0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% . Tidak ada standarisasi
yang universal mengenai nilai ini. [1]
2) Batas proporsional σp (proportional limit)
Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir.
Tidak ada standarisasi tentang nilai ini. Dalam praktek, biasanya batas
proporsional sama dengan batas elastis.
3) Deformasi plastis (plastic deformation)
Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada
Gbr.5 yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai
daerah landing.
4) Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress)
Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.
7
5) Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress)
Tegangan rata-rata daerah landing sebelum benar-benar memasuki
fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress),
maka yang dimaksud adalah tegangan ini.
6) Regangan luluh εy (yield strain)
Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.
7) Regangan elastis εe (elastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.
8) Regangan plastis εp (plastic strain)
Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban
dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.
9) Ultimate stress
Titik C dinamakan titik Ultimate stress, yaitu titik dimana tegangan
maksimum terjadi, yang didefinisikan sebagai beban terbesar dibagi dengan luas
area mula-mula (origin) dari bahan.
10) Breaking stress
Setelah spesimen mencapai titik ultimate, akan terjadi proses necking,
yaitu pengecilan luas penampang area. Tegangan kemudian terus berkurang
hingga spesimen patah pada titik D.
11) Regangan total (total strain)
Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis, εT = εe
+ εp Perhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada
adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik
E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.
8
Untuk hasil uji tarik yang tidak memiliki daerah linier dan landing yang
jelas, tegangan luluh biasanya didefinisikan sebagai tegangan yang menghasilkan
regangan permanen sebesar 0.2%, regangan ini disebut offset-strain (Gbr.6).
Gbr.1.3 Penentuan tegangan luluh (yield stress) untuk kurva tanpa daerah linier
Perlu untuk diingat bahwa satuan SI untuk tegangan (stress) adalah Pa
(Pascal, N/m2) dan strain adalah besaran tanpa satuan.
9
UJI TARIK
1. Uji Tarik
Uji tarik adalah suatu metode yang digunakan untuk menguji kekuatan suatu
bahan/material dengan cara memberikan beban gaya yang berlawanan arah dalam
satu garis lurus.. Hasil yang didapatkan dari pengujian tarik sangat penting untuk
rekayasa teknik dan desain produk karena mengahasilkan data kekuatan material.
Pengujian uji tarik digunakan untuk mengukur ketahanan suatu material terhadap
gaya statis yang diberikan secara lambat.
Sampel atau benda uji dengan ukuran dan bentuk tertentu ditarik dengan
beban kontinyu sambil diukur pertambahan panjangnya. Data yang didapat
berupa perubahan panjang dan perubahan beban yang selanjutnya ditampilkan
dalam bentuk kurva tegangan-regangan, sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar
1.1.
Gambar 1.4 Kurva Tegangan Regangan teknik ( - )
10
Gambar 1.5 Skema pengujian tarik dengan UTM
Bentuk dan besaran pada kurva tegangan-regangan suatu logam
tergantung pada komposisi, perlakukan panas, deformasi plastis yang pernah
dialami, laju regangan, temperatur, dan keadaan tegangan yang menentukan
selama pengujian. Parameter-parameter yang digunakan untuk menggambarkan
kurva tegangan-regangan logam adalah kekuatan tarik, kekuatan luluh atau titik
luluh, persen perpanjangan, dan pengurangan luas. Parameter pertama adalah
parameter kekuatan, sedangkan yang kedua menyatakan keuletan bahan.
11
a. Data Pengujian Uji Tarik Plat Baja ST 37.
Grafik Data Pengujian Uji Tarik Plat Baja ST 37 non las.
σt max = Fmaks
Ao = 37,54
50 = 0,7508 kg/mm2.
12
13
CREEP
Creep (mulur) adalah suatu proses aliran plastik bila logam dipengaruhi
oleh tegangan konstan untuk jangka waktu yang cukup lama. Suatu peralatan
dipersiapkan untuk mereduksi pembebanan selama pengujian untuk
mengkompensasi reduksi penampang benda uji. Pada temperatur relatif tinggi,
creep terjadi pada tegangan yang berapapun besarnya, tetapi laju pemuluran
(Creep Rate) meningkat dengan naiknya tegangan pada temperatur tertentu. Untuk
mendapatkan sifat-sifat mulur yang akurat, benda uji harus dipertahankan pada
temperatur konstan dan pengukuran perubahan dimensi harus mendapat perhatian
yang besar bagaimanapun kecilnya karena kenaikan temperatur sebesar beberapa
puluh derajat cukup untuk melipat gandakan laju pemuluran sebagian besar
logam.
Kerusakan akibat suhu tinggi pada pipa bertekanan dalam kurun waktu
yang cukup lama, tanpa adanya kesalahan pengoperasian, biasanya terjadi akibat
pengaruh creep atau mulur. Pipa terdeformasi secara kontinu dan perlahan-lahan
dalam kurun waktu yang lama, apabila dibebani secara tetap. Laju regangan creep
tergantung pada waktu dan suhu serta pembebanan yang konstan. Proses kerusakan
akibat creep juga dapat terjadi pada suhu rendah, akan tetapi yang sangat menyolok
terjadi pada suhu tinggi atau mendekati suhu cair suatu material. Proses kerusakan
creep pada material biasanya terjadi pada suhu tinggi yang berada pada 0.4 sampai
0.5 kali titik cair dalam derajat kerlvin atau biasanya dinyatakan 0.4 - 0.5 TM dan
terjadi akibat adanya peregangan butiran atau struktur pada suhu tinggi dalam waktu
yang lama pada kondisi pembebanan konstan.
Suatu karakteristik penting dari kekuatan material pada suhu tinggi adalah
keharusan untuk menyatakan kekuatan tersebut terhadap skala waktu tertentu.
Untuk keperluan praktis, dianggap bahwa sifat-sifat tarik sebagian besar logam
teknik pada suhu kamar tidak tergantung pada waktu. Akan tetapi pada suhu
tinggi, kekuatan bahan sangat tergantung pada laju perubahan regangan dan waktu
keberadaan pada suhu tinggi tersebut. Sejumlah logam pada keadaan demikian
mempunyai perilaku seperti bahan-bahan viskoelastis. Logam yang diberi beban
tarik tetap pada suhu tinggi akan mulur (creep) dan mengalami pertambahan yang
tergantung pada waktu.
14
Untuk membuktikan kurva mulur rekayasa suatu logam, maka benda tarik
dikenakan beban tetap sedangkan suhu benda uji , regangan (perpanjangan)
yang terjadi ditentukan sebagai fungsi waktu. Walaupun prinsip pengukuran
ketahanan mulur sangat sederhana, tetapi pada kenyataanya pengukuran tersebut
memerlukan peralatan laboratorim yang banyak. Kurva pada gambar 1.2
merupakan bentuk kurva mulur ideal. Kemiringan pada kurva (dε/dt) tersebut
dinyatakan sebagai laju mulur. Mula-mula benda uji mengalami perpanjangan
yang sangat cepat (ε0), kemudian laju mulur akan turun terhadap waktu hingga
mencapai keadaan makin seimbang, dimana laju mulurnya mengalami perubaan
yang kecil terhadap waktu. Pada tahap akhir, laju mulur bertambah besar secara
cepat hingga terjadi patah. Oleh karena itu, merupakan hal yang wajar bahwa
pembahasan kurva mulur ditinjau berdasarkan ketiga tahapan tersebut, yang
sangat tergantung pada suhu dan tegangan yang digunakan.
Terlihat pada gambar kurva, creep dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap
pertama disebut sebagai primary creep, yaitu tahap dimana benda uji mengalami
peningkatan regangan plastis dengan menurunnya laju regangan terhadap waktu.
Hal ini terjadi karena adanya pembebanan awal. Laju creep akan berkurang pada
akhir tahap ini karena terjadi penyusunan ulang cacat kristal dan merupakan
awal dari tahap kedua. Tahap kedua creep atau secondary creep pada dasarnya
adalah kondisi kesetimbangan antara mekanisme work hardening dan recovery.
Benda uji tetap berada dibawah pembebanan dan tetap bertambah panjang,
namun tidak secepat tahap pertama. Tahap ini bergantung pada temperatur dan
tingkat pembebanan pada benda uji. Semakin besar beban dan semakin tinggi
temperatur, pertambahan panjang dari benda uji akan semakin besar. Tahap akhir
dari creep atau tertiary creep adalah pertambahan panjang benda uji secara
cepat menuju perpatahan. Tahap ini merupakan hasil dari perubahan
metalurgis dalam logam seperti pengkasaran partikel endapan, rekristalisasi atau
perubahan difusi yang memungkinkan peningkatan deformasi secara cepat.
Dalam tertiary creep terjadi pengurangsn luas penampang akibat adanya necking
15
yang mengakibatkan bertambahnya tegangan dalam beban yang konstan,
sehingga menambah peningkatan deformasi.
Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah
mengakibatkan regangan mencapai ε1 (strain pada saat putus). Karena creep
rate akan meningkat dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka
umur hidup atau masa kerjasampai patah akan menurun bila tegangan
dan/atau temperatur dinaikan, seperti terlihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1.5 Kurva creep, perubahan regangan terhadap waktu
Creep (mulur) adalah deformasi (perubahan bentuk) permanen material
fungsi terhadap waktu jika material tsb diberikan beban (tegangan) konstan pada
temperatur tinggi (> 0.4*Temperatur Lelehan (K) mekanisme Creep diawali
dengan adanya sliding (pergeseran) diantara butir-butir logam dan terjadi
permanent deformasi (pengecilan penampang) selanjutnya patah Untuk diagram
rate pada creep (maaf gambarnya tidak bisa saya lampirkan) biasanya bentuk
kurva mulur ideal. Kemiringan pada kurva (de/dt ) tersebut dinyatakan sebagai
laju mulur (creep rate). Mula-mula benda uji mengalami perpanjangan yang
sangat cepat (primary), e0, kemudian laju mulur akan turun terhadap waktu
16
hingga mencapai keadaan hampir seimbang (secondary), dimana laju mulurnya
mengalami perubahan yang kecil terhadap waktu. Pada tahap akhir (tertiary), laju
mulur bertambah besar secara cepat hingga terjadi patah.. Mekanisme yang terjadi
pada tapan creep adalah sbb: Komponen pertama kurva mulur adalah kurva
transien, dimana laju mulurnya turun terhadap waktu. Tahap ini disebut mulur
primer dimana hambatan mulur bahan bertambah besar akibat pemulihan
(recovery) dari deformasi yang terjadi. Komponen yang kedua adalah mulur
viskos dengan laju mulur tetap. Tahap mulur yang kedua ini disebut mulur
sekunder, adalah proses dengan laju mulur hampir tetap. Hal ini disebabkan oleh
terjadinya keseimbangan antara kecepatan proses pengerasan regang dan proses
pemulihan (recovery). Oleh karena itu mulur sekunder biasanya dinyatakan
sebagai mulur keadaan seimbang (steady state). Nilai rata-rata laju mulur selama
terjadi mulur sekunder dinamakan laju mulur minimum. Tahap mulur ketiga atau
mulur tersier terutama terjadi pada uji beban tetap pada temperatur dan tegangan-
regangan yang tinggi. Mulur tersier terjadi apabila terdapat pengurangan efektif
pada luas penampang lintang yang disebabkan oleh penyempitan setempat atau
pembentukan rongga internal. Mulur tahap ketiga sering dikaitkan dengan
perubahan metalurgi tertentu, seperti pengkasaran partikel endapan, rekristalisasi,
atau perubahan difusi dalam fasa yang ada.
17
FAKTOR KEAMANAN
Safety Factor untuk perencanaan poros (sularso)
Bila momen rencana T (kg.mm) dibebankan pada suatu diameter poros d s (mm), maka tegangan geser τ (kg/mm2) yang terjadi adalah
τ= T
(π ds3/16)
=5,1 T
d s3
(1.1)
Di dalam buku ini tegangan geser (τ a) dihitung atas dasar batas kelelahan puntir yang besarnya diambil 40% dari batas kelelahan tarik yang besarnya kira-kira 45% dari kekuatan
tarik σ B (kg/mm2). Jadi batas kelelahan puntir adalah 18% dari kekuatan tarik σ B, sesuai dengan standar ASME. Untuk harga 18% ini faktor keamanan diambil sebesar 1/0,18 = 5,6. Harga 5,6 ini diambil untuk harga SF dengan kekuatan yang dijamin, dan 6,0 untuk bahan S-C (baja batang yang ditarik dingin dan difinis) dengan pengaruh massa, dan baja paduan. Faktor ini dinyatakan dengan S f 1.
Selanjutnya perlu ditinjau apakah poros tersebut akan diberi alur pasak atau dibuat bertangga, karena pengaruh konsentrasi tegangan cukup besar. Pengaruh kekasaran permukaan juga harus diperhatikan. Untuk memasukkan pengaruh-pengaruh ini dalam perhitungan perlu diambil faktor yang dinyatakan sebagai S f 2 dengan harga sebesar 1,3 sampai 3,0.
Dari hal-hal di atas maka besarnya τ adapat dihitung dengan
τ a=σ B/(S f 1× S f 2)
(1.2)
Kemudian keadaan momen puntir itu sendiri juga harus ditinjau. Faktor koreksi yang dianjurkan oleh ASME juga dipakai di sini. Faktor ini dinyatakan dengan Kt, dipilih sebesar 1,0 jika beban dikenakan secara halus , 1,0-1,5 jika terjadi sedikit kejutan atau tumbukan, dan 1,5-3,0 jika beban dikenakan dengan kejutan atau tumbukan besar.
Jika diperkirakan akan terjadi beban lentur pada poros maka dapat dipertimbangkan pemakaian faktor Cb yang harganya antara 1,2 sampai 2,3 bila diperkirakan tidak ada beban lentur maka Cb = 1,0.
Dari persamaan (1.1) diperoleh rumus untuk menghitung dimaeter poros,
d s=[ 5,1τa
K t CbT ]13
(1.3)
18
Dimana:
d s = dimaeter poros (mm)
τ a = tegangan geser aman (kg/mm2)
K t = faktor koreksi momen puntir (1,0-3,0)
Cb = faktor beban lentur (1,0-2,3)
T = momen rencana (kg.mm)
19
STAINLESS STEEL
1.Pengertian
Stainless steel disebut sebagai baja tahan karat karena jenis baja ini tahan terhadap
pengaruh oksigen dan memiliki lapisan oksida yang yang stabil pada permukaan baja,
Stainless steel bisa bertahan dari pengaruh oksidasi karena mengandung unsur Chromium
lebih dari 10,5%, unsur chromium ini yang merupakan pelindung utama baja dalam stainless
steel terhadap gejala yang di sebabkan kondisi lingkungan. Semakin tinggi kandungan
Chromium (Cr), makin tinggi ketahanan korosinya (Corrosion Resistance).
2. Jenis-jenis
Stainless steel di bagi dalam beberapa kelompok utama sesuai jenis dan persentase
material sebagai bahan pembuatannya. Kelompok/ klasifikasi stainless steel antara lain
adalah sebagai berikut:
a. Martensitic
Martensitic memilliki kandungan Chrome sebesar 12% sampai maksimal 14% dan
Carbon pada kisaran 0,08-2,0%. Kandungan karbon yang tinggi merupakan hal yang baik
dalam merespon panas untuk memberikan berbagai kekuatan mekanis , misalnya kekerasan
baja. Baja tahan karat klas martensitic menunjukkan kombinasi baik terhadap ketahanan
korosi dan sifat mekanis mendapat perlakuan panas pada permukaannya sehingga bagus
untuk berbagai aplikasi. Baja tahan karat kelompok ini bersifat magnetis. Pada kelompok
atau klasifikasi martensic di bagi dalam beberapa tipe yang antara lain adalah:
1)Type 410
Memiliki kandungan chrome sebanyak 13% dan 0,15% carbon, jenis yang paling baik di
gunakan pada pengerjaan dingin.
2) Type 416
Memiliki kandungan yang sama dengan type 410, namun ada penambahan unsur sulfur.
3) Type 431
Mengandung 175 chrome, 2,5% nikel dan 0,15% maksimum carbon.
b. Ferritic
Ferritic memiliki kandungan chrome sebanyak 17% dan carbon antara 0,08-0,2%.
Memiliki sifat ketahanan korosi yang meningkat pada suhu tinggi. Namun sulit di lakukan
perlakuan panas kepada kelompok stainless steel ini sehingga penggunakan menjadi terbatas,
20
Baja tahan karat kelompok ini bersifat magnetis. Pada kelompok atau klasifikasi ferrtic di
bagi dalam beberapa tipe yang antara lain adalah:
1) Type 430
Memiliki kandungan chrome sebanyak 17% , dan kandungan baja yang rendah. Tahan
sampai temepratur/suhu 800%, biasanya di buat dalam bentuk baja strip.
c. Austenitic
Austenitic memiliki kandungan chrome pada kisaran 17-25% dan Nikel pada kisaran
8-20% dan beberapa unsur/elemen tambahan dalam upaya mencapai sifat yang di inginkan.
Baja tahan karat kelompok ini adalah non magnetic. Pada kelompok atau klasifikasi
austenitic di bagi dalam beberapa type yang antara lain adalah:
1) Type 304
Type ini dibuat dengan bahan dan pertimbangan ekonomis, sangat baik untuk lingkungan
tercemar dan di air tawar namun tidak di anjurkan pemakaiannya yang berhubungan langsung
dengan air laut.
2) Type 321
Merupakan variasi dari type 304 namun dengan penambahan Titanium dan Carbon secara
proporsional. Lumayan baik untuk pengerjaan suhu tinggi.
3) Type 347
Mirip dengan type 321 tetapi dengan penambahan Niobium(bukan Titanium)
4) Type 316
Pada type ini ada penambahan unsur Molibdenum 2-3% sehingga memberikan perlindungan
terhadap korosi, baik di gunakan pada peralatan yang berhubungan dengan air laut.
Penambahan Nikel sebesar 12% tetap memepertahankan struktur austenitic.
5) Type 317
Mirip dengan type 316, namun ada penambahan lebih pada unsur/elemen Molybdenum
sebesar 3-4%, memberikan peningkatan ketika berhubungan langsung dengan air laut pada
suhu/temperature dingin.f. 6 Moly Lebih dikenal dengan istilah UNS S31254, merupakan
jenis yang memiliki ketahanan tinggi terhadap air laut karena tingginya kadar Chromium dan
Molibdenum.
21
6) L Grade
Memiliki kandungan Carbon rendah (316L) dibatasi antara 0,03-0,035%, hal ini akan
menyebabkan pengurangan kekuatan tarik.
d. Duplex
Merupakan kelompok terbaru yang memiliki keseimbangan Chromium, Nikel,
Molibdenum dan Nitrogen pada campuran yang sama antara kelompok austenite dan
kelompok ferit. Hasilnya adalah sebuah kekuatan yang tinggi, sangat tahan terhadap korosi.
Direkomendasikan pada suhu -50 sampai dengan +300 ° C. Biasanya di sebut UNS, sebagai
merk dagang. Beberapa type antara lain adalah:
1. UNS S31803
Ini merupakan kelas duplex type yang paling banyak di gunakan. Komposisinya adalah:
0,03% maksimum Carbon, 22% Chrome, 5,5% Nikel, dan 0,15 Nitrogen.
2. UNS S32750
Tipe duplex yang rendah menurut sifat mirip dengan type 316, tapi dua kali lipat kekuatan
tariknya. Komposisinya adalah: 0,03% carbon, 23% Chrome, 4% Nikel dan 0,1% adalah
Nitrogen.
3. UNS S32750
Ini merupakan tipe super untuk kelompok duplex, ketahanan terhadap korosi yang
meningkat. Komposisi dari type ini adalah: 0,03% maksimum Carbon, 25% Chrome, 7%
Nikel, 4% Molibdenum dan 0,028 nitrogen.
22
23
Sumber : (ASM Handbook Vol. 1: 2005)
24
DAFTAR PUSTAKA
http://www.abi-blog.com/2014/04/pengertian-macam-jenis-dan-karakter-stainless-steel.html
Sumber : (http://en.wikipedia.org/wiki/Creep_(deformation) )
http://id.wikipedia.org/wiki/Modulus_Young
http://www.sridianti.com/pengertian-modulus-young-2.html
http://khoirumansyahbtr.blogspot.com/2012/10/v-behaviorurldefaultvmlo_23.html
25